REPRESENTASI WARIA SEBAGAI FIGUR AYAH DALAM FILM LOVELY MAN KARYA TEDDY SOERIAATMADJA
SKRIPSI Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Oleh Hendika Sekti Pratama NIM 6662101747
KONSENTRASI JURNALISTIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2015
ABSTRAK Hendika Sekti Pratama. NIM 6662101747/2015. Skripsi. Representasi Waria Sebagai Figur Ayah Dalam Film “Lovely Man” Karya Teddy Soeriaatmadja. Isti Nursih, M.I.kom; Husnan Nurjuman, M.Si.
Penelitian ini didasari oleh anggapan masyarakat heteroseksual bahwa laki-laki haruslah maskulin dengan ciri laki-laki haruslah gagah, kuat dan mandiri sehingga laki-laki yang tidak dapat menunjukan kemaskulinan tersebut (feminis) akan dianggap abnormal oleh masyarakat heterogen. Film lovely man mengambarkan bagaimana figur laki – laki yang memiliki karakter feminis atau biasa disebut waria hidup ditengah-tengah terpaan hegemoni masyarakat heteroseksual. Dimana masyarakat hetero mendiskriminasikan kaum waria baik secara verbal maupun non verbal. Melihat fenomena yang terjadi di Indonesia terhadap waria. Maka, film lovely man menjadi perwakilan tentang kehidupan waria dimasyarakat. Dengan menggunakan analisis Charles Sanders Pierce mengenai tanda menunjukan bahwa waria dalam film lovely man mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat meskipun waria tersebut memiliki keluarga, figur ayah yang dibangun dalam film Lovely Man, direpresentasikan dengan melakukan pemisahan dikotomis antara laki-laki dan perempuan dengan melekatkan sifat dan perilaku tertentu yang seharusnya mereka lakukan. Lebih jauh film ini juga merepresentasikan bagaimana transgender, sebagai gender nonnormatif, menjalani kehidupan yang akrab dengan dunia malam serta bagaimana identitas mereka ditolak masyarakat. film ini juga mencoba untuk keluar dari nilai-nilai heteronormatif. Bagaimana seorang transgender bisa memiliki pasangan dan anak seperti pasangan heteroseksual pada umumnya dan jika dilihat secara ideologis ataupun kepentingan, film ini memperjuangkan gagasan mengenai kesetaraan gender.
Kata kunci : Representasi, Heteroseksual, keluarga, waria, Patriarki
ABSTRACT
Hendika Sekti Pratama. NIM 6662101747/2015. Undergraduate Thesis. Transgender representation as father figure in “Lovely Man”, a film directed by Teddy Soeriaatmadja. Isti Nursih, M.I.Kom; Husnan Nurjuman, M.Si. This Study is based on heterogeneous community‟s belief that men must be manly, strong and independent. Any male who fails to show his masculinity traits would be considered as abnormal by heterogeneous society. The Lovely Man film represents a male figure with feminine characters, also know as transgender, lives in the middle of the exposure to the hegemony of heterosexuals community. In which heterogeneous community discriminates transgenders verbally and nonverbally. Reflecting social phenomenon occurs to transgenders in Indonesia, Lovely Man is a suitable representative of transgender in society.Analysis using Peirce‟s theory of signs show that the transgender in Lovely Man is disriminated by society. Father figure shaped in the Lovely Man film is dichotomically separting between males and females by embedding specific traits and behavior to each gender. Furthermore the film represents how transgender,as non-normative gender, living a nightlife and how their identity bring rejected by community. This film seeks to go out of the heteronormative values. How transgender is able to have partner and children as heterosexual couple in general. Ideologically, this film fights for the idea of gender equality.
Keywords: representation, heterosexual, family, transgender, patriarchy
Lembar Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan untuk dua malaikat saya Ibu Sunarsih & Mayabela Rengganis
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang tidak terkira dan tidak terbatas, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah berupaya semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan peneliti untuk mendapat hasil yang terbaik dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini juga dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua. Dalam kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya terutama kepada orangtua yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan sampai terselesaikannya skripsi ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3. Neka Fitriyah, S.Sos M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi. 4. Puspita Asri Praceka, S.Sos M.Ikom selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi. 5. Rangga Galura,Dipl.Ing (FH)., M.Si selaku dosen pembimbing akademik sejak peneliti kuliah semester pertama hingga selesai.
6. Isti Nursih, S.Ip, M.Ikom selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi. 7. Husnan Nurjuman., S.Ag.,M.Si selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar mentrasfer khazanah ilmu pengetahuan serta membimbing peneliti untuk menyelesaikan skripsi. 8. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada peneliti. 9. Seluruh Staf Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti melancarkan penyelesaian administratif selama berkuliah disini. 10. Mayabela Rengganis S.Sos yang menjadi pengingat, fasilitator dan partner sampai saat ini. 11. Terima kasih juga untuk Azy Syahrial Fauzi S.Pd yang telah terlebih dahulu menjadi penggerak pendidikan di desa tertinggal, Ade Wira Sakti S.Pd yang menjadi motivasi peneliti bahwa hidup harus berdo‟a dan berusaha, Mamduh Jamaludin S,pd, Reza Trisandi, Ahmad Fauzan S.Pd yang kembali mengejar gelar keduanya, Ansorul Hidayat S.pd yang akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikannya dan seluruh kawan-kawan D12 baik yang pernah berkunjung untuk sekedar bertukar pikiran atau sekedar bersenda gurau. 12. Teman-teman Komunikasi Jurnalistik 2010, Mardi, Rangga, Ucup, Iqbal (Nying-nying), Galuh, Agung, Romi, Putut, Alif (Black), Vicy (Lacuk), dan kawan kawan Humas baik dikelas F ataupun kelas lainnya. 13. Kawan-kawan Organisasi UMC (Nanis, Fawas, Madan, Irfie, Wahyu, Timbul, dan seluruh dewan penuh pertimbangan), Kawan-kawan HIMAKOM (Inge, Eki, Yuda, Amel, Budi, Anton, Beni, Ningsih, Fairuz, dll), KOVIKITA (Novran, Jonah Silas, Aan, Nanda, Dayat dll) BEM
FISIP (Teh Amy, Pupu, Dian, Jaro, Haedi, Rengga, dll) serta kawan – kawan Lab.TV, Pers Orange yang merelakan tempatnya dijadikan arena singgah sebelum memulai perkuliahan. 14. Terima Kasih juga teruntuk kawan–Kawan Redaksi Detik.com khususnya Divisi News DetikHealth Mbak Vita, Mas Uyung, Bang Reza, Mbak Rahma, Mbak Ajeng, Mbak Herni, Anwar dan Ghea yang telah memberi kesempatan peneliti untuk belajar menjadi jurnalis kilat. 15. Terima Kkasih juga untuk rekan-rekan Redaksi Warta Ekonomi (Mas Hatta, Mas Hendra, Mbak Childa, Mas Haikal, Mas Wijil, Aldi, Aries, Mas Pandu, Mamanya Dastan, dll) terima kasih pengalaman berharga bisa bekerja di media dengan penuh tantangan dan kendalanya. 16. Tidak lupa kawan-kawan KKM 15 tahun 2013 Desa. Rancailat Kab. Tangerang (Abah Didin, Syahnez, Marlin, Sopyan, Solihin, Nila, Linda, Risca,dll ) Terima kasih atas pengalaman dan shareing ilmunya.
Dan seluruh kawan-kawan yang tidak dapat peneliti sebut satu persatu yang telah membantu peneliti menyelesaikan penelitian ini ataupun pemberi saran dan masukan bermanfaat, Insya Allah seluruh kebaikan kalian menjadi ladang pahala dan dimuliakan oleh Allah SWT, Aamiin.
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 13 1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................... 13 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................14 1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................................14 1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................. 14 1.5.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 15 1.5.3 Manfaat Sosial ................................................................................. 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ............................................................................................ 16 2.1.1 Komunikasi Massa .......................................................................... 16 2.1.1.1 Karakteristik Komunikasi Massa .................................... 18 2.1.1.2 Fungsi Komunikasi Massa ................................................19 2.1.2 Pengertian Film ............................................................................... 22 2.1.2.1 Unsur Pembentuk Film ................................................... 26 2.1.3 Representasi ................................................................................... 27 2.1.4 Pengertian Waria ............................................................................. 30 2.1.5 Pengertian Ayah ............................................................................. 32 2.1.5.1 Peran Ayah ...................................................................... 33 2.1.6 Budaya Patriarki .............................................................................. 36 2.1.7 Hegemoni .........................................................................................37 2.1.8 Heteronormativitas........................................................................... 40 2.1.7 Semiotik Charles Sanders Pierce .................................................... 43
2.2 Kerangka Berfikir ........................................................................................... 50 2.3 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian ..................................................................................... 55 3.2 Pendekatan Penelitian .................................................................................... 57 3.3 Jenis Penelitian............................................................................................... 58 3.4 Unit Analisis.................................................................................................. 59 3.5 Satuan Pengamatan........................................................................................ 63 3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................. 65 3.6.1 Dokumentasi .................................................................................. 66 3.6.2 Studi Pustaka ................................................................................... 66 3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 67 3.8 Jadual Penelitian ..............................................................................................72
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ........................................................................... 73 4.1.1 Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures ................................ 74 4.1.2 Karya ................................................................................................75 4.1.3 Teddy Soeriaatmadja ....................................................................... 76 4.1.4 Deskripsi Film Lovely Man .............................................................77 4.1.5 Sinopsis Film Lovely Man ............................................................. 79 4.1.6 Penokohan ....................................................................................... 80 4.1.6.1 Karakter Syaiful/Ipuy (Dony Damara) ..............................80 4.1.6.2 Karakter Cahaya (Raihannun)........................................... 81 4.2 Hasil Penelitian .............................................................................................. 83
4.2.1 Film Lovely Man Dalam Unsur Pemaknaan Semiotik Charles Sanders Peirce ................................................................................. 83 4.3 Pembahasan.................................................................................................... 96 4.3.1 Perlawanan Budaya Patriaki Melalui Representasi Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man ................................................. 96 4.3.2 Hegemoni Masyarakat Heteronormativitas Melalui Representasi Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man .................. 99 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 102 5.2 Saran ............................................................................................................ 104
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ......................................................................................................... 29 Tabel 2.2 ......................................................................................................... 50 Tabel 2.3 ......................................................................................................... 51 Tabel 2.4 .......................................................................................................... 54 Tabel 3.1 ......................................................................................................... 62 Tabel 3.2 ......................................................................................................... 64 Tabel 3.3 ......................................................................................................... 65 Tabel 3.4 ......................................................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 ....................................................................................................46 Gambar 4.2 ....................................................................................................80 Gambar 4.3 ......................................................................................................81 Gambar 4.4 ....................................................................................................83 Gambar 4.5 ....................................................................................................85 Gambar 4.6 .....................................................................................................87 Gambar 4.7 ....................................................................................................89 Gambar 4.8 ....................................................................................................92 Gambar 4.9 ...................................................................................................94
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Waria adalah istilah baku dalam tata bahasa Indonesia yang berarti wanita pria atau pria yang memiliki perasaan seperti wanita. Namun masyarakat Indonesia lebih akrab dengan istilah “Banci” atau “Bencong” yang merupakan bagian dari bahasa Indonesia informal untuk menyebut seorang laki-laki yang berpakaian atau berbicara sebaliknya atau tidak sesuai dengan kelaminnya. Pada budaya patriarki, masyarakat yang menggunakan sistem patriaki lebih mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki sebagai sosok panutan atau pemimpin dibanding dengan garis keturunan Ibu/perempuan dalam sebuah kelompok sosial masyarakat. Patriaki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki jauh lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. 1 Laki-laki dewasa selalu diidentikkan dengan sifat maskulin yang tegas, gagah, mandiri, tidak menangis (cengeng)2 dan bertanggung jawab terhadap kelompok ataupun keluargaaanya.
Didalam keluarga, laki-laki dewasa
dibebankan tanggung jawab lebih dibanding perempuan dengan sebutan ayah. Selaku kepala keluarga seorang ayah dijadikan sebagai figur panutan karena 1
Saroha Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi. Jakarta: Trans Media Cengeng = Mudah menangis; suka menangis; lemah, tidak mandiri. Sumber : www.kbbi.web.id/cengeng diakses 20 Agustus 2015 pukul 13:52 WIB 2
1
dinilai mampu memimpin dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Namun bagaimana jika predikat Ayah yang memiliki sifat maskulin tersebut dimiliki oleh seorang laki-laki dewasa yang memiliki kepribadian ganda, tidak hanya menjadi sosok maskulin melainkan memiliki sosok feminis. Hal ini yang kemudian bertolak belakang dengan sistem patriarki dimana Laki-laki haruslah maskulin, Sehingga laki-laki yang memiliki sifat feminis bagi masyarakat partriarki dianggap abnormal dan menyalahi norma yang berlaku. Dikarena menyalahi norma yang berlaku dimasyarakat menyebabkan laki-laki feminis atau biasa disebut waria,banci atau bencong mendapatkan perlakuaan diskriminatif dari masyarakat. Berangkat dari logika tersebut, maka perlakuan diskriminatif yang ditujukan kepada waria baik dalam bentuk verbal maupun non verbal akan membentuk stigma negatif dimasyarakat hetero. Stigma negatif tersebut yang kemudian membentuk pola pikir baru yang mendeskripsikan seseorang maskulin atau feminim hanya berdasarkan tindakan heteroseksis atau disebut dengan heteronormatif. Heteronormatif sendiri merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah norma yang meyakini bahwa manusia dibedakan menjadi dua gender yang berbeda (laki-laki dan perempuan), bersifat saling melengkapi, dan memiliki peran alamiahnya masing-masing dalam kehidupan yang kemudian lahir istilah oposisi biner. Saskia Wieringa, Nursyahbani Katjasungkana, Irwan M Hidayana dalam buku Membongkar Seksualitas Perempuan Yang Terbungkam mengatakan heteronormatif
sesungguhnya seksual normatif atapun non-normatif yang merupakan hasil dari konstruksi sosial masyarakat itu sendiri. 3 Heteronormatif sendiri tidak akan terjadi bila tidak adanya hegemoni yang dibangun oleh masyarakat dominan. Seperti yang di utarakan Gramsci dalam Nezar Patria, Hegemoni adalah Sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan
dalam
masyarakat
baik
secara
institusional
maupun
perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral.4 Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya. Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain (penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi. Dengan demikian mekanisme yang digunakan masyarakat dominan dalam hal ini masyarakat hetero dilakukan dengan penguasaan kepada kelas bawah (non-hetero) menggunakan ideologi yang akhirnya masyarakat hetero merekayasa kesadaran masyarakat non-hetero sehingga tanpa disadari, mereka rela dan mendukung kekuasaan kelas dari masyarakat yang dominan. 3
Saskia E Wieringa, Nursyahbani katjasungkana, Irwan M Hidayana.2007. membongkar seksualitas perempuan yang terbungkam. Jakarta:Kartini Network 4 Nezar Patria. 1999. Antonio Gramsci Negara & Hegemoni.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Di lingkungan masyarakat terdapat bermacam-macam perbedaan, mulai dari status sosial, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya. Perbedaan inilah yang seharusnya saling dihargai oleh satu sama lain. Perbedaan tersebut diharapkan dapat mempersatukan semua lapisan masyarakat dan dipandang secara positif. Masyarakat yang menganut pola pikir heteronormatif sebagai ideologi seksual (nilai dasar yang menuntun seseorang atau sekelompok orang dalam seksualitas), akan menganggap bahwa seks diluar heteroseks adalah tidak normal. Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
kemudian
heteronormatif
berkembang menjadi sebuah ideologi yang disebut Heteronormativitas. Heteronormativitas dalam sebuah jurnal yang di tulis oleh Dr. Argyo Demartoto, M.Si. berjudul Seks, Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai Ideologi tentang keharusan
untuk
menjadi heteroseksual, yang didasarkan pada penindasan orientasi seksual lain yang tidak berorientasi reproduksi keturunan seperti onani, masturbasi atau homoseksualitas. Juga keharusan akan kesesuaian antara identitas gender dan identitas seksual dimana jika beranatomi laki-laki harus maskulin, dan sebaliknya bila beranatomi perempuan maka harus feminim. 5 Gayle Rubin melalui bukunya yang berjudul Thinking About Sex (1984) menyatakan bahwa pada masyarakat yang heteronormatif, relasi yang terbaik dan diharapkan adalah relasi heteroseksual, marital dan prokreatif. Ideologi heteronormativitas pula yang secara hegemoni mengajarkan
5
Argyo Demartoto.2013.Seks,Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian.Surakarta: FISIP UNS
masyarakat untuk berpikir secara dikotomis: laki-laki dan perempuan, maskulin dan feminin. Waria dengan status gender dan orientasi seksual di luar dari dikotomi tersebut dianggap „abnormal‟ dan lekat dengan kesan menyimpang. Koeswarno dalam bukunya yang berjudul Hidup Sebagai Waria, menjelaskan bahwa waria secara fisik adalah laki-laki normal, memiliki kelamin yang normal, namun mereka merasa dirinya perempuan dan berpenampilan
tidak ubahnya seperti perempuan lainnya. 6 Waria oleh
masyarakat hetero dikelompokan sebagai bagian dari kelompok “Abnormal” karena tidak sejalan dengan aturan heteroseks seperti halnya LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) akhirnya mendapatkan diskriminasi sosial dan mengkonstruksikan makna waria dimasyarakat. Budaya Patriarki serta dogma agama juga mengambil peran penting untuk membentuk seperangkat sistem, dimana laki-laki dipusatkan dengan maskulinitasnya dan perempuan dengan feminimitasnya. Pada budaya patriarki feminitas yang identik dengan perempuan dijadikan sebagai The second sex atau jenis kelamin kedua yang yang cenderung tunduk dibawah kontrol laki-laki hal ini kemudian berimplikasi pada waria atau sebagai lakilaki feminim yang kemudian turut mendapat tekanan dan kekerasan atas feminitas yang dimilikinya. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan berbasis gender maupun seksualitas yang menimpa waria inilah yang kemudian dilanggengkan masyarakat untuk mendiskriminasi.
