ISBN: 978-979-636-152-6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDAYAGUNAAN INFORMASI GEOSPATIAL UNTUK OPTIM'ALISASI OTONOMI DAERAH
Editor: Priyono, Yuli Priyana, Agus Anggoro Sigit, Adity.a Saputra, Jumadi, Nugroho Purwono
:i~ '
• "'i ..
---
Geografi
UMS
BIG
IGI
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
PROSIDING Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah
Editor:
Priyono, Yuli Priyana, Agus Anggoro Sigit, Aditya Saputra, Jumadi, Nugroho Purwono
Terselenggara atas kerjasama:
Fakultas Geografi UMS
Badan Infonnasi Geospasial (BIG)
.."M~ , ..
Diterbitkan oleh: ~t.' U"~t.e ~
-~
~
l!g:
MUHAMMADfYAH UNIVERSITY
POE"
2013
Ikatan Geograf Indonesia (lGI)
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Prosiding Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial untuk Optimalisasi Otonomi Daerah Editor: Priyono,Yuli Priyana,Agus Anggoro Sigit, Aditya Saputra, Jumadi dan Nugroho Purwono ISBN: 978-979-636-152-6 Surakarta: Muhammadiyah University Press v, 239 hal, 28 em
Copyright @2013 Hak penerbitan ada pada Muhammadiyah University Press
Semua hak dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memproduksi, dan menyebarluaskan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis sebelumnya dari penerbil.
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmatNya sehingga Seminar Nasional 2013 dengan tema "Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013" dapat terlaksana dengan baik sesuai waktu yang telah dijadwalkan. Sebagai upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang semakin baik, geografi telah memberikan perangkat yang cukup dalam proses pengambilan keputusan bagi para pemegang kebijakan. Mulai dari data sampai alat anal isis yang berbasis pad a kelimuan geografi siap untuk diimplementasikan. Apalagi dengan dukungan pemanfaatan Informasi Geospatial akan semakin mengokohkan peran geografi dalam ranah tersebut. Semoga dengan seminar ini dapat memberikan pencerahan yang lebih bagi para pengambil kebijakan. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Surakarta, 16 September 2013 Tim Editor
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
Keynote Speech Kepala Badan Informasi Geospasial Assalamu'alaikum Wr.Wb, Selamat Pagi, Salam Sejahtera untuk kita semua .. -Yth, Bapakllbu pejabat yang mewakili Pemerintah Daerah; -Yth, Bapakllbu pejabat di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta; dan -Yth, Bapakllbu hadirin undangan, peserta dan panitia seminar nasional "Pendayagunaan Informasi Geospasial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah" ; Pertama-tama ijinkan saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah melakukan inisiatif untuk mengadakan seminar nasional ini. Tema yang diusung kali ini sangat relevan dengan program kebijakan pemerintah terkait dengan otonomi daerah. Kita semua berharap hasil dari seminar kali ini akan dapat menjadi sumbangsih yang luar biasa kepada seluruh pemangku kepentingan di bidang informasi geospasial dan otonomi daerah untuk mencapai tujuan diadakannya otonomi daerah secara lebih optimal. Selanjutnya, saya juga menyampaikan terima kasih atas diberikannya kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pandangan terkait bagaimana informasi geospasial memiliki peran yang sangat penting di dalam otonomi daerah. Pada kesempatan ini, saya akan membagi keynote speech ke dalam beberapa bagian, yaitu PERTAMA: Landasan otonomi daerah. KEDUA: tantangan di daerah yg membutuhkan kehadiran informasi geospasial. KETIGA: dibutuhkannya kerjasama pemerintah pusat dan daerah untuk informasi geospasial. KEEMPAT: tantangan yang harus kita hadapi bersama untuk otonomi daerah dan pembangunan informasi geospasial nasional. Dan tentunya pada bagian akhir, saya akan sampaikan Kesimpulan dan rekomendasi yang mungkin kita bisa tindak lanjuti bersama. Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Otonomi daerah lahir sebagai salah satu efek kelanjutan dari era reformasi yang bergulir sejak tahun 1997. Di era "reformasi", demokrasi dan transparansi di berbagai sektor berkembang dengan pesat, tidak terkecuali terhadap tuntutan untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan. Atas dasar hal tersebut maka lahirlah kebijakan otonomi daerah yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Melihat kepada landasan penyelenggaraan otonomi daerah, maka seluruh cita-cita dilaksanakannya otonomi daerah akan dapat lebih optimal tercapai apabila dilakukan dengan perencanaan dan eksekusi yang matang, efektif serta efisien. Untuk mewujudkan hal tersebut memerlukan berbagai data dan informasi termasuk diantaranya data dan informasi yang berbasis ruang kebumian atau informasi geospasial. Dari berbagai pengalaman yang terkait pembangunan, ada beberapa tantangan yang tejadi hampir di semua daerah. Diantaranya adalah mengenai perencanaan pembangunan terkait pemetaan potensi daerah, penataan ruang dan penetapan serta penegasan batas daerah. Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Berdasarkan kajian teoritis dan kajian praktek lapangan di berbagai belahan dunia menyimpulkan bahwa ketersediaan Informasi Geospasial yang baik merupakan salah satu jaminan dalam efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan. Sebagai contoh, ketersediaan potensi daerah sebagai modal utama dalam pembangunan daerah akan dapat termanfaatkan dengan optimal untuk keperluan pembangunan jika telah terinventarisasi dan terpetakan secara baik. Atas dasar itu, kita tentunya sependapat inventarisasi potensi dan penataan ruang wilayah daerah harus diwujudkan sebelum tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah dilakukan. Bahkan secara filosofis lebih jauh, penataan ruang berbasis potensi dan kendala fisik yang ada harus dilaksanakan dalam rangka mewujudkan ruang wilayah dan daerah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Dan sisi kebijakan nasional, masalah penataan ruang ini juga telah menjadi sebuah atensi yang cukup besar. Undang-undang penataan ruang dan berbagai peraturan perundangan pelaksanaannya telah lahir, yang mengamanatkan perlunya data dan informasi geospasial, namun di tahap pelaksanaannya, kita semua masih memiliki banyak peke~aan rumah yang harus dilakukan, seperti integrasi data tematik yang dibutuhkan, ketersediaan informasi geospasial dasar dan kebutuhan akan kebijakan di daerah masingmasing yang pro penataan ruang. Sebagai gambaran, penyelesaian peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, status per bulan April 2013, baru selesai sebanyak 14 dari 34 Provinsi (41%), dan 282 dari 508 Kabupaten/Kota (53%). Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Selain masalah pemetaan potensi dan penataan ruang di daerah, penegasan batas wilayah administrasi juga menjadi salah satu tantangan yang besar muncul hampir di semua daerah. Kita ketahui bersama bahwa batas wilayah yang pasti merupakan salah satu
