POLICY BRIEF : STRATEGI PENGEMBANGAN SUPPLY CHAIN ASPAL BUTON MENDUKUNG TARGET PEMBANGUNAN JALAN Fx.Hermawan K Adji Krisbandono Masmian Mahida Dica Erly Andjarwati Dicky F Simanjuntak Bastin Yungga A
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Penerapan Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan 1 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Policy Brief : Strategi Pengembangan Supply Chain Aspal Buton Mendukung Target Pembangunan Jalan Penulis: Fx.Hermawan K Adji Krisbandono Masmian Mahida Dica Erly Andjarwati Dicky F Simanjuntak Bastin Yungga A ISBN : 978-602-0811-06-2 Editor: Tomi Hendratno Layout dan design: Tomi Hendratno Penerbit: Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Redaksi : Gedung Heritage Lt.3 Jl.Pattimura No.20 Kebayoran Baru 12110 Jakarta Selatan Cetakan pertama, Desember 2015 ©Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan buku Policy Brief berjudul Strategi Pengembangan Supply Chain Aspal Buton Mendukung Target Pembangunan Jalan oleh Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi telah terlaksana dengan baik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Penerapan Teknologi mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan, pengkajian kebijakan dan strategi pengembangan infrastruktur serta penerapan teknologi hasil penelitian dan pengembangan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Penulisan buku policy brief Strategi Pengembangan Supply Chain Aspal Buton Mendukung Target Pembangunan Jalan ini dilatarbelakangi pemanfaatan aspal buton yang belum maksimal untuk pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia. Dalam buku policy brief ini diusulkan beberapa opsi alternatif yang mendukung supply chain aspal buton, salah satunya adalah melakukan kerjasama dengan BUMN melalui konsorsium. Akhirnya, kami mengucapkan selamat dan terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah merumuskan buku policy brief ini. Semoga buku policy brief ini bermanfaat bagi para user dalam mengoptimalkan pemanfaatan aspal buton ke dalam program pembangunan infrastruktur jalan di masa mendatang.
Jakarta, Desember 2015 Ir.Bobby Prabowo, CES Kepala Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
ii
RINGKASAN
Belum optimalnya pemanfaatan aspal buton untuk pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia membuat deposit aspal buton di Pulau Buton “mangkrak” sejumlah 677 juta ton.Kebutuhan aspal tahun 2015 adalah 1.325.709 MT dimana 67% dari kebutuhan tersebut berasal dari impor, 18% diproduksi Pertamina, dan 15% sisanya impor oleh Pertamina.Adapun faktor-faktor penyebab kurang optimalnya pemanfaatan aspal buton di Indonesia adalahfaktor kebiasaan yang susah beralih dari aspal minyak ke aspal buton,faktor produksi perlu penanganan khusus karena aspal buton dapat menurun kualitas bahannya,faktor distribusi yang mahal dalam pengiriman, danfaktor teknologi yang tidak user friendly. Berdasarkan hasil kajian, diusulkan rekomendasi yang meliputi 5 (lima) aspek , yaitu Aspek Teknologi, Aspek Kepastian Pasar, Aspek Kelembagaan, Aspek Pembiayaan, dan Aspek Infrastruktur. Pada aspek teknologi diperlukan teknologi full ekstraksi yang diinginkan pasar dan fokus pada varian produk yang diminati pasar (B25 & B30). Harus disusun Standar Prosedur Manual (SPM) mengenaiteknik penyimpanan aspal buton (agar kualitas tidak turun), teknik pengolahan aspal buton yang murah, mudah, dan praktis (full ekstraksi), serta teknik pemeliharaan jalan aspal buton. Aspek kepastian pasar meliputi ditingkatkannya sosialisasi atau marketing aspal buton danpembuatan pilot project, ditetapkannya peraturan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mewajibkan semua proyek jalan menggunakan aspal buton dan dimasukkan dalam dokumen kontrak, adanya peralihan status jalan provinsi menjadi jalan nasional sebagai kesempatan bagi Pemerintah Pusat untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam penggunaan aspal buton. Untuk aspek kelembagaan harus ada kesiapan SDM dan menjalin kerjasama dengan badan usaha milik negara (BUMN). Kerjasama Pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur telah diatur pada Perpres RI No. 38 Tahun 2015. Untuk permasalahan aspal buton yang dihadapi saat ini, kerjasama yang dibutuhkan dalam hal supply chain (rantai pasok). Sebagai contoh BUMN yang memiliki infrastruktur dan sarana prasarana logistik yang baik antara lain PT. Pertamina (Persero), PT. Telkom, Tbk, PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), PT. Pelni (Persero), dan PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero). Dari aspek pembiayaan bahwa investasi penyediaan infrastruktur dan sarana prasarana logistik dapat dari negara ataupun pembiayaan mandiri, melalui iii
pinjaman atau pun kerjasama dengan pihak swasta. Aspek infrastruktur meliputi pelabuhan yang difasilitasi dry port agar dwelling time dapat lebih singkat, dipisahkan antara pelabuhan untuk penumpang serta memperketat pengawasan sehingga tidak ada oknum yang memperlambat proses. Untuk konektivitas, harus terhubung dengan jalan/jembatan berkualitas baik dan difasilitasi dengan kapal dan kendaraan khusus aspal buton, gudang-gudang penyimpangan di titik-titik yang strategis danagen penjualan menjangkau ke pelosok daerah. Salah satu terobosan yang ingin diusulkan adalah menambah tugas Dinas PU, selain sebagai pelaksana penyelenggara jalan di daerah, Dinas PU juga sebagai “Hub” (titik penghubung yang menyediakan gudang penyimpanan aspal buton, sekaligus untuk meng-update kebutuhan aspal buton di daerah). Sehingga, alur pendistribusian aspal buton yang diusulkan adalah sebagai berikut : Pada awal tahun anggaran, Direktorat Jenderal Bina Marga dan Dinas PU memberikan data dan informasi ke produsen jumlah total aspal buton yang dibutuhkan untuk rencana pembangunan dan pemeliharaan jalan dalam jangka waktu tertentu. Produsen mengirimkan aspal buton sesuai kebutuhan ke hub – hub (gudang penyimpanan Dinas-dinas PU) yang strategis. Kontraktor yang memenangkan lelang menghubungi Hub terdekat sesuai lokasi proyek. Hub mengantarkan aspal buton sejumlah yang dibutuhkan kontraktor ke warehouse yang disediakan kontraktor. Dari warehouse dikirimkan ke lokasi proyek oleh kontraktor. Hal ini dimaksudkan agar proses pendistribusian aspal buton lebih efektif dan efisien serta memudahkan para user dalam mendapatkan aspal buton.
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ ii RINGKASAN ................................................................................................................................................. iii DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... v I. PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 1 1.2
Tujuan ........................................................................................................................................... 3
1.3
Metode Penelitian ........................................................................................................................ 3
II. KONSEP SUPPLY CHAIN DALAM TATA KELOLA DAN TATA NIAGA ........................................................ 4 2.1 Konsep Supply Chain .......................................................................................................................... 4 2.2 Tata Kelola dan Tata Niaga Produk.................................................................................................... 7 III. ASPAL BUTON : ASPEK TEKNIS, PREFERENSI PASAR, DAN INOVASI SUPPLY CHAIN........................... 12 3.1 Varian Produk dan Spesifikasi aspal buton ..................................................................................... 12 3.2 Preferensi dan Persepsi Pasar.......................................................................................................... 26 3.3 Beberapa Alternatif Opsi Pengembangan Supply Chain ................................................................. 28 IV. PELUANG KERJASAMA PEMANFAATAN SUPPLY CHAIN DAN PENGEMBANGAN PRODUK ................ 31 4.1 Best Practices Kerjasama Pemanfaatan Supply Chain di Kalangan BUMN .................................... 31 4.2 Kerangka Kerjasama Antar BUMN dan Produsen ........................................................................... 33 4.3 Rencana Pengembangan Produk dan Bisnis ................................................................................... 36 V. PENUTUP : TANTANGAN DAN REKOMENDASI .................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 51
v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian ini dilatarbelakangi oleh pemanfaatan aspal buton yang belum maksimal untuk pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia. Berdasarkan Kurniadji (2012), deposit aspal buton di P. Buton adalah 677 juta ton. Data PT. Pertamina (Persero) menyatakan bahwa kebutuhan aspal tahun 2015 adalah 1.325.709 MT dimana 67% dari kebutuhan tersebut berasal dari impor, 18% DIproduksi Pertamina1, dan 15% sisanya impor oleh Pertamina. Puslitbang Jalan dan Jembatan (2011) menyatakan bahwa Indonesia memiliki 662 juta ton deposit aspal alam yang terkenal dengan nama asbuton yang terletak di P. Buton tepatnya di Kabupaten Buton dan Kabupaten Buton Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara seperti terlihat pada Gambar 1.1. Deposit asbuton terbesar terletak di Kabupaten Buton dengan jumlah desposit sebesar 638.2 juta ton. Walaupun relatif sedikit, terdapat 24.2 juta ton deposit asbuton yang terletak di Kabupaten Buton Utara. Selama ini aspal buton diekspor ke luar negeri, baik ke Cina, Singapura dan negara tetangga lainnya untuk memenuhi permintaan konsumen dalam membangun infrastruktur jalan. Negara asing pemanfaat aspal buton untuk infrastruktur jalan sudah mengakui mutu dan kualitas dari aspal buton, ironisnya negara Indonesia sebagai pemilik kekayaan alam aspal buton masih cenderung menggunakan aspal minyak yang diimpor dari luar negeri daripada menggunakan aspal buton hasil produksi sendiri. Sudah banyak kajian yang dilakukan guna mencari solusi agar aspal buton bisa menjadi “primadona” di negaranya sendiri, namun karena satu hal dengan yang lain masalah aspal buton ini seperti permasalahan yang tidak ada ujungnya. Adapun faktor-faktor penyebab kurang optimalnya pemanfaatan aspal buton di Indonesia adalah sebagai berikut:
1
Aspal minyak pertamina merupakan bagian dari proses refinery minyak mentah Pertamina (Refinery Unit Cilacap) dan didistribusikan secara menyeluruh melalui sistem Supply Chain yang terintegrasi dari hulu-hilir dengan memanfaatkan infrastruktur Pertamina.Ini yang menyebabkan para kontraktor terbiasa memakai aspal minyak Pertamina karena dari sisi distribusi lebih cepat dan tepat waktu sampai ke lokasi didukung jaringan dan infrastruktur logistik yang kuat.
