Reaktor Membran Enzimatik : Review Andre Hendrawan* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia *Corresponding Author :
[email protected]
Abstrak Hingga saat ini, teknologi membran digunakan dalam berbagai aplikasi. Dalam bidang bioteknologi, membran diintegrasikan dengan reaktor enzimatik. Sistem terintegrasi tersebut dikenal sebagai reaktor membran enzimatik (EMR). EMR melibatkan membran yang berfungsi sebagai pemisah sekaligus sebagai media reaksi (penyangga enzim). Sebagai media reaksi, EMR dapat mengatasi permasalahan lokalisasi substrat dengan enzim. Peristiwa yang terjadi di dalam EMR meliputi reaksi konversi katalitik, pemisahan, dan catalyst recovery. Banyak penelitian yang dilakukan terhadap EMR sehingga muncul berbagai turunan EMR seperti EMR multifasa, mikro-EMR (MEMR), reaktor membran hollowfiber serta berbagai sistem terintegrasi lainnya yang melibatkan EMR. Masing-masing turunan EMR memiliki karakteristik yang unik sehingga memiliki kelebihan dan kelemahannya tersendiri dibandingkan dengan turunan-turunan lainnya. Penelitian EMR juga dilakukan dalam rangka menentukan kondisi optimum pada penyelenggaraan berbagai macam reaksi. Kata kunci : bioteknologi, reaktor membran enzimatik, pemisahan, lokalisasi, media reaksi, catalyst recovery, kondisi optimum
1. Pendahuluan Reaksi enzimatik adalah reaksi yang melibatkan enzim sebagai katalis. Hingga saat ini, reaksi enzimatik telah berjasa dalam produksi berbagai macam produk dimulai dari skala kecil hingga skala besar. Reaksi enzimatik diaplikasikan dalam berbagai sektor perindustrian seperti industri makanan, industri kimia, farmasetika, dan industri lingkungan [1]. Dahulu, pada umumnya reaksi enzimatik diselenggarakan di dalam suatu reaktor tangki. Penyelenggaraan reaksi enzimatik dalam reaktor tangki konvensional memiliki suatu kendala yaitu rendahnya konsentrasi produk yang diinginkan. Rendahnya konsentrasi produk diakibatkan oleh tidak tercapainya lokalisasi antara substrat dengan sisi aktif enzim yang bersang-kutan. Kondisi reaksi submerged dengan enzim yang terlarut juga turut menghalangi tercapainya lokalisasi antara substrat dengan sisi aktif enzim. Rendahnya konsentrasi produk berdampak pada peningkatan pada tingkat kompleksitas rancangan proses hilir sehingga proses hilir menjadi mahal. Biasanya untuk mengakali masalah tersebut, bahan baku harus melalui tahap perlakuan awal (pretreatment) dahulu, sehingga diperoleh bahan baku sasaran dengan konsentrasi tinggi. Apabila bahan baku yang telah meng-
alami proses pretreatment dimasukkan ke dalam bioreaktor yang telah dilengkapi dengan enzim spesifik, maka dapat diperoleh produk dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Pada awal abad ke-20, muncul gagasan berupa rancangan bioreaktor dengan enzim terimobilisasi. Rancangan tersebut dibuat untuk mengatasi permasalahan lokalisasi substrat dengan sisi aktif enzim. Imobilisasi dilakukan untuk memastikan terjadinya pertemuan antara substrat dengan enzim pada sisi aktif yang tepat. Imobilisasi dilakukan dengan menempelkan enzim pada suatu penyangga (support) tertentu kemudian dijejalkan dalam sebuah kolom jejal (packed column), seperti unggun berkatalis yang banyak ditemukan dalam industri kimia. Namun, metode imobilisasi ini menimbulkan kendala-kendala baru. Aktivitas biokatalis yang dijejal dapat mengalami penurunan sebanyak 10% hingga 90% [1]. Penjejalan biokatalis juga menimbulkan terhalangnya sisi aktif enzim sehingga menyulitkan terjadinya kontak antara sisi aktif dengan substrat. Penjejalan biokatalis juga menyebabkan penyempitan ruang gerak substrat sehingga laju difusi substrat atau produk dalam kolom jejal tersebut menurun. Seiring dengan berjalannya perkembangan aplikasi teknologi membran, maka muncul ga-
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