iii
Seminar Nasiooal Pendayagulaan Infonnasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otooomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
prasyarat tertibnya administrasi pemerintahan. Saat ini terdapat 34 provinsi dan 508 Kabupaten/Kota dimana belum dilakukan penegasan batas wilayah secara tuntas. Tercatat, sampai dengan saat ini baru 15% segmen batas daerah yang sudah definitif (143 dari 946 segmen batas). Penyelesaian permasalahan batas administrasi ini tidaklah semudah yang dibayangkan, karena hal ini terkait dengan berbagai aspek, seperti politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan dan lain sebagainya. Adalah fakta bahwa pemerintah telah melakukan berbagai terobosan untuk mempercepat penataan dan penegasan batas administrasi ini dengan lahimya Permendagri Nomor 76 Tahun 2012, dimana penegasan batas daerah dapat dilakukan secara kartometris dan untuk remote area tidak perlu dipasang pilar batas. Atas dasar hal ini maka kita kembali kepada fakta bahwa informasi geospasial menjadi salah satU pilar Utama di dalam masalah penyelesaian batas administrasi ini. Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Setelah kita melihat bersama apa saja yang menjadi tujuan utama dari otonomi daerah dan beberapa contoh permasalahan yang selama ini muncul ke permukaan, kita juga perlu lihat bagaimana kebijakan nasional NKRI terhadap pentingnya informasi geospasial dalam pembangunan daerah. Kita dapat melihat pada beberapa peraturan perundang-undangan yang menyebutkan pentingnya Informasi Geospasial dalam penyelenggaraan pembangunan nasional dan daerah, diantaranya adalah: a.Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan. b.Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang NasionaI2005-2025, menegaskan bahwa aspek spasial harus diintegrasikan ke dalam -dan menjadi bag ian- kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan. c.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 20102014 (Buku III: Pembangunan Berdimensi Kewilayahan) menjelaskan bahwa Informasi Geospasial merupakan komponen utama yang harus dibangun di dalam perencanaan pembangunan nasional berkelanjutan yang pro growth, pro poor, pro job dan pro environment sesuai dengan visi dan misi Presiden-Wakil Presiden masa bakti 2010-2014. d.Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya dalam Pasal152 ayat (1), dinyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah didasarkan pad a data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari berbagai peraturan perundangan tersebut, dapat diambil sebuah benang merah yang semakin menegaskan arti peran penting informasi geospasial di dalam sebuah pembangunan pada umumnya dan pelaksanaan otonomi daerah pad a khususnya. Untuk itu, bila pemerintah daerah ingin mencapai tujuan utama dari otonomi daerah, sudah selayaknya provinsi dan kabupaten/kota wajib untuk menggunakan informasi geospasial dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, organisasi dan tatalaksana pemerintah daerah, penyelenggaraan keuangan daerah, penilaian potensi sumber daya alam daerah dan kendala fisik daerah (bencana alam, dan lain-lain), dukungan bagi produk hukum di daerah, kependudukan, informasi dasar kewilayahan, dan lain sebagainya. Informasi geospasial harus terintegrasi, menjadi satu kesatuan, dengan elemen lainnya di dalam pembangunan daerah Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Pada kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan berbagai tantangan yang harus kita hadapi bersama di dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Kita sadari bersama bahwa seluruh pemerintah, pusat dan daerah, sangat membutuhkan informasi geospasial yang andal, akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Bahkan kebutuhan yang dirasakan sudah sampai pada tingkatan seluruh jenis informasi geospasial, terutama informasi geospasial dasar, harus tersedia saat ini juga. Tantangan yang ada adalah bagaimana kita bisa bersama-sama berusaha menyediakan informasi geospasial yang dibutuhkan. Dengan lahimya Undang-Undang nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, diamanatkan bahwa Badan Informasi Geospasial sebagai penyelenggara informasi geospasial dasar. Namun, tentunya mandat ini tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa adanya kerjasama dengan para pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah. Kendala yang dihadapi oleh pemerintah di pusat sang at nyata, diantaranya yaitu ketersediaan dana di pusat serta jumlah SDM dan swasta yang bergerak di bidang IG. Untuk itu, beberapa langkah strategis telah dilakukan oleh pemenntah pusat cq BIG, yaitu: a.peningkatan kapasitas penyelenggaraan IGD di BIG, baik dari sisi pendanaan, SDM dan hal-hal terkait lainnya: b.meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan kementerian~embaga, perguruan tinggi, asosiasi profesi da"' pa-a pemangku kepentingan lainnya yang terlibat kegiatan penyelenggaraan IG. Secara nil untuk hal ini, salah satunya 8CM ~ar1 telah dilakukannya Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial yang di dalamnya para pemangku kepel1tir·~ IG ~ berlrumpul bersama untuk menyiapkan grand strategi informasi geospasial baik dan sisi kebijakan, program can ~ega:a" -;:.sa r ; i jangka waktu tertentu. Hasil dari rakomas IG telah menjadi suatu pegangan bersama di dalam konteks per~ "dSO"ai d:a" ntegrasi hasilnya; c.meningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah. Hal ini diJalr-",(3' re-ga: EI"..s :E!'O"'U1ir.3s arogan pemerintah daerah. Secara resmi telah dilakukan, dan akan dilakukan secara "I.;jr se:a:: 'ZlF_ :ca: •.::a:iras ::ae:r r-brmasi geospasial. Rakor ini dilaksanakan sebagai bentuk penyerapan aspiras Kib..:ra- ::ae:r 313"' riI:r""as ;e:s:asa serta bagaimana daerah juga dapat berkontribusi di dalam pembangunan !nfcroas ;ecscasa se::a: -.;sera. ~ :::::nD"_ j ::aIam penyelenggaraan informasi geospasial dasar, daerah sang at dimu~ lAW' ~ ::E!'l;liI" ~ JJ!1iIllI :eaSlraart'1)B.