6
Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara
Dengan adanya sudut pandangan seperti ini para waria secara tidak langsung akan terdiskriminasi dari kehidupan sosial dan mendapat penolakan dari masyarakat dominan dikarenakan pola pikir dikotomis tersebut. Hal-hal inilah yang nanti akan menimbulkan diskriminasi sosial. Padahal dalam pasal 1 butir 3 Undang-Undang No.39/1999 Tentang HAM telah disebutkan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan, yang langsung ataupun tak langsung, didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik,ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya. 7 Untuk menekan diskriminasi tersebut semakin meluas berbagai cara dilakukan agar waria mendapat pengakuan atas keberadaan mereka, diantaranya adalah munculnya berbagai penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan waria didalamnya. Selain itu munculnya berbagai figur waria saat ini seperti Dorce Gamalama yang mengeksistensikan dirinya dibidang hiburan, Solena Chaniago dengan profesinya sebagai Master Barber di Amerika Serikat dengan salah satu prestasinya sebagai pencukur rambut Bill Clinton yang merupakan Presiden ke 42 Amerika Serikat. Ataupun Dena Rachman mantan artis cilik yang beralih profesi menjadi seorang Desainer
7
Undang-Undang No.39 tahun 1999 pasal 1 Butir 3 tentang HAM
Fashion ternama Italia, Merupakan langkah awal usaha mereka untuk diterima di lingkungan masyarakat. Selain itu penggunaan media massa digunakan sebagai salah satu cara mereka untuk mendapat pengakuan, Salah satunya adalah program yang ditayangkan disalah satu televisi swasta yang berjudul Be A Man pada tahun 2008, dimana dalam tayangan tersebut kehidupan seorang waria dibentuk agar menjadi laki-laki maskulin dengan pelatihan dan pendidikan bergaya militer yang dilatih oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia). Pengangkatan tokoh waria dalam film-film layar lebar oleh para sineas seperti film Taman Lawang, Lovely Man, Betty Bencong Slebor, Madam X dll. Menjadi cara lain waria mendapatkan legalitas dimasyarakat Saat ini masyarakat Indonesia sangat antusias terhadap film-film dalam negeri dan jumlah film tersebut semakin meningkat setiap tahunnya. Apalagi film-film yang memunculkan tokoh waria. Pada bulan Mei 2013 Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Marie Pangestu dalam syukuran dan puncak perayaan Hari Film Nasional ke-63 di Balaiurang Soesilo Soedarman, mengatakan dari periode Januari hingga pertengahan Mei 2013, terdapat 44 judul film Indonesia yang dirilis, jumlah tersebut meningkat dari tahun lalu yang hanya 40 judul film Indonesia. 8 Pada dasarnya film berperan sebagai sarana hiburan namun menurut Denis McQuail, Film adalah sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebisaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat 8
www.tempo.co/read/news/2013/05/29/111484323/marie-pangestu--jumlah-film-Indonesiameningkat di akses 24 maret pukul 15.07 WIB
umum. 9 Film-film yang beredar dimasyarakat setidaknya memiliki pesan moral maupun makna-makna tertentu. Secara denotasi film dipahami sebagaimana adanya dan penikmat film tidak perlu berusaha banyak untuk lebih menggali dan memahami secara mendalam. Inilah
yang
menjadi
kekuatan sebuah film sebab lebih mudah memberikan sesuatu yang mirip dengan kenyataan serta mengkomunikasikan sesuatu dengan teliti yang jarang dilakukan oleh bahasa tulisan maupun lisan. Sistem bahasa mungkin lebih berkemampuan untuk mengemukakan dunia ide secara imaginatif, tapi sistem bahasa tidak begitu sanggup untuk menyampaikan informasi terperinci tentang realita-realita fisik. Film adalah pesan komunikasi yang membutuhkan interpretasi lebih dalam untuk mendeskripsikan gambaran akan makna. Lebih lanjut, film menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit, yaitu sistem
kode
yang
tandanya
bermuatan
makna-makna
tersembunyi.
Kekuatan makna bukan terletak pada apa yang dilihat tapi justru apa yang tidak dilihat. Kehadiran sebuah imajinasi dalam film tidak sekedar karena bacaan visual pola pikiran namun
film memberikan pengalaman
mental yang merupakan stock of knowledge untuk menyediakan kerangka referensi dan rujukan bagi individu dalam kesatuan tindakannya. Film sendiri mempunyai makna yang unik diantara media komunikasi lainnya. Selain sebagai media komunikasi yang efektif dalam penyebarluasan ide dan gagasan, film juga merupakan media ekspresi seni yang memberikan
9
Denis Mc Quail. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga Hal:13
jalur pengungkapan kreatifitas, dan media budaya yang menggambarkan kehidupan manusia dan kepribadian suatu bangsa. Perpaduan kedua hal tersebut menjadikan film sebagai media yang mempunyai peranan penting dimasyarakat. Sobur mengatakan bahwa kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi
khalayaknya. 10 Lain
halnya dengan Marcel Danesi dalam bukunya Pengantar Memahami Semiotika Media mengatakan bahwa film telah menjadi obat yang sempurna untuk melawan kebosanan, akibatnya medium film telah menjadi kekuatan besar dalam perkembangan budaya pop yaitu budaya yang karakteristik pendefenisiannya adalah pembauran dan percampuran seni serta pengalih perhatian secara beragam. 11 Dalam berbagai macam penelitian mengenai efek film terhadap masyarakat, hubungan antara film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (isi) dibaliknya tanpa ada balasan (feedback). Untuk menggugah kesadaran kritis atas fenomena-fenomena yang terhadap waria salah satu sineas berbakat Indonesia Tedy Soeriaaatmadja pada tahun 2011 mengangkat fenomena waria ini dalam sebuah film yang berjudul Lovely Man produksi Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures. Sebagai gambaran singkat film ini menceritakan seorang anak bernama Cahaya berumur 19 tahun yang diperankan oleh Raihaanun, Ia merupakan seorang 10 11
Alex Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya hal : 127 Marcel Danesi. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra hal: 23
gadis muslim sederhana dan tinggal bersama ibunya, sedangkan sang ayah Saiful yang diperankan Dony Damara, meninggalkan mereka pada saat Cahaya berumur 4 tahun. Oleh sang ibu, Cahaya dibesarkan dengan nilai-nilai keislaman. Dimana dalam film tersebut Cahaya diceritakan bersekolah di sebuah pesantren. Setelah dewasa, Cahaya memiliki sebuah masalah yang cukup sulit hingga ia memutuskan untuk mencari dan bertemu ayahnya berharap dapat menyelesaikan masalahnya. Berbekal sebuah alamat yang ia ambil dari ibunya. Serta sebuah foto dirinya ketika bersama sang ayah dahulu, Cahaya memberanikan diri pergi ke Jakarta untuk pertama kalinya. Dengan penuh harapan akan bertemu sang ayah. Sesampainya di Jakarta, ternyata mencariayahnya tidaklah semudah yang Ia bayangkan. Hingga akhirnya Cahaya mencari sang ayah ke sebuah tempat prostitusi transgender, Taman Lawang. Betapa terkejutnya dan kecewanya Cahaya, ketika melihat dan mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang transgender. Pertemuan itu sendiri tidak hanya mengejutkan Cahaya melainkan Syaiful sama terkejutnya dengan kehadiran Cahaya, Bahkan pada awalnya Ipuy sapaan akrab syaiful menolak kehadiran gadis tersebut. Namun jiwa kebapakan Syaiful tidak lantas hilang. Dalam kepekatan malam Jakarta Syaiful akhirnya memilih untuk menemani Cahaya dan berusaha mengisi kerinduan Cahaya pada sosok ayah yang telah lama Ia rindukan. Film yang digarap oleh Tedy Soeriaatmadja ini berhasil meraih tujuh penghargan pada tahun 2012. Dua penghargaan pertama untuk kategori aktor dan sutradara terbaik di Asian Film Award Hongkong, Kemudian penghargaan
Golden Reel, Lovely Man berhasil menyabet dua penghargaan untuk kategori Film dan sutradara terbaik, Sedangkan di Tel- Aviv LGBT International Film Festival mendapatkan penghargaan Best International Narative Feature. Selain itu pada tahun 2013 Lovely Man juga mendapatkan penghargaan Jati Emas untuk kategori Sutradara terbaik dan Skenario terbaik dipenghargaan Akademi Film Indonesia. Dalam
penelitian
ini
peneliti
membahas
bagaimana
waria
direpresentasikan sebagai figur ayah untuk melawan stigma negatif masyarakat terhadap hegemoni heteronormativias tersebut melalui simbol, tanda atau lambang pada setiap scene yang mewakili dalam film Lovely Man. Representasi
sendiri
adalah
proses
mengkodekan
(encoding)
dan
memperlihatkan (display) bentuk-bentuk simbolik yang mencerminkan posisi ideologis. Tim O'Sullivan dalam Saiful Totona, membedakan istilah representasi pada dua pengertian, pertama, representasi sebagai suatu proses dari representing. Kedua, representasi sebagai produk dari proses sosial representing. Sehingga pada tatanan pertama merujuk kepada proses, sedangkan yang kedua merujuk kepada produk dari pembuatan tanda yang mengacu pada sebuah makna. 12 Oleh karena itu untuk menganalisis bagaimana proses representasi tersebut terjadi peneliti akan menggunakan analisis semiotik dari Charles Sanders Peirce. Charles Sanders Peirce dalam elemen makna peircesan atau biasa disebut dengan Triangle of meaning membagi tanda menjadi tiga. 12
Saiful Totona. 2010. Miskin Itu Menjual: Representasi Kemiskinan sebagai Komodifikasi Tontonan.Yogyakarta: Ummu Press. hlm. 227.
Pertama adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri atau disebut dengan Sign. Kedua adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda atau biasa disebut dengan Object. Ketiga adalah pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis terhadap sesuatu atau konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada didalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk pada sebuah tanda atau disebut dengan Interpretant. Melalui analisis semiotik Charles Sanders Peirce inilah metode yang akan digunakan untuk meneliti makna semiotik dibalik setiap scene-scene film Lovely Man melalui bidang suara dan visual. Film Lovely Man sendiri menyajikan fenomena seorang transgender yang memiliki pasangan dan anak seperti pasangan heteroseksual pada umumnya dan masih tetap bertanggung jawab terhadap keluarganya dengan memberikan nafkah terhadap anaknya Meskipun stigma yang dibangun masyarakat beranggapan bahwa waria belum tentu memiliki pasangan seperti masyarakat heteroseks terlebih memiliki anak dikarena hegemoni heteronormatif tersebut. Karena film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. 13 Membuat peneliti semakin tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam sebuah skripsi berjudul :
13
Budi Irwanto. 1999. Film, Ideologi, dan Militer ; Hegemoni Militer dalam sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal: 13
“Representasi waria sebagai figur ayah dalam Film Lovely Man Karya Tedy Soeriaatmadja”
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka, permasalahan yang dapat di identifikasi untuk diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tanda (sign) merepresentasikan waria sebagai figur ayah pada film Lovely Man karya Tedy Soeriaatmadja ? 2. Bagaimana objek (object) merepresentasikan dirinya sebagai figur ayah? 3. Bagaimana Interpretan (interpretasi) figur ayah digambarkan pada film Lovely Man?
1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk menganalisis dengan menggunakan Semiotik Peirce tentang :
“ Bagaimana waria dalam film lovely man direpresentasikan sebagai figur ayah untuk melawan hegemoni heteronormativitas masyarakat ”
1.4. Tujuan Penelitian Dalam sebuah penelitian pastilah memiliki tujuan, dimana tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk
menemukan
tanda
(sign)
representasi
waria
digambarkan sebagai figur ayah dalam film Lovely Man karya Tedy Soeriaatmadja 2. Untuk menemukan Objek (Object) merepresentasikan dirinya sebagai figur ayah ? 3. Untuk menemukan Interpretan (interpretasi) waria dalm film Lovely Man digambarkan sebagai figur ayah untuk melawan hegemoni heteronormativitas masyarakat ?
1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis a. Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Komunikasi, khususnya komunikasi massa mengenai penggunaan semiotik Charles Sander Peirce dalam sebuah film. b. Dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian-penelitian lanjutan mengenai dunia perfilman, terutama yang berkaitan dengan pemaknaan waria dimasyarakat.
1.5.2 Manfaat Praktis a. Sebagai bahan referensi bagi kalangan pembuat film untuk mengangkat realitas sosial masyarakat melalui media massa. b. Sebagai bahan referensi atau acuan bagi penggiat seni bagaimana merepresentasikan sesuatu yang dianggap tabu dimasyarkat ke dalam sebuah bentuk karya seni.
1.5.3 Manfaat Sosial a. Untuk memberikan gambaran bagi masyarakat tentang waria yang memilki keluarga.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Komunikasi massa Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner. Komunikasi massa merupakan pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Tapi menurut Gerbner definisi komunikasi massa adalah : “Mass communication is the technologically and instituationlly based production and distribution of the broadly shared continious flow of message in industrial societies"
Produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. 14 Sedangkan menurut Rakhmat komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.15 Dengan demikian komunikasi massa atau komunikasi
melalui media
massa sifatnya "satu arah" (One way traffic). Begitu pesan disebarkan oleh komunikator, tidak diketahui apakan pesan tersebut diterima, dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. Komunikasi massa berbeda dengan 14
Elvinaro Ardianto dan lukiyati komala Erdiyana. 2004. Komunikasi massa suatu pengantar: Bandung: Simbiosa rekatama media. hal 3-4 15 Jalaluddin Rahmat. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama media hal : 189
16
komunikasi antarpersonal dan komunikasi kelompok. perbedaanya terdapat pada komponen-komponen yang terlibat didalamnya, dan proses berlangsungnya komunikasi tersebut. Komunikasi massa memiliki karakteristik seperti komunikator yang terlembagakan, pesannya bersifat umum, komunikannya anonim dan heterogen, media massa menimbulkan keserempakan
dimana
mengutamakan
isi
ketimbang
hubungan,
komunikasi yang bersifat satu arah memiliki batasan terhadap indra sehingga umpan balik (feedback) mengalami ketertundaan (delayed) atau bahkan tidak langsung (inderect). Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) dalam Nurudin mendefinisikan sesuatu yang disebut komunikasi massa dapat mencakup hal-hal sebagai berikut: 1.
Komunikator
dalam
komunikasi
massa
mengandalkan
peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula, antara lain surat kabar, majalah, televisi, film, ataupun gabungan di antara media tersebut. 2.
Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan
pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling mengenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain.
Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain. 3.
Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa
didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu diartikan milik publik. 4.
Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi
formal seperti jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya berorientasi pada keuntungan, bukan organisasi suka rela atau nirlaba.
Komunikasi massa juga dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa.
2.1.1.1 Karakteristik Komunikasi Massa Komunikasi massa pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh para ahli seperti menurut Wright dalam Ardianto komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama yaitu: 16
16
Elvinaro Ardianto. 2007.Komunikasi Massa Suatu Pengantar.Bandung: Simbosa Rekatama Media hal : 4
1) Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim. 2) Pesan disampaikan secara terbuka. 3) Pesan diterima secara serentak pada waktu yang sama dan bersifat sekilas (khusus untuk media elektronik).
Pada komunikasi massa, pesan ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu dikarenakan sifatnya yang heterogen dan anonim. Meskipun pesan tersebut diterima secara serentak pada waktu yang relatif bersamaan. Pesan tersebut akan terpilah dengan sendirinya berdasarkan dengan fungsi dari pesan tersebut. Sehingga pesan komunikasi massa biasanya bersifat umum atau terbuka yang dapat berupa fakta maupun opini.
2.1.1.2 Fungsi Komunikasi Massa Terdapat beberapa fungsi komunikasi massa, salah satunya yang dikemukakan oleh Effendy dalam Ardianto, secara umum yaitu: 17 1. Fungsi Informasi Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak
media
kepentingannya.
17
Ibid hal : 18
massa
yang
bersangkutan sesuai dengan
2. Fungsi Pendidikan Media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik seperti melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa, pendengar atau pembaca. 3. Fungsi Mempengaruhi Media massa dapat mempengaruhi khalayaknya baik yang bersifat pengetahuan (cognitive), perasaan (affective), maupun tingkah laku (conative).
Dalam sebuah film fungsi komunikasi massa terlihat begitu jelas dimana film tidak hanya dijadikan sebagai media hiburan melainkan memberikan nilai-nilai informasi yang edukatif bagi khalayak. Selain itu pesan yang disampaikan melalui film akan jauh mudah diterima ketimbang dengan pesan yang disampaikan secara konvensional atau langsung dikarenakan pesan yang disampaikan pada sebuah film dikemas dengan gaya yang berbeda dan mengikuti konteks sosial yang diangkat dalam film tersebut. Pendapat
lain
mengenai
fungsi
komunikasi
massa
juga
dikemukakan oleh Dominick dalam Ardianto, yaitu terdiri dari : 18 1. Surveillance
(Pengawasan)
Fungsi
ini
menunjuk
pada
pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadiankejadian dalam lingkungan maupun yang dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.
18
Ibid Hal 14-17
2. Interpretation (Penasiran) Fungsi ini mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpesona atau komunikasi kelompok. 3. Linkage (Pertalian) Fungsi ini bertujuan dimana media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 4. Transmission of values (Penyebaran nilai-nilai) Fungsi ini artinya bahwa media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. 5. Entertainment (Hiburan) Fungsi ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan pikiran halayak, karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.
Dari beberapa fungsi yang dikemukakan oleh para ahli terdapat benang merah yang sama bahwa komunikasi massa selain memberikan unsur hiburan juga memiliki fungsi untuk memberikan informasi yang memiliki nilai edukatif serta fungsi mempengaruhi melalui isi pesan yang disampaikan kepada khalayak.
