TUGAS AKHIR – SM141501
REDUKSI MODEL ALIRAN AIR SUNGAI SATU DIMENSI DENGAN METODE SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION AIRIN NUR HIDAYATI NRP 1213 100 095 Dosen Pembimbing Dr. Didik Khusnul Arif, S.Si, M.Si. Dr. Dieky Adzkiya, S.Si, M.Si. JURUSAN MATEMATIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
FINAL PROJECT – SM141501
REDUCTION OF ONE-DIMENSIONAL RIVER FLOW MODEL USING SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION METHOD AIRIN NUR HIDAYATI NRP 1213 100 095 Supervisiors : Dr. Didik Khusnul Arif, S.Si, M.Si. Dr. Dieky Adzkiya, S.Si, M.Si. DEPARTMENT OF MATHEMATICS Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
vi
REDUKSI MODEL ALIRAN AIR SUNGAI SATU DIMENSI DENGAN METODE SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION Nama NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: Airin Nur Hidayati : 1213 100 095 : Matematika FMIPA ITS : 1. Dr. Didik Khusnul Arif, S.Si, M.Si 2. Dr. Dieky Adzkiya, S.Si, M.Si
Abstrak Sistem yang terdapat di alam semesta seringkali memiliki orde yang besar, sehingga waktu komputasi yang dibutuhkan semakin lama pula. Oleh karena itu, dibutuhkan penyederhanaan sistem yang berorde besar agar sistem tersebut memiliki orde yang lebih kecil tanpa kesalahan yang signifikan. Penyederhanaan sistem inilah yang dimaksud reduksi model. Pada masalah aliran air sungai, model sistem yang digunakan merupakan sistem yang tak stabil. Dalam penyelesaian reduksi model pada sistem tak stabil berbeda dengan penyelesaian pada sistem yang stabil. Untuk sistem tak stabil dibutuhkan proses dekomposisi untuk mendapatkan subsistem stabil yang dapat direduksi. Metode Singular Perturbation Approximation (SPA) adalah salah satu metode reduksi model. Pada reduksi model meggunakan metode SPA, semua variabel keadaan dari sistem setimbang dipartisi menjadi mode cepat dan lambat. Selanjutnya, model tereduksi diperoleh dengan mengambil kecepatan dari mode cepat sama dengan nol. Hasil simulasi menunjukkan bahwa model aliran air sungai tidak dapat direduksi dengan metode SPA. Sebab, pada model aliran air sungai bersifat tak terkendali dan tak teramati. Sedangkan pada metode SPA, sistem yang direduksi harus bersifat stabil asimtotik, terkendali dan teramati. Kata kunci: Reduksi model, Sistem tak stabil, Model aliran air sungai, Dekomposisi, Singular Pertubation Approximation .
vii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
viii
REDUCTION OF ONE-DIMENSIONAL RIVER FLOW MODEL USING SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION METHOD Name NRP Department Supervisors
: Airin Nur Hidayati : 1213 100 095 : Mathematics FMIPA-ITS : 1. Dr. Didik Khusnul Arif, S.Si, M.Si 2. Dr. Dieky Adzkiya, S.Si, M.Si
Abstract The system in the universe often have large order, so that the computational time of analyze a higher-order system is longer than the computational time to analyze a smaller-order system. Therefore, we need to simplify the order of the system so that the system has a smallerorder without any significant errors. Simplification of this system can be done using the model reduction. The water flow model is known to be unstable. The algorithm to reduce an unstable model is different compared to the algorithm to reduce a stable model. The unstable system needs to be decomposed to obtain a stable subsystem that can be reduced. Singular Perturbation Approximation (SPA) method is one of the model reduction method. The reduction of the model using SPA, all variables balanced realization is partitioned into fast and slow mode. Furthermore, the reduced model is obtained by taking the speed of fast mode is equal to zero. The simulation results showed that the model of water flow cannot be reduced by the method of SPA. Because, on the model of water flow is uncontrollable and unobservable. While the method of SPA requires an asymptotically stable system, controllable and observable. Keywords: Model reduction, Unstable system, The water flow model, Decomposition, Singular Perturbation Approximation.
ix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
x
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahhirobbil’aalamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat, taufiq dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “REDUKSI MODEL ALIRAN AIR SUNGAI SATU DIMENSI DENGAN METODE SINGULAR PERTURBATION APPROXIMATION “ yang merupakan salah satu persyaratan akademis dalam menyelesaikan Program Sarjana Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak mendapat bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Mukhlash, S.Si, MT, selaku ketua Jurusan Matematika FMIPA ITS yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama perkulihan hingga terselesainya Tugas Akhir ini. 2. Bapak Dr. Didik Khusnul Arif, S.Si, M.Si, selaku Dosen Pembimbing dan selaku Kaprodi S1 Jurusan Matematika FMIPA ITS yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 3. Bapak Dr. Dieky Adzkiya, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 4. Bapak Drs. Iis Herisman, M.Si, selaku Sekretaris Kaprodi S1 Jurusan Matematika FMIPA ITS yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama perkulihan hingga terselesainya Tugas Akhir ini.
xi
5. Ibu Soleha, S.Si, M.Si selaku Dosen Wali yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini. 6. Bapak Dr. Choirul Imron, MI.Komp, Ibu Tahiyatul Asfihani, S.Si, M.Si dan Bapak Muhammad Syifa’ul Mufid, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran demi perbaikan Tugas Akhir. 7. Keluarga tercinta terutama Bapak Bibit dan Ibu Sulastri yang senantiasa dengan ikhlas memberikan kasih sayang, semangat, doa, dan nasihat-nasihat yang sungguh berarti, serta Moh. Bastomi, Muhammad Fuad Alwi dan Fatma Sofiani yang senatiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 8. Seluruh jajaran dosen dan staf jurusan Matematika ITS yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. 9. Seluruh teman-teman angkatan 2013 dan seluruh keluarga besar HIMATIKA ITS terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. Apabila dalam Tugas Akhir ini ada kekurangan, penulis mohon kritik dan saran demi penyempurnaan Laporan Tugas Akhir di masa yang akan datang. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Januari 2017
Penulis
xii
Spesial Thank’s To Keberhasilan penulisan Tugas Akhir ini tidak lepas dari orangorang terdekat penulis. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberi rahmat, petunjuk, kekuatan, dan kesabaran dalam setiap langkah kehidupan penulis serta kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa dinanti syafa'atnya di yaumil qiyamah nanti. 2. Ibu dan Bapak, kedua orang tua ku tercinta. Mas Bastomi, Alwi, Ani, Mbah Putri dan Mbahkung, terima kasih atas doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan segalanya yang selalu dicurahkan kepada penulis selama ini. 3. Zulfa Afiq Fikriya, Metta Andriani, Gina Faaizatud Dini, Melynda Sylvia Dewy, Azaria Elvinarosa, Retno Palupi, Putri Saraswati, dan Siti Nur Afifah. Terima kasih atas segala doa, dukungan, bantuan, keceriaan, waktu dan motivasi kalian. 4. Sahabat dan teman-teman Alumni SMA Negeri 1 Nganjuk 2013. Terima kasih atas segala doa, dukungan, waktu dan motivasi kalian. 5. Teman-teman seperjuangan Tugas Akhir yang saling mendukung dan memotivasi satu sama lain, dan terimakasih kepada Zulfa Afiq Fikriya, Ivan Octaviano, Hartanto Setiawan, Helisyah Nur Fadhilah dan teman-teman lain yang sudah banyak membantu penulis dalam pembuatan program. Terima kasih banyak semua. 6. Teman-teman angkatan 2013, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini. Kelian keluarga kedua dikampus perjuangan ini. Terima kasih atas semangat, kerja keras dan pengorbanan kalian. 7. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih telah membantu sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini.
xiii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xiv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................. i ABSTRAK .........................................................................................vii ABSTRACT ........................................................................................ ix KATA PENGANTAR ......................................................................... xi DAFTAR ISI ...................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR......................................................................... xix DAFTAR TABEL ............................................................................. xxi DAFTAR SIMBOL .........................................................................xxiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3
Batasan Masalah ................................................................... 2
1.4
Tujuan ................................................................................... 3
1.5
Manfaat ................................................................................. 3
1.6
Sistematika Penulisan Tugas Akhir ...................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 5 2.1
Masalah Aliran Sungai .......................................................... 5
2.1.1
Model Satu Dimensi pada Aliran Sungai ...................... 5
2.1.2
Persamaan Saint Venant ................................................ 6
2.1.3
Metode Numerik sebagai Penyelesaian Persamaan Saint Venant ........................................................................... 7
2.2
Sistem Linier Waktu Diskrit ................................................. 8 xv
2.2.1
Sifat-Sifat Sistem........................................................... 9
2.3
Gramian Keterkendalian dan Gramian Keteramatan .......... 10
2.4
Dekomposisi Sistem Tak Stabil .......................................... 10
2.5
Reduksi Model dengan Metode SPA .................................. 11
2.5.1
Sistem Setimbang ........................................................ 11
2.5.2
Metode Reduksi Model dengan Singular Perturbation Approximation (SPA).................................................. 13
BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 17 3.1
Tahapan Penelitian .............................................................. 17
3.2
Skema Metode Penelitian.................................................... 19
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................... 21 4.1
Pemodelan Aliran Air Sungai ............................................. 21
4.1.1
Model Satu Dimensi pada Aliran Sungai .................... 21
4.1.2
Persamaan Saint Venant .............................................. 22
4.2
Penyelesaian Persamaan Saint Venant dengan Metode Implisit Skema Preissman ................................................... 22
4.2.1
Diskritisasi Model Aliran Air Sungai dengan Metode Implisit Skema Preissman ........................................... 23
4.2.2
Analisa Sifat Model Aliran Air Sungai ....................... 29
4.2.3
Reduksi Model Aliran Sungai dengan SPA ................ 33
4.3
Penyelesaian Model Saint Venant dengan metode Staggered Grid ..................................................................................... 33
4.3.1
Diskritisasi Model Aliran Air Sungai dengan Metode Staggered Grid............................................................. 33
xvi
4.3.2
Analisa Sifat Model Aliran Air Sungai ....................... 41
4.3.3
Reduksi Model Aliran Air Sungai dengan SPA .......... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 49 5.1
Kesimpulan ......................................................................... 49
5.2
Saran ................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 51 LAMPIRAN A ................................................................................... 53 LAMPIRAN B.................................................................................... 67
xvii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xviii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Masalah Aliran Sungai ..................................................... 7 Gambar 3.1 Skema Metode Penelitian ............................................... 19 Gambar 4.1 Grafik Ketinggian pada saat 𝑘 = 750 ............................ 45 Gambar 4.2 Grafik Kecepatan pada saat 𝑘 = 750 ............................. 45 Gambar 4.3 Grafik Ketinggian Air Sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘 = 0,1, ⋯ ,1000 .................................................................... 46 Gambar 4.4 Grafik Keceparan Aliran Air Sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘=0,1,⋯,1000 ........................................................... 47
xix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xx
DAFTAR TABEL Tabel 4. 1 Nilai eigen matriks A(Skema Preissman) .......................... 31 Tabel 4. 2 Nilai eigen matriks A(Staggered Grid) .............................. 43
xxi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xxii
DAFTAR SIMBOL 𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷
: Matriks-matriks konstan sistem diskrit dengan ukuran yang bersesuaian dan diasumsikan matriks 𝐴 non singular. 𝜆 : Nilai eigen. 𝑥𝑘 : Variabel keadaan pada sistem diskrit. 𝑢𝑘 : Vektor masukan pada sistem diskrit. 𝑢𝑘 : Vektor keluaran pada sistem diskrit. 𝑀𝑐 : Matriks Keterkendalian. 𝑀𝑜 : Matriks Keteramatan. 𝑊 : Gramian Keterkendalian. 𝑀 : Gramian Keteramatan. 𝐴𝑠 , 𝐵𝑠 , 𝐶𝑠 , 𝐷𝑠 : Sistem stabil asimtotik, terkendali, teramati. 𝑈𝑑 : Transformasi matriks unitary dekomposisi. 𝑊𝑑 : Transformasi matriks tahap kedua dekomposisi. 𝐺𝑑 : Hasil dekomposisi sistem tak stabil. 𝐺𝑠 : Subsistem stabil. 𝐺𝑢 : Subsistem tak stabil. 𝑇 : Matriks transformasi non singular. ̃ ̃ ̃ ̃ 𝐴𝑠 , 𝐵𝑠 , 𝐶𝑠 , 𝐷𝑠 : Sistem setimbang waktu diskrit. ̃ ̃𝑠 . 𝑊 : Gramian Keterkendalian sistem 𝐴̃𝑠 , 𝐵̃𝑠 , 𝐶̃𝑠 , 𝐷 ̃ ̃𝑠 𝑀 : Gramian Keteramatan sistem 𝐴̃𝑠 , 𝐵̃𝑠 , 𝐶̃𝑠 , 𝐷 ∑ : Gramian kesetimbangan. 𝜎𝑖 : Nilai singular Hankel. ̃ ̃ ̃ ̃ 𝐴𝑠𝑟 , 𝐵𝑠𝑟 , 𝐶𝑠𝑟 , 𝐷𝑠𝑟 : Sistem tereduksi dengan metode SPA. ̃𝑟 : Sistem tereduksi total dengan metode SPA. 𝐴̃𝑟 , 𝐵̃𝑟 , 𝐶̃𝑟 , 𝐷
xxiii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xxiv
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang yang mendasari penulisan Tugas Akhir. Didalamnya mencakup identifikasi permasahan pada topik Tugas Akhir. Kemudian dirumuskan menjadi permasalahan yang akan diberikan batasan-batasan untuk membatasi pembahasan pada Tugas Akhir ini. 1.1
Latar Belakang Sungai merupakan salah satu sumber air yang menampung dan mengalirkan aliran air. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan hujan yang disebut dengan daerah tangkapan sungai atau Daerah Aliran Sungai (DAS). Masalah utama dalam pengelolaan DAS dibagi menjadi dua yaitu kuantitas air sungai dan kualitas air sungai. Untuk mengetahui kuantitas air sungai dan kualitas air sungai, maka perlu adanya perhitungan kecepatan aliran sungai dan tingginya sendimentasi di sungai (ketinggian air sungai)[1]. Sungai bisa dipandang sebagai suatu sistem. Dimana sistem merupakan suatu kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja bersama-sama untuk mendapatkan tujuan tertentu, dalam hal ini adalah sistem dari kecepatan aliran air sungai dan ketinggian sungai digunakan agar tetap dapat memantau debit air sungai tetap dalam kondisi yang diharapkan. Sistem dari kecepatan aliran dan ketinggian sungai ini dapat direpresentasikan kedalam bentuk pemodelan matematika. Sistem yang terdapat di alam semesta seringkali memiliki orde yanag besar. Sehingga dihasilkan model matematika yang memiliki banyak variabel keadaan. Hal ini mempengaruhi waktu komputasi karena semakin besar ukuran sistem, waktu komputasi yang dibutuhkan semakin lama pula. Oleh karena itu, dibutuhkan penyederhanaan sistem yang berorde besar agar sistem tersebut memiliki orde yang lebih kecil tanpa kesalahan yang signifikan. Penyederhanaan sistem inilah yang dimaksud reduksi model[2]. Metode reduksi model yang sering digunakan diantaranya metode pemotongan setimbang (Balanced Truncation/BT) dan 1
2 aproksimasi perturbasi singular (Singular Perturbation Approximation/SPA)[3]. Reduksi orde model dengan metode BT dilakukan dengan memotong vektor keadaan (state) dari sistem yang bersesuaian dengan nilai singular Hankel kecil setelah diurutkan. Nilai singular Hankel adalah representasi pengaruh state terhadap karakteristik output maupun input dalam sistem. Sedangkan pada reduksi orde model dengan metode SPA, semua variabel keadaan dari sistem setimbang dipartisi menjadi mode cepat dan lambat, variabel keadaan yang bersesuaian dengan nilai singular Hankel kecil didefinisikan sebagai mode cepat, sedangkan variabel keadaan yang bersesuaian dengan nilai singular Hankel yang lebih besar didefinisikan sebagai mode lambat. Selanjutnya, model tereduksi diperoleh dengan mengambil kecepatan dari mode cepat sama dengan nol[3]. Pada masalah aliran air sungai, model sistem yang digunakan merupakan sistem yang tak stabil. Dalam penyelesaian reduksi model pada sistem tak stabil berbeda dengan penyelesaian sistem stabil. Oleh karena itu, pada Tugas Akhir ini akan dilakukan penelitian tentang reduksi model pada aliran air sungai dengan menggunakan metode SPA. Setelah didapatkan model hasil reduksi, kemudian akan dilakukan analisis terhadap sifat-sifat model hasil reduksi. Setelah itu akan dilakukan simulasi untuk model awal dan model hasil reduksi dengan menggunakan software MATLAB. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diselesaikan dalam Tugas Akhir ini adalah : 1. Bagaimana mereduksi model aliran air sungai menggunakan pendiskritan Implisit Skema Preissman dengan metode SPA ? 2. Bagaimana mereduksi model aliran air sungai menggunakan pendiskritan Staggered Grid dengan metode SPA ? 1.3
Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah di atas, batasan masalah dari Tugas Akhir ini adalah :
3 1. Metode yang digunakan adalah metode aproksimasi perturbasi singular ( Singular Perturbation Approximation / SPA). 2. Sistem yang digunakan adalah sistem linier waktu invarian. 3. Model aliran air sungai yang digunakan adalah model yang bersifat tak stabil. 4. Pemodelan aliran sungai didekati dengan model aliran dangkal berdimensi satu. 5. Diasumsikan bahwa panjang sungai (𝐿) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan lebar sungai (𝐵). 6. Pendiskritan sistem dilakukan dengan pendiskritan Implisit Skema Preissman dan Staggared Grid. 1.4
Tujuan Adapun tujuan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui reduksi model aliran air sungai menggunakan pendiskritan Implisist Skema Preissman dengan metode SPA. 2. Mengetahui reduksi model aliran air sungai menggunakan pendiskritan Staggered Grid dengan metode SPA.
