ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Tinjauan Terhadap Esensi, Eksistensi, Pelembagaan, Pembaharuan, Pengembangan dan Prospek Penerapannya) Dr. H. Muhamad Rakhmat, SH., MH. * A. PENDAHULUAN
mengingat
Dalam pembukaan UUD 1945
meskipun masih dalam hitungan bulan, maka masih adanya keterkaitan kuat
"…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan yang Maha Esa…". Dari
paragraph
dengan hukum Belanda yang telah ratusan tahun melekat dalam peri kehidupan
Negara
keindonesiaan, memerlukan
yang
panjang,
dengan
Indonesia.
1 tahun 1946, yang walaupun secara
Hindia-Belanda mendapatkan
memberlakukan
sehingga
banyak
sorotan,1
masa
sementara
yang
pemerintah
berbagai
usaha
Berdasarkan
tersebut, maka diterbitkanlah UU No.
Pidana
rentang
sangat
untuk
mempertahankan kemerdekaan.
Sebagai perwujudan keinginan
Hukum
tentunya
Indonesia ketika itu masih disibukkan
hukum baru sesuai dengan kebangsaan
Undang-Undang
itu
undang yang sesuai benar dengan
berkeinginan untuk membentuk suatu
masih
Indonesia
Untuk dapat membuat undang-
tersebut
hukum,
bangsa
karenanya bisa dimaklumi.
nampak jelas, bahwa Indonesia adalah
subtansial
Indonesia
sebagai suatu Negara yang berdaulat
disebutkan,
merupakan
keberadaan
Presiden
No.107/1958,
dibentuklah
"Lembaga
Keputusan maka Pembinaan
Hukum Nasional" (LPHN), yang sejak tahun 1974 kemudian dirubah menjadi "Badan Pembinaan Hukum Nasional"
namun
(BPHN). * Penulis adalah Ketua Lembaga Bantuan dan Kosultasi Hukum UNMA/Dosen FAI UNMA 1 Lihar Sucipto, Tinjauan Kritis Terhadap Pembangunan Hukum Indonesia,
dalam Analisa (SIS, No. I, Januari-Pebruari, 1993), h. 64
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 44
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Sesuai dengan bentuk ketatanegaraan
banyak bercokol di tengah-tengah
Indonesia yang berlaku sampai akhir
masyarakat Indonesia, terutama yang
tahun 1958, LPHN secara langsung
berasal dari kalangan perguruan tinggi
berada di bawah kekuasaan Perdana
hukum
Menteri. Namun sejak kembali ke
menginginkan dominasi hukum Islam3
UUD-45 dan kemudian diperkuat oleh
dalam hukum nasional, tetapi juga oleh
Keputusan Presiden RI No. 45/1974,
kalangan ulama Islam sendiri yang
kedudukan LPHN
yang kemudian
masih memahami hukum Islam secara
berubah menjadi BPHN itu menjadi
sepotong-potong dan terjebak dalam
setingkat dengan Direktorat Jenderal
kerangka
dalam Departemen Kehakiman.
sempit,
positif
fanatisme sehingga
yang
tidak
mazhab
yang
kemudian
lebih
Dalam menunjang Programn
tersibukkan dengan berbagai pertikaian
Legislatif Nasional Repelita III (1979-
antara sesamanya dengan melupakan
1984), BPHN telah ikut aktif dalam
peningkatan
pembuatan peta hukum nasional, yang
melaksanakan hukum Islam itu dalam
sampai tahun 1987 tercatat telah
realitas kehidupan umat.
berhasil menerbitkan 34 buah UU. Usaha hukum
baru
berlangsung, kendala
sejak
menghadang,
untuk
walaupun semula tidak
Tulisan ini akan
mewujudkan
nasional
itu
kesadaran
untuk
mencoba
untuk menggunakan kontribusi dan
tetap
prospek
hukum
Islam
terhadap
berbagai juga
terus
hanya
oleh
sarjana hukum Indonesia. Lihat S. Praja, Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 85 3 Sebenarnya, hukum Islam itu sudah eksis sejak masa kerajaan Islam awal, dan bahkan secara resmi sebagai hukum Negara pada masa kesultanan Islam Indonesia. Lihat Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. I,), h. 12: Rahmat Djatmika, Sosialisasi Hukum Islam di Indonesia, dalam Abdurrahman Wahid, et al, Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991, Cet. I), h. 230
penganut teori resepsi,2 yang masih 2
Menurut Teori Resepsi, Hukum Islam itu bukan "hukum" dan tidak bisa menjadi "hukum" jika belum diresapi oleh hukum adat. Walaupun sejak pemberlakuan UU Perkawinan pada 1 Oktober 1974, sebenarnya teori tersebut dengan sendirinya telah mati, namun arwah dan semangatnya ternyata masih melekat dalam benak sebagian
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 45
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
pembinaan
hukum
nasional
di
perkembangan sosial, ekonomi dan
Indonesia,4 meliputi beberapa aspek
politik di masa depan. 5
bahasan; 1) Esensi dan eksistensi hukum
Islam,
Pelembagaan,
tidak hanya sebagai norma statis yang
pengembangan
hanya mengutamakan kepastian dan
hukum Islam, 3) Prospek penerapan
ketertiban, namun juga berkemampuan
hukum Islam di Indonesia.
untuk
pembaharuan
2)
Dengan demikian, hukum itu
dan
mendinamisasikan
pemikiran
serta merekayasa perilaku masyarakat B. ESENSI
DAN
EKSISTENSI
dalam menggapai cita-cita.
HUKUM ISLAM Secara
Dalam
sosiologis,
perspektif
Islam,
hukum
hukum akan senantiasa berkemampuan
merupakan refleksi tata nilai yang
untuk mendasari dan mengarahkan
diyakini oleh masyarakat sebagai suatu
berbagai perubahan sosial masyarakat.
pranata
Hal ini mengingat, bahwa hukum
dalam
bermasyarakat,
kehidupan
berbangsa
Islam6 itu mengandung dua dimensi:
dan
bernegara.
1. Hukum Islam dalam kaitannya dengan syari'at7 yang berakar pada
Hal ini berarti, bahwa muatan hukum
itu
seharusnya
mampu
nash qath'i berlaku universal dan
menangkap aspirasi masyarakat yang 5
Amrullah Ahmad, SF. Dkk., Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Gema Insani Press, 1966), h. ix 6 Hukum Islam merupakan koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Lihat Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988, cet III), h. 44 7 Syariat mempunyai dua pengertian: umum dan khusus. Secara umum, mencakup keseluruhan tata kehidupan dan Islam termasuk pengetahuan tentang ketuhanan. Dalam pengertian khusus, ketetapan yang dihasilkan dari pemahaman seorang muslim yang memenuhi syarat tertentu tentang al-Qur'an dan sunnah dengan menggunakan metode tertentu (Ushul Fiqhi), Lihat: Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia…, h. vii
tumbuh dan berkembang, bukan hanya bersifat kekinian, namun juga menjadi acuan
dalam
mengantisipasi
4
Hukum Islam yang memang merupakan sub system hukum nasional di Indonesia di samping sub system hukum Barat dan hukum adat, keberadaannya sudah menjadi autoritive source sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Lihat Juhana S. Praja, Hukum Islam di Indonesia…, h. xi-xii
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 46
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
menjadi asas
pemersatu
serta
dan bahkan pernah sempat menjadi hukum resmi Negara. 10
mempolakan arus utama aktivitas umat Islam sedunia.
Setelah
2. Hukum Islam yang berakar pada nas
zhanni
yang
kedatangan
bangsa
penjajah (Belanda) yang kemudian
merupakan
berhasil
mengambil
alih
seluruh
wilayah ijtihadi yang produk-
kekuasaan kerajaan Islam tersebut,
produknya
maka sedikit demi sedikit hukum Islam
kemudian
disebut
dengan fiqhi.8 Dalam kedua
mulai dipangkas,
pengertiannya
inilah,
yang
yang tertinggal-selain ibadah-hanya
kemudian
sebagian saja dari hukum keluarga
kemungkinan
(nikah, talak, rujuk, waris) dengan
yang
memberikan
epistemologis hukum, bahwa setiap
Pengadilan
wilayah yang dihuni umat Islam dapat
pelaksananya.11
menerapkan
hukum
sampai akhirnya
Islam
secara
Agama
Meskipun
demikian,
sebagai
hukum
berbeda-beda,9 sesuai dengan konteks
Islam masih tetap eksis, sekalipun
permasalahan yang dihadapi.
sudah
Di
Indonesia,
negeri-negeri lain penduduknya keberdayaannya
sebagaimana
yang
seutuhnya.
Secara
sosiologis dan kultural, hukum Islam
mayoritas
tidak pernah mati dan bahkan selalu
Islam,
hadir dalam kehidupan umat Islam
lama
dalam sistem politik apapun, baik
beragama telah
tidak
sejak
memperoleh tempat yang layak dalam
masa
kehidupan masyarakat seiring dengan
kemerdekaan serta sampai masa kini.
berdirinya
kerajaan-kerajaan
kolonialisme
maupun
masa
Islam,
8
Fiqhi adalah hukum syara' yang bersifat praktis diperoleh melalui dalil-dalil yang terinci. Lihat: Abd. Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqhi, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), h. 11 9 Amruullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional…,
10
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia… 11 Ali Syafie, Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Ummat, dalam Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam …, h. 93
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 47
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Dalam
perkembangan
mendapatkan
perbedaan
dalam
selanjutnya, hukum Islam di Indonesia
pemberlakuannya, namun keduanya itu
itu12 kemudian dibagi menjadi dua:
sebenarnya dapat terlaksana secara
a. Hukum
serentak di Indonesia sesuai dengan
Islam
yang
bersifat
normatif, yaitu yang berkaitan
UUD 45 pasal 29 ayat 2.
dengan aspek ibadah murni, yang
Dengan
demikian
dapat
pelaksanaannya sangat tergantung
disimpulkan, bahwa
kepada iman dan kepatuhan umat
Islam Indonesia adalah hukum-hukum
Islam Indonesia kepada agamanya.
Islam yang hidup14 dalam masyarakat
b. Hukum Islam yang bersifat yuridis
Indonesia, baik yang bersifat normatif
formal,
yaitu
dengan
yang
aspek
berkaitan
maupun
muamalat
pula
dalam
pidana13
sekalipun
formal,
yang
konkritnya bisa berupa UU, fatwa
(khususnya bidang perdata dan dipayakan
yuridis
esensi hukum
ulama dan yurisprudensi.
bidang
Adapun
eksistensi
hukum
sampai
Islam di Indonesia yang sebagian
tahap
daripadanya telah terpaparkan pada
perjuangan), yang telah menjadi
uraian sebelumnya, sepenuhnya dapat
bagian dari hukum
ditelusuri melalui pendekatan historis,
sekarang
masih
dalam
positif
di
ataupun teoritis.15
Indonesia. Meskipun keduanya (hukum normative dan yuridis formal) masih
14
Yakni, hukum yang diterima dan digunakan secara nyata dalam kehidupan umat, atau yang tersosialisasikan dan diterima masyarakat secara persuasive, karena dianggap telah sesuai dengan kesadaran hukum dan cita mereka tentang keadailan. Lihat Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, h. 209; Jamal D. Rahmat et al, Wacana Baru Fiqhi Sosial, (Bandung: Mizan, 1977), h. 177 15 Tentang teori-teori tersebut, selengkapnya dapat ditelaah dalam H. Ichtijanto, Pengembangan Teori Berlakunya hukum Islam di Indonesia, dalam Tjum Surajaman (ed), Hukum Islam di Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 91), 101-36.
12
Mohammad Daud Ali, Penerapan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia, Makalah Kuliah Umum Pada Pendidikan Kader Ulama di Jakarta, tanggal 17 Mei 1995. 13 Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, yang menyebabkan pelakunya dapat diancam dengan hukuman tertentu dan merupakan penderitaan atau siksaan baginya. Lihat JB. Daliyo dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1992), h. 73-74
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 48
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Islam
Dalam lintas sejarah, hukum
semakin kuat dalam menjarah
di
kekayaan
Indonesia
dapat
dibagi
bumi
Indonesia,
menjadi empat periode,16 dua periode
maka pada tanggal 25 Mei
sebelum kemerdekaan, dan dua lagi
1760 M pemerintah Belanda
pasca kemerdekaan.
secara
1. Dua periode pertama, dapat dibagi
peraturan
resmi
menerbitkan
Resolutio
der yang
lagi ke dalam dua fase sebagai
Indischr
Regeering
berikut:
kemudian
dikenal
a. Fase berlakunya hukum Islam
Compendium Freijer.
sepenuhnya. Dalam fase ini, dikenal teori reception
dengan
Peraturan ini memang
in
tidak
hanya
memuat
complexu yang dikemukakan
pemberlakuan hukum Islam
oleh L.W.C. Van Den Breg.
dalam
Menurut
teori
ini,
bidang
kekeluargaan
(perkawinan dan kewarisan),
hukum Islam sepenuhnya telah
tetapi
diterima oleh umat Islam17
kewenangan lembaga-lembaga
berlaku sejak adanya kerajaan
peradilan Islam yang dibentuk
Islam sampai masa awal VOC,
oleh para raja atau sultan Islam
yakni ketika Belanda masih
dengan
belum
Belanda.18
mencampuri
semua
persoalan hukum yang berlaku
dengan
VOC-nya
Belanda
menggantikan
peradilan
buatan
Keberadaan
hukum
Islam19
di masyarakat. Setelah
juga
di
Indonesia
18 M. Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum di Indonesia, (Jakarta: Risalah, 1984), h. 12 19 Ketika itu, hukum Islam diakui sebagai otoritas hukum, namun demikian keberadaan dan bentuknya masih sama dengan hukum adat yang tidak tertulis sebagaimana selayaknya peraturan perundang-undangan. Dan yang ada hanyalah kitab-kitab fiqhi yang masih berbentuk kajian ilmu hukum Islam dalam berbagai macam mazhab, walaupun mayoritasnya adalah mazhab Syafi'i. Lihat:
mulai
16
Ismail Sunny, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, dalam buku Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia, h. 200 17 Rahmat Djatmiko, Sosialisasi Hukum Islam…, h. 231-232
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 49
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
sepenuhnya baru diakui oleh
kemudian digantikan oleh teori
Belanda
Receptio yang dikemukakan
setelah
dicabutnya
Compendium Freijer secara
oleh
berangsur-angsur, dan terakhir
Hurgronye dan dimulai oleh
dengan staatstabled 1913 No.
Corenlis Van Vallonhoven22
354.
sebagai penggagas pertama. Dalam
1882
No.
Cristian
Staatsbled
152
Untuk
Snouk
menggantikan
ditetapkan
Receptio in Complexu dengan
Peradilan
Receptio, pemerintah Belanda
Agama di Jawa dan Madura,
kemudian menerbitkan Wet op
dengan
de
pembentukan
legalitas
tanpa
mengurangi
mereka
Staatsinrichting
van
dalam
Nederlands Indie, disingkat
melaksanakan tugas peradilan
Indische Staatsregeling (I.S),
sesuai
yang sekaligus membatalkan
dengan
ketentuan
fiqhi.20
Regeerrings Reglement (RR)
2. Fase berlakunya hukum Islam setelah
dikehendaki
tahun 1885, pasal 75 yang
atau
menganjurkan kepada hakim
diterima oleh hukum adat.
Indonesia
Dalam fase ini, teori Reception
memberlakukan
in Complexu yang pertama
undang agama.
kali
diperkenalkan
untuk undang-
oleh
Dalam I.S. tersebut,
L.W.C. Van Den Breg itu21
diundangkan Stbl 1929: 212 yang
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Ed. I: Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), h. 15-29 20 Munawir Sjadzali, Landasan Pemikiran Politik Hukum di Indonesia dalam Rangka Menentukan Peradilan Agama di Indonesia, dalam Tjua Suryaman, Politik Hukum di Indonesia, Perkembangan dan Pembentukannya, (Cet. I: Bandung: Raja Rosdakarya, 1991), h. 43-44 21 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: Haji
hukum
menyatakan Islam
bahwa
dicabut
dari
lingkungan tata hukum Hindia
Masagung, 1990), h. 28; Hazairin, Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tinta Mas, 1973), h. 13 22 Mura Hutagalung, Hukum Islam dalam Era Pembangunan (Jakarta: Ind-HillCO, 1985, Cet I), h. 19
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 50
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Belanda. Dan dalam pasal 134
melumpuhkan
system
ayat 2 dinyatakan:
kelembagaan
"Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesame orang Islam, akan diselesaikan oleh hakim agama Islam apabila hukum Adat mereka menghendakinya, dan sejauh itu tidak ditentukan lain dengan sesuatu ordonansi". 23
yang ada, juga secara tidak
Berdasarkan ketentuan
adapt sangat terbatas tidak
di atas, maka dengan alasan
seperti hukum Islam, sehingga
hukum waris belum diterima
dalam
sepenuhnya oleh hukum adat,
kemudian dibutuhkan hukum
pemerintah Belanda kemudian
Barat.
hukum
dan Islam
langsung telah mengakibatkan perkembangan hukum Barat di Indonesia
semakin
eksis,
mengingat ruang gerak hukum
kasus-kasus
Dengan
menerbitkan Stbl. 1937: 116
tertentu
demikian,
pencabutan
maka pada fase ini hukum
wewenang Pengadilan agama
Islam mengalami kemunduran
dalam masalah waris (yang
sebagai rekayasa Belanda yang
sejak
mulai berkeyakinan,
yang
berisikan
1882
telah
menjadi
bahwa
kompetensinya) dan dialihkan
letak kekuatan moral umat
ke Pengadilan Negeri. 24
Islam Indonesia sesungguhnya terletak
Dengan pemberlakuan
peraturan
meninak-lanjutinya, samping
dirancang
komitmennya
terhadap ajaran Islam.
teori Receptio tersebut dengan segala
pada
yang
2. Dua periode kedua, yakni setelah
di
kemerdekaan dapat dibagi pula ke dalam dua fase sebagai berikut:
untuk
a. Hukum Islam sebagai sumber 23
persuasif, yang dalam hukum
Ismail Sunny, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia…, h. 132 24 Notosusanto, Organisasi dan Yurisprudensi Pengadilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada, 1963), h. 9-10
konstitusi persuasisive
disebut
dengan
source, yakni
bahwa suatu sumber hukum
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 51
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
baru dapat diterima
hanya
perkembangan sistem hukum
setelah diyakini.
di Indonesia.
b. Hukum Islam sebagai sumber
Bangsa
Indonesia
otoritatif, yang dalam hukum
yang sebelumnya dikondisikan
konstitusi
untuk
dikenal
dengan
mengikuti
system
Belanda
mulai
outheriotative source, yakni
hukum
sebagai sumber hukum yang
berusaha untuk melepaskan
langsung memiliki kekuatan
diri
hukum.
menggali Piagam
Jakarta,
sebelum
Dekrit
tanggal
5
Juli
dan
berupaya hukum
Presiden
Hal ini bukan berarti
1959,
mengubahnya secara revolutif sebagaimana
persuasuf UUD-45.25 Namun
kemerdekaan
setelah Dekrit yang mengakui
Perubahan
bahwa Piagam itu menjiwai
hukum
UUD-45,
melembaga
menjadi
sumber otoritatif.
bahwa
kemerdekaan
perolehan itu
sendiri.
suatu
produk
yang
telah
lama
dalam tata-pola
kehidupan bangsa adalah tidak
Suatu hal yang pasti adalah,
secara
mandiri.
berkedudukan sebagai sumber
berubah
untuk
mudah. Ia memerlukan upaya
proklamasi RI
persuasif dan harus dilakukan
yang
secara terus menerus, simultan
dikumandangkan pada tanggal
dan sistematis.
