RANCANGAN ALAT PENJAGA KUALITAS AIR PADA SISTEM TRANSPORTASI TEBUKA DENGAN ZEOLIT DAN ARANG AKTIF
TRIAS ALVINOOR C34062854
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN
TRIAS ALVINOOR. C34062854. Rancangan Alat Penjaga Kualitas Air pada Sistem Transportasi Terbuka dengan Zeolit dan Arang Aktif. Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan NURJANAH. Prinsip pengangkutan ikan adalah menciptakan suasana dalam alat pengangkutan agar ikan bisa bernafas dengan baik sehingga bisa bertahan hidup hingga sampai tempat tujuan. Prinsip pengangkutan ikan terdiri dari transportasi tertutup dan transportasi terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan efektivitas pengurangan amonia dalam air selama transportasi dengan menggunakan zeolit dan arang aktif sebagai filter. Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Transportasi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain toples berdiameter 6 cm dan tinggi 8 cm, kneel, pisau, akuarium berukuran 70x30x40 cm3, kantong plastik, karet gelang, kain kasa, isolasi, solder, termometer, pH meter, spektrofotometer, DO meter, alat tulis, dan alat-alat gelas. Bahan yang Bahan yang digunakan adalah air tandon yang telah diendapkan selama 2 hari, zeolit, arang aktif, dan bahan-bahan untuk menguji kualitas air. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007. Parameter kualitas air secara statistika diuji dengan pengujian hipotesis dua populasi melalui uji t-student. Konsentrasi total amoniak nitrogen (TAN) rata-rata meningkat seiring bertambahnya waktu. Konsentrasi TAN tertinggi terdapat pada jam ke-24 masingmasing pada kedua perlakuan, yaitu 1,95 mg/ℓ pada perlakuan tanpa alat dan 1,56 mg/ℓ pada perlakuan dengan alat. Nilai DO (Dissolved Oxygen) media berkisar antara 3,4 mg/ℓ sampai 4,0 mg/ℓ. Nilai CO2 yang semakin tinggi disebabkan pengeluaran hasil dari respirasi ikan nila di media air yaitu sebesar 93,2 mg/ℓ jam ke-24 pada perlakuan tanpa alat dan 70,6 mg/ℓ jam ke-24 pada perlakuan menggunakan alat. kadar amonia dalam media air hingga jam ke-24 mendekati optimum, yaitu 0,055 mg/ℓ pada perlakuan dengan menggunakan alat dan 0,069 mg/ℓ pada perlakuan tanpa menggunakan alat.
RANCANGAN ALAT PENJAGA KUALITAS AIR PADA SISTEM TRANSPORTASI TEBUKA DENGAN ZEOLIT DAN ARANG AKTIF
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
TRIAS ALVINOOR C34062854
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
:
Nama Mahasiswa
:
Rancangan Alat Penjaga Kualitas Air pada Sistem Transportasi Terbuka dengan Zeolit dan Arang Aktif Trias Alvinoor
Nomor Pokok
:
C34062854
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. NIP. 19580511 198503 1 002
Dr. Ir. Nurjanah, MS NIP. 19591013 198601 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN TENTANG SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Rancangan Alat Penjaga Kualitas Air pada Sistem Transportasi Terbuka dengan Zeolit dan Arang Aktif merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
Trias Alvinoor C34062854
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1988 dari ayah bernama Ahmad Noorsyam dan ibu bernama Siti Ihsanah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Pertiwi 3 (tahun 1993-1994), SD Negeri 1 Tanah Baru (tahun 1994-2000), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 9 Depok (tahun 2000-2003). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 6 Depok (2003-2006). Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Fisheries Processing Club (FPC) periode 2007-2008 dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan periode 2008-2009. Selain itu penulis juga aktif dalam panitia Bina Desa Fisheries Processing Club (FPC) 2008. Penulis juga mengikuti pelatihan ISO 22000 on Fish and Fisheries Industries. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana perikanan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Rancangan Alat Penjaga Kualitas Air pada Sistem Transportasi Terbuka dengan Zeolit dan Arang Aktif” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Dr. Ir. Nurjanah, MS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Rancangan Alat Penjaga Kualitas Air pada Sistem Transportasi Terbuka dengan Zeolit dan Arang Aktif”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, terutama kepada: 1.
Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku dosen pembimbing akademik dan Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
2.
Ibu Ir. Nurjanah, MS. dan Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan saran dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
3.
Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji atas arahan serta masukkannya yang sangat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.
4.
Ayahanda dan ibunda tercinta atas segala doa, dukungan baik dukungan moral maupun materil dan semangat yang tiada henti kepada penulis.
5.
Puguh dan Yafqori yang telah membantu dalam memunculkan ide skripsi ini.
6.
Zam-zam, Tommy, dan Riri yang telah memberi inspirasi dalam melakukan penelitian.
7.
Geng back door (Idris, Idur, Rio, Vikar, Hendra, Dian, Leli, Aga) atas semangat juang yang telah kalian berikan.
8.
Reza, Uti, Fau, Chubby yang memberikan kehangatan kepada penulis.
9.
Ucup, Jope, Erik, Abe yang ada di saat diperlukan.
10. Fitrie selaku teman yang selalu menemani selama proses penyelesaian skripsi ini dengan baik.
11. Genk Pajar (Bobby, Izal, Ozzy, Anjaru, Bayu, Kiki, Wahyu, Budi, Ase, Farouq, Irvan, Nadler, Sam, Babeh) yang selalu menemani di saat malam yang kelam. 12. Umi, Arin, Tika, Aci, Ratna, Hilda, Holland, Yayan, Rachmawati, Aul yang selalu menemani dan tabah di saat melakukan penelitian dan pengolahan data. 13. Ka Anggi dan Ka Dan yang selalu menciptakan keakrabatan kepada penulis. 14. Teman–teman THP 41, 42, 43, 44, dan 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala dukungan kerjasama, kebersamaan, dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Bogor, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
x
1
2
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...................................................................
1
1.2
Tujuan ................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
3
4
5
Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus).............................................................................
4
2.2
Transportasi Ikan Hidup.....................................................
5
2.3
Kualitas Air ........................................................................
5
2.4
Zeolit ............................................................................... ...
7
2.5
Karbon Aktif ......................................................................
8
METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................
9
3.2 Alat dan Bahan. .................................................................
9
3.3
Metode Penelitian ..............................................................
9
3.4
Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis ........................
12
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pembuatan dan Mekanisme Kerja Alat .............................
14
4.2
Kualitas Air.. ......................................................................
15
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan.. ......................................................................
25
5.2
Saran. .................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1 Metode pengukuran kualitas air .................................................
12
2 Hasil pengujian hipotesis t-student dua populasi .......................
16
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) ..............................................
