Jurnal Ultima Humaniora, Maret 2013, hal 1-10 ISSN 2302-5719
Volume 1, Nomor 1
Mediamorfosis:
Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online R. MASRI SAREB PUTRA Universitas Multimedia Nusantara Jl. Boulevard, Gading Serpong Tangerang-Banten Telepon (021) 5422 0808/3703 9777 e-mail:
[email protected] Diterima: 12 Desember 2012 Disetujui: 8 Januari 2013
ABSTRACT There are a lot of new media objects that are converted from old media. Converting continous data into a numerical representation is called “digitalization”. It is realized that the world is chaning and moving via cyber communications, Kompas founded Kompas Cyber Media (KCM) on August 6, 1998 which allow it exploits the Internet technologies. KCM is not only republishing issues that are published by Kompas Daily, but also other latest news that are not printed by Kompas. Migrating from analog to media digital what is called “mediamorphosis”. Keywords: Kompas, mediamorfosis, media baru, teknologi, komunikasi, masyarakat.
Pendahuluan Tidak ada yang tetap di dunia ini, yang tetap ialah perubahan itu sendiri (Heracleitos, 540-480 SM). Pernyataan Heracleitos dalam bahasa Yunani “ta panta rhei kai ouden menei” ini sering dikutip orang ketika menjelaskan mengenai perubahan. Bahwa perubahan adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat untuk dihindari oleh siapa pun, termasuk pemilik dan pengelola media. Menurut Stoltz (1997), perubahan (changes) selalu mengandung dua kemungkinan, yakni ancaman dan peluang. Orang yang pesimis melihat bahwa perubahan adalah sesuatu yang mengancam. Sebaliknya, orang yang optimis akan melihat perubahan sebagai peluang. Itu sebabnya, Stoltz, (op.cit.) menganjurkan agar orang
01-Media Morfosis.indd 1
yang optimistik hendaknya dapat, “turning obstacles into opportunities”, mengubah tantangan menjadi peluang. Apakah perubahan dari media konvensional ke the new media/media digital meng ancam atau justru membuka peluang? Inilah status questionis yang diangkat dan coba dijawab dalam artikel ini. Secara etimologis, mediamorfosis berasal dari kata Latin “medium” (tunggal) “media” (jamak) yang berarti: pertengahan, tengah, pusat (K. Prent, et al., 1969: 525). Adapun “morfosis” berasal dari kata Yunani μορφόω (morfoein) yang berarti: bentuk atau penampilan. Dengan demikian, mediamorfosis da pat diartikan sebagai: satu kesatuan pemikiran terhadap evolusi teknologi media
4/18/2013 8:29:22 PM
2
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
komunikasi. Di Indonesia, evolusi teknologi media komunikasi ini mulai pada akhir tahun 1990-an, ketika Internet mulai merasuki kehidupan umat manusia. Sejak itu, era digitalisasi seakan-akan merupakan suatu keniscayaan menggeser media konvensional seiring dengan perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat dunia. Dengan demikian, evolusi bukan hanya terjadi pada alat, melainkan juga pada cara berada dan cara hidup manusia. Dalam konteks ini, manusia disebut sebagai koevolusi dan koeksistensi dengan perkembangan teknologi komunikasi. Koevolusi dan koeksistensi manusia dan teknologi komunikasi tampak nyata, ketika sejak lima tahun terakhir kertas sebagai media perlahan-lahan tergerus oleh media digital. Kertas sebagai bahan baku industri media cetak mengalami kendala serius akhir-akhir ini. Sebagaimana di ketahui bahwa bahan baku kertas berasal serat dari tanaman (kayu) yang diambil dari hutan alam atau hutan tanaman industri (HTI). Gerakan antipenebangan hutan yang menjadi gerakan bersama umat manusia sejagad, secara otomatis berimbas pada pasokan bahan baku kertas. Hal ini diakui oleh Ketua Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Pusat, Legiman Misdiyono bahwa salah satu masalah yang menjadi momok media cetak adalah persoalan harga kertas (Tempo Interaktif, 03 Maret 2009). Selain pasokan bahan dasar, industri media cetak berbasis analog juga dihadapkan pada persaingan dengan sesama media, dalam hal ini media elektronika yang berbasis digital. Di negara berkembang seperti Indonesia, mayoritas masyarakat memang belum menggunakan Internet untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Akan tetapi, sudah ada tanda-tanda