7
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
Terkait pendanaan, tentunya pemerintah di daerah dapat mengambil peran mengingat keterbatasan pendanaan untuk IGD di pemerintah pusat. Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Lebih lanjut, otonomi daerah juga berarti menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, dan daerah dengan pusat. Hal ini berlaku juga terkait dengan informasi geospasial. Sesuai dengan Pasal 152 (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, data dan informasi di daerah harus dikelola dalam sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang tentang Informasi Geospasial yang mengamanatkan dibangunnya jaringan informasi geospasial daerah yang terhubung dengan jaringan informasi geospasial pusat. Untuk mengintegrasikan data dan informasi geospasial tersebut, harus ada saran a yang dapat mengkomunikasikannya yakni melalui simpul jaringan. Simpul jaringan adalah institusi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengumpulan, pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran, penyebarluasan data spasial tertentu. Simpul jaringan terdiri atas Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Terkait dengan hal tersebut, telah terbit Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional, dimana salah satu pasalnya mengatur tentang Simpul Jaringan. Sebagai implementasi dari Perpres tersebut, saat ini telah terbangun 13 simpul jaringan pusat dari 57 Kementerian/Lembaga yang direncanakan (23%), 13 simpul jaringan provinsi dari 34 simpul yang direncanakan (38%). Sedangkan simpul jaringan di Kabupaten/Kota belum terbentuk, masih pada tahap sosialisasi dan persiapan. Jumlah, kualitas dan kapasitas simpul jaringan tersebut harus terus ditingkatkan secara signifikan, dengan terlebih dahulu membentuk suatu unit kerja (SKPD) yang menangani informasi geospasial di daerah. Unit kerja ini bertanggung jawab dalam penyelenggaraan, pengumpulan, pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran dan penyebarluasan data dan informasi geospasial di daerah. Pentingnya keberadaan unit kerja yang menangani informasi geospasial di daerah telah menjadi suatu rumusan yang disepakati bersama dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Informasi Geospasial pada tanggaI16-17 April 2013 di Jakarta. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka hendaknya simpul-simpul jaringan yang telah terbangun diupayakan agar berfungsi, melalui upaya-upaya penguatan fungsi kelembagaan, kelengkapan dan keandalan data dan informasi, kapasitas sumber daya manusia serta ilmu pengetahuan untuk pengembangannya. Menyikapi terhadap kebutuhan data dan informasi geospasial yang up to date, memerlukan upaya yang besar. Kecepatan penyajian informasi geospasial senantiasa tertinggal dengan perubahan informasi geospasial itu sendiri. Dalam hal ini, dihimbau Pemerintah Daerah untuk berperan aktif dalam menyampaikan peru bah an informasi kewilayahan, misalnya: menyangkut nama-nama rupabumi (toponim) melalui simpul jaringan yang sudah dan akan dibangun. Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Sebagai kesimpulan, saya perlu menggaris bawahi bahwa otonomi daerah merupakan kebijakan besar yang perlu dilaksanakan untuk semakin meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan di setiap pelosok Indonesia. Hal tersebut sangatlah sulit dilaksanakan dengan optimal tanpa adanya dukungan perencanaan dan eksekusi pembangunan berbasis informasi geospasial. Berbagai tantangan di dalam penyelenggaraan informasi geospasial membutuhkan kerjasama yang erat dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya sektor pemerintah daerah. Untuk itu perlu ditingkatkan peran serta daerah di dalam penyelenggaraan informasi geospasial, bukan hanya terkait penyediaan peta dasar dan peta tematik tertentu, tetapi juga di dalam peningkatan kualitas dan kuantitas SDM serta industri informasi geospasial di daerah. Dibagian akhir ini, ijinkan saya mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Presiden Soekamo, "Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke". Pernyataan tersebut sangat terkait dengan otonomi daerah dan informasi geospasial. Mari kita sukseskan otonomi daerah dan penyelenggaraan informasi geospasial nasional untuk kesejahteraan dan kemajuan NKRI. Bapaklibu, hadirin yang saya hormati, Semoga apa yang saya sampaikan dapat menjadi trigger untuk diskusi lebih lanjut di dalam seminar nasional kita hari ini. Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi usaha kita bersama. Wabilahitaufik walhidayah, Wassalamu'alaikum Wr.wb.
