PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI III U N I V E R S I TA S G A D J A H M A D A “Bioteknologi untuk Indonesia yang Lebih Baik”
Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM, 31 Oktober 2015
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
PROSIDING Seminar Nasional Bioteknologi Universitas Gadjah Mada BIOTEKNOLOGI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK Sekolah Pasca Sarjana UGM, 31 Oktober 2015 KEYNOTE SPEAKERS Prof. Hiroyuki Ohta (Ibaraki University College of Agriculture, Japan) Prof. Hisakazu Yamane (Teikyo University, Japan) Prof. Hideaki Nojiri (The University of Tokyo, Japan) REVIEWERS Prof. drh. Widya Asmara, SU, Ph.D Ir. Donny Widianto, Ph.D Dr. Rarastoeti Pratiwi, M.Sc Dr. Yekti Asih Purwestri, M.Si Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55281, Telp : 0274-564239, 544975, 555881 E-mail :
[email protected] http://pasca.ugm.ac.id YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
i
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA Tema Bioteknologi Untuk Indonesia Yang Lebih Baik Sekolah Pasca Sarjana UGM, 31 Oktober 2015 Keynote Speaker : - Prof. Hiroyuki Ohta (Ibaraki University College of Agriculture, Japan) - Prof. Hisakazu Yamane (Department of Biosciences, Teikyo University, Japan) - Prof. Hideaki Nojiri (Biotechnology Research Center, The University of Tokyo, Japan) Reviewer : - Prof. drh. Widya Asmara, SU, Ph.D - Ir. Donny Widianto, Ph.D - Dr. Rarastoeti Pratiwi, M.Sc - Dr. Yekti Asih Purwestri, M.Si Editor : Dinar Mindrati Fardhani, SP. M.Biotech Cover Design : Lintang Pustaka Utama dan Lay Out Publisher : Sekolah Pascasarjana UGM Alamat : Jl. Teknika Utara, Pogung, Sleman, Yogyakarta 55281 Email :
[email protected] Website : http://pasca.ugm.ac.id
ISBN: 978-602-8683-09-8 All right reserved No part of this publication may be reproducted without written permission of the publisher
ii
BIOTEKNOLOGI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
KATA PENGANTAR Prosiding seminar ini disusun sebagai media komunikasi hasil penelitian yang telah disajikan dalam Seminar Nasional Bioteknologi Universitas Gadjah Mada 2015. Kami mengucapkan terima kasih kepada para penyaji hasil penelitian yang telah menyatakan kesediaan agar artikel hasil penelitiannya dipublikasikan dalam prosiding seminar ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. drh. Widya Asmara, SU, Ph.D., Ir. Donny Widianto, Ph.D., Dr. Rarastoeti Pratiwi, M.Sc., dan Dr. Yekti Asih Purwestri, M.Si atas kesediaan untuk menjadi penelaah bagi artikel hasil penelitian yang dipublikasikan dalam prosiding seminar ini. Kami memohon maaf apabila terdapat banyak kekeliruan yang mungkin terdapat dalam prosiding seminar ini. Akhir kata, semoga informasi yang termuat dalam prosiding seminar ini dapat bermanfaat bagi pengembangan bioteknologi di Indonesia.
Koordinator Panitia,
M. Saifur Rohman, S.P., M.Si., M.Eng., Ph.D
YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
iii
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................... DAFTAR ISI ............................................................................... KEPANITIAAN......................................................................... SUSUNAN ACARA.................................................................. Isolasi, Purifikasi dan Kultur Protoplas Mesofil Daun Talas (Colocasia esculenta L.) ..................................................... Andri Fadillah Martin*, Aida Wulansari, Betalini Widhi Hapsari, dan Tri Muji Ermayanti Potensi Pengembangan Primer Dengue dengan Metode LAMP secara Bioinformatika .................................................. Deodatus Kardo Girsang, Asmarani Kusumawati Hsa-miR-21-5p Expression as Predictive Marker for Minimal Invasive Treatment of Breast Cancer in Post Therapy Patients .......................................................... Dewi Sahfitri Tanjung, Sofia Mubarika Haryana, Teguh Aryandono, Indwiani Astuti, Sumadi Lukman Anwar, Tirta Wardana, Dinna Rakhmina Prospek Pengembangan Primer Deteksi Virus Dengue Metode Nucleid Acid Sequence Based Amplification dan Lateral Flow Dipstick Secara Bioinformatika ................... Dhian Prastowo, Asmarani Kusumawati, Siti Rahmah Umniyati Identifikasi Salmonella sp pada Sampel Susu Sapi Segar dengan Multiplax-PCR Menggunakan Penanda Gen invA dan spvC..................................................................................... Dircia Canisia dan Charis Amarantini BIOTEKNOLOGI
iv UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
iii iv vii viii 1
18
31
47
56
