RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR BERTINGKAT MENGGUNAKAN TENAGA SURYA
DWI SETIADI FIRMANSYAH
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR BERTINGKAT MENGGUNAKAN TENAGA SURYA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor,
DWI SETIADI FIRMANSYAH NRP. C54080051
RINGKASAN
DWI SETIADI FIRMANSYAH. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat Menggunakan Tenaga Surya. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TRI PRARTONO. Air tawar dan garam merupakan dua kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Namun saat ini dua hal tersebut menjadi masalah yang belum teratasi oleh bangsa Indonesia ini. Masyarakat di beberapa wilayah Indonesia masih sulit dalam memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya wilayah pesisir seperti masyarakat Pulau Panggang, Kep. Seribu, Jakarta. Selain kebutuhan air, permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah kekurangan garam. Di sisi lain, kondisi pesisir Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km berpotensi untuk memproduksi garam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari bahan baku air laut dengan menggunakan tenaga surya secara bertingkat. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan September 2012 di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alat ini merupakan suatu alat destilasi yang menerapkan prinsip evaporasi dan endapan air laut. Garam dan air tawar dipisahkan dengan cara memanaskan air laut hingga menghasilkan air uap yang bersifat tawar dan mengendapkan kristal garam menggunakan energi matahari. Dalam penelitian ini suhu lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat berpengaruh dalam produktivitas suatu alat destilasi. Pada hasil percobaan diperoleh suhu lingkungan antara 27-34 oC. Suhu lingkungan akan mempengaruhi suhu pada ruangan evaporasi yang didalamnya terdapat air laut yang akan diuapkan. Suhu air laut yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara 36-59 oC. Dengan meningkatnya suhu pada ruangan evaporasi maka air laut dalam bak penampungan akan menguap. Uap yang terbentuk lalu mengalami kondensasi pada bagian kaca penutup. Hal ini dikarenakan suhu kaca penutup lebih rendah dari suhu dalam ruangan evaporasi. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, alat ini mampu menghasilkan rata-rata air tawar sebanyak 2.6 liter per hari. Pada proses destilasi tersebut terjadi perubahan sifat fisis dan kimia dari air laut. Setelah melalui proses destilasi, salinitas turun dari 33 menjadi 0, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,8. Berdasarkan uji lab, air hasil destilasi sudah memenuhi standar menurut Menteri Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 untuk dapat dikonsumsi. Dari hasil pengujian selama 5 hari, diperoleh jumlah garam sebesar 632 gram dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Hal ini dikarenakan masih adanya hasil sampingan yang terdapat dalam kandungan garam. Namun konsep ini sudah sesuai dengan teori yang ada, butuh penelitian lanjutan untuk mendapatkan kualitas garam yang baik.
Β© Hak cipta milik Dwi Setiadi Firmansyah, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruh dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR BERTINGKAT MENGGUNAKAN TENAGA SURYA
Oleh : DWI SETIADI FIRMANSYAH
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi
: RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR BERTINGKAT MENGGUNAKAN TENAGA SURYA
Nama Mahasiswa
: Dwi Setiadi Firmansyah
Nomor Pokok
: C54080051
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dosen Anggota
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19580419 198303 1 001
Dr. Ir. Tri Prartono, M. Sc NIP. 19600727 198603 1 006
Mengetahui, Ketua Departemen,
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. NIP. 19640801 198903 1 001
Tanggal lulus : 14 Maret 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul βRancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat dengan Menggunakan Tenaga Suryaβ diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Allah Swt. atas limpahan rahmat dan karunia yang diberikan kepada penulis.
2.
Orangtua (Solok dan Simar), Kakak (Maydiansyah Putra) beserta seluruh keluarga besar atas dukungan, kasih sayang, semangat, dan doa yang tak henti-hentinya diberikan selama penulis selama menempuh pendidikan di IPB.
3.
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc dan Dr. Ir. Tri Prartono, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir.
4.
Dr. Ir. Henry M Manik, M.T selaku Ketua Komisi Pendidikan Sarjana.
5.
Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama penulis menjalankan studinya di IPB.
6.
Risti E. Arhatin, M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dalam hal akademik selama penulis menempuh studi di Departemen ITK.
7.
Pihak Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Dept. MSP IPB dan Lab. Kimia Bersama Dept.Kimia. IPB, khususnya Mbak Lila atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama melakukan analisis di Laboratorium.
8.
Muhammad Iqbal, M.Si, , Effin Mutaqin, S.Pi, Rizki Rizaldi Hidayat, S.Pi, Tonny Ari Wibowo, S.IK, Afwan Syaugy, Arif Baswantara, R. Irfan Istiqom, Ahmad Ridho dan Priagung Wicaksono atas bantuan, semangat, dan masukan yang diberikan selama penelitian.
9.
Teman-teman seperjuangan ITK 45 dan seluruh warga ITK yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
10. Seluruh anggota Klub MIT (Marine Insrument and Telemetry) yang tidak henti-hentinya memberi dukungan. 11. Pihak Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah membantu penulis selama perkuliahan 12. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Bogor, Februari 2013
DWI SETIADI FIRMANSYAH
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
1. PENDAHULUAN............................................................................... 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Tujuan ..........................................................................................
1 1 3
2.
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Kebutuhan Air Masyarakat Pesisir .............................................. 2.2. Kebutuhan Garam di Indonesia.................................................... 2.3. Energi Surya................................................................................. 2.4. Destilasi........................................................................................ 2.5. Perpindahan Bahang. ................................................................... 2.5.1. Konduksi ...................................................................... 2.5.2. Radiasi .......................................................................... 2.5.2. Konveksi ...................................................................... 2.6. Standar Kualitas Garam. ..............................................................
4 4 5 6 6 8 8 9 9 10
3.
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................... 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................. 3.3. Pembuatan Alat............................................................................ 3.4. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat .......................... 3.5. Proses Pengambilan Data ............................................................ 3.6. Variabel Penelitian ....................................................................... 3.7. Teori Operasi................................................................................ 3.8. Analisis Laboratorium ................................................................. 3.9. Analisis Data ...........................................................................
11 11 11 12 13 16 17 17 18 19
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 4.1. Hasil Uji Coba Lapang ............................................................ 4.2. Laju Penguapan ....................................................................... 4.3. Kualitas Air Destilasi .............................................................. 4.4. Kualitas Garam Destilasi ........................................................ 4.5. Nilai Ekonomis .......................................................................
