RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..... TAHUN ..... TENTANG RENCANA TATA RUANG (RTR) PULAU SUMATERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 dan Pasal
b.
21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera; adanya Kesepakatan Bersama Gubernur Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentang RTR Pulau Sumatera sebagai acuan dalam penyusunan RTRW Provinsi dan RTR Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera;
Mengingat
: 1. 2.
3.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara nomor 1103); Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara nomor 1646);
1
4.
5.
6.
7.
8.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1956 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1950 (lembaran Negara tahun 1959 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1814); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung dengan mengubah UndangUndang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan; Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara nomor 2828); Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara nomor 4033); Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633);
9.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4237); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
2
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833.
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG RENCANA TATA RUANG (RTR) PULAU SUMATERA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. 2. Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan adalah rencana rinci yang disusun sebagai penjabaran dan perangkat operasional dari RTRWN. 3. Pulau Sumatera adalah kesatuan fungsional wilayah geografis dan ekosistem yang mencakup wilayah darat, laut dan udara termasuk ruang di dalam bumi yang menjadi bagian dari Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menurut undang-undang pembentukannya. 4. Strategi Operasionalisasi RTRWN adalah langkah-langkah pelaksanaan 5.
untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang nasional. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan.
3
6. 7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, yang memiliki sektor unggulan baik di ruang darat maupun ruang laut termasuk ruang di dalam bumi yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Kawasan Perbatasan Negara adalah wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang secara geografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau lepas. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi, pelayanan jasa pemerinyahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilometer persegi). 14. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 15. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
4
16. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah pusat kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 17. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. 18. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 19. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang. 20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. BAB II TUJUAN, KEDUDUKAN, PERAN, DAN FUNGSI Pasal 2 Tujuan RTR Pulau Sumatera adalah mengoperasionalkan RTRWN untuk mewujudkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah di Pulau Sumatera, kawasan pesisir Barat-bagian Tengah-kawasan pesisir Timur dan kepulauan, melalui: a. pengembangan pusat pertumbuhan berbasis sumber daya alam; b. terwujudnya kemandirian dan lumbung energi; c. terwujudnya swasembada dan lumbung pangan nasional; d. e. f. g.
h. i.
pengembangan kawasan pariwisata berdaya saing internasional; pengembangan pusat industri pengolahan berbasis daya saing global; pelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan minimal 40% dan keanekaragaman hayati hutan tropis basah; pengendalian perkembangan kawasan perkotaan metropolitan dan besar, dan yang berada pada kawasan rawan bencana, serta mendorong kawasan perkotaan di Pantai Timur dan Barat sebagai pusat pertumbuhan baru; peningkatan akses infrastruktur antarkawasan perkotaan dari/ke outlet, dan membuka isolasi wilayah; dan percepatan pengembangan kawasan perbatasan negara sebagai Beranda Depan dan Pintu Gerbang Negara.
5
Pasal 3 RTR Pulau Sumatera berkedudukan sebagai rencana rinci RTRWN dan acuan bagi RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota. Pasal 4 RTR Pulau Sumatera berperan sebagai strategi operasionalisasi untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional di Pulau Sumatera yang dapat memberikan pencapaian keterpaduan dan keserasian pembangunan antarprovinsi dan antarsektor. Pasal 5 RTR Pulau berfungsi sebagai pedoman untuk: a. alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan wilayah pulau dan lintas pulau; b. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Sumatera; c. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor di Pulau Sumatera; d. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Pulau Sumatera; e. penataan ruang kawasan strategis nasional di Pulau Sumatera; f. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Pulau Sumatera; dan g. alat evaluasi spasial pembangunan di Pulau Sumatera. BAB III RENCANA TATA RUANG PULAU SUMATERA Pasal 6 (1) RTR Pulau Sumatera merupakan penjabaran struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. (2) Rencana Struktur Ruang Pulau Sumatera merupakan penjabaran struktur ruang wilayah nasional di Pulau Sumatera digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:500.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. (3) Rencana Pola Ruang Pulau Sumatera merupakan penjabaran pola ruang wilayah nasional di Pulau Sumatera digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:500.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
6
Pasal 7 Kebijakan untuk operasionalisasi struktur dan pola ruang nasional di Pulau Sumatera sebagai berikut: 1. mengembangan pusat pertumbuhan berbasis agrobisnis perkebunan kelapa sawit, karet, kakao, dan kelapa; serta bisnis kelautan (marine 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
18.
bussines); mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis pertambangan mineral dan migas; mewujudkan kemandirian energi Pulau Sumatera; mengembangkan lumbung energi nasional; mempertahankan kawasan pertanian pangan sawah beririgasi teknis yang ada; mengembangkan kawasan pertanian pangan baru; mengembangkan pusat-pusat tujuan wisata dan kawasan pariwisata berbasis keunikan budaya, alam dan MICE; mengembangkan zona dan kawasan industri pengolahan berbasis berdaya saing global dan IPTEK; mengembangkan klaster industri kreatif berbasis keunikan budaya dan alam; melestarikan kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan; melestarikan dan mengembangkan keanekaragaman hayati hutan tropis basah; mengendalikan perkembangan kawasan terbangun perkotaan metropolitan dan besar mengendalikan kawasan perkotaan di kawasan rawan bencana alam di Pantai Barat dan Bagian Tengah; mendorong pengembangan kawasan perkotaan di Pantai Timur dan Barat sebagai pusat pertumbuhan baru; mengembangkan dan mempertahankan akses infrastruktur transportasi dengan integrasi antarwilayah/kota; mengembangkan infrastruktur wilayah lain; mengembangkan kawasan perbatasan dengan keharmonisan aspek keamanan/kedaulatan negara (security), kesejahteraan masyarakat (prosperity), dan kelestarian lingkungan (environment); dan menjaga kedaulatan wilayah negara.
7
BAB IV STRATEGI OPERASIONALISASI PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG Bagian Pertama Umum Pasal 8 (1) Strategi operasionalisasi perwujudan struktur ruang nasional terdiri atas: a. sistem perkotaan nasional; b. sistem jaringan transportasi nasional; c. sistem jaringan energi nasional; d. sistem jaringan telekomunikasi nasional; dan e. sistem jaringan sumber daya air. (2) Strategi operasionalisasi perwujudan pola ruang nasional terdiri atas: a. Strategi perwujudan kawasan lindung nasional; b. Strategi perwujudan kawasan budi daya; c. Strategi perwujudan kawasan andalan; dan d. Strategi perwujudan kawasan strategis nasional; Bagian Kedua Strategi Operasionalisasi Perwujudan Struktur Ruang Nasional Paragraf 1 Sistem Perkotaan Nasional
(1)
Pasal 9 Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional dilakukan dengan: a. Mengembangkan dan meningkatkan fungsi PKN untuk kota Lhokseumawe, Padang, Pekan Baru, Dumai, Jambi, Palembang, dan Bandar Lampung; b. Merevitalisasi fungsi kota-kota PKN Mebidangro dan Batam; c. Mengembangkan atau meningkatkan fungsi PKW, meliputi Kota Sabang, Banda Aceh, Takengon, Tebingtinggi, Pematang Siantar, Balige, Rantau Prapat, Kisaran, Gunung Sitoli, Padang Sidempuan, Sibolga, Pariaman, Sawahlunto, Bukittinggi, Taluk Kuantan, Bengkalis, Tembilahan, Rengat, Pangkalan Kerinci, Pasir Pangarayan, Siak Sri Indrapura, Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun, Muara Bungo,
8
Muara Bulian, Muara Enim, Prabumulih, Lubuk Linggau, Bengkulu, Manna, Pangkal Pinang, Metro, dan Kotabumi; d. Mengembangkan kota-kota PKW sebagai pusat sentra produksi meliputi Sidikalang, Bangkinang, Bagan Siapi-api, Terempa, Daik Lingga, Dabo, Kuala Tungkal, Sarolangun, Kayu Agung, Baturaja, Sekayu, Lahat, Muntok, Tanjung Pandan, Manggar, Kalianda, Menggala, dan Kota Agung; e. Merevitalisasi Kota Langsa dan Meulaboh agar dapat berfungsi sebagai PKW;
(2)
(3)
(4)
