TUGAS AKHIR PENGARUH BETON PENGISI TERHADAP PERILAKU JOIN BALOK KASTELLA – KOLOM
DISUSUN OLEH :
RAMIN MARAMPA’ D111 10 280
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
PENGARUH BETON PENGISI TERHADAP PERILAKU JOIN BALOK KASTELLA – KOLOM
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Sipil
Disusun dan Diajukan Oleh
RAMIN MARAMPA’ D11110280
Kepada
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015
ABSTRAK
Castellation adalah proses memotong badan baja profil dengan pola zig-zag dimana setengah bagian profil baja yang telah dipotong disambung dengan cara digeser atau dibalik (ujung kanan di las dengan ujung kiri, dan sebaliknya) sehingga membentuk lubang berbentuk polygonal. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh beton pengisi
diantara sayap balok kastella
terhadap perilaku join balok kastella - kolom akibat pembebanan siklik. Model penelitian berupa studi eksperimen terhadap 2 balok kastella (kiri dan kanan) dan 2 balok kastella komposit (kiri dan kanan) panjang 2 meter yang disambungkan pada kolom baja dengan pembebanan siklik. Dari hasil penelitian diperoleh : 1) Dari hubungan beban dengan lendutan diperoleh peningkatan kekuatan balok kastella komposit sebesar 54,15 % dari kekuatan balok baja kastella pada lendutan 9,62 mm. 2) Dari hubungan tegangan dengan regangan diperoleh peningkatan kekuatan balok kastella komposit sebesar 37,37 % dari kekuatan balok baja kastella pada kondisi leleh. 3) Tekuk badan balok kastella komposit mengalami penurunan 22,4% dibanding balok baja kastella.
Kata Kunci : Balok komposit, Balok Kastella, Pembebanan Siklik.
ABSTRACT
Castellations is a process of cutting the web of profile steel with a zigzag pattern where half of the profiles steel that have been cut should be by sliding or reversed (right end in welding with the left end, and vice versa) to form a polygonal shaped hole. The purpose of this study was to analyze the influence of the concrete filler between the flens of castellated beam against the join of castellated beam-column due to cyclic loading. Experimental study of research in the form of models against the 2 beams castellated beams (left and right) and 2 composite beams (left and right) length 2 meters connected in a column of steel with cyclic loading. The results of research showed: 1) from the relationship between load with deflections obtained the strength of composite castella beam higher 54.15% than castellated beam on deflection of 9.62 mm. 2) from stress and strain relationship, showed that the strength of composite beam higher 37,37% than castellated beam on yield condition. 3) Web deflection of composite beam decreased 22.4% compared to castellated beam.
Keywords: Composite Beam, Castellated Beam, Cyclic Loading.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir dengan judul “Perilaku Beton Pengisi Terhadap Perilaku Join Balok Kastella - Kolom”, sebagai salah satu persyaratan yang diajukan untuk menyelesaikan studi pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin di Gowa. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian serta penulisan tugas akhir ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai setiap langkah kehidupan penulis, yang setia menjadi sumber kekuatan dan pengharapan yang abadi. 2. Ayahanda Yunus Tato’ dan Ibunda Dina Tangke Ramba’ untuk semua kasih sayang yang selalu diberikan, untuk semua doa yang selalu teruntai, untuk semua dukungan moral dan materiil yang tidak akan pernah mampu ananda balas.
3. Bapak Prof. Dr.-Ing. Herman Parung, M.Eng., selaku pembimbing I, Ibu Dr. Eng. Hj. Rita Irmawati, ST. MT., selaku pembimbing II, untuk semua kesabaran selama membimbing dan mengarahkan penulis dari awal penelitian hingga selesainya semua tahap penulisan dan pemaparan hasil penelitian. 4. Saudara-saudaraku atas semua dukungan yang selalu kalian berikan dan untuk semua permohonan yang tak pernah lupa kalian sisipkan dalam setiap doa. 5. Pak Yunus, Kak Suri, Kak Arianto, Joni, dan Agus sebagai teman seperjuangan dari awal memulai penelitian ini, selama masa penyusunan laporan dan akhirnya boleh bersama-sama menyelesaikan pemaparan hasil penelitian ini. 6. Teman-teman KKNERZ, GENEXE, KMKO Sipil, KMKO Teknik, Nimrod n Friendz. Terima kasih untuk semua tetes keringat,
tenaga,
waktu dan kebersamaan yang sudah kita habiskan bersama-sama tidak hanya selama penelitian di laboratorium, namun di setiap detik kehidupan kita. 7. Semua dosen dan pegawai
Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin , kakak-kakak senior dan adik-adik Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, untuk semua bantuan dan kerjasama selama penyelesaian tugas akhir ini.
8. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu karena begitu banyaknya bantuan, dukungan dan doa yang penulis terima selama penyelesaian tugas akhir ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak celah kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih atas setiap koreksi, saran, masukkan maupun petunjuk yang bersifat konstruktif untuk kelanjutan penyusunan yang jauh lebih baik. Akhir kata, penulis berharap dengan selesainya penulisan dan penyusunan tugas akhir ini maka dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pengetahuan semua pihak yang turut membaca, khususnya dalam bidang struktur dan bagi pembangunan dunia ketekniksipilan secara umum.
Makassar, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
I-1
1.2. Rumusan Masalah
I-4
1.3 Tujuan Penelitian
I-4
1.4. Batasan Masalah
I-5
1.5. Manfaat Penelitian
I-5
1.6. Sistematika Penulisan
I-6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya
II-1
2.2 Desain Baja
II-2
2.2.1
Sifat-Sifat Mekanis Baja Struktural
II-2
2.2.2
Momen Inersia
II-3
2.2.3
Kurva Tegangan - Regangan
II-4
2.2.4
Kapasitas Momen Lentur Balok Baja Normal
II-6
2.2.5
Lendutan
II-10
2.2.6
Lendutan Ijin
II-11
2.2.7
Keruntuhan Leleh
II-11
2.2.8
Tekuk Torsi Lateral
II-12
2.2.9
Tekuk Lokal
II-17
2.3. Desain Balok Kastella
II-19
2.3.1
Pengertian Baja Kastella
II-19
2.3.2
Sifat Perluasan Girder
II-20
2.3.3
Tegangan dan Gaya Geser Balok Kastella
II-22
2.3.4
Kegagalan Baja Kastella
II-26
2.4. Balok Komposit
II-28
2.4.1
Distribusi Tegangan Balok Komposit
II-29
2.4.2
Momen Inersia
II-32
2.5. Perilaku Joint Balok Baja dan Kolom
II-32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
III-1
3.2 Tempat Pelaksanaan Penelitian
III-1
3.3 Kerangka Penelitian
III-2
3.4 Desain penelitian
III-3
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
III-4
3.6 Metode Pengujian
III-5
3.6.1
Prinsip Pengujian
III-5
3.6.2
Kerangka Pengujian
III-6
3.6.3
Pelaksanaan Pengujian dan Pengambilan Data Pengujian
III-7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Material
IV-1
4.2 Pengujian Balok Kastella
IV-3
4.3 Pengujian Balok Kastella Komposit
IV-8
4.4 Pengaruh Beton Pengisi Terhadap Balok Kastella
IV-12
4.5 Analisa Mekanika Bahan.................................................................IV-15 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
V-1
5.2 Saran
V-1
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Baja Profil WF
II-4
Gambar 2.2 Kurva Tegangan-Regangan
II-5
Gambar 2.3
Distribusi tegangan pada berbagai tahap pembebanan
Gambar 2.4
Balok yang mengalami lentur dan tekuk lateral
Gambar 2.5
Hubungan antara momen nominal terhadap kelengkungan Batang balok
Gambar 2.6
Proses balok kastella
lentur II-9 II-13
II-14 II-19
Gambar 2.7 Bagian-bagian hexagonal balok kastella
II-20
Gambar 2.8 Penampang balok baja kastella
II-21
Gambar 2.9 Balok kastella yang mengalami buckling pada daerah Tumpuan Gambar 2.10 Detail potongan balok kastella
II-23 II-25
Gambar 2.11 Mekanisme keruntuhan plastis pada daerah gaya geser tinggi
II-26
Gambar 2.12 Tekuk badan
II-27
Gambar 2.13 Profil baja yang dibungkus beton diantara sayap
II-29
Gambar 2.14 Momen plastis pada balok komposit
II-29
Gambar 2.15 Distribusi tegangan dalam bahan baja
II-31
Gambar 2.16 Distribusi tegangan dalam bahan beton
II-31
Gambar 3.1 Kerangka penelitian
III-2
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian
III-3
Gambar 3.3 Prinsip pengujian elemen balok
III-5
Gambar 3.4 Kerangka pengujian balok-kolom
III-6
Gambar 4.1 Pengujian tarik profil baja IWF 200.100.8.5,5
IV-2
Gambar 4.2 Sampel beton berbentuk kubus
IV-2
Gambar 4.3 Grafik hubungan beban (KN) dan lendutan (mm) pada balok baja kastella
IV- 4
Gambar 4.4 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA1.
IV-5
Gambar 4.5 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA2.
IV-5
Gambar 4.6 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB1.
IV-6
Gambar 4.7 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB1.
IV-6
Gambar 4.8 Grafik hubungan tinggi badan dengan tekuk badan maksimum pada balok baja kastella
IV-7
Gambar 4.9 Grafik hubungan beban (KN) dan lendutan (mm) pada balok kastella komposit
IV-8
Gambar 4.10 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA1.
IV-9
Gambar 4.11 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA2.
IV-10
Gambar 4.12 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB1.
IV-10
Gambar 4.13 Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB2.
