Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Mangrove Oleh Burung Di Wonorejo, Surabaya Febri Eka Pradana*, Indah Trisnawati D.T 1, Aunurohim1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Gedung H Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung di Wonorejo, Surabaya. Pengambilan data dilakukan pada pagi dan sore hari dengan metode point count pada 3 zonasi hutan mangrove yaitu Sonneratia caseolaris, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Analisa data menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan metode ordinasi dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis) untuk melihat persebaran burung tiap strata vertikal dengan menggunakan program CANOCO for windows 4.5. Terdapat 10 jenis burung yang ditemukan pada zonasi Sonneratia caseolaris. Sedangkan pada zonasi Avicennia alba dan Rhizophora mucronata ditemukan masing – masing 5 jenis burung. Pada zonasi Sonneratia caseolaris, strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata II dan III. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Zosterops palpebrosus (Kacamata biasa) pada strata III. Pada zonasi Avicennia alba strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata IV, dan burung yang paling banyak ditemui adalah Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. Pada zonasi Rhizophora mucronata strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata III, dan burung yang paling banyak ditemui juga Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. Strata vertikal mangrove yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung untuk beraktifitas adalah strata III dan IV (middle canopy). Kata Kunci : Burung, mangrove , strata vertikal, Wonorejo Abstract This research was conducted to find out the utilization of mangrove vegetation vertical strata by bird in Wonorejo, Surabaya. Data retrieval are performed on the morning and afternoon with point count method at 3 mangroves zones i.e. Sonneratia caseolaris, Avicennia alba and Rhizophora mucronata. Over all data were analyzesd using descriptive quantitative and ordinating method using PCA (Principal Component Analysis) to see the spread of birds each vertical strata using program CANOCO for windows 4.5. There are 10 species of birds found in Sonneratia caseolaris zone. While Avicennia alba and Rhizophora mucronata zone found each 5 species of birds. In Sonneratia caseolaris zone, strata that most widely exploited by birds are strata II and III. While most bird found is Zosterops palpebrosus (Kacamata biasa) in the strata III. In Avicennia alba zone, strata that most widely exploited by birds is strata IV, and most bird found is Rhipidura javanica (Kipasan belang) in the strata III. In Rhizophora mucronata zone, strata that most widely exploited by birds is strata III, and most birds found in is Rhipidura javanica (Kipasan belang) in the strata III. Vertical strata mangrove most utilized by the birds to activity are strata III and IV (middle canopy). Key words : Vertical Strata, Mangrove, Bird, Wonorejo *Coresponding Author Phone: 085645812266 1 Alamat Sekarang : Jurusan Biologi FMIPA ITS
1. Pendahuluan Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat-syarat tertentu dalam kehidupannya, antara lain ialah kondisi habitat yang cocok dan aman dari segala macam gangguan. Burung merupakan satwa liar pengguna ruang yang cukup baik yang terlihat dari penyebarannya baik secara horizontal maupun vertikal (Wisnubudi,2009). Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Pada tahun 1982 luasnya sekitar 4,25 juta hektar, sedangkan pada tahun 1993 mengalami penurunan yaitu menjadi 3,7 juta hektar (Setyawan dkk, 2008). Pada tahun 2005 luasannya sekitar 3,06 juta hektar yaitu sekitar 19% dari luas mangrove di dunia (FAO, 2007). Sebanyak 189 jenis tumbuhan telah diketahui hidup di kawasan mangrove Indonesia disamping itu lebih dari 170 jenis burung juga diketahui hidup di kawasan ini, termasuk beberapa jenis yang terancam punah (Noor dkk, 1999)