2.1.2 Pengertian Film Media komunikasi adalah alat bantu yang digunakan dalam mengefektifkan transformasi dua arah, yaitu sebagai perantara dalam penyampaian pesan-pesan sosial. Sehingga media komunikasi massa adalah alat bantu yang digunakan untuk mengefektifkan penyampaian pesan pada masyarakat. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran, dan televisi, keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah, keduanya disebut sebagai media cetak serta media film. film sebagai media komunikasi massa adalah bioskop.19 Film dapat didefinisikan sebagai karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya dengan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan atau lainnya. Film juga dapat digunakan sebagai media menjalin hubungan relasi sosial masyarakat.20 Film memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjangkau banyak segmen sosial, karena film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayak luas. harus diketahui bahwa hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap 19
Elvinaro Ardianto dan lukiyati komala Erdiyana. 2004. Komunikasi massa suatu pengantar: Bandung: Simbiosa rekatama media. hal:3 20 Asrul Seni. 1984. Cara menghayati sebuah film. Jakarta : Yayasan Citra. Hal: 3
masyarakat hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahamai secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya tanpa pernah berlaku sebaliknya. kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasari atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film tersebut dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikan ke atas layar.21 Selain itu film juga berperan sebagai pengalaman dan nilai. Film hadir dalam bentuk penglihatan dan pendengaran, melalui penglihatan dan pendengaran,
film
memberikan
pengalam-pengalam
baru
kepada
penonton. Pengalaman tersebut yang kemudian memberi nuansa perasaan dan pikiran kepada penontonnya. selain itu juga film memiliki kekuatan untuk membentuk budaya masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selain memberikan penerangan, pendidikan dan membentuk budaya dalam masyarakat, media film merupakan media yang memiliki pengaruh luar biasa dalam membentuk persepsi dibenak audiensnya. Pada tahun 1888 Thomas Edison untuk pertama kalinya mengembangkan kamera citra bergerak. Ketika itu ia membuat film sepanjang 15 detik yang merekam salah satu asistennya ketika sedang bersin. Sesudah itu, Lumire bersaudara memberikan pertunjukan film sinematik kepada umum di sebuah kafe di Paris.22 Pada titik ini fim telah menjadi media bertutur manusia, sebuah alat komunikasi, menyampaikan 21 22
Alex sobur. 2004.Semiotik komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal: 126 Sobur.Ibid hal :69
kisah. jika sebelumnya bercerita hanya dapat dilakukan dengan lisan dan tulisan, kini muncul satu medium lagi: dengan gambar bergerak, yang diceritakan adalah perihal kehidupan. disini lantas kita menyebut film sebagai representasi dunian nyata. Dibanding dengan media yang lain, film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat mungkin dengan realitas sehari-hari. Pembuat
film
biasanya
melakukan
pengamatan
terhadap
masyarakat dan direkonstruksi serta menuliskan skenario hingga film selesai dibuat. Meski demikian, realitas yang tampil dalam film bukanlah realitas sebenarnya. Film menjadi imitasi kehidupan nyata yang merupakan hasil seni, dimana didalamnya diwarnai dengan nilai estetis dan pesan-pesan tentang nilai yang terkemas rapi. Dalam kajian semiotik, film adalah salah satu produk media massa yang menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Caranya adalah dengan mengetahui apa yang dimaksud atau di representasikan oleh sesuatu, bagaimana makna digambarkan, dan mengapa ia memiliki makna. Sebagai tampilan pada tingkat penanda, film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Pada tingkat petanda, film merupakan cermin kehidupan metaforis. Jelas bahwa topik film menjadi sangat pokok dalam semiotik media karena didalam genre film terdapat sistem signifikasi yang di tanggapi orang-orang masa kini
dan melalui film mereka mencari rekreasi, inspirasi, dan wawasan pada tingkat interpant.23 Marcel Danesi dalam buku Pengantar Memahami Semiotika Media, menuliskan tiga jenis atau kategori utama film, yaitu Film Fitur, Film Dokumenter, dan Film Animasi.
24
Namun pada penelitian ini peneliti
hanya akan terfokus pada film fitur. Film Fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa narasi yang dibuat dalam tiga tahap . Tahap produksi merupakan periode ketika skenario diperoleh. skenario ini bisa berupa adaptasi dari novel, atau cerita pendek, cerita fiktif atau kisah nyata yang dimodifikasi, maupun karya cetakan lainnya; bisa juga ditulis secara khusus untuk dibuat filmnya. tahap produksi merupakan masa berlangsungya pembuatan film berdasarkan skenario. Tahap terakhir, Post-Produksi (editing) ketika semua bagian film yang tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu. Film adalah salah satu bentuk komunikasi yang melibatkan tanda dan simbol dalam produksinya, serta mengandung makna di dalamnya. tanda dan simbol menjadi sasaran komunikasi antara pembuatan film (sutradara) dengan penikmat film. Dalam produksi film pembuatan makna pada tanda dan simbol sangat erat kaitannya dengan pemberi pesan, apa dan bagaimana pesan itu disampaikan kepada si penerima pesan. sedangkan makna dianggap sebagai yang muncul sebelum transmisinya
23
Marcel Danesi. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalan sutra hal: 134 24 Ibid Hal:134-135
tersalurkan melalui film. Pesan suatu film dapat ditransmisikan tanpa masalah kepada penonton yang pasif. 25
2.1.2.1 Unsur Pembentuk Film Himawan Pratista dalam buku Memahami Film mengatakan. Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuknya yakni 26: 1. Unsur naratif Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. 2. Unsur sinematik Unsur sinemantik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film yaitu: 2.1 Mise-en-scene: Setting atau latar, tata cahaya, kostum dan make up, serta akting dan pergerakan pemain. 2.2 Sinematografi: Perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil. 2.3 Editing: Transisi sebuah gambar (shoot) ke gambar (shoot) lainnya. 2.4 Suara: Segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indra pendengaran.
25 26
Joanne Hollows. 2010. Feminisme, feminitas dan budaya populer. Yogyakarta: Jalan sutra hal:57 Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka hal 1-2
Kedua unsur tersebut saling bertinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tersebut tidak akan dapat membentuk film jika hanya berdiri sendiri.
2.1.3 Representasi Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggaris bawahi hal-hal tertentu dan hal lain diabaikan. 27 Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan representasi tentang sesuatu mengalami proses seleksi. Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai, proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Atau lebih tepat dapat diidefinisikan sebagai penggunaan „tanda-tanda‟ (gambar, suara, dan sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik. Stuart Hall dalam Indiawan ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, “bahasa” yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam “bahasa” yang lazim, supaya kita dapat
27
David Croteau and William Hoyes.2003.Media Society, Industry, Image, and Audiences.3 Edition.USA:Sage Publications
rd
menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu.28 Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Isi media bukan hanya pemberitaan tetapi juga iklan, film dan hal-hal lain di luar pemberitaan, intinya bahwa sama dengan berita, film juga merepresentasikan orang-orang, kelompok atau gagasan tertentu. John Fiske dalam Wibowo merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui tabel dibawah ini.
Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti REALITAS perilaku, make up, pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya. Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti REPRESENTASI
kata, proposisi, kalimat,
foto, caption, grafik, dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lainlain). Elemen-elemen tersebut di transmisikan
28
Indiawan Seto Wahyu Wibowo. 2011. Semiotik Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Hal : 22
ke
dalam
kode
memasukkan
representasional
diantaranya
bagaimana
yang objek
digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain lain) Semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode ideologi, seperti individualisme, IDEOLOGI liberalisme, sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.
Tabel 2.1 : Tiga proses dalam representasi Sumber : Wibowo, Semiotika komunikasi aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media,2011)
Pertama, tahap realitas dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Di sini realitas selalu siap ditandakan. Kedua, tahap representasi dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lainlain. Ketiga, tahap ideologis dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana
kode-kode
representasi
dihubungkan
dan
diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang
ada dalam masyarakat. Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah -ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan. Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi.
2.1.4 Pengertian Waria Waria atau wanita pria dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai bencong yang mana merupakan istilah bagi laki-laki yang menyerupai perilaku wanita. Dalam istilahnya waria adalah laki-laki yang berbusana dan bertingkah laku sebagaimana layaknya wanita. Pendapat lain mengenai waria adalah kecendrungan seseorang yang tertarik dan mencintai
sesama
jenis.
Sedangkan
Koeswarno
dalam
bukunya
menjelaskan bahwa waria adalah individu-individu yang ikut serta dalam sebuah komunitas khusus yang para anggotanya memahami bahwa jenis
kelamin
sendiri
itulah
yang
merupakan
objek
seksual
paling
menggairahkan. 29 Secara fisiologis waria itu sebenarnya adalah pria. Namun pria (waria) ini mengidentifikasikan dirinya menjadi seorang wanita. Baik dalam
tingkah
dan
lakunya.
Misalnya
dalam
penampilan
atau
dandanannya ia mengenakan busana dan aksesori seperti wanita. Begitu juga dalam perilaku sehari-hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang wanita yang memiliki sifat lemah lembut.30 Menurut Benny D Setianto dalam Hesti dan Sugeng, menemukan empat kategori kewariaan: pertama, pria yang menyukai pria, kedua, kelompok yang secara permanen mendandani diri sebagai perempuan atau berdandan sebagai perempuan, ketiga, kelompok karena desakan ekonomi
harus
mencari
nafkah dengan berdandan dan beraktivitas
sebagai perempuan, keempat, kelompok coba coba atau memanfaatkan keberadaan kelompok itu sebagai bagian dari kehidupan seksual mereka. 31 Dari kelompok-kelompok waria tersebut pada umumnya mereka melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal, umumnya mereka berprofesi di bidang-bidang yang memerlukan keterampilan yang biasa dilakukan wanita. Seperti salon, butik atau di bidang kesenian, meskipun ada juga yang kerja kantoran. Para waria juga sering tampil apa adanya artinya tidak menutup-nutupi ciri kewariaan mereka. Biarpun berpakaian
29
Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta:Lkis Pelangi Aksara. ibid 31 Hesti P dan Sugeng P. L. 2005. Waria dan Tekanan Sosial. Malang: UMM press. Hal: 09 30
laki-laki tetapi gaya bicara dan tingkah laku mereka punya kekhasan. Seperti layaknya wanita, mereka juga berpakaian seperti wanita, lengkap dengan pernak-perniknya. Dahulu para waria cenderung tertutup dan malu-malu namun kini mereka lebih berperan dan terbuka.32
2.1.5 Pengertian Ayah E.H Tambunan menjelaskan bahwa Ayah adalah orang tua lakilaki seorang anak. dalam hubungannya dengan anak, Sebutan "ayah" ditujukan pada ayah kandung (ayah secara biologis) atau ayah angkat. panggilan "ayah" juga dapat diberikan kepada seseorang yang secara de facto bertanggung jawab memelihara seorang anak meskipun antara keduanya tidak ada hubungan darah. Ayah merupakan gelar yang diberikan kepada seorang pria apabila pria itu telah memiliki anak, terlepas apakah anak itu anak kandung atau anak angkat. kata ayah disebut juga bapak atau father dalam bahasa Inggris
yang
mengandung
banyak
pengertian.
dalam
hubungan
kekerabatan kata ayah memberikan pengertian sebagai kepala keluarga yang diharapkan membawa kesejahteraan bagi keluarganya. Masyarakat pada umumnya menuntut peran tanggung jawab yang lebih besar dari seorang ayah. Bukan saja seorang ayah dituntut supaya dapat memenuhi
32
http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-waria.html diakses hari senin 7 April 2014 Pukul 23.07 WIB
kebutuhan keluarga sehari-hari, tetapi lebih dari pada itu, yakni tanggung jawab untuk dapat mewariskan keturunan manusia yang lebih baik.33
2.1.5.1 Peran Ayah Peran merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh individu sebagai anggota masyarakat. 34 Setiap orang mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan kehidupannya. Hal itu seklaigus mengartikan bahwa peran menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peran adalah ia mengatur perilaku seseorang, oleh karena itu peran menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Interaksi antar individu dalam masyarakat dipahami sebagai suatu tata hubungan yang tidak melihat kepada siapasiapa anggota yang terlibat didalam hubungan itu melainkan pada pengaruh-pengaruh yang dipancarkan atau dijalankan oleh masing-masing individu dan dengan siapa seseorang berinteraksi. Peran adalah tata hubungan antara dua hal yang tergantung dari apa yang disumbangkan,
33 34
E.H Tambunan. 1985. Pria Teladan. Bandung: Indonesia Publishing House hal : 29 E.K Poerwandari. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hal : 667
artinya apa yang dilakukan seseorang untuk menimbulkan atau memelihara tata hubungan tersebut.35 Tanggung jawab seorang ayah merupakan satu pokok bahasan yang sangat penting dalam kehidupan. Tantangan untuk mewariskan generasi yang lebih baik harus mendapat tanggapan yang sungguhsungguh akan kemana dan bagaimana genrasi tersebut dikemudian hari, masa depannya juga ditentukan dengan bagaimana pembinaan para ayah sekarang terhadap anak-anaknya terutama tanggung jawab. Tanggung jawab seorang ayah harus lebih banyak diberikan mengingat lebih hebatnya tantangan yang akan dihadapi anak-anak masa kini. Menurut Olen (1987) dalam E.H Tambunan, ada empat peran dari pihak orang tua sehubungan dengan tahap-tahap pertumbuhan anak, yaitu:36 1.
Sebagai Pengasuh Seorang ayah yang baik akan mengasuh dan memelihara anakanaknya dengan penuh kasih sayang.
2.
Sebagai penguasa Seorang ayah memiliki otoritas untuk mendidik serta mengarahkan perilaku anak-anak.
3.
Sebagai Konsultan Seorang ayah menjadi tempat bertanaya maupun meminta pendapat serta saran atas perilaku anak-anaknya.
35
Natalia Yessi Christianawati. 2008. Peran Ayah pada Perkembanagn Sosio-Emosional Anak Autis. Semarang:Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. 36 E.H Tambunan, Opcit hal 16
4.
Sebagai teman dialog Seorang ayah dapat menjadi seorang sahabt, tempat berkeluh kesah anak-anaknya dan berbagi pengalaman hidup.
Sementara menurut Mc. Adoo dalam Christianawati peran ayah dibagi menjadi lima, sebagai berikut : 1. Provider (penyedia dan pemberi fasilitas) 2. Protector (pemberi perlindungan) 3. Decision Maker (pembuat keputusan) 4. Child Specialiser and Educator (Pendidik dan yang menjadikan anak sosial) 5. Nurtured Mother (pendamping ibu)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis peran ayah secara garis besar dapat disebutkan antara lain sebagai berikut: sebagai penyedia dan pemberi fasilitas; pemberi pengasuhan dan perlindungan; pembuat keputusan penyelesai masalah; pendidik dan pendisiplin anak yang menjadikan anak sosial; teman bermain dan berdialog.
2.1.6 Budaya Patriarki Gazalba dalam Prasetya menjelaskan kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan suatu waktu.37 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebudayaan adalah: (1) Hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. (2) Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya untuk menjadi pedoman tingkah laku.38 Sastriyani dalam buku Glosarium, Seks dan Gender menjelaskan Patriarki
adalah
sistem
pengelompokan
masyarakat
sosial
yang
mementingkan garis keturunan bapak/laki-laki sedangkan patrilineal adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau bapak. 39 Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. 40 Di negara-negara barat, Eropa barat termasuk Indonesia, budaya dan ideologi patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat. Pada tatanan kehidupan sosial, konsep patriarki dijadikan sebagai landasan ideologis dan pola hubungan gender 37
Prasetya, ST, dkk. 2004. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta : PT Rineka Citra hal : 30 Salim, dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 39 Sastriyani, S. S. H. 2007. Glosarium, Seks dan Gender.Yogyakarta : Carasuati Books Hal :65 40 Saroha Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi, Jakarta : Trans Media Hal : 42 38
dalam masyarakat, dan dalam praktiknya secara sistematik akan saling berhubungan dengan pranata pranata sosial lainnya. Perbedaan gender sebetulnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui mitos-mitos, sosialisasi, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak adil terutama bagi mereka yang memiliki karakter feminis bagi lakilaki dan maskulin bagi perempuan. Sikap masyarakat patriaki yang kuat ini mengakibatkan masyarakat cenderung tidak menanggapi atau berempati terhadap segala tindak kekerasan baik verbal maupun non verbal yang menimpa terhadap kelompok waria. Sehingga mengakibatkan timbulnya ketimpangan pada konsep budaya patriarki seperti maskulinitas adalah stereotype tentang laki-laki yang dapat dipertentangkan dengan feminitas sebagai steretotype perempuan. Maskulin selalu diidentikan dengan sifat jantan yang ada pada tubuh laki-laki, maskulinitas sendiri adalah kejantanan seorang laki-laki yang dihubungkan dengan kualitas seksual. 41
2.1.7 Hegemoni Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu „eugemonia‟. Yang diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota (polism atau citystates) secaara individual
41
Sastriani, S. S.H Opcit Hal : 77
misalnya yang dilakukan oleh negara Athena dan Sparta terhadap negaranegara lain yang sejajar (Hendarto, 1993:73). Jika dikaitkan pada masa kini, pengertian hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinan dari suatu negara tertentu yang bukan hanya sebuah negara kota terhadap negara-negara lain yang berhubungan secara longgar maupun secara ketat terintegrasi dalam negara “pemimpin”. Hegemoni dikembangkan oleh seorang filsuf Marxis Italia yaitu Antonio Gramsci (1891-1937). Konsep hegemoni dikembangkan atas dasar dekonstruksi terhadap konsep-konsep Marxis ortodoks. Chantal Mouffe dalam bukunya yang berjudul Notes on the Sourthen Question untuk pertama kalinya menggunakan istilah hegemoni ini di tahun 1926. Hal ini kemudian disangkal oleh Roger Simon, menurutnya istilah hegemoni sudah digunakan oleh Plekhamov sejak tahun1880-an.42 Secara umum, hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan. Bisa juga hegemoni didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok yang lain, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominasi terhadap kelompok yang didominasi/dikuasai diterima sebagai sesuatu yang wajar dan tidak mengekang pikiran.43 Adapun teori hegemoni yang dicetuskan 42
Ratna, Nyoman Kartha. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal :181 43 https://synaps.wordpress.com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/ di akses pada Minggu 21 Juni 2015 Pukul 12:28 WIB
Gramsci adalah Sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral. 44 Hegemoni Gramsci menekankan kesadaran moral, dimana seseorang disadarkan lebih dulu akan tujuan hegemoni itu. Setelah seseorang sadar, ia tidak akan merasa dihegemoni lagi melainkan ia sadar melakukan hal tersebut dengan suka rela. Jadi terdapat dua jenis hegemoni, yang satu melalui dominasi atau penindasan, dan yang lain melalui kesadaran moral. Hegemoni dengan dominasi atau penindasan merupakan hegemoni konsep Marxis ortodoks, biasanya bernuansa negatif. Sementara itu hegemoni menurut Gramsci, adalah hegemoni dengan kepemimpinan intelektual dan moral, biasanya bernuansa positif. Hegemoni Gramsci sendiri memuat ide-ide tentang usaha untuk mengadakan perubahan sosial secara radikal dan revolusioner. Gagasan hegemoni Gramsci telah mengandung isu-isu pokok dalam studi kultural, seperti tentang pluralisme, multikultural, dan budaya marginal. Jadi hegemoni Gramsci menolak konsep-konsep
yang mengedepankan
kebenaran mutlak, baik yang terkandung dalam Marxisme maupun nonMarxisme.
