AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
MANAJEMEN STRATEGI DAN KINERJA PERUSAHAAN (Tinjauan Teoritis dan Konseptual) I AMIRULLAH Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Malang
[email protected] Abstract Management approach strategy into a comprehensive approach in achieving the company's competitive advantage. Companies no longer viewed from one aspect, but on the whole aspect or dimension within the company. In order for the company is able to achieve competitive advantage, the ability in managing the internal and external environment becomes an important key to success. Therefore, knowledge management strategy is essential to understand by all levels of management within the company to achieve competitive advantage. One indicator of the achievement of competitive advantage is to achieve optimal business performance. There are some benchmarks to assess the performance of aperusahaan are subjective measures and objective measures Usually associated with objective measures of profitability and product sales revenue and a subjective measure determined by the manager's perception of the profitability of the company. Keywords : Management strategic , performance
Pendahuluan Strategi dan kinerja perusahaan merupakan topik yang paling banyak diteliti hingga kini (Hambrick, 1980; Parnell, 1997, 2002, 2006). Pengaruh strategi terhadap kinerja perusahaan menurut berbagai literature tidak berdiri sendiri namun dipengaruhi oleh berbagai factor kontinjengsi baik eksternal maupun internal (Ginsberg dan Venkatraman, 1987; Lenz, 1981; Parnellet et al., 2000; Trovik dan McGivern, 1997). Secara spesifik DeSarbo et al. (2005) dan Henderson dan Mitchell (1997) menyatakan bahwa pengaruh strategi terhadap kinerja perusahaan ditentukan oleh lingkungan dan kapabilitas. Salah satu pemikiran sentral dalam manajemen stratejik menekankan bahwa strategi perusahaan yang dirumuskan untuk mencapai kinerja yang diinginkan harus memperhatikan dan menyusuaikan (fit) dengan perubahan lingkungan makro (general environment) maupun lingkungan mikro (Ansoff, 1982; Bourgeois III, 1980; Dess dan Miller, 1993; Glueck dan Jauch, 1980; Porter, 1998). Kinerja perusahaan hanya dapat dicapai dengan mengoptimalkan penerapan Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
atau impelementasi strategi. Ada banyak pilihan strategi yang dapat diterapkan perusahaan dalam rangka mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage). Pilihan strategi yang efektif sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pengaruh perubahan ingkungan eksternal, internal atau lingkungan industri. Faktor lainnya adalah sikap manajemen terhadap perusahaan dan lingkungannya. Oleh karena itu, kajian terhadap kinerja perusahaan tidak terlepas dari pembahasan terhadap manajemen strategi. Tulisan ini membahas secara konseptual manajemen strategi dalam kaitannya dengan kinerja perusahaan.
Masalah dan Pembahasan Tipe Strategi Konsep strategi sebagai suatu posisi dalam hubungannya dengan pesaing dalam industry menimbulkan apa yang disebut tipe strategi. Galbraith dan Schendel (1983) mendefinisikan tipe strategi sabagai suatu pola yang konsisten dan aktivitas yang dapat dikendalikan manajemen atau kombinasi keputusan yang mewakili lingkup, penggunaan sumber, dan keunggulan 95
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
kompetitif dan arah kemana sumber daya ini digunakan, yang menunjukkan ciri bagaimana perusahaan cenderung bersaing. Istilah lain yang digunakan dalam literature untuk memnggambarkan tipe strategi mencakup gestalts, strategic postures, dan strategi archetypes (Pearce dan Robinson, 1997). Terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan untuk mengklasifikasikan tipe strategi adalah pendekatan yang diajukan oleh Miles dan Snow (1987) dan Porter (1990). Menurut Miles & Snow (1987) ada empat tipe strategi, yaitu: (1) prospector, (2) deffender, (3) analyzer, dan (4) reactor. Perusahaan prospector adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki lini yang luas, dan berfokus pada inovasi produk dan peluang-peluang pasar. Orientasi pada penjualan membuat perusahaan tidak efisien. Perusahaan cenderung untuk lebih menekankan kreativitas dibandingkan dengan efisiensi. Perusahaan dengan strategi ini bertujuan untuk berada di depan dalam industry mereka dengan menawarkan produk baru. Perusahaan ini secara terus menerus mengawasi kondisi lingkungan dan peristiwa yang terjadi dalam upaya untuk mendapatkan peluang pasar dan produk baru, sehingga, perusahaan ini merupakan pencipta perubahan dan ketidak-pastian yang harus direspons oleh para pesaingnya. Perusahaan analyzer adalah perusahaan yang beriperasi paling sedikit pada dua wilayah pasar produk yang berbeda, satu stabil dan satu variable. Perusahaan-perusahaan tipe ini menekankan pada efisiensi pada area yang stabil dan inovasi pada area variable. Strategi ini merupakan strategi campuran antara strategi defender dan prospector. Strategi ini melokalisir dan mengeksploitir peluang produk dan pasar baru yang relaitf tidak stabil sementara memelihara pasar produk dari pasar tradisional yang stabil yang dimiliki perusahaan. Dalam produknya yang stabil perusahaan ini beroperasi secara rutin dan efisien dengan menggunakan struktur dan proses yang formal. Dalam produk yang tidak stabil, manajer puncak mengawasi seara cermat para pesaingnya untuk mendapatkan ide baru dan kemudian mereka Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
dengan cepat mengadopsi tampak menjanjikan.