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Penyisihan Limbah Fosfat dari Deterjen Air Buangan Cucian dengan Fitoremediasi pada Wetland Artifisial ....... Ernastin Maria, Agus Prasetya, Wahyu Wilopo Uji Daya Bersih Ekstrak Air Daun Mengkudu (Morinda citrofolia L) Sebagai Pembersih Alami Dengan Metode Clean In Place (CIP) ...................................... Evi Triana, Sri Hartin Rahaju dan Novik Nurhidayat Kajian Potensi Ekstrak Air Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Sebagai Pembersih Alami dengan Metode Clean In Place (CIP) ....................................... Evi Triana, Titin Yulinery, Novik Nurhidayat Rancangan Probe untuk Deteksi Virus Jembrana Berdasarkan Region Probe JC2 Gen gag-ca Jembrana Disease Virus ............................................................................. Asmarani Kusumawati, Fatimah, Renny A.M. Kaitu, Sri Hartati Uji Kandungan Metabolit Sekunder Aktinomisetes Asal Rizosfer Mangrove Manokwari Papua .................................. Maria Massora, Hermawaty Abubakar, Murtihapsari, Mey Rumbiak, Tati, dan Elvin Ismawaty
69
81
98
117
123
Preferensi Wereng Coklat Terhadap Beberapa Varietas Padi ............................................................................ Moh. Cholil Mahfud
136
Analisis Genetik Padi dengan Beragam Kandungan Amilosa Berdasarkan Marka DNA Mikrosatelit .................. Muhammad Aziz Muslim, Suprayogi
146
YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
v
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Flavonoid Ekstrak Daun Piper spp. Terhadap Streptococcus mutans Smc Penyebab Karies Gigi Manusia .............................................. Nindy Permatasari, Rarastoeti Pratiwi, Langkah Sembiring
163
Aplikasi Bioinformatika pada Penentuan Pola Ekspresi Gen Penentu Kelamin pada Unggas Secara in Silico............ Ninik Istiyawati, Asmarani Kusumawati
177
Kandungan Antosianin pada Buah-Buahan Tropis Indonesia .................................................................................... Novi Febrianti, Risanti Dhaniaputri, Irfan Yunianto
182
Pengujian Antagonis Bacillus subtilis dan Pseudomonas diminuta Asal Spora Endomikoriza Terhadap Cendawan Patogen Daun Merbau, Sterkulia dan Ketapang Secara in-Vitro ........................................................................................ Nunang Lamaek May
189
Komparasi in Silico Sekuens PCDNA-Ca dengan Sekuens Capsid Lentivirus Sebagai Kandidat Vaksin DNA .............. 198 Asmarani Kusumawati, Renny A.M. Kaitu, Fatimah, Sri Hartati Respon Fisiologis dan Anatomis Padi (Oryza sativa L.) ‘Cempo Merah’ terhadap Pemberian Abu Vulkanik pada Ketersediaan Air Berbeda .............................................. 207 Diah Rachmawati, Siti Rohmahwati, Maryani, dan Eko Hanudin Seleksi Strain Penghasil Biopigmen dari Isolat Mikroalga Daerah Istimewa Yogyakarta untuk Produksi Senyawa Aktif dalam Proteksi UV-A .................................................... Sri Rahayu, Fahrunnida, Eko Agus Suyono
BIOTEKNOLOGI
vi UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
222
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Respon Morfogenesis Zaitun (Olea europaea) pada Optimasi Media OM (Olive Medium) dan WPM (Wood Plant Medium) ................................................................. Tintrim Rahayu
232
Peluang Ekonomi Penggunaan Ciplukan (Physalis angulata L) Sebagai Abate Alami ......................... Wahyu Setya Ratri, dan M. Th. Darini
242
Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Flavonod Umbi Gembili Kasar dan Halus (Dioscorea esculenta (Lour.) Burk. “spinosa” dan “fasciculata”) ......................................... Woro Anindito Sri Tunjung, Rifqi Zahroh Janatunaim, Nur hanifah
253
Profil Protein pada Kultur Pucuk Datura metel L. yang mengalami Cekaman Cu secara in vitro ...................... Yulita Nurchayati dan Ari Indrianto
264
Induksi embrio somatik pada anggrek hibrida Phalaenopsis “Sogo Vivien”dengan penyisipan gen AtRKD4 melalui Agrobacterium tumefaciens........................................... 272 Endang Semiarti, Aziz Purwantoro, Sukarti Moeljopawiro, Pauline D. Kasi, Exsyupransia Mursyanti, dan Jose F. Gutierrez-Marcos Pertumbuhan Ayam Broiler Yang Diberi Amorphopallus Sp. Yang Difermentasi dengan Rhyzopus oligosporus.................. 289 Theresia Nur Indah Koni, Tri Anggarini Y. Foenay
YOGYAKARTA vii 31 OKTOBER 2015
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Isolasi, Purifikasi dan Kultur Protoplas Mesofil Daun Talas (Colocasia esculenta L.) Andri Fadillah Martin*, Aida Wulansari, Betalini Widhi Hapsari, dan Tri Muji Ermayanti * Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 16911, Indonesia E-Mail:
[email protected] ;
[email protected]