gasan untuk mengintegrasikan membran dengan reaktor. Dalam reaktor, membran tersebut berfungsi sebagai pembatas ruang sekaligus sebagai penyangga enzim. Sebagai penyangga enzim, membran dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari biokatalis terjejal yang telah dijelaskan sebelumnya. Membran tersebut juga berfungsi untuk memisahkan produk dari enzim berdasarkan prinsip perbedaan ukuran molekul. Reaktor enzimatik yang dilengkapi dengan membran dikenal sebagai reaktor membran enzimatik (EMR). EMR terbagi menjadi dua ruang yang terpisahkan dengan membran yaitu ruang reaksi dan ruang produk. Substrat direaksikan dengan enzim di dalam ruang reaksi sehingga dihasilkan sejumlah produk. Produk yang telah dihasilkan keluar dari ruang reaksi melalui membran dengan berdifusi. Enzim juga harus dikondisikan agar tidak dapat menembus membran sehingga terus berada di dalam ruang reaksi. Dengan demikian enzim dikondisikan tersuspensi di dalam ruang reaksi atau terimobilisasi pada membran [1,2]. Biasanya, diameter enzim adalah 10 hingga 80 kD [1]. Karena itu, membran yang biasa digunakan pada EMR adalah membran ultrafiltrasi. Ada juga EMR yang menggunakan membran reverse osmosis apabila memang diperlukan [3]. Pemilihan material membran bergantung pada sifat enzim dan produk. Perbedaan antara imobilisasi membran dengan imobilisasi konvensional adalah terdapatnya pori pada membran. Pori pada membran mengakibatkan luas permukaan enzim yang tertempel lebih besar daripada imobilisasi konvensional. Keberadaan pori membran juga mengakibatkan halangan sterik pada imobilisasi dengan membran lebih kecil daripada imobilisasi dengan support dan terjejal. Karakteristik EMR yang unik ini menarik perhatian penulis untuk mengulas seluk-beluk tentang EMR. Pada makalah ini akan dibahas mengenai perancangan EMR, jenis-jenis EMR beserta aplikasinya, kelebihan dan kelemahan dari EMR, serta perkembangan EMR terkini. 2. Perancangan EMR Empat faktor utama yang mempengaruhi unjuk kerja EMR perlu diperhatikan dalam perancangan EMR. Keempat faktor tersebut meliputi pelarut, membran, dimensi reaktor, dan material reaktor. Pemilihan pelarut didasarkan pada reaksi yang akan diselenggarakan dalam reaktor. Dalam reaksi enzimatik, biasanya digunakan
2
pelarut organik agar difusi substrat, enzim, dan produk berjalan lebih cepat. Salah satu pelarut organik yang sering digunakan adalah CO2 superkritik. CO2 superkritik memiliki viskositas rendah sehingga cenderung tidak menimbulkan fouling pada membran. Namun, CO2 ini memiliki efek buruk pada enzim tertentu, sehingga enzim tertentu perlu dikondisikan agar tidak larut pada CO2 superkritik yaitu dengan mengimobilisasi enzim tersebut pada membran [4]. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan membran enzimatik adalah sebagai berikut. 1. membran keramik 2. aqua dm 3. larutan gelatin dan/atau biopolimer lainnya 4. glutaraldehid 5. larutan buffer 6. enzim Langkah pertama yang dilakukan adalah membilas membran dengan aqua dm selama 60 menit. Pembilasan dilakukan dengan cara seolah-olah melakukan filtrasi pada aqua dm tersebut dengan membran. Setelah itu, membran dilapis dengan gelatin yang bersifat inert. Pelapisan juga dilakukan dengan cara filtrasi larutan gelatin dengan membran selama 60 menit [5]. Setelah itu, membran berlapis gelatin dibilas kembali dengan aqua dm selama 15 menit. Kemudian, membran ditempelkan dengan glutaraldehid yang berfungsi sebagai agen crosslink dengan enzim. Penempelan dilakukan pada temperatur 25°C. Kemudian, membran dibilas dengan suatu larutan buffer. Larutan buffer tersebut harus memiliki pH yang sesuai dengan karakteristik enzim. Pembilasan dengan buffer dilakukan selama 15 menit. Setelah itu, enzim ditempelkan dengan teliti pada membran. Posisi enzim pada membran harus sedemikian rupa sehingga tidak memicu terjadinya fouling ketika reaksi diselenggarakan. Terkadang, selain ditambahkan dengan glutaraldehid, ditambahkan juga polietilenimin (PEI). PEI tersebut berfungsi sebagai agen coating untuk menambah banyaknya sisi penempelan enzim. PEI ini digunakan pada studi imobilisasi lipase yang dihasilkan Candida antarctica pada membran [6,7]. 3. Jenis dan Aplikasi EMR Hingga saat ini, banyak jenis EMR yang telah dirancang untuk berbagai aplikasi tertentu. Dalam artikel ulasan ini, hanya sebagian kecil jenis-jenis EMR yang dibahas. Jenis-jenis EMR
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