ide-ide yang
Perusahaan defender adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki lini produk terbatas dan berfokus pada efisiensi kegiatan-kegiatan operasi mereka yang telah ada. Orientasi pada harga tersebut, membuat perusahaan tidak suka melakukan inovasi pada daerah-daerah yang baru. Pada prinsipnya perusahaan defender ini bertujuan untuk melokalisir dan memelihara cara yang aman dalam bidang produk yang relative stabil. Mereka melakukan hal ini dengan memfokuskan pada sebaran produk dan jasa yang terbatas dan dengan melindungi domain pasa mereka dengan produk-produk yang berkualitas tinggi, jasa yang superior atau harga yang rendah. Manajer puncak dalam perusahaan tipe ini sangat ahli dalam bidang operasi yang terbatas dan perusahaan mereka tetapi tidak cenderung berusaha mencai peluang baru. akibat dari sempitnya focus, maka perusahaan ini jarang memerlukan penyusuaian yang besar dalam teknologi, struktur atau metode operasi mereka. Defender tertarik berada di depat dalam industrinya (David, 1986). Perusahaan reactor adalah perusahaanperusahaan yang memiliki konsistensi hubungan antara strategi, struktur, da budaya. Tanggapan-tanggapan perusahaan (sering tidak efisien) terhadap tekanantekanan lingkungan. Strategi ini bercirikan ketidak-konsistenan dalam aktivitas dan keputusan. Perusahaan yang mengadopsi sttaegi itu menghindari pengambil risiko dalam mengembangkan produk atau jasa baru, kecuali terancam oleh pesaingnya. Perusahaan ini tidak mampu merespon lingkungannya sebagaimana mestinya karena buruknya batasan strategi mereka dan kurangnya kesesuaian antara struktur perusahaan, proses, dan strateginya (Hunger dan Wheelen, 2001). Model strategi yang diajukan oleh Miles dan Snow (1978) adalah hubungan khsusus antara empat tipe strategi tersebut dan lingkungan. Sesuai dengan perusahaan yang terjadi pada lingkungan, perusahaan defender akan melayani suatu bentuk pasar dimana dapat ditemukan stabilitas, bahkan dalam industry yang lebih dinamis sementara 96
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
perusahaan prospectors akan merupakan ketidakstabilan dalam suatu industry yang terus menerus menghasilkan inovasi. Hambrick dalam Gimenez (1999) menemukan bahwa perusahaan prospectors cenderung berjuang dalam lingkungan yang inovatif dan dinamis, mengkapitalisasi pertumbuhan, sedang perusahaan defender merupakan perusahaan yang paling banyak beroperasi pada industry yang stabil, matang, dan non-inovatif. Tipologi strategi yang dikembangkan Porter mendomnasi literature manajemen strategi sebagai alat untuk menetapkan keanggotaan kelompok strategi pada tingkat bisnis. Menurut Porter (1990), ada dua tipe keunggulan kompetitif, yaitu kepemimpinan biaya dan diferensiasi. Kedua tipe tersebut menunjukkan apa yang disebut Porter sebagai strategi umum. Sedangkan strategi umum ketiga merupakan bagian dari keduanya yaitu strategi fokus. Konsep Kinerja Organisasi Konsep kinerja (Performance) dapat didefinisikan sebagai sebuah pencapaian hasil atau degree of accomplishtment (Rue dan byars, 1981 dalam Keban 1995). Hal ini berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Mengingat bahwa Raison d’etre dari suatu organisasi itu adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Untuk menilai kinerja organisasi ini tentu saja diperlukan indikator-indikator atau kriteria-kriteria untuk mengukurnya secara jelas. Tanpa indikator dan kriteria yang jelas tidak akan ada arah yang dapat digunakan untuk menentukan mana yang relatif lebih Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
efektif diantara : alternatif alokasi sumber daya yang berbeda; alternatif desain-desain organisasi yang berbeda; dan diantara pilihan-pilihan pendistribusian tugas dan wewenang yang berbeda (Bryson, 2002). Sekarang permasalahannya adalah kriteria apa yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi. Sebagai sebuah pedoman, dalam menilai kinerja organisasi harus dikembalikan pada tujuan atau alasan dibentuknya suatu organisasi. Misalnya, untuk sebuah organisasi privat/swasta yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang untuk menghasilkan keuntungan bagi organisasi. Indikator yang masih bertalian dengan sebelumnya adalah seberapa besar efficiency pemanfaatan input untuk meraih keuntungan itu dan seberapa besar effectivity process yang dilakukan untuk meraih keuntungan tersebut. Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Sederhananya, kinerja merupakan produk dari kegiatan administrasi, yaitu kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang pengelolaannya biasa disebut sebagai manajemen. Sebagai produk dari kegiatan organisasi dan manajemen, kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh faktor-faktor input juga sangat dipengaruhi oleh proses-proses administrasi dan manajemen yang berlangsung. Sebagus apapun input yang tersedia tidak akan menghasilkan suatu produk kinerja yang diharapkan secara memuaskan, apabila dalam proses administrasi dan manajemennya tidak bisa berjalan dengan baik. Antara input dan proses mempunyai keterkaitan yang erat dan sangat menentukan dalam menghasilkan suatu output kinerja yang sesuai harapan atau tidak. Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa proses manajemen yang berlangsung tersebut, merupakan pelaksanaan dari fungsifungsi manajemen yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC) atau lebih 97
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
detailnya lagi adalah planning, organizing, staffing, directing, coordinating, regulating, dan budgetting (POSDCoRB). Mengingat bahwa kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor input dan proses-proses manajemen dalam organisasi, maka upaya peningkatan kinerja organisasi juga terkait erat dengan peningkatan kualitas faktor input dan kualitas proses manajemen dalam organisasi tersebut. Analisis terhadap kondisi input dan proses-proses administrasi maupun manajemen dalam organisasi merupakan analisis kondisi internal organisasi. Selain kondisi internal tersebut kondisi-kondisi eksternal organisasi juga mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi kinerja organisasi. Penilaian terhadap faktor-faktor kondisi eksternal tersebut dapat dilakukan dalam analisis: (a) kecenderungan politik, ekonomi, sosial, tekhnologi, fisik, dan pendidikan; (b) peranan yang dimainkan oleh pihak-pihak yang dapat diajak bekerja sama (collaborators) dan pihak-pihak yang dapat menjadi kompetitor, seperti swasta, dan lembaga-lembaga lain; dan (c) dukungan pihak-pihak yang menjadi sumber resources seperti para pembayar pajak, asuransi, dan sebagainya (Bryson, 1995 dalam Keban, 2001). Berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja organisasi, maka pilihan mana yang akan dioptimalkan penanganannya, apakah pada sisi internal organisasi atau pada sisi eksternal organisasi, itu tergantung pada permasalahan yang dihadapi organisasi. Manajemen Kinerja Kata Manajemen Kinerja merupakan penggabungan dari kata manajemen dan kinerja. Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur. Menurut George R Terry dalam bukunya Principles of Management, Manajemen merupakan suatu proses yang menggunakan metode ilmu dan seni untuk menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok manusia yang dilengkapi dengan sumber daya/faktor produksi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan lebih dahulu, secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut John R Schermerhorn Jr dalam Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
bukunya Management, manajemen adalah proses yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap penggunaan sumber daya yang dimiliki, baik manusiadan material untuk mencapai tujuan. Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar baik dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokus penilaian kinerja adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif di masa yang akan datang. Begitu pentingnya masalah kinerja pegawai ini, sehingga tidak salah bila inti pengelolaan sumber daya manusia adalah bagaimana mengelola kinerja SDM. Mengelola manusia dalam konteks organisasi berarti mengelola manusia agar dapat menghasilkan kinerja yang optimal bagi organisasi. Oleh karenanya kinerja pegawai ini perlu dikelola secara baik untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga menjadi suatu konsep manajemen kinerja (performance management). Menurut definisinya, manajemen kinerja adalah suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi SDM. Dalam manajemen kinerja kemampuan SDM sebagai kontributor individu dan bagian dari kelompok dikembangkan melalui proses bersama antara manajer dan individu yang lebih berdasarkan kesepakatan daripada instruksi. Kesepakatan ini meliputi tujuan (objectives), persyaratan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, serta pengembangan kinerja dan perencanaan pengembangan pribadi.
