RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
RIZQI RIZALDI HIDAYAT NRP. C54060724
RINGKASAN
RIZQI RIZALDI HIDAYAT. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari. Dibimbing oleh INDRA JAYA. Air tawar dan garam merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi tubuh manusia. Akan tetapi saat ini kebutuhan tersebut masih belum dapat terpenuhi oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja Indonesia masih harus mengimpor garam dari luar negeri. Hal ini sangatlah tidak wajar bagi negara maritim yang memiliki pantai terpanjang nomor dua di dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari bahan baku air laut dengan menggunakan energi matahari. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2010 di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari ini merupakan suatu alat destilasi yang menerapkan prinsip evaporasi. Garam dan air tawar yang terdapat dalam air laut dipisahkan dengan cara mamanaskan air laut tersebut hingga menguapkan air yang bersifat tawar dan mengendapkan kristal garam menggunakan energi matahari. Suhu lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat mempengaruhi produktivitas suatu alat destilasi. Pada hasil percobaan diperoleh suhu lingkungan antara 22-39 oC. Suhu lingkungan ini akan mempengaruhi suhu pada ruangan evaporasi yang didalamnya terdapat air laut yang akan diuapkan. Suhu air laut yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara 29-63 oC. Dengan meningkatnya suhu pada ruangan evaporasi maka air laut dalam bak penampungan akan menguap. Uap yang terbentuk lalu mengalami kondensasi pada bagian kaca penutup. Hal ini dikarenakan suhu kaca penutup lebih rendah dari suhu dalam ruangan evaporasi. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan alat ini mampu menghasilkan rata-rata air tawar sebanyak 3,2 liter per hari. Berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh WHO, maka alat ini mampu mensuplai kebutuhan air minum untuk dua orang dalam sehari. Pada proses destilasi tersebut terjadi perubahan sifat fisis dan kimia dari air laut. Setelah melalui proses destilasi, salinitas turun dari 33 menjadi 0, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,5 sedangkan nilai total suspended solids (TSS) juga mengalami penurunan dari 0,0739 menjadi 0,0112. Untuk parameter yang diuji, air hasil destilasi sudah memenuhi standar untuk dapat dikonsumsi. Dari hasil pengujian selama enam hari diperoleh jumlah garam sebesar 621 gram dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Kandungan NaCl dari garam hasil destilasi masih dibawah standar garam, hal ini dikarenakan masih adanya zat pengotor. Untuk itu perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti pencucian.
© Hak cipta milik Rizqi Rizaldi Hidayat, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruh dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
Oleh : RIZQI RIZALDI HIDAYAT
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
Nama Mahasiswa
: Rizqi Rizaldi Hidayat
Nomor Pokok
: C54060724
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc. NIP. 1961041 198601 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. H. Setyo Budi Susilo, M. Sc NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal lulus : 25 Januari 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Dalam kesempetan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Mama, Raizummi, dan Machzani besarta seluruh keluarga besar atas dukungan dan motivasinya.
2.
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir.
3.
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen penguji.
4.
Dr. Ir. Henry M Manik, M.T selaku Ketua Komisi Pendidikan Sarjana.
5.
Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama penulis menjalankan studinya di IPB.
6.
Pihak RAMP yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian ini .
7.
Muhammad Iqbal, S.Pi, Henry Dayu, S.Pi, Arief Witjaksana, S.Pi, Asep Ma’mun, S.Pi, Jimmi R.P. Tampubolon, S.IK, Aldo Fansuri, Erik Munandar, Henky Wibowo, Muchamad Iskandarsyah, Githa Prima Putra atas bantuan, semangat, dan masukan yang diberikan selama penelitian.
8.
Teman-teman seperjuangan ITK 43 dan seluruh warga ITK yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
9.
Seluruh anggota Klub MIT (Marine Insrument and Telemetry) yang tidak henti-hentinya memberi dukungan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Bogor, Januari 2011
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. i DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. v 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2.Tujuan ................................................................................................. 2 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1. Pengertian Air .................................................................................. 2.2. Kebutuhan Air . ................................................................................ 2.3. Standar Kualitas Air Bersih .............................................................. 2.4. Pengolahan Air. ................................................................................. 2.4.1. Destilasi. ......................................................................................... 2.4.2. Reserve Osmosis. ........................................................................... 2.4.3. Elektrodialisis................................................................................. 2.4.3. Desinfeksi Air. ............................................................................... 2.5. Garam. ............................................................................................... 2.6. Proses Produksi Garam ..................................................................... 2.7. Kebutuhan Garam.di Indonesia......................................................... 2.8. Produksi Garam di Indonesia. ........................................................... 2.9. Standar Kualitas Garam. ................................................................... 2.10. Energi Surya. ................................................................................... 2.11. Perpindahan Panas. ......................................................................... 2.11.1. Konduksi. ..................................................................................... 2.11.2. Konveksi. ..................................................................................... 2.11.3. Radiasi. .........................................................................................
3 3 4 6 7 7 9 9 11 12 12 13 15 17 17 19 19 20 20
3. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 3.3. Pembuatan Alat ................................................................................ 3.4. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar ................................................. 3.5. Proses Pengambilan Data .................................................................. 3.6. Variabel Penelitian. ........................................................................... 3.7. Prinsip Kerja Alat.............................................................................. 3.8. Analisis Hasil. ...................................................................................
22 22 22 23 25 29 29 30 31
i
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 4.1. Hasil Ujicoba Lapang ........................................................................ 4.2. Laju Penguapan ................................................................................. 4.4. Hubungan Antara Selisih Suhu Kaca dan Lingkungan Dengan Volume Air Destilasi ......................................................................... 4.3. Kualitas Air ....................................................................................... 4.5. Kualitas Garam.................................................................................. 4.6. Nilai Ekonomis..................................................................................
33 33 35 37 39 39 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 42 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 42 5.2. Saran.................................................................................................. 42 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 43 LAMPIRAN ................................................................................................... 45 RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 52
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Prototipe Destilator Tenaga Surya ................................................. Gambar 2. Sel Elektrodialisis........................................................................... Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat ........................................................ Gambar 4. Bagian Bawah Alat Pemisah Garan dan Air Tawar ...................... Gambar 5. Bagian Atap Alat Pemisah Garan dan Air Tawar ......................... Gambar 6. Gambar Alat Destilator .................................................................. Gambar 7. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Atas .......... Gambar 8. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Depan ....... Gambar 9. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Samping ... Gambar 10. Diagram AlirVariabel Pengukuran............................................... Gambar 11. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama Enam Hari ..................... Gambar 12. Grafik Laju Evaporasi .................................................................. Gambar 13. Hubungan Antara ∆T dengan Rata Volume Air Destilasi...........