44
Nezar Patria.1999.Antonio Gramsci Negara & Hegemoni.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Menurut Gramsci, ideologi tidak otomatis tersebar dalam masyarakat, melainkan harus melalui lembaga-lembaga sosial tertentu yang menjadi pusatnya.45 Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya. Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain (penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi. Dengan demikian mekanisme yang digunakan masyarakat dominan dalam hal ini masyarakat hetero dilakukan dengan penguasaan kepada kelas
bawah
(non-hetero)
menggunakan
ideologi
yang
akhirnya
masyarakat hetero merekayasa kesadaran masyarakat non-hetero sehingga tanpa disadari, mereka rela dan mendukung kekuasaan kelas dari masyarakat yang dominan.
2.1.8 Heteronormativitas Hegemoni laki-laki atas perempuan memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial, agama, hukum tersosialisasi secara turun menurun dari generasi ke generasi. 46 Timbulnya kemaskulinitasan pada budaya patriarki
45
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 74 Darwin, Muhadjir. 2001. Menggugat Budaya Patriarki, Yogyakarta : Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Penelitian kependudukan Hal: 98 46
karena adanya anggapan bahwa laki-laki menjadi sejati jika ia berhasil menunjukkan kekuasaannya atas perempuan. Dikarenakan telah menjadi budaya dan mengakar sebagai Ideologi. masyarakat patriaki, sehingga menciptakan satu tataran baru dalam sudut pandang lain mengenai gender yaitu Heteronormativitas atau sering juga disebut heteronormatif. Heteronormativitas adalah sebuah pandangan, pola pikir, kerangka tindakan berbasis heteroseksis (hubungan romantisseksual laki-laki dengan perempuan).47 Heteronormativitas dalam sebuah jurnal yang di tulis oleh Dr. Argyo Demartoto, M.Si. berjudul Seks, Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai Ideologi tentang keharusan untuk menjadi heteroseksual, yang didasarkan pada penindasan orientasi seksual lain yang tidak berorientasi reproduksi keturunan seperti onani, masturbasi atau homoseksualitas. Juga keharusan akan kesesuaian antara identitas gender dan identitas seksual dimana jika beranatomi lakilaki harus maskulin, dan sebaliknya bila beranatomi perempuan maka harus feminim. 48 Lalu mengapa hal ini menjadi permasalahan dan diperbincangkan, ternyata didalam definisi heteronormativitas melibatkan bias pendapat, diskriminatif (tidak adil, menghakimi) dan stigmatif. Ambil contoh pada pendapat-pendapat berikut; seks diluar heteroseks adalah tidak normal,
47
http://lakilakibaru.or.id/2014/12/heteronormativitas-sebagai-bentuk.html diakses hari Jum’at 16 Januari 2015 pukul 14.06 WIB 48 Argyo Demartoto.2013.Seks,Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian.Surakarta: FISIP UNS
seks yang “diizinkan” hanyalah heteroseks sedangkan pasangan sejenis tidak dibenarkan (imoral). Dalam perjalanannya heteronormativitas tidaklah sesederhana yang telah disebutkan sebelumnya, Namun, ada aspek-aspek lainnya yang mempengaruhi pandangan-pandangan ini. Termasuk perlakuan-perlakuan dan pendapat-pendapat bias lainnya yang kemudian menjadi persoalan yang
berasal
dari
konstruksi
heteronormatif
tersebut.
Akhirnya
heteronormativitas tersebut menjadi bumerang yang memukul balik kaum hetero. Bagaimana Heteronormatif itu dapat muncul dan berkembang hal ini diawali oleh sebuah diskursus terkenal yang di suarakan oleh seorang antropolog feminis Gayle Rubin (1993) bahwa
Heteronormativitas,
ideologi heteroseksualitas adalah bentuk hubungan seksual yang sah, tidak lagi dipertanyakan. Dari sinilah terlihat bahwa praktik-praktik lain dianggap “tidak normal”, sehingga ketika ada sebagian orang yang ingin mengekplorasi
seksualitas
(diluar
konteks
ketubuhan),
dianggap
“berlebihan”. Heteronormativitas ini juga akhirnya menyebabkan lahirnya aturan-aturan yang bias dan seksis. Diantaranya adalah; mengatur cara berpakaian laki-laki dan perempuan, diskriminasi, stereotype, stigmatisasi terhadap gender dan identitas gender tertentu, pengdiskriminalisasi orientasi seks dan identitas gender diluar aturan heterosentris. Hal-hal inilah yang tanpa disadari menjadi hegemoni dan menyebabkan
ketidakadilan pada suatu kelompok tertentu. Disamping itu pandanganpandangan lain seperti dogma agama membuat hegemoni-hegemoni tersebut secara tidak sadar telah melanggengkan pandangan dari kelompok mayoritas mengenai heteronormativitas. Hegemoni heteronormativitas
yang dikemukakan Rubin diatas
mengalami berbagai proses dan menjadi suatu nilai yang “benar”. Nilai ini kemudian semakin menyebar dan akhirnya menempatkan kelompokkelompok yang ada diluar lingkaran menjadi marginal dan rentan (Vulnerable Group). Secara internal kelompok-kelompok ini tak pernah luput dari hegemoni. Sebagai contoh adalah perempuan yang condong menyalahkan kelompoknya sebagai penyebab terjadinya perkosaan. Lalu kelompok Gay menjadi lebih tertutup akibat dampak homofobia yang menganggap kelompoknya “tidak normal” dan “berdosa”. Pada film Lovely Man budaya patriarki serta hegemoni heteronormativitas dengan jelas digambarkan dalam scene-scene tersebut. Bentuk perlawanan masyarakat yang memandang rendah waria serta diskriminasi yang dilontarkan dan dikemas secara menarik oleh Teddy Soeriaatmadja sebagai penulis sekaligus sutradara film tersebut, Teddy memasukan unsur semiotik melalui tanda, simbol,setting dan lain-lain.
2.1.9 Semiotik Peirce Semiotik atau semiologi adalah studi tentang tanda dan cara tandatanda itu bekerja. Tanda pada dasarnya akan mengisyaratkan suatu makna
yang dapat dipahami oleh manusia yang menggunakannya. Bagaimana manusia menangkap sebuah makna tergantung pada bagaimana manusia mengasosiasikan objek atau ide dengan tanda, Hal ini selaras dengan pendapat Charles Sander Peirce bahwa semiotik sebagai "a relationship a many sign, an object, and a meaning..." suatu hubungan antara tanda , objek, dan makna.49 Kata "semiotika" berasal dari bahasa Yunani, Semion yang berarti "tanda" atau seme, yang berarti "penafsir tanda". Semiotik yang berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. "tanda" pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjukan pada adanya hal lain.50 Sedangkan semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.Tanda-tanda yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. 51 Semiotik menurut John Fiske mempunyai tiga bidang studi utama : 1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa di pahami dalam artian manusia yang menggunakannya.
49
Alex Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya hal :15 ibid hal :16-17 51 Ibid hal : 15 50
2. Kode atau sistem yang mengorganisaskan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan
suatu
masyarakat
atau
budaya
atau
untuk
mengeksploritasi saluran komunikasi yang tersedia untuk menstransmisikannya. 3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.
Dari pemahaman Jhon Fiske mengenai semiotik dan membaginya menjadi tiga bidang utama yaitu, tanda, kode atau sistem dan kebudayaan. Studi semiotika kemudian semakin berkembang hingga ke benua Amerika salah satu seorang filsuf terkenal yang saat itu mendalami studi ini adalah Charles Sanders Peirce. Pierce sendiri adalah seorang filsuf Amerika yang paling orisinal dan multidimensional. Bagi teman-teman sejamannya Ia terlalu orisional. Dalam kehidupan bermasyarakat, teman -temannya membiarkannya dalam kesusahan dan meninggal dalam kemiskin-an Perhatian untuk karya -karyanya tidak banyak diberikan oleh temantemannya. Peirce banyak menulis, tetapi kebanyakan tulisannya bersifat pendahuluan, sketsa dan sebagian besar tidak diterbitkan sampai ajalnya. Baru pada tahun 1931-1935 Charles Hartshorne dan Paul Weiss menerbitkan enam jilid pertama karyanya yang berjudul Collected
Papers of Charles Sanders Peirce. Pada tahun 1957, terbit jilid 7 dan 8 yang dikerjakan oleh Arthur W Burks. Jilid yang terakhir berisi bibliografi tulisan Peirce. Peirce selain seorang filsuf juga seorang ahli logika dan Peirce memahami bagaimana manusia itu bernalar. Peirce akhirnya sampai pada keyakinan bahwa manusia berpikir dalam tanda. Maka diciptakanlah ilmu tanda yang Ia sebut semiotik. Semiotika baginya sinonim dengan logika. Secara harfiah Ia mengatakan “Kita hanya berpikir dalam tanda”. Disamping itu Ia juga melihat tanda sebagai unsur dalam komunikasi. Semakin lama Ia semakin yakin bahwa segala sesuatu adalah tanda artinya setidaknya sesuai cara eksistensi dari apa yang mungkin (Van Zoest, 1993:10). Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretasi (Interpretant). Sign (X)
Objek (Y)
Interpretan (X=Y)
Gambar 2.1 Elemen Makna Charles Sanders Peirce (tanda peircean) Sumber : Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku teks dasar mengenai semiotika dan teori komunikasi, Yogyakarta : Jalasutra, tahun 2010
Pertama Sign adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Dalam Sign terdapat konsep mengenai Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns. 1. Qualisign adalah kualitas tanda. Hal ini tidak bisa benar-benar bertindak sebagai tanda sampai diwujudkan, tetapi perwujudan tidak ada hubungannya dengan karakter sebagai tanda. Qualisign merupakan sesuatu yang mempunyai kulalitas untuk menjadi tanda. Ia belum berfungsi sebagai tanda sampai ia terbentuk sebagai tanda. Qualisign dapat menjadi tanda bila Qualisign memperoleh bentuk. Saya contohkan warna pitih dapat menjadi tanda ketika berfungsi pada bendera putih, atau hati yang putih, seragam putih dan sebagainya. Warna putih pada awalnya adalah belum berfungsi sebagai tanda.52 2. Sinsign adalah sesuatu yang sudah terbentuk tetapi belum berfungsi sebagai tanda. Misalnya bendera putih tidak berarti apaapa ketika masih disimpan oleh tentara yang berperang, namun berfungsi sebagai tanda ketika dikibarkan di muka musuhnya. Sigsign dapat terbentuk dari beberapa qualisign.
52
IbidHal:209
3. Legisign adalah hukum yang merupakan tanda. Hukum yang dibentuk oleh para tokoh penentu kebijagan, atau yang berpengaruh di masyarakat. Tanda dalam bahasa tersusun berkat adanya tata bahasa. Setiap tanda konvensional adalah sebuah legisign. Ini bukan satu objek, tetapi tipe yang umum, telah disepakati, akan menjadi signifikan. Sehingga tanda bahasa yang merupakan legisign adalah bahasa yang merupakan kode yang disepakati oleh masyarakat (konvensi).
Kedua acuan tanda dalam semiotik peirce disebut dengan objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.Berdasarkan Objeknya Peirce membagi tanda-tanda dalam gambar dan dapat dilihat dari jenis tanda yang di golongkan dalam semiotik meliputi: ikon, indeks, simbol. 1. Icon adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya (terlihat pada gambar atau lukisan), 2. Index adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya. 3. Symbol adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim digunakan dalam masyarakat.
Ketiga Interpretant/Interpretasi sendiri merupakan pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatau atau Interpretasi adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk pada sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis ini adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.Dalam interpretant terdapat konsep berupa Rheme, Decisign, dan Argument. 1. Rheme adalah penanda yang bertalian dengan mungkin terpahaminya objek petanda bagi penafsir. 2. Decisign adalah penanda yang menampilkan informasi tentang petandanya. 3. Argument adalah penanda yang petandanya akhir bukan suatu benda tetapi kaidah.
2.2 Kerangka Berfikir Berikut tabel yang menjelaskan kerangka berfikir peneliti :
Stigma negatif masyarakat terhadap waria
waria yang memiliki keluarga
Hegemoni Heteronormativitas
Representasi Figur Ayah
Film Lovely Man
Semiotik Charles Sanders Peirce
Sign
Object
Interpretant
Representasi waria sebagai figur ayah dalam Film Lovely Man Tabel 2.2 : Kerangka berfikir Film merupakan produk dari komunikasi massa yang memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjangkau banyak segmen sosial dimana berpotensi untuk mempengaruhi khalayak. Film juga merupakan refleksi yang merepresentasikan realitas masyarakat. sebagai contoh dalam film
Lovely Man penonton akan diajak untuk menginterpretasikan waria dalam sudut pandang yang berbeda. Dalam teori semiotik Charles Sanders Peirce akan ditemukan sejumlah ground (Dasar/tanda), Object dan Interpretant (Interpretasi) atau lebih dikenal dengan teori segitiga makna. dalam teori Peirce Ground/Sign peneliti akan mengamati setiap tanda yang muncul, kemudian ditangkap oleh panca indra yang menjadi rujukan untuk masuk kedalam tahap Object. Setelah itu akan diteruskan ke tahap interpretasi yang memiliki dasar atas rheme, decisign dan argument.
2.3 Penelitian Terdahulu Untuk menghindari kesamaan terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut : Tabel 2.3 Judul
REPRESENTASI
MAKNA
WARIA
Representasi
Waria
REPRESENTASI
Sebagai
Figur
WARIA DALAM FILM
Ayahdalam film Lovely
(Studi Analisis Film
KINKY
Man
Indonesia dari Tahun
(Analisis
2003 – 2006)
Terhadap
FILM
DALAM INDONESIA
Boots
TANDA
BOOTS Semiotika Film Karya
Karya
Teddy
Kinky
Soeriaatmadja
Julian
(Analisis
Semiotik
Charles
Sanders
Jarrold)
Peirce) Penulis
Agustina Hadiati
Nunung
Kharisma Tri Saputra
Hendika Sekti Pratama
Tahun
2013
2010
2015
Penerbit
Ilmu
Ilmu Komunikasi, FISIP.
Ilmu
Universitas
FISIP.
Atmajaya Yogyakarta
Muhamadiyah Malang
Sultan Ageng Tirtayasa
Teori
Roland Barthes
Roland Barthes
Charles Sanders Peirce
Paradigma
Kritis
Kritis
Kritis
Metodologi
Kualitatif
kualitatif- interpretative
Kualitatif Deskriptif
Tujuan
Mengetahui bagaimana
Mengetahui
Untuk menemukan
representasi
representasikan
Komunikasi,
FISIP.
Universitas
waria
lewat
Komunikasi, Universitas
tanda (sign)
dalam film Indonesia
waria yang dimunculkan
representasi waria
dari tahun 2003-2006.
dalam
digambarkan sebagai
Boots
film
Kinky
figur ayah dalam film Lovely Man karya Tedy Soeriaatmadja
Untuk menemukan Objek (Object) merepresentasikan dirinya sebagai figur ayah ? Untuk menemukan Interpretan (interpretasi) waria yang menggambarkan dirinya sebagai figur ayah dalam film Lovely Man ?
Hasil
waria
dalam
film
film Kinky Boots karya
Indonesia dari tahun
Julian
2003-2006
memanfaatkan
peran
mendapat
yang
hanya
nilai
Jarrold nilai
-
liberalisme untuk
sebagai bahan olokan,
kepentingan
lelucon yang tidak ada
positif dari waria demi
hubungannya
dengan
mendukung keberadaan
dan
dan eksistensinya dalam
cerita,
ejekan
pencitraan
bahkan di gambarkan
masyarakat. Ini
sebagai
penggoda
dilihat dari scene-scene
ataupun
pelacur
yang
Sehingga dari analisis
waria
tersebut
positif
dapat
disimpulkan Film
Arisan!
bahwa dan
bisa
menggambaran dengan
sangat seperti,
kedudukan mereka yang bisa
lebihtinggi
Realita Cinta dan Rock
dibandingkan
„n” Roll ini melayani
masyarakat,
kepentinganideologi
mengalah
dan
kekuasaan
demi
kepentingan
heteroseksual terhadap
mayoritas,
juga berhak
homoseksual dalam hal
menentukan apa yang ia
ini adalah waria.
mau
kaum
bisa
dalam
hidupnya orang
tabah
menjalani
dan lain
bukan yang
menentukan jalan hidup mereka.
Selain
itu
mereka juga memiliki
.-
selera yang tinggi, juga mendapatkan dukungan dari
kelompok yang
selama ini bisa dibilang konservatif
dan
mendapat dukungan dari agama
Dari hasil tinjauan terhadap penelitian terdahulu dapat disimpulkan sebagai berikut : Tabel 2.4 Persamaan
1.