yang dibahas meliputi EMR multifasa/ekstraktif, mikro-EMR (MEMR), hollow-fiber membrane reactor (HFMB) [8], serta EMR yang diintegrasikan dengan proses penguapan air (pervaporasi). EMR multifasa terdiri atas dua fasa yaitu fasa terlarut dalam air dan fasa organik yang terlarut dalam pelarut organik. Kedua fasa tersebut dapat berperan sebagai ruang reaksi ataupun ruang produk, tergantung dari kepolaran substansi atau produk terhadap kedua fasa tersebut. Reaksi dalam EMR multifasa terjadi pada permukaan membran. Reaktor jenis ini memanfaatkan prinsip ekstraksi, yaitu menarik substansi (produk) yang terbentuk dari satu fasa ke fasa lain. Penggunaan reaktor ini dapat mengatasi permasalahan substrat dengan tingkat kelarutan yang rendah dalam air [9]. Reaktor ini banyak diaplikasikan dalam reaksi yang membutuhkan ekstraksi dalam pemisahannya seperti pemisahan komponen organik volatil [10-12], ekstraksi logam berat dari fasa aqueous [13,14], pelepasan produk secara in situ dari medium kultivasi atau dari campuran hasil reaksi [15-19], dll. EMR mikro (MEMR) merupakan EMR yang didesain dengan dimensi yang lebih kecil dengan faktor skala tertentu. MEMR ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan EMR konvensional. Dimensi reaktor yang kecil menyebabkan rasio luas permukaan terhadap volume enzim dalam MEMR ini jauh lebih besar daripada EMR konvensional, bahkan dapat mencapai 105 kali lebih besar [20]. Dimensi reaktor yang kecil juga mengakibatkan lintasan perpindahan massa substrat yang kecil pula. Dengan demikian, laju perpindahan massa ke enzim menjadi tinggi sehingga reaksi dapat dikondisikan seagresif mungkin. Reaksi dalam MEMR juga memberikan perolehan (yield) dan selektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan EMR konvensional. MEMR ini juga dapat mengondisikan beberapa reaksi tertentu yang sulit dikondisikan dengan baik pada EMR konvensional [1]. MEMR ini dapat dioperasikan untuk skala besar dengan cara yang unik. Scale-up produksi dengan menggunakan MEMR dilakukan cukup dengan menambah jumlah unit MEMR yang diperlukan untuk memproduksi sejumlah produk yang diinginkan. Metode scale-up seperti ini tidak memerlukan tahap perancangan dan pengujian pada skala pilot. Dengan demikian, seluruh biaya untuk perancangan skala pilot dapat dihemat. Waktu komersialisasi proses pun lebih
3
singkat karena tidak melalui tahap perancangan skala pilot. Perbandingan harga EMR dan MEMR, dari segi pemodalan dan biaya operasi diberikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Perbandingan harga EMR dan MEMR [21]. EMR/€ MEMR/€ modul 1490a) 250d) b) dosing pump 6000 6000 circulation pump 2500 magnetic stirrer 400c) total biaya 7890 8750 a) harga katalog JFC, Jerman. b) perkiraan harga P-500 Amersham Pharmacia. c) perkiraan harga untuk peralatan laboratorium standar. d) perkiraan biaya material dan pekerja. Tabel 2. Perbandingan harga operasi harian pada EMR dan MEMR berdasarkan price list [21]. MEMR/€ EMR/€ NADH 0,54 32,18 asetofenon < 0,01 0,01 buffer < 0,01 0,14 enzim 0,09 4,50 biaya harian 0,65 36,83 Meskipun harga unit MEMR 10% lebih mahal daripada EMR, besarnya biaya tersebut dapat dikompensasi dengan biaya operasional MEMR yang besarnya 57 kali lebih murah dari harga operasi EMR [21]. Scale-up dengan metode perbanyakan unit ini memiliki kelemahan. Pertama, produksi unit dengan karakteristik yang sama dan terkontrol sangat sulit untuk dilakukan. Pengendalian produk ini membutuhkan ilmu manufaktur yang dipelajari orang yang berasal dari disiplin ilmu teknik industri ataupun teknik mesin. Karena itu, diperlukan kerja sama dengan orang yang berlatar belakang keilmuan teknik industri atau teknik mesin untuk dapat mendukung pengendalian kualitas produk MEMR dalam skala banyak. Kelemahan kedua dari metode scale-up ini adalah sulitnya merancang sistem pengendalian pada sejumlah unit yang banyak. Pengendalian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dan secara otomatis. Pengendalian secara manual dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja sebanyak-banyaknya sesuai dengan jumlah MEMR yang ada. Masing-masing tenaga kerja
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
