Rancang Bangun Server Learning Management System (LMS) Berbasis Metode Load Balancing Pranata Ari Baskoro1, Achmad Affandi2, Djoko Suprajitno Rahardjo3 Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
balancing. Pada tugas akhir ini akan dilakukan rancang bangun server Learning Management System (LMS) yang menerapkan metode load balancing yang berbasis framework Linux Virtual Server (LVS) [5]. LVS menyediakan kemampuan load balancing melalui beberapa teknik routing untuk mendistribusikan trafik antar server [4]. Teknik routing tersebut antara lain: - LVS-NAT (LVS via Network Address Translation). - LVS-TUN (LVS via Tunnelling) - LVS-DR (LVS Direct Routing) Teknik routing LVS-NAT dapat diterapkan pada aplikasi web server dengan load balancing atau cluster. Penggunaan teknik routing ini berangkat dari semakin berkurangnya alamat IP publik versi 4 (IPv4) sedangkan jumlah web server saat ini semakin meningkat [3]. Dengan LVS-NAT maka hanya diperlukan sebuah alamat IPv4 yang bisa diakses dari internet atau alamat IP publik untuk halaman situs yang dapat diakses pengguna [5]. Salah satu kelebihan dari LVS adalah fleksibilitas dalam memilih algoritma penjadwalan. Algoritma penjadwalan diperlukan untuk menentukan alur pendistribusian beban kerja antar server [9]. Dalam rancang bangun tugas akhir ini, algoritma penjadwalan yang digunakan adalah round robin. Dengan round robin, beban kerja antar server dapat didistribusikan sama rata, tanpa mempertimbangkan kapasitas atau spesifikasi dari server tersebut [4].
Abstract— Akses pengguna ke suatu situs yang melebihi kapasitas web server-nya dapat menyebabkan server down dan menghambat pelayanan kepada pengguna. Masalah tersebut berlaku pula bagi server-server yang menjalankan situs elearning terutama server e-learning tunggal. Solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah dengan menambah kapasitas server yang digunakan misalnya penambahan web server. Metode load balancing kemudian digunakan untuk mengatur beban kerja antar web server tersebut. Pada tugas akhir ini telah dilakukan rancang bangun dan pengujian performansi yang dicapai server LMS load balancing dengan variasi jumlah web server mulai dari satu, dua dan tiga web server dibandingkan dengan server LMS tunggal pada berbagai kondisi pembatasan bandwidth mulai dari 128 kbps, 256 kbps, 512 kbps, 1 Mbps dan 2 Mbps. Dari pengujian didapatkan hasil bahwa dibandingkan dengan server LMS tunggal, throughput pada server LMS load balancing mampu meningkat hingga 66,396%, packet loss menurun hingga 60,397%, dan mempercepat response time hingga 56,467%. Index Terms— Learning Management System, load balancing, benchmarking, response time.
I. PENDAHULUAN
W
eb server yang ditempati oleh LMS yang menjalankan suatu situs e-learning merupakan pintu akses bagi ribuan penggunanya ke situs tersebut [3]. Peningkatan jumlah akses serta tingkat kompleksitas dari aplikasinya menuntut tersedianya suatu web server yang handal, cepat serta mempunyai kemampuan yang memadai. Seringkali peningkatan jumlah akses terjadi lebih cepat dan di luar antisipasi pada saat web server tersebut dirancang pada waktu pertama kali [1]. Ada beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk menghadapi masalah tersebut, salah satunya dengan menambah kapasitas server yang digunakan misalnya dengan menambah jumlah web server. Penambahan kapasitas server dapat dilakukan dengan replikasi web server menjadi lebih dari satu yang disebut dengan clustering [2]. Untuk mengatur distribusi beban akses pengguna ke beberapa web server tersebut secara merata maka diterapkan metode load 1
Mahasiswa Bidang Studi Telekomunikasi
[email protected] 2 Dosen Pembimbing I, e-mail:
[email protected] 3 Dosen Pembimbing II, e-mail:
[email protected]
Multimedia,
II.
METODE PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sistem Pada tugas akhir ini akan dibangun dua sistem yang berbeda dalam perancangan server LMS yang akan diuji yaitu sistem server tunggal dan sistem load balancing. Sistem server tunggal seperti yang terdapat dalam Gambar 1 terdiri dari satu komputer yang berperan sebagai server LMS. Server LMS merupakan komputer yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan data dari semua konten dan obyek pembelajaran dari berbagai pengguna (client). Dengan kata lain, database, web server beserta software LMS-nya terletak di dalam satu komputer saja. Client adalah pengguna atau pengakses situs LMS yaitu mahasiswa (student) maupun pengajar (teacher).
e-mail:
1
Start Client
LMS Server
Perancangan sistem dan topologi jaringan untuk server LMS tunggal dan server LMS load balancing
Gambar 1. Desain topologi server LMS tunggal Instalasi Sistem Operasi Linux
Sistem load balancing yang akan dibangun menggunakan sebuah server yang berfungsi sebagai director atau load balancer, tiga PC sebagai web server dan sebuah PC sebagai database server. Bagian director merupakan load balancer yang mendistribusikan akses pengguna atau client request yang akan diproses oleh web server. Algoritma penjadwalan round robin dan implementasi Network Address Translation (NAT) diterapkan pada bagian load balancer ini. Untuk mendukung teknik routing LVS-NAT yang akan digunakan, komputer yang menjadi unit load balancer disyaratkan memiliki dua Network Interface Card (NIC).
Pembuatan Server LMS load balancing
Webserver 1
Pembuatan Single Server
Instalasi & konfigurasi pada load balancer, web server dan database server
Instalasi & konfigurasi database dan web server
Pengujian sistem
Pengujian sistem
Pengambilan data dengan software analyzer & monitoring
Pengambilan data dengan software analyzer & monitoring
Switch Webserver 2 Client
Analisis data
Load Balancer
Perbandingan hasil pengukuran Webserver 3
Stop LMS Server Database Server
Gambar 3. Flowchart metode penelitian
Gambar 2. Desain topologi server LMS load balancing
Pengujian QoS jaringan pada cluster server LMS dan server tunggal dilakukan dengan menggunakan program Wireshark. Wireshark mampu membaca (capture) paket-paket data yang lewat pada jaringan dan menganalisanya. Pada pengukuran di sini data yang dibaca adalah TCP dan HTTP. Di bawah ini adalah beberapa parameter yang di-capture melalui Wireshark untuk pengujian QoS.
Web server menjalankan service HTTP bagi server LMS dan juga merupakan tempat software LMS berada. Setiap HTTP request dari client diproses oleh satu web server dalam metode load balancing dengan mekanisme penjadwalan round robin. Database server atau shared storage dapat berupa database system atau network file system (NFS) server yang berisi data-data yang dibutuhkan software LMS pada web server. Dalam pengujian, jumlah web server yang digunakan dalam server load balancing divariasikan mulai dari satu, dua dan tiga untuk mengamati perubahan performansi jaringan dan kinerja server-nya saat menangani akses pengguna ke situs LMS.
1) Throughput Throughput adalah besar ukuran data yang berhasil diterima pada proses transmisi data dalam rentang waktu tertentu. Biasanya throughput selalu dikaitkan dengan bandwidth, namun throughput selalu lebih kecil dari bandwidth.
B. Perancangan dan Implementasi Skenario perancangan dan implementasi dari tugas akhir ini dapat dilihat pada flowchart di Gambar 3.
2) Packet loss Packet loss merupakan banyaknya paket yang gagal mencapai tempat tujuan. Packet loss mempengaruhi kinerja jaringan secara langsung. Jika packet loss besar maka kinerja jaringan dikatakan jelek. Packet loss dapat diukur dengan cara melihat parameter yang didapatkan melalui software Wireshark.
C. Parameter Performansi Jaringan (QoS) Ada dua macam parameter performansi yang diukur, antara lain parameter QoS (Quality of Service) jaringan dan kinerja server. 2
D. Parameter Performansi Server Dalam pengujian rancang bangun server, selain pengukuran parameter QoS jaringan, pengukuran kinerja server juga sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan maksimal server yang dibangun.
dilakukan dengan mengetikkan perintah pada httperf untuk mengirimkan HTTP request sebanyak 50.000 request secara simultan ke server LMS. Dari pengujian ini akan diketahui batasan jumlah koneksi maksimal yang mampu ditangani web server setiap detiknya untuk memproses 50.000 request tersebut.
1) Response time (duration) Response time adalah rentang waktu antara seorang user memasukkan perintah ke sistem hingga sistem memberikan jawaban dengan menampilkannya ke display (monitor) [7] [8]. Dalam pengukuran response time, waktu yang diukur adalah dari user mulai mengklik tombol load pada web browser hingga halaman situs selesai dibuka (downloaded) seluruhnya.
4) Pengujian Jumlah Akses Simultan Maksimum Sebelum pengujian dilakukan pada variasi konfigurasi server, setiap web server diberikan pembatasan beban CPU sebesar 25% untuk proses web service httpd [11]. Kemudian pengujian dilakukan dengan membuka halaman situs LMS sebanyak-banyaknya hingga muncul pesan error.
2) Akses simultan maksimum Akses simultan maksimum adalah jumlah maksimum ke situs LMS secara bersamaan.
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
akses
Pada bagian ini akan dilakukan pembahasan mengenai analisis data serta pembahasan mengenai hasil pengujian performansi pada server LMS tunggal dan server LMS load balancing. Parameter yang diukur dalam pengujian performansi di sini terdiri dari performansi jaringan yang meliputi throughput dan packet loss, serta performansi server yang meliputi response time, maximum workload web server, dan akses simultan maksimum. Analisis dilakukan berdasarkan data hasil pengukuran yang didapatkan dan perbandingan peningkatan performansi yang dicapai server LMS load balancing dibandingkan dengan server LMS tunggal.
3) Maximum workload web server Beban kerja maksimum suatu web server dalam menangani koneksi dari client dalam waktu tertentu. Workload web server dapat diuji dengan menggunakan software web server benchmarking tool seperti httperf [10]. E. Pengambilan Data Performansi 1) Pengujian response time Dari web browser pada client dilakukan multi akses ke server LMS secara bersamaan dengan membuka halaman situs LMS dengan jumlah akses bervariasi. Jumlah akses yang dilakukan secara bersamaan ke situs LMS mulai dari 10, 30, 50, 100, 200 dan 300 halaman. Aplikasi Wireshark kemudian dijalankan untuk mengamati response time dari durasi atau lama waktu yang diperlukan untuk me-load seluruh halaman yang dibuka hingga selesai. Pengujian dilakukan pada berbagai konfigurasi server yakni server LMS tunggal, server load balancing dengan 1 web server, 2 web server, dan 3 web server.
A.
Performansi Jaringan
1) Throughput Pengamatan throughput dilakukan pada sisi client yang terhubung dengan server LMS. Pada bagian ini pengujian sistem dilakukan dengan variasi berbagai kondisi bandwidth yaitu mulai dari 128 kbps, 256 kbps, 512 kbps, 1 Mbps dan 2 Mbps dan juga dengan variasi kondisi pembebanan pada halaman situs LMS meliputi halaman berukuran 250 KB dan 1,5 MB. Data yang diamati dari Wireshark adalah paket TCP dan HTTP dengan alamat asal (source) dan tujuan (destination) adalah IP address server dan client.
2) Pengujian performansi jaringan Dari web browser pada client dilakukan multi akses sebanyak 10 halaman ke situs LMS secara bersamaan. Halaman yang diakses terdiri dari dua macam halaman yakni halaman ringan (ukuran 250 KB) dan halaman berat (ukuran 1,5 MB). Aplikasi Wireshark kemudian dijalankan sejak mulai me-load halaman tersebut hingga seluruh halaman selesai di-load. Dari Wireshark dapat diketahui throughput dan packet loss. Pengukuran dilakukan pada variasi pembatasan bandwidth mulai dari 128 kbps, 256 kbps, 512 kbps,1 Mbps dan 2 Mbps serta konfigurasi server yang berbeda.
Throughput (bps)
1000000 800000
Server Tunggal L. Balancing 1 Webserver L. Balancing 2 Webserver L. Balancing 3 Webserver
600000 400000 200000 0 128 Kbps
3) Pengujian Maximum Workload Web Server Pengujian dilakukan dengan menggunakan software httperf untuk menguji kemampuan web server dalam menangani koneksi simultan client ke web server. Tes
256 Kbps
512 1 Mbps 2 Mbps Kbps
Variasi Bandwidth
Gambar 4. Hasil pengukuran throughput pada berbagai konfigurasi server (ukuran halaman 250 KB)
3
meskipun nilainya sangat kecil (mendekati nol). Hubungan antara pertambahan jumlah web server dengan perubahan packet loss dapat diamati dengan jelas pada pengujian loading halaman berukuran 1,5 MB. Secara umum dapat disimpulkan dari perbandingan nilai packet loss pada pengujian performansi jaringan dalam tugas akhir ini, nilai packet loss yang dihasilkan konfigurasi server LMS tunggal dengan server LMS load balancing masih sangat kecil dan hampir mendekati 0%. Menurut standar ITU-T Y.1541 [6], nilai packet loss untuk komunikasi data TCP yang masih tergolong baik adalah 10-3 atau 0,001 (0,1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa hampir tidak ada data yang hilang pada saat transfer data.