1.5
Manfaat Adapun manfaat Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai referensi bagi pembaca dalam melakukan penelitian selanjutnya. 2. Sebagai pemberi informasi bagi pembaca mengenai penerapan reduksi model pada model matematika yang memiliki orde besar sehingga dapat mempermudah penghitungan dan analisis.
1.6
Sistematika Penulisan Tugas Akhir Sistematika penulisan dalam laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penyusunan Tugas Akhir, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaan dan sitematika penulisan laporan Tugas Akhir.
4 2. BAB II DASAR TEORI Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang mendukung penelitian, antara lain tentang model satu dimensi pada aliran sungai, metode numerik sebagai penyelesaian model aliran sungai, sistem linier waktu diskrit, dekomposisi sistem tak linier dan reduksi model. 3. BAB III METODOLOGI Bab ini menjelaskan tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. 4. BAB IV ANALISISDAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan secara detail mengenai sistem awal, pendiskritan pada sistem awal, dekomposisi sistem tak stabil, reduksi model pada subsistem stabil dan simulasi. 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan tentang penarikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah pada bab sebelumnya serta saran yang diberikan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas dasar teori yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Dasar teori yang dijelaskan dibagi menjadi beberapa subbab yaitu model satu dimensi pada aliran sungai, peramaan Saint Venant, sistem linier waktu diskrit, dekomposisi sistem tak stabil, dan reduksi model dengan metode Singular Perturbation Approximation (SPA). 2.1
Masalah Aliran Sungai Masalah aliran sungai meliputi tiga hal, diantaranya adalah model aliran satu dimensi pada aliran sungai, persamaan Saint Venant dan metode numerik sebagai penyelesaian persamaan Saint Venant. 2.1.1 Model Satu Dimensi pada Aliran Sungai Ada tiga konservasi, yaitu massa, momentum dan energi yang digunakan untuk menggambarkan aliran sungai. Dua variabel aliran yaitu kedalaman dan kecepatan atau kedalaman dan nilai debit, cukup untuk mendefinisikan kondisi aliran pada sebuah penampang melintang. Karena itu dua persamaan pengatur digunakan untuk menganalisa keadaan jenis aliran yaitu persamaan kontinuitas dan persamaan momentum atau persamaan energi. Untuk aliran yang kontinu digunakan persamaan energi, sedangkan untuk aliran yang tidak kontinu (diskrit), misalnya jika melalui terjunan atau lubang digunakan persamaan momentum, karena perlu diketahui berapa jumlah kehilangan (losses) yang terjadi. a. Persamaan Kontinu Hukum kekekalan massa disebut juga sebagai prinsip kontinuitas (Principle of Continuity). prinsip tersebut menyatakan bahwa laju perubahan massa fluida yang terdapat dalam ruang yang ditinjau pada selang waktu 𝑑𝑡 harus sama dengan perbedaan antara laju massa yang masuk dan laju massa yang keluar ke dan dari elemen fluida yang ditinjau. Prinsip kontinuitas menyatakan kekekalan massa dalam ruang
5
6 berisi fluida yang ditinjau. Persamaan kontinuitas dalam aliran sungai dapat dimodelkan sebagai berikut[4]: 𝜕ℎ 𝜕𝑡
b.
+𝐷
𝜕𝑢 𝜕𝑥
=0
(2.1)
Persamaan Momentum
Persamaan momentum dalam aliran sungai dapat dimodelkan sebagai berikut[4]: 𝜕𝑢 𝜕𝑡
+𝑔
𝜕ℎ 𝜕𝑥
+ 𝐶𝑓 𝑢 = 0
(2.2)
2.1.2 Persamaan Saint Venant Masalah aliran sungai yang diambil dalam penelitian ini merupakan masalah aliran sungai dangkal (shallow water problem) dan aliran satu dimensi. Ada dua persamaan dalam hidrodinamik aliran satu dimensi, yaitu Persamaan kontinuitas (2.1) dan Persamaan momentum (2.2). Kedua persamaan tersebut digunakan untuk menyelesaikan penelusuran aliran air di sungai yang selanjutnya dikenal dengan Persamaan Saint Venant sebagai berikut[4]: 𝜕ℎ 𝜕𝑢 𝜕𝑡
𝜕𝑡
𝜕𝑢
+ 𝐷 𝜕𝑥 = 0 𝜕ℎ
+ 𝑔 𝜕𝑥 + 𝐶𝑓 𝑢 = 0
}
dengan syarat awal dan syarat batas:
ℎ(𝑥, 0) = 1, 𝑢(𝑥, 0) = 0, ℎ(0, 𝑡) = 𝜓𝑏 (𝑡), 𝑢(𝐿, 𝑡) = 𝑢𝑁 (𝑡) dimana ℎ(𝑥, 𝑡) 𝐷 𝑡 𝑥 𝑔 𝐶𝑓 𝜓𝑏 𝑢(𝐿, 𝑡)
: ketinggian air terhadap titik acuan, : kedalaman sungai terhadap titik acuan, : waktu, : posisi sepanjang sungai, : gaya grafitasi, : koefisien gesekan, : ketinggian air pada posisi 𝑥0 , : kecepatan aliran pada batas 𝑥𝑁 .
(2.3)
7 Masalah aliran sungai dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.1 berikut ini: 𝑢(𝐿, 𝑡) ℎ(0, 𝑡) = 𝑢𝑁 (𝑡) = 𝜑𝑏 (𝑡) ℎ
𝐷
𝐿 Rembesan
Gambar 2. 1 Masalah Aliran Sungai
2.1.3 Metode Numerik sebagai Penyelesaian Persamaan Saint Venant Persamaan Saint Venant merupakan persamaan yang tidak dapat diselesaikan secara biasa, maka digunakan metode numerik untuk menyelesaikannya. Metode numerik terdiri dari metode eksplisit dan metode implisit. Metode Eksplisit digunakan untuk menyelesaikan perhitungan kecepatan dan kedalaman aliran pada sistem grid berdasarkan data yang sudah diketahui sebelumnya. Sedangkan metode Implisit digunakan untuk menyelesaikan persamaan pada setiap tahapan waktu. Karena akan dibentuk sistem linear waktu diskrit pada pemodelan di atas, maka perlu adanya penyelesaian dari sistem persamaan Saint Venant terhadap ruang 𝑥 dan waktu 𝑡. Dalam masalah aliran air sungai ini digunakan pendiskritan Implisit Skema Preissman dan pendiskritan Staggered Grid. a. Pendiskritan Implisit Skema Preissman Menurut pendiskritan Implisit Skema Preissman didefinisikan untuk sebarang fungsi 𝑓 sebagai berikut[2]: 𝜕𝑓 𝜕𝑥
𝑘+1 𝑓𝑖+1 −𝑓𝑖𝑘+1
= 𝜃(
∆𝑥
𝑓𝑘 −𝑓𝑘
) + (1 − 𝜃) ( 𝑖+1∆𝑥 𝑖 )
(2.4)
8 𝜕𝑓 𝜕𝑡
𝑓 𝑘+1 −𝑓𝑘
𝑓𝑘+1 −𝑓𝑖𝑘
= ( 𝑖+12∆𝑡 𝑖+1 ) + ( 𝑖 𝜃
)
(2.5)
2∆𝑡 (1−𝜃)
𝑘+1 𝑘 𝑓 = (𝑓𝑖+1 + 𝑓𝑖𝑘+1 ) + + 𝑓𝑖𝑘 ) (2.6) (𝑓𝑖+1 2 2 untuk 0 < 𝜃 < 1. Pendiskritan Implisit Skema Preissman tersebut dapat juga dituliskan sebagai berikut: 𝜕ℎ 𝜕𝑡 𝜕𝑢 𝜕𝑥
𝑘+1 𝑘 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖+1
=(
𝑘+1 𝑢𝑖+1 −𝑢𝑖𝑘+1
= 𝜃(
𝑢= b.
2∆𝑡
ℎ𝑖𝑘+1 −ℎ𝑖𝑘
)+(
∆𝑥
𝜃 𝑘+1 (𝑢𝑖+1 2
2∆𝑡
)
(2.7) 𝑘 𝑢𝑖+1 −𝑢𝑖𝑘
) + (1 − 𝜃) (
+ 𝑢𝑖𝑘+1 ) +
(1−𝜃) 2
∆𝑥
)
𝑘 + 𝑢𝑖𝑘 ) (𝑢𝑖+1
(2.8) (2.9)
Pendiskritan Staggered Grid Pendiskritan Staggered Grid didefinisikan sebagai berikut[4]: 𝑘 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖𝑘
𝜕ℎ 𝜕𝑥
=(
𝜕ℎ 𝜕𝑡
=(
𝜕𝑢 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕𝑡
2∆𝑥
)+(
ℎ𝑖𝑘+1 −ℎ𝑖𝑘 ∆𝑡
=(
2
2∆𝑥
1 2
2
2
∆𝑡
)
𝑘+1 𝑢𝑘+1 1 −𝑢 1
)+(
𝑘 𝑢𝑘+1 1 −𝑢 1 𝑖+ 𝑖+
=(
2∆𝑥
)
𝑢𝑘 1 −𝑢𝑘 1 𝑖+ 𝑖− 2
𝑘+1 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖𝑘+1
𝑖+ 2
2∆𝑥
𝑖− 2
)
)
𝑘 𝑘+1 𝑢 = (𝑢𝑖+ 1 +𝑢 1 ) 𝑖+
2.2
2
2
Sistem Linier Waktu Diskrit Diberikan suatu sistem linear waktu diskrit sebagai berikut[3]: 𝑥𝑘+1 = 𝐴𝑥𝑘 + 𝐵𝑢𝑘 (2.10) } 𝑦𝑘 = 𝐶𝑥𝑘 + 𝐷𝑢𝑘 dengan 𝑥𝑘 adalah variabel keadaan pada waktu 𝑘,
9 𝑢𝑘 𝑦𝑘
adalah vektor masukan deterministic pada waktu 𝑘, adalah vektor keluaran pada waktu 𝑘, 𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷 masing-masing adalah matriks-matriks konstan dengan ukuran yang bersesuaian. Persamaan (2.10) dapat dinyatakan sebagai sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷). 2.2.1 Sifat-Sifat Sistem Sifat-sifat dari suatu sistem meliputi tiga hal, diantaranya kestabilan, keterkendalian dan keteramatan. 2.2.1.1 Kestabilan dari Segi Nilai Karakteristik Definisi 2.1[5] Diberikan sistem linear diskrit 𝑥𝑘+1 = 𝐴𝑥𝑘 , (2.11) dengan 𝑥𝑘 ∈ ℝ𝑛 adalah variabel keadaan pada waktu 𝑘 dan 𝐴 adalah matriks konstan dengan ukuran yang bersesuaian. Misalkan 𝑥𝑒 disebut titik setimbang. i. Titik setimbang 𝑥𝑒 dikatakan stabil bila untuk setiap ℰ > 0, terdapat 𝛿 > 0 sedemikian hingga untuk setiap solusi 𝑥𝑘 yang memenuhi ‖𝑥𝑘 − 𝑥𝑒 ‖ < 𝛿 maka berlaku ‖𝑥𝑘 − 𝑥𝑒 ‖ < ℰ untuk setiap 𝑘 ≥ 0. ii. Titik setimbang 𝑥𝑒 dikatakan stabil asimtotik jika 𝑥𝑒 stabil dan bila terdapat 𝛿1 > 0 sedemikian rupa sehingga untuk setiap solusi 𝑥𝑘 yang memenuhi ‖𝑥0 − 𝑥𝑒 ‖ < 𝛿1 maka berlaku lim ‖𝑥𝑘 − 𝑥𝑒 ‖ = 0. 𝑘→∞
Berdasarkan Definisi 2.1 untuk menyelidiki kestabilan sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) ,maka syarat kestabilan sistem dapat ditentukan seperti pada teorema berikut. Teorema 2.1[6]. Sistem linear diskrit, seperti yang dinyatakan pada Persamaan (2.11), adalah stabil asimtotik jika dan hanya jika real|𝜆𝑖 (𝐴)| < 1 untuk 𝑖 = 1, … , 𝑛 dengan 𝜆𝑖 (𝐴) adalah nilai eigen matriks 𝐴. Sedangkan jika real|𝜆𝑖 (𝐴)| = 1, maka sistem diskrit adalah stabil untuk 𝑖 = 1, … , 𝑛. 2.2.1.2 Keterkendalian Teorema 2.2[6]. Sistem diskrit yang diberikan pada Persamaan (2.10) terkendali jika dan hanya jika rank[𝐵 𝐴𝐵 ⋯ 𝐴𝑛−1 𝐵] = 𝑛,
10 dengan [𝐵 𝐴𝐵 keterkendalian.
⋯
𝐴𝑛−1 𝐵]
disebut
sebagai
matriks
2.2.1.3 Keteramatan Teorema 2.3[6]. Sistem diskrit yang diberikan pada Persamaan (2.10) teramati jika dan hanya jika rank[𝐶 𝐶𝐴 ⋯ 𝐶(𝐴)𝑛−1 ] = 𝑛, dengan [𝐶 𝐶𝐴 ⋯ 𝐶(𝐴)𝑛−1 ] disebut sebagai matriks keteramatan. 2.3
Gramian Keterkendalian dan Gramian Keteramatan Diberikan sistem linier diskrit sebagai sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷). Pada ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) juga didefinisikan Gramian keterkendalian 𝑊, dan sistem (𝐴̃, 𝐵, Gramian keteramatan 𝑀, yaitu[7]: 𝑘 𝑇 𝑘 𝑇 𝑊 = ∑∞ (2.12) 𝑘=0 𝐴 𝐵 𝐵 (𝐴 ) 𝑘
𝑇 𝑇 𝑘 𝑀 = ∑∞ (2.13) 𝑘=0(𝐴 ) 𝐶 𝐶 𝐴 Hubungan antara sifat kestabilan, keterkendalian dan keteramatan sistem dengan Gramian keterkendalian 𝑊, dan Gramian ketermatan 𝑀, dapat dinyatakan dalam teorema berikut.
Teorema 2.4[7]. Diberikan sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) yang stabil, terkendali dan teramati. Gramian keterkendalian 𝑊, dan Gramian ketereamatan 𝑀, masing-masing merupakan penyelesaian tunggal dan definit positif dari persamaan Lyapunov 𝐴 𝑊𝐴 𝑇 + 𝐵 𝐵 𝑇 − 𝑊 = 0 (2.14) 𝑇 𝑇 𝐴 𝑀𝐴 + 𝐶 𝐶 − 𝑀 = 0 (2.15) Pada Teorema 2.4 sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) yang stabil dimaksud adalah sistem stabil asimtotik. Sehingga, sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) adalah sistem yang stabil asimtotik, terkendali, dan teramati. 2.4
Dekomposisi Sistem Tak Stabil Dekomposisi sistem tak stabil merupakan metode pemisahan antara subsistem stabil dan tak stabil. Algoritma dekomposisi dapat dilakukan dengan dua tahap transformasi. Pada tahap pertama, transformasi real Schur bentuk blok. Menggunakan unitary matriks 𝑈𝑑 dalam bentuk blok diagonal atas Schur, sehingga nilai-nilai eigen dari transformasi sistem diatur berdasarkan urutan nilai absolut dari nilai
11 eigennya. Jika 𝑥 sistem awal dan 𝑈𝑑 transformasi matriks unitary, maka 𝑥𝑡 hasil dari transformasi sistem dengan 𝑥 = 𝑈𝑑 𝑥𝑡 . Pada transformasi tahap kedua, dilakukan dengan menyelesaikan persamaan umum Lyapunov dan melanjutkan untuk transformasi tahap kedua menggunakan transformasi 𝑥𝑡 = 𝑊𝑑 𝑥𝑑 , dimana 𝑥𝑑 adalah tahap akhir dari transformasi state dan 𝑊𝑑 adalah tahap akhir dari transformasi matriks. Sehingga akan diperoleh pemisahan antara subsistem stabil dan tak stabil[7]. Model hasil dari dekomposisi : 𝐴𝑠 𝐵𝑠 𝐴𝑢 𝐵𝑢 𝐺𝑑 = [ | ] + [ | ] 𝐶𝑠 𝐷𝑠 𝐶𝑢 0 = 𝐺𝑠 (𝑠𝑢𝑏𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙) + 𝐺𝑢 (𝑠𝑢𝑏𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑡𝑎𝑘 𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙) (2.16) 2.5
Reduksi Model dengan Metode SPA Reduksi model merupakan upaya untuk mengganti model atau sistem yang berukuran besar dengan model yang lebih sederhana tanpa kesalahan yang signifikan. Reduksi model dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satunya SPA. Reduksi model dilakukan dengan cara membentuk system setimbang. 2.5.1 Sistem Setimbang ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) adalah sistem baru yang diperoleh Sistem setimbang (𝐴̃, 𝐵, ̃ dan dari sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) dengan Gramian keterkendalian 𝑊 ̃ yang sama dan merupakan matriks diagonal Gramian keteramatan 𝑀 ∑. System setimbang diperoleh dengan mentransformasikan system awal terhadap matriks transformasi 𝑇[3]: 𝑥𝑘 = 𝑇𝑥̃𝑘 (2.17) Dengan, 𝑥𝑘 : variabel keadaan dari sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃) 𝑥̃𝑘 : variabel keadaan dari sistem setimbang (𝐴̃, 𝐵, 𝑇 : matriks transformasi yang non singular dan berukuran 𝑛𝑥𝑛 Selanjutnya, Persamaan (2.17) dapat dituliskan sebagai berikut. 𝑥̃𝑘 = 𝑇 −1 𝑥𝑘 (2.18) Untuk 𝑘 = 𝑘 + 1, maka Persamaan (2.18) menjadi.
