RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT | 57
Ragam Hias Kain Celup Ikat A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari asal usul kain yang menggunakan teknik celup ikat, jenis ragam hias, serta daerah penghasil kain celup ikat Nusantara. Menurut sejarah, teknik celup berasal dari Tiongkok. Teknik ini kemudian berkembang sampai ke India dan wilayah-wilayah Nusantara. Karena itu, dalam bab ini akan dibahas pula peninggalan teknik celup dari Tiongkok, India, dan wilayah Nusantara. Teknik celup ikat diperkenalkan ke Nusantara oleh orang-orang India melalui misi perdagangan. Teknik ini mendapat perhatian besar terutama karena keindahan ragam hiasnya dalam rangkaian warna-warni yang menawan. Penggunaan teknik celup ikat dapat ditemui antara lain di Sumatera, khususnya Palembang, di Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali. Setiap daerah memiliki nama masing-masing untuk menyebutkan teknik celup ikat. Setiap daerah juga memiliki ciri khas dalam
58 | T E K S T I L mengolah corak dengan teknik ini, sehingga memudahkan kita untuk mengenalinya. Di Palembang, Jawa dan Bali teknik celup ikat sering pula dipadukan dengan membatik, sehingga menambah variasi tampilan corak. Pengetahuan yang kita peroleh dalam bab ini diharapkan akan menumbuhkan penghayatan akan keanekaragaman kekayaan bangsa kita. Hal ini merupakan dasar acuan untuk membangun kesadaran dan toleransi akan adanya perbedaan berdasarkan keunikan budaya bangsa.
B. TUJUAN Setelah mempelajari bab ini, kita diharapkan memiliki kemampuan dalam: 1. Memahami berbagai pengetahuan tentang sejarah, daerah penghasil, jenis dan ciri ragam hias celup ikat Nusantara. 2. Menghayati keragaman corak ragam hias pada kain celup ikat Nusantara.
C. RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT NUSANTARA C.1 Sejarah Ragam Hias Celup Ikat Nusantara Membuat kain celup ikat sudah banyak dilakukan bangsa-bangsa di dunia. Sejarah asal usul teknik celup ikat diperkirakan berasal dari Tiongkok dan berkembang di wilayah India. Pengetahuan ini kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan Afrika. Penyebarannya juga terjadi melalui Jalur Sutera, yaitu dari negeri Tiongkok sampai ke daratan Persia dan Roma. Berdasarkan berbagai peninggalan, diketahui bahwa teknik celup ikat telah digunakan pada masa Dinasti T’ang pada abad ke-6. Pada masa inilah teknik celup ikat menyebar ke Jepang yang kala itu memanfaatkannya untuk menghias kain sutera bagi busana kaum bangsawan dan para pendeta. Namun setelah ditemukannya serat kapas, masyarakat mulai membuat kain katun dengan ragam hias dari teknik celup ikat.
RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT | 59
Gambar 5.1: Kain pelangi dari India
Gambar 5.2: Proses celup ikat dan kain Ikat dari Afrika
Gambar 5.3: Kain celup Ikat dari Tibet Gambar 5.4: Baju kimono dari Jepang dengan ragam hias yang dibuat melalui teknik celup Ikat
60 | T E K S T I L Tercatat lukisan gua di Ajanta, India dari abad ke-6, yang menggambarkan orang-orang tengah memakai kain dengan corak lingkaran berwarna putih yang disebut pelangi. Lukisan gua tersebut menggambarkan corak dengan lingkaran-lingkaran dalam berbagai ukuran. Lukisan tersebut juga menjelaskan proses pembuatan kain celup ikat. Ada gambar seorang gadis tengah melakukan pencelupan dalam zat pewarna alami. Thailand dan Kamboja juga mencatat adanya penemuan proses pembuatan kain celup ikat yang cukup lama. Di Nusantara terdapat sejumlah daerah penghasil kain celup ikat yang cukup menonjol. Masing-masing daerah memiliki nama tersendiri untuk teknik ini. Di Palembang, kain ragam hias celup ikat disebut kain pelangi atau cinde. Sementara itu, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, kain dengan teknik ini dikenal dengan nama sasirangan. Di pulau Jawa, pembuatan kain celup ikat dikenal dengan nama jumputan atau tritik. Meski letak masingmasing daerah penghasil kain celup ikat tersebut saling berjauhan, pemasarannya tidak terbatas. Seringkali ditemukan kain pelangi buatan Palembang dipasarkan di daerah Yogyakarta, begitu pula sebaliknya. Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat celup ikat terdiri dari kain, zat pewarna, tali untuk mengikat, serta alat bantu untuk proses pencelupan. Alat pengikat yang digunakan telah berubah. Dahulu menggunakan daun lontar, dan saat ini menggunakan tali rafia. Pada dasarnya Gambar 5.5: Kain Pelangi dari Palembang
RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT | 61
keseluruhan tali pengikat haruslah menggunakan bahan yang kedap air. Hanya penggunaan zat pewarna yang kemudian disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Dulu teknik ini menggunakan zat pewarna alami. Kini celup ikat memanfaatkan zat pewarna sintetis seperti naphtol, indigosol, dan zat warna reaktif lainnya. Akhir-akhir ini kesadaran manusia telah kembali ke alam, maka zat pewarna alami mulai digunakan lagi. C.2 Warna Ragam Hias Celup Ikat Nusantara Dahulu zat pewarna yang digunakan berasal dari alam. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi zat pewarna alami mulai ditinggalkan. Hal ini terjadi terutama karena pewarna sintetis memiliki jumlah warna yang hampir tak terbatas. Di samping itu, proses pewarnaan alam juga lebih rumit dibanding
a
b
c
d
e
f
g
h
i
Gambar 5.6: Proses pembuatan corak dengan teknik celup ikat
62 | T E K S T I L pewarna sintetis. Meskipun demikian, keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Di jaman sekarang ini beberapa daerah penghasil kain celup ikat menggunakan zat pewarna sintetis. Demikian pula halnya dengan serat atau tali pengikat bagian yang akan dirintang dari pewarnaan. Tali pengikat ini semula menggunakan serat alam, kini digantikan dengan tali sintetis yang kuat dan tahan air, seperti rafia misalnya. Namun demikian masih ada daerah yang tetap menggunakan pengikat serat alami, antara lain serat nanas, daun palem, atau pelepah pisang. Keunggulannya adalah efek celupnya berbeda dengan tali pengikat yang berbahan serat sintetis. C.3 Jenis Kain Sebagai Bahan Dasar Dalam celup ikat, jika kain menggunakan benang dari campuran
a
b
c
d
e Gambar 5.7: Proses pembuatan corak dengan teknik celup ikat
RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT | 63
Gambar 5.8: Kain-kain sasirangan dari Kalimantan Selatan
serat yang berbeda, akan menghasilkan efek yang berbeda pula. Kain yang tipis dapat diikat dengan simpul-simpul kecil, sehingga ragam hias yang terbentuk lebih padat dan banyak. Makin tebal kain yang digunakan, makin sedikit jumlah ikatan yang bisa dibuat. Simpul akan menjadi terlalu besar, sehingga sulit untuk dikencangkan dengan rapat. Ikatan yang tidak rapat dapat mengakibatkan zat pewarna meresap, sehingga corak yang ingin ditampilkan hilang. Karena itu, kain-kain yang tebal biasanya menampilkan corak yang besar pula. Ada beberapa jenis kain yang berkualitas baik dan banyak digunakan dalam teknik celup ikat, antara lain katun dan sutera. Jenis kain-kain ini lembut dan memiliki daya serap yang tinggi, sehingga memudahkan proses pengikatan dan pencelupan. Beberapa jenis kain lainnya seperti kain dari benang rayon atau kain-kain sintetis tertentu memiliki sifat-sifat yang tidak cocok untuk proses celup ikat. Sifat-sifat itu antara lain adalah permukaan yang terlalu licin, kain yang terlalu kaku atau keras, atau tidak memiliki daya serap yang memadai.