f. Mengembangkan Kota Muara Siberut, Solok, Muko-muko, Curup, dan Liwa sebagai pusat pertumbuhan baru berfungsi PKW; dan g. Mempercepat pengembangan fungsi yang lebih tinggi (calon PKN) pada kota-kota PKW Bengkulu, Banda Aceh, dan Pangkal Pinang. Strategi mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan di kawasan rawan bencana alam di Pantai Barat, Pesisir Selatan, dan Bagian Tengah, meliputi: a. merehabilitasi dan mengembangkan mitigasi kota-kota yang mengalami penurunan kapasitas pelayanan yang diakibatkan bencana alam, yaitu kota Banda Aceh, Meulaboh, dan Gunung Sitoli; b. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan di pantai barat dan pesisir selatan yang rawan bencana tsunami; dan c. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan yang terletak di bagian tengah yang rawan bencana longsor. Strategi mendorong pengembangan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan baru, meliputi: a. mengembangkan kota-kota pusat pertumbuhan agropolitan, minapolitan (kelautan), dan kota pertambangan; b. mengembangkan keterkaitan antara PKL dengan kota-kota PKN dan PKW; dan c. mengintegrasikan PKN dan PKW dengan pusat pertumbuhan global, khususnya di yang berada di kawasan Asia Pasifik. Strategi untuk mewujudkan fungsi PKSN meliputi: a. Mengembangkan kota PKSN sebagai pusat pengembangan kawasan perbatasan dan pintu gerbang negara; b. Membangun fasilitas CIQS di kota Sabang dan Ranai; c. Mengembangkan atau meningkatkan fasilitas CIQS di kota Dumai dan Batam;
9
d. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan sarana/prasarana kota serta kemudahan perizinan lahan sebagai upaya untuk meningkatkan daya tarik investasi; e. Mengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi yang berdaya saing; f. Memberikan insentif/disinsentif fiskal dan nonfiskal bagi kawasankawasan di perkotaan berdasarkan peruntukannya; dan g. Mengembangkan pusat-pusat bagi kegiatan produksi lanjutan yang komplementer dengan komoditas-komoditas unggulan yang dihasilkan di kawasan perbatasan atau yang komplementer dengan kegiatan produksi di Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. (5)
Strategi untuk meningkatkan kualitas kawasan perkotaan metropolitan dan besar: a. Mengendalikan perkembangan kawasan terbangun metropolitan dan besar yang kompak dan vertikal;
perkotaan
b. Mengendalikan perkembangan fisik kawasan perkotaan Mebidangro, Pematang Siantar, Bukittinggi, Padang, Pekanbaru, Jambi, Palembang, dan Bandar Lampung terutama yang mengarah ke kawasan pertanian atau kawasan lindung; c. Mengembangkan ruang terbuka hijau seluas 30% dari luas kawasan perkotaan di Mebidangro, Pematang Siantar, Pekanbaru, Jambi, Palembang, dan Bandar Lampung (green belt); d. Melakukan penataan kegiatan budi daya yang berlokasi di bantaran sungai Deli, Batanghari, Musi, Krueng Aceh, Siak Besar, Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Kampar, Sungai Indragiri, Batang Anai, Way Sekampung, Air Bengkulu, S. Bulan, S. Selindung; dan e. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana air bersih, drainase, persampahan, dan pengolahan limbah pada kota-kota PKN dan PKW bertipologi metropolitan dan besar. (6)
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional di Pulau Sumatera secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Paragraf 2 Sistem Jaringan Transportasi Nasional Pasal 10
(1)
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan jalan nasional meliputi: a. Meningkatkan akses infrastruktur transportasi jalan antarkota/kawasan andalan/outlet untuk efisiensi;
10
b. Meningkatkan kualitas dan kapasitas jaringan jalan lintas timur yang menghubungkan kota-kota: Banda Aceh-Sigli-Bireun-LhokseumawePeureulak-Langsa- Pangkalan Susu-Tanjungpura-Binjai-Medan-Lubuk Pakam-Tebing Tinggi-Indrapura-Kisaran-Rantau Prapat-Kota PinangBaganbatu-Dumai- Duri-Kandis-Pekanbaru-Sei Akar-Merlung-JambiTempino-Bayunglencir-Sungai Lilin-Betung- Palembang-Sp. IndralayaKayu Agung - Pematang Panggang – Mesuji – Sp. Pematang – Bj. Tenuk – Terbanggi Besar – Gn. Sugih – Tegineneng – Sp. Tanjungkarang – Sp. Kalianda - Bakauheni; c. Peningkatan kualitas dan kapasitas jaringan jalan, yang merupakan bagian jaringan jalan lintas timur sebagaimana poin b disesuaikan dengan standar jalan Trans Asian Highway yaitu pada ruas Banda Aceh-Sigli-Beureunun-Bireuen-Lhokseumawe-Peureulak (km 392)Langsa-Sp. Pangkalan Susu-Tanjungpura-Binjai-Medan-Lubuk PakamTebing Tinggi-Indrapura-Kisaran-Sp. Kawat-Rantau Prapat-Sp. Kota Pinang-Bagan Batu-Sp. Balam-Dumai-Duri-Kandis-Pekanbaru-Sp. Lago-Sp. Japura-Pematang Reba-Siberida-Merlung-Sp. Tuan-JambiTempino-Betung-Palembang-Sp. Indralaya-Kayu Agung- Menggala; d. Peningkatan kualitas dan kapasitas jaringan jalan, yang merupakan bagian jaringan jalan lintas tengah sebagaimana poin d disesuaikan dengan standar jalan Trans Asian Highway yaitu pada ruas Sp. IV – Bukit Kemuning – Kotabumi - Terbanggi Besar; e. Meningkatkan kualitas dan kapasitas jaringan jalan lintas barat yang menghubungkan kota-kota: Banda Aceh-Meulaboh-Blang PidieTapaktuan – Bakongan - Subulussalam-Barus-Sibolga-Natal-Lubuk Basung-Simpang Empat-Pariaman - Padang - Painan-Muko-muko-
f.
Ketahun-Bengkulu-Manna – Bintuhan - Pugung Tampak – Sp. Gunung Kemala – Bengkunat – Sanggi – Wonosobo - Kota Agung - Rantau Tijang – Gedung Tataan - Bandar Lampung; Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan pengumpan yang menghubungkan lintas barat, lintas tengah, dan/atau lintas timur yang menghubungkan kota Simpang Peut – Jeuram – Beutong Ateuh – Takengon – Bireuen; Babah Rot – Terangon – Blang Kejeren – Pining – Lokop – Peureulak; Jantho – Lamno; Singkil – Sidikalang – Kabanjahe – Medan; Sibolga – Tarutung – Pematang Siantar – Tebing Tinggi; Padang – Bukittinggi – Payakumbuh-Bangkinang-Pekanbaru; PadangSolok; Kiliran Jao – Rengat – Kuala Enok; Kiliran Jao – Taluk Kuantan – Pekanbaru; Pekanbaru – Bangkinang – Rantau Berangin; Simpang Kumuh – Kota Tengah – Sei Rangau – Duri; Sei Akar – Bagan Jaya –
11
Enok; Rumbai Jaya – Bagan Jaya – Enok – Kuala Enok; Ujung Batu – Rokan; Muara Bungo-Muara Tebo-Muara Bulian-Jambi – Sp. Tuan Pematang Lumut - Kuala Tungkal; Simpang Lagam - Muara Sabak; Sungai Penuh - Bangko – Sarolangun – Muara Tembesi - Muara Bulian – Jambi; Lubuk Linggau – Curup – Kepahiang – Bengkulu; Tanjung Iman – Muara Sahung – Baturaja; Muara Enim – Palembang – Tanjung Api-api; Muntok – Pangkalpinang; Tanjung Pandan – Manggar; Simpang Gunung Kemala- Liwa- Padang Tambak-Bukit Kemuning; Tegineneng – Metro – Sukadana, dan Terbanggi Besar – Menggala; g. Peningkatan kualitas dan kapasitas jaringan jalan pengumpan Terbanggi Besar – Menggala disesuaikan dengan standar jalan Trans Asian Highway; dan Lubuk Linggau – Sekayu – Betung; h. Mengembangkan jaringan jalan di Pulau Bangka dan Pulau Belitung, yang menghubungkan Kota Muntok-Pangkal Pinang, Belinyu-Sungai Liat-Pangkal Pinang-Koba-Toboali, Tanjung Pandan-Manggar, dan Tanjung Pandan-Tanjung Rui; i. Memantapkan jaringan jalan bebas hambatan antarkota yang menghubungkan Medan – Kuala Namu-Tebing Tinggi, Kisaran-Tebing Tinggi, Pekanbaru-Dumai, Bukittinggi-Padang, Terbanggi BesarPematang Panggang, Bakauheni-Terbanggi Besar, Pematang Panggang-Kayu Agung-Simpang Indralaya, Rantau Prapat-Kisaran, Duri-Dumai, Dumai-Simpang Sigambal-Rantau Prapat, IndralayaBetung (Simpang Sekayu)-Tempino-Jambi, Pekanbaru-BangkinangPayakumbuh-Bukittinggi; j. Mengembangkan jaringan jalan bebas hambatan antarkota: ruas JambiRengat, Rengat-Pekanbaru, Binjai-Langsa, Langsa-Lhokseumawe, Sigli-Banda Aceh, Palembang-Muara Enim, Muara Enim-Lahat-Lubuk Linggau, Lhokseumawe-Sigli, Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu, Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Parapat-Tarutung-Sibolga; k. Mengembangkan jaringan jalan bebas hambatan dalam kota, meliputi Belawan–Medan–Tanjung Morawa (Balmera), Binjai–Medan, Palembang–Indralaya, dan Batu Ampar–Muka Kuning–Bandara Hang Nadim; l. Memantapkan jaringan jalan di pulau-pulau di pantai barat dan timur, meliputi jaringan jalan di Pulau Simeuleu, Pulau Nias, Pulau Bengkalis, P. Mentawai, Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Bangka, Pulau Belitung, Pulau Sabang, dan Pulau Natuna; m. meningkatkan akses infrastruktur transportasi untuk membuka isolasi wilayah: antar pulau-pulau kecil dan daerah pedalaman; dan
12
n. Membangun jembatan antar pulau yang menghubungkan Pulau Sumatera-Pulau Jawa dan Pulau Batam-Pulau Bintan. Jaringan jalan arteri sekunder, kolektor sekunder, dan jalan lingkungan ditetapkan melalui Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dengan tetap memperhatikan sistem jaringan jalan nasional. Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan jalan lintas dan pengumpan di Pulau Sumatera secara rinci tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
(2)
(3)
Pasal 11 (1) Strategi operasionalisasi sistem jaringan jalur kereta api nasional terdiri dari strategi operasionalisasi perwujudan jaringan jalur KA Trans Sumatera dan strategi operasionalisasi pengembangan simpul KA. (2) Strategi operasionalisasi pengembangan jaringan jalur kereta api: a. Meningkatkan akses infrastruktur transportasi kereta api antarkota/kawasan andalan/outlet untuk efisiensi; b. Membangun jalur kereta api antarkota yang menghubungkan Banda Aceh-Sigli-Lhokseumawe-Langsa-Besitang, Banda Aceh-MeulabohTapaktuan- Subulussalam- Sibolga, Sibolga-Padang Pariaman, SibolgaPadang Sidempuan-Rantau Prapat, Rantau Prapat-Duri-Dumai, DuriPekanbaru-Muara Lembu-Teluk Kuantan-Muara Bungo-BangkoSarolangun-Lubuk Linggau, Padang-Solok, Muaro-Muara Lembu, Pekanbaru – Rengat – Sengeti - Jambi – Betung – Palembang – Kertapati – Menggala – Metro - Bandar Lampung, Sengeti-Muara Sabak, Muara Bungo- Muara Tebo-Muara Bulian – Jambi, PadangBengkulu, Simpang-Palembang-Tanjung Api-api, Blimbing-Sekayu-
c.
d.
