RESPON DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam ( S.Sos.I )
Oleh Asry Rahmita NIM: 104051001742
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.
RESPON DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Asry Rahmita NIM: 104051001742
Pembimbing,
Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum NIP. 150 244 766
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
ABSTRAK Asry Rahmita Respon Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap Aplikasi Kesetaraan Gender Suatu fakta sosial yang kini semakin merebak di tiap negara, termasuk negara Indonesia yakni keberadaan perempuan pada masa kini yang tidak ingin di nomorduakan setelah keberadaan laki-laki. Kaum perempuan masa kini mencoba bangkit dari budaya patriarki yang berkembang di Indonesia yang memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki. Dalam hal ini kesetaraan gender merupakan salah satu upaya yang coba ditempuh oleh sebagian besar kaum perempuan agar mereka dapat terlepas dari diskriminasi yang selalu membelenggu kehidupan mereka. Perempuan yang ingin mengembangkan potensinya dengan cara berkarier di ranah publik selalu dianggap tidak pantas, karena prempuan dianggap makhluk yang lemah dan tidak sanggup berkarier di ranah publik. Ketimpangan-ketimpangan sosial tersebut seharusnya tidak boleh terjadi, karena manusia diciptakan oleh Tuhan adalah sama, yang membedakan hanyalah faktor bilogis atau jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, adanya perbedaan tersebut seharusnya tidak dijadikan alasan untuk mengucilkan atau menganggap remeh perempuan hanya karena perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Kajian gender itu sendiri merupakan reaksi terhadap ketimpanganketimpangan peran sosial antara laki-laki dan perempuan serta ketidakadilan gender yang terjadi di dalam masyarakat. Bagian ini menjelaskan bahwa perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan telah melahirkan anggapan-anggapan sosialbudaya yang keliru di tengah-tengah masyarakat terhadap peran gender serta relasi gender yang tidak seimbang Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Selain itu peneliti juga menggunakan teknik olah data melalui cara dokumentasi atau mengumpulkan bahan dari buku, dan sebagainya. Peneliti juga menyebar angket yang berisi pertanyaan guna mengetahui respon dari dosen. Keabsahan data juga diperkuat dengan cara melakukan interview dengan beberapa dosen yang kompeten dalam penelitian ini. Respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender khususnya dalam karier di ranah publik adalah positif, karena banyak dari dosen yang beranggapan, perempuan zaman sekarang sudah lebih maju dibandingkan sebelumnya, perempuan zaman sekarang sudah banyak yang terampil dan lebih cekatan. Mengenai minimnya keberadaan perempuan di dunia karier dalam ranah publik, hal tersebut bisa disebabkan dari faktor-faktor lain selain faktor ketidak adilan gender, faktor tersebut dapat berasal dari perempuan itu sendiri, di mana kemampuan atau keahlian mereka masih kurang mampu bersaing secara terbuka dengan kaum laki-laki.
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT, yang kasih-Nya tak pernah pilih kasih, dan Sang Pencipta yang selalu mendengarkan do’a hamba-Nya dan tidak pernah berhenti untuk selalu mencurahkan kasih sayang dan cinta-Nya sekaligus yang selalu membimbing saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Begitu banyak kendala-kendala yang saya hadapi pada saat menyelesaikan skripsi ini, namun berkat segala rahmat dan karunia-Nya lah sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terwujud, sehingga setiap proses yang saya lalui menjadi sangat berkesan dan berarti. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah, nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat Islam dari zaman penuh kebodohan menuju zaman yang modern dan penuh ilmu seperti saat sekarang ini. Tiada kata yang pantas terucap selain Alhamdalah, memuji keagungan-Nya atas segala kemurahan hati-Nya dalam memudahkan setiap langkah saya. Rasa terimakasih terdalam saya ucapkan khususnya kepada: 1. Kedua orangtuaku tersayang, H Yusuf Ridwan B.E dan Hj. Tati Suharti, yang telah mendidik saya semenjak kecil hingga saat sekarang ini dengan penuh cinta kasih dan sayang yang takkan lekang oleh zaman. Orang yang sangat berarti bagi hidup saya, yang selalu menanamkan kejujuran dan ilmu sebagai
bekal saya untuk dapat menghadapi hidup, yang selalu mengajarkan pentingnya arti sebuah keikhlasan sehingga saya dapat lebih ringan dalam menjalani hidup. Sebuah persembahan kecil ini dan prestasi yang didapat, saya persembahkan kepada mereka berdua. Teruntuk mamahku tercinta, terimakasih atas segala do’a yang tiada hentinya kau ucapkan untukku, terimakasih atas segala masukan, nasihat, saran serta pengalaman hidup yang selalu mamah berikan selama ini. Untuk papahku tercinta, tiada kata yang pantas terucap selain terimakasih yang sedalam-dalamnya, karena selama ini papah selalu menjadi papah yang baik bagi anak-anaknya, suami yang sabar yang dapat menjadi tauladan bagi isteri dan seluruh anak-anaknya, terimakasih banyak karena papah dan mamah selalu merawatku dengan tulus dan ikhlas, tidak
cukup hidupku untuk dapat membalas semua jasa dan kebaikan mamah dan papah. Semoga Allah selalu menyayangi dan melindungi mamah dan papah, amin. 2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Bapak Dr. Murodi, MA yang telah mendidik dan mengajarkan penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga ilmu yang didapat bermanfaat dan mendapat pahala yang besar dari Allah, amin. 3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarrofah, MA sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang telah memberikan penulis masukan, nasihat, dukungan serta doa. Mudah-mudahan Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat, amin.
4. Dosen Pembimbing Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, tiada kata yang pantas terucap selain terimakasih yang mendalam atas kesediaanya untuk meluangkan waktu di tengah kesibukannya guna memberi masukan, diskusi dan membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Semoga Allah SWT selalu memudahkan setiap langkahnya, amin. 5. Bapak Drs. H. Tarmi, MM yang sangat membantu penulis dalam penelitian ini, terimakasih atas kesediaannya dalam meluangkan waktunya untuk memberikan penulis segala macam masukan yang sangat berarti, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, semoga Allah selalu memberikan kemudahan bagi bapak, Amin. 6. Seluruh jajaran Fakultas Dakwah dan Komunikasi, para dosen yang telah membimbing penulis dan mengajarkan penulis ilmu yang sangat berharga, mudah-mudahan bermanfaat dan semoga Allah membalas pahalanya dengan pahala yang berlipat, amin. 7. Seluruh dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket sekaligus menjadi responden dalam penelitian ini, semoga semua amal kebaikannya mendapat pahala yang besar dari Allah SWT, amin. 8. Kakak-kakak ku dan adikku tersayang, Syaifullah Darmaji, Rani Damayanti, Sujarwanto, Gita dan Muhammad Ramadlan Setyadi, terimaksih atas dukungan dan doanya, semoga Allah memberikan kebahagiaan kepada mereka semua, amin.
9. Teman-teman angkatan 2004 Jurusan KPI A yang sangat ku sayangi, terimakasih atas segala momen-momen indah yang pernah kita lewati bersama, setiap momen dan proses untuk menjadikan kita kearah yang lebih dewasa itu tidak akan bisa terlupakan dan tergantikan, dan akan selalu menjadi kenangan yang indah dan berharga yang akan selalu ada di dalam hati. Special for, Budi dan Sofi pasangan yang selalu setia membantuku di saat aku menemukan banyak kendala dalam mengerjakan skripsi ini, juga untuk Ana, Lyna, Pia, Widi, Farah, Zainuri, Syadad, Ade, Rico yang telah menemani hari-hari penulis selama kuliah di UIN Jakarta, saya berharap tetap keep in touch ya dan semoga sukses selalu buat kita semua. Amin 10. Teman-teman di KMF KALCITRA, yang selalu menjadi penyemangat bagi diri saya untuk dapat melakukan setiap aktifitas dengan semangat, spesial for Feby, Joe, Nadya, Luthfi, Ayu, Erza, Budi dan Arif Marzuki. 11. Teman-temanku di kostan tercinta, terimakasih atas segala support dan semua memori yang pernah kita lewati bersama, spesial untuk Zee, Kiki, Mba Dhani, Nunun dan Vivi. Selanjutnya kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis baik moril maupun materil serta telah memberikan dukungan dan doa tiada henti, semoga amalnya dibalas oleh Alaah SWT., amin.
Wassalam. Wr.Wb
Jakarta, 16 September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR BAGAN DAN GRAFIK .................................................................. x
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 9 D. Metodologi Penelitian ............................................................... 9 E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 14 F. Sistematika Penulisan .............................................................. 15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Respon .................................................................... 17 B. Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender.................................... 21 C. Karir Perempuan dan Laki-laki dalam Ranah Publik .............. 29
BAB III
GAMBARAN UMUM DOSEN-DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI A. Profil
Fakultas
Dakwah
dan
Komunikasi
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta ................................................................. 35 B. Struktur Organisasi .................................................................. 39 C. Program Kegiatan Fakultas Dakwah dan Komunikasi ............ 41 D. Data Jumlah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi .......... 42 E. Data Jenjang Pendidikan Dosen Tetap...................................... 42 F. Daftar Nama dan Nomor Kode Dosen (NKD) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Tahun Akademik 2007/2008 ........................ 43
BAB IV
TEMUAN DATA LAPANGAN A. Data-data Hasil Lapangan ........................................................ 48 B. Analisis Data ............................................................................ 50
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 94 B. Saran-saran ............................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 98 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7
Perbedaan Identitas Jenis Kelamin dan Gender ............................ 26 Dosen Tetap .................................................................................. 42 Dosen Tidak Tetap ........................................................................ 42 Jenjang Pendidikan Dosen Tetap .................................................. 42 Daftar Nama Dosen Tetap ............................................................. 43 Daftar Nama Dosen Tidak Tetap .................................................. 45 Gender Diartikan Hanya Sebagai Perbedaan Jenis Kelamin Biologis Antara Laki-laki dan Perempuan .................................................. 50 8. Tabel 8 Gender Adalah Perbedaan Peran Antara Laki-Laki dan Perempuan 9. Tabel 9 Perbedaan Jenis Kelamin Biologis Antara Laki-laki dan Perempuan, Sama dengan Gender .................................................................... 53 10. Tabel 10 Kesetaraan Gender Adalah Kesamaan Akses atau Peluang Bagi Laki-laki dan Perempuan Dalam Setiap Sumber Daya ................. 54 11. Tabel 11 Kesetaraan Gender Adalah Adanya Keterlibatan yang Setara Antara Laki-laki dan Perempuan dalam Kontrol atau Wewenang dalam Pengambilan Keputusan ................................................................ 55 12. Tabel 12 Kesetaraan Gender adalah "Tidak Adanya Perbedaan Antara Lakilaki dan Perempuan" ..................................................................... 56 13. Tabel 13 Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gender Telah Dilakukan dan Dilaksanakan ................................................................................. 58 14. Tabel 14 Pengaplikasian Kesetaraan Gender Dapat Berjalan dengan Lancar Apabila Masyarakat Lebih Peka Terhadap Perempuan ................. 59 15. Tabel 15 Saat Ini Masih Terdapat Perbedaan Antara Laki-laki dan Perempuan dalam Memperoleh Jabatan di Ranah Publik ................................ 60 16. Tabel 16 Jabatan yang Dimiliki Perempuan yang Berkarier dalam Ranah Publik Lebih Rendah dari Kaum Laki-laki ................................... 61 17. Tabel 17 Jabatan yang Dimiliki Kaum Laki-laki dan Perempuan Telah Sesuai dengan Kesetaraan Gender ............................................................ 62 18. Tabel 18 Perempuan Hanya Pantas Berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga 63 19. Tabel 19 Perempuan Berhak Berprofesi atau Berkarier di Ranah Publik..... 64 20. Tabel 20 Profesi yang Dimiliki Perempuan Harus Setara dengan Profesi Kaum Laki-laki .............................................................................. 65 21. Tabel 21 Profesi Laki-laki Selalu Lebih Baik dan Lebih Tinggi Dibandingkan dengan Perempuan ........................................................................ 66 22. Tabel 22 Laki-laki Selalu Lebih Diutamakan Untuk Maju ke Tingkat Pendidikan yang Lebih Tinggi ....................................................... 67 23. Tabel 23 Perempuan Punya Hak yang Sama Seperti Laki-laki dalam Memperoleh Pendidikan ................................................................ 68 24. Tabel 24 Laki-laki Wajib Menempuh Pendidikan Tingkat Tinggi Sedangkan Perempuan Tidak Wajib ................................................................ 69 25. Tabel 25 Perempuan Tidak Perlu Melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi ............................................................................................. 70 26. Tabel 26 Pendidikan Hanya Pantas Untuk Laki-laki, Bukan Untuk Perempuan ........................................................................................................ 71 27. Tabel 27 Kesetaraan Gender Dikatakan Berhasil Jika Tidak Ada Lagi Perbedaan antara Kaum Laki-laki dan Kaum Perempuan dalam Hal Pendidikan...................................................................................... 72 28. Tabel 28 Keadilan antara Laki-laki dan Perempuan Masih Selalu Dibedakan 29. Tabel 29 Dunia Kerja Khususnya Ranah Publik Keadilan Tidak Pernah Berpihak bagi Kaum Perempuan .................................................. 74 30. Tabel 30 Dalam Dunia Kerja Khususnya Ranah Publik Keadilan Hanya Berpihak bagi Kaum Laki-laki....................................................... 75 31. Tabel 31 Keadilan di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sesuai dengan Kesetaraan Gender ........................................................................ 76 32. Tabel 32 Dalam Ranah Publik, Keadilan antari Laki-laki dan Perempuan Masih Belum Dapat Ditegakkan ................................................... 77 33. Tabel 33 Kesetaraan Gender Dikatakan Berhasil Jika Terdapat Keadilan antara Kaum Laki-laki Maupun Kaum Perempuan dalam Segala Bidang ............................................................................................ 78 34. Tabel 34 Peluang Kerja di Ranah Publik bagi Perempuan Lebih Kecil Daripada Laki-laki ........................................................................ 79 35. Tabel 35 Peluang Bagi Kaum Perempuan Untuk Memperoleh Kehidupan yang Layak Lebih Kecil Dibandingkan Laki-laki ......................... 81
52
73
36. Tabel 36 Peluang Berkarya Bagi Kaum Perempuan Lebih Sulit Dibanding Laki-laki ......................................................................................... 82 37. Tabel 37 Peluang Perempuan Untuk Lebih Maju Lebih Sulit Dibanding Lakilaki.................................................................................................. 83 38. Tabel 38 Peluang Perempuan Untuk Mandiri Lebih Sulit Dibanding Laki-laki 39. Tabel 39 Peluang Perempuan Untuk Berkarir Lebih Sulit Dibanding Laki-laki ........................................................................................................ 85 40. Tabel 40 Kesetaraan Gender di Ranah Publik Sudah Terealisasikan dengan Baik ................................................................................................ 86 41. Tabel 41 Kesetaraan Gender Dikatakan Berhasil, Jika Terdapat Kesetaraan antara Laki-laki dan Perempuan Dalam Memperoleh Peluang Kerja yang Sama ..................................................................................... 87 42. Tabel 42 Skill yang Dimiliki Kaum Perempuan Masa Kini Sudah Jauh Lebih Baik ............................................................................................... 88 43. Tabel 43 Skill Perempuan Masa Kini Tidak Bisa Dipandang Sebelah Mata Lagi ................................................................................................ 89 44. Tabel 44 Skill Perempuan Masa Kini Mampu Bersaing dengan Skill Laki-laki ........................................................................................................ 90 45. Tabel 45 Skill Perempuan Dapat Dijadikan Modal untuk Meningkatkan Karir pada Pengambilan Kebijakan ........................................................ 91 46. Tabel 46 Perempuan Harus Mempunyai Skill Sebagai Modal untuk Bersaing Secara Sehat .................................................................................. 92
84
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, September 2008
Asry Rahmita
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Suatu fakta sosial yang kini semakin merebak di tiap negara, termasuk negara Indonesia yakni keberadaan perempuan pada masa kini yang tidak ingin di nomor duakan setelah keberadaan laki-laki. Perempuan masa kini sudah tidak dapat dipandang sebelah mata lagi, karena tidak sedikit perempuan Indonesia khususnya perempuan muslim yang semakin melebarkan sayap kejayaannya agar memperoleh kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Keterlibatan aktif perempuan dalam pembangunan adalah sebuah keniscayaan. Eksistensi perempuan di dunia ini didasari alasan dan misi yang sama dengan laki-laki yaitu menjadi khalifatullah di bumi. Islam sebagai dienul syamil sangat memuliakan perempuan dan mengakui kelebihannya dalam berbagai hal. Islam telah memberikan banyak petunjuk, orbit perempuan dalam sisitem raya alam ini. Menurut tuntunan Rosul, Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan keseimbangan, menegaskan bahwa wanita adalah pendamping pria dalam upaya menegakkan kalimat Allah. Jika hendak diumpamakan: Perempuan dan laki-laki laksana dua bintang yang berada di orbit yang berbeda namun memiliki peran yang sama di dalam menentukan keseimbangan jagat ini.1 Kaum perempuan masa kini mencoba bangkit dari budaya patriarki yang berkembang di Indonesia yang memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki. Berbagai bentuk tradisi jahiliyah telah menindas kaum perempuan dan mengharamkan hak asasinya, bahkan kaum perempuan hanya dipandang dengan pandangan yang identik dengan penghinaan, tuduhan dan keraguan.2 Pada masyarakat yang dikuasai kaum pria (male dominated society) perempuan seringkali mendapati dirinya pada posisi yang sulit. Sumur, dapur, kasur adalah istilah populer yang diidentikan pada perempuan, mengunci mati perempuan dalam ketidakberkembangan, penuh keterbelakangan, bodoh dan terisolasi dari public activity. Padahal Syekh Yusuf Qardhawi mengatakan
1
M. Akhyar Wahyuddin, Mitos-mitos yang Membelenggu (Jakarta: Muharam, 1421 H), h. 6. Haya Baydariayyah, “Pelaksanaan Program Pemberdayaan Perempuan Pada Ormas Persaudaraan Muslimah Islamiah,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), h. 2.
