Mekanisme, Penanganan, serta Pemodelan Fenomena Penyumbatan Pada Reaktor Membran Fotokatalitik A. Hafizan Resha * Teknik Kimia, ITB, Jl. Ganesha No. 10, Bandung, Indonesia *
[email protected]
Abstrak Reaktor membran fotokatalitik merupakan teknologi alternatif yang sangat menarik karena mampu mempunyai dua fungsi yaitu untuk pemurnian air dan udara serta dapat digunakan untuk media sintesis. Keterbatasan teknologi reaktor membran fotokatalitik pada proses pengolahan air limbah salah satunya adalah akibat terjadinya penyumbatan. Penyumbatan dapat diakibatkan oleh partikular, molekul organik, molekul anorganik, serta akibat adanya mikroorganisme. Mekanisme penyumbatan dapat terjadi dalam dua tahapan yaitu penyumbatan oleh partikel kemudian tahapan pembentukan lapisan-lapisan oleh partikel tersebut. Pencucian arah balik, pengikisan dengan udara, pembilasan searah, pencucian dengan bahan kimia, clean-in-place, oksidasi fotokatalitik, penanganan umpan, dan penggunaan medan listrik merupakan metode-metode yang dapat digunakan untuk menangani penyumbatan membran fotokatalitik. Selain itu, dijelaskan juga pemodelan proses penyumbatan oleh titanium oksida pada membran berbentuk serat berlubang, pemodelan peningkatan ketahanan terhadap penyumbatan pada PVDF/TiO2, dan modeling deposisi nanopartikel katalis pada membran dengan aliran gelembung. Kata kunci : Reaktor membran fotokatalitik, penyumbatan, penyebab penyumbatan, mekanisme penyumbatan, penanganan penyumbatan, pemodelan penyumbatan
yang terdapat pada umpan atau produk reaksi katalitik yang terjadi pada permukaan membran. Faktor penyumbatan dapat diketahui dengan menentukan klasifikasi zat yang dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu partikulat, organik, anorganik, dan organisme mikrobiologi[3]. Partikulat merupakan senyawa organik maupun anorganik yang menyebabkan penyumbatan dengan cara menutup permukaan membran. Partikulat organik mencakup senyawa terlarut dan koloid yang menempel akibat fenomena absorpsi, sedangkan partikulat anorganik merupakan senyawa terlarut yang mudah mengendap di permukaan akibat adanya perubahan pH larutan atau terjadi oksidasi. Zat anorganik yang merupakan faktor terjadinya penyumbatan adalah senyawa yang merupakan residu dari koagulan. Alga dan organisme seperti bakteri yang mempunyai kemampuan untuk membentuk koloni digolongkan kepada faktor mikroorganisme. Penyumbatan terjadi akibat kombinasi interaksi fisik dan kimia. Komponen-komponen yang terdapat pada umpan dapat menempel pada permukaan membran diakibatkan terbentuknya ikatan kimia dan atau efek dari sifat interaksi permukaan dari membran seperti derajat hidrofilisitas[5]. Selanjutnya, penyumbat cenderung terkumpul pada permukaan pori dan menghalangi transpor serta dapat membentuk beberapa lapisan. Kombinasi dari efek interaksi fisik dan kimia akan menentukan laju penyumbatan.
1. . Pendahuluan Reaktor membran fotokatalitik merupakan teknologi alternatif yang sangat menarik karena mampu mempunyai dua fungsi yaitu untuk pemurnian air dan udara serta dapat digunakan untuk media sintesis. Kebutuhan untuk mengembangkan proses industri serta produk kimia yang mengurangi bahkan menghindari penggunaan senyawa toksik yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan merupakan dasar dari konsep green chemistry yang dapat dilakukan melalui penggunaan reaktor membran fotokatalitik. Teknologi fotokatalisis heterogen telah dipelajari secara luas sejak tiga dekade terakhir yang diawali oleh penemuan Fujishima dan Honda terkait penggunaan titanium oksida untuk memproduksi hidrogen secara fotokatilitik pada tahun 1972 [1]. Jika metode membran pemisahan dikombinasikan dengan proses fotokatalitik, dapat meminimalkan dampak secara ekonomi maupun lingkungan. Pada sistem hibrid ini, radikal terbentuk karena iradiasi terhadap katalis yang kemudian digunakan untuk reaksi redoks yang menghasilkan produk selektif akibat dipisahkan oleh membran. Keterbatasan teknologi reaktor membran fotokatalitik pada proses pengolahan air limbah salah satunya adalah akibat terjadinya penyumbatan yang terbentuk dari komponen-komponen yang terdapat pada air limbah. Sistem terintegrasi pada mikrofiltrasi dan proses fotokatalitik melalui reaksi fotooksidasi parsial terhadap komponen organik akan meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya penyumbatan [2]. Penyumbatan pada membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi merupakan fenomena yang kompleks yang melibatkan berbagai interaksi yang disebabkan senyawa 1
Dalam perkembangan pengolahan air limbah saat ini yang menggunakan proses fotokatalitik, penggunaannya bagi industri masih diselidiki di skala pilot plant. Beberapa plant percontohan telah dibuat untuk mendapatkan data kelayakan, seperti efisiensi pengolahan, persyaratan area untuk volume yang ditargetkan, konsumsi energi listrik, emisi proses dan biaya bahan kimia. Fotokatalisis heterogen dan plant foto-Fenton terletak di INETI (Institute di tuto Nacional de Engenharia, Technologia Industri e Inovacao, Portugal) dan PSA (Plataforma Solar de Almeria, Spanyol) adalah dua plant percontohan terkenal yang telah memberikan sebagian besar data untuk analisis teknis. Kedua plant terdiri dari kolektor parabolik senyawa (4,16 m2) yang menggunakan sumber energi sinar matahari, tanki, pompa resirkulasi dan tabung penghubung dan dioperasikan dalam mode batch [9]. Rincian teknis lebih lanjut dari plant ini dapat ditemukan dalam literatur [10][11].
2. Reaktor Membran Fotokatalitik Sejak ditemukannya efek fotokatalitik untuk produksi hidrogen dari air oleh Fujushima dan Honda (1972) menggunakan elektroda titanium oksida, penelitian sintesis titanium oksida dikembangkan dengan sangat cepat. Karakterisasi sifat fisik dan penentuan kinerja reaksi fotokatalitik yang bergantung kepada mekanisme fotooksidasi pada permukaan penyangga juga dipelajari sebagai dasar penggunaan katalis[6]. Katalis titanium oksida yang berukuran manometer mempunyai rasio permukaan terhadap volume yang sangat besar dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan titanium oksida yang didispersikan pada permukaan penyangga. Interaksi fotokimia dari gelombang pada titanium oksida yang berukuran nano jauh lebih baik dibandingkan titanium yang berukuran sangat besar. Walaupun katalis titanium oksida yang berukuran nano mempunyai kinerja yang lebih baik, ukuran partikel serta morfologi partikel dari titanium oksida harus disesuaikan untuk penggunaan pada pengolahan air limbah dalam skala besar.
Dalam rangka untuk melegitimasi proses-proses fotokatalitik sebagai teknologi yang digunakan untuk pengolahan air / limbah skala besar, penilaian siklus hidup (LCA) harus dievaluasi berdasarkan data yang tersedia saat ini. LCA adalah salah satu metode yang paling diterima secara luas sebagai metode yang tidak hanya mempertimbangkan dampak lingkungan dari pengolahan air secara fotokatalitik, tetapi juga kelayakan dan biaya teknis. Andreozzi et al. (1999) juga menunjukkan bahwa penerapan potensi proses oksidasi berbasis ROS memerlukan biaya tinggi untuk energi dan reaktan konsumsi[12]. Dengan demikian, untuk mempertimbangkan kelayakan pengolahan air fotokatalitik secara keseluruhan, LCA yang komprehensif berdasarkan data teknis yang layak harus dilakukan. Munoz et al. (2005) melaksanakan LCA yang disimplifikasi berdasarkan data laboratorium skala kecil pada proses fotokatalitik heterogen dan AOP lainnya[13]. Namun, mereka menemukan bahwa hasil eksperimen skala kecil pada laboratorium dan interpretasi data dalam penelitian LCA yang mereka lakukan dapat memberikan hasil tidak meyakinkan dan tidak relevan.