Betung-Palembang, Tanjung Enim-Baturaja, Bintuhan-Muara SahungBaturaja, Bandar Lampung-Tarahan-Bakauheni; Memantapkan jalur kereta api antarkota yang menghubungkan Besitang-Medan-Tebing Tinggi-Kisaran-Rantau Prapat, Pematang Siantar-Tebing Tinggi, Padang-Padang Pariaman, Padang-Padang Panjang-Solok-Muaro, Lubuk Linggau-Lahat-Muara Enim, Muara EnimBlimbing-Prabumulih-Simpang-Kertapati, Muara Enim-Tanjung Enim, Prabumulih-Baturaja-Kotabumi-Bandar Lampung, Lubuk LinggauPadang Rejang- Curup-Bengkulu; Memantapkan jalur kereta api yang menghubungkan PKN/PKW dengan bandara pusat penyebaran primer/sekunder/tersier dan pelabuhan internasional/pelabuhan nasional terdekatnya: Medan-Belawan;
13
e.
Membangun jalur kereta api yang menghubungkan PKN/PKW dengan bandara pusat penyebaran primer/sekunder/tersier dan pelabuhan internasional/pelabuhan nasional terdekatnya: Kisaran-pelabuhan laut nasional Bagan Asahan, Duri -pelabuhan laut internasional Dumai, Palembang-pelabuhan laut internasional Tanjung Api-api, Rengatpelabuhan nasional Kuala Enok, Sengeti-pelabuhan Muara Sabak; (3) Strategi operasionalisasi pengembangan simpul kereta api: a. Mengembangkan stasiun KA sesuai dengan fungsi dan peran kawasan perkotaan di kota Lhokseumawe, Medan, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Padang, Sibolga, Pematang Siantar, Dumai, dan Bandar Lampung, Banda Aceh, Langsa, Meulaboh, Tebing Tinggi, Kisaran, Rantau Prapat, Bukittinggi, Muaro Bungo, Sarolangun, Muara Sabak, Tanjung Api-api, Lubuk Linggau, Lahat,Bengkulu, Muara Enim, Prabumulih, Baturaja, Kalianda, dan Bakauheni, Rengat, Muaro, Taluk Kuantan, Kuala Enok, Muaro Bungo, Bangkinang, Pasir Pangarayan, Pariaman, Menggala, Curup, Manna, dan Muko-muko; b. Status simpul kereta api ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perhubungan. (4) Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan jalur kereta api antarkota di Pulau Sumatera secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 12 Strategi operasionalisasi pengembangan sistem jaringan transportasi sungai dan danau: a. Meningkatkan akses infrastruktur transportasi sungai dan danau b.
c. d. e.
antarkota/kawasan andalan/outlet untuk efisiensi; mengembangkan jaringan transportasi danau di Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Ranau, Danau Laut Tawar, dan Danau Kerinci; Merevitalisasi dan memelihara alur pelayaran Sungai Musi, Siak, Rokan, Kampar, Sungai Indragiri, dan Batanghari; Mengembangkan sarana dan prasarana pelabuhan sungai Sei Pakning, Siak, Buatan, Perawang, Tembilahan, Way Seputih; dan mengembangkan jaringan prasarana berupa alur dan prasarana keselamatan pelayaran, serta jaringan pelayanan yang terdiri atas jaringan pelayanan tetap dan teratur serta jaringan pelayanan tidak tetap dan tidak teratur, diatur lebih lanjut melalui Keputusan Menteri.
14
Pasal 13 pengembangan
Strategi operasionalisasi sistem jaringan transportasi penyeberangan: a. Meningkatkan akses infrastruktur transportasi penyeberangan antarkota/kawasan andalan/outlet untuk efisiensi; b. memantapkan lintas penyeberangan antarnegara, meliputi jalur penyeberangan Medan-Penang, Dumai-Malaka, dan Batam-Singapura; c. mengembangkan lintas penyeberangan antarprovinsi, meliputi BatamPontianak, Ketapang–Manggar, Bakauheni-Merak, Palembang-Muntok,
d.
e.
f. g.
Medan-Batam, Medan-Lhokseumawe, Medan-Pangkal Pinang, Kuala Tungkal-Tanjung Pinang, Pekanbaru-Batam, Dumai-Bengkalis-Tanjung Balai Karimun-Batam; mengembangkan lintas penyeberangan lintas kabupaten/kota dalam provinsi, meliputi Batam-Tarempa-Natuna, Sabang-Banda Aceh, SinabangMeulaboh, Sinabang-Labuhan Haji, Singkil-Pulau Banyak, Labuhan HajiSingkil, Gunung Sitoli-Sibolga, Pangkalpinang-Tanjung Pandan, BatamBintan, Muara Siberut-Padang, Tanjung Pinang-Batam, Tanjung PinangNatuna, Tanjung Pinang-Daik Lingga, Daik Lingga-Batam, Dumai-Selat Panjang-Karimun-Batam, dan Enggano-Bengkulu; mengembangkan jaringan transportasi penyeberangan dalam kabupaten/kota, meliputi jalur penyeberangan antar pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau, Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Lampung; meningkatkan akses infrastruktur transportasi untuk membuka isolasi wilayah: antar pulau-pulau kecil dan daerah pedalaman; dan meningkatkan kapasitas sarana/prasarana penyeberangan untuk melayani pergerakan barang dan manusia di kawasan perbatasan serta sebagai insentif infrastruktur untuk meningkatkan daya tarik kawasan bagi investasi.
Pasal 14 (1) Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan transportasi laut: a. pengembangan pelabuhan Sabang, Belawan, Sibolga, Teluk Bayur, Dumai, Batam, Tanjung Api-api, dan Panjang sebagai pelabuhan internasional; b. pengembangan pelabuhan Lhokseumawe/Krueng Geukeuh, Meulaboh, Bagan Asahan, Perawang, Tembilahan, Ranai, Kuala Tungkal, Tanjung Pandan, Sungai Pakning, Kuala Enok, Tanjung Kedabu, Buatan, Pulau
15
Kijang, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang, Pulau Sambu, DaboSingkep, Moro Sulit, dan Pulau Baai sebagai pelabuhan nasional; dan c. Mendorong pengembangan Pelabuhan Muara Sabak menjadi pelabuhan nasional. (2) Pelabuhan regional ditetapkan melalui peraturan daerah tentang RTRW Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi Bupati/Walikota serta Pelabuhan Lokal ditetapkan melalui Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota. (3) Strategi operasionalisasi perwujudan pelabuhan sebagai simpul utama transportasi laut secara rinci tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 15 (1) Perwujudan sistem jaringan transportasi udara dilakukan dengan: a. Meningkatkan akses infrastruktur transportasi udara antarkota/kawasan andalan/outlet untuk efisiensi; b. mengembangkan bandar udara Kuala Namu dan Hang Nadim sebagai bandar udara pusat penyebaran primer; c. mengembangkan bandar udara Minangkabau, Sultan Mahmud Badaruddin II, dan Sultan Syarif Kasim II sebagai bandar udara pusat penyebaran sekunder; dan d. mengembangkan bandar udara Radin Inten II, Ranai, Pinang Kampai, Sultan Thaha, H. AS. Hanandjoeddin, Depati Amir, Sultan Iskandar Muda, Fatmawati Soekarno, dan Kijang sebagai bandar udara pusat penyebaran tersier. e. Mengembangkan bandar udara perintis di Pulau Enggano, Pulau Mentawai, Pulau Nias, Pulau Simeuleu. (2) Strategi operasionalisasi bandar udara di Pulau Sumatera sebagai simpul utama transportasi udara secara rinci tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
Paragraf 3 Strategi Operasionalisasi Sistem Jaringan Energi Nasional Pasal 16 (1) Strategi operasionalisasi sistem jaringan energi dilakukan dengan mengembangkan sistem jaringan transmisi kelistrikan dan pembangkit tenaga listrik. (2) Meningkatkan akses infrastruktur energi untuk efisiensi.