98
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
Manajemen kinerja bertujuan untuk dapat memperkuat budaya yang berorientasi pada kinerja melalui pengembangan keterampilan, kemampuan dan potensipotensi yang dimiliki oleh SDM. Sifatnya yang interaktif ini akan meningkatkan motivasi dan memberdayakan SDM dan membentuk suatu kerangka kerja dalam pengembangan kinerja. Manajemen kinerja juga dapat menggalang partisipasi aktif setiap anggota organisasi untuk mencapai sasaran organisasi melalui penjabaran sasaran individu maupun kelompok sekaligus mengembangkan protensinya agar dapat mencapai sasarannya itu. Berdasarkan tugasnya ini, manajemen kinerja dapat dijadikan landasan bagi promosi, mutasi dan evaluasi, sekaligus penentuan kompensasi dan penyusunan program pelatihan. Manajemen kinerja juga dapat dijadikan umpan balik untuk pengembangan karier dan pengembangan pribadi SDM. Keunggulan manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena pada dasarnya manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-hal : 1) Fungsi pokok pekerjaan bawahan, 2) Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi, 3) Pengertian “efektif” dan “berhasil” dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan, 4) Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan, 5) Bagaimana mengukur efektivitas (baca : kinerja) pelaksanaan pekerjaan bawahan, 6) Berbagai hambatan efektivitas dan alternatif cara untuk menyingkirkan hambatanhambatan tersebut. Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehariManajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul. Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit “mohon petunjuk” kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM. Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu : 1) Adanya suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya. Ukuran ini harus dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika perusahaan yang berorientasi pada profit, maka ukurannya adalah ukuran finansial seperti omset penjualan, laba bersih, pertumbuhan penjualan dan lain-lain. Sedangkan pada organisasi nirlaba seperti organisasi pemerintahan maka ukuran kinerjanya adalah berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semua harus terukur secara kuantitatif dan dapat dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga bila nanti dievaluasi dapat diketahui apakah kinerja sudah dapat mencapai target atau belum. Michael Porter, profesor dari Harvard Business of School menyatakan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja biasanya tidak bisa diharapkan untuk mampu 99
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
mencapai kinerja yang memuaskan pihak yang berkepentingan (stakeholders).
sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif.
2) Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik mengenai sasaran pencapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada dua hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead). Keduanya perlu dicantumkan supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak bersikap secara fair, dan tidak melihat hasil akhir semata, namun juga proses kerjanya. Bisa saja seorang bawahan belum mencapai semua hasil kerja yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Hal ini juga bisa menjadi dasar untuk perbaikan di masa mendatang (continuous improvement).
4) Adanya suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak selalu harus bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa bentuk lain seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja harus ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja lebih dahulu sebelum reward and punishment. Penerapan punishment ini harus hati-hati, karena dalam banyak hal pembinaan jauh lebih bermanfaat.
3)
Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu : a. Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. b. Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut. c. Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan
Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
5) Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan sekerja, dan pengguna jasa, karena pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, namun dengan berpikir bersama mampu untuk mengubah sikap subyektif itu menjadi mendekati obyektif, atau berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat dalam konsep penilaian 360 derajat. 6) Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam manusia. Suatu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah sikap followership atau menjadi pengikut. Bagaimana jadinya bila semua orang menjadi komandan dalam organisasi? Bukan kinerja tinggi yang tercapai, namun kekacauan yang ada. Pada dasarnya seseorang itu harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi dalam situasi yang lain dia juga harus memahami bahwa 100
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
dia merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar yang harus diikuti. 7) Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi yang berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi itu tersebut kepada hal-hal yang penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen, seleksi, pendidikan, pengembangan pegawai, dan promosi. Kompetensi ini meliputi kompetensi inti organisasi, kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis yang spesifik dalam pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi. Tahap-tahap dalam manajemen kinerja meliputi tahap penentuan objectives, penentuan sasaran yang berorientasi pada perilaku, menyiapkan dukungan yang diperlukan, evaluasi dan pengembangan serta memberi penghargaan. Proses manajemen kinerja melibatkan perencanaan, coaching dan review. Dalam perencanaan diidentifikasi dan ditentukan tingkat kinerja, apa sasarannya serta bagaimana perilaku untuk mencapai sasaran, Dalam coaching dilakukan evaluasi, dukungan dan pengarahan secara berkesinambungan melalui diskusi dua arah. Dalam proses review dilakukan evaluasi terhadap pencapaian dan terhadap sasaran yang ditentukan dan hasilnya dijadikan sebagai umpan balik. Pengukuran kinerja merupakan salah satu hal yang mendasar dalam manajemen kinerja. manfaatnya sebagai landasan untuk memberikan umpan balik, mengidentifikasi butir-butir kekuatan untuk mengembangkan kinerja di masa mendatang, serta mengidentifikasi butir-butir kelemahan sebagai sarana koreksi dan pengembangan. Langkah ini sebagai jawaban terhadap dua persoalan utama yaitu apakah kita sudah mengerjakan hal yang benar dan apakah sudah mengerjakannya dengan baik.
Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
Persoalan utama dalam pengukuran kinerja adalah kita telah mengukur hal yang strategis dan memberi nilai tambah terhadap strategi organisasi secara keseluruhan. Masalah lain yang perlu diwaspadai adalah terlalu berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses, sistem remunerasi yang tidak mendukung kinerja, dan pengukuran yang tidak berdasarkan pada team business structure. Evaluasi kinerja memiliki fokus yang berbeda tergantung kepada jenjang manajemennya. Bagi manajemen senior fokus evaluasi pada sasaran organisasi dan kemampuannya untuk meraih hasil yang utama. Untuk jenjang manajer madya memiliki fokus yang seimbang antara pencapaian sasaran perusahaan, kemampuan dan tugas-tugas baku. Bagi karyawan administrasi fokus evaluasi pada kemampuan mengerjakan tugas-tugas baku dan keluaran, sedangkan untuk jenjang operator terutama berfokus pada keluaran. Dalam pelaksanaan manajemen kinerja terdapat lima komponen pokok, yaitu : a. Perencanaan kinerja, di mana atasan dana bawahan berupaya merumuskan, memahami dan menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pada saat perencanaan kinerja ini atasan membantu bawahan dan menterjemahkan tujuan-tujuan organisasi ke dalam target kinerja individual dalam batasan anggaran yang tersedia. b. Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala persoalan yang timbul. c. Pengumpulan data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja, observasi
101
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
langsung maupun tanya jawab dengan pihak-pihak terkait.
d. Pertemuan tatap muka antara atasan dan bawahan selama periode berjalan. Pada saat inilah bukti-bukti otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan, dan disimpulkan bersama sebagai kinerja bawahan pada periode tersebut. e. Diagnosis berbagai hambatan efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan atasan guna menyingkirkan hambatanhambatan tersebut guna meningkatkan kinerja bawahan. Dengan adanya diagnosis dan bimbingan ini, bawahan tidak merasa “dipersalahkan” atas kegagalan mencapai target kinerja yang telah disepakati dan sekaligus menunjukkan niatan bahwa persoalan kinerja bawahan adalah persoalan atasan juga. Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.
Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan pertama tadi,
Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja sama dengan bawahan.
Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspekaspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.
Sedangkan keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.
Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar yang jelas.
Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan perolehan bonus/insentif.
Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja bagi keberhasilan organisasi.
Kinerja Perusahaan Kinerja (performance) perusahaan merupakan cerminan, apakah perusahaan telah berhasil atau belum dalam menjalankan usaha bisnisnya. Terdapat beberapa tolak ukur untuk menilai kinjer aperusahaan. Menurut Zeller, Stanko, dan Cleverley (1997) terdapat dua jenis ukuran, yaitu ukuran 102
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
subjektf dan ukuran objektif. Ukuran objektif biasanya berkaitan dengan profitabilitas dan hasil penjualan produknya dan ukuran subjektif ditentukan oleh persepsi manajer terhadap profitabilitas kegiatan perusahaan. Di samping itu kinerja juga dapat diartikan sebagai prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu. Prestasi yang dimaksud adalah efektivitas operasional organiasi baik dari segi manajerial maupun ekonomis operasional. Prestasi organisasi merupakan tampilan wajah organisasi dalam menjalankan kegiatannya. Dengan kinerja, organisasi dapat mengetahui sampai peringkat berapa prestasi keberhasilan atau bahkan mungkin kegagalannya Menurut Kumar et al., (2002) bahwa efektifitas kinerja dapat diukur dengan indicator sebagai berikut: (1) kemampuan untuk mempertahankan pelanggan; ukuran ini digunakan sebagai kualitas produk, kepuasan pelanggan, serta perilaku karyawan; (2) kemampuan untuk mengontrol pengeluaran operasional; ukuran ini menunjukkan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki; (3) pertumbuhan total pendapatan dan (4) return atas layanan yang diberikan; ukuran ini menunjukkan kemampuan untuk memenuhi harapan dari stakeholder, sedangkan Lee, Lee dan Chang (2001) menyatakan bahwa indicator kinerja perusahaan dapat dilihat dari aspek produksi, aspek keuangan dan kualitas produk yang dihasilkan. Lebih jauh dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan diseluruh dunia mengakui bahwa kualitas berarti biaya rendah, peningkatan produk dan jasa, waktu turn around yang lebih baik, penurunan buangan, dan peningkatan kepuasan konsumen. Literature juga menunjukkan bahwa pangsa pasar dan penerimaan meningkat ketika kualitas desain meningkat (Demin, 1986 dan Gavin, 1988). Dengan demikian semua ini menunjukkan bahwa penerapan berbagai pendekatan peningkatan kualitas akan menghasilkan kinerja finansial, operasional, dan kualitas yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan untuk mengkaji perusahaan pada umumnya selalu melibatkan kinerja usaha. Ada dua bidang yang menjadi focus kajian tentang kinerja Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
organisasi. Fokus pertama, ditinjau dari perspektif ilmu ekonomi yang menekankan pentingnya factor-faktor pasar eksternal seperti posisi persaingan perusahaan, dan fokus kedua, adalah perspektif keorganisasian yang dibangun berdasarkan paradigm keperilakuan (behavioral paradigm) dan sosiologis, serta kesesuaiannya dengan lingkungan (Tvorik dan McGiven, 1997). Struktur analisis SWOT mendefinisikan kekuatan dan kelemahan yang mewakili perspektif perusahaan berbasis sumber daya sementara peluang dan ancaman mewakili pengaruh industry dan pesaing. Kedua konstruk ini telah membantu pengembangan kerangka model kinerja organisasi dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian Tvorik dan McGiven (1997) menunjukkan bahwa factor ekonomi dan factor organisasi sama-sama mempengaruhi kinerja organisasi tetapi besarnya pengaruh faktor-faktor keorganisasian adalah dua kali dari pengaruh faktor-faktor ekonomi. Pengukuran Kinerja Perusahaan Pengukuran kinerja merupakan sesuatu yang kompleks dan merupakan tantangan besar bagi para peneliti (Beal, 2000) karena sebuah konstruk kinerja yang bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran kinerja dengan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif (Bhargava et al, 1994). Sehingga pengukuran kinerja hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan pengukuran yang beragam (multiple measures) (Bhargava et al,1994; Venkatraman & Ramunajam,1986). Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang penting dalam proses perencanaan, pengendalian, dan proses transaksional seperti merger, akuisisi, dan emisi saham. Melalui penilaian, perusahaan dapat memilih strategi dan struktur keuangan yang tepat, menentukan phase out terhadap unit-unit bisnis perusahaan yang tidak produktif, menetapkan balas jasa (reward) internal dan menentukan harga saham secara wajar. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya standar sesuai dengan karakteristik 103
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
pertanggungjawabannya, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan. Perusahaan-perusahaan selama ini lebih banyak menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu yang sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisional. Kinerja tradisional yang diukur hanyalah berkaitan dengan aspek keuangan. Sedangkan, pengukuran kinerja lainnya seperti: peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan selalu diabaikan oleh manajemen karena sulit dalam pengukurannya. Selama ini pengukuran kinerja perusahaan dilakukan melalui pendekatan tradisional yang menitikberatkan pada sisi keuangan, seperti gross profit, return equity, operating income dan sebagainya, dimana saat ini sudah tidak dijadikan tolak ukur yang kuat pada era persaingan. Oleh karena itu dibutuhkan tolak ukur lain sebagai pelengkap keuangan, yaitu non keuangan. Hal ini diperlukan karena dapat mengarahkan para manajer pada tujuan profitabilitas jangka panjang, mutu yang tinggi, pelanggan yang loyal dan kepuasan kerja yang maksimal. Buku ini mencoba menggambarkan secara konseptual berbagai pendekatan yang digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan. Pada bagian awal diilustrasikan konsep-konsep dalam pengukuran kinerja perusahaan pada perspektif keuangan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan tradisional. Kemudian gambaran metode ROI, dan EVA dalam penilaian kinerja keuangan serta analisis fundamental terhadap return saham. Berikutnya dilanjutkan dengan uraian terhadap konsep Balanced scorecard dan Good corporate governance (GCG) dalam mengukur dan menentukan kinerja perusahaan yang saat ini semakin popular dipakai dalam organisasi perusahaan. Beal (2000) mengemukakan bahwa belum ada konsensus tentang ukuran kinerja Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