1
Volume 1, 2013
bahwa masyarakat Indonesia semakin me lek media (media literacy) dan melek teknologi seperti di Amerika Serikat yang menurut Biagi (2010: 21), terdapat kecenderungan anak muda sebagai produk ge nerasi teknologi digital menggunakan Internet sebagai sumber utama mencari dan mendapatkan informasi, selain mendapatkan hiburan. Kecenderungan masyarakat ke arah itu dan datangnya era digital sudah diantisipasi Kompas seperti dicatat “orang dalam Kompas”, Myrna Ratna1 berikut ini. Meski demikian, tidak berarti tren “going digital” bisa diabaikan. Setidaknya hal itu terekam dari jumlah kunjungan terhadap website Kompas.com yang diluncurkan sejak tahun 1995. Berdasarkan data Februari 2009, setiap bulan situs Kompas.com dikunjungi 66 juta kali, sementara page-view mencapai hampir 200 juta kali. Fakta ini menyiratkan bahwa di masa depan new media akan semakin berperan, dengan partisipasi masyarakat yang semakin besar. Namun, tidak berarti media cetak akan mati.
Media cetak memang tidak mati, akan tetapi jika pengelolanya tidak kreatif dan inovatif maka perlahan-lahan akan tergerus oleh kemajuan teknologi dan ditinggalkan masyarakat. Dengan kata lain, media cetak harus bermorfosis. Itulah yang dilakukan Kompas sebagaimana tampak dari rekam jejak langkahnya sejak terbit pada 28 Juni 1965 hingga kini menjadi media cetak terbesar di Indonesia dengan oplah mencapai lebih dari 600.000 eksemplar setiap hari nya. Mediamorfosis Dalam upaya tetap menjadi market leader media cetak di Indonesia, Kompas melaku-
Di bawah tulisan “Media Tradisional Vs ‘New Media”, Myrna mengulas bahwa media tradisional vis a vis media baru merupakan keniscayaan, namun bukan berarti kehadiran media baru otomatis mematikan media cetak asalkan pengelolanya kreatif dan inovatif.
01-Media Morfosis.indd 2
4/18/2013 8:29:22 PM
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
kan inovasi2 tiada henti yang dalam bahasa teknologi komunikasi disebut sebagai “mediamorfosis”. Secara etimologis, mediamorfosis berasal dari kata Latin “medium” (tunggal) “media” (jamak) yang berarti: pertengahan, tengah, pusat (K. Prent, et al., 1969: 525). Sementara itu, “morfosis” berasal dari kata Yunani μορφόω (morfoein) yang berarti: bentuk atau penampilan. Dengan demikian, mediamorfosis da pat diartikan sebagai: satu kesatuan pe mikiran dan sikap terhadap evolusi teknologi media komunikasi. Di Indonesia, evolusi teknologi media komunikasi ini mulai pada akhir tahun 1990-an, ketika Internet merasuki kehidupan umat manusia. Sejak itu, era digitalisasi seakan-akan merupakan suatu keniscayaan menggantikan media konvensional seiring dengan perubahan dan dinamika masyarakat dunia (Dominick, J.R., 2008). Dengan demikian, evolusi bukan ha nya terjadi pada alat, melainkan juga pada cara berada dan cara hidup manusia. Dalam konteks ini, manusia disebut se bagai koevolusi dan koeksistensi dengan perkembangan teknologi komunikasi dan sebaliknya. Menurut Fidler (hlm. 169), dalam ke rangka “Timeline of human communication”, terdapat tiga pentahapan besar mediamorfosis. Pertama, mediamorfosis terjadi pada sekitar 100.000 tahun lalu bersaman dengan komunikasi dalam bahasa lisan. Kedua, mediamorfosis terjadi pada sekitar 10.000 tahun lalu bersaman dengan bahasa tulisan. Ketiga, mediamorfosis terjadi pada sekitar 100 tahun lalu – kini ber saman dengan ditemukannya bahasa digital (digital language). Dalam pentahapan mediamofsosis yang ketiga, terdapat ba nyak item perkembangan media. Perkem2