16
(3) Pengembangan pembangkit tenaga energi listrik berbasis pertambangan batubara, panas bumi, tenaga matahari, dan angin. (4) pengembangan sistem transmisi interkoneksi se-Sumatera. (5) pengembangan jaringan transmisi SUTET yang melayani pusat-pusat kawasan andalan. (6) Pengembangan pembangkit listrik tenaga angin, matahari, atau micro hydro serta jaringan transmisi terisolasi di Pulau Weh, Pulau Sabang, Pulau Rondo, Pulau Simeuleu, Pulau Nias, Pulau Mentawai, Pulau Pagai, Pulau Enggano, Pulau Bangka, Pulau Belitung, Pulau Batam-Rempang-Galang, Pulau Bengkalis, Pulau Berhala, dan Pulau Natuna, serta pulau-pulau kecil lainnya. (7) membuka isolasi wilayah terutama di daerah pulau-pulau kecil dan daerah pedalaman. (8) pengembangan jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ditetapkan melalui Peraturan Daerah dengan memperhatikan sistem jaringan energi nasional. (9) Peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik, meliputi: a. peningkatan kapasitas atau pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan II, Padang Sidempuan, Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar, Salak, Tebing Tinggi, Maninjau, Ombilin, Tes (Bengkulu), Musi Ujan Mas (Bengkulu), Way Besai (Lampung), PLTA Koto Panjang (Riau), Inalum, Sipansihaporas, Renun (Sumatera Utara); b. peningkatan kapasitas atau pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Medan, Lembu (Payakumbuh), Tembilahan, Pangkalan Kerinci, Siak Sriindrapura, Bengkalis, Dumai, Daik, Tanjung Balai, Tanjung Pinang, Teluk Lembu, Rengat, Riau Power, Kampar; c. peningkatan kapasitas atau pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Medan, Keramasan (Sumatera Selatan); Besai, Batutegi, Tegineneng (Lampung); serta Payoselincah (Jambi); d. peningkatan kapasitas atau pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Keramasan, Desa Samaran Sarolangun (Jambi), Tanjung Enim, Tarahan (Lampung), Sicanang, Labuhan Angin (Sumatera Utara), Bangka, Belitung (Prov. Bangka Belitung); e. peningkatan kapasitas atau pemeliharaan pembangkit listrik tenaga angin di Pulau Simeuleu, Kepulauan Mentawai, Pulau Enggano, Pulau Natuna, dan Pulau Pagai; f. peningkatan kapasitas serta pemeliharaan pembangkit listrik tenaga surya di Pulau Simeuleu, Kepulauan Mentawai, Pulau Enggano, Pulau Natuna, dan Pulau Pagai; dan
17
g. peningkatan kapasitas atau pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Sibayak (Sumatera Utara). (10) Pengembangan potensi panas bumi di Kaneke, Iboih-Jaboi, Seulawah Agam, Alue Long-Bangga, Rimba Raya, Gunung Geureudong, Simpang Balik, Silih Nara, Gunung Kembar, Kafi (Aceh); Beras Tepu, Lau DebukDebuk, Pusuk Bukit-Danau Toba, Simbolon-Samosir, Pagaran, Sarula, Sipaholon Ria-Ria, Sibual-Buali, Sibubuhan, Sampuraga, Roburan, Simisioh (Provinsi Sumatera Utara); Cubadak, Lubuk Sikaping, Bonjol, Bukit Kili, Surian, Gunung Talang, Muara Labuh, Liki-Pinangawan (Sumatera Barat); Sungai Betung, Semurup, Lempur, Air Dikit, Graho Nyabu, Sungai Tenang (Provinsi Jambi), Tambang Sawah, Suban Gergok, Lebong Simpang (Provinsi Bengkulu), Rantau Dadap-Segamit, Bukit Lumut Balai, Ulu Danau, Marga Bayur, Wai Selatu (Provinsi Sumatera Selatan), Danau Ranau, Gunung Sekincau, Bacingot, Pajar Bulan, Suoh Antatai, Ulubelu, Wai Kratai, Kalianda (Provinsi Lampung). (11) Pembangunan pembangkit listrik baru: a. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan (Aceh/82 MW), Lubuk Ambacang (Riau), Asahan I (180 MW), Asahan III (174 MW) (Sumatera Utara); b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Meulaboh (Aceh/200 MW), Batang Merangin (Jambi/2 x 90 MW), Riau Power (2 x 150 MW), Teluk Lembu, Tenayan (2x 100 MW), Teluk Siri (200 MW); dan c. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulubelu (Lampung), Sibual-buali/Sarulla (550 MWe), Sungai Penuh (200 MWe), Hulu Lais (600 MWe), Lumut Balai (600 MWe), Way Panas Ulubelu (550 MWe), Pulau Weh (100 MWe), Rantau Dadap (225 MWe), Seulawah (280 MWe), Pusuk Bukit (225 MWe), Sorik Merapi (320 MWe), Muaralaboh (600 MWe), Kerinci (40 MWe), Suoh Sekincau (430 MWe), dan G. Rajabasa (80 MWe). d. Pembangkit Listrik Tenaga Angin Bagan Siapi-api (20 MW), Pulau Nias. (12) Pengembangan pipa gas dalam negeri dari Dumai-Lhoksemauwe. (13) Penyiapan sarana/prasarana untuk mengantisipasi integrasi sistem energi ASEAN: a. Jaringan pipa trans Asean: Dumai-Malaka (Malaysia), Natuna BaratDuyong (Thailand), Natuna Timur-Bangkok, Natuna Timur-Luzon via Brunei, Arun-Pauh (Malaysia); dan b. Sistem jaringan transmisi ASEAN: Batam-Singapura, Medan-Lampung, Pekanbaru-Kuala Lumpur. (14) Pembangunan pembangkit listrik bertenaga nuklir.
18
(15) Strategi operasionalisasi sistem jaringan transmisi tenaga listrik Pulau Sumatera secara rinci tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Paragraf 4 Strategi Operasionalisasi Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional
(1)
(2) (3)
(4) (5) (6)
Pasal 17 Perwujudan jaringan terestrial di Pulau Sumatera meliputi: a. Meningkatkan akses infrastruktur telekomunikasi untuk efisiensi; b. perwujudan jaringan terestrial mikro digital; c. pengembangan jaringan kabel serat optik di perkotaan PKN Lhokseumawe, Medan, Padang, Dumai, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Bandar Lampung, dan Batam; d. perwujudan jaringan terestrial mikro analog; dan e. perwujudan jaringan kabel bawah laut yang menghubungkan BatamBintan, Dumai-Bengkalis. Perwujudan sistem telekomunikasi satelit pada kota-kota PKW. Mengembangkan sarana prasarana telekomunikasi satelit pada pulaupulau kecil yang terisolir atau terpencil yaitu Pulau Enggano, Pulau Mega, Pulau Berhala, dan Pulau Nias; pembangunan stasiun bumi di Kabupaten Karo; membuka isolasi wilayah terutama di daerah pulau-pulau kecil dan daerah pedalaman; dan Strategi operasionalisasi jaringan telekomunikasi nasional di Pulau Sumatera secara rinci tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Paragraf 5 Strategi Operasionalisasi Sistem Jaringan Sumber Daya Air
(1)
(2) (3)
Pasal 18 Perwujudan fungsi sistem jaringan sumber daya air dilakukan melalui pengembangan wilayah sungai strategis nasional dan lintas provinsi serta pengembangan sarana/prasarana sumber daya air yang bertujuan untuk konservasi SDA, pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya rusak air. Meningkatkan akses infrastruktur sumber daya air untuk efisiensi. Pengelolaan wilayah sungai strategis nasional beserta DAS yang termasuk didalamnya sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ayat 1 adalah:
19
a.
b.
c. d. e.
f.
g. h.
i.
WS Meureudu – Baro di Aceh yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Meureudu, DAS Baro, DAS Tiro, DAS Pante Raja, DAS Utue, DAS Putu, DAS Trienggadeng, DAS Pangwa, DAS Beuracan, dan DAS Batee; WS Jambo Aye di Aceh yang meliputi DAS Jambo Aye, DAS Geuruntang, DAS Reungget, DAS Lueng, DAS Simpang Ulim, DAS Malehan, DAS Julok Rayeu, DAS Keumuning, DAS Gading, DAS Idi Rayeuk, DAS Lancang, DAS Jeungki, DAS Peundawa Puntong, dan DAS Leugo Rayeuk; WS Woyla – Seunagan di Aceh yang meliputi DAS Woyla dan DAS Seunagan; WS Tripa – Bateue di Aceh yang meliputi DAS Tripa dan DAS Bateue; WS Belawan – Ular di Provinsi Sumatera Utara yang meliputi DAS Belawan, DAS Ular, DAS Deli, DAS Belumai, DAS Padang, DAS Martebing, DAS Kenang, DAS Serdang, DAS Percut, DAS Bedagai, dan DAS Belutu; WS Toba – Asahan di Provinsi Sumatera Utara yang meliputi DAS Danau Toba, DAS Sei Asahan, DAS Silau, DAS Tanjung, dan DAS Suka; WS Batang Angkola – Batang Gadis di Provinsi Sumatera Utara yang meliputi DAS Batang Angkola dan DAS Batang Gadis; WS Siak di Provinsi Riau yang meliputi DAS Siak, DAS Siak Kecil, DAS Bukit Batu, DAS Pelintung, DAS Tapung Kanan, DAS Tapung Kiri, DAS Masigit, DAS Bulu Kala, DAS Mandau, dan DAS Dumai; WS Kampar (Riau – Sumatera Barat) yang meliputi DAS Kampar, DAS Kampar Kiri, DAS Kampar Kanan, DAS Bt. Kapur, dan DAS Bt. Mahat;
j.
WS Indragiri (Riau – Sumatera Barat) yang meliputi DAS Kuantan, DAS Indragiri, DAS Gaung Anak Serka, DAS Guntung, DAS Kateman, DAS Palangki, DAS Ombilin, dan DAS Sinamar; k. WS Reteh di Provinsi Riau yang meliputi DAS Reteh dan DAS Gangsal; l. WS Pulau Batam – Pulau Bintan di Provinsi Kepulauan Riau; m. WS Anai – Kuranji – Arau – Mangau – Antokan- Akuaman di Provinsi Sumatera Barat yang meliputi DAS Anai, DAS Kuranji, DAS Arau, DAS Mangau, DAS Antokan, DAS Air Dingin, DAS Tapakis, DAS Ulakan, DAS Andaman, DAS Pariaman, DAS Manggung, DAS Naras, DAS Limau, DAS Kamumuan, DAS Paingan, DAS Tiku, dan DAS Bungus;
20
n.
o.
p.