Mangrove merupakan formasi tumbuhan yang terdapat di sepanjang daerah pantai maupun daerah muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem hutan mangrove tumbuh di pantai atau di pantai yang berair tenang. Mangrove mempunyai vegetasi yang khas dengan flora yang umumnya berhabitus semak hingga pohon besar dan tingginya bisa mencapai 50-60 meter serta hanya mempunyai satu stratum tajuk. Pada umumnya mangrove terdapat di daerah yang tropis yang memiliki pantai terlindung di muara sungai dan goba (lagoon), dimana air laut dapat masuk, di sepanjang lapisan pantai berpasir atau berbatu maupun berkarang yang telah tertutup oleh lapisan pasir dan lumpur (Istomo, 1992). Mangrove berperan penting sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak atau sekedar beristirahat untuk burung. Bagi beberapa jenis burung, seperti cangak (Famili Ardeidae), bangau (Famili Ciconiidae) atau pecuk (Famili Phalacrocoracidae), habitat mangrove
menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang, terutama karena tersedianya makanan dan bahan pembuat sarang. Bagi jenis-jenis burung pemakan ikan, seperti kelompok burung kuntul (Egretta spp.), mangrove menyediakan tempat bertengger serta sumber makanan yang berlimpah. Untuk kelompok jenis burung pantai migran (khususnya Famili Charadriidae dan Scolopacidae), hamparan lumpur merupakan habitat yang sangat sesuai untuk mencari mangsa (Noor dkk. 1999). Menurut Hughes et al (2002), strata vertikal suatu vegetasi dibagi atas emergent (>25m), canopy (>10m), middle (antara shrub dan canopy), shrub (< 2m) dan ground (permukaan tanah). Berdasarkan strata pemanfaatan vegetasi maupun penyebaran secara horizontal pada berbagai tipe habitat, terdapat kaitan antara burung dengan pola adaptasinya misalnya dalam mencari makanan. Penyebaran burung secara horizontal erat kaitannya antara burung dengan lingkungannya terutama pola adaptasi dan strategi untuk memperoleh sumber pakan. Penyebaran burung secara vertikal lebih digunakan untuk mengetahui komposisi berbagai burung dalam memanfaatkan suatu pohon secara utuh. Kawasan Wonorejo merupakan daerah di pantai timur Surabaya yang merupakan area dengan vegetasi mangrove. Wonorejo sekarang juga digunakan sebagai kawasan ekowisata oleh pemerintah kota Surabaya yang diprakarsai oleh camat rungkut, lurah wonorejo beserta FKPM Nirwana Eksekutif serta disahkan dengan Keputusan Lurah Wonorejo nomor : 556/157/436.11.15.5/2009 tanggal 1 Juli 2009, dan dikukuhkan oleh walikota Surabaya pada tanggal 9 Agustus 2009. Penanaman mangrove sering sekali dilakukan di daerah ini (Anonim,2009). Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagaimana jenis – jenis burung dalam memanfaatkan vegetasi mangrove tertentu sebagai sumber
dayanya. Terlebih belum banyak informasi mengenai pemanfaatan vegetasi secara vertikal oleh burung di kawasan mangrove. 2. Metodologi Penelitian dilakukan pada bulan Januari–Februari 2012 dengan durasi pengambilan data yakni pada pagi hari (06.00– 09.00 WIB) dan sore hari (15.00 – 18.00 WIB) pada setiap harinya (Sajati, 2008). Lokasi penelitian adalah pada kawasan vegetasi mangrove Wonorejo, Surabaya pada zonasi Sonneratia caseolaris, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Lokasi 1. Didominasi S. caseolaris
Skala 0m
Lokasi 3.Didominasi R. mucronata
Lokasi 2. Didominasi A. alba
500m
Gambar 1. Lokasi penelitian ( lokasi 1,2 dan 3) di Wonorejo yang mengacu pada dominasi jenis tumbuhan mangrove tertentu ( modifikasi dari www.googleearth.com)