R. MASRI SAREB PUTRA
3
bangan tersebut koevolusi dan koeksistensi dengan dinamika masyarakat. Sebagai media, Kompas koevolusi dan koeksistensi dengan dinamika masyarakat. Jika diperhatikan dengan saksama maka jejak inovasi atau mediamorfosis yang dilakukan Kompas, sesuai dengan apa yang dicatat Nguyen berikut ini. Shortly after Tim Berners Lee’s development of the World Wide Web in 1990 and the subsequent introduction of Mosaic (one of the first graphical Web browsers) in 1993, traditional media organisations has tily established an online presence, with the worldwide number of news sites with an offline origin growing from virtually zero in 1993 to 13,536 in 2002 (Nguyen, et al., 2005). This online migration was largely a panic-stricken and unprepared response to the “sudden” threat that the Internet posed to traditional news businesses. With so many exclusive features (such as immediacy, multimedia, interactivity, global accessibility, hypertextuality and so on), the Internet was widely perceived an ideal platform for people to keep themselves informed of their daily interest in a more effective, efficient and enjoyable way, which could lead the traditional news media to extinction, or at least reduced importance. The death of traditional media, especially newspapers, was and is a pervasive theme of business discussions (Ahlers, 2006; Boczkowski, 2004; Eid and Buchanan, 2005; Nguyen, et al., 2005; Nguyen and Western, 2006).
Mediamorfosis yang dilakukan Kompas, tidaklah serta merta, melainkan terjadi melalui proses dan memakan waktu lama sebagaimana dengan jelas dinarasikan dalam Youtube “Jejak Inovasi Kompas”. Perkembangan teknologi dan perubahan masyarakat membuat Kompas harus menyesuaikan dan harus berubah, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan McLuhan bahwa “media deterministik” manusia.
Selengkapnya mengenai inovasi dimaksud dapat mengunduh Youtube http://www.youtube.com/watch?v= DHJ8pixBifU
01-Media Morfosis.indd 3
4/18/2013 8:29:22 PM
4
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
Volume 1, 2013
Mediamorfosis yang dilakukan Kompas ily Tree of Communication Media” berikut dapat dilihat dalam konfigurasi “The Fam- ini.
Sumber: Roger Fidler, Mediamorphosis (1997: 34)
Pada pohon media komunikasi, cabang ke-3 di atas, tampak adanya migrasi dari media analog ke media digital. Di sinilah status causae3 yang dihadapi Kompas dan media cetak pada umumnya, yakni: kondisi ketidakmenentuan, kegamangan, persimpangan jalan. Di satu pihak, sebagian besar masyarakat (kaum migran teknologi media digital) masih hidup dalam tradisi analog, sementara di pihak lain generasi
3
yang lahir tahun 1990-an yang begitu lahir koeksistensi dengan teknologi media digital, terjun langsung masuk ke peradaban paperless. Cabang baru media komunikasi berbasis aplikasi elektrik berkembang secara cepat seperti dicatat Fidler (hlm. 33) berikut ini. New branches have formed even more ra pidly since the application of electricity to
Dalam dunia ilmiah, “status causae” (Latin) berarti: duduk perkara, perumusan persoalan, masalah yang dihadapi dan perlu dipecahkan (K. Prent, dkk., Kamus Latin-Indonesia, 1969: 811).
01-Media Morfosis.indd 4
4/18/2013 8:29:23 PM
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
communication and emergence of digital language in the nineteenth century. Given our present understanding of the mediamorphosis process, we can be reasonably confident that the tree will grow vastly more complex in the twenty-first century.
Web Site (full): http://kompascetak.com
Versi online Harian Kompas dihadirkan sebagai mediamorfosis KOMPASCetak. com. Versi ini hadir dengan proses loading lebih cepat dan mudah diakses. Berfungsi sebagai pencarian, komentar pembaca, dan fungsi sharing ke media sosial, sehingga khalayak dapat mengakses berita di mana saja dan kapan saja, dapat memberikan komentar, serta mendapatkan berbagi tautan berita dengan teman dan relasi. Migrasi Analog ke Digital Migrasi media analog ke media digital membawa sejumlah konsekuensi, bukan saja dari sudut media dan masyarakat, tetapi juga dari segi ekonomi. Di sinilah status questionis yang dihadapi Kompas dan media cetak pada umumnya, yakni ketidak menentuan, kegamangan, persimpangan jalan. Di satu pihak, sebagian besar masyarakat (kelompok migran teknologi media digital) masih hidup dalam tradisi analog, tetapi di pihak lain generasi yang lahir tahun 1990-an yang begitu lahir langsung menyatu dengan teknologi media digital, masuk ke peradaban paperless.
01-Media Morfosis.indd 5
R. MASRI SAREB PUTRA
5
Hal itu sesuai dengan tesis McLuhan bahwa media adalah perpanjangan manusia (the extension of man) dan medium adalah pesan (the medium is the message) mengan dung konsekuensi bahwa media menentukan manusia. Perkembangan teknologi komunikasi, dengan demikian, menentukan bagaimana manusia berkomunikasi. Media morfosis adalah upaya kreatif dan inovatif manusia berhadapan, sekaligus upaya menyiasati teknologi yang berubah. Youtube “Jejak Inovasi Kompas” secara sistematis dan cukup komprehensif mendeskripsikan bagaimana Kompas melakukan mediamorfosis. Menurut “orang dalam” yang juga cakap di bidang teknologi, Ninok Leksono (Leksono, 2007: 266), 1995 merupakan langkah awal Kompas menghadirkan koran cetaknya ke jaringan global lewat Kompas Online. Metode penelitian yang dipilih penulis ialah menggunakan teori McLuhan yang menyebutkan “media adalah pesan” (the medium is the message) dan medium embeds dalam pesan, keduanya menciptakan hubungan simbiosis. Media mempengaruhi pesan yang sampai kepada masyarakat. Teori McLuhan kemudian diturunkan dan dielaborasi dalam kerangka pemikiran Roger Fidler tentang mediamorfosis, lalu menempatkan jejak inovasi Kompas dalam “the family tree of communication” se bagai sebuah proses, sekaligus merupakan suatu upaya mediamorfosis. Mediamorfosis selanjutnya dilihat sebagai konsekuensi dari globalisasi media, sepadan dengan pemikiran McLuhan tentang global village yang memungkinkan media asing dan modal asing masuk ke Indonesia. Globalisasi media ini adalah faktor luar yang memicu Kompas bermorfosis agar dapat bertahan, bahkan bertekad untuk mengembangkan sayap bisnis hingga menjadi perusahaan terbesar, terbaik, terpadu, dan tersebar di Asia Tenggara melalui usa-
4/18/2013 8:29:23 PM
6
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
ha berbasis pengetahuan sebagaimana dicanangkan dalam visi dan misinya. Kompas sadar betul bahwa media adalah alat komunikasi untuk menyampaikan pesan dan atau informasi secara massal (Laswell, 1902-1978). Terutama sejak mesin cetak ditemukan Gutenberg (1450) upaya menyampaikan pesan dan atau informasi secara massal tersebut berkembang pesat. Jika sebelumnya teknologi hanya dapat menggandakan atau menduplikasikan beberapa kopi, sejak mesin cetak ditemukan, terjadi mediamorfosis. Sebelumnya, orang menyampaikan pesan dan atau informasi melalui media batu, daun lontar, pilar, dan vellum (kulit binatang); sejak mesin cetak ditemukan, media tersebut perlahan-lahan ditinggalkan, namun juga terus-menerus beradaptasi. Penting diberikan catatan bahwa dalam media selalu terdapat dua unsur penting, yakni pesan atau informasi (content) dan alat penyampaiannya yang disebut media. Pada saat mesin cetak ditemukan, mesin cetak ini dapat menggandakan sejumlah besar kopi dari content yang sama sehingga dapat menyampaikan pesan dan atau informasi yang sama dalam waktu yang bersamaan. Media tidaklah hidup sendirian, media berkonvergensi dengan media lain, masing-masing dengan domain-nya (Fidler, 1997: 45). Sebagai contoh, media cetak media cetak hidup dan tumbuh bersama dengan media elektronika. Sesuai dengan teori Uses and Gratification (Blumer dan Katz, 1974), sesungguhnya setiap media dapat bertahan hidup karena mempunyai kelebih an dan keterbatasan masing-masing. Masalahnya, bagaimana pengelola media dapat menangkap peluang dari perubahan yang terjadi? Dengan kata lain, bagaimana mediamorfosis disikapi secara kreatif, dengan mengubah tantangan menjadi peluang?
