Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
REORIENTASI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMASUKI ASEAN COMMUNITY 2015 Edy Sutrisno MI AL HIDAYAH Gedangan Malang
Abstrak; Komunitas ASEAN yang mengintegrasikan aspek ekonomi, politik keamanan dan sosial-budaya telah merubah dinamika kehidupan sosial masyarakat Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dampak dari integrasi tersebut ternyata juga berimbas pada sektor pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Masih banyak kekurangan di berbagai aspek pendidikan Islam yang berimbas problematika dari kesepakatan Komunitas ASEAN 2015 baik dalam bidang ketenagakerjaan maupun dalam pendidikan Islam. Dari latarbelakang di atas Rumusan masalahnya adalah apa saja tantangan pendidikan Islam di Indonesia dalam menghadapi Komunitas ASEAN 2015 dan bagaimana reorientasi pendidikan Islam di Indonesia dalam menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif sedangkan sasaran penulisannyaya itu dampak dari komunitas ASEAN 2015 terhadap pendidikan Islam, dengan data literature terkait dengan kesepakatan ASEAN. Hasil dari penulisan ini adalah; pertama, tantangan pendidikan bidang ketenagakerjaan, kedua tantangan bidang mutu pendidikan Islam. Untuk mengatasi tantangan dari dampak Komunitas ASEAN diantaranya adalah; Pertama, penguatan mutu pendidikan pada tingkat dasar di madrasah. Kedua, meningkatkan mutu pendidikan tinggi dan kolaborasi industri. ketiga, pembelajaran berkelanjutan melaui sertifikasi. Keempat, reorientasi peningkatan kerjasama pendidikan islam di tingkat regional kawasan. Guna merealisasikan tujuan dan visi yang jauh ke depan maka harus dilakukan political will semua pihak yang terkait stakeholder lembaga pendidikan Islam dan pemerintah. Tanpa adanya kerjasama dan political will berbagai unsur di atas, maka Indonesia hanya bisa menjadi objek dari keberadaan Komunitas ASEAN 2015 Kata Kunci: Reorientasi Pendidikan Islam dan Asean Community
PENDAHULUAN Samuel M.P. Hutabarat, Perguruan Tinggi Indonesia dan Asean Community (2015) Komunitas ASEAN (ASEAN Community) merupakan suatu cita-cita dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Regional yaitu ASEAN, untuk membentuk suatu masyarakat yang damai, harmonis, makmur, sejahtera dan terintegrasi diwilayah ASEAN. Untuk merealisasikan
Edy Sutrisno
harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan diperkuat dengan mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community). ASEAN Community ditargetkan akan dibentuk pada tahun 2020 mendatang, namun pada KTT ASEAN tahun 2007 di Filipina, disepakati pembentukan ASEAN Community dipercepat menjadi 2015. Negara kawasan ASEAN berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi komunitas ASEAN 2015, begitu juga Indonesia sudah mempersiapkan diri dalam ajang Komunitas tersebut. Kendati baru akan diresmikan pada Desember 2015, namun gaung Komunitas ASEAN sudah dimulai sejak 2007. Sebagaimana yang telah diungkapkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, bahwa Indonesia sudah mulai menatap jauh pasca 2015, hal itu dikatakan saat memberikan pernyataan pers tahunan pada Selasa, 7 Januari 2014 di Gedung Nusantara, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat (http://dunia.news.viva.co.id, 2014). Komunitas ASEAN 2015 juga menjadi tema pokok dalam seminar yang diselenggarakan The Sydney Southeast Asia Centre, Australia. Dalam pandangan Azra, Komunitas ASEAN 2015 menangkap banyak skeptisisme dari sejumlah 16 pembicara, beberapaalasan yang muncul di antaranya adalah: Pertama, secara ekonomi kawasan ASEAN mengandung ketimpangan dan disparitas satu sama lain. Ada negara-negara dengan ekonomi sudah sangat atau relatif baik seperti Singapura dan Malaysia, atau