(4)
WS Sugihan di Provinsi Sumatera Selatan yang meliputi DAS Burung, DAS Gaja Mati, DAS Pelimbangan, DAS Beberi, DAS Olok, DAS Daras, DAS Medang, dan DAS Padang; WS Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan yang meliputi DAS Banyuasin, DAS Senda, DAS Limau, DAS Ibul, DAS Puntian, DAS Pangkalan Balai, DAS Buluain, DAS Kepayang, DAS Mangsang, DAS Kedawang, DAS Titikan, DAS Mendes, DAS Tungkal, DAS Keluang, DAS Lalan, DAS Supat, dan DAS Lilin; dan WS Way Seputih – Way Sekampung di Provinsi Lampung yang
meliputi DAS Seputih, DAS Sekampung, DAS Wako, DAS Kambas, DAS Penet, DAS Kuripan, DAS Sabu, dan DAS Sukamaju. Pengelolaan wilayah sungai lintas provinsi beserta DAS yang termasuk didalamnya sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat 1 adalah: a. WS Alas – Singkil (Nanggroe Aceh Darussalam - Sumatera Utara) yang meliputi DAS Lae Pardomuan, DAS Lae Silabuhan, DAS Lae Siragian, DAS Lae Singkit, dan DAS Lae Kuala Baru; b. WS Batang Natal – Batang Batahan (Sumatera Utara - Sumatera Barat) yang meliputi DAS Batang Batahan dan DAS Batang Natal; c. WS Rokan (Riau - Sumatera Barat - Sumatera Utara) yang meliputi DAS Rokan, DAS Bangko, DAS Rokan Kiri, DAS Rokan Kanan, DAS Kubu, DAS Sumpur, DAS Sontang, DAS Asik, DAS Air Pesut, DAS Sibinail, DAS Pagang, DAS Pincuran Panjang, dan DAS Timbawan; d. WS Batanghari (Jambi – Sumatera Barat) yang meliputi DAS Batanghari, DAS Tungkal, DAS Bentaro, DAS Mandahara, DAS Lagan, DAS Air Hutan, DAS Jujuhan, DAS Siat, DAS Timpeh, DAS Kuko, DAS Pangean, DAS Momong, DAS Sipotar, DAS Sangir, DAS
e.
f.
g.
Talantam, DAS Bangko, DAS Gumanti, DAS Pinti Kayu, dan DAS Pkl. Duri Besar; WS Musi (Sumatera Selatan – Bengkulu – Lampung) yang meliputi DAS Musi, DAS Lakitan, DAS Kelingi, DAS Rawas, DAS Semangus, dan DAS Batang Hari Leko; WS Mesuji – Tulang Bawang (Lampung – Sumatera Selatan) yang meliputi DAS Mesuji, DAS Tulang Bawang, DAS Tanjung Pasir, DAS Randam Besar, DAS Sibur Besar, DAS Tawar, DAS Bati Dalam Kecil, DAS Randam Besar, dan DAS Meham Kecil; WS Teramang – Ipuh (Bengkulu – Jambi) yang meliputi DAS Teramang, DAS Ipuh, DAS Retak, DAS Buluh, DAS Selagan, DAS Bantal, DAS Dikit, dan DAS Manjuto; dan
21
h.
(5)
(6)
WS Nasal – Padang Guci (Bengkulu-Sumatera Selatan-Lampung) yang meliputi DAS Air Nasal, DAS Air Sambat, DAS Air Tetap, DAS Air Luas, DS Air Kinal, DAS Air Padang Guci, DAS Air Sulau, DAS Air Kedurang, DAS Air Bengkenang, dan DAS Air Manna. Wilayah sungai lintas kabupaten/kota dan wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah dikembangkan dengan memperhatikan wilayah sungai nasional. pengembangan sarana/prasarana sumber daya air yang terdiri atas: a. pemeliharaan, peningkatan dan perluasan jaringan-jaringan irigasi; b.
pemeliharaan kawasan di sekitar bendung, yang meliputi bendung Ceraceu, Gunung Pudung, bendung Susoh, bendung Tenggulon, bendung Datar Diana, bendung Lawe Bulan, bendung Jambo Aye, bendung Krueng Peusangan, bendung Krueng Pase, bendung Krueng Tuan, bendung Paya Nie, bendung Jeuram, bendung DI Rajui, bendung Baro Jaya, bendung Tiro, bendung Rubee, bendung Suak Lamatan, bendungan Siruar, bendung Bahbolon, bendung Batang Angkola, bendung Batang Gadis, bendung Sigura-gura, bendung Batang Anai, bendung Batang Batahan, bendung Batang Tongar, -Riau – bendung Kotopanjang, bendung Uwai, bendung Sungai Lipat, bendung Lagan Hulu, bendung Sabak, bendung Dendang, bendung Sei Tanduk, bendung Lambur, bendung Pamusiran, bendung Simpang, bendung Rantau Pasau, bendung Sei Siulakderas, bendung Sei BT Sangkar, bendung Sei Koto Iman, bendung Batang Uleh, bendung Sei Kemang, bendung Batang Bungo, bendung Sei Betuk, bendung Sei Tiangko, bendung Sei BT Nibung, bendung Batang Merangin, bendung Batang Asai, bendung Sei Mengkuang, bendung Batang Rebah, bendung BT Limun Singkut, bendung Rawa Singkut, bendung Batang Singkut, bendung Payo Lebar, bendung Rawa Tembesi, bendung Rawa Sei Duren, bendung Rawa Mengkuang, bendung Sei Suka Rame, bendung Sei Hitam, bendung Sei Pagar Puding, bendung Sei Samat, bendung Payo Lebar, bendung Pematang Lumut, bendung Sei Melawai, bendung Bungin, bendung Sei Sembilang, bendung Kuamang Kuning, bendung Rawa Pulai, bendung Rawa Lumbuk Ruso, bendung Klingi Tugu Mulyo, bendung Lintang Kanan, bendung Perjaya, bendung Belitang I, bendung Komering Selatan, bendung Komering Utara, bendung Belitang II, bendung Muko-muko Kiri, bendung Air Majunto, bendung Air Kesubun, bendung Air Lais Kurotidur, bendung Air Seluma, bendung Air Selebang Kedurang, bendung Batutegi, bendung Way Rarem,
22
c.
(7)
bendung Way Jepara, bendung Agroguruh, bendung Garongan, bendung Way Raman Utara, bendung Way Bumi Agung, bendung Way Umpu, bendung Way Curup, bendung Renggiang, bendung Membalong, bendung Perepat, bendung Air Rias, bendung Air Bak, bendung Kelapa Kera, bendung Metukul, bendung Kampung Zed, bendung Lagoi, Danau Tes, Air Musi, Seginim, Air Kesubun, Bendung Batang Ule, Bendung Sei Mabu, Bendung Batanghari; dan pengembangan dan pemeliharaan sistem jaringan air bersih untuk melayani kawasan perkotaan nasional, kawasan andalan, kawasan
strategis nasional. Strategi operasionalisasi sistem pengelolaan wilayah sungai di Pulau Sumatera secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Bagian Ketiga Strategi Operasionalisasi Pola Ruang Nasional Paragraf 1 Strategi Operasionalisasi Perwujudan Kawasan Lindung Nasional
(1)
(2) (3) (4) (5) (6)
(7) (8)
Pasal 19 Strategi operasionalisasi pelestarian kawasan lindung meliputi strategi pelestarian kawasan lindung nasional dan kawasan-kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi. Mengembangkan dan mempertahankan kawasan konservasi dan berfungsi lindung. Mempertahankan kawasan berfungsi lindung yang telah berfungsi dan merestorasi yang terdegradasi. Mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan dan budidaya non hutan yang dekat dengan kawasan berfungsi lindung. Mengembangkan kawasan berfungsi lindung sesuai dengan kriteria teknisnya. Mengembangkan kawasan lindung bernilai konservasi tinggi dan koridorkoridor sebagai penghubung antarkawasan berfungsi lindung (connectivity zone). Mempertahankan kawasan konservasi keanekaragaman hayati hutan tropis basah. Mengembangkan pusat penelitian keanekaragaman hayati hutan tropis basah dunia.
23
(9)
Strategi pelestarian kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya dilakukan dengan: a. Pengembangan dan pengelolaan kawasan suaka margasatwa meliputi: Rawa Singkil-Rawa Trumon, Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Barumun, Siranggas, Dolok Surungan, Pagai Selatan, Kerumutan, Danau Pulau Besar/Danau Pulau Bawah, Giam Siak Kecil, Balai Raja, Tasik Besar/Tasik Metas, Tasik Serkap/Tasik Sarang Burung, Pusat Pelatihan Gajah, Tasik Tanjung Padang, Tasik Belat, Bukit Batu, Gumai Pasemah, Gunung Raya, Isau-Isau Pasemah, b.
c.
d.
e. f.
g. h.
Bentayan, Dangku, Padang Sugihan, Bukit Rimbang-Bukit Baling; Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan cagar alam meliputi: Dolok Sibual-buali, Dolok Sipirok, Kelompok Hutan Bakau Pantai Timur, Cagar Alam Laut Pulau Anak Krakatau; Pengembangan dan pengelolaan kawasan cagar alam meliputi: Hutan Pinus Jhanto, Cagar Alam Lubuk Raya, Cagar Alam Sei Ledong, Cagar Alam Rimbo Panti Reg. 75, Cagar Alam Lembah Anai, Cagar Alam Batang Pangean I, Cagar Alam Arau Hilir, Cagar Alam Melampah Alahan Panjang, Cagar Alam Gunung Sago, Cagar Alam Maninjau Utara Dan Selatan, Cagar Alam Gunung Singgalang Tandikat, Cagar Alam Gunung Merapi, Cagar Alam Barisan I, Cagar Alam Air Terusan, Cagar Alam Bukit Bungkuk, Cagar Alam Cempaka, Cagar Alam Air Ketebat Danau Tes Reg. 57, Cagar Alam G. Lalang-G. Menumbing-G. Maras-G. Mangkol-G. Permisan-Jening Mendayung, Batang Pangean II Reg. 49, Air Putih, Sungai Betara, Danau Dusun Besar Reg. 61, Teluk Klowe Reg. 96; Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan taman nasional meliputi: Gunung Leuser, Batang Gadis, Siberut, Tesso Nilo, Bukit Tiga Puluh, Bukit Dua Belas, Berbak, Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Sembilang; Pengembangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Laut Anambas; Pengembangan pengelolaan kawasan taman hutan raya meliputi Pocut Meurah Intan, Bukit Barisan, Dr. M. Hatta, Syarif Hasyim/Minas, Thaha Saifuddin, Raja Lelo, dan Wan Abdul Rachman; Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan Taman Wisata Alam Sungai Dumai; Pengembangan pengelolaan kawasan taman wisata alam meliputi Holiday Resort, Muka Kuning, Sungai Bengkal, Bukit Kaba, dan Pantai Panjang - Pulau Baai;
24
i.
j.
k.
Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan taman wisata alam laut meliputi Pulau Weh, Kepulauan Banyak, Perairan Pulau PinangSiumat-Simanaha (Pisisi), Pengembangan pengelolaan kawasan taman wisata alam laut meliputi Sabang, Enggano, Kepulauan Pieh, Perairan Belitung, dan Lampung Barat; Melestarikan kawasan cagar budaya atau kawasan bersejarah Medan Pulau Samosir, Pagaruyung, Bukittinggi, Candi Muara Jambi, Candi Muara Takus, Istana Siak, dan Istana Sayap Pelalawan;
l.
merehabilitasi kawasan pantai berhutan bakau di sepanjang pantai barat, timur dan selatan; m. melestarikan kawasan pantai berhutan bakau di sepanjang garis pantai Pulau Nias, Pulau Natuna, Pulau Bintan, Pulau Sabang, Kepulauan Mentawai, Pulau Bangka, Pulau Belitung, Pulau Krakatau, Pulau Bengkalis; dan n. Strategi pelestarian kawasan lindung lainnya dilakukan dengan mengembangkan pengelolaan kawasan taman buru meliputi Lingga Isaq, Pulau Pini, Semidang Bukit Kabu, dan Gunung Nanu’ua. (10) Strategi pelestarian kawasan-kawasan dengan nilai konservasi tinggi: a. Mengembangkan dan merestorasi kawasan-kawasan Angkola, Baleq, Batang Toru, Baturidjal, Bikang, Bintan Utara, Bukit Bahar-Tajau Pecah, Danau Laut Tawar, Danau Toba, Dataran Banjir Ogan Komering Lebaks, Dirgahayu Rimba, Geureudong, Gunung Dempo, Gunung Sagu, Gunung Singgalang, Gunung Talakmau, Hutan Meranti, Hutan Rawa Gambut Barumun Rokan, Hutan Rawa Gambut Siak Kampar, Hutan Raya Bukit Barisan, Hutan Siberut Utara, Jambo
b.
(Seulawah), Lae Raso, Lubuk Selasih, Malampah Alahan Panjang, Marawang, Mareno, Merang, Pagai Utara, Pagar Alam, Pesisir Pantai Jambi, Pesisir Riau Tenggara, Pesisir Timur Pantai Sumatera Utara, Pulau Enggano, Pulau Natuna, Pulau Simeuleu, Pulau Sipora, Rawa Lunang, Rawa Tapus, Rawa Tripa, Siberut, Sidiangkat, Sipurak, Soraya, Tahura Bengkulu, Tanjung Koyan-Selokan, Toboali, TrumonSingkil, Ulu Masen, Bukit Bakar-Bukit Gajah, Bukit Panjang-Bukit Siguntang, Japura, Kemumu, Kepahiang, Kepulauan Lingga, Pasir Ganting, Pulau Belitung, Nias, Pulau Weh, Rawa Pacing Tulang Bawang, Sicike-cike, Sungai Batang Hari, Tana Massa, Tuntungan; dan Pengembangan koridor-koridor yang berfungsi sebagai penghubung antar kawasan lindung.
25
(11) Strategi operasionalisasi pengelolaan kawasan rawan bencana alam gerakan tanah atau longsor dilakukan dengan mengendalikan perkembangan kegiatan budidaya pada kota-kota dan kawasan-kawasan andalan di Kabupaten Pidie, Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Timur, Aceh Tenggara, Gayo Luwes, Labuhan Batu, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Karo, Agam, Padang Panjang, Pasaman, Padang, Solok, Pesisir Selatan, Sawahlunto, Solok Selatan, Tanah Datar, Kampar, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Bengkalis, Pelalawan, Rokan Hulu, Merangin, Kerinci, Lahat, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan, Pagar Alam, Empat Lawang, Muara Enim, Lampung Barat dan Lampung Selatan. (12) Strategi operasionalisasi pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana alam geologi: a. Mengendalikan perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya yang berlokasi pada atau dekat kawasan rawan bencana gempa bumi, terutama di wilayah sekitar Banda Aceh, Sinabang, Sabang, Padang, Lubuk Sikaping, Bukittinggi, Sibolga, Padang Aro, Lubuk Linggau, Pagaralam, Manna, Muko-muko, Arga Makmur, Curup, Kepahiang, Lebong, Seluma, Bintuhan, Bengkulu, dan Liwa-Krui; b. Mengendalikan perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya yang berlokasi di sekitar kawasan gunung api Puet Sague, Sorik Merapi, Sinabung dan Sibayak, Talang, Kerinci, Daun, Kaba, Koba Dempo, Dempo, dan Merapi; c. Mengendalikan perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya yang berada di pesisir dan pulau-pulau di bagian pantai barat dan pantai selatan dari bencana tsunami dan kenaikan muka air laut; dan d. Mengendalikan perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya yang berada di pesisir dan pulau-pulau di bagian pantai timur dari bencana kenaikan muka air laut. (13) Kawasan perlindungan setempat ditetapkan melalui Peraturan Daerah dengan memperhatikan pelestarian ekosistem. (14) Strategi operasionalisasi pelestarian kawasan lindung di Pulau Sumatera secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
26
Paragraf 2 Strategi Operasionalisasi Perwujudan Kawasan Budi Daya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
Pasal 20 Perwujudan Kawasan Budi Daya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional dilakukan dengan mengembangkan: a. Kawasan Andalan Darat; dan b. Kawasan Andalan Laut Pengelolaan dan pengembangan kawasan peruntukan pertanian, perkebunan, hutan produksi, hutan rakyat, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, dan lainnya, yang tidak termasuk dalam kawasan andalan nasional ditetapkan melalui Peraturan Daerah, dan dilakukan secara bersinergi dengan pengembangan kawasan andalan nasional. Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan Pulau Sumatera secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 21 Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan darat: a. strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan sektor unggulan pertanian dan perkebunan; b. strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan sektor unggulan perikanan; c. strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan sektor unggulan kehutanan; d. strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan sektor unggulan pertambangan; e. strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan
dengan dengan dengan dengan dengan
sektor unggulan industri; dan f. strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan pariwisata. Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian dan perkebunan: a. Mempertahankan luasan kawasan pertanian pangan sawah beririgasi teknis; b. Memelihara prasarana sumber daya air;
27
c. d. e.
f. g. h. i.
j.
k.
