RechtsVinding Online
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XIII/2015 Dan Norma Pasal Yang Keliru Dalam Peraturan KPU Mengenai Pencalonan Pada PILKADA Oleh : Achmadudin Rajab* Naskah diterima: 21 Desember 2015; disetujui: 28 Desember 2015
A. LATAR BELAKANG
Kabupaten Jembrana) Tahun 2015.
Permohonan
pengujian
Adapun
Ismeth
Abdullah
adalah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
mantan Gubernur Kepulauan Riau
Tentang Perubahan Atas Undang-
dan I Gede Winasa adalah mantan
Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Bupati Jembrana yang masing-masing
Penetapan
Pemerintah
merasa hak konstitusionalnya telah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1
dirugikan dengan keberlakuan Pasal 7
Tahun
huruf
Peraturan
2014
Gubernur,
Tentang
Bupati,
o
UU
Pilkada
begitupula
Walikota
peraturan lebih lanjutannya dalam
Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada)
Pasal 4 ayat (1) huruf n dan ayat (9)
ke
Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Mahkamah
dan
Pemilihan
Konstitusi
(MK)
diajukan oleh Ismeth Abdullah dan I
Nomor
9
Tahun
2015
tentang
Gede Winasa. Berdasarkan Putusan
Pencalonan Pemilihan Gubernur dan
MK No. 80/PUU-XIII/2015 diketahui
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
bahwa Ismeth Abdullah berkeinginan
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
untuk maju sebagai Calon Walikota
Walikota (PKPU No. 9 Tahun 2015).
dalam Pemilihan Walikota dan Wakil
Pasal 7 huruf o UU Pilkada itu
Walikota Kota Batam (Pilkada Kota
sendiri mengatur bahwa salah satu
Batam) Tahun 2015, sedangkan I
persyaratan calon bagi Warga Negara
Gede Winasa berkeinginan untuk
Indonesia (WNI) yang ingin maju
maju sebagai Wakil Bupati dalam
dalam Pilkada haruslah memenuhi
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
persyaratan yakni “belum pernah
Kabupaten
menjabat sebagai Gubernur, Bupati,
Jembrana
(Pilkada
1
RechtsVinding Online
dan Walikota untuk Calon Wakil
yang
pernah
menjabat
Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan
bupati
Calon Wakil Walikota”. Oleh karena
mencalonkan diri menjadi wakil
itu Ismeth Abdullah dan I Gede
bupati, dan seseorang yang pernah
Winasa merasa keberatan dengan
menjabat sebagai walikota tidak
keberlakuan norma tersebut apalagi
dibolehkan
pengaturan teknisnya dalam Pasal 4
menjadi
ayat (1) huruf n dan ayat (9) PKPU No.
sebagaimana yang dimaksud oleh
9 Tahun 2015.
Peraturan KPU tersebut. Namun
tidak
sebagai
dibolehkan
mencalonkan
wakil
walikota,
diri bukan
demikian, jika KPU memberikan B. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 80/PUU-XIII/2015
penafsiran yang berbeda dengan pendapat Mahkamah dimaksud, hal
Pada tanggal 22 September
itu
bukanlah
kewenangan
2015 Putusan MK No. 80/PUU-
Mahkamah untuk mengadili dan
XIII/2015 dibacakan dengan amar
memutusnya.
putusan yang menolak permohonan
menurut Mahkamah dalil Pemohon a
yang diajukan oleh para pemohon
quo
baik itu Ismeth Abdullah dan I Gede
hukum”.
Winasa. Namun dalam alinea akhir pertimbangan
demikian,
beralasan
menurut
Adapun Pasal 4 ayat (1) huruf
putusan
n PKPU No. 9 Tahun 2015 yang
tersebut terdapat pendapat MK yang
dimaksud oleh MK dalam Putusan MK
penting kiranya menjadi perhatian
No.
khusus karena mengandung nilai
menyatakan
kepastian hukum yakni berbunyi
persyaratan calon bagi WNI yang
“Menurut Mahkamah, maksud dari
ingin maju dalam Pilkada haruslah
ketentuan Pasal 7 huruf o UU 8/2015
memenuhi
adalah
yang
pernah menjabat sebagai Gubernur,
pernah menjabat sebagai gubernur
Wakil Gubernur, Bupati, dan Walikota
tidak dibolehkan mencalonkan diri
untuk Calon Wakil Gubernur, Calon
menjadi wakil gubernur, seseorang
Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon
bahwa
hukum
tidak
Dengan
seseorang
80/PUU-XIII/2015 bahwa
syarat
tersebut salah
yakni
satu
“belum
2
RechtsVinding Online
Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
dan Walikota selama 2 (dua) kali
Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (9)
masa jabatan dalam jabatan yang
diatur lebih lanjut bahwa
“Syarat
sama untuk Calon Gubernur, Calon
Calon sebagaimana dimaksud pada
Bupati, dan Calon Walikota” (Pasal 7
ayat (1) huruf n, dengan ketentuan: a.
huruf n), “berhenti dari jabatannya
belum
bagi
pernah
Gubernur
menjabat
Wakil
Gubernur,
Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan
Gubernur, calon Bupati, calon Wakil
Wakil Walikota yang mencalonkan
Bupati, calon Walikota atau calon
diri di daerah lain sejak ditetapkan
Wakil Walikota; b. belum pernah
sebagai calon” (Pasal 7 huruf p), dan
menjabat sebagai Wakil Gubernur
“tidak berstatus sebagai penjabat
untuk calon Bupati, calon Wakil
Gubernur,
Bupati, calon Walikota atau calon
penjabat Walikota” ” (Pasal 7 huruf
Wakil Walikota; dan c. belum pernah
n).
sebagai
calon
Gubernur,
Wakil
menjabat
untuk
sebagai
Bupati
penjabat
Bupati,
dan
atau
Pasal 7 huruf n, huruf o, huruf
Walikota untuk Calon Wakil Bupati
p, dan huruf q memiliki semangat
atau Calon Wakil Walikota.”
yang sama yakni untuk membatasi lamanya
C. KONTRADIKSI
NORMA
PASAL
seseorang
menduduki
7
jabatan pemerintahan karena sesuai
HURUF O UU PILKADA DENGAN
dengan hukum besi kekuasaan, setiap
PASAL 4 AYAT (1) HURUF N DAN
kekuasaan
AYAT (9) PKPU NO 9 TAHUN 2015
kecenderungan untuk berkembang
pasti
memiliki
Pasal 7 huruf o UU Pilkada
menjadi sewenang-wenang, seperti
sejatinya memiliki keterkaitan norma
dikemukakan oleh Lord Acton “Power
dengan norma lainnya yakni dalam
tends to corrupt, and absolute power
pasal yang sama, yakni Pasal 7 huruf
corrupts absolutely”. Lebih lanjut lagi,
n, huruf p, dan huruf q UU Pilkada
munculnya norma Pasal 7 huruf o UU
yang
mengatur
Pilkada jika dikaji sebenarnya muncul
pernah
dikarenakan hal-hal sebagai berikut,
sebagai
masing-masing berikut
“belum
menjabat sebagai Gubernur, Bupati,
yakni: 3
RechtsVinding Online
a. Praktik empiris yang terjadi selama
“... (3) Dalam melaksanakan tugas
ini, dimana banyak pejabat yang
sebagaimana dimaksud pada ayat
setelah
sebagai
(1) dan ayat (2), wakil kepala
Gubernur, Bupati, dan Walikota
daerah menandatangani pakta
selama 2 (dua) kali dalam masa
integritas dan bertanggung jawab
jabatan dalam jabatan yang sama,
kepada kepala daerah. (4) Wakil
karena dilarang untuk kembali
kepala
menjabat pada periode ketiga
melaksanakan
masa jabatannya, maka pejabat
kepala daerah hingga akhir masa
tersebut mencalonkan diri sebagai
jabatan”.
menjabat
daerah tugas
wajib bersama
menduduki jabatan wakil (turun
Norma Pasal 66 ayat (3)
dari jabatan kepala daerah menjadi
dan ayat (4) tersebut mengandung
wakilnya).
semangat yang sama dan tegas
b. Posisi jabatan Wakil Gubernur,
bahwa kepala daerah dan wakil
Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
kepala daerah itu berada dalam
itu berada dalam satu lembaga
satu lembaga, sehingga dapat
yang
ditafsirkan
sama
dengan
jabatan
bahwa
seseorang
Gubernur, Bupati, dan Walikota.
kepala daerah tidak dapat maju
Hal ini dikarenakan jabatan kepala
kembali dengan posisi sebagai
daerah dan wakil kepala daerah
wakil kepala daerah. Pembatasan
berada dalam satu paket. Hal ini
ini memiliki maksud yang baik,
sesuai pengaturan dalam Pasal 66
justru jika tidak dibatasi maka akan
ayat (3) dan ayat (4) Undang-
menimbulkan iklim kinerja yang
Undang Nomor 9 Tahun 2015
tidak sehat dalam pemerintahan
tentang Perubahan Kedua atas
daerah. Oleh karena itu adalah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
tepat norma dalam UU Pilkada
2014
tersebut
tentang
Pemerintahan
melarang
Gubernur,
Daerah (UU Pemda Perubahan
Bupati, dan Walikota maju dan
Kedua)
mencalonkan
yang
berbunyi
“Wakil
kepala daerah mempunyai tugas:
diri
untuk
menduduki jabatan Calon Wakil 4
RechtsVinding Online
Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan
dalam PKPU No. 9 Tahun 2015
Calon Wakil Walikota, hal ini
adalah tidak sesuai dan merusak
berkesesuian dengan norma dalam
norma aslinya sebagaimana bunyi
UU Pemda Perubahan Kedua yang
dalam Pasal 7 huruf o UU Pilkada
mengandung
yang
semangat
bahwa
berisi
pengaturan
yang
jabatan kepala daerah dan wakil
melarang kepala daerah untuk
kepala daerah berada dalam satu
turun
paket.
menjadi wakil. Oleh karena itu ketika pada
jabatan
dalam
Semangat
norma
Pilkada
dalam
akhirnya norma dalam Pasal 7
Pasal 7 huruf o UU Pilkada ini
huruf o UU Pilkada ini diatur
menjadi semakin kabur dalam
secara lebih teknis dalam Pasal 4
Pasal 4 ayat (9) PKPU No. 9 Tahun
ayat (1) huruf n dan ayat (9) PKPU
2015
No.
9
Tahun
memunculkan kontradiksi
2015,
justru
mungkin
norma
yang
lanjutan
sehingga
menimbulkan penafsiran
maksud
sebagai
awalnya
pengaturan
namun
justru
dapat
mengahasilkan norma yang tidak
kekeliruan
beraturan. Adapun norma tersebut
dapat
justru menghasilkan norma yang
dipungkiri juga akan merugikan
benar-benar baru dan tidak sesuai
hak konstitusional WNI yang ingin
norma aslinya di UU Pilkada yakni
maju dan berkompetisi dalam
pertama, calon Wakil Gubernur,
Pilkada.
Perbedaan
yang
calon Bupati, calon Wakil Bupati,
merupakan
penafsiran
keliru
calon Walikota atau calon Wakil
dibandingkan UU Pilkada nyata-
Walikota haruslah berlum pernah
nyata terlihat dalam Pasal 4 ayat
menjabat
(1) huruf n PKPU No. 9 Tahun 2015
Gubernur
yang menyisipkan frasa “Wakil
Bupati, calon Wakil Bupati, calon
Gubernur”, frasa “Calon Bupati”,
Walikota
dan
Walikota haruslah berlum pernah
frasa
yang
yang
tidak
“Calon
Walikota.”
Munculnya ketiga frasa tersebut
menjabat
sebelumnya
sebagai
dan kedua, calon
atau
calon
sebelumnya
Wakil
sebagai 5
RechtsVinding Online
Wakil Gubernur. Sedangkan untuk
PKPU No. 12 Tahun 2015, norma
norma
ini
turunan
yang
ketiga,
masih
tetaplah
belum
belum pernah menjabat sebagai
mengalami perubahan dan jikalau
Bupati atau Walikota untuk Calon
dibiarkan
Wakil Bupati atau Calon Wakil
ketidakpastian
Walikota, norma tersebut masih
Ketidaksesuaian dalam pengaturan
sejalan dengan semangat Pasal 7
ini bisa juga diperbaiki salah
huruf o UU Pilkada.
satunya melalui Komisi II DPR RI
akan
menimbulkan hukum.
yang memiliki fungsi pengawasan, D. REKOMENDASI KEDEPAN
untuk
Perlu kedepannya norma
meminta
memperbaiki
KPU
kekeliruan
RI norma
dalam Pasal 4 ayat ayat (1) huruf n
pada peraturan yang dimilikinya.
dan ayat (9) PKPU No. 9 Tahun
Hal
2015 untuk diperbaiki karena akan
pengaturan dalam Pasal 9 huruf a
menimbulkan
kerugian
UU Pilkada yang mengatur bahwa
konstitusional bagi WNI yang ingin
dalam menyusun dan menetapkan
maju dan ikut serta sebagai calon
peraturannya
dalam Pilkada. Hal ini dikarenakan
berkonsultasi
dalam Peraturan perubahan dari
dengan DPR dan Pemerintah.
ini
juga
sejalan
KPU terlebih
dengan
haruslah dahulu
PKPU No. 9 Tahun 2015 yakni
*
Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik, Hukum, dan HAM pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
6