Prosiding Akuntansi
ISSN: 2460-6561
Pengaruh Persistensi Laba, Kesempatan Bertumbuh, dan Struktur Modal terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) The Impact of Persistence Earnings, Growth Opportunities, and Capital Structure toward Earnings Response Coefficient (ERC) 1
Anggun Audina, 2Diamonalisa Sofianty, 3Sri Fadilah
1,2,3
Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstract. This research was conducted to determine the effect of the persistence of earnings, growth opportunities and capital structure to Earnings Response Coefficient (ERC) in the sub-sector pharmaceutical manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2010-2015. The method used in this research is descriptive method with quantitative approach and using regression analysis test tools. In this study, the population is sub-sector pharmaceutical manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2010-2015 with the sampling technique used purposive sampling. Based on this technique, obtained a sample of seven companies with a span of 6 years to get 42 units of analysis. Based on the research results, significantly impacting earnings persistence Earnings Response Coefficient, an opportunity to grow no significant effect on Earnings Response Coefficient, and capital structure does not significantly influence Earnings Response Coefficient. Keywords: Earnings Response Coefficient, the persistence of earnings, growth opportunities, capital structure.
Abstrak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh persistensi laba, kesempatan bertumbuh, dan struktur modal terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) pada perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010 – 2015. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan alat uji analisis regresi berganda. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 20102015 dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Berdasarkan teknik tersebut, diperoleh sampel sebanyak 7 perusahaan dengan rentang waktu 6 tahun sehingga diperoleh 42 unit analisis. Berdasarkan hasil penelitian, persistensi laba berpengaruh signifikan terhadap Earnings Response Coefficient, kesempatan bertumbuh tidak berpengaruh signifikan terhadap Earnings Response Coefficient, dan struktur modal tidak berpengaruh signifikan terhadap Earnings Response Coefficient. Kata Kunci: Earnings Response Coefficient, persistensi laba, kesempatan bertumbuh, struktur modal.
A.
Pendahuluan
Laba merupakan indikator yang digunakan untuk menilai prestasi perusahaan melalui kinerja operasional perusahaan. Laba pada laporan keuangan memberikan informasi yang umumnya sangat penting, khususnya bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan dalam pengambilan keputusan investasi. Akan tetapi, informasi ini tidak dapat dijadikan satu-satunya instrumen dalam penentuan keputusan investasi oleh investor. Hal ini ditunjukan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sayekti (2007:23) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang lemah antara return saham dan tingkat laba perusahaan, dan rendahnya kontribusi laba untuk memprediksi pergerakan saham. Untuk itu, dalam memprediksi return saham yang akan didapatkan, investor harus mempertimbangkan faktor lain yang mungkin mempengaruhi hasil investasi dimasa mendatang. Informasi mengenai laba merupakan hal yang penting karena untuk meyakinkan investor bahwa perusahaan yang menghasilkan laba yang cukup baik menunjukan prospek yang cerah yang nantinya akan memberikan return optimal bagi investor (Brigham, 2001:18). 29
30
|
Anggun Audina, et al.
Penyediaan informasi keuangan yang sesuai untuk informasi laba dalam tujuan pengambilan keputusan tertentu tentu saja tidak mudah. Untuk mengetahui kandungan informasi dalam laba dapat dilihat dengan menggunakan Earnings Response Coefficient (ERC) atau yang biasa dikenal dengan penelitian yang menjelaskan dan mengidentifikasikan perbedaan respon pasar terhadap pengumuman laba. Earnings response coefficient adalah ukuran besaran abnormal return suatu sekuritas sebagai respon terhadap komponen laba kejutan (unexpected earnings) yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan sekuritas tersebut (Scott, 2009:54). Menurut Soewardjono (2005:55) suatu pesan atau kejadian (misalnya pengumuman laba) dikatakan mengandung informasi kalau pesan tersebut menyebabkan perubahan keyakinan penerima (pasar modal) dan memicu tindakan tertentu (misalnya terefleksi dalam perubahan harga atau volume saham di pasar modal). Earnings response coefficient berguna untuk mengukur seberapa besar respon harga saham atau nilai pasar ekuitas terhadap informasi yang terkandung dalam laba akuntansi. Earnings response coefficient yang rendah disebabkan rendahnya informasi laba bagi para investor untuk mengambil suatu keputusan investasi. Jika investor mempunyai persepsi bahwa informasi keuangan memiliki tingkat kredibilitas tinggi, maka investor akan bereaksi terhadap laporan keuangan tersebut. Hal ini akan tercermin dari nilai Earnings response coefficient yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan Earnings response coefficient (ERC) antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain menurut Scott (2009:55) adalah persistensi laba (earning quality) yang digunakan sebagai indikator kualitas laba, struktur modal, risiko sistematik yang diukur dengan menggunakan beta, kesempatan bertumbuh (growth opportunities) , dan the informativeness of price yang biasanya diproksi dengan menggunakan ukuran perusahaan (firm size). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh persistensi laba pada earnings response coefficient di perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2015? 2. Bagaimana pengaruh kesempatan bertumbuh pada earnings response coefficient di perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2015? 3. Bagaimana pengaruh struktur modal pada earnings response coefficient di perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2015? Berdasarkan latar belakang, dan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh persistensi laba pada earnings response coefficient di perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2015. 2. Untuk mengetahui pengaruh kesempatan bertumbuh pada earnings response coefficient di perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2015. 3. Untuk mengetahui pengaruh struktur modal pada earnings response coefficient di perusahaan manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2015. B.