17 Agustus 1945, mempunyai
Upaya pertama yang
arti yang sangat penting bagi
dilakukan oleh pemerintah RI terhadap hukum Islam adalah pemberlakuan teori Receptio
25
Bandingkan paragraph pada UUD45 yang kemudian menjadi sila pertama Pancasila sebagai Dasar Negara RI dengan rumusan dalam Piagam Jakarta: "…ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syarat Islam bagi para pemeluknya".
Exit gagasan Hazairin26 yang 26
Pada tahun 50-an menjadi penggagas pertama fiqhi Indonesia menjadi
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 52
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
berarti menolak teori Receptio
terakhir
yang
Islam
diberlakukan
oleh
pemerintah colonial Belanda
ini, jadi
maka
hukum
memiliki
ruang
gerak yang lebih leluasa.
sebelumnya.
Dari uraian di atas
Menurutnya,
teori
dapat
disimpulkan,
bahwa
receptio itu memang sengaja
perkembangan hukum Islam di
diciptakan oleh Belanda untuk
Indonesia
merintangi kemajuan Islam di
tiga
Indonesia.
penerimaan, 2. Masa suram
Teori itu
sama
telah
tahapan:
melampaui 1.
Masa
dengan teori IBLIS karena
akibat
mengajak umat Islam untuk
Belanda, 3. Masa pencerahan
tidak
dengan
mematuhi
dan
politik
menjadikan
melaksanakan perintah Allah
Islam
dan Rasul-Nya.27
alternative
Perkembangan hukum Islam
menjadi
menggembirakan lahirnya Canirario memberlakukan
sebagai
hukum
salah
utama
satu yang
dipercaya oleh pemerintah RI
semakin
dalam
setelah
teori Receptio
kolonial
upaya
menciptakan
hukum nasional.
a
yang
C. PELEMBAGAAN,
hukum
PEMBAHARUAN
kebalikan dari Receptio, yakni
PENGEMBANGAN
bahwa hukum adat itu baru
ISLAM
dapat diberlakukan jika tidak
Diantara
wujud
DAN HUKUM
kontribusi
bertentangan dengan hukum
hukum Islam, setidak-tidaknya dalam
Islam.
aspek penjiwaan dan nilai islami
Dengan
teori yang
(khususnya bidang perdata
karena
bidang pidana untuk saat ini masih
Mazhab Nasional, Lihat: Hazairin, Hendak ke Mana Hukum Islam, (Jakarta: Tinta Mas, 1976), h. 3-6 27 M. Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum di Indonesia…, h. 220
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 53
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
belum
memungkinkan)
terhadap
UU No. 7 tahun 1989 tentang
hukum nasional .28
Peradilan Agama. Undang-undang ini
UU No. 14 tahun 1970 tentang
telah
terlahirkan
setelah
melalui
kekuatan-kekuatan pokok kekuasaan
berbagai perjuangan yang panjang nan
kehakiman pada pasal 10 ayat (1)
sulit penuh liku dalam tiga zaman:
diperundangkan;
zaman Kolonial Belanda,29
zaman
kehakiman dilakukan oleh peradilan
pendudukan
pasca
dalam lingkungan: 1) Peradilan umum,
kemerdekaan.
"Kekuasaan
2) Peradilan Agama, 3) Peradilan Militer, 4)
Peradilan Tata
dan
Pada tahun 1946, pemerintah
Usaha
RI mulai menyerahkan pembinaan
Negara.
Peradilan Agama dan Kementerian Dari sudut pelembagaan, UU
ini
Jepang,
telah
terkodifikasikan
Kehakiman
kepada
Kementrian
serta
Agama melalui Peraturan Pemerintah
terunifikasikan dalam UU No. 1 tahun
No. 5/SD/194630 kemudian setelah
1974 tentang Perkawinan. Sehingga
pengakuan kedaulatan, 27 Desember
menjadi undang-undang tertulis dan
1949 Pemerintah RI melalui Undang-
berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia
Undang Darurat No. 1 tahun 1951,
tanpa terkecuali. Namun demikian,
menegaskan
secara substansial terdapat bagian-
untuk tetap memberlakukan Peradilan
bagian tertentu yang hanya berlaku
Agama.
khusus bagi masyarakat Islam saja.
kembali
Sebagai tindak
pendiriannya
lanjut
dari
penegasan tersebut, setidak-tidaknya telah
diterbitkan
tiga
peraturan
28
Andi Rosdiyanah, Problematika dan Kendala yang Dihadapi Hukum Islam dalam Upaya Transformasi ke Dalam Hukum Nasional, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional tentang Konstribusi Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional Setelah 50 tahun Indonesia Merdeka, di Ujung Pandang tanggal 1-2 Maret 1996, h. 9-10; Umar Shihab, Aspek Kelembagaan Hukum dan Perundang-Undangan, Makalah Disampaikan dalam seminar yang sama, h. 13-14.
29
Pada masa kerajaan Islam dengan Tahkim sebagai lembaga peradilan dalam bentuknya yang masih sederhana dengan tokoh agama sebagai hakimnya. Lihat: Syadzali Musthofa, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Islam di Indonesia (Cet. II, Solo: CV. Ramadani, 1990), h. 59 30 Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional…, h. 4
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 54
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
perundang-undangan yang mengatur
ditimbulkan
oleh
kemajuan
ilmu-
Peradilan Agama di Indonesia, yaitu:
pengetahuan dan teknologi modern. 31
stbl 1882 No. 152 jo stbl 1937 No. 116
Sedangkan dalam pemikiran
tentang Peradilan Agama di jawa dan
Islam, masalah tajdid itu muncul
Madura. Stbl 1937 No. 638 dan 639
terutama setelah Islam sebagai agama
tentang
dan sekaligus tradisi akbar, berhadapan
Peradilan
Agama
di
Kalimantan Selatan.
dengan
Selanjutnya
berbagai
budaya
local,
dengan
berbagai faham non Islam dan aneka
disahkannya pula UU No. 7 tahun
bentuk pemerintahan yang ada, baik di
1989, maka selain lebih mempertegas
dunia Timur maupun Barat. 32
keberadaan lembaga Peradilan Agama
Dalam bidang hukum Islam
dalam system pengadilan nasional,
(khususnya di Indonesia), maka tajdid
juga
segala
yang dimaksud bisa berbentuk pikiran
peraturan tentang Peradilan Agama
atau gerakan (dalam bidang hukum
yang telah ada sebelumnya.
Islam) yang ingin merubah faham atau
telah
Pembaharuan
membatalkan
hukum
Islam
di
fikiran lama yang bersumber dari
Indonesia.
ketentuan yang bersifat zanni (aspek
Istilah
pembaharuan
muamalat) yang bukan yang bersifat
merupakan terjemahan dari bahasa
qath'i
Arab, Tajdid
tuntutan
Indonesia
yang dalam
istilah
dikenal dengan modern,
masyarakat
disesuaikan
suasana
baru
dengan yang
ditimbulkan oleh kemajuan zaman dan
modernisasi dan modernisme. Dalam
untuk
budaya lokal di Indonesia, dalam Barat,
rangka pembangunan, pembinaan dan
modernisme itu berarti fikiran, aliran,
pembentukan hukum nasional.
gerakan dan usaha untuk merubah 31
faham-faham, adpat istiadat, insitusi-
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam. Sejarah Pemikiran dan Gerakannya (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 11 32 Amien Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta (Cet VIII; Bandung: Mizan, 1966), h. 116
institusi lama, dan sebaginya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 55
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
khususnya Kompilasi
Hukum
Islam
bagi masyarakat
Islam
Indonesia, seperti ahli waris pengganti,
(KHI) yang terlahir berdasarkan Inpres
pelarangan
perkawinan
No. 1 Tahun 199133 yang berisikan
agama, dan sebagainya.
rangkuman berbagai pendapat hukum
Produk
lain
berbeda
yang
masih
dari kitab-kitab fiqhi untuk dijadikan
termasuk ke dalam bagian ini misalnya
sebagai pertimbangan
hakim
adalah UU No. 7 1989 tentang
agama dalam mengambil keputusan,34
Peradilan Agama, dan PP No. 28
dan
tentang Wakaf tanah milik . Dikatakan
kemudian
sistematis
bagi
disusun
secara
menyerupai
kitab
baru, karena sebelumnya
perundang-undangan, terdiri dari bab-
tidak
dikenal
bab dan pasal-pasal, adalah merupakan
nasional.
salah satu kontribusi pembaharuan
dalam
tata
memang hukum
Dengan telah adanya berbagai
hukum Islam di Indonesia.
pembaharuan tersebut, maka sangat
Disebut sebagai pembaharuan,
dimungkinkan
hukum
kemudian
Islam
di
karena di satu sisi gagasan keberadaan
Indonesia
KHI tersebut tidak pernah tercetus
sesuai dan seiring dengan perubahan
secara resmi sebelumnya (meskipun
sosial terutama di era globalisasi saat
materi perbandingan mazhab sudah
ini.
lama dikenal), juga beberapa materi muatannya memang termasuk baru,
Dimana
berkembang
kemajuan
teknologi
informasi
seringkali
dapat
menimbulkan
pergeseran
nilai-nilai
yang semula dianggap sudah sangat 33
Karenanya, dari segi kedudukan belum menjadi UU bukan hukum tertulis meskipun dituliskan, bukan peraturanperaturan pemerintah, bukan Kepres, dan seterusnya. Lihat: A. Hamid S. Atamimi, Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Suatu Tunjauan dari Sudut Perundang-Undangan Indonesia, dalam Amrullah Ahmad dkk, (ed), Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, h. 152 34 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akad: Mika Pressindo, 1995), h. 15-20.
mapan. Jika umat Islam tidak cepat mengantisipasi
perubahan
sosial
tersebut dan sekaligus mencari solusi dan pemecahan yang tepat, maka tidak mustahil Islam akan dilanda krisis
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 56
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
relevansi (crisis of relevance)35 dan
Penyebabnya
akihrnya tersisihkan serta ditinggalkan
diantaranya
orang.36
pembaharuan itu dengan istilah yang Kebangkitan
baru
cukup adalah
provokatif,
yang
intelektualisme Islam untuk melakukan
tertentu
dapat
pembaharuan
itu
kecurigaan
dan
munculnya
berbagai
keislaman
yang
ditandai
dengan pemikiran
variatif, penafsiran
dengan
konotasi
menimbulkan kesalahpahaman.
Pembaharuan kemudian dianggap oleh
memberikan
sebagian
orang
sebagai
upaya
formulasi, interpretasi dan refleksi
menggugat keabsahan sumber ajaran
terhadap
Islam yang telah diyakini sudah sangat
berbagai
persoalan
kemasyarakatan dalam arti luas (bukan
benar dan mapan.
hanya dalam bidang hukum saja,
Sesungguhnya keadaan Islam
namun juga dalam bidang yang lain:
dan masyarakat Islam di masa depan
politik, budaya dan sebagainya).
sangat tergantung pada kecakapan para
Namun
demikian,
sejarah
intelektualnya
dalam
menghadapi,
sering menyajikan fakta yang cukup
mengerti dan memecahkan berbagai
menyedihkan
persoalan yang baru.38
penggagas
tentang
nasib
pembaharuan,
baik
para di
Namun
Indonesia maupun di tempat lain. 37
menunjukkan,
kenyataan bahwa
masih
ada
sebagian umat Islam, bahkan dari
35
Krisis relevansi dalam Islam muncul akibat pemahaman yang sempit terhadap ajaran Islam. Uraian lebih lanjut, Lihat: Pengantar Amin Rais dalam Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammad (Jakarta: Logo Publishing House, 1995), h. x. 36 Uraian lebih lanjut, lihat: John Obert Voll dalam Ajat Sudrajat, Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Islam (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1977), h. 444 37 Mereka itu antara lain Muhammad Abduh dan Ali Abd Roziq di Timur Tengah, Fazlur Rahman di Pakistan dan Nurcholis Madjid di Indonesia, yang dianggap terlalu liberal, elitis dan tidak membumi, serta terlepas dari realita. Uraian selengkapnya lihat: Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara:
kalangan
intelektual
bersikukuh
yang
masih
mempertahankan
Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI Press, 1991), h. 21; Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernisasi: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman (Cet. V: Bandung: Mizan, 1994), h. 104-105; Muhammad Kamal Hasan, Muslim Intelektual Response to New Modernization (terj) oleh Ahmadie Thaha (Jakarta: Lingkaran Studi Indonesia, 1987), h. 150-151. 38 A. Munir dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam (Jakarta: Rineka CIpta, 1994), h. 44
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 57
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
intepretasi ajaran lama dan tidak
ada dua aspek yang perlu untuk
terbuka
dikedepankan:
terhadap
gagasan-gagasan
baru.
1. Aspek kekuatan dan Sebagai
contoh
konkrit,
Keduanya
peluang.
berkaitan
dengan
khususnya dalam bidang hukum Islam
hukum Islam dan umat Islam yang
adalah penetapan terhadap gagasan
berperan
fiqhi bercorak keindonesiaan oleh
prospek hukum Islam di Indonesia.
Hazairin dengan mazhab Nasional39
2. Aspek kelemahan dan hambatan.
dan
Hasbi Ash-Shiddieqy
dengan
Aspek
sebagai
ini
pendukung
berkaitan
dengan
Fiqhi Indonesia.40 Penentangan itu
kehidupan hukum di Indonesia
bukan hanya dari kalangan awam,
yang
namun yang sangat keras justru dari
prospek penerapan hukum Islam
pada cendekiawan, seperti Ali Yafie 41
sebagai
walaupun belakangan nampak adanya
Indonesia.
kecenderungan
Adapun aspek kekuatan43
untuk
mendukungnya.42
menjadi
hukum
kendala
positif
bagi
di
a. Al-Qur'an dan hadits, yang selain memuat ajaran tentang
D. PROSPEK HUKUM ISLAM DI
aqidah
INDONESIA
dan
akhlaq,
juga
memuat aturan-aturan hukum
Dalam membicarakan prospek
kemasyarakatan, baik bidang
hukum Islam di Indonesia, setidaknya
perdata maupun pidana. Ketiga esensi ajaran ini telah menjadi satu kesatuan yang
39
Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, Tujuan Serangkai Tentang Hukum, (Jakarta: Tinta Mas, 1971), h. 115 40 Nouruzzaman Shiddieqy, JeramJeram Peradaban Muslim (Cet. I: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 236. 41 Ali Yafie, Mata Rantai yang Hilang, Dalam Pesantren No. 2, Vol. II, 1985, h. 45-46 42 Ali Yafie, Menggagas Fiqhi Indonesia, (Cet 1: Bandung Mizan, 1994), h. 107-122
tidak terpisahkan dalam Islam. Ketiganya bagaikan segi tiga sama
kaki
43
yang
saling
Bandingkan dengan Muin Salim, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia (Makalah), h. 3-5
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 58
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
mendukung yang daripadanya
c. Dalam
kemudian lahir prinsip-prinsip
hukum
hukum dalam Islam, asas dan
keberadaan
tujuan-tujuannya.44
dalam
b. Syareat Islam datang untuk kebaikan sesuai
manusia dengan
kodratnya
yang
perjalanan
di
Indonesia, hukum
hukum
merupakan
semata,
fitrah
sejarah
Islam nasional
perjuangan
eksistensi, yang merumuskan
dan
karenanya
keadaan
hukum
Indonesia
pada
nasional masa
lalu,
sangat menganjurkan berbuat
masa kini dan akan datang,
kebaikan,
dan
melarang
bahwa hukum Islam itu ada di
perbuatan
yang
merusak.45
dalam hukum nasional, baik
Dengan
demikian,
produk-produk
maka
dalam hukum tertulis maupun
hukumnya
tidak tertulis, dalam berbagai
akan senantiasa sesuai dengan
lapangan
kebutuhan
dan praktek hukum.46
normal manusia,
kehidupan
hukum
kapan pun dan di man apun
d. Telah terwujudnya kontribusi
sebab syareat Islam dibangun
hukum Islam dalam hukum
di atas dan demi kebaikan
nasional, baik dalam bentuk
manusia itu sendiri sehingga
UU maupun IP,47 merupakan
akan tetap diminati.
bukti nyata tentang kekuatan dan kemampuan hukum Islam dalam
44
Tentang Prinsip, tujuan dan asas hukum Islam, bisa ditelaah selengkapnya dalam: Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul al-Syare'ah, Jilid II (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), h. 3-4; Rahmat Djarmika, Jalan Mencari Hukum Islam Upaya ke Arah Pemahaman Metodologi Ijatihad, dalam Aspek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia, (Jakarta: FPIKAHA, 1994), h. 146-157 45 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid I (Cet II: Beirut: Maktabah alImam, 1987), h. 266; QS. 2: 195
berintegrasi
dengan
hukum nasional.
