RELEVANSI INTEGRASI PARADIGMA MELALUI LEVEL ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN MIXED METHODS (STUDI KASUS MCDONALDIZATION OF SOCIETY KARYA GEORGE RITZER) Oki Rahadianto Sutopo
Abstract 'In American tradition, debates between qualitative(Qual) and quantitative (Quant) methods has happened since 20 th century and only recently there is new offer to methods called Mixed methods. This methods are treated as the third way to the unfinished debates on methods even they are embedded and paradigm argument which does not agree with this new methods. This article would like to show the relevance of mixed methods as one of methods in social science using the integrated paradigm and analytical level of George Ritzer, one of major American sociologist today. Although Ritzer itself never mentioned what methods that he used in his works, but this library research shows how mix methods and Ritzer’s theory find its relevance in triangulation technique and level of analysis which included macro-micro scope and subjective-objective dimension. The exemplars that are shown to prove this hypothesis are Ritzer’s works in Mcdonaldization of Society (1996). Tracing back in its philosophical roots, pragmatism seems become the main basis, especially its orientations on problem solving and how to answer the research questions”. Keywords: mixed methods, triangulation, integrated paradigm, pragmatism. Pendahuluan Perdebatan dalam ilmu sosial terutama sosiologi tidak hanya terbatas pada teori namun juga meluas hingga ke metode penelitian. Apabila dilacak ke belakang dalam tradisi keilmuan Jerman, debat antar metode telah berlangsung lama dan dikenal sebagai Methodenstreit. Dalam perdebatan terjadi tarik ulur antara apakah ilmu sosial lebih condong ke arah Nomothetic ataukah Ideografik. Max Weber dengan pendirian sebagai Neo-Kantian mendamaikan perdebatan tersebut dan menjelaskan bahwa dalam ilmu sosial metode untuk menganalisis fenomena dapat dengan erklaren (penjelasan sebab akibat) maupun verstehen (pemahaman). Dengan kata lain, Max Weber mencoba membawa nomothetic dan ideografik under one roof1 . Perdebatan antar metode pada prosesnya dilanjutkan oleh teoritikus kritis dari Mahzab Frankfurt yaitu Juergen Habermas, dalam Knowledge and Human Interest (1971) dimana Habermas tidak hanya menambahkan tradisi kritis yang bersifat refleksif namun juga sekaligus mengkritisi kepentingan dibalik masing-masing tradisi tersebut2. Dalam tradisi keilmuan Amerika, perdebatan antar metode juga terjadi antara metode kuantitatif (survei) diwakili oleh Columbia University dengan metode kualitatif
1 Nugroho, Heru. 2001. Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2 Menurut Habermas (1971), Nomothetic yang melahirkan positivisme menyembunyikan kepentingan teknis, ideografik yang kemudian melahirkan humaniora menyembunyikan kepentingan pemahaman (komunikasi), sedangkan tradisi kritis menyembunyikan kepentingan emansipatoris.
Oki Rahadianto Sutopo Relevansi Integrasi Paradigma melalui Level Analisis terhadap Penggunaan Mixed Methods (Studi Kasus McDonaldization of Society Karya George Ritzer)
(observasi partisipasi) diwakili oleh Chicago School3. Dalam tradisi Amerika, metode yang dominan relatif lebih pada metode kuantitatif dengan menggunakan survei hingga tahun 60-an muncul tantangan dari beberapa sosiolog yang menganut aliran konstruktivis (Peter. L Berger) ataupun radikal (C.Wright Mills) yang menginginkan unsur manusia (humanisme) mendapat tempat dalam ilmu sosial4. Dalam debat antar metode, muncullah pendekatan ketiga atau apa yang dinamakan mixed methods dimana menurut pembagian alur waktu dari Denzin and Lincoln (1994) adalah pada masa blurred genres (1970-1986) dan crisis of representation (1986-1990) 5 . Pada kedua masa ini, Denzin (1978) mulai memperkenalkan istilah triangulasi baik untuk data triangulasi maupun triangulasi metodologis sebagai salah satu cara dalam mixed methods. 