dilatih untuk dapat mengontrol kondisi MEMR. Cara manual ini kurang efektif karena kualitas dari produk yang dikerjakan oleh masing-masing pekerja belum tentu sama. Masih ada beberapa permasalahan lainnya jika dilihat dari sudut pandang manajemen dan human error, namun tidak dibahas dalam artikel ini. Karena itu, sangat diharapkan untuk dapat menggunakan cara otomatis yaitu dengan menggunakan sensor pada sejumlah unit MEMR untuk mengecek kondisi operasi masing-masing unit. Berbeda dengan EMR konvensional, MEMR ini memiliki tantangan tersendiri dalam meletakkan enzim pada posisi yang tepat pada membran dan juga pada microchannel, mengenal kecilnya dimensi MEMR. Pemosisian enzim yang tidak tepat pada MEMR berpotensi lebih besar menyebabkan fouling ketimbang pada EMR konvensional, mengingat ukuran pori yang lebih kecil. Wenten dkk. mendesain HFMB yang dioptimasi untuk menyelenggarakan hidrolisis penisilin G untuk diperoleh senyawa produk 6-APA (asam 6-amino-penisilat). HFMB merupakan reaktor yang didesain dengan serat membran yang dikumpulkan dan diikat seperti sapu lidi. Konfigurasi ini juga digunakan pada pembuatan membran penyaring udara yang sedang tenar akhir-akhir ini. Mode operasi yang dapat diselenggarakan pada reaktor ini, yaitu crossflow dan dead end. Pada mode operasi crossflow, substrat dialirkan secara tegak lurus terhadap membran sedangkan pada mode operasi dead end, substrat dialirkan sejajar terhadap membran. Desain ini diteliti untuk menentukan kondisi optimum yang menimbulkan konversi maksimum. Kondisi yang diteliti adalah konsentrasi larutan enzim yang digunakan dalam imobilisasi enzim pada membran dan laju alir. Penentuan kedua kondisi ini penting untuk mengurangi biaya modal alat-alat proses hilir yang sangat mahal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam imobilisasi enzim, semakin besar konsentrasi enzim dalam larutan yang disirkulasikan, maka semakin besar konsentrasi enzim yang teretensi pada membran [1]. Dengan kata lain, aktivitas enzimatik dari membran tersebut semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi rendah, enzim dapat menembus membran dan tidak teretensi. Namun, apabila konsentrasi melebihi 1500 u.a./liter, konsentrasi enzim teretensi menunjukkan penurunan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh adanya kompetisi antarmolekul enzim untuk dapat menempel pada membran [8]. Aktivitas enzim yang tinggi merupakan parame-
4
ter penting untuk dapat mencapai konversi maksimum. Berdasarkan penelitian, juga diperoleh bahwa untuk mencapai konversi maksimum, maka laju aliran substrat harus diatur serendah mungkin. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa laju alir substrat berbanding terbalik dengan konversi. Selain itu, pengondisian laju alir substrat yang lambat juga dilakukan untuk menghindari terjadinya pembentukan gel pada membran dan terlepasnya enzim dari membran. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa masih terdapat degradasi aktivitas enzim. Degradasi aktivitas ini diakibatkan oleh terdenaturasinya enzim pada membran tersebut. Denaturasi tersebut diakibatkan oleh tertabraknya enzim dengan produk 6-APA sehingga terbentuk kompleks enzim-6-APA [8]. Karena itu, pengondisian aktivitas enzim awal pada imobilisasi enzim menjadi sangat penting untuk dilakukan. Membran pervaporasi yang biasa digunakan untuk menguapkan air dapat dirangkaikan dengan reaksi enzimatik yang diselenggarakan dalam EMR. Proses hibrid ini dapat berfungsi untuk melepaskan air yang merupakan produk samping beberapa reaksi tertentu secara in situ. Air tersebut mengganggu kesetimbangan reaksi sehingga perlu dikeluarkan dari sistem reaksi. Dengan demikian, kesetimbangan reaksi dapat diarahkan sesuai keinginan dan dapat diperoleh laju konversi produk yang tinggi [22-24]. 4. Kelebihan dan Kekurangan EMR EMR ini memiliki kelebihannya tersendiri dibandingkan dengan reaktor lainnya. Enzim pada EMR dapat diretensi pada penyangga berupa membran sehingga dapat digunakan berulangulang. Penggunaan berulang tersebut memungkinkan EMR untuk beroperasi secara kontinyu. Keberadaan membran memicu terjadinya pemisahan antara enzim dan produk sehingga produk keluaran EMR tidak bercampur dengan enzim. Dengan demikian, operasi pemisahan enzim dari cairan produk tidak diperlukan lagi dalam proses hilir sehingga dapat menghemat biaya operasi. EMR merupakan integrasi antara reaktor enzimatik dan membran. Alat yang terintegrasi ini menyebabkan proses menjadi lebih praktis dan lebih murah (seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya). Proses menjadi lebih praktis karena reaksi konversi katalitik, pemisahan antara enzim dan produk, serta catalyst recovery terjadi secara simultan dalam satu unit operasi [25].
