PROSPEK PEMANFAATAN Azotobacter DAN Azospirillum UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PUPUK NITROGEN PADA PADI SAWAH Oleh Nana Danapriatna* Abstract Rice plants require large amounts of nitrogen for growth, development and seed production. Nitrogen is mostly sourced from inorganic fertilizer (urea). Efficiency of urea is low and negative impact on the environment. Utilization of biological nitrogen fixation technology in paddy fields will reduce the use of urea as a source of N, to prevent the decrease soil organic matter and reduce pollution to the environment. Utilization Azospirilum and Azotobacter either single or together have been able to increase yield and N uptake in rice paddies. Use of Azotobacter and Azospirillum inoculant must be balanced with the provision of organic matter and environmental control, especially the supply of oxygen to the success of these microbes in a of these microbes in nitrogen fixation and production of growth regulators.
Keywords: Nitrogen, paddy, Azotobacter, Azospirillum, N fixation I. PENDAHULUAN Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras tetap menjadi sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Dengan tingkat konsumsi rata-rata 141 kg/kapita/tahun, untuk mencapai kemandirian pangan tahun 2010 dibutuhkan 54 juta ton GKG/tahun (Balibangtan, 2005a). Walaupun program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, namun belum terlihat indikasi penurunan konsumsi beras, bahkan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sampai saat ini sekitar 90% produksi padi nasional dipasok dari lahan sawah irigasi yang sebagian telah terkonversi untuk berbagai keperluan di luar pertanian. Dengan demikian akan mengancam ketahan pangan apabila tidak dilakukan terobosan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu upaya yang mungkin dilakukan adalah peningkatan produktivitas. Keberhasilan peningkatan produktivitas sangat berkorelasi dengan inovasi teknologi, strategi, dan pendekatan program intensifikasi. Kontribusi varietas unggul dalam peningkatan produktivitas padi mencapai 75% jika diintegrasikan dengan teknologi pengairan dan pemupukan (Balitbangtan, 2005b).
*) Dosen Kopertis Wil. IV dpk UNISMA Bekasi.
1
Tanaman padi membutuhkan pupuk dalam jumlah besar termasuk nitrogen untuk pertumbuhan, perkembangan dan produksi biji. Tanaman padi mengambil sekitar 16 – 17 kg N untuk menghasilkan setiap ton padi basah termasuk jerami (De Datta, 1981). Kebutuhan pupuk nitrogen menjadi semakin besar dengan digunakannya varietas ungggul yang rakus akan unsur hara Akan tetapi sebagaian besar lahan sawah berada dalam kondisi kekurangan nitrogen, sehingga aplikasi pemupukan nitrogen perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen bagi tanaman padi. Mahalnya harga pupuk nitrogen dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi keterbatasan bagi sebagian besar petani untuk memenuhi jumlah pupuk nitrogen yang tepat sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Umumnya pupuk urea digunakan sebagai sumber nitrogen untuk produksi padi. Akan tetapi efisiensi pupuk urea sangat rendah seringkali hanya 30–40 %, bahkan pada beberapa kasus lebih rendah lagi (De Datta, 1978; Choudhury dan Khanif, 2004). Selain itu,
sebagian nitrogen dari pupuk urea yang
diaplikasikan hilang melalui beberapa mekanisme termasuk volatilisasi amonia, denitrifikasi, dan pencucian, dan mengakibatkan munculnya masalah polusi terhadap lingkungan (De Datta dan Buresh, 1989; Mengel, 1990; Choudhury dan Kennedy, 2005). Volatilisasi amonia dan denitrifikasi menyebakan polusi udara melalui produksi gas rumah kaca seperti N2O dan N2. Pencucian nitrat (NO3-) akan menyebabkan pencemaran pada air tanah. Masalah tersebut menjadi perhatian utama bagi ahli lingkungan dan tanah diseluruh dunia. Sumber nitrogen alternatif selain pupuk kimia harus mulai diaplikasikan untuk meminimalisir masalah tersebut. Pemanfaatan teknologi penambatan nitrogen secara biologis (BNF) dapat menurunkan penggunaan urea sebagai sumber N, mencegah penurunan bahan organik tanah dan mengurangi polusi terhadap lingkungan pantas dipertimbangkan untuk dilakukan (Choudhury dan Kennedy, 2004; Kennedy et al., 2004). Menurut Wu et al. (1995) optimalisasi penambatan nitrogen udara secara biologis merupakan alternatif yang pantas dilakukan untuk mengurangi penggunaan pupuk N bagi padi. Hasil padi meningkat dengan adanya inokulasi Azotobacter dan Azosprillum dilaporkan berkisar 5 – 60 % (Sattar, 1991). Tulisan ini mencoba membahas prospek penggunaan Azotobacter dan Azospirillum pada tanaman padi sawah dengan cara penelusuran berbagai referensi.
2
II. PEMANFAATAN Azotobacter DAN Azospirillum PADA LAHAN SAWAH Tanaman padi dapat tumbuh di lahan basah maupun lahan kering. Namun demikian, sebagian besar dari total produksi padi berasal dari budidaya pada lahan sawah. Pada lahan sawah yang tergenang terdapat zona lapisan aerob sekitar akar bagian atas dekat permukaan tanah dan zona anaerob dilapisan bawah (Gambar 1.) Ekosistem lahan padi sawah sangat unik dimana terdapat dua lingkungan yang berbeda yaitu aerob dan anerob (Yu et al., 2007). Pada ekosistem tanah sawah (tergenang) mengandung lima sub-ekosistem utama yakni air genangan, lapisan permukaan yang oksidatif (aerob), lapisan lumpur yang reduktif (anaerob), sub soil dan tanaman padi dengan rhizosfernya. Air genangan dan lapisan oksidatif menyusun suatu ekosistem serba-sambung (continous) dimana terjadi empat mekanisme yang berkait dengan kesuburan tanah yaitu penambat N2 biologis, kehilangan N melalui penguapan NH3, imobilisasi dan siklus unsur hara oleh mikroorganisme fotosintetik dan transpor hara dari tanah ke larutan (air) oleh fitoplankton dan konsumer primer (Sudadi, 2007).
Gambar 1. Diagram siklus nitrogen pada ekosistem tanah sawah (Kyuma, 1995) Kekurangan nitrogen (N) merupakan hal yang umum terjadi, termasuk di lahan tergenang, dan kadar N cenderung rendah (Greenland dan De Datta, 1984). Siklus N melibatkan peran mikrobia, sehingga pengelolaan N pada tanah sawah seharusnya
3
menekankan pada aspek biologi (mikrobiologi) disamping aspek fisik dan kimia. Untuk meningkatkan ketersediaan dan kadar N disamping memanfaatkan bahan organik, dapat dilakukan dengan memanfaatkan jasa mikrobia penambat nitrogen. Pada tanah sawah menurut Kyuma (1995) beberapa mikroba dapat menambat nitrogen udara, seperti blue green algae, Clostridia, bakteri fotosintetik, dan beberapa bakteri heterotrof pada rhizosfir tanaman padi. Peranan dari mikroba penambat nitrogen pada padi sawah telah terbukti berdasarkan sejarah usahatani padi sejak ratusan tahun yang dibudidayakan tanpa melakukan pemupukan dengan hasil tetap sekitar 1.5 sampai dengan 2 ton/ha (Kyuma, 1995; Shrestha dan Maskey, 2005). Diduga sekitar 20 kg N dibutuhkan untuk menghasilkan panen padi sebanyak 1 ton. Hal tersebut sulit dijelaskan bagaimana hasil padi dapat terus berlangsung tanpa aplikasi N, kecuali adanya sumbangan N dari bahan organik tanah dan peranan mikroba penambat nitrogen udara. Beberapa peneliti sudah lama sepakat bahwa tingkat kesuburan yang tinggi dari lahan sawah disebabkan oleh penambatan nitrogen secara biologis. Penambahan nitrogen tersebut merupakan hasil dari mikroba penambat N udara baik yang fototrop maupun heterotrop (App et al., 1980). Chalk (1991) melaporkan bahwa penambat nitrogen yang berasosiasi dengan padi (ANF) berpotensi nyata secara agronomis menyumbang sejumlah nitrogen (> 30 – 40 kg N ha-1 tahun-1) bagi hara nitrogen tanaman. Hal tersebut penting bagi tanaman yang tumbuh di lahan pertanian tropis tanpa inokulasi dan tanah kekurangan nitrogen. Penambatan nitrogen dilakukan oleh sejumlah bakteri diazotrifik seperti Azotobacter, Clostridium, Azospirilum, Herbasprillum dan Burkholderia yang dapat mensubtitusi pupuk nitrogen (Choudhury dan Kennedy, 2004). Hasil tambatan N dari bakteri heterotrop berkisar 11 – 16 kg N ha-1 atau menyumbang sekitar 16 -21% dari total kebutuhan N padi (Zhu et al., 1986; Shrestha dan Ladha, 1996). Bakteri Azospirillum merupakan mikroba penambat N yang hidup berasosiasi dengan tanaman di dalam akar. Asosiasi antara Azospirillum dengan akar tanaman mampu meningkatkan efisiensi pemupukan. Menurut Hastuti dan Gunarto (1993), asosiasi antara Azospirillum sp. dengan tanaman diduga bersifat simbiosis karena bakteri itu menggunakan senyawa malat sebagai sumber C untuk pertumbuhannya. Kefalogianni dan Anggelis (2002) menambahkan bahwa asosiasi yang bersifat simbiosis antara Azospirillum sp. dengan
4
tumbuhan berlangsung karena bakteri menerima fotosintat dari tumbuhan dan sebaliknya bakteri menyediakan N untuk tumbuhan dari N yang difiksasinya, zat pengatur tumbuh, vitamin, dan unsur besi. Tien et al. (1979) menambahkan bahwa selain dapat menambat N dari udara, bakteri Azospirillum sp. juga memproduksi zat pengatur tumbuh tanaman seperti auksin, giberelin, dan sitokinin yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Azotobacter sp. merupakan bakteri nonsimbiotik yang mampu menambat nitrogen dari udara. Mikroba ini bersifat heterotrof yang menggunakan senyawa organik sebagai sumber energi dan berkembang dalam kondisi aerob. Selain itu, Azotobacter sp. mempunyai daya adaptasi terhadap kemasaman tanah pada rentang yang cukup besar, yakni pada pH 4.5 sampai 9.5, dan dapat berasosiasi dengan berbagai jenis perakaran tanaman. Kemampuan mikroba ini untuk menambat nitrogen dari udara sangat tergantung pada kondisi lingkungan, terutama ketersediaan bahan organik di dalam rizosfer, aerasi, dan kelembaban tanah (Subba-Rao, 1982; 1989; Shabaev et al., 1991). Selain menambat nitrogen dari udara sehingga ketersediaan N meningkat bagi tanaman, mikroba ini juga memproduksi berbagai macam vitamin dan hormon tumbuh untuk tanaman (Shabaev et al., 1991). Hal yang sama diungkap oleh Hindersah dan Simarmata (2004) bahwa Azotobacter mampu menambat nitrogen menjadi amonium dan memproduksi fitohormon. Inokulasi bakteri tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan perakaran dan tajuk bibit serta mendukung peningkatan populasi di rhizosfir. Sattar et al. (2008), melaporkan hasil penelitiannya menggunakan Azotobacter dan Azospirillum bahwa terdapat pengaruh interaksi yang signifikans dari inokulasi mikroba (Azotobacter dan Azospirillum baik tunggal maupun gabungan keduanya) dengan taraf nitrogen terhadap hasil gabah dan jerami. (Tabel 1). Hasil gabah signifikan lebih tinggi pada perlakuan inokulasi dibandingkan tanpa inokulasi pada taraf nitrogen 60, 80 dan 100 kg N/ha, tetapi tidak signifikan pengaruh inokulasi pada taraf nitrogen 0 dan 120 kg/ha. Diantara tiga jenis inokulan pengaruhnya terhadap hasil gabah tidak berbeda signifikan. Pengaruh yang sama dari perlakuan inokulasi terjadi juga pada hasil jerami.
5
Tabel 1. Pengaruh taraf nitrogen dan inokulasi (Azotobacter dan Azospirillum) terhadap hasil gabah dan jerami padi varietas BRRI dhan 29 (Sattar et al., 2008) Takaran N (kg/ha) Inokulasi 0 60 80 100 120 Hasil gabah (t/ha) Tanpa inokulasi (kontrol) 2.00 a E 4.80 b D 5.33 b C 6.96 b B 7.09 a A Azotobacter 2.20 a D 5.34 a C 6.53 a B 8.33 a A 7.01 a B Azospirillum 2.18 a D 5.45 a C 6.57 a B 8.43 a A 6.79 a B Azotobacter + Azospirillum 2.35 a D 5.52 a C 6.36 a B 8.15 a A 6.55 a B Hasil Jerami (t/ha) Tanpa inokulasi (kontrol) 2.46 b E 5.30 b D 5.79 b C 7.51 b B 7.71 a A Azotobacter 2.84 ab E 5.88 a D 7.10 a C 8.74 a A 7.94 a B Azospirillum 2.64 ab D 6.14 a C 7.23 a B 8.99 a A 7.78 a B Azotobacter + Azospirillum 3.05 a E 6.11 a D 6.91 a C 8.79 a A 7.64 a B Keterangan : Efek interaksi inokulan dan takaran N berpengaruh signifikan terhadap parameter uji. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama dalam kolom dan hurup besar yang sama dalam baris menunjukkan tidak berbeda signifikan berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Efisiensi agronomis (kg gabah/penambahan N) lebih tinggi pada tanaman yang dinokulasi mikroba dibandingkan tanpa inokulasi (kontrol) pada taraf nitrogen 60, 80, dan 100 kg N/ha, tetapi hasil yang terbalik terjadi pada perlakuan taraf nitrogen 120 kg/ha yang terjadi penurunan hasil (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh taraf nitrogen dan inokulasi (Azotobacter dan Azospirillum) terhadap efisiensi agronomis dari penambahan N pada padi varietas BRRI dhan 29 (Sattar et al., 2008) Takaran N (kg/ha) Inokulasi 60 80 100 120 Efisiensi agronomis (kg biji/kg penambahan N)a Tanpa inokulasi (kontrol) 46.57 41.63 49.60 44.42 Azotobacter 52.33 54.13 61.30 40.08 Azospirillum 54.50 54.88 62.50 38.42 Azotobacter + Azospirillum 52.83 50.13 58.00 35.00 a efisiensi agronomis = (hasil biji pada plot perlakuan N – hasil biji pada plot kontrol)/takaran N (kg/ha)
6
Tabel 3. Pengaruh taraf nitrogen dan inokulasi (Azotobacter dan Azospirillum) terhadap total serapan N (kg/ha) oleh padi varietas BRRI dhan 29 (Sattar et.al., 2008) Takaran N (kg/ha) Inokulasi 0 60 80 100 120 Rerata Serapan N (kg/ha) Tanpa inokulasi (kontrol) 24.89 77.03 97.66 130.76 126.78 91.36b Azotobacter 32.50 94.91 121.10 135.43 133.91 103.57a Azospirillum 32.41 101.34 118.34 238.23 128.14 103.69a Azotobacter+ Azospirillum 32.78 97.39 114.10 134.73 125.71 100.94a Rerata 30.64C 92.67B 112.80B 134.79A 128.56A Keterangan : Efek interaksi inokulan dan takaran N tidak berpengaruh signifikan Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama dalam kolom dan hurup besar yang sama dalam baris menunjukkan tidak berbeda signifikan berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Pengaruh interaksi inokulan dan taraf N tidak signifikan terhadap serapan N tanaman. Namun demikian, pengaruh individu dari setiap faktor signifikans (Tabel 3). Ketiga perlakuan inokulasi mikroba (Azotobacter dan Azospirillum tunggal maupun gabungan keduanya) memberikan pengaruh yang sama dalam parameter serapan N tanaman dan total serapan nitrogen pada tanaman dengan inokulasi mikroba signifikan lebih tinggi dibandingkan tanpa inokulasi. Peningkatan total serapan N pada perlakuan inokulasi menyebabkan terjadi pula peningkatan hasil gabah dan jerami padi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa inokulasi bakteri Azotobacter dan Azospirilum baik secara tunggal maupun gabungan keduanya mempunyai kemampuan untuk menambat nitrogen udara dan adanya peranan dari mikroba tersebut dalam memproduksi zat pengatur tumbuh tanaman. Untuk lebih meningkatkan peranan kedua bakteri tersebut pada lahan padi sawah maka perlu adanya ketersediaan bahan organik sebagai sumber energi dan ketersediaan oksigen. Pengunaan inokulan Azotobacter dan Azospirillum harus diimbangi dengan pemberian bahan organik sebagai sumber energi bagi mikroba tersebut karena mikroba tersebut bersifat heterotrof. Menurut Simarmata dan Yuwarah (2008), bahwa pertumbuhan dan perkembangan mikroba tanah menguntungkan sangat tergantung pada ketersediaan dan pasokan substrat organik. Untuk menjamin pasokan bahan organik, maka pemberian pupuk organik harus dilakukan untuk keberhasilan dalam aplikasi pupuk hayati. Salah satu sumber pupuk organik yang dapat diaplikasikan pada lahan sawah adalah jerami padi sisa panen. Pengendalian lingkungan terutama suplai oksigen untuk keberhasilan mikroba tersebut dalam menambat nitrogen udara dan memproduksi zat pengatur tumbuh perlu
7
diperhatikan. Sampai saat ini kebanyakan petani dalam berbudidaya padi sawah masih dilakukan dengan cara menggenangi lahanya hampir sepanjang musim tanam. Dengan demikian ekosistem yang berkembang adalah ekosistem anaerob. Menurut Simarmata dan Juwariah (2008), padi sawah dengan sistem tergenang (anaerob) tidak saja menyebabkan tidak berfungsinya kekuatan biologis tanah, tetapi juga menghambat perkembangan sistem perakaran tanaman padi. Oleh karena itu pemberian bahan organik mutlak perlu dilakukan dan penerapan sistem padi aerob terkendali pantas dilakukan yaitu salah satunya dengan menerapkan teknologi intensifiksi padi aerob terkendali berbasis organik IPAT BO. III. PENUTUP Pemanfaatan teknologi penambatan nitrogen secara biologis (BNF) pada lahan sawah dapat menurunkan penggunaan urea sebagai sumber N, mencegah penurunan bahan organik tanah dan mengurangi polusi terhadap lingkungan. Pemanfaatan bakteri Azotobacter dan Azospirilum baik tungal maupun bersama-sama telah terbukti dapat meningkatkan hasil dan serapan N pada padi sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua bakteri tersebut dapat bertahan hidup dan berkembang pada lingkungan lahan sawah. Pengunaan inokulan Azotobacter dan Azospirillum harus diimbangi dengan pemberian bahan organik dan pengendalian lingkungan terutama suplai oksigen untuk keberhasilan mikroba tersebut dalam menambat nitrogen udara dan memproduksi zat pengatur tumbuh. DAFTAR PUSTAKA App AA, I Watanabe, M Alexander, W Ventura, C Daez, T Santiago and SK D Datta. 1980. Non-symbiotic N2 fixation associated with the rice plant in flooded soils. Soil Sci. 130:283 - 289. Balibangtan. 2005a. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005 - 2010. Balibangtan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Balibangtan. 2005b. Prospek dan Arah Pengembangan.Agribisnis Padi. Balibangtan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Chalk PM. 1991. The contribution of associative and symbiotic nitrogen fixation to the nitrogen nutrition of nonlegumes. Plant Soil 132:29-39. Choudhury A.T.M.A. and Kennedy I.R. 2004. Prospects and potentials for systems of biological nitrogen fixation in sustainable rice production. Biol. Fertil. Soils 39 : 219– 227.
8
Choudhury A.T.M.A. and Kennedy I.R. 2005. Nitrogen fertiliser losses from rice soils and control of environmental pollution problems. Communications in Soil Science and Plant Analysis 36 : 1625–1639. Choudhury A.T.M.A. and Khanif Y.M. 2004. Effects of nitrogen and copper fertilization on rice yield and fertiliser nitrogen efficiency: A 15N tracer study. Pakistan Journal of Scientific and Industrial Research 47 : 50–55. De Datta S.K. 1978. Fertilizer management for efficient use in wetland rice soils. Pp. 671– 701 in ‘Soils and rice’, ed. by F.N. Ponnamperuma. International Rice Research Institute: Los Baños, the Philippines. ___________. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley, New York. De Datta S.K. and Buresh R.J. 1989. Integrated nitrogen management in irrigated rice. Advances in Soil Science 10 : 143–169. Greenland, D.J. and S.K. De Datta. 1984. Constraints to rice production and wetland soil characteristics. In Anonim., Wetland soils : Characterization, classification and utilizatiom. IRRI. Phil. p. 24 – 36. Hastuti, R.D., dan L. Gunarto. 1993. Interaksi pemberian N dan inokulasi Azospirillum terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan 3 : 16- 19. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Hindersah, R. dan T. Simarmata. 2004. Potensi Rhizobakeri Azotobacter dalam meningkatkan kesehatan tanah. Jurnal Natur Indonesia 5(2) : 127 – 133. Kefalogianni, I., and G. Anggelis. 2002. Modelling growth and biochemical activities of Azospirillum spp. Appl. Microbiol. Biotechnol. 58 :352-357. Kennedy I.R., Choudhury A.T.M.A. and Kecskés M.L. 2004. Non-symbiotic bacterial diazotrophs in cropfarming systems: can their potential for plant growth promotion be better exploited. Soil Biology and Biochemistry 36 : 1229–1244. Kyuma, K. 1995. Ecological sustainability of the paddy soil-rice system in Asia. http://www.agnet.org/library/eb/413/eb413.pdf. dunduh tanggal 8 Desember 2008. Mengel, K. 1990. Impact of Intensive Plant Nutrient Management on Crop Production and Environment. 14th Ing. Long. of Soil Sci. Plenary Lecture : 42-52. Sattar M.A. 1991. Rice based BNF research in Bangladesh: Problems and prospects. Pp. 211– 218 in ‘Biological nitrogen fixation associated with rice production’, ed. By S.K. Dutta and C. Sloger. Oxford & IBH Publishing Company Ltd: New Delhi, India. Sattar, M.A., M.F. Rahman, D.K. Das, and T.M.A. Choudhury. 2008. Propects of using Azotobacter, Azospirillum and cyanobacteria as supplements of urea nitrogen for rice production in Bangladesh. http://www.aciar.gov.au/system/files/node/9817/pr130+part+3.pdf. Diunduh tanggal 24 Desember 2008. Shabaev, V.P., V.Y. Smolin, and V.L. Strekozova. 1991. The effect of Azospirillum brasilense Sp 7 and Azotobacter chroococum on nitrogen balance in soil under cropping with oats (Avena sativa L.). Biol. Fertil. Soils 10:290-292.
9
Shrestha RK and JK Ladha. 1996. Genotypic in variation in promotion of rice dinitrogen fixation as determined by nitrogen-15 dilution. Soil. Sci. Soc. Am. J. 60:1815-1821. Shrestha, R.K. and S.L. Maskey. 2005. Associative nitrogen fixation in lowland rice. Nepal Agric.Res.J. 6 : 112 – 121. Simarmata, T dan Y. Yuwariah. 2008. Terobosan Teknologi untuk Meningkatkan Produski Padi dengan istem Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO). Makalah Pelatihan IPAT BO Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 27 – 28 Maret 2008 Subba-Rao, N.S. 1982. Biofertilizers in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay, Calcutta. Sudadi. 2007. Aspek mikrobiologis pengelolaan nitrogen di lahan basah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 7(1) : 68 – 73. Tien, Y.N., M.H. Gaskin, and D.H. Hubbel. 1979. Plant growth substances produced by Azospirillum brasilense and their effect on the growth of pearl millet (Pennisetum americanum). Appl. Environ. Microbiol. 37 : 1016-1024. Wu, P., Zhang, G., Ladha, J.K., McCouch, S.R., Huang, N., 1995. Molecular-markerfacilitated investigation on the ability to stimulate N2 fixation in the rhizosphere by irrigated rice plants. Theoret. Appl. Genet. 91, 1171–1183. Yu, K., F. Bohme, J. Rinklebe, H.U. Neue, and R.D. DeLaune. 2007. Mayor biochemical processes in soils – A microcosm incubation from reducing to oxidatizing conditions. Soil Svi.Soc.Am.J. 71 : 1406 – 1417. Zhu ZL, KL Chen, SL Zhang and YH Xu. 1986. Contribution of non-symbiotic nitrogen fixation to the nitrogen uptake by growing rice under flooded conditions. Turang 18:225-229.
10