6 Dalam studi yang lain, Wolley (2009) menambahkan mengenai penggunaan triangulasi sebagai salah satu cara dalam mixed methods dengan semangat melengkapi (complementary) daripada bertujuan untuk validasi (validation).7 Meskipun ditawarkan mixed methods, debat apakah penggabungan metode dimungkinkan masih terjadi, misalnya perlawanan dari para penganut embedded argument serta paradigm argument8. Penganut embedded argument berposisi bahwa metode mempunyai komitmen yang kuat dengan epistemologi dan ontologi sehingga tidak mungkin dilakukan penggabungan, sedangkan bagi penganut paradigm argument antar metode tidak dapat digabungkan karena dianggap incompatible. Namun benarkah antar metode tidak dapat digabungkan?. Studi terdahulu mengenai keterkaitan teori sosiologi khususnya Pierre Bourdieu dengan mixed methods sejauh penelusuran penulis pernah dilakukan oleh Fries (2009) 9. Terinspirasi dari studi terdahulu serta berdasarkan problematisasi masalah di atas, artikel 3 Perdebatan ini oleh Abbas Tashakorie dan Charles Teddlie disebut sebagai paradigm wars, beberapa aspek yang diperdebatkan antara lain : ontology, epistemology, axiology, generalizations, causal linkages dan logic. lihat: Tashakorie, Abbas and Charles Teddlie. 1998. Mixed Methodology :Combining Qualitative and Quantitative Approaches. London: Sage Publications. Halaman 7. 4 Mengenai sejarah metode penelitian Amerika 1920-1960, baca : Platt, Jennifer. 1996. A History of Sociological Research Methods in America 1920-1960. New York : Cambridge University Press. Sedangkan mengenai berbagai pendirian sosiolog Amerika, baca : Friedrichs, Robert. 1970. A Sociology of Sociology. New York : Free Press. 5 Menurut Denzin dalam Tashakorie dan Teddlie (2003), alur historis perkembangan metode terbagi menjadi lima masa yaitu: tradisional (1900-1950), keemasan (1950-1970), genre yang kabur (1970-1986), krisis representasi (1986-1990) dan postmodern (1990-sekarang). Masa tradisional merupakan masa dominan positivisme. Pada masa keemasan, kemunculan mixed methods ditandai oleh mulai dikesampingkannya positivisme, sedangkan pada masa blurred genres dan crisis of representation ditandai dengan munculnya post-positivisme, konstruktivisme serta pengenalan akan triangulasi. 6 Shakori, Abbas and Charles Teddlie (ed). 2003. Handbook of Mixed Methods in Social and Behavioral Research. London : Sage Publications. Halaman 7. 7 Dalam beberapa pustaka terdahulu, misalnya Denzin (1978), Tashakori dan Teddlie (2003), Cresswell dalam Tashakori dan Teddlie (2003), Wolley (2009) menjelaskan mengenai campur aduknya pengertian mixed methods. Triangulasi oleh beberapa teoritikus sebelum munculnya paradigma baru dianggap sama dengan mixed methods, namun juga ada yang berpendapat bahwa triangulasi adalah salah satu cara dalam mixed methods, baik bersifat melengkapi ataupun validasi. Sampai sekarang belum ada definisi tunggal mengenai mixed methods. 8 Bryman, Alan. 2004. Social Research Methods. Oxford : Oxford University Press. Halaman 452-453. 9 Fries, J. Christopher. 2009. Bourdieu’s Reflexive Sociology as a Theoretical Basis for Mixed Methods Research: An Application to Complementary and Alternative Medicine. Journal of Mixed Methods Research Vol. 3 No.4. Sage Publications. 319
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 1 April 2012
ini mencoba menawarkan pendekatan dari Sosiolog Amerika, George Ritzer mengenai integrasi antar paradigma dengan menggunakan level analisis dan dimensi sosial untuk memberikan alternatif penjelasan mengenai penggunaan mixed methods. Dengan kata lain, artikel ini berusaha menunjukkan relevannya integrasi paradigma Ritzer dalam mendukung tesis compatibility antar metode terutama melalui penggunaan triangulasi. Untuk menjawab pertanyaan di atas, tulisan ini secara bertahap akan membahas mengenai paradigma sosiologi menurut Ritzer, integrasi paradigma melalui level analisis sosial, triangulasi sebagai implikasi penerapan level analisis sosial, pragmatisme sebagai landasan dari penerapan triangulasi dan ditutup dengan kesimpulan serta agenda penelitian ke depan. Analisis Paradigma Sosiologi menurut George Ritzer Sosiologi menurut Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolutions (1962) belum mencapai status ilmu dikarenakan tidak mempunyai paradigma tunggal sebagaimana yang terjadi pada ilmu alam yang telah mapan. Asumsi Kuhn ini berasal dari pemikiran bahwa ilmu akan mencapai status normal melalui proses yang dijelaskannya sebagai berikut : Skema 1 Proses Perubahan Paradigma Menurut Kuhn [ Paradigma I
Normal Sciences
Anomali
Krisis
Revolusi
Paradigma II ]
Menurut Kuhn, ilmu menjadi normal juga melalui tahap krisis serta revolusi, berbeda dengan anggapan umum bahwa ilmu menjadi normal melalui proses akumulasi yang terjadi secara perlahan-lahan. Jika memakai konsep paradigma dari Kuhn maka sosiologi belum dikatakan mencapai status sebagai ilmu atau Turner dalam The Structure of Sociological Theory (1991) menyebutnya sebagai pre-scientific, sosiologi belum mempunyai paradigma yang mapan untuk menjelaskan fenomena sosial. Bahkan Robert Nisbet menyebut sosiologi sebagai seni karena konsep-konsep kunci sosiologi misalnya anomie ataupun alienasi dapat diinterpretasi ulang sesuai perubahan zaman serta konsep-konsep tersebut tidak tunggal dan tidak dapat diukur10. Belum mapannya sosiologi sebagai ilmu juga dijelaskan oleh Connell (2006) tidak terlepas dari dominannya pengaruh aliran positivisme dalam tradisi ilmu sosial Amerika11. Pemikiran Kuhn mengenai pentingnya status paradigma sebuah ilmu membawa pengaruh pada ilmu sosiologi. Beberapa sosiolog mencoba menjawab masalah paradigma dalam sosiologi dimulai dari Friedrich dalam A Sociology of Sociology (1972) menjelaskan bahwa paradigma sosiologi terbagi menjadi dua yaitu sosiolog sebagai Prophet (berorientasi pada perubahan sosial/value laden) dan Priest (berorientasi pada 10 Sugandi, Yulia. 2002. Rekonstruksi Humanis Menuju Praksis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 11 Connell, Raewyn. 2006. Northern Theory : The Political Geography of General Social Theory. Theory and Society. Vol. 35, No 2. . Mengenai dominasi positivisme dalam konteks Indonesia, lihat : Samuel, Hanneman. 1999. The Development of Sociology in Indonesia. Swinburn Institute of Technology: Australia (disertasi). 320
Oki Rahadianto Sutopo Relevansi Integrasi Paradigma melalui Level Analisis terhadap Penggunaan Mixed Methods (Studi Kasus McDonaldization of Society Karya George Ritzer)
ilmu/value free), Poloma dalam Ritzer and Godman (2003) menjelaskan bahwa paradigma sosiologi terbagi menjadi tiga yaitu naturalis, humanis dan evaluatif serta Perdue (1986) membedakan paradigma sosiologi menjadi tiga yaitu order, pluralist dan conflict. Berbagai paradigma yang ada dalam sosiologi cenderung saling berkonflik satu sama lain, mengklaim bahwa paradigmanya yang paling benar dan sebagai akibatnya, tidak membawa kemajuan dalam ilmu sosiologi. Salah satu sosiolog yang mencoba mendamaikan sekaligus menjawab tantangan dari Kuhn mengenai status paradigma sosiologi adalah George Ritzer. Dalam bukunya Sociology a Multiple Paradigm Science (1975) menjelaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempunyai paradigma jamak yaitu fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial. Paradigma tersebut tersusun dari beberapa elemen antara lain : images of subject matter, exemplar, teori, dan metode, secara singkatnya dijelaskan dalam bagan berikut. Bagan 1 Tiga Paradigma Sosiologi serta Elemen yang Menyusun 12 Elemen Paradigma Fakta Paradigma Definisi Sosial Sosial Eksemplar The Rules of Social Action karya Max Sociological Method Weber. and Suicide karya Durkheim. Pokok Fenomena struktur Cara aktor mendefinisi Kajian sosial dan institusi situasi sosial dan efek serta efeknya terhadap definisi tersebut pada aksi pemikiran dan aksi dan interaksi yang terjadi. individu. Teori dan Metode
Struktural fungsional, System, dan konflik. Wawancara, kuesioner, dan historis komparatif.
Teori aksi, interaksionisme simbolik, fenomenologi, dan ethnomethodologi. Observasi, wawancara-kuesioner.
Paradigma Perilaku Sosial Karya B.F Skinner.
Reward and punishment yang memengaruhi pola perilaku individu yang tidak terpikirkan. Teori perilaku sosial serta Exchange theory. Eksperimen.