12 𝑥̃𝑘+1 = 𝑇 −1 𝑥𝑘+1 (2.19) Jika sistem awal pada Persamaan (2.17) dan (2.18) disubstitusikan pada Persamaan (2.19) maka diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑥̃𝑘+1 = 𝑇 −1 (𝐴𝑥𝑘 + 𝐵𝑢𝑘 ) (2.20) Selanjutnya, mensubstitusi Persamaan (2.17) ke dalam Persamaan (2.20), maka diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑥̃𝑘+1 = 𝑇 −1 (𝐴𝑇𝑥𝑘 + 𝐵𝑢𝑘 ) = 𝑇 −1 𝐴𝑇𝑥̃𝑘 + 𝑇 −1 𝐵𝑢̃𝑘 = 𝐴̃𝑥̃𝑘 + 𝐵̃𝑢̃𝑘 (2.21) ̃ , dilakukan dengan Sedangkan untuk mendapatkan matriks 𝐶̃ dan 𝐷 mensubstitusikan Persamaan (2.17) ke dalam Persamaan (2.18), maka diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑦̃𝑘 = 𝐶𝑇𝑥𝑘 + 𝐷𝑢𝑘 ̃ 𝑢̃𝑘 = 𝐶(𝑇𝑥̃𝑘 ) + 𝐷 ̃ 𝑢̃𝑘 = 𝐶𝑇𝑥̃𝑘 + 𝐷 (2.22) Sehingga didapat. ̃=𝐷 𝐴̃ = 𝑇 −1 𝐴𝑇, 𝐵̃ = 𝑇 −1 𝐵, 𝐶̃ = 𝐶𝑇, dan 𝐷 (2.23) Sistem setimbang dapat dituliskan dalam bentuk: 𝑥̃𝑘+1 = 𝐴𝑥̃𝑘 + 𝐵𝑢̃𝑘 (2.24) } 𝑦̃𝑘 = 𝐶𝑥̃𝑘 + 𝐷𝑢̃𝑘 Hubungan antara sistem setimbang dengan Gramian keterkendalian dan Gramian keteramatan sistem, dapat dilihat pada definisi berikut. ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) disebut sistem setimbang dari Definisi 2.2[7]. Sistem (𝐴̃, 𝐵, ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) mempunyai Gramian sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) jika sistem (𝐴̃, 𝐵, ̃ , dan Gramian keteramatan 𝑀 ̃ , yang merupakan keterkendalian 𝑊 solusi tunggal dari persamaan Lyapunov ̃ 𝐴̃ 𝑇 + 𝐵̃ 𝐵̃ 𝑇 − 𝑊 ̃ =0 𝐴̃ 𝑊 (2.25) 𝑇 𝑇 ̃ 𝐴̃ + 𝐶̃ 𝐶̃ − 𝑀 ̃=0 𝐴̃ 𝑀 (2.26) Sedemikian sehingga memenuhi
̃ =𝑀 ̃ = ∑ = diag(𝜎1 , 𝜎2 , … , 𝜎𝑛 ), 𝜎1 ≥ ⋯ ≥ 𝜎𝑟 ≥ ⋯ ≥ 𝜎𝑛 > 0. 𝑊
dengan 𝜎𝑖 merupakan nilai singular Hankel dari sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) yang dapat didefinisikan sebagai
13 𝜎𝑖 = |√𝜆𝑖 (𝑊𝑀)| , 𝑖 = 1, … , 𝑛, dengan 𝜆𝑖 adalah nilai-nilai eigen dari 𝑊𝑀.
(2.27)
2.5.2 Metode Reduksi Model dengan Singular Perturbation Approximation (SPA) Pada reduksi model dengan metode Singular Perturbation Approximation (SPA), semua variabel keadaan pada sistem setimbang ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) dapat dipartisi menjadi mode cepat dan lambat. Variabel (𝐴̃, 𝐵, keadaan yang bersesuaian dengan nilai singular Hankel kecil didefinisikan sebagai mode cepat, sedangkan variabel keadaan yang bersesuaian dengan nilai singular Hankel yang lebih besar didefinisikan sebagai mode lambat. Selanjutnya, model tereduksi diperoleh dengan mengambil kecepatan dari mode cepat sama dengan nol. Selanjutnya, pada sistem yang telah direduksi dengan metode Singular Perturbation Approximation (SPA), sifat kestabilan yang berlaku pada sistem semula juga berlaku pada sistem yang telah direduksi. Adapun teorema kestabilan sistem tereduksi dengan metode SPA diberikan sebagai berikut. ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) merupakan sistem yang stabil Teorema 2.5[3]. Jika sistem (𝐴̃, 𝐵, asimtotis, maka sistem tereduksi dengan metode Singular Perturbation ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) juga merupakan sistem yang stabil Approximation (SPA)(𝐴̃, 𝐵, asimtotis. ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) dengan Gramian Setelah diperoleh sistem setimbang (𝐴̃, 𝐵, ̃ dan Gramian keteramatan 𝑀 ̃ yang sama, dan keterkendalian 𝑊 ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃) merupakan matriks diagonal ∑. Selanjutnya sistem (𝐴̃, 𝐵, dipartisi sesuai dengan ∑ = 𝑑𝑖𝑎𝑔(∑1, ∑2), dengan ∑1 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝜎1 , 𝜎2 , ⋯ . 𝜎𝑛 ) dan ∑2 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝜎𝑟+1 , , 𝜎𝑟+2, ⋯ . 𝜎𝑛 ) dengan ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) dapat ditulis sebagai demikian, realisasi sistem (𝐴̃, 𝐵, 𝐴̃11 𝐴̃12 𝑥̃1 (𝑘) 𝐵̃1 𝑥̃ (𝑘 + 1) ][ [ 1 ]=[ ] + [ ] 𝑢(𝑘) 𝑥̃2 (𝑘 + 1) 𝐵̃2 𝐴̃21 𝐴̃22 𝑥̃2 (𝑘) (2.28) } ̃ 𝑢(𝑘) 𝑦̃(𝑘) = [𝐶̃1 𝐶̃2 ] + 𝐷
14 Dengan 𝑥̃1 (𝑘) ∈ ℝ𝑟 dan 𝐴̃11 ∈ ℝ𝑟𝑥𝑟 bersesuaian dengan gramian ∑1, dan 𝑥̃2 (𝑘) ∈ ℝ𝑛−𝑟 bersesuaian dengan ∑2. Langkah selanjutnya, mengambil 𝑥̃2 (𝑘 + 1) = 0 sehingga dari Persamaan (2.28) diperoleh 𝑥̃1 (𝑘 + 1) = 𝐴̃11 𝑥1 (𝑘) + 𝐴̃12 𝑥2 (𝑘) + 𝐵̃1 𝑢(𝑘) (2.29) ̃ ̃ ̃ 0 = 𝐴21 𝑥̃1 (𝑘) + 𝐴22 𝑥̃2 (𝑘) + 𝐵2 𝑢(𝑘) (2.30) ̃ 𝑢(𝑘) 𝑦̃(𝑘) = 𝐶̃1 𝑥̃1 (𝑘) + 𝐶̃2 𝑥̃2 (𝑘) + 𝐷 (2.31) ̃ Kemudian, dengan mengansumsikan 𝐴22 adalah matriks nonsingular, dari Persamaan (2.30) didapatkan −1 −1 𝑥̃2 (𝑘) = −𝐴̃22 𝐴̃21 𝑥̃1 (𝑘) − 𝐴̃22 𝐵̃2 𝑢(𝑘) (2.32) Selanjutnya, mensubsitusikan Persamaan (2.32) ke dalam Persamaan (2.29) dan Persamaan (2.31). Dengan demikian, diperoleh sistem tereduksi berorde 𝑟 yang bersesuaian dengan gramian ∑1 𝑠ebagai berikut. 𝑥̃1 (𝑘 + 1) = 𝐴̃11 𝑥̃1 (𝑘) + 𝐵̃1 𝑢(𝑘) (2.33) } ̃ 𝑢(𝑘) 𝑦̃(𝑘) = 𝐶̃1 𝑥̃1 (𝑘) + 𝐷 Untuk 𝑘 = 0,1,2, ⋯, dengan 𝑥̃1 (𝑘) ∈ ℝ𝑟 , 𝑢(𝑘) ∈ ℝ𝑠 , dan 𝑦̃(𝑘) ∈ ℝ𝑡 dengan −1 𝐴̃𝑟 = 𝐴̃11 − 𝐴̃12 𝐴̃22 𝐴̃21 (2.34)
−1 𝐵̃𝑟 = 𝐵̃1 − 𝐴̃12 𝐴̃22 𝐵̃2 (2.35) −1 ̃ ̃ ̃ ̃ ̃ 𝐶𝑟 = 𝐶1 − 𝐶2 𝐴22 𝐴21 (2.36) −1 ̃𝑟 = 𝐷 ̃ − 𝐶̃2 𝐴̃22 𝐵̃2 𝐷 (2.37) Dengan demikian diperoleh sistem tereduksi yang berukuran 𝑟 yang dapat dinyatakan dalam bentuk: 𝑥̃𝑟 𝑘+1 = 𝐴̃𝑟 𝑥̃𝑟 𝑘 + 𝐵̃𝑟 𝑢̃𝑘 (2.38) } ̃𝑟 𝑢̃𝑘 𝑦̃𝑟 𝑘 = 𝐶̃𝑟 𝑥̃𝑟 𝑘 + 𝐷 Untuk selanjutnya sistem tereduksi ini disebut sebagai sistem ̃𝑟 ). (𝐴̃𝑟 , 𝐵̃𝑟 , 𝐶̃𝑟 , 𝐷 Dari reduksi orde model dengan metode Singular Perturbation ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) yang stabil asimtotis, Approximation (SPA) pada sistem (𝐴̃, 𝐵,
15 terkendali dan teramati berorde 𝑛 dihasilkan sistem tereduksi ̃𝑟 ) berorde 𝑟 < 𝑛 yang stabil asimtotis. (𝐴̃𝑟 , 𝐵̃𝑟 , 𝐶̃𝑟 , 𝐷 ̃𝐷 ̃ 𝐶, ̃ ) yang bersifat Teorema 2.6[3]. Diberikan suatu sistem (𝐴̃, 𝐵, ̃ =𝑀 ̃= stabil, terkendali, teramati dan setimbang dengan Gramian 𝑊 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝜎1 , 𝜎2 , … , 𝜎𝑛 ), 𝜎1 ≥ ⋯ ≥ 𝜎𝑟 ≥ ⋯ ≥ 𝜎𝑛 > 0, dengan 𝜎𝑟 ≥ 𝜎𝑟+1 maka sistem tereduksi dengan order r juga akan stabil, terkendali dan teramati, serta memenuhi ‖𝐺𝑠 − 𝐺𝑠𝑟 ‖∞ ≤ 2(𝜎𝑟+1 + ⋯ + 𝜎𝑛 ), dengan 𝐺𝑠 dan 𝐺𝑠𝑟 masing-masing adalah fungsi transfer sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) dan sistem tereduksinya. Setelah didapatkan sistem tereduksi seperti pada Persamaan (2.38) yang memenuhi Teorema 2.6 maka reduksi model pada sistem tak stabil dapat diperoleh sebagai berikut. 𝐺𝑟 = 𝐺𝑠𝑟 + 𝐺𝑢 dengan 𝐺𝑟 : sistem tereduksi total dengan SPA 𝐺𝑠𝑟 : sistem tereduksi dengan SPA 𝐺𝑢 : subsistem tak stabil hasil dekomposisi
16
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam penyelesaian masalah pada Tugas Akhir. Disamping itu, dijelaskan pula prosedur dan proses pelaksanaan tiap-tiap langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 3.1
Tahapan Penelitian Untuk mencapai tujuan dari penulisan ini, akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Studi Literatur Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan dan studi literatur dari beberapa buku, jurnal, penelitian, paper, maupun atrikel dari internet mengenai referensi tentang sistem yang tak stabil, model aliran air sungai dan metode reduksi sistem. b. Pendiskritan Pada Sistem Awal Pada tahap ini dilakukan pendiskritan pada model aliran air sungai dengan menggunakan metode Implisit Skema Preissman dan metode Staggered Grid. c. Analisis Sifat Sistem Awal Pada tahap ini dilakukan analisis model awal sistem pada model aliran air sungai. Analisis yang dilakukan meliputi analisis sifat dan perilaku sistem. Analisis sifat terdiri dari analisis kestabilan, keterkendalian dan keteramatan pada sistem tersebut. Sedangkan analisa perilaku sistem meliputi sistem pada aliran air sungai tersebut apakah stabil atau tak stabil. d. Dekomposisi sistem Tak Stabil Pada tahap ini dilakukan pemisahan dari sistem awal yang tak stabil sehingga diperoleh subsistem stabil dan subsistem tak stabil.
17
18 e. Reduksi Model pada Subsistem Stabil Pada tahap ini dilakukan reduksi model pada subsistem stabil dengan menggunakan metode Singular Perturbation Approximation / SPA untuk menghasilkan model dengan steady-state yang jumlahnya lebih sedikit dan sifat kestabilan yang berlaku pada sistem semula juga berlaku pada sistem yang telah direduksi. f.
Analisis Sifat Sistem Tereduksi Pada tahap ini dilakukan analisis sifat model yang telah direduksi. Analisis yang dilakukan berupa analisis kestabilan, keterkendalian dan keteramatan. Analisis model tereduksi dilakukan untuk melihat apakah sifatsifat model tereduksi sama dengan sifat-sifat model awal atau tidak.
g. Simulasi menggunakan Matlab Pada tahap ini dilakukan simulasi pada model aliran air sungai yang telah dilakukan reduksi. Sehingga diperoleh model aliran air sungai yang tereduksi. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan Matlab untuk mendapatkan hasil yang optimal. h. Analisis Hasil dan Kesimpulan Pada tahap ini dilakukan analisis dari hasil simulasi pada mpdel aliran air sungai yang tereduksi. Selanjutkan akan ditarik kesimpulan apakah reduksi model pada aliran air sungai menggunakan metode Singular Perturbation Approximation / SPA optimal.
19 3.2 Skema Metode Penelitian Sistem Awal (Aliran Air Sungai) Pendiskritan pada Model Aliran Air Sungai Analisis Sistem pada Model Aliran Air Sungai Sistem Tak Stabil Dekomposisi Sistem Tak Stabil
Subsistem Tak Stabil
Subsistem Stabil Sistem Setimbang Subsistem Stabil Tereduksi
Sistem Tereduksi
Simulasi Analisis Hasil dan Kesimpulan Gambar 3. 1 Skema Metode Penelitian
20
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan secara detail mengenai pemodelan aliran air sungai, persamaan Saint Venant, metode Implisit Skema Preissman, metode Staggered Grid, sifat-sifat sistem dan reduksi model dengan metode Singular Perturbation Approximation (SPA).
4.1
Pemodelan Aliran Air Sungai
Pemodelan aliran air sungai meliputi dua hal, yaitu model satu dimensi pada aliran sungai dan persamaan Saint Venant. 4.1.1 Model Satu Dimensi pada Aliran Sungai Ada tiga konservasi, yaitu massa, momentum dan energi yang digunakan untuk menggambarkan aliran sungai. Dua variabel aliran yaitu kedalaman dan kecepatan atau kedalaman dan nilai debit, cukup untuk mendefinisikan kondisi aliran pada sebuah penampang melintang. Karena itu dua persamaan pengatur digunakan untuk menganalisa keadaan jenis aliran yaitu persamaan kontinuitas dan persamaan momentum atau persamaan energi. Untuk aliran yang kontinu digunakan persamaan energi, sedangkan untuk aliran yang tidak kontinu (diskrit), misalnya jika melalui terjunan atau lubang digunakan persamaan momentum, karena perlu diketahui berapa jumlah kehilangan (losses) yang terjadi. a. Persamaan Kontinu Hukum kekekalan massa disebut juga sebagai prinsip kontinuitas (Principle of Continuity). prinsip tersebut menyatakan bahwa laju perubahan massa fluida yang terdapat dalam ruang yang ditinjau pada selang waktu 𝑑𝑡 harus sama dengan perbedaan antara laju massa yang masuk dan laju massa yang keluar ke dan dari elemen fluida yang ditinjau. Prinsip kontinuitas menyatakan kekekalan massa dalam ruang berisi fluida yang ditinjau. Persamaan kontinuitas dalam aliran sungai dapat dimodelkan sebagai berikut[4]: 𝜕ℎ 𝜕𝑡
𝜕𝑢
+ 𝐷 𝜕𝑥 = 0
(4.1)
21
22
b.
Persamaan Momentum
Persamaan momentum dalam aliran sungai dapat dimodelkan sebagai berikut[4]: 𝜕𝑢 𝜕𝑡
+𝑔
𝜕ℎ 𝜕𝑥
+ 𝐶𝑓 𝑢 = 0
(4.2)
4.1.2 Persamaan Saint Venant Masalah aliran sungai yang diambil dalam penelitian ini merupakan masalah aliran sungai dangkal (shallow water problem) dan aliran satu dimensi. Ada dua persamaan dalam hidrodinamik aliran satu dimensi, yaitu Persamaan kontinuitas (4.8) dan Persamaan momentum (4.9). Kedua persamaan tersebut digunakan untuk menyelesaikan penelusuran aliran air di sungai yang selanjutnya dikenal dengan Persamaan Saint Venant sebagai berikut[4]: 𝜕ℎ 𝜕𝑢 𝜕𝑡
𝜕𝑡
𝜕𝑢
+ 𝐷 𝜕𝑥 = 0 𝜕ℎ
+ 𝑔 𝜕𝑥 + 𝐶𝑓 𝑢 = 0
}
(4.3)
dengan syarat awal dan syarat batas:
ℎ(𝑥, 0) = 1, 𝑢(𝑥, 0) = 0, ℎ(0, 𝑡) = 𝜓𝑏 (𝑡),𝑢(𝐿, 𝑡) = 𝑢𝑁 (𝑡) dimana ℎ(𝑥, 𝑡) 𝐷 𝑡 𝑥 𝑔 𝐶𝑓 𝜓𝑏 𝑢(𝐿, 𝑡) 4.2
: ketinggian air terhadap titik acuan, : kedalaman sungai terhadap titik acuan, : waktu, : posisi sepanjang sungai, : gaya grafitasi, : koefisien gesekan, : ketinggian air pada posisi 𝑥0 , : kecepatan aliran pada batas 𝑥𝑁 .
Penyelesaian Persamaan Saint Venant dengan Metode Implisit Skema Preissman Pada subbab ini akan dijelaskan tentang tiga hal, yaitu diskritisasi model aliran air sungai dengan metode Implisit Skema Preissman,
23 analisa sifat model dan reduksi model dengan metode Singular Perturbation Approximation (SPA). 4.2.1
Diskritisasi Model Aliran Air Sungai dengan Metode Implisit Skema Preissman Menurut pendiskritan implisit skema Preissman, maka Persamaan (4.3) menjadi :
𝑘+1 𝑘 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖+1
(
2∆𝑡
𝑘+1 ℎ𝑖+1
−
+
ℎ𝑖𝑘+1 −ℎ𝑖𝑘 2∆𝑡
𝑘 ℎ𝑖+1
+
2∆𝑡 2∆𝑡 𝐷(1−𝜃) 𝑘 − ∆𝑥 𝑢𝑖 ℎ𝑖𝑘+1
ℎ𝑘
𝑘+1 ℎ𝑖+1
𝐷𝜃
ℎ𝑘
𝐷𝜃
𝑘+1 𝑖 + ∆𝑥 𝑢𝑖+1 = 2∆𝑡 +
2∆𝑡
+
𝑢𝑖𝑘+1 −𝑢𝑖𝑘 2∆𝑡
𝑘+1 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖𝑘+1
) + 𝑔 (𝜃 (
𝜃
(1−𝜃)
2
2
−
𝐷𝜃
∆𝑥
)) = 0
𝐷(1−𝜃) ∆𝑥
𝑘 𝑢𝑖+1
+
𝑢𝑖𝑘+1
𝐷(1−𝜃) ∆𝑥
𝑢𝑖𝑘 +
𝑘 ℎ𝑖+1
2∆𝑡
−
∆𝑥
) + (1 − 𝜃) (
𝑘 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖𝑘
∆𝑥
)) +
𝑘 (𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖𝑘 )) = 0
𝑢𝑘
𝑔𝜃
𝑔𝜃
𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑖+1 − ∆𝑥 (1−𝜃) (1−𝜃) 𝐶𝑓 𝐶 𝑘 𝑢𝑖+1 + 𝑓 2 𝑢𝑖𝑘 = 2
𝑘+1 𝑖 − 2∆𝑡 + ∆𝑥 ℎ𝑖+1 − ∆𝑥 ℎ𝑖𝑘+1 +
2∆𝑡 2∆𝑡 2∆𝑡 𝐶𝑓 𝜃 𝑘+1 𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ + 𝑢𝑖+1 𝑖 ∆𝑥 2
+
𝐶𝑓 𝜃 2
𝑢𝑖𝑘+1 +
𝑔𝜃 𝑘+1 𝑔𝜃 𝑘+1 𝑔(1−𝜃) 𝑘 𝑔(1−𝜃) 𝑘 1 ℎ + ℎ𝑖+1 − ℎ𝑖 + ℎ𝑖+1 + 𝑢𝑘+1 ∆𝑥 𝑖 ∆𝑥 ∆𝑥 ∆𝑥 2∆𝑡 𝑖 𝐶𝑓 𝜃 𝑘+1 𝐶𝑓 (1−𝜃) 𝐶𝑓 𝜃 𝑘+1 1 1 𝑘+1 𝑢𝑖 − 2∆𝑡 𝑢𝑖𝑘 + 2 𝑢𝑖𝑘 + 2∆𝑡 𝑢𝑖+1 + 2 𝑢𝑖+1 − 2 (1−𝜃) 𝐶 1 𝑘 𝑢𝑘 + 𝑓 2 𝑢𝑖+1 =0 2∆𝑡 𝑖+1
−
𝑔𝜃
𝑘 𝑢𝑖+1
=0
𝑘+1 𝐶𝑓 ( (𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖𝑘+1 ) + 𝑘+1 𝑢𝑖+1
𝑘 𝑢𝑖+1 −𝑢𝑖𝑘
) + (1 − 𝜃) (
𝑘 𝑢𝑖+1
𝑘+1 𝑘 𝑢𝑖+1 −𝑢𝑖+1
2∆𝑡
∆𝑥
𝑘+1 𝑖 − 2∆𝑡 + ∆𝑥 𝑢𝑖+1 − ∆𝑥 𝑢𝑖𝑘+1 +
2∆𝑡
𝐷𝜃
∆𝑥
(
ℎ𝑖𝑘+1
− ∆𝑥 𝑢𝑖𝑘+1 +
2∆𝑡 𝐷(1−𝜃)
𝑘+1 𝑢𝑖+1 −𝑢𝑖𝑘+1
) + 𝐷 (𝜃 (
1
− ∆𝑥 ℎ𝑖𝑘+1 + (2∆𝑡 +
𝐶𝑓 𝜃 2
𝑔𝜃
1
𝑘+1 ) 𝑢𝑖𝑘+1 + ∆𝑥 ℎ𝑖+1 + (2∆𝑡 +
𝐶𝑓 𝜃 2
+
𝑘+1 ) 𝑢𝑖+1
0
24 𝐶 (1−𝜃) 𝑔(1−𝜃) 𝑘 1 ℎ𝑖 + (2∆𝑡 − 𝑓 2 ) 𝑢𝑖𝑘 ∆𝑥 𝐶 (1−𝜃) 1 𝑘 + (2∆𝑡 − 𝑓 2 ) 𝑢𝑖+1
=
−
𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑖+1 ∆𝑥
Sehingga Persamaan (4.3) dapat ditulis sebagai berikut :
1 𝐷𝜃 1 𝑘+1 ℎ𝑘+1 − ∆𝑥 𝑢𝑖𝑘+1 + 2∆𝑡 ℎ𝑖+1 2∆𝑡 𝑖 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑘 − 𝑢𝑖+1 2∆𝑡 𝑖+1 ∆𝑥 𝑔𝜃
1
− ∆𝑥 ℎ𝑖𝑘+1 + (2∆𝑡 +
𝐶𝑓 𝜃
) 𝑢𝑖𝑘+1 2 𝐶𝑓 (1−𝜃)
𝑔(1−𝜃) 𝑘 1 ℎ𝑖 + ( − ∆𝑥 2∆𝑡 𝐶 (1−𝜃) 1 𝑘 + (2∆𝑡 − 𝑓 2 ) 𝑢𝑖+1
=
2
𝐷𝜃
1
𝑘+1 + ∆𝑥 𝑢𝑖+1 = 2∆𝑡 ℎ𝑖𝑘 +
𝐷(1−𝜃) 𝑘 𝑢𝑖 ∆𝑥
+
(4.4) 𝑔𝜃
1
𝑘+1 + ∆𝑥 ℎ𝑖+1 + (2∆𝑡 +
) 𝑢𝑖𝑘 −
𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑖+1 ∆𝑥
𝐶𝑓 𝜃 2
𝑘+1 ) 𝑢𝑖+1
(4.5)
Persamaan (4.4) dan (4.5) dapat ditulis pada saat 𝑖 = 0,1,2, ⋯ , 𝑁 − 1, 𝑁 sebagai berikut : Untuk 𝑖 = 0, diperoleh :
1 𝐷𝜃 ℎ𝑘+1 − ∆𝑥 𝑢0𝑘+1 2∆𝑡 0 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑘 − 𝑢1 2∆𝑡 1 ∆𝑥
1
𝐷𝜃
1
+ 2∆𝑡 ℎ1𝑘+1 + ∆𝑥 𝑢1𝑘+1 = 2∆𝑡 ℎ0𝑘 +
𝐶 𝜃 𝑔𝜃 𝑘+1 1 𝑔𝜃 1 ℎ + ( + 𝑓 ) 𝑢0𝑘+1 + ℎ1𝑘+1 + ( ∆𝑥 0 2∆𝑡 2 ∆𝑥 2∆𝑡 𝐶 (1−𝜃) 𝑔(1−𝜃) 1 𝑔(1−𝜃) = ∆𝑥 ℎ0𝑘 + (2∆𝑡 − 𝑓 2 ) 𝑢0𝑘 − ∆𝑥 ℎ1𝑘 𝐶𝑓 (1−𝜃) 1 + (2∆𝑡 − 2 ) 𝑢1𝑘
−
+
𝐷(1−𝜃) 𝑘 𝑢0 ∆𝑥
𝐶𝑓 𝜃 2
+
) 𝑢1𝑘+1
Untuk 𝑖 = 1, diperoleh :
1 𝐷𝜃 ℎ𝑘+1 − 𝑢1𝑘+1 2∆𝑡 1 ∆𝑥 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 ℎ2𝑘 − 𝑢2 2∆𝑡 ∆𝑥
+
1 ℎ𝑘+1 2∆𝑡 2
+
𝐷𝜃 𝑘+1 𝑢 ∆𝑥 2
=
1 ℎ𝑘 2∆𝑡 1
+
𝐷(1−𝜃) 𝑘 𝑢1 ∆𝑥
+
25 𝑔𝜃
1
− ∆𝑥 ℎ1𝑘+1 + (2∆𝑡 +
𝐶𝑓 𝜃 2
𝑔𝜃
1
) 𝑢1𝑘+1 + ∆𝑥 ℎ2𝑘+1 + (2∆𝑡 +
𝐶𝑓 (1−𝜃) 𝑔(1−𝜃) 𝑘 1 ℎ1 + (2∆𝑡 − 2 ) 𝑢1𝑘 ∆𝑥 𝐶𝑓 (1−𝜃) 1 + (2∆𝑡 − 2 ) 𝑢2𝑘
=
−
𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ2 ∆𝑥
𝐶𝑓 𝜃 2
) 𝑢2𝑘+1
Untuk 𝑖 = 2, diperoleh :
1 𝐷𝜃 1 𝐷𝜃 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑘+1 − 𝑢2𝑘+1 + ℎ𝑘+1 + 𝑢3𝑘+1 = ℎ𝑘 + 𝑢2 2∆𝑡 2 ∆𝑥 2∆𝑡 3 ∆𝑥 2∆𝑡 2 ∆𝑥 1 𝐷(1−𝜃) ℎ𝑘 − ∆𝑥 𝑢3𝑘 2∆𝑡 3 𝐶𝑓 𝜃 𝐶𝑓 𝜃 𝑔𝜃 1 𝑔𝜃 1 − ∆𝑥 ℎ2𝑘+1 + (2∆𝑡 + 2 ) 𝑢2𝑘+1 + ∆𝑥 ℎ3𝑘+1 + (2∆𝑡 + 2 ) 𝑢3𝑘+1 𝐶 (1−𝜃) 𝑔(1−𝜃) 𝑘 1 𝑔(1−𝜃) 𝑘 = ℎ2 + ( − 𝑓 ) 𝑢2𝑘 − ℎ3 ∆𝑥 2∆𝑡 2 ∆𝑥 (1−𝜃) 𝐶 1 +( − 𝑓 ) 𝑢3𝑘 2∆𝑡 2
+
⋮ Untuk 𝑖 = 𝑁 − 1, diperoleh :
1 𝐷𝜃 𝑘+1 1 𝐷𝜃 𝑘+1 1 𝑘+1 𝑘 ℎ𝑘+1 − ∆𝑥 𝑢𝑁−1 + 2∆𝑡 ℎ𝑁 + ∆𝑥 𝑢𝑁 = 2∆𝑡 ℎ𝑁−1 + 2∆𝑡 𝑁−1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 𝑘 𝑢𝑁−1 + 2∆𝑡 ℎ𝑁 − ∆𝑥 𝑢𝑁 ∆𝑥 𝐶 𝜃 𝐶 𝜃 𝑔𝜃 𝑘+1 1 𝑔𝜃 𝑘+1 1 𝑘+1 𝑘+1 − ∆𝑥 ℎ𝑁−1 + (2∆𝑡 + 𝑓2 ) 𝑢𝑁−1 + ∆𝑥 ℎ𝑁 + (2∆𝑡 + 𝑓2 ) 𝑢𝑁 𝐶 (1−𝜃) 𝑔(1−𝜃) 𝑘 1 𝑔(1−𝜃) 𝑘 𝑘 = ∆𝑥 ℎ𝑁−1 + (2∆𝑡 − 𝑓 2 ) 𝑢𝑁−1 − ∆𝑥 ℎ𝑁 𝐶 (1−𝜃) 1 𝑘 + (2∆𝑡 − 𝑓 2 ) 𝑢𝑁
Untuk 𝑖 = 𝑁, diperoleh :
1 𝐷𝜃 𝑘+1 1 𝐷𝜃 𝑘+1 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑘+1 − 𝑢𝑁 + ℎ𝑘+1 + 𝑢𝑁+1 = ℎ𝑘 + 𝑢𝑁 2∆𝑡 𝑁 ∆𝑥 2∆𝑡 𝑁+1 ∆𝑥 2∆𝑡 𝑁 ∆𝑥 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑘 − ∆𝑥 𝑢𝑁+1 2∆𝑡 𝑁+1 𝐶 𝜃 𝐶 𝜃 𝑔𝜃 𝑘+1 1 𝑔𝜃 𝑘+1 1 𝑘+1 𝑘+1 − ℎ𝑁 + ( + 𝑓 ) 𝑢𝑁 + ℎ𝑁+1 + ( + 𝑓 ) 𝑢𝑁+1 ∆𝑥 2∆𝑡 2 ∆𝑥 2∆𝑡 2
+
26 =
𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑁 ∆𝑥 1 2∆𝑡
+(
−
1 2∆𝑡
+(
𝐶𝑓 (1−𝜃) 2
−
𝐶𝑓 (1−𝜃) 2
𝑘 ) 𝑢𝑁 −
𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ𝑁+1 ∆𝑥
𝑘 ) 𝑢𝑁+1
Dengan demikian, untuk 𝑖 = 0,1,2, ⋯ , 𝑁 − 1, 𝑁 dapat dibentuk matriks sebagai berikut : 𝑎 −𝑐 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 [0
−𝑏 𝑑 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
𝑎 𝑐 𝑎 −𝑐 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
𝑏 𝑑 −𝑏 𝑑 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
𝑎 𝑝 𝑞 𝑟 0 0 0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 [0 0
𝑎 −𝑞 𝑎 𝑞 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
−𝑝 0 𝑟 0 𝑝 𝑎 𝑟 −𝑞 0 𝑎 0 𝑞 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 0
dengan : 𝑎= 𝑝=
1 ,𝑏 2∆𝑡 𝐷(1−𝜃) ∆𝑥
=
𝐷𝜃 ∆𝑥
,𝑞=
0 0 𝑎 𝑐 𝑎 −𝑐 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 𝑏 𝑑 −𝑏 𝑑 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 0 ⋯ 0 ⋯ 0 𝑎 𝑏 𝑐 𝑑 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 ⋯ 0
⋯ 0 ⋯ 0 −𝑝 ⋯ 𝑟 ⋯ 𝑝 𝑎 𝑟 −𝑞 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 ⋯ 0 ⋯
0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 𝑎 −𝑐
0 0 0 0 −𝑝 𝑟 ⋯ ⋯ 0 0
ℎ0𝑘+1 𝑢0𝑘+1 ℎ1𝑘+1 𝑢1𝑘+1 ⋯ ⋯ = 𝑘+1 ℎ𝑁−1 𝑘+1 𝑢𝑁−1 𝑘+1 ℎ𝑁 𝑘+1 [ 𝑢𝑁 ]
ℎ0𝑘 0 0 𝑢0𝑘 0 0 0 0 ℎ1𝑘 0 0 𝑢1𝑘 ⋯ ⋯ 0 ⋯ ⋯ 0 𝑘 ℎ ⋯ ⋯ 𝑁−1 𝑘 ⋯ ⋯ 𝑢𝑁−1 𝑎 𝑝 ℎ𝑘 𝑁 𝑞 𝑟] 𝑘 [ 𝑢𝑁 ]
𝐶 𝜃 𝑔𝜃 1 ,𝑑=( + 𝑓 ) ∆𝑥 2∆𝑡 2 𝐶𝑓 (1−𝜃) 𝑔(1−𝜃) 1 , 𝑟 = (2∆𝑡 − 2 ) ∆𝑥
,𝑐=
0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ −𝑏 𝑑]
27 Selanjutnya diberikan syarat awal dan syarat batas adalah sebagai berikut : Syarat awal :
ℎ𝑖0 = 1; 𝑢𝑖0 = 0,
(4.6)
dan syarat batas :
𝑘+1 𝑘 𝑘+1 𝑘 ℎ0𝑘 = 𝜓𝑏 (𝑘∆𝑡); 𝑢𝑁+1 = 𝑢𝑁+1 = ℎ𝑁+1 = ℎ𝑁+1 =0
(4.7)
dimana 𝑖 menunjukkan posisi, sedangkan 𝑘 menyatakan langkah waktu. Dengan demikian, untuk 𝑖 = 0 dan 𝑖 = 𝑁, menjadi : Untuk 𝑖 = 0, diperoleh : ℎ0𝑘 = 𝜓𝑏 (𝑘∆𝑡), ℎ0𝑘+1 = 𝜓𝑏 ((𝑘 + 1)∆𝑡) = 𝑎0 𝜓𝑏 (𝑘∆𝑡) = 𝑎0 ℎ0𝑘 dengan 𝜓𝑏 (0) = 1, 𝑎0 = 𝑒 −1⁄6 , 𝑔𝜃
1
− ∆𝑥 ℎ0𝑘+1 + (2∆𝑡 +
𝐶𝑓 𝜃 2
𝑔𝜃
𝐶𝑓 (1−𝜃) 𝑔(1−𝜃) 𝑘 1 ℎ + ( − ) 𝑢0𝑘 0 ∆𝑥 2∆𝑡 2 𝐶 (1−𝜃) 1 + (2∆𝑡 − 𝑓 2 ) 𝑢1𝑘
=
1
) 𝑢0𝑘+1 + ∆𝑥 ℎ1𝑘+1 + (2∆𝑡 + −
𝑔(1−𝜃) 𝑘 ℎ1 ∆𝑥
𝐶𝑓 𝜃 2
) 𝑢1𝑘+1
𝑘+1 𝑘 Untuk 𝑖 = 𝑁, digunakan syarat batas 𝑢𝑁+1 = 𝑢𝑁+1 = 𝑘 = ℎ𝑁+1 = 0, sehingga diperoleh :
𝑘+1 ℎ𝑁+1
1 𝐷𝜃 𝑘+1 1 𝐷(1−𝜃) 𝑘 𝑘 ℎ𝑘+1 − ∆𝑥 𝑢𝑁 = 2∆𝑡 ℎ𝑁 + ∆𝑥 𝑢𝑁 2∆𝑡 𝑁 𝐶 𝜃 𝑔𝜃 𝑘+1 1 𝑔(1−𝜃) 𝑘 𝑘+1 − ∆𝑥 ℎ𝑁 + (2∆𝑡 + 𝑓2 ) 𝑢𝑁 = ∆𝑥 ℎ𝑁
1
+ (2∆𝑡 −
𝐶𝑓 (1−𝜃) 2
𝑘 ) 𝑢𝑁
Dengan demikian, untuk 𝑖 = 0,1,2, ⋯ , 𝑁 − 1, 𝑁 dapat dibentuk matriks sebagai berikut :
28
1 −𝑐 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 [0 𝑎0 𝑞 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 [0
0 0 𝑑 𝑐 0 𝑎 0 −𝑐 0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 0 0 0 𝑟 −𝑞 0 𝑎 0 𝑞 0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 0
0 𝑑 −𝑏 𝑑 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 𝑎 𝑐 𝑎 −𝑐 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 𝑏 𝑑 −𝑏 𝑑 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 0 0 0 ⋯ 0 0 ⋯ 0 0 𝑎 𝑏 ⋯ 𝑐 𝑑 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 𝑎 ⋯ 0 −𝑐
0 𝑟 𝑝 𝑟 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 𝑎 −𝑞 𝑎 𝑞 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ 0 ⋯ 0 −𝑝 ⋯ 𝑟 ⋯ 𝑝 𝑎 𝑟 −𝑞 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 ⋯ 0 ⋯
0 0 0 0 −𝑝 𝑟 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ −𝑏 𝑑]
ℎ0𝑘+1 𝑢0𝑘+1 ℎ1𝑘+1 𝑢1𝑘+1 ⋯ ⋯ = 𝑘+1 ℎ𝑁−1 𝑘+1 𝑢𝑁−1 𝑘+1 ℎ𝑁 𝑘+1 [ 𝑢𝑁 ]
ℎ0𝑘 0 0 𝑢0𝑘 0 0 0 0 ℎ1𝑘 0 0 𝑢1𝑘 ⋯ ⋯ 0 ⋯ ⋯ 0 𝑘 ⋯ ⋯ ℎ𝑁−1 𝑘 ⋯ ⋯ 𝑢𝑁−1 𝑎 𝑝 ℎ𝑘 𝑁 𝑞 𝑟] 𝑘 [ 𝑢𝑁 ]
Berdasarkan hasil pendiskritan diatas, dapat dibentuk sistem ruang keadaan yang invarian terhadap waktu : 𝐶1 𝑥𝑘+1 = 𝐶2 𝑥𝑘 𝑥𝑘+1 = 𝐶1−1 𝐶2 𝑥𝑘 (4.8) dengan 𝐴 = 𝐶1−1 𝐶2 dimana :
29 1 −𝑐 0 0 0 𝐶1 = 0 ⋯ ⋯ 0 [0
0 0 𝑑 𝑐 0 𝑎 0 −𝑐 0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 0
0 𝑑 −𝑏 𝑑 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
𝑎0 𝑞 0 0 0 𝐶2 = 0 ⋯ ⋯ 0 [0
0 0 𝑟 −𝑞 0 𝑎 0 𝑞 0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 0
0 𝑟 𝑝 𝑟 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 𝑎 𝑐 𝑎 −𝑐 ⋯ ⋯ 0 0 0 0 𝑎 −𝑞 𝑎 𝑞 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 𝑏 𝑑 −𝑏 𝑑 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 ⋯ ⋯ 𝑎 𝑐 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯
⋯ 0 ⋯ 0 −𝑝 ⋯ 𝑟 ⋯ 𝑝 𝑎 𝑟 −𝑞 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 ⋯ 0 ⋯
0 0 0 0 0 0 0 0 𝑏 ⋯ 𝑑 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 𝑎 0 −𝑐 0 0 0 0 −𝑝 𝑟 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ −𝑏 𝑑]
0 0 0 0 0 0 0 0 ⋯ 0 ⋯ 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 𝑎 𝑝 𝑞 𝑟]
4.2.2 Analisa Sifat Model Aliran Air Sungai Pada Model Aliran Air Sungai dengan Metode Skema Preissman pada Persamaan (4.8) akan dilakukan analisa sifat model. Analisis sifat model meliputi sifat kestabilan, sifat keterkendalian, dan sifat keteramatan. 4.2.2.1 Sifat Kestabilan Pada Teorema 2.1 disebutkan bahwa sistem diskrit dikatakan stabil simtotik jika dan hanya jika nilai eigennya kurang dari satu. Sedangkan jika nilai eigen sama dengan satu, maka sistem diskrit dikatakan stabil. Jika diberikan sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) yang tak stabil, dengan 𝑁 = 4 kedalaman sungai 𝐷 = 10 𝑚, percepatan gravitasi 𝑔 =
30 9.8 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡 2 , koefisien gesekan 𝐶𝑓 = 0.0002, 𝑎0 = 𝑒 −1⁄6, ∆𝑥 = 60000/𝑁, ∆𝑡 = 1 dan 𝜃 = 0.6 , maka diperoleh : 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 −0.0004 0.5001 0.0004 0.5001 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 −0.0004 0.5000 0.0004 0 0 0 0 0 0 −0.0004 0.5001 0.0004 0.5001 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 −0.0004 0.5000 0.0004 0 0 𝐶1 = 0 0 0 0 −0.0004 0.5001 0.0004 0.5001 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 −0.0004 0.5000 0.0004 0 0 0 0 0 0 −0.0004 0.5001 0.0004 0.5001 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 −0.0004 [ 0 0 0 0 0 0 0 0 −0.0004 0.5001 ] 0.8465 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0003 0.5000 −0.0003 0.5000 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 0.0003 0.5000 −0.0003 0 0 0 0 0 0 0.0003 0.5000 −0.0003 0.5000 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 0.0003 0.5000 −0.0003 0 0 𝐶2 = 0 0 0 0 0.0003 0.5000 −0.0003 0.5000 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 0.0003 0.5000 −0.0003 0 0 0 0 0 0 0.0003 0.5000 −0.0003 0.5000 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5000 0.0003 [ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0003 0.5000 ]
0.8465 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0012 0.9997 −0.0026 −0.0000 0.0026 0.0000 −0.0026 −0.0000 0.0026 0.0000 0 0 1.0000 0.0013 −0.0000 −0.0027 0.0000 0.0027 −0.0000 −0.0027 0 0 0.0013 0.9997 −0.0026 −0.0000 0.0026 0.0000 −0.0026 −0.0000 0 0 0 0 1.0000 0.0013 −0.0000 −0.0027 0.0000 0.0027 𝐴= 0 0 0 0 0.0013 0.9997 −0.0026 −0.0000 0.0026 0.0000 0 0 0 0 0 0 1.0000 0.0013 −0.0000 −0.0027 0 0 0 0 0 0 0.0013 0.9997 −0.0026 −0.0000 0 0 0 0 0 0 0 0 1.0000 0.0013 [ 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0013 0.9997 ]
(4.9) 0 0 0 0 0 𝐵= 0 0 0 0 [1] 1 𝐶=[ 0
(4.10)
0 1
0 0 0 0
0 0
0 0
0 0 0 0
0 0
0 ] 0
0 𝐷=[ ] 2
dengan 𝐴 ∈ ℝ10×10 , 𝐵 ∈ ℝ10×1 , 𝐶 ∈ ℝ2×10 , 𝐷 ∈ ℝ2×1 .
(4.11) (4.12)
31 Pada sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷), akan dilakukan analisa kestabilan, keterkendalian dan keteramatan dari sistem awal tersebut. Stabilitas sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) dapat ditentukan berdasarkan nilai absolut dari eigen matriks 𝐴 seperti pada Tabel 4.1 berikut Tabel 4. 1 Nilai eigen matriks A(Skema Preissman)
|𝜆𝑡 | 0.9997 0.9985 0.9985 0.9985 0.9985 1.0012 1.0012 1.0012 1.0012 0.8465
𝑡 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa nilai absolut dari eigen matriks 𝐴 yang bernilai lebih dari 1 ada sebanyak 4, maka berdasarkan Teorema 2.1 sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) tidak stabil. 4.2.2.2 Sifat Keterkendalian Pada Teorema 2.2 disebutkan bahwa suatu sistem diskrit dikatakan terkendali jika dan hanya jika rank dari matriks keterkendaliannya sama dengan 𝑛, atau dengan kata lain rank[𝐵 𝐴𝐵 ⋯ 𝐴𝑛−1 𝐵] = 𝑛. Jika diberikan matriks 𝐴 dan matriks 𝐵 seperti pada Persamaan (2.15) dan (2.16), dan misalkan 𝑊𝑐 adalah matriks keterkendalian, maka diperoleh : 𝑊𝑐 = [𝐵
𝐴𝐵
𝐴2 𝐵
𝐴3 𝐵
𝐴4 𝐵
𝐴5 𝐵
𝐴6 𝐵
𝐴7 𝐵
𝐴8 𝐵
𝐴9 𝐵 ]
32 0 0 0 0 0 = 0 0 0 0 [1
0 0.0000 −0.0027 −0.0000 0.0027 0.0000 −0.0027 −0.0000 0.0013 0.9997
0 0.0001 −0.0053 −0.0000 0.0053 0.0000 −0.0053 −0.0000 0.0027 0.9994
0 0.0001 −0.0080 −0.0001 0.0080 0.0001 −0.0080 −0.0000 0.0040 0.9992
0 0.0002 −0.0107 −0.0002 0.0107 0.0001 −0.0107 −0.0001 0.0053 0.9989
0 0.0003 −0.0133 −0.0003 0.0133 0.0002 −0.0133 −0.0001 0.0067 0.9986
0 0.0005 −0.0160 −0.0004 0.0160 0.0003 −0.0160 −0.0001 0.0080 0.9984
0 0.0006 −0.0187 −0.0005 0.0187 0.0004 −0.0186 −0.0002 0.0093 0.9981
0 0.0008 −0.0213 −0.0007 0.0213 0.0005 −0.0213 −0.0002 0.0107 0.9978
0 0.0010 −0.0240 −0.0009 0.0240 0.0006 −0.0240 −0.0003 0.0120 0.9976 ]
Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan bahwa rank dari matriks keterkendalian sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) sama dengan 6, sehingga sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) bersifat tak terkendali. 4.2.2.3 Sifat Keteramatan Pada Teorema 2.3 disebutkan bahwa suatu sistem diskrit dikatakan teramati jika dan hanya jika rank dari matriks keteramatannya sama dengan 𝑛, atau dengan kata lain rank[𝐶 𝐶𝐴 ⋯ 𝐶𝐴𝑛−1 ] = 𝑛. Jika diberikan matriks 𝐴 dan matriks 𝐶 seperti pada Persamaan (2.15) dan (2.17), dan misalkan 𝑀𝑐 adalah matriks keterkendalian, maka diperoleh : 𝑀𝑐 = [𝐶
𝐶𝐴
1.0000 0 0.8465 0.0012 0.7165 0.0022 0.6065 0.0030 0.5134 0.0038 = 0.4346 0.0044 0.3679 0.0049 0.3114 0.0053 0.2636 0.0057 0.2231 [ 0.0060
0 1.0000 0 0.9997 0 0.9994 0 0.9992 0 0.9989 0 0.9986 0 0.9983 0 0.9980 0 0.9978 0 0.9975
𝐶𝐴2
𝐶𝐴3
0 0 0 −0.0026 0 −0.0052 0 −0.0078 0 −0.0104 0 −0.0131 0 −0.0157 0 −0.0183 0 −0.0209 0 −0.0235
𝐶𝐴4
0 0 0 −0.0000 0 −0.0000 0 −0.0000 0 −0.0000 0 −0.0000 0 −0.0001 0 −0.0001 0 −0.0001 0 −0.0001
𝐶𝐴5
0 0 0 0.0026 0 0.0052 0 0.0078 0 0.0104 0 0.0131 0 0.0157 0 0.0183 0 0.0209 0 0.0235
𝐶𝐴6
0 0 0 0.0000 0 0.0000 0 0.0001 0 0.0001 0 0.0001 0 0.0002 0 0.0003 0 0.0003 0 0.0004
𝐶𝐴7 0 0 0 −0.0026 0 −0.0052 0 −0.0078 0 −0.0104 0 −0.0131 0 −0.0157 0 −0.0183 0 −0.0209 0 −0.0235
𝐶𝐴8 0 0 0 −0.0000 0 −0.0000 0 −0.0001 0 −0.0001 0 −0.0002 0 −0.0003 0 −0.0004 0 −0.0006 0 −0.0007
𝐶𝐴9 ] 0 0 0 0.0026 0 0.0052 0 0.0078 0 0.0104 0 0.0131 0 0.0157 0 0.0183 0 0.0209 0 0.0235
0 0 0 0.0000 0 0.0001 0 0.0001 0 0.0002 0 0.0003 0 0.0005 0 0.0006 0 0.0008 0 0.0010]
33 Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan bahwa rank dari matriks keteramatan sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) sama dengan 7, sehingga sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) bersifat tak teramati. 4.2.3 Reduksi Model Aliran Sungai dengan SPA Model aliran air sungai dengan metode Implisit Skema Preissman adalah suatu model yang bersifat tak stabil, tak terkendali dan tak teramati. Setelah dilakukan analisis sistem, maka selanjutnya akan dilakukan reduksi model. Reduksi model dilakukan dengan cara membentuk sistem setimbang. Sistem setimbang adalah sistem baru yang diperoleh dari sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) dengan Gramian ̃ dan Gramian keteramatan 𝑀 ̃ yang sama dan keterkendalian 𝑊 merupakan matriks diagonal ∑. Pada model aliran air sungai dengan metode Implisit Skema ̃ dan Gramian keteramatan 𝑀 ̃ Preissman, Gramian keterkendalian 𝑊 tidak dapat dicari. Sebab, pada analisis sistem awal, model aliran air sungai dengan metode Implisit Skema Preissman bersifat tak terkendali dan tak teramati. Oleh karena itu, model aliran air sungai dengan metode Implisit Skema Preissman tidak dapat direduksi dengan metode SPA. 4.3
Penyelesaian Model Saint Venant dengan metode Staggered Grid Pada subbab ini akan dijelaskan tentang tiga hal, yaitu diskritisasi model dengan Metode Staggered Grid, analisa sifat model dan reduksi model dengan Singular Perturbation Approximation (SPA). 4.3.1 Diskritisasi Model Aliran Air Sungai dengan Metode Staggered Grid Berdasarkan pendiskritan dengan metode Staggered Grid, maka Persamaan (4.3) menjadi :
ℎ𝑖𝑘+1 −ℎ𝑖𝑘 ∆𝑡
+
𝑢𝑘 1 −𝑢𝑘 1 𝑖+ 𝑖− 1 2 2 𝐷 2 ∆𝑥
+
𝑘+1 𝑢𝑘+1 1 −𝑢 1 𝑖+ 𝑖− 1 2 2 𝐷 2 ∆𝑥
=0
34 1 𝑘+1 ℎ ∆𝑡 𝑖 1 𝑘+1 ℎ ∆𝑡 𝑖
1
𝐷
𝐷
𝐷
𝐷
𝑘 𝑘+1 − ∆𝑡 ℎ𝑖𝑘 + 2∆𝑥 𝑢𝑖+ 𝑢𝑘 1 + 2∆𝑥 𝑢𝑖+ 𝑢𝑘+1 1 − 1 − 1 = 0 2∆𝑥 𝑖− 2∆𝑥 𝑖− 𝐷 𝑢𝑘+1 1 2∆𝑥 𝑖−2
−
2
+
𝐷 𝑢𝑘+1 1 2∆𝑥 𝑖+2
2
=
1 𝑘 ℎ ∆𝑡 𝑖
2
𝐷 + 𝑢𝑘 1 2∆𝑥 𝑖−2
2
−
𝐷 𝑢𝑘 1 2∆𝑥 𝑖+2
(4.13)
𝑘 𝑢𝑘+1 1 −𝑢 1 𝑖+ 𝑖+ 2 2
∆𝑡 1 𝑘+1 𝑢 1 ∆𝑡 𝑖+2
−
1 𝐶 𝑢𝑘 1 2 𝑓 𝑖+2
1 2
+ 𝑔
𝑘 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖𝑘
∆𝑥
1 𝑘 𝑢 1 ∆𝑡 𝑖+2 1 2
+
1 2
+ 𝑔
𝑔 ℎ𝑘 2∆𝑥 𝑖+1
𝑘+1 ℎ𝑖+1 −ℎ𝑖𝑘+1
−
∆𝑥 𝑔 ℎ𝑘 2∆𝑥 𝑖
1 2
1 2
𝑘 𝑘+1 + 𝐶𝑓 𝑢𝑖+ 1 + 𝐶𝑓 𝑢 1 = 0 𝑖+
+
2
𝑔 ℎ𝑘+1 2∆𝑥 𝑖+1
−
2
𝑔 ℎ𝑘+1 2∆𝑥 𝑖
+
𝑘+1 + 𝐶𝑓 𝑢𝑖+ 1 = 0 2
𝑔
𝑔
1
1
𝑔
𝑔
𝑘+1 𝑘+1 𝑘 − 2∆𝑥 ℎ𝑖𝑘+1 + 2∆𝑥 ℎ𝑖+1 + (∆𝑡 + 2 𝐶𝑓 ) 𝑢𝑖+ ℎ𝑘 − 2∆𝑥 ℎ𝑖+1 + 1 = 2∆𝑥 𝑖 2
1 (∆𝑡
1 𝑘 − 2 𝐶𝑓 ) 𝑢𝑖+ 1 2
(4.14)
dimana 𝑖 menunjukkan posisi, sedangkan 𝑘 menyatakan langkah waktu. Selanjutnya, Persamaan (4.13) dan (4.14) dapat ditulis pada saat 𝑖 = 0,1,2, ⋯ , 𝑁 − 1, 𝑁 sebagai berikut : Untuk 𝑖 = 0, diperoleh :
1 𝑘+1 𝐷 𝐷 1 𝐷 𝐷 𝑘+1 𝑘 ℎ − 2∆𝑥 𝑢− 𝑢1𝑘+1 = ∆𝑡 ℎ0𝑘 + 2∆𝑥 𝑢− 𝑢1𝑘 1 + 1 − ∆𝑡 0 2∆𝑥 2∆𝑥 2 2 2 2 𝑔 𝑔 1 1 𝑔 𝑔 − ℎ0𝑘+1 + ℎ1𝑘+1 + ( + 𝐶𝑓 ) 𝑢1𝑘+1 = ℎ0𝑘 − ℎ1𝑘 2∆𝑥 2∆𝑥 ∆𝑡 2 2∆𝑥 2∆𝑥 2 1 1 (∆𝑡 − 2 𝐶𝑓 ) 𝑢1𝑘 2
Untuk 𝑖 = 1, diperoleh :
1 𝑘+1 ℎ ∆𝑡 1
𝐷
𝐷
1
𝐷
𝐷
− 2∆𝑥 𝑢1𝑘+1 + 2∆𝑥 𝑢3𝑘+1 = ∆𝑡 ℎ1𝑘 + 2∆𝑥 𝑢1𝑘 − 2∆𝑥 𝑢3𝑘 2
2
2
2
+
35 𝑔
𝑔
1
1
𝑔
𝑔
− 2∆𝑥 ℎ1𝑘+1 + 2∆𝑥 ℎ2𝑘+1 + (∆𝑡 + 2 𝐶𝑓 ) 𝑢3𝑘+1 = 2∆𝑥 ℎ1𝑘 − 2∆𝑥 ℎ2𝑘 + 1
2
1
(∆𝑡 − 2 𝐶𝑓 ) 𝑢3𝑘 2
Untuk 𝑖 = 2, diperoleh :
1 𝑘+1 𝐷 𝐷 1 𝐷 𝐷 ℎ − 2∆𝑥 𝑢3𝑘+1 + 2∆𝑥 𝑢5𝑘+1 = ∆𝑡 ℎ2𝑘 + 2∆𝑥 𝑢3𝑘 − 2∆𝑥 𝑢5𝑘 ∆𝑡 2 2 2 2 2 𝑔 𝑔 1 1 𝑔 𝑔 𝑘+1 𝑘+1 𝑘+1 𝑘 − 2∆𝑥 ℎ2 + 2∆𝑥 ℎ3 + (∆𝑡 + 2 𝐶𝑓 ) 𝑢5 = 2∆𝑥 ℎ2 − 2∆𝑥 ℎ3𝑘 2 1 1 𝑘 ( − 𝐶𝑓 ) 𝑢5 ∆𝑡 2
+
2
Untuk 𝑖 = 3, diperoleh :
1 𝑘+1 𝐷 𝐷 1 𝐷 𝐷 ℎ − 2∆𝑥 𝑢5𝑘+1 + 2∆𝑥 𝑢7𝑘+1 = ∆𝑡 ℎ3𝑘 + 2∆𝑥 𝑢5𝑘 − 2∆𝑥 𝑢7𝑘 ∆𝑡 3 2 2 2 2 𝑔 𝑔 1 1 𝑔 𝑔 𝑘+1 𝑘+1 𝑘+1 𝑘 − 2∆𝑥 ℎ3 + 2∆𝑥 ℎ4 + (∆𝑡 + 2 𝐶𝑓 ) 𝑢7 = 2∆𝑥 ℎ3 − 2∆𝑥 ℎ4𝑘 2 1 1 (∆𝑡 − 2 𝐶𝑓 ) 𝑢7𝑘 2
+
⋮
Untuk 𝑖 = 𝑁 − 1, diperoleh :
1 𝑘+1 𝐷 𝐷 1 𝑘 𝐷 𝐷 𝑘+1 𝑘+1 𝑘 𝑘 ℎ − 2∆𝑥 𝑢𝑖− 𝑢𝑖+ ℎ𝑖 + 2∆𝑥 𝑢𝑖− 𝑢𝑖+ 1 + 1 = 1 − 1 ∆𝑡 𝑖 2∆𝑥 ∆𝑡 2∆𝑥 2 2 2 2 𝑔 𝑔 1 1 𝑔 𝑔 𝑘+1 𝑘+1 𝑘 𝑘 − 2∆𝑥 ℎ𝑖𝑘+1 + 2∆𝑥 ℎ𝑖+1 + (∆𝑡 + 2 𝐶𝑓 ) 𝑢𝑖+ ℎ − ℎ 1 = 2∆𝑥 𝑖 2∆𝑥 𝑖+1 2 1 1 𝑘 ( − 𝐶𝑓 ) 𝑢𝑖+ 1 ∆𝑡 2 2
Untuk 𝑖 = 𝑁, diperoleh :
1 𝑘+1 ℎ ∆𝑡 𝑁
−
𝐷 𝑢𝑘+11 2∆𝑥 𝑁−2
+
𝐷 𝑢𝑘+11 2∆𝑥 𝑁+2
=
1 𝑘 ℎ ∆𝑡 𝑁
+
𝐷 𝑢𝑘 1 2∆𝑥 𝑁−2
−
𝐷 𝑢𝑘 1 2∆𝑥 𝑁+2
+
36 𝑔
𝑔
1
1
𝑔
𝑔
𝑘+1 𝑘+1 𝑘+1 𝑘 − 2∆𝑥 ℎ𝑁 + 2∆𝑥 ℎ𝑁+1 + (∆𝑡 + 2 𝐶𝑓 ) 𝑢𝑁+ ℎ𝑘 − 2∆𝑥 ℎ𝑁+1 + 1 = 2∆𝑥 𝑁 1 ∆𝑡
1 2
2
𝑘 ( − 𝐶𝑓 ) 𝑢𝑁+ 1 2
Dengan demikian, untuk 𝑖 = 0,1,2, ⋯ , 𝑁 − 1, 𝑁 dapat dibentuk matriks sebagai berikut.
𝑎 −𝑐 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 [0
𝑏 𝑑 −𝑏 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 𝑐 𝑎 −𝑐 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 𝑏 𝑑 −𝑏 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 𝑐 𝑎 −𝑐 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 0 0 𝑏 𝑑 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 0 ⋯ 0 ⋯ 0 0 0 𝑐 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ −𝑏 ⋯ 0
0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 𝑎 −𝑐
0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 𝑏 𝑑]
ℎ0𝑘+1 𝑢1𝑘+1 2 ℎ1𝑘+1 𝑢3𝑘+1 2
⋯ ⋯
𝑘+1 ℎ𝑁−1 𝑢𝑘+11 𝑁−
2 𝑘+1 ℎ𝑁 𝑢𝑘+11 [ 𝑁+2 ]
=
37
𝑎 −𝑏 𝑐 𝑒 0 𝑏 0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 [0 0
0 −𝑐 𝑎 𝑐 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 −𝑏 𝑒 𝑏 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 −𝑐 𝑎 𝑐 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 0 0 −𝑏 𝑒 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 ⋯ ⋯ 0 −𝑐 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯
1 ∆𝑡
𝐶𝑓 𝜃
dengan : 𝑎=
1 ∆𝑡
,𝑏=
𝐷 2∆𝑥
,𝑐=
𝑔𝜃 2∆𝑥
,𝑑 =( +
2
0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 𝑏 0
ℎ0𝑘 𝑢1𝑘
0 0 2 0 0 ℎ1𝑘 0 0 𝑢3𝑘 0 0 2 ⋯ ⋯ 0 ⋯ ⋯ 0 𝑘 ⋯ ⋯ ℎ𝑁−1 ⋯ ⋯ 𝑢𝑘 1 𝑎 −𝑏 𝑁−2 𝑘 𝑐 𝑒 ] ℎ𝑁 𝑢𝑘 1 [ 𝑁+2 ] 1 2∆𝑡
),𝑒 = (
−
𝐶𝑓 (1−𝜃) 2
)
Selanjutnya diberikan syarat awal dan syarat batas adalah sebagai berikut : Syarat awal : ℎ𝑖0 = 1; 𝑢𝑖0 = 0, (4.15) dan syarat batas : 𝑘 ℎ0𝑘 = ℎ𝑏 (𝑘∆𝑡); 𝑢𝑁+ (4.16) 1 = 0 2
dimana 𝑖 menunjukkan posisi, sedangkan 𝑘 menyatakan langkah waktu. Sehingga untuk 𝑖 = 0 dan 𝑖 = 𝑁, menjadi :
Untuk 𝑖 = 0, diperoleh :
ℎ0𝑘 = ℎ𝑏 (𝑘∆𝑡) 𝑔 𝑔 1 1 𝑔 𝑔 − 2∆𝑥 ℎ0𝑘+1 + 2∆𝑥 ℎ1𝑘+1 + (∆𝑡 + 2 𝐶𝑓 ) 𝑢1𝑘+1 = 2∆𝑥 ℎ0𝑘 − 2∆𝑥 ℎ1𝑘 + 1
1
(∆𝑡 − 2 𝐶𝑓 ) 𝑢1𝑘 2
2
38 Untuk 𝑖 = 𝑁, diperoleh :
1 𝑘+1 𝐷 𝑘+1 ℎ − 2∆𝑥 𝑢𝑁− 1 ∆𝑡 𝑁 2 𝐷 𝑘 𝑢 1 2∆𝑥 𝑁+2 𝑘 𝑢𝑁+ 1 = 0
𝐷
1
𝐷
𝑘+1 𝑘 + 2∆𝑥 𝑢𝑁+ ℎ𝑘 + 2∆𝑥 𝑢𝑁− 1 = 1 − ∆𝑡 𝑁 2
2
2
Dengan demikian, untuk 𝑖 = 0,1,2, ⋯ , 𝑁 − 1, 𝑁 dapat dibentuk matriks sebagai berikut :
1 −𝑐 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 [0
0 𝑑 −𝑏 0 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 𝑐 𝑎 −𝑐 0 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 𝑏 𝑑 −𝑏 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 𝑐 𝑎 −𝑐 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 0 0 𝑏 𝑑 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 0 ⋯ 0 ⋯ 0 0 0 𝑐 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ −𝑏 ⋯ 0
ℎ0𝑘+1 𝑢1𝑘+1
0 0 2 0 0 ℎ𝑘+1 1 0 0 𝑢3𝑘+1 0 0 2 ⋯ ⋯ 0 ⋯ = ⋯ 0 𝑘+1 ⋯ ⋯ ℎ𝑁−1 ⋯ ⋯ 𝑢𝑘+11 𝑁− 2 𝑎 𝑏 𝑘+1 ] 0 1 ℎ𝑁 𝑘+1 𝑢𝑁+ 1 [ 2]
39
0 0 0 𝑐 𝑒 −𝑐 0 𝑏 𝑎 0 0 𝑐 0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 [0 0 0
0 0 −𝑏 𝑒 𝑏 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 −𝑐 𝑎 𝑐 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 0 0 −𝑏 𝑒 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 ⋯ ⋯ 0 −𝑐 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯
0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 𝑏 0
0 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 𝑎 0
ℎ0𝑘 𝑢1𝑘
0 2 1 0 ℎ1𝑘 0 0 𝑘 0 𝑢3 0 0 2 ⋯ ⋯ 0 + ⋯ ⋯ 𝑢𝑘 0 𝑘 0 ⋯ ℎ𝑁−1 0 𝑘 ⋯ 𝑢 1 𝑁− 0 2 −𝑏 [ 𝑘 0] 0 ] ℎ𝑁 𝑢𝑘 1 [ 𝑁+2 ]
Berdasarkan hasil pendiskritan diatas, dapat dibentuk sistem ruang keadaan yang invarian terhadap waktu : ̃ 𝑥𝑘+1 = 𝐴̃𝑥𝑘 + 𝐵̃𝑢𝑘 𝐷 (4.17) dengan 1 0 0 0 0 ⋯ 0 0 0 0 −𝑐 𝑑 𝑐 0 0 ⋯ 0 0 0 0 0 −𝑏 𝑎 𝑏 0 0 ⋯ 0 0 0 0 0 −𝑐 𝑑 𝑐 0 ⋯ 0 0 0 0 0 0 −𝑏 𝑎 𝑏 0 0 ⋯ 0 ̃= 𝐷 , 0 0 0 0 −𝑐 𝑑 𝑐 0 ⋯ 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 0 0 0 ⋯ −𝑏 𝑎 𝑏 [0 0 0 0 0 0 ⋯ 0 0 1]
40 0 0 0 𝑐 𝑒 −𝑐 0 𝑏 𝑎 0 0 𝑐 0 0 0 𝐴̃ = 0 0 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 0 0 0 [0 0 0 1 0 0 0 ⋯ 𝐵̃ = ⋯ 0 0 0 [0] ℎ0𝑘 𝑢1𝑘 2
ℎ1𝑘 𝑢3𝑘 2
⋯ ⋯
𝑥𝑘 =
𝑘 ℎ𝑁−1 𝑘 𝑢𝑁− 1 2
[
𝑘 ℎ𝑁 𝑘 𝑢𝑁+ 1 2
]
0 0 −𝑏 𝑒 𝑏 0 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 0 −𝑐 𝑎 𝑐 ⋯ ⋯ 0 0
⋯ ⋯ 0 0 −𝑏 𝑒 ⋯ ⋯ 0 0
0 0 ⋯ ⋯ 0 −𝑐 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯
0 0 0 0 0 0 ⋯ ⋯ 𝑏 0
0 0 0 0 0 0 0 0 ⋯ 0 ⋯ 0 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ 𝑎 −𝑏 0 0]
41 ̃ −1 𝐴̃ , 𝐵 = 𝐷 ̃ −1 𝐵̃ dan Dengan demikian diperoleh matriks = 𝐷 𝐶 = [0 0 0 ⋯ 0 1 0 ⋯ 0]. 4.3.2 Analisa Sifat Model Aliran Air Sungai Pada Model Aliran Air Sungai dengan Metode Staggered Grid pada Persamaan (4.13) dan (4.14), akan dilakukan analisa sifat model. Analisis sifat model meliputi sifat kestabilan, sifat keterkendalian, dan sifat keteramatan. 4.3.2.1 Sifat Kestabilan Pada Teorema 2.1 disebutkan bahwa sistem diskrit dikatakan stabil simtotik jika dan hanya jika nilai eigennya kurang dari satu. Sedangkan jika nilai eigen sama dengan satu, maka sistem diskrit dikatakan stabil. Jika diberikan sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) dengan 𝑁 = 4 kedalaman sungai 𝐷 = 10 𝑚, percepatan gravitasi 𝑔 = 9.8 𝑚⁄𝑑𝑒𝑡 2 , koefisien gesekan 𝐶𝑓 = 0.0002, ∆𝑥 = 60000/𝑁 dan ∆𝑡 = 360 , maka diperoleh sebagai berikut: 1.0000 −0.0003 0 0 0 ̃= 𝐷 0 0 0 0 [ 0 0 0.0003 0 0 0 𝐴̃ = 0 0 0 0 [ 0
0 0.0029 −0.0003 0 0 0 0 0 0 0
0 0.0027 0.0003 0 0 0 0 0 0 0
0 0.0003 0.0028 −0.0003 0 0 0 0 0 0
0 −0.0003 0.0028 0.0003 0 0 0 0 0 0
0 0 0.0003 0.0029 −0.0003 0 0 0 0 0
0 0 −0.0003 0.0027 0.0003 0 0 0 0 0
0 0 0 0.0003 0.0028 −0.0003 0 0 0 0
0 0 0 −0.0003 0.0028 0.0003 0 0 0 0
0 0 0 0 0.0003 0.0029 −0.0003 0 0 0
0 0 0 0 −0.0003 0.0027 0.0003 0 0 0
0 0 0 0 0 0.0003 0.0028 −0.0003 0 0
0 0 0 0 0 −0.0003 0.0028 0.0003 0 0
0 0 0 0 0 0 0.0003 0.0029 −0.0003 0
0 0 0 0 0 0 −0.0003 0.0027 0.0003 0
0 0 0 0 0 0 0 0.0003 0.0028 0
0 0 0 0 0 0 0 −0.0003 0.0028 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0.0003 1.0000]
0 0 0 0 0 0 0 0 −0.0003 ] 0
42 1 0 0 0 0 𝐵̃ = 0 0 0 0 [0] 0 0.1120 0.0133 0.0015 0.0002 𝐴= 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 [ 0
0 0.9049 0.2256 0.0253 0.0030 0.0003 0.0000 0.0000 0.0000 0
0 −0.2210 0.9473 0.2181 0.0258 0.0029 0.0003 0.0000 0.0000 0
0 0.0253 −0.2226 0.8800 0.2226 0.0249 0.0030 0.0003 0.0000 0
0 −0.0029 0.0258 −0.2182 0.9476 0.2182 0.0258 0.0029 . 0003 0
0 0.0003 −0.0030 0.0249 −0.2226 0.8800 0.2226 0.0249 0.0030 0
0 −0.0000 0.0003 −0.0029 0.0258 −0.2182 0.9476 0.2181 0.0262 0
0 0.0000 −0.0000 0.0003 −0.0030 0.0249 −0.2226 0.8796 0.2256 0
0 −0.0000 0.0000 −0.0000 0.0003 −0.0029 0.0262 −0.2210 0.9735 0
0 0.0000 −0.0000 0.0000 −0.0000 0.0002 −0.0016 0.0133 −0.1184 ] 0
(2.18) 1.0000 0.1120 0.0133 0.0015 0.0002 𝐵= 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 [ 0 ] 𝐶 = [0
0
0
(2.17)
0
1
0
0
0
0
0]
𝐷 = [0]
(2.18) (2.19)
dengan 𝐴 ∈ ℝ10×10 , 𝐵 ∈ ℝ10×1 , 𝐶 ∈ ℝ2×10 , 𝐷 ∈ ℝ1×1 . Selanjutnya akan dilakukan analisa kestabilan, keterkendalian dan keteramatan dari sistem awal tersebut. Stabilitas sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) dapat ditentukan berdasarkan nilai absolut dari eigen matriks 𝐴 seperti pada Tabel 4.2 berikut.
43 Tabel 4. 2 Nilai eigen matriks A(Staggered Grid)
|𝜆𝑡 | 0.8750 0.8750 0.9044 0.9044 0.9620 0.9620 0.9388 0.9388 0 0
𝑡 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa nilai absolut dari eigen matriks 𝐴 seluruhnya bernilai kurang dari 1, maka berdasarkan Teorema 2.1 sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) stabil asimtotik. 4.3.2.2 Sifat Keterkendalian Pada Teorema 2.2 disebutkan bahwa suatu sistem diskrit dikatakan terkendali jika dan hanya jika rank dari matriks keterkendaliannya sama dengan 𝑛, atau dengan kata lain rank[𝐵 𝐴𝐵 ⋯ 𝐴𝑛−1 𝐵] = 𝑛. Jika diberikan matriks 𝐴 dan matriks 𝐵 seperti pada Persamaan (2.18) dan (2.19), dan misalkan 𝑊𝑐 adalah matriks keterkendalian, maka diperoleh : 𝑊𝑐 = [𝐵
𝐴𝐵
1.0000 0.1120 0.0133 0.0015 0.0002 = 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 [ 0
0 0.2105 0.0508 0.0085 0.0013 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0
𝐴2 𝐵
𝐴3 𝐵
0 0.1794 0.0937 0.0236 0.0051 0.0009 0.0002 0.0000 0.0000 0
𝐴4 𝐵
0 0.1422 0.1241 0.0446 0.0128 0.0028 0.0006 0.0001 0.0000 0
𝐴5 𝐵
0 0.1024 0.1401 0.0672 0.0251 0.0066 0.0016 0.0003 0.0001 0
𝐴6 𝐵 0 0.0633 0.1414 0.0870 0.0412 0.0131 0.0039 0.0009 0.0002 0
𝐴7 𝐵 0 0.0281 0.1299 0.1003 0.0595 0.0223 0.0077 0.0021 0.0006 0
𝐴8 𝐵 0 −0.0009 0.1086 0.1049 0.0774 0.0338 0.0137 0.0041 0.0013 0
𝐴9 𝐵 ] 0 −0.0224 0.0812 0.0999 0.0923 0.0467 0.0220 0.0075 0.0027 0
0 −0.0360 0.0519 0.0860 0.1019 0.0593 0.0324 0.0122 0.0051 ] 0
44
Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan bahwa rank dari matriks keterkendalian sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) sama dengan 9, sehingga sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) bersifat tak terkendali. 4.3.2.3 Sifat Keteramatan Pada Teorema 2.3 disebutkan bahwa suatu sistem diskrit dikatakan teramati jika dan hanya jika rank dari matriks keteramatannya sama dengan 𝑛, atau dengan kata lain rank[𝐶 𝐶𝐴 ⋯ 𝐶𝐴𝑛−1 ] = 𝑛. Jika diberikan matriks 𝐴 dan matriks 𝐶 seperti pada Persamaan (2.18) dan (2.20), dan misalkan 𝑀𝑐 adalah matriks keterkendalian, maka diperoleh : 𝑀𝑐 = [𝐶 0 0.0002 0.0012 0.0039 0.0089 = 0.0162 0.0251 0.0344 0.0429 [0.0493
𝐶𝐴 0 0.0030 0.0169 0.0493 0.1023 0.1729 0.2531 0.3321 0.3981 0.4407
𝐶𝐴2 0 0.0258 0.0962 0.1933 0.2944 0.3763 0.4200 0.4138 0.3553 0.2512
𝐶𝐴3 0 0.2226 0.3957 0.4962 0.5149 0.4572 0.3407 0.1918 0.0403 −0.0863
𝐶𝐴4 1.0000 0.9476 0.8022 0.5925 0.3547 0.1261 −0.0612 −0.1856 −0.2384 −0.2239
𝐶𝐴5
𝐶𝐴6
0 −0.2226 −0.3957 −0.4962 −0.5147 −0.4564 −0.3386 −0.1869 −0.0298 0.1065
𝐶𝐴7
0 0.0258 0.0962 0.1936 0.2955 0.3798 0.4285 0.4316 0.3885 0.3076
𝐶𝐴8
0 −0.0030 −0.0165 −0.0475 −0.0965 −0.1583 −0.2225 −0.2763 −0.3069 −0.3048
𝐶𝐴9 ]
0 0.0003 0.0026 0.0102 0.0271 0.0571 0.1018 0.1605 0.2291 0.3010
0 −0.0000 −0.0002 −0.0008 −0.0022 −0.0051 −0.0095 −0.0157 −0.0234 −0.0318]
Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan bahwa rank dari matriks keteramatan sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) sama dengan 9, sehingga sistem (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) bersifat tak teramati. Berikut akan disajikan simulasi pada sistem ruang keadaan yang invarian terhadap waktu : 𝑥𝑘+1 = 𝐴𝑥𝑘 + 𝐵𝑢𝑘 dengan tujuan untuk mengetahui stabilitas pada aliran air sungai, yaitu dengan mengetahui ketinggian dan kecepatan pada posisi 𝑖 = 0,1, ⋯ , 𝑁. Jika diberikan 𝑁 = 100, waktu simulasi 𝑘 = 1000, dan ℎ𝑏 (𝑘∆𝑡) = 2 untuk semua 𝑘 = 0,1,2, …, dimana 𝑁 menyatakan posisi
45 dan 𝑘 menyatakan lama waktu simulasi, maka diperoleh grafik ketinggian dan grafik kecepatan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Grafik Ketinggian pada saat 𝒌 = 𝟕𝟓𝟎
Berdasarkan Gambar 4.1, terlihat bahwa ketinggian air sungai pada posisi ke-0 sampai dengan posisi ke-100 dan pada waktu ke-750 mengalami penurunan dan peningkatan.
Gambar 4.2 Grafik Kecepatan pada saat 𝒌 = 𝟕𝟓𝟎
Berdasarkan Gambar 4.2, terlihat bahwa kecepatan aliran air sungai pada posisi ke-0 sampai posisi ke-100 dan pada waktu ke-750 mengalami penurunan dan peningkatan.
46
Gambar 4.3 Grafik Ketinggian Air Sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘 = 0,1, ⋯ ,1000
Berdasarkan Gambar 4.3, terlihat bahwa ketinggian aliran air sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘 = 0,1, ⋯ ,100 mengalami peningkatan dan penurunan. Sedangkan pada waktu ke-200 sampai waktu ke-1000, ketinggian aliran air sungai pada posisi ke-90 cenderung mendekati nilai 2. Stabilitas pada ketinggian air sungai dapat diketahui berdasarkan grafik ketinggian pada Gambar 4.3. Berdasarkan grafik ketinggian aliran air pada waktu ke-200 sampai waktu ke-1000, ketinggian aliran air sungai pada posisi ke-90 cenderung mendekati nilai 2, maka ketinggian air sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘 = 0,1, ⋯ ,1000 bersifat stabil.
47
Gambar 4.4 Grafik Keceparan Aliran Air Sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘 = 0,1, ⋯ ,1000
Berdasarkan Gambar 4.4, terlihat bahwa kecepatan aliran air sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘 = 0,1, ⋯ ,200 mengalami peningkatan dan penurunan. Sedangkan pada waktu ke-300 sampai waktu ke-1000, ketinggian aliran air sungai pada posisi ke-90 cenderung mendekati nilai 0. Stabilitas pada kecepatan air sungai dapat diketahui berdasarkan grafik kecepatan pada Gambar 4.4. Berdasarkan grafik kecepatan aliran air pada waktu ke-300 sampai waktu ke-1000, kecepatan aliran air sungai pada posisi ke-90 cenderung mendekati nilai 2, maka kecepatan air sungai pada posisi ke-90 dan pada waktu 𝑘 = 0,1, ⋯ ,1000 bersifat stabil. 4.3.3 Reduksi Model Aliran Air Sungai dengan SPA Model aliran air sungai dengan metode Staggered Grid adalah suatu model yang bersifat stabil stabil asimtotik, tak terkendali dan tak teramati. Setelah dilakukan analisis sistem, maka selanjutnya akan dilakukan reduksi model. Reduksi model dilakukan dengan cara membentuk sistem setimbang. Sistem setimbang adalah sistem baru yang diperoleh dari sistem awal (𝐴, 𝐵, 𝐶, 𝐷) dengan Gramian ̃ dan Gramian keteramatan 𝑀 ̃ yang sama dan keterkendalian 𝑊 merupakan matriks diagonal ∑.
48 Pada model aliran air sungai dengan metode Staggered Grid, ̃ dan Gramian keteramatan 𝑀 ̃ tidak dapat Gramian keterkendalian 𝑊 dicari. Sebab, pada analisis sistem awal, model aliran air sungai dengan metode Staggered Grid bersifat tak terkendali dan tak teramati. Oleh karena itu, model aliran air sungai dengan metode Staggered Grid tidak dapat direduksi dengan metode SPA.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa model aliran air sungai dengan pendiskritan Implisit Skema Preissman tidak dapat direduksi dengan metode Singular Perturbation Approximation (SPA). Sebab, model aliran air sungai dengan pendiskritan Implisit Skema Preissman bersifat tak stabil, tak terkendali dan tak teramati. Sedangkan pada metode Singular Pertubation Approximation (SPA), untuk menentukan sistem setimbang diperoleh dari Gramian keterkendalian dan Gramian keteramatan. Karena model aliran air sungai bersifat tak terkendali dan tak teramati, maka tidak dapat diperoleh Gramian keterkendalian dan Gramian keteramatan. 2. Berdasarkan hasil simulasi model aliran air sungai dengan pendiskritan Staggered Grid, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Analisis sifat kestabilan pada ketinggian dan kecepatan model aliran air sungai dengan pendiskritan Staggered Grid menunjukkan bahwa ketinggian air sungai dan kecepatan aliran air sungai bersifat stabil. b. Model aliran air sungai dengan pendiskritan Staggered Grid tidak dapat direduksi dengan metode Singular Perturbation Approximation (SPA). Sebab, pada model aliran air sungai dengan pendiskritan Staggered Grid bersifat tak terkendali dan tak teramati. Sedangkan pada metode Singular Pertubation Approximation (SPA), untuk menentukan sistem setimbang diperoleh dari Gramian keterkendalian dan Gramian keteramatan. Karena model aliran air sungai bersifat tak terkendali dan tak teramati, maka tidak dapat diperoleh Gramian keterkendalian dan Gramian keteramatan.
49
50 5.2
Saran Adapun saran dari Tugas Akhir ini adalah : 1. Pada penelitian selanjutnya, dapat dikembangkan reduksi model pada aplikasi dengan sistem yang tak stabil, terkendali dan teramati. 2. Pada penelitian selanjutnya, dapat dikembangkan reduksi model pada model aliran air sungai satu dimensi dengan menggunakan metode Pemotongan Setimbang.
DAFTAR PUSTAKA [1] Wibowo, H. (2013, September). “Kajian Geometri Sungai Berdasarkan Model Matematika Menggunakan Data Debit Aliran”. Eco Rekayasa, Vol.9, No.2.pp 186-187. [2] Arif, D.K, et al. (2014). “Construction of the Kalman Filter Algorithm on the Model Reduction ”. International Journal Control and Automation (IJCA), Vol. 7, No.9, pp. 257-270. [3] Rochmah, M., Fatmawati. dan Purwati, U.D,. 2015. “Reduksi Orde Model Sistem Linier Waktu Diskrit dengan Metode Singular Perturbation Approximation”. Jurnal Matematika. Universitas Airlangga. [4] M.Verlaan. (1998). ”Efficient Kalman Filtering for Hydrodynamic Models”, PhD Thesis. Delft University of Technology. Netherland. [6] Ogata, K. (1995). “Discrete-time Control Sistems”. Canada : Prentice-Hall International, Inc. [5] Subiono. (2013). “Sistem Linier dan Kontrol Optimal. Jurusan Matematika – Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. [7] Arif, D.K. (2014). “Konstruksi dan Implementasi Algoritma Filter Kalman pada Model Tereduksi”. Disertasi S3.Jurusan Matematika FMIPA – UGM. Yogyakarta. [8] Khasanah, N.I. (2016). “Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier waktu diskrit tak stabil”. Jurusan Matematika – Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
51
52
“Halaman ini sengaja dikosongkan
LAMPIRAN A Listing Program %MODEL ALIRAN AIR SUNGAI DENGAN PENDISKRITAN STAGGERED GRID clc; clear all; %%SISTEM AWAL D=10; g=9.8; Cf=0.0002; t=360; % t = delta t i=input('Masukkan nilai i : '); x=60000/i; % x = delta x n=(i*2+2); % ukuran matriks D_Tilda,A_Tilda,B_Tilda %menghitung Matriks D_Tilda D_Tilda=zeros(n); D_Tilda(1,1)=1; D_Tilda(n,n)=1; for i=2:2:n-2 D_Tilda(i,i-1:i+1)=[-g/(2*x) (1/t)+(Cf/2) g/(2*x)]; end for i=3:2:n-1 D_Tilda(i,i-1:i+1)=[-D/(2*x) 1/t D/(2*x)]; end D_Tilda %menghitung Matriks A_Tilda A_Tilda=zeros(n); for i=2:2:n-2 A_Tilda(i,i-1:i+1)=[g/(2*x) (1/t)-(Cf/2) g/(2*x)]; end for i=3:2:n-1
53
54 A_Tilda(i,i-1:i+1)=[D/(2*x) 1/t -D/(2*x)]; end A_Tilda %menghitung Matriks B_Tilda B_Tilda=zeros(n,1); B_Tilda(1,1)=1; B_Tilda %menghitung Matriks A,B,C,D A=inv(D_Tilda)*A_Tilda B=inv(D_Tilda)*B_Tilda C=zeros(1,n); C(1,n/2)=1; %C(2,2)=1; C D=[0] k=input('Masukkan nilai k: '); Xk=zeros(n,1); for i=1:2:n Xk(i,1)=1; % nilai ketinggian pada saat k=0 adl 1 end for i=2:2:n Xk(i,1)=0; % nilai kecepatan pada saat k=0 adl 1 end X_k=Xk; Uk=input('Masukkan nilai Uk : '); wkt_tampil=input('Masukkan waktu yang ditampilkan : '); pos_tampil=input('Masukkan posisi yang ditampilkan : ');
55
h=zeros(n/2,1); % waktu tertentu u=zeros(n/2,1); % waktu tertentu q=zeros(k+1,1); % pada semua waktu r=zeros(k+1,1); % pada semua waktu
ketinggian di semua posisi pada kecepatan di semua posisi pada ketinggian pada posisi tertentu kecepatan pada posisi tertentu
q(1,1)=Xk(2*pos_tampil-1,1); r(1,1)=Xk(2*pos_tampil,1); Xk_1=zeros(n,1); if k==0 %jika simulasi dilakukan sampai k=0 Xk_1=Xk; q(1,1)=Xk_1(2*pos_tampil-1,1); r(1,1)=Xk_1(2*pos_tampil,1); for g=1:n/2 h(g,1)=Xk_1(2*g-1,1); u(g,1)=Xk_1(2*g,1); end else for l=1:k Xk_1=(A*X_k)+(B*Uk) X_k=Xk_1; q(l+1,1)=Xk_1(2*pos_tampil-1,1); r(l+1,1)=Xk_1(2*pos_tampil,1); for g=1:n/2 h(g,1)=Xk_1(2*g-1,1); u(g,1)=Xk_1(2*g,1); end end end y=zeros(n/2,1) % membuat sumbu t dimulai dari nol for l=1:n/2; y(l,1)=l-1;
56 end figure(1); plot(y,h,'b') title(['Grafik Ketinggian pada waktu ke- ' num2str(k)]); xlabel('Posisi') ylabel('Ketinggian') figure(2); plot(y,u,'r') title(['Grafik Kecepatan pada waktu ke-' num2str(k)]); xlabel('Posisi') ylabel('Kecepatan') z=zeros(k+1,1); % membuat sumbu t dimulai dari nol for l=1:k+1 z(l,1)=l-1; end figure(3); plot(z,q,'b') title(['Grafik Ketinggian pada posisi ke-' num2str(pos_tampil)]); xlabel('Waktu') ylabel('Ketinggian') figure(4); plot(z,r,'r') title(['Grafik Kecepatan pada posisi ke-' num2str(pos_tampil)]); xlabel('Waktu') ylabel('Kecepatan') Xk_baru=zeros(n,1); for i=1:2:n Xk_baru(i,1)=1; % nilai ketinggian pada saat k=0 adl 1 end for i=2:2:n
57 Xk_baru(i,1)=0; k=0 adl 1 end X_k_baru=Xk_baru;
% nilai kecepatan pada saat
h_baru=zeros(n/2,1); % ketinggian di semua posisi pada waktu tertentu u_baru=zeros(n/2,1); % kecepatan di semua posisi pada waktu tertentu q_baru=zeros(k+1,1); % ketinggian pada posisi tertentu pada semua waktu r_baru=zeros(k+1,1); % kecepatan pada posisi tertentu pada semua waktu q_baru(1,1)=Xk_baru(2*pos_tampil-1,1); r_baru(1,1)=Xk_baru(2*pos_tampil,1); Xk_1_baru=zeros(n,1); if wkt_tampil==0 %jika simulasi dilakukan sampai k=0 Xk_1_baru=Xk_baru; q_baru(1,1)=Xk_1_baru(2*pos_tampil-1,1); r_baru(1,1)=Xk_1_baru(2*pos_tampil,1); for g=1:n/2 h_baru(g,1)=Xk_1_baru(2*g-1,1); u_baru(g,1)=Xk_1_baru(2*g,1); end else for l=1:wkt_tampil Xk_1_baru=(A*X_k_baru)+(B*Uk) X_k_baru=Xk_1_baru; q_baru(l+1,1)=Xk_1_baru(2*pos_tampil-1,1); r_baru(l+1,1)=Xk_1_baru(2*pos_tampil,1); if l==wkt_tampil for g=1:n/2 h_baru(g,1)=Xk_1_baru(2*g-1,1); u_baru(g,1)=Xk_1_baru(2*g,1); end
58 end end end y=zeros(n/2,1) % membuat sumbu t dimulai dari nol for l=1:n/2; y(l,1)=l-1; end figure(5); plot(y,h_baru,'b') title(['Grafik Ketinggian pada waktu ke-' num2str(wkt_tampil)]); xlabel('Posisi') ylabel('Ketinggian') figure(6); plot(y,u_baru,'r') title(['Grafik Kecepatan pada waktu ke-' num2str(wkt_tampil)]); xlabel('Posisi') ylabel('Kecepatan') det_A=det(A) sysAwal=ss(A,B,C,D,1); [n,n]=size(A); %dimensi %% MENENTUKAN NILAI EIGEN DARI MATRIKS A Eigen_A=abs(eig(A)) Tak_Stabil = 0; Stabil = 0; Stabil_Asimtotik = 0; for i = 1:n if Eigen_A(i) > 1 Tak_Stabil = Tak_Stabil +1; end if Eigen_A(i) == 1 Stabil = Stabil +1; end if Eigen_A(i) < 1
59 Stabil_Asimtotik = Stabil_Asimtotik +1; end end Tak_Stabil Stabil Stabil_Asimtotik %% KETERKENDALIAN SISTEM AWAL Matriks_Keterkendalian_Sistem_Awal=rank(ctrb(sysAwa l)) bb=rank(ctrb(sysAwal)); %% KETERAMATAN SISTEM AWAL Matriks_Keteramatan_Sistem_Awal=rank(obsv(sysAwal)) aa=rank(obsv(sysAwal)); %% Matriks uniter dan Matriks Transformasi,dekomposisi stabil/tidak stabil A1 stabil, A % U adalah matriks uniter % At adalah matriks transformasi % M adalah jumlah keadaan yang stabil % A adalah matriks A % 6 adalah tipe % 3 adalah state yang stabil [U,At,Z] = blkrsch(A,6,Stabil_Asimtotik) %% SOLUSI LYAPUNOV A(t11)S-SA(t22)+At12=0 A11=At(1:Z,1:Z); A22=At(Z+1:n,Z+1:n); A12=At(1:Z,Z+1:n)*inv(A22); P=A11; Q=(inv(A22))'; R=A12; S=dlyap(P,Q,R); %% TRANSFORMASI TAHAP KEDUA I_m=eye(Z); I_n=eye(n-Z); nul =zeros(n-Z,Z);
60 S; Wd=[I_m S;nul I_n] Wi=[I_m -S;nul I_n]; %% DEKOMPOSISI SISTEM TAK STABIL Bt=U'*B; Ct=C*U; Ad=Wi*At*Wd Bd=Wi*Bt Cd=Ct*Wd D; Gd=[Ad Bd;Cd D] %% SUBSISTEM STABIL As=Ad(1:Z,1:Z) Bs=Bd(1:Z) Cs=Cd(1,1:Z) Ds=D Gs=[As Bs;Cs D] %% GRAMIAN PADA SUBSISTEM STABIL sysStabil=ss(As,Bs,Cs,Ds,1); k=gram(sysStabil,'c'); l=gram(sysStabil,'o'); if(det(k)>0) disp('Gramian W Dfinit Positif'); else errordlg('Gramian W tak definit positif','Tak Terkendali'); break; end if(det(l)>0) disp('Gramian M Dfinit Positif'); else errordlg('Gramian M tak definit positif','Tak Teramati'); break; end
61
%% ANNALISIS SIFAT SUBSISTEM STABIL %% KESTABILAN SUBSISTEM STABIL Eigen_Subsistem_Stabil=abs(eig(sysStabil)) %% KETERKENDALIAN SUBSISTEM STABIL Matriks_Keterkendalian_Subsistem_Stabil=rank(ctrb(s ysStabil)) b=rank(ctrb(sysStabil)); %% KETERAMATAN SUBSISTEM STABIL Matriks_Keteramatan_Subsistem_Stabil=rank(obsv(sysS tabil)) a=rank(obsv(sysStabil)); if(isequal(a,b)) disp('Rank Matriks Keterkendalian = Rank Matriks Keteramatan'); else errordlg('Rank Matriks Keterkendalian TIDAK SAMA dengan Rank Matriks Keteramatan','error'); break; end %% SUBSISTEM TAK STABIL Au=Ad(Z+1:n,Z+1:n); Bu=Bd(Z+1:n); Cu=Cd(Z+1:n0); Du=0; Gu=[Au Bu;Cu Du] sysunStabil=ss(Au,Bu,Cu,Du,1); %% ANALISIS SIFAT SUBSISTEM TAK STABIL %% KESTABILAN SUBSISTEM TAK STABIL Eigen_Subsistem_TakStabil=abs(eig(sysunStabil)) %% KETERKENDALIAN SUBSISTEM TAK STABIL Matriks_Keterkendalian_Subsistem_TakStabil=rank(ctr b(sysunStabil)) %% KETERAMATAN SUBSISTEM TAK STABIL
62 Matriks_Keteramatan_Subsistem_TakStabil=rank(obsv(s ysunStabil)) %% MENENTUKAN FUNGSI TRANSFER PADA SUBSISTEM STABIL(As,Bs,Cs,Ds) disp('Fungsi Transfer dari Subsistem Stabil (As,Bs,Cs,Ds)'); G=tf(sysStabil); Realisasi_Minimal=order(G); %% MENENTUKAN BENTUK REALISASI SISTEM SETIMBANG [Ab,Bb,Cb]=dbalreal(As,Bs,Cs); Db=Ds; sysb=ss(Ab,Bb,Cb,Db,1); W_gramian = gram(sysb,'c') M_gramian = gram(sysb,'o') c=fix(abs(W_gramian)); d=fix(abs(M_gramian)); if(isequal(c,d)) disp('Gramian Keterkendalian Setimbang = Gramian Keteramatan Setimbang'); else errordlg('Gramian Keterkendalian Setimbang TIDAK SAMA dengan Gramian Keteramatan Setimbang','error'); break; end hsv= hsvd(sysb); Nilai_Singular_Hankel=hsv
%% SISTEM TEREDUKSI %% INPUTAN r (ORDE SISTEM TEREDUKSI) [p,o]=size(Ab); disp(['Masukkan ukuran sistem tereduksi(r) mulai dari orde 2 sampai ' num2str(p)-1]); r=input('r='); %% REDUKSI MODEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPA
63 rsys=balred(sysb,r); disp('Fungsi Transfer dari Sistem tereduksi dengan metode SPA'); G3=tf(rsys); omr=order(G3); [AsrS,BsrS,CsrS,DsrS]=ssdata(rsys); %% ANALISIS SIFAT SISTEM TEREDUKSI %% KESTABILAN SISTEM TEREDUKSI Eigen_SPA1=abs(eig(rsys)) %% KETERKENDALIAN SISTEM TEREDUKSI Rank_Matriks_Keterkendalian_SPA1=rank(ctrb(rsys)) %% KETERAMATAN SISTEM TEREDUKSI Rank_Matriks_Keteramatan_SPA1=rank(obsv(rsys)) %% SISTEM TEREDUKSI TOTAL (Reduksi SPA+Subsistem Tak Stabil) nul1=zeros(r,Tak_Stabil); nul2=zeros(Tak_Stabil,r); ArS=[AsrS nul1;nul2 Au] BrS=[BsrS;Bu] CrS=[CsrS Cu] DrS=[DsrS] sysSPA2=ss(ArS,BrS,CrS,DrS,1); %% ANALISIS SIFAT SISTEM TEREDUKSI TOTAL %% KESTABILAN SISTEM TEREDUKSI TOTAL DENGAN SPA Eigen_SPA2=abs(eig(sysSPA2)) %% KETERKENDALIAN SISTEM TEREDUKSI TOTAL DENGAN SPA Rank_Matriks_Keterkendalian_SPA2=rank(ctrb(sysSPA2) ) %% KETERAMATAN SISTEM TEREDUKSI TOTAL DENGAN SPA Rank_Matriks_Keteramatan_SPA2=rank(obsv(sysSPA2)) %% NORM
64 [ta1,tb1]=ss2tf(A,B,C,D,1); Sistem_Awal=tf(ta1,tb1,1); [ta2,tb2]=ss2tf(ArS,BrS,CrS,DrS,1); Sistem_Reduksi_SPA=tf(ta2,tb2,1); Error1=Sistem_Awal-Sistem_Reduksi_SPA; NormSPA=norm(Error1,inf); Error2=Sistem_Reduksi_SPA-Sistem_Awal; NormSPA=norm(Error2,inf); %% GRAFIK figure(1); hsv=hsvd(sysb); xlabel('Order') ylabel('Nilai Singular Hankel') plot(hsv,'*') title('Nilai Singular Hankel') figure(100+r); t=logspace(-3,3,200); [mag,pha]=bode(A,B,C,D,1,t); [magr,phar]=bode(ArS,BrS,CrS,DrS,1,t); semilogx(t,20*log10(mag),'g:',t,20*log10(magr),'b:' ) title(['Frekuensi Response antara Sistem Awal dan Sistem Tereduksi dengan Ukuran ' num2str(r+Tak_Stabil)]); xlabel('Frekuensi') ylabel('Gain') legend('Sistem Awal','Sistem Tereduksi dengan SPA'); figure(Z+1); t=logspace(-3,3,200); [mag,pha]=bode(As,Bs,Cs,Ds,1,t); [magr,phar]=bode(Ab,Bb,Cb,Db,1,t); semilogx(t,20*log10(mag),'b*',t,20*log10(magr),'r:' ) title('Frekuensi Response antara Subsistem Stabil dan Sistem Setimbang');
65 xlabel('Frekuensi') ylabel('Gain') legend('Subsistem Stabil','Sistem Setimbang');
66
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
LAMPIRAN B Biodata Penulis
Penulis bernama lengkap Airin Nur Hidayati dengan nama panggilan Airin. Lahir di Nganjuk, 31 Oktober 1995. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh yaitu SDN Sumberurip 1 (20012007), SMPN 1 Brebek (2007-2010), SMAN 1 Nganjuk (2010-2013). Sekarang sedang menempuh pendidikan S1 Jurusan Matematika di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan bidang minat Matematika Terapan. Penyusun juga aktif berorganisasi di KM ITS, yaitu sebagai staff Departemen Pengabdian Masyarakat di HIMATIKA ITS (2014-2015), staff Departemen Kaderisasi di Lembaga Dakwah Jurusan Matematika “Ibnu Muqlah” (2014-2015), staff Departemen Community Service di HIMATIKA ITS (2015-2016), Bendahara Umum di Lembaga Dakwah Jurusan Matematika “Ibnu Muqlah” (2015-2016). Selain itu penyusun juga aktif dalam kepanitiankepanitian acara di dalam kampus. Penyusun melaksanakan Kerja Praktek di PT. Perkebunan Nusantara X PG. Pesantren Baru pada 2016. Untuk kritik, saran dan informasi lebil lanjut mengenai Tugas Akhir ini dapat ditujukan kepada penulis melalui email :
[email protected].
67