1
a. Faktor kebiasaan Para kontraktor sudah terbiasa dengan aspal minyak dikarenakan teknologi pengolahannya mudah diaplikasikan, barang mudah didapat, dan kualitasnya bagus. Hal ini yang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pada umumnya, dan produsen aspal buton pada khususnya. b. Faktor produksi Produksi aspal buton yang melimpah juga dapat mengakibatkan kerugian bagi produsen. Aspal buton yang sudah dikemas siap dikirim memiliki usia selama kurang lebih 3 (tiga) bulan saja. Jika aspal buton tidak digunakan dalam jangka waktu tersebut maka kualitasnya akan menurun. c. Faktor distribusi Terbatasnya kapal pengangkut khusus aspal buton membuat ongkos pengiriman menjadi mahal. Hal ini berdampak pada waktu tunggu pemesanan menjadi lama karena produsen harus mengepul terlebih dahulu pesananpesanan dari konsumen supaya dapat dikirim dalam satu kali pengiriman. Contohnya: Kontraktor A memesan aspal buton sebanyak 10.000 ton, sedangkan kapasitas kapal pengakut bisa mengangkut sebanyak 100.000 ton. Supaya produsen tidak mengalami kerugian karena hanya mengirimkan 10.000 ton, maka produsen harus menunggu pesanan dari kontraktor lain hingga mencapai 100.000 ton. Hal ini yang menyebabkan waktu tunggu sampainya pesanan menjadi lebih lama. d. Faktor Teknologi Berdasarkan survei yang telah dilakukan, para kontraktor mengalami kesulitan dalam pengaplikasian aspal buton dalam pembangunan jalan. Salah satu kontraktor menjelaskan bahwa aspal buton modifikasi masih mengandung mineral sekitar 10% sehingga terjadi pengendapan di ketel AMP (Asphalt Mixing Plant); perlu penambahan ketel khusus dengan penambahan balingbaling pengaduk untuk mengatur homogenitas campuran dan mengurangi pengendapan. Dengan teknologi yang lebih rumit daripada aspal minyak, maka kontraktor cenderung memilih aspal minyak sebagai bahan utama untuk kebutuhan di lapangan.
2
Gambar 1.1. Lokasi Deposit Asbuton di Indonesia (Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2014)
1.2 Tujuan Tujuan dari kajian ini untuk menyediakan alternatif rekomendasi guna memperbaiki tata kelola aspal buton.
1.3 Metode Penelitian Survey Lapangan dan Wawancara dengan Aktor di lapangan dengan analisis frame/value critical analysis.
3
II. KONSEP SUPPLY CHAIN DALAM TATA KELOLA DAN TATA NIAGA 2.1 Konsep Supply Chain Dalam Heizer (2008) manajemen rantai pasokan (supply-chain management) didefinisikan sebagai pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan outsourcing, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor. Manajemen rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menentukan hal – hal sebagai berikut: a. Transportasi ke vendor, b. Pemindahan uang secara kredit dan tunai, c. Para pemasok, d. Bank dan distributor, e. Utang dan piutang usaha, f. Pergudangan dan tingkat persediaan, g. Pemenuhan pesanan, dan h. Berbagi informasi pelanggan, prediksi, dan produksi. Tujuannya adalah untuk membangun sebuah rantai pasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Sedangkan aktivitas para manajer rantai pasokan mencakup ilmu akuntansi, keuangan, pemasaran, dan oparasi. Berikut adalah gambar manajemen rantai pasokan yang mana mencakup aktivitas semua interaksi diantara pemasok, produsen, distributor, dan pelanggan. Berikut Gambar 2.1 Manajemen Rantai Pasok.
4
Gambar 2.1 Manajemen Rantai Pasok
Struktur biaya dan mutu produk banyak perusahaan, terutama perusahaan manufaktur sebagian besar ditentukan oleh seberapa efisien mereka mengatur rantai pasokan. Manajemen rantai pasokan menyediakan sebuah peluang besar bagi perusahaan untuk mengembangkan keunggulan kompetitif. Dan manajemen rantai pasokan adalah sebuah pendekatan untuk bekerjasama dengan pemasok yang meliputi tidak hanya pembelian tetapi juga pendekatan menyeluruh untuk mengembangkan nilai rantai pasokan (value chain). Sedangkan strategi rantai pasokan adalah sebagai berikut : a. Banyak pemasok, pada strategi ini pemasok menanggapi permintaan dan spesifikasi “permintaan penawaran” dan pesanan biasanya akan jatuh ke pihak yang memberikan penawaran rendah. Strategi ini membandingkan satu pemasok ke pemasok lain dan membebani pemasok untuk dapat memenuhi permintaan pembeli. b. Sedikit pemasok, strategi ini mengimplikasikan bahwa daripada mencari atribut jangka pendek, seperti biaya rendah, pembeli lebih ingin menjalin hubungan jangka panjang dengan pemasok yang setia. Hal ini 5
memungkinkan pemasok memiliki skala ekonomi dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang rendah. c. Intregrasi vertikal, mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan barang atau jasa yang sebelumnya dibeli atau membeli perusahaan pemasok. Dibagi menjadi intergrasi mundur yaitu menyarankan perusahaan untuk membeli pemasoknya dan integrasi maju yaitu menyarankan produsen komponen untuk membuat produk jadi. Strategi ini menghasilkan pengurangan biaya, kualitas terpercaya, dan pengiriman tepat waktu. d. Jaringan keiretsu, istilah Jepang untuk menggambarkan pemasok yang menjadi bagian dari sebuah perusahaan. e. Perusahaan virtual, perusahaan yang mengandalkan beragam hubungan pemasok untuk menyediakan jasa atas permintaan yang diinginkan. Keuntungan sistem ini : keahlian manajemen khusus, penanaman modal rendah, fleksibilitas, dan kecepatan.
Gambar 2.2 Rantai Pasok Aspal Minyak Pertamina
6
Kemudian untuk mengelola rantai pasokan perlu diperhatikan, sebagai berikut: a. Kesepakatan tujuan bersama, rekanan dalam rantai harus menghargai bahwa satu satunya pihak yang menanamkan modal pada rantai pasokan adalah pelanggan akhir, maka menciptakan pemahaman timbal balik akan misi, strategi, sasaran organisasi menjadi sangat penting. b. Kepercayaan, anggota rantai pasokan harus saling berbagi informasi berdasarkan saling percaya. c. Budaya organisasi yang sesuai, hubungan positif antara pembeli dan pemasok yang datang dengan budaya organisasi yang sesuai adalah keuntungan dalam rantai pasokan.
2.2 Tata Kelola dan Tata Niaga Produk 2.2.1 Tata Kelola Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing, dan kunci dari daya saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta ketepatan mutu dan kepastian kebijakan publik. Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu dikembangkan adalah komitmen yang tinggi untuk menerapkan nilai luhur dan prinsip tata kelola (good governance). Tata kelola (governance) adalah sistem dan proses untuk memastikan akuntabilitas yang tepat dan keterbukaan dalam menjalankan organisasi bisnis. Dewan direksi sebuah perusahaan memiliki tanggung jawab akhir atas tata kelola perusahaan. Penerapan tata kelola perusahaan (corporate governance) dalam sebuah perusahaan sangat penting sebagai salah satu proses untuk menjaga kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang yang mengutamakan kepentingan para pemegang saham (shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders). Mempertimbangkan pentingnya tata kelola perusahaan tersebut, Perseroan memandang perlunya penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) oleh Perseroan. Dalam penerapan prinsip GCG, Perseroan telah menganut Pedoman Umum Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan penerapan TARIF, sebagai 5 (lima) pilar dasar dari GCG, yaitu: keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), 7
pertanggungjawaban (responsibility), kesetaraan dan kewajaran (fairness).
independensi
(independency),
dan
a. Keterbukaan (Transparency) Perseroan senantiasa menyampaikan berbagai laporan rutin yang diwajibkan bagi perusahaan publik, antara lain laporan keuangan interim, laporan keuangan tengah tahunan, dan laporan keuangan tahunan yang diaudit, laporan tahunan; dan laporan insidentil, yang antara lain terkait dengan aksi korporasi, transaksi afiliasi, maupun transaksi material, seluruhnya baik dalam paparan publik maupun melalui media cetak maupun media elektronik. b. Akuntabilitas (Accountability) Penerapan pilar akuntabilitas oleh Perseroan sebagai perusahaan publik merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban Perseroan kepada shareholders dan stakeholders agar pengelolaan Perseroan dilakukan secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan Perseroan tanpa mengesampingkan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders). Untuk menjaga akuntabilitasnya Perseroan juga memastikan bahwa semua bagian dalam Perseroan dan karyawan memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam kegiatan usaha Perseroan. c. Pertanggungjawaban (Responsibility) Manfaat Perseroan bagi masyarakat di sekitar tempat kegiatan usaha Perseroan tidak hanya berupa penyediaan lapangan kerja, namun juga dengan berbagai program tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR). Dengan demikian diharapkan bahwa Perseroan dapat memperoleh pengakuan sebagai good corporate citizen. d. Independensi (Independency) Perseroan senantiasa memastikan bahwa pengelolaan Perseroan dilakukan secara independen, tidak saling mendominasi, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, serta bebas dari benturan kepentingan. Sebagai wujud independensi, Perseroan menunjuk beberapa pihak independen yang bereputasi tinggi untuk duduk dalam Dewan Komisaris dan Direksi serta memberikan peran yang maksimal bagi Komite
8
Audit Perseroan dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya kegiatan usaha Perseroan. e. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Perseroan senantiasa memberikan kesempatan yang wajar kepada setiap pihak untuk dapat mengakses informasi Perseroan sesuai dengan prinsip keterbukaan (transparency) dalam lingkup kedudukan masing-masing, sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan oleh otoritas pasar modal, komunitas pasar modal, dan stakeholders kepada Perseroan. Prinsip kesetaraan juga diterapkan oleh Perseroan untuk setiap individu yang kompeten serta berkemauan dan berdedikasi tinggi untuk berkarya untuk Perseroan. Perkembangan karir masing-masing karyawan Perseroan tidak dibedakan berdasarkan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. 2.2.2 Tata Niaga Produk Rahardi (2000) menjelaskan bahwa tata niaga merupakan salah satu cabang aspek pemasaran yang menekankan bagaimana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen (distribusi). Tata niaga dapat dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil produksi kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian keuntungan yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga. Definisi tata niaga di atas didasarkan pada konsep inti tata niaga sebagai berikut: a. Kebutuhan, keinginan, dan permintaan b. Produk c. Utilitas, nilai dan kepuasan d. Pertukaran, transaksi, dan hubungan e. Pasar f. Pemasaran.
9
Menurut Limbong (1987), lembaga tata niaga merupakan badan-badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tata niaga, menggerakkan barang dari produsen ke konsumen melalui penjualan. Lembaga tata niaga pada dasarnya harus berfungsi dalam memberikan pelayanan kepada pembeli maupun komoditas itu sendiri. Produsen mempunyai peran utama dalam menghasilkan barang-barang dan kegiatan tata niaga. Sementara itu pedagang menyalurkan komoditas dalam waktu, bentuk, dan tempat yang diinginkan konsumen. Adanya jarak antara produsen dan konsumen menyebabkan penyaluran produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa lembaga perantara, dimulai dari produsen itu sendiri, lalu lembaga-lembaga perantara sampai ke konsumen akhir. Di dalam proses penyaluran selalu mengikutsertakan keterlibatan berbagai pihak. Keterlibatan tersebut dapat dalam bentuk perorangan maupun kelembagaan, perserikatan, atau perseroan (Limbong, 1987). Lembaga-lembaga tersebut akan melakukan fungsi-fungsi tata niaga seperti fungsi pertukaran, fisik, maupun fasilitas. Lembaga ini melakukan pengangkutan barang dari tingkat produsen ke konsumen, juga fungsi sebagai sumber informasi mengenai barang atau jasa. Limbong (1987) menjelaskan bahwa fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh lembaga perantara di dalam sistem tata niaga. Saluran tataniaga atau saluran distribusi adalah saluran yang digunakan produsen dan lembaga tata niaga lainnya untuk menyalurkan produknya dari produsen sampai konsumen. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk memilih pola saluran tata niaga (Limbong, 1987), yaitu: a. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir yang mencakup potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli, dan volume pesanan. b. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar, dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar. c. Pertimbangan internal yang meliputi besarnya modal dan sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran, dan pelayanan. d. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai tataniaga yang meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan perusahaan. 10
Lembaga pemasaran atau lembaga tata niaga merupakan lembaga perantara yang melakukan aktivitas bisnis dalam suatu sistem pemasaran. Menurut Khols dan Uhls (1990), lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya: a. Merchant Middlemen adalah perantara atau pihak-pihak yang mempunyai hak atas suatu produk yang mereka tangani. Mereka menjual dan membeli produk tersebut untuk memperoleh keuntungan. b. Agent Middlemen adalah perwakilan dari suatu lembaga atau institusi. Mereka hanya sebagai perwakilan dan tidak mengambil alih apapun dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani. c. Speculative Middlemen adalah pihak-pihak atau perantara yang mengambil keuntungan dari suatu produk akibat perubahan harga. d. Processors and Manufactures adalah lembaga yang bertugas untuk mengubah produk yang dihasilkan menjadi barang jadi. e. Fasilitative organizations adalah lembaga yang berfungsi sebagai penyedia sarana bagi lembaga lain.
11
III.
ASPAL BUTON : ASPEK TEKNIS, PREFERENSI PASAR, DAN INOVASI SUPPLY CHAIN
3.1 Varian Produk dan Spesifikasi aspal buton 3.1.1 Varian Produk Produk dan teknologi perkerasan jalan aspal buton sudah banyak dikembangkan. Pengembangan produk dan teknologi aspal buton ini dibagi dalam 2 (dua) era, yaitu Era Lasbutag dan Era Bauran Teknologi Terkini Asbuton. Era Lasbutag merujuk atau terdapat pada Lasbutag (Lapis Asbuton beragregat) dan Era Bauran Teknologi Terkini Asbuton merujuk pada produk teknologi-teknologi terkini aspal buton, dari tahun 2010 sampai saat ini. Teknologi perkerasan jalan aspal buton di Era Lasbutag ini yang secara umum menggunakan bahan peremaja yang selain mengandung minyak berat juga mengandung kerosin (minyak tanah) dan pelaksanaannya secara dingin atau tanpa pemanasan. Produk ini berasal dari aspal buton Kabungka yang memiliki kandungan bitumen dengan nilai penetrasi di bawah 10 dmm. Pada awalnya produk yang beredar adalah aspal buton B20 (kandungan bitumen sekitar 20%) dengan ukuran butir maksimum 1/2 inchi dan dipasok secara curah (tanpa kemasan). Aspal buton ini kemudian disebut sebagai Asbuton Konvensional. Karena Asbuton Konvensional ini dianggap memiliki ukuran butir yang terlalu besar untuk dapat diremajakan serta pemasokan dan penimbunan dalam bentuk curah rawan terkontaminasi air, pasir dan bahan lain serta kandungan bitumennya terlalu bervariasi maka oleh perusahaan lainnya diproses lebih lanjut menjadi aspal buton yang dikenal dengan sebutan Asbuton Mikro. Asbuton Mikro memiliki ukuran butiran maksimum 5 mm, kandungan bitumen sekitar 20%, nilai penetrasi bitumen di bawah 10 dmm, kandungan air di bawah 2% serta dikemas dalam karung plastic per 25 kg. Meskipun relatif lebih mahal dari Asbuton Konvensional, Asbuton Mikro dianggap menghasilkan kinerja perkerasan jalan yang lebih baik dari Asbuton konvensional sehingga cukup dikenal di pasaran. Namun tidak lama kemudian muncul juga produk aspal buton sebagai pesaing yang disebut dengan Asbuton Halus yang karakteristiknya relatif sama dengan Asbuton Mikro serta juga dipesok dalam bentuk kemasan karung plastik per 25 kg. Pada era ini nomenklatur aspal buton berdasarkan klasifikasi kandungan bitumennya saja antara lain dengan sebutan Asbuton B-10 (aspal buton dengan 12
kadar bitumen 10±1%), Asbuton B-13 (aspal buton dengan kadar bitumen 13±1%), Asbuton B-16 (aspal buton dengan kadar bitumen 16±1%) dan seterusnya sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel Nilai Penetrasi Bitumen, aspal buton tidak dicantumkan atau tidak diklasifikasikan karena aspal buton yang dieksplorasi pada saat itu hanya aspal buton dari Kabungka saja dengan nilai penetrasi yang relatif tidak bervariasi yaitu dibawah 10 dmm. Tabel 3.1 Jenis-jenis aspal buton berdasarkan kandungan bitumen
Jenis Asbuton
Kadar Bitumen
Asbuton B-10
9 -10 %
Asbuton B-13
11 -14 %
Asbuton B-16
15 -17 %
Asbuton B-20
17 - 23 %
Asbuton B-25
23 - 27 %
Asbuton B-30
27 - 33 %
Asbuton B-40
37 - 43 %
Dikarenakan aspal buton yang dieksplorasi hanya aspal buton kabungka dengan nilai penetrasi bitumen yang sangat rendah (di bawah 10 dmm) dibanding nilai penetrasi aspal minyak yang umum dipakai untuk perkerasan jalan (jenis pen 60 dmm), maka pada penggunaannya Asbuton selalu diberi bahan peremaja atau bahan pelunak. a.
Lasbutag atau ACAS
Lasbutag (Lapisan Asbuton Beragregat) atau juga dikenal dengan istilah ACAS (Agregated Cold Abuton Sheet) adalah aspal buton campuran dingin yang terdiri bahan aspal buton, bahan peremaja dan agregat. Sesuai Petunjuk Pelaksanaan Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag) dari Direktorat Jenderal Bina Marga No 09/PT/B/1983, Lasbutag dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan dimana cara pencampuran seluruhnya secara dingin atau tanpa pemanasan sehingga peremaja selain mengandung bahan pelunak (minyak berat) juga mengandung kerosin (minyak tanah) sebagaai pelarut atau disebut juga sebagai cutter. Salah 13
satu tipikal bahan peremaja pada Lasbutag adalah 50% aspal minyak, 20% Bunker Oil dan 30% minyak tanah. Pada masa tahun 1980 sampai tahun 2000, Lasbutag atau ACAS merupakan jenis teknologi campuran Asbuton yang paling eksis atau popular dibanding jenis teknologi campuran Asbuton lainnya yang pernah dikembangkan seperti Nacas (Non-Agregated Cold Asbuton Sheet) AHAS (Agregated Hot Asbuton Sheet) dan NAHAS (Non-Agregated Hot Asbuton Sheet). Selain itu Lasbutag juga menjadi rujukan jenis teknologi Asbuton lainnya seperti Teknobutas, Super Lasbutag dan Asbumix. Oleh karena itu pada tulisan ini Lasbutag digunakan sebagai ikon era aspal buton sebelum tahun 2000. Teknologi perkerasan jalan aspal buton lainnya yang serupa dengan Lasbutag adalah Latasbusir (Lapisan Asbuton Pasir). Yang membedakan Latasbusir dari Lasbutag adalah gradasi campuran Latasbusir yang lebih halus dari Lasbutag, sedangkan hal-hal lainnya relatif sama. Oleh sebab itu Lasbutag dan Latasbusir dibuat dalam satu pedoman. Karena pelaksanaannya secara dingin sehingga ada penggunaan kerosin sebagai pelarut, maka baik Lasbutag maupun Latasbusir penggunaannya adalah untuk perkerasan jalan padan jalan dengan lalu lintas ringan sampai sedang. b. Latasbum atau NACAS Latasbum ( Lapisan Atas Aspal Buton Murni ) atau disebut juga NACAS (NonAggregated Cold Asbuton Sheet ) adalah campuran perkerasan yang bahan agregatnya semuanya berasal dari batuan asli atau mineral aspal buton. Pada pelaksanaannya, Latasbum dibuat dari aspal buton yang dicampur dengan bahan peremaja atau pelunak denga proporsi tertentu kemudian dihamparkan secara dinign di atas perkerasan jalan lama atau di atas lapis pondasi. Latasbum dapat digunakan untuk memperbaiki permukaan perkerasan jalan yang mengalami kerusakan berupa pelepasan butir sehingga tekstur permukaan menjadi lebih halus dan lebih kedap air. Karena Latasbum merupakan lapis tipis maka termasuk kedalam lapisan perkerasan jalan non-struktur sehingga lapisan di bawahnya harus cukup kuat dan stabil. Latasbum belum banyak diaplikasikan, mungkin karena pekerjaan jalan yang mebutuhkan atau yang sesuai dengan teknologi ini pada masa itu belum banyak sehingga literature yang mengungkap data-data teknis mengenai Latasbum sulit diperoleh. 14