Pengendalian/mencegah alih fungsi lahan kawasan pertanian pangan sawah beririgasi teknis menjadi non sawah; Mengembangkan upaya pencetakan kawasan pertanian pangan sawah berbasis kriteria teknis kesesuaian lahan dan kelayakan rawa; Mengembangkan waduk/konservasi air di bagian hulu dan prasarana sumber daya air untuk pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air; Pengembangan pusat industri dan distribusi surplus energi; Pengembangan sistem transmisi interkoneksi antarpulau (Pulau Sumatera ke Pulau Jawa-Bali); Pengembangan kawasan agrobisnis perkebunan; Mengembangkan kawasan pertanian pada kawasan andalan Banda Aceh dan Sekitarnya, Lhokseumawe dan Sekitarnya, Pantai Barat Selatan dan Sekitarnya, Mebidangro dan Sekitarnya, Pematang Siantar dan Sekitarnya, Rantau Prapat-Kisaran dan Sekitarnya, Tapanuli dan Sekitarnya, Padang Pariaman dan Sekitarnya, AgamBukittinggi (PLTA Kuto Panjang), Solok dan Sekitarnya (Danau Kembar Diatas/Dibawah-PIP Danau Singkarak-Lubuk Alung-Ketaping), Pekanbaru dan Sekitarnya, Palembang dan Sekitarnya, Bengkulu dan Sekitarnya, Rengat-Kuala Enok-Taluk Kuantan-Pangkalan Kerinci, Muara Bulian-Pantai Timur Jambi dan Sekitarnya, Muara Enim dan Sekitarnya, Manna dan Sekitarnya, Mesuji dan Sekitarnya; Pantai Barat Selatan dan Sekitarnya, Mentawai dan Sekitarnya, Lubuk Linggau dan Sekitarnya, Bangka, Belitung, Bandar Lampung-Metro, Kotabumi dan Sekitarnya, Liwa-Krui; Mengembangkan kawasan perkebunan kelapa sawit di kawasan andalan Lhokseumawe dan Sekitarnya, Pantai Barat Selatan, Mebidangro, Pematang Siantar, Rantau Prapat-Kisaran, Pekanbaru, Duri-Dumai, Rengat-Kuala Enok-Taluk Kuantan-P. Kerinci, Ujung BatuBagan Batu, Muara Bulian-Pantai Timur Jambi, Muara Bungo, Muara Enim, Lubuk Linggau, Bengkulu, Manna, Bandar Lampung-Metro, Mesuji, dan Kotabumi; Mengembangkan kawasan peruntukan perkebunan karet di kawasan andalan Pantai Barat Selatan dan Sekitarnya, Mebidangro dan Sekitarnya, Pematang Siantar dan Sekitarnya, Rantau Prapat-Kisaran dan Sekitarnya, Pekanbaru dan Sekitarnya, Duri-Dumai, Rengat-Kuala Enok-Taluk Kuantan-Pangkalan Kerinci, Ujung Batu-Bagan Batu, Muara Bulian-Pantai Timur Jambi, Muara Bungo dan Sekitarnya, Muara Enim dan Sekitarnya, Lubuk Linggau, Bengkulu dan Sekitarnya,
28
(3)
(4)
(5)
Manna dan Sekitarnya, Bangka dan Sekitarnya, Belitung dan Sekitarnya, kawasan Mesuji dan sekitarnya, Kotabumi dan Sekitarnya; l. Mengembangkan kawasan perkebunan kopi di kawasan andalan Tapanuli dan Sekitarnya, Kawasan Liwa – Krui, serta Kotabumi dan Sekitarnya; dan m. Mengembangkan kawasan perkebunan tembakau di kawasan andalan Mebidangro dan Sekitarnya. Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan perikanan: a. Pengembangan pusat pertumbuhan sebagai lokasi industri pengolahan dan jasa hilir dan hulu (pupuk dan pestisida) mendukung agrobisnis dan industri kelautan (perkapalan dan prasarana kelautan); dan b. Mengembangkan kawasan perikanan pada kawasan andalan Pantai Barat Selatan, Mebidangro, Rantau Prapat-Kisaran, Nias dan Sekitarnya, Padang Pariaman dan Sekitarnya, Mentawai dan Sekitarnya, Duri-Dumai dan Sekitarnya, Zona Batam-Tanjung Pinang dan Sekitarnya, Bengkulu dan Sekitarnya, Manna dan Sekitarnya, Bangka, Kotabumi dan Sekitarnya, Palembang dan Sekitarnya, Muara Bulian-Pantai Timur Jambi, Muara Bungo dan Sekitarnya, Kawasan andalan Laut dan sekitarnya serta Bandar Lampung-Metro. Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan: a. Mengembangkan kawasan sentra produksi kehutanan (hutan produksi terbatas) pada kawasan andalan Rantau Prapat-Kisaran dan Sekitarnya, Muara Bungo dan Sekitarnya, Palembang dan Sekitarnya, Rengat-Kuala Enok-Taluk Kuantan-Pangkalan Kerinci. Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan: a. Pengembangan kawasan pertambangan mineral; b. Pengembangan kawasan pertambangan minyak dan gas; c. Pengembangan pusat pertumbuhan sebagai lokasi industri pengolahan dan jasa hilir dan hulu mendukung kawasan pertambangan; dan d. Mengembangkan kawasan pertambangan pada kawasan andalan Pantai Barat Selatan dan Sekitarnya, Tapanuli dan Sekitarnya, Pekanbaru dan Sekitarnya, Natuna dan Sekitarnya, Muara BulianPantai Timur Jambi dan Sekitarnya, Muara Bungo dan Sekitarnya,
29
(6)
Muara Enim dan Sekitarnya, Palembang dan Sekitarnya, Pantai Barat Selatan, Solok dan Sekitarnya (Danau Kembar Diatas/Dibawah-PIP Danau Singkarak-Lubuk Alung-Ketaping) serta kawasan andalan Laut Krakatau dan sekitarnya; Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan industri: a. Pengembangan zona kawasan industri pengolahan berbasis berdaya saing global dan IPTEK; b. Mengembangkan klaster-klaster industri kreatif berbasis keunikan c.
d.
e.
f.
g.
budaya dan alam; Pengembangan kawasan agroindustri kelapa sawit di Kawasan Andalan Lhokseumawe dan Sekitarnya, Pematang Siantar dan Sekitarnya, Rantau Prapat-Kisaran, Pekanbaru dan Sekitarnya, DuriDumai dan Sekitarnya, Rengat-Kuala Enok-Taluk Kuantan-Pangkalan Kerinci, Ujung Batu-Bagan Batu, Muara Bungo dan Sekitarnya, Bandar Lampung-Metro, Kawasan Andalan Bengkulu dan Sekitarnya; Pengembangan kawasan agroindustri karet di Kawasan Banda Aceh dan Sekitarnya, Kawasan Pematang Siantar dan Sekitarnya, Kawasan Rantau Prapat-Kisaran, Kawasan Padang Pariaman dan Sekitarnya, Kawasan Pekanbaru dan Sekitarnya, Kawasan Duri-Dumai dan Sekitarnya, Kawasan Rengat-Kuala Enok-Taluk Kuantan-Pangkalan Kerinci, Kawasan Muara Bulian-Pantai Timur Jambi dan Sekitarnya, Kawasan Muara Bungo dan Sekitarnya, Kawasan Palembang dan Sekitarnya, Kawasan Bengkulu dan Sekitarnya, Kawasan Manna dan Sekitarnya, Kawasan Bangka, Kawasan Belitung, Kawasan Solok dan Sekitarnya (Danau Kembar Diatas/Dibawah-PIP Danau SingkarakLubuk Alung-Ketaping) dilakukan, Kawasan Lubuk Linggau dan Sekitarnya, Kawasan Mesuji dan Sekitarnya; Pengembangan kawasan agroindustri kopi di Kawasan Banda Aceh dan Sekitarnya, Kawasan Tapanuli dan Sekitarnya, Kawasan Muara Bungo dan Sekitarnya; Mengembangkan kawasan-kawasan bagi kegiatan industri berbasis IPTEK di Kawasan Perkotaan Metropolitan Medan-Binjai-Deli SerdangKaro (Mebidangro), Kawasan Zona Batam-Tanjung Pinang dan Sekitarnya, Kawasan Muara Bulian-Pantai Timur Jambi dan Sekitarnya, Kawasan Palembang dan Sekitarnya; Mengembangkan kawasan industri pengolahan pupuk di Kawasan Lhokseumawe dan Sekitarnya, Kawasan Duri-Dumai dsk, Kawasan
30
h.
i.
(7)
Pekanbaru dsk, Kawasan Rengat-Kuala Enok-Taluk KuantanPangkalan Kerinci, Kawasan Palembang dan Sekitarnya; Mengembangkan kawasan industri pengolahan minyak (kilang) dan gas bumi di Kawasan andalan Lhokseumawe dan Sekitarnya, Kawasan Duri – Dumai dan sekitarnya, Ujung Batu-Bagan Batu, serta Kawasan Natuna dan Sekitarnya; dan Mengembangkan klaster-klaster industri kreatif di Kawasan Perkotaan Metropolitan Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo (Mebidangro), Kawasan Tapanuli dan Sekitarnya, Kawasan Solok dan Sekitarnya (Danau
Kembar Diatas/Dibawah-PIP Danau Singkarak-Lubuk Alung-Ketaping), Kawasan Palembang dan Sekitarnya, Kawasan Muara Bulian-Pantai Timur Jambi dan Sekitarnya. Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan pariwisata: a. Pengembangan kawasan pariwisata berbasis keunikan budaya; b. Pengembangan kawasan pariwisata berbasis potensi alam wisata unggulan; c. Pengembangan pusat pariwisata berbasis MICE; d. Mengembangkan kawasan pariwisata alam pada Kawasan Banda Aceh dan Sekitarnya (Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan, Pulau Weh, dan Sungai Alas), Kawasan Andalan Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo/Mebidangro (Dataran Tinggi Karo), Kawasan Pematang Siantar dan Sekitarnya (agrowisata Raya), Kawasan Tapanuli dan Sekitarnya (Huta Ginjang, Danau Toba, Sidikalang), Kawasan Nias dan Sekitarnya, Kawasan Padang Pariaman dan Sekitarnya, Kawasan Agam-Bukit Tinggi (PLTA Koto Panjang) (TN Bukit Tiga Puluh, HW Sungai Dumai, THR Sultan Syarif Hasyim, Danau Maninjau, Ngarai Sianok, Gunung Singgalang), Kawasan Solok dan Sekitarnya (Danau Kembar Diatas/Dibawah-PIP Danau Singkarak-Lubuk Alung-Ketaping), Kawasan andalan Mentawai dsk (TN Siberut), Kawasan Zona Batam-Tanjung Pinang dan Sekitarnya (Pulau Bintan, Pulau Karimun, Pulau Batam, Pulau Penyengat), Kawasan Bangka (Pulau Belitung, Manggar, Matras dan Pantai Parai Tenggiri, Gunung Menumbung, Pantai Remodong), Kawasan Belitung, dan Kawasan Bandar Lampung-Metro (Pulau Krakatau, Pantai Merak Belantung, Pantai Pasir Putih), Pekan Baru dan sekitarnya (Kerumutan Nature Reserve), Lubuk Linggau dsk (Gunung Dempo), Muara Enim dsk (Danau Ranau, Air Terjun Curup Tenang, Palembang dsk (Gua Putri dan Taman Nasional Sembilang),
31
e.