IV-11
Gambar4.14 Grafik hubungan tinngi badan dengan tekuk badan maksimum pada balok kastella komposit
IV-2
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Sifat mekanis baja struktural
Tabel 2.2
Batas lendutan maksimum
II-11
Tabel 2.3
Harga Cb untuk kasus khusu
II-15
Tabel 2.4
Rumus menghitung nilai Lp dan Lr
II-16
Tabel 2.5
Rumus menghitung nilai Mcr
II-17
Tabel 2.6
Batas kelangsingan elemen penampang
II-18
Tabel 3.1
Pembagian tahapan pembebanan pada balok kastella
III-8
Tabel 3.2
Pembagian tahapan pembebanan pada balok kastella kompositIII-9
Tabel 4.1
Hasil pengujian tarik profil baja IWF 200.100.8.5,5
IV-1
Tabel 4.2
Hasil pengujian mutu beton
IV-2
Tabel 4.3
Tabel perbandingan peningkatan beban balok kastella dengan balok kastella komposit
II-3
IV-13
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Evaluasi kelangsingan penampang dan tegangan Lampiran 2 Gambar perencanaan portal uji Lampiran 3 Foto - foto
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan
Arti dan keterangan
dg
Tinggi profil kastella
db
Tinggi profil balok awal
h
Tinggi pemotongan profil
tw
Tebal badan
tf
Tebal pelat sayap
A
Luas penampang profil
Af
Luas tampang sayap
Aw
Luas tampang badan
yf
Jarak pusat berat tampang sayap ke garis netral
yw
Jarak pusat berat tampang badan ke garis netral
Ix , Iy
Inersia penampang terhadap sumbu x, y
s
Lebar segmen panel
Sx,Sy
Modulus penampang arah x, y
Zx , Zy
Momen tahanan plastis sumbu x, y
Sg
Modulus penampang baja kastella
e
Lebar bukaan badan
Sudut potong baja kastella
Ρ
Jari-jari kelengkungan
M1
Momen panel di arah tepi bentang
M2
Momen panel di arah tengah bentang
V1
Gaya lintang panel di tengah bentang
V2
Gaya lintang panel di tepi bentang
εy
Regangan leleh baja
y
Tegangan leleh baja
v
Tegangan geser baja
εu
Regangan maksimum
Lendutan
E
Modulus elastis baja
G
Modulus geser baja
J
Konstanta puntir torsi
Cw
Konstanta puntir lengkung (warping)
ry
Jari-jari girasi terhadap sumbu tengah
Mcr
Momen kritis terhadap tekuk torsi lateral
Cb
Koefisien pengali momen tekuk torsi lateral
L
Panjang bentang diantara dua pengaku lateral
Lp
Batas panjang bentang minimum
Lr
Batas panjang bentang maksimum
Kelangsingan penampang
p
Nilai kelangsingan penampang kompak
r
Nilai kelangsingan penampang tidak kompak
r
Tegangan sisa
L
Tegangan leleh dikurangi tegangan sisa
cr
Tegangan kritis baja
NB
Balok normal akibat beban siklik
CCB
Balok kastella komposit akibat beban siklik
SFA1
Strain Gauge pada titik 1 bagian atas
SFA2
Strain Gauge pada titik 2 bagian atas
SFB1
Strain Gauge pada titik 1 bagian bawah
SFB2
Strain Gauge pada titik 2 bagian bawah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penggunaan baja sebagai bahan konstruksi di Indonesia mulai berkembang seiring meningkatnya kebutuhan akan gedung dan bangunan lainnya. Konstruksi baja sebagai salah satu alternatif yang menguntungkan dalam konstruksi gedung dan struktur, baik itu yang membutuhkan bentang panjang maupun bangunan tinggi. Bila dibandingkan material lain maka baja memiliki beberapa keunggulan seperti: kekuatan yang tinggi sehingga mengurangi ukuran serta berat struktur, keseragaman dan keawetan yang tinggi, sifat baja yang elastis, daktalitas baja yang cukup tinggi, serta kemudahan penyambungan antar elemen baik menggunakan baut maupun las. (Agus Setiawan, 2008). Pada awal tahun 1960 mulai dikembangkan penggunaan komponen struktur komposit untuk bangunan gedung yang memakai spesifikasi yang dikeluarkan oleh AISC (American Institute of Steel Construction) tahun 1952 (Agus Setiawan, 2008). Salah satu komponen struktur komposit berupa balok baja yang diselubungi dengan beton. Balok komposit merupakan perpaduan antara beton dan baja profil. Balok komposit dengan profil IWF (I Wide Flange) sudah banyak digunakan dalam perencanaan suatu gedung, karena keuntungan yang diperoleh dari kedua sifat bahan tersebut, diantaranya baja yang mampu menahan tarik dan beton yang mampu menahan tekan. Dengan adanya struktur komposit, maka kinerja dari struktur yang menggunakan sistem komposit akan meningkat dalam menahan gaya tarik maupun tekan. Penggunaan balok komposit IWF memiliki pertimbangan utama yaitu bahan baja yang digunakan memiliki harga relatif mahal sehingga diupayakan penghematan biaya dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Para ahli struktur berusaha meningkatkan kekuatan baja tanpa peningkatan berat sendiri, dengan menggunakan metode bukaan balok dengan mengganti balok IWF dengan balok kastella. Balok kastella adalah jenis balok expended beam (balok yang ditingkatkan tingginya) yang dibuat dari profil IWF dengan cara memperbesar momen inersia sehingga diperoleh kapasitas lentur yang lebih besar dari profil IWF standar (Hendry Apriyatno, 2000). Balok kastella memiliki lubang bukaan
pada bagian badan yang berbentuk heksagonal, persegi, lingkaran atau modifikasi dari ketiga bentuk tersebut. Gagasan ini dikemukakan pertama kali oleh H. E. Horton dari Chicago dan Iron Work sekitar tahun 1910. Dengan metode seperti ini diharapkan dengan luasan yang sama dihasilkan modulus potongan dan momen inersia yang lebih besar. Hasil penelitian Jihad Dokali Megharief tahun 1997 memberikan beberapa kelebihan dari baja kastella dibandingkan baja solid. Diantaranya: pada bentang panjang baja kastella efesien digunakan, kekuatan lentur yang meningkat, momen inersia besar sehingga kekuatan dan kekakuan lebih besar tanpa perubahan berat balok dari baja solid. Baja kastella adalah profil baru yang dibentuk dari profil solid H, I dan U dengan membentuk lubang segi enam (hexagonal), segi delapan (octogonal), dan lingkaran (circullar). (Grunbauer, 2001). Balok baja kastella dihasilkan dengan menambah tinggi balok (H) menjadi lebih tinggi (Hc). (Jihad Dokali Megharief, 1997) Balok kastella memiliki kelebihan, antara lain balok mempunyai kemampuan memikul momen lentur yang lebih besar karena jarak antara kedua sayap lebih besar dan nilai berat sendiri yang lebih kecil oleh adanya lubang di bagian badan. Selain memiliki kelebihan balok kastella memiliki kelemahan antara lain kapasitas geser berkurang karena adanya lubang pada bagian badan, sudut pada bukaan juga dapat terjadi konsentrasi tegangan yang dapat menimbulkan crack di daerah tersebut, terjadi momen sekunder pada daerah stem karena gaya geser dan rentan terjadi karena balok ini kurang stabil. Ditinjau dari kelebihan dan kekurangan kedua sistem tersebut, maka dapat dilakukan kombinasi antara sistem balok kastella dengan sistem balok komposit dengan menambahkan beton pengisi di antara sayap. Dengan harapan sistem ini memiliki kapasitas yang relatif meningkat dalam mengakomodasi gaya yang terjadi dan dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada kedua sistem tersebut. Untuk mengetahui perilaku dan kekuatan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sistem balok kastella komposit ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh beton pengisi terhadap sistem balok kastella komposit dengan tinjauan khusus pada perilaku join balok kastella. Sehingga penelitian ini diberi judul “Pengaruh Beton Pengisi Terhadap Perilaku Join Balok Kastella - Kolom”.
1.2.
Rumusan Masalah
Penelitian ini sebagai lanjutan dari penelitian sebelumnya dengan mengambil nilai optimum tinggi bukaan 0.6 H, e = 3, b = 9 cm dan sudut bukaan 60˚. Pembebanan yang digunakan adalah pembebanan siklik. Sehingga rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh beton pengisi diantara sayap balok kastella terhadap perilaku join balok kastella - kolom akibat pembebanan siklik.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh beton pengisi diantara sayap balok kastella terhadap perilaku join balok kastella - kolom akibat pembebanan siklik.
1.4.
Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
a.
Bentuk bukaan hexagonal dengan tinggi 0.6 H, panjang bukaan 9 cm dan sudut bukaan 60˚.
b.
Balok IWF 200. 100. 5,5. 8
c.
Perkuatan baja kastella dengan beton pengisi mutu K - 225
d.
Pembebanan yang diberikan berupa beban siklik.
e.
Mutu baja bj 37
f.
Tidak membahas tentang kekuatan las sambungan pada balok baja kastela.
g. Desain kolom dan sambungan baut dibuat sedemikian rupa sehingga kekuatan kolom lebih besar dari balok dan kerusakan terjadi pada ujung balok (ductile design).
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui kapasitas beban yang mampu dipikul oleh balok kastella dengan beton pengisi (komposit) akibat pembebanan siklik.
2.
Mengetahui pengaruh beton pengisi terhadap perilaku join balok kastella akibat pembebanan siklik.
1.6.
Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini, maka sistematika
penulisan penelitian disusun dalam lima bab. Adapun sistematika penulisan penelitian adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Menguraikan tentang latarbelakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, pokok bahasan dan batasan masalah serta sistematika penulisan. BAB IITINJAUAN PUSTAKA Menyajikan teori-teori yang digunakan sebagai landasan untuk menganalisis dan membahas permasalahan penelitian. BAB III
METODE PENELITIAN
Menjelaskan mengenai langkah-langkah atas prosedur pengambilan dan pengolaan data hasil penelitian. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menyajikan data-data hasil penelitian di laboratorium, analisis data, hasil analisis data dan pembahasannya. BAB V
PENUTUP
Menyajikan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hasil Penelitian Sebelumnya
Juli Ardita (2012) melakukan penelitian terhadap balok kastella yang diselimuti mortar dan memberikan hasil bahwa terjadi peningkatan rasio kapasitas lentur balok komposit sebesar 229% dari balok kastella. Pola keruntuhan balok komposit mengalami lateral buckling, sedangkan balok kastella mengalami keruntuhan lateral torsional buckling. Dengan adanya penambahan mortar, perilaku profil kastella menjadi lebih stabil karena sepanjang bentang balok mengalami pengekangan dari mortar. Penggunaan balok komposit dari segi berat tidak efisien, karena memiliki rasio momen yang lebih besar yaitu 1,09%, sedangkan dari segi harga lebih efisien digunakan memiliki rasio harga yang lebih kecil dari beberapa balok pembanding yang memiliki kapasitas setara. Herman Parung dkk (2013) telah melakukan penelitian menggunakan profil IWF 200 100 5.5 8 yang dipabrikasi menjadi balok kastella berlubang segi enam (hexagonal), tinggi bukaan 0,6 H, variasi sudut dan panjang bukaan dengan pembebanan monotonik. Hasil penelitian menunjukkan sudut bukaan 600 dan panjang bukaan 9 cm memberikan hasil yang optimal untuk bukaan segi enam (hexagonal). Dengan tinggi bukaan 0,6 H yang merupakan batas maksimum penambahan tinggi balok yang dapat diperoleh dimana kekakuan dan kemampuan balok lebih
kecil dibanding balok solidnya, sehingga dengan sudut bukaan 600 dan panjang bukaan 9 cm diharapkan akan meningkatkan kekakuan dan kemampuannya apabila balok tersebut diberi perkuatan. Penelitian ini direncanakan akan menggunakan dimensi bukaan seperti di atas tetapi balok diberi perkuatan beton pengisi di antara sayap profil. Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan beban monotonik dan penelitian ini direncanakan akan menggunakan pembebanan siklik untuk mengetahui perilaku balok dengan perkuatan beton pengisi dalam memikul beban gempa.
2.2.
Desain Baja
2.2.1. Sifat – sifat mekanis baja struktural Menurut SNI 03 – 1729 – 2002, sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan pada Tabel 2.1. 1. Tegangan putus ( Ultimate Stress ) Tegangan putus untuk perencanaan (u) tidak boleh diambil melebihi
nilai
yang ditetapkan oleh Tabel 1. 2. Tegangan leleh ( Yielding Stress ) Tegangan leleh untuk perencanaan (y) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh Tabel 1. 3. Sifat – sifat mekanis Lainnya Sifat – sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut :
Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa Modulus Geser : G = 80.000 Mpa Poisson Ratio : μ = 0.3
Tabel 2.1. Sifat mekanis baja struktural Jenis Baja
Tegangan Putus Minimum, u Mpa
Tegangan Leleh Minimum, y Mpa
Peregangan Minimum %
BJ 34
340
210
22
BJ 37
370
240
20
BJ 41
410
250
18
BJ 50
500
290
16
BJ 55
550
410
13
2.2.2. Momen Inersia Profil WF (Wide Flange) adalah salah satu profil baja struktural yang paling populer digunakan untuk konstruksi baja. Profil ini terbagi dalam 3 bagian yang berbentuk persegi seperti pada gambar 2.1. Dengan demikian perhitungan momen inersia baja ini menggunakan rumus :
I = 1/12 bh3
(1)
Gambar 2.1. Baja Profil WF
2.2.3. Kurva tegangan – regangan Kurva tegangan regangan yang diperlihatkan pada Gambar 2.2. menunjukkan hubungan tegangan regangan yang diperoleh dari hasil penelitian menggunakan spesimen baja IWF yang dibebani tekan uniaksial. Sumbu vertikal adalah nilai tegangan dan sumbu horisontal adalah nilai regangan. Dari Gambar 2.2. dibagi atas empat zona yaitu: a. Zona pembebanan awal disebut material elastis, terdapat hubungan linier antara tegangan dan regangan yang diperlihatkan kurva berbentuk garis lurus (OA). Deformasi yang terjadi berbanding lurus dengan penambahan beban yang bekerja, dimana pada saat beban tersebut dihilangkan maka elemen akan kembali ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan bentuk/ deformasi. Deformasi yang besar akan terjadi, ketika tegangan mencapai titik A (tegangan leleh), walaupun diberi penambahan beban yang relatif kecil.
b. Zona datar disebut material plastis, daerah plastis (AB) yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2 - 1,5%, dan dapat menunjukkan tingkat daktilitas dari material baja tersebut. c. Zona penguatan regangan (strain-hardening) (BC), untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. d. Zona putus (necking) merupakan penurunan kembali tegangan hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguatan regangan.
C
fu A
fy
B
Tegangan ()
D
Strain Hardening
Daerah plastis Putus (necking)
Daerah elastis
O
y
’ Regangan,
Gambar 2.2. Kurva tegangan-regangan
Dari Gambar 2.2. diperoleh : 1. Pada zona elastis (OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan Persamaan : ƒy = E x
(2)
dimana : ƒy = Tegangan E = Modulus Elastis
= Regangan
2. Kekuatan baja rendah, maka regangan kegagalan tinggi. 3. Panjang bagian awal yang relatif linear meningkat dengan peningkatan kekuatan tekan baja. 4. Tegangan leleh (y) yang tinggi, mengakibatkan daktilitas baja berkurang. 2.2.3. Kapasitas momen lentur balok baja normal Distribusi tegangan pada sebuah penampang WF akibat
momen lentur
diperlihatkan pada Gambar 2.3. Penampang elemen balok diasumsikan akan berbeda secara linear, pada sumbu netral penampang nilainya nol dan pada serat terluar penampang bernilai maksimum. Tegangan yang terjadi dapat berupa tegangan tekan pada serat bagian atas dan tegangan tarik pada serat bagian bawah. Regangan maksimum pada penampang akan bernilai kurang dari regangan leleh (y), dan distribusi tegangan juga akan linear pada Gambar 2.3(a). Dalam kondisi
elastis, tegangan lentur ada pada setiap titik penampang sepanjang elemen dapat diketahui dengan persamaaan: f =M*y/I dimana:
(3)
f = tegangan lentur M = momen lentur y = jarak antara sumbu netral terhadap titik yang ditinjau I = momen inersia
Jika penampang simetris, kedua serat terluar mempunyai jarak (y) yang sama, sehingga pada titik tersebut akan mengalami leleh pada saat bersamaan. Nilai momen yang menyebabkan terjadinya kondisi leleh pada serat terluar dinamakan momen leleh (My), ditentukan menggunakan persamaan yang telah dikemukakan sebelumnya. Pada saat leleh :
= y = tegangan leleh M = My = momen leleh
Gambar 2.3(b), jika suatu elemen balok diberikan pembebanan lentur sama dengan momen lelehnya (M = My), maka regangan yang terjadi pada penampang diasumsikan akan berbeda secara linear, dimana bernilai nol pada sumbu netral penampang dan bernilai maksimum pada serat terluar penampang. Tegangan yang terjadi pada serat terluar akan sebanding dengan tegangan lelehnya ( y ), sedangkan regangan maksimum pada penampang akan bernilai sama dengan regangan lelehnya (y), dan didistribusikan tegangan juga akan linear. Ketika momen yang bekerja melebihi besar nilai momen lelehnya, tegangan yang terjadi
pada serat terluar tidak akan bertambah melebihi nilai tegangan lelehnya. Hal ini terjadi akibat serat terluar kini berada di dalam zona plastis pada kurva teganganregangan tanpa adanya peningkatan tegangan pada lokasi serat tersebut. Peningkatan besar nilai momen yang bekerja akan menyebabkan lokasi leleh menjalar menuju sumbu netralnya (titik yang masih berperilaku elastik). Jika suatu elemen balok diberikan pembebanan lentur dengan besar yang lebih besar dari momen lelehnya (M > My), maka regangan yang terjadi akan berbeda secara linear, dimana bernilai nol pada sumbu netral penampang dan bernilai lebih besar dari regangan lelehnya (y) pada serat terluar seperti yang terlihat pada Gambar 2.3(c), tegangan yang terjadi tidak akan melebihi tegangan lelehnya ( y ) sampai kondisi strain hardaining terjadi pada material. Distribusi tegangan masih linear pada daerah yang belum mengalami leleh dan bernilai sama dengan tegangan lelehnya pada daerah yang telah mengalami leleh. Pada gambar 2.3(d), ketika momen yang bekerja ditingkatkan secara bertahap, daerah yang mengalami leleh akan menyebar hingga seluruh penampang akan mengalami leleh. Nilai momen dimana seluruh daerah penampang mengalami leleh disebut dengan momen plastis, Mp dimana seluruh daerah pada penampang akan berperilaku plastis. Nilai momen untuk setiap kondisi (elastis, plastis, maupun sebagian elastis) pada titik sepanjang bentang elemen dapat dihitung dengan mengetahui nilai tegangan tekan maupun tarik pada penampang melintang elemen dan mengetahui nilai momen terhadap sumbu netral penampang. Untuk memenuhi persamaan kesetimbangan, maka besar gaya tekan pada daerah tekan harus sebanding dengan besar gaya tarik pada daerah tarik penampang melintang elemen.
b < y; < fy
>y; = fy
= y; = fy
>y; = fy
tf
tw
M h
C z
x
M < My
M = My
My < M < Mp
M = Mp
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.3. Distribusi tegangan pada berbagai tahap pembebanan lentur
Hubungan antara momen lentur dan tegangannya: y = M *.y / I atau
(4)
y = M / S
(5)
dimana: S = modulus elastis penampang
Hubungan momen lentur dan tegangan penampang dalam kondisi plastis diberikan oleh persamaaan: y = M / Z dimana:
y = tegangan leleh pada serat ditinjau M = momen lentur Z = modulus plastis penampang
(6)
Ketika seluruh daerah penampang dalam kondisi plastis, maka seluruh serat mengalami leleh sehingga tegangan yang terjadi sebanding dengan tegangan lelehnya ( y ) . Nilai momen yang terjadi juga akan sebanding dengan momen plastisnya, Mp, sehingga persamaan dituliskan sebagai:
y = Mp / S
(7)
Mp = y * S
(8)
2.2.4. Lendutan Lendutan balok terlentur dibatasi oleh lendutan maksimum atau lendutan ijin, dimana besarnya lendutan yang terjadi tergantung panjang bentang, ukuran penampang, material, dan beban yang bekerja pada balok. Besar lendutan yang terjadi dapat dilihat pada persamaan berikut :
(9)
2.2.5. Lendutan ijin Batas lendutan maksimum diberikan dalam pada Tabel 2.2, sesuai dengan SNI 03-1729-2002 .
Tabel 2.2. Batas lendutan maksimum Komponen struktur dengan beban
Beban
Beban
tidak terfaktor
tetap
sementara
Balok pemikul dinding atau finishing getas
L/360
-
Balok biasa
L/240
-
Kolom dengan analisis orde pertama saja
h/500
h/200
Kolom dengan analisis orde kedua
h/300
h/200
2.2.6. Keruntuhan leleh Keruntuhan global adalah keruntuhan yang ideal bagi balok karena memberikan kuat lentur yang paling besar. Keruntuhan ini terjadi jika tidak terjadi tekuk lokal pada komponen-komponen penampang atau tekuk torsi lateral pada balok. Kuat lentur nominal untuk keruntuhan global yaitu jika ≤ p adalah; Mn = Mp = Z * Fy
(10)
Jadi untuk lentur sumbu x maka, Mnx = Mpx = Zx * Fy
(11)
dan lentur sumbu y Mny = Mpy = Zy * Fy
(12)
Zx dan Zy adalah momen tahanan plastis sumbu x, dan sumbu y yang besarnya dapat dilihat pada tabel baja, untuk propil I, atau WF, dapat dihitung dengan rumus sbb: Zx = (tw * hw2) / 4 + h * tf * bf
(13)
Zy = (hw * tw2 + 2 * tf * bf2) / 4
(14)
2.2.7. Tekuk torsi lateral Tekuk torsi lateral terjadi jika nilai kuat lentur tekuk torsi lateralnya lebih kecil dari nilai kuat lentur akibat keruntuhan global dan keruntuhan akibat tekuk lokalnya. Oleh sebab itu, tekuk torsi lateral harus selalu diperhitungkan dalam menentukan kuat lentur nominal suatu balok. Sebuah balok yang memiliki kelangsingan arah lateral (samping) yang kecil akan dapat mengalami tekuk torsi lateral dan lentur secara bersamaan ketika balok tersebut memikul beban. Akibat beban balok akan bertranslasi ke bawah dan akibat tekuk lateral batang akan menekuk ke samping diikuti dengan memuntirnya penampang, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.4. Akibat tekuk torsi lateral, penampang pada tengah bentang selain mengalami penurunan (u) juga berdeformasi lateral (v) serta berotasi ().
Gambar 2.4. Balok yang mengalami lentur dan tekuk lateral
Untuk batang lentur seperti ini kuat lentur nominalnya ditentukan oleh kelangsingan profilnya pada arah lateral dimana jari-jarti inersianya terkecil. Jika penampangnya konstan maka momen nominal tersebut dipengaruhi oieh panjang
tekuk atau jarak antara dua pengekang lateral (Lb). Pengaruh panjang bentang lateral terhadap momen nominal suatu balok diilustrasikan seperti Gambar 2.4. Hubungan antara momen nominal terhadap kelengkungan batang balok diilustrasikan seperti pada grafik Gambar 2.5, menunjukkan pada balok kompak dengan ≤ p dapat mengalami 4 keruntuhan lentur sesuai dengan kelangsingan batang arah transversalnya atau panjang bentang diantara dua pengekang transversal (L atau Lb).
Gambar 2.5. Hubungan antara momen nominal terhadap kelengkungan batang balok
a) Balok bentang pendek (keruntuhan type 1 dan 2) Terjadi jika L ≤ LP. Momen nominalnya, Mn = Mpx = Zx * Fy
(15)
b) Balok bentang menengah (keruntuhan type 3) Terjadi jika Lr ≤ L ≤ LP ( L L) Momen nominalnya, Mn = Cb M r ( M p M r ) r Mp ( Lr L p
(16)
Dimana : Mr = Sx ( y – r ) Cb adalah faktor pengali momen untuk tekuk lateral yang besarnya dipengaruhi oleh bidang momen lentur balok diantara pengaku lateral, dihitung dengan persamaan berikut: Cb =
2.5M max
12.5M max 2.3 3M A M B 3M C
(17)
Dimana : Mmax = momen maximum sepanjang L MA = momen pada titik ¼ L MB = momen pada titik ½ L MC = momen pada titik ¾ L Mcr = Momen kritis terhadap tekuk torsi lateral, N.mm. Cb = Koefisien pengali momen tekuk torsi lateral. L = Panjang bentang antara dua pengekang , mm. = Jari-jari girasi terhadap sumbu tengah, mm. A = Luas penampang, mm2. Sx = Modulus penampang, mm3. Untuk kasus balok di atas dua tumpuan sederhana dengan beban merata atau terpusat, harga Cb telah dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Harga Cb untuk kasus khusus Type Beban Merata
Terpusat di tengah
Pengaku lateral
Cb
Tanpa pengaku
1,14
Pengaku di tengah
1,30
Tanpa pengaku
1,32
Pengaku di tengah
1,67
Jika keseluruhan bentang struktur menerima momen lentur yang besarnya kontinu (momen seragam) yang memberikan konstribusi terjadinya tekuk lateral maka nilai Cb = 1. Selanjutnya besarnya Lp dan Lr dihitung seperti rumus pada Tabel 2.4, berdasarkan SNI 03-1729-2002. Tabel 2.4. Rumus menghitung nilai Lp dan Lr Profil
Lp Lp = 1,76 ry
Lr
E fy
dengan; Profil I dan ry = Kanal ganda
X Lr = ry 1 1 1 X 2 f L2 fL dengan; fL = fy – fr
Iy A
X1 =
S
EG J A 2 2
S IX X2 = 4 G J IY
Propil kotak, pejal atau berongga
Lp = 0,13 E ry
JA Mp
Lr = 2 E ry
JA Mr
c) Balok bentang panjang (keruntuhan type 4). Terjadi jika L > Lr dan kelangsingan dari sayap serta badan dari penampang tak melebihi p (penampang kompak). Kuat nominal momen lentur dalam kondisi ini ditentukan seperti berikut : Mn = Mcr
(18)
Besarnya nilai dari Mcr dihitung seperti pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Rumus menghitung nilai Mcr
Mcr
Profil
E Mcr = Cb E Ly G J I yIw L L
Profil I dan Kanal ganda
Profil kotak pejal atau berongga
2.2.8
Mcr = 2Cb E
2
JA L / ry
Tekuk lokal
Tekuk lokal terjadi pada balok jika kelangsingan komponen penampang lebih besar dari batas kelangsingan > p. Jika balok menerima momen maka bagian pelat sayap atas serta sebagian badan dari balok akan menerima tekan. Komponen
yang menerima tekan tersebut di atas dapat mengalami tekuk lokal jika kelangsingan komponen penampangnya atau rasio antara lebar terhadap tebalnya melebihi batas rasio p. Batasan terjadinya tekuk lokal akibat lentur pada masing-masing komponen penampang dapat dilihat kembali pada tabel 2.6. Berdasarkan kelangsingan pelat badan atau sayap dan suatu penampang balok maka balok diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu: -
balok dengan penampang kompak
jika ≤ p
-
balok dengan penampang tidak kompak
jika p < < r
-
balok dengan penampang langsing
jika > r
Kuat lentur nominal Mn untuk tiap-tiap jenis balok tersebut yaitu:
jika ≤ p
maka
Mn = Mp
jika p < ≤ r
maka
Mn = Mp – (Mp – Mr)
jika > r
maka
Mn = Mr (r/)2
(19)
p r p
(20)
(21)
Harga p dan r untuk masing-masing komponen penampang berbentuk I dihitung berdasarkan rumus pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Batas kelangsingan elemen penampang
Komponen
p
Type Beban
170 Sayap
Lentur
fy
Tekan
Badan,
Lentur
tidak ada
1680
2.3.
370 f y 69 250
b/2 tf
h tw
r
fy
fy
2548 fy 665
Tekan
tidak ada
fy
Desain Balok Kastella
2.3.1. Pengertian baja kastella Castellation adalah proses memotong badan profil dengan pola zig-zag yang dicetak menggunakan hot-rolled (cetakan panas) berbentuk H, I, atau U. Setengah bagian profil baja yang telah dipotong disambung dengan cara digeser atau dibalik (ujung kanan dilas dengan ujung kiri, dan sebaliknya) sehingga membentuk lubang berbentuk polygonal. Hal ini mengakibatkan bertambahnya tinggi (h) dan tinggi daerah pemotongan (d). (L. Amayreh & M. P. Saka 2005)
(h – d)/2 d
h
(h – d)/2
(a) Upper tee
hc = h + d
(h – d)/2
2d
(h – d)/2 Web post
Lower tee
(b)
Gambar 2.6. Proses balok kastella Bagian-bagian dari balok baja kastella (Patrick Bardley) seperti di bawah ini : 1) Web-Post
:Luas solid dari balok baja kastella.
2) Castellation
:Luas yang sudah mengalami pelubangan (hole).
3) Throat Widt
:Perpanjangan horisontal dari potongan “gigi” bawah profil.
4) Throat Depth:Tinggi daerah profil potongan “gigi” bawah sampai sayap profil.
catellasion
Lower tee
Upper tee
Throat depth
Width of throat
Web post weld Web post
Gambar 2.7. Bagian-bagian hexagonal balok kastella
2.3.2. Sifat perluasan girder Berdasarkan buku Design of Welded Structures sifat perluasan grider pada balok baja kastela sesuai pada gambar 2.8 dapat ditentukan berdasarkan rumus berikutr ini:
ds dT Cs h
dg d
b
Gambar 2.8 Penampang balok baja kastela Menghitung titik berat pada penampang balok baja kastela 2 2 2 tf ds I y a f ds ds .t f aw . 3 3
Ay af ds
ds tf aw 2 2
(22)
(23)
dari rumus 21 dan 22, diperoleh titik berat penampang,yaitu :
Cs
Ay at
(24)
d 2( h C s )
(25)
Setelah diperoleh profil bukaan badanyang dirancang. Inersia profil dapat ditentukan. Inersia yang dipakai seperti yang diuraikan sebelumnya adalah inersia pada bagian badan yang berlubang (dua Tsection).
2 2 2 tf ds I y a f ds ds.t f aw . 3 3
I t I y Cs .Ay I g 2I t
at .d 2 2
(26)
(27)
(28)
Menghitung modulus penampang potongan balok baja kastela
Ss , f
Sb
It cs
2I g
(29) (30)
dg
Dimana: aw : Luas penampang badan (cm²) af : Luas penampang sayap (cm²) tw : Tebal badan (cm) tf : tebal sayap (cm) Cs : titik berat penampang grider (cm) Iy : momen inersia (cm⁴) It : momen inersia (cm⁴) Ig : momen inersia balok baja kastela (cm⁴)
Sb
: modulus penampang potogan balok baja kastela (cm³)
S s, f
: modulus penampang potongan bidang tarik-tekan balok baja kastela (cm³)
2.3.3. Tegangan dan Gaya Geser Balok Kastella. Balok yang terlentur akan menghasilkan gaya geser maksimum pada bagian tumpuan dan momen maksimum pada tengah bentang, sehingga balok di daerah tumpuan akan menerima tegangan geser yang lebih besar jika dibandingkan di tengah bentang. Namun tegangan lentur yang diterima di daerah tumpuna lebih kecil jika dibandingkan di tengah bentang. Hal tersebut mengakibatkan adanya keruntuhan prematur akibat tekuk (buckling) pada balok yang berlubang di daerah tumpuan, sebelum mencapai beban maksimum, seperti yang terlihat pada gambar 2.9.
Buckling
Gambar 2.9. Balok Castella yang mengalami buckling pada daerah tumpuan. Pada setiap profil castella yang terbuka dapat dipandang sebagai dua penampang T yang fungsinya identik dengan batang tepi sebuah struktur rangka batang (truss) yang dibebani gaya geser vertikal. Karena itu pada penampang T selain bekerja momen lentur (momen primer) juga bekerja momen sekunder. Gaya lintang yang bekerja di tengah balok statis tertentu dengan beban merata relatif kecil, sehingga pengaruh momen sekunder relatif
kecil. Sedang Gaya lintang terbesar terletak pada tumpuan, sehingga pengaruh momen sekunder relatif cukup besar. Momen sekunder yang terjadi pada dukungan akan terjadi pada jarak 1/2 kali jarak potongan arah horisontal (e/2), pada profil T. Dengan asumsi bahwa setiap penampang T bekerja 1/2 kali gaya lintang (D/2), maka gaya dan tegangan yang timbul pada penampang Castella dapat diasumsi : 1. Tegangan fc akibat lentur (momen primer M) yang terjadi pada serat terluar memenuhi persamaan :
fc
M Sb
(31)
dengan : Sb = Modulus potongan balok castella. 2. Gaya lintang yang bekerja pada penampang terbuka didukung oleh dua penampang T yang sama besar, dengan asumsi gaya geser vertikal bekerja pada tengah-tengah e, maka tegangan akibat lentur sekunder dapat dihitung dengan persamaan :
fv =
V. e 4.S
dengan besar momen lentur primernya.
(32)
sekunder harus lebih kecil dari momen
Gambar 2.10. Detail potongan balok castella Tegangan total dari gambar 2.10. merupakan kombinasi akibat tegangan primer dan tegangan sekunder atau merupakan jumlah total dari tegangan dari joint 1a yang menghasilkan persamaan 33 dan dari joint 1b yang menghasilkan persamaan 34. Kombinasi tersebut menghasilkan persamaan 35.
f1a
M1a h V1. e Ig 4.SS
f1b
M1bd g
f1
2I g
V1. e 4.Sf
M V. e dA 4.S
2.3.4. Kegagalan baja kastella Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, maka kegagalan dalam balok baja kastella disebutkan sebagai berikut :
(33)
(34)
(35)
a. Vierendeel atau mekanisme gaya geser Mekanisme ini berbanding lurus dengan tegangan geser yang cukup tinggi pada balok. Sendi plastis terjadi pada ujung balok (reentrant corners) pada lubang dapat merubah bentuk bagian T (tee section) menjadi seperti jajaran genjang (parallelogram mechanism). (Altifillisch 1957; Toprac & Cook 1959). Plastic Hinges
Gambar 2.11. Mekanisme keruntuhan plastis pada daerah gaya geser tinggi b. Mekanisme lentur Toprack & Cook (1959) dan Halleux (1967) menyimpulkan bahwa titik leleh yang terjadi pada bagian T (tee section) bagian atas dan bawah pada ujung awal (bukaan) profil balok baja kastela hampir sama dengan profil WF solid pada kondisi under pure bending forces. c.
Tekuk torsi lateral Nethercot dan Kerdal (1982) menyimpulkan bahwa pada bukaan badan (web opening) mempunyai efek yang diabaikan pada tekuk torsi lateral pada balok-balok yang telah mereka uji.
d.
Keruntuhan pertemuan las Las pada jarak antara lubang yang satu dengan yang lainnya (e) dapat mengalami rupture (putus) ketika tegangan geser horisontal melebihi
kekuatan leleh dari pengelasannya (welded joint) (Husain dan Speirs 1971). e.
Tekuk bukaan badan akibat gaya tekan Kegagalan ini disebabkan oleh beban terpusat yang secara langsung dibebankan melebihi badan (web-post). Kegagalan ini dapat dicegah bila penggunaan pengakunya diperkuat untuk menahan gaya tersebut. (Redwood & Demirdjian, 1998)
Gambar 2.12. Tekuk Badan
2.4.
Balok Komposit
Konstruksi komposit diartikan sebagai konstruksi yang terbentuk dari material baja dan beton yang dihubungkan oleh shear connector sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. Tanpa shear connector, material beton akan mudah terlepas dari profil baja akibat gaya geser yang terjadi. Kekuatan balok komposit dihasilkan oleh gabungan kekuatan dari bahan beton dan baja, dengan memperhitungkan karakteristik masing-masing material. Dalam kaitannya, perhitungan momen inersia penampang komposit serta kapasitas penampang
didasarkan atas perbandingan modulus elastis baja dan beton. Makin tinggi mutu beton, maka perbandingan modulus antara baja dan beton semakin kecil sehingga penampang gabungan keduanya akan semakin tinggi. Herman Parung (2005), melakukan penelitian menganalisis pengaruh beton terhadap daya dukung profil baja, baik terhadap kekakuan maupun daya tahan terhadap api. Pemasangan beton untuk membungkus badan dari profil baja dapat meningkatkan semua parameter tersebut sehingga dapat diterapkan untuk struktur tahan api dan tahan gempa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kekuatan balok komposit akan jauh lebih meningkat apabila semua permukaan baja dibungkus dengan beton. Namun demikian, berat sendiri balok akan meningkat sangat tinggi sehingga pada penelitian ini beton pengisi akan dipasang di antara sayap, seperti pada gambar 2.13.
Gambar 2.13. Profil baja yang dibungkus beton di antara sayap
2.4.1. Distribusi Tegangan Balok Komposit Penggunaan balok dalam dunia konstruksi, selain homogen sering juga kita jumpai balok yang terbuat dari lebih dari satu macam bahan (balok komposit). Sebuah balok yang terbuat dari dua macam bahan dengan irisan penampang seperti pada gambar 2.14 (a). Bahan sebelah luar (beton) mempunyai modulus elastis E1 dan modulus elastis bahan bagian dalam (baja) adalah E2.
(a)
(b)
Gambar 2.14. Momen plastis pada balok komposit Pada keadaan elastis, tegangan sebanding dengan regangan, dan distribusi tegangan dengan menganggap E2 > E1 . Pada permukaan sambungan kedua bahan ditunjukkan suatu perubahan pada intensitas dari regangan. Meskipun regangan dalam kedua bahan itu sama, tetapi tegangan yang lebih tinggi terjadi pada bahan yang lebih kaku. Kekakuan suatu bahan diukur dengan modulus elastisitas E. Untuk menentukan garis netral, digunakan persamaan ∑ Fx = 0 dan ∑ Mx = 0 untuk mendapatkan momen perlawanan. Suatu teknik baru yang terdiri dari pembentukan sebuah irisan dari satu macam bhan dimana gaya-gaya peralawanan
adalah sama seperti pada irisan asal. Irisan ini disebut luas irisan penampang padanan atau perubahan. Setelah balok yang terbuat dari beberapa bahan disederhanakan menjadi balok padanan dari satu macam bahan, maka rumus lenturan elastis yang biasa dapat digunakan. Transformasi sebuah irisan dilakukan dengan mengubah ukuran irisan penampang yang sejajar dengan sumbu netral dalam perbandingan modulud elastisitas bahan-bahan. Bila irisan padanan dikehendaki didalam bahan 1(baja), maka ukuran-ukuran yan sesuai untuk bahan 1 (baja) tidak boleh berubah. Ukuran-ukuran horisontal dari bahan 2(beton) berubah dengan perbandingan n dimana n=E2/E1, dapat dilihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15. Distribusi tegangan dalam bahan baja
Apabila irisan transformasi dalam bahan 2 (beton), maka ukuran horisontal dari bahan 1 (baja) berubah dengan perbandingan n=E1/E2, seperti pada gambar 2.16.
Gambar 2.16. Distribusi tegangan dalam bahan beton
Hubungan antara kedua bahan tersebut dapat dituliskan dengan rumus ; f 1 = n1 . f 2
(36)
dimana f 1 ; Tegangan dalam bahan 1 (Mpa) f 2 ; Tegangan dalam bahan 2 (Mpa)
2.5.
Perilaku pada sambungan (joint) balok baja dan kolom baja
Baja merupakan material konstruksi yang memiliki kekuatan tinggi yang memberikan dampak design bangunan struktur yang terbuat dari baja shingga menghasilkan ukuran penampang yang relatif kecil. Keuntungan lain adalah struktur cukup ringan, sekalipun berat jenis baja tinggi dan pondasi yang dihasilkan hemat, secara tidak langsung akan inenghemat biaya konstruksi secara keseluruhan. Pada struktur bangunan baja, sambungan merupakan komponen yang sangat penting karena sambungan berperan sebagai penyangga kekuatan
diantara masing - musing element utama, hal ini mengharuskan komponen tersebut dapat berfungsi dengan baik, oleh karena itu diperlukan detail yang akurat, kelakuan dan spesifikasi sambungan untuk manjamin kestabilan dan keamanan bangunan. Sambungan tidak boleh mengalami perubahan bentuk yang permanen dan tidak boleh terjadi kelelahan bahan, sehingga detail sambungan perlu mendapat perhatian yang lebih, agar pemindahan tegangan yang terjadi baik pada konstruksi ataupun pada sambungan tidak boleh melampaui tegangan ijin. Pada struktur portal baja, sambungan berfungsi untuk menggabungkan propilpropil wals menjadi batang, kolom, balok dan bagian-bagian konstruksi lainnya menjadi satu kesatuan bangunan. Syarat-syarat perencanaan juga berlaku pada sambungan tersebut yaitu kekuatan dan kekakuannya Pada sambungan balok dan kolom baja yang menggunakan baut selalu akan terjadi deformasi elastis, yang mengakibatkan sifat kaku sempurna tidak tercapai. Sambungan menjadi semi kaku (semi rigid). Keberadaan lain dari suatu sambungan (sendi, semi kaku atau kaku sempurna) atau dengan kata lain tingkat kekakuan dari sambungan, akan mempengaruhi besarnya perubahan bentuk (lenturan ataupun putaran sudut) dan gaya-gaya dalam (momen lentur, gaya lintang, gaya normal dan torsi) pada analisis strukturnya.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 . Umum
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu Menganalisis pengaruh beton pengisi diantara sayap balok kastella terhadap perilaku join balok kastella - kolom dengan
pembebanan
siklik.
Maka
dilakukanlah
penelitian
dengan
membandingkan pengaruh yang diakibatkan oleh balok kastella dengan balok kastella komposit pada join (sambungan) balok kastella – kolom. Model penelitian berupa studi eksperimen terhadap 2 balok kastella (kiri dan kanan) dan 2 balok kastella komposit (kiri dan kanan) panjang 2 meter yang disambungkan pada kolom baja dengan pembebanan siklik.
3.2 . Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Gempa dan Rekayasa Struktur, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang peralatannya memenuhi keperluan.
3.3.
Kerangka Penelitian
Peningkatan kekuatan elemen baja solid IWF tanpa penambahan berat sendiri
Rekomendasi: Balok Kastella tinggi bukaan 0,6 H, panjang bukaan 9 cm, sudut bukaan 60˚
Balok Kastella diperkuat untuk menahan beban gempa
Perkuatan Balok Kastella: beton pengisi
Pengujian balok yang diperkuat dengan beban siklik
Pengaruh beton pengisi terhadap perilaku joint balok kastella - kolom
Gambar 3.1. Kerangka pikir penelitian
3.4.
Desain Penelitian
Mulai
Kajian Pustaka
Desain Awal
Persiapan Bahan dan ALat
Beton K-225
Pembuatan Balok Kastella (bukaan tinggi 0,6 H, panjang 9 cm, sudut 60˚)
(f’c = 18,7 Mpa)
Pembuatan Balok Kastella komposit
Pengujian Balok Kastella Komposit
Hasil Tes dan Analisa Data
Pembahasan, Kesimpulan dan Saran
Selesai Gambar 3.2. Diagram alir penelitian
3.5.
Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang dibutuhkan untuk memasang kerangka dan balok uji serta
peralatan lainnya yang diperlukan dalam pengujian sebagai berikut : 1
Crane
2
Strain gauge.
3
LVDT (Linear Variable Displacement Transducer)
4
Mesin Gurinda
5
Mata gurinda, gergaji, palu, meteran dan kaca mata las
6
Alat uji pembebanan. Peralatan pengujian yang diperlukan terdiri dari : 1)
Actuator (horizontal jack), untuk memberi beban.
2)
Load cell, untuk mengetahui besar beban yang diberikan oleh hyraulic ram.
3)
Hydraulic ram, berfungsi sebagai jack pemberi beban
4)
Spherical Bearing, untuk menjadikan beban yang diberikan hydraulic ram menjadi terpusat pada satu titik.
5)
Data logger dan swithing box, untuk merekam secara serempak dan otomatis data yang diukur oleh strain gauge, LVDT, inclinometer dan load cell.
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah balok baja kastella dan balok baja kastella komposit.
3.6 Metode Pengujian 3.6.1 Prinsip pengujian Prinsip pengujian didasarkan pada struktur kerangka yang dibebani beban gempa seperti pada Gambar 3.3 dengan mengambil bagian balok dan kolom yang dibatasi dengan sendi (S). Pada gambar 3.3, terlihat bahwa akibat beban horisontal, maka momen pada pertengahan balok dan kolom akan mendekati nilai nol. Oleh karena itu, posisi momen nol tersebut dapat dimodelkan sebagai sendi, dan bagian balok kolom yang diuji dianggap mewakili bagian dengan ujung bersifat sebagai sendi (dengan momen = nol). s Kolom
Beban siklik
Balok uji
Balok uji
s
Kolom
s
s
Gambar 3.3. Prinsip pengujian elemen balok
Alat pembebanan pada ujung kolom bagian atas untuk memberi aksi momen dan gaya normal pada benda uji.
3.6.2. Kerangka Pengujian Pengujian memerlukan kerangka pengujian. Kerangka pengujian dirancang berdasarkan prinsip pengujian seperti pada Gambar 20. Dalam perancangan kerangka pengujian, faktor kapasitas dari peralatan uji (Kapasitas 1500 KN dengan jarak dorong dan tarik maksimum 200 mm), panjang benda uji dan struktur kerangka pendukung pengujian perlu diperhitungkan. Melalui simulasi perhitungan diperoleh ukuran profil baja yang ekonomis untuk kerangka terutama struktur kolom. Agar tidak goyang pada saat pembebanan, kerangka diberi perkuatan/penyokong pada ketiga kolomnya. Kolom serta sambungan baut akan didisain sedemikian rupa sehingga kekuatannya lebih besar daripada balok (normal dan kastella dengan beton pengisi). Dengan demikian, prinsip ductile design akan tetap terpenuhi, yaitu bahwa kerusakan secara sengaja diatur supaya terjadi pada ujung balok. Kerangka pengujian seperti Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Kerangka pengujian balok kolom
3.6.3. Pelaksanaan pengujian dan pengambilan data pengujian. Kerangka pengujian akan diletakkan di atas lantai beton bertulang dan diperkuat dengan baut. Beban siklik diberikan dalam bentuk displacementcontrolled pada ujung kolom bagian atas, di mana besarnya deformasi yang diberikan serta jumlah cycle disesuaikan dengan hasil pretest analysis untuk menentukan yield displacement. Besarnya displacement maksimal, tergantung kepada besarnya pengurangan kekuatan benda uji, tetapi secara umum biasanya pembebanan akan dihentikan jika sudah terjadi pengurangan kekuatan sekitar 20 – 30 persen. Pengambilan data selama pengujian selain data yang terekam pada data logger dan swithing box, pengambilan data juga dilakukan pengamatan secara visual seperti tekuk sayap, tekuk badan
dan keruntuhan. Pengujian ini dibagi
dalam beberapa tahap pembebanan dengan setiap pembebanan berlangsung sebanyak 3 siklus. Adapun pembagian tahapan pembebanan dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.