Yang menjadi objek penelitian adalah Waria dalam sebuah Film atau media massa
Perbedaan
2.
Sama-sama mencari makna dalam film
3.
Menggunakan teori semiotik
4.
Menggunakan Paradigma Kritis
5.
Menggunakan Pendekatan Kualitatif
6.
Menggunakan Metode analisis Semotik
7.
Jenis Penelitian berupa deskriptif
1.
Untuk menemukan makna-makna yang menggambarkan figur ayah dalam film tersebut.
2.
Menggunakan Teori Semiotik Charles Sanders Peirce.
3.
Menggunakan teori patriaki dan heteronormativitas
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian Dalam sebuah penelitian, dibutuhkan sebuah perspektif atau paradigma yang nantinya dapat bermanfaat untuk menelaah data, menurut Becker dalam Mulyana, paradigma adalah seperangkat gagasan untuk pengambilan sebuah keputusan53 atau suatu spesifikasi jenis – jenis tindakan yang secara layak dan masuk akal dilakukan orang, standar nilai ini yang memungkinkan orang dapat dinilai. Sedangkan Wimmer dan Dominick menyebut pendekatan dengan paradigma, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 54 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma kritis. Dalam paradigma kritis peneliti percaya bahwa mereka yang memiliki kekuasaan membentuk pengetahuan dalam arti bahwa pekerjaan mereka adalah untuk mempertahankan kondisi yang sudah ada.55Stuart Hall sendiri seperti yang dikuti richard West dan Lyna H Turner berpandangan bahwa ketidakseimbangan kekuasaan mungkin tidak selalu merupakan
53
Dedy Mulyana. 2001.Teknk Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: kencana .hal :5 Roger D Wimmer And Joseph R Dominick. 2000. Mass media research. New York: wads worth publishing company hal :102 55 Mc Graw Hill. 2007. Pengantar Teori Komunikasi;analisis dan aplikasi.Jakarta: Salemba Humanika hal 76 54
55
hasil dari strategi yang disengaja oleh pihak yang berkuasa. 56 Paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipenuhi oleh kekuatan sosial yang ada di masyarakat.57 Secara ontologis penelitian ini beranggapan bahwa realitas dalam film merupakan realitas semu, hasil dari sebuah konstruksi Teddy Soeriaatmadja sebagai penulis serta sutradara film Lovely Man yang dipengaruhi oleh faktor sosial, politik, budaya, ekonomi, nilai gender dan
sebagainya
serta
telah
terkristalisasi
dalam
film.
Secara
epistemologis, hubungan antara peneliti dengan realitas yang diteliti selalu dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Dimana tujuan dari peneliti adalah untuk mengungkapkan bagaimana pemahaman masyarakat dalam relitas yang dikonstruksi dalam film tersebut. Dalam proses konstruksi realitas tersebut film Lovely Man menjadikan waria sebagai objek yang terdiskriminasikan. Jadi secara ontologis, substansi penelitian ini telah
mengikuti paradigma kritis. Realitas
harus dipahami sebagai
kenyataan yang telah diperantarai oleh nilai-nilai (value mediated findings) antara si subjek dengan realitas sebenarnya. Dalam hal ini maknamakna serta pesan yang merepresentasikan figur ayah yang berperan sebagai waria diteliti secara semiotik dengan 56
menggunakan
Richard West dan Lyna H.Turner.2008.Intoducting Communication Theory; Analysis andApplication.3nd ed. New York 57 Eriyanto. 2001. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media.Yogyakarta: Lkis hal 6
analisis
Semiotik Charles Sanders Peirce. Sehingga secara metodologi. Paradigma kritis akan terbentuk. Dalam hal ini peneliti juga akan menggunakan sumber data berupa dokumentasi serta studi pustaka dan di cocokan dengan analisis semiotik Peirce guna memenuhi tuntutan metodologis paradigma kritis. Teknik penelitian seperti ini dilakukan tiada lain agar diperoleh pemahaman secara logis dalam menemukan representasi waria sebagai figur ayah.
3.2 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar belakang alamiah. tujuannya menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. 58 Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya. di sini yang lebih di tekankan adalah persoalan kedalam (kualitas) dan bukan banyaknya (kuantitas). 59 Metode kualitatif di gunakan karena untuk meneliti bidang ilmu sosial, dan khususnya komunikasi adalah lebih tepat jika dilakukan dengan metode kualitatif, karena pengkajian dilakukan lebih mendalam untuk lebih mengetahui fenomena-fenomena tentang aspek-aspek kejiwaan,
58
Lexy Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung. PT.Remaja Rosdakarya.hal 5 59 Rachmat Krisyantono. 2008. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana prenada Media Group. hal 56-57
perilaku, sikap, tanggapan, opini, perasaan, keinginan, dan kemauan seseorang atau kelompok.60 Maksudnya adalah data yang dikumpulkan bukan berupa angkaangka dan tidak lantas pula dilakukan uji statistik. Pada kualitatif data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Mengapa demikian, karena penelitian kualitatif tidak hanya mengkritisi yang terlihat saja, melainkan yang tidak terlihat juga.
3.3 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metodologi Kulaitatif dengan jenis deskriptif. Menurut Azwar (2000) metode
deskriptif
merupakan
metode
yang
bertujuan
untuk
menggambarkan secara sistematis faktual dan akurat, fakta dan karakteristik
mengenai populasi. Dalam penelitian ini, data yang
dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesa, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi. Menurut Hadi (2000) metode penelitian deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu.Pertimbangan penulis menggunakan metode deskriptif karena memiliki tujuan yang sama dengan keinginan penelitian penulis, yaitu
60
Rosady Ruslan, 2005, Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hal 70
hanya untuk melihat kondisi objektif yang terjadi dilapangan, lalu memaparkan keadaan atau peristiwa tersebut.
3.4 Unit Analisis Unit analisis adalah setiap unit yang akan dianalisis, digambarkan atau dijelaskan dengan pernyataan-pernyataan deskriptif. Yang menjadi unit
analisis
dalam
penelitian
ini
adalah
tanda-tanda
yang
merepresentasikan waria sebagai figur ayahdan tanda-tanda bentuk perlawanan masyarakat terhadap keberadaan waria yang memiliki keluarga. Sesuai dengan teori yang di gunakan maka peneliti menganalisis melalui analisis semiotik Charles Sanders Peirce. Adapun tanda-tanda tersebut meliputi kategori-kategori tanda yang ditonjolkan dalam film Lovely Man, yaitu ikon, indeks, dan simbol dengan makna yang ditautkan sesuai dengan konteks film tersebut. Sedangkan kode-kode yang ditampilkan dalam film ini dimaknai sebagai tata ungkap visual yang diaplikasikan melalui scene-scene yang di pernakan oleh para pemainnya. Terdapat 8 gambar yang penulis pilih dan nantinya akan dianalisis, berikut adalah gambar-gambar tersebut : No 1.
VISUAL
AUDIO
TIME
-“ssttt kenapa 00:19:08 loe,kalau gak biasa malem-malem di s/d jalan gak usah, -kenapa loe ? 00:19:55 masuk angin ? -loe udah makan belum ? makanya
Dalam scene ini Cahaya merasakan tidak enak badan dengan digambarkan Ia muntah-muntah didekat Ipuy. Kemudian Ipuy memberikan respon dengan bertanya pada cahaya
2.
kalau makan , makan nasi jangan makan angin" -sini ikut gue loe, sini !!!
-Cahaya: "Bapak Kenapa ?"
Scene ini menggambarkan saat Ipuy dan Cahaya sedang berada disebuah rumah makan, Ipuy merasa tidak nyaman dengan keberadaan Cahaya karena pada saat ini Ipuy masih berpakaian perempuan
00:21:30 s/d 00:22:18
-Ipuy : “Gakpapa, ngapain emang? Sebenernya lu malu gak sih duduk sama gue? “ -Cahaya : “Bapak malu duduk sama aku ?” -Ipuy : “Enggak, Siapa yang malu ? udah biasa diliatin orang - orang sekitar sini.”
3.
-Ipuy : Gue mau 00:35:20 nyanyi nih tapi harus pake suara s/d laki-laki, mau lagu apa ? 00:35:45 Scene ini menggambarkan bagaimana Ipuy mencoba untuk menghibur Cahaya dengan memainkan ukulele dan bernyanyi Bintang kecil dihadapan Cahaya.
-Cahaya : Aku ingetnya bapak nyanyinya kalau gak salah bintang kecil deh -_Ipuy : bintang kecil bintang besar gue bisa.
4.
-
00:45:45 s/d 00:45:55
Dalam Scene ini Ipuy memeluk Cahaya ketika Cahaya bercerita secara emosional dan menjelaskan kepada Ipuy kenapa Ia harus menemui bapaknya. Ipuy langsung merangkul cahaya sebagai bentuk respon kepedulian.
5.
-
00:46:06 s/d 00:46:08
Scene ini menggambarkan Ipuy memperkenalkan Cahaya kepada temanteman komunitasnya. Dan Cahaya merasa nyaman dengan digambarkan cahaya berekspresi tersenyum. Ketika Ipuy mengusap kepala Cahaya.
6.
Ipuy : “Intinya 00:48:06 adalah kamu jangan pernah kabur dari s/d masalah,jangan kamu ulangi 00:48:22 kesalahan orang tua kamu, penyesalan itu Scene ini menggambarkan Ipuy sedang pasti datang memberi nasehat kepada cahaya agar terakhir. Bapak tahu cahaya tidak mencontoh kehidupan seperti kok bapak salah, Ayahnya. bapak juga bukan jadi orang tua yang bener. Mana pernah bapak jadi orang tua, bukan berarti bapak harus jadi seperti kamu atau kamu jadi seperti bapak, Kamu adalah kamu.”
7.
Pada scene ini Ipuy menelpon mantan istrinya (Ibu cahaya) untuk memberitahukan bahwa Cahaya sedang bersama dirinya dan memberi pesan kepada mantan istrinya agar tidak memarahi cahaya
8.
Ipuy : "Iya dia 01:03:46 udah tidur, dia pasti capek. s/d -kenapa kamu bolehin dia dateng 01:04:32 kesini ? saya belum siap buat jadi bapak -Itu menurut kamu.terlalu banyak saya mengecewakan orang. saya gak mau mengecewakan anak saya sendiri. -kamu jangan terlalu keras dengan dia, dia sedang ketakutan. -udahlah kamu gak usah kuatir. dia pasti akan cerita kekamu - yah besok juga dia pulang kok
-
01:08:20 s/d 01:08:44
Pada scene ini nampak Cahaya mencium tangan Ayahnya sebagai bentuk perpisahan Cahaya dengan Ipuy sebelum Ia pergi menaiki kereta dilanjut dengan adegan memeluk erat Ipuy dengan diiringi isak tangis Cahaya.
Tabel 3.1 Tabel Unit Analisis
3.5 Satuan Pengamatan Menurut W. Gulo (2005:77) Satuan pengamatan adalah satuan tempat informasi yang diperoleh dari unit analisis atau satuan analisis dalam sebuah penelitian. Satuan pengamatan ini merupakan sumber data yang berhubungan erat dengan tujuan penelitian. Maka satuan pengamatan dalam penelitian ini adalah tokoh Ipuy yang berperan sebagai waria dan Cahaya yang berperan sebagai anak Ipuy sedangan satuan pengamatan yang lain merupakan instrumen penambah berupa objek-objek yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian ini seperti pemain pendukung (figuran),setting, pengambilan gambar, proses transisi, hingga objek-objek yang mewakili dengan penlitian Arikunto dalam Rachmat Kriyantono menjelaskan Instrumen penelitian atau disebut sebagai instrumen riset adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh periset dalam kegiatan mengumpulan data agar kegiatan itu menjadi sistematis dan dipermudah. Instrumen riset ini merupakan sebuah alat ukur untuk mengukur data dilapangan. 61 Alat ukur adalah alat bantu yang menentukan bagaimana dan apa yang harus dilakukan dalam mengumpulkan data. Karena pada dasarnya kegiatan pengumpulan data adalah kegiatan untuk melakukan pengukuran terhadap data mana yang sesuai dan mana yang tidak. Dengan kata lain, alat ukur ini sangat penting untuk mencari data dengan cara membatasi kebenaran dan ketepatan indikator variabel yang sudah ditetapkan dari
61
Ibid hal 94
data di lapangan, sehingga data yang terkumpul adalah sesuai dengan masalah dan tidak meluas. Dengan menggunakan teori Semiotik Charles Sanders Peirce maka berikut ini merupakan satuan pengamatan dalam film Lovely Man. Tabel 3.2 Tabel Pengamatan berdasarkan semiotik Peirce
VISUAL TEKS DAN AUDIO
Sign
Object
Interpretant
Dapat dilihat dengan indra penglihatan (mata) berdasarkan penglihatan. 62 Percakapan dialog atau suara yang di terjemahkan dalam bentuk teks sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatauatau konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk pada sebuah tanda.
Secara umum untuk mendapatkan satuan pengamatan secara jelas terhadap sign, object, interpretant maka peneliti membatasi penelitian dari sisi sinematografi yang dapat dijelaskan pada konsep pemaknaan Berger sebagai berikut 63 :
62 63
www.kbbi.id/visual diakses rabu, 10 September 2014 pukul 3.36 WIB. Arthur asa Berger. 1999. Media Analiysisi Techniques. Yogyakarta : Andi Offset. Hal: 33
Tabel 3.3 Tabel pemaknaan Peter L. Berger Penanda Close Up Medium Shot Long shot Pan down Pan Up Dolly In Fade In Fade Out Cut Wipe
Definisi Hanya wajah Hampir seluruh tubuh Seluruh tubuh Kamera megarah kebawah Kamera bergerak ke atas Kamera bergerak kedalam Gambar terlihat pada layar Gambar menghilang pada layar Gambar pindah dari gambar satu ke gambar yang lain Gambar terhapus pada layar
Petanda (Makna) Keintiman Hubungan personal Hubungan social Kekuasaan, Kewenangan Kelemahan, pengecilan Observasi, focus Permulaan Penutup Kebersambungan, menarik Penutup kesimpulan
3.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam sebuah penelitian kualitatif dibutuhkan sumber untuk mengumpulkan data-data baik berupa kata-kata, kalimat, atau narasinarasi. Data-data tersebut bisa berupa hasil dokumentasi, observasi, wawancara maupun studi pustaka. Pada tahap ini sebenarnya peneliti sudah mulai masuk pada tahap menganalisis data karena data tersebut akan berperan penting dalam riset penelitian kualitatif, sebagai faktor utama penilaian kualitas terhadap suatu riset. artinya kemampuan periset memberi makna kepada data tersebut, menjadi kunci apakah data tersebut memenuhi unsur realibilitas dan validitas penelitian.
3.6.1 Dokumentasi Dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data. Dokumen bisa berbentuk dokumen publik atau dokumen private. dokumen publik misalnya: laporan polisi, beritaberita surat kabar, transkrip acara TV dan lainnya. Dokumen privat misalnya : memo, Surat-surat pribadi,catatan telepon, buku harian individu dan lainnya. ada juga dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, dan kebijakan. dokumen yang berupa karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Dalam penelitian ini data yang diperoleh yaitu berupa observasi pada video atau gambar berformat DVDRip yang ditayangkan dalam film Lovely Man karya Tedy Soeriaatmadja produksi Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures.
3.6.2 Studi Pustaka Dalam penelitian ini peneliti menggunakan artikel yang diambil baik dari situs internet maupun koran yang akan dijadikan data sekunder. artikel atau buku yang akan digunakan adalah buku, karya ilmiah, koran dan lain-lain yang memiliki keterkaitan akan
penelitian yang akan diteliti. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian ialah pendayagunaan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. pemanfaatan
perpustakaan
dokumentasi
(data
primer).
ini
diperlukan.
dalam
baik
penelitian
ini
berbentuk peneliti
menggunakan beberapa artikel yang diambil baik dari situs internet maupun buku yang dijadikan sumber referensi (data sekunder).
3.7 Teknik Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis yang digunakan yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah. Analisis data dalam penelitian kualitatif di lakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai di lapangan. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif mengikuti model Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. 1. Reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya. Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya jika di perlukan. 2. Penyajian data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan atau hubungan antar kategori. Setelah melakukan reduksi data, maka
selanjutnya adalah mendisplaykan data, berupa bentuk tabel, grafik, phie chart, pictigram, dan sejenisnya. 3. Verifikasi dan penarikan kesimpulan, dengan catatan bahwa kesimpulan yang di dapatkan di dukung dengan bukti-bukti valid dan konsisten, maka telah terbentuk kesimpulan yang kredibel.
64
Secara lebih rinci, uraian ringkas mengenai langkah-langkah analisisnya diolah dari analisis semiotik: 65 a. Inventarisasi data, yaitu dengan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya baik dalam bentuk dokumentasi maupun studi kepustakaan. b. Kategorisasi model semiotik, menentukan model semiotik yang digunakan , yakni model semiotik Charles Sanders Peirce. c. Klasifikasi data, Indentifikasi teks (tanda), alasan-alasan tanda tersebut dipilih. tentukan pola semiosis, dan tentukan kekhasan wacana dengan mempertimbangkan elemen semiotika dalam scene yang dianggap mewakili representasi waria. d. Penentuan Scene tersebut menentukan Tanda Sign, yang terdiri dari Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns. e. Lalu Object yang juga merupakan makna denotasi yang memiliki unsur Icon, Index, Symbol. ditarik berdasarkan ideologi, Interpretan kelompok, Frame-work budaya, Aspek 64 65
Ibid, hlm 277 - 283 Rachmat Krisyantono,Op.Cit. Hal. 271-272
sosial, komunikatif, interteksualitas, kaitan dengan tanda lain, Hukum
yang
mengaturnya,
serta
bersal
dari
kamus
ensiklopedia maupun jurnal Ilmiah. f. Analisis data untuk membahas Interpretasi makna waria dalam film tersebut. g. Penarikan kesimpulan, penilaian terhadap data-data yang ditemukan dibahas dan dipadukan dengan sumber lain selama penelitian.