A. Alat, Bahan dan Cara Kerja Pengambilan data burung dilakukan dengan metode titik hitung (point count) dengan jarak tiap titik >200m (Bibby, 1992). Radius pengamatan yang diambil adalah 7 m disesuaikan dengan ketebalan mangrove yang mendominasi (zonasi). Untuk mengetahui pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung maka dilakukan pengamatan aktivitas dan perilaku burung pada lokasi pengamatan yang telah ditentukan. Burung yang ditemukan pada tahap pengambilan data burung, dicatat dan dihitung jumlah individu serta perilakunya antara lain perilaku makan, bersarang, bergerak dan bertengger pada jenis mangrove serta kriteria strata mangrove burung tersebut ditemukan. Penentuan kriteria strata mangrove ditentukan berdasarkan modifikasi dari (English et al, 1997) sebagai berikut :
Tabel 1. Kriteria ketinggian strata mangrove Kriteria
Ketinggian
Kategori
Strata I
0–1m
Sedling
Strata II
1–2m
Sapling
Strata III
2–3m
Sapling
Strata IV
3–4m
Sapling
Strata V
Lebih dari 4 m
Tree
B. Analisa Data Data yang didapat dianalisa secara deskriptif kuantitatif dengan menjabarkan analisa daftar jenis dan jumlah burung pada setiap kriteria strata vertikal mangrove. Hasil yang didapat kemudian dihubungkan antara perilaku burung dengan vegetasi pada setiap strata vertikal jenis mangrove yang telah ditentukan yaitu Sonneratia caseolaris, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata untuk mengetahui pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung. Selain itu, analisa data yang dilakukan adalah dengan analisa ordinasi/ Metode ordinasi dilakukan dengan menggunakan DCA (Detrended Correspondence Analysis) menggunakan program CANOCO for Windows 4.5. Data tabel dari Microsoft Excel, kemudian di export kedalam Format Canoco melalui WCanoImp. Setelah membuka program Canoco for windows 4.5 dan data dapat diordinasikan, akan diketahui Lenght of Gradient sebagai suatu nilai untuk memodelkan data dan Eigenvalues dari data tersebut. Nilai ini akan menentukan pilihan untuk ordinasi data selanjutnya baik melalui Metode linier (PCA, Principal Component Analysis atau RDA, Redundancy Analysis) ataupun dengan Metode unimodal (CA. Correspondence Analysis. DCA, Detrended Correspondence Analysis, atau dengan CCA, Canonical Correspondence Analysis). Ketika Lenght of Gradient < 3 maka digunakan metode Linier dan ketika Length of Gradient > 4 maka digunakan metode Unimodal. Jika Length of Gradient antara 3-4 maka lebih baik menggunakan metode linier. Setelah Running melalui CANOCO akan didapatkan suatu
grafik kesimpulan melalui CanoDraw (Leps, 1953). 3. Hasil dan Pembahasan A. Habitus dan Srata Vertikal Data yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki bias yang cukup besar dikarenakan pengambilan data burung pada strata vertikal mangrove didasarkan pada habitus tumbuhan yaitu semai, pancang dan pohon. Pengambilan data burung tidak boleh digabungkan antara habitus dan strata vertikal. Seharusnya, pengambilan data burung pada strata vertikal mangrove ini didasarkan pada satu individu dan satu pohon saja (single tree). Misalnya pada Sonneratia caseolaris, habitus sapling (pancang) yang secara ketinggian dimasukkan ke dalam strata III (1-3 m), hal ini juga berbeda dengan strata III secara vertikal dari satu pohon Sonneratia caseolaris. Pada habitus pancang secara fenologi biasanya belum berbunga maupun berbuah. Sedangkan strata III dari suatu pohon Sonneratia caseolaris sudah memiliki bunga dan buah walaupun antara habitus sapling dan strata III secara vertikal memiliki kategori ketinggian yang sama. Selain itu, penutupan (coverage) nya pun berbeda (Gambar 1). Sehingga, dalam penelitian ini tidak semua data dapat dijadikan acuan untuk membantu referensi penelitian lain. Tetapi data – data seperti jenis burung pada setiap jenis mangrove serta bioekologi jenis – jenis burung pada kawasan vegetasi mangrove dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian yang lain.