yang paling layak dalam sebuah penelitian dan ukuran-ukuran obyektif kinerja yang selama ini dipakai dalam banyak penelitian masih banyak kekurangan. Misalnya ukuran ROI (Return On Investment) mempunyai kelemahan, karena terdapat berbagai macam metode pengukuran depresiasi, persediaan dan nilai fixed cost (Wright et al, 1995). Lebih jauh Sapienza et al (1988) mengemukakan bahwa ukuran kinerja organisasi berbasis akuntansi dan keuangan memiliki kekurangan selain disebabkan oleh bervariasinya metode akuntansi, juga disebabkan oleh adanya kecenderungan manipulasi angka dari pihak manajemen sehingga pengukuran menjadi tidak valid. Untuk menngantisipasi tidak tersedianya data-data kinerja obyektif dalam sebuah penelitian, maka dimungkinkan untuk menggunakan ukuran subyektif, yang mendasarkan pada persepsi manajer (Beal, 2000). Zahra and Das (1993) membuktikan bahwa ukuran kinerja subyektif memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggi. Disamping itu penelitian Voss & Voss (2000) menunjukkan adanya korelasi yang erat antara ukuran kinerja subyektif dan ukuran kinerja obyektif. Berdasar uraian diatas, kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan pengukuran subyektif yang mendasarkan pada persepsi staf dan manajer perusahaan atas berbagai dimensi pengukuran kinerja perusahaan. Dimensi pengukuran kinerja yang lazim digunakan dalam berbagai penelitian adalah pertumbuhan (growth), kemampulabaan (profitability) dan efisiensi (Murphy, et.al, 1996). Barkham, et.al (19960 dalam Wicklund (1999) menegaskan bahwa pertumbuhan penjualan merupakan indikator kinerja yang sangat lazim dan telah menjadi konsensus sebagai ukuran dimensi pertumbuhan terbaik. Lebih lanjut, Wicklund (1999) menambahkan bahwa pertumbuhan, dipicu oleh naiknya atas permintaan produk yang ditawarkan perusahaan yang berarti naiknya penjualan. Indikator pertumbuhan yang dipilih adalah pertumbuhan pangsa pasar (market share). Menurut Bhargava, et.al (1994) 104
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
pertumbuhan pangsa pasar bisa digunakan untuk mengkur efektivitas pasar, disamping untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencapai skala efisiensi dan kekuatan pasar (market power). Walaupun terdapat paradigma pengukuran kinerja organisasi yang melibatkan empat perspektif pengukuran menyeluruh yang berorientase pada perspektif pelanggan, inovasi dan pembelajaran, bisnis internal, dan keuangan (Kaplan dan Norton, 1992), namun pada umumnya pengukuran kinerja organisasi banyak dlakukan dengan mengacu pada kinerja keuangan, yang diperoleh dari catatan akuntansi organisasi. Kinerja keuangan sebagai ukuran kinerja organisasi bisnis dapat dihitung dengan membandingkan berbagai variable yang ada di dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan yang diinginkan seperti rasio likuiditas, tingkat pengembalian investasi (rate of return on investment), tingkat pegembalian aktiva (return on assets) dan sebagainya. Kemampulabaan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan dikelola secara efektif. Indikator kemampulabaan yang digunakan mengadopsi penelitian dari Shrader, et.al (1989); Rue&Ibrahim (1998) yakni ROI (Return On Investment). ROI dihitung dari keuntungan netto sesudah pajak EAT (Earning After Tax) dibagi jumlah aktiva (Total Asset).
Simpulan Salah satu pemikiran sentral dalam manajemen stratejik menekankan bahwa strategi perusahaan yang dirumuskan untuk mencapai kinerja yang diinginkan harus memperhatikan dan menyusuaikan (fit) dengan perubahan lingkungan makro (general environment) maupun lingkungan mikro. Pengukuran kinerja perusahaan menjadi tugas penting manajemen perusahaan dalam menilai dan menentukan adanya keunggulan bersaing. Perusahaan dapat menggunakan kombinasi pengukuran kinerja sesuai dengan kondisi perusahaan. Selama ini pengukuran kinerja perusahaan dilakukan melalui pendekatan Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
tradisional yang menitikberatkan pada sisi keuangan, seperti gross profit, return equity, operating income dan sebagainya, dimana saat ini sudah tidak dijadikan tolak ukur yang kuat pada era persaingan. Oleh karena itu dibutuhkan tolak ukur lain sebagai pelengkap keuangan, yaitu non keuangan.