Landasan Teori
Agency Theory Dalam perekonomian modern, pengelolaan perusahaan semakin banyak Volume 3, No.1, Tahun 2017
Pengaruh Persistensi Laba, Kesempatan Bertumbuh, dan …| 31
dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini sejalan dengan Agency theory yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya yang efisien dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama. Persistensi Laba Persistensi laba merupakan revisi laba yang diharapkan dimasa yang akan datang. Yang diimplikasikan melalui laba tahun berjalan. Laba itu sendiri merupakan salah satu tujuan perusahaan selain untuk dapat bertahan hidup (going concern). Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba dimasa depan (Djamaluddin, 2008: 55). Persistensi laba didefinisikan juga sebagai laba yang dapat digunakan sebagai pengukur laba itu sendiri. Artinya, laba saat ini dapat digunakan sebagai indikator laba periode mendatang (future earnings). Laba yang semakin persisten menunjukkan laba semakin informatif, sebaliknya jika laba kurang persisten, maka laba menjadi kurang informatif (Tucker dan Zarowin, 2006:251). Bila terdapat persistensi yang besar pada laba perusahaan maka ekspektasi laba dimasa yang akan datang akan lebih pasti dibandingkan bila perusahaan yang memiliki persistensi rendah (Sri, 2008). Persistensi laba dapat diukur dengan regresi atas perbedaan laba sekarang dengan laba sebelumnya (Chandrarin dalam Sri dan Nur, 2007). Persistensi laba dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Xit = α + ßXit-1 + ε1
Kesempatan Bertumbuh Kesempatan bertumbuh adalah peluang pertumbuhan suatu perusahaan di masa depan (Umar, 2006:235) dalam (Ceacilia, 2010:139). Kesempatan bertumbuh suatu perusahaan bisa dinilai dari pertumbuhan labanya. Bagi perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba yang bagus hal ini akan meningkatkan kemampuan bertumbuh bagi perusahaan tersebut. Perusahaan yang terus bertumbuh, dengan mudah dapat menarik modal, ini merupakan sumber pertumbuhan. Maka dari itu informasi laba perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh akan direspon positif oleh pemodal. Kesempatan bertumbuh suatu perusahaan dapat digambarkan oleh bertambahnya volume penjualannya. Pemegang saham akan memberi respon terhadap laba yang lebih besar kepada perusahaan dengan kemampuan bertumbuh yang tinggi, karena diharapkan akan memberikan manfaat di masa yang akan datang. Respon pemegang terhadap informasi laba tercermin dari naiknya harga saham atau bertambahnya volume penjualan saham perusahan (Chusnulia, 2014:51). Pada penelitian ini kesempatan bertumbuh di ukur dengan market to book value of equity ratio. Sebagai mana menurut Collins dan Kothari (1989) dalam Laila (2013:9) bahwa market to book value of equity ratio merupakan proksi yang sering digunakan untuk mengukur variabel kesempatan bertumbuh.
Akuntansi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2016-2017
32
|
Anggun Audina, et al.