Intisari Salah satu teknik dalam kultur jaringan untuk membuat tanaman hibrid adalah melalui fusi protoplas. Protokol-protokol yang berkaitan dengan fusi protoplas adalah isolasi, purifikasi, kultur protoplas, fusi dan regenerasi. Isolasi dan purifikasi protoplas merupakan protokol spesifik untuk setiap jenis tanaman dan penting untuk dikuasai agar menghasilkan protoplas dengan kerapatan tinggi dan viabel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan protokol isolasi, purifikasi dan proliferasi protoplas dari mesofil daun talas sehingga siap untuk fusi protoplas. Isolasi protoplas dilakukan dengan menginkubasi daun talas pada beberapa konsentrasi campuran enzim. Isolasi protoplas berhasil dilakulan dengan menginkubasi daun talas dengan campuran enzim yang terdiri dari selulosa sebanyak 0,25 – 0,75%; maserozim 0,25 - 0,75% dan pectolyase 0,05 – 0,15%. Purifikasi protoplas berhasil dilakukan dengan menggunakan gradien sukrosa-mannitol. Kerapatan protoplas tertinggi setelah setelah inkubasi selama 20 jam adalah 34,00 x 105 sel/mL sedangkan terendah adalah 14,27 x 105 sel/mL. Protoplas berhasil berproliferasi dan membentuk mikro kalus dengan penambahan 1 ppm BAP sebesar 25,22 % atau 0,33 ppm 2,4-D sebesar 65,27 %. Keywords: Protoplas, talas, Colocasia esculenta, isolasi, purifikasi
YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
1
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor yang paling strategis bagi suatu bangsa, karena pangan termasuk kebutuhan pokok. Program diversifi kasi pangan non beras perlu dikembangkan agar ketahanan pangan dapat terlindungi. Indonesia memiliki beberapa komoditas pangan yang dapat dikembangkan sebagai komoditas pangan nasional. Diversifi kasi produksi pangan ini dapat dilakukan melalui pengembangan pangan karbohidrat khas Nusantara yang spesifik lokasi seperti sukun, talas, garut, sagu, jagung, ubi jalar dan lain-lain. Tanaman talas telah lama dibudidayakan dan dimanfaatkan sebagai sumber makanan tambahan di Indonesia. Talas sangat potensial karena memiliki keragaman jenis yang sangat besar. Penggunaan tanaman talas sebagai bahan makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui program diversifikasi pangan di samping peluangnya sebagai bahan baku industri yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya (Hartati et al., 2003). Umbi dan pelepah daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat maupun pembungkus, sedangkan daun, sisa umbi dan kulit umbinya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan secara langsung maupun setelah difermentasi. Talas juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri, misalnya sebagai bahan baku kosmetik dan plastik (Setyowati et al., 2007). Seratnya dipercaya dapat membantu melancarkan pencernaan. (Prana dan Kusawara, 2002). Semua bagian dari talas termasuk bonggol, umbi dan daun dapat dikonsumsi (Bose et al., 2003). Daun talas mengandung protein tinggi, sumber karoten, natrium, kalsium, fosfat, besi, riboflavin, thiamin, niasin, vitamin A, vitamin C, dan serat (Bradburry and Holloway, 1998). Metode kawin silang pada talas sangat sulit karena beberapa kultivar talas adalah triploid dan inisiasi pembungaan juga sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu hibridisasi somatik melalui fusi protoplas merupakan salah satu cara untuk melakukan pemuliaan
2
BIOTEKNOLOGI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
pada tanaman talas (Murakami et al., 1995). Pemuliaan dengan cara fusi protoplas diharapkan mampu menghasilkan bibit unggul dengan produktivitas tinggi. Fusi protoplas dari beberapa aksesi talas unggul diharapkan dapat menggabungkan sifat dari aksesiaksesi tersebut dan mendapatkan keuntungan dari sifat tanaman allotetraploid. Fusi protoplas adalah teknik menggabungkan genom dua individu tanaman yang berbeda dengan secara fisik mencampurkan isi sel dari dua tanaman yang berbeda. Hasil fusi yang merupakan hibrid somatik pada umumnya mempunyai karakter morfologi intermediet antara dua tetua. Teknik ini telah banyak diaplikasikan pada jeruk (Grosser and Gmitter, 1990). Selain sifat intermediet tersebut, hibrid somatik antara Solanum bulbocastanum dan S.tuberosum yang tahan penyakit late blight yang disebabkan oleh Phytophthora infestan membawa sifat ketahanan tersebut (Hegelson et al., 1998). Fusi protoplas dapat dilakukan antar spesies yang berbeda dalam satu genus, antara genus yang berbeda pada famili yang sama. Fusi juga dapat dilakukan antara spesies dari famili yang berbeda dengan tujuan untuk memasukkan sifat tertentu dari salah satu induk seperti pada fusi antara wortel dengan barley (Hordeum vulgare L.) dengan tujuan untuk mendapatkan wortel yang beradaptasi pada suhu dingin 4 oC (Kisaka et al, 1997). Salah satu syarat awal dalam teknologi fusi protoplas adalah diperolehnya protokol regenerasi tanaman dari protoplas sampai menjadi tanaman kembali. Untuk melakukan fusi protopolas pada tanaman talas diperlukan dua jenis sumber protoplas sebagai penanda morfologi telah terjadinya fusi antara dua tetua, yaitu dengan melakukan fusi antara protoplas yang berasal dari kalus dan protoplas yang berasal dari daun. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan protokol isolasi dan purifikasi protoplas yang berasal dari mesofil daun talas sehingga siap untuk fusi protoplas.
YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
3
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Metodologi Persiapan eksplan sebagai sumber protoplas Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur in ivtro dari talas Bentul yang merupakan koleksi yang dimiliki oleh Laboratotorium Biak Sel dan Jaringan Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Kultur ditanam pada media MS (Murashige & Skoog, 1962) yang mengandung 30 g/L sukrosa dan 8 g/L agar. Media disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Kultur diinkubasi pada ruang kultur pada suhu 25 – 27 0C dengan penyinaran 800 – 1000 lux secara terus menerus. Setelah kultur berumur antara 1 – 1,5 bulan daunnya digunakan sebagai sumber protoplas. Persiapan larutan enzim dan media kultur protoplas Larutan enzim yang digunakan merupakan campuran yang terdiri dari 1% (w/v) sellulase Onozuka RS (Phytotech); 1% (w/v) macerozyme R-10 (Phytotech); 0,2% (w/v) pectolyase y-23 (Phytotech); 0,7 M mannitol; 24 mM CaCl2; 0,92 mM NaH2PO4; 6,15 mM MES buffer (Sigma); pH diatur pada 5,6 dan disterilisasi dengan filter syringe (Millipore) berukuran 0,22 μm (Grosser et al., 2010). Media dasar yang digunakan dalam kultur protoplas adalah media 0,6 M BH3 (Grosser et al., 2010) yang dimodifikasi. Isolasi protoplas Daun talas Bentul yang berasal dari kultur in vitro diambil dan disayat sehingga membentuk pola helai bulu (feathered) dengan jarak irisan 0,3 – 0,5 cm. Daun talas sebanyak 100 – 110 cm2 yang telah disayat dimasukan ke dalam erlenmeyer berukuran 100 mL yang berisi 12 mL campuran larutan enzim dan media BH3 dengan berbagai macam perbandingan. Perbandingan enzim : media yang dilakukan adalah 1:1; 1:3 dan 3:1. Campuran diinkubasi pada beberapa waktu yaitu 3; 6; 9 dan 20 jam. Campuran diinkubasi dalam kondisi gelap pada suhu 28 oC. Untuk membantu agar protoplas terlepas, campuran dikocok dengan kecepatan 50 rpm selama masa inkubasi. 4
BIOTEKNOLOGI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Purifikasi protoplas Protoplas hasil isolasi harus langsung dipurifikasi pada gradien sukrosa/mannitol (Grosser et al., 2010). Setelah inkubasi, campuran dilewatkan pada filter nilon berukuran 100 μm untuk menyaring debris hasil inkubasi dan ditempatkan pada tabung Erlenmeyer 25 mL. Kemudian campuran protoplas kembali dilewatkan pada filter nilon CellTrics® (Partec) ukuran 30 μm untuk meyeragamkan ukuran protoplas dan disimpan pada tabung sentrifus (Corning) ukuran 15 mL. Campuran kemudian disentrifugasi pada kecepatan 800 rpm selama 5 menit hingga membentuk pelet. Supernatan kemudian dibuang dan protoplas diresuspensi dengan 5 mL larutan 25% sukrosa dengan nutrient CPW (27.2 mg/L KH2PO4, 100 mg/L KNO3, 150 mg/L CaCl2, 250 mg/L MgSO4, 0.16 mg/L KI dan 0.00025 mg/L CuSO4, PH 5.8) (Frearson et al., 1973). Kemudian dengan hati-hati dipipet 2 mL larutan 13% mannitol dengan nutrient CPW di atas larutan sukrosa (dihindari jangan sampai bercampur). Larutan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 800 rpm selama 3 menit. Protoplas yang viabel membentuk pita antara 2 larutan sukrosa-mannitol. Protoplas diambil dengan cara dipipet dengan pipet Pasteur dan diresuspensi dengan 10 mL larutan 0,6 M BH3. Larutan kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 800 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan protoplas diresuspensi dalam 0,6 M BH3 sebanyak kira-kira 10 kali ukuran pelet dan kemudian kerapatannya diukur. Perhitungan kerapatan protoplas dan viabilitas protoplas Kerapatan protoplas dihitung dengan menggunakan hemositometer. Kerapatan protoplas dihitung dari tiap kombinasi enzim-media dan waktu inkubasi. Perhitungan kerapatan dilanjutkan dengan pengukuran perkiraan viabilitas protoplas dengan metode pewarnaan FDA (fluorescein diasetat) seperti yang digambarkan oleh Huang et al. (1986). FDA dilarutkan dalam aseton sebagai larutan stok sebanyak 5 mg/L dan disimpan pada YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
5
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
suhu 0 0C. Larutan kerja FDA dibuat dengan cara mengambil 20 μL larutan stok dan ditambahkan ke dalam 1 mL 0,6 M mannitol. Pewarnaan protoplas dilakukan dengan cara mengambil 50 μL larutan kerja FDA dicampurkan dengan larutan protoplas dengan volume yang sama. Pengamatan dan perhitungan dilakukan dalam waktu 10 menit. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop fluorescence (Leica DMIL) dengan cahaya biru dan filter cube Leica I3. Kultur protoplas Media yang digunakan adalah media dasar MS ditambah dengan vitamin KM (Kao & Michayluk, 1975) dan bahan organik KM, serta diperkaya dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) 1 mg/L 2,4-D (MD) dan 2 mg/L BAP (MB). Kedua media tersebut diatur sehingga memiliki osmolaritas 0,6 M dan pH 5,8. Media disterilisasi dengan filter ukuran 0,22 μm. Masing-masing medium (MB & MD) diambil dengan mikropipet dan dicampurkan dengan larutan protoplas hasil purifikasi dengan perbandingan tertentu seperti yang tertera pada Tabel 1. Kultur protoplas disimpan pada cawan petri plastik steril (Corning) ukuran 60mm x 15mm dan diinkubasi pada keadaan gelap dengan suhu 25 0C. Setelah kultur berumur 1 minggu, persentase pembelahan protoplas dihitung dengan bantuan mikroskop inverted DMIL dengan cara menghitung jumlah protoplas yang sedang membelah dibandingkan dengan jumlah keseluruhan sel yang teramati dalam satu bidang pandang. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing perlakuan. Perlakuan dengan persentase pembelahan terbaik kemudian disebar pada media padat MS yang mengandung 2 mg/L BAP atau 2 mg/L 2,4-D dan diinkubasi pada kondisi gelap.
6
BIOTEKNOLOGI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Tabel 1. Perbandingan campuran larutan protoplas dan medium (MB dan MD) serta kandungan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) untuk masing-masing perlakuan Perlakuanperbandingan larutan protoplas dan medium 1:1:1 1:1:3 1:3:1 Protoplas : MB : MD = 1:1:2 1:2:1 2:1:2 1:1 1:2 Protoplas : MB = 1:3 2:1 1:1 1:2 Protoplas : MD = 1:3 2:1
ZPT Total (mg/L) BAP 2,4-D 0,67 0,33 0,40 0,60 1,20 0,20 0,50 0,50 1,00 0,25 0,40 0,40 1,00 0,00 1,33 0,00 1,50 0,00 0,67 0,00 0,00 0,50 0,00 0,67 0,00 0,75 0,00 0,33
Pengolahan data Data hasil isolasi-purifikasi protoplas dan perlakuan kultur protoplas dianalis dengan analisis varian (ANOVA) dilanjutkan dengan post hoc test Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan bantuan software IBM SPSS ver. 22. Hasil dan Pembahasan Isolasi dan purifikasi protoplas Protokol isolasi dan purifikasi protoplas merupakan satu kesatuan proses untuk mendapatkan protoplas yang viabel dengan ukuran yang relatif seragam. Kultur protoplas talas Bentul yang tidak dipurifikasi memiliki banyak pengotor/debris, ukuran tidak seragam, serta bentuk tidak bulat sempurna karena pecah sehingga protoplas ini tidak viabel. Hal ini ditunjukkan anak panah yang terdapat pada Gambar 1a. Kultur protoplas yang sudah dipurifikasi mempunyai bentuk dan ukuran seragam dan bersih dari debris (Gambar 1b). Ukuran protoplas yang sudah YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
7
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
dipurifikasi berkisar antara 20 – 30 μm. Protoplas yang berasal dari mesofil daun talas berwarna hijau terang karena kloroplas yang teradapat pada sitosol. Beberapa protoplas juga berwana merah muda karena adanya antosianin yang terdapat dalam vakuola protoplas (Grzebelus et al., 2012).
a
b
c
Gambar 1. Sel protoplas talas (a) Protoplas talas sebelum purifikasi, tanda panah menunjukkan debris dan protoplas yang pecah; (b) Protoplas talas sesudah purifikasi; (c) Protoplas dengan kandungan antosianin pada vakuola. Bar menunjukkan ukuran 50 μm.
Menurut hasil penelitian Purwito (1999), keberhasilan isolasi protoplas pada tanaman kentang ditentukan oleh jenis dan konsentrasi enzim, bahkan komposisi enzim sama menghasilkan protoplas dalam jumlah berbeda karena genotipe tanaman berbeda. Hasil serupa juga didapat oleh Duquenne et al. (2007) dimana konsentrasi enzim mempengaruhi hasil isolasi protoplas Spathipyllum dan Anthurium. Sedangkan menurut Mukhtar et al. (2012) selain konsetrasi enzim, lama waktu inkubasi dan osmolaritas larutan juga mempengaruhi hasil dari isolasi protoplas Dalbergia sissoo. Pada penelitian ini, konsentrasi larutan stok campuran enzim yang digunakan adalah 1% sellulase, 1% macerozyme, dan 0,2% Pectolyase y-23. Pectolyase dan macerozyme berfungsi untuk melarutkan lamela tengah antar sel yang tersusun oleh pektin sedangkan selulase berfungsi untuk melarutkan dinding sel tanaman yang tersusun atas polimer selulosa. Penambahan medium BH3 pada perbandingan tertentu menurunkan konsentrasi akhir dari campuran enzim untuk inkubasi. Adapun konsentrasi akhir enzim sellulase, macerozyme, dan pectolyase 8
BIOTEKNOLOGI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
secara berturut turut adalah 0,25; 0,25, dan 0,05% (enzim:BH3 = 1:3); 0,5; 0,5 dan 0,1% (enzim:BH3 = 1:1); dan 0,75; 0,75 dan 0,15% (enzim:BH3 = 3:1). Kerapatan protoplas terendah didapat pada perlakuan enzim sellulase dan macerozyme 0,25% serta pectolyase 0,05% atau pada perlakuan enzim:BH3 = 1:3 (Gambar 2.). Pada inkubasi 3 jam kerapatan protoplas yang diperoleh adalah 6,67 x 105 sel/mL, sedangkan setelah inkubasi selama 20 jam kerapatan protoplas yang diperoleh adalah 14,27 x 105 sel/mL. Pada konsentrasi enzim sellulase dan macerozyme 0,5% serta pectolyase 0,1% (enzim:BH3 = 1:1), protoplas mulai terlepas setelah 3 jam inkubasi. Hasil yang didapat pada perlakuan ini adalah 10,87 x 105 sel/mL. Kerapatan protoplas talas meningkat seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi (Gambar 2.). Kerapatan protoplas tertinggi didapat setelah waktu inkubasi selama 20 jam yaitu sebesar 34,00 x 105 sel/ mL. Pada konsentrasi enzim yang lebih tinggi (sellulase dan macerozyme 0,75% serta pectolyase 0,15%) atau perlakuan enzim:BH3 = 3:1, kerapatan protoplas pada inkubasi 3 jam adalah 9,53 x 105 sel/mL, sedangkan setelah inkubasi selama 20 jam adalah 23,80 x 105 sel/mL (Gambar 2.). Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi enzim yang lebih rendah (enzim:BH3 = 1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi enzim yang lebih tinggi tidak menjamin didapatkannya kerapatan protoplas yang lebih tinggi. Menurut Rastogi (2003) ketika konsentrasi enzim hidrolitik meningkat, maka situs aktif tempat terjadi pembentukan kompleks enzim-substrat akan semakin meningkat. Hal ini menyebabkan protoplas yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi enzim. Akan tetapi jika konsentrasi enzim sellulase atau pectinase diatas 2%, campuran menjadi jenuh oleh enzim sehingga penambahan enzim tidak akan menambah jumlah protoplas (Kremer dan Wood, 1992). Dalam hal ini, konsentrasi sellulase 0,75%; macerozyme 0,75%; pectolyase 0,15% ternyata terlalu tinggi untuk protoplas talas YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
9
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
dan menyebabkan kerapatan protoplas yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi sellulase yang lebih tinggi mempengaruhi integritas dari membran sitoplasma dan bahkan menyebabkan peluruhan berlebih pada jaringan tanaman (Kim et al., 2000; Koster et al., 2003; Monteiro et al., 2003; Raikar et al., 2008) Pada konsentrasi campuran enzim yang lebih rendah (enzim:BH3 = 1:3) setelah inkubasi selama 20 jam, konsentrasi protoplas yang didapat (14,27 x 105 sel/mL) sudah lebih dari cukup sebagai sumber fusi protoplas apabila dibandingkan dengan yang didapatkan oleh Murakami et al. (1995) yang memperoleh protoplas sel talas sebesar 2 x 105 sel/mL. Hasil yang serupa juga didapatkan oleh Duquenne et al. (2007) yang mensyaratkan protoplas sebanyak 1 x 105 sel/mL sebagai sumber kultur.
Gambar 2. Hubungan antara perbandingan enzim/media BH3, waktu inkubasi dan kerapatan protoplas. Perbedaan huruf pada histrogram menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan.
BIOTEKNOLOGI
10 UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Perkiraan viabilitas protoplas pada berbagai konsentrasi enzim Pewarnaan protoplas dengan FDA dilakukan untuk memperkirakan viabilitas protoplas yang didapat setelah purfikasi protoplas. FDA akan melewati membran plasma dan tidak akan berpendar sampi terjadinya reaksi dengan enzim esterase dalam sitosol. Reaksi ini akan mengeluarkan fluorescein dari FDA dan menyebabkan protoplas berpendar apabila diamati dengan mikroskop fluorescence. Protoplas yang viabel akan berwarna hijau atau kuning (Gambar 3.), sedangkan protoplas yang tidak viabel tidak akan terwarnai (Davey et al., 2010). Berdasarkan data seperti yang terlihat pada tabel 2, terlihat bahwa viabilitas protoplas semakin menurun seiring dengan meningkatknya konsentrasi enzim. Pada media inkubasi enzim:BH3 = 1:3 viabilitas protoplas sebesar 42,10 %, kemudian pada perlakuan enzim:BH3 = 1:1 viabilitas protoplas mencapai 30,00 %. Nilai viabilitas terendah didapat pada perlakuan enzim:BH3 = 3:1 yaitu sebesar 28,57%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim maka viabilitas protoplas akan semakin menurun. Hasil ini juga sebanding dengan hasil yang diperoleh Kim et al. (2000); Koster et al. (2003); Monteiro et al. (2003) dan Raikar et al. (2008) yang menyatakan konsentrasi enzim hidrolitik yang semakin tinggi mempengaruhi integritas membran protoplas, akibanya viabilitas protoplas semakin berkurang. Tabel 2. Perkiraan viabilitas protoplas dengan pewarnaan FDA pada berbagai konsentrasi enzim Media inkubasi (enzim : media BH3) 1:3 1:1 3:1
Kerapatan Viabilitas protoplas (%) 5 (x 10 sel/mL) sellulase, macerozyme : 0,25%; 14, 27 ± 42,10 pectolyase : 0,05% 1,00 sellulase, macerozyme : 0,5%; 34,00 ± 3,78 30,00 pectolyase : 0,1% sellulase, macerozyme : 0,75%; 23,80 ± 1,29 28,57 pectolyase : 0,15% Konsentrasi enzim
YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
11
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
a
b
Gambar 3. Protoplas dengan pewarnaan FDA (a) mikroskop cahaya biasa; (b) dengan fluorescence
Proliferasi dan kultur protoplas Tabel 3 menunjukkan bahwa media terbaik untuk merangsang pembelahan protoplas adalah media dengan penambahan 2,4-D sebesar 0,33 mg/L. Pada konsentrasi ini persentase pembelahan protoplas mencapai 65,28% dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan lainya (Tabel 3.). Persentase pembelahan protoplas terbaik juga terdapat pada media dengan penambahan 1 mg/L BAP yaitu sebesar 25,22% meskipun hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan media dengan konsentrasi BAP lainnya. Gambar 4 menunjukkan protoplas talas yang mengalami pembelahan (ditunjukkan dengan panah biru) pada media yang mengandung BAP (Gambar 4a) dan media yang mengandung 2,4-D (Gambar 4b). Hasil penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan Murakami et al. (1995) dengan proliferasi hanya sebesar 1,3% pada media dengan penambahan 2 mg/L BAP. Penambahan ZPT ke dalam medium merupakan hal yang penting karena tanpa penambahan 2,4-D atau BAP, pembelahan protoplas tidak terjadi (data tidak ditunjukkan). Pada perlakuan media dengan kombinasi BAP dan 2,4-D pembelahan protoplas mempunyai nilai lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pemberian ZPT tunggal. Hasil terendah didapat pada perlakuan medium dengan penambahan 0,67 mg/L BAP dan 0,33 mg/L 2,4-D yaitu sebesar 4,17%. BIOTEKNOLOGI
12 UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Tabel 3. Rerata persentase pembelahan protoplas pada berbagai perbandingan ZPT ZPT Total (mg/L) Perlakuan perbandingan Rerata ± Std. Error (%) larutan protoplas dan medium BAP 2,4-D 1:1:1 0,67 0,33 4,17 ± 4,17 e 1:1:3 0,4 0,6 7,14 ± 4,12 cde 1:3:1 1,2 0,2 8,81 ± 1,89 bcde Protoplas : MB : MD = 1:1:2 0,5 0,5 6,75 ± 1,75 de 1:2:1 1 0,25 8,44 ± 5,29 bcde 2:1:2 0,4 0,4 9,23 ± 0,77 bcde 1:1 1 0 25,22 ± 5,33 b 1:2 1,33 0 19,45 ± 1,00 bcde Protoplas : MB = 1:3 1,5 0 20,92 ± 4,47 bcde 2:1 0,67 0 24,80 ± 4,28 bc 1:1 0 0,5 22,91 ± 10,77 bcd 1:2 0 0,67 25,29 ± 6,80 b Protoplas : MD = 1:3 0 0,75 9,58 ± 1,57 bcde 2:1 0 0,33 65,28 ± 9,72 a Keterangan : *angka rerata ± std. error diikuti perbedaan huruf menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan
Gambar 4. Protoplas talas yang berproliferasi (ditunjukkan dengan panah) pada media yang mengandung (a) 1 mg/L BAP dan (b) 0,67 mg/L 2,4-D Kultur protolas dengan persentase pembelahan tertinggi dari masing-masing perlakuan dengan penambahan 2,4-D atau BAP disebar pada media padat yang memiliki ZPT sama dengan media proliferasi protoplas. Hal ini untuk merangsang terjadinya pembentukan koloni mikrokalus seperti terlihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5a, terlihat bahwa koloni mikrokalus pada media MS dengan penambahan 2 mg/L BAP lebih padat dibandingkan dengan mikrokalus yang terbentuk pada media padat MS dengan penambahan 2 mg/L 2,4-D (Gambar 5b). Menurut Oosawa dan Takayanagi (1984), talas merupakan salah satu spesies yang sangat sulit dalam hal kultur protoplas. Oleh karena itu pembentukan selanjutnya dari mikrokalus yang berasal dari daun talas merupakan kemajuan yang sangat besar. YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
13
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA b
a
Gambar 5. Koloni mikrokalus yang terbentuk pada media padat (a) 2 mg/L BAP dan (b) 2 mg/L 2,4-D berumur 1 bulan.
Kesimpulan Isolasi protoplas dari daun talas berhasil dilakukan hanya dengan menginkubasi daun talas dengan campuran enzim yang terdiri dari selulosa sebanyak 0,25%; maserozim 0,25% dan pectolyase 0,05%. Kerapatan protoplas tertinggi setelah setelah inkubasi selama 20 jam adalah 34,00 x 105 sel/mL sedangkan terendah adalah 14,27 x 105 sel/mL. Protoplas berhasil berproliferasi dan dengan penambahan 1 ppm BAP sebesar 25,22 % atau 0,33 ppm 2,4-D sebesar 65,27 %. Pembentukan mikrokalus berhasil dengan melakuan subkultur protoplas talas yang berproliferasi pada media padat MS dengan penambahan 2 mg/L BAP. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Witjaksono atas bimbingannya, Evan Maulana atas bantuannya dalam pembuatan media, Lutvinda Ismanjani yang membantu memelihara kultur talas. Penelitian ini didanai oleh Progam Kompetitif LIPI tahun anggaran 2012-2013. Daftar Pustaka Bose, T.K,, Kabir, J., Maity, T.K., Parthasarathy, V.A., Som, M.G. (2003) Vegetable crops, vol 2. Naya Udyog Publishers, Kolkata, pp 413–442. BIOTEKNOLOGI
14 UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bradburry, J.H., Holloway, W.D. (1998) Chemistry of tropical root crops. Significance for nutrition and agriculture in the Pacific. ACIAR, Canberra, ACIAR Monograph No. 6: 201. Davey, M.R., Anthony, P., Patel, D. And Power, B. (2010) Plant protoplast : Isolation, culture and plant regeneration. In Plant cell culture : essential methods (Davey, M.R. And Anthony, P., eds.) pp 153-173. John Wiley & Sons. Ltd. Duquenne, B., Eeckhaut, T., Werbrouck, S. And Huylenbroeck, J.V. (2007) Effect of enzyme concentration on protoplast isolation and protoplast culture of Spathiphyllum and Anthurium. Plant Cell Tiss. Organ Cult. 91:165-173. DOI 10.1007/s11240007-9226-3. Frearson, E.M., Power, J.B. And Cocking, E.C. (1973) The isolation, culture and regeneration of Petunia leaf protoplast. Dev. Biol. 33:1130-1137. Grosser, J.W., Calovic, M. And Louzada, E.S. (2010) Protoplast fusion technology – somatic hybridization and cybridization. In Plant cell culture : essential methods (Davey, M.R. And Anthony, P., eds.) pp175 – 198. John Wiley & Sons. Ltd. Grosser, J.W., Gmitter, F.G. Jr. (1990) Protoplast fusion and citrus improvement. Plant Breed Rev 8:339-374. Grzebelus, E., Szklarczyk, M., And Baranski, R. (2012) An improved protocol for plant regeneration from leaf- and hypocotyl-derived protoplast of carrot. Plant Cell Tiss. Organ Cult. 109:101-109. DOI 10.007/s11240-011-00785 Hartati, N.S., Prana, T.K. (2003) Analisis kadar pati dan serat kasar tepung beberapa kultivar talas (Colocasia esculenta (L.) Schoott). Jurnal Natur Indonesia. Vol. 6 (1) : 29-33. Hegelson, J.P., Pholman, J.D., Austin, S., Haberlach, G.T., Wielgus, S.M., Ronis, D., Zambolim, L., Tooley, P., McGrath, J.M., James, R.V., Stevenson, W.R. (1998) Somatic hybrids between Solanum bulbocastanum and potato: a new source of resistance to late blight. Theor Appl. Genet 96: 738-742. Huang, C.N., Cornejo, M.J., Bush, D.S. And Jones, R.L. (1986) Estimating viability of plant protoplast using double and single staining. Protoplasma 135, Issue 2-3:80-87. YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
15
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Kao, K., Michayluk, M. (1975) Nutritional requirements for growth of Vicia hajastana cells and protoplasts at a very low population density in liquid media. Planta 126: 105–110 Kim, B.K., Kang, J.H., Jin, M., Kim, H.W., Shim, M.J., Choi, E.C. (2000). Mycelial protoplast isolation and regeneration of Lentinus lepideus. Life Sci. 66:1359-67. Kisaka, H., Kisaka, M., Kanno, A., Kameya, T. (1997) Production and analysis of plants that are somatic hybrids of barley (Hordeum vulgare L.) and carrot (Daucus carota L.). TAG 94:221-226 Koster, K.L., Reisdorph, N., Ramsay, J.L. (2003) Changing desiccation tolerance of pea embryo protoplasts during germination. J. Exp. Bot. 54:1607-14. Kremer, S.M., Wood, P.M., (1992). Continuous monitoring of cellulase action on microcrystalline cellulose. Appl. Microbiol. Biotechnol. 37(6):750-755 Monteiro, M., Appezzato-da-Gl´oria, F.B., Valarini, M.J., Oliveira, I de C.A., Carneiro, M.L., Vieira, I. (2003) Plant regeneration from proroplasts of alfalfa (Medicago sativa) via somatic embryogenesis. Scientia Agricola 60:683-9. Mukhtar, I., Bajwa, R. And Nasim, G. (2012) Isolation of mesophyll protoplast from leaves of Dalbergia sissoo Roxb. J. Appl. Sci. Environ. Manage 16(2):11-15. Murakami, K., Kimura, M. and Matsubara, S. (1995) Plant regeneration from protoplast isolated from callus of taro (Colocasia esculenta Schott) Murashige, T. And Skoog, F. (1962) A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue culture. Physiologia Plantarum 15:473-497. Oosawa, K., and Takayanagi, K. (1984) Protoplast approach in vegetable breeding : Isolation and culture of protoplasts from mesophyll cells of vegetable crops. Bull. Veg. and Ornam. Crops Res. Stn. Japan ; Ser. A. 12 : 9-28. (In Japanese with English summary).
BIOTEKNOLOGI
16 UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK
Program Studi S2/S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM
SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA
Prana, M.S., Kuswara, T. (2002) Budi daya talas – diversifikasi untuk menunjang ketahanan pangan nasional. TANSAO Project – Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Bogor. Purwito, A. (1999) Fusi protoplas intra dan interspesies pada tanaman Kentang. Disertasi Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Raikar, S.V., Braun, R.H., Bryant, C., Conner, A.J., Christey, M.C. (2008) Efficient isolation, culture and regeneration of Lotus corniculatus protoplast. Plant Biotechnol. Rep. 2(3):171-177 Rastogi, S.C. (2003). Cell and molecular biology. United states of America : New Age International Setyowati, M., Hanarida, I., Sutoro. (2007) Karakterisasi umbi plasma nutfah tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schoott). Buletin Plasma Nutfah 13 (2) : 49-55.
YOGYAKARTA 31 OKTOBER 2015
17
Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta Jl. Teknika Utara, Pogung, Sleman, Yogyakarta, 55281