Surakarta, 20 Juni 2013 Kepala Badan Informasi Geospasial Dr. Asep Karsidi
v
Seminar NasionaL Pendayagunaan Informasi GeospatiaL Untuk OptimaLisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
SUSUNAN PANITIA
PENANGGUNG JAWAB TIM PENGARAH
: Drs. Priyono, M.Si. : 1. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Sc. 2. Drs. Suhardjo, M.S. : Aditya Saputra, S.Si.,M.Sc. : Drs. Yuli Priyana, M.Si. : Drs. Ahmad Popo Fauzan : 1. Nur Farida, SE .• : 1. Dra. Alif Noor Anna, M.Si. • 2. Jumadi, S.Si.,M.Sc. 3. Nugroho Purwono 4. Syarit Hidayat : 1. Agus Anggoro Sigit. S.Si.,M.Sc.• 2. Ir. Taryono, M.Si. 3. Zuswanto 4. Kausar Harmoni 5. M Harzan : 1. Jumadi, S.Si.,M.Sc.• 2. Rudiyanto, S.Si. 3. Rahid : 1. Dra. Retno Woro Keaksi • 2. Drs. Munawar Cholil, M.Si. 3. Drs. Agus Dwi Martono, S.Si. 4. Megarani 5. Istiqomah 6. Nugroho Purwono : 1. Dr. Ir. Imam Hardjono, M.Si. • 2. Drs. Suharjo, M.S. 3. Dra. Retno Woro Keaksi 4. Dra. Umrotun, M.Si. 5. Dra. Alit Noor Anna, M.Si. 6. Setio Prihatin 7. Sofiatul Hasanah 8. Ayu Puspitasari 9. Supriyadi Lukman : 1. Dra. Umrotun, M.Si.· 2. Nur Farida, SE. 3. Yesi Novitasari 4. Binti Salikah : 1. Dodi Purwanto, SE.* 2. Agus Susanto 3. Rudiyanto, S.Si. 4. Rohmat Darmawan 5. Hanjani 6. Rifki Kamala 7. Didik Supriyadi : 1. Drs. Ahmda Popo Fauzan • 2. Dodi Purwanto, SE. 3. Latit Widyanti 4. Devi Riyandani : 1. Dr. Baiquni, M.Sc. 2. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Sc. 3. Jumadi, S.Si.,M.Sc.
KETUA WAKILKETUA SEKRETARIS BENDAHARA SIE-MAKALAH (CALL PAPERS)
SIE-PERSIDANGAN
SIE-PUBDEKDOK SIE-ACARA
SIE-PENERIMA TAMU
SIE-KONSUMSI
SIE-TEMPAT DAN PERLENGKAPAN
KESEKRETARIATAN
TIM REVIEW
vi
I
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
DAFTAR lSI Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ..............................................................................................................................i KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................................................................ii Keynote Speech Kepala Badan Informasi Geospasial ...............................................................................................................................iii SUSUNAN PANITIA ...................................................................................................................................................................................vi DAFTAR lSi ...............................................................................................................................................................................................vii PEMANFMTAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK HIDROLOGI DI SUBDAS CIRASEA, CITARUM HULU ....................................................................................................................................................... 1 ANALISIS KONDISI KUALITAS L1NGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ........................................................................................................................................................................ 8 ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ................. 19 IDENTIFIKASI KONDISI KEBENCANMN DI KAWASAN KEPESISIRAN KECAMATAN TUGU KOTA SEMARANG .......................... 22 STUDI PENDAHULUAN DINAMIKA WILAYAH KEPESISIRAN DI MUARA DELTA PORONG SETELAH ERUPSI MUD-VOLCANO SIDOARJO TAHUN 2006 ......................................................................................................................................................................... 27 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENENTUAN PRIORITAS LOKASIINDUSTRI MENENGAH DAN BESAR DI KECAMATAN GODEAN, KABUPATEN SLEMAN .......................................................................................................................................................... 32 ANALISIS SPASIAL DAERAH RAWAN BENCANA GEMPABUMI KECAMATAN PIYUNGAN KABUPATEN BANTUL. ....................... 38 PEMANFMTAN CITRA DIGITAL QUICKBIRD UNTUK KESESUAIMN LAHAN LOKASI BAN DAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO ANTARA SUNGAI SERANG DAN SUNGAI BOGOWONTO PROVINSI D.I. YOGYAKARTA ..................................... 42 TERAPAN SPELEOLOGI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PENGANGKATAN AIR SUNGAI BAWAH TANAH GUA SURUH DESA PUCUNG KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI ................................................................................... 47 OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF PERMASALAHAN BANJIR : STUDY KASUS DI DAS MUSI ........................................... 50 PENDEKATAN GEOMORFOLOGI UNTUK KAJIAN KERAWANAN BENCANA DI DUSUN TAMPIRAN, KABUPATEN PACITAN ..... 54 ANALISIS EKSPRESI TOPOGRAFI UNTUK PEMETMN LONGSORLAHAN DI WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO ............... 58 PEMETMN DAN PENYUSUNAN BASISDATA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN INFORMASI GEOSPASIAL ECO CAMPUS UPI BANDUNG ......................... 64 PERAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PERKEMBANGAN PERMUKIMAN PERKOTMN YANG LEBIH PROGRESIF 69 DIVERSIFIKASI PERDESMN BERASOSIASI DENGAN PARIWISATA DALAM ERA OTONOMI DAERAH DI KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG*) ................................................................................................................................................. 76 KLASIFIKASI KERUSAKAN PERMUKIMAN AKIBAT BANJIR LAHAR MENGGUNAKAN MODEL BUILDER GiS ............................... 81 APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLMN HUTAN MANGROVE SEBAGAI SALAH SATU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR (STUDI KASUS DI DELTA SUNGAI WULAN KABUPATEN DEMAK) .................................................................... 85 KAJIAN POLA PERSEBARAN LONGSORLAHAN DI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS .................................... 90 APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN LAHAN TERHADAP DEGRADASI DI DAERAH AIRAN SUNGAI MUSI .............................................................................................................................................................. 94 ANALISIS KUALITAS L1NGKUNGAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA ......................................................................................................................................................................................... 