RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM NOMOR
/PERMEN-KP/2017 TENTANG
TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM,
Menimbang
Mengingat
Memutuskan
: bahwa untuk melindungi benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam dari kerusakan, tindak pencurian, kehilangan aset, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam oleh Pemerintah. 1. Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168); 2. Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2009 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN
-2-
BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM OLEH PEMERINTAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Benda Muatan Kapal Tenggelam, selanjutnya disingkat dengan BMKT adalah benda muatan asal kapal tenggelam yang mempunyai nilai ekonomi, sejarah, budaya, dan atau ilmu pengetahuan, yang berada di dasar laut. 2. Pengangkatan BMKT adalah kegiatan mengangkat dari bawah air, memindahkan ke tempat penyimpanan, memberikan penanganan dan menyimpan. 3. Pemanfaatan BMKT adalah kegiatan mendayagunakan BMKT baik yang ada di laut maupun yang telah diangkat untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan/atau wisata. 4. Pemerintah adalah Panitia Nasional Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam yang selanjutnya disingkat PANNAS BMKT. 5. Direktur Jenderal adalah Pengelolaan Ruang Laut.
Direktur
Jenderal
yang
menangani
Pasal 2 Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mengatur kegiatan pengangkatan dan pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam.
BAB II PELAKSANA Pasal 3 (1) BMKT merupakan benda yang dikuasai Negara dan dikelola oleh Pemerintah. (2) Pengelolaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PANNAS BMKT. (3) Pengelolaan sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa pengangkatan dan pemanfaatan BMKT .
-3-
Pasal 4 Dalam hal lokasi pengangkatan BMKT berada di wilayah kewenangan pemerintah provinsi, PANNAS BMKT menyampaikan pemberitahuan kepada gubernur. Pasal 5 (1) Dalam pengangkatan dan pemanfaatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) PANNAS BMKT membentuk Tim Kerja dengan keputusan Menteri selaku Ketua PANNAS BMKT; (2) Tim kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Kementerian Kelautan dan Perikanan b. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan c. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut; d. Kepolisian Air dan Udara; dan/atau e. Pemerintah Provinsi. (3) Untuk kelancaran pelaksanaan pengelolaan BMKT, Tim Kerja dapat dibantu oleh tenaga ahli. (4) Kualifikasi Tim Kerja dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan Direktur Jenderal. Pasal 6 (1) Tim Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) memiliki tugas: a. menyusun rencana pengangkatan; b. melakukan pengangkatan; dan c. mengusulkan rencana pemanfaatan BMKT. (2) Rencana pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat: a. latar belakang kegiatan; b. tujuan kegiatan; c. lokasi pengangkatan; d. analisis keselamatan kerja; e. personil dan tanggung jawab; f. metode dan tata cara yang akan digunakan; g. peralatan yang akan digunakan; h. waktu; i. pembiayaan; dan/atau j. rencana pemindahan dan penyimpanan.
-4-
(3) Rencana pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan kepada PANNAS BMKT untuk mendapatkan persetujuan pengangkatan BMKT. Pasal 7 (1) Persetujuan pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dilakukan dengan mempertimbangkan: a. kerentanan; b. keamanan; dan c. nilai penting. (2) Kerentanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila BMKT rawan mengalami kerusakan akibat pengaruh lingkungan dan/atau kerentanan ekosistem di sekitarnya. (3) Keamanan sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf b apabila BMKT rawan terhadap tindak pencurian dan/atau perusakan yang disebabkan oleh manusia. (4) Nilai penting sebagaimana dimaksud pada pasal (1) huruf c, memiliki nilai: a. sejarah dan budaya; b. ilmu pengetahuan; dan c. ekonomi. Pasal 8 (1) PANNAS BMKT menerbitkan persetujuan pengangkatan BMKT berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); (2) Persetujuan pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa: a. pengangkatan menyeluruh; dan b. pengangkatan parsial. (3) Pengaturan lebih lanjut mengenai persetujuan pengangkatan BMKT berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Direktur Jenderal.
BAB III PENGANGKATAN BMKT Pasal 9 (1) Pengangkatan BMKT meliputi: a. pengambilan BMKT dari dasar laut; dan b. penanganan BMKT di atas kapal.