22 22 24 26 26 28
5.
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................................. 5.2. Saran ........................................................................................
30 30 30
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
...........................................................................
31
..........................................................................................
32
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hirarki Kebutuhan Air ..........................................................................
5
2. Tahapan Endapan dari Evaporasi Air Laut ...........................................
8
3. Diagram Alir Pembuatan Alat...............................................................
13
4. Bagian Bawah Alat Pemisah Garam dan Air Tawar .............................
14
5. Bagian Atap Alat Pemisah Garam dan Air Tawar ................................
15
6. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat ...................................
15
7. Proses Kerja Alat ..................................................................................
16
8. Diagram Alir Variabel Pengukuran ......................................................
17
9. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama lima hari dengan Air yang Sama ......................................................................................................
23
10. Perbandingan Kuantitas Air Destilasi dengan Volume Air Selama lima hari ........................................................................................................
24
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kebutuhan Garam di Indonesia dalam ton ............................................
5
2. Standar kualitas air minum ...................................................................
20
3. Standar kualitas garam ..........................................................................
21
4. Kualitas air hasil destilasi selama lima hari ..........................................
27
5. Kualitas garam hasil destilasi selama lima hari ....................................
28
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Hasil Uji Coba Lapang ........................................................................ 33 2. Foto Kegiatan ............................................................................................... 35
ix
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kesulitan masyarakat di wilayah kepulauan dan daerah timur Indonesia untuk memenuhi kebutuhan air bersih saat ini masih dihadapkan banyak kendala, sebagai contoh kejadian kekurangan air bersih bagi warga di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu yang tidak mencukupi kebutuhan dalam satu hari (Dana, 2011). Pulau Panggang dan sebagian besar pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu saat ini hanya bergantung kepada curah hujan sebagai sumber air bersih. Hal ini disebabkan oleh kondisi air tanah sudah tidak layak untuk konsumsi akibat rembesan (intrusi) air laut ke dalam air tanah. Ketersediaan air bersih ini telah berpengaruh terhadap kemungkinan perpindahan warga Pulau Panggang ke Pulau Karya dan Pulau Pramuka ke wilayah yang memiliki kondisi relatif lebih baik. Selain kebutuhan air, permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah kekurangan garam untuk kebutuhan individu. Saat ini Indonesia masih mengimport garam dari negara lain dan jumlahnya melebihi angka 1,5 juta ton per tahunnya (KKP, 2012). Di sisi lain, kondisi pesisir Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km berpotensi untuk memproduksi garam. Meskipun tidak semua garam produksi lokal bermutu rendah, kelemahankelemahan mendasar mutu garam lokal yang terjadi adalah kandungan I (iodine) yang rendah, sehingga tidak memenuhi standar menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN). Setidaknya terdapat 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam. Di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan logam lainnya. Kandungan NaCl untuk garam konsumsi manusia
2
tidak boleh lebih rendah dari 97 % untuk garam kelas satu dan tidak kurang dari 94 % untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban disyaratkan berkisar 0,5 % dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0 %. Kadar iodium berkisar 30 - 80 ppm. Pemerintah melalui Kepmen No 77/1995 tentang Pengolahan, Pelabelan dan Pengemasan Garam Beryodium berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat sehingga memenuhi syarat SNI. Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya bergantung pada alam (air laut dan cuaca) dan sedikit muatan teknologinya. Khususnya kadar yodium rendah, dimana konsumsi dalam jangka panjang menyebabkan timbulnya penyakit gondok di beberapa daerah akibat kekurangan yodium. Sekitar 16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang hidup di kawasan pesisir. Karena potensi sumber daya alam hayati maupun nonhayati, sumber daya buatan serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Namun hal ini tidak menjadikan sepenuhnya masyarakat pesisir sejahtera. Masih rendahnya produktivitas mereka menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari ketidaksejahteraan. Diharapkan dengan dikembangkannya alat untuk memproduksi air bersih dan garam ini dapat menaikkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah dengan memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air laut. Untuk dapat memanfaatkannya, air laut diolah terlebih dahulu secara praktis dan ramah lingkungan dengan distilator tenaga surya (solar energy). Pemanfaatan tenaga surya untuk distilasi (penyulingan) air laut menjadi air tawar juga merupakan bentuk pemanfaatan energi alternatif.
3
Hidayat (2011) telah melakukan penelitian mengenai pembuatan rancang bangun alat pemisah garam dan air tawar. Namun penelitian tersebut memiliki beberapa kelemahan, antara lain kurangnya parameter untuk menentukan kualitas air tawar yang dihasilkan serta garam yang dihasilkan kualitasnya masih rendah, sehingga perlu dilakukan proses pencucian. Oleh karena itu, kegiatan pembuatan alat pemisah garam dan air tawar ini dilakukan sebagai lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
1.2. Tujuan Tujuan Penelitian ini adalah : 1. Merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari bahan baku air laut dengan menggunakan energi matahari secara bertingkat. Mengukur kandungan kimia dan fisik yang terdapat dalam garam dan air tawar yang dihasilkan melalui proses destilasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kebutuhan Air Masyarakat Pesisir Air adalah salah satu sumberdaya alam yang merupakan sumber
kehidupan manusia. Sumberdaya air ini harus dapat dikelola secara profesional agar ketersediaan air tawar sepanjang tahun tetap terjamin untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih. Air tanah sebagai salah satu sumber pasokan akan kebutuhan air untuk berbagai aktivitas. Pemanfaatan air tanah dangkal (shallow groundwater) di Indonesia tidak ada catatan kapan dimulainya, tetapi air tanah dalam (deep groundwater) mulai dimanfaatkan pada 1948 dengan suksesnya pengeboran artesis di benteng Prins Hendrik, Jakarta (Soetrisno, 1993). Oleh karena itu pencarian sumber air lain yang dekat, yaitu air yang ada dibawah permukaan tanah atau airtanah. Sebagian besar masyarakat pesisir di Indonesia memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan akan air dalam rumah tangganya. Semakin bertambahnya tahun dan meningkatnya populasi manusia, kebutuhan masyarakat pesisir akan air bersih semakin meningkat pula. Manusia memiliki berbagai kategori untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari (Gambar 1). Semakin tinggi tingkat kuantitasnya, maka semakin rendah kualitas air yang dibutuhkan.
2.2.