cukup baik seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina. Kedua, pertumbuhan demokrasi di kawasan ASEAN juga terlihat senjang. Terdapat negara-negara yang menerapkan 'demokrasi liberal' seperti Indonesia dan Filipina. Lalu ada pula negara yang masih bergulat dalam proses transisi paling awal menuju demokrasi seperti Myanmar. Di tengah keragaman politik itu, masih terjadi pelanggaran HAM. Ketiga, kesenjangan juga terkait dengan posisi dan hubungan antara agama dan negara. Ada negara yang memiliki agama resmi seperti Malaysia dan Brunei Darussalam sehingga umatnya mendapat perlakuan khusus dari negara dengan mengorbankan pemeluk agama minoritas. Kesenjangan dalam hal agama ini dapat menjadi masalah serius ketika para warga Komunitas ASEAN 2015 dihadapkan pada problem semacam kebebasan beragama, hubungan mayoritas-minoritas umat beragama; literalisme dan radikalisme keagamaan; penyebaran agama dan seterusnya (AzyumardiAzra, Imagining ASEAN Community 2015,dalam http://www.republika.co.id). Oleh karena itu dimensi pendidikan tidak boleh ditinggalkan begitu saja terutama pendidikan Islam, karena pendidikan melahirkan subyek sosial yang memiliki mandat memimpin dan mengelola sumber daya alam, serta
120
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Reorientasi Pengembangan pendidikan islam dalam Memasuki Asean Community 2015
menanamkan nilai-nilai moral yang sangat berguna bagi kemanusiaan. Pendidikan harus dikembangkan berdasarkan tuntutan acuan perubahan dan karakteristik masyarakat yang berkembang. Dalam konteks nasional, Fasli Jalal menyebutkan bahwa peran pendidikan sangat strategis dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa mengalami pergeseran, sementara sistem sosial, politik dan ekonomi bangsa selalu menjadi penentu dalam penetapan dan pengembangan peran pendidikan (Fasli Jalal, 2010:6). Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Moloeng (2007:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. secara holistik, dengan cara deskripsi dengan kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah. Penulisan ini mengkaji tentang dampak kesepakatan ASEAN Community 2015 terhadap bidang pendidikan Islam di Indonesia. Komunitas ASEAN yang menyepakati bidang ekonomi, keamanan dan sosial budaya, tentunya akan berdampak juga pada aspek pendidikan, termasuk pendidikan Islam di Indonesia. Adapun Sumber data penulisan ini adalah dokumen-dokumen pendukung berupa artikel jurnal, buku, catatan harian, peraturan perundangundangan, pedoman organisasi, berita media massa dan sebagainya. Dalam pengumpulan data penulis selaian menggunakan metode observasi juga menggunakan teknik dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa dokumen, dapat berbentuk tulisan, gambar, maupun karya monumental, yang terkait dengan ASEAN Community serta tantangan yang dihadapi Indonesia, khususnya bidang pendidikan Islam. Dokumen yang berbentuk tulisan yang akan dikumpulkan berupa dokumen kesepakatan ASEAN Community 2015, berita media cetak, artikel jurnal maupun buku yang terkait dengan topik penulisan. KAJIAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tentang ASEAN Organisasi ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh lima Negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand melalui penandatanganan suatu deklarasi, atau yang biasa disebut dengan Deklarasi Bangkok. Negara-negara sekawasan lainnya turut bergabung sesudahnya, yakni Brunai Darussalam bergabung 8 Januari 1984, Vietnam yang bergabung tanggal 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar bergabung tanggal 23 Juli 1997 dan Kamboja pada
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
121
Edy Sutrisno