4
2 Hasil pembuatan alat ..................................................................
10
3 Kain kasa yang telah dijahit menyerupai kantong .....................
11
4 Mekanisme kerja alat .................................................................
15
5 Kurva perubahan suhu media air selama 24 jam .......................
17
6 Kurva perubahan pH media air selama 24 jam ..........................
18
7 Kurva perubahan TAN media air selama 24 jam .......................
19
8 Kurva perubahan DO media air selama 24 jam .........................
20
9 Kurva perubahan CO2 media air selama 24 jam ........................
22
10 Kurva perubahan NH3 media air selama 24 jam ........................
24
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Nilai kualitas air pada penelitian pendahuluan ikan nila ...........
29
2 Nilai pH media air pengangkutan ..............................................
30
3 Nilai suhu media air pengangkutan ............................................
31
4 Nilai DO media air pengangkutan..............................................
32
5 Nilai CO2 media air pengangkutan ............................................
33
6 Nilai TAN media air pengangkutan ...........................................
34
7 Nilai NH3 media air pengangkutan ............................................
35
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Saat ini, transportasi ikan dan distribusinya merupakan hal yang sangat
penting sebagai bagian dari akuakultur dan manajemen perikanan. Prinsip pengangkutan ikan adalah menciptakan suasana dalam alat pengangkutan agar ikan bisa bernafas dengan baik sehingga bisa bertahan hidup hingga sampai tempat tujuan. Prinsip pengangkutan ikan terdiri dari transportasi tertutup dan transportasi terbuka (Kurniawan 2009). Transportasi sistem tertutup merupakan sistem pengangkutan ikan dalam wadah angkut tidak kontak langsung dengan udara bebas, karena tertutup rapat oleh wadah angkut. Oksigen yang dibutuhkan oleh ikan selama pengangkutan berasal dari tabung oksigen yang dihembuskan sebelumnya. Sistem transportasi ini, biasanya digunakan untuk jarak jauh, menggunakan ikan berukuran kecil, dan waktu yang lama (Arie 2008). Menurut Slamet et al. (2002), transportasi sistem terbuka adalah pengangkutan ikan menggunakan wadah angkut yang kontak langsung dengan udara sebagai sumber oksigen. Sistem ini umumnya digunakan untuk mengangkut ikan dalam jarak yang dekat, menggunakan ikan ukuran konsumsi dan waktu yang relatif singkat. Teknologi yang umum digunakan dalam sistem transportasi basah terbuka yaitu pemasangan aerator sebagai suplai oksigen dan penambahan zat anti amonia. Kelemahan kedua teknologi ini adalah tidak dapat mereduksi secara baik akumulasi amonia di dalam sistem basah selama transportasi jarak jauh. Kematian ikan pada sistem pengangkutan salah satunya disebabkan oleh tingginya akumulasi amonia sehingga meningkatkan nilai pH air (Irianto dan Susilo 2007). Amonia merupakan zat buang terlarut hasil metabolisme ikan oleh perombakan protein, baik dari kotoran ikan sendiri maupun dari sisa pakan. Pada konsentrasi tertentu, amonia dapat menyebabkan kematian ikan selama transportasi. Kandungan NH3 aman untuk ikan tidak boleh lebih dari 0,025 mg/ℓ (Abel 1989). Zeolit dan arang aktif diperlukan untuk menekan jumlah amonia yang terakumulasi di dalam transportasi ikan hidup.
Beberapa penelitian mengenai penggunaan zeolit dan arang aktif, antara lain Ghozali (2007) menyatakan bahwa zeolit sebanyak 20 g/ℓ pada pengangkutan ikan maanvis ukuran 2 g/ekor dengan kepadatan 20 ekor/ℓ, menghasilkan SR 100% dengan lama pengangkutan 120 jam. Selain itu, penelitian Ardyanti (2007) tentang pemberian zeolit sebanyak 10 g/ℓ dan C-aktif sebanyak 10 g/ℓ pada pengangkutan ikan coridoras ukuran 2 g/ℓ kepadatan 20 ekor/ℓ menghasilkan SR sebesar 100%. Berdasarkan penelitian mengenai penggunaan zeolit dan arang aktif tersebut, maka salah satu upaya untuk mempertahankan kualitas air selama proses pengangkutan ikan hidup adalah dengan mengaplikasikan sistem resirkulasi. Sistem resirkulasi pada prinsipnya menggunakan kembali air dalam transportasi ikan hidup sehingga dapat mengurangi penggunaan air dari luar sistem.
1.2
Tujuan Penelitian mengenai ”Rancangan Alat Penjaga Kualitas Air pada Sistem
Transportasi Tebuka dengan Zeolit dan Arang Aktif” bertujuan untuk menentukan perbandingan efektivitas pengurangan amonia dalam air selama transportasi dengan menggunakan zeolit dan arang aktif sebagai filter. Adapun hipotesis yang diajukan adalah: a. Suhu H0 : Rataan nilai suhu dengan filter (μ2) lebih besar atau sama dengan dari rataan nilai suhu tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai suhu dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai suhu tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1).
b. pH H0 : Rataan nilai pH dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan pH suhu tanpa filter (μ1) (μ2 ≤ μ1). H1 : Rataan nilai pH dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai pH tanpa filter (μ1) (μ2 > μ1).
c. TAN H0 : Rataan nilai TAN dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai TAN tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai TAN dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai TAN tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1).
d. DO H0 : Rataan nilai DO dengan filter (μ2) lebih kecil atau sama dengan dari rataan nilai DO tanpa filter (μ1) (μ2 ≤ μ1). H1 : Rataan nilai DO dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai DO tanpa filter (μ1) (μ2 > μ1).
e. CO2 H0 : Rataan nilai CO2 dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai CO2 tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai CO2 dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai CO2 tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1).
f. NH3 H0 : Rataan nilai NH3 dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai NH3 tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai NH3 dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai NH3 tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1).
Asumsi : 1) Populasi nilai rataan kualitas air dengan alat dan nilai rataan kualitas air tanpa alat menyebar normal. 2) Ragam kedua populasi σ1 dan σ2 adalah sama.
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila berasal dari Afrika bagian timur. Ikan nila memiliki bentuk tubuh
yang pipih ke arah vertikal (compress). Posisi mulutnya terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembulkan (Suyanto 2003). Morfologi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Rahmat (2008)
Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Osteichtyes
Subkelas
: Acanthopterygii
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticusis Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah (Trewavas 1986). Ia mampu hidup pada suhu 14-38 oC dengan suhu terbaik adalah 25-30 oC. Nilai pH air tempat hidup ikan nila antara 6-8,5; oleh karena itu, ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (Suyanto 2003).
2.2
Transportasi Ikan Hidup Transportasi ikan hidup terbagi dalam dua cara, yakni sistem basah dan
sistem kering. Transportasi sistem basah menuntut media yang sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu air dan oksigen (Wibowo 1993). Pengangkutan jarak jauh dan lama, biasanya digunakan sistem tertutup. Metode yang paling sederhana pada sistem tertutup adalah dengan menggunakan kantong plastik yang diisi air dan oksigen murni, dengan perbandingan antara air dan oksigen 1:2, lalu diikat rapat (Jhingran dan Pullin 1985). Fakor yang sangat penting pada pengangkutan ikan adalah tersedianya oksigen terlarut yang memadai, tetapi faktor ini sangat tidak menjamin ikan berada dalam kondisi yang baik setelah pengangkutan. Kemampuan ikan untuk mengonsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh toleransi terhadap stress, suhu air, pH, konsentrasi CO2, dan sisa metabolisme lain seperti amonia (Junianto 2003).
2.3
Kualitas Air Lingkungan perairan berpengaruh terhadap pemeliharaan, pertumbuhan
dan reproduksi ikan budidaya. Jika kualitas air melewati batas toleransi, maka menimbulkan penyakit pada ikan. Parameter faktor lingkungan ada 3, yaitu fisik, kimia dan biologi (Forteath et al. 1993).
2.3.1
Suhu Setiap spesies mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan optimalnya
dan kisaran toleransi suhu dimana ikan masih bisa hidup. Suhu di atas dan di bawah kisaran optimum, pertumbuhan menurun. Metabolisme rendah berarti pakan yang dimakan berkurang dan pertumbuhan berjalan lambat. Suhu di atas kisaran optimum biasanya konsumsi pakan meningkat untuk mengimbangi
kecepatan metabolisme yang tinggi, tapi pertumbuhan tidak meningkat. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila adalah 25-30 oC (Stickney 1979).
2.3.2
Nilai pH Akumulasi bahan kimia terlarut dalam sistem resirkulasi menyebabkan pH
mengalami penurunan (asam), kecuali kalau sistem adalah buffer sehingga pH dapat stabil. Pada saat air lebih asam, stres pada ikan terjadi dan jika pH menjadi terlalu rendah maka kematian ikan akan terjadi. Pada saat air basa, maka toksisitas amonia meningkat. Koloni mikroorganisme juga akan berkurang pada pH rendah sehingga merugikan (Stickney 1979). Nilai pH air mempunyai efek yang sangat besar pada kesehatan organisme akuatik yang ada dalam sistem resirkulasi, yaitu sekitar 7,2 dalam air tawar dan 7,8-8,2 di air laut (Forteath et al. 1993). Nilai pH yang baik untuk sistem budidaya intensif adalah 6,5-9 (Wedemeyer 1996). Nilai pH yang kurang dari 6,0 dan lebih dari 9,0 untuk waktu yang cukup lama akan mengganggu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd 1992).
2.3.3
Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang paling penting
untuk dimonitor dalam budidaya ikan. Bila DO tidak dijaga pada nilai yang memenuhi, maka ikan akan menjadi stres dan tidak dapat makan dengan baik. Nilai DO di bawah minimum (kurang dari 5 ppm) dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan dan efisiensi pemasukan pakan yang optimal. Kelarutan oksigen di air menurun dengan meningkatnya salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/ℓ dapat mengurangi kelarutan oksigen sebesar 5% di dalam air murni (Stickney 1979).
2.3.4
Amonia Amonia (NH3) dapat dijadikan indikator kualitas air (Forteath et al. 1993).
Amonia di air berasal dari ekskresi ikan (Boyd 1992) dan mineralisasi bahan organik oleh bakteri heterotrofik (Spotte 1970). Amonia merupakan bentuk utama
dari nitrogen yang diekskresi oleh organisme akuatik. Pada ikan, banyak amonia yang dieliminasi oleh insang, sisanya masuk ke air melalui urin. Ketika amonia masuk ke air, ion hidrogen yang ada langsung bereaksi dan mengubahnya menjadi campuran yang seimbang antara ion amonium yang tidak toksik (NH4+) dan NH3 yang tidak terionisasi bersifat toksik. Reaksinya sebagai berikut: NH3 + H+ + OH-
NH4+ + OH-
Nilai NH3 yang tinggi berarti terjadi peningkatan sisa-sisa metabolik yang membuat ikan stres dan terjadi kematian pada wadah pemeliharaan. Populasi bakteri meningkat dengan cepat, terjadi deplesi DO dan eksresi nitrogen terlarut. Kualitas air untuk organisme pemeliharaan dalam sistem resirkulasi memburuk dengan cepat (Forteath et al. 1993).
2.3.6
Karbondioksida Secara umum, ikan memproduksi 1,4 mg CO2 untuk setiap 1 mg O2 yang
dikonsumsi (Wedemeyer 1996). Bila kandungan CO2 dalam air meningkat maka ikan tidak dapat mengeluarkan CO2 bebas dari darahnya, sehingga jumlah O2 yang diikat Hb akan berkurang dan bila mendadak akan mati lemas (Fry 1987). Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan NH3, bahkan banyak ikan hidup dalam beberapa hari dalam air yang mengandung CO2 lebih besar dari 60 mg/ℓ. Tanda yang membahayakan ikan dalam pengangkutan timbul pada kisaran CO2 antara 300-600 mg/ℓ pada saat O2 terlarut 0,5-1 mg/ℓ (Boyd 1992).
2.4
Zeolit Terdapat berbagai macam zeolit dimana klinoptilolit memiliki avinitas
yang tinggi terhadap amonium dan telah berhasil digunakan sebagai pembersih amonia pada sistem akuakultur air tawar (Komar 1987). Spotte (1970) menyatakan bahwa kinoptilolit merupakan kombinasi dari penukar ion dan penyerap ion dengan titik jenuh sekitar 8,0 mmol NH3 per 100 gram zeolit alam. Ukuran zeolit sangat berpengaruh terhadap daya serapnya.
Kegunaan zeolit dalam sistem pengangkutan/transportasi ikan adalah penyerapan ion NH4+. Sebenarnya yang dimaksud dengan penyerapan ion NH4+ itu adalah pertukaran ion antara NH4+ dengan Ca2+ atau Na+ atau ion-ion lainnya. Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terperangkap pada suatu permukaan media filter ditukar dengan ion-ion lain yang berada di air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik-menarik antara permukan media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar (O-fish 2009).
2.5
Karbon Aktif Karbon aktif adalah suatu bentuk karbon yang mempunyai sifat adsorptif
terhadap suatu larutan, gas atau uap sehingga bahan tersebut dapat digunakan sebagai penjernih larutan, penghisap gas atau racun, dan penghilang warna. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Poripori ini dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) dan menjebaknya di dalamnya (O-fish 2009). Secara umum karbon/arang aktif biasanya dibuat dari arang tempurung dengan pemanasan pada suhu 600-2000 oC pada tekanan tinggi. Pada kondisi ini akan terbentuk rekahan-rekahan (rongga) sangat halus dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga luas permukaan arang tersebut menjadi besar. Satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0,01-0,0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut, baik di air maupun di udara (O-fish 2009). Pada pemakaian terus menerus, pori-pori karbon aktif akhirnya akan menjadi jenuh dengan partikel-partikel sangat halus sehingga tidak akan berfungsi lagi. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat direaktivasi kembali, akan tetapi beberapa jenis karbon aktif disarankan dalam satu kali pemakaian. Reaktivasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut (O-fish 2009).
3
3.1
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2010,
bertempat di Laboratorium Transportasi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.
3.2
Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah toples berukuran diameter 6 cm dan tinggi
8 cm, siku sebanyak 3 buah, 1 buah pisau, akuarium berukuran 70x30x40 cm3 sebanyak 6 unit, kantong plastik poly etylen (PE), karet gelang, kain kasa, 1 buah isolasi, 1 buah solder, 1 buah termometer, 1 unit pH meter, 3 buah perekat anti air, alat tulis, spektrofotometer, DO meter, dan alat-alat gelas. Bahan yang digunakan adalah air tandon yang telah diendapkan selama 2 hari, ikan nila gift dengan size 3, zeolit dan arang aktif, dan bahan-bahan untuk menguji kualitas air.
3.3
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembuatan desain filter dan
pengujian kualitas air.
3.3.1
Pembuatan desain filter Pembuatan alat dilakukan di Laboratorium Transportasi Hasil Perairan
dengan menggunakan toples bekas dan pipa masing-masing berukuran diameter 6 cm dengan tinggi 8 cm dan 3 cm dengan tinggi 17 cm. Toples dan pipa tersebut dilubangi menggunakan solder hingga terbentuk menyerupai pori-pori kecil yang berfungsi sebagai tempat masuknya air. Penutup toples dilubangi hingga dapat dimasukkan pipa berdiameter 3 cm ke dalamnya. Tujuan dimasukkannya pipa adalah sebagai tempat keluarnya air yang telah tersaring dari pori-pori toples. Pipa tersebut disambungkan dengan siku agar aliran air keluar dengan teratur. Berikut adalah penampakan alat yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Hasil pembuatan alat Prinsip kerja alat yang telah dibuat menyerupai sistem sirkulasi air. Sistem sirkulasi air sendiri merupakan suatu sistem aliran air yang mengalir secara terusmenerus dalam sebuah wadah pemeliharaan. Untuk menjaga kualitas air terdapat filtrasi sebagai penyaring kotoran/limbah dan menggunakan pompa sebagai energi penggerak. Pompa energi menggunaan aerator jenis H-228 dengan dua kecepatan pengeluaran udara yang dihasilkan. Sebagai penyaring kotoran dimasukkan zeolit dan arang aktif ke dalam kain kasa yang telah dibuat menyerupai kantong-kantong kecil sebagai tempat diletakkannya zeolit dan arang aktif. Kain kasa tersebut mempunyai pori-pori kecil sebagai tempat dilewatinya air yang akan masuk ke dalam toples. Berikut dapat dilihat kain kasa yang telah dibuat kantong pada Gambar 3.
3.3.2
Penelitian pendahuluan Prosedur yang dilakukan yaitu ikan uji sebanyak 3 ekor dipuasakan selama
2 hari. Kemudian disiapkan air yang telah dijenuhkan oleh oksigen selama 2 hari dan dimasukkan ikan yang telah dipuasakan ke dalamnya lalu dihitung laju eksresi amonia selama 2 hari. Hasil laju eksresi amonia yang didapatkan adalah 0,0167 mgTAN.jam-1.ekor-1. Hasil laju eksresi tersebut kemudian dipakai dalam
penelitian utama dengan jumlah ikan 7 ekor pada setiap perlakuan dan waktu yang digunakan selama 24 jam maka jumlah eksresi amonia yang dihasilkan sebesar 2,8 mgTAN.24 jam-1.7 ekor-1. Menurut penelitian Handayani dan Widiastuti (2009) bahwa 1 mg amoniak dapat diserap oleh 1 g zeolit, maka zeolit yang dibutuhkan sebesar 2,8 mg.
Gambar 3 Kain kasa yang telah dijahit menyerupai kantong
3.3.2
Metode pengujian kualitas air
1) Pengukuran CO2 (Dye 1958 dalam Rand et al. 1975) Karbondioksida (CO2) diukur menggunakan alat gelas dengan metode titrasi sebagai berikut: air uji sebanyak 25 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator pp sebanyak 2-3 tetes ditambahkan ke dalam masingmasing erlenmeyer. Air sampel dititrasi dengan Na2CO3 0,0454 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Volume titran yang digunakan kemudian dicatat. Konsentrasi CO2 air uji dapat diketahui melalui perhitungan dengan rumus:
Keterangan: A
= ml Na2CO3
N
= normalitas Na2CO3
44
= bobot molekul CO2
2) Pengukuran TAN (Wheatherburn 1967 dalam Rand et al. 1975) Total amoniak nitrogen (TAN) diukur menggunakan alat spektrofotometer dengan metode sebagai berikut: air uji dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml. Larutan standar NH4Cl sebanyak 25 ml disiapkan dari larutan standar amoniak. Blanko dibuat dengan menggunakan 25 ml akuades. Satu tetes MnSO4, 0,5 ml chlorox, dan 0,6 ml reagen fenat ditambahkan ke dalam larutan standar, air uji, dan blanko sampai warna biru kehijauan kemudian dibiarkan sampai 15 menit. Spektrofotometer diatur pada absorbansi 0 dan panjang gelombang 630 nm menggunakan larutan blanko. Konsentrasi amoniak (N-NH3) pada air uji dan larutan standar dihitung menggunakan rumus:
Berikut ini merupakan parameter kualitas air yang diukur dengan alat pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Metode pengukuran kualitas air No
Parameter
Alat
Cara peneraan
1
Suhu
Termometer
Pembacaan skala
2
Derajat keasamaan (pH)
pH-meter
Pembacaan skala
3
Total Amoniak Nitrogen (TAN)
Spektrofotometer
Pembacaan skala
4
Oksigen terlarut (DO)
DO-meter
Pembacaan skala
5
Karbondioksida (CO2)
Alat titrator
Titrasi
3.4
Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Excel 2007. Pendugaan terhadap nilai masing-masing parameter kualitas air, yaitu suhu, pH, amonia, DO, dan CO2 pada perlakuan menggunakan alat dan tanpa alat diperiksa dengan menggunakan suatu uji hipotesis dua populasi melalui t-student. Pengujian hipotesis dua populasi dilakukan terhadap nilai
tengah dua populasi dari nilai kualitas air tanpa alat (μ1) dan nilai kualitas air menggunakan alat (μ2). Nilai statistik uji: t= v = n1 + n2 – 2, σ1 = σ2 tetapi tidak diketahui s2 p =
Keterangan: n1
: Jumlah contoh dari masing-masing parameter kualitas air tanpa alat
n2
: Jumlah contoh dari masing-masing parameter kualitas air dengan alat
x1
: Nilai rataan dari masing-masing parameter kualitas air tanpa alat
x2
: Nilai rataan dari masing-masing parameter kualitas air dengan alat
d0
: Selisih dari x1 dan x2
s1
: Simpangan baku dari masing-masing parameter kualitas air tanpa alat
s2
: Simpangan baku dari masing-masing parameter kualitas air dengan alat
4
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mekanisme Kerja Alat Mekanisme kerja alat di dalam media air adalah pertama-tama air yang
terakumulasi feses ikan akan terhisap masuk melalui lubang-lubang kecil toples. Kemudian air akan tersaring oleh zeolit dan arang aktif. Dalam air, feses ikan mengandung sejumlah amonia yang merupakan bentuk utama dari nitrogen yang diekskresi oleh organisme akuatik. Pada ikan, banyak amonia yang dieliminasi oleh insang, sisanya masuk ke air melalui urin. Ketika amonia masuk ke air, ion hidrogen yang ada langsung bereaksi dan mengubahnya menjadi campuran yang seimbang antara ion amonium yang tidak toksik (NH4+) dan amonia (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik. Reaksinya sebagai berikut: NH3 + H+ + OH-
NH4+ + OH-
Amonia tak terionisasi atau NH3 diserap oleh karbon aktif karena NH3 merupakan gas bukan ion sedangkan zeolit mengikat ion NH4+. Setelah terjadi penyerapan dan pengikatan oleh karbon aktif dan zeolit, air akan diteruskan masuk ke dalam pipa kemudian air akan dikeluarkan melalui pipa dengan bantuan aerator yang menghasilkan gelembung udara yang masuk ke dalam pipa tersebut. Mekanisme ini terjadi secara terus-menerus sehingga kualitas air tetap terjaga. Menurut Gates (1992) dalam Handayani dan Widiastuti (2009), mekanisme penghilangan amonium menggunakan zeolit termasuk reaksi pertukaran ion dimana zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan muatan antara Si4+ dengan Al3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektronegatif dalam kerangka zeolit. Dengan adanya muatan negatif ini maka zeolit mampu mengikat kation dengan ikatan yang lemah seperti kation Na dan Ca. Karena lemahnya ikatan ini maka zeolit bersifat sebagai penukar kation yaitu kation Na atau Ca akan tergantikan posisinya dengan ion amonium (NH4+). Adsorpsi kation amonium ini terjadi pada permukaan dengan gugus hidroksil pada zeolit dan kombinasi muatan positif dari kation amonium dan muatan negatif pada permukaan zeolit. Berikut adalah Gambar 4 simulasi mekanisme kerja alat.
Arah aliran air masuk
Arah aliran air masuk
Arah aliran air masuk Setelah melalui proses penyerapan dan pengikatan
Arah aliran air keluar
Arah aliran air masuk Setelah melalui proses penyerapan dan pengikatan zeolit dan arang aktif
Gambar 4 Mekanisme kerja alat
4.2
Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang
kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran tertentu. Adapun lima parameter kualitas air yang diteliti meliputi suhu, pH, TAN (Total Amonia Nitrogen), DO (Dissolved Oxygen), dan CO2. Dugaan penurunan atau peningkatan nilai dari masing-masing parameter kualitas air
tersebut dapat dianalisis melalui uji statistika dengan cara pengujian hipotesis memakai uji t-student. Uji hipotesis melalui uji t-student bertujuan untuk memperkuat dugaan berdasarkan statistika, selain penyajian data secara deskriptif. Pengujian hipotesis dilakukan terhadap dua populasi yaitu masing-masing parameter kualitas air tanpa alat dan parameter kualitas air dengan alat. Adapun hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pengujian hipotesis t-student dua populasi Variabel t-stat t-critical one tail Keputusan
4.1.1
Suhu 0 1,86 Terima H0
pH -0,32 1,86 Terima H0
TAN 0,50 1,86 Terima H1
DO -0,32 1,86 Terima H0
CO2 0,83 1,86 Terima H1
NH3 0,46 1,86 Terima H1
Suhu media air Suhu awal pengepakan pada kedua perlakuan adalah 27 oC. Suhu ini
menurun hingga mencapai kisaran 26 oC sekitar 6 jam pada perlakuan 1 dan 2. Pada jam ke-24 suhu semua perlakuan relatif stabil yaitu 27 oC. Adapun hipotesis yang diajukan adalah: H0 : Rataan nilai suhu dengan filter (μ2) lebih besar atau sama dengan dari rataan nilai suhu tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai suhu dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai suhu tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1). Hasil uji hipotesis dua populasi dengan metode uji t-student menunjukkan bahwa nilai suhu dengan menggunakan alat (μ2) lebih besar atau sama dengan tanpa menggunakan alat (μ1) pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Perbandingan nilai parameter suhu dapat dilihat pada Gambar 5. Suhu menurun dari 27 oC pada jam ke-0 hingga 26 oC pada jam ke-12 ini dikarenakan faktor lingkungan yang terjadi selama transportasi, yaitu transportasi dilakukan pada malam hari. Menurut Kurniawan (2009), waktu yang baik dalam melakukan transportasi jarak dekat adalah malam hari hal ini dikarenakan suhu menjadi dingin sehingga ikan akan sedikit melakukan pergerakan dan metabolisme. Kemudian suhu mengalami peningkatan hingga pada jam ke-24 baik pada perlakuan tanpa menggunakan alat ataupun menggunakan alat.
28 28 27.5 27,5 SUHU
2727 26.5 26,5 2626 25.5 25,5 0
6
12 waktu
18
Gambar 5 Kurva perubahan suhu media air selama 24 jam, dengan alat 4.1.2
24
tanpa alat,
Nilai pH media air Nilai pH menggambarkan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu perairan.
Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar CO2 bebas. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki nilai pH rendah. Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemui amoniak yang tidak terionisasi dan bersifat toksik. Hasil uji hipotesis dua populasi dengan metode uji t-student menunjukkan bahwa nilai pH dengan menggunakan alat (μ2) tidak mengalami peningkatan secara signifikan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05) dengan tanpa menggunakan alat (μ1). Perbandingan nilai parameter pH dapat dilihat pada Gambar 6. Adapun hipotesis yang diajukan adalah: H0 : Rataan nilai pH dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan pH tanpa filter (μ1) (μ2 ≤ μ1). H1 : Rataan nilai pH dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai pH tanpa filter (μ1) (μ2 > μ1).
6.20 6,20
pH
6.12 6,12 6.04 6,04 5.96 5,96 5.88 5,88 5,80 5.80 0
6
12 Waktu (jam)
18
Gambar 6 Kurva perubahan pH media air selama 24 jam, dengan alat
24
tanpa alat,
Penurunan pH disebabkan karena terjadinya peningkatan kadar CO2 bebas akibat proses repirasi. Akibat terbentuknya CO2 bebas, maka akan bereaksi dengan air membentuk asam lemah, yaitu karbonat, dimana konsentrasi ion hidrogen sangat dominan sehingga pH akan bernilai sangat kecil. Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan diantaranya aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Nilai pH media air pada penelitian berkisar antara 5,8 hingga 6,2 sehingga masih dalam kisaran toleransi kehidupan ikan nila yang berkisar antara 5 hingga 11 (Kottelat et al. 1993).
4.1.3
Nilai Total Ammonia Nitrogen (TAN) media air Adanya kandungan amonia pada air dihasilkan dari proses ekskresi ikan,
metode analisis yang digunakan untuk menentukan amonia nitrogen-total (TAN) adalah proporsi TAN yang ada dalam bentuk terionisasi dan tak terionisasi bervariasi dengan pH dan suhu. Hasil uji hipotesis dua populasi dengan metode uji t-student menunjukkan bahwa nilai TAN dengan menggunakan alat (μ2) mengalami penurunan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05) dibandingkan dengan tanpa menggunakan alat (μ1). Perbandingan nilai parameter TAN dapat dilihat pada Gambar 7. Adapun hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : Rataan nilai TAN dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai TAN tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai TAN dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai TAN tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1). 22 1,8 1.8
TAN (mg/ℓ)
1,6 1.6 1,4 1.4 1,2 1.2 11
0.8 0,8 0.6 0,6 0,4 0.4 0,2 0.2 00
0
6
12
18
24
Waktu (jam)
Gambar 7 Kurva perubahan TAN media air selama 24 jam, dengan alat
tanpa alat,
Konsentrasi total amoniak nitrogen (TAN) rata-rata meningkat seiring bertambahnya waktu. Konsentrasi TAN tertinggi terdapat pada jam ke-24 masingmasing pada kedua perlakuan, yaitu 1,95 mg/ℓ pada perlakuan tanpa alat dan 1,56 mg/ℓ pada perlakuan dengan alat. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua perlakuan bahwa menggunakan zeolit dan arang aktif dapat mengurangi konsentrasi TAN dalam air sebesar 25%. Menurut Supendi (2006), salah satu cara untuk mengurangi konsentrasi amonia adalah menggunakan zeolit dan karbon aktif, dimana zeolit dan karbon aktif ini mampu mengadsorbsi sejumlah amoniak dalam waktu tertentu. Menurut Gates (1992) dalam Handayani dan Widiastuti (2009), di dalam perairan amonia terdapat dalam dua bentuk, yaitu amonia tak terionisasi (NH3) dan ion amonium (NH4+). Amonia tak terionisasi atau NH3 diserap oleh karbon aktif karena NH3 merupakan gas bukan ion. Sedangkan zeolit mengikat ion NH4+. Ion NH4+ diikat oleh zeolit yang mengakibatkan pH perairan naik, kemudian konsentrasi TAN menurun akan tetapi konsentrasi NH3 meningkat (lebih besar dari NH4+) seiring penyerapan NH4+ oleh zeolit. Meskipun konsentrasi NH3
meningkat, NH3 dapat diserap oleh karbon aktif, maka kualitas air dapat tetap terjaga.
4.1.4
Nilai Dissolved Oxygen (DO) media air Konsentrasi oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter kualitas air
yang penting. Kekurangan oksigen biasanya merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah yang besar. Mempertahankan kondisi DO dalam kisaran normal akan membantu mempertahankan kondisi ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan ikan seperti anoreksia, stress pernapasan, hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian (Wedemeyer 1996). Hasil uji hipotesis dua populasi dengan metode uji t-student menunjukkan bahwa nilai DO dengan menggunakan alat (μ2) tidak mengalami peningkatan secara signifikan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05) dengan tanpa menggunakan alat (μ1). Perbandingan nilai parameter DO dapat dilihat pada Gambar 8. Adapun hipotesis yang diajukan adalah: H0 : Rataan nilai DO dengan filter (μ2) lebih kecil atau sama dengan dari rataan nilai DO tanpa filter (μ1) (μ2 ≤ μ1). H1 : Rataan nilai DO dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai DO tanpa filter (μ1) (μ2 > μ1).
7
DO (mg/ℓ)
6 5 4 3 2 1 0 0
6
12 Waktu (jam)
18
Gambar 8 Kurva perubahan DO media air selama 24 jam, dengan alat
24
tanpa alat,
Oksigen terlarut sebelum transportasi dalam media pengangkutan ini adalah 6,7 mg/ℓ. Pada saat ditransportasikan, DO media pada jam ke-1 menurun yaitu sebesar 4 mg/ℓ pada kedua perlakuan. Penurunan ini disebabkan ikan melakukan respirasi dengan tingkat konsumsi oksigen yang tinggi. Setelah mencapai waktu 24 jam, DO media berkisar antara 3,4 mg/ℓ sampai 4,0 mg/ℓ. Penurunan tingkat konsumsi oksigen ini disebabkan oleh kondisi tubuh ikan nila semakin lemah akibat kurangnya energi sehingga aktivitasnya menjadi lambat. Hal yang sama terjadi pada benih ikan bandeng yang mengalami penurunan konsumsi oksigen selama 3 hari pertama (Zainuddin et al. 2003). Nilai DO yang baik untuk transportasi ikan hidup adalah 2 mg/ℓ. Selain kualitas air, ruang juga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan, semakin padat ikan maka ruang gerak ikan semakin sempit maka fisiologi hewan itu sendiri terganggu (Pescod 1973). Kebutuhan konsumsi oksigen ikan mempunyai spesifitas yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada kebutuhan dan keadaan metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktural molekul darah yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan dalam sel darah. Ketersediaan oksigen bagi ikan menentukan aktivitas ikan (Barner 1963).