99 APLIKASI GPS DALAM PENENTUAN POSISI PULAU DI TENGAH LAUT BERDASARKAN METODE TOPONIMI (STUDI KASUS PULAU MOROTAI DAN SEKITARNYA) ................................................................................................................................................ 104 IDENTIFIKASI SELAT DI KABUPATEN KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU BERDASARKAN KAIDAH TOPONIMI .............. 109 STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BANJIR DI KECAMATAN TEBET, KOTA JAKARTA SELATAN (Studi Kasus Daerah Bantaran Sungai Ciliwung) ............................................................................................................................................. 116 ANALISIS ANGKATAN KERJA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) JAWA TENGAH TAHUN 2010 DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ............................................................................... 121 POLA SPASIAL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH: SUATU ANALISIS EKSPLORATIF ................................................... 126 ANALISA DAMPAK L1NGKUNGAN AKIBAT PEMBANGUNAN KAMPUS UMS DI KELURAHAN PABELAN DAN GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO .................................................................................................................... 130
vii
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-152-6
ANALISIS POTENSI PARIWISATA DI PULAU KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU*) .............................................................. 138 APLIKASI SIG DALAM ANALISIS TEKANAN PENDUDUK TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL .............................................................................................................................................................. 144 MODEL ESTIMASI KERAPATAN DAUN TANAMAN PADI DENGAN CITRA HYPERSPECTRAL BERBASIS SPECTRAL IN SITU UNTUK PEMANTAUAN FASE TUMBUH PADI ..................................................................................................................................... 148 ANALISA PERBANDINGAN ALGORITMA CITRA SATE LIT TERRA MODIS DAN NOAA AVHRR DALAM PENGAMATAN HUTAN DI PULAU JAWA ......................................................................................................................................................................................... 155 KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (LANDUSE) TERHADAP INDEKS KUALITAS L1NGKUNGAN HIDUP DI DAS PROGO BAG IAN HILlR ........................................................................................................................................................................................ 159 APLIKASI DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (Studi Kasus: Kawasan Pesisir Kabupaten Sidoa~o) ................................................................................................................................................................................................. 164 ESTIMASI PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI PASCA ERUPSI: APLI KAS I DATA L1DAR DAN DEM PROCESSING DI KALI GENDOL................................................................................................................................................................................................. 170 KERENTANAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN SEMUSIM DI LAHAN GUNUNGAPI KUARTERTERHADAP LONGSORLAHAN.177 PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD UNTUK IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN (Studi Kasus Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan) .................................................................................................................................... 182 KEBIJAKAN PENYEDIAAN DAN PEMUTAKHIRAN INFORMASI GEOSPASIAL BERBASIS CITRA SATELIT DAN DAMPAKNYA TERHADAP INDUSTRI PENGINDERAAN JAUH DI TANAH AIR ......................................................................................................... 187 WEB-BASED SPATIAL DECISION SUPPORT SYSTEM (SDSS) FOR FLOOD RISK MANAGEMENT IN SURAKARTA: A PRELIMINARY RESULT ........................................................................................................................................................................ 192 KAJIAN PENGELOLAAN & ESTIMASI POTENSI EKONOMI TAMBAK GARAM DI WILAYAH KABUPATEN KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INTERPRETASI CITRA PENGINDERAAN JAUH ..................................................... 198 PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KAJIAN POTENSI SUMBERDAYAAIR DI KABUPATEN BOYOLALI 203 RASIO KEBERADAAN LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN KARTASURA KETERKAITANNYA DENGAN PROSES PEMEKARAN KOTA SURAKARTA MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD ................................................................................................................ 207 ANALISIS STATUS EKONOMI RUMAH TANGGA SEBAGAI FAKTOR UTAMA PENYEBAB PERKAWINAN ANAK DI KABUPATEN GROBOGAN ........................................................................................................................................................................................... 211 PERAN PETA RAWAN BANJIR DALAM PENINGKATAN KECERDASAN SPASIAL SISWA.............................................................. 216 KONTRIBUSI SIG DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SEKOLAH MENENGAH ...................... 219 PENANAMAN KEMAMPUAN BERPIKIR GEOGRAFIS MELALUI PENDIDIKAN ................................................................................. 224 PEMETAAN ELEMEN BERISIKO BENCANA (ELEMENT AT RISK) DI SEKOLAH MUHAMMADIYAH KABUPATEN KLATEN ........ 227 RELEVANSI SPASIAL INDEKS KUALITAS L1NGKUNGAN HIDUP DENGAN PENGETAHUAN SISWA AKAN KESIAPSIAGAAN PERU BAHAN L1NGKUNGAN DAN IKLlM (Studi Kasus: SMU, SMP, SD sekitar Kota Yogyakarta, D.I. Yogyakarta) ......................... 233
viii
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
ISBN: 978-979-636-1514
OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF PERMASALAHAN BANJIR : STUDY KASUS DI DAS MUSI I.B.Pramono dan Paimin Balai Penelitian Teknologi Pengelolaan DAS JI. A. Yani Pabe/an, P.D.Box 295 Surakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Banjir merupakan proses alam dengan batas alami satuan wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang tidak bisa disekat dengan batas wi/ayah administrasi. Salah satu masalah banjir sering terjadi di DAS Musi. Ternyata antara daerah yang terkena banjir, di hilir, dengan daerah yang memasok air banjir, di daerah hulu, berada pada daerah administrasi atau kabupaten yang berbeda. Permasalahan banjir tidak dapat ditangani oleh daerah yang kebanjiran saja, berdasarkan kewenangan otonomi daerahnya, namun harus terintegrasi dengan daerah hulunya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan alami dan administrasi daerah yang kebanjiran dan daerah pasokan air banjirnya dengan melihat beberapa wilayah administrasinya di DAS Musi. Metode yang digunakan adalah analisis banjir dengan tipologi DAS yaitu memisahkan antara daerah yang kebanjiran dengan daerah pasokan air banjirnya. Daerah kebanjiran dideliniasi berdasarkan bentuk lahannya sedangkan daerah pasokan air banjir dideliansi berdasarkan curah hujan maksimum harian dan kerentanan lahannya. Masing-masing un~ diberi skor dari 1 sampai 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang rentan kebanjiran di DAS Musi adalah Sub DAS Ogan dan Komering. Seclangkan skor pasokan air dari sub DAS-sub DAS tersebut masing-masing adalah 3,82 dan 3,43. Sub DAS Ogan yang rawan kebanjiran terletak di Kabupaten Ogan //ir dan Muara Enim, sedangkan sumber pasokan air banjirnya berasal dari Kabupaten OKU. Demikian juga di Sub DAS Komering, daerah yang rawan banjir terletak di Kabupaten OKI, sedangkan pasokan air banjirnya berasal dari Kabupaten OKU Selatan dan OKU Timur. Pemerintah kabupaten yang terkena banjir dan pemerintah kabupaten yang memasok air banjir harus perlu membangun hubungan bersama dalam membahas penanganan banjir secara terintegrasi. Kata Kunci: banjir, otonomi daerah, tipologi DAS PENDAHULUAN Permasalahan ling kung an khususnya banjir dan kekeringan banyak terjadi di Indonesia. Untuk mengatasi persoalan tersebut tidak dapat dilakukan secara parsial namun harus terintegrasi dalam satuan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah suatu wi/ayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Pengelolaan DAS makin dianggap penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang pengelolaan DAS. Peraturan Pemerintah ini mengatur Pengelolaan DAS dari hulu ke hilir secara utuh dengan mengatur pengelolaan DAS mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi, dan pembinaan dan pengawasan. Kewenangan pengelolaan DAS juga sudah diatur dalam PP tersebut. Untuk DAS dalam Kabupaten merupakan wewenang Bupati atau Walikota, untuk DAS antar kabupaten merupakan wewenang Gubemur, dan untuk DAS antar propinsi merupakan wewenang menteri Kehutanan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 dinyatakan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seclang desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian tersebut menurut Abe (2002) mengandung beberapa segi dasar bahwa otonomi daerah bukan skema kedaulatan dalam konteks negara federal dan kebijakan otonomi lebih merupakan perubahan dalam tata susunan kekuasaan dimana daerah mendapat kewenangan untuk mengatur urusan daerahnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut juga jelas dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 2 ayat (4) yaitu pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Ayat (5) yang menyatakan bahwa hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya. Menurut Kartodihardjo (2004), pelaksanaan desentralisasi di daerah masih lebih terfokus pada aspek pemerintahan daripada penataan pengelolaan sumberdaya alam. Hampir seluruh pemerintah kabupaten/kota masih berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya alam daripada berupaya untuk memperkuat pengelolaan sumberdaya alam. Apalagi, pengelolaan DAS melampaui batas wi/ayah administrasi. Pada umumnya, kelemahan yang masih dijumpai dalam pengelolaan DAS adalah terbatasnya informasi sumberdaya alam yang dimiliki serta kungkungan sektoral yang tercermin dari berbagai kegiatan yang dilakukan. Daerah Aliran Sungai ( DAS) Musi mencakup wilayah Provinsi Sumatera Selatan, sebagian wilayah Provinsi Jambi, Bengkulu, dan Lampung. DAS Musi meliputi 21 kabupaten. Masing-masing kabupaten berlomba meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Akibatnya banjir banyak terjadi di beberapa kabupaten. Namun sumber atau pasokan air banjir berasal dari kabupaten lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan alami (DAS) dan administrasi daerah yang kebanjiran dan daerah pasokan air banjimya secara komprehensif (hulu-hilir) di DAS Musi. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah karakterisasi DAS dengan formula "Tipologi DAS" (Paimin, 2010). Formula Tipologi DAS yang menunjukkan kerentanan dan potensi DAS yakni tipologi lahan, tipologi sosial ekonomi, tipologi banjir, dan tipologi kewi/ayahan. Dalam tulisan ini hanya dibatasi pada tipologi banjir. Tipologi fisik daerah tangkanapan air (tipologi lahan) apabi/a diinteraksikan dengan karakteristik hujan yang jatuh diatasnya akan menunjukkan potensi air banjir (Iuaran) sebagai refleksi karakteristik masukan (hujan) dan prosesor DAS (Iahan). Bentuk lahan mencerrninkan tingkat kerawanan bentang lahan alami (tanpa manajemen) terkena banjir. Interaksi potensi air banjir dan daerah rawan tmena banjir menunjukkan Tipologi Banjir dalam DAS.
50
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
~: ~979-636-152-6
Analisis data diarahkan untuk mengetahui tipologi banjir (interaksi antara daerah kebarp dal potensi banjir), Daerah kebanjiran diperoleh dari peta bentang lahan dengan skor seperti terlihat dalam Tabel 1. Sedoogka"l daerah pasokal bMjir merupakan interaksi antara data hujan harian maksimum dan tipologi lahan dengan skor seperti yang terlihat pada Tabel 2.. TIpoiogi lahan merupakan hasil interaksi antara bentuk lahan dan penutupan lahan dengan skor seperti tabel 3.. Prosesing data biofisik dibantu dengan perangkat Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System=GIS) dengan sortware Arc. GIS. Tabel1. Sistem lahan rentan kebanjiran BentuklSistem Lahan Rawa-rawa, Pantai, Jalur kelokan Dataran Aluvial, Lembah alluvial Dataran KiQas dan Lahar, Teras-teras Pegunungan & Perbukitan
Skor 5 4 3 2
Tabel2. Skor pasokan air banjir Kerentanan Lahan Hujan Harian Maksimum (mm) < 20 (Sangat Rendah) 2140 (Rendah) 41-75 (Sedang) 76-150 (Tinggi) >150 (Sangat Tinggi)
<1.7 (Sangat Rendah)
1.7 - 2,5 (Rendah)
2,6 - 3,4 (Sedang)
3,5 - 4,3 (Tinggi)
<1,7 1,7-2,5 1,7-2,5 2,6 -3,4 ._2,§-3,4 . .
<1,7 1,7-2,5 2,6 - 3,4 2,6 - 3,4 3,5-4,3
1,7-2,5 1,7 - 2,5 2,6 - 3,4 3,5 - 4,3 3,5-4,3
1,7 -2,5 2,6 - 3,4 2,6 - 3,4 3,5-4,3 >4,7
>4,3
(Sangat Tinggi) 2,6 - 3,4 2,6 - 3,4 3,5-4,3 3,5-4,3 >4,7
Tabel 3. Skor Kerentanan Lahan Penutu~an
Bentuk/Sistem Lahan* Rawa-rawa, Pantai (1) Dataran Aluvial, Lembah alluvial (2) Dataran (3) Kipas dan Lahar, Teras-teras
Air Payau, Tawar, Hutan lindung, Hutan Gedung (1) Konserv (1)
Lahan*
Hut Prodl Perkebunan (2)
Sawah, Rumput, Semak/ Belukar
Pemukiman 1
2
(5) 1 2,5
(4)
legal, Tanah berbatu
1
1
1,5
1,5
(3) 1 2
2 2,5
2,5 3
3 3,5
3,5 4
4 4,5
3
3,5
4
4,5
5
(4)
Pegunungan
& Perbukitan
(5)
Menurut Paimin (2010), kategori tingkat karakter (kerentanan) masing-masing komponen/aspek dinyatakan berdasarkan hasil perhitungan nilai akhir seluruh parameter, dengan menggunakan klasifikasi peringkat sebagai berikut : (1) Sangat TInggilSangat RentanlSangat terdegradasi (nilai >4,3), (2) Tinggil Rentanl Terdegradasi (3,5 - 4,3), (3) Sedang/Agak Rentan/Agak terdegradasi (2,6 - 3,4), (4) RendMi Sedikit Rentan/Sedikit terdegradasi (1,7 - 2,5), dan (5) Sangat Rendah/Tidak RentanlTidak terdegradasi « 1,7). HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah Administrasi DAS Musi Wilayah DAS Musi mencakup luasan sekitar 5.348.641 ha, membentang di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Lampung (BP DAS Musi, 2010). Walaupun DAS Musi masuk dalam em pat propinsi namun wilayahnya didominasi oleh Propinsi Sumatera Selatan (95 %), sedangkan Propinsi Bengkulu, Jambi, dan Lampung masing-masing adalah 4 %; 0,6 %; dan 0,4 %. DAS Musi mencakup wilayah 21 Kabupaten dan Kota serta terdiri dari 14 Sub DAS. Pasokan Air Banjir Hasil anal isis kerentanan pasokan air banjir dari setiap Sub DAS dan DAS Musi, yang merupakan interaksi dari krentanan lahan dan hujan yang jatuh di atasnya. Hujan yang digunakan adalah hujan harian maksimum. Kerentanan pasokan air disajikan pada Tabel 4 dan sebarannya seperti pada Gambar 1. Tabel4. Tingkat Kerentanan Pasokan Air Banjir di Tiap-tiap Sub DAS di DAS Musi Daerah Tangka~an Air Hujan maks. No Sub DAS Skor Kerentanan Luas Skor mm Skor 1 Batang Peledas 84.455 2,65 121 4 3,325 2 Batangharileko 400.461 2,71 3,355 120 4 3 Baung 69.014 2,52 3,26 120 4 4 Deras 86.597 2,32 120 4 3,16 5 Kelingi 172.520 3,13 3,565 107 4 Kikim 3,05 6 151.326 106 4 3,525 2,85 7 Komering 915.377 94 4 3,425 8 Lakitan 2,71 298.175 120 4 3,355 9 Lematang 877.281 2,92 109 4 3,46 10 Medak 152.745 2,67 120 4 3,335 11 Musi Hulu 3,43 345.164 97 4 3,715
51
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
12
13 14
Ogan Rawas Semangus DAS Musi
936.848 586.834 271.845 5.348.642
2,63 2,74 2,61 2,81
234 120 120 122
3,815 3,37 3,305 3,405
5 4 4 4
Dari Tabel4 terlihat bahwa pasokan air yang tinggi berasal dari Sub DAS Ogan, Musi Hulu, Kelingi, dan Kikim masing-masing dengan skor 3,,8; 3,7; 3,5; dan 3,5.
·t, ............... . ~",.