tanggal 30 April 1999, sehingga sampai saat ini jumlah Negara anggota ASEAN mencapai sepuluh Negara (Flores dan Abad). Direktorat Kerjasama ASEAN (1999:1) Meskipun ASEAN pada dasarnya merupakan wadah kerjasama di bidang ekonomi, sosial dan budaya, kerjasama ASEAN mencakup pula bidang politik dan keamanan. Deklarasi Bangkok tahun 1967 secara eksplisit berlatar belakang aspirasi dan komitmen politik para pemimpin negara-negara pendiri ASEAN untuk bersatu dalam suatu wadah kerjasama. Alasan pembentukan didasarkan atas kehendak politik, yaitu keinginan bersama untuk menciptakan stabilitas regional yang sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi nasional negara-negara di kawasan. Tinjauan Tentang Komunitas ASEAN 2015 Dalam pandangan Wenger (http://id.wikipedia.org, 2002) Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Jadi pengertian Komunitas ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015) adalah suatu kesepakatan tentang pembentukan komunitas yang terdiri dari tiga pilar, yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community),dan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-cultural Community) (12th ASEAN Summit,2007). Ketiga pilar ini saling berkaitan satu sama lain dan saling memperkuat tujuan pencapaian perdamaian yang berkelanjutan, stabilitas serta pemerataan kesejahteraan di kawasan. Piagam ASEAN (ASEAN Charter) pada KTT ASEAN ke-13 yang berlangsung di Singapura. KTT ke-13 ini menghasilkan 3deklarasi, yakni cetak biru (blueprint) ASEAN Community, yang didalamnya terdapat aspek ekonomi, keamanan dan sosial budaya. Piagam ASEAN ini secara langsung menjadi legal enforcement bagi negara-negara anggota atas kesepakatannya dalam komunitas ASEAN (ASEAN Community) pada tahun 2015. Piagam ASEAN diatas sekaligus menjadi prasasti evolusi dari kerjasama yang bersifat “persaudaraan” menjadi organisasi yang berdasarkan suatu kerangka yang lebih kohesif berlandaskan rule based framework. Dalam Piagam ASEAN juga disebutkan dengan eksplisit tujuan ASEAN Community, yakni; (1) Menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, (2) mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
122
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Reorientasi Pengembangan pendidikan islam dalam Memasuki Asean Community 2015
pembangunan diantara Negara anggota melalui bantuan dan kerjasama yang saling menguntungkan, Pasal 1 article 1 (dalamPiagam ASEAN). Tinjauan Realistas Empirik Pendidikan Islam di Indonesia Pendidikan Islam Madrasah Menurut Perencanaan dan Sistem Informasi (dalam http://www.pendis.go.id) Indonesia mempunyai jumlah pendidikan yang sangat besar secara nasional pada tahun 2012 terdapat 25.435 Raudhatul Athfal (RA), 23.071 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 15.244 Madrasah Tsanawiyah (MTs), 6.664 Madrasah Aliyah (MA). Perencanaan dan Sistem Informasi, Setdijen Pendis (Dalam http://www.pendis.kemenag.go.id) menjelaskan bahwa jumlah Pendidik di jenjang RA sebanyak 117.544 orang. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, >S1 72.496 orang (61,68 %), S1 44.576 orang (37,92 %) dan S2 berjumlah 472 orang (0,40 %). Jumlah guru di jenjang MI sebanyak 306.054. Berdasarkan kualifikasi pendidikan >S1, 105.477 orang (34,46 %), S1 berjumlah196.415 orang (64,18 %) S2 atau lebih 4.162 orang (1,36 %). Dijenjang MTs sebanyak 311.201 orang. Kualifikasi pendidikan >S1, 79.014 orang (25,40%) berpendidikan S1, 224.742 orang (72,22%), dan ≥S2 sebanyak 7.445 orang (2,39%).Kemudian di jenjang MA jumlah guru sebanyak 144.988 orang. Kualifikasi pendidikan <S125.920 orang (17,88%) berpendidikan S1, 113.020 orang (77,95%) dan berpendidikan ≥S2 sebanyak 6.048 orang (4,17%). Pendidikan Islam Pondok Pesantren Indonesia memiliki lembaga pendidikan pondok pesantren sebanyak 27.230 yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah santri Pondok Pesantren secara keseluruhan adalah 3.759.198. Sedangkan tenaga pengajar pondok pesantren seluruhnya berjumlah 153.276 orang pengajar, terdiri dari 102.495. Berdasarkan kualifikasi pendidikan, <S1 sebanyak 108.816 orang (70,99%), berkualifikasi S1 sebanyak 42.019 orang (27,42%), dan berkualifikasi pendidikan ≥S2 berjumlah 2.441 orang (1,59%). Lembaga Pendidikan Islam Tingkat Tinggi (PTAI) Secara nasional, pada tahun 2012 jumlah PTAI sebanyak 645 lembaga PTAI, yang terdiri dari 52 (8,06%) Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan 593 (91,94%) Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS) (Perencanaan dan Sistem Informasi Setditjen Pendis, dalam http://www.pendis.kemenag.go.id). Jumlah keseluruhan mahasiswa PTAI tahun 2012 sebanyak 617.200 orang berdasarkan jenjang pendidikan yang
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
123
Edy Sutrisno
ditempuh mahasiswa, dari 287.849 orang mahasiswa PTAIN yang menempuh jenjang pendidikan Diploma sebanyak 5.267 orang (1,83%), 268.452 orang (93,26%) mahasiswa jenjang Sarjana (S1), dan selebihnya 11.125 orang (3,86%) mahasiswa jenjang S2 dan jenjang S3 sebanyak 3.005 orang mahassiwa (1,04%). Sedangkan di PTAIS dari 329.351 mahasiswa, sebanyak 2.685 orang (0,82%) menempuh jenjang Diploma, 325.349 orang (99,78%) belajar pada jenjang Sarjana (S1). Dan 1.184 orang mahasiswa (0,36%) menempuh jenjang S2 serta 133 orang mahasiswa (0,04%) menempuh jenjang S3. Jumlah keseluruhan tenaga akademik PTAIN dan PTAIS sebanyak 31.130. sebanyak 13.841 dosen PTAIN, rata-rata dosen berpendidikan Master (S2) yaitu 10.484 dosen (75,75%), dosen S1 1.567 dosen (11,32%). Dan sisanya sebanyak 1.790 dosen (12,93%) berpendidikan (S3). Sementara untuk dosen PTAIS, dari total dosen 17.717 orang yang ada, 10.836 dosen (61,16%) berpendidikan S2, 5.516 dosen (31,13%) berpendidikan Sarjana (S1), 1.289 dosen (7,28%), dosen yang berpendidikan Doktor (S3), dan ada juga dosen yang berpendidikan diploma sebanyak 76 orang (0,43%). PEMBAHASAN TANTANGAN PENDIDIKAN DALAM MEMASUKI KOMUNITAS ASEAN 2015 Tantangan Pendidikan Bidang Ketenagakerjaan Fiki Ariyanti (http://bisnis.liputan6.com, 2014) dalam Tingkat produktifitas dan pendidikan tenaga kerja di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN), Armida Alisjahbana, menyebutkan bahwa tingkat pendidikan pekerja di Indonesia untuk usia 25 tahun ke atas saja, rata-rata lama sekolahnya 5,8 tahun. Sedangkan Malaysia 9,5 tahun, Filipina 8,9 tahun dan Thailand 10,1 tahun. Apalagi dengan Singapura, Indonesia jelas lebih rendah. Inilah yang menggambarkan kesiapan tenaga kerja Indonesia di ASEAN. Dari segi kualitas terjadi perubahan yang cukup mendasar pada tenaga kerja Indonesia. Penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih sangat tergolong rendah, sebanyak 32% dari 2.381.841 jumlah lowongan kerja yang terdaftar ternyata tidak dapat terisi oleh para pencari kerja Dats diolah dari BPS, berikut tabel yang memperlihatkan distribusi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan formal:
124
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Reorientasi Pengembangan pendidikan islam dalam Memasuki Asean Community 2015
Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Indonesia 2000-2010
TINGKAT PENDIDIKAN TENAGA KERJA INDONESIA TAHUN 2000 – 2010 Pendidikan
200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 201 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
Kurang Terdidik
77,7 77,8 77,7 76,8 76,3 75,8 75,6 74,9 73,5 71,1 69,4 % % % % % % % % % % %
≥ SD
Tamat 62,1 61,2 60,9 56,7 56,5 56,2 55,6 54,6 54,5 52,6 50,4 % % % % % % % % % % %
SMP
15,6 16,6 16,7 20,1 19,8 19,5 20,0 20,3 19,0 18,5 19,1 % % % % % % % % % % %