Pada saat ini, fotokatalis yang digunakan secara luas untuk pengolahan air limbah adalah katalis titanium oksida Degusa P-25[7]. Katalis ini digunakan sebagai referensi standar untuk membandingkan aktivitas fotokatalitik pada berbagai kondisi yang berbeda. Butiran halus titanium oksida Degusa P-25 selalu digunakan dalam bentuk campuran koloid. Selain itu, penggunaan fotokatalis juga digunakan dengan mendispersikan titanium oksida pada permukaan membran atau disebut sebagai membran fotokatalitik. Penggunaan membran fotokatalitik ditujukan untuk menjalankan reaksi fotokatalitik yang bisa terjadi di permukaan membran dan air yang diolah dapat melewati membran tanpa membawa partikel katalis. Membran fotokatalitik yang dipakai dapat berbentuk membran komposit titanium oksida/Alumindo, titanium oksida berpenyangga polimer, serta membran metalik atau membran polimer yang ditetesi titanium oksida saat fabrikasi. Membran keramik organik dan anorganik juga dapat digunakan sebagai penyangga. Reaksi fotokatalitik menggunakan titanium oksida berlangsung pada kondisi ruang sehingga aktivasi fotonik dilakukan pada rentang spektrum gelombang yang kecil[8]. Sinar UV dengan frekuensi tinggi digunakan untuk menginisiasi aktivitas katalitik yang dibatasi oleh biaya operasi.
Dengan menggunakan LCA, beban lingkungan dari produk, proses atau aktivitas melalui neraca massa dan energi dapat didefinisikan dan dikurangi sebanding dengan penghilangan limbah, dampak terhadap lingkungan, dan peluang perbaikan lingkungan selama siklus hidup. Pendekatan LCA holistik dalam 2
pengambilan keputusan atas pendekatan penilaian lingkungan lainnya termasuk semua beban dan dampak, dan berfokus pada emisi dan limbah yang dihasilkan. Munoz et al. (2006) melaksanakan LCA berdasarkan dua pilot plant INETI dan PSA, yang menggunakan 1 m3 metil fenil gliserin (MPG) untuk menghancurkan senyawa yang tidak bisa didegradasi menggunakan organisme dan beracun ke tingkat yang memenuhi kualitas ekosistem perairan dengan foto-Fenton homogen dan fotokatalisis heterogen. Sembilan kategori dampak dari proses pengolahan air fotokatalitik skala besar mungkin dimasukkan dalam analisis dampak lingkungan, yaitu;
Material penyumbat dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori berikut:
potensi pemanasan global, berpotensi menyebabkan penipisan lapisan ozon, menyebabkan toksisitas manusia, potensi meracuni air tawar, potensi pembentukan oksidan fotokimia, potensi pengasaman, potensi eutrofikasi, konsumsi energi non-terbarukan, penggunaan lahan yang cukup besar.
Hasil studi LCA menunjukkan bahwa perbaikan pada proses fotokatalitik heterogen untuk pengolahan air limbah biologi yang ada dapat menurunkan potensi eutrofikasi, namun memerlukan area yang lebih luas dan konsumsi listrik yang cukup besar. Kendala teknis tersebut adalah akibat langsung dari persyaratan untuk lahan besar dan bahan baku untuk membangun infrastruktur kolektor parabola dan daya tinggi yang dibutuhkan untuk sistem pemompaan air limbah. Namun, kategori dampak-dampak yang ditimbulkan tidak dapat dibandingkan secara langsung satu sama lain karena dinyatakan dalam satuan pengukuran yang berbeda. Dari sudut pandang teknik pengolahan limbah, kendala ini terutama muncul dari fotoaktivitas yang rendah dari katalis jika menggunakan sinar matahari. Oleh karena itu, rekayasa terhadap material harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah teknis seperti itu sehingga dapat digunakan untuk skala yang lebih besar dan proses yang komersial. 3. Penyumbatan Fotokatalitk
pada
Reaktor
Partikulat: partikel anorganik atau organik / koloid bertindak sebagai penyumbat yang secara fisik dapat menutupi permukaan membran dan memblokir pori-pori, atau menghalangi transportasi ke permukaan dengan membentuk lapisan;[14] Organik: komponen terlarut dan koloid (seperti asam humat dan fulvat, bahan hidrofilik dan hidrofobik dan protein) yang akan menempel pada membran akibat teradsorpsi;[15] Anorganik: komponen terlarut(seperti besi, mangan dan silika) yang cenderung mengendap ke permukaan membran karena perubahan pH atau akibat oksidasi (misalnya besi atau mangan oksida). Residu koagulan / flokulan juga mungkin menjadi foulan anorganik; [16] Organisme mikrobiologi: kategori organisme mikrobiologi mencakup materi yang bersifat vegetatif seperti ganggang, dan mikroorganisme seperti bakteri yang dapat menempel pada membran dan menyebabkan biofouling (pembentukan biofilm).[17] a. Partikulat
Jenis partikel yang terdapat pada perairan alami dan air limbah telah diklasifikasikan oleh Rudolfs dan Balmat (1952) dalam kategori berikut:
Padatan yang mudah mengendap (berukuran kecil dari 100 mikrometer) Padatan supra-koloid (berukuran antara 1 mikrometer hingga 100 mikrometer) Padatan koloid (berukuran 0.001 mikrometer hingga 1 mikrometer) Padatan terlarut (berukuran kecil dari 10 Å )
Ukuran partikel koloid mencakup dari beberapa nanometer hingga beberapa mikrometer. Koloid berbasis air dapat terbentuk dari produk korosi, lumpur dan tanah liat, kristal yang mengendap, silika dan sulfur, pengendapan senyawa besi dan aluminium dari pengolahan yang tidak tuntas. Beberapa zat organik yang mempunyai berat molekul tinggi (misalnya polisakarida, peptidoglikan, protein dan
Membran
A. Penyebab Penyumbatan 3
agregat humat) juga dianggap (untuk kondisi tertentu) sebagai foulan koloid karena banyak dari perilaku partikel tersebut yang mirip dengan partikel-partikel koloid anorganik [18][19].
organik terlarut (dissolved organic carbon, DOC) dari NOM serta memiliki kedua komponen aromatik dan alifatik yang mengandung tiga kelompok fungsional utama: asam karboksilat (COOH ), fenolik alkohol (OH), dan karbonil metoksi (C=O)[24].
Umumnya, penyumbatan membran oleh partikulat / koloid disebabkan pemblokiran pori-pori membran pada bagian depan yang diikuti oleh pembentukan lapisan. Koloid mempunyai ukuran yang hampir sama dengan ukuran pori-pori membran sehingga dapat menyebabkan pori terblokir sementara jika ukuran jauh lebih besar dari ukuran pori-pori membran maka partikel koloid dapat menyebabkan pembentukan lapisan pada permukaan yang lebih mudah dihilangkan.
