ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
Putru Astika Carita Sebagai Sarana Mamutru Analisis Semiotik I Gusti Ayu Agung Arya Kusuma Dewi S1*, Komang Paramartha2, I Nyoman Suarka3 [123] Program Studi Sastra Jawa Kuno, Fakultas Ilmu Budaya-Unud [
[email protected]]1 [
[email protected]]2 [
[email protected]]3 * Corresponding Author
Abstrak This essay entitled “Astika Carita as the means of Mamutru semiotic analysis”. As the result from this researched which can describes about the structured and semiotic analysis which include on the Astika Carita. Putru Astika Carita analyzed by the semiotic theory. To make an easier for this analyzed used the method with some stage, which are: 1. Available data with readed the script method were readed as a heuristic and hermeneutic. 2. Data analyzed used analytic descriptive method and the data analyzed with the principal and semiotic theory as a mainbase. 3. Analyzed data results with the informal method and the inductive mindset. Astika Carita as the which apart as a prosa (gancaran), include fiction structured which include thema, figure and characterizationed, plot, setting / background and mandate. The theme in this Putru Astika Carita are “ sacrified”. The figure and characterizationed which are the first figure and the secondary figure. The setting / background whose described in the Putru Astika Carita which are the place and the condition. The plot in this scipts, divided in to five (5) staged which are : situation stage, generating cirmustances stage, rising action stage, climax stage, and denouement stage. Analyzed Astika Carita included iconic elements and the forgiuenees, indexical about the place between the heaven and the hell, and symbolizing about stri sanama. Keyword : fiction structure, iconic, symbolic, and indexical.
1.
Latar Belakang Putru Astika Carita yaitu, sebagian kecil dari kisah Adi Parwa (Parwa pertama
dari 18 Parwa) yang dipilih sebagai objek penelitian yang selanjutnya akan disingkat menjadi PAC, naskah PAC ini merupakan cetakan pertama yang dikarang oleh Sri Reshi Anandakusuma. Teks PAC ini penulis dapatkan dalam bentuk buku yang disalin dari naskah Adi Parwa yang berjudul “Putru Astika Carita”.
468
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
PAC dikenal msyarakat Bali
( khususnya Bali Selatan ), dan dipakai sebagai
pelengkap Puja Pendeta dalam pelaksanaan upacara Nyekah/Mamukur/Maligia. Dalam kegiatan tersesbut, teks PAC biasanya dilantunkan dan disebut dengan istilah Mamutru. Mamutru yaitu berasal dari kata Putru yang berarti tembang atau irama yang tertuntun dan dilantunkan. Isinya mengisahkan tentang perjalanan roh ke sorga. (Warna dkk, 1978:462). Pelaksanaan pembacaan dilakukan oleh sang walaka, dilantunkan dengan menggunakan irama Palawakya.. Palawakya dibentuk dari dua kata yakni ”pala” dan ”waky”. ”Pala” dari kata ”para” (lain) dan ”wakya” dari kata ”wak” (kata-kata). Jadi Palawakya adalah kata-kata yang harus disampaikan kepada orang lain ( ajaran-arajan ) prosa dalam bahasa kawi, merupakan satu jenis teks keagamaan. (Nengah Medra: 2013) dalam makalah pelatihan juri Utsawa Dharmagita Provinsi Bali. Putru Astika Carita sebagai sarana Mamutru dalam Upacara Pitra Yadnya sangat perlu dan menarik untuk dikaji, karena hal ini tidak umum diketahui masyarakat Bali, kususnya humat Hindu, namun masih difungsikan oleh masyarakat Hindu. Selain itu PAC belum pernah dikaji. Hal ini terbukti dengan banyak orang yang tidak paham mengapa teks Astika Carita yang dipakai sebagai sarana pelengkap puja Pendeta pada saat upacara Pitra Yadnya. Hal yang tidak kalah menariknya, dalam teks Putru Astika Carita terdapat persamaan nama yang tentunya mempunya makna tersirat di dalamnya. Untuk mengawali penelitian terhadap teks Astika Carita, teks dari kajian semiotik, untuk menginterpretasi makna dalam teks Astika Carita, dengan harapan lebih lanjut nantinya penelitian terhadap teks Astika Carita secara lebih mendalam dan lebih luas dari berbagai segi dapat dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai PAC yang dikenal oleh masyarakat Bali sebagai pelengkap Puja Pendeta dalam Pelaksanaan Nyekah di Bali, dan menambah hasil penelitian, mengenai karya sastra parwa yang masih cenderung sedikit dilakukan oleh para peneliti.
2.
Pokok Permasalahan Adapun masalah-masalah yang dihadapi dalam penelitian ini akan dibatasi dengan pembahasan struktur yang membangun teks Putru Astika Carita, dan membahas maknya yang terkandung dalam teks Putru Astika Carita.
469
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
3.
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk ikut serta membina, melestarikan
dan mengembangkan nilai-nilai budaya Bali khusunya di bidang karya sastra Jawa Kuno, khususnya karya sastra prosa (gancaran). Meskipun karya sastra prosa masih diminati, tidak menutup kemungkinan suatu saat keberadaannya akan terancam sehingga perlu mendapat perhatian khusus sehingga karya sastra Jawa Kuno tetap lestari keberadaanya. Dengan penelitian diharapkan dapat membantu pelestarian terhadap karya sastra tradisional, dengan mempublikasikan teks Putru Astika Carita kepada masyarakat, sehingga segala pesan-pesan yang ingin disampaikan di dalam teks ini dapat sampai kepada masyarakat. Penelitian ini juga dilakukan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap naskah-naskah sastra lama.
4. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data, yakni metode pembacaan naskah. Sebuah teks akan dapat bermakna bila teks tersebut dibaca. Informasi mengenai teks tersebut hanya dapat diperoleh dari proses membaca. Membaca yang dimaksud adalah membaca secara heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan hermenutik adalah pembacaan sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya (Pradopo, 1995: 109). Penelitian ini juga dibantu dengan teknik terjemahan, sebab pengarang menggunakan bahasa Jawa Kuno dalam PAC. sehingga perlu terjemahan dari bahasa Jawa Kuno ke bahasa Indonesia. Pada tahap analisis data, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk mengadakan kajian yang bersifat kualitatif. Selanjutnya, pada proses analisis data dibantu dengan teknik pemilahan dan pemilihan (seleksi) data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan objek kajian. Pada penyajian hasil analisis data digunakan metode informal. Metode imformal yaitu perumusan menggunakan kata-kata biasa, dalam penyajian ini menggunakan katakata dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, pada teknik penyajian hasil analisis data
470
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
digunakan pola berpikir induktif yaitu pola pikir yang bersifat khusus yang digunakan untuk menginterpretasi masalah-masalah yang bersifat umum (Sukmadinata, 1977: 4649). Sumber data penelitian ini adalah sumber data primer, yaitu berupa naskah berjudul Putru Astika Carita karya I Sri Reshi Anandakusuma. Merupakan cetakan pertama pada tahun 1987.
5.
Hasil dan Pembahasan
5.1 Struktur teks Putru Astika Carita 5.1.1 Tema Dalam teks PAC proses pengungkapan tema dilakukan dengan cara membaca secara keseluruhan cerita dan secara terus menerus berulang kali dengan mencermati inti ceritanya. Secara umum tema yang terdapat dalam PAC adalah pengorbanan, yakni pengorbanan seorang putra yang sudah Moksa namun rela menghentikan seluruh niatnya demi Sang Ayah. Sang Jaratkaru rela beristri untuk mempunyai keturunan, sehingga tidak menghambat perjalanan Sang Ayah untuk menuju Suarga Loka.