Nilai Pasar Ekuitas
Market to Book Ratio = Nilai Buku Ekuitas Struktur Modal Struktur modal adalah hasil atau akibat dari keputusan pendanaan (financial decision) yang pada intinya memilih apakah menggunakan utang atau ekuitas untuk mendanai aktivitas operasional perusahaan (Chuzy, 2014:55). Salah satu hal penting yang dihadapi para manajer keuangan adalah bagaimana mengelola struktur modal dan memaksimalkan harga saham perusahaan serta mengetahui faktor-faktor yang menentukan struktur modal suatu perusahaan itu. Struktur modal menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Dalam menentukan struktur modal yang salah satunya dengan pengukuran yang diproksikan menggunakan leverage untuk menjelaskan penggunaan hutang dalam membiayai aktiva perusahaan.. Leverage yang tinggi akan kurang direspon oleh investor karena akibat hutang yang tinggi menyebabkan sebagian besar laba akan dibagikan untuk kreditur dalam bentuk pembayaran bunga dan pokok pinjaman saham. Informasi laba perusahaan yang berleverage tinggi kurang direspon oleh investor yang akan tercermin pada penurunan harga saham atau penurunan volume penjualan sahamnya. Leverage dalam penelitian ini dihitung dengan debt to asset ratio (DAR). Adapun rumus menghitung leverage menurut Ahmadillah (2013:11) adalah sebegai berikut:
Earnings Response Coefficient Kualitas dan informasi laba yang baik dapat diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficient yang merupakan bentuk pengukuran kandungan informasi laba. Earnings Response Coefficient (ERC) adalah ukuran besaran abnormal return suatu saham sebagai respon terhadap komponen laba abnormal (unexpected earnings) yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (Scott, 2003:183). Earnings Response Coefficient merupakan koefisien yang diperoleh dari regresi antara proksi harga saham dan laba akuntansi. Proksi harga saham yang digunakan adalah cummulative abnormal return (CAR), sedangkan proksi laba akuntansi adalah unexpected earning (UE) (Chaney dan Jeter, 1991:540-560). Sehingga ERC merupakan reaksi CAR terhadap laba yang diumumkan oleh perusahaan yang dihitung dengan rumus berikut ini:
Volume 3, No.1, Tahun 2017
Pengaruh Persistensi Laba, Kesempatan Bertumbuh, dan …| 33
C.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel 1. Hasil Regresi Linier Berganda
Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) .257 .175 PL -.347 .143 KB 18.016 10.685 SM -.308 .265 a. Dependent Variable: ERC
Standardized Coefficients Beta -.352 .249 -.171
t 1.469 -2.422 1.686 -1.160
Sig. .150 .020 .100 .253
Sumber: Output SPSS, diolah penulis, 2016
Pengaruh Persistensi Laba Terhadap Earnings Response Coefficient Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa persistensi laba berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ERC. Dari hasil uji analisa regresi berganda diperoleh nilai signifikan t sebesar 0.020. Nilai signifikan t ini lebih kecil dari α = 0.05. Dapat disimpulkan bahwa secara statistik persistensi laba mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ERC. Sehingga dapat dikatakan bahwa persistensi laba dapat menjadi penentu dalam menentukan tinggi rendahnya ERC. Hal ini terjadi karena pada penelitian ini ditemukan bahwa banyak terdapat perusahaan yang memiliki laba yang persisten. Persistensi laba merupakan pengaruh suatu inovasi terhadap laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang yang dihubungkan dengan perubahan harga saham. Yang artinya dengan adanya inovasi terhadap laba akuntansi diharapkan akan terjadi peningkatan terhadap harga saham perusahaan. Peningkatan harga saham ini akan meningkatkan nilai ERC yang mencerminkan perusahaan memiliki kualitas laba yang baik atau laba yang persisten sehingga dapat menarik investor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin persisten atau permanen suatu perubahan laba dari waktu ke waktu, maka semakin tinggi nilai ERC. Pengaruh Kesempatan Bertumbuh Terhadap Earnings Response Coefficient Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa kesempatan bertumbuh tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ERC. Dari hasil uji analisa regresi berganda diperoleh nilai signifikan t sebesar 0.100. Nilai signifikan t ini lebih besar dari α = 0.05. Dapat disimpulkan bahwa secara statistik kesempatan bertumbuh tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ERC. Sehingga dapat dikatakan bahwa kesempatan bertumbuh ini tidak dapat menjadi penentu dalam menentukan tinggi rendahnya ERC. Hal ini bisa terjadi karena motivasi investor dalam investasinya bukan untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang melainkan untuk mendapatkan capital gain (Palupi, 2006). Pengaruh kesempatan bertumbuh yang tidak signifikan terhadap ERC dikarenakan kesempatan bertumbuh tidak menjadi pusat perhatian investor dalam membuat keputusan investasi (Ahmad, 2013). Hal ini berlawanan dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh akan mempengaruhi respon investor terhadap perusahaan tersebut. Perusahaan yang mempunyai kemungkinan bertumbuh yang tinggi akan memberikan manfaat yang tinggi di masa depan bagi investor (Margaretta, 2006:12). Selain itu hal ini bisa saja terjadi karena motivasi investor dalam investasinya bukan untuk mendapatkan Akuntansi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2016-2017
34
|
Anggun Audina, et al.