Kebutuhan Garam di Indonesia Garam merupakan salah satu komoditas yang sedang diprioritaskan
untuk dikembangkan oleh Kementrian Perindustrian dan Kementrian Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenperin (Tabel 1), luas produksi garam yang produktif saat ini di Indonesia adalah sekitar 20.000 Ha,
5
kemampuan produksi rata-rata berkisar antara 1,1-1,4 juta ton per tahun. Menteri Kelautan dan Perairan, mengatakan bahwa kebutuhan untuk tahun 2011 diperkirakan mencapai 3,4 juta ton yang antara lain digunakan 1,6 juta ton untuk konsumsi rumah tangga dan 1,8 juta ton garam untuk industri, dan diperkirakan pada akhir tahun produksi garam lokal mencapai 1,4 juta ton garam (Prayanto, 2011). Kebutuhan akan garam diperkirakan akan terus meningkat menjadi 5 juta ton pada tahun 2015 seiring dengan pertumbuhan industri penggunanya.
Gambar 1. Hirarki kebutuhan air (WHO, 1998) Tabel 1. Kebutuhan Garam di Indonesia dalam ton
Pasokan Dalam Negeri Kebutuhan Dalam Negeri
2007 1.150.000 2.619.000
2008 1.199.000 2.677.000
Tahun 2009 1.371.000 2.888.000
Industri CAP Garam Konsumsi Industri Pangan Pengeboran Minyak Lain-lain
1.320.000 680 444 125 50
1.350.000 687 455 125 50
1.560.000 693 460 125 50
Uraian
sumber: Kemenperin (2013)
2010 1.400.000 2.985.000
2011 1.113.118 3.150.000
1.638.000 707 465 125 50
1.700.000 805 470 125 50
6
Walaupun Indonesia merupakan negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak, kebutuhan garam berkualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium) dan beryodium serta garam industri kurang banyak diimpor dari luar negeri. 2.3
Energi Surya Energi matahari atau energi surya merupakan energi yang murah dan
melimpah di daerah tropis seperti di Indonesia, energi ini sangat potensial untuk kebutuhan masyarakat sebagai energi alternatif. Persediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Hasyim 2005). Pemanfaatan energi surya secara langsung harus dipertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari. Lakitan (2002) mengatakan bahwa untuk mengkaji aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya : porsi serapan cahaya (absorbtivity), porsi pantulan (reflectivity), porsi terusan (transmisivity), daya pancar (emisivity), aliran energi cahaya (radian flux), kerapatan aliran energi cahaya (radian flux density), intensitas terpaan (irradiance), dan intensitas pancaran cahaya (emmitance). Energi surya sudah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain : pencahayaan, pemanasan, memasak, desinfektisasi, dan desalinisasi.
2.4.
Destilasi Destilasi atau penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair ke
bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian mendinginkan gas hasil pemanasan, untuk selanjutnya mengumpulkan tetesan
7
cairan yang mengembun (Cammack, 2006). Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakukan dengan teknik destilasi panas buatan, destilasi tenaga surya, elektrodialisis, osmosis, gas hidrasi dan pembekuan. Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis dan awet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup kanal kondensat, kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004) menyatakan bahwa dengan destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas 94 cm x 48 cm bisa dihasilkan air tawar 6-8 l/hari, sedangkan Marsum (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas yang sama, mampu menghasilkan air tawar sebanyak 1,34 β 2,95l l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari. Dalam proses destilasi ada beberapa tahapan mineral yang terendapkan, hal tersebut dikarenakan mineral-mineral yang terdapat dalam air laut memiliki massa jenis partikel yang berbeda (Gambar 2), diketahui bahwa pada saat air menguap sebesar 81%, 90.5%, dan 96% senyawa yang mengendap secara berurut adalah CaCO3, CaSO4, NaCl, dan K & Mg (Wright, 1995). Sehingga berdasarkan endapan tersebut kita dapat memisahkan zat pengotor dalam proses pembuatan garam dengan cara destilasi
8
Gambar 2. Tahapan endapan dari evaporasi air laut
Perpindahan Bahang
2.5.
2.5.1. Konduksi Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi kebagian bersuhu rendah. Bahang mengalir secara konduksi dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah. Menurut Rao (2001), energi berpindah secara konduksi berbanding dengan gradien suhu normal : π π΄
~
ππ ππ₯
..................................................................................(1)
Jika dimasukkan konstanta proposionalitas atau tetapan kesebandingan, maka: π = βπΎπ΄
ππ ππ₯
.........................................................................(2)
Pada konstanta diatas tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum termodinamika, yaitu bahwa mengalir ke tempat yang rendah, dimana : A
= Luas permukaan (mΒ²)
K
= konduktifitas thermal kaca yaitu sebesar 1,83 W/m.Β°C
q
= Laju perpindahan kalor (W)
9
ππ ππ₯
= gradien suhu ke arah perpindahan kalor
2.5.2. Radiasi Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan energi terjadi melalui perantara, pada radiasi kalor berpindah tanpa melaui perantara atau pada ruang hampa. Mekanisme disini adalah sinaran atau radiasi elektromagnetik. Pertukaran panas netto secara radiasi antara dua badan ideal atau benda hitam adalah : π = π. π΄. (ππ€ 4. β ππ 4 ) .......................................................(3) dimana : π
= konstanta Stefan β Boltzmann (5,67x108 W/m2.oK4)
A
= Luas bidang (m2)
ππ€
= Temperatus air (oK)
ππ
= Temperatur kaca (oK)
2.5.3. Konveksi Udara yang mengalir diatas suatu permukaan panas, misalnya dalam saluran baja sebuah alat pemanas udara surya dipanasi secara konveksi. Apabila aliran udara disebabkan oleh sebuah blower, kita menyebutnya sebagai konveksi paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis, maka disebut konveksi alamiah (Som, 2008). Pada umumnya, perpindahan panas konveksi dapat dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton sebagai berikut : π = β. π΄. (ππ€ β ππ ) ......................................................................(4) dimana :
10
h
= Koefisien konveksi (W/m2.oK)
A = Luas permukaan (m2) ππ€ = Temperatus air (oK) ππ = Temperatur kaca (oK) 2.6
Standar Kualitas Garam Berdasarkan kualitasnya, garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu :
1. Kualitas 1 yaitu kualitas terbaik yang memenuhin syarat untuk bahan industri maupun untuk konsumsi, dengan komposisi sebagai berikut : ο·
NaCl : 97,46 %
ο·
CaCl2 : 0,723 %
ο·
CaSO4 : 0,409 %
ο·
MgSO4 : 0,04 %
ο·
H2O : 0,63 %
ο·
Impurities : 0,65 %
2. Kualitas 2 yaitu kualitas dibawah Kualitas 1, garam jenis ini harus dikurangi kadar berbagai zat agar memenuli standart sebagai bahan baku industri. Secara fisik garam Kualitas 2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembab.
3. Kualitas 3 merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang coklat dan bercampur lumpur.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September
2012. Kegiatan penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu pembuatan alat, uji coba alat dan uji hasil. Pembuatan alat dilakukan dari bulan Februari sampai dengan April di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kemudian uji coba alat dilakukan di SLK (Stasiun Lapang Kelautan) Pelabuhan Ratu, Jawa Barat pada bulan Mei 2012 dan pengujian hasil di lakukan di Lab. Produktivitas dan Lingkungan Perairan Dept. MSP dan Lab. Kimia Bersama Dept.Kimia pada bulan September 2012 (Lampiran 2)
3.2.
Alat dan Bahan
Dimensi dan bahan yang digunakan pada alat pemisah garam dan air tawar ini adalah: 1) Rangka luar terbuat dari kayu Borneo dengan ukuran luas penampang 5x10 cm. 2) Rangka dalam terbuat dari kayu Borneo dengan ukuran luas penampang 5x7 cm. 3) Penutup bagian atas alat terbuat dari kaca transparan dengan ketebalan 5 mm yang diberi bingkai alumunium. 4) Alas terbuat dari keramik warna hitam. 5) Insulator terbuat dari styrofoam dengan ketebahan 3 cm. 6) Talangan air menggunakan pipa plastik dengan ukuran 2x3 cm.
12
7) Bak penampung air laut terbuat dari keramik dengan kapasitas 158 liter, sedangkan bak penampung air tawar menggunakan drum berkapasitas 60 liter. 8) Penyaring air terbuat dari penyaring sederhana untuk menyaring air 3.3.
Pembuatan Alat Pengerjaan alat disusun ke dalam beberapa tahap yang mencangkup
perencanaan dan pola pelaksanaan kerja. Desain cara kerja alat tersebut diatur sesuai algoritma pada Gambar 3 meliputi: persiapan, perumusan masalah, perancangan model, pengujian model, perancangan perangkat, penyatuan perangkat, dan pengujian sistem hingga memenuhi syarat. Perancangan model meliputi pembuatan desain dan pemilihan bahan yang akan digunakan. Pemilihan bahan yang tepat sangat mempengaruhi kinerja dan daya tahan alat. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan alat destilasi adalah sifat korosifnya. Untuk itu bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang tidak korosif. Perancangan model dilakukan berupa pengujian desain dalam bentuk miniatur. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah desain yang dibuat sudah dapat bekerja secara optimal. Apabila kinerja dari model belum dapat bekerja secara optimal maka perlu dilakukan perubahan pada desain yang telah dibuat, sedangkan apabila model sudah berjalan secara optimal maka lanjut ke tahap berikutnya, yaitu pembuatan alat. Pembuatan alat mencangkup pembuatan bak, pembuatan atap ruang evaporasi, dan pembuatan saluran keluaran dari air tawar. Bagian-bagian yang telah dibuat pada tahap sebelumnya diintegrasikan menjadi
13
alat destilator. Selanjutnya dilakukan ujicoba, ujicoba mencangkup pengukuran parameter yang mempengaruhi kinerja alat destilasi. Mulai
Persiapan
Perumusan Masalah
Perancangan Model Tidak Model Sesuai Ya Pembuatan Bagian Destilasi
Integrasi Bagian Destilasi Tidak Ujicoba
Ya Berhasil
Selesai
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat
3.4.
Alat Pemisah Garam dan Air Tawar Bertingkat Alat pemisah garam dan air tawar bertingkat ini merupakan alat destilasi
dengan prinsip evaporasi yang terdiri dari dua bagian utama yaitu bak penjemuran
14
(Gambar 4) dan ruang evaporasi (Gambar 5). Bak penjemuran dengan ukuran 200 x 120 x 5 cm (a) terbuat dari bahan keramik warna hitam. Pemilihan warna hitam bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bak penjemuran menyerap kalor. Selain sebagai wadah penjemuran air, bak tersebut juga berperan sebagai kolektor pelat datar yang berfungsi untuk menyerap panas. Energi matahari akan memanasi permukaan pelat kolektor secara langsung sehingga panas yang terserap lebih besar. Untuk mengurangi kehilangan energi panas ke lingkungan maka di sisi luar bak penjemuran dilapisi insulator (b) berupa sterofoam dengan ketebalan 3 cm. Pada bagian luar, sebagai penahan atap ruang evaporasi dibuat cassing dari kayu dengan ketebalan 6 cm (c). Pada bagian bawah ini juga terdapat saluran air tawar hasil destilasi (d) yang terbuat dari pipa PVC.
Keterangan: (a)= Bak penjemuran (b)= Insulator (styrofoam) Gambar 4. Bagian
bawah alat pemisah garam dan air tawar
(c)= Kayu
Rangka atap ruang evaporasi terbuat dari bahan alumunium untuk (d)= Saluran output menghindari terjadinya korosi (e). Sedangkan dinding dari ruang evaporasi terbuat dari kaca transparan ketebalan 4 mm (f). Ruangan ini memiliki tinggi 60 cm dengan kemiringan penutup 40o. Kemiringan kaca penutup tidak boleh terlalu landai agar embun yang terbentuk pada kaca penutup tidak jatuh kembali ke bak
15
penjemuran tetapi mengalir ke saluran air hasil destilasi. Penggunaan kaca dipilih sebagai penutup dikarenakan kaca mempunyai sifat kaku, tahan terhadap panas matahari, memiliki daya tembus yang baik, serta memiliki emisivitas yang baik yaitu sebesar 0,98. Selain itu kaca merupakan bahan yang baik untuk mengalirnya air. Kedua bagian tersebut kemudian dibuat menjadi dua secara bertingkat (Gambar 6)
Keterangan: (e)= almumunium (f)= kaca (g)= pegangan almumunium
Gambar 5. Bagian atap alat pemisah garam dan air tawar
(h)= engsel pintu
Gambar 6. Alat pemisah garam dan air tawar bertingkat
16
3.5. Proses Pengambilan Data Proses pengambilan data dilakukan dengan cara menjemur setengah dari input air laut (20 liter) pada wadah pertama, kemudian dialirkan ke wadah kedua hingga semua air tersebut menguap (Gambar 7). Selama proses penjemuran tersebut dilakukan pengukuran suhu lingkungan, kaca, dan air laut serta volume air hasil destilasi dan berat kering kriostal garam yang terbentuk.. Pengambilan data suhu dan volume dilakukan dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 15.00. Ujicoba dilakukan pada pukul tersebut karena diharapkan pada jam tersebut panas dari energi matahari dalam keadan maksimal. Semua air destilasi yang di tampung diukur per hari menggunakan gelas ukur. Suhu diukur menggunakan termometer raksa dengan pencatatan tiap 30 menit. Semua endapan garam yang terbentuk kemudian ditimbang berat keringnya menggunakan timbangan digital.
