Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
ISSN 2089-3590
STUDI KASUS KEPERCAYAAN DIRI DAN HARGA DIRI PADA WANITA TUNA SUSILA DI JAKARTA 1
Rilla Sovitriana, 2 Tias Prawita Sari 1, 2
Universitas Persada Indonesia (YAI) e-mail: 1
[email protected]
Abstrak. Pekerjaan sebagai wts sering di anggap sebagai pekerjaan yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pekerjaan tersebut sering menjadi bahan cibiran orang-orang sehingga seorang yang sudah tidak bekerja sebagai wts merasa takut jika dirinya tidak dapat diterima kembali di masyarakat. Dengan status mereka sebagai mantan wts, itu merupakan kehidupan yang baru sehingga perlu membangun kepercayaan diri dan harga diri kembali untuk beristeraksi dengan lingkungan sekitar. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi wts, faktorfaktor yang mempengaruhi kepercayaan diri, faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri, dan gambaran kepercayaan diri dan harga diri pada mantan wanita tuna susila. Menggunakan metode kualitatif studi kasus sehingga dapat menggali permasalahan lebih dalam. Hasil penelitian yang di dapat menunjukan mantan wts pada saat bekerja menjadi wts karena faktor ekonomi, sosiologis, dan psikologis. Dengan status mereka sebagai mantan wts mereka dapat membangun kembali kepercayaan diri dan harga diri karena dukungan dari orang-orang terdekatnya. Gambaran kepercayaan diri dan harga diri mantan wts sangat baik karena mereka mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar. Namun tergantung bagaimana mereka mendapatkan dukungan, pengalaman, serta lingkungan dimana subyek tinggal, sehingga setiap individu memiliki kepercayaan diri dan harga diri yang berbeda dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Kata kunci: wts, kepercayaan diri, harga diri
1.
Pendahuluan
Menurut departemen kesehatan RI sebanyak 129.000 perempuan di Indonesia merupakan pekerja seks komersial dibawah umur 18 tahun. Sementara data badan pusat statistik menyebutkan 34,2% perempuan Indonesia menikah muda dibawah usia 18 tahun. Di Indonesia sendiri berdasarkan analisis situasi yang dilakukan oleh seorang aktivis hak-hak anak, Menurut departemen kesehatan RI sebanyak 129.000 perempuan diIndonesia merupakan pekerja seks komersial dibawah umur 18 tahun, (Mohammad Farid), pada tahun 1998, diperkirakan ada 40.000-70.000 anak-anak yang dilacurkan atau 30% dari PSK di Indonesia. UNDP mengestimasikan tahun 2003 di Indonesia terdapat 190 ribu hingga 270 ribu pekerja seksual komersial dengan 7 hingga 10 juta pelanggan. Berdasarkan Data dari jumlah terbesar wanita yang diperdagangkan diseluruh dunia berasal dari asia. Perkiraannya berkisar dari 250.000-400.000 (30%) dari angka perkiraan global (http://www.unicef.org/indonesia/id/factsheetcsectracffiking-indonesia-bahasa-Indonesia.pdf:2008). Masalah pekerja seksual adalah masalah sosial yang harus dipandang secara komprehensif dan dituntasakan mulai dari pusat persoalan. Banyak faktor mengapa mereka bekerja sebagai WTS. Beberapa diantaranya dikarenakan faktor ekonomi, keterpaksaan, dan malas bekerja. Seseorang yang sudah tidak bekerja sebagai WTS, berati mereka memiliki kehidupan yang baru namun juga menimbulkan permasalahan yang baru karena mereka berpikir apakah 333
334 |
Rilla Sovitriana, et al.
mereka akan di terima oleh masyarakat kembali dengan status mereka sebagai mantan wanita tuna susila. Dalam hal ini mereka mengalami krisis kepercayaan diri dan harga diri. Oleh karena itu, mereka yang menyandang status sebagai mantan wanita tuna susila harus membangun kembali kepercayaan diri dan harga dirinya agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan kehidupan mereka yang baru. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan seseorang bekerja menjadi WTS, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepercayaan diri mantan wts, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga diri mantan WTS, gambaran kepercayaan diri dan hagar diri mantan WTS. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan seseorang bekerja sebagai WTS, untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepercayaan diri mantan wanita tuna susila, mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga diri mantan wanita tuna susila, dan mengetahui gambaran kepercayaan diri dan harga diri pada mantan wanita tuna susila.
2.