keuntungan jangka panjang melainkan untuk mendapatkan capital gain. Faktor kesempatan bertumbuh biasanya diamati oleh investor yang mempunyai perspektif jangka panjang untuk mendapatkan yield dari investasi yang dilakukan sehingga hal ini tidak menjadi pusat perhatian investor untuk membuat keputusan investasi. Investor kurang merespon dengan pertumbuhan laba yang menurun. Penurunan laba ini disebabkan karena volume penjualan yang terjadi menurun di perusahaan tersebut sehingga menyebabkan pertumbuhan labanya yang juga ikut menurun. Pemegang saham akan memberi respon terhadap laba yang lebih besar kepada perusahaan dengan kemampuan bertumbuh yang tinggi, karena diharapkan akan memberikan manfaat di masa yang akan datang. Respon pemegang saham terhadap informasi laba tercermin dari naiknya harga saham atau bertambahnya volume penjualan saham perusahan. Karena itu, pertumbuhan laba mempengaruhi pada kesempatan bertumbuh suatu perusahaan. Tidak terdapatnya pengaruh antara kesempatan bertumbuh dengan Earnings Response Coefficient ini karena tidak terdapatnya perbedaan yang terlalu jauh antara nilai pasar dalam hal penilaian ekuitas perusahaan, sehingga investor tidak terlalu memperhatikan nilai kesempatan bertumbuh perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laila (2013), Eka (2014), dan Ely (2013) Pengaruh Struktur Modal Terhadap Earnings Response Coefficient Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa struktur modal tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ERC. Dari hasil uji analisa regresi berganda diperoleh nilai signifikan t sebesar 0.253. Nilai signifikan t ini lebih besar dari α = 0.05. Dapat disimpulkan bahwa secara statistik struktur modal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ERC. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa struktur modal ini tidak dapat menjadi penentu dalam menentukan tinggi rendahnya ERC. Struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan leverage. Rasio Leverage merupakan proporsi total hutang terhadap equitas pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat resiko tak tertagihnya suatu utang. Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi berarti bahwa perusahaan menggunakan hutang dan kewajiban lainnya untuk membiayai asset dan berisiko lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan Leverage yang lebih rendah. Leverage bukan merupakan fokus utama investor dalam membuat keputusan investasi. Investor lebih terfokus pada angka laba yang dipublikasikan. ada beberapa alasan yang menyebabkan struktur modal tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, yaitu: pertama, investor berasumsi bahwa perusahaan dengan tingkat leverage tinggi berarti memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal. Oleh karena itu besarnya leverage tidak mempengaruhi respon investor. Kedua, pasar modal yang tidak efisien. Tidak efisiennya pasar modal terbukti dari masih banyak return saham yang nol. Dikarenakan return pasar ditentukan oleh kondisi perdagangan saham yang terjadi di pasar, dalam hal ini perusahaan sektor manufaktur menghadapi kondisi buruk yang berhubungan dengan krisis global. Akibatnya banyak perusahaan yang memperoleh laba negatif. Sehingga rendahnya tingkat leverage yang dimiliki oleh perusahaan yang berlaba negatif tidak akan menarik perhatian investor. Nilai leverage tersebut sudah dinaikan dengan tujuan untuk mengurangi beban pajak atau sudah diturunkan untuk mengurangi resiko gagal bayar oleh perusahaan. Hal tersebut menyebabkan investor kurang percaya terhadap laba yang dipublikasikan perusahaan yang pada akhirnya akan mengakibatkan respon pasar menjadi relative Volume 3, No.1, Tahun 2017
Pengaruh Persistensi Laba, Kesempatan Bertumbuh, dan …| 35