Daftar Pustaka Beal, R.M. 2000. “ Competing Effectively : Environment Scanning, Competitive Strategy & Organization Performance in Small Manufacturing Firms”. Journal of Small Business Management (Januari):pp.27-45 Bhargava,M. Dubelaar,C and S.Ramaswari. 1994.” Reconciling Diverse Measures of performance: A Conceptual Framework Test of Methodology”. Journal of Business Research. Vol 31:pp.235-246 Bourgeois, L.J. 1985. Strategic Goals, Perceived Uncertainty, and Economic Performance in Volatile Environments. Academy of Management Journal, 28: pp. 548-573. David, F.R. 1995. Strategic Management. Fifth Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Deming, N.E. 1986. Out of the Crisis, MA: MIT Press. DeSarbo, Wayne S., C. Anthony di Benedetto and Michael Song, 2007. A Heterogeneous Resource Based View for Exploring Relationships Between Firm Performance and Capabilities. Journal of Modelling in Management. Vol. 2 No. 2, 2007 pp. 103130. Emerald Group Publishing Limited. Galbarith, C., and C. Stiles. 1983. “Firm Profitability and Relative Firm Power”, Strategic Management Journal, 4, 237249. Galbarith, C., and D. Schendel. 1983. “An Empirical Analysis of Strategy Types”, Strategic Management Journal, 4, 153173. Garvin, D.A. 1988. Managing Quality. New York, NY: The Free Press. Gimenez, F.A.P. 1999. Miles and Snow’s Stratey Model in the Context of Small Firms, 105
AKADEMIKA; Vol. 13. No.2 Agustus 2015
(On Line) (www.sbaer.uca.edu/Research/1999/ICS B/99ics_019.htm di akses maret 2013) Hambrick, D.C. 1980. Operationalizing the Concept of Business-Level Strategy in Research. Academy of Management Review, 5:pp. 567-576. Hunger, J David and Wheelen, Thomas L., Strategic Management. New York : ddisonWesley Publishing Company, Inc, 1996. Hunger, J. David and Wheelen, L Thomas. 2001. Strategic Management. Addison-Wesley Publishing Company. Julianto Agung (Penterjemah). Manajemen Strategis Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Andi. Jauch, Lawrence R. and Glueck, William F., Business Policy and Strategic Management, Singapore : McGraw-Hill Book Company, 1999. Kaplan, Robert S. and Norton, David P. 1992. Using the Balanced Scorecard Measure that Drive Perfoamance. Harvard Business Review. Jan-Feb., 71-79 Kumar, K., R. Subramanian, dan K. Stranddholm. 2002. Market Orientation and Performance: Does Organizational Strategy Matter? Journal of Applied Business Research, hal. 37-50. Lee, C.C., Lee, T.S., Chang, C. 2001 quality/Productivity Practices and Company Performance in China. Hong Kong: the Chinese University of Hongkong. (http://www.emerald-library/ft). Miles. R.E., and Snow, C.C. 1978. Organizational Strategy, Structure and Process. New York: Mc. Graw-Hill.
Manajemen Strategi dan Kinerja Perusahaan…
Miller, D and Shamsie, J. 1993. The ResourceBased View of the Firm in Two Environments: The Hollywood Film Studios from 1936 to 1935. Academy of Management Journal. Vol. 39 No. 3: 519-534. Parnell, J.A, Lester, D.L., and Monefee, M.L 2000. Strategy as a Response to Organizational Uncertainty: an Alternative Perspective on the Strategy Performance Relationship, management Decision, 38 (8): 520-530. MCB University Press. Pearce, John A .II and Richard B. Robinson, Jr., Strategic Management; Strategy, Formulation and Implementation. omewood, III : Richard D. Irwin, 1998. Porter, Michael E. 1998. Clusters and the New Economics of Competition. Harvard Business Review, November-Desember(6), 977-91 Trovik, S.J. and McGivem, M.H. 1997. Determinants of Organizational Performance. Management Decision, 35 (6).pp. 417-435. Venkataman, N. and Ramanujam, 1987. Measurement of Business Performance in Strategy Research. J. Academy Management Review. 1) (3):801-814. Wright,P, Kroll,M, Pray,B, Lado,A. 1995. “Strategic Orientations, Competitive Advantage and Business Performance.” Journal of Business Research” Vol 33: pp.143-151. Zahra, S.A., and Shaples, S.S. 1993. Blind Spots in Competitive Analysis, Academy of Managerial Executive 7, No. 27-28. Zeller, T.L., Stanko, B.B., and Cleverley, W.O. 1997. Perspective on Hospital Financial Ratio Analysis. Health Care Management. Nov. 1997. Pp. 62-66.
106