Correspondence Analysis) dengan program CANOCO for Windows 4.5 . Nilai Length of gradient- nya adalah 2,450 (pengamatan pagi) dan 2,100 (Pengamatan sore). Sehingga, untuk mengilustrasikan persebaran burung pada Sonneratia caseolaris selanjutnya digunakan metode Linier yaitu PCA (Principal Component Analysis) (Leps, 1953).
(A)
(B) Gambar 3. Diagram ordinasi persebaran burung pada Sonneratia caseolaris menggunakan PCA (Principal Component Analysis) pada pengamatan pagi (A) dan sore (B) hari
(a) Seedling
(b) Sapling
(c) Tree
Gambar. 2. Ilustrasi perbandingan perbedaan habitus Sonneratia caseolaris
B. Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Sonneratia caseolaris oleh Burung Analisis yang digunakan dalam pembuatan diagram ordinasi terlebih dahulu menggunakan DCA (Detrended
Keterangan : 1 : Strata I ; 2 : Strata II ; 3 : Strata III ; 4 : Strata IV ; 5 : Strata V OR : Orthotomus ruficeps, PG : Pycnonotus goiavier, DT : Dicaeum trochileum, AT : Aegithina thipia, PI : Prinia inornata, ZP : Zosterops palpebrosusus, GS :Gerygone sulphurea, CJ:Cinnyris jugularis, RJ: Rhipidura javanica, AS: Acrocephalus stentoreus
Apabila dilihat secara keseluruhan, berdasarkan gambar 4, semua strata dari
Sonneratia caseolaris dimanfaatkan sepenuhnya untuk berperilaku oleh burung pada pagi hari. Sedangkan pada sore hari, hanya strata II, II dan IV yang dimanfaatkan oleh burung. Perilaku yang teramatipun merupakan semua perilaku menjadi parameter pengamatan antara lain bergerak, bertengger, makan dan bersarang. (a) (b) (c) (d (e) (f) (g) (h) (i) (j)
(a) (c) (d) (f) (j)
Gambar. 4. Ilustrasi persebaran burung tiap strata vertikal Sonneratia caseolaris pada pengamatan pagi (atas) dan sore (bawah) hari. (a) Gerygone sulphurea, (b) Pycnonotus goiavier (c) Rhipidura javanica, (d) Prinia inornata, (e) Acrocephalus strentoreus, (f) Aegithina thipia. (g) Orthotomus ruficeps, (h) Dicaeum trochileum, (i) Cinnyris jugularis, (j) Zozterops palpebrosus
Perbedaan yang terjadi adalah dari segi keanekaragaman jenis, kelimpahan serta perilaku antara pengamatan pagi dan sore hari. Pada pagi hari keanekaragaman jenis dan kelimpahannya cenderung lebih tinggi dari pada sore hari. Pada pagi haripun perilaku burung juga lebih variatif. Hal ini mungkin dipengaruhi cuaca pada saat pengambilan data.
Pada bulan Januari – Februari masih merupakan musim penghujan. Pada saat pengamatan pada pagi hari cuaca cerah dan sore hari cenderung selalu berawan, berangin bahkan gerimis ataupun hujan. Sehingga mempengaruhi aktifitas burung. Secara umum perilaku burung dipengaruhi cuaca. Contohnya adalah pada burung – burung passerine atau burung dari ordo Passeriformes, dengan jumlah separuh dari seluruh spesies burung yang ada di dunia atau yang sering disebut burung berkicau (Hayes, 2004). Secara umum, faktor yang mempengaruhi preferensi strata oleh burung adalah sumber (resource) baik makanan maupun ruang serta karakteristik biologi (bioekologi) burung itu sendiri. Pada Sonneratia caseolaris terdapat bunga dan buah yang dapat mengundang burung – burung frugivora dan insectivora untuk datang mengunjunginya. Karena selain pemakan buah, banyak serangga yang akan mengunjungi bunga dan buah pohon tersebut. Selain itu karakteristik burung seperti Orthotomus ruficeps yang kebiasaanya berada pada lantai hutan atau puncak kanopi (MacKinnon et al, 1993) juga menentukan preferensi burung tersebut untuk memanfaatkan strata Sonneratia caseolaris yang ditemukan hanya pada strata I. Begitu pula dengan kebiasaan burung – burung yang lainnya C. Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Avicennia alba oleh Burung Analisis yang digunakan dalam pembuatan diagram ordinasi terlebih dahulu menggunakan DCA (Detrended Correspondence Analysis) dengan program CANOCO for Windows 4.5 . Nilai Length of gradient- nya adalah 2,450 (pengamatan pagi) dan 2,100 (Pengamatan sore). Sehingga, untuk mengilustrasikan persebaran burung pada Sonneratia caseolaris selanjutnya digunakan metode Linier yaitu PCA (Principal Component Analysis) (Leps, 1953).