. +
Gambar 1. Pasokan Air Banjir di DAS Musi Daerah Kebanjiran Berdasarkan formula daerah rentan kebanjiran seperti pada Tabel 1, maka luas daerah rentan kebanjiran di DAS Musi disajikan pada Tabel5, sedangkan sebarannya seperti pada Gambar 2. Tabel5. Luas Daerah Rawan Banjir dan Skor di Tiap-tiap Sub DAS di DAS Musi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Sub DAS Batang Peledas Batangharileko Baung Deras Kelingi Kikim Komering Lakitan Lematang Medak Musi Hulu Ogan Rawas Semangus DAS Musi
1 7.110 3.111 1.853 1.691 14.292 29.200 109.255 8.509 66.143
2.784 84.056 57.197 14.218 5.026 404.445
Luas Kerentanan Banjir* 2 3 16.415 50.339 93.279 289.770 33.381 33.283 12.609 47.041 56.726 98.826 60.585 57.817 333.948 269.565 133.895 110.026 352.053 383.596 11.926 112.302 188.773 66.316 224.720 509.290 239.481 255.995 120.763 142.466 1.878.554 2.426.632
4 6.921 9.754 497 13.323 1.509 1.890 132.953 29.626 23.481 13.905 4.081 85.368 25.926 2.635 351.869
5 3.670 4.547 11.933 1.167 1.835 69.656 16.118 52.007 11.828 1.938 60.272 51.212 955 287.138
Jumlah 84.455 400.461 69.014 86.597 172.520 151.326 915.377 298.175 877.281 152.745 345.164 936.848 586.834 271.845 5.348.641
*)Tingkat kerentanan kebanjiran: 1:sangat redah; 2:rendah; 3: sedang; 4)tinggi; 5; sangat tinggi Dari Tabel 5 terlihat bahwa di DAS Musi yang kerawanan banjimya tinggi (skor 4 dan 5) adalah di Sub DAS Komering dan Sub DAS Ogan.
52
Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013
-----..... ~
1 --
Gambar 2. Peta Daerah Rawan Banjir di DAS Musi Dari pasokan air banjir, sub DAS yang paling rentan adalah Sub DAS Ogan dengan skor 3,82. Hal ini disebabkan oleh eurah hujan harian maksimum yang sangat tinggi. Sub DAS Ogan ini selain pasokan air banjirnya tinggi, daerah kerawanan banjirnya juga tinggi, sehingga memerlukan perbaikan lahan di daerah hulu dan perbaikan drainase serta tanggul di daerah hilir. Sub DAS Komering yang tingkat kerawanan banjirnya tinggi, namun tingkat kerawanan pasokan aimya agak rentan. Seeara administrasi Hulu DAS Ogan terletak di Kabupaten OKU (37 % dari luas sub DAS Ogan), sedangkan hilirnya terletak di Kabupaten Muara Enim (28 % dari luas sub DAS) dan Kabupaten Ogan llir (25 % dari luas sub DAS). Beneana banjir yang dialami oleh Kabupaten Muara Enim dan Ogan llir ini ban yak disebabkan oleh tingginya pasokan air banjir yang berasal dari Kabupaten OKU. Jadi untuk mengatasi banjir di Muara Enim dan Ogan lIir harus dilakukan bersama-sama dengan Kabupaten OKU.Usaha penanggulangan banjir dengan memperbaiki saluran drainase di bag ian hilir tidak akan ban yak manfaatnya jika daerah hulunya tidak diperbaiki. Kabupaten OKU tidak boleh lepas tangan dalam menanggulangi banjir di Muara Enim dan Ogan llir. Otonomi daerah tidak hanya mengurus daerahnya sendiri namun juga harus memperhatikan daerah di sekitamyaldi bawahnya. Menurut PP 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, DAS Ogan ini harus dikelola pada level Propinsi Sumatera Selatan karena meneakup antar kabupaten. Sub DAS Komering yang juga mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi, berhulu di Kabupaten OKU Selatan (41 % dari luas Sub DAS) dan OKU Timur (34% dari luas Sub DAS). Hilirnya berada di Kabupaten Ogan Komering lIir (OKI) yang menempati 19 % dari luas Sub DAS. Permasalahan banjir di Sub DAS Komering ini juga harus melibatkan 3 pemerintah kabupaten. Sebetulnya masih ada beberapa kabupaten yang masuk di Sub DAS Komering, seperti Kabupaten Lampung Barat, Banyuasin, dan Way Kanan. Namun kabupaten-kabupaten tersebut menempati porsi yang keeil, sehingga untuk mengatasi banjir di Sub DAS Komering ini yang harus banyak terlibat untuk perbaikan lahan di hulu adalah Kabupaten OKU Selatan dan OKU Timur, sedang Kabupaten OKllebih focus untuk memperbaiki drainase dan tanggul-tanggul pengendali banjir. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Daerah kebanjiran di Sub DAS Ogan terletak di Kabuoaten Ogan llir dan Muara Enim sedangkan pasokan air banjirnya berasal dari Kabuaten OKU. Sedangkan di sub DAS Komering, daerah kebanjiran terletak di Kabupaten OKI dan pasokan air banjirnya berasal dari Kabupaten OKU Selatan dan OKU Timur. 2. Penanggulangan beneana banjir harus dilakukan terpadu dari hulu sampai hilir tanpa memandang batas administrasi. 3. Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya mementingkan daerahnya sendiri, namun juga harus memperhatikan daerah sekitarnya. 4. Pemerintah kabupaten yang terkena banjir dan pemerintah kabupaten yang memasok air banjir harus perlu membangun hubungan bersama dalam membahas penanganan banjir seeara terintegrasi. DAFTAR PUSTAKA Abe, A. 2002. Pereneanaan Daerah Partisipatif. Pondok Edukasi. Solo. Balai Pengelolaan DAS Musi. 2012. Reneana Pengelolaan DAS Terpadu Musi. Direktorat Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Kementerian Kehutanan Kartodihardjo, H., K. Murtilaksono, dan U. Sudadi. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fak. Kehutanan. IPB. Paimin. 2010. Laporan Akhir Hasil Penelitian Tahun 2003 - 2009 Usulan Kegiatan Penelitian (UKP) Sistem Karakterisasi Daerah Aliran Sungai (DAS). BPK Solo. P3HKA. Bogor (Publikasi Internal) Paimin, I.B. Pramono, Purwanto, dan D.R.lndrawati. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi. Badan Litbang Kehutanan. Kementerian Kehutanan Peraturan Pemerintah No.12.tahun 2012 Tentang Pengelolaan DAS
53