2
“Hendaknya kita sepakat bahwa penghinaan terhadap kaum wanita adalah kejahatan”.3 Terdapat dua kata yang perlu di jelaskan yang memiliki makna berbeda namun
seringkali
menjadi
rancu
dipahami
dan
digunakan
dalam
memperbincangkan sistem budaya yang selama ini dianggap dapat menyudutkan posisi perempuan di dalam masyarakat, yakni kata patrilineal dan patriarki. Budaya patrilineal adalah budaya di mana masyarakatnya mengikuti garis lakilaki, seperti anak bergaris keturunan ayah. Sedangkan patriarki dipahami secara harfiah yang berarti “kekuasaan bapak” (role of the father) atau “Patriarkh” (patriarch) yang digunakan untuk menyebut “keluarga yang dikuasai kaum lakilaki”. Secara istilah kata patriarki digunakan untuk menyebutkan kekuasaan lakilaki, hubungan kekuasaan dengan apa laki-laki menguasai perempuan, serta sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai melalui bermacam cara.4 Patriarki cenderung pada penerapan pandangan hidup yang didominasi oleh laki-laki (male-dominated), ditentukan oleh laki-laki (male- identified), dan berpusat pada laki-laki (male-centered). Ciri yang khas dari budaya ini adalah keseluruhannya saling menopang untuk membangun budaya tersebut serta dilembagakan,
sehingga
menjadi
landasan
bagi
ruang
gerak
individu
masyarakatnya dan menjadi pandangan hidup secara umum.5 Di dalam budaya patriarki ini, bidang-bidang politik, ekonomi, pendidikan, hukum, agama, dan juga di ranah domestik senantiasa dikuasai oleh laki-laki. Sebaliknya, pada waktu yang sama, perempuan terpinggirkan karena perempuan dianggap atau diputuskan
tidak layak dan tidak mampu untuk
bergelut di bidang-bidang tersebut.6 Menurut pandangan orang-orang di luar Islam pada masa silam, perempuan dianggap sebagai barang hidup yang begitu rendah dan tidak berharga. Di Inggris, pada abad ke-5 sampai ke-11 Masehi, perempuan hanya dipandang sebagai penyalur dan pemuas nafsu laki-laki. Jadi tidak diberi nilai tertentu yang memiliki tingkat dan derajat seperti laki-laki.7 Di Semenanjung Arab, pada zaman Jahiliyah, sebelum lahir agama Islam, nasib perempuan lebih memprihatinkan. Perempuan dipandang sebagai barang 3
Ibid., h. 2. Fadilah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 58 5 Ibid., h. 60 6 Ibid., h. 60 4
7
Muhammad Koderi, Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 22.
dan hewan yang dapat diperjualbelikan. Seorang lelaki boleh memperistri berapa saja perempuan sekehendak hatinya tanpa batas. Perempuan tidak mempunyai hak waris sama sekali. Bahkan jika seorang lelaki mempunyai beberapa istri, dapat diwariskan kepada anaknya. Jika seorang perempuan melahirkan bayi perempuan maka akan menjadi aib, tidak sedikit bayi perempuan yang lahir kemudian dikubur hidup-hidup. Keadaan ini menimbulkan rasa takut pada setiap perempuan yang sedang hamil.8 Kedudukan perempuan saat itu sangat rendah dan tidak mempunyai harga diri. Demikianlah beberapa pandangan tentang kedudukan perempuan pada masa jahiliyah. Sedangkan di zaman modern, pandangan terhadap kedudukan perempuan sudah banyak mengalami pergeseran. Pada masyarakat kapitalis, perempuan telah menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan. Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah, atau di eksploitasi untuk menjual barang. Lihat saja iklan-iklan di media cetak maupun elektronik. Pada masyarakat yang bebas, perempuan dididik untuk tidak melepaskan segala ikatan normatif kecuali untuk kepentingan industri. Tubuh mereka dipertontonkan untuk menarik selera konsumen.9 Busana serba mini kini menjadi mode dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan-pekerjaan yang mengarah kepada pengekesplotasian kaum perempuan sudah tidak dapat dibendung lagi.10 Kekerasan terhadap kaum perempuan, trafficking (kaum perempuan dan anak yang diperjual belikan), perbudakan, dan masih banyak lagi perlakuan diskriminasi yang harus dihadapi oleh perempuan pada zaman sekarang ini. Seperti di negara-negara lain di Asia, kaum perempuan di Indonesia mengalami proses subordinasi yang sistematis. Banyak kalangan beranggapan bahwa hal tersebut tidak terlepas dari budaya patriarkhi yang kuat di Indonesia. Islam dianggap sebagai faktor penting terhadap subordinasi perempuan. Bahkan para kritikus feminis radikal menilai bahwa menguatnya militansi Islam pasca kejatuhan Soeharto pada 1998 menjadi bukti betapa faktor Islamlah yang terus menerus menempatkan kaum perempuan pada posisi yang dirugikan.11
8
Ibid., h. 23. Ibid., h. 25. 10 Muhammad Al Bahi, Langkah Wanita Islam Masa Kini Gejala-gejala dan Jawaban, (Jakarta: Gema Insani Press, 1988), h. 15 11 Din Wahid dan Jamhari Makruf, Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan (Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Masyarakat (PPIM), 2007), h. 75 9
Dengan semakin tumbuh dan berkembangnya berbagai macam wacana mengenai kedudukan perempuan pada masa kini, hal tersebut memicu para perempuan Indonesia untuk bersikap lebih maju dengan cara menonjolkan diri mereka di ruang publik, agar keberadaan mereka bisa diketahui dan dapat diterima oleh semua pihak. Akan tetapi tidak sedikit cara yang mereka tempuh ini malah menghasilkan ketimpangan, karena lahan publik di anggap bukan lahan bagi perempuan, karena perempuan selalu lemah dan hanya pantas untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah atau dalam ranah domestik saja. Kajian gender itu sendiri merupakan reaksi terhadap ketimpanganketimpangan peran sosial antara laki-laki dan perempuan serta ketidakadilan gender yang terjadi di dalam masyarakat. Bagian ini menjelaskan bahwa perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan telah melahirkan anggapan-anggapan sosial-budaya yang keliru di tengah-tengah masyarakat terhadap peran gender serta relasi gender yang tidak seimbang.12 Gender itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang menunjukan pembagian peran sosial antara laki-laki dan perempuan dan ini mengacu kepada pemberian ciri emosional dan psikologis yang diharapkan oleh budaya tertentu yang disesuaikan dengan fisik laki-laki dan perempuan.13 Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat. Dengan adanya suatu persepsi yang tidak tepat mengenai gender, hal tersebut dapat memicu terjadinya ketimpangan, yang pada pengaplikasiannya di dalam kehidupan sehari-hari sering mengakibatkan terjadinya benturan-benturan dalam tatanan kehidupan sosial. Pengaplikasian konsep gender lainnya yang biasa terjadi adalah peranan wanita dalam kehidupan rumah tangga sekaligus sebagai wanita karir. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa wanita berperan sebagai hamba Allah, sebagai anggota keluarga, sebagai ibu rumah tangga, sebagai isteri, sebagai pendakwah dan pendidik anak, sebagai pemelihara kesehatan keluarga, begitu banyak tugas yang harus dilakukan oleh kaum prempuan, akan tetapi hal tersebut tidak dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan perempuan, bahwa perempuan 12
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Study Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 53 13 Ibid., h. 54
juga dapat berkarier. Peran perempuan di kancah publik masih tetap kurang diperhitungkan. Islam datang ke dunia mengembalikan kehormatan, harga diri dan hak-hak kaum wanita pada setiap masa hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, tatkala menjadi seorang istri, hingga masa seorang wanita menjadi nenek. Bahkan Islam mengangkat derajat wanita ke tingkat kemuliaan yang sangat istimewa. Islam menganjurkan agar pria memperlakukan wanita dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam haji wada’nya:14
Ç ÓÊæ Õæ Ç ÈÇ Ç äÓÇ Á ÎíÑ Ç “Perlakukanlah kaum wanita dengan baik” (Al-Hadits).15 Tidak hanya terdapat satu atau dua ayat saja yang menjelaskan bahwa dalam agama Islam menjelaskan wanita memiliki kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu tidak selayaknya terdapat ketimpangan antara peran perempuan dan laki-laki. Tidak sedikit dari perempuan yang ada di Indonesia yang mendapat perlakuan diskriminatif khususnya hanya karena mereka perempuan. Dalam dunia karier di ranah publik prosentase perempuan untuk dapat berkarier dan memperoleh jabatan tinggi lebih sedikit dibandingkan prosentase jumlah laki-laki, kalaupun ada perempuan yang bekerja, mereka hanya mendapatkan sebagian kecil jabatan dari sekian banyak jabatan yang ada. Ketimpangan-ketimpangan sosial tersbut seharusnya tidak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan adalah sama, yang membedakan hanya faktor biologis saja yaitu laki-laki dan perempuan, akan tetapi perbedaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengucilkan kaum perempuan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia karier di ranah publik. Melihat gejala-gejala yang ada dalam kehidupan kaum perempuan muslim saat ini, maka peneliti tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian yang berjudul RESPON DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNKASI TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
14 15
Maisar Yasin, Wanita Karier dalam Perbincangan (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 15. Ibid., h. 15.
Begitu banyak permasalahan sosial yang bersangkutan dengan gender, mulai dari permasalahan poligami, kekerasan rumah tangga, perdagangan perempuan dan anak, perempuan sebagai kepala negara, sampai dengan karier perempuan dalam ranah publik. Untuk dapat lebih memfokuskan penelitian ini, maka masalah hanya akan saya batasi pada respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terhadap aplikasi kesetaraan gender, khususnya pada karier perempuan di ranah publik. Dari pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender
yang terjadi dalam ranah
publik? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender khususnya yang berkaitan dengan permasalahan karier Manfaat Penelitian ini adalah : 1. Manfaat Akademis a. Untuk memberi informasi akan sebuah pemahaman mengenai konsep kesetaraan gender yang kian menjamur di masyarakat termasuk lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Untuk memberi informasi kepada mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi akan aplikasi kesetaraan gender khusunya di ranah publik. 2. Manfaat Praktis Memberikan informasi kepada masyarakat tentang aplikasi kesetaraan gender yang terjadi di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khusunya Fakultas Dakwah dan Komunikasi. D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Model penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena pendekatan kuantitatif dapat menghasilkan data yang akurat setelah perhitungan yang tepat. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu
pendekatan dalam penelitian yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran kuantitif yang kokoh.16 Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filasafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.17 Penelitian kuantitatif sifatnya adalah objektif, sehingga kita bisa melihat langsung sebuah keadaan. Sedangkan desain penelitian ini adalah survey, dalam penelitian ini, peneliti ingin mensurvey dan mengetahui respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap aplikasi kesetaraan gender yang terjadi dalam dunia karier khusunya ranah publik. Metode survey merupakan metode untuk memperoleh data yang ada pada saat penelitian dilakukan. Data dapat dikumpulkan melalui beberapa teknik, seperti wawancara dan pengamatan atau observasi. Metode survey ini dapat berupa survey deskriptif maupun berupa survey analitik.18
2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di lakukan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Juni sampai dengan bulan September 2008 3. Subjek dan Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah dosendosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah aplikasi kesetaraan gender dalam bidang karier di ranah publik. 4. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, untuk keperluan penelitian ini diambil populasi dengan berpedoman kepada pendapat 16
Syamsir Salam, dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 36. 17 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitataif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 14 18 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 9.
Suharsimi Arikunto: “Apabila subjek kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Selanjutnya, jika jumlahnya besar dapat diambil antara 10-15 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.19 Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).20 Dalam penelitian ini, populasi berjumlah 143 Orang, dan peneliti akan mengambil sampel sebesar 25 % dari keseluruhan jumlah dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang ada. Adapun teknik pengambilan sampel, dengan teknik acak sederhana (random sampling), sehingga sampel yang diambil berjumlah 35 orang. 5. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket dengan 40 item pertanyaan yang terdiri 6 kelompok, yaitu: a. Kesetaraan gender, terdiri dari 8 item pertanyaan b. Profesi, terdiri dari 7 item pertanyaan c. Jenjang pendidikan, terdiri dari 6 item pertanyaan d. Keadilan, terdiri dari 6 item pertanyaan e. Peluang kerja di ranah publik, terdiri dari 8, item pertanyan f. Skill atau keahlian, terdiri dari 5 item pertanyaan 6. Teknik Pengumpulan Data Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah melalui: a. Angket atau Kuisioner, yaitu dengan cara memberikan beberapa pertanyaan kepada dosen-dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi berupa kertas kuisioner untuk dijawab. Angket adalah suatu alat pengumpulan data berisi daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan
19
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 107. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendeketan Kuantitatif, Pendekatan Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 118 20
kepada subjek atau responden penelitian. Pertanyaan-pertanyaan pada angket bisa tertutup (berstruktur) bisa juga terbuka (tidak berstruktur).21 b. Interview atau wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin
melakukan
studi
pendahuluan
untuk
menentukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondenya sedikit/ kecil. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face).22 c. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data melalui buku-buku, majalah dan lain sebagainya. 7. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera digarap oleh staf peneliti, khususnya yang bertugas mengolah data. Di dalam buku lain sering disebut pengolahan data. Ada yang menyebutnya data preparation, adapula data analysis (analisis data).23 Adapun teknik analisis data dari penelitian ini adalah dengan cara menghitung rata-rata, yaitu:
MEAN ( RATA − RATA) X = ∑
x n
Ada beberapa teknis analisis data yang lainnya, selain cara di atas, yaitu: a. Editing, yaitu memeriksa jawaban-jawaban responden untuk diteliti, telaah dan dirumuskan pengelompokannya untuk memperoleh data yang benar-benar sempurna b. Tabulating, yaitu mentabulasikan/ memindahkan jawaban-jawaban responden dalam tabel, kemudian dicari prosentasenya untuk dianalisa c. Analisa dan interpretasi, yaitu membunyikan data kuantitatif dalam bentuk verbal (kata-kata), sehingga presentase menjadi lebih bermakna d. Kesimpulan, yaitu peneliti memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan interpretasi data. E. Tinjauan Pustaka
21
Faisal Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 122. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendeketan Kuantitatif, Pendekatan Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 194 23 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktek, edisi revisi V, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 209 22
Dalam penulisan skripsi ini saya telah meneliti tulisan-tulisan terdahulu yang judulnya atau pembahasannya hampir sama dengan pembahasan yang saya tulis, saya menemui buku yang berjudul Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta, Baseline dan Analisa Institusional pengarusutamaan gender pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 19992003. Karangan Amelia Fauzia dan kawan-kawan, yang diterbitkan oleh McGillIAIN-Indonesia Social Equity Project Didalam buku tersebut yang menjadi permasalahan atau pembahasannya adalah relasi gender dalam proses penyelenggaraan pendidikan di UIN Jakarta dengan agenda pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). Fokusnya menyangkut tiga aspek yang saling terkait, yaitu kebijakan kelembagaan (visi, misi dan peraturan perundanganundangan,
terutama
statute),
pelaksanaan
kebijakan
dan
orientasi
kelembagaan kedepan. Sedangkan skripsi saya ini berbeda dengan dengan tulisan tersebut di atas, karena penelitian yang saya lakukan ini lebih menitik beratkan pada pembahasan respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penelitian ini, maka peneliti membagi sistematika penulisan skripsi ini ke dalam lima bab. Dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Pengertian Respon, Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender, Karier Perempuan dan Laki-laki dalam Ranah Publik BAB III: GAMBARAN UMUM DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Profil Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta, Struktur Organisasi, Program Kegiatan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Data jumlah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Data jenjang Pendidikan Dosen Tetap, Daftar nama dan Nomor Kode Dosen (NKD) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Tahun Akademik 2007/2008 BAB IV :TEMUAN DATA LAPANGAN
Data-data hasil lapangan, Analisa Data BAB V : PENUTUP DAN KESIMPULAN
Terdiri dari kesimpulan dan Saran
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Respon
1. Pengertian Respon Kata Respon berasal dari kata Response, yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (Reaction).24 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Respon adalah tanggapan, reaksi, atau jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi”.25 Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan disebutkan bahwa “Respon adalah reaksi psikologis metabolik terhadap tibanya suatu rangsang; ada yang bersifat otonomis seperti refleks dan reaksi emosional langsung, adapula yang bersifat terkendali”.26 Menurut Poerwadarminta, Respon diartikan sebagai tanggapan, reaksi dan jawaban.27 Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah sebelumnya terjadi suatu rangkaian komunikasi. Sedangkan menurut Ahmad Subandi, mengemukakan respon dengan istilah umpan balik (Feed Back) yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi.28
Berdasarkan teori yang ditemukan oleh Stellen M Chafee respon terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu: a. Respon Kognitif, Yaitu respon yang berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, tidak mengerti, atau bingung, menjadi lebih mengerti atau lebih jelas.29 Atau terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipercayai, atau
24
Jhon M. Echols dan Hasan Shadilly, Kamus Besar Bahasa Inggris Indonesia ( Jakarta: PT. Gramedia, 2003), cet ke-27, h. 481 25 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi-3, h. 585 26 Save D. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Kebudayaan Nusantara, 1997), cet ke-1, h. 964 27 Poerwadarminta, Psikologi Komunikasi (Jakarta:UT, 1999), cet ke-3, h. 43 28 Ahmad Subandi, Psikologi Sosial (Jakarta: Bulan Bintang, 1982),cet ke-2, h.50 29 Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,h. 318
dipersepsi khalayak. Hal ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. b. Respon afektif, yaitu respon yang berkaitan dengan perasaan, timbul pada saat ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Hal ini berkaitan dengan emosi, sikap, atau nilai. c. Respon Konatif (Behavioral), yaitu respon yang merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.30 Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa respon adalah tanggapan dan jawaban. Jadi antara respon, tanggapan ataupun jawaban muncul disebabkan karena adanya suatu gejala atau peristiwa yang mendahuluinya, yang meninggalkan gambaran ingatan dari pengamatan terhadap apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan. 2. Teori S-O-R Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus – Organism – Response, yang semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan, karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi.31 Teori S – O – R adalah salah satu aliran yang mewarnai teori-teori yang terdapat dalam komunikasi massa. Aliran ini beranggapan bahwa media massa memiliki efek langsung yang dapat mempengaruhi individu sebagai audience (penonton atau pendengar).32 Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsurunsur dalam model ini adalah: a. Pesan (stimulus, S) b. Komunikan (Organism, O) c. Efek (Response, R)
30
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999),h. 218 31 Onong UchjanaEffendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 254 32 S. Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), cet-9, h. 520
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek “how” bukan “what” dan “why”. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change atitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.33 Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya “ Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, terdapat tiga variabel penting, yaitu: a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan
Organisme: • Perhatian • Pengertian • Penerimaan
Stimulus
Response (Perubahan Sikap) BAGAN 1 TEORI S-O-R
Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.34
B. Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender
Aplikasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan baik itu penerapan sistem yang ada dalam kehidupan ataupun penerapan teori yang dapat
33
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 254-255 34 Ibid., h. 255-256
dijadikan sebagai suatu acuan dalam suatu kehidupan, sedangkan yang dimaksud dengan kesetaraan adalah kesamaan atau kesesuaian. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara lakilaki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat. Mose mengemukakan bahwa gender adalah seperangkat peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan agar tampak dari diri mereka dan dilihat oleh orang lain bahwa seseorang itu adalah feminin atau maskulin.35 Terkadang terdapat salah persepsi antara pemahaman seks dan gender, walaupun pada dasarnya kedua kalimat tersebut berhubungan dengan masalah perempuan dan laki-laki, akan tetapi kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat berbeda, oleh karena itu kita harus benar-benar tahu perbedaan diantara keduanya. Kata seks berasal dari bahasa Inggris sex, berarti jenis kelamin. Pemahaman ini diperjelas dalam kamus lainnya bahwa “sex is the characteristic wich distinguish the male and female”, yakni ciri-ciri yang membedakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Mose juga mengemukakan, bahwa konsep gender secara mendasar berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis; laki-laki atau perempuan merupakan pemberian dari Tuhan. Akan tetapi jalan yang menjadikan maskulin atau feminin adalah gabungan antara blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur sosial. Sejalan dengan pendapat Mose tersebut, Fakih juga mempertegas bahwa harus dibedakan kata gender dengan kata seks. Kata seks merupakan pensifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu, secara permanen tidak berubah atau sering dikatakan sebagai kodrat Tuhan atau ketentuan Tuhan. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki ataupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Oleh