01-Media Morfosis.indd 6
Volume 1, 2013
Teori Uses and Gratification mengingat kan bahwa kematian media hanyalah per soalan waktu apabila pengelolanya tidak dapat mengubah tantangan menjadi pe luang dan media tersebut tidak memerhatikan apa yang dibutuhkan khalayak serta tidak dapat memuaskan mereka (Tjipta Lesmana, 2010). Oleh karena itu, mediamorfosis sebagai keniscayaan bukanlah sesuatu yang harus dirisaukan, yang pen ting bagaimana kita menyikapinya. Sikap yang terbaik dan terbijak ialah koeksistensi dan koevolusi dengan mediamorfosis. Mediamorfosis adalah evolusi yang terjadi secara gradual seiring dengan dinamika dan perkembangan masyarakat. Seperti dicatat Fidler (loc.cit.), sesungguhnya setiap media memunyai keterbatasan dan kelebihannya masing-masing. Dinamika dan perkembangan masyarakat ini kemudian membentuk media literacy sebab, “Media literacy is a set of perspectives that we actively use to expose ourselves to the media to interpret the meaning of the message we encounter” (James Potter, 2008: 19). Tidak saling mematikan (kanibalisme), akan tetapi memang ada kecenderungan di dalam proses mediamorfosis tersebut satu medium “memangsa” medium yang lain baik ditinjau dari sisi pasar maupun belanja iklan. Kecenderungan seperti itu terjadi di Indonesia terutama sejak pengunjung tahun 1997, ketika masyarakat Indonesia mulai melek media elektronika. Hal ini dipicu oleh perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat cepat dan massif sehingga mengubah pula tatanan, struktur, dan kehidupan masyarakat dunia, khususnya komunitas telematika. Koeksistensi dan koevolusi dengan perkembangan komunitas telematika, publik internet yang di Indonesia populer de ngan nama warung Internet (warnet) atau cyber café sangatlah strategis dan berpe ranan besar dalam proses mediamorfosis.
4/18/2013 8:29:23 PM
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
Survei menunjukkan bahwa lebih dari 42% pengakes Internet di Indonesia melakukan komunikasi via cyber café sehingga komunikasi lewat jaringan ini tidak lagi dibatasi oleh waktu, ruang, dan tempat (Rudy Rusdiah, 2004:3). Mencermati, sekaligus merespons perubahan tersebut, media konvensional mulai berbenah diri. Hal ini sesuai dengan adagium Heracleitos yang mengatakan bahwa perubahan tidak dapat dibandung dan terus-menerus terjadi, siapa yang tidak dapat menyiasati perubahan, akan digilas oleh perubahan itu sendiri. Karena itu, media massa konvensional seperti Kompas (print media) pada 1995 mulai menghadirkan koran cetaknya ke jaringan global lewat Kompas Online (Ninok Leksono, 2007: 266). Menyadari bahwa dunia tengah ber ubah dan bergerak ke komunikasi via cyber, Kompas kemudian mendirikan Kompas Cyber Media (KCM) pada 6 Agustus 1998 yang memungkinkan Kompas untuk mengeksploitasi teknologi Internet. Selain memuat isi atau content Kompas edisi cetak, KCM juga memuat berita-berita lain yang sudah di-up date. Apa yang dilakukan Kompas jika diperhatikan dengan saksama sesuai dengan apa yang diyakini oleh Sola Pool bahwa jika mau tetap eksis dan berkembang, maka media konvensional seperti Kompas edisi cetak haruslah mengajak orang untuk membayangkan masa depan. Yakni meng arah ke sistem besar World Wide Web tempat “semua konten disimpan secara digital, disampaikan melalui jaringan, dan diakses melalui alat elektronik (Leksono, op.cit, hlm. 279). Dalam proses mediamorfosis ini, Kompas sekaligus menerapkan konvergensi media seperti dilukiskan oleh Sola Pool. Dalam buku Technologies of Freedom (1983), Pool secara tepat dan cermat meletakkan konsep dasar konvergensi.
01-Media Morfosis.indd 7
R. MASRI SAREB PUTRA
7
A process called “convergence of models” is bluring the lines between media, even between point-to-point communications, such as the post, telephone dan telegraph, and mass communications, such as press, radio, dan television. A Single physical means –be it wires, cables or airwaves—may carry services that in the past were provided in separate ways. Conversely, a services that was provided in the past by any one medium—be it broadcasting, the press, or telephony—can now be provided in several different physical ways. So one-to-one relationship that used to exist between a medium and it use is eroding (Pool, op.cit., hlm. 23).
Untuk saat ini, Kompas edisi kovensional dan Kompas.com (Kompas Online) saling melengkapi, bukan saling membunuh. Di sini kita melihat bahwa mediamorfosis di satu pihak adalah ancaman, tetapi di pihak lain sekaligus peluang. Untuk itu, ke depan Kompas menuju ke konvergensi dan multimedia (Leksono, op.cit., hlm, 277-282). Konvergensi media dalam konteks mediamorfosis melibatkan teknologi, komunikasi, dan masyarakat. Ketiganya koevolusi dan koeksistensi yang dihubungkan oleh jaringan Internet sebagai “pembaharu” media. Oleh karena itu, Internet tidak dapat hanya dilihat dari sudut arsitektural atau alatnya saja tanpa melihat fungsinya sebagai sistem informasi global (Robert E. Kahn dan Vinton G. Cerf (1974, Douglas E. Comer (2007). Comer melihat tigas aspek Internet sebagai berikut. First, the Internet provides digital communication service. It allows one to transfer a set of numbers from one computer to another. Numbers stored in a computer can be used to encode almost any information including the letters in a document, sounds, or pictures. Second, like telegraph, at the lowest level the Internet encodes all data using two values. The Internet uses zero and one, the two binary digits. Third, the Internet hides the details of data encoding from the user (Douglas E. Comer, 36-37).
4/18/2013 8:29:23 PM
8
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
Internet menggunakan teknologi digital menjadi alat yang fleksibel untuk menampung dan meneruskan segala macam informasi; jaringannya luas, dan dapat diakses banyak orang secara bersama-sama (Douglas E. Comer, 2007: 21). Jaringan ini memungkinkan manusia saling berkomunikasi, berinteraksi, berbagi, dan memanipulasi informasi untuk berbagai kepen tingan. Internet mengubah ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Perkembangan teknologi komunikasi telah menciptakan lingkungan global yang membuat penghuninya menjadi lebih dekat satu sama lain. Selama revolusi industri, manusia mengusahakan mesin untuk memperbesar
Volume 1, 2013
kekuatan otot hewan dan manusia. Dalam era informasi, orang berusaha memper besar kekuatan otak dengan menempat kan kekuatan teknologi informasi secara global. Menurut Shirley Biagi (2010), kini kedudukan Internet semakin penting. Di Amerika, Internet telah menggeser media siar. “…the Internet began to replace broadcast news because it is more immediate” (Biagi, hlm. 257). Tidak pelak lagi bahwa Internet telah menjadi teknologi komunikasi dan komputasi yang mengintegrasikan karena menyediakan konektivitas instan dan layanan informasi global untuk semua pengguna dengan biaya yang relatif rendah.