64 | T E K S T I L C.4 Teknik Dan Corak Celup Ikat Nusantara Meski teknik celup ikat mengalami perkembangan dari satu daerah ke daerah lainnya, namun proses pembuatannya pada dasarnya adalah sama. Mula-mula bagian-bagian tertentu dari permukaan kain dijelujur, dilipat atau dipilin, kemudian diikat hingga kedap air. Sering kali plastik digunakan untuk membungkus bagian kain yang tidak akan diwarnai. Kemudian, kain yang telah diikat dicelup ke dalam zat pewarna. Intensitas celupan serta lamanya waktu perendaman tergantung pada hasil warna yang diinginkan. Setelah proses pencelupan, kain digantung dan ditiriskan sebentar agar tetesan cairan pewarna habis. Kemudian ikatan dibuka dan kain dibentang. Corak-corak yang terbentuk karena adanya ikatan yang merintangi masuknya warna akan terlihat. Warna dari corakcorak ini memiliki gradasi sesuai dengan rembesan warna saat pencelupan. Teknik celup ikat mengenal beberapa variasi ikatan dan akan terus berkembang sesuai kreativitas para pembuatnya. Wujud keindahan dari kain celup ikat pada dasarnya tidak berasal dari jumlah ikatan yang dibuat. Keindahan kain celup ikat bersumber pada paduan warna dari berbagai corak karena ikatan yang digunakan. Kesemuanya itu menghasilkan keselarasan bentuk dan warna yang utuh pada sehelai kain. Banyak macam corak yang dapat
Gambar 5.9: Kain sasirangan dengan corak Ombak Sinapur Karang
RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT | 65
dihasilkan dari teknik ini. Keragaman ini dapat diperoleh dengan cara melipat, menjerat atau menyimpul kain, serta ikatan yang berbeda-beda. Secara umum corak celup ikat dapat dibagi dalam 5 jenis, yaitu ragam hias penuh, jelujur, lubang, lompatan, dan bungkusan. Masing-masing menggunakan teknik ikat yang berbeda. Di Nusantara ada beberapa nama corak yang dihasilkan dari teknik celup ikat, antara lain: ombak sinapur karang, bunga teratai, atau matahari bersinar. C.5 Kain Pelangi dari Palembang Ragam hias yang terdapat pada kain celup ikat pelangi terbentuk melalui proses jelujur sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Umumnya ragam hias pelangi berupa aneka corak bunga-bungaan, sulur atau paisley (corak dari Persia), wajit, serta titik-titik kecil sebagai pelengkap. Tidak jarang corak celup ikat Palembang ini diperkaya lagi dengan aneka sulaman dengan tambahan arguci (payet), manik-manik atau juga dengan prada (warna emas). Nuansa pelangi memiliki deretan warna kemerah-merahan, seperti merah ros, merah jingga, merah cabai, atau merah coklat. Di samping itu, terdapat pula nada-nada warna ke arah ungu, seperti violet, ungu kemerahan, ungu kebiruan, dan ungu muda yang dipadukan dengan merah ros. Warna kehijauan dan kecoklatan menjadi pilihan ketiga dan keempat bagi para pembuat kain celup ikat dari daerah sungai Musi ini.
Gambar 5.10: Kain pelangi dari Palembang
66 | T E K S T I L C.6 Kain Sasirangan dari Banjarmasin Kain Sasirangan adalah kain adat khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan sudah dikenal sejak abad 16. Sasirangan berasal dari kata sirang, artinya jahit jelulur. Corak-corak tertentu pada kain dibentuk dengan cara menjelujurnya terlebih dahulu. Secara tradisional bahan pewarna untuk kain sasirangan dihasilkan dari beberapa bagian tanaman, seperti daun, bunga dan akar. Warna kuning berasal dari kunir (kunyit), warna hitam dari buah labu, warna coklat dari kulit kayu damar, warna merah dari buah kesumba, dan banyak lagi warna-warna dari tetumbuhan lainnya. Ragam hias khas sasirangan berbentuk jalur dan garis berkelokkelok dengan berbagai warna seperti pelangi. Proses pembuatannya memerlukan ketekunan dan kesabaran yang tinggi. Karena itu, di masa lampau para pembuat kain sasirangan selalu menyelenggarakan selamatan sebelum mulai bekerja. Selain menampakkan citra artistik, ragam hias sasirangan juga mencuatkan kesan misteri. Kesan ini muncul karena bentuk coraknya yang seolah tidak jelas dan penuh nuansa. Bahkan kadang-kadang muncul efek tak terduga akibat ikatan atau jahitan yang tercelup warna berbeda. Warna dasar kain sasirangan biasanya lebih dominan daripada warna-warna coraknya.