Senyawa kompleks dan heterogen tersebut (berat molekul berkisar dari 1000-100,000 Da) dapat dibagi menjadi asam humat, asam fulvat, dan humin menurut kelarutannya dalam larutan asam. Humin tidak larut dalam air pada pH berapa pun; asam humat tidak larut dalam kondisi asam dan mengendap pada pH di bawah 2; Asam fulvat larut dalam semua kondisi pH. Beberapa dari senyawa-senyawa tersebut adalah polutan organik yang persisten (persistent organis pollutant, POP), yang tidak dapat didegradasi oleh secara biologis dan hampir tidak hilang oleh proses pengolahan biologis sekunder. Fraksi non-humat dari NOM terdiri dari asam transfilik, protein, asam amino dan karbohidrat merupakan 20-40% dari DOC di perairan dan bersifat kurang hidrofobik dibandingkan fraksi umat [25] [26].
b. Material organik Membran dapat disumbat oleh senyawa anorganik maupun senyawa organik terlarut. Material organik terlarut (dissolved organic matter, DOM) [20] terdapat di air permukaan dan limbah, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yang berbeda sesuai dengan sifatnya:
c. Material anorganik
(1) Material organik alami (natural organic matter, NOM) yang berasal dari sumber air minum [21],
Senyawa anorganik dapat menyebabkan penyumbatan ketika presipitasi terjadi pada membran karena proses hidrolisis dan oksidasi selama filtrasi. Istilah 'pengerakan mineral' digunakan untuk membedakan penyumbatan yang disebabkan oleh endapan garam anorganik dari penyumbatan organik atau oleh mikroorganisme. Dua mekanisme utama, yaitu kristalisasi dan penyumbatan partikulat, memainkan peran penting selama pembentukan kerak pada permukaan membran. Selama kristalisasi, pengendapan di permukaan membran terjadi karena pengendapan ion, sedangkan selama penyumbatan partikulat, deposisi terjadi karena transportasi konvektif partikel koloid dari larutan bulk ke permukaan membran. Pada NF dan RO sistem, garam terlarut biasanya mempunyai dipekatkan hingga 4-10 kali, dan dapat memicu presipitasi pada permukaan membran sebagai akibat dari konsentrasi yang melebihi kelarutannya. Dengan demikian, jika konsentrasi garam lebih tinggi di dalam air umpan, kecenderungan untuk membentuk kerak anorganik dan penyumbatan koloid akan mudah terjadi.
(2) Senyawa organik sintetik (synthetic organis matter, SOM) adalah bahan organik yang ditambahkan oleh konsumen atau sebagai produk samping dari desinfektan (dissinfection byproduct, DBP) yang dihasilkan selama proses desinfeksi air dan pengolahan air limbah [22], (3) Produk mikroba terlarut (soluble microbial product, SMP) yang terbentuk selama proses pengolahan biologis karena dekomposisi senyawa organik[23]. Dalam pengolahan air minum dengan LPM (MF/UF), NOM telah diidentifikasi sebagai foulan utama pada membran polimer dalam pengolahan air minum. Selain itu, SMP adalah komponen utama dari DOM , hal itu dapat mempengaruhi aktivitas kinetik dan flokulasi dari lumpur aktif selama pengolahan air limbah biologis. Jika ditinjau, kontribusi relatif DOM penyumbatan membran di MBR berada di kisaran 26-52%. NOM merupakan campuran heterogen kompleks dari senyawa yang terbentuk sebagai hasil dekomposisi hewan dan tanaman. Sebagian NOM terdiri dari berbagai senyawa, dari asam hidrofobik kecil, protein dan asam amino hingga asam fulvat dan asam humat yang lebih besar. Fraksi utama dari NOM terdiri dari zat humat (HS), yang terdiri dari lebih dari 50% dari karbon
Senyawa yang biasanya terdapat dalam air umpan dan mempunyai kelarutan rendah adalah kalsium karbonat (CaCO3), barium sulfat (BaSO4), silika (SiO2) dan kalsium fosfat (CaSO4). Potts et al. (1981) menemukan bahwa kalsium, magnesium, karbonat, sulfat, silika dan 4
besi merupakan senyawa anorganik yang menyebabkan penyumbatan membran [27]. Di sungai, air tanah, hujan, air laut dan air limbah kota, spesies anorganik yang berada dalam kesetimbangan dengan endapan atau komponen yang berpotensi menimbulkan kerak terdiri dari ion hidroksida, florida, karbonat, sulfat, orto-fosfat, dan asam silikat. Kation yang berpotensi mengendap secara langsung atau tidak langsung dalam berbagai jenis air termasuk ion kalsium, magnesium, besi, dan aluminium. Xie et al. (2004) mempelajari potensi pembentukan kerak anorganik dalam limbah air perkotaan secara osmosis (MWRO) dengan menggunakan membran MF untuk pengolahan limbah sekunder sebagai air umpan[28]. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam MWRO, fosfat dan garam karbonat merupakan endapan dominan ketika air umpan adalah limbah sekunder tanpa menghilangkan nutrien, meskipun derajat kejenuhan berbagai zat sukar larut yang jauh lebih kecil daripada yang berada di proses RO air laut (SWRO). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penyumbatan membran karena garam anorganik tergantung pada sifat membran (misalnya porositas, kekasaran, dll) pada kristalisasi garam anorganik, modul geometri dan material membran, karakteristik larutan umpan, dan kondisi operasi seperti tekanan operasi.
Bakteri menumpuk pada membran oleh dua proses: menempel dan pertumbuhan (multiplikasi). Tahapan bioadesi akan tergantung pada sifat dari mikroorganisme, larutan, dan permukaan membran. Nielsen dan Jahn (1999) menunjukkan bahwa komponen yang diprediksi dalam biofilm adalah biomassa sel dan berbagai zat polimer ekstraseluler (extracellular polymer substance, EPS) [29]. Dalam semua biofilm, fraksi EPS ditemukan sebagai fraksi terbesar, menyumbang 50-80% dari bahan organik total dan protein. EPS adalah bahan konstruksi untuk agregat mikroba seperti biofilm, dan juga gumpalan lumpur yang teraktifkan. EPS di agregat mikroba memiliki banyak kelompok bermuatan (karboksil, fosfat, sulfhidril, fenolik dan gugus hidroksil) dan kelompok polar (misalnya, aromatik, alifatik protein dan karbohidrat hidrofobik). Sejak kehadiran kelompok-kelompok hidrofilik dan hidrofobik dalam molekul EPS menunjukkan bahwa EPS adalah amfoter, hidrofilisitas / hidrofobisitas EPS kemungkinan secara signifikan mempengaruhi sifat hidrofobik agregat mikroba dan pembentukan mereka di bioreaktor. Pembentukan daerah hidrofobik di EPS dapat bermanfaat untuk adsorpsi polutan organik serta pengurangan pengendapan. EPS juga dapat dibagi lagi menjadi EPS terikat dan EPS larut, yang keduanya termasuk polimer diproduksi oleh bakteri, produk lisis, dan produk hidrolisis. EPS terikat dilarutkan / dihidrolisis oleh proses hidrolisis dari bakteri, sedangkan EPS larut bersifat biodegradable dan produk dari pelarutan EPS terikat. Kedua EPS tersebut terdiri dari kelas yang berbeda dari makromolekul organik seperti polisakarida, protein, zat humat, asam nukleat, fosfolipid, dan senyawa polimer lainnya, dan ditemukan di dalam atau di luar permukaan sel dan ruang antar agregat mikroba. EPS bisa dilepaskan dari agregat mikroba ke dalam fase air dan kemudian diberi nama produk mikroba larut (soluble microbial products, SMP). Biasanya, polisakarida (karbohidrat) dan protein diasumsikan sebagai fraksi utama yang berkontribusi terhadap penyumbatan.