Integrasi Paradigma Melalui Level Analisis Sosial Dalam karya selanjutnya yaitu Toward an Integrated Sociological Paradigm (1981), Ritzer mulai menjelaskan mengenai integrasi antar paradigma dengan menawarkan konsep level analisis sosial yang mencakup makro-mikro serta dimensi objektif-subjektif secara dialektis. Dengan melakukan integrasi antar paradigma, Ritzer (1981) sekaligus membantah anggapan Kuhn serta Turner bahwa ilmu sosiologi bersifat pre-scientific dan menjelaskan bahwa berbeda dengan ilmu alam yang mempunyai paradigma tunggal, sosiologi merupakan ilmu yang berparadigma jamak (multiple paradigms). Dianalogikan seperti tiga orang buta yang mencoba mengenali gajah secara bersamaan maka tiap orang tersebut akan menjelaskan bentuk gajah secara berbeda (Berger and Berger; 1976). Misalnya yang meraba belalai akan mengira gajah itu panjang sedangkan yang meraba badan akan menjelaskan bahwa gajah itu besar. Begitu pula antar 12 Ritzer, George. 1975. Sociology a Multiple Paradigm Science. Boston : Allyn and Bacon. 321
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 1 April 2012
paradigma dalam sosiologi menurut Ritzer sebenarnya menjelaskan fenomena yang sama namun dari sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu daripada dilanda konflik internal yang tidak berkesudahan, Ritzer mendamaikan antar paradigma dengan menggunakan level analisis sosial. Dengan menawarkan level analisis sosial, bukan berarti dalam kenyataannya dunia sosial benar-benar terbagi dalam berbagai level13. Level analisis hanya ditempatkan sebagai alat bantu pada saat melakukan olah sosiologi atau dalam istilah Berger (1963) serta Berger dan Kellner (1981) level analisis sosial didialogkan pada saat bracketing process dalam memahami fenomena masyarakat yang kompleks. Tiga paradigma dalam sosiologi yaitu fakta sosial, definisi sosial serta perilaku sosial menurut Ritzer bergerak dalam suatu kontinum yaitu makro-mikro serta dimensi objektif-subjektif. Masing-masing paradigma mempunyai ruang geraknya sendiri dalam kontinum tersebut, meskipun begitu menurut Ritzer antar paradigma tersebut sebenarnya saling beririsan satu sama lain dalam berbagai level serta dimensinya. Tawaran Ritzer dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut. Skema 2 Level Analisis Sosial menurut Ritzer Makroskopik I. Makro - Obyektif Contoh: system ekonomi, birokrasi, teknologi, hukum
II. Makro - Subjektif Contoh: kebudayaan, norma, nilai
Objektif
Subjektif
IV. Mikro - Obyektif Contoh: pola perilaku, tindakan interaksi sosial atas realitas
III. Mikro - Subjektif Contoh: persepsi, kepercayaan, beraneka ragam konstruksi Mikroskopik
Triangulasi Sebagai Implikasi dari Penerapan Level Analisis Sosial Lalu bagaimanakah strategi penelitian yang digunakan oleh Ritzer? Sebagai implikasi dari penggunaan level analisis sosial makro-mikro serta subjektif-objektif, Ritzer menggunakan triangulasi dalam melakukan pengumpulan data. Menurut Lee and Mcdonald dalam Sugandi (2002), triangulasi berpijak pada asumsi dasar bahwa tidak satupun metode yang secara intrinsik bersifat obyektif guna mendapatkan pengertian secara lebih baik. Dari sini dikembangkan berbagai macam definisi triangulasi, Denzin (1978) misalnya mendefinisikan sebagai kombinasi metodologis dalam mempelajari fenomena yang sama14 dan Tashakori and Teddlie15 mendefinisikan sebagai kombinasi dan perbandingan variasi sumber data, koleksi data dan prosedur analisis, metode
13 Ritzer, George. 2001. Explorations in Social Theory. London : Sage Publications. Halaman 92 14 ”The combination of methodologies in the study of the same phenomenon” (Denzin, 1978) 15 Shakori, Abbas and Charles Teddlie (ed). 2003. Handbook of Mixed Methods in Social and Behavioral Research. London : Sage Publications. Halaman 717. 322
Oki Rahadianto Sutopo Relevansi Integrasi Paradigma melalui Level Analisis terhadap Penggunaan Mixed Methods (Studi Kasus McDonaldization of Society Karya George Ritzer)
penelitian, dan/atau referensi yang terjadi pada akhir studi16. Keuntungan dari penggunaan triangulasi dijelaskan oleh Johnson et.al (2007) antara lain: memacu peneliti untuk kreatif mengumpulkan data, memperoleh data yang lebih dalam dan komprehensif serta memungkinkan sintesis teori. Triangulasi dirasa relevan karena level analisa Ritzer yang begitu luas serta bersifat multidimensi. Data kuantitatif maupun kualitatif dikumpulkan serta dilakukan kroscek untuk tujuan menjawab pertanyaan penelitian yang telah diajukan sekomprehensif mungkin. Hal ini bertolak belakang dengan penganut embedded argument yang menyatakan bahwa metode mempunyai komitmen epistemologi yang kuat sehingga tidak dapat digabungkan17. Triangulasi digunakan oleh Ritzer dalam karyanya Mcdonaldization of Society (1996) saat memberikan penjelasan mengenai Mcdonaldisasi yang melanda berbagai level dan dimensi dalam masyarakat Amerika mulai dari proses produksi-sosio ekonomi (makro objektif), budaya (makro subjektif), pola perilaku (mikro objektif) hingga ke level kesadaran individu (mikro subjektif)18. Saat menjelaskan dalam level makro objektif serta makro subjektif, Ritzer menggabungkan baik data kuantitatif maupun kualitatif, misalnya saat menunjukkan pesatnya pertumbuhan Mcdonald di Amerika: “Sukses Mcdonald memang meyakinkan. Tahun 1993, total aset jualnya mencapai USD 23,6 milliar dengan laba sekitar USD 1,1 miliar. Rata-rata perolehan di AS sekitar 1,6 miliar pertahun. Mcdonald, yang memulai bisnis pada tahun 1953, membuka outlet ke 12.000 pada 1991 dan diakhir 1993 memiliki sekitar 14.000 restoran di seluruh dunia. Karena sukses ini, beberapa pengusaha meniru bisnis Mcdonald” (halaman 2). Penjelasan dalam level makro objektif tersebut dilengkapi dengan data kualitatif yang menunjukkan Mcdonald telah menjadi budaya Amerika (makro subjektif), ditunjukkan oleh Ritzer dalam kasus ketidaksetujuan warga Amerika saat akan terjadi penghancuran restoran pertama Mcdonald Ray Kroc (pendiri Mcdonald pertama), dijelaskan: “Mohon jangan dihancurkan! Nama perusahaan Anda (Mcdonald-pen) telah menjadi kata rumah tangga tidak hanya di AS. Menghancurkan artefak utama kultur kontemporer ini sudah pasti akan meluluhlantakkan sebagian rakyat yang menggantungkan hidup di perusahaan Anda” (halaman 5). Merasuknya Mcdonald sebagai budaya masyarakat Amerika (makro subjektif), juga melanda anak-anak, ditambahkan oleh Ritzer dengan data kuantitatif yang
16 “The combinations and comparisons of multiple data sources, data collection and analysis procedures, research methods, and/or references that occur at the end of study” (Tashakori and Teddlie, 2003). 17 Bryman, Alan. 2004. Social Research Methods. Oxford : Oxford University Press. halaman 452-453. 18 Fenomena Mcdonaldisasi tidak hanya secara literal diartikan sebagai menjamurnya restoran cepat saji Mcdonald namun yang lebih subtantif adalah penggunaan empat prinsip yang mendasari Mcdonaldisasi yaitu : efisiensi, kalkulabilitas, prediktabilitas dan kontrol. Sebagai contoh dalam profesi kedokteran serta produksi sosiologi (teori dan metode) di Amerika, lebih lanjut lihat: Ritzer, George and David Walczak. 1988. Rationalization and the Deprofessionalization of Physicians. Social Forces, Vol. 67. dan Ritzer, George. 2001. Explorations in Social Theory. London : Sage Publications. Di Indonesia, Mcdonaldisasi juga melanda pendidikan tinggi serta musik jazz dengan merebaknya genre fusion, lihat : Nugroho, Heru (ed). 2002. Mcdonaldisasi Pendidikan Tinggi. Yogyakarta: CCSS dan Pascasarjana Sosiologi UGM serta Nugroho, Heru. 2001. Mcdonaldisasi Jazz di Indonesia dalam Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 323
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 1 April 2012
mendukung yaitu survei pada anak-anak usia sekolah menunjukkan bahwa Ronald Mcdonald adalah tokoh terpopuler kedua, setelah Santa Claus. Dampak dari Mcdonaldisasi terutama mengenai prinsip calculability 19 pada aspek rasionalitas masyarakat (mikro subjektif), dijelaskan dengan data kualitatif berupa hasil wawancara : “We tend to believe deeply that in general, bigger is better!” (halaman 199). Selain calculability, pengaruh prinsip predictability20 ditempatkan dalam level mikro objektif , terutama bertitik berat pada perilaku baik pegawai maupun konsumen. Data kualitatif diperoleh dengan observasi, misalnya saat menunjukkan interaksi saat memesan burger. Dapat dipastikan pegawai akan mengikuti enam tahapan yaitu melayani menyambut pelanggan, mencatat pesanan, meracik pesanan, menyajikan pesanan, menerima pembayaran, berterima kasih serta memintanya datang kembali21. Senada dengan penjelasan prediktabilitas, dampak prinsip eficiency22 dijelaskan dalam level mikro objektif dengan teknik observasi terutama saat menunjukkan prinsip tersebut memaksa konsumen bekerja. Dijelaskan oleh Ritzer: “Jaringan restoran fast foods Mcdonald hadir dengan slogan kami lakukan semua demi Anda!. Realitasnya, justru kita yang melakukan semuanya untuk mereka. Kita harus antre, membawa sendiri makanan ke meja, membuang sampah dan menumpuk baki!”(halaman 71). Prinsip kontrol dijelaskan dalam level mikro objektif dengan teknik observasi. Ritzer menunjukkan dalam aspek perubahan perilaku terutama saat digunakannya non-human technology. Dari sisi pegawai, dijelaskan mengenai penggunaan sensor otomatis pada dispenser soft drink guna mencegah kelalaian seperti isi minuman terlalu penuh. Begitu pula dengan mesin kentang goreng yang secara otomatis akan berbunyi jika kentang telah matang dan mengangkat keranjang kentang dari minyak panas. Dengan kata lain yang harus dilakukan pegawai adalah hanya menekan tombol, tidak ada inovasi lebih lanjut dalam hal perilaku. Berbagai penjelasan di atas menunjukkan bagaimana diterapkannya triangulasi sebagai implikasi dari tawaran level analisis sosial Ritzer. Data kualitatif dan kuantitatif didialogkan dengan masing-masing level dari makro objektif hingga mikro subjektif untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana fenomena Mcdonaldisasi terjadi dalam masyarakat Amerika. Apabila menggunakan model mixed methods yang diusulkan oleh Tashakori dan Teddlie (2003: 686), maka yang dilakukan oleh Ritzer dalam pengumpulan data di atas merupakan tipe dari Concurrent mixed method design dimana dalam tipe studi ini, satu pertanyaan secara simultan dijawab dengan mengumpulkan dan menganalisa baik
19 Dijelaskan oleh Ritzer (2001) sebagai ” Emphasis on quantitative aspect of products sold (portion, size, cost)” halaman 199. 20 Predictability dijelaskan sebagai ” The assurance that their products and service will be the same over time and in all locales”, ibid. halaman 200. 21 Rizer (1996) halaman 146. Observasi partisipasi yang dilakukan oleh penulis misalnya di restoran Mcdonald Kemang, Jakarta Selatan, ada tujuh tahapan pelayanan. Setelah tahap menerima pembayaran, pegawai biasanya menawari untuk membeli merchandise Mcdonald, baru kemudian berterima kasih dan meminta datang kembali.(catatan lapangan penulis). 22 Efisiensi dijelaskan oleh Ritzer (2001) sebagai ” The optimum method for getting from one point to another” halaman 198. 324
Oki Rahadianto Sutopo Relevansi Integrasi Paradigma melalui Level Analisis terhadap Penggunaan Mixed Methods (Studi Kasus McDonaldization of Society Karya George Ritzer)
data kuantitatif maupun kualitatif dan kemudian dibuat satu kesimpulan berdasarkan kedua sumber data23. Dalam skema secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut. Skema 2.1 Concurrent Mixed Methods Design sebagai Model Strategi Analisis Ritzer Purpose/Question (Menunjukkan Fenomena Mcdonaldisasi dalam Masyarakat Amerika) Data Collection (Quan+Qual)
Data Collection (Qual)
Data Analysis (Makro ObjektifMakro Subjektif )
Data Analysis (Mikro ObjektifMikro Subjektif) Inference (Mcdonaldisasi melanda berbagai level kehidupan, melalui prinsip efisiensi, kalkulabilitas, prediktabilitas dan kontrol)
Pragmatisme sebagai Landasan dari Penggunaan Triangulasi Apabila ditarik lebih dalam lagi apa yang melandasi penggunaan level analisis sosial serta triangulasi oleh Ritzer, maka basisnya terletak pada pragmatisme. Aliran ini merupakan fondasi yang tepat bagi penggunaan mixed methods (Tashakori dan Teddlie, 2003: 20), dikarenakan aliran pragmatis menganut pendirian antara lain: mendukung penggunaan metode kualitatif serta kuantitatif dalam penelitian yang sama (menolak tesis incompatibility), berpendirian bahwa pertanyaan penelitian lebih penting daripada paradigma ataupun metode (dictatorship of research question), produces the most effectiveness serta lebih berorientasi pada praxis (problem solving)24. Berbagai elemen dari aliran pragmatis ditemukan di dalam karya Ritzer saat menjawab pertanyaan penelitian mengenai Mcdonaldisasi masyarakat Amerika. Ritzer menggunakan triangulasi sebagai implikasi dari level analisis yang mengintegrasikan makro-mikro serta subjektif-objektif dengan tujuan praktis yaitu untuk memberikan 23 “In this type of study, one kind of question is simultaneously addressed by collecting and analyzing both Quan and Qual data, and then one type of inference is made on the basis of both data sources” (Tashakori and Teddlie, 2003). 24 Maxcy, J. Spencer. 2003. Pragmatic threads in Mixed Methods Research In The Social Science dalam The Handbook of Mixed Methods. London : Sage Publications. Halaman : 81. 325
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 1 April 2012
penjelasan secara mendalam kepada publik mengenai dampak negatif Mcdonaldisasi25. Dengan menunjukkan cara kerja Mcdonaldisasi dan dampak negatifnya, Ritzer berusaha meningkatkan kewaspadaan publik sehingga mempunyai kemungkinan membantu memecahkan masalah publik (public problem solving). Dari sini, dapat dijelaskan bahwa Ritzer menolak pendapat mengenai the real truth dari para penganut embedded argument, serta lebih berpendirian bahwa “Only result count” 26 . Posisi pragmatisme diantara paradigma penelitian dalam imu sosial yang lain diringkas oleh Tashakori dan Teddlie (1998) sebagai berikut: Bagan 2 Posisi Pragmatisme dalam Debat Paradigma Penelitian27 Paradigma Positivisme Postpositivisme Metode Kuantitatif Kuantitatif Logik
Deduktif
Deduktif
Epistemologi
Dualisme yang dimodifikasi
Aksiologi
Titik berat pada pandangan objektif, pemisahan objek dengan subjek Bebas nilai
Ontologi
Realisme naif
Realisme kritis ataupun trancendental
Bebas nilai yang dapat dikontrol
Pragmatisme Kuantitatif + kualitatif Deduktif + induktif Pandangan objektif + subjektif
Konstruktivis Kualitatif
Nilai berperan besar dalam mengintepretasikan hasil Memilih penjelasan yang menghasilkan hasil terbaik
Sarat nilai
Induktif Subjektif
Relativisme
Kesimpulan Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa relevansi dari integrasi antar paradigma dari Ritzer melalui level analisis serta dimensi sosial terhadap mixed methods adalah dengan digunakannya triangulasi. Dengan triangulasi didapatkan data yang sesuai dengan level analisis makro-mikro-subjektif-objektif yang ditawarkan serta dapat dilakukan kroscek terhadap hasilnya. Hal ini sebagaimana dicontohkan dalam berbagai karya Ritzer mengenai Mcdonaldization (1996). Triangulasi digunakan sebagai salah satu
25 Sebagai seorang Neo-Weberian, Ritzer menaruh perhatian mendalam akan menjalarnya irasionalitas atas rasionalitas dalam masyarakat yang terMcdonaldisasi, atau dalam terminology Weber disebut sebagai jeratan kerangkeng besi rasionalitas (iron cage of rationality). Lebih lanjut lihat ; Coser, Lewis. 1971. Masters of Sociological Thoughts. New Yok : Jovanovich Inc. 26 Ibid, halaman 85. 27Tashakorie, Abbas and Charles Teddlie. 1998. Mixed Methodology :Combining Qualitative and Quantitative Approaches. London: Sage Publications. 326
Oki Rahadianto Sutopo Relevansi Integrasi Paradigma melalui Level Analisis terhadap Penggunaan Mixed Methods (Studi Kasus McDonaldization of Society Karya George Ritzer)