rendah. Respon pasar yang relatif rendah ini pada akhirnya akan mencerminkan bahwa laba suatu perusahaan kurang atau tidak berkualitas (Jang et al, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chusnulia (2014). D.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian, variabel persistensi laba memiliki hubungan negatif yang rendah dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ERC, dengan nilai signifikan yang lebih kecil dari taraf uji yang digunakan. Koefisien persistensi laba dengan arah negatif menunjukan dimana semakin besar nilai persistensi laba yang diperoleh perusahaan, maka ERC yang tercipta akan semakin kecil. 2. Berdasarkan hasil penelitian, variabel kesempatan bertumbuh memiliki hubungan positif yang rendah dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ERC, dengan nilai signifikan yang lebih besar dari taraf uji yang digunakan. Koefisien persistensi laba dengan arah positif menunjukan dimana semakin besar nilai kesempatan bertumbuh yang diperoleh perusahaan, maka ERC yang tercipta akan semakin besar juga. 3. Berdasarkan hasil penelitian, variabel struktur modal memiliki hubungan negatif yang sangat rendah dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ERC, dengan nilai signifikan yang lebih besar dari taraf uji yang digunakan. Koefisien struktur modal dengan arah negatif menunjukan dimana semakin besar nilai struktur modal yang diperoleh perusahaan, maka ERC yang tercipta akan semakin kecil. E.
Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka ada beberapa saran yang akan disampaikan peneliti, diantaranya: 1. Bagi penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel penelitian dari berbagai jenis perusahaan atau industry dengan menggunakan purposive sampling, karena dengan tidak terfokus pada satu jenis perusahaan atau industri, diharapkan dapat memperoleh ERC yang mencerminkan reaksi pasar modal secara keseluruhan. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel lain yang diduga dapat mempengaruhi earnings response coefficient perusahaan seperti: risiko sistematis, ukuran perusahaan, Corporate Social Responsibility (CSR), dll. 2. Bagi perusahaan, agar memberi perhatian yang lebih besar dalam menganalisa rasio keuangan dalam laporan keuangan perusahaan sehingga mempermudah investor mempertimbangkan keputusan investasi dan memperbanyak informasi perusahaan yang dibutuhkan publik. 3. Bagi lembaga regulator, agar memberikan pemahaman kepada publik mengenai keterkaitan analisa fundamental sebagai takaran tingkat ERC perusahaan publik yang sangat dibutuhkan dalam dunia investasi. Bagi investor dan masyarakat, agar turut serta memperluas pemahaman terhadap pentingnya analisa fundamental dalam laporan keuangan perusahaan publik dalam dunia usaha sebagai takaran mutu perusahaan publik yang akan dijadikan tempat investasi.
Akuntansi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2016-2017
36
|
Anggun Audina, et al.
Daftar Pustaka Brigham, Eugene dan Joel F Houston. 2001. Manajemen Keuangan II. Jakarta: Salemba Empat Ceacilia Srimindarti. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Lq-45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008. Semarang. Hal 139 Chaney, P.K. dan D.C. Jeter. 1991. The Effect of Size on The Magnitude of long window Earnings Response Coefficient, Contemporary Accounting Research. Vol. 8, No. 2, pp 540-560. Chusnulia, Mekani, Dessy. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laba Pada Perusahaan High Profile Yang Terdaftar Di BEI. Jepara. Djamaluddin, Subekti. 2008. Analisis Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, Dan Arus Kas. Jurnal akuntansi dan keuangan. Vol. 11. No. 1. Jakarta. Hal 55-67 Laila. 2013. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Kesempatan Bertumbuh, dan Profitabilitas terhadap Earnings Response Coefficient. Padang. Sayekti, Y. dan L. S. Wondabio. 2007. Pengaruh CSR Disclosure terhadap Earning Response Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar, 26-28 Juli Scott, William R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada Prentice Hall. Hal 154 Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan (Edisi III). Yogyakarta: BPFE. Tucker, Jennifer W. dan Paul A Zarowin. 2006. Does Income Smoothing Improve Earnings Informativeness?. The Accounting Review, 81 (1), hal. 251-270
Volume 3, No.1, Tahun 2017