5.1.2 Tokoh dan Penokohan Tokoh utama dari teks PAC adalah Sang Jaratkaru, dijelaskan pula watak tokoh dari segi sosiologis Sang Jaratkaru merupakann pemuka yang berbudi belas kasihan. Sedangkan watak tokoh utama dilihat dari segi psikologis yaitu Sang Jaratkaru digambarkan sebagai tokoh yang ditakuti karena bersifat sbagai pelebur dan takut akan kesengsaraan hidup. Dijelaskan secara analitik yaitu pengarang sendiri yang melukiskan perwatakan tokoh utama yaitu Sang Jaratkaru yang tersurat dalam cerita PAC. Tokoh Sekunder dalam teks PAC adalah tokoh-tokoh yang tidak begitu memiliki pengaruh besar dalam cerita ini. Adapun tokoh sekunder dalam teks PAC adalah Sang Wiku (Ayah Beliau Sang Jaratkaru), Sang Astika. Pengarang menggambarkan tokoh sekunder hanya berdasarkan dimensi pokok psikologisnya saja,
471
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
5.1.3 Latar Latar yang digunakan dalam teks PAC adalah Ayatana Stana, yaitu tempat anatara Sorga dan Neraga. Dalam teks PAC dapat ditemukan beberapa latar suasana yang tercermin dalam peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya seperti suasanya haru/menyedihkan, kagum pada saat awal cerita yang mengisahkan Sang Jaratkaru adalah orang yang belas kasihan.
5.1.4 Alur/Plot Dalam teks Putru Astika Carita alur yang digunakan adalah alur lurus peristiwa disusun dari awal, tengah, dan akhir. tahapan yang digunakan dalam teks PAC, hanya menggunakan empat tahapan yaitu, Tahap situation, Tahap generating circumstances, Tahap climax, Tahap denoument.
5.2
Makna teks Putru Astika Carita Analisis semiotik dari PAC sesuai dengan teori dan konsep triadik dari Senser Pierce meliputi indeks, ikon, dan simbol. Pemaknaan Ikonik, Ikonik menurut Zoets (1993 ; 24) merupakan tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum, akan tetapi dapat dikaitkan dengan atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan sesuatu yang lain. Namun bertumpu pada konsep triadik dari Sender Pierce di dalam model ikonik, “karunya budhi/belas kasihan” yang berperan sebagai representemen mewakili identitas dari “Sang Jaratkaru” yang merupakan putra seorang wiku terpilih atas ketepatan budinya. Beliau (Sang Jaratkaru) selalu memberi pertolongan kepada orang yang sedang ketakutan. Beliau takut akan kesengsaraan hidup, sehingga bertapa sajalah yang dipentingkan dan tidak memikirkan istri. Proses Pemaknaan dengan Indeks, yaitu sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum, bahwa hubungan antara tanda dan denotatum adalah bersebelahan ( van Zoest 1993 ;24 ). Ayatanasthana merupakan tempat antara Sorga dan Neraka. Proses pemaknaan teks PAC dengan Simbol, simbol adalah
472
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
tanda yang hubungan antara tanda dan dnotatumnya ditntukan oleh suatu praturan yang berlaku umum (van Zoest, 1993; 25). Kembali lagi kepada konsep triadic Pierce “stri sanama” yang dalam hal ini berperan sebagai representamen pertunjukan kepada nama seseorang yang berperan sebagai objek.
6. Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan seperti berikut ini : Kajian struktur dari Putru Astika Carita menjabarkan struktur Putru Astika Carita melalui struktur atau unsur fiksi. Struktur fiksi tersebutlah yang menjadi kerangka maupun komponen dalam mengkontruksi bangun-bangun dari karya sastra prosa. Secara umum struktur fiski tersebut meliputi unsur ektrinsik dan unsur intrinsik. Namun yang dibahas dalam penelitian ini hanya pada unsur intrinsik saja yaitu meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/seting, dan amanat. Selanjutnya analisis semiotik dari Putru Astika Carita sebagai sarana Mamutru antara lain : mencangkup unsure-unsur ikonik, Indeks, dan Simbol. Secara Ikonik yakni bertumpu
pada konsep triadik dari Sender Pierce di dalam model ikonik, “karunya budhi/belas kasihan” yang berperan sebagai representemen mewakili identitas dari “Sang Jaratkaru” yang merupakan putra seorang wiku terpilih atas ketepatan budinya. Beliau (Sang Jaratkaru) selalu memberi pertolongan kepada orang yang sedang ketakutan. Beliau takut akan kesengsaraan hidup, sehingga bertapa sajalah yang dipentingkan dan tidak memikirkan istri. Unsur Indeksikal seperti Ayatanasthana merupakan tempat antara Sorga dan Neraka. Dalam kitab suci Weda disebutkan, Sorga dan Neraka adalah suatu tempat dibalik dunia ini yang dibatasi oleh kematian. Secara harfiah Sorga berasal dari Sanskerta “svar” dan “ga”. “svar” artinya cahaya dan “ga” artinya pergi. Jadi svarga artinya perjalanan menuju cahaya. Di dalam weda juga dikatakan bahwa Sorga adalah “dunia ketiga” yang penuh sinar dan cahaya. Secara simbolik yang terdapat dalam teks Putru Astika Carita stri sanama” yang dalam hal ini berperan sebagai representamen pertunjukan kepada nama seseorang yang berperan sebagai objek. Selanjutnya mengenai makna yang
473
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
terkandung di dalam teks PAC Yakni, meliputi Makna Teologis Filosofis, dan makna dari segi Tatwa (filsafat), Susila (etika) dan Upacara (ritual).
7. Daftar Pustaka Abdullah, Imran Teuku. 1991. Hikayat Meukuta Alam. Jakarta: Intermasa. Anandakusuma, Sri Reshi. 1987. “Putru Astika Carita”. Denpasar: CV. Kayumas. Arwati, Ni Made Sri, 2007. Upacara Memukur (tanpa penerbit). Chandler, Daniel. 2002. Semiotics: The Basics. London: Routledge. Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press. Hoed, Benny H. 2001. Dari Logika Tuyul ke Erotisme. Magelang: Indonesia Tera. Jendra, I Wayan. 1981. Pengantar Ringkas Dasar-Dasar Penyusunan Rancangan Penulisan. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana. Medera, Nengah. 2013. “Makalah Penilaian Kakawin dan Palawakya dalam Utsawa dharmagita”. Denpasar. Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 8. Pradopo, Rachmat Djoko. 2001. “Masalah Kajian Semiotika Terhadap Karya Sastra”, Tonil, Volume 1, Nomor 2, September 2001, hlm. 1—14. Ratna, I Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode dan Teknik Penulisan Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, I Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington and London: Indiana University Press. Sebeok, Thomas A. 1994. An Introduction to Semiotics. London: Pinter.
474
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.2 Pebruari 2017: 468-475
Segers, Rien T. 1978. The Evaluation of Literary Texts. Lisse: The Peter de Ridder Press. Suarka, I Nyoman. 2007. Kidung Tantri Pisacarana. Denpasar: Pustaka Larasan. Suarjana, N Putra. 2013. “Makalah Kompetensi Juri, Format, dan Teknik Penilaian Dharma Wacana dan Utsawa dharma Widya”. Denpasar. Suparta, I Made. 2016. Teks Putru Kalepasan Merapi-Merbabu Kajian filologis dan Konsep Eskatologis Jawa Kuno Abad ke-16. Depok Teeuw. 1988. “Sastra dan Ilmu Sastra” Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Warna, I Wayan. 1978. “Kamus Bali-Indonesia”. Denpasar: Kepala Dinas Pengajaran Daerah Provinsi Bali. Wellek, Rene dan Austin Wareen. 1989. Teori Kesusastraan. (Diterjemahkan oleh Melani Budianta dari judul aslinya: Theory of Literature. Hancourt Brace Javanovich). Jakarta: PT Gramedia. Zoet, Aart Van. 1993. ”Semiotika Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa Yang Kita Lakukan Dengannya. Jakarta : Yayasan Sumber Agung. Zoetmulder, P.J. 1994. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Cetakan ke-3. Jakarta: Djambatan. Zoetmulder, P.J. 1995. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jilid I dan II. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
475