Tinjauan Pustaka
2.1
Wanita Tuna Susila Koentjoro (2004) mengatakan bahwa seorang WTS adalah seorang yang berjenis kelamin wanita/perempuan yang digunakan sebagai alat untuk memberikan kepuasan seks kepada kaum laki-laki. Menurut Soejono D. (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi wanita tuna susila adalah faktor ekonomi (seperti ingin hidup mewah, kemiskinan, dan lain-lain), faktor sosiologis (seperti urbanisasi, keadaan sosila, dan lain-lain), faktor psikologis (seperti rasa ingin balas dendam, malas bekerja, histeris, dan lain-lain). Menurut Soejono WTS dapat dikelompokan menjadi tiga jenis yaitu pertama WTS kelas bawah/rendah (jalanan, bordil murahan, kedua WTS kelas menengah biasanya dalam bordil-bordil yang cukup bersih dan cukup baik pelanyanannya, ketiga WTS kelas atas/tinggi biasanya terselubung dan jika pakai prantara/calo cikup rapi sehingga sulit bagi pihak keamanan untuk mengetahuinya. Bagi seorang mantan wanita tuna susila harus membangun kembali kepercayaan diri dan harga dirinya agar dapat berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Dengan kehidupan mereka yang baru mereka harus mampu memiliki kepercayaan diri dan harga diri dengan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Maka perlunya dukungan dari orang-orang terdekat mereka agar mereka mampu membangun kepercaan diri dan harga diri mereka kembali agar dapat diterima dan berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. 2.2
Kepercayaan Diri Menurut Lauster 1978 (dalam Walgito, 1993) menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakkannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang dan memiliki dorongan untuk berpretasi.Menurut Menurut Middlenbrook (dalam Ulyati, 2003) ada beberapa hal yang mempengaruhi rasa percaya diri, yaitu: Keluarga, Pola Asuh, Figur Otoritas, Hereditas, Jenis kelamin, Pendidikan, Peranan fisik. Kepercayaan diri memiliki beberapa aspek, menurut Kumara (1987) mengatakan bahwa terdapat beberapa aspek kepercayaan diri yaitu kemampuan menghadapi masalah, bertanggung
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Studi Kasus Kepercayaan Diri dan Harga Diri pada Wanita Tuna Susila di Jakarta
| 335
jawab terhadap keputusan dan tindakannya, kemampuan dalam bergaul, kemampuan menerima kritik. 2.3
Harga Diri Menurut Santrock (1999) harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki harga diri positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Wirawan dan Widyastuti (dalam Rombe, 1997) adalah faktor fisik, psikologis, lingkungan, tingkat intelegensi, status sosial ekonomi, ras, dan kebangsaan. Myers dan Myers (1992:73) menjelaskan ciri-ciri tentang seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi dan rendah sebagai berikut: Menghargai diri sendiri., Memiliki pemikiran bahwa dirinya berharga, Tidak menganggap dirinya sempurna atau lebih baik dari orang lain, akan tetapi tidak pula berpikir lebih jelek, Mengenali keterbatasan diri sendiri, Walaupun merasa puas pada dirinya, tetapi mengharapkan untuk maju dan melakukan perbaikan. Myers dan Myers (1992: 73) juga mengatakan bahwa individu yang rendah harga dirinya memiliki ciriciri antara lain: Menolak dirinya, Merasa tidak puas dengan dirinya sendiri, Merasa dirinya hina, Tidak menyukai dirinya sendiri dalam relasi dengan orang lain, Mengharapkan dirinya mengalami perubahan, tetapi tidak memiliki kepercayaan diri untuk melakukan perubahan.
3.
Metode Penelitian
3.1 a.
Definisi operasional Wanita tuna susila adalah seorang yang berjenis kelamin wanita/perempuan yang digunakan sebagai alat untuk memberikan kepuasan seks kepada kaum laki-laki Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakantindakannya, dapat merasa melakukan hal yang disukainya dan memiliki dorongan untuk berpretasi. Harga diri adalah evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh individu, yang diperoleh dari hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta penerimaan, penghargaan dan perlakuan orang lain terhadap individu tersebut.
b.
c.
3.2
Karakteristik Populasi dan Sample penelitian Subjek penelitian terdiri dari tiga orang mantan wanita tuna susila yang tinggal di daerah Jakarta. Kriterianya (1) perempuan mantan wanita tuna susila (2) berusia 2040 tahun (3) berdomisili di wilayah Jakarta.
4.
Analisis Data dan Pembahasan
4.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di saat subyek sedang berada dirumahnya tempat tinggal subyek. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2012.
ISSN 2089-3590 | Vol 3, No.1, Th, 2012
336 |
Rilla Sovitriana, et al.
4.2
Hasil Penelitian Subjek satu (R). R adalah seorang wanita yang pernah bekerja sebagai wanita tuna susila. R berusia 40 tahun saat ini. R bekerja seperti itu karena dia dijual oleh seorang wanita pada saat dia ke Jakarta. Karena dia merasa sudah terjerumus ke lembah hitam oleh karena itu dia meneruskan pekerjaan sebagai wanita tuna susila selain itu karena faktor ekonomi selama 3 tahun. Setelah itu dia diambil oleh seseorang yang menjadi suaminya sekarang. Sekarang R tinggal bersama suami dan anak-anaknya, suami R bekerja sebagai tukang ojek. R bekerja sebagai pekerja sosial, tukang cuci dan menyetrika. Dia bekerja untuk membantu kehidupan ekonomi keluarganya. Dia berusaha agar anak-anaknya akan dapat hidup lebih baik dari dia. Dengan status R sebagai mantan wanita tuna susila, R merasa minder sdulunya aat mengobrol dengan orang-orang. Namun pada saat ini R sudah memiliki kembali kepercayaan diri dan harga dirinya. Dia bisa seperti sekarang ini karena mendapatkan dukungan dari orangorang terdekat dan dari lingkungan tempat dia tinggal. Dan juga merasa yakin jika dia bersikap baik kepada orang lain maka orang lainpun juga akan dapat menerimanya kembali. R sering mengobrol dengan tetangga-tetangganya, dia orang yang mudah bergaul, sering menolong temannya jika sedang kesusahan. Dia suka mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingannya sendiri. Dia suka memberikan pendapat jika sedang ada acara di tempat tinggalnya. Subjek dua (I). I adalah seorang wanita yang pernah bekerja sebagai wanita tuna susila, R berusia 33 tahun. I bekerja sebagai wanita tuna susila selamat 4 tahun. Dia bekerja seperti itu karena faktor ekonomi dan dia melihat teman-temannya yang bekerja santai namun mendapatkan hasil yang banyak. Dia dapat berhenti sebagai wanita tuna susila karena takut menjadi seperti temannya yang sudah tidak laku lagi. Sekarang I tinggal bersama suami dan anak-anaknya. I bekerja sebagai tukang cuci baju dan suaminya bekerja sebagai kuli angkut di pelabuhan. I sudah merasa kembali sebagai wanita biasa kembali karena sekarang I sudah menjadi istri dan seorang ibu. Kepercayaan diri dan harga diri I dengan status sebagai mantan wanita tuna susila sudah kembali lagi karena dukungan dari orang-orang terdekat subyek dan lingkungan sekitar rumahnya yang sudah dapat menerimanya. Sehingga dia dapat berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Subjek tiga (S). S adalah seorang wanita yang pernah bekerja sebagai wanita tuna susila, S berusia 33 tahun. S bekerja menjadi wanita tuna susila karena dia mempunyai pengalaman traumatis dan masalah ekonomi. Karena kedua faktor itulah dia bekerja sebagai wanita tuna susila selam 2 tahun. S dapat berhenti sebagai wanita tuna susila karena dia bertemu dengan seseorang yang menjadi suaminya saat ini. Sekarang S berkerja sebagai tukang pemanggang kerupuk dan tukang cuci. S tinggal bersama suami dan anak-anaknya. Suami S bekerja sebagai supir taksi. S mengingkan anak-anaknya dapat hidup lebih baik darinya dan dapat sekolah sampai selesai. Status S sebagai mantan wanita tuna susila membuatnya mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Namun dengan dukungan dari suaminya S dapat merasa telah memiliki kepercayaan diri dan harga diri kembali. Sehingga S dapat berinteraksi dengan masayarakat tempat S tinggal. Selain itu dia merasa yakin jika S akan diterima oleh masyarakat asalkan dia tidak berbuat yang tidak-tidak. 4.3
Analisis Data Berikut ini adalah gambaran analisis kepercayaan diri dan harga diri pada mantan tuna susila.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Studi Kasus Kepercayaan Diri dan Harga Diri pada Wanita Tuna Susila di Jakarta
| 337
Table 1 Analisis Gambaran kepercayaan diri dan harga diri pada mantan wanita tuna susila
Komponen teori
Subjek I
II
III
Faktor-faktor yang memengaruhi seseorang menjadi wanita tuna susila Faktor ekonomi √ √ Faktor sosiologis √ √ Faktor psikologis √ √
√ √ √
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri Faktor keluarga Faktor pola asuh Faktor herediter Faktor pendidikan Faktor peran fisik Faktor figure otoritas Faktor jenis kelamin
√ √ √ x √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
x x √ √ √ x √
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri Faktor psikologis Faktor lingkungan sosial Faktor intelegensi Faktor fisik Faktor sosial ekonomi Faktor ras bangsa Faktor urutan keluarga
√ √ x √ x √ √
√ √ √ √ x √ √
√ √ √ √ x √ x
Gambaran kepercayaan diri dan harga diri pada mantan wanita tuna susila Aspek-aspek kepercayaan diri Kemampuan menghadapi masalah. √ √ √ Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya . √ √ √ Kemampuan dalam bergaul. √ √ √ Kemampuan menerima kritik x x x Mengembangkan kepercayaan diri Evaluasi diri sendiri secara obyektif Beri penghargaan yang jujur terhadap diri Positive thingking Gunakan self-affirmation Berani mengambil resiko Komponen-komponen harga diri Perasaan diterima (Feeling of belonging) Perasaan mampu (Feeling of competence) Perasaan berharga (Feeling of worth) Ciri-ciri individu yang memiliki harga diri Menghargai diri sendiri Memiliki pemikiran bahwa dirinya berharga Tidak menganggap dirinya sempurna atau lebih baik, dari orang lain, akan tetapi tidak pula berpikiran jelek
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √
√ √
√ √
√
√
√
ISSN 2089-3590 | Vol 3, No.1, Th, 2012
338 |
Rilla Sovitriana, et al.
Mengenali keterbatasan diri sendiri. Walaupun merasa puas pada dirinya, tetapi mengharapkan untuk maju
√
√
√
√
√
√
dan melakukan perbaikan Catatan. √: dialami, x: tidak dialami
5.
Kesimpulan
Dari kesimpulan perkasus yang telah ada seperti yang tertulis diatas maka saya menarik kesimpulan bahwa pada kasus ini ada beberapa kesamaan yang terjadi. Dimana ada faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi wanita tuna susila dari tiap subyek (Kasus I, II, II) ialah sama, saat mereka ditawari sebuah pekerjaan dan menghasilkan uang yang banyak mereka langsung tertarik. Karena mereka (subjek I, II, III) semua tinggal dalam lingkungan bersama keluarga dan masyarakat mereka mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-temannya. Ketika mereka dihadapkan pada masalah dengan status mereka sebagai mantan wanita tuna susila tak ada yang bisa mereka lakukan selain berdoa pada Tuhan YME dan mereka juga tidak terlalu fokus untuk memikirkan masalah tersebut mereka tetap bisa menjalani fungsi adaftif mereka. Dengan dukungan dari orang-orang terdekat dan pengalaman yang telah mereka dapatkan, mereka berusaha sedikit demi sedikit untuk memiliki dan membangun kembali kepercayaan diri dan harga diri dengan status mereka sekarang sebagai mantan wanita tuna susila untuk berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Karena meraka merasa mendapatkan dukungan dan merasa jika masyarakat telah menerima mereka sehingga mereka dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan sekitar.
6.
Daftar Pustaka
De Angelis, Barbara. 2005. Percaya Diri Sumber Sukses dan Kemandirian. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. E. Kristi Poerwandari. 2009. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok. LPSP3. Enung Fatimah. 2008. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung. Pustaka Setia. Fitri Yulianto dan H. Fuad Nashori. 2006. Kepercayaan Diri dan Prestasi Atlet Tae Kwon Do Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro vol. 3 no.1. Kristi Poerwandari. 2009. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok. LPSP3. Moleong, Lexy J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya Offset. A. Sunarto AS. 2008. Strategi Pendekatan Dakwah Terhadap Pekerja Seks Komersial Di Lokalisasi Kota Surabaya. (http://www.Unicef.org/Indonesia/id/factsheet-CSEC)trafficking-indonesiabahasaindonesia.pdf:2008). M. Nur Ghufron & Rini Risnawita S. 2010. Teori-Teori Psikologi. Citra, Puspita Sari. Jurnal Harga Diri Pada Remaja Putri Yang Telah Melakukan Hubungan Seks Pranikah. Tri Yanatin. 2008. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Sosial Dengan Harga Diri Pada Pekerja Rumah Tangga Perumahan Villa Pabuaran Indah Citayam. Skripsi. Universitas Persada Indonesia YAI
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora