Religiusitas dalam Novel (Tirsan)
191
RELIGIUSITAS DALAM NOVEL “SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU” KARYA AGUS SUNYOTO Tirsan SMP Negeri 3 Tuban Jalan Sunan Kalijaga 67 Tuban HP 082132665128 email:
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) syariat, (2) tariqat, (3) hakikat, dan (4) makrifat dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyukarya Agus Sunyoto.Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan menganalisis teks sastra (novel) untuk menemukan permasalahan yang berhubungan dengan nilai moral yang terdapat dalam novel Novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto.Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai nilai-nilai moral yaitu dengan melakukan penulisan pustaka (percetakan) serta data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.Berdasarkan keterangan unsur syariat, unsur tareqat, unsur hakikat, dan unsur makrifat dapat disimpulkan bahwa Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah pengetahuan akan hakikatmuthma'innahyang terangkum dalam maknasyari'at-thariqat-haqiqat-ma'rifat yang tiada lain adalah manifestasi tersembunyi dari jalan rahasia menguak hakikatthiin-maa'a-naar-nuur yang artinya tanah, air, api, dan cahaya. Kata kunci: religiusitas, novel, sastra Abstract: The purpose of this study was to describe(1) syariat, (2) tariqat, (3) hakikat, dan (4) makrifat in the novelSastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyuwrited Agus Sunyoto. This study used a qualitative research design to analyze literary texts ( novels ) to find problems related to moral values contained in the novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyuwrited Agus Sunyoto. Data collection techniques the author uses to obtain data and information on the moral values is to do the writing literature (printing) and the data were analyzed using descriptive analysis . Based on the information elements of sharia, tareqat elements, elements itself , and makrifatelements can be concluded that the novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu is the nature of knowledge muthma'innah summarized in the meaning of shari'a - tariqat - reality - ma'rifat that no other is the manifestation uncover the hidden secrets of nature thiin-maa'a-naar-nuur which means the soil, water, fire, and light . Keywords: religiosity, novels, literature
EDU-KATA, Vol. 2, No. 2, Agustus 2015
192
PENDAHULUAN Sebuah karya sastra, selain merupakan hasil pengalaman batin dan pengalaman estetik, juga sebagai ekspresi diri penulisnya.Salah satu dari sekian banyak ekspresi yang dituangkan dalam karya sastra berupa pengalaman yang berhubungan dengan religiusitas. Mangunwijaya (1982:11) menyatakan bahwa pada awal mula, seluruh karya sastra adalah religius, bahkan setiap karya sastra yang berkualitas selalu berjiwa religius. Pernyataan Mangunwijaya tersebut menegaskan bahwa dalam karya sastra terkandung nilai, norma, dan ajaran agama. Pernyataan seperti itu muncul karena penulis karya sastra adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk religius, yang tidak dapat dipungkiri pengalaman religiusnya akan mempengaruhi karya sastra yang dihasilkannya. Penulis tertarik untuk mengnalisis novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyukarya Agus Sunyoto dari segi religius karena ini patut untuk dijadikan contoh di dalam kehidupan sehari-hari.Apa lagi di era globalisasi ini arus informasinya yang begitu dahsyat dan sangat menghawatirkan sehingga kita tidak bisa lagi membedakan antara belahan bumi yang satu dengan yang lainya bahkan segala peristiwa yang terjadi di belahan bumi ini kini dapat diakses sehingga hal tersebut banyak menimbulkan berbagai dampak positif maupun yang negatif. Untuk mengatasi hal tersebut khususnya pada dampak negatif yang ditimbulkan maka harus dibentengi diri dengan jalan menuntut ilmu agama dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Permasalahan yang terjadi dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyukarya Agus Sunyotoini sangat menarik untuk dikaji 1
lebih dalam. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipilih judul: “Religiusitas novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyukarya Agus Sunyoto.” Alasan-alasan dipilihnya judul tersebut di atas, yaitu sebagai berikut, (1) aspek religiusitas termasuk dalam lingkungan karya sastra(novel) yang sangat menarik untuk diteliti sebab memaparkan tentangreligiusitas sehingga pesan yang disampaikan oleh pengarang dapatdipergunakan oleh pembaca untuk menambah pengetahuan tentangpemahaman religiusitas, (2) dipilih novel dengan judul Religiusitas dalam Novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu Karya Agus Sunyoto sebagai objek penelitian menonjolkan sisi religiusitas yangdigambarkan oleh tokoh utama Sudrun dan bahasa yang digunakan Agus Sunyoto mudah dipahami pembaca sehinggamemudahkan peneliti dalam menganalisis data dengan tinjauan struktural. Sementara itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan syariat, tariqat, hakikat, dan makrifat dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyukarya Agus Sunyoto. KAJIAN PUSTAKA Religiusitas dalam Karya Sastra Nilai religiusitas adalah nilai yang mendasari dan menuntun tindakan hidup ketuhanan manusia, dalam mempertahankan dan mengembangkan ketuhanan manusia dengan cara dan tujuan yang benar. Istilah religiusitas, pengertiannya berbeda dengan agama (religi).Religiusitas lebih menunjuk pada aspek yang ada dalam lubuk hati manusia, riak getaran hati pribadi manusia, sikap personal yang bersifat misteri bagi orang lain, karena menafaskan intimitas jiwa.Religiusitas memperlihatkan nafas intensitas jiwa, yaitu cita rasa yang merupakan kesatuan rasio dan rasa
Religiusitas dalam Novel (Tirsan)
manusiawi ke dalam pribadi manusia (Mangunwijaya, 1988:12).Kesatuan rasa dan rasio itu selanjutnya dipakai manusia untuk berhubungan dengan Tuhan. Sedangkan agama (religi) lebih menunjuk pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dan kepada “dunia atas” dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturanperaturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab dan sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan. Islam mengandung ajaran yang komperehensif, mengatur hubungan antara berbagai aspek.Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan antara sesamanya dan hubungannya dengan alam. Konsep Syariat Syariat berasal dari Bahasa Arab, menurut Kamus Al-Munawir ialah jalanyang lurus (at-tariqat almustaqimat), yakni jalan yang dengan mudah dapat mengantarkan seseorang ke tempat yang ia tuju. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syariat adalah hukum agama yg menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt., hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan Alquran dan hadis. Sementara menurut Syaltut, syariat adalah Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah atau hasil penalaran atas dasar ketentuan tersebut, untuk dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan umat manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan umat manusia; sesama muslim atau non muslim, maupun dengan alam sekitarnya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa syariat adalah 'Pandangan Hidup' (syara), 'Pegangan Hidup' (syariah), dan 'Perjuangan Hidup'
193
(manhaj) yg diwahyukan oleh Allah Swt untuk seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan dilaksanakan dlm hidup dan kehidupannya.. KonsepTarikat Asal kata tarikat dalam bahasa Arab al thariqah yang berarti jalan,keadaan, aliran.Menurut Nasution, tarikat berasal dari kata tariqah (jalan) yaitu jalan yang harus ditempuh seorang sufi dalam tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Tarikat kemudian mengandung arti organisasi (tarikat), tiap tarikat mempunyai Syekh, upacara ritual dan bentuk zikir sendiri ( Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid II, hal 89). Selain itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan tarikat sebagaimana disebutkan diatas, perlu mengadakan latihan batin, riyadah, dan mujahaddah (perjuangan kerohanian). Perjuangan itu disebut dengan suluk dan pelakunya adalah salikthariq akhirah(panduan mencapai hidup di akhirat).Tarikat ini banyak tersiar di Hadramaut,Indonesia, Konsep Hakikat Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada.Kata ini berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran).kata Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya disebut batil (yang tidak benar). Dalam ilmu tasawuf, hakikat merupakan salah satu bagian (tingkat) dari empat tingkatan ilmu: syariat, tarekat, makrifat dan bakikat. Syariat, sebagai ilmu yang paling awal, mempelajari tentang amal ibadat dan muamalat secara
194
lahir. Tarekat, sebagai ilmu kedua, mempelajari tentang latihan-latihan rohani dan jasmani yang dilakukan sekelompok umat Islam (para sufi) menurut ajaran-ajaran tertentu, yang tujuan pokoknya adalah untuk mempertebal iman dalam hati para pengikutnya, sehingga tidak ada lagi yang lebih indah dan dicintai selain daripada Allah. Makrifat, sebagai tingkat ketiga, mempelajari tentang bagaimana mengetahui sesuatu dengan seyakinyakinnya.Makrifat yang dimaksud di sini, adalah ma`rifatullah (mengenal Allah) baik zat-Nya, sifat-Nya maupun asmaNya.Hakikat, sebagai tingkat terakhir dan lanjutan dari makrifat, berusaha menunjukkan basil dari makrifat itu ke dalam wujud yang sebenar-benarnya, atau pada tingkat kebenaran yang paling tinggi. Hakikat itu baru akan dicapai sesudah seseorang memperoleh makrifat yang sebenar-benarnya. Dan hakikat ini, hanya dapat dicapai dalam keadaan fana (hilangnya kesadaran diri dan alam sekelilingnya), karena hanya dalam keadaan yang demikianlah terbuka dan tersingkapnya tirai penutup yang merintangi seorang hamba dengan Tuhannya (kasyf al-mahjub). Dengan demikian, hakikat merupakan puncak dari basil yang dicapai kaum sufi dalam usaha pendakian spiritual melalui tarekatnya. Dan biasanya, seorang sufi yang telah mencapai ma`rifatullah yang hakiki disebut ahli hakikat(ahlu al-Haqiqah). Menurut Ibnu Arabi, hakikat wujud ini adalah satu dalam jauhar dan zatnya, tetapi berbilang dalam sifat dan asmanya. Selanjutnya ia mengatakan: “Manakala engkau meninjau dari sudut zat-Nya, engkau akan berkata, itulah Haq. Dan apabila engkau meninjau dari sudut sifat dan asma-Nya, dari sudut terjadinya segala sesuatu yang mumkinat, niscaya engkau berkata, itulah makhluk atau alam”.
EDU-KATA, Vol. 2, No. 2, Agustus 2015
Hakikat juga dapat berarti ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan maknanya yang pertama (makna yang sebenarnya), kebalikan dari ungkapan majas (metafor).Akan tetapi ada beberapa ungkapan majaz yang sudah sering digunakan, sehingga menjadi semacam konvensi, majaz seperti ini dapat disebut sebagai hakikat secara adat kebiasaan (haqiqat al-`urfiyat). Konsep Makrifat Ma’rifat menurut pemikiran Ahmad Rifa’i yaitu berfikir akan kekuasaan Allah atau suasana hati yang menggambarkan menuju kedekatan hamba dengan Tuhannya. Pengertian "Ma'rifat" dalam bahasa berarti tahu atau kenal, ilmu atau pengetahuan, diambil dari bahasa Arab 'arafa.Dalam artian umum, ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal.Dalam tasawuf, makrifat berarti mengetahui Allah SWT dari dekat, yaitu pengetahuan dengan hati sanubari. Dengan makrifat seorang sufi lewat hati sanubarinya, dapat melihat Tuhan Allah SWT. Para sufi mengatakan, "kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah SWT. Makrifat itu merupakan cermin. Jika seorang sufi melihat ke cermin, maka yang akan dilihatnya hanya Allah SWT. Yang dilihat orang arif sewaktu tidur maupun bangun hanya Allah SWT".Pengetahuan dalam bentuk makrifat merupakan pengetahuan yang langsung ada pada Allah SWT, yang dianugerahkan-Nya kepada mereka yang diberi kemampuan menerimanya. Ma’rifat menurut makna dhahirnya adalah seseorang menunaikan kewajibankewajiban agama yang sesuai dengan syara’ serta keikhlasan hati dalam beribadah semata- mata karena Allah.
Religiusitas dalam Novel (Tirsan)
Orang yang telah ma’rifat ketika dipuji oleh orang mukmin karena kebaikannya, maka bertambah imannya dan bersyukur kepada Allah, dan tatkala dihina dan dinista, tidak menjadi runtuh semangat dan ibadahnya kepada Allah, karena ia benar- benar telah meyakini bahwa apapun yang terjadi pada dirinya dan alam semesta ini adalah atas QUDRATIRODAT- dan ILMU Allah semata, dan semua sudah sesuai dengan apa yang tertulis di Lauh Mahfudh. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Penggunaan rancangan penelitian kualitatif dilakukan karena data yang dihasilkan adalah data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis. Salah satu ciri penting penelitian kualitatif kajian sastra adalah penelitian dilakukan secara deskriptif, artinya analisa terurai dalam bentuk kata-kata, bukan berbetuk angka (Endraswara, 2011:5). Pengolahan data dalam penelitian ini tidak menggunakan angka-angka statistik sebagai pisau analisis utamanya melainkan terbatas pada penganalisaan kategori dan konsep. Karena itu, merupakan satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis tentang sesuatu yang sesuai dengan permasalahan atau fokus penelitian. Untuk memudahkan memperoleh data dan kesimpulan secara objektif tentang religiusitas dalam novel Novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto, maka langkah yang ditempuh penulis adalah mengadakan studi kepustakaan yang mengidentifkasi pemilihan dan perumusan masalah, menyelidiki variabel-variabel yang relevan melalui telaah kepustakaan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
195
deskriptif. Metode deskriptif adalah proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menuliskan keadaan subyek atau nonobjek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain). Pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.Penelitian ini menggunakan pendekatan moral.Langkah yang dilakukan adalah menganalisis teks sastra (novel) untuk menemukan permasalahan yang berhubungan dengan nilai moral yang terdapat dalam novel Novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto. Data dalam penelitian ini adalah nilai moral yang terdapat dalam novel Novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto, yaitu nilai religiusitas yaitu Akidah, Akhlak, dan Ibadah. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus SunyotoPenerbit LKiS Yogyakarta Cetakan Pertama tahun 2012 dengan jumlah halaman 552, dan tempat terbitnya di Salakan Baru dan Jl. Parangtritis Jogjakarta., Perihal Sastra dan Religiusitas dalam sastra oleh Subijanto Atmosuwito Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung cetakan tahun 2010 dengan jumlah halaman 154. Sastra Jendra Hayuningrat Analisa dan Pembahasanoleh Drs. R. Dyatmiko Soemodiharjo, SH, M Hum Penerbit Shira Media Cetakan Pertama Oktober tahun 2010 dengan jumlah halaman 192, dan tempat terbitnya di Jl. Wulung, Condongcatur Jogjakarta. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai nilai-nilai moral yaitu dengan melakukan penulisan pustaka (percetakan).Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan
196
maka data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.Berdasarkan nilai religiusitas yang dijadikan acuan penelitian meliputi. 1. Menelaah seluruh data yang telah diperoleh berupa nilai religiusitas dalam Novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto. 2. Mereduksi dan mengaitkan data tertulis berupa nilai religiusitas, selanjutnya dikutip untuk memperkuat analisis data. 3. Apabila hasil penelitian ini sudah akurat serta data yang dibutuhkan telah lengkap maka penelitian ini telah dianggap berakhir. PEMBAHASAN Syariat Kaitannya dengan soal-soal akidah maupun yang bertalian dengan masalahmasalah hukum Islam, segala aturan yang ditentukan oleh Allah SWT umumnya bersifat tegas dan jelas sehingga mudah dimengerti dan dan diikuti untuk mengarahkan akal pikiran ke arah berpikir yang sehat dan dinamis. Adapun unsur syariat dalam novel “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat dilihat pada kutipan berikut: “…meski Saya tidak pernah mengaji bahkan hafal urutan-urutan huruf Hijaiyyah, ternyata saya bisa juga membaca huruf alQur’an dan kitab-kitab kuning mesti dengan cara belajar secara otodidak…” (SJHPD, hal 9, p-2).