Kawasan Muara Bulian-Pantai Timur Jambi dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Muara Bungo dsk (Danau Kerinci, Taman Nasional Kerinci Seblat, Gunung Kerinci, Taman Nasional Bukit Duabelas), Kawasan Andalan Bengkulu dan Sekitarnya (Kawasan Gunung Bukit Kaba), Kawasan Manna dan Sekitarnya; dan Mengembangkan kawasan pariwisata budaya pada Kawasan Banda Aceh dan Sekitarnya, Kawasan Perkotaan Metropolitan Medan-BinjaiDeli Serdang-Karo/Mebidangro, Kawasan Pematang Siantar dan Sekitarnya, Kawasan Tapanuli dan Sekitarnya (Tarutung, Pulau Samosir, Sidikalang), Kawasan Nias dan Sekitarnya, Kawasan Padang Pariaman dan Sekitarnya, Kawasan Agam-Bukit Tinggi (PLTA Kuto Panjang) (Bukittinggi, Batu Basurek, Istana Pagaruyung, Batu Sangkar), Kawasan Solok dan Sekitarnya (Danau Kembar Diatas/Dibawah-PIP Danau Singkarak-Lubuk Alung-Ketaping), Kawasan Zona Batam-Tanjung Pinang dan Sekitarnya (kawasan situs kerajaan Lingga), Kawasan Bangka, Kawasan Belitung, Kawasan Liwa Krui (situs Pugung), Pekanbaru dsk (situs Candi Muara Takus, situs kesultanan Siak), Palembang dsk (situs kerajaan Sriwijaya), Muara Bulian-Pantai Timur Jambi (candi Muara Jambi, situs kerajaan Sriwijaya), Kawasan Bengkulu dan Sekitarnya (Benteng Marlborough, Tabot, Istana Gubernur Raffles).
(1)
Pasal 22 Strategi operasionalisasi pengembangan kawasan andalan laut meliputi: a. Mengembangkan kawasan pertambangan migas dan mineral lepas pantai pada kawasan andalan laut Lhokseumawe-Medan dan
b.
c.
d.
Sekitarnya, Selat Malaka dan Sekitarnya, Natuna dan Sekitarnya, Krakatau dan Sekitarnya, Nias dan Sekitarnya, Batam dan Sekitarnya; Mengembangkan kawasan perikanan laut pada kawasan andalan laut Lhokseumawe-Medan dan Sekitarnya, Selat Malaka dan Sekitarnya, Mentawai-Siberut dan Sekitarnya, Batam dan Sekitarnya, Natuna dan Sekitarnya, Bengkulu dan Sekitarnya serta Kawasan Liwa - Krui; Mengembangkan zona perikanan tangkap pada kawasan andalan laut Lhokseumawe dan Sekitarnya, Nias dan Sekitarnya, Bangka dan Sekitarnya, Krakatau dan Sekitarnya; Mengembangkan kawasan pariwisata bahari pada Kawasan Andalan Laut Mentawai-Siberut dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Batam dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Natuna dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Bangka dan Sekitarnya, Kawasan Andalan
32
e.
Laut Bengkulu dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Laut Krakatau dan Sekitarnya, TWAL Pulau Weh, TWAL Kepulauan Banyak, TWAL Pisisi, TWAL Sabang, TWAL Enggano, TWAL Kepulauan Pieh, TWAL Belitung, TWAL Lampung Barat, Taman Nasional Laut Anambas, Cagar Alam Laut Pulau Anak Krakatau; dan Mengembangkan pusat industri perikanan pada kota-kota PKN dan PKW yang berada di pesisir. Paragraf 3 Strategi Perwujudan Kawasan Strategis Nasional
(1)
Pasal 23 Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan strategis nasional merupakan langkah-langkah pelaksanaan untuk mewujudkan fungsi kawasan strategis nasional yang mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia, yang terdiri atas: a. mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil terluar sebagai titik pangkal batas negara; b. kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan di Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 2 pulau kecil terluar (Pulau Rondo dan Berhala) dengan negara India/Thailand/Malaysia (Aceh dan Sumatera Utara), Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar (Pulau Sentut, Tokong Malang Biru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong
c.
Belayar, Tokong Boro, Semiun, Sebetul, Sekatung, Senua, Subi Kecil, Kepala, Batu Mandi, Iyu Kecil, Karimun Kecil, Nipa, Pelampong, Batu Berhanti, dan Nongsa) dengan negara Malaysia/Vietnam/Singapura (Provinsi Riau dan Kepulauan Riau), Kawasan Perbatasan Negara dengan laut lepas termasuk 12 pulau kecil terluar (Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Raya, Rusa, Benggala, Simuk, Wunga, Sibarubaru, Sinyaunyau, Enggano, Mega, Batu Kecil (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung); kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Industri Lhokseumawe (Aceh), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (Aceh), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam (Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam), Kawasan Perkotaan Medan – Binjai –
33
d.
e.
(2)
(3)
(4)
Deli Serdang – Karo (Mebidangro) (Provinsi Sumatera Utara), Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (Provinsi Kepulauan Riau), Kawasan Selat Sunda (Provinsi Lampung); kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi di Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang (Provinsi Sumatera Barat); dan kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pelestarian fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di Kawasan Ekosistem Leuser (Aceh dan Sumatera Utara), Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya
(Provinsi Sumatera Utara), Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh (Provinsi Riau dan Sumatera Barat), Kawasan Hutan Lindung Mahato (Provinsi Riau), Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat (Provinsi Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan), Kawasan Taman Nasional Berbak (Provinsi Jambi), Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Provinsi Jambi dan Riau), Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (Provinsi Jambi). Strategi operasionalisasi kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e disusun dengan rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang diatur dengan Peraturan Presiden. Strategi operasionalisasi perwujudan pengembangan Pulau Simeulue, Salaut Besar, Raya, Rusa, Benggala, Simuk, Wunga, Sibarubaru, Sinyaunyau, Enggano, Mega, dan Batu Kecil sebagai pulau-pulau kecil terluar dilakukan dengan mendorong pengembangannya dengan pendekatan gugus pulau secara berkelanjutan untuk mempertahankan eksistensinya sebagai titik dasar dan titik referensi wilayah kedaulatan negara. Penetapan kawasan strategis provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dalam RTRW Provinsi dengan memperhatikan nilai strategis provinsi. BAB V ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
(1) (2)
Pasal 24 Arahan pemanfaatan ruang disusun dalam indikasi program utama jangka menengah lima tahunan dengan mengacu pada RTRWN. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan memuat program utama dan instansi pelaksana untuk mewujudkan fungsi struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional, yang terdiri atas: a. indikasi program utama perwujudan fungsi sistem perkotaan nasional;
34
b. c. d. e. f. g.
(3)
(4)
indikasi program utama perwujudan fungsi jaringan jalan nasional; indikasi program utama perwujudan fungsi jaringan jalur kereta api; indikasi program utama perwujudan fungsi jaringan transportasi penyeberangan; indikasi program utama perwujudan pelabuhan internasional dan pelabuhan nasional; indikasi program utama perwujduan fungsi bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer, sekunder, dan tersier; indikasi program utama perwujudan fungsi jaringan transmisi tenaga
listrik; h. indikasi program utama perwujudan fungsi jaringan terestrial; i. indikasi program utama perwujudan fungsi jaringan sumber daya air; j. indikasi program utama perwujudan fungsi kawasan lindung nasional; dan k. indikasi program utama perwujudan fungsi kawasan andalan. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan merupakan acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyusun program pembangunan untuk mewujudkan fungsi struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Indikasi program utama lima tahunan tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
BAB VI ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
(1)
(2)
Pasal 25 Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan sebagai upaya untuk mewujudkan fungsi struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional sesuai dengan RTRWN. Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpadoman pada RTRWN, terdiri atas: a. indikasi arahan peraturan zonasi; b. arahan perizinan; c. arahan insentif dan disinsentif; dan d. pengenaan sanksi.
35
Pasal 26 Indikasi arahan peraturan zonasi merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun peraturan zonasi untuk menjaga fungsi struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional yang berada dalam wilayah administratifnya, yang terdiri atas: a. indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem perkotaan nasional; b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional; c. indikasi arahan peraturan zonasi untuk jalur kereta api; d. indikasi arahan peraturan zonasi untuk transportasi penyeberangan; e. f. g. h. i. j. k.
indikasi arahan peraturan zonasi untuk pelabuhan; indikasi arahan peraturan zonasi untuk bandar udara; indikasi arahan peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik; indikasi arahan peraturan zonasi untuk jaringan terestrial; indikasi arahan peraturan zonasi untuk jaringan sumber daya air; indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan lindung; dan indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan budidaya.
Pasal 27 Arahan perizinan meruapakan acuan bagi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam memberikan perizinan pemanfaatan ruang pembangunan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional, yang dilakukan sesuai dengan: a. muatan RTRWN; dan b. strategi operasionalisasi operasionalisasi perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Pasal 28 (1)
(2)
Arahan insentif merupakan acuan bagi Pemerintah untuk memberikan insentif kepada Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat terhadap pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRWN, indikasi arahan peraturan zonasi, dan/atau strategi operasionalisasi perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Arahan disinsentif merupakan acuan bagi Pemerintah untuk mengenakan disinsentif kepada Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRWN, indikasi arahan peraturan zonasi, dan/atau strategi operasionalisasi perwujudan struktur ruang dan pola ruan wilayah nasional. Pasal 29
36
Arahan sanksi merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang untuk memberikan sanksi terhadap pemanfaatan ruang yang ditetapkan sebagai pelanggaran menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam RTRW Kabupaten/Kota.
BAB VII KELEMBAGAAN
(1) (2) (3)
(4)
(1)
(2) (3)
Pasal 30 Penyelenggaraan penataan ruang dikoordinasikan oleh Menteri. Untuk mengoptimalkan penyelengaraan penataan ruang, Menteri dapat memberikan kewenangan kepada Forum Gubernur. Pemberian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menjamin terselenggaranya pemanfaatan ruang yang sesuai dengan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan monitoring dan evaluasi yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31 Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Forum Gubernur dapat membentuk badan kerjasama penyelenggaraan penataan ruang antar provinsi. Tata cara kerjasama penyelenggaraan penataan ruang antar provinsi diatur berdasarkan kesepakatan antar Gubernur. Kerjasama penataan ruang antar provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Menteri. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32 RTR Pulau Sumatera ini berlaku selama waktu berlakunya RTRWN.
37
Pasal 33 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal ... 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal ............... MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA ttd PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ….. NOMOR …..
38