Gambar 5.11: Kain sasirangan dengan corak Naga Balimbur
RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT | 67
Corak kain sasirangan pada dasarnya merupakan gambaran alam, tetumbuhan dan binatang. Ciri khas corak ini adalah garisgaris berliku-liku memanjang yang kaya warna dan nuansa. Corak ini berbeda dengan ragam hias lainnya yang umumnya lebih besar dalam bentuk wajit dan belah ketupat. Nama-nama ragam hiasnya adalah, antara lain naga balimbur, bintang bertabur, kembang cengkeh, daun kangkung, kembang tapuk manggis, awan beriring dan masih banyak lagi. Hal ini mengisyaratkan bahwa gagasan mencipta ragam hias pada kain sasirangan ditimba dari alam seperti juga proses kreatif karya-karya tradisional, khususnya di Nusantara. C.7 Jumputan dan Tritik dari Jawa Tengah dan Yogyakarta Jumputan adalah nama yang diberikan pada kain celup ikat yang dihasilkan di daerah-daerah yang tersebar di pedalaman Jawa Tengah dan Yogyakarta. Bahkan tidak jarang daerah-daerah di luar kedua propinsi ini mulai mengerjakan jenis kain-kain ini dengan keunikannya masing-masing. Perkembangan ini lahir atas dasar kebutuhan pasar terhadap produk tersebut, sehingga membangkitkan semangat berwirausaha. Jumputan sudah sejak lama menjadi salah satu produk kerajinan masyarakat secara turun temurun. Jenis kain celup ikat ini juga dibuat dengan memanfaatkan berbagai alat bantu, sehingga menghasilkan kain dengan ragam hias khas dalam aneka warna yang menarik. Bahan dasar yang digunakan adalah kain katun, blacu, mori, sutera dan akhir-akhir ini juga beberapa jenis kain dari benang serat sintetis. Pengikatan bagian-bagian kain disebut nali dan proses pembuatan selanjutnya sama seperti yang dilakukan pada pelangi dan sasirangan. Bagian-bagian yang memerlukan jumlah pewarnaan yang sedikit, dilakukan dengan cara colet. Colet adalah membubuhkan warna pada sebagian bidang saja tanpa mencelup seluruh kain. Hal ini dilakukan untuk mempersingkat waktu dalam menghasilkan aneka warna tambahan. Bagian yang sudah dicolet kemudian diikat hingga kedap zat air dan barulah seluruh kain dicelup. Pencoletan adakalanya dilakukan setelah seluruh proses pencelupan
68 | T E K S T I L selesai, yaitu setelah ikatan dibuka. Bagian-bagian yang masih berwarna putih karena pada awalnya terikat, kemudian dicoleti warnawarna sesuai selera. Taburan warna-warni tersebut memberikan penampilan khas jumputan.
Gambar 5.12: Selendangan dengan ragam hias yang dibuat dengan teknik jumputan
Gambar 5.13: Kain dengan ragam hias yang dibuat melalui teknik jumputan dan colet
C.8 Kain Tritik dari Jawa Tengah dan Yogyakarta Proses pembuatan tritik hampir sama dengan jumputan. Perbedaannya terletak pada cara mengikat permukaan kain dalam membentuk ragam hias. Karena sifat coraknya berbentuk silang kecil-kecil, tritik merupakan teknik merias kain yang sering digabungkan dengan beberapa teknik lain, seperti batik misalnya. Corak-corak kecil ini memang sering dimanfaatkan sebagai pengisi bidang-bidang kosong di antara corak utama. Taburan silangan kecil ini memang memberi nilai tambah pada kain. Pengikatan dilakukan dengan cara menjahit dan menyimpul secara menyilang bagian-
RAGAM HIAS KAIN CELUP IKAT | 69
bagian tertentu pada latar kain. Bahan pengikatnya terbuat dari serat daun nanas. Kelebihan serat ini adalah daya tahannya terhadap panas sehingga tidak mudah memuai. Lain halnya dengan tali rafia yang mudah memuai bila terkena panas pada saat kain dicelup. Di samping itu, serat daun nanas ini memiliki kekuatan yang luar biasa dengan tingkat kelenturan yang amat rendah, sehingga ikatan lebih stabil dan kokoh.
Gambar 5.14: Corak tritik
Ragam Hias Kain Celup Ikat Kompetensi Konsepsi 1.
Buatlah latihan yang bertujuan untuk memahami keterkaitan antara pola corak celup ikat (jumputan, sasirangan, kain pelangi dan lain-lain) pada kain, dengan teknik ikatan dan pola penataan ragam hiasnya. Kumpulkan gambar kain celup ikat (jumputan, sasirangan, pelangi, dan lain-lain) yang terdapat pada koran atau
70 | T E K S T I L majalah bekas, Internet, foto, buku dan lain-lain. a. Amati setiap pola corak celup ikat dari setiap daerah dan temukan berbagai jenis corak yang terdapat di kain tersebut sesuai dengan teknik ikatannya. Buatkan gambar dan karangan tentang temuan ini. b. Tulis dan gambarkan perbedaan dan persamaan pola corak celup ikat (jumputan, sasirangan, kain pelangi dan lain-lain) pada kain, dengan teknik ikatan dan pola penataan ragam hias untuk setiap daerah. c. Pilihlah salah satu kain yang paling kamu senangi, kemudian ungkapkan pendapat dan perasaanmu tentang keterkaitan antara corak dengan teknik ikatan dan pola ragam hias pada kain tersebut. Kompetensi Apresiasi 2.
Pilihlah kain yang dibuat dengan menggunakan teknik celup ikat yang terdapat di daerahmu. Perhatikan corak hasil ikatan dan warna pada kain tersebut. a. Uraikan bagaimana proses pembuatannya b. Uraikan penilaianmu tentang proses pembuatan kain celup ikat tersebut c. Ungkapkan perasaanmu tentang keindahan, keunikan corak dan warna kain celup ikat ini melalui puisi, atau cerita.