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
Dalam reaktor ini, biokatalis (enzim) memiliki rasio luas permukaan persatuan volume yang lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor enzim terjejal konvensional [2]. Nilai rasio yang tinggi tersebut disebabkan oleh keberadaan pori-pori pada membran sehingga enzim memungkinkan untuk diposisikan sedemikian rupa sehingga memiliki luas permukaan yang tinggi, berbeda dengan enzim terimobilisasi yang diposisikan hanya dengan ditumpuk pada penyangga dan dijejal begitu saja. Penjejalan tersebut mengakibatkan rasio luas permukaan per satuan volume enzim lebih kecil. Dibandingkan dengan reaktor enzim terjejal konvensional, EMR ini juga memiliki aktivitas dan stabilitas yang lebih tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh penelitian yang membandingkan performa enzim α-chymotrypsin yang diimobilisasi pada membran zirkonia/α-alumina dengan enzim yang diimobilisasi pada support berupa celite. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada reaksi dan kondisi operasi apapun, aktivitas dan stabilitas dari enzim-membran selalu lebih tinggi daripada enzim-celite. Hal tersebut terjadi karena pada enzim-membran terbentuk microenvironment yang mendukung terjadinya reaksi [27]. Seperti bioreaktor pada umumnya, apabila dibandingkan dengan reaktor kimia pada umumnya, kondisi operasi pada EMR ini cenderung lunak. Operasi EMR ini pada umumnya dikondisikan pada temperatur dan tekanan yang rendah, disesuaikan dengan karakteristik dari substrat, enzim, dan produk yang terlibat dalam operasi unit EMR tersebut. Namun, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa EMR juga dapat dikondisikan pada tekanan tinggi, meski baru dipelajari dengan menggunakan reaktor tangki berpengaduk dan reaktor tubular untuk menghidrolisis oleil oleat, minyak bunga matahari, dan metilkarboksilselulase [27]. EMR juga dapat dioperasikan pada temperatur yang cukup tinggi. Sebagai contoh, proses sakarifikasi selulosa menjadi glukosa dioperasikan pada temperatur 50°C [28]. Penggunaan membran pada pemisahan ini tidak melibatkan perubahan fasa. Fasa dalam reaktor dikondisikan hanya dalam fasa cair untuk mempermudah difusi setiap substansi yang terlibat. Ketidakterlibatan perubahan fasa merupakan hal yang menguntungkan karena pemisahan campuran oleh MEMR tidak dipengaruhi oleh kondisi azeotropik seperti pada pemisahan dengan distilasi. Dengan demikian, dapat diperoleh
5
produk dengan konsentrasi tinggi tanpa mengondisikan operasi dalam kondisi ekstrim. Kualitas produk reaksi pun dapat dioptimasikan dengan mudah. Optimasi kualitas dan jumlah produk dilakukan dengan mengubah jenis dan jumlah enzim dalam reaktor serta mengubah jenis dan banyaknya lapisan membran [29] yang digunakan dalam pemisahan. Meski memiliki banyak kelebihan, EMR ini juga memiliki beberapa kelemahan. Fenomena fouling pada membran dan penurunan aktivitas enzim adalah kelemahan utama yang membatasi perfoma EMR [1]. Proses pemisahan dengan membran sangat rentan dengan terjadinya polarisasi konsentrasi [8]. Polarisasi konsentrasi pada membran dapat menimbulkan fouling [30], yaitu terhalangnya pori membran dengan substansi-substansi asing, terutama oleh retentat (substansi yang tertahan dalam pemisahan). Fouling pada membran seringkali terjadi pada reaktor dengan enzim yang tersuspensi dalam larutan. Fouling juga dapat terjadi bila lapisan enzim pada membran enzimatik terlalu tebal. Lapisan enzim yang tebal berpotensi mengurangi fluks permeat (produk) [3133]. Untuk mengatasi fouling, dapat dilakukan berbagai cara seperti modifikasi membran, meningkatkan turbulensi, backflushing, dan sebagainya. Tetapi metode-metode tersebut menghabiskan banyak energi, mahal, dan tidak mudah untuk direalisasikan [1]. Darnoko [34] yang telah melakukan riset pada optimasi EMR tangensial dengan substrat pati singkong memberikan gagasan bahwa cara paling efektif untuk mengurangi fouling adalah dengan melakukan pretreatment yaitu hidrolisis pada substrat. Substrat yang digunakan oleh Darnoko yaitu pati singkong dihidrolisis menjadi glukosa, maltosa, maltotetraosa, dan sebagainya dengan menggunakan Termamyl [35] sebelum dimasukkan ke dalam reaktor. Pretreatment ini memberikan dampak yang besar terhadap laju aliran proses [36]. Setelah dilakukan pretreatment, laju alir pada EMR tangensial dapat dipertahankan sebesar 80 liter/(m2 × jam) selama 10 jam. Apabila tidak dilakukan pretreatment sebelumnya, maka laju alir dalam EMR hanya dapat mencapai 20 liter/(m2 × jam). Laju alir yang empat kali lebih rendah ini diakibatkan oleh adanya fouling oleh pati yang belum terhidrolisis. Pati tersebut sangat berpotensial menyebabkan fouling karena memiliki berat molekul ratusan kali lebih besar daripada bentuk monomernya. Proses pretreatment ini juga memberi-