4.1.5
Nilai Karbondioksida (CO2) media air Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu parameter kualitas air yang
memiliki peranan penting dalam kehidupan organisme akuatik. Karbondioksida dalam perairan berasal dari beberapa sumber meliputi difusi langsung dari atmosfer, air hujan dengan kandungan CO2 sebesar 0,55-0,60 mg/ℓ, air yang melewati tanah organik yang mengandung CO2 sebagai hasil proses dekomposisi, hasil respirasi dari organisme (Effendi 2003). Hasil uji hipotesis dua populasi dengan metode uji t-student menunjukkan bahwa nilai CO2 dengan menggunakan alat (μ2) mengalami penurunan secara signifikan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05) dibandingkan dengan tanpa
menggunakan alat (μ1). Perbandingan nilai parameter CO2 dapat dilihat pada Gambar 9. Adapun hipotesis yang diajukan adalah: H0 : Rataan nilai CO2 dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai CO2 tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai CO2 dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai CO2 tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1). 90 80 CO2 (mg/L)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
6
12
18
24
Waktu
Gambar 9 Kurva perubahan CO2 media air selama 24 jam, dengan alat
tanpa alat,
Nilai CO2 yang semakin tinggi disebabkan pengeluaran hasil dari respirasi ikan nila di media air yaitu sebesar 93,2 mg/ℓ jam ke-24 pada perlakuan tanpa alat dan 70,6 mg/ℓ jam ke-24 pada perlakuan menggunakan alat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ikan nila tersebut mengalami stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan dari akuarium pemeliharaan ke akuarium percobaan sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan renangnya juga meningkat. Semakin banyaknya konsumsi oksigen yang dilakukan oleh ikan nila, maka akan semakin tinggi pula kandungan CO2 yang dihasilkan. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian Zainuddin et al. (2003) yang melaporkan bahwa juvenil ikan bandeng mengalami peningkatan konsumsi oksigen selama satu hari setelah pemindahan dari akuarium ke botol respirator. Adanya perbedaan nilai CO2 yang signifikan antara penggunaan alat dengan tanpa penggunaan alat ini disebabkan karena zeolit merupakan penyerap molekul yang memiliki momen dipol permanen dan efek interaksi lainnya,
sehingga CO2 yang bersifat polar akan disukai untuk diserap zeolit (Suryatono dan Komardi 1986 dalam Anwar 1985). Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga menurunkan pH air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya pH akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan (Kurniawan 2009). Pergerakan ikan selama penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu transportasi yang dilakukan maka aktivitas ikan berenang semakin lambat dan berada pada permukaan dengan tutup insang bergerak aktif dan cepat. Ini menandakan bahwa ikan mengalami kekurangan oksigen untuk proses respirasi dan kandungan oksigen yang terlarut dalam air rendah. Kondisi visual air selama penelitian memperlihatkan bahwa air media agak keruh, berlendir dan respon ikan terhadap perubahan lingkungan suhu, oksigen terlarut, serta peningkatan metabolik ikan ditunjukkan oleh perubahan warna. Dalam kondisi stress, ikan berubah menjadi pucat, warna menjadi keputihan, dan pola warna hilang. Jika ikan mudah dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya pola warna tersebut dengan cepat akan normal kembali.
4.1.6
Nilai amonia (NH3) media air Amonia merupakan zat buang terlarut hasil metabolisme ikan oleh
perombakan protein, baik dari kotoran ikan sendiri maupun dari sisa pakan, bila kadar amonia dalam air tinggi maka ikan bisa keracunan. Hasil uji hipotesis dua populasi dengan metode uji t-student menunjukkan bahwa nilai NH3 dengan menggunakan alat (μ2) mengalami penurunan secara signifikan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05) dibandingkan dengan tanpa menggunakan alat (μ1). Adapun hipotesis yang diajukan adalah: H0 : Rataan nilai NH3 dengan filter (μ2) lebih besar dari rataan nilai NH3 tanpa filter (μ1) (μ2 ≥ μ1). H1 : Rataan nilai NH3 dengan filter (μ2) lebih kecil dari rataan nilai NH3 tanpa filter (μ1) (μ2 < μ1). Hasil penelitian menunjukkan kadar amonia dalam media air hingga jam ke-24 mendekati optimum, yaitu 0,055 mg/ℓ pada perlakuan dengan
menggunakan alat dan 0,069 mg/ℓ pada perlakuan tanpa menggunakan alat. Perbandingan nilai parameter amonia dapat dilihat pada Gambar 10. Menurut Boyd (1992), kisaran konsentrasi NH3 yang aman untuk ikan tidak boleh lebih dari 0,04 mg/ℓ. Kisaran nilai amonia dalam media air selama penelitian menunjukkan bahwa air telah mengalami penurunan kualitas air, tetapi penurunan kualitas air ini tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan selama satu hari pengamatan. Terdapat faktor kualitas air lain yang menyebabkan ikan tetap hidup, yaitu kelarutan oksigen dalam air masih di atas 2 mg/ℓ. 0,08 0.0800
Amonia (NH3)
0,06 0.0600 0.0400 0,04 0.0200 0,02 0.0000 0 0
6
12
18
24
Waktu (jam)
Gambar 10 Kurva perubahan (NH3) media air selama 24 jam, tanpa alat
dengan alat,
Tinggi rendahnya amonia dalam air dipengaruhi oleh suhu dan pH. Menurut Effendi (2003) bentuk kandungan NH3 dan NH4+ tergantung pada konsentrasi ion hidrogen pada air. Air dengan pH rendah memiliki ion hidrogen lebih banyak sehingga bentuk NH4+ lebih dominan. Jika pH meningkat diatas 7,2 maka juumlah ion hidrogen akan berkurang dan mengakibatkan bentuk NH3 lebih dominan. Peningkatan suhu air juga dapat menyebabkan meningkatnya NH3 yang bersifat toksik sehingga dapat membahayakan ikan.
5
5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Alat sirkulasi yang diterapkan menggunakan komposisi zeolit dan arang
aktif dapat mempertahankan kualitas air selama transportasi ikan hidup berlangsung. Parameter Total Amonia Nitrogen (TAN), amonia (NH3), dan karbondioksida (CO2) dapat di jaga peningkatannya oleh alat tersebut sehingga ikan tetap hidup selama transportasi berlangsung.
5.2
Saran Disarankan agar diaplikasikan rancangan filter penjaga kualitas air dalam
transportasi jarak dekat dan perhitungan debit air yang masuk ke dalam sistem sehingga diketahui adanya pengaruh goncangan terhadap tingkat stres ikan dan parameter kualitas air. Pada alat filter perlu dilakukan penyaringan feses ikan untuk mencegah tersumbatnya pori-pori bahan penyaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Abel PD. 1989. Water Pollution Biology. Ellis Horwood Ltd. Anwar R. 1989. Pengaruh zeolit pada pengangkutan benih ikan gurame (Osphronemus goramy). Karya Ilmiah, IPB. Ardyanti Y. 2007. Pemanfaatan zeolit dan karbon aktif pada sistem pengepakan tertutup ikan corydoras Corydoras aenus dengan kepadatan tinggi [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Arie
U. 2008. Prinsip pengangkutan ikan. http://solusiikanmas.blogspot.com. [25 Oktober 2010].
http://www.
Barner RD. 1963. Invertebrata Zoologi. W.B. Saunders Company: Philadelphia. Boyd CE. 1992. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Birmingham Publishing: Alabama. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 259 p. Forteath N, Leong W, dan Murray F. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston: Australia, p: 1-21. Fry JC. 1987. Functional Roles of Major Groups of Bacteria Associated with Detritus. In: D. J. W. Moriarty and R. S. V. Pullin (eds.) Detritus and Microbial Ecology in Aquaculture. ICLARM Conference Proceedings. International Center for living Aquatic Resources Management. Manila: Philipines. 420 p. Ghozali MFR. 2007. Pengaruh penambahan zeolit dan karbon aktif terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan maanvis Pterophyllum scalare pada pengangkutan sistem tertutup [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Handayani N dan Widiastuti N. 2009. Adsorpsi ammonium (NH4+) pada zeolit berkarbon dan zeolit yang disintesis dari abu dasar batubara PT. IPMOMI PAITON dengan metode batch. http://digilib.its.ac.id [1 November 2010]. Irianto HE dan Soesilo I. 2007. Dukungan teknologi penyediaan produk perikanan. http://www.litbang.deptan.go.id [17 September 2010].
Komar A. 1987. Penggunaan Zeolit dalam Bobot beberapa dalam Filter Sistem Resirkulasi pada pemeliharaan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Karya Ilmiah, IPB. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, dan Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus: Jakarta. Kurniawan D. 2009. Prinsip pengangkutan http://defishery.files.wordpress.com. [25 September 2010].
ikan.
Jhingran VG dan Pullin RSV. 1985. A hatchery manual for the common carp, Chinese, and Indian major carps. ICLARM Studies and Reviwes 11: Asian Development Bank. p:74-80. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta. O-Fish. 2009. Filter kimia. http://www.O-Fish/filter/filter_kimia.php.htm [4 Maret 2010]. Pescod MB. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standar for Tropichal Countries. Thailand: AIT, Bangkok. p:59. Rahmat. 2008. Ikan nila (Oreochromis niloticus). http://www.chainindonesia.org/ [27 Oktober 2010]. Rand MC, Greendberg AE, Taras MJ. 1975. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 14th Ed. Washington, DC. APHA, 1015 Eighteen Street NW. Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jakarta: Bina Cipta. Slamet B, Suko I, dan Titiek A. 2002. Transportasi benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) hasil pembenihan di Bali. http://litbang.deptan.go.id [25 Oktober 2010]. Supendi A. 2006. Pemanfaatan zeolit dan karbon aktif pada system pengepakan tertutup ikan Corydoras, Corydoras aenus berorientasi ekspor [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suyanto SR. 2003. Nila. Jakarta: Penebar Swadaya. Spotte dan Stephen H. 1970. Fish and Invertebrate Culture: Water Management in Close System. Wiley-Intersciene, John Wilwy & Sons Inc: New York. Stickney RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc: New York, p:1-125.
Trewavas E. 1986. Tilapia taxonomy and speciation. In Pullins RSV, McConnel HL (ed); The biology and culture of tilapias. ICLARM. Conf. proc., 7, Inter. Centre for living Aquatic Resources Mgt. Manila, Philippine. Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall: New York, 232 p. Wibowo S. 1993. Sumberdaya dan transportasi lobster hidup untuk ekspor. Laporan Hasil Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta. Zainuddin, Inayah, Djawad MI, dan Saleng AD. 2003. Respons fisiologi dan laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng yang dibantut pada umur berbeda. Jurnal Sains dan Teknologi. p: 8.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai kualitas air pada penelitian pendahuluan ikan nila Tanggal
Waktu (jam)
TAN mg
pH
DO
Suhu (oC)
CO2
19/8/2010
0
0,590308
7,14
7,16
27,9
11,9856
19/8/2010
12
0,978992
7,03
5,98
26,8
19,976
20/8/2010
24
1,310924
7,01
5,01
27,6
43,9472
20/8/2010
36
1,542857
6,89
4,45
26,1
51,9376
20/8/2010
48
1,790514
6,97
4,14
26,8
75,9088
Lampiran 2 Niai pH media air pengangkutan Jam ke-
Nilai pH media pengangkutan Tanpa menggunakan alat
Dengan menggunakan alat
0
6,15±0
6,15±0
6
5,99±0,04
6,02±0,02
12
5,93±0,02
5,95±0,02
18
5,87±0,01
5,91±0,01
24
5,81±0,01
5,85±0,03
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Variable 1 Variable 2 5,952 5,976666667 0,016803 0,013238889 5 5 0,015021 0 8 -0,31822 0,379233 1,859548 0,758465 2,306004
Lampiran 3 Nilai suhu media air pengangkutan Jam ke-
Nilai suhu media pengangkutan Tanpa menggunakan alat
Dengan menggunakan alat
0
28±0
28±0
6
26,43±0,15
26,43±0,15
12
26,13±0,15
26,13±0,15
18
27,2±0
27±0
24
27,2±0
28±0
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Variable 1 27,15333333 0,748666667 5 0,637 0 8 0,396214425875 0,35115244 1,859548033 0,70230488 2,306004133
Variable 2 26,95333 0,525333 5
Lampiran 4 Nilai DO media air pengangkutan Jam ke-
Nilai DO media pengangkutan Tanpa menggunakan alat
Dengan menggunakan alat
0
6,7±0
6,7±0
6
3,86±0,03
3,97±0,07
12
3,97±0,09
4,09±0,06
18
3,62±0,22
4,06±0,08
24
3,4±0,12
4,01±0,02
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Variable 1 4,309333333 1,834752222 5 1,628213889 0 8 0,321345793 0,378091639 1,859548033 0,756183279 2,306004133
Variable 2 4,568667 1,421676 5
Lampiran 5 Nilai CO2 media air pengangkutan Jam ke-
Nilai CO2 media pengangkutan Tanpa menggunakan alat
Dengan menggunakan alat
0
31,96±0
31,96±0
6
49,94±2,82
37,29±2,31
12
69,25±2,31
43,95±3,9
18
80,17±0,46
70,58±2,3
24
93,22±8,31
70,58±2,3
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Variable 1 Variable 2 59,44858 42,61547 1305,923 743,989 5 5 1024,956 0 8 0,831346 0,214946 1,859548 0,429891 2,306004
Lampiran 6 Nilai TAN media air pengangkutan Jam ke-
Nilai TAN media pengangkutan Tanpa menggunakan alat
Dengan menggunakan alat
0
0,06±0
0,06±0
6
1,08±0,02
0,98±0,12
12
1,19±0,01
1,03±0,01
18
1,76±0,06
1,37±0,05
24
1,95±0,01
1,56±0,01
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Variable 1 Variable 2 1,208417 0,998173 0,549083 0,331707 5 5 0,440395 0 8 0,500925 0,314957 1,859548 0,629914 2,306004
Lampiran 7 Nilai NH3 media air pengangkutan Jam ke-
Nilai NH3 media pengangkutan Tanpa menggunakan alat
Dengan menggunakan alat
0
0,0025±0
0,0025±0
6
0,0342±0,0066
0,0372±0,0042
12
0,0332±0,0003
0,0380±0,0001
18
0,0500±0,0019
0,0634±0,0018
24
0,0555±0,0004
0,0687±0,0007
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Variable 1 0,041944 0,000693 5 0,00056 0 8 0,458989 0,329228 1,859548 0,658456 2,306004
Variable 2 0,035072 0,000427 5