(A)
frugivora untuk singgah di tempat ini. Dari segi keanekaragaman jenis dan kelimpahan jenis, hanya terdapat 5 spesies pada mangrove ini. Sangat berbeda dengan keanekaragaman jenis dan kelimpahan yang tercatat pada burung – burung di Sonneratia caseolaris, yaitu terdapat 10 spesies yang ditemukan di sana. Menurut (Partasasmita, 1998) kepadatan dan keanekaragaman burung lebih dipengaruhi oleh penyebaran dan ketersedian pohon pakan. Meskipun kerapatan jenis tumbuhan tinggi belum tentu memiliki kepadatan dan keanekaragaman jenis burung yang tinggi apabila ketersediaan sumber pakan cukup rendah. Potensi tumbuhan, seperti ketersediaan pakan dan pohon untuk sarang di habitat yang ditempatinya sangat berkaitan dengan kemampuan burung untuk berkembangbiak. Suatu jenis burung dapat melimpah pada suatu habitat tertentu karena bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu (Ewu-sie,1990; Wiens,1992; dan Hadiprayitno, 1999). (a) (b)
(B) Gambar 5. Diagram ordinasi persebaran burung pada Avicennia alba menggunakan PCA (Principal Component Analysis) pada pengamatan pagi (A) dan sore (B) hari
(c) (d) (e)
Keterangan : 1 : Strata I ; 2 : Strata II ; 3 : Strata III ; 4 : Strata IV ; 5 : Strata V OR : Orthotomus ruficeps, AT : Aegithina thipia, GS :Gerygone sulphurea, RJ: Rhipidura javanica, HC: Halcyon chloris (a) Berdasarkan gambar 6, pada pagi hari semua strata dimanfaatkan oleh burung. Tetapi (b) pada sore hari, hanya strata I saja yang tidak (d) dimanfaatkan oleh burung. Secara umum semua strata Avicennia alba dimanfaatkan oleh burung untuk bergerak, bertengger dan bersarang dan didominasi oleh kipasan belang (Rhipidura javanica) serta remetuk (Gerygone sulphurea). Tidak ada aktifitas makan pada pengamatan di lokasi ini. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan ketika pengambilan data, Avicennia alba belum berbunga dan berbuah. Gambar. 6. Ilustrasi persebaran burung tiap strata vertikal Sehingga tidak mengundang burung – burung Avicennia alba pada pengamatan pagi (atas) dan sore (bawah)
hari. (a) Gerygone sulphurea, (b) Rhipidura javanica, (c) Halcyon chloris, (d) Aegithina thipia, (e) Orthotomus ruficeps
D. Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Rhizophora mucronata oleh Burung Analisis yang digunakan dalam pembuatan diagram ordinasi terlebih dahulu menggunakan DCA (Detrended Correspondence Analysis) dengan program CANOCO for Windows 4.5. Nilai Length of gradient- nya adalah 2,409 (pengamatan pagi) dan 1,039 (Pengamatan sore). Sehingga, untuk mengilustrasikan persebaran burung pada Sonneratia caseolaris selanjutnya digunakan metode Linier yaitu PCA (Principal Component Analysis) (Leps, 1953).