Air (20 l) dimasukkan ke dalam rumah kaca 1 (atas)
Proses kondensasi 1 oleh matahari hingga air menguap 50% dari ketinggian sebelumnya
Air hasil kondensasi 1&2
Air dialirkan dari rumah kaca 1 ke rumah kaca 2
Proses kondensasi 2 oleh matahari hingga air habis
Air disaring dengan filter
Air tawar
Gambar 7. Proses kerja alat
Garam
17
3.6. Variabel Penelitian Variabel yang diukur mencakup suhu lingkungan, suhu air laut di dalam ruang evaporasi, suhu kaca penutup ruang evaporasi, dan volume air tawar yang dihasilkan. Variabel tersebut lah yang nantinya sangat mempengaruhi unjuk kerja dari alat destilator (Gambar 8). ο· Suhu lingkungan ο· Suhu air laut di dalam ruang evaporasi ο· Suhu kaca penutup ruang evaporasi ο· Volume air
Destilator Tenaga Surya Dan Filtrasi Air
Efisiensi / unjuk kerja model alat ο· Selisih suhu antara suhu lingkungan dengan suhu kaca ο· Jumlah dan kualitas air tawar yang dihasilkan ο· Jumlah dan kualitas garam yang dihasilkan Gambar 8. Diagram Alir Variabel Pengukuran 3.7.
Teori Operasi Radiasi surya yang diserap oleh air sebagai panas ππΌ πΊπ , dipindahkan ke
tutup dengan cara konveksi (ππππ ), radiasi (qrad ), dan penguapan (ππ’ππ ). Dengan asumsi tidak ada kehilangan panas melalui alas dan sisi-sisinya, maka kesetimbangan energi pada air dapat ditentukan dengan persamaan ππΌ πΊπ = ππππ + ππππ + ππ’ππ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦(5) Komponen konveksi ditentukan dengan persamaan ππππ = 8,84 Γ 10
β4
ππ€ β ππ +
ππ€ βππ 268900 βππ€
Γ ππ€
1 3
Γ (ππ€ β ππ )β¦(6)
dimana ππ€ β ππ adalah tekanan parsial uap air (N/m2) yang diperoleh dari tabel uap pada temperatur (K) air (ππ ) dan kaca (ππ ). Komponen penguapan ditentukan dengan persamaan
18
ππ’ππ = 16,27 Γ 10β3 Γ ππππ Γ
ππ€ βππ ππ€ βππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(7)
Sedangkan komponen radiasi ditentukan dengan persamaan qrad = π Γ ππ€ Γ ππ€ 4 β ππ 4 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(8) Untuk menentukan laju penguapan maka digunakan rumus muap =
q uap h fg
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(9)
Setelah mengetahui laju penguapan maka kita dapat menentukan ukuran bak pengeringan dengan persamaan v
π΄ = β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦................................(10) π
Dimana : A = luas Penampang (mΒ²) v = Volume yang ingin dihasilkan (l) q = Laju penguapan (w)
3.8. Analisis Laboratorium Analisis hasil dilakukan di Laboraturium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB untuk pengujian kualitas air dan Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia, FMIPA-IPB untuk pengujian kualitas garam. Salinitas diukur menggunakan refraktometer sedangkan pH diukur menggunakan pH meter digital. Penentuan TSS digunakan metode gravimetri langkah-langkah proses sebagai berikut : a) Kertas saring disiapkan dan cawan penguapan dipanaskan dengan suhu 105oC selama 20 menit. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator selama Β± 5 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya (berat kering). b) Sampel air laut dan sampel air hasil diukur sebanyak 100 ml.
19
c) Masing-masing sampel disaring dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya. d) Sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama Β± 15 menit lalu. e) kemudian diimbang untuk mengetahui beratnya (berat basah). f) TSS dihitung dengan menggunakan rumus : πππ =
π΅π βπ΅π π
Γ 1000.............................................................(11)
dimana : π΅π = Berat basah (gr) π΅π = Berat kering (gr) V = Volume sampel (l)
3.9.