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
kan dampak positif secara ekonomi yaitu menghemat jumlah enzim yang perlu dibeli dan menghemat biaya operasi proses hilir yang diperlukan untuk memisahkan pati tersebut. Kelemahan EMR berikutnya adalah adanya penurunan aktivitas enzim, meski tidak sesignifikan pada reaktor enzim terjejal konvensional. Penurunan aktivitas enzim ini disebabkan oleh denaturasi enzim. Denaturasi tersebut diakibatkan oleh adanya perubahan pH sistem, perubahan temperatur sistem, timbulnya tegangan seret antara enzim dengan substrat atau produk, serta adsorpsi maupun deposit pada dinding membran. Dari keempat penyebab tersebut, yang menjadi masalah utama adalah perubahan temperatur sistem dan adsorpsi/deposit pada dinding membran [37]. Penanggulangan terhadap masalah nilai variabel temperatur tidak mudah untuk dilakukan. Enzim merupakan protein dan dapat terdenaturasi pada temperatur yang tinggi. Pada awalnya, solusi yang terpikirkan adalah dengan menurunkan temperatur agar tidak terjadi denaturasi. Namun, di sisi lain, penurunan temperatur ini menimbulkan efek samping yaitu kenaikan viskositas aliran proses. Viskositas aliran yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan menurunnya laju aliran proses dan fouling pada membran. Karena itu, perlu dilakukan optimasi terhadap variabel temperatur sehingga diperoleh nilai kondisi temperatur yang tidak mengakibatkan terjadinya denaturasi dan meningkatkan viskositas aliran proses seminim mungkin. Kondisi campuran dalam EMR pada satu lokasi dengan lokasi lainnya heterogen, terutama dalam EMR dengan enzim yang terimobilisasi pada membran. Heterogenitas tersebut menyebabkan substrat lebih mudah bereaksi pada lokasi yang lebih dekat dengan enzim. Hal itu tidak dikehendaki karena mengakibatkan konsentrasi produk menjadi tidak homogen dan menimbulkan polarisasi konsentrasi. Untuk mengatasi heterogenitas tersebut, maka reaktor perlu dilengkapi dengan pengaduk. Pengaduk yang disarankan untuk EMR adalah pengaduk berupa paddle. Pengaduk paddle dijalankan pada laju putaran yang rendah sehingga dapat menyelenggarakan pencampuran yang menimbulkan tegangan seret terhadap enzim seminim mungkin. 5. Perkembangan Terkini Saat ini, semakin banyak penelitian terhadap EMR untuk optimasi parameter operasi skala komersial dan diteliti lebih lanjut guna menemu-
6
kan kondisi yang optimum dalam penyelenggaraan reaksi. Bagian ini dikhususkan untuk membahas perkembangan optimasi dan desain EMR yang telah dilakukan pada tahun 2014. Produksi kontinyu laktulose dikembangkan dengan menggunakan EMR berpengaduk [38,39]. Sebelumnya, produksi laktulose dilakukan secara partaian, namun produksi secara partaian tidak efektif [35] dan tidak feasible secara ekonomi, karena membutuhkan enzim yang banyak serta kehilangan aktivitas enzim terjadi dalam jumlah besar. Perolehan laktulose pun rendah, hanya 0,04 mg/jam dalam jangka waktu 35 jam. Hal tersebut terjadi karena dalam reaktor partaian, laktulose mudah terhidrolisis kembali oleh β-galaktosidase, yang berperan sebagai katalis utama. Karena itu, diperlukan membran dalam reaktor untuk memisahkan produk dari enzim sebelum terhidrolisis. Dalam EMR, perolehan laktulose meningkat hingga 0,7 mg/jam dalam jangka waktu 5 jam. Selain keberadaan membran, peningkatan perolehan juga disebabkan oleh kemampuan sistem untuk dioptimasi lebih lanjut melalui parameter waktu tinggal (residence time), laju pengadukan, dan kekuatan ion dalam media. Senyawa 3’-sialilaktosa merupakan senyawa HMO (human milk oligosaccharide) yang penting bagi pertumbuhan bayi dan tidak terdapat dalam susu sapi. HMO ini biasanya ditambahkan dalam susu formula bayi agar kebutuhan HMO untuk bayi dapat terpenuhi. EMR dapat memfasilitasi proses produksi 3’-sialilaktosa secara kontinyu dengan bahan baku limbah industri susu yang mengandung laktosa dan kasein glikomakropeptida (CGMP) [40]. EMR tersebut terintegrasi dalam sistem membran untuk pemisahan produk dari berbagai pengotor dan substrat sisa itu sendiri. Membran dalam EMR berfungsi untuk menahan enzim sialidase agar tidak terbawa bersama produk dan dapat didaur ulang. Sistem membran terintegrasi ini terdiri dari empat membran (termasuk yang digunakan dalam EMR) yaitu dua membran ultrafiltrasi (UF) dan dua membran nanofiltrasi (NF). Membran UF luar bertujuan untuk memurnikan CGMP dari pengotor. Membran UF dalam reaktor bertujuan untuk menahan enzim dan melepaskan produk. Membran NF bertujuan untuk menahan substrat agar dapat didaur ulang ke dalam EMR kembali. Performa EMR pun diteliti agar dapat ditentukan membran yang memiliki karakteristik anti-fouling terbaik serta dapat menentukan batas fluks dalam proses [41].