c. AHAS dan NAHAS AHAS dan NAHAS pada prinsipnya sama dengan ACAS dan NACAS namun pelaksanaannya secara panas dengan menggunakan Unit Pencampur Aspal. Namun karena pada masa itu Asbuton yang digunakan hanya dari kuari Kabungka yang memiliki bitumen dengan nilai penetrasi di bawah 10 dmm maka semua teknologi Asbuton tersebut memiliki kesamaan yaitu sama-sama menggunakan bahan peremaja dan tujuannyapun untuk mensubstitusi 100% aspal minyak. Teknologi AHAS dan NAHAS sempat diperkenalkan pada awal tahun 1980-an. Namun setelah itu tidak sepopuler ACAS atau Lasbutag. d. Teknobutas Teknobutas dikembangkan dengan harapan bitumen aspal buton akan lebih termobilisasi sehingga dapat berfungsi maksimal sebagai bahan pengikat pada campuran perkerasan jalan beraspal. Langkah awal dari Teknobutas adalah dengan mencampur aspal buton dengan bahan peremaja dan pelarut kerosin. Pencampuran dilakukan dalam pencampur khusus dan disertai pemanasan hingga temperature sekitar 100 oC. Pencampuran dilakukan sampai terbentuk bubur aspal buton dan kemudian dicampur dengan agregat bergradasi sesuai ketentuan dalam Padle Mixer secara dingin. Kajian laboratorium terhadap Teknobutas belum banyak dilakukan, namun demikian sudah beberapa kali dalakukan uji coba lapangan. Kinerja dilapangan berdasarkan pengamatan visual menunjukkan pada bulan pertama tampak perkerasan bleeding dan terlalu lentur sehingga terjadi perubahan bentuk atau deformasi. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kerosin dalam campuran dengan proporsi yang relative banyak. Namun setelah cukup lama, sehingga kemungkinan sebagian kerosin sudah menguap sehingga aspal lebih keras dan volume aspal berkurang, perkerasan menjadi tampak stabil dengan proporsi aspal dan agregat cukup berimbang. Kinerja perkerasan jalan Teknobutas ini mungkin masih belum cukup memuaskan sehingga kurang mendapat respon dari para praktisi jalan. e. Super Lasbutag dan Asbumix Super Lasbutag dan Asbumix merupakan teknologi perkerasan jalan aspal buton yang munculnya hamper bersamaan. Pada prinsipnya teknologi ini merupakan penyempurnaan atau peningkatan atau perbaikan dari teknologi Lasbutag. Karena banyaknya terjadi kegagalan pada perkerasan jalan Lasbutag baik berupa 15
bleeding, lepas-lepas (kurang ikatan) dan juga campuran tampak kering sampai retak-retak maka diperkenalkanlah teknologi Super Lasbutag dan Asbumix sebagai solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Pada Super Lasbutag dan Asbutmix, teknologi Lasbutag dimodifikasi dengan menggunakan bahan peremaja dan bahan tambah polimer. Baik sudah merupakan satu kesatuan modifier atau terpisah. Hal lainnya tidak jauh berbeda dengan Lasbutag, antara lain pencampuran secara dingin, dapat menggunakan alat pencampur Padle Mixer atau Unit Pencampuran Aspal (Asphalt Mixing Plan, AMP) dan aspal buton yang digunakan tetap Asbuton konvensional B-20 dengan ukuran butir maksimum ½ inchi. Dengan adanya polimer, kinerja perkerasan jalan aspal buton tersebut relative lebih baik dari Lasbutag. Beberapa hasil uji coba di lapangan ada juga yang menunjukkan kinerja yang baik. Namun walaupun demikian tampaknya masih terdapat factor-faktor lain penyebab kegagalan Lasbutag yang belum tereliminir dengan teknologi Super Lasbutag atau Asbumix sehingga hasilnyapun dianggap belum konsisten dan belum memuaskan para praktisi jalan sehingga belum banyak digunakan. f.
Butonite Mastic Asphalt (BMA)
Butonite Mastic Asphalt adalah campuran antara Asbuton Mikro, aspal minyak dan bahan peremaja (flux oil) dalam perbandingan tertentu sesuai dengan target nilai penetrasi yang dikehendaki dari gabungan bahan pengikat aspal tersebut. Typical komposisi dari BMA yaitu terdiri dari 65% Asbuton Mikro (B-25), 29% Aspal minyak pen 60 dan 6% flux oil. Ketiga komponen tersebut dicampur pada temperature 150 oC sampai homogeny, kemudian dikemas dalam drum dan didinginkan. Dengan demikian maka BMA dengan kandung mineral sekitar 50% sudah siap untuk digunakan pada perkerasan jalan dengan cara dicampur dengan agregat bergradasi tertentu (yang dirancang sesuai persyaratan gradasi campuran beraspal panas yang berlaku) secara panas di Unit Pencampur Aspal (Asphalt Mixing Plant). Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Wahjeodi (2009), campuran perkerasan beraspal BMA memiliki sifat yang memenuhi persyaratan campuran beraspal panas kecuali nilai Marshall Quotient yang lebih tinggi dari persyaratan yang mengindikasikan sifat campuran yang terlalu kaku.
16
3.1.2 Spesifikasi Aspal Buton Jenis-jenis Asbuton olahan yang sudah beredar dipasaran pada saat ini adalah sebagai berikut: a.
Asbuton Butir
Dibanding dengan raw material, Asbuton dalam bentuk butiran kecil (BGA atau Buton Granular Asphalt) dengan ukuran maksimum 1,18 mm relatif lebih mudah untuk ditambahkan dan dicampur homogen dalam campuran beraspal. Produk Asbuton Butir yang saat ini eksis adalah Asbuton Butir Tipe 5/20 (dibuat dari Asbuton Kabungka) dan Asbuton Butir Tipe 50/30 (dibuat dari Asbuton Lawele). Asbuton Butir Tipe 5/20 digunakan sebagai bahan tambah untuk meingkatkan kinerja Aspal minyak atau campuran perkerasannya agar memiliki sifat yang lebih tahan terhadap rutting sehingga dapat digunakan untuk jalan dengan lalu lintas berat. Fungsi utama Asbuton Butir Tipe 5/20 adalah untuk memodifikasi aspal sehingga kinerjanya menjadi semakin baik. Fungsi untuk mensubsitusi aspal minyak tidak terlalu nyata karena jumlah pemakaianya yang relatif sedikit, yaitu sampai dengan 5 % dari total campuran atau mensubsitusi sampai dengan 10 % aspal minyak. Untuk pengaruh penambahan Bitumen Asbuton Tipe 5/20 terhadap karakteristik aspal, dapat dilihat pada Tabel berikut.
17
Tabel 3.2 Bitumen Asbuton Sebagai Modifier
Hasil pengujian, % tambahan bitumen Asbuton
Pengujian
0%
1%
1,5%
2%
3%
Pentrasi
63
60,83
60
58,8
57,4
Titik Lembek
48,75
50,05
50,2
50,4
50,8
Daktilitas
>140
>140
>140
>140
>140
Titik Nyala
302
301,5
301
299
297
Berat Jenis
1,0315
1,0315
1,0317
1,0360
1,0420
LOH
0,0916
0,0777
0,0779
0,0839
0,1047
-Pen LOH % Asli
54
52
48,6
47,6
46,2
-Titik Lembek
54
52
53,5
53,8
54,2
Kelarutan
99,3788
99,349
99,307
99,2397
99,1425
Sedangkan Asbuton Butir Tipe 50/30 digunakan sebagai bahan substitusi aspal minyak sehingga penggunaan aspal minyak dapat dikurangi atau bahkan digantikan seluruhnya tergantung pada teknologi perkerasan yang digunakan. Fungsi utama asbuton butir Tipe B 50/30 ini diarahkan untuk mensubsitusi aspal minyak, dengan teknologi perkerasan LPMA (Lapis Penetrasi Mac Adam Asbuton) dan Butur Seal asbuton butir LGA dapat mensubsitusi aspal minyak sampai dengan 100 %. Namun pemakainnya terbatas pada jalan dengan lalu-lintas rendah. Teknologi perkerasan jalan yang menggunakan Asbuton Butir Tipe 5/20 adalah Asbuton campuran panas dan Asbuton campuran hangat. Sedangkan Teknologi perkerasan jalan yang menggunakan Asbuton Butir Tipe 50/30 adalah Campuran Beraspal Panas Asbuton Lawele, LPMA (Lapis Penetrasi Makadam Asbuton), Butur Seal dan CPHMA (Cold Paving Hot Mix Asbuton). 18
b.
Asbuton semi ekstraksi (pre-blend Asbuton)
Asbuton semi ekstraksi diproduksi dengan merujuk pada produk aspal alam TLA (Trinidad Lake Asphalt) yang relatif sudah eksis dan banyak digunakan di berbagai negara. Seperti halnya TLA, Asbuton semi ekstraksi mengandung bitumen 50%60% dengan nilai penetrasi dari bitumen tersebut maksimum 10 dmm. Untuk mendapatkan produk ini, Asbuton diekstraksi sebagian (dikurangi kandungan mineralnya) hingga kandungan bitumen meningkat menyerupai TLA. Agar sifat bitumennya juga sama dengan sifat bitumen TLA, maka Asbuton yang digunakan adalah Abuton Kabungkan yang sifat bitumennya relative sama dengan nilai penetrasi di bawah 10 dmm. Oleh sebab itulah maka Asbuton semi ekstraksi sampai saat ini belum ada yang diproduksi dari Asbuton Lawele. Ada dua jenis Hot Mix Asbuton yang menggunakan Asbuton semi ekstraksi yaitu Hot Mix Asbuton yang menggunakan pre-blend asphalt (Aspal minyak + 20% Asbuton Semi Extraksi), dan Hot Mix Asbuton yang menggunakan Asbuton Semi Extraksi yang dibuat berbentuk pelet. Asbuton semi ekstraksi pada awalnya berbentuk bongkahan atau blok karena kandungan bitumennya tinggi. Oleh karena itu tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan perkerasan jalan beraspal. Agar dapat digunakan sebagai bahan pengikat, Asbuton semiekstraksi dicampur dengan aspal minyak terlebih dahulu di parbik pembuatnya dengan proporsi asbuton semiekstrasi : aspal minyak sekitar 20:80. Asbuton yang sudah dicampur aspal minyak ini disebut sebagai pre-blend Asbuton yang siap digunakan langsung sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal panas di Unit Pencampur Aspal (Asphalt Mixing Plan, AMP) dan campuran dapat digunakan untuk jalan dengan lalu lintas berat. Asbuton semi ekstraksi jenis Asbuton Pelet merupakan perkembangang dari Asbuton semi ekstraksi yang awalnya berbentuk bongkahan (blok). Dengan dimodifikasi bentuknya menjadi pelet maka penggunaan Asbuton bias tidak dijadikan pre-blend Asbuton dulu melainkan 2,5% Asbuton Pelet dapat langsung ditambahkan pada campuran beraspal panas di Pug Mill. Dengan penambahan Asbuton Pelet ini maka campuran dapat juga digunakan untuk jalan dengan lalu lintas berat. c.