Sebagaimana diketahui bahwa jaringan l .gov = institusi pemerintah internet dibagi ke dalam beberapa domain l .mil = organisasi militer yang menurut standar IPv4 (Internet Proto- l .net = penyedia akses jaringan col version 4) diidentifikasi melalui nomor l .org = organisasi non-profit Adapun domain dibagi berdasarkan IP 32 bit atau 4 angka biner yang dipisahkan dengan titik, sebagai contoh 192.168.10.25. negara, misalnya: l .au = Australia Tipe domain standar, antara lain: l .ca = Kanada l .com = organisasi komersial l .id = Indonesia l .edu = institusi pendidikan di Amerika l .jp = Jepang l .ac = institusi akademik
01-Media Morfosis.indd 8
4/18/2013 8:29:24 PM
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
l l l
.my = Malaysia .sw = Swedia .th = Thailand
Internet koeksistensi dan kooevolusi dengan media baru. Munculnya istilah “media baru” untuk membedakannya dengan media konvensional yang monolog. Media baru adalah media digital yang mengandalkan sumber daya listrik seperti ditegaskan Geoffrey Batchen dalam Wendy Hui Kyong Chun & Thomas Keenan (2006) bahwa “electricity made visible”. Tentang komputerisasi sebagai artefak sekaligus jaringan Internet serta hubung annya dengan the new media, Batchen selanjutnya mencatat. Although new media depended heavily on computerization, new media was not simply “digital media”: that is, it was not digitized forms of other media (photography, video, text), but rather an interactive medium or form distribution as independent as the information it relayed” (Geoffrey Batchen dalam Wendy Hui Kyong Chun & Thomas Keenan, 2006: 27).
Dengan demikian, perlu untuk membedakan antara the new media sebagai medium interaktif dan media yang sifatnya massa ditinjau dari sisi distribusi, ekshibisi, dan bagaimana informasinya disampaikan. Untuk itu, kita perlu mengacu kepada apa yang oleh Lev Manovich disebut sebagai “The Language of New Media (Lev Manovich, 2001). Menurut Manovich, terdapat lima prinsip “how media became new” yakni: 1) numerical presentation, 2) modularity, 3) automation, 4) variability, dan 5) transcoding (Manovich, 2001: 18-61). Kelima ciri yang disebutkan di atas yang membedakan antara media lama dan media baru. Akan tetapi, “many new media objects are converted from various forms of old media…. Converting continuous data into a numerical representation is called digitalization” (Manovich, hlm. 28).
01-Media Morfosis.indd 9
R. MASRI SAREB PUTRA
9
Mengikuti ciri di atas, selanjutnya Manovich menyebutkan bahwa yang termasuk media baru adalah media digital, seperti Internet, Web sites, computer multimedia, computer games, CD-Roms dan DVD, dan virtual reality yang menggunakan kompu ter untuk distribusi dan ekshibisinya daripada untuk produksinya. Adapun media lama adalah media analog pada umumnya, termasuk fotografi dan patung. Akan tetapi, jika media lama ini “Converting continuous data into a numerical representation” sebagaimana ditegaskan Manovich, media lama ini mengalami proses digitalisasi dan menjadi media baru. Sebagai contoh, koran edisi cetak yang merupakan media lama (analog) setelah mengalami proses digitalisasi dan datanya di-convert ke dalam representasi numerikal menjadi e-paper. E-paper kemudian didistribusi dan diekshibisi menggunakan komputer, sehingga menjadi new media. Di mana letak korelasi antara Internet dan media baru? Di dalam distribusi dan ekshibisinya, media baru sangat tergantung dan mengandalkan Internet. Boleh dikatakan bahwa keduanya saling membutuhkan dan melengkapi. Internet bukan saja berfungsi sebagai medium (penyalur) informasi atau pesan media baru, tapi juga menjadi media komunikasi. “The Internet has arrived, the world has changed,” tegas Douglas E. Comer (2007, hlm. 1). Sedemikian berubahnya dunia sehingga seorang siswa SD di Chicago, Illionis menggunakan jaringan komputer untuk membaca artikel surat kabar New York Times. Di Amerika, semakin banyak orang beralih mencari informasi dan berkomunikasi lewat Internet daripada lewat media siar (Biagi, loc. cit.). Di Indonesia, generasi muda juga sudah mulai terbiasa menggunakan Internet untuk memenuhi kebutuhan dan keingin antahuan mereka akan suatu informasi. Kecenderungan itu sesuai dengan tesis
4/18/2013 8:29:24 PM
10
Media Morfosis: Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-paper dan Online
Volume 1, 2013
bahwa media koevolusi dan koeksistensi Comer, Douglas E. (2007). The Internet Book. dengan masyarakat. New York: Pearson. Chun, Wendy Hui Kyong & Thomas Kee nan. Eds. (2006). New Media, Old Media: Penutup A History and Theory Reader. New York: Routledge. Internet dan media baru koevolusi dan koeksistensi dengan manusia zaman- Fidler, Roger. (1997). Mediamorphosis: Undestanding New Media. California: Pine nya. Di Indonesia, Internet merasuki dan Forge Press. mengubah gaya hidup dan budaya manusia, terutama di kota-kota besar. Orang Jenkins, Henry. (2006). Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New berbelanja melalui Internet. Orang juga York: New York University Press. berkomunikasi dengan keluarga teman, dan rekan bisnis melalui Internet. Orang Jackson, John. Tanpa tahun penerbitan. “The Origin of the Internet and Hyperingin mendapat informasi juga melalui Intext” dalam http://www.htmlgoodies.com/ ternet. beyond/reference/article.php/3639741/TheMedia baru bukan hanya memudahOrigin-of-the-Internet-and-Hypertext. kan orang mengakses segala informasi, htm, diunduh 4 Februari 2011 pukul melainkan juga media baru mem-push se14.58. gala informasi apa saja, diminta maupun Leksono, Ninok. (2007). “Surat Kabar di tidak diminta, dibutuhkan maupun tidak Tengah Era Baru Media & Jurnalistik” dibutuhkan. dalam Kompas, menulis dari Dalam. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Lesmana, Tjipta. (2010). Perkuliahan “Teori Daftar Pustaka Komunikasi”, Program Magister Ilmu Biagi, Shirley. (2010). Media/Impact. An InKomunikasi, Universitas Pelita Harapan. troduction to Mass Media. Boston: Wad- Pool, Ithiel de Sola. (1983). Technologies of sworth. Freedom. Cambridge, Mass.: Harvard Blumler J.G. & Katz, E. (1974). The Uses of University Press. mass communications: Current Perspec- Potter, W. James. (2008). Media Literacy. Caltives on Gratifications Research, Volume ifornia: Sage. Prent, K. dkk. (1969). Kamus Latin-Indonesia. 1974, Part 1. Beverly Hills, CA: Sage. Ende-Jogjakarta: Nusa Indah-Kanisius. Cerf, V. G. & Kahn, R. E. (1974). “A Protocol for Packet Network Intercommunica- Rusdiah, Rudy. (2004). Multipurpose Community Internet Center: Prospek Warnet tion,” IEEE Transactions on CommunicaMasa Depan. Jakarta: PT Grasindo. tion, Vol. COM-22, No. 5, hlm. 637-648. (artikel bisa diakses di http://ece.ut.ac. Stoltz, Paul. (1997). Adversity Quotient: Turning Osbtacles into Opportunities. ir/Classpages/F86/ECE571/Papers/ New York: John Wiley & Sons, Inc. CK74.pdf)
01-Media Morfosis.indd 10
4/18/2013 8:29:24 PM