Dari uraian teori diatas maka dapat disimpulkan teknis satuan pengamatan berdasarkan sumber, yaitu : a. Peneliti Menonton Film Lovely Man terlebih dahulu b. Melakukan pengamatan adegan ataupun hal-hal yang terjadi dalam Scene tersebut. c. mengklasifikasi data dengan melakukan Capture-capture yang dianggap mewakili pemaknaan waria sebagai figur ayahdalam film tersebut d. Penentuan Scene tersebut menentukan Sign berdasarkan Qualisigns, Sinsigns, dan Legisigns. yang berupa pemaknaan terhadap waria. e. Analisis data Object yang memiliki konsep berupa Icon, Index, Symbol
h. Analisis data untuk membahas Interpretasi makna waria dalam film tersebut. f. Penarikan kesimpulan, penilaian terhadap data-data yang ditemukan dibahas dan dipadukan dengan sumber lain selama penelitian.
Sedangkan untuk menguji keabsahan data, penulis menggunakan teknik triangulasi.Triangulasi digunakan untuk mengetahui data yang di peroleh meluas, tidak konsisten atau kontradiksi. Dalam menggunakan triangulasi akan di peroleh data yang lebih konsisten, tuntas dan pasti. 66 Uji keabsahan data melalui triangulasi di lakukan karena dalam penelitian kualitatif untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat dilakukan dengan alat uji statistik, oleh sebab itu sesuatu dianggap benar jika kebenaran itu mewakili kebenaran orang banyak. 67 Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data yaitu menguji kredibilitas data dengan cara memeriksa data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang makna waria pada film, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan dari buku literatur, jurnal serta analisis dari peneliti. Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti penelitian kuantitatif, tetapi
66 67
Rosady Ruslan, Op Cit, hlm 241 Ibid, hlm 108
dideskripsikan, dikategorikan, mana yang memiliki sudut pandang yang sama dan mana yang berbeda dari spesifikasi sumber data tersebut. Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Mengutip perkataan Susan Stainback (1988) dalam buku memahami penelitian kualitatif karya sugiyono tentang triangulasi menyatakan bahwa “The aim is not determinate the truth about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase one‟s understanding of what ever is being investigated”. Tujuan dari penelitian kualitatif bukanlah hanya mencari kebenaran, tetapi lebih kepada pemahaman subyek terhadap dunia sekitar.68 karena realitas terkadang tidak akan sama dengan teori yang berlaku.
68
Ibid hal : 85
3.8 Jadual Penelitian Tabel 3.4 2014
2015 Bulan Ke-
No
Kegiatan
3
Pengajuan judul Penyusunan Proposal Seminar Seminar Proposal
4
Proses Pencarian Data
1
2
5
7
Sidang Outline Pengolahan Data Penyususnan Laporan Hasil Penelitian
8
Sidang Skripsi
9
Revisi Skripsi
6
4
5
6
7
8
9
10
11 12 1
2
3
4
5 6 7 8
c
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Film Lovely Man memiliki keunikan dibanding dengan film-film lain yang bergenre sama, film ini berusaha keluar dari nilai-nilai heteronormatif dengan memperlihatkan hubungan seorang waria yang memiliki keluarga terlebih memiliki anak. Meskipun pada awal cerita sang anak kecewa dengan bapaknya yang bekerja sebagai waria. Film ini juga menjadi salah satu film terbaik di Tel-Aviv LGBT International Film Festival. Selain itu, Donny Damara yang berperan sebagai (Ipuy) mendapatkan penghargaan untuk kategori „Best Actor‟ atas perannya sebagai waria dalam ajang Asian Film Award keenam. Akting Donny patut diacungi jempol. Karena berhasil membuat tokoh Ipuy (seorang waria) menjadi hidup. Totalitas Ia memerankan tokoh Ipuy terlihat dari cara Ia berbicara serta gesture tubuh yang ditonjolkan dalam film tersebut. Film berbiaya rendah dengan peralatan dan pencahayaa yang terbatas mampu digarap dengan baik oleh Teddy Soeriaatmadja selaku sutradara. Melalui Lovely Man Ia mampu merubah pandangan penonton terhadap citra Donny yang maskulin menjadi Donny (Ipuy) yang feminis. “Kita bikinnya dengan gaya survival, dengan lensa dan lighting yang apa adanya, lahir dari keterbatasan Resources hingga akhirnya menampilkan look seperti ini.” kata Teddy saat ditemui usai pemutaran 73
perdana film Lovely Man di Senayan City,Jakarta Selasa (8/5) malam. 69 Film ini menarik untuk diteliti mengingat kaum transgender selama ini mendapat tekanan sosial dan stigma negatif dari masyarakat. Padahal mereka juga bagian dari masyarakat yang berhak mendapat perlakuan yang sama dan perlindungan sesuai dengan undang-undang Indonesia. Film ini juga digunakan untuk menyuarakan kesetaraan bagi kaum LGBT terutama waria agar bisa hidup dan bekerja layaknya seperti masyarakat heteroseksual. Film ini membawa misi perubahan pola pikir khalayak, membawa pesan bahwa waria juga bisa bertanggung jawab atas apa yang menjadi pilhannya seperti masyarakat umumnya.
4.1.1 Investasi Film Indonesia dan Karuna Pictures IFI (Investasi Film Indonesia) adalah sebuah perusahaan investasi film yang khusus mencari investor untuk mendanai pembuatan suatu film yang diajukan oleh seorang sutradara. Berawal dari niat membantu sahabat dalam pendanaan sebuah produksi film ditahun 2004 PT. Investasi Film Indonesia yang didirikan oleh Adiyanto Sumarjono dan Madiyan Sahdinto mampun menelurkan berbagai karya yang banyak menarik perhatian masyarakat. IFI sendiri secara resmi didirikan pada Mei Tahun 2007 di Jl. Sampit 4 No 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
69
www.beritasatu.com/hiburan/47179-lovely-man-menggali-makna-hubungan-ayah-anak.html diakses Sabtu 11 April 2015 pukul 16.31 WIB
sejak saat itu Adiyanto Sumarjono sampai dengan sekarang mulai memproduksifilmnya sendiri. Sebelumnya IFI telah melakukan investasi
terhadap
beberapa
film-
film
Indonesia
seperti
Alexandria, Banyu Biru dan sebagainya. Tujuan utama berdirinya IFI adalah untuk memajukan perkembangan film Indonesia, baik melalui investasi terhadap filmfilm bermutu, maupun melakukan produksi sendiri yang tujuannya untuk memberikan dukungan kepada bakat-bakat muda. Pola kerja dari IFI (Investasi Film Indonesia) itu sendiri ialah bertugas mengatur investasi untuk mendanai pembuatan film. IFI bekerja pada saat produser datang menyodorkan proposal pembuatan sebuah film. Selain mengamati isi proposal yang ditawarkan, IFI juga melihat seperti apa skrip film yang diajukannya. Karena, 90 persen kekuatan film ada pada skrip. Setelah melihat apakah film itu layak dibuat atau diinvestasi. IFI akan menyebar proposal penawaran ke berbagai investor.70
4.1.2 Karya Saat ini terdapat beberapa karya dari para pembuat film seperti Salto Films (Shanty Harmayn), Rexinema, atau Miles menggaet perusahaan Investasi Film Indonesia (IFI) sebagai rekan 70
http://adeir.blogspot.com/2007/07/film-indonesia-termahal-modal-membuat.html diakses pada 13 April 2015 pukul 13.02 WIB
kerja untuk mendanai pembuatan film-film mereka. Salto Films bekerja sama dengan IFI saat membuat Banyu Biru (2005), Miles Pictures di film Untuk Rena (2005) dan Garasi (2006). Sedangkan Rexinema memakai jasa IFI saat memproduksi Alexandria (Rilis 24 November). Pada Film Lovely Man ini IFI bekerjasama dengan Karuna Pictures untuk memproduksi film yang menjadi bahan penelitian ini.
4.1.3 Teddy Soeriaatmadja Lahir di Tokyo Jepang, Teddy Soeriaatmadja memulai karirnya dengan film independen berjudul Culik kembali pada tahun 2001. Ia kini membuat lima film termasuk Banyu Biru, Ruang, Badai Pasti Berlalu, Ruma Maida dan Lovely Man. Selama beberapa tahun Teddy telah memenangkan berbagai penghargaan film di festival film bertaraf Internasional. Pada tahun 2011 Teddy dinominasikan sebagai Sutradara Terbaik untuk Film nya Lovely Man dipenghargaan Film Asia 2012. Ia dinominasikan dalam kategori yang sama dengan beberapa sutradara film seperti Ashgar Farhadi,Tsui Hark, Zhang Yi Mao, Sono Sion dan Wei Te Sheng. Dikenal karena perhatian terhadap detail, sinematografi yang menakjubkan dan kemampuan mendongeng membuat Teddy menjadi salah satu pembuat film yang diakui kemampuannya di Indonesia. Semangatnya untuk mendongeng dan pengambilan
sudut pandang yang unik dibidang sinematografi mampu ia proyeksikan dalam sebuah film, Video musik, Dokumenter dan Iklan Televisi yang akhirnya membuat Teddy menjadi sangat berhasil terutama mengenai pemahaman komunikasi visual. Teddy juga sering kali diminta untuk membuat iklan komersil oleh perusahaan-perusahaan ternama seperti UNILEVER, Heinz, Kraft, SUZUKI, L‟Oreal, Djarum dan banyak lagi. 71
4.1.4 Deskripsi Film (Crew and Cast) Executive Producer
: Millan Rushan Sendi Sugiharto
Producer
: Teddy Soeriaatmadja, Indra tamoron Musu, Adiyanto Sumardjono
Director
:Teddy Soeriaatmadja
Gambar 4.1
71
Ass director
: Azhar Kinoi Lubis
Direct Of Photography
: Ical Tanjung
Art Director
: Richard Sibuea
Screenplay
: Teddy Soeriaatmadja
Editor
: W Ichwandiardono
Music
: Bobby Surjadi
https://www.teddysoeriaatmadja.com diakses sabtu 16 Mei 2015 pukul 18.28 WIB
Costume
: Ve Verdinand
Make Up
: Eba Sheba
Sound
: Abdul Malik, Khikmawan Sentosa
Tanggal Edar
: Kamis, 10 Mei 2012
Format Syuting
: HD
Warna
: Warna
Sistem Suara
: Stereo
Bahasa Utama
: Indonesia
Pemeran Utama
:
Syaiful/Ipuy
: Dony Damara
Cahaya
: Raihaanun Soeriaatmadja
Pemeran Pendukung
:
Bos Preman
: Yayu Aw Unru
Preman 1
: Luddy Saputro
Preman 2
: John Guntar
Pacar Syaiful
: Ari Syarif
Pria Pelanggan
: Asrul Dahlan
Ibu di Rusun
: Lani Sonda
Cahaya Kecil
: Alma Zikra Syafia
Penjaga Warung Makan
: Jean
Penjaga toko kelontong
: Azhar Kinoi Lubis
Tukang Rokok
: Sumargiono
Tukang Ojek
:Taufik Geba
Banci 1
: Edi Nayangga
Banci 2
:Ve Verdinand
Banci 3
: Riswan aye setiawan
4.1.5 Sinopsis Film Lovely Man Film ini bercerita tentang seorang anak bernama Cahaya berumur 19 tahun yang diperankan oleh Raihaanun, Ia merupakan seorang gadis muslim sederhana dan tinggal bersama ibunya sedangkan ayahnya Saiful yang diperankan Dony Damara, meninggalkan mereka pada saat Cahaya berumur 4 tahun. Oleh sang ibu Cahaya dibesarkan dengan nilai-nilai keislaman yang ketat. Pada film Lovely Man Cahaya diceritakan bersekolah di sebuah pesantren. Setelah dewasa, Cahaya memiliki sebuah masalah yang cukup sulit dan memutuskan untuk mencari dan bertemu ayahnya. Berbekal sebuah alamat yang ia ambil dari ibunya. Serta sebuah foto dirinya ketika bersama sang ayah dulu, Cahaya memberanikan diri pergi ke Jakarta untuk pertama kalinya. Dengan penuh harapan akan bertemu sang ayah. Sesampainya di Jakarta, ternyata mencari ayahnya tidaklah semudah yang Ia
bayangkan. Hingga akhirnya Cahaya mencari sang ayah ke sebuah tempat prostitusi Transgender, Taman Lawang. Betapa terkejutnya dan kecewanya Cahaya, ketika melihat dan mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang Transgender. Pertemuan itu sendiri tidak hanya mengejutkan Cahaya melainkan Syaiful sama terkejutnya dengan kehadiran Cahaya, Bahkan pada awalnya Ipuy sapaan akrab syaiful menolak kehadiran gadis tersebut. Namun jiwa kebapakan Syaiful tidak lantas hilang. Dalam kepekatan malam Jakarta Syaiful akhirnya memilih untuk menemani Cahaya dan berusaha mengisi kerinduan Cahaya pada sosok ayah yang telah lama Ia rindukan.
4.1.6 Penokohan 4.1.6.1 Syaiful/Ipuy (Donny Damara)
Gambar 4.2 Syaiful/Ipuy
Ipuy atau Syaiful yang diperankan oleh Dony Damara adalah seorang transgender yang bekerja di lingkungan prostitusi di wilayah Taman Lawang Jakarta, Sebelum bekerja sebagai PSK
(Pelerja Seks Komersial) Ipuy sapaan akrab dikalangan temanteman komunitasnya pernah bekerja sebagai buruh bangunan di desa tempat ia tingga dahulu dan sempat menjalani kehidupan seperti masayarakat umumnya, hal demikian diperkuat bahwa Ipuy memiliki seorang istri dan seorang anak. Meskipun Ia memiliki keluarga dan cukup bahagia jiwa transgender yang dimilikinya selama ini membuat Ia merasa terpanggil untuk menjadi transgender seutuhnya. Sehingga Ia meninggalkan anak istrinya dikampung dan memilih menjadi transgender (waria) di Jakarta. Walaupun Ia bekerja sebagai waria dan memilih berpisah dengan keluarganya, Ipuy tetap melakukan tanggung jawabnya sebagai Ayah yaitu dengan memberikan nafkah kepada anaknya dengan cara mengirimi uang hasil Ia bekerja setiap bulan pada mantan Istrinya.
4.1.6.2 Cahaya/Aya (Raihannun Soeriaatmadja)
Gambar 4.3 Cahaya
Cahaya adalah anak dari keluarga broken home, Sejak usia 4 tahun Cahaya kecil sudah tidak bertemu dengan Ayahnya dan tinggal bersama ibunya. Dikarenakan ia tinggal bersama Ibunya Cahaya tidak mendapatkan peran pendidikan dari seorang Ayah. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Cahaya, sang Ibu menyekolahkan Cahaya di sebuah pesantren yang syarat akan nilai-nilai agama. Hingga pada suatu hari Cahaya ditimpa sebuah masalah dan membutuhkan sosok Ayah untuk menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dengan bermodal keberanian dan secarai kertas alamat yang Ia ambil secara diam-diam dari sang Ibu, Cahaya Remaja memberanikan diri mencari sang Ayah yang diperankan oleh Dony Damara di Jakarta. Sesampainya di Jakarta betapa kagetnya ketika mengetahui sosok Ayah yang menjadi motivasi dia untuk menyelesaikan masalahnya ternyata bekerja sebagai seorang Pekerja Seks Komersial di kawasan Taman Lawang yang terkenal akan komunitas warianya. Seketika itu juga hancur sudah harapan Cahaya untuk mendapatkan jawaban atas segala permasalahannya.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Film Lovely Man Dalam Unsur Pemaknaan Semiotik Charles Sanders Peirce Penelitian ini bertujuan mengetahui tanda-tanda bagaimana waria direpresentasikan sebagai seorang Ayah dalam film Lovely Man. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada bagian metodologi, peneliti akan menggunakan analisis semiotik dari Charles Sanders Peirce. Dalam prosesnya, peneliti akan mengawali dengan menghubungkan adegan pada setiap scene film Lovely Man.
Gambar 4.4
Frame 1-2 [00:19:08 s/d 00:19:55
Ipuy
: “ssttt kenapa loe,kalau gak biasa malem-malem di jalan gak usah, -kenapa loe ? masuk angin ? -loe udah makan belum ? makanya kalau makan, Makan nasi jangan makan angin" -sini ikut gue loe, sini !!!
Bertanya dan mencari tahu (sign)
Memberikan perhatian (Object)
Orang tua (Ayah) akan mencari tahu kondisi anaknya ketika mengetahui ada yang tidak beres terhadap kondisi anaknya dengan melakukan komunikasi (Interpretan)
Dalam gambar 4.4 diatas nampak Cahaya merasa mual dan ingin muntah, tergambar dengan raut wajah Cahaya yang menunjukan rasa tidak nyaman terhadap keadaan tubuhnya. Melihat kondisi Cahaya yang seperti itu, secara spontan Ipuy sebagai object menunjukan reaksi kepeduliannya terhadap Cahaya dengan tanda (sign) bertanya dan mencari tahu mengapa Cahaya berperilaku demikian dan akhirnya mengajak Cahaya untuk ikut dengannya pergi ke Rumah Makan terdekat. Interpretasi
tanda
tersebut
tergambar
melalui
cara
ipuy
memposisiskan dirinya sebagai figur seorang ayah. Menurut Olen dalam E.H Tambunan mengatakan bahwa peran seorang ayah yang baik akan mengasuh dan memelihara anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Bentuk perhatian orang tua dalam hal ini ayah, secara reflektif akan menggunakan bahasa sebagai bentuk komunikasi untuk menunjukan rasa kepedulian orang tua terhadap kondisi anaknya. Penggunaan bahasa sebagai saran komunikasi ini juga akan menuntun pemikiran remaja
bahwa orang tua pun pasti memiliki kepedulian terhadap dirinya. Secara, pemikiran remaja yang lebih bersifat egosentris dimana remaja mempunyai keyakinan bahwa orang lain akan memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dirinya sendiri. 72
Gambar 4.5
Frame 3 dan 4 [00:35:20 s/d 00:36:53
-Ipuy
: Gue mau nyanyi nih tapi harus pake suara laki-laki, mau lagu apa ?