-5-
(2) Kegiatan pengambilan dan penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam database pengangkatan. Pasal 10 (1) Pengambilan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a memperhatikan: a. keselamatan kerja; dan b. keutuhan BMKT. (2) Dalam pengambilan BMKT, Tim Kerja menentukan: a. titik referensi (datum point); b. garis dasar; dan c. grid pada area kerja. (3) Pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dilakukan dengan menggunakan: a. alat penghisap untuk membersihkan sedimen atau lumpur di lokasi BMKT; b. keranjang untuk meletakkan BMKT yang siap diangkat ke atas kapal; c. balon apung (air bag) dan/atau katrol untuk mengangkat keranjang BMKT ke atas kapal; dan/atau d. alat lainnya bilamana diperlukan. (4) Kegiatan pengambilan BMKT didokumentasikan secara menyeluruh. (5) Tata cara pengambilan BMKT diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 11 (1) Dokumentasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dilakukan, pada saat: a. sebelum pengambilan; b. selama proses pengambilan; dan c. setelah pengambilan. (2) Dokumentasi sebelum pengambilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara: a. penggambaran kapal dan sebaran temuan, pemotretan dan video; dan b. pemetaan ekosistem/biota di sekitar BMKT, batimetri perairan, dan kualitas air. (3) Dokumentasi selama proses pengambilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara pemotretan, pengukuran 2 (dua) dimensi, pencatatan posisi temuan dalam grid, dan/atau perekaman melalui video.
-6-
(4) Dokumentasi setelah proses pengambilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara pemotretan dan/atau perekaman melalui video. Pasal 12 (1) Penanganan BMKT di atas kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b meliputi: a. pembersihan BMKT; b. pemberian label; dan c. penempatan BMKT dalam wadah yang lembab dan/atau direndam dengan air laut. (2) Tata cara penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 13 (1) Pemindahan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dilakukan terhadap BMKT yang telah diangkat dari kapal ke tempat penyimpanan sementara dan/atau warehouse BMKT. (2) Terhadap BMKT yang akan dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara pengepakan BMKT untuk mengurangi benturan yang dapat menyebabkan kerusakan. (3) BMKT harus dipindahkan ke warehouse BMKT paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemindahannya ke tempat penyimpanan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pemindahan dari tempat penyimpanan sementara ke warehouse BMKT dan/atau tempat penyimpanan yang disepakati, wajib memperhatikan: a. jumlah dan jenis BMKT yang dimuat dalam database; b. keamanan selama pengangkutan; dan c. alat angkut yang digunakan dan dokumen jalan. (5) BMKT yang dipindahkan ke Warehouse dilakukan pemeriksaan, penghitungan dan pencatatan ulang berdasarkan database. (6) Pemeriksaan dan penghitungan BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan cara: a. memeriksa dan menghitung BMKT yang dipindahkan; b. mencatat dan pemeriksaan;
menempelkan
label
hasil
penghitungan
dan
c. mencatat dan mengambil foto perbedaan jumlah, jenis, kondisi, dan/atau kerusakan BMKT kartu kendali pengiriman BMKT; d. membuat Berita Acara Serah Terima BMKT; dan e. menyimpan BMKT di tempat yang telah ditentukan.
-7-
Pasal 14 (1) Tim Kerja memeriksa kelayakan ruang penyimpanan. (2) Penyimpanan wajib memperhatikan: a. jarak antara satu benda meminimalkan benturan;
dengan
benda
lainnya,
untuk
b. aksesibilitas; c. suhu; d. tempat penyimpanan, meliputi rak dan keranjang; dan e. identitas BMKT. (3) BMKT disimpan dalam keranjang berdasarkan lokasi pengangkatan dan jenisnya. (4) BMKT berbahan logam dan organik ditempatkan terpisah dari benda lainnya. Pasal 15 (1) BMKT yang diangkat selanjutnya ditetapkan statusnya sebagai BMN. (2) Tata cara penetapan status penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. (3) BMKT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dimanfaatkan oleh instansi yang mengajukan penetapan status penggunaan. (4) Pemanfaatan BMKT dapat berupa pendidikan, wisata dan/atau penjualan. Pasal 16 Biaya kegiatan pengangkatan bersumber dari APBN Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan/atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau sumber lainnya yang dianggap sah.
BAB IV PENGAWASAN Pasal 17 (1) Pengawasan dilaksanakan pada saat pengangkatan BMKT. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
pada
ayat
(1),
meliputi
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal yang membidangi pengawasan dan dapat bekerja sama dengan K/L terkait dan Pemda sesuai dengan kewenangannya. (4) Ketentuan lebih lanjut tata cara pengawasan diatur dalam peraturan Direktur Jenderal yang membidangi Pengawasan.
-8-
BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
SUSI PUDJIASTUTI