46
Andi Rasdiyanah, Problematika dan Kendala…, h. 5-6 47 Seperti UU No. 1, tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, IP No. 1, tahun 1991 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No. 7 1992 tentang Bank (Muamalat).
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 59
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Aspek-aspek kekuatan tersebut akan
semakin
memperhatikan
eksis
dengan
beberapa
aspek
mayoritas
untuk mewarnai hukum nasional. b. Dalam GBHN 1993-1998, antara
a. Pancasila, yang tertuang dalam
lain disebutkan:
Pembukaan UUD-45 sebagai dasar yang
"…berfungsinya system hukum yang mantap, bersumberkan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban…".49
sila-silanya
merupakan norma dasar dan norma tertinggi bagi berlakunya semua norma hukum dasar Negara,48 telah
mendudukkan
Dari
agama
nasional.
kehidupan
mengingat,
dalam masyarakat, yang mampu
hubungan
menjamin
Pancasila dengan agama sangat
keadilan,
erat, karena menempatkannya pada
seterusnya
posisi sentral, pertama dan utama.
kepastian,
ketertiban,
kebenaran
dan
sebagaimana
yang
diinginkan oleh hukum itu sendiri.
Dengan demikian, ajaran
Semua itu terjadi karena hukum
Islam yang
agama
ini
dalam tatanan hukum yang berlaku
Hal ini berarti, bahwa
merupakan
Hal
bahwa hukum Islam termasuk ke
berbangsa dan bernegara.
(termasuk hukum)
adanya
andil dalam pembangunan hukum
serta memasukkan ajaran dan
secara filosofis-politis
GBHN
peluang hukum Islam untuk ikut
posisi yang sangat fundamental,
dalam
muatan
tersebut, tampak jelas
(terutama pada sila pertama) pada
hukumnya
Indonesia,
diberi dan memiliki peluang besar
pendukung sebagai berikut:
Negara,
penduduk
Islam bersumber
anutan
dari syareat
sebagaimana telah dipaparkan di 48
Andi Rasdiyanah, Kontribusi Hukum Islam dalam Mewujudkan Hukum Pidana Nasional, Makalah disampaikan pada upacara pembukaan Seminar Nasional tentang Kontribusi Hukum Islam Terhadap Terwujudnya Hukum Pidana Nasional yang Berjiwa Kebangsaan, Yogyakarta, 2 Desember 1995, h. 4
atas, sesuai dengan ajaran Allah,
49
Majlis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia, 1993-1998 (Surabaya: Bina Pustaka Tama, tt), h. 33-34
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 60
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Dzat Yang Maha Sempurna dalam
mana
segala-Nya.
diunifikasikan dan yang belum
Dengan
memperhatikan
sudah
bisa
bisa.
berbagai aspek tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang
b. Bagi masyarakat non Islam, sangat
prospek
dimengerti jika kemudian tidak
hukum Islam dalam pembangunan
senang
hukum nasional sangat cerah dan baik.
(setidaknya
Namun demikian, bukan berarti tanpa
Islam
ada kelemahan dan kendala sama
sementara
pemerintah
sekali yang memungkinkannya dapat
nampaknya
belum
berjalan mulus.
kemauan politik yang kuat untuk
Diantara
kelemahan
dan
terhadap
pemberlakuan
penjiwaan)
pada
hukum
hukum
memberlakukannya
nasional, sendiri
mempunyai
(terutama
kendala itu50 adalah:
dalam bidang pidana), barangkali
a. Kemajuan bangsa, yang selain
akibat trauma masa lalu oleh
melahirkan pluralisme etnis, juga
adanya kelompok ekstrim Islam
budaya, agama dan kepercayaan.
dengan cara kekerasan (seperti
Di samping itu, dalam masyarakat
DI/TII)
Islam
kelompok Imam Samudra
daerah
sendiri, terkadang
masing-masing mempunyai
pengintegrasiannya hukum
nasional
terakhir
oleh dan
Amrozi sehingga mengakibatkan
kondisi yang saling berbeda yang menyebabkan
dan
kekacauan berkepanjangan.
upaya
c. Lemahnya kesadaran masyarakat
ke
dalam
Islam sendiri (kecuali di NAD
harus
dipilih,
berdasarkan otonomi khsusus yang masih dalam taraf uji-coba dan
50
nampak
Penjelasan lebih lanjut tentang aspek kelemahan dan kendala tersebut, dapat dilihat dalam: Andi Rasdiyanah, Problematika dan Kendala, h. 11-14; Nasaruddin Umar, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia, makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dan Kongres I Forum Mahasiswa Syari'ah se Indonesia, tanggal 13 Juli 1996, di Ujung Pandang, h. 6-7
masih
terhadap memberlakukan
setengah
hati)
pentingnya hukum
Islam
(kecuali dalam nikah, cerai dan rujuk), dan diperparah dengan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 61
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
masih
dianutnya
tentang
hukum
maka beberapa solusi51 kemungkinan
kebijaksanaan colonial
yang
dapat dipertimbangkan, antara lain:
dilanjutkan di dalam Peraturan Perundang-undangan
1)
Mengadakan
pembaharuan
yang
Baru
radikal terhadap pendidikan hukum,
(UUPA), yang memperbolehkan
baik dalam hukum Islam maupun
umat Islam untuk memilih antara
hukum umum yang mencakup pola
Peradilan
dan
Agama
dengan
Pengadilan Umum. d. Lemahnya
kurikulum,
pemahaman
dan
handal,
produktif,
antisipatif
di kalangan cendikiawan muslim
sosial masyarakat.
sendiri disebabkan oleh banyak
2) Mewujudkan
seperti
melemahnya
penguasaan bahasa
Arab
dan
Islam
umum
berbentuk
fiqhi
klasik
dan
perkembangan
integritas antara
fakultas
Syari'ah sebagai Pembina hukum Islam
banyak
responsif
terhadap
kelembagaan
metode istinbat, sementara hukum yang
dapat
mencetak para sarjana hukum yang
penguasaan hukum Islam, bahkan
faktor,
sehingga
beredar harus
dengan sebagai
fakultas
hukum
Pembina
ilmu
hukum.
berhadapan dengan berbagai kasus
3) Menggalakkan dialog, seminar dan
baru yang sangat memerlukan
sejenisnya antara pakar hukum
ijtihad baru, selain karena sudah
Islam dengan sesamanya, dan
tidak terkait lagi dengan fatwa
dengan pakar hukum umum untuk
ulama' mujtahidin terdahulu, juga
menemukan kesamaan visi dan
kasusnya memang berbeda sekali
persepsi
(seperti rekayasa
membangun hukum nasional.
Iptek dalam
dalam
rangka
reproduksi manusia). Untuk
menanggulangi
51
Perihal tawaran solusi di atas, bandingkan dengan pemaparan Nasaruddin Umar, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia, h. 8-9; Abu Mu'in Salim, Konstitusional Hukum Islam di Indonesia, h. 11-12.
berbagai hambatan dan kendala di atas,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 62
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
2. Telah
terwujudnya
peraturan
dan
berbagai perundang-
undangan yang membuat hukum E. PENUTUP
Islam menjadi lebih eksis sebagai
Berdasarkan berbagai uraian di
sub system dalam system hukum
atas, maka dapat disimpulkan bahwa
nasional.
prospek penerapan hukum Islam di
3. Adanya
Indonesia cukup cerah. Kesimpulan
upaya
yang
maksimal dari kalangan
cukup umat
tersebut
Islam dan pakar hukum Islam
didasarkan pada berbagai kenyataan
melalui dakwah dan pendidikan,
positif, antara lain:
sehingga
1. Berbagai
kebijakan
dan
selain
dapat
lebih
meningkatkan kualitas iman juga
kebijaksanaan pemerintah selaku
kesadaran
penyelenggara
secara hukum secara maksimal.
memberi
Negara peluang
yang bagi
Sekian
berperannya hukum Islam.
untuk
semoga
melaksanakan
bermanfaat
bagi semuanya, jazakumullah khairal jaza.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 63
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
DAFTAR P USTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademi Pressindo, 1992). Ahmad, Amrullah dkk, Bustanul Arifin Pemikiran dan Peranannya dalam Pelembagaan Hukum Islam dalam Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia, (Jakarta PP-IKAHA, 1994) Ali, Muhammad Daud, Penerapan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia, Makalah disampaikan pada Pendidikan Kader Ulama di Jakarta, tanggal 17 Mei 1995. _________________, Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum di Indonesia, (Jakarta: Risalah, 1984). Amal, Taufiq Adnan, Islam dan Tantangan Modernisasi: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, (Cet V; Bandung: Mizan, 1994) Ash-Ashiddieqy, Hasbi, Falsafah Hukum Islam, (Cet III; Jakarta: Bulan Bintang, 1988) Daliyo JB, dkk, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Gramedia, 1992) Djamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah (Jakarta: Logos Publishing House, 1995) Djatmika, Rahmat, Jalan Mencari Hukum Islam, Upaya ke Arah Pemahaman Metodologi Ijtihad, dalam Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia, (Jakarta: PP-IKAHA, 1994) Khallaf, Abd. Wahab, Ilmu Ushul al-Fiqhi, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978) Hanbal, Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid I (Cet II: Beirut: Maktabah al-Imam, 1987) Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, (Jakarta: Tintamas, 1976) ______, Tujuh Serangkai Tentang Hukum (Jakarta: Tintamas, 1971) Hutagalung, Mura, Hukum Islam dalam Era Pembangunan (Cet I; Jakarta: Ind-Hill-CO, 1985) Ichjianto, Pengembangan Teori Berlakunya Hukum di Indonesia dalam buku Hukum Islam di Indonesia, Tjun Surjaman (ed), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991) Majlis Permusyawaratan Rakyat Indonesia, Garis-Garis Haluan Negara Republik Indonesia, 1993-1998, (Surabaya: Bina Pustaka Tama, tt) Munir A. dan Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 64
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1988) Notosusanto, Organisasi dan Yurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada, 1963) Rasdiyanah, Andi, Kontribusi Hukum Islam dalam Mewujudkan Hukum Pidana Nasional, Makalah Disampaikan pada upacara Pembukaan Seminar Nasional tentang Kontribusi Hukum Islam Terhadap Terwujudnya Hukum Pidana Nasional yang Berjiwa Kebangsaan, UII-Yogyakarta, 2 Desember 1995. _____________, Problematika dan Kendala yang Dihadapi Hukum Islam dalam Upaya Transformasi ke Dalam Hukum Nasional, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Tentang Kontribusi Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional Setelah Limapuluh Tahun Indonesia Merdeka. Ujung Pandang, 1-2 Maret 1996. Raharjo, Satjipto, Tinjauan Kritis Terhadap Pembangunan Hukum Indonesia, dalam Analisis CSIS, No. 1 Januari-Pebruari 1993. Syatibi, Abu Ishaq, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, Jilid II, (Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah, tt) Sudrajat, Ajat, Politik Islam, Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1977) Syaczali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UIPress, 1991) Salim, Muin, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres I Forum Komunikasi Mahasiswa Syariat seIndonesia, Ujungpandang, 13-15 Juli 1995. Suny, Ismail, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, dalam Hukum Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia. Shihab, Umar, Aspek Kelembagaan Hukum dan Perundang-undangan, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Kontribusi Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional Setelah Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka , Ujungpandang, 1-2 Maret 1996. Speyoeti, Zarkowi, Kontribusi Hukum Islam Terhadap Hukum Nasional, Makalah disampaikan pada Seminar Konsep Keadilan dalam Perspektif Hukum, IAIN Sunan Ampel Gunungjati-Bandung, 16 Mei 1994. Shiddieqy, Nouruzzaman, Jeram-Jeram Peradaban Muslim (Cet I: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) Umar, Nasaruddin, Konstitusionalisasi Hukum Islam di Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres I Forum Komunikasi Mahasiswa Syariah se-Indonesia, Ujungpandang, 13-15 Juli 1995. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 65
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Rais, Amin, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta (Cet VIII, Bandung: Mizan, 1996) Praja Juhana S. Hukum Islam, Pemikiran dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994) Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia (Cet I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995) Wahid, Abdurrahman, Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia (Cet I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991) Yafie Ali, Matarantai yang Hilang, dalam Pesantren No. 2 Vol II, 1985. _______, Menggagas Fiqhi Indonesia (Cet I; Bandung: Mizan, 1994)
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 66
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
PENGARUH HUMAN RELATION DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA PEGAWAI PADA DINAS KOPERASI UKM PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN MAJALENGKA Dr. H. ASEP QUSTOLANI, SE.,MM *) RATIH NORAIMA **) *) Dosen Pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Majalengka **) Alumni Pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Majalengka
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui human relation, kondisi lingkungan kerja dan etos kerja pegawai serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh human relation dan kondisi lingkungan kerja terhadap etos kerja pegawai pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan. Teknik pengumpulan data ini menggunakan teknik sampling jenuh. Pengujian instrumen data dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas, sedangkan analisis datanya adalah korelasi, determinasi, dan uji hipotesis. Metode yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan analisis verifikatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa human relation termasuk dalam kategori sangat baik, kondisi lingkungan kerja termasuk dalam kategori baik dan etos kerja pegawai termasuk dalam kategori sangat tinggi. Selanjutnya, berdasarkan analisis verifikatif human relation dan kondisi lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap etos kerja pegawai baik secara parsial maupun simultan. Dengan demikian, hipotesis dapat dibuktikan kebenarannya. Kata kunci: Human Relation, Kondisi Lingkungan Kerja dan Etos Kerja Pegawai
PENDAHULUAN
dengan baik apabila dilandasi oleh etos
Latar Belakang Penelitian
kerja yang tinggi.
Sebuah instansi pada hakekatnya merupakan sekelompok manusia
Etos kerja dapat terbentuk apabila
yang
keinginan untuk dapat melakukan suatu
rangka
pekerjaan dengan hasil pekerjaan yang
mencapai tujuan bersama yang telah
maksimal.Etos kerja harus dimiliki oleh
ditetapkan sebelumnya. Dari pengertian
setiap karyawan dalam melaksanakan
tersebut jelas terlihat bahwa tercapai
pekerjaannya agar mereka dapat bekerja
organisasi
dapat
dengan baik dan efektif.Apabila pada suatu
dilepaskan dari aktifitas orang-orang yang
instansi karyawan memiliki etos kerja yang
menjadi anggotanya. Mereka dapat bekerja
rendah ketika melakukan pekerjaannya
saling
bekerja
yang
sama
baik
dalam
tidak
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 67
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
maka instansi itu mengalami kerugian
berjumlah 9 orang terdiri dari lulusan SD
yang disebabkan karena karyawan tidak
sampai S2, bagian perdagangan berjumlah
bekerja dengan seluruh kemampuan yang
14 orang terdiri dari lulusan SLTA sampai
dimilikinya.
S2, bagian koperasi berjumlah 10 orang
Human Relation (hubungan antar
terdiri dari lulusan SD, SLTA sampai S2.
manusia) adalah komunikasi antar pribadi
Bagian UKM berjumlah 9 orang terdiri
yang manusiawi, yang berarti komunikasi
dari lulusan SLTA sampai S2 dan terakhir
telah memasuki tahap psikologis dimana
bagian UPTD berjumlah 23 orang terdiri
komunikator
dan komunikasinya saling
dari lulusan SD sampai S1.
memahami
pikiran,
melakukan
tindakan
dan
Disperindag sangat mengharapkan
bersama
setiap individu didalam pekerjaannya dapat
(Susanti, 2014:2). Lingkungan kerja adalah
menciptakan etos kerja yang tinggi demi
segala sesuatu yang berada di sekitar para
kemajuan instansi dan pencapaian tujuan
pekerja serta dapat mempengaruhi diri
instansi yang efektif dan efisien. Etos
dalam menjalankan tugas- tugas yang
kerja
dibebankan”. Karena kondisi lingkungan
kontribusi terhadap pelaksanaan beban
kerja merupakan salah satu faktor yang
kerja pegawai agar dapat terealisasi dengan
mempengaruhi pekerjaan, yang nantinya
baik melalui kerja sama dan komitmen
akan dihasilkan oleh karyawan selain
yang tinggi dari para pegawai. Namun
human relation (hubungan antar manusia)
kenyataannya didalam Etos kerja pegawai
dalam
pada dinas koperasi UKM masih banyak
meningkatkan
perasaan secara
kinerja
mereka
(Nitisemito, 2000:183).
yang
baik
dapat
memberikan
para pegawai yang tidak menghargai
Human relation sering terjadi
waktu,
misalnya
didalam
jam
kerja
karena komunikasi yang di lakukan atasan
pegawaimasih saja ada yang melakukan
kepada
bawahan
baik
pekerjaan lainseperti ada sebagian orang
sehingga
dapat
mempengaruhi proses
yang pergi keluar belum waktunya dan ada
yang
kurang
pekerjaannya. Selain itu faktor yang terjadi
juga
Pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian
kerja.Hal ini dapat dilihat dari persentase
dan Perdagangan yaitu faktor status sosial
kehadiran
yang dapat dilihat dari pendidikan yang
mencapai 100 % perbulan dalam setengah
masih banyak lulusan SLTA dibandingkan
tahun terakhir. Kehadiran pegawai Dinas
jumlah
sekretariat
Koperasi UKM Perindag dari bulan juni
berjumlah 21 orang terdiri dari lulusan
sampai dengan bulan desember 2014 tidak
SLTA sampai S2, bagian perindustrian
mencapi 100%. Sehingga mengindikasikan
sarjana.