-Cahaya : Aku ingetnya bapak nyanyinya kalau gak salah bintang kecil deh -Ipuy : bintang kecil bintang besar gue bisa Menyanyi (Sign)
Menghibur (Object)
72
Orang tua akan menghibur anaknya agar kembali ceria dan menambah kedekatan hubungan (Interpretant)
Santrock, John W. 1995. Perkembangan masa hidup jilid 2..terjemahan oleh Juda Damanika & Ach Chusairi. Jakarta: Erlangga.
Pada Gambar 4.5 Ipuy mencoba menghibur Cahaya dengan menyanyikan lagu Bintang kecil dan memainkan alat musik ukelele.73 Latar set yang digunakan pada scene ini mengambil tema disebuah warung makan kecil didalam pasar dengan lampu yang sedikit temaram sehingga memberikan kesan dramatis. Jika dirunut menurut tabel pemaknaan Berger pengambilan gambar pada scene ini menggunakan teknik Long shoot dimana teknik ini digunakan untuk memberikan kesan hubungan sosial antar pemain didalamnya. Dalam dialog percakapan yang dilakukan oleh Ipuy dengan Cahaya, Terdapat dialog Ipuy harus menggunakan suara laki-lakinya untuk menghibur cahaya dengan kalimat penegasan “Gue mau nyanyi tapi harus pake suara laki-laki” penekanan pada kata “harus” tersebut merupakan tanda (Sign) Ipuy mengisyaratakan dirinya sebagai seorang laki-laki yang harus memiliki suara berat dan menandakan dirinya merupakan sosok yang maskulin. Suara sendiri dihasilkan dari getaran pita suara ketika manusia berbicara atau mengeluarkan suara. Kemampuan getaran suara tersebut berbeda-beda pada setiap orang. Pada tubuh pria terdapat 3 pembagian suara yang menjadi ciri khas pria yaitu Tenor untuk suara tinggi, Bariton untuk suara sedang dan Bass untuk suara rendah. Salah satu karakter suara yang menonjolkan kesan bertenaga dan Jantan adalah suara Tenor. 74
73
Ukulele : Alat musik petik sejenis gitar berukuran kecil,dan merupakan alat musik asli Hawaii www.oocities.com/-ukulele/history.html diakses 25 Agustus 2015 pukul 23:25 WIB 74 www.forumbebas.com/thread-157708.html diakses 16 Mei 2015 Pukul 8:11 WIB
Pada film ini Ipuy harus menanggalkan suara Tenornya dan mengganti dengan suara Alto yang lebih feminis ketika dengan komunitas warianya ataupun saat melakukan percakapan dengan pelanggan, Namun pada scene ini karakter wibawa Ayah kembali diangkat melalui tanda dengan dialog penegasan “Harus Pake Suara Laki-Laki” pada saat Ipuy (Objek) mencoba menghibur Cahaya. Interpretasi yang dihadirkan disini menunjukan bahwa Ipuy mampu menghibur Cahaya dengan cara Ia bernyanyi. Salah satu peran seorang ayah yang dikemukakan oelh Mc. Adoo adalah dengan menjadi penyedia dan pemberi fasilitas hiburan serta rasa aman pada anak. Hal ini sesuai dengan Teori yang dikemukanan oleh Mc. Adoo dalam Christianawati (2008) bahwa seorang Ayah harus mampu menjadi Provider (penyedia dan pemberi fasilitas) dan Protector (pemberi perlindungan) terhadap anaknya dengan memberikan suasana yang nyaman dan aman.
Gambar 4.6
Frame 5 dan 6 [00:45:45 s/d 00:46:08
Dekapan dan membelai (Sign)
kepedulian (Object)
Ipuy mendekap dan membelai rambut Cahaya mengisyaratkan Ia tahu bagaimana perasaan Cahaya dan apa yang harus dilakukan saat itu (Interpretant)
Pada Gambar 4.6 Ipuy memeluk/mendekap Cahaya ketika Cahaya bercerita secara emosional dan menjelaskan kepada Ipuy mengapa Ia harus menemuinya. Secara reflektif Ipuy langsung merangkul Cahaya sebagai respon bentuk kepeduliannya agar Cahaya tenang. Sedangkan pada frame selanjutnya setelah Cahaya meluapkan emosinya Ipuy mengajak Cahaya menemui teman-teman komunitasnya dan memperkenalkan Cahaya pada teman-temannya. Pada Scene tersebut terlihat Cahaya merasa nyaman dan memperlihatkan perasaannya dengan tersenyum saat Ipuy membelai rambut Cahaya. Bentuk sign Ipuy menunjukan kepedulian Ia terhadap Cahaya dengan cara memeluk dan membelai rambut cahaya yang merupakan sebuah pesan bahwa Ia merasa peduli terhadap keadaan anaknya. Interpretasi yang timbul dalam scene ini ditunjukan melalui adegan saling berpelukan hal ini menunjukan bagaimana kedekatan orang tua terhadap anaknya. Menurut Psikolog Melly Puspita Sari, Psi,M, NLPm sekaligus
penulis buku “The Miracle Of Hug” mengatakan bahwa manusia membutuhkan sentuhan fisik. Pelukan memiliki dampak yang luar biasa dalam memberi ketenangan dan perasaan disayang. Pelukan juga mempengaruhi munculnya perasaan penuh kasih sayang untuk kita berikan kepada sesam. 75 Selain memberi dampak ketenangan dan perasaan disayang psikolog seperti Edward R. Christopherson, Ph.D dalam penelitiannya mengatakan pelukan jauh lebih efektif dari pada pujian atau ucapan sayang karena membuat anak merasa dicintai dan dihargai.76 Komunikasi yang dibagun pada scene ini Teddy selaku sutradara merepresentasikan bahwa orang tua (Ayah) tidaklah harus hanya sekedar memberi nasehat melalui wicara (verbal) melainkan komunikasi dalam bentuk non verbal akan jauh lebih efektif untuk menananamkan ikatan emosional yang lebih dalam.
Gambar 4.7
Frame 7 [00:48:06 s/d 00:48:22]
75
http://www.detik.com/wolipop/read/2013/10/18/180712/2389655/857/ayo-berpelukan-anakyang-sering-dipeluk-orangtua-bisa-jadi-lebih-cerdas diakses 16 Mei 2015 Pukul 10:56 WIB 76 Ibid
-
Ipuy
: “Intinya adalah kamu jangan pernah kabur dari masalah,jangan kamu ulangi kesalahan orang tua kamu, penyesalan itu pasti datang terakhir. Bapak tahu kok bapak salah, bapak juga bukan jadi orang tua yang bener. Mana pernah bapak jadi orang tua, bukan berarti bapak harus jadi seperti kamu atau kamu jadi seperti bapak, Kamu adalah kamu.” Nasehat (Sign)
Konsultasi (Object)
Konsultasi merupakan cara orang tua untuk memberikan nasehat kepada anak dan memberikan pesan moral didalamnya (Interpretant)
Pada Gambar 4.7 Ipuy dan Cahaya berjalan menyusuri lorong jalan raya di kawasan Taman Lawang dimana mereka melakukan perbincangan selayaknya orang tua dan anak. Dalam dialog percakapan tersebut Ipuy memberikan nasehat agar Cahaya tidak lari dari masalah dan tidak mengulangi kesalahan orang tua Cahaya yang memilih untuk berpisah dan tidak menyelesikan masalah yang dihadapi. Hal tersebut diperkuat dengan dialog . “Jangan kamu ulangi kesalahan orang tua kamu, penyesalan itu pasti datang terakhir”.
Ipuy sendiri menyadari dirinya bukanlah sosok orangtua yang dapat menjadi panutan dengan diperkuat dialog “Bapak tahu kok bapak salah, bapak juga bukan jadi orangtua yang bener.” Namun pada dasarnya orang tua adalah panutan bagi anak-anaknya karena orang tua adalah model utama bagi pendidikan anak.
Olen (1987) dalam E.H
Tambun mengatakan bahwa peran orang tua terutama Ayah sangatlah penting
karena
selain
sebagai
pembuat
keputusan
(Decision
Maker)seorang Ayah menjadi tempat bertanya maupun meminta pendapat serta saran atas perilaku anak-anaknya. Seorang ayah pun dapat juga menjadi teman dialog layaknya sahabat untuk berkeluh kesah dan saling berbagi pengalaman hidup. Pada gambar 4.7 meskipun Ipuy adalah seorang transgender, sikap dan perilaku Ia sebagai ayah tidak lantas hilang. Hal ini diperlihatkan melalui Sign saat Ipuy memberi nasehat kepada Cahaya dan memberikan keyakinan pada Cahaya agar bisa menjadi diri sendiri dan tidak terbayangi oleh perilaku orangtuanya “Bukan berarti bapak harus jadi seperti kamu atau kamu jadi seperti bapak, Kamu adalah kamu.” Interpretasi dalam scene ini menunjukan bahwa nilai budaya patriaki masih menempatkan laki-laki sebagai otoritas utama atau pemeran utama dalam organisasi sosial. Konsep ini mencetuskan pemikiran bahwa seorang pemimpin harus laki laki, seorang kepala keluarga harus laki-laki ataupun laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, dan
melanggengkan eksistensi dominasi laki-laki dalam ranah publik. Tak hanya itu, konsep patriarki juga mengandung tuntutan bagi laki-laki untuk menjadi sosok yang tangguh, kuat, dan selalu menjadi yang terdepan. 77 Seorang laki-laki terutama ayah memiliki otoritas untuk mendidik serta mengarahkan perilaku anak. Ipuy yang notabene adalah laki-laki tetap digambarkan sebagai sosok laki-laki yang mampu memberi keputusan dan mengeksistensikan dominasi laki-lakinya dengan menyebut dirinya sebagai “Bapak”.
Gambar 4.8
Frame 8 [01:03:46 s/d 01:04:32]
Ipuy : "Iya dia udah tidur, dia pasti capek. kenapa kamu bolehin dia dateng kesini ? saya belum siap buat jadi bapak. Itu menurut kamu. Terlalu banyak saya mengecewakan orang. saya gak mau mengecewakan anak saya sendiri. Kamu jangan
terlalu
keras
dengan
dia,
dia
sedang
ketakutan. Udahlah kamu gak usah kuatir. Dia pasti akan cerita kekamu. yah besok juga dia pulang kok
77
http://www.kongko.co/melawan-budaya-patriarki/ diakses Rabu 20 Mei 2015 Pukul 12:57 WIB
Penekanan Suara (Sign)
Tegas (Object)
Tegas adalah sifat dasar yang ada pada laki-laki, sehingga laki-laki yang tegas baik tegas dalah hal bicara maupun prinsip hidup dianggap sebagai ciri laki-laki maskulin . (Interpretant)
Pada gambar 4.8 Ipuy menghubungi mantan istrinya (Ibu Cahaya) dan memberitahukan bahwa Cahaya sedang bersama dirinya. Dimana tanda (sign) yang menunjukan bahwa Ia masih mendominasikan dirinya sebagai laki-laki terdapat pada dialog “Saya belum siap buat jadi bapak” Kalimat diatas diarahkan kepada Ipuy oleh Ibu Cahaya saat Ipuy sedang mengubungi mantan Istrinya tersebut via telepon genggam. Hal ini diperkuat pada dialog “Itu menurut kamu”. Yang mengisyaratkan bahwa Ibu Cahaya selaku perempuan masih menganggap bahwa Ipuy adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab terhadap anaknya dan selalu siap sedia ketika keluarga membutuhkan dirinya. Sebagai sosok laki-laki Ipuy memiliki sifat egosentris yang kuat terhadap prinsip hidupnya. Sifat tersebut disimbolkan pada kalimat : “Saya gak mau mengecewakan anak saya sendiri”.
Interpretasi yang menunjukan Ipuy adalah seorang laki-laki dan figur ayah adalah saat Ipuy kembali menegaskan kepada istrinya bahwa Cahaya akan aman dan baik-baik saja dengan melontarkan kalimat “Udahlah kamu gak usah kuatir. Dia pasti akan cerita kekamu.” Kata “udahlah” yang berasal dari kata “sudah” menandakan bahwa dengan keberadaan Ipuy sebagai sosok Ayah saat ini akan memberikan rasa yang jauh lebih aman dibanding saat Cahaya harus berada diluar sendirian. Representasi figur ayah pada scene ini menunjukan bahwa bagaimanapun kondisi psikis laki-laki, Ia akan tetap menunjukan dirinya sebagai seorang yang dominan dibanding perempuan meskipun orientasi seksual yang ia miliki berbeda dengan orientasi seksual dari kebanyakan pria umumnya. Penggunaan nada yang tinggi dan sikap yang memudahkan segala sesuatu dijadikan tanda sebagai sifat dasar laki-laki. Ipuy yang merupakan seorang waria ketika berhadapan dengan prinsip hidup maka sifat ketegasan yang menjadi dasar laki-laki kembali dimunculkan melalui Intonasi suara yang tegas. Gambar 4.9
Frame 9 dan 10 [01:08:20 s/d 01:08:44]
Cium tangan (Sign)
Dihormati (Object)
mencium tangan merupakan budaya sopan santun sebagai bentuk penghormatan anak terhadap orang tua (interpretant)
Pada gambar 4.9 Cahaya mencium tangan ayahnya di peron stasiun, sebagai bentuk perpisahan Cahaya terhadap Ipuy yang dilanjutkan dengan adegan memeluk diantara keduanya sambil meneteskan air mata. Berdasarkan tabel pemaknaan Berger pengambilan gambar dengan teknik medium shoot pada gambar diatas menggambarkan hubungan personal yang intim diantara keduanya. Sosok Cahaya yang mencium tangan Ipuy menandakan bentuk suatu penghormatan anak kepada orang tua. Object dalam hal ini Ipuy mendapatkan bentuk penghormatan sebagai figur ayah oleh anaknya dengan cara dicium tangannya oleh Cahaya. Dalam konteks budaya patriaki, laki-laki sebagai pemangku kekuasaan tertinggi memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan dari perempuan terlebih anaknya sendiri. Di Indonesia mencium tangan merupakan bentuk penghormatan kalangan muda kepada orang yang lebih tua dengan cara memegang tangan dan mencium tangan tersebut sambil menunduk sedangkan pada
tradisi jawa mencium tangan dilakukan dengan cara menunduk dan sedikit bersimpuh atau dalam tradisi jawa disebut sungkeman.78 Selain di Indonesia mencium tangan juga dilakukan pada budaya barat namun yang menjadi pembeda adalah mencium tangan disana biasa dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan sebagai bentuk apresiasi akan ketertarikan yang bersifat romantik. Pada budaya patriaki yang lebih mendominasikan pria berada diurutan atas, menganggap pria selayaknya harus mendapat penghormatan dari wanita dengan cara dicium tangannya. Sepertti istri mencium tangan suami, anak laki-laki ataupun perempuan mencium tangan ayah dan ibunya ataupun murid mencium tangan gurunya. Berbeda halnya dengan budaya barat yang menonjolkan kesan romantik antara laki-laki dan perempuan. Di Indonesia cium tangan lebih menonjolkan hubungan menghargai antara kalangan yang muda kepada yang lebih tua.
4.3 Pembahasan 4.3.1 Perlawanan Budaya Patriaki Melalui Representasi Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man Setelah tanda-tanda dari film Lovely Man tersebut dianalisis berdasarkan segitiga makna dari Charles Sanders Peirce meliputi sign, object dan interpretant. Berdasarkan hasil analisis maka ditemukan bahwa film Lovely Man menggunakan beberapa tanda 78
http://nunusangpemimpi.blogspot.in/2012/06/tradisi-cium-tangan-memang-paling.html/m=1 diakses 24 Mei 2015 pukul 17:04 WIB
untuk merepresentasikan bagaimana figur ayah digambarkan pada sosok waria di film tersebut. Hal ini dapat terlihat pada setiap adegan-adegan yang diperankan oleh para pemain, dialog-dialog yang diucapkan serta teknik pengambilan gambar yang digunakan. Meskipun kehadiran film Lovely Man tidak terlalu menghebohkan dibandingkan dengan film-film yang mengangkat legitimasi keberadan waria. Film Lovely Man justru mendapat banyak sambutan hangat dan apresiasi luar biasa diluar negeri dengan diraihnya berbagai macam penghargaan internasional Representasi sendiri adalah istilah yang merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata semestinya ini mengacu apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya ataukah diburukkan.79 Dalam
film
ini
ditemukan
simbol-simbol
yang
merepresentasikan waria sebagai figur ayah serta bagaimana budaya patriaki digambarkan untuk menghadapi hegemoni masyarakat heteronormativitas. Ipuy yang memutuskan untuk menjadi waria sebelumnya adalah sosok pria normal selayaknya masyarakat heteronormativitas pada umumnya, hal ini tergambar
79
Eriyanto, Op.Cit hal : 133
pada dialog yang dilakukan Ipuy kepada Cahaya bahwa Ipuy dahulu merupakan buruh bangunan yang tertarik dengan Ibu Cahaya, karena Ia selalu diberi perhatian oleh Ibu Cahaya sehingga Ipuypun tertarik menikahinya dan akhirnya memiliki anak bernama Cahaya. Namun akibat gejolak dalam batinnya akan kebutuhan biologis seksualnya, Ipuy memilih untuk meninggalkan keluarga dan menjadi waria di Jakarta. Sebagai seorang waria sifat kelaki-lakian Ipuy tidaklah lantas hilang begitu saja. Ketika Cahaya datang menemuinya di Jakarta, sifat feminis warianya pun lama kelamaan semakin menghilang dan muncul karakter laki-laki dewasa yang sadar bahwa dirinya memiliki beban tanggung jawab apalagi sebagai seorang ayah. Salah satu bentuk tanggung jawab Ipuy sebagai seorang ayah sebelum bertemu dengan Cahaya adalah tetap menafkahi kelurganya seperti membiayai sekolah cahaya dan rajin mengirimi uang kepada Ibu Cahaya. Ciri figur seorang ayah dalam film ini terlihat ketika sang anak memilki sebuah masalah dalam hidupnya sehingga Ipuy sekaligus seorang ayah harus bertindak dan menjadi problem solved bagi Cahaya. Menurut Olen (1987) dalm E.H Tambunan menjelaskan selain sebagai problem solved seorang ayah juga berperan untuk menjadi seorang pengasuh yang menyayangi dan memelihara anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, seorang
ayah juga memiliki peran sebagai penguasa atas segala tingkah laku anaknya untuk mendidik dan mengarahkan perilaku, sebagai konsultan dan teman dialog seorang ayah dapat menjadi teman bertanya ataupun meminta pendapat serta saran bagi anakanaknya. 80 Pada menggunakan
konteks sistem
budaya
Patriaki
pengelompokan
masyarakat
masih
masyarakat
sosial
berdasarkan garis keturunan laki-laki atau biasa disebut dengan patrilineal. Patrilineal sendiri adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau bapak.81 Posisi patriaki disini juga menjelaskan dimana masyarakat masih menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki jauh lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Sehingga laki laki yang memiliki ciri feminis akan terdiskriminasikan akibat dari determinasi dominasi laki-laki.
4.3.2
Hegemoni
Masyarakat
Heteronormativitas
Melalui
Representasi Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man Waria jika dilihat berdasarkan budaya patriaki dan patrilineal seharusnya berada pada kedudukan yang lebih tinggi selayaknya posisi laki-laki di masyarakat. Namun akibat dari 80 81
Natalia, Op. Cit hal : 31 Salim dkk. Op.Cit
hegemoni
masyarakat
terhadap
heteronormativitas
yang
mengklasifikasikan seseorang hanya berdasarkan ketertarikan seksual
menyebabkan
garis
patrilineal
menjadi
samar.
Heteronormativitas atau sering disebut heteronormatif adalah sebuah pandangan, pola pikir, kerangka tindakan berbasis heteroseksis
(hubungan
romantis-seksual
laki-laki
dengan
perempuan) yang menyebabkan bias pendapat. Bias pendapat akibat heteronormatif ini justru melahirkan aturan-aturan yang seksis antara laki-laki dan perempuan seperti mengatur cara berpakaian, diskriminasi, stereotype, stigmatisasi terhadap gender tertentu hingga pendiskriminalisasi orientasi seksual. Ipuy dalam film Lovely Man merepresentasikan dirnya bagaimana posisi waria mengalami diskriminasi sosial ataupun seksual, seperti saat Ipuy berada di rumah makan ataupun saat berhadapan dengan para preman. Padahal jika ditelisik pada ranah patrilineal ipuy tetaplah laki-laki dan seharusnya diposisikan selayaknya masyarakat hetero lainnya. Scene-scene serta dialog Ipuy kepada Cahaya juga digambarkan bahwa waria juga memiliki kehidupan seksual yang normal sebelum memilih untuk menjadi seorang waria. Selain itu film ini juga merepresentasikan bagaimana bentuk perlawanan ideologis masyarakat hetereo bahwa waria dapat menjadi sosok
maskulin meskipun terbalut dengan sifat feminis yang Ia pilih melalui figur sebagai seorang ayah. Sebagai seorang ayah dan suami Ipuy juga memiliki kuasa penuh atas segala tindakan terhadap masa depan keluarganya termasuk memberi keputusan untuk bercerai dan memperingati Cahaya agar tidak menemuinya kembali. Mantan istri Ipuy pun secara tersirat melalui percakapan telepon genggam dengan Ipuy masih menganggap Ipuy adalah seorang laki-laki normal sehingga Ia mengizinkan Cahaya untuk pergi menemui ayahnya. Meskipun Ipuy memiliki sifat maskulin beberapa orang yang terlibat dalam cerita film ini masih menganggap bahwa Ipuy sebagai salah satu kelompok abnormal diluar masyarakat hetero sehingga Ipuy masih terdiskriminasikan dikarena pola pokir masyarakat hetero yang masih berfikir kaum waria adalah sosok yang lemah selayaknya perempuan.
BAB V Penutup
5.1
Kesimpulan Lovely Man adalah film produksi Karuna Picture yang didanai oleh Investasi Film Indonesia (IFI). Meskipun Teddy Soeratmadja sebagai sutradara dalam film ini menyatakan bahwa film ini adalah film yang lahir dari keterbatasan, baik sumber daya manusia maupun peralatannya namun film ini justru mampu membawa nama dan para pemainnya melangkah di kancah internasional. Lovely Man sendiri mencoba untuk mengangkat sisi lain waria yang lebih humanis, tanpa menyudutkan seseorang yang telah memutuskan untuk menjadi seorang waria. Dalam film ini peneliti menemukan tanda-tanda bagaimanan waria direpresentasikan sebagai figur ayah serta bagamana figur tersebut dapat menjadi
senajata untuk
melawan hegemoni
masyarakat
terhadat
heteronormativitas. Tanda-tanda tersebut dianalisis menggunakan semiotik peirce yaitu triangle meaning yaitu Sign, Object, Interpretant. Pada sisi Sign figur seorang ayah terlihat saat Ipuy berbicara dengan Cahaya dimana Ia menggunakan suara laki-lakinya ketimbang suara perempuannya. Pada saat yang lain bentuk Sign yang dihadirkan bahwa Ipuy yang merupakan Object atau dalam segitiga pemaknaan pierce dikenal dengan konteks sosial yang menggunakan tanda tersebut memperlihatkan bahwa Ipuy merepresentasikan dirinya sebagai figur ayah dengan memberikan 102
perhatian dan kepedulian dengan cara bertanya dan memeluk yang merupakan Sign dirinya adalah seorang figur ayah. Interpretan dalam film ini adalah melalui sign yang mensimbolkan bahwa Ipuy yang merupakan konteks sosial adalah simbol perlawanan bahwa waria dapat hidup selayaknya masyarakat hetero bahkan dapat menjadi figur seorang ayah yang notabene disematkan kepada kaum laki-laki dalam budaya patriarki. Pada proses representasi yang dikemukakan oleh Jhon Fiske elemen-elemen mengenai ideologi dapat direpresentasikan melalui bahasa tulis seperti kata, proposi, kalimat dll. Kemudian elemen elemn yang menandai Ipuy sebagai figur ayah ditransmisikan melalui kode representasional seperti karakter, narasi, setting, dialog dll. Pada konteks film ini bentuk perlawanan masyarakat terhadap eksistensi waria direpresentasikan melalui gesture tubuh baik yang diucapkan secara verbal maupun non verbal. Selain itu jika dilihat pada sudut pandang heteronormativitas menujukan bahwa masyarakat hetero masih menganggap waria sebagai kelompok kelas dua sehingga posisi waria berada dibawah kaum perempun yang merupakan the second sex pada budaya patriarki. Akibat pola pikir demikian pendiskriminasian terhadap waria akan dianggap wajar dan normal dikarenakan hegemoni masyarakat hetero sebagai masyarakat dominan dibanding dengan kelompok lainnya. Film Lovely Man mencoba mengangkat bagaimana kelompok waria yang terkena dampak dari hegemoni heteronormativitas masyarakat
hetero yang mendominasi difilm tersebut. Namun dalam kenyataannya para waria masih tetap terjebak dengan pola pikir bahwa mereka adalah the second sex dan pantas menerima bentuk pendiskriminasian masyarakat dominan.
5.2 . Saran Film Lovely Man membuat masyarakat menjadi tahu bahwa kaum waria tidak hanya sekedar the second sex melainkan suatu komunitas yang mencoba membuat perlawanan terhadap pranata-pranata sosial yang selama ini dianggap telah uzur. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan konstribusi bagi penelitian serupa dan dapat memperluas penelitianpenelitian
sebelumnya
mengenai
representasi
gender.
Dengan
menggunakan pendekatan analisis semiotik milik Charles Sanders Peirce dan dikolaborasikan dengan konsep pemaknaan Berger dari sisi sinematografi
sehingga
dapat
diketahui
bagaimana
waria
di
representasikan sebagai figur ayah serta bagaiamana representasi tersebut dijadikan alat untuk melawan stigma negatif masyarakat terhadap waria. Secara praktis, peneliti berharap bagi pembuat film agar bisa lebih
peka dalam membuat film bertema transgender tidak memberi
konstruksi negatif terhadap posisi transgender di masyarakat melainkan dengan pendekatan yang lebih humanis mengenai kehidupan kelompok
tertentu. Sehingga, akan memberikan pandangan positif mengenai kehidupan transgender di tengah masyarakat. Secara sosial penelitian ini berusaha mengungkap adanya konstruksi positif terhadap sosok transgender dalam film Lovely man, dengan menampilkan waria sebagai figur seorang ayah. Penelitian ini juga diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk lebih berpikir kritis terhadap kehadiran waria. Peneliti menganggap bahwa waria sama seperti masyarakat heteroseksual lainnya dan berharap masyarakat dapat lebih berfikir terbuka dan saling menghargai satu sama lainnya. Dikarenakan keterbatasan peneliti yang memfokuskan diri meneliti mengenai bagaimana waria direpresentasikan sebagai figur ayah dalam film Lovely Man, diharapkan penelitian ini tidak berhenti sampai disini melainkan dapat dilanjutkan oleh peneliti lain untuk dapat mengeksplorasi lebih dalam mengenai kekerasan seksual yang ditujukan kepada kaum waria ataupun meneliti bagaimana para sineas mengkonstruksi fenomena yang tabu menjadi sebuah karya fisik seperti film yang dapat dinikmati banyak masyarakat tanpa menyudutkan kelompok tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Arthur asa Berger. 1999. Media Analiysisi Techniques. Yogyakarta : Andi Offset. Asrul Seni. 1984. Cara menghayati sebuah film. Jakarta : Yayasan Citra. Budi Irwanto. 1999. Film, Ideologi, dan Militer ; Hegemoni Militer dalam sinema Indonesia.Yogyakarta: Media Pressindo. David Croteau and William Hoyes.2003.Media Society, Industry, Image, and Audiences.3rd Edition.USA:Sage Publications Dedy Mulyana. 2001.Teknk Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: kencana. Denis Mc Quail. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga E.H Tambunan. 1985. Pria Teladan. Bandung: Indonesia Publishing House Elvinaro Ardianto dan lukiyati komala Erdiyana. 2004. Komunikasi massa suatu pengantar: Bandung: Simbiosa rekatama media. E.K Poerwandari. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Eriyanto. 2001. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:Lkis. Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka Hesti P dan Sugeng P. L. 2005. Waria dan Tekanan Sosial. Malang: UMM press.
Indiawan Seto Wahyu Wibowo. 2011. Semiotik Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Jalaluddin Rahmat. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama media Joanne Hollows. 2010. Feminisme, feminitas dan budaya populer. Yogyakarta: Jalan sutra Koeswinarno. 2004. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara Lexy Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung. PT.Remaja Rosdakarya. Marcel Danesi. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalan sutra Mc Graw Hill. 2007. Pengantar Teori Komunikasi;analisis dan aplikasi.Jakarta: Salemba Humanika. Nezar Patria. 1999. Antonio Gramsci Negara & Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nyoman Kartha Ratna. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Prasetya, ST, dkk. 2004. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta : PT Rineka Citra Rachmat Krisyantono. 2008. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Richard West dan Lyna H.Turner.2008.Intoducting Communication Theory; Analysis and Application.3nd ed. New York
Roger D Wimmer And Joseph R Dominick. 2000. Mass Media Research. New York: wads worth publishing company. Rosady Ruslan, 2005, Kampanye Public Relations. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Saiful Totona. 2010. Miskin Itu Menjual: Representasi Kemiskinan sebagai Komodifikasi Tontonan.Yogyakarta: Ummu Press. Salim, dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta Santrock, John W. 1995. Perkembangan masa hidup jilid 2..terjemahan oleh Juda Damanika & Ach Chusairi. Jakarta: Erlangga. Saroha Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi. Jakarta: Trans Media Saskia E Wieringa, Nursyahbani katjasungkana, Irwan M Hidayana.2007. Membongkar seksualitas perempuan yang terbungkam. Jakarta:Kartini Network Sastriyani, S. S. H. 2007. Glosarium, Seks dan Gender.Yogyakarta: Carasuati Books Undang-Undang No.39 tahun 1999 pasal 1 Butir 3 tentang HAM
Jurnal Andri Deswandi.2014.Representasi Perempuan Modern Indonesia Dalam Film “Wanita Tetap Wanita. Serang: FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Argyo Demartoto.2013.Seks,Gender, Seksualitas Gay dan Lesbian.Surakarta: FISIP UNS
Muhadjir Darwin. 2001. Menggugat Budaya Patriarki, Yogyakarta : Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Penelitian kependudukan. Natalia Yessi Christianawati. 2008. Peran Ayah pada Perkembanagn SosioEmosional Anak Autis. Semarang:Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.
Internet www.tempo.co/read/news/2013/05/29/111484323/marie-pangestu--jumlah-filmIndonesia-meningkat di akses 24 maret pukul 15.07 WIB http://lakilakibaru.or.id/2014/12/heteronormativitas-sebagai-bentuk.html diakses hari Jum‟at 16 Januari 2015 pukul 14.06 WIB https://www.teddysoeriaatmadja.com diakses sabtu 16 Mei 2015 pukul 18.28 WIB http://adeir.blogspot.com/2007/07/film-indonesia-termahal-modal-membuat.html diakses pada 13 April 2015 pukul 13.02 WIB www.kbbi.id/visual diakses rabu, 10 September 2014 pukul 3.36 WIB. www.beritasatu.com/hiburan/47179-lovely-man-menggali-makna-hubunganayah-anak.html diakses Sabtu 11 April 2015 pukul 16.31 WIB
www.oocities.com/-ukulele/history.html diakses 25 Agustus 2015 pukul 23:25 WIB www.forumbebas.com/thread-157708.html diakses 16 Mei 2015 Pukul 8:11 WIB http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-waria.html diakses hari senin 7 April 2014 Pukul 23.07 WIB https://synaps.wordpress.com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/ di akses pada Minggu 21 Juni 2015 Pukul 12:28 WIB http://www.detik.com/wolipop/read/2013/10/18/180712/2389655/857/ayoberpelukan-anak-yang-sering-dipeluk-orangtua-bisa-jadi-lebih-cerdas diakses 16 Mei 2015 Pukul 10:56 WIB http://www.kongko.co/melawan-budaya-patriarki/ diakses Rabu 20 Mei 2015 Pukul 12:57 WIB http://nunusangpemimpi.blogspot.in/2012/06/tradisi-cium-tangan-memangpaling.html/m=1 diakses 24 Mei 2015 pukul 17:04 WIB www.kbbi.web.id/cengeng diakses 20 Agustus 2015 pukul 13:52 WIB
CURRICULUM VITAE HENDIKA SEKTI PRATAMA Perum Bumi Asri, Jl. Apel III Blok E16/5 RT.003 RW.017 Kel. Kutabumi, Kec. Pasar kemis Tangerang-Banten
Email :
[email protected]
D A T A DIRI Nama Lengkap
Hendika Sekti Pratama
Nama Panggilan
Dika
Umur
23 Tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Tempat/ Tanggal Lahir
Madiun , 26 Januari 1992
Alamat
Perum Bumi Asri, Jl. Apel III Blok E16/5 RT.003 RW.017 Kel. Kutabumi, Kec. Pasar kemis Tangerang-Banten
Status Pernikahan Email
Belum Kawin
[email protected] atau
[email protected]
Motto
Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi Mikul Duwur Mendem Jero
RIWAYAT SD SMP SMA
Sarjana (S1)
PENDIDIKAN
SD Negeri Kutabumi 1 Tangerang SMP N 1 Pasar Kemis Tangerang
1998 – 2004
-
2004 – 2007
-
SMK Negeri 2 Kab. Tangerang
2007 – 2010
Teknik Mekanik Otomotif
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa IPK : 3,10
2010 – 2015
Ilmu Komunikasi Jurnalistik
RIWAYAT ORGANISASI
Persaudaraan Setia Hati Terate Cab. Tangerang Koordinator Remaja Islam Masjid Perumahan Bumi Asri Untirta Movement Community (UMC)
2009 2010 2010
Komunitas Video Komunikasi Untirta (KOVIKITA) HMJ Komunikasi, Sebagai Koordinator Departemen Minat dan Bakat. (HIMAKOM) Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) Pengurus Cabang Banten Yayasan Da’wah dan Sosial At-Tazkiyyah Klub Buku Tangerang
2011 2010-2012 2011-2012 2014 2015
PELATIHAN DAN SEMINAR Latihan Kepemimpinan Talkshow dan Workshop Jurnalistik Seminar Super Mentor 4 Dino Pathi Djalal Foundation Seminar Media Tumbuh kembang anak Konferensi Hulu, Hilir, Halal 2015 Foreign Policy Community Of Indonesian Seminar Sistem Arsitektur keuangan Indonesia
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten
2010 2011
Grand Ballroom Theater XXI-Jakarta
2014
Resto bebek bengil-Jakarta
2014
Gedung Sucofindo – Jakarta
2015
Theater XXI Epicentrum – Jakarta Sumba Room Borobudur Hotel – Jakarta
2015 2015
KETERAMPILAN Bidang Jurnalisti k Komputer KeterampilanLain
Menulis Berita, Soft/Hard news, Feature, Design grafis, Reporter,Fotografi , Videografi, Event Organizer Microsoft Office, Adobe Photoshop Bela Diri, Masak, Social Media Management
PENGALAMAN JOB TRAINING CV. Simpati Motor PT. Agranet Multicitra Siberkom (DETIKCOM) Divisi News
2009 2014
Teknisi Painting Reporter DetikHealth
PENGALAMAN BEKERJA
CV. Jakarta Service PT. Obor Sarana Utama ( Warta Ekonomi)
Sep 2014 – Feb 2015 Feb 2015 – Juli 2015
Administrasi Penjualan Social Media Officer