Tabel 3.1. Pembagian tahapan pembebanan pada balok kastella
Δ (mm)
Siklus 1
23,32
0 1/4+ 5,83 0 1/4Siklus antara 2,92
23,32
0 2/4+ 11,66 0 2/4Siklus antara 5,83
Siklus antara 23,32
Siklus 2+2n 0 2 0 -2
23,32
93,3
-46,65 Δ (mm)
23,32
0 3/4+ 17,49 0 3/4Siklus antara 8,75
Siklus 2+2n 0 2 0 -2
Δ (mm) 23,32
139,92
Siklus antara 69,96
-8,75
-69,96 Δ (mm)
23,32
0 1 23,32 0 -1 Siklus antara 11,66 -11,66
Δ (mm)
Siklus antara 46,65
-5,83
Siklus 4
46,64
-23,32 Δ (mm)
Siklus 3
23,32
0 2 0 -2
-2,92 Siklus 2
Δ (mm)
Siklus 5
Siklus 2+2n 0 2 0 -2
Δ (mm) 23,32
167,5
Siklus antara 83,75 -83,75
Tabel 3.2. Pembagian tahapan pembebanan pada balok kastella komposit
Δ (mm)
Siklus 1
25,88
0 1/4+ 6,47 0 1/4Siklus antara 3,235
25,88
0 2/4+ 12,94 0 2/4Siklus antara 6,47
Siklus antara 25,88
Siklus 2+2n 0 2 0 -2
25,88
103,5
-51,75 Δ (mm)
25,88
0 3/4+ 19,41 0 3/4Siklus antara 9,71
Siklus 2+2n 0 2 0 -2
Δ (mm) 25,88
155,28
Siklus antara 77,64
-9,71
-77,64 Δ (mm)
25,88
0 1 0 -1
Δ (mm)
Siklus antara 51,75
-6,47
Siklus 4
51,76
-25,88 Δ (mm)
Siklus 3
25,88
0 2 0 -2
-3,24 Siklus 2
Δ (mm)
Siklus 5
25,88
Siklus 2+2n 0 2 0 -2
Δ (mm) 25,88
167,5
Siklus antara 12,94
Siklus antara 83,75
-12,94
-83,75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Karakteristik Material Pada penelitian ini, benda uji berupa balok kastella dan balok kastella komposit. Balok kastella dibentuk dari balok baja profil IWF 200. 100. 5,5. 8. Sedangkan balok kastella komposit dibentuk ada balok kastella yang diberi perkuatan beton diantara sayapnya. Adapun pengujian material benda uji antara lain; a. Uji tarik baja profil Pengujian ini meliputi pengujian kuat tarik profil baja dilakukan terhadap satu buah spesimen dengan ukuran plat Ø 12,5 mm yang diperlihatkan Gambar 4.1. Hasil pemeriksaan kuat tarik profil baja IWF 200.100.8.5,5 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil pengujian tarik profil baja IWF 200.100.8.5,5 y
u
Pmax
E
(N/mm²)
(N/mm²)
N
Mpa
247,4
372,3
29.04
200000
Sampel Plat
Ø 12,5
Gambar 4.1. Pengujian tarik profil baja IWF 200.100.8.5,5
Pengujian tarik baja tulangan dilakukan di laboratorium teknik mesin UKI – Paulus Makassar dengan menggunakan alat Tensile Mechine kapasitas 4500 KN seperti pada Gambar 4.1.
b. Uji kuat tekan beton Pengujian ini meliputi pengujian mutu beton yang dilakukan pada 2 buah spesimen berbentuk kubus dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm seperti pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Sampel beton berbentuk kubus
Pengujian mutu beton dilakukan di laboratorium teknik sipil UKIPaulus Makassar. Adapun hasil pengujian mutu beton yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil pengujian mutu beton Sampel
Beban
Luas
Kuat Tekan
KN
cm2
MPa
I
420
225
18,67
II
415
225
18,44
Dari hasil pengujian ini diperoleh nilai rata-rata kuat tekan beton sebesar 18,56 Mpa atau 223,6 kg/cm2. Dengan demikian mutu beton yang digunakan untuk pengisi balok baja kastella adalah K-225.
4.2.
Pengujian Balok Kastella
a. Hubungan beban dengan lendutan Dalam pengujian terhadap balok baja kastella, diperoleh data hubungan beban dengan lendutan yang disajikan pada grafik dibawah ini.
70 60 50 40 30
Beban P (KN)
20 10 0 -30
-20
-10
0
10
20
30
-10 -20 -30 -40 -50 -60 -70
`
Lendutan Δ (mm)
Gambar 4.3. Grafik hubungan beban (KN) dan lendutan (mm) pada balok baja kastella
Dari grafik pada gambar 4.3. diketahui bahwa beban maksimum yang diberikan pada balok baja kastella dengan pengujian secara siklik adalah 60,75 KN (tekan) dengan lendutan yang dihasilkan sebesar 10,21 mm dan 61,5 KN (tarik) dengan lendutan yang dihasilkan sebesar 10,7 mm. Grafik ini juga menunjukkan bahwa lendutan terbesar yang terjadi pada balok baja kastella adalah 17,2 mm yang terjadi pada pembebanan 50 KN (tekan) dan 24,6 mm yang terjadi pada pembebabanan 45,5 KN (tarik).
b. Hubungan Tegangan dengan Regangan Hubungan tegangan dengan regangan yag terjadi pada pengujian balok baja kastella dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
500 400 300
σ (MPa)
200 100
0 -8000 -6000 -4000 -2000 -100 0
2000 4000 6000 8000
-200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.4. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA1
500 400 300
σ (MPa)
200 100
0 -8000 -6000 -4000 -2000 -100 0
2000 4000 6000 8000
-200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.5. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA2
500 400 300
σ (MPa)
200 100
0 -8000 -6000 -4000 -2000 0 -100
2000 4000 6000 8000
-200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.6. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB1
500 400 300
σ (MPa)
200 100
0 -8000,00 -6000,00 -4000,00 -2000,000,002000,00 4000,00 6000,00 8000,00 -100 -200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.7. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB2 Dari grafik pada gambar 4.5 dan gambar 4.7, diketahui bahwa bagian balok baja kastela yang dekat dengan kolom (SFA 2 dan SFB2) mulai leleh pada pembebanan +47,5 KN siklus ke 5. Sedangkan dari grafik pada gambar 4.4 dan gambar 4.6, diketahui bahwa bagian balok baja kastela
yang agak jauh dari kolom (SFA1 dan SFB1) mulai leleh pada pembebanan -60,75 KN siklus ke 8. Hal ini menunjukkan bahwa bagian balok baja kastella yang dekat dengan kolom (SFA2 dan SFB2) lebih cepat leleh dibanding bagian balok yang agak jauh dari kolom (SFA1 dan SFB1). c. Tekuk Badan Dalam pengujian ini, tekuk badan diketahui dari LVDT yang dipasang ditengah badan balok baja kastella. Tekuk badan maksimum yang terjadi pada balok baja kastella adalah 34,8 mm. Hubungan tinggi badan terhadap tekuk vertikal yang terjadi pada badan balok baja kastella akibat beban siklik diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.8. Grafik hubungan tinggi badan dengan tekuk badan maksimum pada balok baja kastella
4.3.
Pengujian Balok Kastella Komposit
a. Hubungan beban dengan lendutan Dalam pengujian terhadap balok kastella komposit, diperoleh data hubungan beban dengan lendutan yang disajikan pada grafik dibawah ini.
100 90 80 70 60 50 40 30
Beban (KN)
20 10 0 -30
-20
-10
-10
0
10
20
30
-20 -30 -40 -50 -60 -70 -80 -90 -100
Lendutan (mm)
Gambar 4.9. Grafik hubungan beban (KN) dan lendutan (mm) pada balok kastella komposit.
Dari grafik pada gambar 4.9. diketahui bahwa beban maksimum yang diberikan pada balok kastella komposit dengan pengujian secara siklik adalah 85,75 KN (tekan) dengan lendutan yang dihasilkan sebesar 9,3 mm dan 88,25 KN (tarik) dengan lendutan yang dihasilkan sebesar 9,65 mm. Grafik ini juga menunjukkan bahwa lendutan terbesar yang terjadi pada balok baja kastella adalah 22,64 mm yang terjadi pada pembebanan 74,6 KN (tekan) dan 24,4 mm yang terjadi pada pembebabanan 66 KN (tarik).
b. Hubungan Tegangan dengan Regangan Hubungan tegangan dengan regangan yag terjadi pada pengujian balok baja kastella komposit dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
400 300 200
σ (MPa)
100 0 -8000,00 -6000,00 -4000,00 -2000,000,002000,00 4000,00 6000,00 8000,00 -100 -200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.10. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA1
400 300 200
σ (MPa)
100 0 -6000,00 -4000,00 -2000,00 0,00 2000,00 4000,00 6000,00 8000,00 10000,00 12000,00 14000,00 -100 -200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.11. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFA2
400 300 200
σ (MPa)
100 0 -8000,00 -6000,00 -4000,00 -2000,00 0,002000,00 4000,00 6000,00 8000,00 -100 -200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.12. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB1
400 300 200
σ (MPa)
100 0 -14000 -12000 -10000 -8000-6000-4000-2000 0 200040006000 -100 -200 -300 -400 -500
ε (micro stain)
Gambar 4.13. Grafik hubungan tegangan dengan regangan pada SFB2 Dari grafik pada gambar 4.11 dan gambar 4.13, diketahui bahwa bagian balok kastela komposit yang dekat dengan kolom (SFA 2 dan SFB2) mulai leleh pada pembebanan 61,5 KN siklus ke 6. Sedangkan dari grafik pada gambar 4.10 dan gambar 4.12, diketahui bahwa bagian balok kastella komposit yang agak jauh dari kolom (SFA1 dan SFB1) mulai leleh pada pembebanan -88,25 KN siklus ke 8. Hal ini menunjukkan bahwa bagian balok kastella komposit yang dekat dengan kolom (SFA2 dan SFB2) lebih cepat leleh dibanding bagian balok yang agak jauh dari kolom (SFA1 dan SFB1).
c. Tekuk Badan Dalam pengujian ini, tekuk badan diketahui dari LVDT yang dipasang ditengah badan balok baja kastella komposit. Tekuk badan maksimum yang terjadi pada balok baja kastella komposit adalah 27 mm.
Hubungan tinggi badan terhadap tekuk vertikal yang terjadi pada badan balok baja kastella komposit akibat beban siklik diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.14. Grafik hubungan tinggi badan dengan tekuk badan maksimum pada balok kastella komposit
4.4.
Pengaruh Beton Pengisi Terhadap Balok Kastella
a. Berdasarkan hubungan Beban dengan Lendutan Besar pengaruh beton pengisi terhadap balok baja kastella dapat diiketahui dengan membandingkan besar lendutan yang dihasilkan pada setiap pembebanan yang diberikan. Dari gambar 4.3 dan gambar 4.9 diketahui bahwa untuk menghasilkan lendutan yang hampir sama
dibutuhkan beban yang sangat berbeda. Hal ini ditunjukkan dari pengujian balok kastella dimana untuk menghasilkan lendutan 9,62 mm dibutuhkan beban sebesar 57,25 KN. Sedangkan dari pengujian balok kastella komposit, untuk menghasilkan lendutan 9,65 mm dibutuhkan beban sebesar 88,25 KN. Dengan demikian, beton pengisi dapat meningkatkan kekuatan balok baja kastella sebesar 54,15% dari beban semula. Peningkatan beban setiap siklus dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Tabel Perbandingan Peningkatan Beban Balok Kastella dengan Balok Kastella Komposit.
Siklus/ Lendutan
Siklus 1 (0.35 mm) Siklus 2 (0,71 mm) Siklus 3 (1,12 mm) Siklus 4 (1,46 mm) Siklus 5 (4,41 mm) Siklus 6 (6,8 mm) Siklus 7 (8,17 mm) Siklus 8 (9,4 mm)
Beban Balok Kastella (KN)
Beban Balok Komposit (KN)
Peningkatan Beban (%)
Tarik ()
Tekan (+)
Tarik (-)
Tekan (+)
Tarik (-)
Tekan (+)
5,25
5,25
5,75
5,75
9,52
9,52
6
5,5
11,25
11
87,50
100,00
7,25
6,5
18,75
18,75
158,62
188,46
9,25
8,75
35,75
35
286,49
300,00
41,75
41
54,25
54
29,94
31,71
49
48
65,25
63,75
33,16
32,81
54,5
54
76,25
76
39,91
40,74
56,5
55,25
85
84
50,44
52,04
Gambar 4.15. Grafik perbandingan beban pada balok kastella dan balok kastella komposit
b. Berdasarkan hubungan Tegangan dengan Regangan Dari hubungan tegangan dengan regangan yang terjadi pada balok baja kastella dan balok kastella komposit diketahui bahwa pada bagian yang dekat dengan kolom (SFA2 dan SFB2) balok baja kastella mulai leleh pada pembebanan +47,5 KN siklus ke 5 sedangkan balok kastella komposit mulai leleh pada pembebanan +61,5 KN siklus ke 6. Pada bagian yang agak jauh dari kolom (SFA1 dan SFB1) balok baja kastella mulai leleh pada pembebanan -60,75 KN siklus ke 8 sedangkan balok kastella komposit mulai leleh pada pembebanan -88,25 siklus ke 8. Data ini menunjukkan bahwa beton pengisi dapat meningkatkan kekuatan balok baja kastella sebesar 37,37% dari kekuatan semula.
c. Berdasarkan Tekuk Badan Dengan membandingkan tekuk badan yang terjadi pada balok baja kastella dengan balok baja kastella komposit, diketahui bahwa balok kastella komposit mengalami tekuk badan maksimum yang lebih kecil yaitu 27 mm dibanding tekuk badan maksimum yang terjadi pada balok baja kastella sebesar 34,8 mm. Hal ini menunjukkan bahwa beton pengisi mampu mengurangi tekuk badan yang terjadi pada balok baja kastella sebesar 22,4%.
4.5
Analisis Mekanika Bahan a. Analisis Teoritis
Perhitungan Balok Baja Kastella
b
= 100 mm
tf
= 8 mm
tw = 5,5 mm h
= 320 mm
fy = 240 Mpa Ix = 43975549,79 mm4
Modulus Plastis Zx = tf . b (h – tf) + tw (h/2 – tf)2 = 8 . 100 (320 – 8) + 5,5 (320/2 – 8)2 = 376.672 mm3
Momen Plastis
Momen Plastis diujung balok: MpB = fy . Zx = 240 . 376.672 = 90.401.280 N mm
Momen Plastis ditengah kolom: MpA = 2050 x MpB 1925 = 2050 x 90.401.280 1925 = 96.271.493 N mm
Tegangan Maksimum fmax = MpA . y I = 96.271.493 x 160 43.975.549,79 = 350,27 Mpa
Perhitungan Balok Kastella Komposit
Transformasi bentuk padanan dalam bahan baja: n
= Es / Ec = 200000 / 21019 = 9,52
tc = tw + ( 47,25 /9,25) = 5,5 + 5,11 = 10,61 mm
Sehingga diperoleh : b
= 100
mm
tf
= 8
mm
tc = 10,61 mm h
= 320
fy = 240
mm Mpa
Ix = 64642407,52mm4
Modulus Plastis Zx = tf . b (h – tf) + tc (h/2 – tf)2 = 8 . 100 (320 – 8) + 10,61 (320/2 – 8)2 = 494.733,44 mm3
Momen Plastis
Momen Plastis diujung balok: MpB = fy . Zx = 240 . 494.733,44 = 118.736.025,6 N mm
Momen Plastis ditengah kolom: MpA = 2050 x MpB 1925 = 2050 x 118.736.025,6 1925 = 126.446.157,1 N mm
Tegangan Maksimum fmax = MpA . y I = 126.446.157,1 x 160 43.975.549,79 = 460,06 Mpa
Rasio Peningkatan Tegangan fr = fcomposit - fcastella x 100% fcastella = 460,06 - 350,27 350,27 = 31,34 %
b.Bedasarkan Hasil Pengujian
x 100%
Pengujian Balok Baja Kastella P = 61,5 KN L = 1690 mm Momen M=P.L = 61.500 x 1690 = 103.935.000 Nmm Tegangan Lentur f =M . y Ix = 103.936.000 x 160 43975549,79 = 378,16 Mpa
Pengujian Balok Kastella Komposit P = 88,25 KN L = 1690 mm
Momen M=P.L = 88.250 x 1690 = 149.142.500 Nmm
Tegangan Lentur f =M . y Ix = 149.142.500 x 160 43975549,79 = 542,64 Mpa
Rasio Peningkatan Tegangan fr = fcomposit - fcastella x 100% fcastella = 542,64 - 378,16 378,16 = 43,49 %
x 100%
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil pengujian balok baja kastella dan balok kastella komposit dengan pembebanan siklik diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hubungan beban dengan lendutan diperoleh peningkatan kekuatan balok kastella komposit sebesar 54,15 % dari kekuatan balok baja kastella pada lendutan 9,62 mm. 2. Dari hubungan tegangan dengan regangan diperoleh peningkatan kekuatan balok kastella komposit sebesar 37,37 % dari kekuatan balok baja kastella pada kondisi leleh. 3. Tekuk badan balok kastella komposit mengalami penurunan 22,4% dibanding balok baja kastella.
5.2. Saran Untuk mendapatkan pola keruntuhan balok kastella komposit yang lebih akurat disarankan pada pengujian selanjutnya mendesain ulang dimensi balok kolom yang disesuaikan dengan kapasitas alat uji.
DAFTAR PUSTAKA
Astariani Ni Kadek, 2013, Analisis Profil Baja Kastilasi, Universitas Ngurah Rai Denpasar, GaneÇ Swara Volume 7 No.1, Maret 2013. Cipta Science Series; Ikhtisar Mekanika Teknik Tegangan, saduran buku Strenght of Material; Cetakan I, Penerbit Cipta Offset, 1986 Grunbauer, Johann. What Makes Castellated Beams So Desirable As a Constructional Element. http://www.grunbauer.nl/eng/inhoud.htm . 28 Januari 2015
Parung, Herman, et al 2013: Experimental Study On Castellated Steel Beam Using Monotonic Loading, Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS), Bandung Parung, Herman, et al 2006: Fire Resistance of Composite Steel-Concrete Beam, Final Report Hibah Pekerti DP2M, Dikti Redwood R.G., and Demirdjian S., 1998. Castellated beam web buckling in Shear, Journal of Structural Engineering, American Society of Civil Engineers, 124(8): 1202-1207. Setiawan , Agus , 2008, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD,, Erlangga , Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1
EVALUASI KELANGSINGAN PENAMPANG DAN TEGANGAN I. BALOK UJI KASTELLA (CB)
A. Kelangsingan penampang a.
Kontrol panjang bentang.
Panjang sampel = 1950 mm Batas bentangan pendek Lp
Batas bentangan panjang Lr
fL = fy – fr = 240 – 70 = 170 Mpa
Modulus geser :
Konstanta torsi : J = 1/3 ∑ b . t3 = 1/3 { 2(100 . 83) + (310 – 2 . 8)(5.52)) = 50.438,08 Konstanta pilin : Cw = ¼ h2 . Iy = ¼ (200 – 2 . 8 – 2 . 11)2 . 1,34 . 106 = 24,735,955,738.35
Panjang benda uji L = 1950 mm
Lp = 1020,71 mm < L = 1950 mm < Lr = 2002,49 mm Jadi L = 1950 mm termasuk bentang menengah
b.
Penampang Kompak Flens :
Web :
c.
Kelangsingan penampang terhadap tekuk lokal Flens :
Web :
d. Kelangsingan penampang terhadap tekuk torsi lateral
97.06 > 50, 99 berpotensi tertekuk bila ada beban torsi yang bekerja
e. Kapasitas penampang menahan tekuk torsi lateral
Konstanta pilin : Cw = ¼ h2 . Iy = ¼ (310 – 2 . 8 – 2 . 11)2 . 1,34 . 106 = 24.764.640.000
Mcr = 63.931.176,23 N-mm Tegangan pada penampang solid a.
Tegangan lentur P
= 61.5 KN (beban maks. dari hasil pengujian)
M
= 55. 1.69
D
= M/L = 92,95/2.05
= 92,95 KN-m = 45,34 KN
f ytd > fy = 240 MPa f ytd < fu = 370 MPa
b.
Tegangan geser
ya = ½ hc
B.
c . atas
1 h t 2 bI
D . bt
Ya = ½ h = ½ . 310 = 1155 mm
זmaks bila y = 0
6,92
125,84
135,15
C. Tegangan pada penampang T a. Tegangan lentur.
fb
fb
M ( balok ) Sb
½e
1b
fv
tarik
e
Ve 4S f
VT
VT 1a
fv
fv tekan
Ve fv 4S S
h e
tarik
VT fb
fytd ≤ fy = 240
Pada titik 2
fytd < fy = 240 MPa
tekan
s
2
4
1
3
Momen pada lubang pertama kastella : Pada titik 1
VT
Pada titik 3
fytd ≤ fy = 240 MPa Pada titik 4
fytd > fy = 240 MPa
b. Tegangan geser
35 mm
Nilai D dimabil ½ V = ½ . 50.700 = 25.350 N Tegangan geser pada garis netral ( sumbu x) S = (bf (ya – y)).(y + ½ (ya – y)) = bf .1/2 (ya2-y2)
28.07 mm
6.93 mm
bf = 100 mm
ῑmaks , y = 0
D yang dipakai adalah ½ D untuk profil T atas atau bawah.
Tegangan geser pada sisi atas flens dengan lebar b = bf S =( tw.h’) (1/2 h’+ (yb –h’)) = tw. h’ (yb – ½ h’)
Tegangan geser pada sisi atas flens dengan lebar b
64,42 8.37
152.31
c.
Tegangan geser pada penampang utuh antara lubang kastella
D D
S = (bf . tf) (1/2 h -1/2 tf) + (1/2 hc. tw)(1/2(1/2hc)) S = 1/2(bf.tf)(h-tf)+1/8 tw.hc2
d.
Tegangan geser horizontal sepanjang e pada garis netral a). Akibat momen
V1/2 F1 = M1/d
F2 = M2/d
y V2/2 ½d
vh e
M
M1
M2 115.67 cm 147.52 cm 192.5 cm
M =
d = 2 (yb + h) = 2 (28.07 + 120) = 296.14 mm
Gaya geser horizontal dibagi luas bagian yang utuh sepanjang e menghasilkan tegangan geser.
b).
Akibat gaya geser Menghitung vh1 akibat gaya geser dengan mengambil jumlah momen pada titik y dimana y = ½ s ∑ My = 0
Asumsikan
:
V1 = V2 V1 = Vx = 45.340 N Sehingga
Tekuk web akibat gaya geser horizontal.
V1/2 F2 = M2/d
F1 = M1/d
y V2/2 ½d
a m
600
e ρ
e.
:
φ
f Mo = vh . f
M = vh.ρ - Mo = vh. ρ - vh. f = vh (ρ – f)
0
vh φ = 30o
vh
φ = 30o = 0.524 radial
Vh
=
M
=
N 48.765,04 (155,85 – 77,94) =
3.799.284,27
N-mm
II.
BALOK UJI KASTELLA KOMPOSIT (CCB)
A. Kelangsingan penampang a.
Kontrol panjang bentang.
Panjang sampel = 1950 mm Batas bentangan pendek Lp
Batas bentangan panjang Lr
fL = fy – fr = 240 – 70 = 170 Mpa
Modulus geser :
Konstanta torsi : J = 1/3 ∑ b . t3 = 1/3 { 2(100 . 83) + (310 – 2 . 8)(14.963)) = 362.244,38 Konstanta pilin : Cw = ¼ h2 . Iy = ¼ (310 – 2 . 8 – 2 . 11)2 . 2.418.337,57 = 44.729.571.694,72
Panjang benda uji L = 1950 mm
Lp = 1090,11 mm < L = 1950 mm < Lr = 5.093,32 mm Jadi L = 1950 mm termasuk bentang menengah
b. Penampang Kompak Flens :
Web :
c. Kelangsingan penampang terhadap tekuk lokal Flens :
Web :
d. Kelangsingan penampang terhadap tekuk torsi lateral
90.87 > 50, 99 berpotensi tertekuk bila ada beban torsi yang bekerja
e. Kapasitas penampang menahan tekuk torsi lateral
Konstanta pilin : Cw = ¼ h2 . Iy = ¼ (310 – 2 . 8 – 2 . 11)2 . 2.418.337,57 =
44.729.571.694,72
Mcr = 170.559.494,56 N-mm B.
Tegangan pada penampang solid
a.
Tegangan lentur P
= 88,25 KN (beban maks. dari hasil pengujian)
M
= 88,25 . 1.69 = 148,72 KN-m
Momen pada ujung balok : Momen pada lubang pertama kastella :
D = V = M/L = =148,72/2.05 = 71,22 KN
f ytd > fy = 240 MPa f ytd < fy = 370 MPa
ya = ½ hc
b. Tegangan geser
Ya = ½ h = ½ . 310 = 155 mm
זmaks bila y = 0
1,22
8,16
19,1
C.
Tegangan pada penampang T a.
Tegangan lentur fb
fb
M ( balok ) Sb
½e
1b
fv
tarik
fv
VT
VT fv
e
1a
Ve 4S f
tekan
fv
Ve 4S S
h e
tarik
VT fb
VT tekan
s
2
4
1
3
Pada titik 1
fytd < fy = 240 MPa
Pada titik 2
fytd > fy = 240 MPa Pada titik 3
fytd < fy = 240 MPa Pada titik 4
fytd > fy = 240 MPa
b. Tegangan geser pada penampang T
Ya= 50.09 mm Yb=104.91 mm
155 mm
35 mm
B = 100 mm
Nilai D = 71,22 KN Tegangan geser pada sisi atas flens
Tegangan geser pada sisi bawah flens dengan lebar b = tw
Tegangan geser pada sisi atas web profil T S = (bf . tf)(1/2h-1/2tf) + (tw . hw)(1/2h – tf - ½ hw) = (100 . 8)(155 – 4) + (14.95 . 27)(155 – 8 – ½. 27) = 174.687,28
Tegangan geser pada sisi bawah web profil T twb = 2(4.73) + 0.55 = 10.01 mm
Tegangan geser pada garis netral. S = 174.687,28 + (120 . 10.01)(1/2 . 120) = 246.759,28mm3
1,11 0.17 19,22 12,87 27.16
c.
Tegangan geser pada penampang utuh antara lubang kastella
D D
S = (bf . tf) (1/2 h -1/2 tf) + (1/2 hc. tw)(1/2(1/2hc)) S = 1/2(bf.tf)(h-tf)+1/8 tw.hc2
d.
Tegangan geser horizontal sepanjang e pada garis netral a). Akibat momen
V1/2 F1 = M1/d
F2 = M2/d
y V2/2 ½d
e
vh
M
M1
M2 115.67 cm 147.52 cm 192.5 cm
M
=
d = 2 (Yb profil T) = 2 . 104,91 = 205,82 mm
Gara geser horizontal dibagi luas bagian yang utuh e.tw menghasilkan tegangan geser.
b). Akibat gaya geser Menghitung vh1 akibat gaya geser dengan mengambil jumlah momen pada titik y dimana y = ½ s ∑ My = 0
Asumsikan
:
Berdasarkan data SAP V1 = V2 V1 = Vx = 71.220 N Sehingga
Tekuk web akibat gaya geser horizontal. V1/2 F2 = M2/d
F1 = M1/d
y V2/2 ½d
a m
600
e ρ
e.
:
φ
f 0
M
= vh.ρ = Mo = vh. ρ - vh. f = vh (ρ – f)
vh φ = 30o
Mo = vh . f
φ = 30o = 0.524 radian
Vh
=
N
M
= 110.210,72 (155,85 – 77,94) = 8.586.517,20 N-mm
ft = 129.45 MPa < fy = 240 MPa
Lampiran 2 PERHITUNGAN BEBAN TEKUK LOKAL FLENS DAN RETAKAN BETON PENGISI
I.
BALOK CB
Lp = 1020,71 mm < L = 1950 mm < Lr = 2002,49 mm Modulus elastic ; W x = 324.590,64 mm3 Modulus plastis : Zx
= 375.489,34 mm3
Mp = Zx . fy = 375.489,34 . 240 = 90.117.441,65 Nmm Mr = W x (fy – fr) = 324.590,64 (240 – 70) = 55.180.409,45 Nmm
M1, M2, M3 = 0 ; Cb =1
Mn teoritis = Mtk teoritis = 85.924.997.78 N-mm = 85.92 KN-m Beban actual = 47.5 KN siklus 7.1 Mtk. Actual = 47.5 . 1.69 = 80.28 KN-m.
II.
BALOK CCB
Beton pengisi adalah beton terkekang dibawah flens balok baja Beton pengisi akan retak sesudah terjadinya pelelehan penampang.baja
Momen leleh teoritis penampang kastella : My = W x . fy = 324.590,64 . 240 = 77.901.754,52 N-mm = 77,9 KN-m Tinggi beton h = 294 mm, lebar = 94,5 mm
I beton = 200.120.949 mm3 Fr = 0.70 f’c0,5 = 0.70 22,50.5 = 3,32 MPa
Mcr = 4.520.271,47 N-mm = 4,52 KN-m Beton pengisi akan retak pada momen sebesar : Mcr teoritis = 77.9 + 4,52 = 82,42 KN-m Dari data pengamatan, beton pengisi mulai retak pada siklus VII.1 dengan beban = 45,75 KN Mcr actual = 45,75 . 1.69 = 77,32 KN-m
Lampiran 2
PERENCANAAN PORTAL UJI 235cm
9cm
DETAIL A
H 250
169cm
27cm
192.5 cm 181 cm
205 cm 235 cm
205 cm 440 cm
GAMBAR PORTAL UJI
9
36
17
64
d = 31.5
21.5
62
18.75
d = 15 d = 20 230cm
27cm
169 12cm
I 200
H 250
I 200
30 cm
DETAIL B1,B2
DETAIL B1,B2
DETAIL B1,B2
350
12cm DETAIL C,D
DETAIL C,D
cm
Balok uji
8.5cm
Balok uji
cm
DETAIL E
160.5cm 148.5cm
11.5
cm
GAMBAR ALAT PEMBEBANAN
142cm
LIHAT DETAIL A
DETAIL : KOLOM TENGAH 1 BUAH
169cm
159cm
160.5cm 8.5cm
DETAIL B1
1.5cm
PROFIL H 250
300.5cm
sumbu balok uji
8,5 cm
DETAIL A : SAMBUNGAN KOLOM DENGAN ALAT UJI
10 cm
10 cm
10 cm
10 cm
8,5 cm
KOLOM PROFIL H 250 5 cm 10 cm
10 cm
10 cm 50 cm
TAMPAK SAMPING
40 cm
Plat tebal 90 mm Diameter lubang 33 mm Diameter bout 30 mm Panjang bout 150 mm
10 cm
5 cm
50 cm
57 cm
5 cm
8,5 cm
5 cm
8,5 cm
40 cm
Plat tebal 15 mm Diameter lubang 33 mm Diameter bout 30 mm Panjang bout 150 mm
57 cm
PLAT SAMBUNG
DETAIL B1 : SAMBUNGAN PEN PADA KOLOM
KOLOM
PROFIL H 250
PROFIL H 250
KOLOM
5.5 cm
PEN
5 cm
15.5 cm
Las
6 cm
2cm
7 cm
4 cm
4 cm
6 cm
PEN PLAT 2 X 1.5 CM
7 cm
280 cm
20 cm
TAMPAK SAMPNG
5.5 cm
Plat 1.5 cm
1.5 cm
6 cm
Plat 1.5 cm
as
TAMPAK DEPAN
4 cm
1.5cm
7 cm
2.5cm
6 cm
1.5 cm 2 cm
LANTAI BETON 25 cm
6 cm
PEN
5.5 cm
5 cm
6 cm
as
5.5 cm
15.5 cm
4 cm
7 cm
DETAIL B2 : DUDUKAN PEN PADA BALOK TUMPUAN 1.5cm
20 cm
8.5cm
DETAIL : KOLOM PINGGIR 2 BUAH 169cm
Panjang kolom 148.5cm
12cm
Panjang potongan balok 145.5cm 1.5cm
DETAIL B1 1.5cm
PROFIL I 200
LIHAT DETAIL C
20cm
6cm 6cm 9cm
21cm 12
cm
as ϕ 5 cm PEN
6cm 6cm
as as
9cm
BALOK UJI
PEN
1.5 cm
DETAIL C : DUDUKAN PEN UNTUK BALOK UJI
7cm
2.5cm
6cm
1.5 cm
1.5cm 7cm
Plat t = 1.5 cm
KOLOM PROFIL I 200
TAMPAK SAMPING
TAMPAK DEPAN
DETAIL D : SAMBUNGAN PEN BALOK UJI 20.5cm 8.5
6cm
6cm
Plat 1,5 cm
6cm
6 cm
34 cm / 22 cm
8cm
Plat 2cm
6cm
PEN
18cm
6cm
6cm
6cm
Balok Uji
cm 4cm 2cm 4
10 cm
TAMPAK SAMPING
TAMPAK DEPAN
18cm
1,5
cm
8cm
cm
LIHAT DETAIL E
LIHAT DETAIL D
cm cm 9cm 6,93 9cm 6,93 cm 31,86
35cm
146cm 181cm
BALOK UJI KASTELLA LIHAT DETAIL E
LIHAT DETAIL D
181cm
BALOK UJI SOLID
Plat sambung t 15 mm
12cm
Plat sambung t 15 mm IWF 200 100 5.5 8
6,93cm 9cm 6,93cm 31.86cm 33.5cm
15,93
cm
144.5cm Panjang bahan 193.93 cm
DETAIL PEMBUATAN BALOK KASTELLA 4 BUAH
18 cm
10 cm
10 cm
4 cm
5 cm 6 cm
6 cm
12 cm
12 cm 34 cm
22 cm
5 cm 5 cm
cm 6 cm 6
cm 6 cm 6 34 cm
6 cm 7 cm
BALOK SOLID (2 BH)
6 cm 7cm
4 cm
BALOK KASTELLA (2 BH)
250 cm Lubang untuk bout d. 19 mm
7 cm
10 cm
4 cm
4 cm
6 cm 5 cm
18 cm
6 cm
7 cm
4
4 cm
BALOK KASTELLA BETON (2 BH)
DETAIL E : SAMBUNGAN BALOK UJI DENGAN KOLOM
46 cm
KOLOM H 250
10 cm
4 cm
18 cm
4 cm
cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
50cm
30cm
205cm
205cm
235cm 440cm
DETAIL PERLETAKAN KOLOM
7cm
Plat 2 cm
6cm
15.5cm
1
4cm 6cm 5.5cm
Pelat tebal 2 cm
7cm Det. B1
20cm
Det. D
6cm
2
18
6cm
Plat 2 cm
cm
6cm
20.5cm 6cm
6 lbr
6cm
8.5cm
3 lbr
Landasan B2
25 x 64 cm 3 lbr
16
Pelat Tebal 1.5 cm 20cm 6
cm
Det. B2
cm
7
5.5cm 6cm
15.5cm
4cm
7
cm
6 lbr
3
Plat 1,5 cm
20cm Det. C
7cm
4 lbr
9cm
4
21cm
6cm
6cm 6cm
7cm
Cas. Bet.
18 x 46 cm
Cas.Bet + Cas
5 2 lbr
10 x 32.5 cm 4 lbr
6
Cas. Det. B1
18 x 34 cm 25 X 27 CM
7 2 lbr
8
Solid
1 lbr
18 x 22 cm
Solid
10 X 22 CM 10 2 lbr
9 2 lbr Det. B2
Det. A
57 X 57 CM
11
Det. B2
24 x 25 cm
22 X 25 CM
12
13 2 lbr
1 lbr Det. B1
1 lbr
12 X 22 CM
Det. C
15
16 x 21 cm
14 2 lbr
2 lbr
Lampiran 3