Terdidik
22,3 22,2 22,3 23,2 23,7 24,2 24,4 25,1 26,5 28,9 30,6 % % % % % % % % % % %
SMA/SMK
17,9 17,4 17,6 18,6 18,4 18,8 18,8 19,1 20,2 21,8 22,9 % % % % % % % % % % %
Akademi/D 2,2% 2,2% 2,1% 1,9% 2,2% 2,3% 2,3% 2,5% 2,6% 2,7% 2,8% ipl. Universitas 2,2% 2,6% 2,6% 2,7% 3,0% 3,1% 3,3% 3,6% 3,7% 4,4% 4,8% Tabel. 1 Dari tabel di atas, tenaga kerja yang berpendidikan (SMP) atau lebih rendah dikelompokan sebagai angkatan kerja kurang terdidik, sementara tenaga kerja (SMA/SMK) dikategorikan sebagai angkatan kerja terdidik. Berdasarkan kategori tersebut, tampak bahwa proporsi tenaga kerja terdidik terus meningkat dari 22,3% pada tahun 2000 menjadi 30,6% pada tahun 2010. Lebih jauh tabel diatas menunjukkan bahwa kenaikan ini terjadi baik pada mereka yang tamat SMA/SMK maupun tamatan perguruan tinggi (termasuk program diploma). Tantangan Bidang Pendidikan Mutu pendidikan Indonesia ternyata masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya, The Learning Curve Pearson 2014 memaparkan jika peringkat mutu pendidikan Indonesia berada di posisi paling bawah, yakni menempati rangking 40. Peringkat terbawah ini
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
125
Edy Sutrisno
merupakan yang kedua kalinya, sejak 2012. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur indeks ini, untuk keterampilan kognitif melalui Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS), serta Programme for International Student Assesment (PISA) di bidang membaca, matematika, dan sains. Sementara untuk tingkat pendidikan indikatornya terdiri dari angka melek huruf dan tingkat kelulusan (Ade Hapsari Lestarini, dalam http://kampus.okezone.com, 2014). Diberitakan Harahap (dalam http://kampus.okezone.com, 2014) Menurut Rektor Unpad, Ganjar Kurnia, Ada beberapa hal yang membuat mutu pendidikan di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negaranegara lainnya. Hal-hal yang membuat mutu pendidikan Indonesia jeblok karena pengaruh meningkatnya demografi atau penduduk, kualitas guru, dan fasilitasnya. Oleh karena itu, Indonesia harus berbenah diri dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Pendidikan Indonesia ke depannya lebih baik. Pemerintah sudah menerapkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan ternyata persentasenya mencapai 45 persen (sudah baik). Jumlah Guru dijenjang dari RA, MI, MTs dan MA sebanyak 879.787 guru, berdasarkan kualifikasi pendidikan <S1, berjumlah 282.907 orang (32,16%) berpendidikan S1 sebanyak 578.753 orang (65,78%) dan berpendidikan ≥S2 sebanyak 18.127 orang (2,06%). Kualitas guru sebanyak 32% belum S1. Kemudian pada tingkat Perguruan Tinggi juga masih ditemukan banyaknya dosen yang berpendidikan diploma di PTAIS dan S1 di PTAIN. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat kualifikasi dosen sangat rendah. Untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dalam ajang Komunitas ASEAN 2015 Maka tingkat pendidikan dasar harus S1 dan pada tingkat Perguruan Tinggi Harus S2/S3. Kondisidi atas merupakan tantangan tersendiri dalam memasuki kancah komunitas ASEAN 2015. Sebagai salah satu pilar ketiga ASEAN yakni ASEAN Sosio-Cultural Community peran pendidikan sangat penting dalam merubah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat berpengaruh pada profesionalisme di bidang ketenagakerjaan dan kenegaraan. Masyarakat ASEAN 2015 juga memberikan gambaran bagaimana persaingan pendidikan berlangsung secara dinamis. Mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi. Menjadi keniscayaan ketika kualitas pendidikan Indonesia akan dihadapkan dengan kompetisi regional yang sangat ketat. Tantangan terbesar adalah kualitas guru yang menjadi kunci sekaligus elanvital pendidikan nasional yang kuncinya terletak pada kualitas guru.
126
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Reorientasi Pengembangan pendidikan islam dalam Memasuki Asean Community 2015
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan juga paradigma baru dalam dunia pendidikan, tidak terkecuali pendidikan Islam. Senada dengan hal ini, Fasli Jalal menyatakan bahwa pengembangan pendidikan menjadi niscaya, karena peran pendidikan merupakan sentral kehidupan. Kehidupan sosial yang mengalami perubahan, pergeseran, sistem sosial, politik dan sistem ekonomi yang selalu dinamis harus diiringi dengan perubahan paradigma dalam bidang pendidikan (Muhaimin dan Mujib, 1993). Orientasi Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam dalam Menghadapi Komunitas ASEAN 2015 Augusto et all (dalamThe Global Competitiveness Index Report, 20062007, World Economic Forum)dengan menggunakan pola pikir positif bahwa tantangan akan menggugah kesadaran kita untuk berbenah lebih baik, maka beberapa solusi alternatif yang bersifat strategis jangka panjang dapat dikembangkan berdasarkan kerangka 3 pilar sub index pengukuran GCI sebagaimana Gambar berikut: Basic Requirement : Institutions Infrastructure Macroeconomy
Key for Factor-driven economies
Efficiency Enhancers : Higher Education and Training Market Efficiency (goods, labor, financial) Technological Readiness
Key for Efficiency-driven economies
Innovation and Sophistication Factors : Business Sophistication Innovation
Key for Innovation-driven economies
Gambar.1 Kerangka 3 Pilar Sub Index Pengukuran GCI Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar di Madrasah Meningkatan Mutu Pendidikan, baik dari tingkat Dasar dan Menengah yang berbasis kreatifitas. Peningkatan mutu pendidikan ini secara langsung akan meningkatkan komponen pendidikan dasar pada sub index Basic Requirement. Inisiatif perluasan SNBI (Sekolah Nasional Bertaraf Internasional) pada setiap provinsi dan kabupaten dengan model pembelajaran kreatif perlu didorong dengan alasan tidak sekedar karena banyaknya murid yang melanjutkan pendidikan ke luar negeri, tetapi lebih pada spirit peningkatan daya saing global. Spirit peningkatan daya saing global akan memacu institusi pendidikan terutama lembaga pendidikan Islam berpikir selangkah kedepan dibandingkan pesaing benchmark globalnya tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur kebangsaan kita.
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
127
Edy Sutrisno
Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi dan Kolaborasi Industri Meningkatkan mutu pendidikan tinggi dengan meningkatkan output modal intelektual yang inovatif. Diperlukan kerjasama yang erat antara industri dengan perguruan tinggi agar supaya output modal intelektual yang inovatif tersebut dapat dihasilkan. Model-model pengembangan Corporate University, dimana perguruan tinggi mendesain kurikulum pendidikan formal dan training sesuai kebutuhan industri adalah cara lain yang bisa dikembangkan. Peningkatan mutu bersama antara perguruan tinggi dan industri akan meningkatkan komponen pendidikan tinggi dan pelatihan pada sub index Efficiency Enhancers. Salah satu sarana yang berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan fasilitas ICT (Information and Computer Technology) sebagai komponen kesiapan teknologi pada sub index Efficiency Enhancers(Purbo, 2006). Pembelajaran Berkelanjutan Melalui Sertifikasi NVTC (dalam website Kementrian SDM Malaysia, 2005) Sertifikasi tenaga ahli dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing tenaga ahli lokal agar mampu bersaing pada tataran standar kerja yang global. Dengan adanya pasar yang lebih luas pada tahun 2015, maka sertifikasi adalah alat yang paling fair yang digunakan untuk bersaing. Sementara ini, pemegang sertifikasi keahlian di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan pesaing kita, Malaysia misalnya, yang secara signifikan mengadakan program sertifikasi reguler sejak 8 tahun lalu. Rendahnya pemegang sertifikasi keahlian dapat dilihat sebagaimana data tercatat pada HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia). Dari 3586 orang anggota, hanya 20,65% yang bersertifikat dengan kualifikasi sebagai berikut: 11,21% Profesional Muda, 6,44% Profesional Madya, dan 3% Profesional Utama. Data yang tercatat pada IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) juga menunjukkan hal yang sama. Dari 10.000 anggota, baru 10% (1000 anggota) yang memiliki sertifikasi keahlian, dari kelas pratama (menjalani profesi setelah 4 tahun lulus kuliah), kelas madya (lebih dari 4 tahun), dan kelas utama yang tingkat keahliannya diakui setara arsitek asing. Reorientasi Peningkatan Kerjasama Pendidikan Islam di Tingkat Regional Kawasan Konsekuensi dari Komunitas ASEAN dibidang pendidikan adalah semakin terbukanya peluang bagi masyarakat Asia Tenggara untuk berinteraksi dengan sesama anggota dalam satu payung komunitas besar. Di tingkat PTAIS, adalah Universitas Islam Bandung (UNISBA) yang mengawali penyelenggaraan kerjasama pendidikan dengan Universitas Kuala Lumpur, berupa program Double Degree dan pertukaran pelajar bagi mahasiswa.