Asbuton full ekstraksi
Teknologi untuk ektraksi sampai dengan kemurnian 100% bitumen (aspal murni) sampai saat ini masih dalam taraf penelitian dan pengembangan karena belum 19
mencapai produk dengan harga yang dapat bersaing dengan aspal minyak. Harga aspal murni dari Asbuton full ekstraksi masih sekitar tiga kali lipat harga aspal minyak karena biaya produksi dan bahan pelarut yang tinggi. d.
Asbuton Campuran Panas
Asbuton campuran panas pada prinsipnya adalah campuran beraspal panas biasa yang menggunakan aspal minyak namun diberi bahan tambah Asbuton Butir Tipe 5/20 atau Asbuton Butir Tipe 50/30 atau Asbuton semi ekstraksi, baik asbuton semi ekstraksi jenis pre-blend ataupun pelet. Karena bitumen Asbuton lebih keras dari aspal minyak maka dengan penambahan Asbuton tersebut sifat aspal dan sifat campuran meningkat terutama memiliki Resilient Modulus yang lebih tinggi serta menjadi lebih tahan terhadap kerusakan deformasi permanen atau rutting sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. (Dirjen Bina Marga, 2006) dan Gambar 3.2 (Hermadi, 2008). Oleh karenanya Asbuton campuran panas dapat digunakan sebagai perkerasan jalan pada lalulintas berat.
Gambar 3.1 Modulus Campuran Beraspal Panas dengan Berbagai Tipe Asbuton Butir
20
Gambar 3.2 Perbandingan Stabilitas Dinamis Antara Campuran Beraspal Panas Aspal Pen 60 dengan Campuran Beraspal Panas Asbuton Tipe 50/30
Gambar 3.3 Perbandingan Stabilitas Dinamis Antara Campuran Beraspal Panas Aspal Pen 60 dengan Campuran Beraspal Panas Asbuton Semi Ekstraksi
e.
Asbuton Campuran Hangat
Asbuton campuran hangat dibuat dari Asbuton Butir Tipe 5/20 yang dicampur dengan agregat dan bahan peremaja pada temperatur 1200C (lebih rendah dari campuran beraspal panas), dihampar dan kemudian dipadatkan pada sekitar temperatur 100oC. Temperatur pencampuran dan pemadatan lebih rendah dari campuran beraspal panas karena bitumen Asbuton setelah diremajakan relatif lebih lunak dari aspal minyak Pen 60. Jalan yang direkomendasikan dapat menggunakan Asbuton campuran hangat ini adalah jalan dengan lalulintas sedang.
21
f.
CPHMA (Cold Paving Hot Mix Asbuton)
Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA) atau Campuran Beraspal Panas Asbuton yang Dihampar Dingin ini adalah campuran beraspal yang mengandung Asbuton dan bahan tambah lain (misalnya polimer bila diperlukan sesuai inovasi produsen) yang pencampurannya dilakukan di pabrik secara panas dan kemudian dipasarkan dalam keadaaan siap dihampar serta dipadatkan secara dingin (temperature udara) sebagai perkerasan jalan beraspal. Asbuton yang digunakan adalah Asbuton Lawele. Penggunaan teknologi perkerasan jalan CPHMA ini dibatasi untuk jalan dengan lalu lintas maksimum sedang. Teknologi ini sesuai untuk daerah terpencil dan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki fasilitas Unit Pencampur Aspal (AMP).
Gambar 3.4 Potongan Melintang Perkerasan Jalan CPHMA
g.
LPMA (Lapis Penetrasi Makadam Asbuton)
LPMA atau Laspis Penetrasi Makadam Asbuton relatif sama dengan lapis penetrasi makadam dengan aspal minyak. Namun yang membedakan adalah digunakannya Asbuton Butir Type 50/30 sebagai pengganti aspal minyak. Penggunaan teknologi perkerasan jalan ini dibatasi untuk jalan dengan lalulintas ringan. Keuntungan dari LPMA adalah tidak diperlukannya pemanasan aspal sehingga relatif mudah pelaksanaannya dan hemat energi. Saat pelaksanaan, Asbuton Butir Tipe 50/30 dihamparkan dalam keadaan dingin. Kendala yang sering terjadi di lapangan pada pelaksanaan LPMA adalah terjadinya penggumpalan pada Asbuton Butir Tipe 50/30 sehingga menyulitkan penaburan dengan proporsi yang sudah ditentukan. Namun kendala ini dapat diatasi dengan penyediaan Lump Breaker yang sesuai. Karena bentuk Asbuton Butir merupakan tanggung jawab produsen maka penyediaan Lump Breaker dapat bekerja sama dengan produsen Asbuton Butir tersebut. 22
Gambar 3.5 Tahapan Pelaksanaan Perkerasan Jalan LPMA
Gambar 3.6 Potongan Melintang Perkerasan Jalan LPMA
23
h. Butur Seal Asbuton Teknologi perkerasan jalan dengan Butur Seal sudah banyak diaplikasikan di Kabupaten Buton Utara. Pada prinsipnya teknologi Butur Seal sama dengan LPMA namun jika pada LPMA digunakan agregat pokok pada bagian bawah dan agregat pengunci pada bagian atas, maka Butur Sela hanya menggunakan lapisan agregat bagian atas saja. Kendala di lapangan pada pelaksanaan Butur Seal relatif sama dengan pada pelaksanaan LPMA yaitu terjadinya penggumpalan Asbuton Butir Tipe 50/30. Penanganannya juga sama, dengan menyediakan Lump Breaker di lapangan.
Gambar 3.7 Potongan Melintang Perkerasan Jalan Butur Seal
Gambar 3.8 Tahapan Pelaksanaan Perkerasan Jalan Butur Seal
24
i.
Cape Buton Seal
Cape Buton Seal (CBS) merupakan teknologi perkerasan jalan yang baru diperkenalkan pada tahun 2014. Teknologi CBS merupakan perpaduan aplikasi teknologi campuran yang diadopsi dari teknologi Cape Seal dan Otta Seal dengan Butur Seal Asbuton. CBS dapat diartikan sebagai lapisan perkerasan jalan yang secara metode pelaksanaan pekerjaannya relatif sama dengan metode pelaksanaan Cape Seal dan atau Otta Seal, namun menggunakan lapisan Asbuton B 50/30 sebagai material penutupnya. CBS adalah jenis lapis permukaan yang dilaksanakan dengan pemberian lapisan aspal cair yang diikuti dengan penebaran dan pemadatan agregat serta dilanjutkan dengan pemberian lapisan aspal cair kedua lalu diikuti oleh penebaran dan pemadatan asbuton butir. CBS dengan ketebalan 2 cm dapat digunakan baik untuk lapis permukaan pada jalan baru atau untuk pemeliharaan pada perkerasan lama yang melayani lalulintas rendah 200 - 300 kendaraan/hari/2 arah dengan kapasitas kendaraan berat (truk) maksimal 10%. CBS dibuat dengan menggunakan agregat pecah (termasuk batu kapur kristalin) dengan ukuran maksimum 19 mm, aspal cair MC-3000 dan asbuton butir.
Gambar 3.9 Potongan Melintang Perkerasan Jalan Cape Buton Seal
25
a. Penyiraman MC 3000 dan Penghamparan Agregat
b. Pemadatan Agregat
d. Penghamparan Asbuton
e. Pemadatan Asbuton
c. Penyiraman MC 3000
f. Lapisan CBS yang Selesai
Gambar 3.10 Tahapan Pelaksanaan Perkerasan Jalan Cape Buton Seal (Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2014)
3.2 Preferensi dan Persepsi Pasar Berdasarkan survei pasar yang telah dilakukan, selama ini user (dalam hal ini para kontraktor) menggunakan aspal buton untuk memenuhi persyaratan dalam dokumen lelang. Jika di dalam dokumen lelang tidak disyaratkan menggunakan aspal buton maka user akan menggunakan aspal minyak. Belum adanya preferensi dari user untuk menggunakan aspal buton selain aspal minyak dalam proyek pembangunan jalan ataupun pemeliharaan jalan. Hal ini dikarenakan user lebih familiar dalam menggunakan aspal minyak dibandingkan aspal buton. Faktorfaktor penyebabnya antara lain: a. Faktor teknologi Teknologi pengolahan aspal buton yang lebih rumit dibandingkan aspal minyak. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan PUPR sebagai leader dalam inovasi teknologi pengolahan aspal buton perlu selalu meng-update penelitian-penelitian yang lebih user friendly dan disosialisasikan ke para user. Standard Operational Procedure (SOP) pengolahan aspal buton dituangkan ke dalam SPM (Standar Pedoman Manual) yang disahkan sebagai regulasi sebagai payung hukumnya.
26
b. Faktor distribusi Distributor aspal buton sering terlambat dalam pengiriman pesanan. Hal ini dikarenakan beberapa kendala, yaitu: Terbatasnya sarana transportasi khusus pengangkutan aspal buton. Adanya oknum di pelabuhan yang memperlambat proses loading unloading, sehingga memperpanjang waktu pengiriman. Tidak adanya dry port khusus aspal buton untuk mengurangi dwelling time Gudang – gudang penyimpanan sementara terbatas sehingga perlu waktu lebih lama untuk pengiriman langsung dari Pulau Buton Sulit menjangkau pelosok daerah. Diperlukan agen-agen penjualan yang dapat menjangkau lokasi di pelosok Antrian panjang di pelabuhan. Dibutuhkan pelabuhan yang terpisah antara pelabuhan khusus penumpang dengan pelabuhan khusus logistik untuk mempersingkat antrian di pelabuhan Masih banyak jalan/jembatan yang kualitasnya buruk atau belum terbangun sehingga menghambat perjalanan kendaraan pengangkut Dari hasil survei pasar,diketahui bahwa user mengharapkan adanya aspal buton full ekstraksi yang setara dengan aspal minyak sehingga dapat memudahkan dalam pengaplikasiannya di lapangan. Puslitbang Jalan dan Jembatan sudah memiliki teknologi ini, namun belum tersosialisasikan dengan baik sehingga user mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi mengenai teknologi tersebut. c. Faktor SDM Sumber daya manusia dalam pengoperasian mesin pengolahan aspal buton yang terbatas. Diperlukan pelatihan untuk meningkatkan skill SDM dalam memproses aspal buton. Pelatihan didampingi oleh para peneliti dari Pusjatan PUPR dengan Dinas PU daerah sebagai pelaksananya. Faktor-faktor di atas menimbulkan persepsi pasar bahwa aspal buton sulit diterapkan. Hal ini dapat diantisipasi dengan sosialisasi secara meluas oleh 27
pemerintah sehingga dapat mengubah image aspal buton yang sulit diterapkan menjadi mudah diterapkan.
3.3 Beberapa Alternatif Opsi Pengembangan Supply Chain Berdasarkan hasil kajian, terdapat 3 (tiga) alternatif supply chain aspal buton di Indonesia, yaitu sebagai berikut: Tabel 3.3 Alternatif Supply Chain Aspal Buton
NO 1
ALTERNATIF SUPPLY CHAIN
Keterangan
Kerjasama konsorsium Kelebihan dengan BUMN yang Biaya investasi yang dikeluarkan relatif sudah settle rendah karena infrastruktur dan infrastruktur logistiknya sarana logistik yang dibutuhkan sudah tersedia Sudah memiliki infrastruktur logistik berupa gudang penyimpanan, IT, agen yang terhubung dengan jalan/jembatan di seluruh wilayah Indonesia Sudah memiliki sarana pengangkutan logistik berupa truk pengangkut dan kapal Kekurangan Tidak profit oriented Peraturan – peraturan yang terlalu mengikat dapat menghambat pengelolaan perusahaan Cenderung lemah dalam koordinasi
28
NO 2
ALTERNATIF SUPPLY CHAIN
Keterangan
Produsen aspal buton Kelebihan membangun Produsen dapat memonitor langsung infrastrukturnya sendiri proses pengiriman dari hulu ke hilir mulai dari hulu sampai Keuntungan yang didapat dimiliki dengan hilir sepenuhnya (Produsen: BUTONAS, Tidak terikat perjanjian dengan BAI, dan WIKA manapun sehingga bebas menjalankan BITUMEN) usaha Kekurangan Belum memiliki infrastruktur logistik berupa gudang penyimpanan, IT, agen sehingga produsen harus membentuk titik-titik Central Distribution Center (CDC) Biaya investasi yang dikeluarkan relatif tinggi karena produsen harus membangun infrastruktur logistik dan melakukan pengadaan sarana pengangkutan logistik untuk melancarkan distribusi aspal buton Belum memiliki sarana logistik sehingga produsen harus menginvestasikan dana untuk pengadaan sarana pengangkutan logistik
3
Dibuatkan BUMN baru Kelebihan yang khusus menangani Mendapat jaminan dan dukungan aspal buton lebih dari negara 29
NO
ALTERNATIF SUPPLY CHAIN
Keterangan Permodalannya mudah karena mendapat modal dari negara Sebagai salah satu sumber pendapatan negara Pemerintah mengakuisisi aspal buton mulai dari pengambilan di Pulau Buton, pengolahan, sampai pendistribusiannya ke seluruh Indonesia Kekurangan Biaya investasi lebih rendah dibandingkan opsi kedua dikarenakan Pemerintah sudah memiliki aset berupa gudang-gudang di seluruh Indonesia yang terhubung dengan jalan/jembatan. Perlu dibentuk agenagen penjualan khusus aspal buton Belum memiliki sarana logistik khusus pengangkutan aspal buton sehingga harus melakukan pengadaan sarana pengangkutan logistik
30
IV.
PELUANG KERJASAMA PEMANFAATAN PENGEMBANGAN PRODUK
SUPPLY
CHAIN
DAN
4.1 Best Practices Kerjasama Pemanfaatan Supply Chain di Kalangan BUMN2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang memberi sumbangan bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis kegiatan usaha dan penunjang kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. Kerjasama di kalangan BUMN sudah banyak dilakukan dan menghasilkan kinerja yang sangat baik. Kerjasama yang dilakukan dapat berupa pengembangan produk, peningkatan kapasitas produksi, pendanaan, supply chain, dan masih banyak lainnya. Kerjasama Supply Chain PT Pos Indonesia dan PT TELKOM Pada tahun 2009, PT Pos Indonesia dan PT TELKOM melakukan kerjasama strategis dalam hal pemanfaatan sumber daya perusahaan. PT. Pos Indonesia memberikan layanan mail, seperti pengelolaan mailing room, pencetakan dan pendistribusian billing Telkom, serta pengiriman surat dan dokumen internal, selain jasa pengiriman barang dan layanan Supply Chain Management (CSM). PT TELKOM juga memiliki layanan dukungan teknologi informasi berupa jasa konsultasi dan design bidang teknologi informasi, serta technical assistance dan bantuan tenaga IT full time di Pos Indonesia. Dalam kerjasama ini PT TELKOM juga memberikan layanan konten aplikasi berupa aplikasi Core Banking System (CBS), Enterprise Resource Planning (ERP), termasuk aplikasi dan implementasi SAP, Supply Chain Management (SCM), serta Customer Relationship Management (CRM). Kerjasama antara kedua BUMN ini sebagai bagian dari peran penting BUMN dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai mana dimaksud Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Dengan adanya kerjasama antara Telkom dan 2
Dalam majalah SWA edisi 25 November 2015 diulas secara mendalam beberapa perusahaan swasta pelaku bisnis logistik di Indonesia yang sudah memiliki kekuatan market didukung supply chain yang handal. Untuk mengimbangi mereka, perusahaan BUMN pun berbenah dan saling berkolaborasi untuk mendapatkan efisiensi semaksimal mungkin, khususnya untuk mensiasati logistic cost yang masih tinggi. Analisis difokuskan hanya pada kolaborasi lintas BUMN mengingat perseroan merupakan aset negara dan tidak sepenuhnya “profit oriented”. Namun benchmark kinerja pelayanan dengan perusahaan-perusahaan logistik swasta patut dilakukan agar perusahaan-perusahaan BUMN lebih kompetitif.
31
Pos Indonesia tersebut, maka jelas menguntungkan kedua perusahaan itu seperti : Distribusi produk telkom bisa menggunakan gudang pos Indonesia yang tersebar di seluruh nusantara Pendistribusian barang / produk lebih merata keseluruh Indonesia Waktu yang digunakan relatif lebih singkat Pos Indonesia memperoleh manfaat financial secara perhitungan bisnis Pos Indonesia bisa mengembangkan SDM nya dibidang IT Pelayanan PT. Pos Indonesia maupun Telkom menjadi lebih terjangkau dan lebih baik lagi sampai ke pelosok-pelosok tanah air Kerjasama Supply ChainPT Semen Padang, PT Pelindo (Persero), dan PT Kereta Api Indonesia Best practice lainnya di tahun 2012, PT Semen Padang melakukan kerjasama dengan PT Pelindo (Persero), dan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) (Persero) dalam rangka menyambut kehadiran Pabrik Indarung VI yang ditargetkan siap tahun 2015. Dengan disetujuinya pembangunan Pabrik Indarung VI oleh pemegang saham PT Semen Gresik, Tbk. maka PT Semen Padang membutuhkan dukungan PT Pelindo II, PT KAI, PT PLN, dan masyarakat. PT KAI mendukung dan menjamin sepenuhnya kelancaran angkutan semen curah milik PT Semen Padang dengan kereta api dari Indarung ke Teluk Bayur sebesar 6 juta ton per tahun sehubungan dengan peningkatan kapasitas produksi PT Semen Padang. PT Semen Padang menjamin sepenuhnya ketersediaan muatan semen curah dari Indarung ke Teluk Bayur untuk PT KAI enam juta ton per tahun. MoU dengan PT Pelindo II, disepakati perencanaan detail yang meliputi aspek finansial, teknis, komersial, legalitas, dan aspek lainnya berkaitan dengan rencana penataan dan penyediaan fasilitas angkutan semen curah, penyediaan Dermaga Curah, Bag, dan Peti kemas oleh Pelindo; peningkatan kapasitas peralatan yang terpasang di Dermaga Semen Timur (DST) dan Dermaga Semen Barat (DSB) di Pelabuhan Teluk Bayur oleh PT Semen Padang. Penyediaan Dermaga di lingkungan PT Pelindo yang secara khusus diperuntukkan untuk menangani bongkar muat barang hasil produksi dan barang penunjang produksi milik PT Semen Padang oleh PT Pelindo. Penyediaan peralatan bongkar muat oleh para pihak. Penanganan kegiatan 32
bongkar muat barang hasil produksi dan barang penunjang produksi milik PT Semen Padang oleh PT Pelindo. Pengkajian penanganan kegiatan bongkar muat selanjutnya di Dermaga Semen Timur (DST) dan Dermaga Semen Barat (DSB) Pelabuhan Teluk Bayur; penggunaan kemasan bag dalam peti kemas dan jumbo bag oleh PT Semen Padang; Penyusunan berthing contract dengan hak privilege dalam bentuk Service Level Agreement (SLA) dan Service Level Guarantee (SLG) oleh para pihak. Pengkajian untuk penyelarasan tarif dengan mempertimbangkan tarif yang berlaku di Pelabuhan Tanjung Priok oleh para pihak. Kerjasama Supply ChainPT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Pelni (Persero) Tahun 2015, PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Pelni (Persero) menjalin kerjasama bisnis mulai dari pengembangan pabrik petrokimia berbasis gas bumi dan batu bara, serta pengangkutan bahan bakar minyak (BBM) hingga minyak mentah. Pertamina memiliki potensi untuk mengembangkan industri hilirisasi di sektor petrokimia. Selain dengan Pupuk Indonesia, dalam kesempatan ini juga ditandatangani nota kesepahaman antara Pertamina dengan BUMN lainnya yakni PT Pelni. Kerjasama kedua perusahaan mencakup penyediaaan pelumas dan grease yang diproduksi dan dipasarkan Pertamina untuk dipasok ke Pelni serta menyediakan BBM untuk kebutuhan kapal dan kendaraan operasional Pelni. PT Pelni yang bergerak dibidang jasa pelayaran menyediakan kapal angkut BBM sebanyak 1 unit kapal angkut, dengan sepesifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan Pertamina. Nota kesepahaman ini berlaku selama 5 tahun. Dari sekian contoh kerjasama antar BUMN di atas, jelas akan meningkatkan efisiensi sumberdaya, baik efisiensi biaya, waktu, dan tenaga antara pihak-pihak yang bekerjasama. Selain itu produktivitas BUMN dapat semakin ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. 4.2 Kerangka Kerjasama Antar BUMN dan Produsen Dari 3 (tiga) opsi yang telah dikemukakan di subbab sebelumnya, salah satunya adalah para produsen aspal buton yang ada melakukan kerjasama konsorsium dengan BUMN yang sudah settle infrastruktur logistiknya. Berikut Tabel 4.1 gambaran bagi peran dan manfaat yang didapat jika melakukan kerjasama.
33
Tabel 4.1 Kerangka Kerjasama Antar BUMN untuk Penguatan Supply Chain Aspal Buton
No
BUMN Pelaku Supply chain Aspal Buton
Bagi Peran
Manfaat
1
PT. Pertamina (Persero)
Menyediakan gudang – gudang penyimpanan di titik – titik lokasi yang strategis serta memberikan dukungan jasa pengangkutan aspal buton baik melalui jalan darat maupun laut
Dapat mengembangkan bisnis ke pengolahan, pemasaran dan niaga aspal buton selain aspal minyak yang didukung sarana distribusi dan transportasi melalui darat dan laut
2
PT. Pelni (Persero)
Menyediakan kapal angkut berikut sarana prasarana logistik lainnya (gudang, dry port, dll) yang dibutuhkan dalam pengiriman aspal buton
Dapat menambah pasokan pelumas dan grease dari Pertamina serta BBM untuk kebutuhan kapal angkut
3
PT. Telkom (Persero)
Memberikan dukungan teknologi informasi berupa jasa konsultasi dan design bidang teknologi informasi, serta technical assistance dan bantuan tenaga IT full time
Menambah jaringan telekomunikasi dan mendapatkan kemudahan dalam pengiriman alat berat yang dibutuhkan ke daerah-daerah, selain jasa pengiriman barang dan layanan Supply chain Management.
4
PT. ASDP (Persero)
Menyediakan Dapat menambah aksestransportasiantarpu pasokan pelumas dan 34
No
BUMN Pelaku Supply chain Aspal Buton
Bagi Peran
Manfaat
lauyang bersebelahan grease dari Pertamina serta pulau – pulau besar serta BBM untuk lainnya sekaligus kebutuhan kapal angkut. menyediakan akses transportasi ke wilayah yang belum memiliki penyeberangan guna mempercepat pembangunan (penyeberangan perintis). 5
PT. PT Bhanda Ghara Reksa (Persero)
Integrated Logistics Service (ILS) yang menjadi core business PT. BGR akan menyediakan layanan terpadu, mulai dari barang keluar dari pabrik di Buton, disimpan dalam gudang maupun saat pengangkutan barang sampai ke pengguna akhir. Penggunaan berbagai moda angkutan (berkoordinasi dengan BUMN/perusahaan penyedia moda angkutan lainnya), pemanfaatan gudang (PT. BGR 35
Dapat me-utilisasi infrastruktur yang dimiliki, mendatangkan profit bagi PT. BGR, efisiensi bagi investor/konsorsium
No
BUMN Pelaku Supply chain Aspal Buton
Manfaat
Bagi Peran memiliki lebih dari 500 unit gudang dengan luas lebih dari 750.000 m2) di seluruh wilayah Indonesia, serta layanan freight forwarding.
4.3 Rencana Pengembangan Produk dan Bisnis Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, preferensi pasar masih lebih berorientasi ke aspal minyak. Hal ini cukup wajar dikarenakan banyak ditemukannya kemudahan dalam pengaplikasian aspal minyak dibandingkan aspal buton (tidak hanya dari aspek distribusi logistik, tetapi juga aspek teknologinya, lihat Tabel 4.2). Tabel 4.2 Perbandingan Aspal Minyak dengan Aspal Buton
No 1
Aspek
Aspal Minyak
Produksi 67% dari kebutuhan aspal nasional berasal dari impor, 18% dIproduksi Pertamina melalui Refinery Unit IV Cilacap (Wil. Barat) dan Bitumen Plant Gresik (Wil. Timur), dan 15% sisanya diimpor oleh Pertamina.
36
Aspal Buton Cadangan aspal buton sebanyak lebih dari 600 juta ton merupakan peluang sekaligus tantangan agar Indonesia bisa mencukupi kebutuhan aspal nasional tanpa harus impor. Kebijakan ini akan mampu mengamankan cadangan devisa.
No
Aspek
Aspal Minyak
Aspal Buton Kapasitas produksi 3 (tiga) perusahaan yang saat ini memproduksi aspal buton yaitu PT. Butonas, PT. Buton Asphalt Indonesia, dan PT. Wika Bitumen (yang sudah bekerjasama dengan PT. Pertamina) diharapkan mampu meningkat hingga 75% kebutuhan aspal nasional.
2
Distribusi Dari hasil survey, para responden dari kontraktor dan asosiasi menyatakan bahwa aspal minyak sangat mudah didapat.
3
Teknologi Produsen tidak mengalami Varian produk harus kendala dengan teknologi. diupayakan agar tidak terlalu banyak. Fokus saja pada pengembangan B25 dan B50. Jangan hanya sebagai aditif, tetapi aspal buton harus digunakan sebagai substitusi aspal minyak. Teknologi full ekstraksi, sebagaimana diinginkan pasar harus dapat 37
Saat ini aspek distribusi dirasa belum optimal. Ketiga perusahaan belum sepenuhnya memiliki infrastruktur logistik yang handal.
No
Aspek
Aspal Minyak
Aspal Buton segera dilaksanakan produsen. Kendala dalam penerapan juga harus diminimalisir.
4
Overall Supply Chain
Network dan infrastruktur Aspek-aspek tersebut logistik aspal minyak sudah harus menjadi perhatian sangat settle. Hal ini dan digunakan untuk membuat logistic cost perbaikan kinerja tata relatif rendah kelola aspal buton, dari dibandingkan aspal buton. sisi produksi, distribusi, dan teknologi. Biaya produksi dapat ditekan karena produsen hanya fokus pada 1 (satu) varian produk.
Gambar 4.1 Gambaran Logistic Cost yang dipengaruhi Supply Chain (Sumber : Hasil Analisis, 2015)
38
Adapun rencana pengembangan produk dan bisnis yang diusulkan antara lain sebagai berikut : a. Varian aspal buton yang paling diminati pasar adalah B25 dan B30. Untuk business plan kedepan, pengembangan produk difokuskan ke kedua varian tersebut. Hal ini penting agar produsen dan rantai pasoknya juga dapat menyesuaikan spesifikasi unit produksi dan infrastruktur distribusinya yang menunjang varian tersebut. b. Supaya tercipta keberlanjutan permintaan (demand) dengan pasokan (supply), diusulkan beberapa hal : Kementerian PUPR mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan (mandatory) pemanfaatan aspal buton ke seluruh proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan serta dimasukkan ke dalam persyaratan lelang. Sebenarnya sudah ada kerangka regulasi untuk mengatur hal ini, yaitu Permen PU No. 35/PRT/M/2006 namun dirasa belum efektif. Disadari masih ada keragu-raguan pasar dalam memanfaatkan aspal buton. Untuk menjembatani hal ini, diusulkan agar diberikan pentahapan dalam persiapan dan pemanfaatannya : 1) Jangka Pendek (2 tahun) : -
Memetakan potensi pemanfaatan aspal buton untuk seluruh wilayah Indonesia,
-
Menyusun database pasar aspal buton,
-
Segera mengeluarkan regulasi yang diperlukan untuk mengatur pemanfaatan aspal buton,
-
Menyepakati skema kerjasama pemanfaatan supply chain antara produsen dengan BUMN,
-
Memfasilitasi akses ke lembaga pembiayaan agar BUMN dapat membenahi infrastruktur logistik mereka,
-
Produksi terbatas hanya pada 2 (dua) varian produk,
39
-
Keharusan (mandatory) pemanfaatan diberlakukan secara bertahap. Untuk jangka pendek seluruh pembangunan jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota di kawasan Timur terlebih dahulu,
-
Menegaskan peran Dinas PU di seluruh daerah Indonesia sebagai “hub”,
-
Menyiapkan infrastruktur logistik untuk kawasan barat dan tengah Indonesia,
-
Peningkatan kapasitas produksi, serta Monitoring dan evaluasi.
2) Jangka Menengah (3 – 5 tahun) : -
Mengupdate database pasar aspal buton secara berkala (setiap tahun),
-
Menyiapkan infrastruktur logistik untuk kawasan barat dan tengah Indonesia,
-
Keharusan (mandatory) pemanfaatan aspal buton pada pembangunan jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia,
-
Monitoring dan evaluasi.
3) Jangka Panjang (6 – 10 tahun) : -
Jika kebutuhan aspal buton untuk domestik sudah dapat dipenuhi, ekspansi pasar ke luar negeri sangat dimungkinkan. Namun peningkatan kinerja produk aspal buton, khususnya untuk pasar luar negeri juga harus disertai dengan lisensi teknologi,
-
Mengevaluasi permasalahan/kendala, peluang pengembangan produk dan bisnis pemanfaatan aspal buton, keberlanjutan manfaat bagi masyarakat lokal (misal menjadikan masyarakat lokal sebagai shareholder, sustainable CSR, dll).
40
4.4 Strategi Menyerap Aspal Buton Dari hasil survei dan permasalahan aspal buton yang telah dikemukakan di atas, ditawarkan strategi dalam rangka meningkatkan permintaan (demand) aspal buton supaya industri aspal buton ini dapat bersaing dengan aspal minyak. Adapun strategi yang ditawarkan adalah sebagai berikut : a. Menggunakan skema Design and Build3 dalam penyelenggaraan proyek. Pengertian dari skema ini adalah tata cara penyelenggaraan proyek dimana proses perencanaan dan proses pelaksanaan konstruksi proyek dilakukan oleh satu pihak tertentu dan diikat secara hukum melalui kontrak dengan Pemberi Tugas. Secara umum, untuk proyek-proyek yang dilaksanakan dengan pola Design and Build, terdapat 2 (pihak) yang mengikatkan diri dengan kontrak kerja yaitu Pihak Pemberi Tugas dan Pihak Pelaksana Pekerjaan. Walaupun demikian, kadang kala diperlukan keahlian lain yaitu Konsultan Pengawas yang bekerja untuk dan diikat kontrak dengan Pihak Pemberi Tugas. Tugasnya adalah melakukan dan melaporkan hasil pengawasan pekerjaan kepada Pemberi Tugas. b. Menteri PUPR cq. Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR sebagai pembina penyelenggaraan jalan memberikan prasyarat kepada setiap proyek pembangunan ataupun pemeliharaan jalan untuk menggunakan aspal buton sebagai bahan utama (substitusi) bukan aditif. Hal ini bertujuan untuk menjamin adanya kepastian pasar akan kebutuhan aspal buton. Selanjutnya, skema strategi supply chain aspal buton digambarkan pada Gambar 4.1.
3
Mengenai detail tata caranya dapat dilihat di dalam Permen PUPR No. 19/2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun (Design and Build).
41
Gambar 4.2 Skema Strategi Supply ChainAspal Buton
c. Dinas PU sebagai pelaksana penyelenggara jalan di daerah memiliki tugas tambahan sebagai “Hub” (titik penghubung yang menyediakan gudang penyimpanan aspal buton, sekaligus untuk meng-update kebutuhan aspal buton di daerah). Alur 1: Ditjen Bina Marga dan Dinas PU memberikan data dan informasi ke produsen jumlah total aspal buton yang dibutuhkan untuk rencana pembangunan dn pemeliharaan jalan dalam jangka waktu tertentu (contoh: total km jalan nasional yang akan dibangun pada tahun 2016). Total km jalan yang akan dibangun diperhitungkan jumlah aspal buton dalam satuan ton. Informasi dan data kebutuhan aspal buton juga diketahui para kontraktor yang mengikuti lelang. Alur 2: Produsen mengirimkan aspal buton sesuai kebutuhan ke Hub – hub dalam jumlah besar mengingat ongkos pengiriman yang mahal4. Alur 3:
4
World Bank yang merilis Logistic Performance Index (LPI) seluruh negara menempatkanIndonesia pada tahun 2014 pada peringkat ke-53.Jauh di bawah Singapura (5), Malaysia (25), Thailand (35), dan Vietnam (48). Rendahnya peringkat ini juga direfleksikan dengan logisticcost yang mahal. Seiring dengan peningkatan kinerja logistik oleh para perusahaan BUMN yang berkolaborasi, diharapkan logisticcost akan semakin rendah.
42
Kontraktor yang memenangkan lelang menghubungi Hub terdekat sesuai lokasi proyek. Alur 4: Hub mengantarkan aspal buton sejumlah yang dibutuhkan kontraktor ke warehouse yang disediakan kontraktor. Alur 5: Dari warehouse dikirimkan ke lokasi proyek oleh kontraktor. d. Pembiayaan bisa dilakukan dengan pola Turn-key Project, yaitu pola pekerjaan dimana masing-masing pihak yang terlibat mengikatkan diri dengan kontrak kerja, tetapi Pihak Pemberi Tugas (dalam hal ini pemilik proyek melalui kontraktor pemenang lelang) akan melakukan pembayaran pekerjaan setelah prestasi pekerjaan selesai 100% dan telah disetujui oleh Pemberi Tugas. Dengan kata lain, Pelaksana Pekerjaan (produsen aspal buton, Konsultan Pengawas, baik sendiri-sendiri, sekaligus maupun kombinasi dari pihak-pihak tersebut) membiayai dirinya sendiri sampai pekerjaannya selesai 100% dan disetujui oleh Pemberi Tugas. Pada cara ini sangat penting pada saat awal untuk menyepakati hal-hal mengenai perkiraan nilai pekerjaan, tata cara pembiayaan dan pembayaran total pada akhir pekerjaan. Dukungan pembiayaan dari perbankan menjadi isu penting dalam hal ini. e. Melakukan forward planning, yaitu membuat rencana untuk mempertimbangkan apa yang mungkin terjadi atau dibutuhkan di masa depan dalam hal penyediaan aspal buton sehingga kelangsungan penyediaan aspal buton tetap terjaga.
43
V.
PENUTUP : TANTANGAN DAN REKOMENDASI
Dari sekian banyak permasalahan mengenai aspal buton yang telah dibahas di atas, secara keseluruhan dapat diminimalisir dengan adanya jaminan pasar (kepastian permintaan/demand). Beberapa hal yang sudah diulas sebelumnya akan digarisbawahi kembali dengan menekankan fokus pada aspek teknologi, pasar, kelembagaan, pembiayaan, dan infrastruktur.
Tabel 5.1 Rekomendasi Kebijakan
NO 1
ASPEK Teknologi
URAIAN
KETERANGAN
1. Teknologi harus full ekstraksi. 2. Produsen dan Puslitbang Jalan & Jembatan fokus pada varian produk yang diminati pasar (B25 & B30)
Jika Pusjatan pengembangan Produsen produk fokus dengan varian yang diminati pasar, maka dapat menekan ongkos produksi. Efisiensi biaya distribusi juga dapat dicapai.
SPM disahkan oleh Menteri PUPR dan 1. Teknik diberlakukan penyimpanan secara nasional aspal buton disetiap proyek (agar kualitas jalan di Indonesia tidak turun) (sesuai ketentuan 2. Teknik dan syarat). pengolahan aspal buton
SPM mengenai :
44
STAKEHOLDER TERKAIT
Pusjatan, Ditjen Bina Marga, Ditjen Bina Konstruksi
NO
ASPEK
URAIAN
KETERANGAN
STAKEHOLDER TERKAIT
yang mudah dan praktis 3. Teknik pemeliharaan jalan aspal buton Packaging aspal Aspal buton Produsen buton dikemas dengan Konsorsium baik supaya Pusjatan selama proses pengiriman dan penyimpanan tidak mengurangi mutu aspal buton 2
Kepastian pasar
1. Sosialisasi atau marketing aspal buton ditingkatkan sehingga masyarakat percaya akan kualitas dan mutu aspal buton. Sosialisasi tidak hanya terbatas pada Satker tetapi 45
Jika kepercayaan (trust) publik didapatkan, diiringi dengan perbaikan tata kelola, maka permintaan (demand) aspal buton meningkat
Kementerian PUPR, ESDM, Asosiasi dan Pemerintah daerah
NO
ASPEK
URAIAN
KETERANGAN
STAKEHOLDER TERKAIT
juga kontraktor, asosiasi, konsultan, dan Pemda. 2. Pembuatan pilot project dapat dilakukan untuk memperoleh trust publik
Adanya peraturan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mewajibkan semua proyek jalan menggunakan aspal buton (dimasukkan ke dalam dokumen kontrak)
Bisa berupa Peraturan Menteri PUPR. Dengan adanya regulasi yang mewajibkan penggunaan aspal buton dapat meningkatkan permintaan pasar
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Adanya Semakin banyak Kementerian peralihan status jalan nasional yang PUPR dan 46
NO
ASPEK
URAIAN
KETERANGAN
jalan provinsi menjadi jalan nasional sehingga Pemerintah Pusat dapat mendorong Pemerintah Daerah dalam penggunaan aspal buton 3
Kelembagaan Kesiapan SDM
STAKEHOLDER TERKAIT
menggunakan pemerintah aspal buton maka daerah dapat menarik pihak swasta ataupun Pemda untuk ikut menggunakan aspal buton
Kualifikasi SDM Produsen harus spesifik Partner/ sehingga dapat Konsorsium mendukung proses Pusjatan penerapan aspal PUPR buton di lapangan
Konsorsium Harus jelas MoU Produsen (produsen dan kerjasama dan Partner partner) bagi peran antar lembaga 4
Pembiayaan
Investasi untuk penyediaan infrastruktur dan sarana prasarana logistik
47
Jika pengelolaan di PMN via bawah manajemen Kemenkeu BUMN, maka pembiayaannya dari negara Jika Produsen pengelolaannya PII & SMI dibawah produsen
NO
ASPEK
URAIAN
KETERANGAN
STAKEHOLDER TERKAIT
sendiri, maka Kemenkeu pembiayaannya Partner mandiri, melalui pinjaman ataupun kerjasama dengan pihak swasta 5
Infrastruktur
Pelabuhan
Pelabuhan Kementerian difasilitasi dry port Perhubungan, sebagai fasilitas PT. Pelindo penyimpanan sementara agar dwelling time dapat lebih singkat Dipisahkan antara Kementerian pelabuhan untuk Perhubungan, penumpang PT. Pelindo dengan pelabuhan logistik sehingga antrian tidak menumpuk di dermaga Lama kapal Kementerian bersandar (proses Perhubungan, loading dan PT. Pelindo unloading) dapat dipersingkat dengan memperketat pengawasan 48
NO
ASPEK
URAIAN
KETERANGAN
STAKEHOLDER TERKAIT
sehingga tidak ada oknum yang memperlambat proses
Konektivitas
Mulai dari sumber Kementerian penghasil aspal PUPR dan buton sampai Perhubungan dengan agen pemasaran harus terhubung dengan jalan/jembatan berkualitas baik untuk mempercepat waktu distribusi
Sarana dan prasarana (kendaraan pengangkut, gudang penyimpanan, dan agen penjualan)
Harus dilengkapi Produsen/ dengan kapal dan Partner kendaraan yang khusus untuk mengangkut aspal buton agar mutu aspal buton tidak menurun Gudang-gudang Produsen/ penyimpangan di
49
NO
ASPEK
URAIAN
KETERANGAN
STAKEHOLDER TERKAIT
titik-titik lokasi Partner yang strategis di seluruh Indonesia Agen penjualan Produsen/ diharapkan Partner menjangkau ke pelosok daerah
50
DAFTAR PUSTAKA
Heizer, Jay dan Barry Render. (2008). Operations Management: Edisi Ketujuh. Jakarta: Salemba Empat. KOHLS and UHK. (1990). Marketing of Agricultural Products:Fifth Edition. USA: The Macmillan Publishing Company. Kurniadji. (2012). Penyempurnaan Prototype Alat Ekstraksi – Penelitian dan Pengembangan Teknologi Asbuton. Laporan Akhir Penelitian. Bandung: Puslitbang Prasarana Transportasi. Limbong W.H, Sitorus. (1987). Pengantar Tata Niaga Pertanian. Bogor: Fakultas Pertanian IPB Rahardi, F., dkk. (2000). Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. Puslitbang Jalan dan Jembatan. (2014). Manual Integrasi Teknologi Asbuton. Bandung: Kementerian PUPR.
****
51