Analisis Data Hasil dari penelitian ini dapat dikatakan berhasil apabila kualitas garam
dan air tawar yang dihasilkan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Kemudian penyimpulan lainnya berdasarkan kualitas garam yang terdapat pada tiap wadah. Apabila terdapat perubahan nyata antara kualitas wadah pertama dan kedua, maka penelitian ini dapat dikatakan berhasil. Berikut adalah standar mutu yang telah ditetapkan menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/MENKES/PER/IX/1990 dan Standar Nasional Indonesia Garam Beryodium SNI 01-3556-199 untuk air tawar dan garam (Tabel 2 dan 3) :
20
Tabel 2. Standar kualitas air minum Parameter Warna Kekeruhan TDS Bau Rasa pH Kesadahan total Klorida Ammonia Nitrit Nitrat Sulfat Sulfida Besi Barium Boron Natrium Mangan Florida Seng Timah hitam Kadmium Air Raksa Arsen Klorin Sianida Khrommium Tembaga Selenium Nikel Deterjen Alumunium Fecal Coli
BM *)
BM **)
FISIKA 15 15 5 5 1000 1000 Tidak berbau Tidak berasa KIMIA 6.5 β 8.5 6.5 β 8.5 500 500 250 600 1.5 50 10 3 1 250 400 0.05 0.3 1 0.7 0.3 200 0.1 0.5 1.5 1.5 3 15 0.01 0.05 0.003 0.005 0.001 0.001 0.01 0.05 5 0.07 0.1 0.05 2 0.01 0.01 0.02 0.05 0.5 0.2 MIKROBIOLOGI 0 0
*)Baku Mutu Air Minum menurut MENKES RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 **)Baku Mutu Air Bersih Berdasarkan Peraturan MENKES RI.No.416/MENKES/PER/IX/1990
Satuan Pt.Co NTU mg/l mg/lCaCO3 mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MPN/100ml
21
Tabel 3. Standar kualitas garam Materi
Standar Mutu Garam Kualitas 1 (%)
NaCl CaCl2 CaSO4 MgSO4 Lain-lain
Minimal 97,46 Maksimal 0,72 Maksimal 0,41 Maksimal 0,04 Maksimal 1,37
Sumber : Standar Nasional Indonesia Garam Beryodium SNI 01-3556-199
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Coba Lapang Pada penelitian ini terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses destilasi, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal pada proses destilasi ini adalah suhu lingkungan dan faktor internalnya adalah kerapatan dari ruang evaporasi. Kedua hal tersebut yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas suatu alat destilasi air laut. Parameter yang diukur antara lain suhu air, kaca, dan lingkungan. Berdasarkan hasil pengamatan didapat nilai suhu yang berbeda pada tiap harinya tergantung dari besarnya intensitas matahari yang diterima. Proses destilasi berlangsung selama 5 hari, dengan suhu lingkungan berkisar antara 27-34 oC (lampiran 1). Nilai suhu terendah terjadi diakibatkan cuaca mendung yang biasa terdapat pada saat sore hari. Nilai suhu lingkungan sangat berpengaruh erat terhadap nilai suhu kaca dan kemudian berdampak terhadap suhu air. Hal ini disebabkan lamanya penyinaran terik matahari pada kaca akan meningkatkan suhu pada kaca, kemudian suhu air ikut meningkat pula. Hal tersebut terjadi disebabkan adanya proses radiasi serta penyerapan bahang dari energi matahari. Namun suhu kaca relatif lebih mudah menurun apabila suhu lingkungan menurun dibandingkan dengan suhu air. Hal ini dikarenakan air merupakan zat penyimpan panas yang baik. Pada penelitian ini diperoleh suhu kaca pada kisaran 38-56 oC dan suhu air pada kisaran 36-59 oC (Gambar 9).
23
Gambar 9. Grafik suhu hasil pengukuran selama lima hari dengan air yang sama. Penelitian ini menggunakan konsep green house effect (efek rumah kaca) untuk meningkatkan suhu pada ruang evaporasi. Wisnubroto (2004) mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( Ξ» ) antara 0,3-3 ΞΌm, dan hanya panjang gelombang antara 0,32-2 ΞΌm yang mampu menembus kaca transparan dengan membawa energi panas. Ketika melewati kaca sinar matahari mengalami perubahan panjang gelombang dari 0,32-2 ΞΌm menjadi 3-80 ΞΌm. Akibatnya sinar matahari tidak dapat keluar dan terkurung di dalam ruangan
24
evaporasi. Energi panas yang terbawa oleh sinar matahari tersebut akan terakumulasi sehingga suhu di dalam ruangan evaporasi akan meningkat.
4.2
Laju Penguapan Proses destilasi berlangsung selama lima hari, dan diperoleh produksi rata-
rata air dalam setiap hari adalah 2.6 l per hari. Air tawar yang dihasilkan disini merupakan uap dari air laut yang ditahan oleh kaca untuk kemudian dialirkan melalui pipa menuju bak penampung air tawar. Jumlah air tawar hasil destilasi terendah terdapat pada hari terakhir yaitu sebesar 0.54 liter. Hal ini dikarenakan air yang terdapat pada alat destilasi sudah habis, berlangsung hanya selama Β±180 menit. Jumlah air tawar maksimal terdapat pada hari keempat (Gambar 10). Pada hari tersebut intensitas matahari yang diterima maksimal sehingga dapat menaikkan suhu kaca dan air. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara 30-34oC, dengan rata-rata 32.08oC.
25
Volume Air (Liter)
20
20 18
15
13.9
13.017
12.477
10 8.383 7.8 5
4.502
0
1.205
0 0
1
1 2
3 Hari ke-
4
0 5
kuantitas air destilasi volume air per hari
Gambar 10. Perbandingan kuantitas air destilasi dengan volume air selama lima hari
25
Proses penguapan pada ruangan evaporasi akan semakin baik apabila suhu air dalam ruang evaporasi semakin tinggi. Semakin tinggi suhu suatu zat cair maka pergerakan molekul di dalamnya akan semakin cepat hingga terjadi tumbukan antar molekul yang akan menyebabkan semakin cepatnya proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan). Selanjutnya setelah proses penguapan, terdapat proses pengembunan yang merupakan proses akhir dari destilasi. Proses pengembunan dipengaruhi oleh suhu kaca penutup ruang evaporasi. Semakin rendah suhu kaca penutup maka proses pengembunan akan semakin cepat terjadi. Kedua hal tersebut yang mempengaruhi kuantitas air hasil destilasi yang dihasilkan. Pada penelitian ini, penguapan air laut terjadi pada suhu di bawah 100 oC namun secara teori air akan mendidih pada suhu 100 oC pada keadan normal (1 atm). Hal ini disebabkan karena ruang evaporator memiliki suhu yang tinggi akibat pemanasan radiasi surya yang menyebabkan suhu udara dalam ruang evaporasi meningkat. Dengan adanya kondensasi pada bagian penutup yang memiliki suhu lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada evaporator, maka akan memurunkan suhu pengembunan sehingga menyebabkan suhu evaporator tersebut berada di bawah titik uap air secara normal. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, kuantitas air hasil destilasi belum maksimal. Hal tersebut disebabkan masih terdapat sedikit kebocoran pada alat destilasi dan kondisi sinar matahari yang kurang mendukung. Kondisi sinar matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air) yang maksimal, sehingga menghasilkan air embun (air destilasi) yang maksimal juga. Menurut Lakitan (2002) laju evaporasi di Indonesia terjadi secara bervariasi
26
tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari β April laju evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni β September. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret β April 2005. Ini berarti pada periode dimana terjadi kondisi laju penguapan rendah.
4.3.