128
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Reorientasi Pengembangan pendidikan islam dalam Memasuki Asean Community 2015
Masih minimnya ruang kerjasama pendidikan di lingkungan PTAI inilah yang kemudian diharapkan akan ditutupi dengan komitmen bersama para stakeholder penyelenggara pendidikan Islam di Indonesia untuk bisa mengembangkan kerjasama pendidikan lintas negara, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, orientasi peningkatan kerjasama, khususnya di bidang pendidikan Islam harus dikembangkan bersama. Dari perangkingan Publikasi Webometrics per Januari 2014, ada 6 PTAIN masuk 100 besar Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia. Berikut adalah Enam besar Webometrics Ranking yang dicapai Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) versi bulan Januari 2014 (http://www.webometrics.info/en/Asia/Indonesia). UIN Malang masuk dalam rangking 23 Indonesia (2058 dunia), menyusul selanjutnya adalah UIN Surabaya (45/3785), UIN Jakarta (54/4485), UIN Yogyakarta (72/5914), STAIN Salatiga (74/5960) dan IAIN Semarang (98/7849). Merujuk kepada lembaga pemeringkat WCU, QS dan The Times Higher Education (THE), untuk menuju Perguruan Tinggi bereputasi International, setidaknya ada lima komponen yang perlu diperhatikan dan selama ini menjadi tolok ukur, yaitu: akademik/pendidikan, reputasi di bidang penelitian, kerjasama internasional, rasio mahasiswa dan dosen internasional, serta industry income (http:www.diktis.kemenag.go.id).
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
129
Edy Sutrisno
PENUTUP Kesimpulan Kesepakatan atas terbentuknya Komunitas ASEAN yang mengintegrasikan aspek ekonomi, politik keamanan dan sosial budaya telah merubah dinamika kehidupan sosial masyarakat Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dampak dari integrasi tersebut ternyata juga berimbas pada sektor pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Pendidikan Islam di Indonesia masih banyak kekurangan di berbagai aspek kemudian mendapatkan berbagai tantangan dari kesepakatan Komunitas ASEAN 2015, diantaranya adalah; pertama, tantangan pendidikan bidang ketenagakerjaan, kedua tantangan bidang mutu pendidikan Islam. Orientasi yang dilakukan dalam pendidikan Islam diantaranya adalah; pertama, penguatan mutu pendidikan pada tingkat dasar di madrasah. Kedua, Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi dan Kolaborasi Industri. ketiga, pembelajaran berkelanjutan melaui sertifikasi. Keempat, reorientasi peningkatan kerjasama pendidikan islam di tingkat regional kawasan. Saran Dari paparan kesimpulan di atas, maka muncul adanya saran demi perbaikan ke depan. Untuk itu, yang paling dibutuhkan guna mengimplementasikan adalah visi yang jauh kedepan dan political will semua pihak yang terkait stakeholder lembaga pendidikan Islam dan pemerintah. Tanpa adanya kerjasama dan political will berbagai unsur diatas, maka Indonesia hanya bisa menjadi objek dari keberadaan Komunitas ASEAN 2015.
130
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
Reorientasi Pengembangan pendidikan islam dalam Memasuki Asean Community 2015
DAFTAR PUSTAKA Al-Syaibany, 1979. Omar Mohammad. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Bulan Bintang. Azra, Azyumardi, 1999. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millennium Baru, Jakarta; Logos. Direktorat Kerjasama ASEAN,1999. ASEAN Selayang Pandang, Jakarta; Ditjen Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI. Jalal, Fasli, 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta; Adicita. Jamil Maidan Flores dan Jun Abad. Based on the First Chapter of ASEAN at 30. Lexy J. Moleong, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, Bandung: Rosda Karya, NVTC, 2005. website Kementrian SDM Malaysia. Muhaimin dan Abd. Mujib, 1993. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung; Trigenda Karya Lopez-Claros, Augusto et all, The Global Competitiveness Index Report, 20062007, World Economic Forum OnnoW.Purbo,2006.Perhitungan Strategi Backbone Indonesia, makalah seminar Technopreneurship, Jakarta. http://bisnis.liputan6.com. http://www.webometrics.info/en/Asia/Indonesia http://www.diktis.kemenag.go.id http://id.wikipedia.org http://dunia.news.viva.co.id http://kampus.okezone.com http://persatuanindonesia.or.id http://www.republika.co.id ASEAN Charter, Bab I, pasal 1 12th ASEAN Summit, Januari 2007
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 01, Nomor 01, Juni 2014
131