Mengaji dan hafal urutan-urutan huruf Hijaiyyah merupakan hukum dan aturan dalam syariat Islam, sehingga apa yang sudah dilakukan tokoh utama dalam novel di atas sedikit menyimpang dari syariat Islam. “Dengan jujur saya mengakui bahwa sebagai Sudrun dengan penuh Ke-sudrun-an, saya merasakan adanya ketidakberasan pada diri saya, terutama yang menyangkut soal perempuan. Saya sendiri tidak mengerti
EDU-KATA, Vol. 2, No. 2, Agustus 2015
kenapa saya tidak memiliki rasa tertarik pada lawan jenis saya yang cantik mempersona.” (SJHPD, hal 19, p-2)
Saya mengakui bahwa sebagai Sudrun dengan penuh ke-sudrun-an. Tokoh utama mempunyai sifat jujur, dimana dia mengakui akan kekurangan pada dirinya yang tidak mempunyai perasaan tertarik pada perempuan. “Al-Qur’an dalam makna Kalaam-i-Lafdzii adalah satu kiblat, satu hukum, satu daya, dan satu hakikat dari sumber ilahi di luar diri manusia yang berfungsi untuk pedoman bagi pernyataan al-Qur’an dalam diri manusia.(SJHPD, hal 98, p-3).
Al-Qur’an adalah satu kiblat, kiblat adalah aturan yang digunakan dalam Islam sebagai tempat atau arah yang digunakan oleh umat Islam dalam menjalankan sholat. Umat Islam berpedomankepada Al-Qur’an karena AlQur’an merupakan kitab yang dipakai sebagai aturan yang jelas dalam kehidupan seluruh umat Islam dalam memaknai kehidupan maupun bisikan azali untuk kembali ke asal. Untuk itulah al-Qur’an dalam makna Kalaam-i-Lafdzii senantiasa berfungsi sebagai patokan yang hakiki. Jantung saya tiba-tiba saya meletus ketika si tua Chandragupta dengan suara lantang mengulang-ulang bagian surat Yunus yang say abaca. Saya mendengar suaranya merdu denga irama sangat mempesona. Dan jantung saya benar-benar saya rasakan akan meledak ketika si tua Chandragupta mengomel keras dan mengumpati saya seolah-olah dia menyalahkan saya yang dianggapnya telah membaca al-Qur’an seenaknya.(SJHPD, hal 178, p-3)
Saya Sudrun diomeli atau diumpat oleh Chandragupta setelah membaca surat Yunus. Saya Sudrun dalam membaca al-Qura’an masih belum menggunakan tajwit atau aturan membaca al-Qur’an dengan benar, artinya bahwa dalam membaca al-Qur’an harus menyesuaikan kata atau kalimat
Religiusitas dalam Novel (Tirsan)
dengan bacaan.
melihat
panjang
pendeknya
Tarikat Tarikat adalah jalan yang harus ditempuh seorang sufi dalam tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah SWT atau dengan kata lain berada di hadirat-Nya tanpa dibatasi oleh hijab (dinding yang membatasi mata batin seseorang dengan Allah). Adapun unsur tareqat dalam novel “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat dilihat pada kutipan berikut: “ketahuilah, o anak, bahwa untuk menjadi al-Insaan Al-Kamil atau Rajendra Hayuningrat itu bukan pekerjaan ringan. Sebab perjalanan dari “Diyu” menuju “Rajendra” harus melampaui tujuh samudra, tujuh gurun, tujuh lembah, tujuh buana, tujuh langit yang tidak pernah diketahui batas-batasnya.” “ada Jalan menuju Ilahi bermacam-macam, kawan.Dan engkau memiliki jalan tersendiri apabila engkau ikhlas berjuang untuk setia pada niat utamamu mencari Allah. Allah telah berjanji akan menunjukkan jalanjalan-Nya kepada siapa yang mau berjuang untuk mencari-Nya. Oleh sebab itu, jangan syak dan ragu lagi bahwa apabila engkau telah mengenal nafimu yang terhijab oleh daya-daya iblis, maka saat itu Pula engkau akan mengenal Allah; semua selubung akan disibakkan bagai langit malam dikuakkan oleh matahari.” (SJHPD, hal 109, p-3)
Jalan untuk bertemu dengan Allah SWT bisa dengan banyak cara asal kita mempunyai niat utama mencari atau bertemu Allah. Dan kita harus percaya bahwa bahwa Allah SWT akan menunjukkan jalan kepada umatnya yang mau berjuang untuk mencari Allah SWT. Pengertian di atas menunjukkan bahwa Allah akan selalu memberikan kemudahan dan jalan untuk seluruh umatnya yang menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
197
Engkau dengan berani menyatakan bahwa dirimu belum mencintai Allah.Tetapi ketahuilah, kawan, bahwa sejak engkau menyadari dirimu dan tidak menyembunyikan sesuatu darinya, maka seketika itu juga gerbang Mahjuubiin di dala nafs-mu telah terbuka. Sinar kebenaran telah memancar; dan tinggal perjuanganmu yang akan menentukan.(SJHPD, hal 106, p1).
Bahwa sejak manusia menyadari akan dirinya sendiridan tidak menyembunyikandari yang ada dalam perasaannya adalah awal dari perjalanan untuk mendekatkan manusia dengan Allah. “…..ayat-ayat al-Qur’an senantiasa dibaca orang dalam setiap detik, menit, dan jam tanpa henti, baik sebagai bacaan maupun hafalan, baik dalam beribadah, shalat maupun dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sejak al-Qur’an diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW, al-Qur’an tidak pernah berhentidibaca oleh manusia barang satu detik pun.” (SJHPD, hal 126, p2) Ayat-ayat al-Qur’an senantiasa dibaca orang dalam setiap detik, menit, dan tanpa henti.Artinya bahwa manusia berusaha dan bertujuan untuk mendekatkan dirinya dengan Allah Swt, yaitu dengan jalan membaca al-Qur’an. “Satu senja seusai sembahyang Isya’, saya sengaja tidak pulang ke kamar sewaan saya yang jaraknya hanya dua-tiga ratus meter dari Masjid Zakaria. Hal itu saya lakukan, karena sekelebatan saya melihat sosok Chandragupta berada diantara deretan jamaah sembahyang Isya.”(SJHPD, hal 177, p-3).
Kutipan di atas menjelaskan hubungan antara manusia dengan Allah Swt, dan mendekatkan diri kepada Allah Swt melalui sholat atau sembahyang. Hakikat Hakikat merupakan salah satu bagian (tingkat) dari empat tingkatan ilmu: syariat, tarekat, makrifat dan hakihat.Hakikat sebagai tingkat terakhir
EDU-KATA, Vol. 2, No. 2, Agustus 2015
198
dan lanjutan dari makrifat, berusaha menunjukkan hasil dari makrifat itu ke dalam wujud yang sebenar-benarnya, atau pada tingkat kebenaran yang paling tinggi. Adapun unsur hakikat dalam novel “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat dilihat pada kutipan berikut: harus tundu,k dan patuh kepada hukumhukum syari'at. Renungkan segala kejadian yang engkau lewati selama ini dan akan mengatakan, bahwa apa yang telah engkau lewati selama ini pada hakikatnya adalah rangkaian dari hakikat Sastra Hajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Hanya saja, engkau belum bisa memilah-milahkan apa yang telah engkau peroleh itu ke dalam pemahaman jiwa dan akal budimu, meski ilmu pengetahuan tidak selalu harus dipahami rnelalui akal budi manusia." “Apakah Sastra Hajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu bisa dimaknai dengan Ma’rifat Billah?" “Sastra Hajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah pengetahuan akan hakikat MUTHMA'-INNAH sebagaimana yang telah aku uraikan tadi kepadamu. Dia terangkum dalam makna Syari'at-Thariqat-Haqiqat-Ma'rifat yang tiada lain adalah manifestasi tersembunyi dari jalan rahasia menguak hakikat ThiinMaa'a-Naar-Nuur. “Apakah itu berarti terjadi dua makna dari sholat syariat dan sholat hakikat?" “Itulah pengertian yang keliru, Saya, sebab antara syariat-Thariqat-Haqiqat-Ma'rifat tidak bisa dipisahpisahkan seibarat tidak dapat dipisahkannya NafsLawwamah-Nafs Sufliyyah-Nafs Amarah-Nafs Muthmainnah.Artinya, di dalam makna shalat sejatinya terangkai rahasia empat makna yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainya. “Yang pertama, adalah shalat jasad yang merupakan manifestasi Taraqqi bagi unsur Thin yang Yang kedua, adalah shalat Qalbu yang merupakan rnanifestasi shalat cipta, yang merupakan perwujudan shalat dari unsur Maa'a dalam Taraqqi yang disebut dengan Tharigat."
"
Yang ketiga, adalah shalat Ruuh yang melambangkan shalat jiwa yang memanifestasikan Taraqqi unsur Naar yang disebut hakikar, dan yang keempat adalah shalat Sir, merupakan manifestasi Taraqqi unsur Nuur yang disebut Ma'rifat." “Keempat hal tersebut adalah piranti untuk mencarai derajat ma'rifat.Jasad yang diwakili Aql adalah piranti untuk mengetahui perbuatan Allah dalam hukum Illat dan Ma'lul.Qalb adalah piranti untuk mengetahui sifat dan hakikat sifat Allah.Ruuh adalah piranti untuk mencintai Tuhan sebab di dalam Ruuh terangkai makna Nafakhtufhi min Ruuhi.Dan Siir adalah piranti untuk menyaksikan Tuhan.(SJHPD, hal 390-391, p-3-10) Kutipan di atas menjelaskan tentang pengetahuan akan hakikat Muthma’innah yang artinya bahwa antara Syariat, Thariqat, Haqiqat dan Ma’rifat tidak dapat dipisah-pisahkan, artinya bahwa di dalam makna shalat jelas tidak dapat dipisahpisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. “Allah adalah Tunggal dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya (QS. Alikhlas : 1-4). Ingatlah segala perkara yang dahulu daripada awal zaman, bahwa Aku ini Allah; tiada lagi Tuhan yang lain atau sesuatu yang setara dengan Aku (Yesaya, 44 :6). Maka sekarang ketahuilah olehmu dan perhatikanlah ini baik-baik, bahwa Tuhan itulah Allah, kecuali Tuhan Yang Maha Esa tiadalah yang lain lagi (Ulangan, 4:36). Adapun Allah Tuhan kita, Dialah Tuhan Yang Maha Esa (Markus, 12: 12:29). Inilah hidup kekal, yaitu supaya mereka mengenal Engkau, Allah Yang Maha Esa dan Benar. (SJHPD, hal 426, p-3) Allah adalah Tunggal dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya, artinya bahwa Allah Swt itu hanya satu tidak ada duanya. Dan Allah itu tidak akan mati atau hidul kekal. Makrifat
Makrifat merupakan suasana hati yang menggambarkan menuju kedekatan hamba dengan Tuhannya.Adapun unsur hakikat dalam novel “Sastra Jendra
199
Religiusitas dalam Novel (Tirsan)
Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat dilihat pada kutipan berikut: Renungkanlah akan perilaku Nabi Muhammad SAW ketika mendakwahkan kebenaran Islam. Beliau tidak sampai terperangkap kepada rasa suka dan tidak suka.Bahkan saat beliau dilempari batu dan dibaluri unta, beliau tetap mendoakan kebaikan terhadap orang-orang yang memusuhi.Bahkan kalau engkau tahu, sekalipun beliau memimpin berbagai peperangan, namun beliau tidak pernah membubuh siapapun kecuali dijadikan sarana oleh Allah.Sebab beliau tiadalah diutus Allah kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta (QS. Al-Anbiyaa’:107) sehingga saat membunuh musuh dalam perang pun yang melakukan adalah Allah sendiri dengan menjadikan beliau sebagai sarana (QS. Al-Anfal:17). (SJHPD, hal 374, p-4).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa dengan kedekatan manusia kepada Allah Swt, manusia merasa tidak melakukan apapun, yang dilihatnya hanya Allah Swt.Di samping itu makrifat adalah anugerah Allah kepada kaum sufi yang telah ikhlas beribadat dan sungguhsungguh mencintai dan mengenal Allah Swt. SIMPULAN Berdasarkan uraian bab-bab terdahulu, maka diperoleh kesimpulan religiusitas dalam novel “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” karya Agus Sunyoto. 1. Unsur Syariat Syariat dalam novel “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” karya Agus Sunyoto adalah mentaati segala aturan yang ditentukan Allah SWT untuk para hamba-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala Larangan-Nya. 2. Unsur Tareqat Dalam hal ini tokoh Saya Sudrun dituntun oleh jalan pikiran, perasaan dan tindakan terkendali secara terus
menerus kepada suatu rangkaian tingkatan untuk merasakan hakihat hidup yang sebenarnya. 3. Unsur Hakikat Dalam novel ini dijelaskan tentang pengetahuan akan hakikat Muthma’innah yang artinya bahwa antara Syariat, Thariqat, Haqiqat dan Ma’rifat ridak dapat dipisahpisahkan, artinya bahwa di dalam makna shalat jelas tidak dapat dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. 4. Unsur Makrifat Dengan kedekatan manusia kepada Allah SWT, membuat manusia merasa tidak melakukan apapun, dan yang dilihatnya hanya Allah SWT, dimana kaum sufi yang telah ikhlas beribadat dan sungguh-sungguh mencintai dan mengenal Allah Swt. Dari keterangan empat unsur di atas dapat disimpulkan bahwa Sastra Hajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah pengetahuan akan hakikat MUTHMA'-INNAH yang terangkum dalam makna Syari'at-Thariqat-HaqiqatMa'rifat yang tiada lain adalah manifestasi tersembunyi dari jalan rahasia menguak hakikat Thiin-Maa'aNaar-Nuur yang artinya tanah, air, api, dan cahaya. DAFTAR PUSTAKA Ancok, D. 2002. Teknik Penyusunan Skala Pengukur. Yogyakarta: Pusat Studi Kependidikan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada. Bakker, J. W. M. 1984. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
200
Djojosuroto,Kinayati.2006.Metodologi Penelitian Ilmiah Sebagai Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra III.Jakarta:UniversitasNegeriJakart a. Jassin, H. B. 1991. Analisa : sorotan Mentalitas dan pengambangan, Jakarta Gramedia. Mangunwijaya, Y. B. 1988. Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Kanisius. Nurgiantoro, Burhan. 2007. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: PT. Remaja RosdaKarya. Poerwadarminta, W. J. S. 1992. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Siswantoro.2005.Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis.Surakarta:Muhammadiy ahUniversityPress. Syuhadak. 2010. Nilai-Nilai Kultural Edukatif Dalam “Basanan” Using Banyuwangi Dan Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Materi Pembelajaran Apresiasi Sastra Di
EDU-KATA, Vol. 2, No. 2, Agustus 2015
Sekolah. Skripsi dipublikasikan. FKIP Universitas Jember.
tidak PBSI.
Sunyoto, Agus. 2012. Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wellek, Rene & Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia http
/ naqsyabandi.org / sekilas tasauf.diakses 15 Oktober 2012.
http://masbamb.wordpress.com/ diakses 1 6 Oktober 2012.