Bagian
yang mengganggur didalam jam
pegawai
di
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 68
kantor
belum
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
bahwa
disiplin
kerja
pegawai
dinas
5. Bagaimana
koperasi UKM perindag masih kurang.
pengaruh
lingkungan kerja terhadap etos kerja
Berdasarkan uraian yang telah
pegawai pada Dinas Koperasi UKM
disampaikan diatas maka penelitian ini
Perindustrian
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
Kabupaten Majalengka
pengaruh human relation dan kondisi lingkungan
terhadap
etos
6. Seberapa
kerja
”
judul
besar
PENGARUH
LINGKUNGAN KERJA TERHADAP
Majalengka
ETOS KERJA PEGAWAI (Studi Kasus
Tujuan Penelitian
Pada
1.
Perindustrian
dan
pengaruh Human
UKM
Perdagangan
Dinas
Koperasi
Kabupaten Majalengka)”.
Perindustrian
Rumusan Masalah Penelitian
Kabupaten Majalengka
1. Bagaimana Human Relation pada
dan
UKM
Perdagangan
2. Untuk mengetahuikondisi lingkungan
Dinas Koperasi UKM Perindustrian
kerjapada
dan
Perindustrian
Kabupaten
Majalengka
Dinas
Koperasi
dan
UKM
Perdagangan
Kabupaten Majalengka
2. Bagaimana kerjapada
Kabupaten
Untuk mengetahui Human Relation pada
Perdagangan
Perdagangan
pada
Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan
Koperasi
Perdagangan
terhadap etos kerja pegawai
HUMAN RELATION DAN KONDISI
Dinas
dan
Relation dan kondisi lingkungan kerja
pegawai.Oleh karena itu, penelitian ini mengambil
kondisi
kondisi Dinas
Perindustrian
lingkungan
Koperasi
dan
3. Untuk mengetahui etos kerja pegawai
UKM
pada
Perdagangan
Dinas
Perindustrian
Kabupaten Majalengka
Koperasi dan
UKM
Perdagangan
Kabupaten Majalengka
3. Bagaimana etos kerja pegawai pada
4. Untuk mengetahui pengaruh Human
Dinas Koperasi UKM Perindustrian
Relation terhadap etos kerja pegawai
dan
pada
Perdagangan
Kabupaten
Majalengka
Dinas
Perindustrian
4. Bagaimana pengaruh Human Relation
Koperasi dan
UKM
Perdagangan
Kabupaten Majalengka
terhadap etos kerja pegawai pada
5. Untuk mengetahui pengaruh kondisi
Dinas Koperasi UKM Perindustrian
lingkungan kerja terhadap etos kerja
dan
pegawai pada Dinas Koperasi UKM
Perdagangan
Kabupaten
Majalengka
Perindustrian
dan
Kabupaten Majalengka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 69
Perdagangan
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
6. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Human
Relation
dan
kepuasan ekonomi, psikologis dan
kondisi
sosial.
lingkungan kerja terhadap etos kerja
Pengertian Kondisi Lingkungan Kerja
pegawai pada Dinas Koperasi UKM
Menurut Supriadi dalam Subroto, (
Perindustrian
dan
2005 ) ” lingkungan kerja merupakan
Perdagangan
Kabupaten Majalengka TINJAUAN
keadaan sekitar tempat kerja baik secara
PUSTAKA
fisik
DAN
maupun
non
fisik
yang
dapat
KERANGKA PEMIKIRAN
memberikan kesan yang menyenangkan,
Human Relation
mengamankan, menentramkan, dan betah
Human relation ( hubungan antar
kerja ”. Berdasarkan teori tersebut maka
manusia ) merupakan syarat utama untuk
dapat diambil pengertian bahwa keadaan
keberhasilan
baik
lingkungan sekitar para karyawan bekerja
maupun
merupakan tempat yang menentukan para
atau
karyawan dalam bekerja perlu diciptakan
dalam
suatu lingkungan yang kondusif yang
menciptakan human relation karyawan
dapat menentramkan dan dapat membuat
dalam perusahaan atau instansi akan sangat
betah karyawan dalam bekerja.
membantu
Pengertian Etos Kerja
suatu
komunikasi antar komunikasi
komunikasi perorangan
dalam
perusahaan.
instansi
Penguasaan
seorang
pimpinan
dalam
membantu komunikasi vertikal maupun
Etos berarti pandangan hidup yang
komunikasi horisontal.
khas dari suatu golongan sosial. Kata keja
Menurut Keith Davis (2009 :62 )
berarti usaha, amal, apa yang harus
” Hubungan Antar Manusia ( adalah
bahasa Yunani (etos) yang memberikan
interaksi antara seseorang dengan
arti sikap, kepribadian, watak karakter
orang lain baik dalam situasi kerja
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini
atau dalam organisasi kekaryaan.
tidak dimiliki oleh individu , tetapi juga
Ditinjau
oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos
Human
Relation
)
”
dilakukan (diperbuat). Etos berasal dari
dari kepemimpinannya,
yang bertanggung jawab dalam
kerja
suatu
melakukan usaha kegiatan untuk mencapai
interaksi
kelompok
orang-orang
produktif,
semangat
dalam
kerja
menuju
tujuan tertentu. Etos kerja dalam arti luas
memotivasi
adalah semua bentuk usaha yang dilakukan
bekerjasama
secara
manusia, baik dalam hal materi, intelektual
sehingga
dicapai
dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan
situasi kerja untuk
merupakan
adalah
yang
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 70
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
dengan keduniaan maupun keakhiratan.
tenaga kerja agar semua kegiatan yang
(Aziz 2011:1)
dilakukan
Etos
kerja
merupakan
perasaan,
pembicaraan serta
manusia
yang
suatu
perencanaan,
tindakan
pengarahaan,
kegiatan
pengorganisasian, pengkoordinasian
sampai
pengendalian dapat dimanfaatkan bagi
perusahaan, jadi dapat dikatakan bahwa
kemaslahatan hidup manusia itu sendiri
segala
di dalam
dan agar organisasi bertanggungjawab
perusahaan termasuk di dalamnya cara
secara sosial dan etis terhadap keutuhan
berfikir, bersikap dan bertingkah laku
guna mencapai tujuannya.
yang
ada
di
dari
dalam
sesuatu
bekerja
mulai
dipengaruhi oleh etos kerja yang ada di
Hal ini akan tercapai apabila
perusahaan. Berdasarkan uraian-uraian di
aktivitas
atas dapat disimpulkan bahwa etos kerja
indikator untuk menuju hubungan kerja
adalah totalitas kepribadian diri individu
yang
serta
kepuasan kerja yang disertai dengan etos
cara
individu
mengekspresikan,
dari para
harmonis Dalam
pegawai terdapat
sehingga
terjadilah
memandang, meyakini suatu pekerjaan
kerja.
pengelolaan
sehingga menjadi kebiasaan yang menjadi
organisasi atau instansi tidaklah mudah,
ciri khas untuk bertindak dan meraih hasil
sehingga dianggap perlu pengelolaan yang
kerja yang optimal.
berorientasi
Kerangka Pemikiran
pegawai didalamnya. Kepentingan dari
kepada
sebuah
kepentingan
para
Dinas Koperasi UKM Perindag
orang-orang dalam instansi tersebut adalah
merupakan unsur pelaksana kewenangan
kepuasan dalam melakukan pekerjaan.
desentralisasi pada pemerintah kabupaten
Kepuasan kerja inilah dapat di dorong
majalengka yang mempunyai tugas pokok
dengan adanya human relation yaitu
merumuskan,
sebuah hubungan yang harmonis antara
membina pemerintah
menyelenggarakan,
dan
mengevaluasi
daerah
berdasarkan
urusan
pimpinan,
asas
manajer
dan
pegawai.
Kemudian selanjutnya human relation erat
desentralisiasi dan tugas pembantuan pada
kaitannya
dengan
urusan koperasi, usaha kecil menengah,
antarpersonal,yang dilakukan guna untuk
perindustrian dan perdagangan dengan
memenjauhkan
bidang garapan koperasi, usaha kecil
keterasingan. Hubungan yang paling intim
menengah, perindustrian, perdagangan dan
yang kita miliki dengan orang lain seperti
pengelola pasar. Dalam mewujudkan tugas
teman kerja,atau teman sebaya ditempat
tersebut maka dibutuhkan SDM yang
kerja cenderung bisa lebih memperhatikan
artinya mengatur hubungan dan peranan
diri kita disbanding dengan orang lain.
diri
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 71
kita
hubungan
dari
rasa
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Hubungan
ini
menciptakan
hubungan
seperti teman seperjuangan, teman baik atau rekan kerja. Maka setidaknya dalam komunikasi antar pribadi ini menghasilkan hubungan antar pribadi yang lebih dekat lagi dan terbuka. Adapun beberapa
faktor yang
dapat mempengaruhi terbentuknya etos kerja antara lain hubungan yang terjalin dengan baik antar karyawan (human relation), situasi dan kondisi fisik dari lingkungan kerjaitu sendiri, keamanan dan keselamatan karyawan,
kerja keadaan
yang sosial
baik
bagi
lingkungan
kerja, perhatian pada kebutuhan rohani, jasmani maupun harga diri dilingkungan kerja, faktor kepemimpinan, pemberian insentif,
yang
menyenangkan
bagi
pegawai. (Sinamo,2005). Berdasarkan
Dinas Koperasi UKM Perindag
SDM
Human Relation Kondisi Lingkungan Kerja (X1) (X2) Kebutuhan untuk bekerja sama Kebersihan Kesiapan mental Penerangan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA Pengendalian emosional Sirkulasi udara Latar belakang budaya Tata ruang (terutama pengaturan 72 Penerapan/perencanaan komunikasi meja, kursi kerja, dan lemari) Dukungan rekan kerja Pewarnaan Hubungan yang harmonis dengan rekan Peralatan kerja yang tersedia kerja Faktor lingkungan sosial
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
H 3
H1
Etos Kerja Pegawai (Y) Menghargai waktu Tangguh dan pantang menyerah Keinginan untuk mandiri Penyesuaian Aziz (2011 : 1)
H2
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Dari gambar kerangka pemikiran dalam penelitian ini, maka peneliti mengemukakan paradigm penelitian, sebagai berikut :
є
Ρy.x1
(X1)
Py.є Ryx1.x2 (Y)
(X2)
Ρy.x2
Gambar 2. Paradigma Penelitian Keterangan : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 73
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
X1
= Variabel Human Relation
X2
= Variabel Kondisi Lingkungan Kerja
Y
= Variabel Etos Kerja
ρy.x1
= Pengaruh variabel X1 terhadap variabel y
ρy.x2
= Pengaruh variabel X2 terhadap variabel y
= Pengaruh variabel X1 dan variabel X2 terhadap variabel y Ρy. є
= Variabel lain yang berpengaruh terhadap variable y, tetapi tidak diteliti
є
= Variabel lain yang berpengaruh
Hipotesis H1
: Terdapat pengaruh Human Relation terhadap Etos Kerja pada Dinas KUKM Perindag Majalengka
H2
: Terdapat pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap Etos Kerja pada Dinas KUKM Perindag Majalengka
H3
: Terdapat pengaruh antara Human Relation dan Kondisi Lingkungan Kerja terhadap Etos Kerja pada Dinas KUKM Perindag Majalengka Human Koperasi
UKM
Perdagangan ditunjukkan
relation
pada
Dinas
Perindustrian
Kabupaten dengan
dan
Majalengka
kondisi
sebagai
Pembahasan
berikut:
Human Relation pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka
1. Kebutuhan untuk Bekerja sama pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan
Berdasarkan tanggapan responden
2. Kesiapan Mental pada Dinas Koperasi
relation, diperoleh total skor
UKM Perindustrian dan Perdagangan
sebesar 3718. Hal ini menunjukkan bahwa
Kabupaten Majalengka
hasil penelitian mengenai human relation
3. Mampu
pada Dinas KUKM Perindag termasuk pada
kriteria
pegawai
sangat
Dinas
tinggi
menurut
Koperasi
UKM
Kabupaten
Majalengka
terhadap beberapa pernyataan mengenai human
Perdagangan
pada
Mengendalikan Dinas
Perindustrian
Emosional
Koperasi dan
UKM
Perdagangan
Kabupaten Majalengka
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
4. Menghormati Latar Belakang Budaya
Majalengka.
pada
Dinas
Koperasi
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 74
UKM
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Perindustrian
dan
Perdagangan
Kondisi Lingkungan Kerja pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka
Kabupaten Majalengka 5. Penerapan/perencanaan pada
Dinas
Perindustrian
Komunikasi
Koperasi dan
Berdasarkan tanggapan responden
UKM
terhadap beberapa pernyataan mengenai
Perdagangan
kondisi lingkungan kerja, diperoleh total
Kabupaten Majalengka
skor sebesar 3155. Hal ini menunjukkan
6. Dukungan Rekan Kerja pada Dinas
bahwa hasil penelitian mengenai kondisi
Koperasi UKM Perindustrian dan
lingkungan kerja pada Dinas KUKM
Perdagangan Kabupaten Majalengka
Perindag termasuk pada kriteria sangat
7. Hubungan yang Harmonis pada Dinas
tinggi
Koperasi UKM Perindustrian dan
Koperasi
Perdagangan Kabupaten Majalengka
Dinas
Perindustrian
Koperasi dan
Kabupaten Majalengka
Perdagangan ditunjukkan
dengan
sebagai
Majalengka
Lingkungan
sangat
penting. 2. Percaya bahwa pada Dinas KUKM
Perdagangan
Perindag
Kabupaten
Majalengka
Penerangan Cahaya sangat dibutuhkan
Beberapa indikator yang dapat
dalam Bekerja.
dilihat langsung oleh pegawai pada Dinas Perindustrian
Majalengka
kondisi
Kabupaten
Kebersihan
Kabupaten Majalengka.
UKM
Kabupaten
Perindag
Empatik pada Dinas Koperasi UKM
Koperasi
pada
1. Percaya bahwa pada Dinas KUKM
Mempunyai
10. Pimpinan Organisasi harus Bersikap
dan
dan
berikut:
Perdagangan
Hubungan yang Baik.
Perindustrian
Perindustrian
Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan
Perdagangan
9. Pegawai pada Dinas Koperasi UKM dan
UKM
Dinas
Kondisi lingkungan kerja
UKM
Kabupaten Majalengka. Perindustrian
pegawai pada
Perdagangan Kabupaten Majalengka.
8. Hubungan yang baik dengan Pimpinan pada
menurut
3. Percaya bahwa pada Dinas KUKM
dan
Perindag
Perdagangan Kabupaten Majalengka yaitu
Kabupaten
Majalengka
Sirkulasi Udara sangat penting dalam
dari 10 indikator yang paling tinggi adalah
bekerja.
kebutuhan untuk bekerja sama. Sehingga
4. Percaya bahwa pada Dinas KUKM
pegawai menyimpulkan bahwa human
Perindag
relation pada Dinas Koperasi UKM
Kabupaten
Majalengka
mempunyai Tata Ruang yang Rapi.
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka sangat tinggi.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 75
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
5. Percaya bahwa pada Dinas KUKM Perindag
Kabupaten
mempunyai
Warna
Berdasarkan tanggapan responden
Majalengka Dinding
terhadap beberapa pernyataan mengenai
yang
etos kerja, diperoleh total skor sebesar
Cerah.
1461. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
6. Percaya bahwa pada Dinas KUKM Perindag
Kabupaten
penelitian mengenai etos kerja pada pada
Majalengka
Mempunyai Peralatan Kerja
Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan
yang
Perdagangan
Tersedia.
termasuk
7. Percaya bahwa pada Dinas KUKM Perindag
Kabupaten
9.
pada
kriteria
Majalengka sangat tinggi
menurut pegawai Dinas KUKM Perindag
Majalengka
Kabupaten Majalengka.
Mempunyai Lingkungan Kerja Sosial
8.
Kabupaten
Etos kerja pada Dinas Koperasi
yang Kondusif.
UKM Perindustrian dan Perdagangan
Percaya bahwa Status Sosial pada
Kabupaten
Dinas KUKM Perindag Kabupaten
dengan kondisi sebagai berikut:
Majalengka tidak berpengaruh dalam
1. Menghargai Waktu pada saat jam kerja
Majalengka
ditunjukkan
Organisasi.
Dinas KUKM Perindag Kabupaten
Percaya bahwa Hubungan Kerja pada
Majalengka sangat penting.
Dinas KUKM Perindag Kabupaten Majalengka
sangat
penting
Berpengaruh
terhadap
2. Pegawai pada Dinas KUKM Perindag
dan
Kabupaten Majalengka Tangguh dan
Lingkungan
Pantang Menyerah.
Kerja.
dilihat
3. Pegawai pada Dinas KUKM Perindag
Beberapa indikator yang dapat
Kabupaten
langsung
dengan Kemampuan Diri Sendiri agar
Koperasi
oleh
UKM
pegawai Dinas
Perindustrian
dan
Majalengka
Bekerja
mencapai hasil Kerja yang Maksimal.
Perdagangan Kabupaten Majalengka yaitu
4. Pegawai pada Dinas KUKM Perindag
dari 9 indikator yang paling tinggi adalah
Kabupaten
kebersihan.
pegawai
Penyesuaian di tempat kerja agar dapat
KUKM
menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
menyimpulkan
Sehingga bahwa
Dinas
Perindag Kabupaten Majalengka kondisi
Majalengka
Melakukan
Beberapa indikator yang dapat
lingkungan kerja pada sangat tinggi.
dilihat langsung oleh pegawai pada Dinas
Etos Kerja Pegawai pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka
KUKM Perindag Kabupaten Majalengka yaitu dari 4 indikator yang paling tinggi adalah
menghargai
waktu.
Sehingga
konsumen menyimpulkan bahwa etos kerja Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 76
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian
Sehingga
dapat
variabel
disimpulkan
dan Perdagangan Kabupaten Majalengka
bahwa
human
sangat tinggi.
mempunyai
Pengaruh Variabel Human Relation ) Terhadap Variabel Etos Kerja Pegawai (Y) Pada pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka
terhadap variabel etos kerja pada Dinas
pengaruh
Koperasi
UKM
relation
yang
signifikan
Perindustrian
dan
Perdagangan Kabupaten Majalengka. Hasil penelitian
ini
mendukung
pendapat
perhitungan
Bahaudin (2008:31) bahwa variabel human
variabel human relation terhadap variabel
relation berpengaruh secara positif dan
etos kerja dengan menggunakan bantuan
signifikan terhadap variabel etos kerja.
program SPSS 21 menyatakan bahwa
PengaruhVariabel Kondisi Lingkungan Kerja ( ) Terhadap Variabel Etos Kerja Pegawai (Y) Pada pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka
Berdasarkan
variabel human
hasil
relation
berpengaruh
positif terhadap variabel etos kerja. Hasil penelitian variabel human relation sebesar 0,509, maka keeratan hubungan antara
Berdasarkan
hasil
perhitungan
variabel human relation dengan variabel
variabel kondisi lingkungan kerja terhadap
etos kerja termasuk kedalam kategori
variabel
cukup kuat dan bernilai positif. Hal ini
menggunakan bantuan program SPSS 21
dibuktikan dengan hasil penelitian yang
menyatakan
menunjukkan pengaruh variabel human
lingkungan
relation terhadap variabel etos kerja
terhadap
sebesar
dan sisanya 74,09%
penelitian kondisi lingkungan kerja sebesar
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
0,586, maka keeratan hubungan antara
diteliti.
kondisi lingkungan kerja dengan variabel
25,91%
Berdasarkan hasil uji t, variabel
etos
kerja
pegawai
bahwa kerja
variabel
variabel
berpengaruh etos
kerja.
dengan
kondisi positif Hasil
etos kerja termasuk kedalam kategori
human relation memiliki nilai signifikansi
cukup kuat dan bernilai positif.
0,000 < 0,05 dan nilai thitung > ttabel yaitu
Hal ini dibuktikan dengan hasil
5,108 > 1,988. Hal ini berarti Ho ditolak
penelitian yang menunjukkan pengaruh
dan
hipotesis
variabel kondisi lingkungan kerja terhadap
pertama yang menyatakan bahwa terdapat
variabel etos kerja sebesar 34,34% dan
pengaruh yang signifikan antara variabel
sisanya 65,66% dipengaruhi oleh faktor
human relation terhadap variabel etos
lain yang tidak diteliti.
Ha
diterima,
sehingga
kerja dapat dibuktikan kebenarannya.
Berdasarkan hasil uji t, variabel kondisi lingkungan kerja memiliki nilai
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 77
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
signifikansi 0,000 < 0,05 dan nilai thitung >
variabel kondisi lingkungan kerja terhadap
ttabel yaitu 5,843 > 1,988. Hal ini berarti Ho
variabel etos kerja pegawai termasuk
ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis
kedalam kategori cukup kuat dan arah
kedua yang menyatakan bahwa terdapat
hubungannya bernilai positif.
pengaruh yang signifikan antara variabel
Hal ini dibuktikan dengan hasil
kondisi lingkungan kerja terhadap variabel
penelitian yang menunjukkan pengaruh
etos kerja dapat dibuktikan kebenarannya.
variabel human relation dan variabel
Sehingga
dapat
disimpulkan
kondisi lingkungan kerja terhadap variabel
bahwa variabel kondisi lingkungan kerja
etos kerja pegawai sebesar 26,52% dan
mempunyai
sisanya 73,48% dipengaruhi oleh faktor
pengaruh
yang
signifikan
terhadap variabel etos kerja pada pada
lain yang tidak diteliti.
Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan
Berdasarkan hasil uji F, variabel
Perdagangan Kabupaten Majalengka.
human
Hasil penelitian ini mendukung pendapat
Nitisemito
variabel
kondisi
relation dan variabel kondisi
lingkungan kerja terhadap variabel etos
(1996:31)
bahwa
kerja pegawai memiliki nilai signifikansi
lingkungan
kerja
0,000 < 0,05 dan nilai Fhitung > Ftabel yaitu
berpengaruh secara positif dan signifikan
15,012>3,110. Hal ini berarti Ho ditolak
terhadap variabel etos kerja.
dan Ha diterima, sehingga hipotesis ketiga
Pengaruh Variabel Human Relation ( ) dan Variabel Kondisi Lingkungan Kerja ( ) Terhadap Variabel Etos Kerja Pegawai (Y) pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka Berdasarkan hasil perhitungan
yang menyatakan bahwa berpengaruh
variabel human relation dan variable
kebenarannya.
bersama-sama secara signifikan antara variabel human relation dan variabel kondisi lingkungan kerja terhadap variabel etos
kerja
pegawai dapat dibuktikan
Sehingga
kondisi lingkungan kerja terhadap variabel
dapat
disimpulkan
etos kerja pegawai dengan menggunakan
bahwa
variabel human relation dan
bantuan program SPSS 21 menyatakan
variabel
bahwa variabel kondisi lingkungan kerja
mempunyai
berpengaruh positif terhadap variabel etos
terhadap variabel etos kerja pegawai pada
kerja. Hasil penelitian variabel human
pada Dinas Koperasi UKM Perindustrian
relation dan variabel kondisi lingkungan
dan Perdagangan Kabupaten Majalengka.
kondisi
lingkungan
pengaruh
yang
kerja
signifikan
kerja terhadap variabel etos kerja pegawai
Hasil penelitian ini mendukung
sebesar 0,515, maka keeratan hubungan
pendapat Nitisemito (2000:183) bahwa
antara
variabel human relation dan variabel
variabel human
relation
dan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 78
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
berpengaruh
4. ε terhadap Y menghasilkan angka
positif dan signifikan terhadap variabel
sebesar 73,48% yang artinya variabel
etos kerja pegawai.
lain yang tidak diteliti mempengaruhi
kondisi
lingkungan
Berdasarkan
kerja
hasil
pembahasan
etos kerja pegawai sebesar 73,48%.
diatas dapat digambarkan seperti berikut :
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
25,91%
( )
Human Relation berada di Dinas Koperasi UKM 73,48%Perindustrian dan Perdagangan% Kabupaten Majalengka
26,52% (Y)
pada kategori sangat baik. 2. Kondisi Lingkungan Kerja di Dinas
( )
Koperasi
34,34%
UKM
Perindustrian
dan
Perdagangan Kabupaten Majalengka berada pada kategori baik
Gambar 3. Hasil Pembahasan Koefisien
3. Human Relation berpengaruh positif
Determinasi
dan signifikan terhadap Etos kerja pegawai. 4. Kondisi Lingkungan Kerja berpengaruh
Keterangan:
positif dan signifikan terhadap etos
1. X1 terhadap Y menghasilkan angka
kerja pegawai.
sebesar 25,91% yang artinya bahwa
5. Human relation dan kondisi lingkungan
human relation mempengaruhi etos
kerja
kerja pegawai sebesar 25,91%.
kerja pegawai.
sebesar 34,34% yang artinya bahwa lingkungan
mempengaruhi etos
Saran
kerja
kerja
1. Pada variabel human relation, dapat di
pegawai
kategorikan
sebesar 34,34%.
penting
sebesar 26,52% yang artinya bahwa etos
baik,
maka
sehingga
pihak
pimpinan
instansi tetap menjalani hubungan yang
human relation dan kondisi lingkungan mempengaruhi
sangat
kebutuhan untuk bekerja sama sangat
3. X1 X2 terhadap Y menghasilkan angka
kerja
simultan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap etos
2. X2 terhadap Y menghasilkan angka
kondisi
secara
baik antar pegawai dengan pegawai,
kerja
dan pimpinan dengan bawahan untuk
pegawai.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 79
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
dapat
dipertahankan
sehingga
lingkungan
menciptakan hubungan yang harmonis.
kerja
yang
kondusif,
nyaman dan menciptakan lingkungan
2. Pada variabel kondisi lingkungan kerja,
sosial yang tentram.
maka
6. Pada variabel human relation dan
kebersihan sangat diperlukan dalam
kondisi lingkungan kerja terhadap etos
meningkatkan kondisi lingkungan kerja
kerja pegawai yang memiliki nilai
yang baik, menciptakan suasana yang
yang terendah adalah status sosial
nyaman, tentram dan dapat membuat
tidak berpengaruh dalam organisasi.
betah pegawai dalam bekerja.
Untuk menciptakan status sosial dalam
dapat
di
kategorikan
baik,
3. Pada variabel etos kerja pegawai dapat
organisasi, maka diperlukan wawasan
di kategorikan sangat tinggi, maka
atau pengetahuan, hubungan yang baik
menghargai waktu
dan
dalam
menilai
kepribadian
sangat penting kedisiplinan
dan
pegawai harus
pantang menyerah dalam bekerja.
setiap pegawai dalam
bekerja. 4. Pada variabel human relation, nilai indikator
yang
pimpinan
harus
terendah bersikap
adalah empatik.
Untuk itu agar pimpinan bisa bersikap empatik harus lebih memahami dan mengerti dengan keadaan atau situasi yang dihadapi masing-masing pegawai dalam bekerja dan harus meningkatkan hubungan yang baik antara pegawai. 5. Pada
variabel
kondisi
lingkungan
kerja, nilai indikator yang terendah adalah status sosial tidak berpengaruh dalam
organisasi
meningkatkan
status
.
Untuk
sosial dalam
organisasi, maka diperlukan wawasan atau
pengetahuan
tersedia
dalam
hubungan kerja
dan bekerja,
tangguh dan
peralatan menjalin
yang baik dalam
organisasi agar dapat menciptakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 80
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
DAFTAR PUSTAKA Alex Nitisemito. 2000. Manajemen Personalia ( Manajemen Sumber Daya Manusi ). Kudus: Ghalia Indonesia. Chaplin J.P. 2001. Kamus Psikologi. ( Terjemahan: Kartono, K ). Bandung: CV. Pionir Jaya. Davis Keith.2009 . Human Relations At Work, 8th ed. Singapore: McGraw-Hill,Inc. Dessler Gary. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 10. Jakarta: PT. Indeks. Gibson, J.L dan Ivancevich, John M. 1994. Organisasi, Struktur dan Manajemen. ( Terjemahan: Djoerban Wahid, S.H ). Jakarta: Erlangga. Hani Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Ibnu Widiyanto. 2008. Pointers Metodologi Penelitian. Semarang: CV. Dikalia. Iga Manuati Dewi. 2005. Makalah. Mengapa dan Untuk Apa Orang Bekerja?. Bali: Universitas Udayana. Imam Ghozali. 2001. Ekonometrika: Teori Dan Aplikasi Dengan SPSS. Ivancevich John M. Konopaske. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Ed.7. Jakarta: Erlangga. Jalaluddin Rakhmad. 1999. Psikologi Komunikasi. Jakarta. Jansen Sinamo. 2005. 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: PT. Spirit Mahardika. Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarprbadi. Jakarta: PT. Indeks. Lubis Mochtar. 1999. Manusia Indonesia. Jakarta. Manullang, Marihot AMH. 2004. Manajeman Personalia. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mathis Robert L. dan John H. Jackson. 2005. Human Resources Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed. 10. Jakarta: Salemba Empat. Nurhadi Subroto. 2005. Pengaruh Pelatihan, Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang. Thesis Surakarta: Program Pascasarjana Magister Manajemen UMS. Onong Uchjana Effendy. 2001. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Erlangga. Ovi Setya Prabowo. 2008. Analisis Pengaruh Human Relation, Kondisi Fisik Lingkungan Kerja, dan Leadership Terhadap Etos Kerja Karyawan Kantor Pendapatan Daerah Di Pati. Skripsi Surakarta: Manajemen UMS. Purnomo Budi Setiyawan dan Waridin. 2006. Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja di Divisi Radiologi RSUP Dokter Karyadi Semarang. Jurnal Riset Bisnis Indonesia Vol.2, No.2, Juli, hlm.181-198. Reksohadiprojo dan Hani Handoko. 1997. Organisasi Perusahaan: Teori, Struktur dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 81
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Robbins Stephen P. dan Timothi A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Ed.12. Jakarta: Salemba Empat. Robbins, Stephen. 2001. Organizational Behaviour: Concepts, Controversies, Aplications. 7 th Edition: Prentice Hall International, Inc. Sedarmayanti. 2001. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja, Bandung: CV Mandar Maju. Singarimbun, Soeprihanto, John. 2001. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Cetakan Kelima. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Susanti. 2014. Human Realtion Toto Tasmara. 2002. Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani Pres. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Vethzal Rivai. 2004. Performance Appraisal. Jakarta:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 82
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PEMILIK LAHAN DAN PETANI PENYAKAP (Suatu Kasus Pada Petani Padi Sawah di Desa Kulur Kecamatan Sindangkasih kabupaten Majalengka) Delis Hadiana
1)
dan Ernita Herdiani 2)
1) Staf Pengajar Pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Majalengka 2) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Majalengka
ABSTRAK Pangan merupakan hal penting sebagai salah satu pokok dasar kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Kerawanan pangan dan kelaparan sering terjadi pada petani skala kecil, nelayan dan masyarakat sekitar hutan. Dalam hal ini menarik pertanian menarik untuk disorot karena pada sektor pertanian bisa menerapkan pola hidup subsisten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan pangan rumah tangga pemilik lahan dan petani penyakap pada usahatani padi sawah yang dilaksanakan di Desa Kulur Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah metode suatu kasus dengan penetapan responden secara survei (Survei Method) yang mengambil sampel dari suatu populasi yaitu 29 orang petani penyakap dan 28 orang petani pemilik lahan. Data mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani padi sawah dianalisis secara deskriptif dan empat indikator ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas ketetsediaan pangan, kontinuitas pangan, dan kualitas pangan hingga didapat indeks ketahanan pangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rumah tangga petani penyakap yang terkategori tahan pangan adalah sebesar 55,17% dan rumah tangga petani pemilik lahan yang terkategori tahan pangan sebesar 75%. Sedangkan rumah tangga yang terkategori kurang tahan pangan pada rumah tangga petani penyakap sebesar 27,59% dan 25% rumah tangga kurang tahan pangan pada petani pemilik lahan. Tidak terdapat rumah tangga yang terkategori tidak tahan pangan pada rumah tangga pemilik lahan, namun pada rumah tangga petani penyakap sebesar 17,24% terkategori tidak tahan pangan. Key Kunci : Ketahanan Pangan Rumahtangga, Pemilik Lahan dan Petani Penyakap
PENDAHULUAN
memperluas lapangan kerja, kesempatan
A. Latar Belakang
berusaha dan menunjang pembangunan
untuk
Pembangunan pertanian bertujuan
industri serta meningkatkan pendapatan
meningkatkan
petani.
hasil dan
mutu
produksi, meningkatkan taraf hidup,
Untuk mencapai pembangunan
tersebut, pemerintah menetapkan lima
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 83
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
program
yaitu
ketahanan
2004).
agrobisnis,
yang mempengaruhi usahatani padi sawah
petani,
yang dilakukan oleh petani, untuk faktor
pengembangan sumberdaya perikanan, dan
produksi lahan ini tidak semua petani
pemanfaatan potensi sumberdaya hutan
memiliki lahan, untuk mengatasi masalah
(Sukiyono, 2008).
tersebut maka biasanya mereka yang tidak
pangan,
peningkatan
pengembangan
peningkatan
kesejahteraan
Lahan merupakan salah faktor
Padi (Oryza sativa L.) merupakan
memiliki lahan akan menggarap lahan
salah satu komoditi tanaman pangan yang
milik orang lain, salah satunya dengan
penting,
padi
sistem bagi hasil. Petani yang menggarap
digunakan sebagai makanan pokok oleh
lahan orang dengan sistem bagi hasil maka
sebagian besar
disebut petani penyakap dan aturan yang
karena
Tingginya
hasil
tanaman
masyarakat Indonesia.
kebutuhan
konsumsi
beras
seperti dalam kelembagaan penguasaan
disebabkan oleh sebagian besar penduduk
lahan disebut dengan sisem bagi hasil.