Kualitas Air Destilasi Air yang dihasilkan pada penelitian ini secara umum sudah layak untuk
dikonsumsi . Hal tersebut dikarenakan air ini sudah memenuhi standar baku mutu air minum menurut Menteri Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.416/MENKES/PER/IX/1990. Beberapa parameter yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4. Selama proses penguapan air pada ruang evaporasi terjadi pengendapan dari zat-zat yang terkandung di air tersebut sebelumnya. Zat yang mengendap dari air laut merupakan unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain). Endapan tersebut merupakan hasil sampingan (sisa) dari alat destilasi ini. Akan tetapi hasil sisa ini masih bisa dimanfaatkan kembali sebagai garam untuk berbagai keperluan rumah tangga maupun industri.
4.5.
Kualitas Garam Destilasi Dari hasil pengujian selama enam hari diperoleh jumlah garam sebesar 632
gram dari 20 liter sampel air laut. Jumlah garam tersebut merupakan jumlah dari total dua wadah destilasi. Garam pada wadah pertama merupakan hasil dari 50% penguapan air awal dan garam pada wadah kedua hasil dari 50% sisanya.
27
Tabel 4. Kualitas air hasil destilasi selama lima hari Parameter
air destilasi
BM *) BM **) FISIKA Warna <1 15 15 Kekeruhan 0.52 5 5 TDS 40 1000 1000 Bau Tidak berbau Tidak berbau Rasa Tidak berasa Tidak berasa KIMIA pH 6.8 6.5 β 8.5 6.5 β 8.5 Kesadahan total 70.47 500 500 Klorida 8.90 250 600 Ammonia 0.736 1.5 Nitrit 0.199 50 10 Nitrat 0.008 3 1 Sulfat 10.69 250 400 Sulfida <0.001 0.05 Besi <0.029 0.3 1.0 Barium <0.001 0.7 Boron <0.001 0.3 Natrium 2.642 200 Mangan <0.005 0.1 0.5 Florida 0.137 1.5 1.5 Seng 0,040 3 15 Timah hitam <0.005 0.01 0.05 Kadmium <0.001 0.003 0.005 Air Raksa <0.0002 0.001 0.001 Arsen <0.0002 0.01 0.05 Klorin 0.050 5 Sianida <0.002 0.07 0.1 Khrommium <0.001 0.05 Tembaga <0.005 2 Selenium <0.005 0.01 0.01 Nikel <0.005 0.02 Deterjen <0.005 0.05 0.5 Alumunium <0.005 0.2 MIKROBIOLOGI Fecal Coli 0 0 0 Tabel 5. Kualitas garam hasil destilasi selama lima hari *)Baku Mutu Air Minum menurut MENKES RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 **)Baku Mutu Air Bersih Berdasarkan Peraturan MENKES RI.No.416/MENKES/PER/IX/1990
Satuan Pt.Co NTU mg/l mg/lCaCO3 mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MPN/100ml
28
Garam
K* (%) B** (%)
NaCl 65.67 76.71 CaCl2 16.31 10.18 CaSO4 16.02 10 MgSO4 0.97 1.32 Lain - Lain 1.03 1.79 Keterangan *wadah1 **wadah2
Standar Mutu Garam Kualitas I (%) 97.46 0.72 0.8 0.53 1.37
Garam yang dihasilkan pada proses destilasi alat ini mash belum memenuhi standar. Namun berdasarkan hasil yang didapat kinerja alat ini sudah sesuai dengan teori tahapan endapan evaporasi air laut. Hal tersebut dapat dilihat pada perbedaan presentase kadar garam yang dihasilkan pada wadah 1 dan wadah 2. Wadah 1 berfungsi untuk mengendapkan hasil sampingan dan wadah 2 berfungsi untuk menghasilkan garam yang bersih. Hanya saja pada penelitian ini perbandingan kadar air pada wadah ini 50:50. Sehingga masih terdapat hasil sampingan pada wadah kedua (bersih).
4.5.
Nilai Ekonomis Dari penelitian ini menunjukkan bahwa alat destilasi dengan
memanfaatkan tenaga surya mampu menghasilkan air tawar sebanyak 2.6 l/hari. Namun saat musim kemarau permintaan air bersih akan meningkat, sehingga besar kemungkinan harga air bersih akan melonjak. Pembuatan alat ini menghabiskan biaya Rp.1.600.000,- , suatu biaya yang tak begitu besar bila dibandingkan dengan manfaatnya. Alat ini akan dapat menghasilkan air tawar yang lebih maksimal apabila tidak terdapat kebocoran dan dioperasikan pada musim kemarau. Karena alat ini sangat ketergantungan dengan banyak dan lamanya penyinaran matahari dengan suhu yang tinggi. Sehingga permasalahan
29
kekurangan air dapat diatasi dengan adanya alat destilasi ini. Khususnya pada daerah tertentu seperti Kalimantan dan pulau-pulau kecil ketersediaan air tawar menjadi sangat langka. Alat ini juga dapat bermanfaat pada saat terjadi bencana alam pada suatu daerah pesisir. Karena pada saat setelah terjadi bencana masyarakat sulit mendapatkan air bersih, contohnya pada saat gempa di wilayah Pariaman, Sumatra Barat. Oleh karena itu pemanfaatan destilator tenaga surya menjadi layak dipertimbangkan untuk digunakan di daerah sulit air. Destilator tenaga surya memiliki keunggulan komparatif dalam hal penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah. Ketersediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Abdullah, 2005). Disamping itu, destilator tenaga surya memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan βbahan yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud. Selain air tawar, alat ini juga potensial untuk memproduksi garam dengan kualitas yang cukup baik. Dikarenakan proses produksi garam dilakukan dalam wadah evaporasi yang tertutup, petani garam tidak perlu khawatir dengan adanya hujan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat destilasi ini mampu menghasilkan air tawar dengan rata-rata 2.6 liter per hari. Selain air tawar, yang dihasilkan dari alat destilasi ini adalah garam sebanyak 632 gram per 5 hari untuk 20 liter air laut. Berdasarkan uji laboratorium kualitas air yang dihasilkan alat ini sudah layak konsumsi karena sudah memenuhi standar baku mutu air minum menurut Menteri Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.416/MENKES/PER/IX/1990. Akan tetapi kualitas garam yang dihasilkan masih belum memenuhi standar baku mutu. Hal tersebut dikarenakan kandungan NaCl dari garam yang dihasilkan masih di bawah standar.