Secara umum, keanekaragaman jenis dan kelimpahan burung di lokasi Rhizophora mucronata ini merupakan jumlah yang paling sedikit di antara lokasi yang lainnya. Sedangkan dari perilaku hanya tercatat perilaku bergerak dan bertengger saja. Berdasarkan gambar 8, pada pagi hari semua strata dimanfaatkan kecuali strata V oleh 5 jenis burung. Sedangkan sore hari hanya strata I, II dan III yang dimanfaatkan oleh 3 jenis burung. (a) (b (c) (d) (e)
(a) (b)
(A)
(c) (d)
(B) Gambar 7. Diagram ordinasi persebaran burung pada Rhizophora mucronata menggunakan PCA (Principal Component Analysis) pada pengamatan pagi (kiri) dan sore (kanan) hari Keterangan : 1 : Strata I ; 2 : Strata II ; 3 : Strata III ; 4 : Strata IV ; 5 : Strata VBS : Butorides striata, RJ: Rhipidura javanica, GS :Gerygone sulphurea , PI : Prinia inornata LN: Lalage nigra
Gambar. 8. Ilustrasi persebaran burung tiap strata vertikal Rhizophora mucronata pada pengamatan pagi (atas) dan sore (bawah) hari. (a) Gerygone sulphurea, (b) Lalage nigra, (c) Rhipidura javanica, (d) Butorides striata, (e) Prinia inornata
Faktor – faktor yang mempengaruhi preferensi strata oleh burung adalah sumber (resource) baik makanan maupun ruang serta karakteristik biologi (bioekologi) burung itu. Apabila dibandingkan dengan Sonneratia caseolaris, Rhizophora mucronata memiliki buah berupa propagul berbentuk memanjang
silindris (50-70 cm) bertipe vivipar (Kitamura et al, 1997). Sehingga intinya buah Rhizophora mucronata adalah calon individu baru yang menempel pada pohon yang tidak bisa dimakan oleh burung. Selain itu, pada saat pengambilan data Rhizophora mucronata juga tidak sedang berbunga, sehingga kemungkinan kurang mengundang burung pemakan nektar. Dari segi bioekologi burung, seperti pada Butorides striata yang hanya ditemukan pada strata I. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan burung tersebut dalam mencari makan. Menurut (MacKinnon et al, 1993) Butorides Striata tergolong dalam famili Ardeidae pemakan ikan ataupun vertebrata air. Sehingga dia akan bertengger pada daerah yang dekat dengan air untuk dapat mengawasi mangsanya. Oleh karena itu karakteristik burung ini membuatnya hanya ditemukan di strata I. Selain itu, burung membutuhkan ruang yang cukup untuk melakukan berbagai aktifitas. Hal itu dikarenakan burung memiliki sensor yang baik secara visual dan audio. Secara visual, burung memiliki mata yang peka terutama burung pemangsa dan beberapa burung sangat sensitif terhadap suara (Gall, 2009). Sehingga jika vegetasi terlalu rapat akan membuat pergerakan burung menjadi statis sehingga mengganggu jarak pandang burung untuk mencari makanan ataupun waspada dalam menghindari predator yang ada seperti ular (Martin, 1986). Apabila dibandingkan dengan lokasi lainnya, lokasi ini memiliki jarak antar pohon yang sangat dekat dengan yang lain (kurang lebih 1 m). Sehingga terlihat sangat tertutup dan seakan – akan vegetasinya saling bertabrakan. Selain itu, model pertumbuhan Rhizophora mucronata yang lebih menjulang ke atas berbeda dengan Sonneratia caseolaris serta Avicennia alba (Noor dkk, 1999) kurang memberi ruang gerak bagi burung – burung kecil terutama dari burung – burung passerin. Hanya burung – burung yang besar saja yang biasanya menghuni mangrove ini seperti dari family Ardeidae.. Dalam pemilihan lokasi bersarang menurut (Collias, 1984), suatu jenis burung sangat dipengaruhi oleh faktor keamanan dari predator. Dengan adanya ruang gerak yang cukup, maka burung akan memiliki pandangan (visibility) di area sekitarnya untuk mengawasi apa yang ada di area sekitarnya termasuk predator.
4. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa : a. Pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung di Wonorejo Surabaya, berdasarkan jenis dominasi mangrovenya Sonneratia caseolaris memiliki jumlah keanekaragaman burung dan individu yang paling tinggi daripada Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. b. Pada zonasi Sonneratia caseolaris, strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata II dan III. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Zosterops palpebrosus (Kacamata biasa) pada strata III. c. Pada zonasi Avicennia alba strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata IV. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. d. Pada zonasi Rhizophora mucronata strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata III. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. e. Secara umum, strata vertikal mangrove yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung untuk beraktifitas adalah strata III dan IV (middle canopy). Saran Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah : a. Dikarenakan bias yang cukup besar dalam pengambilan data burung pada strata vertikal vegetasi mangrove ini, untuk penelitian tentang strata vertikal suatu vegetasi selanjutnya disarankan menggunakan satu individu dan satu pohon saja (single tree). b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penanaman mangrove terutama di Wonorejo, Surabaya. Sehingga dalam pelestarian mangrove mempertimbangkan jenis dan tujuan penanaman tersebut. Oleh karena itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pemanfaatan mangrove jenis – jenis yang lain (mayor, minor, asosiasi) oleh burung yang tepat untuk diterapkan di Wonorejo, Surabaya sebagai bagian dari konservasi burung dan habitatnya. c. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi burung di Wonorejo, dengan memperhatikan fenologi jenis – jenis mangrove, untuk mengetahui distribusinya terutama perilaku burung dalam memanfaatkan mangrove.
5. Daftar Pusataka
Anonim. 2009. The Jewelery of Wonorejo. Diakses dari http://micwonorejo.wordpress.co m/ pada 16 Agustus 2011 pukul 18.30 wib. Bibby, Colin J and Burgess, Neil D. 1992. Bird Census Techniques. Academic Press, London. Collias, EN. dan Collias E. C. 1984. Nest Building and Bird Behaviour. Pricenton University Press, USA. English, S., Wilkinson. C. and Baker. V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources (2nd Ed). Townsville : ASEAN – Australia Marine Science Project. Australian Institute of Marine Science, Australian. Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika: Membicarakan Alam Ekologi Tropika Afrika, Asia, Pasifik, dan Dunia Baru. Institut Teknologi Bandung, Bandung. FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980– 2005. Forest Resources Assessment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Gall M. D, Juricic E.F. 2009 . Visual fields, eye movements, and scanning behavior of a sit and wait predator, the black phoebe (Sayornis nigricans). Department of Biological Sciences. Purdue University, USA. Hadiprayitno, G. 1999. Penggunaan Habitat oleh Berbagai Jenis Burung yang Berada di Kawasan Hutan Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat. Program Pascasarjana ITB. Bandung. Tidak dipublikasikan Hayes, F. E. and Sewlal, J.A.N. 2004. The Amazon River as a Dispersal Barrier to Passerine Birds: Effects Of River Width, Habitat And Taxonomy. Journal of Biogeography (J. Biogeogr.) Vol. 31 : 1809–1818.