iii
8 10 24 26 27 27 28 28 29 30 34 36 38
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kebutuhan Garam di Indonesia.......................................................... 14 Tabel 2. Kualitas Air ........................................................................................ 39 Tabel 3. Kualitas Garam .................................................................................. 40
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Uji Coba Lapang ........................................................ 46 Lampiran 2. Foto Kegiatan .............................................................................. 49 Lampiran 3. Tabel Uap .................................................................................... 51
v
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sulitnya masyarakat di beberapa daerah di Indonesia dalam memenuhi
kebutuhan air bersih saat ini masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah dengan memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air laut. Untuk dapat dimanfaatkan maka air laut perlu diolah terlebih dahulu. Salah satu cara pengolahan yang praktis dan ramah lingkungan adalah dengan destilasi tenaga surya. Pemanfaatan tenaga surya untuk destilasi air laut menjadi air tawar juga merupakan bentuk pemanfaatan energi alternatif. Garam merupakan kebutuhan dapur manusia yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tubuh manusia dengan garam sangatlah penting. Meskipun produksi garam lokal terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, akan tetapi menurut Partogi Pangaribuan, Direktur Impor Kementerian Perdagangan tahun 2010, Indonesia masih mengimport garam sebanyak 150 ribu ton untuk tahun 2010. Hal ini sangatlah ironis mengingat bahwa negara kita merupakan negara maritim dengan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia. Sekitar 16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang hidup di kawasan pesisir. Pilihan untuk hidup di kawasan pesisir tentu sangat relevan mengingat banyaknya potensi sumber daya alam hayati maupun nonhayati, sumber daya buatan serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi penghidupan masyarakat. Namun hal ini tidak menjadikan sepenuhnya masyarakat pesisir sejahtera. Masih rendahnya produktivitas mereka
1
2
menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari ketidaksejahteraan. Diharapkan dengan dikembangkannya alat untuk memproduksi air bersih dan garam ini dapat menaikkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka.
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang serta membuat alat
yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari bahan baku air laut dengan menggunakan energi matahari.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Air Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk
kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Air dapat berubah wujud: dapat berupa zat cair atau sebutannya “air”, dapat berupa benda padat yang disebut “es”, dan dapat pula berupa gas yang dikenal dengan nama “uap air”. Perubahan fisik bentuk air ini tergantung dari lokasi dan kondisi alam. Ketika dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada suhu tertentu uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di bawah 0oC air berubah menjadi benda padat yang disebut es atau salju. Air dapat juga berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air mengukuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Air laut merupakan air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin, dan memiliki kadar garam (salinitas) yang tinggi. Rata-rata air laut di lautan dunia memiliki salinitas sebesar 35, hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat 35 gram garam yang terlarut di dalamnya. Kandungan garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut antara lain klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium, dan florida. Keberadaan garam-garaman ini mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas,
3
4
kompresibilitas, dan titik beku (Homig, 1978). Air dengan salinitas tersebut tentunya tidak dapat dikonsumsi. Air tawar adalah air dengan kadar garam dibawah 0,5 ppt (Nanawi, 2001). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan bahwa : “Air tawar adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil.”, sedangkan menurut Undang-Udang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Bab I, Pasal 1), butir 2 disebutkan bahwa “Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.”. Butir 3 menyebutkan “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan atau batuan di bawah permukaan tanah.”. Karakteristik kandungan dan sifat fisis air tawar sangat bergantung pada tempat sumber mata air itu berasal dan juga teknik pengolahan air tersebut. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Pasal 1 menyatakan bahwa : “Air minum adalah air yang melaui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum”.
2.2
Kebutuhan Air Air merupakan salah satu kebutuhan pokok mahluk hidup termasuk
manusia. Dalam kehidupan sehari-hari keberadaan air sangatlah penting. Karena
5
keberadaannya yang sangat penting, maka keberadaan dan penggunaanya perlu dijaga dengan baik. Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan, dan buahbuahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air di dalam tubuh memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal. Menurut dokter dan ahli kesehatan manusia wajib minum air putih delapan gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga mutlak membutuhkan air. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengamil tempat di larutan air (Enger dan Smith, 2009). Tanpa air keduanya akan mati. Sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Dengan kata lain air merupakan zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mkhluk hidup. Dapat disimpulkan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan. Di Amerika Serikat ditentukan 600 liter per kapita per hari (Linsley dan Franzini, 1985). Di Indonesia diperlukan air berkisar 100 – 150 liter/orang /hari. Kebutuhan air minimal untuk daerah pedesaan menurut standar WHO
6
adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie, 1984). Menurut Irianto (2004) setiap hari selama 24 jam manusia membutuhkan asupan air sekitar 2,5 liter.
2.3
Standar Kualitas Air Bersih Standar kualitas air adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan
dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Sanropie, 1984). Secara kimia standar kualiatas air bersih dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (a) di dalam air minum tidak boleh terdapat zat-zat yang beracun, (b) tidak ada zat yang menimbulkan gangguan kesehatan, (c) tidak mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis, dan (e) tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan ekonomi. Dengan mengacu pada persyaratan di atas, maka keberadaan zat-zat kimia masih diperbolehkan dalam air minum asalkan jumlahnya tidak melebihi batas yang telah ditentukan oleh Baku Mutu Air Minum. Secara biologis, air minum tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri coli. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 adalah (a) air bersih yang berasal dari selain perpipaan, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk jumlah total bakteri Coliform setiap 100 ml air contoh jumlahnya tidak boleh melebihi 50. (b) Air
7
bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total bakteri Coliform tidak diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh, sedangkan secara fisik, air bersih haruslah jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna.
2.4
Pengolahan Air Tidak semua air yang terdapat di alam layak untuk dikonsumsi. Agar
dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis. Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.
2.4.1
Destilasi Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan, yakni proses pemanasan
suatu bahan pada berbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperolah hasil tertentu. Penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian mendinginkan gas hasil pemanasan, untuk selanjutnya mengumpulkan tetesan cairan yang mengembun (Cammack, 2006).
8
Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakukan dengan teknik destilasi panas buatan, destilasi tenaga surya, elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain. Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis dan awet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup kanal kondensat, kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004), mengklaim bahwa dengan destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari, sedangkan Marsum (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas 94 cm x 48 cm, mampu mengahasilakn air tawar sebanyak 1,34 – 2,95 l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari.
Gambar 1. Prototipe destilator tenaga surya (Kimpraswil, 2004) Meinawati (2010) menyatakan bahwa suatu alat desalinator air laut tipe evaporasi dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 100 cm mampu
9
menghasilkan 93 ml air tawar per hari. Hasil tersebut diperoleh ketika radiasi yang dipancarkan matahari mencapai 398 cal/cm2/hari. Radiasi surya yang menimpa desalinator mempengaruhi total volume destilat yang dihasilkan. Semakin tinggi radiasi surya yang dapat diserap oleh air laut menyebabkan suhu air laut semakin tinggi. Jika suhu air laut semakin tinggi maka pergerakan molekul di dalamnya semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul, sehingga akan semakin mempercepat proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan).
2.4.2
Reserve Osmosis Proses reserve osmosis menggunakan membran selektif yang dapat
ditembus oleh air dari kadar garam rendah (tawar) ke kadar garam yang lebih tinggi. Dalam proses osmosis terbalik, kadar garam rendah (tawar) dipaksa mengalir menembus membrane dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan tekanan buatan. Tekanan yang diperlukan kira-kira 1500 psi (10.000 kN/m2). Sekarang teknik ini sudah berkembang pesat. Pada reserve osmosis ini terjadi tiga buah perlakuan yaitu perlakuan fisik, biologis, dan kimia. Proses pertama dari reserve osmosis meliputi operasi penyaringan yang dilakukan melalui filter pasir di ikuti oleh filter cartridge untuk memisahkan partikel berdasarkan ukurannya. Proses kedua mencakup perlakuan biologis seperti koagulan, injeksi polielektrolit, dan disinfeksi. (Migliorini, 2004)
10
2.4.3 Elektrodialisis Proses elektrodialisis prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh tenaga potensi listrik melalui membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion tertentu. Pada metode ini, aliran listrik dialirkan melalui air oleh dua elektrode (Gambar 2). Kedua elektrode tersebut dipisahkan satu sama lain oleh membran. Ion-ion di dalam larutan akan tertarik oleh elektrode menembus membran, sehingga air yang tertinggal menjadi bersih dari garam-garam anorganik. Air yang telah dibersihkan dengan cari ini dapat digunakan kembali atau diolah lebih lanjut.
Gambar 2. Sel elektrodialisis (Wagner, 1971) Penggunaan metode elektrodialisis mempunyai dua masalah utama dalam penanganan air limbah. Masalah pertama dikarenakan molekul organik yang tidak dapat dihilangkan dengan cara ini cenderung untuk terkumpul pada membran sehingga mengurangi efektifitas sel elektrodialisis. Masalah kedua adalah tempat untuk membuang larutan garam yang diproduksi. Karena masalah tersebut, proses ini mempunyai keterbatasan hanya dapat dilakukan di daerah dekat dengan badan
11
air laut yang besar dimana pembuangan mungkin dilakukan (Fardiaz, 1992). Pengolahan air dengan cara ini tidak cocok digunakan karena mahalnya biaya operasional yaitu sekitar USD 325 per 1000m3.
2.4.4
Desinfeksi Air Desinfeksi adalah membunuh bakteri pathogen (bakteri penyebab
penyakit) yang penyebarannya melalui air. Desinfeksi dengan cara kimia dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti unsur halogen, Cl/senyawa khlor, Br2, Ozon (O3), Phenol, KmnO4, OCl2, dan sebagainya. (Purnawijayanti, 2001) Untuk membunuh bakteri pathogen dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan penambahan bahan kimia, pemanasan, penggunaan sinar UV, dan dengan cara mekanis diantaranya dengan pengendapan, saringan pasir cepat Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara desinfeksi air adalah daya atau kekuatan membunuh mikroorganisme patogen yang berjenis bakteri, virus, protozoa, dan cacing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah (a) tingkat kemudahan dalam memantau konsentrasi dalam air, (b) kemampuan dalam memproduksi residu yang akan berfungsi sebagai pelindung kualitas air pada sistem distribusi, (c) Kualitas estetika (warna, rasa, dan bau) dari air yang didesinfeksi, (d) teknologi pengadaan dan penggunaan yang tersedia, dan (e) faktor ekonomi.
12
2.5
Garam Garam merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan
sehari-hari dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Umumnya garam yang dijual di pasaran adalah garam yang sudah diberi tambahan zat iodium. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) dapat mengakibatkan gondok, kretin , menurunnya kecerdasan dan untuk tingkat yang lebih berat dapat mengakibatkan gangguan otak dan pendengaran serta kematian bayi. Pembuatan garam di Indonesia sebagian besar masih dilakukan secara tradisional oleh petani rakyat. Menurut segi kualitas produksi garam dalam negeri masih belum memenuhi syarat kesehatan, terutama garam yang dihasilkan dari petani garam, sebab mutu garam umumnya di bawah mutu II menurut spsifikasi SNI/SII No.140-76.
2.6
Proses Produksi Garam Produksi garam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menambang batu
garam langsung dari alam, menguapkan air laut atau air garam yang diperoleh dari dalam tanah. Pertambangan batu garam terbentuk dari endapan mineral hasil penguapan dari danau, laguna, dan lautan dalam waktu yang sangat lama. Gundukan batuan garam tersebut dapat mencapai ketinggian ratusan meter. Batu garam tersebut tidak hanya mengandung natrium klorida, tetapi juga mineral lainnya seperti anhidrit, gypsum, kalium karbonat, dan belerang. Garam batu umumnya ditambang pada kedalaman antara 100 m sampai lebih dari 1500 m dibawah permukaan dengan menggunakan 2 teknik, yaitu pertambangan dengan
13
memotong dan meledakkan (cut and blast mining) dan pertambangan berkelanjutan (continous mining) (Sedivy, 2009). Di sekitar pantai, air garam dapat diambil langsung dari laut. Untuk daerah yang jauh dari pantai, sumber air asin dapat diperoleh dari mata air yang terdapat di pedalaman. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat batuan garam batu dekat permukaan. Air hujan yang merembes melalui tanah akan melarutkan garam batu sehingga terbentuk aliran garam bawah tanah, yang dikenal di Cheshire. Air garam alam dapat dipompa dari aliran garam bawah tanah tersebut. Air garam alam hasil proses tersebut dapat menjadi delapan kali lebih asin daripada air laut. (Fielding, 2006).
2.7
Kebutuhan Garam di Indonesia Garam merupakan salah satu komoditas yang sedang diprioritaskan untuk
dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementrian Kelautan dan Perikanan (Kemenperin). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenperin (Tabel 1), luas produksi garam yang produktif saat ini di Indonesia adalah sekitar 20.000 ha, kemampuan produksi rata-rata berkisar antara 1,1 – 1,4 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan untuk tahun 2010 diperkirakan 3 juta ton yang antara lain digunakan untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan dan minuman, pengeboran minyak, serta industri chlor alkali plant (CAP). Kebutuhan akan garam diperkirakan akan terus meningkat menjadi 5 juta ton pada tahun 2015 seiring dengan pertumbuhan industri penggunanya.
14
Tabel 1. Kebutuhan garam di Indonesia (sumber: www.kemenperin.go.id) Tahun Uraian 2007
2008
2009
2010
Pasokan Dalam Negeri
1.150.000
1.199.000
1.371.000
1.400.000
Kebutuhan Garam Dalam Negeri
2.619.000
2.667.000
2.888.000
2.985.000
-
Industri CAP
1.320.000
1.350.000
1.560.000
1.638.000
-
Garam Konsumsi
680.000
687.000
693.000
707.000
-
Industri Pangan
444.000
455.000
460.000
465.000
-
Pengeboran Minyak
125.000
125.000
125.000
125.000
-
Aneka
50.000
50.000
50.000
50.000
Selama kurun waktu enam tahun terakhir, harga garam mengalami peningkatan dimana pada tahun 2004 harganya berkisar Rp. 50,- s.d Rp. 60,-/kg sedangkan saat ini harganya sudah meningkat menjadi Rp. 300,- s.d Rp. 350,-/kg. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian impor garam secara signifikan dapat meningkatkan harga garam. Garam yang diimpor pada umumnya adalah garam yang kualitasnya belum dapat diproduksi di dalam negeri karena membutuhkan kemurnian yang tinggi seperti untuk industri kimia dan farmasi. Untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas garam, perlu dilakukan intensifikasi lahan penggaraman dan meningkatkan produksi garam melalui ekstensifikasi khususnya untuk daerahdaerah sentra produksi potensial yang belum memanfaatkan lahan secara optimal. Walaupun Indonesia termasuk negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha
15
meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang) banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri.
2.8
Produksi Garam di Indonesia Di Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi pusat
pembuatan garam masih terkonsentrasi di Jawa dan Madura yaitu di Jawa seluas 10.231 Ha (Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha) dan Madura 15.347 Ha (Sumenep 10.067 Ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang 2.205 Ha). Luas area yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha yang seluruhnya berada di pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907 Ha dan di Sampang 1.046 Ha. Lokasi lainnya yaitu di NTB seluas 1.155 Ha, Sulawesi Selatan 2.040 Ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 Ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha dimana 25.542 Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. Areal garam yang dikelola oleh PT. Garam produksinya 60 ton/Ha/tahun, sedangkan garam rakyat hanya 40 ton/Ha/tahun (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010). Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara (Pantura) dan sedikit di jalur pantai selatan. Khususnya di Jawa Tengah, daerah sentra garam terdapat di Rembang, Pati, Demak, Jepara, dan Brebes, sedangkan di jalur selatan penghasil garam terdapat di Grobogan yang lebih dikenal sebagai garam non tambak. Daerah utama penghasil garam di Jawa Barat adalah terutama Cirebon dan Indramayu, yang menghasilkan 109.900 ton per tahun atau baru 66,9% dari tingkat kebutuhan propinsi. Kebutuhan garam untuk Jawa Barat yang
16
sebesar 530.000 ton per tahun belum mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain disuplai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut menghasilkan 900.000 ton per tahun. Proses produksi garam di Indonesia kebanyakan dilakukan secara tradisional, dengan memanfaatkan air laut dan panas matahari. Air laut yang mempunyai kadar garam rata-rata 2,5 % berat total, diuapkan pada lahan penjemuran yang terbuka secara berulang-ulang sampai kondisi jenuh dan mengkristal. Garam endapan yang terbentuk masih banyak mengandung kotoran lumpur atau tanah. Untuk itu, garam tersebut kemudian dicuci agar kualitasnya meningkat. Proses pencucian garam yang baik pada dasarnya mampu meningkatkan kualitas garam, bukan hanya sekedar membersihkan garam dari kotoran lumpur atau tanah , tetapi juga mampu menghilangkan zat-zat pengotor seperti senyawasenyawa Mg, Ca, dan kandungan zat pereduksi. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut selain NaCl perlu diendapkan agar kadar NaCl yang diperoleh meningkat. Kalsium dan magnesium dapat terendapkan dalam bentuk garam sulfat, karbonat, dan oksalat. Dalam proses pengendapan atau kristalisasi garam karbonat dan oksalat mengendap dahulu, menyusul garam sulfat, terakhir bentuk garam kloridanya (Fielding, 2006). Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam (dengan atau tanpa bantuan alat). Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.
17
2.9
Standar Kualitas Garam Berdasarkan kualitasnya, garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu:
1. K-1 yaitu kualitas terbaik yang memenuhin syarat untuk bahan industri maupun untuk konsumsi. Dengan komposisi sebagai berikut:
NaCl : 97.46 %
CaCl2 : 0.723 %
CaSO4 : 0.409 %
MgSO4: 0.04 %
H2O : 0.63 %
Impurities: 0.65 %
2. K-2 yaitu kualitas dibawah K-1, garam jenis ini harus dikurangi kadar berbagai zat agar memenuli standart sebagai bahan baku industri. Secara fisik garam K-2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembab. 3. K-3 merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang coklat dan bercampur lumpur.
2.10
Energi Surya Tenaga matahari atau yang biasa disebut tenaga surya (solar energy)
merupakan enegi yang bersumber dari sinar matahari. Energi ini merupakan energi yang murah dan melimpah di daerah tropis seperti di Indonesia. Melimpahnya tenaga surya yang merata dan dapat terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia hampir sepanjang tahun sebenarnya merupakan sumber energi yang sangat potensial. Dengan begitu Indonesia tak perlu menimbulkan rasa khawatir bahwa Indonesia akan kehabisan energi dan harus mengimpor dari negara lain.
18
Persediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Hasyim, 2005). Sumber ini sebenarnya juga merupakan energi alternatif jika pada satu saat nanti krisis energi mulai melanda Indonesia. Menurut Hardjasoemantri (2002), pemanfaatan energi surya dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni pemanfaatan energi surya secara langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan energi surya secara tidak langsung adalah berupa pemanfaatan biomassa untuk sumber energi. Lakitan (2002) mengatakan bahwa energi surya yang sampai ke bumi, sebagian kecil akan dikonversi menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis yang komplek. Produk akhir dari fotosintesis adalah biomassa. Dengan demikian biomassa merupakan energi surya tak langsung. Pemanfaatan energi surya secara langsung adalah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi utama secara langsung. Pemanfaatan energi surya harus mempertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari. Lakitan (2002) mengatakan bahwa untuk mengkaji tentang aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya : porsi serapan cahaya (absorbtivity), porsi pantulan (reflectivity), porsi terusan (transmisivity), daya pancar (emisivity), aliran energy cahaya (radian flux), kerapatan aliran energi cahaya (radiant flux density), intensitas terpaan (irradiance), dan intensitas pancaran cahaya (emmitance). Radiasi surya (solar radiation) merupakan suatu bentuk radiasi thermal yang mempunyai distribusi panjang gelombang khusus. Intensitasnya sangat bergantung dari kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa (angle of
19
incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, radiasi surya total ialah 1395 W/m2 bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar constant). Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69% dari total energi pancaran matahari, hal ini dikarenakan terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di atmosfer. Radiasi surya yang menimpa permukaan bumi juga bergantung dari kadar debu dan zat pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang maksimum akan mencapai permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi, karena terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang dan berkas sinar surya menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut timpanya miring terhadap normal.
2.11
Perpindahan Panas
2.11.4 Konduksi Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi kebagian bersuhu rendah. Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah. Menurut Rao (2001), energi berpindah secara konduksi berbanding dengan gradien suhu normal : .........................................................................................(1) Jika dimasukkan konstanta proposionalitas atau tetapan kesebandingan, maka : ................................................................................(2)
20
dimana q adalah laju perpindahan kalor dan
merupakan gradien suhu ke arah
perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktifitas thermal kaca yaitu sebesar 1,83 W/m.oC, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum termodinamika, yaitu bahwa mengalir ke tempat yang rendah.
2.11.5 Konveksi Udara yang mengalir diatas suatu permukaan panas, misalnya dalam saluran baja sebuah alat pemanas udara surya dipanasi secara konveksi. Apabila aliran udara disebabkan oleh sebuah blower, kita menyebutnya sebagai konveksi paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis, maka disebut konveksi alamiah (Som, 2008). Pada umumnya, perpindahan panas konveksi dapat dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton sebagai berikut : ..................................................................................(3) dimana: h = Koefisien konveksi (W/m2.oK) A= Luas permukaan (m2) Tw = Temperatus air (oK) Tc = Temperatur kaca (oK)
2.11.6 Radiasi Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan energi terjadi melalui perantara, pada radiasi kalor berpindah tanpa melaui perantara atau pada ruang hampa. Mekanisme disini adalah sinaran atau radiasi
21
elektromagnetik. Pertukaran panas netto secara radiasi antara dua badan ideal atau benda hitam adalah : ..............................................................................(4) dimana: = konstanta Stefan – Boltzmann (5,67x108 W/m2.oK4) A = Luas bidang (m2)
3. BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember
2010. Kegiatan penelitian ini terdiri dari tiga proses, yaitu perancangan, pembuatan, dan uji coba. Proses perancangan dan pembuatan dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober bertempat di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB. Proses uji coba dilakukan di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB dengan sampel air diambil dari Pantai Teluk Pelabuhan Ratu. Proses yang bertujuan untuk melihat kinerja dari alat yang dibuat dan juga pengambilan data parameter yang mempengaruhi kinerja suatu alat destilasi ini dilakukan pada tanggal 30 November sampai dengan 5 Desember 2010 yang termasuk pada musim penghujan.
3.2
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan meliputi gergaji kayu,
palu, bor listrik, mesin gerinda, obeng, roll meter, amplas, kikir, kuas, penggaris siku, mesin serut, pemotong kaca, dan leafet. Alat-alat yang digunakan untuk uji coba alat meliputi, termometer raksa, botol plastik, botol kaca, tali rafia, gelas ukur, lembar data, pulpen, stopwatch, lakban, ember, dan kertas pH. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian di laboratorium meliputi refraktometer, gelas
22
23
ukur, desikator, cawan penguapan, kertas saring, pinset, oven, mesin vacum, dan timbangan digital. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan meliputi kayu kaso ukuran 4x7, paku, triplek, lem kayu, paralon, double tip, lakban, resin, katalis, serat fiber, sterofoam, cat hitam, alumunium foil, alumunium ukuran 4x6 cm, bingkai alumunium, kaca transparan 5 mm, engsel pintu, baut, lem silikon, keran, drum plastik, sedangkan bahan yang butuhkan dalam uji coba berupa sampel air laut sebanyak 20 liter.
3.3
Pembuatan Alat Pengerjaan alat disusun ke dalam beberapa tahap yang mencangkup
perencanaan dan pola pelaksanaan kerja. Desain cara kerja alat tersebut diatur sesuai algoritma pada Gambar 3 meliputi: persiapan, perumusan masalah, perancangan model, pengujian model, perancangan perangkat, penyatuan perangkat, dan pengujian sistem hingga memenuhi syarat. Perancangan model meliputi pembuatan desain dan pemilihan bahan yang akan digunakan. Pemilihan bahan yang tepat sangat mempengaruhi kinerja dan daya tahan alat. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan alat destilasi adalah sifat korosifnya. Untuk itu bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang tidak korosif. Perancangan model dilakukan berupa pengujian desain dalam bentuk miniatur. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah desain yang dibuat sudah dapat bekerja secara optimal. Apabila kinerja dari model belum dapat bekerja secara optimal maka perlu dilakukan perubahan pada desain yang telah dibuat,
24
sedangkan apabila model sudah berjalan secara optimal maka lanjut ke tahap berikutnya, yaitu pembuatan alat. Pembuatan alat mencangkup pembuatan bak, pembuatan atap ruang evaporasi, dan pembuatan saluran keluaran dari air tawar. Bagian-bagian yang telah dibuat pada tahap sebelumnya diintegrasikan menjadi alat destilator. Selanjutnya dilakukan ujicoba, ujicoba mencangkup pengukuran parameter yang mempengaruhi kinerja alat destilasi. Mulai
Persiapan
Perumusan Masalah
Perancangan Model Tidak Model Sesuai Ya Pembuatan Bagian Destilasi
Integrasi Bagian Destilasi Tidak Ujicoba Ya Berhasil
Selesai
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat
25
3.4
Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Alat pemisah garam dan air tawar ini merupakan alat destilasi dengan
prinsip evaporasi yang terdiri dari dua bagian utama yaitu bak penjemuran (Gambar 4) dan ruang evaporasi (Gambar 5). Bak penjemuran (a) terbuat dari bahan fiber yang dicat warna hitam dengan ukuran 200 x 120 x 5 cm. Penggunaan bak yang terbuat dari fiber ditujukan untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh air laut, sedangkan pemilihan warna hitam bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bak penjemuran menyerap kalor. Selain sebagai wadah penjemuran air, bak tersebut juga berperan sebagai kolektor pelat datar yang berfungsi untuk menyerap panas. Energi matahari akan memanasi permukaan pelat kolektor secara langsung sehingga panas yang terserap lebih besar. Untuk mengurangi kehilangan energi panas ke lingkungan maka di sisi luar bak penjemuran dilapisi insulator (b) berupa sterofoam dengan ketebalan 3 cm. Pada bagian luar, sebagai penahan atap ruang evaporasi dibuat cassing dari kayu dengan ketebalan 6 cm (c). Pada bagian bawah ini juga terdapat saluran air tawar hasil destilasi (d) yang terbuat dari pipa PVC.
26
Keterangan: (a)= Bak penjemuran (b)= Insulator (sterofoam) (c)= Kayu (d)= Saluran output
Gambar 4. Bagian bawah alat pemisah garam dan air tawar Rangka atap ruang evaporasi terbuat dari bahan alumunium untuk menghindari terjadinya korosi (e). Sedangkan dinding dari ruang evaporasi terbuat dari kaca transparan ketebalan 4 mm (f). Ruangan ini memiliki tinggi 60 cm dengan kemiringan penutup 40o. Kemiringan kaca penutup tidak boleh terlalu landai agar embun yang terbentuk pada kaca penutup tidak jatuh kembali ke bak penjemuran tetapi mengalir ke saluran air hasil destilasi. Penggunaan kaca dipilih sebagai penutup dikarenakan kaca mempunyai sifat kaku, tahan terhadap panas matahari, memiliki daya tembus yang baik, serta memiliki emisivitas yang baik yaitu sebesar 0,98. Selain itu kaca merupakan bahan yang baik untuk mengalirnya air.
27
Keterangan: (e)= almumunium (f)= kaca (g)= pegangan almumunium (h)= engsel pintu
Gambar 5. Bagian atap alat pemisah garam dan air tawar
Gambar 6. Alat pemisah garam dan air tawar
28
Gambar 7. Alat pemisah garam dan air tawar tampak atas
Gambar 8. Alat pemisah garam dan air tawar tampak depan
29
Gambar 9. Alat pemisah garam dan air tawar tampak samping
3.5
Proses Pengambilan Data Proses pengambilan data dilakukan dengan cara menjemur 20 liter air laut
hingga semua air tersebut menguap. Selama proses penjemuran tersebut dilakukan pengukuran suhu lingkungan, kaca, dan air laut serta volume air hasil destilasi dan berat kering kriostal garam yang terbentuk.. Pengambilan data suhu dan volume dilakukan dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 16.00. Ujicoba dilakukan pada pukul tersebut karena diharapkan pada jam tersebut panas dari energi matahari dalam keadan maksimal. Semua air destilasi yang di tampung diukur setiap 20 menit menggunakan gelas ukur. Suhu diukur menggunakan termometer raksa dengan pencatatan setiap 20 menit. Semua endapan garam yang terbentuk kemudian ditimbang berat keringnya menggunakan timbangan digital.
3.6
Variabel Penelitian Variabel yang dikur mencangkup suhu lingkungan, suhu air laut di dalam
ruang evaporasi, suhu kaca penutup ruang evaporasi, dan volume air tawar yang
30
dihasilkan. Variabel tersebut lah yang nantinya sangat mempengaruhi unjuk kerja dari alat destilator (Gambar 10).
Suhu lingkungan Suhu air laut di dalam ruang evaporasi Suhu kaca penutup ruang evaporasi Volume air
Destilator Tenaga Surya
Efisiensi / unjuk kerja model alat Selisih suhu antara suhu lingkungan dengan suhu kaca Jumlah air tawar yang dihasilkan Jumlah garam yang dihasilkan Gambar 10. Diagram Alir Variabel Pengukuran
3.7
Prinsip Kerja Alat Radiasi surya yang diserap oleh air sebagai panas
tutup dengan cara konveksi (
), radiasi (
, dipindahkan ke
), dan penguapan (
). Dengan
asumsi tidak ada kehilangan panas melalui alas dan sisi-sisinya, maka kesetimbangan energi pada air dapat ditentukan dengan persamaan ............................................................... (5) Komponen konveksi ditentukan dengan persamaan * dimana
+
...... (6)
adalah tekanan parsial uap air (N/m2) yang diperoleh dari
tabel uap (Lampiran 3) pada temperatur (K) air (Tw) dan kaca (Tc). Komponen penguapan ditentukan dengan persamaan (
).............................................. (7)
31
sedangkan komponen radiasi ditentukan dengan persamaan ............................................................. (8) dimana
adalah konstanta Boltzmann sebesar 5,67x10-8 W/m2.K4 dan
adalah
emisivitas sebesar 0,9. Untuk menentukan laju penguapan maka digunakan rumus ........................................................................................... (9) dimana
merupakan panas laten penguapan yang diperoleh dari tabel uap dalam
satuan kJ/kg (Jansen, 1995).
3.8
Analisis Hasil Analisis hasil dilakukan di Laboraturium Lingkungan Budidaya Perairan,
Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB meliputi pengukuran salinitas, pH, total suspended solids (TSS), dan bobot kering garam. Salinitas diukur menggunakan refraktometer sedangkan pH diukur menggunakan pH meter digital. Penentuan TSS digunakan metode gravimetri langkah-langkah proses sebagai berikut: a) Menyiapkan kertas saring dan cawan penguapan dipananskan dengan suhu 105oC selama 20 menit. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator selama ± 5 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya (berat kering). b) Mengukur sempel air laut dan sempel air hasil sebanyak 100 ml. c) Menyaring masing-masing sampel dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya. d) Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit lalu. e) Timbang untuk mengetahui beratnya (berat basah).
32
f) TSS dihitung dengan menggunakan rumus : .................................................. (10)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan,
kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas suatu alat destilasi air laut. Suhu lingkungan yang diukur sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, kelembaban relatif udara, dan wilayah atau kondisi geografis yang bersifat relatif dan tidak dapat dikendalikan Dari hasil pengamatan diperoleh nilai suhu yang berubah-ubah tiap harinya tergantung dari besarnya intensitas matahari yang diterima. Suhu lingkungan yang diperoleh dari hasil pengujian selama enam hari berkisar antara 22-39 oC. Suhu minimum terjadi pada saat hujan, yaitu pada hari pertama dan hari kelima. Pada saat suhu lingkungan turun, maka suhu kaca juga ikut turun. Hal ini disebabkan karena suhu kaca dipengaruhi secara langsung oleh suhu lingkungan. Pada penelitian ini diperoleh suhu kaca pada kisaran 28-46 oC. Suhu air kurang berpengaruh langsung terhadap suhu lingkungan, hal ini disebabkan karena air merupakan penyimpan panas yang baik. Suhu air tidak langsung turun apabila suhu lingkungan turun. Suhu air yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara 29-63 oC (Gambar 11).
33
34
Keterangan:
Gambar 11. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama Enam Hari Suhu dalam ruangan evaporasi lebih tinggi dari suhu lingkungan disebabkan karena suatu fenomena yang sering disebut sebagai green house effect (efek rumah kaca). Wisnubroro (2004) mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( λ ) antara 0,15-4 μm, dan hanya panjang gelombang antara 0,32-2 μm yang mampu menembus kaca transparan dengan
35
membawa energi panas. Ketika melewati kaca sinar matahari mengalami perubahan panjang gelombang dari 0,32-2 μm menjadi 3-80 μm. Akibatnya sinar matahari tidak dapat keluar dan terkurung di dalam ruangan evaporasi. Energi panas yang terbawa oleh sinar matahari tersebut akan terakumulasi sehingga suhu di dalam ruangan evaporasi akan meningkat.
4.2
Laju Penguapan Dari hasil percobaan yang dilakukan selama enam hari, diperoleh rata-rata
air tawar dalam tiap harinya sebanyak 3,2 liter. Air tawar yang dihasilkan disini merupakan uap dari air laut yang ditahan oleh kaca untuk kemudian dialirkan melalui pipa menuju bak penampung air tawar. Jumlah air tawar hasil destilasi terendah terdapat pada hari pertama yaitu sebesar 1,91 liter. Hal ini dikarenakan pada hari tersebut cuaca sedang mendung sehingga intensitas matahari yang diterima alat destilasi tidak optimal. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara 23-33oC, dengan rata-rata 29,38oC. Selain itu pada hari tersebut terjadi hujan pada pukul 12.00 WIB, sehingga air dalam bak kolektor belum mencapai suhu yang optimal. Jumlah air tawar maksimal terdapat pada hari ketiga (Gambar 10). Pada hari tersebut intensitas matahari yang diterima maksimal sehingga dapat menaikkan suhu kaca dan air. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara 31-39oC, dengan rata-rata 35,46oC.
36
4,5
Volume Air (liter)
4
3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1
2
3
4
5
6
Hari ke-
Gambar 12. Kuantitas Air Hasil Destilasi Kuantitas air hasil destilasi ditentukan oleh proses penguapan dari air laut dalam ruangan evaporasi dan proses pengembunan yang terjadi di kaca penutup. Proses penguapan akan semakin baik apabila suhu air laut dalam ruangan evaporasi semakin tinggi. Semakin tinggi suhu suatu zat cair maka pergerakan molekul di dalamnya akan semakin cepat hingga terjadi tumbukan antar molekul yang akan menyebabkan semakin cepatnya proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan). Proses pengembunan dipengaruhi oleh suhu kaca penutup ruang evaporasi. Uap yang terbentuk akan diubah menjadi bentuk cair apabila mengenai benda yang suhunya lebih rendah (kaca penutup). Semakin rendah suhu kaca penutup maka proses pengembunan akan semakin cepat terjadi. Selama proses penjemuran terdapat lapisan kristal garam di permukaan air laut. Lapisan ini dapat menghambat proses penguapan karena akan meningkatkan suhu didih air laut. Pada penelitian ini, penguapan air laut terjadi pada suhu di bawah 100 oC padahal secara teori air akan mendidih pada suhu 100 oC pada keadan normal (1 atm). Hal ini disebabkan karena ruang evaporator memiliki
37
suhu yang tinggi akibat pemanasan radiasi surya yang menyebabkan suhu udara dalam ruang evaporasi meningkat. Dengan adanya kondensasi pada bagian penutup yang memiliki suhu lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada evaporator, maka akan memurunkan suhu pengembunan sehingga menyebabkan suhu evaporator tersebut berada di bawah titik uap air secara normal. Kuantitas air hasil destilasi pada penelitian ini belum maksimal sehingga masih dapat ditingkatkan lagi bila uji coba dilakukan pada musim kemarau. Kondisi sinar matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air) yang maksimal. Uap air yang banyak akan menghasilkan embun atau air tawar yang banyak pula. Menurut Lakitan (2002) laju evaporasi di Indonesia terjadi secara bervariasi tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari – April laju evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni – September. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2005. Ini berarti pada periode dimana terjadi kondisi laju penguapan rendah.
4.3
Hubungan Antara Selisih Suhu Kaca dan Lingkungan Dengan
Volume Air Destilasi Volume air hasil destilasi berhubungan positif dengan selisih suhu kaca dengan lingkungan. Hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 13. Persamaan regresi yang diperoleh adalah y=10,08x+104,9; dimana y adalah rata-rata volume air hasil destilasi dan x adalah beda suhu antara kaca dengan lingkungan. Setiap kenaikan beda suhu antara kaca dengan lingkungan (∆T) sebesar 1oC, meningkatkan laju pertambahan volume air hasil destilasi sebanyak 10,08 ml. Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,75, berarti terdapat hubungan yang erat
38
antara beda suhu antara kaca dengan lingkungan dengan volume air hasil destilasi. Pengaruh beda suhu antara kaca dengan lingkungan terhadap volume air hasil destilasi adalah sebasar 56%, sedangkan sisanya sebesar 44% dipengaruhi oleh faktor lain.
y=10,08x+104,9 R2=0,5633 y=0,008x5-0,463x4+10,24x3-101,5x2+451,6x-558,2 R2=0,8377
Gambar 13. Hubungan Antara ∆T dengan Rata-rata Volume Air Hasil Destilasi
39
4.4
Kualitas Air Penurunan kadar garam pada model ini dapat dihitung berdasarkan
persentase penurunan kadar garam setelah melalui model destilator. Dari Tabel 2 dapat dihitung bahwa persentase penurunan kadar garam setelah melewati model adalah 100%. Setelah melalui proses destilasi, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,8. Nilai TSS juga mengalami penurunan dari 0,0739 menjadi 0,0112. Untuk parameter yang diuji, air hasil destilasi sudah memenuhi standar untuk dapat dikonsumsi. Tabel 2. Kualitas Air Parameter Warna Bau Salinitas pH TSS (mg/L)
Sampel Air Air Laut tidak berwarna tidak berbau 33 8 0,0112
Air Tawar tidak berwarna tidak berbau 0 6,8 0,0739
Standar Konsumsi tidak berwarna tidak berbau 0,5 6 – 8,5 -
Pada proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis dari air tersebut. Berat jenis air dalam bentuk uap akan lebih kecil dari berat jenis air dalam bentuk cair. Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lainlain) yang memiliki berat jenis lebih besar dari berat jenis uap akan tertinggal sebagai refinat atau residu.
4.5
Kualitas Garam Dari hasil pengujian selama enam hari diperoleh jumlah garam sebesar 621
gram dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini
40
masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Kandungan NaCl dari garam hasil destilasi masih dibawah standar garam, hal ini dikarenakan masih adanya zat pengotor. Untuk itu perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti pencucian. Tabel 3. Kualitas Garam Materi
Kandungan yang Dihasilkan
NaCl CaCl2 CaSO4 MgSO4 Lain-lain
4.6
(%) 70,30 1,52 0,80 0,53 26,85
Standar Mutu Garam Kualitas 1 (%) Minimal 97,46 Maksimal 0,72 Maksimal 0,41 Maksimal 0,04 Maksimal 1,37
Nilai Ekonomis Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata destilator tenaga surya
dengan disain seperti pada Gambar 1, rata-rata menghasilkan air tawar dari air laut sebanyak 3,2 liter/hari. Alat ini masih dapat memproduksi air lebih banyak lagi apabila lama penyinaran matahari lebih banyak dan intensitas matahari lebih besar. Kondisi ini akan terjadi pada musim kemarau sekitar bulan Juni September. Pada bulan – bulan ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau yang kering. Pada daerah tertentu seperti Gunung Kidul, DIY, atau pulau-pulau kecil ketersediaan air tawar menjadi sangat langka. Oleh karena itu pemanfaatan destilator tenaga surya menjadi layak dipertimbangkan untuk digunakan di daerah sulit air seperti di Gunung Kidul atau daerah sulit air lainnya. Destilator tenaga surya memiliki keunggulan komparatif dalam hal penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah. Ketersediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan
41
secara maksimal (Purnomo dan Adi, 1994). Disamping itu, destilator tenaga surya memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud. Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan dan buah-buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air didalam tubuh memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya rekasi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal. Alat pemisah garam dan air tawar ini cukup baik untuk memproduksi garam karena dengan alat ini produksi garam dapat dilakukan sepanjang tahun, tidak hanya pada musim kemarau. Produksi garam dengan cara tradisional akan gagal apabila pada saat penjemuran terjadi hujan, sedangkan dengan alat ini produksi garam masih dapat dilanjutkan sampai penjemuran selesai.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Destilator merupakan alat yang baik digunakan untuk memisahkan air
tawar dan garam dari air laut. Dengan menggunakan tenaga surya sebagai sumber energinya maka destilator merupakan solusi yang tepat digunakan oleh masyarakat terutama di daerah pesisir untuk memperoleh air bersih dan juga memproduksi garam. Secara kualitas, air hasil destilasi sudah layak untuk konsumsi. Kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya adalah sebesar 3,2 liter per hari sehingga mampu memenuhi kebutuhan air minum untuk dua orang dalam sehari. Alat ini juga dapat menghasilkan garam sebanyak 600 gram/6 hari untuk 20 liter air laut. Secara kualitas, garam yang dihasilkan dari proses destilasi masih rendah sehingga perlu dilakukan proses pencucian.
5.2
Saran Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai kandungan garam untuk
memenuhi Standar Nasional Indonesia sehingga dapat meningkatkan kualitas dari garam yang diihasilkan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Cammack, R. 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press. New York. 720 h. Enger, E. D dan Bradley, S. 2009. Environmental Science: A Study of Interrelationships. McGraw-Hill. New York. 512 h. Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan udara. Kanisius. Yogyakarta. 193 h. Fielding, A dan Annelise, F. 2006. The salt industry. Osprey Publishing. 56 h. Gupta. 2005. Thermodynamics. Pearson Education India. New Delhi. 552 h. Hardjasoemantri, K dan Abdurrahman. 2001. Hukum dan lingkungan hidup di Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta. 618 h. Hasyim, I. 2006. Siklus krisis di sekitar energi. Proklamasi Pub. House. Michigan. 170 h. Homig, H. E. 1978. Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag. University of California. 202 h. Irianto, K. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya. Bandung. 352 h. Jansen, T. J. 1995. Teknologi rekayasa surya. Diterjemahkan oleh Wiranto Arismunandar. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 237 h. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 16 h. Kodoatie, R. J. dan Roestam, S. 2010. Tata ruang air. Andi. Yogyakarta. 539 h. Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 175 h. Linsley dan Franzini. 1995. Teknik sumber daya air. Erlangga. Jakarta. 112 h. Marsum, A. dan Widiyanto, A. 2004. Efisiensi model destilator tenaga surya dalam memproduksi air tawar dari air laut. Poltekkes Depkes RI. Semarang. 367 h.
43
44
Meinawati, R. 2010. Rancang Bangun Desalinator Air Laut Tipe Evaporasi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 50 h. Migliorini, G dan Elena, L. 2004. Seawater reverse osmosis plant using the pressure exchanger for energy recovery: a calculation model. Desalination. 165: 289 – 298. Nanawi, G. 2001. Kualias Air dan Kegunaannya di Bidang Pertanian, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. 36 h. Purnawijayanti, H A. 2001. Sanitasi, higiene, dan keselamatan kerja dalam pengolahan makanan. Kanisius. Yogyakarta. 104 h. Rao, Y. V. 2001. Heat Transfer. Universities Press. New Delhi. 476 h. Salvato, J. A. 1972. Environmental engineering and Ssnitation, WileyInterscience. University of California. 919 h. Sanropie, D. et,al. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. APK-TS Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga dan Sanitasi Pusat. Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 349 h. Sedivy, V.M. 2009. Enviromental Balance of Salt Production Speaks in Favour of Solar Saltlwork. Global NEST Journal. 11 (1): 41-48. Som, S. K. 2008. Introduction To Heat Transfer. PHI Learning Pvt. New Delhi. 563 h. Wagner, R. H. 1971. Environment and man. Norton. University of Minnesota. 491 h.
LAMPIRAN
45
46
Lampiran 1. Data hasil ujicoba lapang Hari/Tanggal : Selasa, 30 November 2010 Volume Air : 20 liter Waktu Lokal Lingkungan 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30 15.00 Maksimum Minimum Rata-rata Hari/Tanggal Volume Air
Lingkungan
Rata-rata
Volume Air (ml)
Kaca
32 44 32 48 33 50 33 55 33 59 32 58 24 50 24 44 25 39 26 38 28 41 30 44 30 45 33 54 24 30 29,38 42,69 : Rabu, 1 Desember 2010 : 18 Liter
Waktu Lokal 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30 15.00 Maksimum Minimum
Suhu (oC) Air
Suhu (oC) Air
42 43 45 52 54 53 45 30 32 34 40 42 43 59 38 47,31
35 38 50 100 230 220 155 340 140 80 170 50 300 1908
Volume Air (ml)
Kaca
34 34 36 36 37 37 36 36 34 32 31 30 27 37 27
49 54 58 60 60 63 63 62 60 55 45 38 32 57 29
45 48 54 56 56 57 57 56 54 52 40 33 29 63 32
33,85
49,00
53,77
400 220 165 170 190 355 350 330 290 120 110 80 50 2830
47
Hari/Tanggal Volume Air Waktu Lokal 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30 15.00 Maksimum Minimum Rata-rata Hari/Tanggal Volume Air Waktu Lokal 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30 15.00 Maksimum Minimum Rata-rata
: Kamis, 2 Desember 2010 : 15 Liter Suhu (oC) Lingkungan Air 36 56 38 58 39 59 39 60 37 58 32 56 34 60 36 60 37 63 36 58 34 55 32 50 31 42 39 63 31 42 35,46 56,54 : Jumat, 3 Desember 2010 : 11 Liter Suhu (oC) Lingkungan Air 30 42 33 44 33 46 34 48 34 51 34 51 33 50 33 52 33 54 28 53 30 54 32 52 33 51 34 54 28 42 32,31
49,85
Kaca 48 50 55 55 53 46 50 54 56 50 46 45 40 56 40
Volume Air (ml) 355 390 200 235 220 450 535 310 420 380 375 150 100 4120
49,85
Kaca 34 38 40 42 44 46 44 46 48 42 44 44 44 48 34 42,77
Volume Air (ml) 170 130 155 160 230 160 175 210 220 420 410 300 320 3060
48
Hari/Tanggal Volume Air Waktu Lokal 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30 15.00 Maksimum Minimum Rata-rata Hari/Tanggal Volume Air Waktu Lokal 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30 15.00 Maksimum Minimum Rata-rata
: Sabtu, 4 Desember 2010 : 8 Liter Suhu (oC) Lingkungan Air 36 52 33 52 33 53 32 55 30 54 25 50 22 42 24 40 26 40 25 36 25 34 25 34 26 36 36 55 22 34 27,85 44,46 : Minggu, 5 Desember 2010 : 5 Liter Suhu (oC) Lingkungan Air 34 52 33 52 34 52 33 55 32 55 31 53 33 53 34 54 33 54 32 53 31 51 32 50 30 50 34 55 30 50 32,46
52,62
Kaca 46 46 44 46 43 30 28 30 32 32 30 30 32 46 28
Volume Air (ml) 210 220 335 365 435 640 321 230 160 80 50 60 80 3186
36,08
Kaca 46 46 45 46 45 44 44 45 43 42 42 43 42 46 42 44,08
Volume Air (ml) 210 205 240 375 220 340 335 370 440 425 310 230 310 4010
49
Lampiran 2. Foto Kegiatan
Foto alat pemisah garam dan air tawar dengan menggunakan energi matahari
Proses Pengukuran Parameter
50
Wadah Penjemuran
Proses Pemasukan Air Laut
51
Lampiran 3. Tabel Uap (Gupta, 2005) t C
ps
o
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
bar 0,01227 0,01312 0,01401 0,01497 0,01597 0,01704 0,01817 0,01936 0,02063 0,02196 0,02337 0,02486 0,02642 0,02808 0,02982 0,03166 0,0336 0,03564 0,03778 0,04004 0,04242 0,04754 0,05318 0,0594 0,06624 0,07375 0,08198 0,091 0,1009 0,1116 0,1233 0,1574 0,1992 0,2501 0,3116 0,3855 0,4736 0,578 0,7011 0,8453
2
N/m 1227 1312 1401 1497 1597 1704 1817 1936 2063 2196 2337 2486 2642 2808 2982 3166 3360 3564 3778 4004 4242 4754 5318 5940 6624 7375 8198 9100 10090 11160 12330 15740 19920 25010 31160 38550 47360 57800 70110 84530
vg m3/kg 1006,4 99,9 93,83 88,17 82,89 77,97 73,37 69,09 65,08 61,34 57,84 54,56 51,49 48,62 45,92 43,4 41,03 38,81 36,73 34,77 32,93 29,57 26,6 23,97 21,63 19,55 17,69 16,03 14,56 13,23 12,04 9,578 7,678 6,201 5,045 4,133 3,408 2,828 2,361 1,982
hfg kJ/kg 2477,2 2474,9 2472,5 2470,2 2467,8 2465,5 2463,1 2460,8 2458,4 2456 2453,7 2451,4 2449 2446,6 2444,2 2441,8 2439,5 2437,2 2434,8 2432,4 2430 2425,3 2420,5 2415,8 2411 2406,2 2401,4 2396,6 2391,8 2387 2382,1 2370,1 2357,9 2345,7 2333,3 2320,8 2308,3 2295,6 2282,8 2269,8
Sfg kJ/(kg.K) 8,749 8,71 8,671 8,633 8,594 8,556 8,518 8,481 8,444 8,407 8,37 8,334 8,297 8,261 8,226 8,19 8,155 8,12 8,085 8,05 8,016 7,948 7,881 7,814 7,749 7,684 7,62 7,557 7,494 7,433 7,371 7,223 7,078 6,937 6,8 6,666 6,536 6,41 6,286 6,166