cara untuk memberikan penjelasan serta pemahaman yang lebih komprehensif kepada publik. Landasan filosofis dari penggunaan triangulasi ini adalah pragmatisme dimana pandangan ini menolak paradigm purity, incompatibility thesis ataupun esensi dari suatu fenomena, dan lebih condong ke praxis dengan tujuan problem solving. Triangulasi dirasa cocok untuk mengakomodasi pendirian ini dan juga sebaliknya. Dialektik emansipatoris juga dapat menjadi landasan filosofis namun dengan tujuan yang berbeda. Tulisan ini merupakan studi awal sehingga diharapkan akan dilanjutkan dengan studi lebih mendalam mengenai topik yang terkait dengan metateori dan metodologi. Dalam scope yang lebih umum, dapat pula dilakukan studi serupa misalnya terhadap karya para sosiolog yang menganut aliran pragmatis, ataupun kontinum makro-mikro/ struktur-agensi terhadap penggunaan mixed methods seperti Peter.l Berger, Margaret Archer ataupun Anthony Giddens. Dari studi–studi ini diharapkan memberikan sumbangan berarti bagi kemajuan ilmu sosiologi umumnya dan khususnya terhadap pengembangan mixed methods sebagai paradigma baru. ***** Daftar Pustaka Berger, Peter.l. 1963. Invitation to Sociology. New York : Basic Books. Berger, Peter.l and Briggite Berger. 1976. Sociology: A Biographical Approach. New York: Basic Books. Berger, Peter.l and Hanfried Kellner. 1981. Sociology Reintepreted. New York : Basic Books. Bryman, Alan. 2004. Social Research Methods. Oxford : Oxford University Press. Connell, Raewyn. 2006. Northern Theory : The Political Geography of General Social Theory. Theory and Society. Vol. 35, No 2. Springer. Coser, Lewis. 1971. Masters of Sociological Thoughts. New York: Jovanovich Inc. Denzin, N.K. 1978. The Research Act : A Theoretical Introduction to Sociological Methods. New York: Praeger. Fries, J. Christopher. 2009. Bourdieu’s Reflexive Sociology as a Theoretical Basis for Mixed Methods Research: An Application to Complementary and Alternative Medicine. Journal of Mixed Methods Research Vol. 3 No.4. Sage Publications. Habermas, Juergen. 1971. Knowledge and Human Interest. Boston: Beacon Press. Harvey, Lee and Morag Mcdonald. 1993. Doing Sociology : A Practical Introduction. London : The Macmillan Press Ltd. Johnson, R.Burke, Anthony J Ounwegbuzie and Lisa Turner. 2007. Towards a Definition of Mixed Methods Research. Journal of Mixed Methods Research. Vol.1 No 2. Sage Publications. Kuhn, Thomas. 1962. The Structure of Scientific Revolution. Chicago : University of Chicago Press. 327
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 1 April 2012
Neuman, W. Lawrence. 2003. Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approaches. Boston : Allyn and Bacon. Nugroho, Heru. 2001. Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Nugroho, Heru(ed). 2002. Mcdonaldisasi Pendidikan Tinggi. Yogyakarta: CCSS dan Pascasarjana Sosiologi UGM. Perdue, William. 1986. Sociological Theory : Explanation, Paradigm and Ideology. Palo Alto: Mayfield Publishing. Platt, Jennifer. 1996. A History of Sociological Research Methods in America 1920-1960. New York : Cambridge University Press. Ritzer, George. 1975. Sociology a Multiple Paradigm Science. Boston : Allyn and Bacon. ___________. 1981. Toward an Integrated Sociological Paradigm. Boston : Allyn and Bacon. ___________. 1996. The Mcdonaldization of Society. CA : Pine Forge Press . ___________. 2001. Explorations in Social Theory: From Metatheorizing to Rationalization London : Sage Publications. Ritzer, George and David Walczak. 1988. Rationalization and the Deprofessionalization of Physicians. Social Forces, Vol. 67. Ritzer, George and Douglas J. Goodman. 2003. Modern Sociological Theory. New York : Mc Graw Hill. Samuel, Hanneman. 1999. The Development of Sociology in Indonesia. Swinburn Institute of Technology: Australia. (disertasi). Sugandi, Yulia. 2002. Rekonstruksi Sosiologi Humanis Menuju Praxis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Tashakorie, Abbas and Charles Teddlie. 1998. Mixed Methodology :Combining Qualitative and Quantitative Approaches. London: Sage Publications. Tashakori, Abbas and Charles Teddlie (ed). 2003. Handbook of Mixed Methods in Social and Behavioral Research. London : Sage Publications. Turner, Jonathan. 1991. The Structure of Sociological Theory. Belmon : Wadsworth. Wolley, M. Claire. 2009. Meeting The Mixed Methods Challenge of Integration in a Sociological Study of Structure and Agency. Journal of Mixed Methods Research Vol.3 No.1 Sage Publications.
328