Hughes J. B, G. Daily.C and Ehrlich P. R. 2002. Conservation of Tropical Forest Birds in Countryside Habitats. Ecology Letters Vol. 5 : 121-129. Istomo, 1992. Tinjauan Ekosistem Hutan Mangrove dan Pemenfaatan di Indonesia. Bahan Acuan Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kitamura, S. Chairil, A. Chaniago, A. Baba, S. 1997. Handbook of Mangroves in Indonesia (Bali and Lombok). ISME, Jepang. Leps, Jan. 1953. Multivariate Analysis of Ecological Data Using CANOCO. Cambridge University Press, United Kingdom. MacKinnon J., Phillips K., Balen V. B. 1993. Burung – Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam). Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Martin G.R. 1986. The Eye Of A Passeriform Bird, The European Starling (Sturnus Vulgaris): Eye Movement Amplitude, Visual Fields And Schematic Optics. J Comp Physiol A Vol. 199:545–557. Noor, Rusila., Khazali M, Suryadiputra I. N.1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WIIP, Bogor Partasasmita, R. 1998. Ekologi Makan Burung Betet, Psittacula alexandri (L.) di Kawasan Kampus IPB Darmaga. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sajati, Harry Waluyo. 2008. Perilaku Berbiak Burung Kowak Malam Abu ( Nycticorax nycticorax Linn.) di Kawasan Jalan Ganesha, Bandung. Skripsi Sarjana Biologi, Institiut Teknologi Bandung, Bandung. Setyawan, Ahmad Dwi, Winarno Kusumo, Indroworyatno, Wiryanto dan
Susilowati Ari . 2008. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah. Biodiversitas Vol. IX No. 4 : 315 – 321 Wiens, J.A. 1992. The Ecology of Bird Communities. Cambridge University Press, United Kingdom Wisnubudi, Gautama. 2009. Penggunaan Starta Vegetasi Oleh Burung di Kawasan Wisata Taman Nasional Gunung Halimun- Salak. Vis Vitalis Vol 2 No. 2 : 41 – 49
LAMPIRAN Tabel 2. Jumlah individu spesies burung yang memanfaatkan strata vertikal vegetasi Sonnerata caseolaris di Bergerak
Perilaku Bertengger Makan
Orthotomus ruficeps Rhipidura javanica
Pagi 1 5
Sore 0 3
Pagi 1 5
Sore 0 3
Pagi 0 0
Sore 0 0
Pagi 0 0
Sore 0 0
Zosterops palpebrosus Cinnyris jugularis Acrocephalus stentoreus Gerygone sulphurea Gerygone sulphurea Zosterops palpebrosus Cinnyris jugularis Prinia inornata Rhipidura javanica Gerygone sulphurea Zosterops palpebrosus Aegithina tiphia Prinia inornata Prinia inornata Dicaeum trochileum Pycnonotus goiavier
1 1 1 3 7 20 1 1 1 3 13 3 4 3 1 2
1 0 0 1 1 5 0 1 0 2 3 1 2 0 0 0
1 1 1 3 7 20 1 1 1 3 13 3 4 3 1 2
1 0 0 1 1 5 0 1 0 2 3 1 2 0 0 0
0 0 0 0 0 8 1 0 0 0 4 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Strata
Spesies
I
II
III
IV
V
Bersarang
Wonorejo, Surabaya
Tabel 3. Jumlah individu spesies burung yang memanfaatkan strata vertikal vegetasi Avicennia alba di Wonorejo, Surabaya Perilaku Strata
I II III
IV
V
Spesies Orthotomus ruficeps Rhipidura javanica Gerygone sulphurea Rhipidura javanica Gerygone sulphurea Halcyon chloris Rhipidura javanica Gerygone sulphurea Aegithina tiphia Rhipidura javanica Gerygone sulphurea
Bergerak
Bertengger
Makan
Pagi 2 1 1 5 4 2 3 4 2 2 2
Pagi 2 1 1 5 4 2 3 4 2 2 2
Pagi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sore 0 0 2 3 3 0 2 2 1 1 1
Sore 0 0 2 3 3 0 2 2 1 1 1
Bersarang Sore 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pagi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sore 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Tabel 4. Jumlah individu spesies burung yang memanfaatkan strata vertikal vegetasi Rhizophora mucronata di Wonorejo, Surabaya Strata I II
III
IV V
Spesies Butorides striata Rhipidura javanica Gerygone sulphurea Gerygone sulphurea Prinia inornata Lalage nigra Rhipidura javanica Gerygone sulphurea Lalage nigra --
Bergerak Pagi Sore 1 1 3 2 1 1 2 3 1 0 3 1 4 2 1 0 1 0 ---
Perilaku Bertengger Makan Pagi Sore Pagi Sore 1 1 0 0 3 2 0 0 1 1 0 0 2 3 0 0 1 0 0 0 3 1 0 0 4 2 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 -----
Bersarang Pagi Sore 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ---