Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
ISSN2089-3590 |EISSN 2303-2472
ANALISIS IMPLEMENTASI ORIENTASI PENGURUS ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT PADA NILAI SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN ZAKAT 1Sri
Fadilah, 2Rini Lestari, 3Kania Nurcholisah, 4Yuni Rosdiana 12,3,4
Program Studi Akuntansi Unisba, Jl. Taman Sari No.1 Bandung e-mail:
[email protected]
Abstrak.Akuntabilitas dalam tataran intern OPZ, bisa dilihat sebagai akuntabilitas kepala pendistribusian zakat terhadap pimpinan OPZ, muzaki dan Dewan penasihat. Akuntabilitas tersebut tercermin pada orientasi pengurus OPZ khususnya bagian pendistribusian zakat pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat. Orientasi pengurus OPZ tersebut dibentuk dari sikap pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat, atraksi pengurus OPZ pada pimpinan dan budaya organisasi. Untuk itu digunakan metode penelitian deskriptif eksplorasi. Unit analisis adalah OPZ yang ada di kota dan kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan kota Cimahi yang berjumlah 14 OPZ. Teknik pengumpulan data, yaitu: kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Kata kunci: Orientasi, Zakat, Nilai Sosial Ekonomi dan OPZ
1.
Pendahuluan
Paper ini merupakan salah satu bagian dari hasil penelitian penulis yang mendapatkan hibah LPPM 2013 yang berjudul: Analisis Pengaruh Sikap dan Atraksi Pengurus OPZ serta Budaya Organisasi Terhadap Orientasi Pengurus OPZ Pada Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat (Sri Fadilah, Rini L dan Kania:2013). Bagian lain dari hasil penelitian ini sudah dipublikasikan. (dapat dilihat dalam daftar pustaka). Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat telah memberikan suatu landasan hukum bagi terbentuknya Organisasi Pengelola Zakat baik berbentuk Badan Amil Zakat yang bersifat pemerintah dan Lembaga Amil Zakat yang bersifat non pemerintah. Selanjutnya kedua lembaga tersebut sebagai pendorong agar kewajiban zakat semakin optimal ditunaikan oleh orang yang memiliki kewajiban tersebut. Amanah atau kepercayaan apabila ditinjau dari sudut pandang kausalitas, menyebabkan orang yang diberi amanah memiliki suatu beban atau kewajiban berupa tanggung jawab. Tanggung jawab memberi suatu kekuatan kepada yang diberi amanah suatu otoritas atau kewenangan untuk memanfaatkan sesuatu yang dipercayakan sesuai dengan kesepakatan atau aturan tertentu. Kewenangan berjalan secara menurun dalam suatu hirarki organisasi dari kewenangan dengan bobot terbesar kepada terkecil, dan ini pararel dengan posisi pemilik kewenangan dalam organisasi. Meskipun kewenangan didelegasikan, namun tanggung jawab tetap melekat kepada tingkat yang amanahnya lebih tinggi. Pimpinan tidak akan lepas tanggung jawabnya dari setiap tindakan yang dilakukan anak buahnya. Agar anak buah bisa dikendalikan dan diarahkan sesuai dengan keinginan pimpinan maka anak buah akan dimintai suatu akuntabilitas, terutama laporan atas setiap kegiatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Secara teoritis, sesuai dengan konsep akuntansi untuk lembaga keuangan zakat yang berbentuk nirlaba (Hartanto Widodo:2000:27), demikian pula dalam akuntansi sektor publik atau akuntansi dana, akuntabilitas dimunculkan dari adanya otoritas untuk bertindak yang didasarkan hukum, aturan-aturan atau kebijakan politis. Akuntabilitas,
461
462 | Sri Fadilah, et al. karena itu, untuk permasalahan OPZ dan organisasi pengelola zakat pada umumnya sering dikaitkan dengan respon dan kepatuhan lembaga tersebut terhadap undangundang pengelola zakat dan syariah islam berupa sumber penerimaan zakat, sasaran penerima zakat beserta tujuan pemberian zakat kepada para penerima tersebut, terutama untuk perbaikan dalam aspek kehidupan apa saja yang dicapai. Sesuai dengan konsep OPZ, khususnya LAZ sebagai suatu organisasi pengelola zakat yang bersifat swasta, maka keberadaan lembaga sesuai dengan postulat going concern. Yaitu keberlangsungannya akan tergantung kepada keamanahan dalam pemanfaatan dana zakat. Keamanahan akan bisa mencuri perhatian para muzaki untuk menitipkan zakatnya di suatu OPZ. Penelitian dan pengkajian, dipandang sangat penting dan bisa diprioritaskan di wilayah pendayagunaan atau pemanfaatan zakat. Aspek pemanfaatan di suatu OPZ, menurut fungsinya yang sederhana, melibatkan pimpinan OPZ dan kepala pendistribusian zakat. Tanggung jawab pimpinan OPZ akan dilepaskan dari tuntutan hukum dan masyarakat apabila otoritas pendistribusian zakat yang didelegasikan kepada kepala pendistribusian zakat bisa dipertanggungjawabkan oleh kepala pendistrubusian zakat Dudi, Abdul Hadi. (2006:53-55). Dalam akuntansi Islam, terutama menyangkut aspek social reporting untuk tema akuntabilitas terhadap masyarakat, informasi keluar masuknya dana zakat bisa diketahui muzaki melalui laporan sumber dan penguunaan dana zakat. Isi laporannya, yang paling utama adalah tentang jumlah dana yang diterima dan yang disalurkan dan kepada pihakpihak mana saja dana tersebut disalurkan dan berapa nominal angka penyaluran dana zakatnya. Pembatasan atas waktu dari laporan menyebabkan gambaran menyeluruh mengenai kebiasaan pemanfaatan dana zakat kurang tercermin. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu eksplorasi dengan menggunakan tinjauan lain, yaitu dari sudut pandang perilaku. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat merupakan cermin dari perilaku kepala pendistribusian zakat. Kebiasaannya dalam jangka panjang akan tercermin dalam kebiasaan pengalokasian dana untuk mustahik yang ada. Kebiasaan atau kecenderungan dalam berperilaku dalam ilmu psikologi sosial dan aspek perilaku dalam akuntansi disebut orientasi. Orientasi memiliki dua aspek pendukung yaitu sikap dan atraksi. Sikap merupakan suatu orientasi terhadap objek zakat, sedangkan atraksi merupakan orientasi terhadap orang (pengurus OPZ). Akuntabilitas dalam tataran intern OPZ, bisa dilihat sebagai akuntabilitas kepala pendistribusian zakat terhadap pimpinan OPZ, muzaki dan Dewan penasihat. Akuntabilitas tersebut tercermin pada orientasi pengurus OPZ khususnya bagian pendistribusian zakat pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat.
2.
Akuntansi Untuk Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
Akuntabilitas pada Organisasi Pengelola Zakat telah ditemukan dan diteliti oleh Iwan Triyuwono dengan Roekhudin (2001), dan menghasilkan suatu bahasan yang sebagian besar diproduksi kembali dalam uraian berikut: Akuntabilitas sebetulnya timbul dari logika atas adanya hubungan diantara agen (manajemen) dan principal (pemilik) (agen-principal relationship). Principal dalam hal ini memberikan kewenangan penuh pada agen untuk melakukan aktivitas operasional organisasi. Sebagai konsekwensi atas wewenang ini, maka agen harus mempertanggung jawabkan aktivitasnya terhadap principal. Hal ini sesuai dengan The CCA proposals,” Accountability is the requirement to explain and accept responsibility for carrying out on assigned mandate in light of agreed upon expectations.” Secara internal organisasi,
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKMSosial, Ekonomi dan Humaniora
Analisis Implementasi Orientasi Pengurus Organisasi Pengelola Zakat... |
463
penetapan mekanisme pemeriksaan penting dilakukan untuk memastuikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh agent benar-benar dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, demikian pula untuk memastiakan bahwa pengelolaan OPZ dilakukan secara profesional. Pengelolaan yang professional ini, pada giliranya akan mempunyai dampak positif terhadap kepercayaan masyarakat atas BAZ/LAZ. Agen yang terlibat dalam pemanfaatan dana zakat meliputi pimpinan OPZ dan kepala Pendistribusian Zakat. Pendekatan penganggaranya sendiri bisa bersifat top down maupun bottom up. Pendekatan top down lebih mengakomodasikan keinginan-keinginan pimpinan BAZ/LAZ, sedangkan pendekatan button up lebih cenderung untuk mengakomodasikan keinginan-keinginan manajemen level bawah. Apabila manajemen level bawah lebih banyak terlibat, terutama fungsi pendistribusian zakat, maka informasi kebutuhankebutuhan mustahiq di daerah, sebagai aspek penarik principal, akan lebih terakomodir dan lebih akurat. Karena itu pendekatan ini disebut participative budgeting, atau grass roots budgeting. Namun, hal ini menimbulkan cost of management yang tinggi, karena biaya operasional akan tidak terduga dan porsi alokasi untuk amil akan lebih besar. Hal tersebut tentu bisa merintangi keterpenuhinya objective yang telah ditetapkan.
3.
Orientasi Pengurus OPZ Pada Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat
Orientasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecendrungan. Dalam bentuk kata kerjanya,”berorientasi” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002) mengandung arti berkiblat. Awalan “ber” pada kata kerja berkiblat mengandung arti memiliki. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Berkiblat berarti memiliki kiblat. Kata Orientasi dengan demikian bisa dikatakan sebagai kiblat atau arah. Dalam hal pendistribusian zakat, energi atau sumber daya seseorang, dapat dikatakan, diarahkan dengan arah atau orientasi terhadap nilai atau tujuan untuk menyalurkan dana dari pihak muzzaki kepada mustahiq yang membutuhkan agar mustahiq bisa hidup dan memperoleh penghidupan. Tujuan di atas bisa tercermin dari jumlah dana zakat yang dibelanjakan. Karena jumlah dana ini harus disesuaikan dengan sasaran yang ada, maka orientasi, secara konatif (perilaku), bisa tercermin dalam proporsi alokasi dana zakat untuk tiap mustahiq zakat. Proporsi ini, secara kateksis, memiliki kecendrungan untuk membesar atau mengecil.Kecendrungan perilaku pendistribusian dana zakat di atas tidak terlepas dari adanya pengaruh yang cukup kuat pemikiran dan emosi yang berperan dalam diri kepala bidang pendistribusian zakat sebagai hasil interaksi dengan pimpinan LAZ, dan informasi dari lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan riset Sri Fadilah, (2011:79) bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kinerja baik manajerial maupun organisasi diantaranya aspek perilaku termasuk di dalamnya aspek perilaku pengelola organisasi pengelola zakat (orientasi) Sikap terhadap nilai sosial ekonomi, sebagai suatu orientasi perilaku kepada suatu objek, bisa diketahui atau diindikasikan keberadaanya dari banyaknya motif-motif sosial ekonomi yang berada di sekitar suatu nilai “sosial ekonomi tertentu” (Newcomb, 1978), dan keberadaan ini bersifat lama, atau konsisten, disimpulkan, umum dan evaluative. Motif adalah keadaan organism dimana energy jasmaniah diarahkan secara selektif terhadap keadaan-keadaan yang sering, walaupun tidak perlu, berada di luar, yang dinamakan tujuan-tujuan. Adalah sangat wajar untuk menunjuk kepada motifISSN2089-3590,EISSN 2303-2472 | Vol 4, No.1, Th, 2014
464 | Sri Fadilah, et al. motif dengan menggunakan tujuan-tujuan kemana motif diarahkan sebagai hal-hal yang membatasi istilah “motif”. Motif dengan demikian bisa diberi nama sesuai dengan nama tujuanya, misalnya yang dituju oleh suatu perilaku adalah makanan, maka motifnya adalah motif makanan. (Newcomb, 1978). Apabila motif bertahan lama, maka dia akan menjadi sikap.. Atraksi menyakut persepsi atas sikap. Sikap seseorang atas sikap orang lain yang dia persepsikan atas suatu objek sama, yang apabila semakin banyak kesamaan dalam hal atau topik yang menjadi sikap seseorang, maka orang tersebut semakin tertarik kepada yang lainya (Newcomb, 1978; Bryron,2001). Atraksi, dengan demikian, bisa didefinisikan sebagai suka atau tidak sukanya seorang kepada bagian pendistribusian zakat kepada pimpinan OPZ karena persepsinya bahwa sikap pihak yang menjadi muara akuntabilitasnya memiliki sikap yang sama denganya atas tujuan-tujuan dan sasaransasaran pendistribusian zakat. Persepsi atas sikap ini tidak berdiri sendiri tapi dipengaruhi pula oleh suka atau tidak sukanya seseorang secara genetik atau sosial, misalnya karena teman, saudara, dan sebagainya atau karena evaluasi positif diantara pihak yang berinteraksi. Namun, menurut Newcomb, dalam suatu keadaan seimbang (balance), persepsi atas kesamaan sikap dan ketertarikan akibat evaluasi positif dari seseorang, dalam hal ini pimpinan LAZ kepada Kepala pendistribusian zakat bisa menimbulkan keadaan emosi yang menyenangkan yaitu suka. Perasaan suka ini, apabila berlangsung tetap di dalam diri, pada akhirnya akan menimbulkan suatu perilaku konstan untuk selalu mendistribusikan dana zakat kepada sasaran zakat tertentu. Secara tradisional, zakat pada umumnya diartikan sebagai suatu kewajiban agama yang melibatkan hubungan antara pembayar zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahiq). Pengertian ini, menurut pengamatan Abdullah (dalam Iwan Triyuwono, 2000) sangat personal dalam arti bahwa muzakki cukup membayar zakat secara langsung kepada mustahiq yang dipilihnya, misalnya kepada anak yatim,fakir miskin, guru agama dan ulama (Abdullah, dalam Iwan Triyuwono,2000). Dalam pengertian semacam ini zakat tidak dapat memberikan efek sosial ekonomi yang besar bagi masyarakat secara umum (Abdullah, dalam Iwan Triyuwono,2000). Hal ini terjadi karena secara teleologis zakat memang diartikan sebagai ibadah personal, bukan ibadah yang sifatnya melibatkan banyak orang (komunal). Sistem modern, dengan jalan menginstitusikan zakat, kemudian mulai dikembangkan sejak tahun 1968, yaitu ketikan Presiden Soeharto mengajak masyarakat Muslim untuk mengefektifkan pemanfaatan dana zakat guna membantu pembangunan nasional (Abdullah, 1991, 51 ; Bazis DKI Jakarta 1987, dalam Iwan Triyuwono 2000). Aspek akuntabilitas atau pertanggungjawaban agen atau amil pada suatu lembaga amil zakat, sebagaimana hasil temuan Iwan Triyuwono dan Roekhudin (2001), terdiri atas tiga tingkatan yaitu kepada