1400000
Throughput (bps)
1200000 1000000 800000
Server Tunggal
600000 L. Balancing 1 Webserver
400000
L. Balancing 2 Webserver
200000 0 128 Kbps
256 Kbps
512 1 Mbps 2 Mbps Kbps
L. Balancing 3 Webserver
Packet Loss (%)
Variasi Bandwidth Gambar 5. Hasil pengukuran throughput pada berbagai konfigurasi server (ukuran halaman 1,5 MB)
Didapatkan bahwa nilai throughput tertinggi adalah 1300005 bps pada pengukuran server LMS load balancing dengan tiga web server pada pembatasan bandwidth 2 Mbps. Sedangkan nilai throughput terendah adalah 86808 bps pada pengukuran server LMS tunggal dengan pembatasan bandwidth 128 kbps.
Packet Loss (%)
L. Balancing 3 Webserver
B. Performansi Server 1) Response Time Pertambahan jumlah web server akan meningkatkan throughput di sisi client (downlink). Hal ini diakibatkan karena pertambahan jumlah web server akan meningkatkan kecepatan pemrosesan request dari client sehingga mempersingkat response time. Dengan ukuran data yang sama, maka peningkatan response time akan menghasilkan throughput yang semakin besar. 2) Maximum Workload Web Server Dari pengujian yang dilakukan dengan software httperf didapatkan hasil pada Tabel 4.1.
L. Balancing 2 Webserver
512 1 Mbps 2 Mbps Kbps
L. Balancing 2 Webserver
Variasi Bandwidth
L. Balancing 1 Webserver
256 Kbps
L. Balancing 1 Webserver
Gambar 7. Hasil pengukuran packet loss pada berbagai konfigurasi server (ukuran halaman 1,5 MB)
Server Tunggal
128 Kbps
Server Tunggal
128 256 512 1 2 Kbps Kbps Kbps Mbps Mbps
2) Packet Loss Nilai packet loss terkecil yang didapatkan yaitu 0,0000051236% pada bandwidth 128 kbps dengan ukuran halaman yang di-load sebesar 1,5 MB pada pengukuran server LMS load balancing dengan tiga web server. Sedangkan nilai packet loss terbesar yang didapatkan yaitu 0,00012737% pada bandwidth 2 Mbps dengan ukuran halaman yang di-load sebesar 250 KB pada pengukuran server LMS load balancing dengan tiga web server. 0,00016 0,00014 0,00012 0,0001 0,00008 0,00006 0,00004 0,00002 0
0,00009 0,00008 0,00007 0,00006 0,00005 0,00004 0,00003 0,00002 0,00001 0
Tabel 4.1 Perbandingan workload web server maksimum Jumlah web Koneksi Connections Replies server per detik Server tunggal 1800 50000 50000 1 2050 50000 50000 2 2160 50000 50000 3 2680 50000 50000
L. Balancing 3 Webserver
Variasi Bandwidth Gambar 6. Hasil pengukuran packet loss pada berbagai konfigurasi server (ukuran halaman 250 KB)
Dari data pengukuran pada ketiga variasi konfigurasi di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai bandwidth maka nilai packet loss-nya juga semakin besar 4
100 80
Server tunggal L. Balancing 1 Webserver L. Balancing 2 Webserver L. Balancing 3 Webserver
60 40 20 0 10
30
50
100
200
Persentase Peningkatan (%)
Response Time (detik)
throughput di sisi client pada server LMS tunggal dan server LMS load balancing saat client me-load halaman situs LMS berukuran ringan (250 KB) dan berat (1,5 MB).
120
300
Jumlah Akses Simultan Gambar 8. Hasil pengukuran response time
70,000 60,000 50,000 128 kbps
40,000
256 kbps
30,000
512 kbps
20,000
1 Mbps
10,000
2 Mbps
0,000 1 web server 2 web server 3 web server
Dapat disimpulkan bahwa server LMS load balancing lebih baik dalam penanganan akses pengguna ke web server. Server LMS load balancing dengan tiga web server mampu menangani 2680 koneksi dalam satu detiknya sedangkan server LMS tunggal mampu menangani hingga 1800 koneksi per detik saja. Hal ini dapat dicapai karena beban kerja (pemrosesan request) terbagi ke ke tiga web server tersebut, sehingga response time menjadi lebih singkat.
Variasi Server Load Balancing Gambar 9. Persentase peningkatan throughput server load balancing (ukuran file 250 KB)
Persentase peningkatan throughput tertinggi dicapai oleh server LMS load balancing dengan tiga web server yaitu sebesar 66,396% dan 54,159%. Dari sini didapatkan bahwa pertambahan jumlah web server akan meningkatkan throughput dari server ke client secara signifikan.
Persentase Peningkatan (%)
3) Jumlah Akses Simultan Maksimum Pengujian jumlah akses simultan maksimum Dari pengujian akses simultan maksimum ke situs LMS yang telah dilakukan sebelumnya dapat dibandingkan jumlah akses simultan maksimum ke situs LMS pada server LMS tunggal dengan server LMS load balancing. Tabel 4.2 Jumlah akses simultan maksimum Jumlah web server Akses Simultan Maksimum Server tunggal >500 1 400 2 410 3 415
60,000 50,000 40,000
128 kbps 256 kbps 512 kbps
30,000 20,000 10,000 0,000 1 2 3 webserver webserver webserver
Variasi Server Load Balancing Gambar 10. Persentase peningkatan throughput server load balancing (ukuran file 1,5 MB)
Pembatasan beban CPU untuk web server httpd mengakibatkan jumlah akses simultan maksimum pada server load balancing lebih kecil daripada server tunggal. Pada kondisi tanpa pembatasan CPU load, httpd mampu menangani akses lebih banyak dan melakukan koneksi ke database server hingga batasan maksimum yang telah dikonfigurasi pada database server.
Dari data persentase peningkatan throughput pada server LMS load balancing dapat disimpulkan bahwa bandwidth mempengaruhi persentase peningkatan throughput. Semakin lebar bandwidth maka semakin besar pula persentase peningkatan performansi yang dicapai server LMS load balancing.
C. Perbandingan Performansi
2) Packet Loss Berikut ini akan dibahas perbandingan hasil pengukuran throughput di sisi client pada server LMS tunggal dan server LMS load balancing saat client meload halaman situs LMS berukuran ringan (250 KB) dan berat (1,5 MB). Nilai minus pada persentase perubahan packet loss yang ditunjukkan pada data pengukuran berarti terjadi
1) Throughput Parameter performansi jaringan yang paling mudah untuk diamati dalam perbandingan performansi antara server LMS tunggal dengan server LMS load balancing adalah throughput di sisi client. Berikut ini akan dibahas perbandingan hasil pengukuran 5
penurunan nilai packet loss saat pada konfigurasi server LMS load balancing yang diuji dibandingkan dengan server LMS tunggal.
3) Response Time Setelah dilakukan pengukuran response time pada server LMS tunggal dan server LMS load balancing dengan tiga jenis konfigurasi server, pada bagian ini hasil pengukuran response time akan dibandingkan dan dikalkulasi peningkatannya. Response time pada pengujian server LMS tunggal lebih lama dibandingkan server LMS load balancing. Antara server LMS load balancing dengan satu web server dibandingkan dengan server dengan tiga web server, terlihat bahwa response time pada pengujian server LMS dengan tiga web server adalah yang terbaik.
200 128 kbps 256 kbps 512 kbps 1 Mbps
100
50
60,000
Persentase Peningkatan (%)
Persentase perubahan (%)
150
2 Mbps
0
-50 1 Webserver
2 Webserver
3 Webserver
Jumlah Web Server dalam Server Load Balancing
40,000
Server Load Balancing
30,000
1 Webserver 20,000 2 Webserver 10,000 3 Webserver
0,000
Gambar 11. Persentase perubahan packet loss pada server load balancing (ukuran file 250 KB)
10
30
50
100 200 300
Jumlah Akses Simultan
Penurunan terbanyak terlihat pada server LMS load balancing dengan tiga web server yang menandakan peningkatan QoS pada jaringan yang dicapai konfigurasi server tersebut.
Gambar 13. Percepatan response time
Perbedaan response time turut dipengaruhi oleh faktor komunikasi Ethernet antara web server dengan database server misalnya perbedaan round-trip time (RTT) atau ping time [1]. Faktor komunikasi ini akan terlihat pengaruhnya saat database server harus menangani banyak akses atau permintaan secara simultan dari web server ke database server.
60
Persentase Perubahan (%)
50,000
40
20 128 kbps
0
IV. PENUTUP 256 kbps
-20
512 kbps
-40
1 Mbps
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil rancang bangun server LMS berbasis metode load balancing dan data-data yang didapatkan dari pengukuran performansi jaringan dan kinerja server-nya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Performansi server LMS berbasis metode load balancing lebih baik dibandingkan server LMS tunggal berdasarkan parameter throughput, packet loss, response time dan maximum workload web server.
2 Mbps
-60
1
2
3
Jumlah Web Server dalam Server Load Balancing Gambar 12. Persentase perubahan packet loss pada server load balancing(ukuran file 1,5 MB)
6
2.
3.
4.
[7]
Server load balancing dengan tiga web server memiliki performansi yang paling baik di antara server-server lainnya dari konfigurasi server lainnya yang diuji dari parameter throughput, packet loss, response time dan maximum workload web server. Nilai throughput tertinggi dicapai pada server load balancing dengan tiga web server sebesar 1300005 bps, dan maximum workload web server sebesar 2680 koneksi per detik. Performansi server LMS berbasis metode load balancing sudah memenuhi standar yang ditetapkan dalam rekomendasi ITU-T Y.1541 tentang nilai packet loss yang masih dianggap baik pada komunikasi data TCP yaitu 0,001 (0,1%) dimana nilai packet loss terbesar yang dicapai adalah 0,00014483% [6]. Hasil pengujian maximum workload web server dan jumlah akses simultan maksimum membuktikan bahwa problem bottleneck yang menyebabkan keterbatasan akses simultan pengguna ke server LMS load balancing lebih disebabkan oleh pembatasan beban CPU sebesar 25% namun problem ini bersifat temporer.
[8] [9] [10]
[11]
Pranata Ari Baskoro lahir di Palangkaraya 28 Desember 1990, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Arief Sudibyo dan Markiyati. Setelah lulus dari SMAN 1 Banjarmasin pada tahun 2007, penulis melanjutkan studi di Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dengan mengambil Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia. Selama masa studinya di Teknik Elektro ITS, penulis aktif sebagai administrator di Laboratorium Jaringan Telekomunikasi, mengadakan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan jaringan, dan menjadi asisten dosen mata kuliah Rekayasa Internet dan praktikum Dasar Sistem Telekomunikasi.
B. Saran Dari hasil pengujian yang telah didapatkan, bisa diberikan beberapa saran dan rekomendasi yang berguna untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1. Performansi server LMS load balancing akan meningkat lebih baik lagi jika menggunakan sistem database cluster dimana setiap web server akan menggunakan sebuah database server. 2. Perlu dilakukan pengujian server LMS load balancing dengan menggunakan algoritma penjadwalan yang lain seperti least connection, weighted least connection, weighted round robin dan lain-lain untuk mengetahui algoritma penjadwalan yang mana yang dapat menghasilkan performansi terbaik. 3. Selain penggunaan sistem database cluster, penambahan kapasitas memori atau perbaikan spesifikasi hardware pada database server juga dapat meningkatkan performansi server LMS load balancing secara keseluruhan.
DAFTAR REFERENSI [1] [2]
[3]
[4]
[5] [6]
Stallings, W., “Computer Networking with Internet Protocols and Technology”, Prentice Hall, New Jersey, 2004. Estimating End-to-End Performance in IP Networks for Data Applications, ITU-T G.1030 Recommendations, Nopember 2005. Anonim. “Turbo Linux Cluster Server 6: Linux User Guide”, 2001. Nasution, A.H., “Komparasi Algoritma Penjadwalan Pada Layanan Terdistribusi Load Balancing LVS via NAT”. Proyek Akhir, Jurusan Teknik Informatika PENS-ITS, Surabaya, 2011. HostGator Support Team, “CPU Resource Usage Terms of Service”
, Juni, 2011.
Gozali F., Alex. “Virtual Server”. Jurnal Teknik Elektro Universitas Trisakti, Jakarta, Agustus 2002. Taryana, A., Siswantoro, H., Penerapan E-Learning OLAT dengan Web Server Ter-cluster Untuk Peningkatan Kapasitas Akses ELearning. Zhang, W., “Linux Virtual Server for Scalable Network Services”, National Laboratory for Parallel & Distributing Processing, Hunan, 1999. Anonim, “Red Hat Enterprise Linux 4 Virtual Server Administration Linux Virtual Server (LVS) for Red Hat Enterprise Linux Edition 1.0”, Red Hat Inc., Raleigh, 2009. LVS Documentation, , Maret, 2010. Network Performance Objectives for IP-based Services, ITU-T Y.1541 Recommendations, Februari 2006.
7