Indonesia
Pada kelembagaan
beranggapan
bahwa
beras
penguasaan lahan
merupakan bahan makanan pokok yang
dengan sistem bagi hasil, maka si petani
belum dapat digantikan keberadaanya.
penggarap tidak bisa menikmati hasil
Oleh karena itu Pemerintah bertekad
panen seluruhnya karena harus dibagi
mempercepat upaya peningkatan produksi
dengan si pemilik lahan sesuai dengan
padi Nasional untuk memenuhi kebutuhan
kesepatan.
pangan yang terus meningkat seiring
Kelembagaan penguasaan lahan
dengan bertambahnya jumlah penduduk
dengan
dari tahun ke tahun. Salah satu sentra
ketersediaan, stabilitas
dan kontinyuitas.
produksi padi nasional di Jawa Barat
Berdasarkan
tersebut,
adalah Kabupaten Majalengka.
dilakukan
Ketahanan suatu
pangan
sistem
ini
uraian
mempengaruhi maka
penelitian di Desa Kulur
merupakan
Kecamatan
Majalengka
kondisi dimana orang secara fisik
Majalengka
dengan
Kabupaten
memilih
judul
dan ekonomi mampu dan memiliki akses
“Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani
terhadap pemenuhan
Padi Sawah”. Suatu Kasus Pada Petani
kebutuhan pangan
yang cukup, aman, dan sehat memenuhi (FAO,
kebutuhan
dan
untuk
Padi Sawah Di Desa Kulur Kecamatan
pilihannya
Majalengka Kabupaten Majalengka.
1996). Di Indonesia, kebutuhan
B. Identifikasi Masalah
pangan identik dengan pemenuhan beras
Berdasarkan latar belakang yang
sebagai makanan pokok (Aswatini et al .,
diuraikan
diatas,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 84
maka
dapat
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
diidentifikasikan permasalahannya sebagai
Ketahanan pangan rumah tangga
berikut :
pada tingkat keluarga menurut Hasan
1. Bagaimana ketahanan pangan rumah
(1995) tercermin oleh tersedianya pangan
tangga petani penyakap dan pemilik
yang cukup dan merata pada setiap waktu
lahan pada usahatani padi sawah di
dan terjangkau oleh masyarakat baik fisik
tempat penelitian.
maupun
Apakah ada perbedaan ketahanan
konsumsi pangan yang beraneka ragam
pangan pada rumah tangga petani
yang memenuhi syarat-syarat gizi yang
penyakap dan pemilik lahan pada
diterima budaya setempat. Banyak definisi
usahatani padi sawah di tempat
konseptual yang dikemukakan mengenai
penelitian.
ketahanan pangan rumah tangga, namun
2.
demikian
C. Tujuan Penelitian Adapun
tujuan
ekonomi
penelitian
ini
dilihat
sebagian besar
adalah untuk mengetahui :
serta
dari
tercapainya
persamaannya
mengakui bahwa
inti
definisi ketahanan pangan rumah tangga
1. Ketahanan pangan rumah tangga
adalah keterjaminnya
akses sepanjang
petani penyakap dan pemilik lahan
waktu terhadap pangan yang cukup.
pada usahatani padi sawah di tempat
1.
penelitian.
Indikator
Ketahanan
Pangan
Rumah Tangga dari FAO dan UU
2. Apakah ada perbedaan ketahanan
RI No 7 Tahun 1996
pangan pada rumah tangga petani
Berdasarkan
definisi ketahanan
penyakap dan pemilik lahan pada
pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7
usahatani padi sawah di tempat
tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari
penelitian.
FAO, ada
3. Bagi
pemerintah,
informasi
mengenai
memberikan
dipenuhi
ketahanan
4 komponen yang harus untuk
mencapai
kondisi
ketahanan pangan yaitu:
pangan, sumbangan pemikiran untuk
a.
Kecukupan ketersediaan pangan;
bahan pertimbangan dan pengambilan
b.
Stabilitas ketersediaan pangan tanpa
keputusan
dalam
menetapkan
fluktuasi dari musim ke musim atau
kebijakan yang dapat meningkatkan
dari tahun ke tahun.
ketahanan pangan sehingga ketahanan
c.
pangan desa juga meningkat.
Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
LANDASAN PENELITIAN
d.
Kualitas/keamanan pangan.
A. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 85
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
. Ukuran ketahanan pangan di
pengairan. Demikian berselang satu tahun
tingkat rumah tangga dihitung bertahap
penduduk dapat panen padi 2 kali setahun
dengan cara menggambungkan keempat
sehingga rata-rata dalam 2 tahun penduduk
komponen indikator ketahanan pangan
panen padi sebanyak 3 kali. Dengan
tersebut, untuk mendapatkan satu indeks
demikian
ketahanan pangan.
dapat diukur sebagai berikut:
a.
1.
Kecukupan Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan dalam rumah
rumah tangga cukup
mengacu pada pangan yang cukup dan dalam
jumlah
yang
2.
dapat
Penentuan
jangka
Jika persediaan pangan rumah tangga antara 1-239 hari, berarti pesediaan
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Jika persediaan pangan rumah tangga >/= 240 hari, berarti pesediaan pangan
tangga yang dipakai dalam pengukuran
tersedia
kondisi ketersediaan pangan
pangan rumah tangga kurang cukup
waktu
3.
Jika
rumah
tangga
tidak
punya
ketersediaan makanan pokok di perdesaan
persediaan pangan, berarti pesediaan
biasanya
pangan rumah tangga tidak cukup.
dilihat
dengan
mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan musim tanam berikutnya (Suhardjo dkk, 1985:45).
b.
Stabilitas Ketersediaan
Di daerah dimana penduduknya
Stabilitas ketersediaan pangan di
mengkonsumsi beras sebagai makanan
tingkat rumah tangga diukur berdasarkan
pokok digunakan cutting point 240 hari
kecukupan
sebagai batas untuk menentukan apakah
frekuensi makan anggota rumah tangga
suatu rumah tangga memiliki persediaan
dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan
makanan
cukup.
memiliki stabilitas ketersediaan pangan
Penetapan cutting point ini didasarkan
jika mempunyai persediaan pangan diatas
pada panen padi yang dapat dilakukan
cutting point.
pokok
cukup/tidak
ketersediaan
pangan
dan
selama 3 kali dalam 2 tahun. Pada musim
Dengan asumsi bahwa di daerah
kemarau, dengan asumsi ada pengairan,
tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan
penduduk dapat musim tanam gadu, yang
makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan
berarti dapat panen 2 kali dalam setahun.
sebenarnya
Tahun berikutnya, berarti musim tanam
keberlanjutan ketersediaan pangan dalam
rendeng, dimana penduduk hanya panen 1
rumah
kali setahun karena pergantian giliran
makan sebanyak 3 kali atau lebih sebagai
tangga.
dapat
Penggunaan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 86
menggambarkan
frekuensi
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
indikator kecukupan makan didasarkan
Indikator
pada
dalam pengukuran ketahanan pangan di
kondisi
nyata
di
desa-desa
aksesibilitas/keterjangkauan
(berdasarkan penelitian PPK-LIPI), dimana
tingkat
rumah tangga yang memiliki persediaan
kemudahan rumah tangga memperoleh
makanan pokok
pada umumnya
pangan, yang diukur dari pemilikan lahan
makan sebanyak 3 kali per hari. Jika
serta cara rumah tangga untuk memperoleh
mayoritas rumah tangga di satu desa,
pangan. Akses yang diukur berdasarkan
misalnya, hanya makan dua kali per hari,
pemilikan lahan dikelompokkan dalam 2
kondisi ini semata-mata merupakan suatu
(dua) kategori:
strategi rumah tangga agar persediaan
1.
cukup
rumah
rumah
karena dengan frekuensi makan tiga kali
sawah/ladang
bisa
bertahan
untuk
tetap
2.
memiliki
tangga
memiliki
lahan
Akses tidak langsung (indirect access)
lahan sawah/ladang.
berikutnya.
ketersediaan
dari
jika rumah tangga tidak memiliki
persediaan makanan pokok hingga panen Lebih
dilihat
Akses langsung (direct access), jika
makanan pokok mereka tidak segera habis, sehari, kebanyakan rumah tangga tidak
tangga
Cara rumah tangga memperoleh lanjut, kombinasi antara makanan
pokok
pangan juga dikelompokkan dalam 2 (dua)
dengan
kateori yaitu: (1) produksi sendiri dan (2)
frekuensi makan (3 kali per hari disebut
membeli.
cukup makan, 2 kali disebut kurang
aksesibilitas/keterjangkauan rumah tangga
makan, dan 1 kali disebut sangat kurang
terhadap pangan dikelompokkan dalam
makan)
kategoti seperti pada tabel berikut:
sebagai
indikator
kecukupan
pangan, menghasilkan indikator stabilitas
Indikator
Tabel 2 Penetapan Indikator Aksesibilitas atau Keterjangkauan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga
ketersediaan pangan yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Penetapan Indikator Stabilitas Ketersediaan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga Kecukupan ketersediaan > 360 hari 1 – 364 hari Tidak ada persediaan
c.
Pemilikan sawah/ladang
Frekuensi makan anggota rumah > 3 kali 2 kali 1 kali Stabil Kurang Tidak stabil Kurang Tidak Tidak stabil Tidak Tidak Tidak stabil
Punya
Cara rumah tangga memperoleh bahan pangan
langsung
Aksesibilitas/keterjangkauan Tidak punya
terhadap pangan
tidak langsung
Akses langsung
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 87
Akses
Akses
tidak
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
sehingga ukuran keamanan pangan hanya Dari
pengukuran
indikator
dilihat dari ada atau tidak nya bahan
aksesibilitas ini kemudian diukur indikator
makanan
stabilitas
yang
hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi
merupaan penggabungan dari stabilitas
dalam rumah tangga. Karena itu, ukuran
ketersediaan
kualitas
terhadap
ketersedian pangan
pangan.
ketersediaan
pangan dan
aksesibilitas
Indikator
pangan
yang
mengandung
pangan
dilihat
dari
protein
data
stabilitas
pengeluaran untuk konsumsi makanan
ini menunjukkan
(lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung
suatu rumah tangga apakah:
protein
1.
Mempunyai persediaan pangan cukup
Berdasarkan kriteria ini rumah tangga
2.
Konsumsi rumah tanga normal dan
dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori,
3.
Mempunyai akses langsung tarhadap
yaitu:
pangan
1. Rumah tangga dengan kualitas pangan
Indikator kontinyuitas ketersediaan
hewani
baik
adalah
dan/atau
rumah
tangga
nabati.
yang
pangan di tingkat rumah tangga dapat
memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk
dilihat dalam tabel berikut.
berupa protein hewani dan nabati atau
Tabel 3 Penetapan Indikator Kontinyuitas Ketersediaan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga
protein hewani saja. 2. Rumah tangga dengan kualitas pangan kurang baik adalah rumah tangga yang
Stabilitas ketersediaan pangan rumah Akses tangga terhadap pangan Kurang Tidak Stabil stabil stabil Akses langsung Akses tidak langsung
d.
Kontinyu
Kurang kontinyu
Tidak kontinyu
Kurang kontinyu
Tidak kontinyu
Tidak kontinyu
memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein nabati saja. 3. Rumah tangga dengan kualitas pangan tidak baik adalah rumah tangga yang tidak
memiliki
pengeluaran
untuk
lauk-pauk berupa protein baik hewani maupun nabati. Ukuran kualitas pangan ini tidak
Kualitas atau Keamanan Pangan jenis
mempertimbangkan jenis makanan pokok.
pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi
Alasan yang mendasari adalah karena
kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan
kandungan energi dan karbohidrat antara
seperti ini sangat sulit dilakukan karena
beras, jagung dan ubi kayu/tiwul sebagai
melibatkan berbagai macam jenis makanan
makanan pokok di desa-desa penelitian
dengan kandungan gizi yang berbeda-beda,
tidak berbeda secara signifikan.
Kualitas
atau
keamanan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 88
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
e.
persediaan makan selama jangka masa
Indeks Ketahanan Pangan Indeks ketahanan pangan dihitung
satu panen dengan panen berikutnya
dengan cara mengkombinasikan keempat
dengan frekuensi makan 3 kali atau
indikator ketahanan pangan (ketersediaan
lebih per hari serta akses langsung)
pangan, stabilitas ketersediaan pangan,
dan
keberlanjutan
protein hewani dan nabati atau protein
pangan)
dan
kualitas/keamanan
Kombinasi antara
kecukupan
indikator
ketersediaan
b.
stabilitas
pangan.
pengeluaran
untuk
hewani saja.
ketersediaan pangan dan frekuensi makan memberikan
memiliki
Rumah tangga kurang tahan pangan adalah rumah tangga yang memiliki:
Selanjutnya
a)
Kontiyuitas
pangan/makanan
kombinasi antara stabilitas ketersediaan
pokok kontinyu tetapi hanya
pangan dengan akses terhadap pangan
mempunyai pengeluaran untuk
memberikan
protein nabati saja.
indikator
kontinyuitas
ketersediaan pangan. Indeks ketahanan pangan
diukur
berdasarkan
b) Kontinyuitas
ketersdiaan
gabungan
pangan/makanan kurang kontinyu
antara indikator kontinyuitas ketersediaan
dan mempunyai pengeluaran untuk
pangan dengan kualitas /keamanan pangan.
protein hewani dan nabati.
Indeks ketahanan pangan ditingkat rumah
c.
Rumah tangga tidak tahan pangan
tangga dikategorikan seperti terlihat pada
adalah rumah tangga yang dicirikan
tabel berikut:
oleh:
Tabel 4 Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga
a) Kontinyuitas keterrsediaan pangan kontinyu,
Kontinyuitas ketersediaan Kulaitas/keamanan pangan: Konsumsi protein hewani Protein hewani dan Protein nabati Tidak ada pangan Kontinyu Tahan Kurang tahan Tidak tahan Kurang kontinyu Kurang tahan Tidak tahan Tidak tahan Tidak kontinyu Tidak tahan Tidak tahan Tidak tahan
pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati. b) Kontinyuitas ketersediaan pangan kontinyu
Berdasarkan matrik tersebut, maka
persedian secara
yang
c) Kontinyuitas keterrsediaan pangan
memiliki
pangan/makanan kontinyu
dan
tidak untuk kedua-duanya.
Rumah tangga tahan pangan adalah tangga
kontinyu
protein hewani atau nabati, atau
tiga kategori, yaitu:
rumah
kurang
hanya memiliki pengeluaran untuk
rumah tangga dapat dibedakan menjadi
a.
tetapi tidak memiliki
(diukur
tidak kontinyu walaupun memiliki
pokok
pengeluaran untuk protein hewani
dari
dan nabati
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 89
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
d) Kontinyuitas keterrsediaan pangan
yang
tidak kontinyu dan hanya memiliki
lebih
besar
untuk
makanan
mengindikasikan berpenghasilan rendah.
pengeluaran untuk protein nabati
Pengeluaran petani dilihat dari
saja, atau tidak untuk kedua-
pola konsumsinya yaitu pengeluaran untuk
duanya.
pemenuhan
kebutuhan
utama
petani
beserta keluarga terutama belanja pangan 2.
Indikator
Pengeluaran
berdasarkan standar UNDP/World Bank
Rumah
(2005) yang disesuaikan dengan kondisi
Tangga Petani. Pola
konsumsi
rumah
masyarakat Indonesia, yang terdiri dari 20
tangga
item (beras, telur, ikan, ikan asin, daging
petani merupakan salah satu indikator dalam
melihat
kemampuan
sapi, daging ayam, tahu, tempe, susu,
petani
sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,
menghasilkan tabungan ataupun modal untuk
usahatani
selanjutnya.
pengeluaran
ini akan menggambarkan
bagaimana
rumah
mengalokasikan
tangga
petani
pendapatan
rumah
tangganya
untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi
dan
Sukiyono,
dkk
kebutuhan (2008)
garam, gula, tepung terigu, the, kopi,
Pola
rokok, mie instan, dan bahan bakar).
METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di
lainnya.
dalam
Desa
hasil
ini
pangsa pengeluaran rumah tangga petani
penelitian berlangsung selama 6 bulan yaitu mulai bulan Maret sampai dengan
semua kategori petani atau biasa dari aspek jumlah
bulan Agustus
anggota
oleh
Hikmah
2012, dengan rincian
sebagai berikut :
keluarga, dan lainnya. Karena seperti disebutkan
pertimbangan
dengan sistem bagi hasil. Pelaksanaan
tersebut,
apakah kondisi tersebut berlaku untuk
lahan,
dengan
oleh petani lain yaitu petani penyakap
dari pengeluaran. Meski demikian masih
penguasaan
dilakukan
digarap oleh pemilik lahan sendiri tetapi
dimana nilainya mencapai lebih dari 50% keberlakuan
Majalengka
bahwa lahan sawah di daerah ini tidak
didominasi oleh pengeluaran non pangan,
dicermati
Kecamatan
Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi
penelitiannya menyebutkan, secara umum
perlu
Kulur
B. Teknik Penelitian
Endraswati
Teknik
(2009) dalam Rossalinda (2006) bahwa
yang
dilakukan
dalam
penelitian ini adaiah dengan Cara Survey
rumah tangga dengan proporsi pengeluaran
deskriptif
yaitu
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 90
penelitian
yang
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
mengambil sampel dari suatu populasi
E.
dan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk
mengumpulkan
data
Teknik Analisis Teknik
primer.
bagaimana
analisis tingkat
untuk mengetahui ketahanan
pengan
Variabel-variabel utama adalah petani
rumahtangga pemilik lahan dan petani
padi sawah dan ketahanan pangan . Unit
penyakap apakah itu dengan menggunakan
analisnya adalah pemilik lahan dan petani
indikator ketahanan pangan dari FAO dan
penyakap di Desa Kulur Kecamatan
UU No 7 Tahun 1996 dilakukan secara
Majalengka Kabupaten Majalengka.
deskriptif dari dari data yang dikumpulkan
C.
secara kuantitatif dan kualitatif.
Jenis, Sumber dan Cara
Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian ini adalah terdiri atas data
dengan menggunakan alat bantu kuesioner
A. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pemilik Lahan dan Petani Penyakap dengan Menggunakan Indikator Ketahanan Pangan Menurut FAO dan UU No 7 Tahun 199 1. Ketersediaan
yang telah disiapkan serta melakukan
a.
primer dan data sekunder. Data primer yaitu data
yang diperoleh dari hasil
wawancara langsung dengan responden,
Ketersediaan Beras
observasi lapangan.
Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran
D. Teknik Penentuan Responden Teknik
penentuan
penelitian ini
responden
pada
mengacu pada pangan yang cukup dan
dilakukan dengan cara
tersedia
dalam
jumlah
yang
dapat
probability sampling. Menurut I Made
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah
Wirartha
Sampling
tangga. Dalam penelitian ini, ketersediaan
teknik pengambilan sampel yang
beras dapat juga dilihat dari pendekatan
memberi peluang/kesempatan sama bagi
konsumsi beras untuk 360 hari seperti
setiap unsur atau anggota populasi untuk
terlihat pada Tabel 5.
dipilih menjadi sampel. Berdasarkan data
Tabel 5 Rata-rata Ketersediaan Beras Rumah Tangga Petani Padi Sawah.
adalah
(2005)
Probability
yang diperoleh. Jumlah penduduk Desa Kulur yang sebagai pemilik lahan
Ketersediaan Petani Penyakap (Kg) Rata- % ˃360 hari 244,05 75,86 1 – 360 hari 95,86 24,14 Tidak ada 0 0 Total 168,27 100
yang
diambil sampel sebanyak 28 Orang, dan petani penyakap sebanyak 29 Orang.
Petani Pemilik Total Rata- % Rata- % 233,29 75 238,79 75,44 97,29 25 96,57 24,56 0 0 0 0 180,75 100 183,56 100
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 91
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Ketersediaan beras rumah tangga
ini memang dikarenakan aktivitas mereka
petani yang paling besar rata-rata jumlah
cukup
ketersediaan
adalah rincian frekuensi makan rumah
berasnya
adalah
petani
pemilik lahan kemudian diikuti oleh petani
menghabiskan
energi.
Berikut
tangga petani.
penyakap. Namun, jika kita cermati lebih
Tabel 6 Frekuensi Makan Rumah Tangga Petani (%)
lanjut, rata-rata jumlah ketersediaan beras
Frekuensi makan ≥ 3 kali 2 kali 1 kali Total Rata-rata Frekuensi
dengan kategori >360 hari pada petani penyakap lebih tinggi, yaitu 244,05 kg per tahun dibandingkan dengan petani pemilik
Petani 93,1 6,9 0 100 3,01
Petani Pemilik 100 0 0 100 3,1
lahan yang hanya sebesar 233,29 kg per
Rata-rata frekuensi makan rumah
tahun. Begitu pula pada rata-rata jumlah
tangga petani padi sawah adalah sebanyak
ketersediaan beras dengan kategori 1-360
3 kali per hari berlaku di petani penyakap
hari dimana petani pemilik lahan, yaitu
dan petani pemilik lahan. Dan tidak
97,29 kg lebih besar nilainya dibandingkan
tampak perbedaan yang signifikan satu
dengan petani penyakap yang rata-rata
dengan yang lainnya di antara petani
sebesar 85,86 kg. Rumah tangga yang
penyakap maupun petani pemilik lahan.
ketersediaan berasnya >360 hari maka
Walaupun pada petani penyakap ternyata
rumah
ketersediaan
terdapat 6,9% rumah tangga dari total
pangannya stabil. Sedangkan ketersediaan
keseluruhan yang frekuensi makannya
beras dengan 1-360 hari maka rumah
hanya 2 kali per hari. Itu disebabkan
tangga tersebut terkategori kurang stabil.
karena kendala ekonomi dan sebagai salah
Tidak terdapat rumah tangga yang tidak
satu strategi rumah tangga agar persediaan
mempunyai ketersediaan pangan berarti
makanan pokok mereka tidak segera habis,
rumah tangga petani penyakap dan petani
karena dengan frekuensi makan tiga kali
pemilik lahan tidak ada yang terkategori
sehari, kebanyakan dari mereka tidak dapat
tidak stabil.
bertahan
b.
makanan pokok hingga bulan berikutnya
tangga
tersebut
Frekuensi Makan
untuk
memiliki
persediaan
atau hingga masa penghasilan mereka
Pada daerah penelitian, masyarakat setempat khususnya rumah tangga petani
didapat.
padi sawah, mempunyai kebiasaan makan
c.
Stabilitas Ketersediaan Pangan Kombinasi
3 (tiga) kali sehari. Bahkan ada pula yang
antara
ketersediaan
lebih dari 3 kali, yaitu 4 hingga 5 kali
makanan pokok dengan frekuensi makan
sehari. Frekuensi makan yang cukup tinggi
(3 kali per hari disebut cukup makan, 2
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 92
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
kali disebut kurang makan, dan 1 kali
sebanyak
disebut sangat kurang makan) sebagai
tangga yang kurang stabil sebanyak 6,90%
indikator stabilitas ketersediaan pangan
(persediaan 1-360 hari dan frekuensi 2
yang dapat dilihat pada Tabel 7.
kali) dan 17,24% ( persediaan 1-360 hari
≥3 kali n 43 12 0 55
˃ 360 hari 1-360 hari Tidak ada Persediaan Total
% 75,44 21,05 0 96,49
Secara
Frekuensi makan 2 kali n % 0 0 2 3,51 0 0 2 3,51
n 0 0 0 0
% 0 0 0 0
keseluruhan,
rumah
dihitung secara keseluruhan rumah tangga kurang stabil pada petani penyakap adalah
Total
1 kali
Sedangkan
dengan frekuensi makan ≥3 kali). Jika
Tabel 7 Stabililtas Ketersediaan Pangan Pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah Kecukupan Ketersediaan pangan
75,86%.
sebanyak
n % 43 75,44 14 24,56 0 0 57 100
24,14%.
Selanjutnya
tidak
ditemukan rumah tangga yang tidak stabil. Tabel 9 Stabililtas Ketersediaan Pangan Pada Rumah Tangga Petani Pemilik Lahan
75,44% Kecukupan Ketersediaan pangan
rumah tangga petani padi sawah memiliki kecukupan ketersediaan pangan >360 hari
˃ 360 hari 1-360 hari Tidak ada Persediaan Total
dengan frekuensi makan ≥3 kali. Ini artinya rumah tangga tersebut stabil dalam ketersediaan pangan dan sebanyak 24,56%
≥3 kali n 21 7 0 28
% 75 25 0 100
Frekuensi makan 2 kali n % 0 0 0 0 0 0 0
Total
1 kali n 0 0 0 0
% 0 0 0 0
n 21 7 0 28
% 75 25 0 100
Pada rumah tangga petani pemilik
terkategori rumah tangga yang kurang
lahan, dapat dilihat bahwa rumah tangga
stabil.
yang dikatakan stabil dalam persediaan
Tabel 8 Stabililtas Ketersediaan Pangan Pada Rumah Tangga Petani Penyakap
pangannya dilihat dari ketersediaan beras rumah tangga adalah sebanyak 75,00%. Sedangkan rumah tangga yang kurang
Frekuensi makan ≥3 kali 2 kali 1 kali n % n % n % 22 75,86 0 0 0 0 5 17,24 2 6,9 0 0
n % 22 75,86 7 24,14
Tidak ada Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
tangga
Total
27
93,1
2
6,9
0
0
29
100
ketersediaan pangan pada petani pemilik
Kecukupan Ketersediaan pangan ˃ 360 hari 1-360 hari
Pada
rumah
Total
stabil sebanyak 25,00% (persediaan beras
tangga
1-360 hari dengan frekuensi makan ≥3 kali). Selanjutnya tidak ditemukan rumah
lahan
petani
yang
ini
tidak
akan
stabil.
Stabilitas
berpengaruh
penyakap, dapat dilihat bahwa rumah
kecenderungan
tangga
stabil dalam
ketahanan pangan dan mempunyai indikasi
dilihat
bahwa sebagian besar rumah tangga tahan
yang
persediaan
dikatakan pangannya
dari
pengkategorian
pada
pangan.
ketersediaan beras rumah tangga adalah
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 93
indeks
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
langsung. Akses langsung disini adalah
d. Aksesibilitas Indikator
rumah
aksesibilitas/keterjangkauan
tangga
memiliki
sawah,
dalam
memproduksi bahan pangan pokok (dalam
pengukuran ketahanan pangan di tingkat
hal ini beras) dan juga mengkonsumsinya
rumah tangga memperoleh pangan yang
sendiri (subsisten), tidak untuk dijual.
diukur dari pemilikan lahan serta cara
Kemudian ternyata ada pula rumah tangga
rumah tangga untuk memperoleh pangan.
yang memiliki sawah, tetapi rumah tangga
Akses yang diukur berdasarkan pemilikan
tersebut juga membeli pangan dari pasar
lahan
atau warung karena ketersediaan hasil
dikelompokan
dalam
2
(dua)
kategori :
produksi yang tidak mencukupi kebutuhan konsumsi pangan mereka.
Akses langsung (direct access),
Rumah
jika rumah tangga memiliki lahan
tangga
yang
memiliki
sawah/ladang.
sawah tetapi juga membeli pangannya ada
Akses tidak langsung (indirect
sebanyak 24,65%. Selanjutnya, sebanyak
access), jika rumah tangga tidak
15,79% rumah tangga yang tidak memiliki
memiliki lahan sawah/ladang.
sawah dan mengakses pangannya dengan
Cara rumah tangga memperoleh
cara produk sendiri dan 5,26% rumah
pangan juga dikelompokan dalam 2 (dua)
tangga yang tidak memiliki sawah dan
kategori, yaitu
mengakses
pangannya
dengan
cara
Produk sendiri
membeli.
Membeli
disimpulkan bahwa 70,18% rumah tangga
Tabel 10 Aksesibiltas Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah
Pemilik Lahan Cara Memperoleh Bahan pangan Total (Sawah) Produk Sendiri Membeli n % n % Punya 31 54,86 14 24,65 45 78,95 Tidak punya 9 15,79 3 5,26 12 21,05 Total 40 70,18 17 29,82 57 100 padi
pangannya terhadap
sawah
atau
pangan berada
memiliki akses
langsung dan 29,82%
rumah
memiliki
tangga
akses
tidak
lebih banyak mengakses pangannya secara langsung atau produk sendiri dan sebagian rumah tangga yang mengakses pangannya secara tidak langsung atau membeli di sumber pangan seperti warung dan pasar. Kepemilikan sawah yang mereka miliki sebenarnya sudah ada sejak lama
aksesibilitas pada
dapat
petani padi sawah di tempat penelitian
keterjangkauan
tingkat
keseluruhan,
langsung. Jadi secara total, rumah tangga
Sebanyak 54,86% rumah tangga petani
Secara
dan merupakan mata pencaharian mereka.
akses
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 94
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Namun, ada sebagian petani yang tidak
Tabel 12 Aksesibilitas Pangan di
memiliki sawah sehingga harus menjadi
tingkat Rumah tangga Petani Pemilik
petani penyakap padi sawah antara petani
lahan
penggarap dan pemilik lahan. Sehingga profesi sebagai petani penyakap maupun petani
pemilik
sumber
lahan,
pendapatan
menjadikannya sumber
Punya
ketersediaan pangan mereka dan tidak
Tidak punya Total
untuk
atau
dikomersialisasikan,
Cara Memperoleh bahan pangan Produk Membeli sendiri n % n %
Pemilik Lahan (Sawah)
ditambah
18 0 18
produksi padi yang memang hanya cukup
64, 29 0,0 0 64, 29
35, 71 0,0 0 35, 71
10 0 10
Total
28
100,00
0
0,00
28
100,00
untuk mereka konsumsi saja (subsisten). Sebanyak 64,29% rumah tangga
Untuk pengeluaran pangan dan non pangan petani
lainnya, mereka sebagian dari mereka mengandalkan
penghasilan
dari
pangannya
non
terhadap
usahatani.
Terlihat dari Tabel 11
keterjangkauan
tingkat
pangan berada
aksesibilitas pada
akses
petani penyakap memiliki sawah tetapi juga membeli pangannya dari warung atau pasar. Pada rumah tangga petani pemilk
Total 17 12 29
atau
lahan
langsung. Sebanyak 35,71% rumah tangga
Tabel 11 Aksesibilitas Pangan di Tingkat Rumah Tangga Petani Penyakap
Cara Memperoleh bahan pangan Pemilik Lahan Produk sendiri Membeli (Sawah) n % n % Punya 13 44,83 4 13,8 Tidak punya 9 31,03 3 10,34 Total 22 75,86 7 24,14
pemilik
lahan dapat disimpulkan bahwa rumah tangga yang memiliki akses langsung lebih
78,95 21,05 100
sedikit dari pada rumah tangga yang memiliki akses tidak langsung.
rumah
e. Kontinuitas
tangga petani penyakap, yang memiliki
Indikator kontinuitas ketersediaan
akses langsung terhadap pangan adalah
pangan pada petani penyakap dan petani
sebanyak 75,86% dan yang tidak memiliki
pemilik lahan dapat dilhat pada Tabel 13
akses langsung adalah sebanyak 24,14%.
Namun jika dilihat tingkat ke kontinuitasan
Maka, dapat disimpulkan bahwa rumah
ketersediaan pangan pada petani penyakap
tangga petani penyakap memiliki lahan
dan petani pemilik lahan tersaji dalam
sawah dan mengakses pangannya dengan
Tabel berikut.
cara produk sendiri.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 95
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Tabel 13 Tingkat Kontinuitas Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah (Petani Penyakap Dan Petani Pemilik Lahan) (%) Tingkat Kontinuitas Kontinyu Kurang Kontinyu Tidak Kontinyu Total
harga pangan menyebabkan daya beli rumah tangga terhadap pangan menurun sehingga kecukupan ketersediaan pangan pun menjadi terancam.
Petani Penyakap n % 16 55,17 8 27,59
Petani Pemilik n % 21 75,00 7 25,00
n 37 15
% 64,91 26,32
tingkat kontinuitasnya adalah kontinyu
5
17,24
0
0,00
5
8,77
dan lebih dari sama dengan 60%. Pada
29
100,00
28
100,0 0
57
100,0 0
petani penyakap sebanyak 55,17% rumah
Total
Rumah tangga petani padi sawah
tangga yang termasuk ke dalam kategori Secara keseluruhan pada rumah
kontinyu. Sedangkan pada petani pemilik
tangga petani penyakap dan petani pemilik
lahan, jumlah rumah tangga yang termasuk
lahan, lebih dari setengah rumah tangga
ke dalam kategori kontinyu sebanyak
petani
tingkat
75,00% dan pada petani pemilik lahan ini,
terkategori kontinyu
tidak ditemukan rumah tangga yang tidak
yaitu sebesar 64,91%. Sedangkan proporsi
kontinyu. Namun ternyata pada petani
rumah tangga yang kurang kontinyu yaitu
penyakap terdapat rumah tangga yang
sebesar 26,32% dan rumah tangga yang
tidak kontinyu, hal ini dipengaruhi oleh
tidak kontinyu sebanyak 8,77%. Tingkat
proporsi rumah tangga yang tidak memiliki
kontinuitas ini mengartikan bahwa sejauh
lahan sawah dan kecukupan ketersediaan
mana rumah tangga dapat memenuhi
pangan yang kurang dari 360 hari.
padi
sawah
kekontinuitasannya
kebutuhan kontinyu
pokok atau
hidupnya
setiap
secara
harinya
dapat
terjamin. Belum tentu suatu rumah tangga
Tabel 14 Kontinuitas Ketersediaan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga Padi Sawah.
yang memiliki pendapatan besar dan memiliki ketersediaan pangan yang cukup dapat
memenuhi
kebutuhan
Akses terhadap panga
hidupnya
sehari-hari secara terus menerus jika tidak
Petani Penyakap Akses langsung Akses tidak Total Petani Pemilik Akses langsung Akses tidak Total Total (Penyakap Akses langsung Akses tidak Total
memiliki akses langsung terhadap pangan. Rumah tangga yang berpendapatan besar dapat mengakses pangan dengan cara membeli, namun tidak menjamin hal ini dapat terjadi secara
kontinyu karena
adanya fluktuasi harga pangan. Tingginya
n
Stabilitas Ketersediaan pangan Rumah tangga Kurang stabil Tidak stabil Total % n % n % n %
16 7 23
55,17 24,14 79,31
1 5 6
3,45 17,24 20,69
0 0 0
0 0 0
17 12 29
58,62 41,38 100
21 0 21
75 0 75
7 0 7
25 0 25
0 0 0
0 0 0
28 0 28
100 0 100
37 7 44
64,91 12,28 77,19
8 5 13
14,04 8,77 22,81
0 0 0
0 0 0
45 12 57
78,95 21,05 100
Stabil
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 96
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
f.
seluruh
Kualitas Dalam
penelitian
tangga
petani
dapat
ukuran
dikatakan rumah tangga dengan kualitas
kualitas pangan hanya dilihat dari „ada”
baik. Berikut adalah besaran pengeluaran
atau „tidak‟nya bahan makanan yang
protein hewani dan nabati rumah tangga
mengandung protein hewani dan/nabati
petani dalam jangka waktu satu tahun
yang dikonsumsi dalam rumah tangga
dalam rupiah.
karena
Tabel 15 Rata-rata Besaran Pengeluaran Protein Hewani dan Protein Nabati Pada Petani Padi Sawah (Rata-rata)
sulitnya
ini,
rumah
menentukan
ukuran
kualitas pangan yang melibatkan berbagai jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda.
Pengeluaran Protein
Secara keseluruhan, jika dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi
Protein hewani Protein nabati Total
makanan (lauk-pauk) sehari-hari, rumah tangga petani padi sawah di tempat penelitian
memiliki pengeluaran
Petani Pemilik Lahan
Petani Penyakap 2.282.896,35
2.891.571,43
1.658.896,55 3.941.793,10
1.794.857,14 4.686.428,57
untuk Dari Tabel 15 didapat bahwa
lauk-pauk berupa protein hewani dan secara
nabati atau protein hewani saja. Bahkan
keseluruhan pengeluaran untuk
protein hewani pada petani penyakap dan
sebagian besar rumah tangga petani padi sawah hampir setiap hari mengkonsumsi
petani
tahu, tempe, dan ikan asin. Bagi mereka,
dibandingkan dengan pengeluaran protein nabati.
masyarakat pedesaan ketiga jenis lauk-
pemilik Dan
lahan terdapat
lebih
besar
kecenderungan
menjadi
hubungan linier antara pengeluaran protein
makanan wajib pendamping nasi. Memang
dengan status penguasaan lahan, dimana
pauk
tersebut
seolah-olah
semakin tinggi status rumah tangga, maka
motif mereka mengkonsumsi lauk-pauk
pengeluaran protein mereka lebih besar
tersebut bukan karena pengetahuan gizi yang baik akan protein nabati ataupun
pula.
protein
dengan semakin besarnya pengeluaran
hewani,
namun
lebih
karena
Hal ini mengindikasikan bahwa
protein suatu rumah tangga, maka semakin
kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan keterjangkauan daya beli
banyak
kandungan
mereka dalam mengakses pangan. Jika
dikonsumsi dan semakin baik kualitas pangan mereka.
melihat acuan dari tim penellitian LIPI tentang konsep dan ukuran ketahanan pangan rumah tangga di pedesaan, maka
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 97
protein
yang
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Rumah
g. Indeks Ketahanan Pangan Indeks ketahanan pangan dihitung
tangga
persediaan
yang
memiliki
pangan pokok secara
dengan cara mengkombinasikan keempat
kontinyu dan memiliki pengeluaran
indikator ketahanan pangan (ketersediaan
untuk protein hewani dan nabati atau
beras, stabilitas ketersediaan, kontinuitas
protein hewani saja. Berdasarkan
pangan, dan kualitas pangan). Kombinasi
Tabel 4.25 rumah tangga petani padi
antara kecukupan ketersediaan pangan dan
sawah padi sawah sebanyak 64,91%
frekuensi makan memberikan indikator
adalah rumah tangga yang tergolong
stabilitas ketersediaan pangan. Selanjutnya
tahan pangan. Jika kita cermati,
kombinasi antara stabilitas ketersediaan
semakin tinggi strata rumah tangga,
pangan dengan akses pangan terhadap
maka semakin banyak proporsi rumah
pangan memberikan indikator kontinuitas
tangga yang tergolong tahan pangan.
ketersediaan
indeks
Pada rumah tangga petani penyakap
berdasarkan
proporsi rumah tangga yang tergolong
pangan.
Terahir
ketahanan pangan diukur gabungan
antara
ketersediaan
indikator
pangan
kontinuitas
dengan
tahan
pangan
adalah
sebanyak
kualitas
55,17% lebih sedikit dari proporsi
pangan. Untuk indeks ketahanan pangan
rumah tangga petani pemilik lahan
rumah tangga petani padi sawah tersaji
yaitu, 75,00% hal ini dikarenakan
dalam Tabel berikut :
rumah tangga petani pemilik lahan memiliki
Tabel 16 Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah (%) Kontinuitas Ketersediaan Pangan Petani Penyakap Kontinyu Kurang Kontinyu Tidak Kontinyu Petani Pemilik Lahan Kontinyu Kurang Kontinyu Tidak Kontinyu Total (Penyakap dan Pemilik) Kontinyu Kurang Kontinyu Tidak Kontinyu
Protein
langsung)
0 0 0
0 0 0
75 25 0
0 0 0
0 0 0
64,91 26,32 8,77
0 0 0
0 0 0
sawah
sehingga
(akses
kecukupan
ketersediaan pangannya stabil dan
Kualitas Pangan Protein Tidak ada
55,17 27,59 17,24
lahan
kontinyu. 2. Rumah tangga kurang tahan pangan Rumah kontinuitas
tangga pangan
yang
memiliki
pokok
yang
kontinyu tetapi hanya mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja dan rumah tangga yang kontinuitas ketersediaan pangan kurang kontinyu
Berdasarkan hasil tabulasi silang, maka rumah tangga dapat dibedakan
dan mempunyai pengeluaran untuk
menjadi tiga ketegori, yaitu :
protein hewani dan nabati. Pada kategori ini, rumah tangga yang
1. Rumah tangga tahan pangan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 98
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
paling
besar
nilai
persentasenya
tahan pangan adalah sebanyak 17,24%.
adalah rumah tangga petani penyakap
Jumlah rumah tangga petani penyakap
disusul rumah tangga petani pemilik
yang tidak tahan pangan sebesar 17,24%
lahan.
nilai
sedangkan pada rumah tangga petani
persentasenya adalah 27,59% dan
pemilik lahan tidak ada rumah tangga yang
25,00%.
kesimpulan
tergolong tidak tahan pangan. Namun,
secara keseluruhan, sebanyak 26,32
melihat dari nilai persentase ini, ternyata
rumah tangga petani padi sawah padi
memang masih ada rumah tangga petani
sawah
padi sawah yang tidak tahan pangan.
Masing-masing Jika
ditarik
tergolong
kurang
tahan
pangan.
Bahkan pada petani penyakap sekalipun
3. Rumah tangga tidak tahan pangan
yang
dinilai
cenderung
memiliki
Rumah tangga yang dicirikan oleh :
pendapatan yang tinggi dan sejahtera,
a. Kontinuitas ketersediaan pangan
masih ada rumah tangga yang terkategori
kontinyu tetapi tidak memiliki
tidak
pengeluaran untuk protein hewani
pendapatan tidak menjamin rumah tangga
maupun nabati.
tersebut terkategori tahan pangan. Karena
b. Kontinuitas ketersediaan pangan kurang
pangan.
Jadi,
tingkat
bisa saja dengan besarnya pendapatan
dan
hanya
tersebut mereka tidak dapat mengelolanya
pengeluaran
untuk
dengan baik, sehingga stabilitas maupun
protein hewani atau nabati, atau
kontinuitas ketersediaan pangan mereka
tidak untuk kedua-duanya.
tidak terpenuhi dengan baik.
memiliki
kontinyu
tahan
c. Kontinuitas ketersediaan pangan tidak
kontinyu
memiliki
B. Pola Pengeluaran Rumah Tangga
walaupun
Pengeluaran
pengeluaran
pangan dan non pangan untuk keperluan
nabati.
sehari-hari.
d. Kontinuitas ketersedian pangan
memiliki
tangga
merupakan penggunaan beragam barang
pengeluaran protein hewani dan
tidak
rumah
kontinyu
dan
hanya
pengeluaran
untuk
Kebutuhan
barang-barang
tersebut dipenuhi dengan membeli dari pasar/warung atau yang dihasilkan sendiri oleh
protein nabati saja atau tidak
rumah
tangga
melalui kegiatan
produksi di usahatani sendiri. Secara
untuk kedua-duanya.
umum,
Secara keseluruhan, rumah tangga
jenis
pengeluaran
petani padi sawah yang tergolong tidak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 99
ini
dapat
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
dikelompokan
menjadi
pengeluaran
pangan dan non pangan.
Tangga Menurut Pangsa Pengeluaran Pangan
Pangsa pengeluaran pangan rumah tangga merupakan salah satu indikator ketahanan pangan rumah tangga (Pakpahan dkk, 1993; soehardjo, 1996). Secara rinci pola pengeluaran rumah tangga menurut
Pola
Petani
Petani
Pengeluaran
Penyakap
Pemilik
Pangan (Rp)
6.603.655,17
6.997.928,57
5.769.241,38
7.602.571,43
12.372.896,55
14.600.600,00
53,37
47,93
˃60 %
48,28
35,71
≤ 60 %
51,72
64,29
Non Pangan (Rp)
penguasaan lahan disajikan pada Tabel 4.26. Pada Tabel 4.26 disajikan struktur
Total Pengeluaran
pengeluaran rumah tangga selama satu
(Rp)
tahun menurut penguasaan lahan antara
Pangsa
petani penyakap dan petani pemilik lahan.
Pengeluaran
Besaran mutlak setiap jenis pengeluaran
Pangan (%)
rumah tangga tampaknya berbanding lurus antara petani penyakap dan pemilik lahan. Namun jika dibandingkan antara pengeluaran pangan dengan pengeluaran non pangan, akan terlihat bahwa petani pemilik lahan pengeluaran non pangannya lebih daripada pengeluaran pangannya. Hal ini
ternyata
ekonomi tinggi
senada
menunjukan tingkat
dengan
hukum
bahwa
pendapatan
semakin penduduk
semakin tinggi pula persentase atau porsi pengeluaran barang
yang
bukan
dibelanjakan makanan
untuk
(semakin
Pengeluaran
pangan
tersebut,
dikeluarkan oleh rumah tangga petani penyakap sebesar 53,37% dan pada rumah tangga
petani pemilik
lahan
sebesar
47,93% sudah diduga bahwa pengeluaran pangan
pada
rumah
tangga
petani
penyakap adalah lebih tinggi. Jika dilihat dari sumber perolehannya, sebagian besar pengeluaran pangan tersebut dibeli dari warung-warung terdekat dan pasar, sisanya
rendahnya persentase untuk makanan). Hukum Engek mengatakan bahwa proporsi anggaran rumah tangga yang dialokasikan untuk membeli pangan akan semakin kecil
disediakan sendiri dari berbagai sumber, termasuk dari usahatani sendiri yang memiliki
sawah.
Tingginya
porsi
pengeluaran pangan yang berasal dari
pada saat tingkat pendapatan meningkat.
pasar
Tabel 17 Rata-rata Pola Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan Rumah
mengindikasikan
tingginya
penerinaan rumah tangga terhadap uang
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 100
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
tunai. Proporsi ini berlaku pada petani
pengelompokan
penyakap dan petani pemilik lahan. Hal
tangga petani penyakap secara ekonomi
tersebut berarti perbedaan petani penyakap
(diproksi dari pola pengeluaran pangan)
dan petani pemilik lahan dalam usahtani
termasuk kurang sejahtera, dalam hal ini
sendiri sebagai penyedia pangan.
pengeluaran pangan >60%. Sedangakan
Besaran rata-rata total pengeluaran rumah
tangga.
menggambarkan
Besaran tingkat
ini
Mangkuprawira
rumah
penegluaran pangannya ≤60% termasuk
dapat
kesejahteraan
(2002).
tangga,
rumah tangga petani pemilik lahan yang
golongan sejahtera.
rumah tangga seperti yang dikemukakan oleh
rumah
Semakin
Dari segi proporsi pengeluaran pangan,
secara
keseluruhan sebanyak
besar porsi pengeluaran total keluarga
42,11% rumah tangga dengan proporsi
hingga mencapai lebih dari 70% untuk
pengeluaran pangannya > 60% termasuk
kebutuhan
golongan
pangan
maka
masyarakat
rentan
pangan,
sedangkan
termasuk golongan miskin. Namun, dalam
sebanyak 57,89%
penelitian,
pada
hasil
pengeluaran pangannya ≤60% termasuk
ditemukan
bahwa
pangan
golongan tahan pangan. Dengan demikian
keluarga ternyata kurang dari 70% yang
dapat dikatakan bahwa secara rata-rata
berarti belum termasuk golongan iskin.
pada
Makin
relatif lebih baik dibandingkan dengan
sistem
bagi
kebutuhan
tinggipengeluaran
total,
dapat
disimpulkan kesejahteraan keluarga makin
rumah tangga proporsi
petani pemilik lahan kondisinya
petani penyakap.
baik. Total pengeluaran rumah tangga ratarata secara konsisten meningkat pada
KESIMPULAN DAN SARAN
rumah tangga petani pemilik lahan.
A.
Pangsa pengeluaran pangan rumah
Kesimpulan Proporsi
rumah
tangga
petani
tangga dapat menjadi salah satu indikator
penyakap yang terkategori tahan pangan
ketahanan pangan rumah tangga (Pakpahan
adalah sebesar 55,17% dan rumah tangga
dkk, 1993; Soehardjo, 1996). Pengeluaran
petani pemilik lahan yang terkategori tahan
total rumah tangga juga dapat dipandang
pangan pangan sebesar 75%. Sedangkan
sebagai pendekatan rumah tangga. Oleh
rumah tangga yang terkategori kurang
karena itu pemahaman pola pengeluaran
tahan pangan pada rumah tangga petani
(pangan dan non pangan) dapat dijadikan
penyakap sebesar 27,59% dan 25% rumah
salah satu indikator ketahanana pangan
tangga kurang tahan pangan pada petani
rumah tangga. Sesuai dengan kategori
pemilik
lahan.
Tidak terdapat rumah
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 101
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
tangga yang terkategori tidak tahan pangan pada rumah tangga pemilik lahan, namun pada
rumah tangga
petani penyakap
sebesar 17,24% terkategori tidak tahan pangan. B. Saran 1.
Departemen, Pertanian. 2000. Pedoman Umum Program Pengembangan Ketahanan Pangan. Jakarta: Departemen Pertanian.
Bagi petani padi sawah, melakukan
Dinas Pertanian Kab. Majalengka dan
peningkatan
BP3K Kec. Majalengka Kab.Majalengka.
produktif
jumlah untuk
kegiatan meningkatkan
pendapatan
sehingga
meningkatkan
daya
mengembangkan
dapat beli
juga
kemampuan
dan
keterampilan kerja serta kemampuan berusaha terutama untuk golongan berpendapatan rendah seperti pada rumah tangga petani penyakap. 2.
Departemen llmu-lmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Inslitut Pertanian Bogor
Untuk
meningkatkan
ketahanan
pangan rumah tangga petani penyakap perlu meningkatkan pendapatan dari luar
usahatani
dengan
cara
meningkatkan keterampilan lain agar mendapat pekerjaan sampingan yang lebih
baik
pembelanjaan
dan bagi
mengatur
pola
petani
yang
FAO. 1996. World Food Summit, 13-17 November 1996. Rome, Italy: Food and Agriculture Organisation of the United Nations. Karyani, Tuti., Endah Djuendah dan Hepi Hepasari. 2002. Ketahanan Pangan Di Tingkat Rumah Tangga Di Daerah Jawa Barat. Fakultas Pertnian Unpad. Krisnamurti, Bayu. 2003. Agenda Pemberdayaan Petani Dalam Rangka Pemantapan Pangan Nasional. Jurnal Ekonomi Rakyat, II(7), UGM Maxwell, S., and Frankenberger, T. (1992) Household food security concepts, indicators,and measurements. New York, NY, USA: UNICEF and IFAD. Mosher, A.T. 1973. Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Disadur Oleh Rochim Wirjomididjojo dan Sudjanadi. Jakarta: CV Yasaguna
pendapatannya rendah dengan cara memperkecil pengeluaran pangan.
DAFTAR PUSTAKA Anwar. A F. F. Kasryno S Ibrahim dan B Sachtiar. 1981 Studi Kebijaksanaan Nilai Tukar Kcmoditi Pertanian. Laporan Penelitian. Kerjasama Pusat Penelitian Agroekonomi dengan
Republik Indonesia. 1996. UndangUndang No. 7 Tentang Pangan. Jakarta: Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia. Republik Indonesia, 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tentang Ketahanan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 102
ISSN 1978-0168
PUBLICITAS Publikasi Ilmiah Civitas Akademika Universitas Majalengka Volume 6 No 4 Mei-Agustus 2015
Pangan. Negara. Rodjak,
Jakarta:
Sekretaris
Abdul. 2006. Manajemen Usahatani. Bandung: Pustaka Giratuna.
Rossalinda, Oca. 2006. Ketahanan Rumah Tangga Peserta Program Ketahanan Pangan dan Soekartawi, 2001, Agribisnis, Teori dan Aplikasinya, Cetakan ke-6, PT. Grafindo Persada, Jakarta. Soekartawi, 2004. IlmuUsahatani. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Sukiyono, Ketut., Indra Cahyaninata dan Sriyoto. 2008. “Status Wanita Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Dan Petani Padi Dikabupaten Muko-Muko Provinsi Bengkulu”. Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 26, No. 2, Oktober, P: 191207.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)-UNMA 103