35
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan McGill Project IISEP, 2003), h. 54
karena budaya berubah-ubah, maka perubahan dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain.36 Gender pada intinya, mempersoalkan ketidakadilan dan ketimpangan hubungan sosial, kultural antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Satu hal yang harus ditegaskan bahwa pemikiran tentang gender pada dasarnya, hanya ingin memahami, mendudukan, dan menyikapi relasi laki-laki dan perempuan secara lebih proporsional dan lebih berkeadilan gender.37 Dari penjelasan di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan merupakan kodrat Tuhan. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex (jenis kelamin). Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah kodrat Tuhan karena secara permanen tidak dapat berubah dengan sendirinya dan merupakan ketentuan biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan tingkah laku (behavioral differenses) antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk (socially constructed). Perbedaan yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Misalnya, dari hasil bangunan masyarakat yang umum adalah ungkapan bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, emosional, atau keibuan, yang disebut sebagai sifat-sifat feminin; sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa yang disebut sebagai sifat-sifat maskulin.38 Setelah diketahui perbedaan pengertian seks dan pengertian gender, maka hal tersebut dapat menghasilkan suatu statetment yang menjelaskan bahwa dengan adanya perbedaan seks maka akan mengakibatkan perbedaan gender . Telaah lebih lanjut dalam persoalan ketidakadilan gender mengacu pada konstruksi sosial yang dibangun di atas budaya patriarkhi (kekuasaan laki-laki).39 Dalam kerangka hak azasi manusia, setiap orang dikategorikan berdasarkan pada hal-hal yang melekat baik dalam kategori yang biologis, ‘menetap, ‘terberi’ (biologycally given) atau dalam bahasa agama disebut kodrat, maupun kategori yang merupakan ‘konstruksi sosial budaya’. Kategori yang bersifat ‘terberi atau terkodrati’ adalah warna kulit, jenis kelamin, usia dan kemampuan yang berbeda (different abilities). Sedangkan etnisitas, 36
Ibid., h. 53-56 Amelia Fauziah, dkk., Realita dan Cita Kesetraan Gender di UIN Jakarta (Jakarta: McGill IAIN, 2004), h. 17 38 Suralaga., dkk Pengantar Kajian Gender, h. 56 39 Ibid., h. 58 37
agama, atau bentuk keyakinan yang lain, kelas sosial dan gender merupakan konstruk sosial. Secara normatif dan ideal, setiap orang dengan latar belakang berbeda: ras, etnisitas, agama atau keyakinan, kelas, jenis kelamin, gender harus mendapatkan ‘kesamaan akses dan partisipasi’ dalam mendapatkan ‘keadilan sosial’ yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak dasarnya. Hak-hak tersebut berupa: hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang mendapatkan keadilan sosial karena adanya ‘diskriminasi sosial’ yang mengahalanginya. Diskriminasi sosial tersebut dapat berbentuk stereotipe negatif atau pelabelan negatif, subordinasi, marginalisasi, beban berlipat dan kekerasan.40 Dalam konteks kesetaraan gender, perbedaan jenis kelamin dan peran serta status gender seringkali menghalangi seseorang untuk mendapatkan hakhak azasi atau hak-hak dasar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya diskriminasi gender yang berakar pada pandangan budaya yang bias gender. Tidak seperti yang lazim diasumsikan bahwa kesetaraan gender adalah penyamaan laki-laki dan perempuan pada semua aspek. Kesetaraan gender tetap berangkat dari asumsi dasar bahwa ‘laki-laki berbeda dengan perempuan’, namun perbedaan tersebut bukan untuk dibedakan haknya dalam mendapatkan keadilan sosial.41 Karena di dalam agama Islam sendiri tidak tedapat pembedaan baik laki-laki dan perempuan, kalaupun terdapat perbedaan, perbedaan tersebut tidak mempersoalkan kedudukannya, tetapi fungsi dan tugasnya. Menurut ajaran Islam, pada dasarnya Allah SWT menciptakan manusia, baik laki-laki maupun
perempuan,
semata-mata
ditujukan
agar
mereka
mampu
mendarmabaktikan dirinya untuk mengabdi kepada-Nya, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Quran,
“Dan, tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (adz-Dzaariyat:56)42
40
Din Wahid dan Jamhari Makruf, Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan (Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Msyarakat (PPIM) UIN syarifhidayatullah dengan British Embasy, 2007 ), h.2 41 Ibid., h. 2-3 42 Muhammad Koderi, Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 49
Ayat tersebut menjelaskan bahwa memang pada dasarnya manusia diciptakan bukan untuk saling membeda-bedakan kekurangan ataupun kelebihan yang dimiliki oleh tiap individu, melainkan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Islam adalah suatu agama yang lengkap dan sempurna yang dibawa Rasulullah SAW. Untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia agar memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Maka, kedudukan, hak, dan kewajiban perempuan ada yang sama dan adapula yang beda dengan laki-laki. Dalam banyak hal, perempuan diberikan hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan laki-laki. Namun, dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kodrat dan martabat perempuan, Islam menempatkan sesuai dengan kedudukannya.43 Pembakuan gender telah berlangsung sejak lama bahkan diyakini setua peradaban manusia, maka gender seringkali diyakini sebagai kondisi kodrati. Tabel I. Perbedaan Identitas Jenis Kelamin dan Gender Identitas Jenis Kelamin •
Identitas Gender
Menyangkut ciri dan fungsi
•
biologis •
Khas
posisi sosial bagi
laki-laki
dan
•
perempuan •
Universal dan berlaku secara
Tidak dapat berubah karena
Dapat ditemukan dan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
•
umum •
Menyangkut ciri, peran dan
Relatif,
kontekstual,
dan
kondisional •
Sesuai dengan kebutuhan
perubahan zaman
Kondisi sosial dan budaya bersifat relatif karena berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, maka gender juga bersifat relatif. Hampir tidak ada konstrusksi gender yang sama dalam masyarakat berbeda karena karakter dan perkembangan masyarakat yang berbeda. Pembakuan gender memang dapat terjadi namun bersifat simplifikasi karena keberagaman sifat, peran dan status laki-laki dan perempuan yang berbeda. Pembakuan gender yang lain terjadi, terutama dalam konteks budaya patriarkhi:44
43
Ibid., h. 49-50 Din Wahid dan Jamhari Makruf, Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan (Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Masyarakat (PPISM) UIN Syarif Hidayatullah dengan British Embasy, 2007), h.3-4 44
Meskipun ketidakadilan gender dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, namun sampai saat ini pihak perempuan yang masih lebih banyak mengalami kendala untuk mendapatkan hak-hak dasarnya secara setara. Pada aspek-aspek yang lain, kesenjangan gender masih menunjukan angka yang tidak berbeda jauh. Di samping itu, masalah kesetaraan gender masih terhambat dengan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Mitra perempuan mencatat lonjakan yang cukup signifikan dari kasus kekerasan terhadap perempuan di Jakarta dimana tahun 2001 sebanyak 258 kasus dan tahun 2005 sebanyak 455 kasus. Begitu juga di berbagai tempat di daerah yang ada di Indonesia lainnya. Itulah sebabnya mengapa kesetaraan gender lebih banyak diarahkan pada penguatan perempuan dari pada lakilaki.45 Kesetaraan gender adalah kesamaan ‘akses’ atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, ‘partisipasi’ atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif. Adanya keterlibatan yang setara antara lakilaki dan perempuan dalam ‘kontrol’ atau wewenang dalam pengambilan keputusan. Hal sama juga berlaku dalam memperoleh manfaat atau kegunaan dari sumber daya secara optimal. Kesetaraan tersebut berlaku pada semua bidang kehidupan baik domestik, publik, nasional dan internasional. Untuk dapat menjamin tercapainya kesetaraan dan keadilan gender maka perlu dilakukan intervensi untuk dapat mencapai kesetaraan. Intervensi tersebut perlu dilakukan dalam aspek budaya yang bias gender. Upaya yang sama juga dilakukan secara politis dan yuridis untuk memastikan bahwa kebikajakan dan hukum negara diarahkan untuk mencapai kesetaraan gender.46 Arah intervensi diskursif meliputi upaya, mengubah keyakinan, ideologi dan pandangan kultural melalui berbagai telaah kritis terhadap nilai, norma yang berpotensi menimbulkan bias gender, dalam budaya petriarkhi dan matriarkhi. Pemahaman agama juga tidak terlepas dari bias tersebut karena saatnya muatan-muatan kultural menjadi common-sense dari tokohtokoh agama yang memegang otoritas keagamaan. Pada dasarnya, agama penuh dengan ajaran dan petunjuk untuk menegakkan keadilan sosial, termasuk keadilan gender. Bukan agama yang menjadi penghalang bagi pemenuhan hak-hak azasi berbasis gender tetapi kerangka pemikiran yang
45 46
Ibid., h. 5
Ibid., h. 4
digunakan untuk memahami dapat mempengaruhi peran agama. Sering ditemukan paradoks dalam khazanah agama di mana dalam satu sisi, pemahaman agama dapat melegitimasi dan melanggengkan ketidakadilan gender. Namun di sisi lain, pemahaman agama dapat menjadi landasan bagi upaya pembebas manusia dari belenggu budaya. Upaya politis dan strategis dilakukan dengan membuat kebijakan politik dan pemerintahan yang responsif gender. Dalam kerangka hak azasi manusia, diskriminasi dan ketidakadilan gender merupakan bagian dari pelanggaran terhadap hak azasi. Oleh sebab itu, intervensi atau upaya-upaya pencapaian kesetaraan gender dimandatkan secara internasional dan mengikat secara nasional. Negara merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap pelanggaran terhadap hak-hak azasi, baik secara individual maupun secara kolektif.47 Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa aplikasi kesetaraan gender adalah, suatu penerapan teori dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini teori yang dimaksudkan adalah kesetaraan gender, yakni kesamaan atau kesesuaian akses atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, “partisipasi” atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif, serta adanya keterlibatan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam control atau wewenag di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari demi tercapainya keadilan sosial. C. Karier Perempuan dan Laki-laki di dalam Ranah Publik
1. Pengertian Karir Menurut Kamus Ilmiah Populer “karier” dapat diartikan sebagai riwayat pekerjaan, kerja yang digeluti atau kemajuan pekerjaan.48 Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perempuan karier adalah perempuan yang memiliki riwayat pekerjaan yang digelutinya. 2. Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Bidang Pekerjaan Jika berbicara masalah pekerjaan antara laki-laki dan perempuan, maka secara ototmatis akan terdapat pembagian, yakni di ranah publik dan domestik. Di mana ranah publik biasanya mencakup segala bidang yang berhubungan dengan dunia di luar rumah (keluarga), seperti; ekonomi, pendidikan, hukum, agama, dan lainnya. Dalam kasus gender ranah publik ini 47 48
309
Ibid., h. 5-6 Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry,Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola), h.
selalu dikuasai oleh kaum laki-laki. Sedangkan ranah domestik, yakni segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan rumah, seperti, membersihkan rumah, memasak, menjaga anak-anak. Di dalam budaya patriarkhi, baik ranah publik maupun domestik senantiasa dikuasai oleh laki-laki. Sebaliknya, pada waktu yang sama, perempuan terpinggirkan karena perempuan dianggap atau diputuskan tidak layak dan tidak mampu untuk bergelut dibidang-bidang tersebut. Hal ini tidak hanya mengakibatkan adanya pemilahan peran publik bagi laki-laki dan peran domestik bagi perempuan, tetapi juga ini berdampak pada ketidakadilan gender. Perempuan di ranah domestik tugasnya melayani, sementara mereka sendiri tidak memiliki kontrol atas ranah domestik karena kontrol tetap berada di tangan laki-laki.49 Di zaman sekarang, kehadiran perempuan di berbagai arena kehidupan dibutuhkan, penerapan fungsi kekhalifahannya ditunggu, maka pandangan adil gender seharusnya menjadi tradisi dalam masyarakat, dalam komunitas apapun, temasuk komunitas agama (Islam). Maka jangan sampai ada upaya menghambat kehadiran perempuan, walau dengan alasan sedang memerankan fungsi reproduksi lalu diparadokskan dengan peran produksinya, sehingga domestikasi perempuan dicari penguat, meski dengan dalil-dalil agama, karena hal itu tidak sesuai dengan nilai kesederajatan dari yang ada dalam al Quran. Bagi umat Islam, mencermati kembali aktivitas Nabi Muhammad SAW dalam konteks lahirnya teks (asbab al-nuzul dan asbab-al-wurud) perlu ditempuh guna melihat secara jernih. Ayat-ayat al Quran dan hadits mengandung nilai-nilai moral yang tinggi, namun di sisi lain merupakan kompromi dengan kultur masyarakatnya pada waktu itu, di Arab. Ada proses kesejarahan yang terkait dalam pewahyuan, namun tetap dalam élan dasar nilai kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kesetaraan antar manusia.50 Apabila pandangan yang seimbang terhadap laki-laki dan perempuan dapat disosialisasikan dan menjadi tradisi, baik di dalam maupun di luar rumah/di dunia publik, maka kemungkinan besar tidak akan ada lagi kesulitan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan diri dan kemampuannya di
49
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan McGill Project IISEP, 2003), h. 60 50
Suralaga, Pengantar Kajian Gender, h. 230
berbagai sektor, baik formal maupun informal, apalagi secara strategis. Terlebih lagi kuantitas mereka lebih banyak dan kualitas mereka pun bisa diandalkan. Banyaknya perempuan potensial yang akhirnya harus terpuruk (karena hanya menjadi bayangan hidup bagi suaminya), teramputasi kreatifitasnya, dan terisolasi dari keramaian bakat dan minatnya sendiri sedapat mungkin dihindari. Diakui atau tidak, sampai saat ini di mata masyarakat, perhatian terhadap perempuan hanya sebatas keberadaannya dalam keluarga, sehingga secara sosiologis bersifat trdisional. Jika mereka berbuat tetap dianggap berada dalam institusi keluarga, dengan memainkan peran sosial mereka sebagai istri atau anak. Pandangan konsep positivis organism ini, berarti meniadikan hak bersaing dalam berbagi segi kehidupan.51 Ada bukti-bukti nyata, bahwa eksistensi perempuan dihormati oleh Islam, misalnya dalam kehidupan masyarakat Muslim periode awal. Oleh karena itu, jika perempuan Muslimah masa kini ingin mengkonstruksi cirtranya, tak salah sekiranya mau menengok kembali ke zaman Muslim ideal (zaman Nabi dan Khulafa-al-Rasyidin). Cara ini berangkat dari konsep Weber tentang model atau tipe ideal, yang merupakan modifikasi dan kombinasi beberapa tipe yang pernah ada. Perlu disadari bahwa bagaimanapun ada keterbatasan historis yang perlu dimengerti, maka konsep tipe ideal merupakan ide tentang suatu kenyataan, bukan wujud kenyataan itu sendiri. Dalam keluarga Nabi, sebagaimana ditulis panjang-lebar oleh Charis Waddy, dikisahkan bahwa Khadijah (istri Nabi) adalah seorang pengusaha perempuan yang sukses, sejak jauh hari sebelum menikah dengan Muhammad. Bahkan Khadijah, disamping sebagai pendorong semangat Nabi, dia adalah penyandang finansial kegiatan dakwah beliau. Maka perempuan Muslimah tidak dilarang untuk menjadi seorang pengusaha, profesional, karyawati, dan pekerja dibidang-bidang lainnya. Lalu puteri Nabi, Fatimah, selain sebagai perawi hadis, dia seorang perempuan pemberani sejak kecil. Di saat Ayahandanya bersujud dan berdoa di depan Ka’bah, datanglah para pengacau mengganggu dan melempari kotoran. Fatimah membela dan membersihkan beliau, padahal tindakan itu cukup beresiko. Diapun (bersama Aisyah) termasuk regu penolong dan penyedia logisik dalam perang Uhud. Maka Islam tidak melarang perempuan 51
Suralaga, Pengantar Kajian Gender, h. 232
menjadi advokad, ataupun pekerjaan-pekerjaan yang berbau sosial seperti perawat, tim Palang Merah, atau pekerja sosial lain.52 Masih banyak lagi bukti-bukti nyata bahwa perempuan-perempuan pendamping Nabi ternyata merupakan sosok yang tidak pernah diam dalam dinamika umat Islam periode awal. Padahal pada waktu itu, di Arab apalagi, tantangan dan hambatannya sangatlah besar. Aktivitas mereka masih berlanjut ketika negara masih diperintah oleh Khulafa al-Rasyidin. Hanya saja, setelah zaman dinasti Umayyah yang banyak meniru pola-pola Romawi dan Persia, dan zaman dinasti Abbasiyyah yang lebih dekat ke budaya Persia, dunia Islam diwarnai oleh tradisi baru yang tidak Islami, khususnya menyangkut perlakuan terhadap perempuan. Kebiasaan pesta pora dan foya-foya mengharuskan munculnya penari-penari yang mengeksploitasi tubuh. Oleh karena itu, sudah selayaknya perempuan masa kini mau melihat kenyataan dan bisa membedakan, mana yang sebenarnya Islami dan mana yang bukan. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika perempuan mencoba untuk ikut berpartisipasi dalam menangkap peluang yang ada. Diantaranya adalah, harus tetap disadari bahwa dalam hal peran, perempuan memiliki peran kodrati (hamil, melahirkan, menyusui, dan lainlain) yang tidak bisa ditukar dan ditolak, dan hal ini patut disyukuri sebagai amanah sekaligus karunia dari Allah SWT. Serta peran non kodrati yang biasa disebut juga sebagai gender, merupakan bentukan masyarakat berdasarkan sosio kultur yang ada disekitarnya, dan di sini boleh bertukar peran, boleh berbeda-beda, boleh tawar menawar. Selain itu berkaitan dengan gender perempuan harus menyadari bahwa dirinya memiliki kesetaraan (bukan seragam) dengan kaum laki-laki, dan kaum laki-laki juga demikian halnya, sehingga antara keduanya bisa memiliki peran yang sama dan bisa juga berbeda. Sekiranya dalam kesamaan peran, berarti ada peluang untuk bersaing secara sehat, maka perempuan perlu membekali diri dengan ilmu, pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sebagainya, yang dapat diandalkan untuk bisa diadu dalam persaingan tersbut. Hal penting lainnya yaitu berkaitan dengan kesempatan, haruslah dihindari adanya praktek-praktek kapitalis yang semata-mata ingin meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa mengindahkan kaidah agama yang menghendaki kesetaraan martabat, maupun masyarakat yang tentu saja tidak 52
Suralaga, Pengantar Kajian Gender ., h. 232-233
mensubordinatkan
perempuan.
Dalam
praktek
ekonomi
kapitalistik,
perempuan hanya dianggap sebagai komoditas yang menguntungkan, kemudian dieksploitasi semaunya sendiri, sementara kalangan perempuan sendiri menangkapnya sebagai peluang yang sayang untuk dilewatkan. Maka terjadilah pengeksploitasian perempuan, pelecehan ataupun ketidakadilan gender yang sangat merugikan perempuan itu sendiri.53
53
Suralaga, Pengantar Kajian Gender, h. 235-236
BAB III GAMBARAN UMUM DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
A. Profil Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sejarah Singkat Fakultas Dakwah dan Komunikasi Dakwah dulunya adalah merupakan salah satu jurusan di Fakultas Ushuluddin, setelah mempunyai Guru Besar yang dipelopori oleh Prof. Akib Suminto, jurusan Dakwah memisahkan diri dari Fakultas Ushuluddin menjadi Fakultas Dakwah. Sebagai perwujudan dari gagasan dan hasrat umat Islam, yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia, untuk mencetak kader pemimpin Islam bagi keperluan perjuangan bangsa Indonesia. Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengalami perubahan menjadi Fakultas Dakwah dan Komunikasi berdasarkan Keputusan Presiden RI. No:31 tahun 2002. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekarang telah memiliki 10 Fakultas, yakni: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Adab dan Humaniora, Ushuluddin dan Filsafat, Syari’ah dan Hukum, Dakwah dan Komunikasi, Dirasat Islamiyah, Psikologi, Ekonomi dan Ilmu Sosial, Sains dan Teknologi, Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, serta program Pasca Sarjana (Program Magister/ S-2 dan Program Doktor/ S-3). Berbicara masa depan komunikasi di UIN Jakarta, tidak lepas dari Jurusan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang merupakan pengembangan dari Jurusan Dakwah pada Frakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidaytullah, yang secara resmi dibuka pada tahun akademik 1990/1991 (pada waktu itu masih bernama Fakultas Dakwah), diawali dengan dua kelas dan jumlah mahasiswa sekitar 80 orang. Dengan perkembangan Fakultas Dakwah akhirnya pada tahun 1992-1995 memiliki dua jurusan yaitu PPA dan BPA. Seiring perkembangan fakultas dakwah tersebut, akhirnya pada tahun 1994/1995 terjadi perubahan nama Jurusan BPA menjadi BPI yaitu Bimbingan Penyuluhan Islam dan pada tahun 1996/1997 terjadi perubahan kembali, yaitu Jurusan Penyiaran dan Penerangan Agama (PPA) berganti
nama menjadi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam sampai sekarang. Perubahan tersebut didasarkan kepada surat keputusan Dirjen Lembaga Islam Departemen Agama tahun 1999.54 Pada tahun akademik 1997/1998 Fakultas Dakwah membuka Jurusan Manajemen Dakwah dan setahun kemudian, yaitu tahun 1998/1999 Fakultas Dakwah membuka Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI). Sesuai dengan keputusan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tentang penyelenggaraan Jurusan dan Program studi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta No. E/48/1999 tanggal 25 Februari 1999. fakultas Dakwah memiliki empat Jurusan, yaitu: Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI), Manajemen Dakwah (MD), dan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI).55 Sejalan
dengan
tuntutan
kebutuhan
untuk
ikut
menyelesaikan
problematika sosial menyangkut masalah kemiskinan, anak jalanan, narkoba, konflik
etnis,
pada
tahun
akademik
2003/2004
dibuka
konsentrasi
Kesejahteraan Sosial (KESOS). Konsentrasi ini dibuka bekerjasama dengan Mc. Gill University. Pada tahun akademik 2004/2005 dibuka pula konsentrasi Jurnalistik yang berada di bawah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Tahun demi tahun, dan pada akhirnya KPI menjadi Jurusan terbesar diantara Jurusan lain, mahasiswa KPI di Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini, untuk sekarang berkembang menjadi lima kelas dengan satu konsentrasi Jurnalistik. 2.
Visi dan Misi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Visi Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah: Menjadikan
Fakultas
Dakwah
dan
Komunikasi
sebagai
pusat
keunggulan dalam kajian ilmu-ilmu dakwah, pengembangan masyarakat Islam, dan komunikasi kontemporer. Misi dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah: a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dalam ilmu dakwah dan komunikasi
54
Yunan Yusuf, Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2004-2005), h. 14-15 55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2004-2005, h. 15
b. Melakukan penelitian yang berkualitas dalam rangka pengembangan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, dan mempublikasikannya baik nasional, regional dan internasional. c. Melakukan pengabdian kepada masyarakat secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mengamalkan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi d. Mengembangkan spiritual,moral, dan etika pembangunan bangsa e. Melakukan secara aktif kerjasama yang produkif dengan lembaga dan instansi terkait baik, dalam maupun luar negeri untuk kepentingan pengembangan dakwah dan masyarakat Islam f. Melakukan pembianaan akhlak mulia, kreatifitas, dan life skills mahasiswa, agar dapat menjadi tauladan dan berprestasi di tengah masyarakat g. menjalin silaturahmi secara intensif dengan alumni dan para wali mahasiswa untuk membangun kejayaan fakultas Tujuan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, adalah: a. Terciptanya lulusan yang berakhlak mulia, ahli dalam bidang dakwah dan komunikasi, serta unggul dan berprestasi dalam persaingan global dan dalam membangun masyarakat madani b. Terciptanya pengajar/dosen yang kompeten, kreatif, inovatif dan kompetitif, serta berdedikasi terhadap profesi mereka, dalam bingkai ukuwah islamiyah c. Terciptanya para karyawan yang berdedikasi tinggi terhadap tugas mereka, yakni siap melayani secara prima terhadap kebutuhan mahasiswa, dosen an masyarakat.56 B. Struktur Organisasi
1. Susunan dan Bagan Organisasi Susunan organisasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) adalah salah satu unsur pelaksana akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi UIN yang bebeda di bawah Rektor. Susunan organisasi tersebut terdiri dari: a. Dekan dan Pembantu Dekan b. Senat Fakultas 56
Revian Elinda, “Respon Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Terhadap Model Busana Mahasiswi UIN Jakarta,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007), h. 45-47
c. Jurusan/ Program Studi/ Konsentrasi d. Bagian Tata Usaha Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut Fakultas Dakwah dan Komunikasi memiliki garis koordinasi dalam bentuk bagian yang disesuaikan dengan status UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun bagan organisasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah sebagai berikut.57
Bagan 2 struktur Organisasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Senat Fakultas
Dekan
PuDek. Bid.Akademik
PuDek.Bid Adm. Umum
PuDek. Bid. Kemahasiswaan
KaBag.Tata Usaha
KaSuBag.akd & Kemahasiswaan
KaJur KPI SekJur KPI
KaSuBag Umum
KaJur BPI
KaJur MD
SekJur BPI
SekJur MD
Ket/Sek Konsentrasi Jurnalistik
Dosen
KaSuBag. Kepeg&Keuangan
KaJur PMI SekJur PMI
Ket/Sek Konsentrasi Kesos
Lab/Perpustakaan
BEM Mahasiswa
a. Dekan dan Pembantu Dekan Dekan mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga pendidikan, mahasiswa, tenaga administrasi, dan administrasi fakultas. b. Senat Fakultas Senat Fakultas merupakan badan normatif dan perwakilan tertinggi di tingkat Fakultas yang mewakili wewenang untuk menjabarkan kebijakan Senat Fakultas 57
Ibid., h. 21-22
c. Jurusan/ Program Studi/ Konsentrasi Jurusan/ Program Studi/ Konsentrasi adalah unit pelaksana Akademik dan Fakultas yang melaksanakan pendidikan akademik dan profesional dalam bidang ilmu dakwah dan komunikasi. d. Bagian Tata Usaha Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan adminstrasi pendidikan,dan Pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan dan alumni, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan administrasi umum C. Program Kegiatan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
1. Pendidikan Formal Program pendidikan yang tersedia pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari Program Pendidikan Akademik dan Program Pendidikan Profesional. Saat ini Fakultas Dakwah dan Komunikasi memiliki empat Jurusan, dua Konsentrasi dan Program Non Reguler (ekstensi), masing-masing adalah: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Jurusn Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI), Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Jurusan Manajemen Dakwah (MD), Konsentrasi Kesejahteraan Sosial (Kesos), Konsentrasi Jurnalistik, serta Program Non Reguler Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Dalam
Program
pendidikan
yang
dilaksanakan
(perkuliahan)
mengikuti proses belajar mengajar yang meliputi komunikasi langsung atau tidak langsung, praktikum, dan pemberian tugas akademik lainnya antara Dosen dan Mahasiswa pada waktu dan tempat yang telah terjadwal.58 2. Organisasi Kemahasiswaan Organisasi Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah organisasi intra kemahasiswaan yang mengatur dan melaksanakan kegiatan-kegiatan mahasiswa dalam bidang ekstra kurikuler, keilmuan, pengembangan minat bakat dan kemampuan serta
kegiatan
sosial
kemasyarakatan.
Organisasi
dan
kegiatan
kemahasiswaan di bawah pembinaan dan koordinasi Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan. 58
Ibid., h 27
D.
Data Jumlah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Tabel 2. Dosen Tetap Jumlah Dosen Tetap
Laki-laki
Perempuan
Asisten Ahli
Lektor
Lektor Kepala
Guru Besar
62
43
19
8
28
22
4
Tabel 3. Dosen Tidak Tetap Jumlah Dosen Tetap
Laki-laki
Perempuan
S1
S2
S3
81
51
30
20
58
3
E. Data Jenjang Pendidikan Dosen Tetap Tabel 4. jenjang pendidikan dosen tetap
Pendidikan Dosen S1 S2 S3
F.
Laki-laki 1 30 12
Perempuan 0 18 1
Daftar Nama dan Nomor Kode Dosen (NKD) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Tahun Akademik 2007/2008 Tabel 5. Daftar Nama Dosen Tetap NO NKD
NAMA
1
1
Prof. Dr. HM. Yunan Yusuf
2
3
Drs. H Harun Asfar, M.A
3
4
Dr. H Daud Effendi, A.M.
4
6
Prof Dr. Hj. Ismah Salman, M.Hum
5
9
Dra. Hj. Elidar Husein, M.A
6
10
Dra. Hj. Roudhonah, M.Ag
7
11
Drs. Azwar Khatib
8
12
Dr. H. A. Wahib Mu’thi, M.A
9
13
Drs. H. Adi Badjuri, M.M
10
14
Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum
11
15
Drs. Didin Syarifudin, M.A
12
16
Dra. Hj Jundah Sulaiman, M.A
13
17
Dr. Murodi, M.A
14
18
Dra. Armawati Arbi, M.Si
15
19
Drs. Study Rizal LK, M.A
16
20
Drs. Arief Subhan, M.A
17
21
Drs. Hendro Prasetyo, M.A
18
22
Dr. Jamhari, M.A
19
23
Drs. Yusra Kilun, M.Pd
20
24
Dr. Wahyu Prasetyawan, M.A
21
25
Drs. S. Hamdani, M.A
22
27
Drs. Hasanuddin, M.A
23
28
Drs. M Luthfi, M.Ag
24
29
Dr. H. Ilyas Ismail, M.A
25
30
Drs. H. Sunandar, M.Ag
26
31
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si
27
74
Drs. Wahidin Saputra, M.Ag
28
75
Drs. Sugiharto, M.A
29
79
Nascihah, M.A
30
80
Nurul Hidayatai, S.Ag, M.Pd
31
83
Drs. M Sungaidi, M.A
32
84
Umi Musyarofah, M.A
33
85
Dra. Mahmudah Fitriah ZA, M.Pd
34
92
Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS
35
96
Rubiyanah, M.A
36
97
Drs. Cecep Castrawijaya, M.A
37
98
M Hudri, M.Ag
38
106
Dr. Umaimah Wahid
39
107
Drs. Suhaimi, M.Lili Bariadi, M.M
40
109
Lili Bariadi, M.M
41
116
Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A
42
117
Drs. Jumroni, M. Si
43
118
Noor Bekti Negoro, S.E., M.A
44
121
Drs. H. Helmi Rustandi, M.Ag
45
122
Wati Nilamsari, M.Si
46
125
Dra. Hj. Mushrifah Nurlaily, M.A
47
126
Dr. H. M Idris Abd Shomad, M.A
48
127
Dr. Suparto. M.Ed,. M.A
49
128
Fatmawati, M.A
50
130
Drs. H. Moh Aswad
51
131
Drs. H Mahmud Jalal, M.A
52
134
Drs. Syihabudin Noor, M.Ag
53
135
Drs. Masran, M.Ag
54
150
Dr. Andi Faisal M Bakti, M.A
55
151
Drs. Tarmi, M.M
56
172
Budi Rahman Hakim, M.Sw
57
176
Zakaria, M.Ag
58
178
Sirojuddin Abbas, M.Sw
59
186
Dorita Setiawan, M.Sw
60
197
Gun-Gun Haryanto, M.Si
61
198
Tantan Hermansyah, M.Si
62
205
Siti Napsiah, M.Sw
Tabel 6. Daftar Nama Dosen Tidak Tetap NO NKD
NAMA
1
2
Prof. Dr. HM. Ardani
2
8
Drs. H Dalminis Noor
3
33
Prof. Drs. H Zaini Muchtarom, M.A
4
60
Dra Hj. Zorina Yuniar
5
70
Dra. Nina Fariani Harahap, M.M
6
89
Drs. Entus Sukria Hasan, M.M
7
123
Ana Muawanahh, M.Si
8
138
Dra. Rohima Imawati, M.Si
9
143
Drs. Chairani, M.Si
10
146
Ade Masturi, M.A
11
147
Ade Irma Sholihah, M.Si
12
152
Jahratul Jamila, M.SI
13
153
Burhanudin S.Ag
14
154
Moh. Zen, M.A
15
156
Arif Cahyono
16
157
Dedi Nurmadi, S.E
17
158
Rizaluddin Kurniawan, M.Si
18
159
Alizar, S.Pd,. M.M
19
160
Ismet Firdaus, M.Si
20
161
Fauzun, L.C, M.A
21
164
Nunung Khairiyah, M.A
22
165
Muhtadi, M.Si
23
166
Lisma, M.Si
24
168
Nurhayati, M.Si
25
169
Hj. Suwantji Sisworaharjo, S.H., M.Ds
26
173
Drs. Kawiyan, M.Si
27
174
Kalsum Minangsih, M.A
28
175
H.
29
177
Drs. Idris Thaha, M.Si
30
179
Dudun Ubaidillah, M.Si
31
180
Drs. A Satar Abdul Gani
32
181
Drs. Sivak Masudi, M.Si
33
183
H. Moh. Sholeh Hasan, Lc, M.A
34
188
Eis Sukmawati, S.T., M.Si
35
199
A Zaki, S.E.,M.Si
36
190
Riki Handayani, S.Ag
37
191
Tb. Ace Hasan Syadzali, M.Si
38
192
Drs. Bustanuddin Jamal, M.H
39
194
Drs. H. Sudirman Teba
40
195
Doni. S.Ag, M.Si
41
196
Tasman M.Si
42
199
Rahmawati, M.Si
43
201
Ninik Fitriani, M.Si
44
202
Dra. Hj. Mona Eliza M.A
45
203
Abdul Rosyid. M.A
Burhanuddin
Djamaluddin,
M.A
46
204
Drs. Helmi Hidayat, M.A
47
206
Drs. Wisnu Prayuda
48
207
Drs. Nanang Shaiku
49
208
M. Jufri Halim, M.Si
50
209
Drs. H.Masan AF, M.Pd
51
210
R. Baihaqi, M.A
52
211
Nursilowati, S.E
53
212
Herlino Nanag, M.T
54
213
Ahmad Rojali R, M.A
55
214
Cut Din, M.A
56
215
Drs. Sofyandi Zakaria, M.A
57
216
Drs. Heni Nuroni
58
217
Prof. Dr. Hj. Zakiah Darajat, M.A
59
228
H. Mulkanasir, B.A.,S.Pd.,M.M
60
229
H.Maulana,M.A
61
220
Drs. Jhoni Armand Hamid
62
221
Noer Budi,M.Si
63
222
Drs.H.ZamrisHabib,M.Si
64
223
Dado,S.Ag
65
224
Eva Arifin S.PSi
66
225
Dr Ali An Sun Gun, M.A
67
226
Irwan. S.Ag
68
227
Yudi Ali Akbar. S.Ag
69
228
Herlina Sopya, AM, KL
70
229
Isyareni M.Si
71
230
Drs. H. Ade Mafrudin, M.M
72
231
Ahmad Waqi’, M.A
73
232
Salim. MSi
74
233
Sisilia Wahyuning Astuti, M.A
75
234
Erna, M.Psi
76
235
Drs. Eddy Efendy
77
238
Ela Laela Sari, MST
78
239
Linda Purnomo
79
240
Sandra Madona
80
241
M Yusfik. M.A
81
242
Minsarnawati Tanaka
BAB IV TEMUAN DATA LAPANGAN A. Data-data Hasil Lapangan
Dalam penelitian yang diadakan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tentang respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender di dunia karier dalam ranah publik, peneliti menemukan datadata yang relevan dengan penelitian tersebut. Berdasarkan data-data yang ada, dapat ketahui bahwa banyak dosen yang merespon positif terhadap aplikasi kesetaraan gender yang terjadi di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Dakwah dan Komunikasi, akan tetapi tidak sedikit pula jawaban dosen yamg merespon negatif terhadap aplikasi kesetaraan gender di Lingkngan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Hal tersebut dapat dilihat dari tanggapan responden mulai dari pengertian kesetaraan gender, hal-hal yang berkaitan dengan profesi, jenjang pendidikan, mengenai keadilan, peluang kerja di ranah publik, hingga skill atau keahlian yang dimiliki oleh perempuan itu sendiri. Temuan data lapangan tersebut dapat kita lihat lebih detail dan jelas melalui tabel dan grafik berikut:
Presentase
Grafik 1: Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
19 18.5 18 17.5 17 16.5 16 15.5 15 14.5
Laki-Laki Perempuan
Jenis Kelamin
Dari garfik di atas, dapat terlihat bahwa karakteristik responden terbanyak yang mengisi angket penelitian tentang aplikasi kesetaraan gender di Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah dosen laki-laki dengan jumlah prosentase sebesar 54,3%, kemudian untuk dosen perempuannya sebesar 45,7%
Sedangkan dari segi jumlah, dosen perempuan sebanyak 16 orang, dan dosen laki-laki sebanyak 19 orang. Grafik 2: Karakteristik responden bardasarkan jenjang pendidikan terakhir
30 20 10 0 S1
S2
S3
Tidak Menjawab
Jenjang Pendidikan
Dari grafik di atas, terlihat bahwa karakteristik responden terbanyak yang mengisi angket penelitian terhadap aplikasi kesetaraan gender di Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah Strata dua (S2) sebanyak 27 orang atau prosntasenya sebesar 77,1%, untuk Strata tiga (S3), sebanyak 4 orang atau prosentasenya sebesar 11,4%, kemudian 2,9% atau satu orang yang memegang gelar Strata satu (S1), selain itu ada pula yang mengosongkan data jenjang pendidikan terakhirnya, yaitu sebanyak 3 orang atau sekitar 8,6%. B. Analisis Data
Untuk mengetahui bagaimana respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maka terlebih dahulu responden diberi pertanyaan mengenai apakah responden mengerti tentang kesetaraan gender, kemudian yang berhubungan dengan profesi, jenjang pendidikan, peluang kerja di ranah publik, serta skill atau keahlian. Data mengenai bagaimana respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:. Tabel 7 Gender diartikan hanya sebagai perbedaan jenis kelamin biologis antara laki-laki dan perempuan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
3
8,6
b
Setuju
3
8,6
c
Ragu-ragu
1
2,8
d
Tidak setuju
17
48,6
e
Sangat tidak setuju
11
31,4
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 3 orang atau sebesar 8,6%, kemudian prosentase yang sama bagi responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 3 orang atau sekitar 8,6%. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu hanya di pilih oleh satu orang saja, atau sebesar 2,8%. Kemudian jawaban yang di dominasi adalah tidak setuju, yaitu sebanyak 17 orang atau sebesar 48,6%, kemudian di susul oleh responden yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 11 orang, atau sekitar 31,4%. Dari hasil jawaban respoden tersebut dapat diketahui bahwa banyak dari responden yang memang benar-benar mamahami pengertian dari gender itu sendiri. Karena sesuai dengan teori yang ada bahwa gender bukan lah perbedaan jenis kelamin biologis antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi lebih kepada seperangkat peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan agar tampak dari diri mereka dan dilihat oleh orang lain bahwa seseorang itu adalah feminin atau maskulin. Hal ini diperkuat dengan adanya pendapat dari Bapak Dr. Arief Subhan, M.Ag bahwa “gender itu kan ini ya eee.. perbedaan laki-laki dan perempuan tapi yang diluar kodrat, itu yang disebut gender. Maksud saya secara kodrat itu eee.. laki-laki dan perempuan itu kan berbeda, seperti perempuan itu kan melahirkan , laki-laki tidak, naah itu adalah perbedaan biologis bukan gender.. eee.. yang dimaksud dengan gender itu kan perbedaan yang dikonstruksi secara budaya, perempuan di wilayah domestik, laki-laki di wilayah publik, perempuan yang dipimpin, laki-laki yang memimpin eee… yang seperti itu, itu gender, jadi gender itu adalah sebenarnya peran sosial yang menjadi hak bagi setiap laki-laki maupun perempuan”59 Tabel 8 Gender adalah perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
7
20
b
Setuju
13
37,1
c
Ragu-ragu
1
2,9
d
Tidak setuju
10
28,6
e
Sangat tidak setuju
4
11,4
35
100
59
Berdasarkan wawancara dengan Dekan I Dr. Arief Subhan M.Ag, Jakarta 29 Agustus 2008
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 7 orang atau sebesar 20%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 13 orang atau sebesar 37,1%, jumlah ini mendominasi jawaban pada pertanyaan di nomor dua, kemudian hanya terdapat satu orang atau sebesar 2,9% responden yang menjawab ragu-ragu, selain itu sebanyak
10 orang atau sebesar 28,6% responden yang menjawab tidak
setuju, dan jumlah yang terbilang kecil yaitu sebanyak 4 orang atau sekitar 11,4% yang menjawab sangat tidak setuju. Dari hasil jawaban respoden tersebut dapat diketahui bahwa ternyata masih terdapat kesalahan persepsi terhadap pengertian gender tersebut, karena sesuai dengan teori yang ada, bahwa gender bukan merupakan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi lebih kepada seperangkat peran yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, jadi maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa gender merupakan seperangkat peran antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan sosialnya, akan tetapi peran tersebut bukan lah untuk dibeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnnya. Tabel 9 Perbedaan jenis kelamin biologis antara laki-laki dan perempuan, sama dengan gender
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,7
b
Setuju
8
22,9
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
16
45,7
e
Sangat tidak setuju
7
20
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 5,7%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 8 orang atau sekitar 22,9%. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu di pilih oleh dua orang , atau sebesar 5,7%. Kemudian jawaban yang di dominasi adalah tidak setuju, yaitu sebanyak 16 orang atau sebesar 45,7%, kemudian di susul oleh responden yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 7 orang, atau sekitar 20%. Dari hasil jawaban respoden tersebut dapat diketahui bahwa ternyata tidak sedikit jumlah responden yang paham terhadap pengertian dari gender itu sendiri.
Karena sesuai dengan teori yang ada bahwa gender tidak sama pengertiannya dengan perbedaan jenis kelamin biologis antara laki-laki dan perempuan, sesuai dengan pendapat Mose yang mengemukakan, bahwa konsep gender secara mendasar berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis; laki-laki atau perempuan merupakan pemberian dari Tuhan. Akan tetapi jalan yang menjadikan maskulin atau feminin adalah gabungan antara blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur sosial. Hal ini juga diperkuat dengan adanya pendapat dari salah satu Dosen yang ada di Fakultas Dakwah, bahwa “gender itu beda dengan jenis kelamin, kalau gender itu konstruksi dari masyarakat, jadi yang dibicarakan bukan itu, bukan seks yang seperti itu, jadi yang dibicarakan adalah kesamaan pandangan sebagai sesama makluk Tuhan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan sederajat hanya terdapat perbedaan secara biologis, tapi perbedaan biologis tersebut seharusnya tidak dijadikan sebagai perbedaan dalam hal peran”60 Tabel 10 Kesetaraan gender adalah kesamaan akses atau peluang bagi laki-laki dan perempuan dalam setiap sumber daya
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
19
54,3
b
Setuju
14
40
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
1
2,85
e
Sangat tidak setuju
1
2,85
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 19 orang atau sebesar 54,3%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 14 orang atau sebesar 40%, kemudian tidak terdapat responden yang menjawab ragu-ragu, selain itu jumlah sangat kecil dan jumlah yang sama dari responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju yaitu sebanyak 1 orang atau sebesar 2,85%. Dari hasil jawaban respoden tersebut dapat diketahui bahwa ternyata tidak sedikit jumlah responden yang paham terhadap pengertian kesetaraan gender itu sendiri. Karena sesuai dengan teori yang ada bahwa yang dimaksud dengan
60
Berdasarkan wawancara dengan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Ibu Rubiyanah, S.Ag. MA, Jakarta, Jumat 29 Agustus 2008
kesetaraan gender adalah kesamaan ‘akses’ atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, ‘partisipasi’ atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif. Tabel 11 Kesetaraan gender adalah adanya keterlibatan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam kontrol atau wewenang dalam pengambilan keputusan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
16
45,7
b
Setuju
15
42,9
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
2
5,7
e
Sangat tidak setuju
2
5,7
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 16 orang atau sebesar 45,7%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 16 orang atau sebesar 42,9%, kemudian tidak terdapat responden yang menjawab ragu-ragu, selain itu jumlah sangat kecil dan jumlah yang sama dari responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 5,7%. Dari hasil jawaban respoden tersebut dapat diketahui bahwa ternyata tidak sedikit jumlah responden yang paham terhadap pengertian kesetaraan gender itu sendiri. Karena sesuai dengan teori yang ada bahwa yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah kesamaan ‘akses’ atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, ‘partisipasi’ atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif. Serta adanya keterlibatan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam ‘kontrol’ atau wewenang dalam pengambilan keputusan. Hal sama juga berlaku dalam memperoleh manfaat atau kegunaan dari sumber daya secara optimal. Tabel 12 Kesetaraan gender adalah “tidak adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan”
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
4
11,4
b
Setuju
5
14,3
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
17
48,6
e
Sangat tidak setuju
7
20
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 4 orang atau sebesar 11,4%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 5 orang atau sekitar 14,3%. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu di pilih oleh 2 orang , atau sebesar 5,7%. Kemudian jawaban yang di dominasi adalah tidak setuju, yaitu sebanyak 17 orang atau sebesar 48,6%, kemudian di susul oleh responden yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 7 orang, atau sekitar 20%. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa lebih banyak orang yang menjawab tidak setuju, bahkan jika dilihat lebih teliti lagi jumlah tersebut sangat dominan jika dibandingkan dengan jumlah jawaban yang lainnya, berarti dalam hal ini masih banyak responden yang mengartikan gender
sebagai perbedaan jenis
kelamin, juga perbedaan dalam kehidupan tatanan sosial/publik. Berarti dalam hal ini pengaplikasiannya masih belum sesuai dengan teori yang ada, Karena jika kita melihat teori yang ada, teori tersebut menjelaskan bahwa kesetaraan gender tersebut berlaku pada semua bidang kehidupan domestik dan publik, bahkan dilingkup nasional dan internasional. Tabel 13 Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gender telah dilakukan dan dilaksanakan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
3
8,6
b
Setuju
15
42,9
c
Ragu-ragu
8
22,9
d
Tidak setuju
8
22,8
e
Sangat tidak setuju
1
2,8
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 3 orang atau sebesar 8,6%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 15 orang atau sebesar 42,9%, kemudian terdapat 8 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 22,9%, selain itu
responden yang menjawab tidak setuju juga sama dengan yang
menjawab ragu-ragu, yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 22,8% sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju yaitu hanya terdapat 1 orang atau sebesar 2,8%. Dari jawaban responden tersebut dapat diketahui bahwa ternyata banyak dari responden yang mengatakan setuju bahwa pengplikasian kesetaraan gender telah dilakukan dan dijalankan di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Hal ini diperkuat dengan adanya pendapat dari salah seorang dosen di Fakultas Dakwah dan Komuniksi yang menjelaskan bahwa “menurut hemat saya, sudah ada indikasi ke arah ke situ tapi memang dalam aplikasinya kesetaraan gender masih mengalami hambatan-hambatan, hambatan itu bisa dari faktor kultural, pemahaman agama bahkan bisa juga faktor ideologi. kalau yang dimaksudkan dalam tingkat penerepan masih terdapat hambatan”61 Tabel 14 Pengaplikasian kesetaraan gender dapat berjalan dengan lancar apabila masyarakat lebih peka terhadap perempuan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
9
25,7
b
Setuju
22
62,85
c
Ragu-ragu
1
2,85
d
Tidak setuju
3
8,6
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 9 orang atau sebesar 25,7%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 22 orang atau sekitar 62,85%. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu di pilih oleh 1 orang , atau sebesar 2,85%. Kemudian untuk jawaban tidak setuju terdapat 3 orang yang menjawab pertanyaan tersebut atau sebesar 8,6%, sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, ternyata tidak ada dari responden yang memilih jawaban tersebut Dari hasil jawaban tersebut dapat diketahui bahwa responden paham tehadap apa yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu perempuan, karena jika masyarakat lebih peka terhadap masalah-masalah perempuan, maka kemungkinan besar yang akan terjadi adalah akan terwuudnya keadilan gender, atau yang lebih dikenal dengan kesetaraan gender. Tabel 15 61
Berdasarkan wawancara dengan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunkasi, Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag. Jakarta, 29 Agustus 2008
Saat ini masih terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh jabatan di ranah publik
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,7
b
Setuju
17
48,6
c
Ragu-ragu
1
2,8
d
Tidak setuju
10
28,6
e
Sangat tidak setuju
5
14,3
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 5,7%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 17 orang atau sekitar 48,6%. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu di pilih oleh 1 orang , atau sebesar 2,8%. Kemudian untuk jawaban tidak setuju, yaitu sebanyak 10 orang atau sebesar 28,6%, kemudian di susul oleh responden yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 5 orang, atau sekitar 14,3%. Dari jawaban di atas dapat di ketahui bahwa responden merasa di zaman sekarang ini maih terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan khususnya di ranah publik, hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa perempuan dan laki-laki memang berbeda, tapi keberadaan dari perbedaan tersebut bukanlah untuk di beda-bedakan, apalagi perihal untuk memperoleh jabatan di ranah publik. Tabel 16 Jabatan yang dimiliki perempuan yang berkarier dalam ranah publik lebih rendah dari kaum laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
3
8,6
b
Setuju
9
25,7
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
14
40
e
Sangat tidak setuju
7
20
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 3 orang atau sebesar 8,6%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 9 orang atau sekitar 25,7%. Sedangkan yang
menjawab ragu-ragu di pilih oleh 2 orang , atau sebesar 5,7%. Kemudian untuk jawaban tidak setuju terdapat 14 orang yang menjawab atau sekitar 40%, dan untuk jawaban sangat tidak setuju terdapat 7 orang yang menjawab, yaitu sebesar 20%. Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa banyak responden yang menjawab tidak setuju, jika profesi/ jabatan yang dimiliki perempuan di bidang karier dan politik selalu lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini berarti bahwa responden merasa kedudukan perempuan di bidang karier sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Tabel 17 Jabatan yang dimiliki kaum laki-laki dan perempuan telah sesuai dengan kesetaraan gender
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
1
2,8
b
Setuju
14
40
c
Ragu-ragu
8
22,9
d
Tidak setuju
12
34,3
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 1 orang atau sebesar 2,8%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 14 orang atau sekitar 40%. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu di pilih oleh 8 orang , atau sebesar 22,9%. Kemudian untuk jawaban tidak setuju terdapat 12 orang yang menjawab pertanyaan tersebut atau sebesar 34,3%, sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, ternyata tidak ada dari responden yang memilih jawaban tersebut Dari jawaban di atas dapat diketahui bahwa ternyata jumlah antara responden yang mengatakan setuju bahwa profesi/ jabatan di bidang karier dalam ranah publik yang dimiliki kaum laki-laki dan perempuan telah sesuai dengan kesetaraan gender, hampir mendekati jawaban dari responden yang mengatakan tidak setuju, hal tersebut membuktikan bahwa ternyata responden masih merasa profesi atau jabatan perempuan dan laki-laki dalam bidang karier sudah setara,
akan tetapi dilain sisi tidak sedikit pula responden yang menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Tabel 18 Perempuan hanya pantas berprofesi sebagai ibu rumah tangga
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,71
b
Setuju
1
2,9
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
21
60
e
Sangat tidak setuju
11
31,4
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 5,71%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 1 orang atau sekitar 2,9%. Sedangkan tidak ada responden yang menjawab ragu-ragu. Kemudian untuk jawaban tidak setuju terdapat 21 orang atau sekitar 60%, dan untuk jawaban sangat tidak setuju terdapat 11 orang yang menjawab, yaitu sebesar 31,4%. Dari hasil jawaban tersebut dapat dilihat bahwa ternyata banyak responden yang tidak setuju jika perempuan hanya pantas bekerja sebagai ibu rumah tangga saja. Hal tersebut berarti bahwa cara pandang responden sudah lebih banyak yang terbuka dalam masalah kesetaraan gender, karena bagaimanapun perempuan berhak untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan lebih baik lagi selama perempuan tersebut mampu mengemban semua tugas-tugasnya.
Tabel 19 Perempuan berhak berprofesi atau berkarier di ranah publik
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
16
45,7
b
Setuju
18
51,4
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
0
0
e
Sangat tidak setuju
1
2,9
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 16 orang atau sebesar 45,7%, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 18 orang atau sekitar 51,4%. Sedangkan tidak ada responden yang menjawab ragu-ragu dan tidak setuju. dan untuk jawaban sangat tidak setuju terdapat 1 orang yang menjawab, yaitu sebesar 2,9%. Dari hasil data di atas dapat dilihat bahwa banyak dari responden yang menjawab sangat setuju dan setuju, hal tersebut berarti responden merasa bahawa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk dapat berkarier di ranah publik, hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa secara normatif dan ideal, setiap orang dengan latar belakang berbeda: ras, etnisitas, agama atau keyakinan, kelas, jenis kelamin, gender harus mendapatkan ‘kesamaan akses dan partisipasi’ dalam mendapatkan ‘keadilan sosial’ yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak dasarnya. Hak-hak tersebut berupa: hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial budaya Tabel 20 Profesi yang dimiliki perempuan harus setara dengan profesi kaum laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
8
22,85
b
Setuju
17
48,6
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
8
22,85
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 8 orang atau sebesar 22,85%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 17 orang atau sebesar 48,6%, kemudian terdapat 2 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 5,7%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 22,85% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, tidak ada responden yang mengatakan jawaban sangat tidak setuju. Melihat hasil data di atas bahwa ternyata banyak responden yang mengatakan setuju bahwa profesi yang di miliki perempuan harus setara dengan laki-laki. Hal tersebut berarti bahwa reponden tidak membeda-bedakan profesi yang sepantasnya dimiliki baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini diperkuat dengan adanya pendapat dari salah satu dosen Fakultas Dakwah dan
Komunikasiyang mengatakan bahwa “sebagai sesama makluk Tuhan bahwa lakilaki dan perempuan diciptakan sederajat hanya terdapat perbedaan secara biologis, tapi perbedaan biologis tersebut seharusnya tidak dijadikan sebagai perbedaan dalam hal peran”62 Tabel 21 Profesi laki-laki selalu lebih baik dan lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
1
2,9
b
Setuju
2
5,7
c
Ragu-ragu
1
2,9
d
Tidak setuju
21
60
e
Sangat tidak setuju
10
28,5
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 1 orang atau sebesar 2,9%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 2 orang atau sebesar 5,7%, kemudian terdapat 1 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 2,9%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar 60% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 10 orang atau sebesar 28,5% Dari data di atas dapat dilihat bahwa ternyata lebih banyak responden yang menjawab tidak setuju jika profesi laki-laki selalu lebih baik dan lebih tinggi dibandingkan dengan profesi perempuan, walaupun pada faktanya tidak terlihat seperti kenyataanya. Tabel 22 Laki-laki selalu lebih diutamakan untuk maju ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi
62
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
0
0
b
Setuju
3
8,6
c
Ragu-ragu
1
2,8
d
Tidak setuju
19
54,3
Berdasarkan wawancara dengan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Ibu Rubiyanah, S.Ag. MA, Jakarta, Jumat 29 Agustus 2008
e
Sangat tidak setuju
12
34,3
35
100
Dari tabel di atas menunjukan tidak ada yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 3 orang atau sekitar 8,6%. Sedangkan responden yang menjawab raguragu terdapat 1 orang atau sebesar 2,8%, dan responden yang menjawab tidak setuju terdapat 19 orang atau sebesar 54,3% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju terdapat 12 orang, yaitu sebesar 34,3% Dalam hal ini dapat diketahui ternyata banyak responden yang tidak setuju dengan pernyataan bahwa laki-laki selalu lebih diutamakan dalam hal memperoleh tingkat pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena responden merasa di zaman sekarang ini sudah banyak perempuan yang menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi, walaupun dalam kenyataanya dapat dilihat lakilaki masih selalu mendominasi tingkat-tingkat pendidikan yang tinggi.
Tabel 23 Perempuan punya hak sama seperti laki-laki dalam memperoleh pendidikan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
21
60
b
Setuju
14
40
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
0
0
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 21 orang atau sebesar 60%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 14 orang atau sebesar 40%, kemudian untuk jawaban ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju, tidak terdapat responden yang memilih jawaban tersebut. Dari hasil jawaban di atas dapat diketahui bahwa ternyata responden sudah dapat menempatkan hak-hak manusia secara tepat, hal tersebut sesuai teori bahwa gender harus mendapatkan ‘kesamaan akses dan partisipasi’ dalam mendapatkan ‘keadilan sosial’ yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak dasarnya. Hak-hak
tersebut berupa: hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Tabel 24 Laki-laki wajib menempuh pendidikan tingkat tinggi sedangkan perempuan tidak wajib
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
0
0
b
Setuju
9
25,7
c
Ragu-ragu
1
2,9
d
Tidak setuju
18
51,4
e
Sangat tidak setuju
7
20
35
100
Dari tabel di atas menunjukan tidak ada yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas, kemudian responden yang menjawab setuju, yaitu sebanyak 9 orang atau sekitar 25,7%. Sedangkan responden yang menjawab raguragu terdapat 1 orang atau sebesar 2,9%, dan responden yang menjawab tidak setuju terdapat 18 orang atau sebesar 51,4% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju terdapat 7 orang, yaitu sebesar 20% Dari data di atas dapat terlihat bahwa banyak reponden yang menyatakan tidak setuju laki-laki wajib menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, karena pada dasarnya semua manusia memiliki hak yang sama termasuk dalam hal memperoleh pendidikan.
Tabel 25 Perempuan tidak perlu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,7
b
Setuju
0
0
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
14
40
e
Sangat tidak setuju
19
54,3
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 responden atau sebesar 5,7%, kemudian untuk jawaban setuju tidak ada responden yang menjawab setuju, begitu juga halnya dengan jawaban ragu-ragu, dan responden yang menjawab tidak setuju terdapat 14 orang atau sebesar 40% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju terdapat 19 orang, yaitu sebesar 54,3%. Dari hasil data di atas dapat di ketahui bahwa ternyata banyak responden yang menyatakan tidak setuju jika perempuan tidak perlu melanjutkan sekolah ke tingkata yang lebih tinggi lagi, hal itu berarti bahwa hampir sebagian besar responden yang berfikir bahwa
setiap orang berhak untuk memperoleh
pendidikan setinggi-tingginya selama orang tersebut mampu
Tabel 26 Pendidikan hanya pantas untuk laki-laki, bukan untuk perempuan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
1
2,8
b
Setuju
0
0
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
17
48,6
e
Sangat tidak setuju
17
48,6
35
100
Dari tabel di atas menunjukan yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 1 responden, kemudian untuk jawaban stuju dan raguragu, tidak ada responden yang menjawab setuju atau ragu-ragu, dan responden
yang menjawab tidak setuju terdapat 17 orang atau sebesar 48,6% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju terdapat 127 orang, yaitu sebesar 48,6% Dari hasil data di atas dapat diketahui bahwa reponden merespon pertanyaan tersebut dan ternyata banyak responden yang mengatakan tidak setuju bahwa pendidikan yang tinggi hanya pantas dijalani oleh laki-laki saja sedangkan tidak penting bagi perempuan, hal ini berarti bahwa responden berfkir bahwa pendidikan nilainya sangat penting bagi siapa saja, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan.
Tabel 27 Kesetaraan gender dikatakan berhasil jika tidak ada lagi perbedaan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam hal pendidikan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
10
28,6
b
Setuju
16
45,7
c
Ragu-ragu
3
8,6
d
Tidak setuju
6
17,1
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 10 orang atau sebesar 28,6%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 16 orang atau sebesar 45,7%, kemudian terdapat 3 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 8,6%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 6 orang atau sebesar 17,1% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, tidak terdapat responden yang memilihnya. Dari hasil data di atas dapat terlihat ternyata banyak responden yang mengatakan setuju bahwa kesetaraan gender dapat dikatakan berhasil jika sudah tidak ada lagi perbedaan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam memperoleh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, hal ini berarti bahwa responden berfikir bahwa betapa pentingnya sebuah kesetaraan terutama dalam hal yang menyangkut masalah pendidikan
Tabel 28 Keadilan antara laki-laki dan perempuan masih selalu dibeda-bedakan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
3
8,6
b
Setuju
17
48,6
c
Ragu-ragu
4
11,4
d
Tidak setuju
9
25,7
e
Sangat tidak setuju
2
5,7
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 3 orang atau sebesar 8,6%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 17 orang atau sebesar 48,6%, kemudian terdapat 4 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 11,4%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 9 orang atau sebesar 25,7% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 2 orang atau sebesar 5,7% Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ternyata lebih banyak responden yang mengatakan setuju jika keadilan antara laki-laki dan perempuan masih selalu dibeda-bedakan, hal ini berarti sebagian besar responden masih merasakan ketidak adilan dalam kehidupan sosialnya, oleh karena itu bukan suatu hal yang aneh jika ketidakadilan gender masih sering di jumpai dalam kehidupan publik di masyarakat Indonesia. Hal ini diperkuat dengan adanya pendapat dari salah satu dosen yang ada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang mengatakan bahwa “dalam hal-hal tertentu laki-laki masih dianggap lebih pantas dalam memegang job ini job itu, misalnya pekerjaan ini lebih cocok jika dipegang oleh laki-laki, padahal perempuan juga sebenarnya bisa seperti itu”63 Tabel 29 Dunia kerja khususnya ranah publik keadilan tidak pernah berpihak bagi kaum perempuan
63
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,7
Berdasarkan wawancara dengan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Ibu Rubiyanah, S.Ag. MA, Jakarta, Jumat 29 Agustus 2008
b
Setuju
6
17,14
c
Ragu-ragu
4
11,42
d
Tidak setuju
20
57,14
e
Sangat tidak setuju
3
8,6
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 5,7%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 6 orang atau sebesar 17,14%, kemudian terdapat 4 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 11,42%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 20 orang atau sebesar 57,14% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 3 orang atau sebesar 8,6% Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa ternyata banyak responden yang mengatakan tidak setuju, dan jumlah tersebut mendominasi jumlah jawaban lainnya, hal ini berarti bahwa responden tidak setuju jika dalam dunia kerja khususnya ranah publik keadilan tidak pernah berpihak bagi kaum perempuan, banyak responden yang beranggapan kedailan juga berpihak kepada kaum perempuan khususnya dalam dunia publik, karena pada zaman sekarang ini tidak sedikit perempuan yang ikut berkecimpung di dunia publik. Tabel 30 Dalam dunia kerja khususnya ranah publik keadilan hanya berpihak bagi kaum laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
3
8,6
b
Setuju
4
11,4
c
Ragu-ragu
4
11,4
d
Tidak setuju
21
60
e
Sangat tidak setuju
3
8,6
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 3 orang atau sebesar 8,6%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 4 orang atau sebesar 11,4%, kemudian terdapat 4 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 11,4%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 21 orang atau
sebesar 60% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 3 orang atau sebesar 8,6% Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa ternyata lebih banyak responden yang mengatakan tidak setuju jika dalam dunia kerja khususnya ranah publik keadilan hanya berpihak bagi kaum laki-laki, oleh karena itu kaum laki-laki lebih maju dibandingkan kaum perempuan, karena sebagian besar responden merasa keadilan juga berpihak kepada kaum perempuan, dan pada zaman sekarang ini sudah banyak perempuan yang hidupnya lebih maju, sesuai dengan pernyataan salah satu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yaitu ibu Nunung bahwa “sekarang sama saja laki-laki dan perempuan hidupnya sudah bisa lebih maju dari sebelumnya, semua tergantung dari orangnya masing-masing sampe sejauh mana mereka mau berusaha”. Tabel 31 Keadilan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sesuai dengan kesetaraan gender
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,7
b
Setuju
16
45,7
c
Ragu-ragu
10
28,6
d
Tidak setuju
3
8,6
e
Sangat tidak setuju
4
11,4
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 5,7%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 16 orang atau sebesar 45,7%, kemudian terdapat 10 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 28,6%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 8,6% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 4 orang atau sebesar 11,4% Dari hasil data di atas dapat diketahui bahwa cukup banyak Dosen yang mengatakan setuju bahwa keadilan di lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di dalam memandang kaum perempuan sudah sesuai dengan kesetaraan gender, akan tetapi tidak sedikit pula Dosen yang mengatakan masih ragu-ragu dalam menilai kesetaraan gender di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Hal ini
berarti bahwa kesetaraan gender di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi di dalam pengaplikasiannya masih belum dapat dikatakan sesuai dengan kesetaraan gender. Tabel 32 Dalam ranah publik, keadilan anatara laki-laki dan perempuan masih belum dapat ditegakkan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,7
b
Setuju
17
48,6
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
14
40
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 5,7%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 17 orang atau sebesar 48,6%, kemudian terdapat 2 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 5,7%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 14 orang atau sebesar 40% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, tidak terdapat responden yang mengatakan sangat tidak setuju. Dari hasil data di atas dapat diketahui bahwa banyak responden yang mengatakan setuju bahwa keadilan dalam dunia kerja khususnya di ranah publik, keadilan anatara laki-laki dan perempuan masih belum dapat ditegakkan, hal ini berarti responden berfikir masih ada kesenjangan atau ketidakadilan dalam ranah publik, walaupun saat ini sudah lebih banyak perempuan yang berkecimpung di dunia karier, akan teteapi hal tersebut masih sebagian kecilnya saja. Tabel 33 Kesetaraan gender dikatakan berhasil jika terdapat keadilan antara kaum lakilaki maupun kaum perempuan dalam segala bidang
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
11
31,4
b
Setuju
14
40
c
Ragu-ragu
1
2,9
d
Tidak setuju
8
22,8
e
Sangat tidak setuju
1
2,9
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 11 orang atau sebesar 31,4%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 14 orang atau sebesar 40%, kemudian terdapat 1 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 2,9%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 22,8% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 1 orang atau sebesar 2,9% Dari hasil data di atas dapat di lihat ternyata banyak responden yang mengatakan setuju bahwa kesetaraan gender dapat dikatakan berhasil apabila terdapat keadilan antara kaum laki-laki maupun kaum perempuan dalam segala bidang, dalam hal ini berarti responden dapat mengetahui bahwa untuk dapat mewujudkan suatu kesetaraan maka diperlukan suatu keadilan. Karena itu sudah sepantasnya di antara laki-laki dan perempuan harus ada keadilan dalam segala bidang, sehingga tidak ada alasan baik dari laki-laki maupun perempuan itu sendiri untuk membeda-bedakan keberadaan mereka di dalam kehidupan sosial. Tabel 34 Peluang kerja di ranah publik bagi perempuan lebih kecil dari pada laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
1
2,9
b
Setuju
6
17,14
c
Ragu-ragu
4
11,42
d
Tidak setuju
20
57,14
e
Sangat tidak setuju
4
11,42
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 1 orang atau sebesar 2,9%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 6 orang atau sebesar 17,14%, kemudian terdapat 4 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 11,42%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 20 orang atau sebesar 57,14% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 4 orang atau sebesar 11,42% Dari tabel di atas dapat diketahui ternyata banyak responden yang mengatakan tidak setuju bahwa peluang kerja di ranah publik bagi kaum
perempuan lebih kecil dari pada kaum laki-laki, hal ini berarti responden beranggapan bahwa peluang kerja bagi perempuan sudah jauh lebih banyak, tergantung dari perempuannya itu sendiri di dalam memanfaatkan peluang yang ada. Hal ini diperkuat dengan adanya pendapat dari salah satu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang mengatakan bahwa “Kalau untuk peluang yang seperti itu di UIN sudah lama sekali terbuka , tidak ada misalnya dosen-dosen perempuan yang dilarang apabila ingin mengembangkan potensi dirinya, jadi kalau dalam masalah ini sudah sampai pada taraf siapa yang siap saja, gitu…dan jumlah dosen wanita dari tahun ke tahun statistinya meningkat, jadi dalam hal ini sudah tidak ada lagi pembedaan-pembedaan”64 Tabel 35 Peluang bagi kaum perempuan untuk memperoleh kehidupan yang layak lebih kecil dibanding laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
0
0
b
Setuju
4
11,4
c
Ragu-ragu
3
8,6
d
Tidak setuju
23
65,7
e
Sangat tidak setuju
5
14,3
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa untuk jawaban sangat setuju tidak ada responden yang memilihnya, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 4 orang atau sebesar 11,4%, kemudian terdapat 3 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 8,6%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 23 orang atau sebesar 65,7% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 5 orang atau sebesar 14,3% Dari hasil data di atas dapat diketahui ternyata banyak dari responden yang menjawab tidak setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untuk memperoleh kehidupan yang layak lebih kecil dibandingkan dengan kaum laki-laki, hal ini berarti responden beranggapan bahwa perempuan masa kini bias memperoleh kehidupan yang layak, karena perempuan saan kini sudah dianggap lebih baik, sehingga perempuan masa kini mampu untuk mewujudkan hidupnya sesuai
64
Berdasarkan wawancara dengan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunkasi, Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag. Jakarta, 29 Agustus 2008
dengan impiannya, akan tetapi hal tersebut juga harus ditunjang dengan kemampuan perempuan itu sendiri dalam memanfaatkan setiap peluang yang ada. Tabel 36 Peluang berkarya bagi perempuan lebih sulit dibanding laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
5,7
b
Setuju
3
8,6
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
26
74,3
e
Sangat tidak setuju
2
5,7
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 5,7%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 3 orang atau sebesar 8,6%, kemudian terdapat 2 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 5,7%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 26 orang atau sebesar 74,3% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 2 orang atau sebesar 5,7% Dari tabel di atas dapat diketahui ternyata jwaban yang paling mendominasi dari responden adalah banyak yang mengatakan tidak setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untuk bisa berkarya, lebih sulit dibandingkan kaum laki-laki. Hal ini berarti responden berfikir bahwa kaum perempuan dapat berkarya jauh lebih baik dari sebelumnya, bahkan tidak jarng justru perempuanlah yang menemukan ide-ide segar dalam kehidupan publik.
Tabel 37 Peluang perempuan untuk hidup lebih maju lebih sulit dibanding laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
1
2,9
b
Setuju
5
14,3
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
25
71,4
e
Sangat tidak setuju
2
5,7
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 1 orang atau sebesar 2,9%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 5 orang atau sebesar 14,3%, kemudian terdapat 2 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 5,7%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 25 orang atau sebesar 71,4% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 2 orang atau sebesar 5,7% Dari hasil data di atas dapat terlihat ternyata lebih banyak responden yang mengatakan tidak setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untuk bisa hidup lebih maju, menjadi lebih sulit dibandingkan kaum laki-laki, hal ini berarti responden beranggapan bahwa perempuan juga memiliki peluang yang sama untuk dapat hidup lebih maju, tentunya dengan syarat perempuan tersebut memang mau hidup maju, karena terkadang justru perempuannya sendiri yang lebih mengandalkan kaum laki-laki untuk jadi pemimpin.
Tabel 38 Peluang perempuan untuk mandiri semakin sulit dibanding laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
0
0
b
Setuju
6
17,1
c
Ragu-ragu
1
2,9
d
Tidak setuju
24
68,6
e
Sangat tidak setuju
2
5,7
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa untuk pilihan sangat setuju, ternyata tidak ada responden yang memilih jawaban tersebut, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 6 orang atau sebesar 17,1%, kemudian terdapat 1 orang
responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 2,9%, selain itu
responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 24 orang atau sebesar 68,6% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 2 orang atau sebesar 5,7% Dari tabel di atas dapat terlihat ternyata sebagian besar responden mengatakan tidak setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untuk bisa hidup mandiri menjadi semakin sulit dibandingkan dengan kaum laki-laki, hal ini berarti
responden berfikir bahwa utnuk dapat hidup mandiri seseorang harus dapat mempercayai dirinya sendiri bahwa dirinya mampu untuk hidup mandiri, walaupun pada kenyataannya masih banyak perempuan yang menggantungkan hidupnya kepada kaum laki-laki.
Tabel 39 Peluang perempuan untuk berkarier lebih sulit dibanding laki-laki
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
0
0
b
Setuju
4
11,42
c
Ragu-ragu
4
11,42
d
Tidak setuju
23
65,71
e
Sangat tidak setuju
4
11,42
35
99,97
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa untuk pilihan sangat setuju, ternyata tidak ada responden yang memilih jawaban tersebut, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 4 orang atau sebesar 11,42%, kemudian juga terdapat 4 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 11,42%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 23 orang atau sebesar 65,71% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 4 orang atau sebesar 11,42% Dari data di atas dapat diketahui ternyata lebih banyak responden yang mengatakan tidak setuju bahwa bagi kaum perempuan dalam berkarier di ranah publik lebih sulit dibandingkan laki-laki, hal ini berarti responden beranggapan bahwa perempuan sudah banyak yang bergelut di ranah publik, bahkan kini keberadaan perempuan di ranah publik sudah dapat diperhitungkan.
Tabel 40 Kesetaraan gender di ranah publik sudah terealisasikan dengan baik
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
2
2,85
b
Setuju
9
25,7
c
Ragu-ragu
12
34,3
d
Tidak setuju
12
34,3
e
Sangat tidak setuju
1
2,8
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 2 orang atau sebesar 2,85%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 9 orang atau sebesar 25,7%, kemudian terdapat 12 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 34,3%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju juga menjawab sebanyak 12 orang atau sebesar 34,3% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, terdapat 1 orang atau sebesar 2,8% Dari pernyataan di atas dapat terlihat ternyata banyak responden yang mengatakan ragu-ragu dan tidak setuju jika kesetaraan gender dalam dunia kerja khususnya di ranah publik sudah terealisasikan dengan baik, hal ini berarti responden masih ragu apakah memang kesetaraan gender sudah dapat terealisasikan dengan baik atau belum. Hal ini berarti masih diperlukannya penegakan keadilan dalam tatanan kehidupan sosial di masyarakat.
Tabel 41 Kesetaraan gender dikatakan berhasil, jika terdapat kesetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam memperoleh peluang kerja yang sama
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
6
17,1
b
Setuju
23
65,7
c
Ragu-ragu
3
8,6
d
Tidak setuju
3
8,6
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 6 orang atau sebesar 17,1%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 23 orang atau sebesar 65,7%,
kemudian terdapat 3 orang responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 8,6%, selain itu juga terdapat jumlah yang sama pada responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 8,6% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, ternyata tidak ada reponden yang memilih jawaban tersebut Dari hasil data di atas dapat terlihat ternyata banyak responden yang mengatakan setuju bahwa kesetaraan gender baru dapat dikatakan berhasil, jika terdapat kesetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam memperoleh peluang kerja yang sama, hal ini berarti bahwa responden beranggapan bahwa dalam kehidupan sosial manusia memang diperlukan adanya keadilan agar terciptanya kesetaraan. Tabel 42 Skill yang dimiliki kaum perempuan masa kini sudah jauh lebih baik
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
8
22,8
b
Setuju
22
62,9
c
Ragu-ragu
4
11,4
d
Tidak setuju
1
2,9
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 8 orang atau sebesar 22,8%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 22 orang atau sebesar 62,9%, kemudian terdapat 4 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 11,4%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju, yaitu sebanyak 1 orang atau sebesar 2,9% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, tidak terdapat responden yang memilih jawaban tersebut Dari tabel diatas dapat diketahui ternyata lebih banyak respodnen yang mengatakan setuju bahwa skill yang dimiliki kaum perempuan masa kini sudah jauh lebih baik, hal ini berarti responden beranggapan bahwa kaum perempuan masa kini memang sudah jauh lebih baik sehingga kaum perempuan yang memiliki keahlian akan semakin di hargai oleh orang lain.
Tabel 43 Skill perempuan masa kini tidak bisa dipandang sebelah mata lagi
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
12
34,3
b
Setuju
23
56,7
c
Ragu-ragu
0
0
d
Tidak setuju
0
0
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 12 orang atau sebesar 34,3%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 23 orang atau sebesar 56,7%, kemudian untuk jawaban ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju, dalam hal ini tidak ada responden yang memilih jawaban tersebut. Dari hasil data di atas dapat diketahui ternyata bayak responden yang mengatakan setuju bahwa skill yang dimiliki oleh perempuan masa kini sudah tidak
bisa dipandang sebelah mata lagi, oleh karena itu sudah seharusnya
perempuan berani unjuk prestasi berdasarkan skill atau keahlian yang dimiliki, karena dengan sikap seperti itu maka perempuan tidak akan lebih dihargai lagi. Hal ini diperkuat dengan adanya pendapat dari salah seorang Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang mengatakan bahwa” menghargai perempuan dapat diwujudkan dengan menghargai intelektuanya, menghargai skillnya dan memberikan kesempatan untuk dapat mengembangkan dirinya.”65 Tabel 44 Skill perempuan masa kini mampu bersaing dengan skill laki-laki
65
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
12
34,3
b
Setuju
21
60
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
0
0
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Berdasarkan wawancara dengan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunkasi, Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag. Jakarta, 29 Agustus 2008
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 12 orang atau sebesar 34,3%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 21 orang atau sebesar 60%, kemudian terdapat 2 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 5,7%, sedangkan untuk jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju, tidak ada responden yang memilih jawaban tersebut. Dari keterangan tabel di atas dapat terlihat ternyata banyak dari responden yang mengatakan setuju jika skill yang dimiliki kaum perempuan masa kini mampu bersaing dengan skill yang dimiliki kaum laki-laki, dalam hal ini berarti perempuan mampu untuk menunjukan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang juga wajib untuk di hargai terlebih lagi perepuan masa kini sudah lebih banyak yang memiliki keahlian dalam dunia kerja
Tabel 45 Skill perempuan dapat dijadikan modal untuk meningkatkan karier pada pengambilan kebijakan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
10
28,6
b
Setuju
21
60
c
Ragu-ragu
2
5,7
d
Tidak setuju
2
5,7
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 10 orang atau sebesar 28,6%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 21 orang atau sebesar 60%, kemudian terdapat 2 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 5,7%, selain itu responden yang menjawab tidak setuju juga terdapat sebanyak 2 orang atau sebesar 5,7% sedangkan untuk jawaban sangat tidak setuju, tidak terdapat responden yang memilih jawaban sangat tidak setuju. Dari tabel di atas dapat terlihat ternyata banyak responden yang mengatakan setuju bahwa skill yang dimiliki kaum perempuan dapat dijadikan modal untuk meningkatkan karier pada pengambilan kebijakan, oleh karena itu jika perempuan ingin eksistensinya dihargai oleh orang lain maka perempuan tersebut harus
memiliki keahlian agar, keahliannya tersebut dapat dijadikan modal untu dapat bersaing secara secara sehat dalam ranah publik.
Tabel 46 Perempuan harus memiliki skill sebagai modal untuk bersaing secara sehat
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
a
Sangat setuju
17
48,57
b
Setuju
16
45,71
c
Ragu-ragu
2
5,71
d
Tidak setuju
0
0
e
Sangat tidak setuju
0
0
35
100
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa yang menjawab sangat setuju terhadap pertanyaan di atas terdapat 17 orang atau sebesar 48,57%, kemudian responden yang memilih jawaban setuju sebanyak 16 orang atau sebesar 45,71%, kemudian terdapat 2 responden yang menjawab ragu-ragu atau sebesar 5,71%, sedangkan untuk jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju, ternyata tidak ada responden yang memilih jawaban tersebut. Dari hasil data di atas dapat diketahui ternyata
responden lebih banyak
mengatakan sangat setuju bahwa perempuan seharusnya memiliki skill untuk bisa dijadikan sebagai modal dalam bersaing secara sehat dengan laki-laki demi tercapainya kesetaraan gender, hal ini berarti bahwa jika ingin kesetaraan gender dapat terwujud, khususnya di dalam dunia karier, maka perempuan harus membekali diri mereka dengan segala macam keahlian atau kebisaan agar dapat bersaing secara sehat dengan kaum laki-laki, dengan begitu orang lain pun akan lebih menghargai dan menghormati keberadaan perempuan, sekaligus perempuan tidak dianggap sebagai makhluk nomor dua setelah keberadaan laki-laki.hal ini seseuai dengan pendapat salah satu dari Guru Besar yang ada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang mengatakan bahwa demi terwujudnya kesetaraan gender maka perempuan harus “sadar akan tanggung jawabnya, meningkatkan kualitas diri harus dibangkitkan karena jika tidak, tidak akan mungkin dapat terwujud kesetaraan gender”66
66
Berdasarkan wawancara dengan Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M. Hum. Rabu 27 Agustus 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta tentang respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender, peneliti memperoleh data dari instrument penelitian yang terdiri dari 6 kategori pertanyaan, data yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Pada kategori yang pertama, yaitu kategori kesetaraan gender. Hasil yang diperoleh ternyata banyak dari dosen yang memahami tentang pengertian gender, walalupun pada kenyataannya masih terdapat dosen yang mengatakan belum paham/ tidak tahu tentang gender. 2. Pada kategori yang kedua, yaitu kategori kesetaraan gender berdasarkan profesi. Hasil yang diperoleh ternyata banyak dari dosen yang tidak setuju bahwa profesi yang dimiliki kaum perempuan selalu lebih rendah dibandingkan profesi yang dimiliki laki-laki. Kemudian banyak dari dosen yang merespon negatif jika perempuan harus bekerja di ranah domestik saja, hal ini berarti respon dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dalam dalam hal memperoleh profesi yang layak adalah positif, bahwasanya profesi yang dimiliki kaum laki-laki dan perempuan harus setara, karena secara hak azasi kaum perempuan berhak memperoleh profesi yang setara dengan laki-laki selama perempuan tersebut mampu melaksanakan tugasnya di ranah publik. 3. Pada kategori yang ketiga, yaitu kategori kesetaraan gender berdasarkan jenjang pendidikan. Hasil yang diperoleh adalah ternyata banyak dari dosen yang merespon negatif terhadap pernyataan yang menyebutkan bahwa hanya kaum laki-laki saja yang selalu diutamakan dalam memperoleh jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Selain itu ternyata banyak dari dosen yang mengatakan sangat setuju bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Hal ini berarti banyak dosen yang merespon positif terhadap perempuan yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan perguruan tinggi, hal ini juga berarti bahwa dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi lebih terbuka dan memberikan peluang yang sama kepada perempuan untuk memperoleh jenjang pendidikan di perguruan tinggi.
4. Pada kategori yang keempat, yaitu kategori kesetaraan gender dalam hal keadilan. Hasil yang dipeoleh adalah banyak dari dosen yang merespon negatif keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam ranah publik, bahwasanya banyak dari dosen yang mengatakan keadilan antara laki-laki dan perempuan masih dibeda-bedakan dan belum dapat ditegakkan. Oleh sebab itu tidak mengherankan ketidakadilan gender masih ada dalam kehidupan sosial. 5. Pada kategori yang kelima, yaitu kategori kesetaraan gender dalam hal peluang kerja di ranah publik. Hasil yang diperoleh adalah respon dosen positif bahwa peluang kerja di ranah publik antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan lagi, dalam hal ini perempuan memperoleh peluang yang sama seperti laki-laki dalam karier di ranah publik. Walaupun masih terdapat dosen yang mersepon negatif atau tidak setuju dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki peluang yang sama dalam ranah publik. 6. Pada kategori yang keenam, yaitu kategori kesetaraan gender dalam hal skill atau keahlian. Hasil yang diperoleh adalah banyak dari dosen yang merespon positif bahwa skill atau keahlian yang dimiliki kaum perempuan sudah lebih baik dan tidak dapat dianggap remeh lagi, sehingga skill atau keahlian kaum perempuan dijadikan modal untuk bersaing dalam ranah publik. B. Saran-saran
1. Bagi para pengambil kebijakan, khususnya dalam ranah publik. Seharusnya perbedaan jenis kelamin tidak dijadikan alasan untuk dapat membedabedakan manusia yang satu dengan manusia lainnya, dalam hal pengambilan kebijakan dalam tatanan kehidupan sosial, karena pada dasarnya Allah SWT menciptakan makhluk di bumi ini adalah sama, kalaupun terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan hal itu dimaksudkan untuk menghormati fitrah asal kejadian manusia serta perbedaan fungsi-fungsi yang dibangun di atasnya,
bukan
dijadikan
sebagai
alasan
untuk
dapat
saling
mendiskriminasikan antara manusia yang satu dengan yang lainnya. 2. Bagi para dosen, seharusnya dapat lebih menghargai dan menghormati diantara sesama dosen, baik itu dosen laki-laki maupun dosen perempuan, dalam hal pekerjaan, sehingga tidak ada lagi pembagian jabatan yang tidak
pada porsinya. Seharusnya para dosen saling memberi kebebasan untuk dapat mengaplikasikan kemampuan masing-masing dalam ranah publik 3. Bagi dosen-dosen yang merespon positif terhadap kesetaraan gender, seharusnya mengaplikasikan perilakunya sesuai dengan kesetaraan gender, sehingga tidak akan ada lagi ketidakadilan sosial dalam tatanan sosial termasuk di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Bagi kaum perempuan juga harus dapat menempatkan diri mereka pribadi pada posisi yang tepat, jangan menyalahi aturan yang memang sudah ada secara kodrati, yaitu yang datangnya langsung dari Allah SWT, jangan sampai kaum perempuan tidak mau hamil dan melahirkan, atau perempuan tidak mau patuh lagi terhadap suaminya, hal-hal yang demikian sudah keluar dari konteks kesetaraan gender. 5. Bagi para mahasiswa, seharusnya dapat saling menghargai satu sama lain, karena yang terpenting dalam menciptakan kesetaraan gender adalah, adanya kesadaran peran antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosialnya masing-masing. Sehingga tidak akan ada lagi yang mengkotakkotakan dirinya, siapa yang terbaik. Jika laki-laki dan perempuan dapat menghargai satu sama lain maka kehidupan sosial masyarakat akan menjadi lebih baik. 6. Bagi orang-orang yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, kesetaraan gender dapat diwujudkan dengan cara, memberikan pesan positif yaitu memberikan penjelasan yang positif kepada anak-anak bahwa di dalam bersikap kita harus adil dan tidak memihak, karena diantara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam kehidupan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia Fauziah, dkk., Realita dan Cita Kesetraan Gender di UIN Jakarta, Jakarta: McGill IAIN, 2004 Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1996 al Bahi,Muhammad, Langkah Wanita Islam Masa Kini Gejala-Gejala dan Jawaban, Jakarta: Gema Insani Press, 1988 Baydariayyah, Haya, Pelaksanaan Program Pemberdayaan Perempuan Pada Ormas Persaudaraan Muslimah Islamiah, Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004 Dagun Save D, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Kebudayaan Nusantara, 1997, cet ke-1 Echols, Jhon M. dan Hasan Shadilly, Kamus Besar Bahasa Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2003, cet ke-27 Effendy, Onong Uchjana Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bhakti Koderi, Muhammad, Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara, Jakarta: Gema Insani, 1999 Partanto, Pius A, dan M Dahlan Al Barry,Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola Poerwadarminta, Psikologi Komunikasi, Jakarta:UT, 1999, cet ke-3 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, edisi-3 Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999 Revian Elinda, Respon Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Terhadap Model Busana Mahasiswi UIN Jakarta, Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2007 Salam, Syamsir, dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 Sanapiah, Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 Sendjaja, S. Djuarsa Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka, 2005, cet-9 Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004 Subandi, Ahmad, Psikologi Sosial Jakarta: Bulan Bintang, 1982, cet ke-2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitataif, dan R&D Bandung: Alfabeta, 2008 Suralaga, Fadilah, dkk., Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan McGill Project IISEP, 2003 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2004-2005 Wahid, Din, dan Jamhari Makruf, Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan, Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Masyarakat (PPIM), 2007 Wahyuddin, M. Akhyar, Mitos-mitos yang Membelenggu, Jakarta: Muharam, 1421 H Wawancara pribadi dengan Dr. Arief Subhan, M.Ag. tanggal 29 Agustus 2008
Wawancara pribadi dengan Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag tanggal 2 September 2008 Wawancara pribadi dengan Dra. Armawati Arbi, M, Si tanggal 2 September 2008 Wawancara pribadi dengan Ibu Rubiyanah, S,Ag., M.Ag. tanggal 29 Agustus 2008 Wawancara pribadi dengan Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M. Hum tanggal 27 agustus 2008 Yasin, Maisar, Wanita Karier dalam Perbincangan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997 Yusuf, Yunan, Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2004-2005
Lampiran I Wawancara bersama Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M. Hum Hari
: Rabu, 27 agustus 2008
Pukul
: 08.30 WIB
Tempat
: Komp. UIN/Jl. Ibnu Khaldun II No.9. Pisangan- Ciputat
1. T : Menurut Ibu apa yang dimaksud dengan pengertian gender? J : Pembagian jenis kelamin pada setiap kegiatan sosial.
2. T : Menurut Ibu apakah aplikasi kesetaraan gender telah diberlakukan di UIN? J : Belum. Mmm… Ada tapi masih sedikit
3. T : Contoh dari aplikasi tersebut seperti apa? J :Untuk tingkatan di dekanat perempuan tidak pernah menjabat jabatan tersebut, perempuan selalu berada dibawah, ditempatkan dibagian bawah.
4. T : Menurut Ibu apakah perempuan berhak mendapatkan peluang yang sama khususnya dalam dunia karir? J : Iya. Harus diletakan pada posisinya, kalau memang dia mampu kenapa tidak.
5. T : Apakah menurut Ibu kesetaraan gender sudah sesuai dengan ajaran Islam? J : Iya. Sudah sesuai
6. T : Apakah Ibu setuju dengan kesetaraan gender yang ada? J : kadang-kadang penerapannya salah.. Seperti bola kaki perempuan, angkat besi, jadi itu tidak cocok, jadi itu sudah menyimpang sebenarnya, seharusnya lebih menitik beratkan pada kodrat perempuan, jadi harus sesuai dengan peranya sebagai perempuan dalam agama Islam, saya setuju dengan gender selama tidak melempaui batasan yang telah ditetapkan agama
7. T :Menurut Ibu apakah kesetaraan gender itu penting? Sepenting apakah kesetaraan gender tersebut menurut Ibu? J : Iya, tapi kadang-kadang hak wanita masih belum diperhatikan, perempuan dianggap tidak mampu, padahal belum dicoba
8. T :Menurut Ibu bagaimana caranya agar kesetaraan gender benar-benar dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? J : sadar akan tanggung jawabnya, meningkatkan kualitas diri harus dibangkitkan karena jika tidak, tidak akan mungkin dapat terwujud kesetaraan gender
Wawancara bersama Dra. Armawati Arbi, M, Si Hari
: Selasa, 02 September 2008
Pukul
: 15.30 WIB
Tempat
: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. T : Menurut Ibu yang dimaksud dengan kesetaraan gender itu seperti apa? J : konstruksi sosial. Tentang peran dan sifat-sifat wanita dan pria.
2. T :menurut Ibu, aplikasi kesetaraan gender di UIN apakah sudah diberlakukan dan dijalankan apa belum? terutama dalam hal kebijakan atau karir di ranah publik J : belum, karena kesalahan wanitanya juga, karena wanita mau dibujuk,hehe maksudnya mau aja dikasih coast and reward, jadi misalnya “kamu engga usah jadi pejabat dech…saya kasih hadiah aja yach… gitu”
3. T : Berarti untuk contoh dari aplikasinya itu sendiri bagaimana bu? J : contoh? Apa ya? Kecuali kalau laki-laki itu menganggap penting atau punya kepentingan yang ada hubungannya sama dia, baru perempuan itu diangkat, tapi kalau tidak ya tidak layau, hehehe
4. T : Kalau menurut Ibu sendiri, apakah perempuan memiliki hak yang sama dalam bidang karier? J : Ya iya dong, masa engga, kan sesama manusia, sesama manusia yang perlu mengaktualisasikan diri, hehehe
5. T : menurut Ibu aplikasi kesetaraan gender apa sudah sesuai dengan ajaran agama Islam? J : mmm… soalnya kan banyak alirannya itu, ada yang radikal ada aliran macemmacem, kan macem-macem aliran yang ada di gender itu, ada yang menganggap bahwa pernikahan itu adalah budak yang dilegalkan. Saya mah tidak setuju terhadap pemikiran itu,tergantung pemikirannya yang mana, jadi kalau saya setuju juga kalau wanita seperti ratu lebah, menurut Islam sebenarnya wanita itu tidak perlu bekerja, yang bekerja adalah laki-laki, bahkan semua pekerjaan yang bersih-bersih di rumah bukan kita, itu pekerjaan anak laki-laki, yang nyiapin pembantu, kita tinggal cantik-cantik aja, heheh tinggal makan tidur, makan tidur, jalan-jalan sama happy happy, hehehe sama reproduksi, hehe, gitu..
6. T : Menurut Ibu, Ibu setuju engga sih dengan adanya kesetaraan gender? J : kesetaraan gender yang mana dulu, saya sih…tergantung kerjaan apa dulu, ada pekerjaan yang pantes untuk wanita, yang ringan-ringan, yang teknologinya canggih yang engga begitu fisik sih engga apa-apa perempuan kerja. kecuali kalau misalnya wanita kerja di tambang, laki-laki semua, terus sendirian, kan kasian wanitanya sendiri.
7. T : Kalau menurut Ibu sendiri, perlu engga sih adanya kesetaraan gender?
J : Kalau saya mahaminnya. Kesetaraan gender itu konteksnya sesuai dengan keadilan. keadilan itu sesuai dengan porsinya, baru itu namanya adil. misalnya Tiap keluarga kan kasusnya beda-beda, kalau kamu atau suami kamu lagi sakit maka salah satunya harus mau bekerja keras. adil tidak adil itu tergantung dari kondisinya dulu, gitu… 8. T : kalau menurut Ibu gimana caranya supaya kesetaraan gender itu dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? J : oh gitu, mmm ya orang tidak mengambil hak orang lain, jadi keadilan itu sebenernya engga milih-milih jenis kelamin, bisa saja antara wanita dengan wanita saling bersaing dan melakukan diskriminasi dengan sesamanya. jadi keywords dari gender itu adalah keadilan, dimana keadilan itu juga sesuai dengan kondisinya, kita kondisinya lagi gimana, gitu…
Wawancara bersama Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag Hari
: Selasa, 02 September 2008
Pukul
: 08.00 WIB
Tempat
: Jl. SD Inpres Rt.03/09 No.57 Pisangan Barat
1. T : Menurut Bapak yang dimaksud dengan kesetaraan gender itu seperti apa? J : Oh iya, yang pertama gender itu bukan pembawaan, gender itu merupakan bentukan sosial, maksudnya bukan pembawaan, karena pembawaan yang dikenal hanya jenis kelamin laki-laki dan perempuan, jadi gender tidak berkenaan dengan pembawaan atau kodrat laki-laki, perempuan yang berkenaan dengan faktor biologis yang nantinya akan berhubungan dengan fungsi-fungsi reproduksi. Gender lebih berkenaan dengan bentukan sosial, bahasa kerennya rekonstuksi sosial, rekonstruksi sosial itu nantinya berkaitan dengan proses sosialisasi, proses nilai dengan pembiasaan, singkatnya dengan proses pendidikan, pendidikan dalam arti luas. Bisa berlangsung di rumah, di masyarakat, bisa di mana-mana, apabila sejak dari awal anak sudah diperkenalkan nilai yang timpang , bahwa anak laki-laki boleh sekolah, anak perempuan tidak, maka akan menghasilkan ketidak setaraan gender atau ketidak adilan gender. Untuk mengembalikannya Maka faktor-faktor itu harus langsung dibongkar, yaitu factor- faktor yang membentuk pengalaman yang membentuk akumulasi nilai itu harus dirubah, gitu…
2. T : Menurut Bapak di UIN sendiri apakah aplikasi kesetaraan gender telah diaplikasikan dengan tepat atau tidak? J : persoalan gender ini lebih banyak di tingkat kognitif, dikalangan cendikiawan baru pada tingkat kognitif, kognitif itu dibagi kedalam 3 hal yaitu pengetahuan, pengertian, dan pemahaman, yang sifatnya adalah intelektual pengalaman hidup seseorang itu tidak semata-mata berdasarkan aspek kognitif, padahal bisa juga lebih berkenaan dengan aspek yang kedua yaitu afektif,. Berkenaan dengan psikomotorik, karena itu kalau ingin melihat gender, kita akan merasa puas pada tataran kognitif, karena di UIN sudah cukup lama, di sosialisasikan, di dialogkan, di diskusikan, tapi itu baru satu sisi, sisi lain yang tadi yaitu penerapan ,yaitu menyangkut perasaan penghayatan ,pemaknaan,yang menyangkut dengan keputusan ..mmm sebelum psikomotorik itu ada yang disebut dengan konatif yaitu dorongan untuk mengambil keputusan berdasarkan apa yang difikirkan dan dirasakan, menurut hemat saya, sudah ada indikasi kearah ke situ tapi memang dalam aplikasinya kesetaraan gender masih mengalami hambatan-hambatan, hambatan itu bisa dari fator kultural, pemahaman agama bahkan bisa juga faktor ideologi. kalau yang dimaksudkan dalam tingkat penerepan masih terdapat hambatan
3. T : contoh dari kesetaraan gender di UIN itu seperti apa pak? J : saya kira tingkat kesetaraan gender yang pertama itu secara kognitif, yang pertama mengakui bahwa, perempuan juga memiliki kemampuan dan potensial
yang sama. Jadi mengakui bahwa seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelek, kemampuan, tingkat kecerdasan emosi yang sama hal itu bisa dilihat pada, misalnya
bagaimana seorang dosen memeperlakukan mahasiswa, tidak lagi
didasarkan oh…karena kamu perempuan kamu engga bisa daptet nilai A, oh karena kamu laki-laki kamu boleh dapet nilai A… nah hal yang seperti itu sudah bias gender, seharusnya berikan saja kesempatan yang seluas-luasnya. kalau sampai disitu kesetaraan gender sudah berjalan. Tapi kalau menurut saya hal seperti itu sudah tidak ada lagi. Apabila suatu saat nanti saya merangking anak kelas dan ternyata yang mempunyai nilai paling tinggi adalah anak perempuan, naaah..hal itu merupakan fakta yang lain, bahwa anak perempuan juga ternyata bisa memiliki kecerdasan di atas anak laki-laki.bahkan bisa dikatakan anak perempuan itu lebih teliti tekun, atau biasa disebut anak perempuan itu kunti alias tekun dan teliti, jadi meneurut hemat saya sudah tidak ada permasalahan, tapi kalau yang berhubungan dengan tingkat jabatan, disini kadang-kadang kita memberikan potensi yang sama, karena jabatan disini dimensinya sangat luas. Yang pertama mungkin perempuan punya kemempuan kemudian, potensinya oke, atau kemudian sama-sama memiliki gelar master, dilihat juga senior atau junior, nah persoalan-persoalan yang demikian sepertinya memperlihatkan tidak adanya kesetaraan gender. tapi bukan berarti tidak memberi kesempatan, karena kalau dalam jabatan lebih banyak variabel untuk bisa mengaplikasikannya, yang kedua mungkin saja para wanita harus melaksanakan kompetisi terbuka dalam arti, misalnya kompetisi di BEM, cari saja orang-orang yang dijagokan, nanti dilihat siapa yang paling banyak dipilih, contoh pengaplikasiannya ada, yaitu ketua BEM sekarang perempuan, nah itu juga salah satu dari kesetaraan gender. untuk hal yang lebih luas seperti jabatan di Rektor, pembantu Rektor, Dekan itu kompetisinya belum terbuka, karena wanitanya juga banyak yang belum siap kalu begitu jangan menyalahkan laki-laki, orang perempuannya yang belum siap ko…untuk dapat memilki kedudukan tinggi seperti itu tentunya harus memiliki gelar Doktor, di UIN sendiri perempuan yang memiliki gelar Doktor paling hanya beberapa orang saja, golongannya juga harus 4a,naah dari situ kan kelihatan jadi bukan berarti tidak adanya perempuan dikalangan rektorat itu disebabkan adanya ketidaksetaraan gender, bisa saja disebabkan karena perempuannya sendiri yang memang belum dapat memenuhi kriteria untuk menduduki jabatan tinggi tersebut.hasil akhir memang kesetaraan gender sepertinya belum terlaksana..tapi tunggu..kita liat kondisinya seperti apa, bahwa memang dari perempuannya sendiri yang belum dapat memenuhi variabel tersebut. Jadi hambatan itu banyak singkatnya ada masalah kultural, ada masalah nilai, ada juga agama.
4. T : menurut Bapak perempuan di UIN punya peluang yang sama apa tidak dalam mengembangkan diri? J : Kalau untuk peluang yang seperti itu di UIN sudah lama sekali terbuka , tidak ada
misalnya
dosen-dosen
perempuan
yang
dilarang
apabila
ingin
mengembangkan potensi dirinya, jadi kalau dalam masalah ini sudah sampai pada taraf siapa yang siap saja, gitu…dan jumlah dosen wanita dari tahun ke tahun statistinya meningkat, jadi dala hal ini sudah tidak ada lagi pembedaanpembedaan
5. T : Menurut Bapak, apakah kesetaraan gender itu sendiri sudah sesuai dengan ajaran Islam? J : Kalau berkaitan dengan peran sosial itu memang pesan alquran, sampai disini bahwa perempuan harus setara dengan laki-laki dalam hal memperoleh pendidikan dan kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut memang sudah sesuai dnegan pesan alquran. Tapi kalau konsep kesetraan gender sudah bergeser pada konsep feminisme, karena konsep feminisme itu lebih kepada liberal, lebih kepada pemikiran kekirian , kalau hal ini ada rambu-rambu agama yang tidak bisa menerima hal itu, contohnya kalau pemikiran feminisme bahwa waris perempuan dengan laki-laki harus sama-sama satu dan itu baru bisa di bilang setara, hal yang seperti ini bersebrangan dengan agama, agama pun melarang. Kalau paradigmanya seperti itu sudah bergeser kepada pemikiran feminisme saya tidak setuju, karena saya lebih percaya kepada ajaran alquran dan beriman kepada alquran. Alquran berbicara tentang fungsi, tentang filosofis, kalau hak waris laki-laki itu lebih besar dari perempuan hal itu disebabkan karena lakilaki harus memberi nafkah kepada perempuan, sedangkan perempuan tidak. sedangkan wanita ya hanya untuk dirinya, kalau ksetaraan gender masih dalam lingkup amal kehidupan sosial, agama juga masih dapat menerima secara terbuka
6. T : Bapak memandang kesetaraan gender itu seperti apa? J : Iya.. kalau kesetaraan gender itu adalah keharusan bagi seorang wanita, menghargai perempuan dapat diwujudkan dengan menghargai intelektuanya, menghargai skillnya dan memberikan kesempatan untuk dapat mengembangkan dirinya. Yang saya tidak setuju adalah apabila kesetaraan gender yang pemikirannya ditarik kepada feminisme liberal, dan radikal
7. T : Menurut Bapak bagaimana caranya agar kesetaraan gender itu dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? J : Yang pertama setiap perempuan yang nantinya akan memainkan perannya dalam kehidupan Sosial harus mampu memanfaatkan peluang yang ada untuk, mengaplikasikannya dan mensosialisaikannya misalnya kepada anak, terhadap rekan-rekan lainnya.untuk itu diperlukan buku, modul ataupun media lain yang dapat membantu agar kesetaraan gender dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari
Wawancara bersama Ibu Rubiyanah, S,Ag., M.Ag Hari
: Jumat, 29 Agustus 2008
Pukul
: 14.00 WIB
Tempat
: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. T : Menurut Ibu yang dimaksud dengan gender itu apa? J : gender itu beda dengan jenis kelamin, kalau gender itu konstruksi dari masyarakat, misalnya begini perempuan itu lebih cocok pake warna pink, perempuan lebih cocok kalau kerjanya yang domestik ,eee..misalnya di dapur, engga boleh kerja berat-berat, yang engga perlu pake otak, itu sebenarnya konstruksi masyarakat saja, padahal yang sebenarnya tidak seperti itu, eee..beda dengan…eee… jadi kalau kita bicara gender itu tidak bicara biologis perempuan atau laki-laki, tapi tetap, kalau perempuan itu tidak boleh menyalahi kodratnya, misalnya kalau kita melahirkan, perempuan itu bisa hamil, perempuan itu mesntruasi, jadi yang dibicarakan bukan itu, bukan seks yang seperti itu, jadi yang dibicarakan adalah kesamaan pandangan sebagai sesama makluk Tuhan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan sederajat hanya terdapat perbedaan secara biologis, tapi perbedaan biologis tersebut seharusnya tidak dijadikan sebagai perbedaan dalam hal peran
2. T : Apakah aplikasi kesetaraan gender telah diberlakukan dan dilaksanakan di UIN? J : Belum, belum ada..eee..kalau Dekan mungkin udah ada eee kalau untuk Rektor, Purek itu belum ada soalnya dalam hal-hal tertentu laki-laki masih dianggap lebih pantas dalam memegang job ini job itu, misalnya pkerjaan ini lebih cocok jika dipegang oleh laki-laki, padahal perempuan juga sebenarnya bisa seperti itu
3. T : Menurut Ibu, perempuan berhak atau tidak memperoleh peluang yang sama dalam hal pekerjaan atau karier? J : Sangat berhak ,karena yang pertama kemampuan laki-laki dan perempuan itu sama kalau kita melihatnya tidak berdasarkan seks dan kelamin biologis itu tadi, pekerjaan apapun yang dilakukan oleh laki-laki sebenarnya juga bisa dilakukan oleh perempuan, seperti kemampuan dari segi intelektual, eeee harusnya diberikan kesempatan kepada perempuan
4. T : Kalau meneurut Ibu, apakah keetaraan gender sudah sesuai dengan ajaran agama islam? J : Maksudnya, dimana nih?ohh….eemm kalau menurut saya relatif ya, ada juga yang sesuai dengan ajaran agama islam, tapai ada juga yang memang tidak sesuai dan melenceng jauh dari islam, karena sejak dari dulu sejak zaman Rosul kesamaan itu sudah ada ya, dari Nabi Sulaiman, pada saat itu ratu Balkis sudah
menjadi seorang pemimpin, jadi tentang kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan itu sudah dibicarakan oleh agama kita. mungkin kalau secara umum mereka yang berbicara gender kemudian berbicara feminisme, itu yang eee ada hal-hal yang menurut saya masih belum bisa dikatakan sesuai dengan ajaran agama islam, jadi kalau menurut saya sebagian masih ada yang sesuai.
5. T : Apakah Ibu sendiri setuju dengan adanya kesetaraan gender itu? J : Sangat setuju, kaliu saya setuju, selagi pengertiannya tidak disalah pahami dan tidak kebablasan. Disalah pahami, disalah tafsirkan…saya setuju kalau seperti itu
6. T : Kalau menurut Ibu kesetaraan gender itu perlu atau tidak, dan bagaimana caranya agar kesetaraan gender itu dapat diaplikasikan dalam kehidupan seharihari? J : Pertama mungkin memberikan kesadaran dulu, menimbulkan rasa sensitif dulu dikalangan perempuan bahwa sebenarnya perempuan itu punya peluang yang sama, hak yang sama, kemampuan yang sama dengan laki-laki
Wawancara bersama Bapak Dr, Arief Subhan, M.Ag. Hari
: Jumat, 29 Agustus 2008
Pukul
: 15.00 WIB
Tempat
: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. T : Menurut Bapak yang dimaksud dengan gender itu seprti apa? J : hhmm.. gender itu kan ini ya perbedaan laki-laki dan perempuan tapi yang diluar kodrat, itu yang disebut gender. Maksud saya secara kodrat itu eee laki-laki dan perempuan itu kan berbeda, seperti perempuan itu kan melahirkan , laki-laki tidak, naah itu adalah perbedaan biologis bukan gender.. ee yang dimaksud dengan gender itu kan perbedaan yang dikonstruksi secara budaya, perempuan di wilayah domestik, laki-laki di wilaya publik, perempuan yang dipimpin, laki-laki yang memimpi eee yang seperti itu, itu gender, jadi gender itu adalah sebenarnya peran Sosial yang menjadi hak bagi setiap laki-laki maupun perempuan
2. T : Untuk aplikasinya itu sendiri, apakah di UIN sudah dilaksanakan apa belum? J : Kalau dilihat dari beberapa level ya…eee sebenarnya kalau dilihat dari beberapa sudut birokrasi…eee atau pemerintah gitu ya eee sebenarnya memang ada posisi yang membedakan apakah dia itu laki-laki atau perempuan, tapi sebenarnya tidak seperti itu tapi lebih kepada, potensi atau bidang yang diajarkan misalnya pengarusutamaan gender itu di UIN itu sebenarnya sudah cukup, meskipun pada jabatan-jabatan di puncak itu antara perempuan dan laki-laki lebih banyak laki-laki
3. T : Contoh dari aplikasi kesetaraan gender itu sendiri, kalau menurut Bapak seperti apa, contoh yang ada di UIN? J : Sebenarnya begini, seperti jabatan-jabtan di Rektorat, gitu ya misalnya, Dekanat, sebenarnya itu adalah jabatan-jabatan yang terbuka bagi laki-laki dan perempuan. Itu adalah jabatan yang dipilih oleh senat, jadi malah dulu pernah ya dipilih secara langsung oleh dosen, jadi ee tergantung apakah, eee memang perempuan itu ada yang memilih atau tidak . misalnya Dekan di Fakultas Psikologi perempuan, Pudek 1 di adab perempuan kepala bagian TU di fakultas Dakawah perempuan, ee sampai dua orang satpam di aspi adalah perempuan, sehingga sebenarnya kita engga begitu memopersoalkan, apakah laki-laki lebih mampu dibandingkan perempuan, sebenarnya tidak dari sudut pandang itu
4. T : Bagaimana dengan kedudukan-kedudukan yang memang posisinya tinggi di UIN? J : yaitu memang dipilih, jadi misalnya terpilih Rektor, Rektor tidak bisa memilih pembantu Rektor karena pembantu Rektor itu pun dipilih oleh senat. IAIN bagian kecil masyarakat Indonesia, jadi secara umum gender itu sendiri masih menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri, sehingga tiap-tiap instansi atau memiliki bagian- bagian yang memang sadar gender. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin rendah tingkat patisipasi perempuan, dari tingkat TK dan SD mungkin masih banyak perempuan tapi memasuki, taraf SMP perempuan
sudah mulai berkurang, kemudian di SMA, jumlah perempuan sama dengan lakilaki, ketika di perkuliahan biasanya jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuan, jadi pada dasarnya tingkat partisipasi pendidikan dari kalangan perempuannya itu sendiri masih kurang, imbasnya ya kepada institusi-institusi tersebut, banyak dari institusi tersebut yang hanya memiliki pegawai perempuan yang bergelar Doktor atau gelar lainnya, hal tersebut karena memang pada dasarnya partisipasi perempuannya yang masih kurang
5. T : Kalau untuk masalah peluang kerja menurut Bapak perempuan memiliki peluang yang sama seperti laki-laki atau tidak? J : Dosen sama, mau keluar negeri sama, boleh saja, buktinya banyak dosendosen perempuan yang bergelar sarjana dari luar negeri, contohnya Ibu dorita, dia baru saja pergi ke luar negeri untuk mengambil S3 di salah satu Universitas terkenal di New York…sama jadi sama saja
6. T : Apakah kesetaraan gender itu sendiri telah sesuai dengan ajaran agama Islam? J : Sesuai, ya … Islam tidak pernah membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan di alquran tidak pernah membeda-bedakan, ya sesuai 7. T : Apakah Bapak sendiri setuju terhadap kesetaraan gender itu sendiri? J : Engga, saya kira..ee banyak orang yang setuju ya..eee saya kira seperti ini saja ya misalnya kursi 30% di parlemen untuk perempuan itu kan belum bisa terpenuhi, itu kan juga jadi pertanyaan juga, apakah partisipasi dari perempuannya itu sendiri yang masih rendah atau apa, tapi yang pasti bahwa islam tuh mendukung kesetaraan gender, karena memang tidak ada yang membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan 8. T : Menurut Bapak, aplikasi kesetaraan gender itu sendiri diperlukan atau tidak? J : Oh perlu..perlu
9. T : Menurut Bapak bagaimana caranya agar kesetaraan gender itu sendiri dapat diaplikasikan? J : semua depertemen, konstitusi, itu tidak blinde gender, buta gender, jangan sampai netral gender, tetapi harus lebih pro atau sadr gender, memikirkan baik dan buruknya seperti apa, karena itu dalam setiap institusi selalu ada budgeting yang pro terhadap gender
LAMPIRAN 2
Kepada Yth, Bapak/Ibu Dosen Di Tempat Bismilahirrahmanirrahiim… Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah kita masih dapat dipertemukan dalam keadaan sehat wal’afiat. Sehubungan dengan diadakannya penelitian skripsi yang berjudul “RESPON DOSEN TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER DI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI, UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA”,
maka saya selaku mahasiswa dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi mengharapkan bantuan Bapak dan Ibu Dosen untuk mengisi angket ini, saya ucapkan terima kasih sebelumnya. Mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan, semoga Allah membalas kebaikan Bapak dan Ibu Dosen dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Peneliti
PETUNJUK PENGISIAN: •
Berilah tanda silang pada jawaban yang anda pilih
•
Jawaban tidak boleh lebih dari satu pada setiap nomornya
IDENTITAS
Nama
:
Jenis Kelamin
: a. Perempuan
Umur
:
Pendidikan Terakhir : a. S1
b. Laki-laki
b. S2
c. S3
d. Lainnya….
KESETARAAN GENDER
1. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa gender dapat diartikan hanya sebagai perbedaan jenis kelamin biologis antara laki-laki dan perempuan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 2. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan, yang menjadikan laki-laki dianggap memiliki sifat maskulin dan perempuan dianggap feminin? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 3. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa perbedaan jenis kelamin biologis antara laki-laki dan perempuan, sama dengan pengertian gender? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 4. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah kesamaan akses atau peluang bagi laki-laki dan perempuan dalam setiap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, partisipasi/ keikutsertaan dalam suatu kegiatan yang produktif? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 5. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah adanya keterlibatan yang setara antara lakilaki dan perempuan dalam kontrol atau wewenang dalam pengambilan keputusan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 6. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa kesetaraan gender dapat diartikan sebagai “tidak adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara biologis maupun dalam tatanan sosial/ ranah publik? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 7. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pengaplikasian kesetaraan gender telah diberlakukan dan dilaksanakan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 8. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju, bahwa Pengaplikasian kesetaraan gender dapat berjalan dengan lancar apabila masyarakat lebih peka terhadap permasalahan yang dihadapi oleh kaum perempuan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
PROFESI
9. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa pada era sekarang ini terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh jabatan di ranah publik? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
10. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa profesi/ jabatan yang dimiliki perempuan di bidang karier dan politik dalam ranah publik lebih rendah dari kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 11. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa Profesi/ Jabatan di bidang karier dalam ranah publik yang dimiliki kaum laki-laki dan perempuan telah sesuai dengan kesetaraan gender? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 12. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa kaum perempuan hanya pantas berprofesi sebagai ibu rumah tangga? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 13. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju, bahwa kaum perempuan juga berhak berprofesi atau berkarier di ranah publik? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 14. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa profesi yang dimiliki kaum wanita harus setara dengan profesi yang di miliki kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
15. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju jika profesi laki-laki selalu lebih baik dan lebih tinggi dibandingkan dengan profesi perempuan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
JENJANG PENDIDIKAN
16. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa laki-laki selalu lebih diutamakan dalam hal memperoleh tingkat pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 17. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju jika perempuan juga mempunyai hak yang sama seperti laki-laki dalam memperoleh pendidikan?
a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 18. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju jika laki-laki wajib menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dibandingkan perempuan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 19. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa perempuan tidak perlu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
20. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa pendidikan yang tinggi hanya pantas dijalani oleh kaum laki-laki saja sedangkan tidak penting untuk kaum perempuan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 21. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa kesetaraan gender dapat dikatakan berhasil jika sudah tidak ada lagi perbedaan antara kaum laiklaki dan kaum perempuan dalam memperoleh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
KEADILAN
22. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa keadilan antara laki-laki dan perempuan masih selalu dibeda-bedakan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 23. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa dalam dunia kerja khususnya ranah publik keadilan tidak pernah berpihak bagi kaum perempuan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
24. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa dalam dunia kerja khususnya ranah public keadilan hanya berpihak bagi kaum laki-laki, oleh karena itu kaum laki-laki lebih maju dibandingkan kaum perempuan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 25. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa keadilan di lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di dalam memandang kaum perempuan sudah sesuai dengan kesetaraan gender? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 26. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa keadilan dalam dunia kerja khususnya di ranah pulik, keadilan anatara laki-laki dan perempuan masih belum dapat ditegakkan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 27. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa kesetaraan gender dapat dikatakan berhasil apabila terdapat keadilan antara kaum laki-laki maupun kaum perempuan dalam segala bidang? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
PELUANG KERJA DI RANAH PUBLIK
28. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan ibu setuju bahwa peluang kerja di ranah publik bagi kaum perempuan lebih kecil daripada kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 29. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untuk memperoleh kehidupan yang layak lebih kecil dibandingkan dengan kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 30. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untuk bisa berkarya, lebih sulit dibandingkan kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 31. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untk bisa hidup lebih maju, menjadi lebih sulit dibandingkan kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
32. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan untuk bisa hidup mandiri menjadi semakin sulit dibandingkan dengan kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 33. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa peluang bagi kaum perempuan dalam berkarier di ranah publik lebih sulit dibandingkan lakilaki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 34. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa kesetaraan gender dalam dunia kerja khususnya di ranah publik sudah terealisasikan dengan baik? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 35. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju Bahwa kesetaraan gender baru dapat dikatakan berhasil, jika terdapat kesetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam memperoleh peluang kerja yang sama? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
SKILL ATAU KEAHLIAN
36. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa skill yang dimiliki kam perempuan masa kini sudah jauh lebih baik? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 37. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa skill yang dimiliki oleh perempuan masa kini sudah tidak bisa dipandang sebelah mata lagi? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 38. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan ibu setuju bahwa skill yang dimiliki kaum perempuan masa kini mampu bersaing dengan skill yang dimiliki kaum laki-laki? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 39. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa skill yang dimiliki kaum perempuan dapat dijadikan modal untuk meningkatkan karier pada pengambilan kebijakan? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu 40. Menurut Bapak dan Ibu, apakah Bapak dan Ibu setuju bahwa perempuan seharusnya mamiliki skill untuk bias dijadikan sebagai modal dalam bersaing seara sehat dengan laki-laki demi tercapainya kesetaraan gender? a. Sangat setuju
d. Tidak setuju
b. Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
c. Ragu-ragu
LAMPIRAN 3
Pertanyaan Wawancara: 1. Menurut Bapak dan Ibu, apa yang dimaksud dengan kesetaraan gender? 2. Apakah aplikasi kesetaraan gender telah diberlakukan dan dijalankan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? 3. Apa saja contoh aplikasi kesetaraan gender yang telah diberlakukan di UIN? 4. Bagaimana menurut pendapat Bapak dan Ibu, apakah perempuan berhak untuk mendapat peluang yang sama dengan laki-laki di dunia karier/pekerjaan dalam ranah publik? (kalau berhak kenapa, kalau tidak kenapa, jelaskan) 5. Apakah Bapak dan Ibu setuju dengan kesetaraan gender yang selalu menjadi perbincangan di kalangan masyarakat? 6. Apakah menurut Bapak dan Ibu perlu adanya kesetaraan gender? (jika perlu, untuk apa dan mengapa?)