d. Biofouling Salah satu permasalahan operasional yang serius dalam penggunaan membran adalah biofouling. Biofouling didefinisikan sebagai akumulasi yang tidak diinginkan yang ditimbulan dari mikroorganisme pada fase transisi antarmuka (padat-cair, gas-cair atau caircair), yang dapat terjadi akibat deposisi, pertumbuhan, dan metabolisme sel bakteri atau gumpalan pada membran. Beberapa langkah berurutan yang umumnya dianggap terlibat dalam perkembangan pembentukan biofilm, yaitu: (i) Pelapisan permukaan dengan pembentukan film (makromolekul, protein, dll); (ii) Penempelan sel planktonik ke permukaan; (iii) Pembentukan mikrokoloni akibat bioadesi;
Dalam penggunaan filtrasi NF dan RO, biofouling dapat mempengaruhi kinerja membran dengan meningkatkan turun tekan di elemen membran (saluran umpan-konsentrat), penurunan permeabilitas membran, dan kadang-kadang meningkatkan konsentrasi garam. Vrouwenvelder dan van der Kooij (2001) mempelajari fenomena biofouling di 30 membran elemen (otopsi)
(iv) Pertumbuhan biofilm. Biofilm dapat menutupi permukaan membran secara seragam dan minimal terdiri dari satu lapisan, tetapi biasanya beberapa lapisan dari mikroorganisme hidup atau mati serta dari produk terkait ekstraselulernya. 5
untuk NF atau RO yang dikumpulkan dari 13 tanaman. Biofouling diamati pada 12 dari 13 tanaman percontohan, yang menunjukkan bahwa biofouling adalah masalah operasional yang serius di instalasi filtrasi membran NF dan RO [30].
B. Mekanisme penyumbatan Membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi sering digunakan pada pengolahan air dan air limbah dengan ukuran pori 0.01 sampai 0.1 mikrometer. Sebagian besar partikel yang terdapat pada umpan tidak bisa melewati membran ini. Partikel yang berukuran jauh lebih besar dari ukuran pori membran yang digunakan biasanya telah dihilangkan pada bagi pengolahan awal seperti dengan menggunakan proses flotasi. Jika pengolahan awal ini tidak dilakukan, saringan akan diletakkan sebelum membran sehingga partikel yang berukuran sangat besar tidak merusak membran. Partikel dengan ukuran yang lebih kecil dari 0.01 mikrometer akan dihilangkan dengan cara penukar ion yang akan mengendap atau terikat pada permukaan membran.
Huertas et al. (2008) meneliti kinerja NF dan RO membran dalam menghilangkan boron dari air limbah sintetis. Efek samping dari pertumbuhan biofilm pada penurunan fluks permeat (turun menjadi kurang dari 25% dari nilai awal) dan penurunan substansial boron (turun 45% dan 34% untuk RO, 44% dan 13% untuk NF di influent awal konsentrasi boron 5,5 dan 1,1 mg B / L) yang dikaitkan dengan baik peningkatan resistensi hidrolik untuk menyerap aliran karena EPS bakteri dan konsentrasi polarisasi biofilm dekat permukaan membran [31]. Lee et al. (2009) menganalisis bahan organik dari biofilm pada permukaan membran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat makromolekul seperti protein dan karbohidrat yang berperan sebagai penyusun utama dan berkontribusi pada pembentukan biofilm [32].
Partikel-partkel yang disaring pada pengolahan awal sebagian besar merupakan koloid, yang merupakan senyawa organik dan anorganik. Koagulasi adalah metode pengolahan awal untuk jenis partikel ini karena dengan mudah menurunkan kestabilannya di dalam larutan dan mengurangi kemampuan untuk terikat pada permukaan membran. Koagulan yang sering digunakan adalah garam anorganik dengan ion trivalen seperti garam besi atau garam aluminium. Selain itu, ion bivalen seperti magnesium juga efektif digunakan sebagai koagulan untuk mendestabilisasi koloid dengan konsekuensi membran berada pada alkalinitas yang tinggi. Partikel yang menyumbat pori membran dapat diklasifikasikan mengalami tiga jenis mekanisme yaitu penyumbatan pori, pembentukan lapisan, dan polarisasi konsentrasi.
Xu et al. (2010) juga menunjukkan bahwa membran fouling didominasi oleh biofouling yang berkombinasi dengan penyumbatan organik, fouling koloid, dan pengerakan anorganik selama pengolahan limbah menggunakan membran NF dan RO. Umumnya, biofouling dari NF dan RO dapat dicegah dengan
mengurangi konsentrasi mikroorganisme dan / atau mengurangi konsentrasi nutrisi pada pretreatment, dan / atau melakukan pembersihan preventif / kuratif.
Mekanisme penyumbatan bisa diamati dengan melihat peningkatan konsentrasi partikel yang terdapat di umpan. Mula-mula partikel akan terdeposisi pada permukaan membran tergantung ke pada ukuran pori dari membran. Partikel yang terdeposisi akan mengisi pori-pori jika memungkinkan partikel untuk masuk ke dalam pori-pori.
Kombinasi perlakuan pretreatment dan pembersihan mungkin cara yang lebih baik untuk mencegah biofouling. Vrouwenvelder dan van der Kooij (2003) melakukan analisis pada 45 elemen membran NF dan RO yang diperoleh dari 16 tanaman percontohan, termasuk evaluasi pretreatment dan penambahan bahan kimia (misalnya inhibitor kerak) [33]. Mereka menemukan bahwa penambahan bahan kimia (flokulan, inhibitor kerak) selama pretreatment dapat menimbulkan risiko bagi biofouling. Namun, pretreatment menghasilkan nilai AOC (assimilable organic compound) dan BFR (biofilm formation rate) dapat menyebabkan risiko biofouling yang rendah. Dalam sebuah penelitian kemudian, Vrouwenvelder et al. (2010) melaporkan pembatasan fosfat sebagai metode untuk mengontrol biofouling membran.
Selanjutnya penyumbatan partikel membentuk lapisan-lapisan pada permukaan membran, akibat deposisi pada permukaan yang sebelumnya telah terbentuk. Sesaat setelah terbentuk, lapisan tersebut menyebabkan perubahan pada transpor di membran. Lapisan-lapisan yang terbentuk sebenarnya dapat meningkatkan kemampuan membran untuk menyaring serta mampu menghalangi membran dari penyumbatan lain jika permeabilitas dari lapisan yang terbentuk cukup. Permeabilitas dari lapisan tersebut dipengaruhi oleh 6
bentuk dan ukuran dari partikel yang menyusunnya, deformasi partikel, serta beda tekan yang terjadi pada membran. Tahapan terakhir dari mekanisme penyumbatan adalah polarisasi konsentrasi. Polarisasi konsentrasi dapat terbentuk pada celah yang dilalui umpan sehingga transport menuju membran menjadi terbatas. Tetapi sifat hidrodinamik dari celah yang dilewati umpan telah didesain untuk mengatasi efek ini.
-
Digunakan sebagai proses pemeliharaan membran yang dilakukan sekali setiap hari;
-
Meningkatkan transfer massa dan pelepasan partikel;
-
Efektif dalam mengatasi penyumbatan pori-pori.
3. Pembilasan Searah -
Bisa dilakukan selama siklus penyaringan atau sebagai kombinasi untuk pencucian arah balik;
-
Meningkatkan geseran partikel di permukaan;
-
Peningkatan konsentrasi partikel di permukaan dapat dihilangkan secara efektif.
C. Penanganan terhadap Penyumbatan Proses penyaringan menggunakan membran pada pengolahan air pada umumnya menggunakan morfologi pori yang mengecil pada bagian keluaran dengan aliran searah yang diselingi pencucian dari arah sebaliknya secara intermiten. Terkadang proses ini juga dikombinasikan dengan pembersihan membran menggunakan udara. Pencucian berfungsi untuk mengontrol ukuran dari penyumbatan yang terbentuk dengan melepaskan partikel-partikel yang menempel pada membran. Proses ini didesain untuk menghilangkan penyumbat secara efektif menggunakan proses fisik yang tergolong murah. Jika penyumbat yang tidak mampu dilepaskan menggunakan proses ini, maka diperlukan penambahan senyawa kimia untuk meningkatkan efektivitas pencucian. Penanganan penyumbatan secara garis besar dibedakan menjadi tiga kategori; pencegahan (penangan secara fisik seperti dengan pencucian, pengikisan menggunakan udara, atau pembilasan), pemeliharaan (pencucian menggunakan senyawa kimia), dan recovery (Clean-in-Place). Masing-masing penanganan akan dijabarkan sebagai berikut :
4. Pencucian dengan bahan kimia
Proses intermiten berkala untuk melepaskan partikel penyumbat, biasanya dilakukan 1-4 kali setiap jam;
-
Membersihkan pori-pori dan mengembalikan partikel ke arah umpan;
-
Digunakan untuk mengontrol pertumbuhan lapisan partikel pada permukaan membran;
-
Mengurangi konsentrasi partikel di fasa umpan;
-
Mengurangi efek polarisasi konsentrasi;
-
Menimbulkan geseran permukaan membran untuk menghilangkan zat yang menempel pada permukaan.
Digunakan sebagai bagian dari pemeliharaan yang dilakukan secara periodik dan dapat dilakukan beberapa kali sehari sehari hingga sekali seminggu;
-
Perendaman dengan senyawa basa (NaOH) atau klorin untuk menghilangkan penyumbat organik;
-
Perendaman dengan senyawa asam (HCl, asam sulfat, asam sitrat) untuk menghilangkan penyumbat anorganik;
-
Perendaman dengan senyawa biosida (gas klorin, hidrogen peroksida, sodium metabisulfit) untuk menghilangkan penyumbat yang berasal dari mikroorganisme.
5. Clean-in-Place
1. Pencucian Arah Balik -
-
-
Digunakan sebagai bagian dari restorasi jika telah terjadi penyumbatan yang cukup parah dan kuat, biasanya dilakukan sekali seminggu atau sekali dalam beberapa bulan dengan menggunakan senyawa kimia yang sama dengan pencucian;
-
Waktu perendaman dilakukan lebih lama dan beberapa sirkulasi, terkadang pemanasan juga dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas dari penggunaan senyawa kimia. Secara khusus, penanganan reaktor membran fotokatalitik dapat dilakukan dengan strategi tambahan sebagai berikut :
6. Oksidasi fotokatalitik Penyumbatan yang terjadi akibat oksidasi fotokatalitik terjadi akibat polutan organik yang
2. Pengikisan dengan udara 7
teroksidasi. Modifikasi dari katalis merupakan solusi untuk menangani faktor oksidasi fotokatalitik untuk mengurangi penyumbatan. Selain itu, waktu iradiasi yang cukup lama juga dapat mengurangi fenomena penyumbatan akibat oksidasi fotokatalitik pada permukaan membran.
Szymanski et al (2015) mengungkapkan bahwa efektivitas penghapusan asam humat tidak bergantung kepada kecepatan aliran umpan (CFV) [34]. Namun, CFV memiliki pengaruh tertentu pada fluks permeat. Sedikit penurunan fluks diamati di CFV tertinggi yang diterapkan (6 m/s). Optimasi konsentrasi TiO2 sebagai fotokatalis diperlukan untuk efisiensi pengolahan dan fluks. Tidak adanya penurunan fluks permeat pada konsentrasi titanium oksida per volume diamati sebagai akibat dari penghilangan asam humat (HA) yang berjalan dengan baik sebelum diumpankan. Proses utama yang berkontribusi terhadap penurunan konsentrasi HA adalah adsorpsi pada partikel fotokatalis.
Interaksi antara polutan organik-membran, titanium oksida-membran, dan polutan organiktitanium oksida menentukan mekanisme penyumbatan termasuk penutupan pori dan pembentukan lapisan-lapisan. 7. Penanganan awal pada umpan Pada reaktor membran fotokatalitik, penentuan pH dapat meningkatkan sifat dari titanium oksida seperti muatan permukaan dan hidrofilisitas. Jika muatan permukaan mendekati nol, maka ada kecenderungan partikel untuk teraglomerasi.
Komposisi umpan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja reaktor membrane fotokatalitik. Pada pH 3 dan 6,5, fluks permeat adalah dengan fluks air murni sedangkan pada kondisi basa penurunan fluks teramati. Keberadaan anion anorganik (ion bikarbonat, sulfat, bifosfat) baik jika ada atau tidak ion kalsium dan magnesium, penurunan fluks hanya dimulai dari proses yang berkaitan dengan pengendapan HA dan atau HA/TiO2 pada permukaan membran. Namun, dengan adanya ion kalsium dan magnesium membuat fluks lebih tinggi dibanding jika tidak adan kation karena berkaitan dengan adsorpsi HA yang lebih efisien pada partikel TiO2. Efisiensi keseluruhan penghilangan polutan di PMR itu sangat tergantung pada komposisi umpan. Secara umum, penghilangan HA lebih efisien dalam kondisi asam dibandingkan dengan kondisi basa. Membran ultrafiltrasi yang digunakan tidak memberikan kontribusi yang signifikan untuk efisiensi penghilangan kontaminan organik. Penurunan kemampuan pemisahan membran terjadi setelah 400 jam operasi, di dalam PMR teramati efek yang berkaitan dengan sifat abrasif partikel TiO2.
Penambahan koagulan pada umpan merupakan salah satu penanganan tahap awal yang cukup efektif. Dengan penambahan koagulan, padatan yang tersuspensi atau partikel koloid yang teradsorpsi dapat terikat satu sama lain menjadi partikel yang sangat besar sehingga memudahkan filtrasi yang selanjutnya akan mengurangi penyumbatan. Koagulan yang sering digunakan adalah polialuminium klorida (PAC) yang memberikan efektivitas 15% lebih baik dari pengaturan pH. 8. Penggunaan medan listrik Reaktor membran fotokatalitik yang dioperasikan secara slurry, mempunyai kinerja yang dibatasi oleh rekombinasi yang terjadi sangat cepat dari elektron-hole pada mekanisme fotokatalisis. Efisiensi yang sangat kecil ini mengakbatkan kecenderungan penyumbatan terjadi dengan mudah. Oleh karena itu, titanium oksida/karbon/alumina dikembangkan sebagai noda yang tetap pada reaktor sehingga dapat meningkatkan efektivitas dari proses fotoelektro katalisis. Untuk mengendalikan padatan pada permukaan membran yang berpotensi menyumbat, medan listrik diaplikasikan secara berkala untuk meminimalisir terjadinya fenomena tersebut.
3. Pemodelan Fenomena Penyumbatan Reaktor Membran Fotokatalitik
pada
Pemodelan terhadap fenomena penyumbatan pada permukaan membran fotokatalitik diperlukan untuk menekan biaya eksperimen yang cukup mahal dan juga dapat digunakan untuk mengontrol aktivitas fotokatalitik yang diinginkan. Selain itu pemodelan yang dilakukan juga berguna dalam mendesain parameter-parameter operasi yang dibutuhkan untuk memberikan kinerja konversi terhadap limbah, jika digunakan dalam pengolahan limbah, khususnya limbah yang menggandung senyawa pewarna. 8
dengan 𝜇 adalah viskositas dari permeat (Pa s), 𝑘 adalah permeabilitas dari cairan pada media berpori (m2). Diasumsikan bahwa laju volumetrik dari fluida ke arah aksial (dalam pori) dan radial (permukaan membran) adalah sama. Jika persamaan turun tekan di atas diintegralkan dengan batasan arah radial 𝑟1 ≤ 𝑟0 ≤ 𝑟0 dan saat pembentukan lapisan 𝑟0 ≤ 𝑟 ≤ 𝑟𝑐 , sehingga diperoleh persamaan berikut ;
i.Pemodelan Penyumbatan oleh Titanium Oksida pada Membran yang Berbentuk Serat Berlubang Sebagai katalis pada reaktor membran fotokatalitik, partikel titanium oksida didistribusikan pada permukaan material penyangga. Partikel titanium yang terdispersi dengan baik mempunyai luas permukaan yang besar sehingga dapat memberikan aktivitas katalitik yang tinggi. Pada fenomena penyaringan oleh membran dengan laju aliran yang konstan, partikel katalis dapat menyebabkan penyumbatan pada permukaan membran yang kemudian meningkatkan tekanan. Penyumbatan oleh katalis juga menyebabkan jumlah partikel katalis pada fasa curah di permukaan katalis menjadi berkurang dan menurunkan aktivitas katalitik. Tekanan yang timbul akibat penumpukan partikel pori tentu jauh lebih rendah dibandingkan dengan tekanan yang diberikan untuk proses mikroflitrasi. Untuk menanggulanginya, digunakan proses pencucian arah balik.
𝑉𝑝 1 𝑟0 𝜇 𝑟0 ln 𝑁2𝜋ℎ𝑟0 𝑘0 𝑟𝑖 𝑟𝑐(𝑡) 𝑉𝑝 1 + 𝜇 𝑟0 ln … (4) 𝑁2𝜋ℎ𝑟0 𝑘𝑐 𝑟0
𝑃𝑠 (𝑡) =
h rc
Membran dengan morfologi serat berlubang mempunyai pori silinder yang cenderung lurus dengan jari-jari yang konstan. Pemodelan dilakukan dengan mengasumsikan turun tekan sepanjang membran bisa diabaikan pada kondisi operasi yang telah diatur sedemikian rupa. Tekanan yang ditimbulkan oleh penyerapan aksial pori juga konstan sepanjang lintasan. Penyaringan secara radial dievaluasi dengan mendesain pola penyumbatan membentuk lapisan-lapisan. Pembentukan lapisan tersebut diasumsikan berlangsung secara merata dan inkompresibel.
Gambar 1 Ilustrasi geometri pembentukan lapisan pada permukaan membran
Dari persamaan profil tekanan sepanjang waktu, ada beberapa parameter kunci yang bisa digunakan; i. Laju filtrasi yang konstan jika; 𝐽0 =
𝑉𝑝 … (5) 𝑁2𝜋ℎ𝑟0
ii. Hambatan dari membran;
Jari-jari pembentukan lapisan dinotasikan sebagai 𝑟𝑐 , dengan ketebalan 𝛿𝑐 , dengan panjang membran yaitu ℎ. Profil aliran di dalam dan luar membran diasumsikan laminer. Untuk mengevaluasi penyaringan pada lapisan, digunakan persamaan hukum Darcy [35] ;
𝑅𝑚 =
1 𝑟0 𝑟0 ln … (6) 𝑘0 𝑟𝑖
iii. Hambatan dari lapisan; 𝑅𝑐 (𝑡) =
𝑑𝑉 𝑘 𝑑𝑃 = 𝑉𝑝 = − 𝐴 … (1) 𝑑𝑡 𝜇 𝑑𝑟
𝑟𝑐(𝑡) 1 𝑟0 ln … (7) 𝑘𝑐 𝑟0
Geometri membran merupakan silinder sehingga luas permukaan dapat dihitung dengan ;
Jika ketiga persamaan di atas digunakan untuk menyederhanakan persamaan profil tekanan sepanjang waktu dapat ditulis menjadi;
𝐴(𝑡) = 2𝜋𝑟𝑐(𝑡) ℎ … (2)
𝑃𝑠 (𝑡) = 𝐽0 𝜇(𝑅𝑚 + 𝑅𝑐 (𝑡)) … (8)
Sehingga persamaan Darcy dapat ditulis ulang menjadi ;
Laju peningkatan hambatan lapisan 𝑅𝑐 (𝑡), dipengaruhi oleh permeabilitas dan jari-jari lapisan. Untuk menentukan permeabilitas lapisan digunakan persamaan yang menghubungkan hambatan spesifik dari
𝑑𝑃 =
𝜇 𝑉 𝑑𝑟 … (3) 𝑘𝑁2𝜋ℎ 𝑟𝑡 𝑝 9
lapisan, 𝛼0 , porositas, 𝜀0 , dan kompresibilitas lapisan, 𝜒0 ; 𝑘𝑐 =
𝑉𝑝 merupakan laju permeat, 𝑉𝑝 = 𝐽0 𝐴. Jika profil konsentrasi partikel titanium oksida disubstitusikan ke persamaan laju peningkatan jari-jari lapisan serta memasukkan kondisi awal saat t=0, 𝑟𝑐 = 𝑟0 , diperoleh persamaan;
1 … (9) 𝜌𝑠 (1 − 𝜀𝑐 )𝜒0 |Δ𝑃|5
Jika lapisan partikel pada permukaan membran bersifat tidak kompresibel, laju hambatan dari lapisan tidak dipengaruhi oleh turun tekan sepanjang deposisi partikel sehingga bukan fungsi tekanan dan waktu. Awalnya, tidak ada partikel yang menempel pada permukaan luar membran sehingga jari-jari berukuran 𝑟0 . Sehingga tidak ada turun tekan, persamaan permeabilitas pada lapisan menjadi; 𝑘𝑐 =
𝑟𝐶 (𝑡) 𝑉 (1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶0 exp(− 𝑝 𝑡) 𝑉 𝑉 √ 0 0 = 𝑟02 + ln … (16) (1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶0 𝑁𝜋ℎ Kemudian, profil peningkatan jari-jari lapisan disubstitusikan ke persamaan hambatan yang ditimbulkan oleh lapisan;
1 … (10) 𝜌𝑠 (1 − 𝜀𝑐 )𝜒0
𝑅𝑐 (𝑡) = 𝜌𝑠 (1
Jari-jari dari lapisan yang terbentuk dapat ditentukan dari neraca massa dari partikel yang terdapat pada lapisan yang terbentuk. Pada penambahan volume yang sangat kecil 2𝜋ℎ𝑟𝑑𝑟, volume dari partikel yang terbentuk sebanding dengan jumlah partikel yang terbawa oleh aliran konvektif ke permukaan lapisan. Neraca massa partikel dapat dituliskan menjadi; 2𝜋ℎ𝑟𝑐 𝑑𝑟𝑐 (1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑆 =
√
𝑟02
𝑉 + 0 ln 𝑁𝜋ℎ
− 𝜀𝑐 )𝛼0 𝑟0 ln
(1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶0 exp(− (1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶0
𝑉𝑝 𝑡) 𝑉0 … (17)
𝑟0
Sehingga profil kenaikan tekanan sepanjang waktu dapat ditentukan dengan mensubstitusikan profil hambatan lapisan;
𝑉𝑃 𝐶 𝑑𝑡 + 2𝜋ℎ𝑟𝑐 𝑑𝑟𝑐 𝐶𝑏 … (11) 𝑁 𝑏
𝑃𝑠 (𝑡)
𝑉𝑝 𝐶𝑏 (𝑡) 𝑑𝑟𝑐 = … (12) 𝑑𝑡 2𝜋ℎ𝑁[(1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶𝑏 (𝑡)]𝑟𝑐 Konsentrasi partikel titanium oksida pada fasa curah dinotasikan sebagai 𝐶𝑏 , 𝜌𝑆 adalah rapat massa dari fasa padat, N adalah jumlah serat membran yang ditempeli oleh partikel titanium oksida.
= 𝐽0 𝜇 𝑅𝑚
( + 𝜌𝑠 (1
Pengurangan jumlah titanium oksida pada fasa curah sama dengan jumlah partikel titanium oksida yang terdeposisi pada permukaan membran yang dapat ditulis sebagai;
√ − 𝜀𝑐 )𝛼0 𝑟0 ln
𝑉0 𝑑𝐶𝑏 + 𝐽0 𝐴𝐶𝑏 𝑑𝑡 = 0 … (13) Persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi;
(1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶0 exp(− (1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶0
𝑉𝑝 𝑡) 𝑉0 … (18)
𝑟0 )
𝑑𝐶𝑏 𝑉𝑝 = 𝐶𝑏 … (14) 𝑑𝑡 𝑉0
Jika konsentrasi bulak tidak berubah sepanjang waktu, maka persamaan tekanan di atas dapat disederhanakan menjadi;
Solusi persamaan diferensial di atas dapat diperoleh dengan memasukkan kondisi awal yaitu pada t=0, 𝐶𝑏 = 𝐶0 , sehingga diperoleh persamaan; 𝐶𝑏 (𝑡) = 𝐶0 exp (−
𝑉 𝑟02 + 0 ln 𝑁𝜋ℎ
𝑉𝑝 𝑡) … (15) 𝑉0 10
𝑃𝑠 (𝑡)
air, 𝛼 adalah tahanan spesifik dari lapisan yang terdeposisi, sedangkan 𝐶𝑏 adalah konsentrasi partikel pada umpan. Standar normal untuk MFI adalah 0.45 untuk air.
= 𝐽0 𝜇 𝑅𝑚 ( + 𝜌𝑠 (1
iii. √𝑟02 +
− 𝜀𝑐 )𝛼0 𝑟0 ln
ii.
𝑉0 𝑁𝜋ℎ(1 − 𝜀𝑐 )𝜌𝑠 − 𝐶0 … (19) 𝑟0 )
Menurut teori DLVO, stabilitas dari nanopartikel dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dihitung menggunakan persamaan interaksi van der Waals (VvdW) dan tolakan muatan listrik lapis ganda (VEDL). Pada teori tolakan muatan listrik lapis ganda, gaya elektrostatik agregat partikel ditentukan dari muatan permukaan [37];
Pemodelan Peningkatan Ketahanan terhadap Penyumbatan pada PVDF/TiO2
Poliviniliden florida (PVDF) diketahui merupakan material yang sering ditambahkan pada membran untuk meningkatkan berbagai sifat membran yang diiinginkan. PVDF merupakan material ultrafiltrasi dan perforasi yang mempunyai kestabilan termal yang baik serta ketahanan terhadap reaksi kimia dan bahan-bahan kimia seperti pelarut organik, asam, dan basa. Selain itu, PVDF berfungsi untuk mengatur morfologi membran, mempunyai permeabilitas yang baik, serta hidrofilisitas yang baik.
𝑉𝐸𝐷𝐿 = 2𝜋𝜀0 𝐷𝑟𝜓01 𝜓02 ln(1 + exp(−𝜅𝑠)) … (24) Sedangkan untuk interaksi ban Dar Waals adalah; 𝑉𝑉𝐷𝑊 = −
𝐴132 2𝑟 2 2𝑟 2 [ + 6 𝑠(4𝑟 + 𝑠) (2𝑟 + 𝑠)2 𝑠(4𝑟 + 𝑠) + ln ( )] … (25) (2𝑟 + 𝑠)2
Sehingga total energi yang terlibat adalah; 𝑉𝑇 = 𝑉𝑉𝐷𝑊 + 𝑉𝐸𝐷𝐿 … (26)
Untuk menentukan ketahanan PVDF/TiO2, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap fluks fluida yang melewati membran [36]; 𝐽=
Modeling Deposisi Nanopartikel Katalis pada Membran dengan Aliran Gelembung
𝐴132 merupakan konstanta Hamaker dari titanium oksida di dalam air 6.5 × 10−20 , s(m) adalah jarak antar permukaan, 𝜀0 adalah permitifitas elektrik, D adalah konstanta dielektrik, 𝜓01 , 𝜓02 adalah potensial permukaan dari partikel dan lapisan, 𝜅 adalah ketebalan resiprokal dari lapis ganda.
𝑉 … (20) 𝐴𝑡
𝐽 merupakan laju alir fluida per satuan permukaan. 𝑉 adalah volume dari permeat (liter), 𝐴 adalah luas permukaan membran (m2), sedangkan t adalah waktu permeasi (jam).
Fe
Deposisi partikel saat filtrasi menggunakan membran mengakibatkan penurunan luks permeat. Untuk menentukan deposisi, dapat digunakan Modified Filtration Index (MFI) yang didasari pada mekanisme filtrasi yang membentuk lapisan. MFI ditentukan dari gradien filtrasi pada lapisan dengan melakukan plot t/V terhadap V;
Ft
𝑡 𝜂𝑅𝑚 𝜂𝛼𝐶𝑏 = + 𝑉 … (21) 𝑉 Δ𝑃𝐴 2Δ𝑃𝐴2 𝑓 Persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi; 1 = 𝛼 + 𝑀𝐹𝐼 × 𝑉𝑓 … (22) 𝑄 𝑉𝑓 adalah volume filtrat, Δ𝑃 adalah tekanan transmembran yang diaplikasikan, 𝜂 adalah viskositas
Gambar 2 Gaya elektrostatik (Fe) dan gaya angkat (Ft) di permukaan
11
Total dari gaya elektrostatik merupakan turunan dari energi potensial total terhadap jarak. Gaya elektrostatik merupakan fungsi yang tidak monoton sepanjang s sehingga nilai maksimum gaya elektrostatik digunakan sebagai kondisi kritis, artinya turunan kedua dari energi potensial total adalah nol. Gaya elektrostatik dapat menggambarkan distribusi partikel katalis di permukaan seperti gambar di bawah ini;
Compr. Membr. Sci. Eng. 165–193 (2010). doi:http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-08-0932507.00039-6 [3] Guo, W., Ngo, H. H. & Li, J. A mini-review on membrane fouling. Bioresour. Technol. 122, 27–34 (2012). [4] Pearce, G. Introduction to membranes: Fouling control. Filtr. Sep. 44, 30–32 (2007). [5] Iglesias, O., Rivero, M. J., Urtiaga, A. M. & Ortiz, I. Membrane-based photocatalytic systems for process intensification. Chem. Eng. J. 18–22 (2016). doi:10.1016/j.cej.2016.01.047 [6] Chong, M. N., Jin, B., Chow, C. W. K. & Saint, C. Recent developments in photocatalytic water treatment technology: A review. Water Res. 44, 2997–3027 (2010). [7] Loddo, V. et al. Study on a photocatalytic membrane reactor for water purification. Catal. Today 55, 71– 78 (2000). [8] Molinari, R., Lavorato, C. & Argurio, P. Recent progress of photocatalytic membrane reactors in water treatment and in synthesis of organic compounds. A review. Catal. Today (2016). doi:10.1016/j.cattod.2016.06.047 [9] Munoz, I., Peral, J., Ayllon, J.A., Malato, S., Passarinho, P., Domenech, X., 2006. Life cycle assessment of a coupled solar photocatalyticbiological process for wastewater treatment. Water Res. 40, 3533e3540. [10] Gernjak, W., Fuerhacker, M., Fernandez-Ibaez, P., Blanco, J., Malato, S., 2006. Solar photo-Fenton treatmentdprocess parameters and process control. Appl. Catal. B: Environ. 64, 121e130. [11] Lapertot, M., Pulgarın, C., Fernandez-Ibaez, P., Maldonado, M.I.,Perez-Estrada, L., Oller, I., Gernjak, W., Malato, S., 2006. Enhancing biodegradability of priority substances (pesticides) by solar photo-Fenton. Water Res. 40, 1086e1094. [12] Andreozzi, R., Caprio, V., Insola, A., Marotta, R., 1999. Advanced oxidation processes (AOP) for water purification and recovery. Catal. Today 53, 51e59. [13] Munoz, I., Rieradevall, J., Torrades, F., Peral, J., Domenech, X., 2005. Environmental assessment of different solar driven advanced oxidation processess. Sol. Energy 79, 369e375. [14] Jee, K. Y., Shin, D. H. & Lee, Y. T. Surface modification of polyamide RO membrane for
Fl merupakan gaya angkat yang dihitung melalui persamaan; 1.5 3 𝜏𝑊 𝑑𝑝 0.5 𝐹𝑙 = 0.761 𝜌 … (27) 𝜇
Densitas dari fluida dinotasikan dengan 𝜌, 𝜏𝑤 adalah tegangan geser (N m-2), 𝜇 adalah viskositas fluida, sedangkan 𝑑𝑝 adalah diameter partikel. iv.
Kesimpulan
Penyumbatan merupakan salah satu permasalahan utama dalam penggunaan reaktor membran fotokatalitik. Penggunaan partikel katalis yang berbentuk padatan menjadi salah satu penyebab meningkatnya kecenderungan untuk terjadinya penyumbatan. Selain itu, mekanisme dari reaksi katalitik juga menentukan sulit atau mudahnya terjadi penyumbatan. Penyumbatan dapat terjadi pada permukaan dan pada pori membran. Metodemetode yang dapat digunakan untuk menangani penyumbatan membran fotokatalitik di antaranya adalah pencucian arah balik, pengikisan dengan udara, pembilasan searah, pencucian dengan bahan kimia, clean-in-place, oksidasi fotokatalitik, penanganan umpan, dan penggunaan medan listrik. Oleh karena itu, prosedur penanganan yang cocok sangat diperlukan. Selain itu pemodelan juga diperlukan sebagai usaha untuk mendeteksi penyumbatan lebih awal serta juga sebagai parameter untuk menentukan kondisi operasi yang tepat.
Daftar Pustaka [1] Li, Q., Wu, P. & Ku Shang, J. Nanostructured Visible-Light Photocatalysts for Water Purification. Nanotechnol. Appl. Clean Water Solut. Improv. Water Qual. Second Ed. 297–317 (2014). doi:10.1016/B978-1-4557-3116-9.00019-6 [2] Molinari, R., Caruso, a & Palmisano, L. Photocatalytic Processes in Membrane Reactors. 12
improved fouling resistance. Desalination 394, 131– 137 (2016). [15] Mozia, S. Photocatalytic membrane reactors (PMRs) in water and wastewater treatment. A review. Sep. Purif. Technol. 73, 71–91 (2010). [16] Du, X. et al. Control of submerged hollow fiber membrane fouling caused by fine particles in photocatalytic membrane reactors using bubbly flow: Shear stress and particle forces analysis. Sep. Purif. Technol. 172, 130–139 (2017). [17] Kang, G. & Cao, Y. Development of antifouling reverse osmosis membranes for water treatment: A review. Water Res. 46, 584–600 (2012). [18] Rashidi, H. et al. Application of wastewater treatment in sustainable design of green built environments: A review. Renew. Sustain. Energy Rev. 49, 845–856 (2015). [19] She, Q., Wang, R., Fane, A. G. & Tang, C. Y. Membrane fouling in osmotically driven membrane processes: A review. J. Memb. Sci. 499, 201–233 (2016). [20] Pulido, J. M. O. A review on the use of membrane technology and fouling control for olive mill wastewater treatment. Sci. Total Environ. 563–564, 664–675 (2016). [21] Meng, X., Zhang, Z. & Li, X. Synergetic photoelectrocatalytic reactors for environmental remediation: A review. Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews 24, (Elsevier Ireland Ltd., 2015). [22] Iglesias, O., Rivero, M. J., Urtiaga, A. M. & Ortiz, I. Membrane-based photocatalytic systems for process intensification. Chem. Eng. J. 18–22 (2016). doi:10.1016/j.cej.2016.01.047 [23] Ishizaki, S., Fukushima, T., Ishii, S. & Okabe, S. Membrane fouling potentials and cellular properties of bacteria isolated from fouled membranes in a MBR treating municipal wastewater. Water Research 100, (Elsevier Ltd, 2016). [24] Erdei, L., Arecrachakul, N. & Vigneswaran, S. A combined photocatalytic slurry reactor-immersed membrane module system for advanced wastewater treatment. Sep. Purif. Technol. 62, 382–388 (2008). [25] Lee, K. M., Lai, C. W., Ngai, K. S. & Juan, J. C. Recent developments of zinc oxide based photocatalyst in water treatment technology: A review. Water Research 88, (Elsevier Ltd, 2016).
[26] Mano, T., Nishimoto, S., Kameshima, Y. & Miyake, M. Water treatment efficacy of various metal oxide semiconductors for photocatalytic ozonation under UV and visible light irradiation. Chem. Eng. J. 264, 221–229 (2015). [27] Potts, D.E., Ahlert, R.C., Wang, S.S., 1981. A critical review of fouling of reverse osmosis membranes. Desalination 36, 235–264. [28] Xie, R.J., Gomez, M.J., Xing, Y.J., Klose, P.S., 2004. Fouling assessment in a municipal water reclamation reverse osmosis system as related to concentration factor. Journal of Environmental Engineering and Science 3 (1), 61–72. [29] Nielsen, P.H., Jahn, A., 1999. Extraction of EPS. In: Wingender, J., Neu, T.R., Flemming, H.C. (Eds.), Microbial Extracellular Polymeric Substances. Springer, Berlin, pp. 49–72. [30] Vrouwenvelder, J.S., van der Kooij, D., 2001. Diagnosis, prediction and prevention of biofouling of NF and RO membranes. Desalination 139, 65– 71. [31] Huertas, E., Herzberg, M., Oron, G., Elimelech, M., 2008. Influence of biofouling on boron removal by nanofiltration and reverse osmosis membranes. Journal of Membrane Science 318, 264–270. [32] Oh, S. J., Kim, N. & Lee, Y. T. Preparation and characterization of PVDF/TiO2 organic-inorganic composite membranes for fouling resistance improvement. J. Memb. Sci. 345, 13–20 (2009). [33] Vrouwenvelder, J.S., van der Kooij, D., 2003. Diagnosis of fouling problems of NF and RO membrane installations by a quick scan. Desalination 153, 121– 124. [34] Szymański, K., Morawski, A. W. & Mozia, S. Humic acids removal in a photocatalytic membrane reactor with a ceramic UF membrane. Chem. Eng. J. 1–9 (2015). doi:10.1016/j.cej.2015.10.024 [35] Popović, S., Dittrich, M. & Cakl, J. Modelling of fouling of outside-in hollow-fiber membranes by TiO2 particles. Sep. Purif. Technol. 156, 28–35 (2015). [36] Jee, K. Y., Shin, D. H. & Lee, Y. T. Surface modification of polyamide RO membrane for improved fouling resistance. Desalination 394, 131– 137 (2016). [37] Du, X. et al. Control of submerged hollow fiber membrane fouling caused by fine particles in photocatalytic membrane reactors using bubbly 13
flow: Shear stress and particle forces analysis. Sep. Purif. Technol. 172, 130–139 (2017).
14