muzakki, dewan penasihat dan Tuhan. Ketiga level akuntabilitas ini, dari sudut pandang amil bersifat tidak langsung, karena itu akuntabilitasnya dicerminkan oleh pendistribusian yang tepat sasaran. (Iwan Triyuwono, 2000). Akuntabilitas di dalam lembaga amil zakat sendiri bersifat langsung, dan memiliki hirarki yang dicerminkan dengan suatu struktur akuntabilitas bahwa pihak pengelola di bawah pimpinan lembaga yaitu kepala bagian atau fungsi pendistribusian zakat bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan. Akuntabilitas merupakan suatu proses psikologis dan moralitas kepala pendistribusian, yang hal ini berlangsung di dalam diri. Apabila proses ini berkecendrungan lama, maka menurut psikologi sosial disebut sebagai orientasi. Orientasi ini mengandung nilai yang berada di sekitar tujuan-tujuan bersifat sosial ekonomi, sehingga bisa dikatakan sebagai
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKMSosial, Ekonomi dan Humaniora
Analisis Implementasi Orientasi Pengurus Organisasi Pengelola Zakat... |
465
orientasi terhadap nilai sosial ekonomi. Orientasi, menurut Newcomb (1978), merupakan kebiasaan kateksi atau kognitif seseorang dalam mengaitkan dirinya dengan yang lain dan objek-objek di sekitarnya. Orientasi atas orang tersebut atraksi dan terhadap objek disebut sikap. Bila dihubungkan dengan zakat, maka Orientasi Pengurus Organisasi Pengelola Zakat Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat menyangkut proporsi, atau alokasi dana zakat yang telah disalurkan untuk memenuhi objek tujuan dan sasaran sosial ekonomi. Perilaku pendistribusian zakat tadi merupakan suatu proses di dalam diri yang tidak saja terjadi akibat pengolahan struktur kognitif di dalam diri. Tapi juga sebagai akibat interaksi akuntabilitas secara lahir dengan pimpinan Organisasi Pengelola Zakat. Kecendrungan kognitif untuk menunjukan dana zakat dalam memenuhi tujuan sosial ekonomi merupakan suatu sikap yang bisa diukur dengan kecendrungan kognitif untuk mendistribusikan dana zakat kepada tingkat-tingkat kebutuhan yang di perlukan mustahiq. Adapun kecendrungan penghindaran atau mendekati, atau suka tidak suka yang diakibatkan oleh ketertarikan dan tanggung jawab kepala pendistribusian zakat pada pimpinannya yang persepsikan kepala pendistribusian zakat memiliki sikap terhadap nilai sosial ekonomi yang sama dengan dirinya, ditinjau sebagai variabel atraksi. Atraksi yang bernilai sosial ekonomi ini diukur melalui proporsi kesamaan sikap yang terjadi, serta evaluasi positif yang diberikan pimpinan kepada kepala pendistribusian zakat. Orientasi Pengurus Organisasi Pengelola Zakat Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dalam mendistribusikan dana zakat lembaga merupakan suatu hasil interaksi diantara sikap, dan atraksi kepala pendistribusian zakat dengan keputusan-keputusan pendistribusian zakat yang dikeluarkan pimpinan Organisasi Pengelola Zakat, maka kedua variabel ini seharusnya berhubungan.
4.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Suharsimi:2006:45) Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif eksplorasi (descriptive exploration research). Karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan yang sedang terjadi dan berusaha menggali secara lebih mendalam fisibilitas permasalahan untuk pengkajian lebih lanjut mengenai metode yang bisa digunakan untuk meneliti aspek perilaku dalam pengelolaan zakat terutama aspek pendistribusian zakat pada penelitianpenelitian selanjutnya. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna membuktikan hipotesis penelitian digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah: wawancara; dan dokumentasi. Adapun target populasi dalam penelitian ini adalah OPZ (BAZ dan LAZ) yang berada di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Cimahi yang berjumlah 15 OPZ.
5.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Melalui bobot faktor yang dapat dinilai validitas dari masing-masing indikator serta menguji reliabilitas dari konstruk variabel yang diteliti. Indikator yang memiliki loading factor kurang dari 0,50 akan didrop dari model, sedangkan composite reliability yang dianggap memuaskan adalah lebih besar dari 0,70. Orientasi pengurus OPZ pada
ISSN2089-3590,EISSN 2303-2472 | Vol 4, No.1, Th, 2014
466 | Sri Fadilah, et al. nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat terhadap nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat terdiri dari 7 variabel manifest yaitu mustahiq golongan fakir miskin (Y1), mustahiq golongan muallaf (Y2), mustahiq golongan ibnu sabil (Y3), mustahiq golongan ghorimin (Y4), mustahiq golongan riqob (Y5), mustahiq golongan fisabilillah (Y6) dan dana operasional amil (Y7). Bobot faktor masing-masing variabel manifes dalam membentuk variabel laten orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat disajikan pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Orientasi Pengurus OPZ Pada Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat Variabel Manifest Simbol Loading R2 Error Factor Variance Mustahiq golongan fakir miskin
Y1
0,491
0,261
0,739
Mustahiq golongan muallaf
Y2
0,948
0,899
0,101
Mustahiq golongan ibnu sabil
Y3
0,878
0,771
0,229
Mustahiq golongan ghorimin
Y4
0,547
0,299
0,701
Mustahiq golongan riqob
Y5
0,065
0,004
0,996
Mustahiq golongan fisabilillah
Y6
0,928
0,861
0,139
Dana operasional amil
Y7
0,938
0,880
0,120
Composite reliability (CR) = 0.938 Average Variance Extracted (AVE) = 0.687 Seperti yang tersaji dalam tabel 4.11, hasil bobot faktor (nilai loading) untuk variabel manifes Mustahiq golongan riqob (Y5) yaitu 0,065 lebih kecil dari 0,50 yang menunjukkan bahwa variabel manifes Mustahiq golongan riqob tidak valid untuk mengukur orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat. Dengan demikian variabel manifes Mustahiq golongan riqob akan direduksi dari model. Setelah variabel manifes Mustahiq golongan riqob ternyata bobot faktor (nilai loading) untuk variabel manifes Mustahiq golongan fakir miskin (Y1) juga lebih kecil dari 0,05 dan harus direduksi dari model. Berikut bobot faktor masing-masing variabel manifes dalam membentuk variabel laten orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat setelah variabel manifes mustahiq golongan riqob (Y5) dan Mustahiq golongan fakir miskin (Y1) dikeluarkan dari model. Tabel 4.2 Orientasi Pengurus OPZ Pada Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat Variabel Manifest Simbol Loading R2 Error Factor Variance Mustahiq golongan muallaf
Y2
0,961
0,924
0,076
Mustahiq golongan ibnu sabil
Y3
0,927
0,859
0,141
Mustahiq golongan ghorimin
Y4
0,628
0,394
0,606
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKMSosial, Ekonomi dan Humaniora
Analisis Implementasi Orientasi Pengurus Organisasi Pengelola Zakat... |
467
Simbol
Loading Factor
R2
Mustahiq golongan fisabilillah
Y6
0,902
0,814
0,186
Dana operasional amil
Y7
0,951
0,904
0,096
Variabel Manifest
Error Variance
Composite reliability (CR) = 0.931 Average Variance Extracted (AVE) = 0.781 Nilai Composite Reliability untuk laten variabel orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat sebesar 0,931. Nilai yang diperoleh menunjukkan tingkat kesesuaian indikator dalam membentuk konstruk laten variabel orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat sebesar 0,931 dalam skala 0 – 1. Nilai average variance extracted sebesar 0,781 menunjukkan bahwa 78,1% informasi yang terdapat pada variabel manifes (kelima indikator) dapat tercermin melalui variabel laten orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat. Di antara kelima indikator, Y2 (Mustahiq golongan muallaf) paling kuat dalam merefleksikan variabel laten orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat, sebaliknya indikator, Y1 (Mustahiq golongan ghorimin) paling lemah dalam merefleksikan variabel laten orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat. Orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat di Kota, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Cimahi akan terungkap melalui jawaban responden terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan pada kuesioner. Orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat diukur menggunakan 7 (tujuh) indikator dan dioperasionalisasikan menjadi 7 butir pernyataan. Berikut hasil kategorisasi rata-rata skor tanggapan responden terhadap setiap indikator pada variabel orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat. Tabel 4.3 Orientasi Pengurus OPZ Pada Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat Mean No Indikator Kriteria Skor 1
Mustahiq golongan fakir miskin
4,37
Kurang
2
Mustahiq golongan muallaf
1,21
Rendah
3
Mustahiq golongan ibnu sabil
1,47
Rendah
4
Mustahiq golongan ghorimin
1,40
Rendah
5
Mustahiq golongan riqob
0,35
Rendah
6
Mustahiq golongan fisabilillah
2,37
Rendah
7
Dana operasional amil
1,60
Rendah
1,82
Rendah
Orientasi Pengurus
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hasil perhitungan grand mean skor tanggapan responden mengenai orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan
ISSN2089-3590,EISSN 2303-2472 | Vol 4, No.1, Th, 2014
468 | Sri Fadilah, et al. zakat sebesar 1,82 dan berada pada interval 1 – 3,25. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orientasi pengurus OPZ pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat sebagian besar Organisasi Pengelola Zakat Kota, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Cimahi masih rendah.
6.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah orientasi pengurus Organisasi Pengelola Zakat pada nilai sosial ekonomi pemanfaatan zakat sebagian besar Organisasi Pengelola Zakat Kota, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Cimahi masih rendah.
Daftar Pustaka Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) Dudi, Abdul Hadi. (2006). Hubungan Diantara Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat Dengan Kebijakan Pimpinan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Pp. 53-55 Hartanto Widodo dan Teten Kustiawan. (2000). Akuntansi dan Manajemen Keuangan Untuk Organisasi Pengelola Zakat. Jakarta. Institut Manajemen Zakat. Pp.27 Iwan Triwiyono. (2003). Organisasi dan Akuntansi Syariah, Jakarta:LP3ES. Pp.34 Iwan Triwiyono & Roekhudin. (2001). Konsistensi Praktik Sistem Pengendalian Intern dan Akuntabilitas pada LAZ (Studi di LAZ X Jakarta) Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.3 No. 2. Yogyakarta. Pp.14, 78 Newcomb, Theodore M, (1978). Psikologi Sosial. Bandung: CV Dipenogoro Sri Fadilah, (2011). Analisis Pengaruh Implementasi pengendalian Intern dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi (studi pada Lembaga Amil Zakat Seluruh Indonesia). Disajikan pada Seminar Nasional dan Call For Paper Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta dan Ikaan Sarjana ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta, merupakan riset yang didanai LPPM Unisba. Pp. 115 Sri Fadilah (2011) Pengaruh Implementasi pengendalian Intern, Budaya Organisasi Dan Total Quality Management Dalam Penerapan Good Governance Dan Implikasinya Terhadap Kinerja Organisasi Dengan Kepercayaan Konsumen Sebagai Variabel Intervening (studi pada Lembaga Amil Zakat Seluruh Indonesia). Diterbitkan pada Indonesian Journal of Economics And Business (IJEB)/ Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. (UNPAD) Vo. 1. No.2, Agustus 2011. ISSN No. 2089-919X. Merupakan riset yang didanai oleh dikti dalam program Hibah disertasi 2010. Pp. 76 Sri Fadilah, Rini Lestari dan Kania Nurcholisah, 2013. Analisis Pengaruh Sikap dan Atraksi Pengurus OPZ serta Budaya Organisasi Terhadap Orientasi Pengurus OPZ Pada Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat. Laporan Penelitian Hibah Unggulan LPPM Unisba 2013. Sri Fadilah, Rini Lestari dan Kania Nurcholisah, 2013. Analisis Atraksi Pengurus Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKMSosial, Ekonomi dan Humaniora