5.2
Saran
Perlu dilakukan percobaan perbandingan penguapan yang berbeda-beda antara wadah 1 dan 2, dimana wadah 1 harus memiliki jumlah penguapan yang lebih besar dibandingkan dengan wadah 2. Dengan harapan pada wadah kedua mampu menghasilkan garam yang memenuhi standar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sugeng. 2005. Distilator Tenaga Surya, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta, Yogyakarta. Cammack, R. 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press. New York. 720 h. Dana G, Buana S. 2011. Analisis Perbandingan Pola Pasokan Air Bersih di Wilayah Kepulauan. Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 9 h. Direktorat Jendral Industri Kimia dan Pustand (Pusat Standardisasi Depperindag) Balai Indusri Semarang. 1994. Penyusunan Standar Nasional Indonesia Garam Beryodium. Semarang. SNI 01-3556-2000/Rev.9 Enger, E. D dan Bradley, S. 2009. Environtmental Science: A Study of Interrelationship. McGraw-Hill New York. 512 h. Hasyim, I. 2006. Siklus krisis di sekitar energi. Proklamasi Publishing House. Jakarta. 170 h. Hidayat, R. R. 2011. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari. Fakultas Peikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Homig, H. E. 1978. Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag. University of California. 202 h. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 16 h. Kemenperin [Kementrian Perindustrian Republik Indonesia]. 2012. Kebutuhan Garam di Indonesia dalam ton. Jakarta Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 175 h. Marsum, A. dan Widiyanto, A. 2004. Efisiensi model destilator tenaga surya dalam memproduksi air tawar dari air laut. Poltekkes Depkes RI. Semarang. 367h. Rao, Y. V. 2001. Heat Transfer. Universities Press. New Delhi. 476 h. .
32
Salvato, J. A. 1972. Environmental engineering and Ssnitation, WileyInterscience. University of California. 919 h. Soetrisno S., dan Juanda D.,1993,βKontribusi Hidrogeologi dalam Kawasan Lindung Airtanahβ, PIT IAGI ke 22, Bandung. Som, S. K. 2008. Introduction To Heat Transfer. PHI Learning Private. New Delhi. 563 h. Syahrudin. 2005. Hidrologi Pantai dan Kebutuhan Air Masyarakat Pesisir. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1397 World Health Organization (WHO). 1998. Jumlah Air Minimal yang Dibutuhkan Untuk Keperluan Rumah Tangga. Technical Notes for Emergencies. Regional Office for South-East Asia. New Delhi. Wright J, Angela C. 1995. Seawater: Its Compotition, Properties and Behavior. The Open University. England. 31-32 h. Wisnubroto, S. 2004. Meteorologi Pertanian Indonesia, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Data hasil ujicoba lapang Hari/Tanggal : Jumat, 25 Mei 2012 = 1.025 ltr Suhu (oC) Lingkungan Air 29 36 30 39 33 40 34 43 33 44 33 47 33 47 34 47 32 46 30 46 30 43 28 44 28 45 34 47 28 36 31.307692 43.61538
Waktu Lokal Kaca 38 9 41 9.3 43 10 44 10.3 44 11 44 11.3 43 12 44 12.3 43 13 43 13.3 41 14 42 14.3 43 15 Maksimum 44 Minimum 38 42.53846 Rata-rata Hari/Tanggal : Sabtu, 26 Mei 2012 = 4.502 ltr Suhu (oC) Waktu Lokal Lingkungan Air Kaca 29 36 38 9 30 39 41 9.3 33 41 43 10 34 43 44 10.3 34 44 44 11 34 48 45 11.3 34 48 44 12 34 48 45 12.3 33 49 46 13 32 53 49 13.3 30 51 48 14 30 49 43 14.3 27 42 39 15 34 53 49 Maksimum 27 36 38 Minimum 31.846154 45.46154 43.769231 Rata-rata
35
Hari/Tanggal Waktu Lokal 9 9.3 10 10.3 11 11.3 12 12.3 13 13.3 14 14.3 15 Maksimum Minimum Rata-rata Hari/Tanggal Waktu Lokal 9:00 9:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30 13:00 13:30 14:00 14:30 15:00 Maksimum Minimum Rata-rata
: Minggu, 27 Mei 2012 = 8.383 ltr Suhu (oC) Lingkungan Air Kaca 29 36 38 29 39 40 30 42 42 32 48 47 33 50 49 34 50 50 32 51 47 34 52 51 33 54 51 33 55 50 32 53 49 30 51 46 30 49 43 34 55 51 29 36 38 31.615385 48.461538 46.38462 : Senin, 28 Mei 2012 = 12.477 ltr Suhu (oC) Lingkungan Air 30 46 32 33 32 32 33 34 34 32 32 32 31 30 34 30 32.076923
50
Kaca 48 49
51 50 53 52 53 53 54 53 57 54 58 54 59 54 57 53 57 53 56 53 55 52 59 54 46 48 54.30769 52.15385
36
Hari/Tanggal : Selasa, 29 Mei 2012 = 13.017 ltr Waktu Lokal 9 9.3 10 10.3 11 11.3 12 12.3 13 13.3 14 14.3 15 Maksimum Minimum Rata-rata
Suhu (oC) Lingkungan Air 30 43
Kaca 44
32
50
49
33 34 33 33 33 32 33 33 33 30 29 34 29 32.153846
52 53 53 54 53 -
50 51 51 53 53 -
54 53 43 44 51.14286 50.142857
Lampiran 2. Foto Kegiatan
Foto alat pemisah garam dan air tawar bertingkat
37
Proses input air laut ke dalam wadah
Proses penguapan
38
Perbaikan alat di lapang
Pengukuran pH insitu
39
Penimbangan garam untuk dianalisis
Proses pengenceran
40
Proses pencampuran larutan di lab
41
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 14 September 1990 dari ayah bernama Suwedi dan ibu bernama Simar. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas 30 Jakarta. Pada tahun itu juga penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, dan tahun 2009 masuk di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu: Anggota Departemen Kewirausahaan Himiteka periode 2009/2010, Wakil Ketua Himiteka periode 2010/2011, Wakil Presiden Klub Marine Instrumen and Telemetry periode 2011/2012 dan Presiden Klub Marine Instrumen and Telemetry periode 2012/2013. Penulis juga aktif sebagai Asisten mata kuliah Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan, Instrumentasi Kelautan pada tahun 2010 sampai dengan 2012 dan Asisten mata kuliah Akustik Kelautan pada tahun 2013.