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
Performa EMR juga diteliti dan dioptimasi untuk menyelenggarakan proses sakarifikasi selulosa menjadi glukosa [28]. Sebelum dimasukkan dalam EMR, selulosa perlu diberi perlakuan awal (pretreatment) dengan 1-butil-3-metilimidazolium klorida sebanyak 1 liter. Penggunaan EMR dalam proses sakarifikasi dilakukan untuk memanfaatkan aplikasi membran dalam menahan enzim selulase sehingga dapat digunakan berulang-ulang. Daur ulang enzim selulase tersebut dapat dilakukan sebanyak 9 siklus operasi dalam operasi semikontinyu tanpa terjadi kehilangan aktivitas pada enzim. Glukosa dapat dihasilkan dengan perolehan 95% dan konsentrasi maksimum 113 mM pada laju alir konstan 24,7 liter/(m2 × jam). Proses dilakukan selama 4 jam pada temperatur 50°C. Ketika operasi diubah menjadi kontinyu, tidak terjadi perubahan pada laju alir maupun konsentrasi glukosa. Dengan demikian, proses sakarifikasi selulosa dengan EMR merupakan metode yang cocok untuk dilakukan dan sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam skala komersial. 6. Kesimpulan Perpaduan antara reaktor enzimatik dan membran memunculkan berbagai keunggulan yang unik jika dibandingkan dengan reaktor jenis lainnya. Hingga saat ini, EMR ini telah banyak diujicobakan baik pada skala kecil maupun pada skala besar. EMR ini sangat berpotensi untuk dikembangkan hingga skala komersial. Penelitian terhadap unjuk kerja EMR masih banyak dilakukan untuk memperoleh parameter optimal dalam penyelenggaraan operasi berbagai macam reaksi dengan beraneka ragam jenis produk. Berbagai kekurangan EMR terutama permasalahan fouling perlu diteliti lebih lanjut agar dapat diperoleh solusi yang lebih baik. Daftar Pustaka [1]. G.M. Rios, M.P. Belleville, D. Paolucci, J. Sanchez, Progress in enzymatic membrane reactors - a review, J. Membr. Sci. 242 (2004) 189-196. [2]. C. Charcosset, Membrane processes in biotechnology: An overview, Biotechnol. Adv. 24 (2006) 482-492. [3]. R. Wichmann, C. Wandrey, Continuous enzymatic transformation in an enzymatic membrane reactor with simultaneous NAD(H) regeneration, Bioctehnol. Bioeng. 23 (1981) 2789-2802. [4]. T. Gumi, D.Paolucci-Jeanjean, M.P. Belleville, G.M. Rios, Enzymatic mem-
[5].
[6].
[7].
[8].
[9].
[10].
[11].
[12].
[13].
[14].
[15].
7
brane reactor in supercritical carbon dioxide, Desalination 200 (2006) 505-506. J. Bullon, M.P. Belleville, G.M. Rios, Preparation of gelatin formed-in place membranes: effect of working conditions and substrates, J. Membr. Sci. 168 (2000) 159-165. M.P. Belleville, et al., Preparation of hybrid membranes for enzymatic reaction, Sep. Purif. Technol. 25 (2001) 229-233. P. Lozano, A.B. Perez-Marin, T. De Diego, D. Gomez, D.P. Jeanjean, M.P. Bellevile, G.M. Rios, J.L. Iborra, Active membranes coated with Candida antarctica Lipase B: preparation and application for continuous butyl butirate synthesis in organic media, J. Membr. Sci. 201 (2002) 55-64. I.G. Wenten, I.N. Widiasa, Enzymatic hollow fiber membrane bioreactor for penicillin hydrolysis, Desalination 149 (2002) 279-285. J.L. Lopez, S.L. Mason, A multiphase/extractive enzyme membrane reactor for production of diltiazem chiral intermediate, J. Membr. Sci. 125 (1997) 189-211. R. Prasad, K.K. Sirkar, Dispersion-free solvent extraction with microporous hollow-fibre modules, AIChE J. 34 (1988) 177-188. Ch.H. Yun, R. Prasad, K.K. Sirkar, Membrane solvent extraction removal of priority organic pollutants from aqueous waste streams, Ind. Eng. Chem. Res. 31 (1992) 1709-1717. J.C. Hutter, G.F. Vandegrift, L. Nunez, D.H. Redfield, Removal of VOCs from groundwater using membrane-assisted solvent extraction, AIChE J. 40 (1994) 166-177. Ch.H. Yun, R. Prasad, A.K. Guba, K.K. Sirkar, Hollow fibre solvent extraction removal of toxic heavy metals from aqueous waste streams, Ind. Eng. Chem. Res. 32 (1993) 1186-1195. U.A. Daiminger, A.G. Geist, W. Nitsch, P.K. Plucinski, Efficiency of hollow fibre modules for nondispersive chemical extraction, Ind. Eng. Chem. Res. 35 (1996) 184-191. A.G. Livingston, A novel membrane reactor for detoxifying industrial wastewater (1). Biodegradation of phenol in a synthetically concocted wastewater, Biotechnol. Bioeng. 41 (1993) 915-926.
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
[16]. A. Liese, M. Karutz, J. Kamphuis, Ch. Wandrey, U. Kragl, Enzymatic resolution of 1-phenyl-1,2-ethanediol by enantioselective oxidation: Overcoming product inhibition by continuous extraction, Biotechnol. Bioeng. 51 (1996) 544-550. [17]. F. Molinari, F. Aragozzini, J.M.S. Cabral, D.M.F. Prazeres, Continuous production of isovaleraldehyde through extractive bioconversion in a hollow-fibre membrane reactor, Enzyme Microb. Technol. 20 (1987) 604-611. [18]. S.D. Doig, A.T. Boam, A.G. Livingston, D.C. Stuckey, Epoxidation of 1,7-octadiene by Pseudomonas olevorans in a membrane reactor, Biotechnol. Bioeng. 63 (1999) 1921-1935. [19]. K. Abe, M. Goto, F. Nakashio, Novel optical resolution of phenylalanine racemate utilizing enzyme reaction and membrane extraction, Sep. Sci. Technol. 32 (1997) 1921-1935. [20]. O. Wörz, K.P. Jäckel, T. Richter, A. Wolf, Microreactors: a new efficient tool for optimum reactor design, Chem. Eng. Sci. 56 (2001) 1029-1033. [21]. D.H. Muller, M.A. Liauw, dan L. Greiner, Microreaction technology in education: miniaturized enzyme membrane reactor, Chem. Eng. Technol. 28 No. 12 (2005) 1569-1571. [22]. K. Bartling, et al., Lipase-catalysed synthesis of geranyl acetate in n-hexane with membrane-mediated water removal, Biotechnol. Bioeng. 75 (2001) 676-681. [23]. K. Bélafi-Bakó, et al., Application of pervaporation for removal water produced during enzymatic esterification in ionic liquids, Desalination 149 (2002) 267-268. [24]. K. Won, et al., Lipase-catalysed enantioselective esterification of racemic ibuprofen coupled with pervaporation, Process Biochem. 41 (2006) 267-269. [25]. L. Giorno, E. Drioli, Biocatalytic membrane reactors: applications and perspectives, Trends Biotechnol. 18 (2000) 339349. [26]. P. Lozano, M.P. Belleville, G.M. Rios, J.L. Iborra, Transesterification enzymatic process with a dynamic membrane reactor in a supercritical fluids, in: M. Perrut, E. Reverchon (Eds.), Proceedings of the Seventh Meeting on Supercritical Fluids, vol. II, I.N.P.L. Vandoeuvre, France, 2000, 761-766.
8
[27]. M. Habulin, M. Primožič, Ž. Knez, Enzymatic reactions in high-pressure membrane reactors, Ind. Eng. Chem. Res. 44 (2005) 9619-9625. [28]. P. Lozano, B. Bernal, A.G. Jara, M. Belleville, Enzymatic membrane reactor for full saccharification of ionic liquidpretreated microcrystalline cellulose, Bioresc. Technol. 151 (2014) 159-165. [29]. S.B. Ameur, C.L. Gîjiu, M. Belleville, J. Sanchez, D. Paolucci-Jeanjean, Development of a multichannel monolith largescale enzymatic membrane and application in an immobilized enzymatic membrane reactor, J. Membr. Sci. 455 (2014) 330-340. [30]. J. Luo, F. Marpani, R. Brites, L. Frederiksen, A.S. Meyer, G. Jonsson, M. Pinelo, Directing filtration to optimize enzyme immobilization in reactive membranes, J. Membr. Sci. 459 (2014) 1-11. [31]. P. Bacchin, P. Aimar, V. Sanchez, Model for colloidal fouling of membranes, AIChE J. 41 (1995) 368-376. [32]. A.D. Marshall, P.A. Munro, G. Trägardh, The effect of protein fouling in microfiltration and ultrafiltration on permeate flux, protein retention, and selectivity: a literature review, Desalination 91 (1993) 65-108. [33]. N. Singh, M. Cheryan, Fouling of a ceramic microfiltration membrane by corn starch hydrolysates, J. Membr. Sci. 135 (1997) 195-202. [34]. D. Darnoko, M. Cheryan, W.E. Artz, Saccharification of cassava starch in an ultrafiltration reactor, Enzyme Microb. Technol. 11 (1989) 154-159. [35]. D. Paolucci-Jeanjean, M.P. Belleville, G.M. Rios, N. Zakhia, The effect of enzyme concentration and space time on the performance of a continuous recycle membrane reactor for one-step starch hydrolysis, Biochem. Eng. J. 5 (2000) 1722. [36]. M. Tauntong, N. Sirinupong, W. Youravong, Effect of pre-hydrolysis by Alcalase on enzymatic membrane reactor performance in production of low molecular weight peptide from nile tilapia skin gelatin, Kasetsart J. (Nat. Sci.) 48 (2014) 929-941. [37]. D. Paolucci-Jeanjean, M.P. Belleville, G.M. Rios, A comprehensive study of the loss enzyme activity in a continuous
Andre Hendrawan, Reaktor Membran Enzimatik : Review, 2015, 1-8
[38].
[39].
[40].
[41].
membrane reactor. Application to starch hydrolysis, J. Chem. Technol. Biotechnol. 76 (2001) 273-278. A.B. Sitanggang, A. Drews, M. Kraume, Continuous synthesis of lactulose in an enzymatic membrane reactor reduces lactulose secondary hydrolysis, Bioresc. Technol. 167 (2014) 108-115. A.B. Sitanggang, A. Drews, M. Kraume, Influences of operating conditions on continuous lactulose synthesis in an enzymatic membrane reactor system: A basis prior to long-term operation, J. Biotechnol. 203 (2015) 89-96. J. Luo, R.T. Nordvang, S.T. Morthensen, B. Zeuner, A.S. Meyer, J.D. Mikkelsen, M. Pinelo, An integrated membrane system for the biocatalytic production of 3’sialyllactose from dairy by-products, Bioresc. Biotechnol. 166 (2014) 9-16. J. Luo, S.T. Morthensen, A.S. Meyer, M. Pinelo, Filtration behavior of casein glycomacropeptide (CGMP) in an enzymatic membrane reactor: fouling control by membrane selection and thresold flux operation, J. Membr. Sci. 469 (2014) 127-139.
9