PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA (Studi pada Pemerintah Kabupaten Way Kanan)
Eko Budi Sulistio, S.AP., M.AP Dosen Tetap Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung Email:
[email protected]
ABSTRACT Performance budgeting system is the budget’s system which emphasizes in the output and the expenditure. This system tries to link between the output and the outcome by emphasizing the eficiency and effectiveness of alocated funds. The settlement of the performance budgeting is devided into planning such as the programme and the activity whis is going to be conducted an the indicator which is going to be obtained. The government in Way Kanan has measured the budget using the performance budgeting as way in alocating the financial for all the programs in the region. The setlement in this budgeting system was supported by the assemble. Besides as the new budgeting system, the inplementation in Way Kanan was not successfully run, there were some problems occured such as : the insuficient number of capable human resources in this field. So that the resercer has made some suggestions such as : (a) The increasing ability for human resorces both for the quantity and quality (b) The priority of the development should be related to the budget which can be managed by the region so that the development policy can be well obtained. Keyword: budgeting, government, human resources
LATAR BELAKANG
negara. Oleh karena itulah, maka rencana-rencana pemerintah unluk melaksanakan keuangan negara perlu dibuat dan dituangkan dalam bentuk anggaran. Mengingat akan besarnya manfaat anggaran bagi suatu organisasi, maka anggaran tersebut harus disusun secara baik. Hal ini ditegaskan oleh Izzetin (1979) bahwa penyusunan anggaran yang baik harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: partisipasi dalam penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran dan tingkat kesulitan anggaran. Oleh karena itu untuk dapat merancang anggaran pemerintah, maka diperlukan sistem anggaran yang memadai.
Paradigma manajemen keuangan pemerintahan saat ini menekankan bahwa kegiatan pemerintah harus berorientasi pada kinerja (hasil), bukan pada biaya. Hasil yang diperoleh tersebut harus terukur, serta menunjang pencapaian visi dan misi sesuai dengan fungsi pemerintahan masing-masing kementerian/ lembaga/ satuan kerja perangkat daerah. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta pelaksanaan tugas yang diberikan oleh rakyat, pemerintah harus mempunyai suatu rencana yang matang guna mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Rencana-rencana tersebut disusun secara seksama yang akan dipakai sebagai pedoman dalam setiap langkah pelaksanaan tugas
39
40
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari – Juni 2010
Saat ini Indonesia telah merubah sistem anggaran sektor publiknya dengan menggunakan sistem anggaran berbasis kinerja (performance budgeting). Melalui anggaran berbasis kinerja, diharapkan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat mengedepankan proses bottom-up di dalam pelaksanaannya. Pada akhirnya nanti, akan menyediakan ruang yang lebih luas bagi instansi pemerintah untuk mengelola atau merelokasi sumber daya guna mencapai produktivitas anggaran yang lebih tinggi. Instansi pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang, dituntut adanya suatu perubahan dalam pola pikir untuk menyusun programprogramnya, dan mendisain aktivitas anggarannya betul-betul berdasarkan orientasi untuk mencapai satu tujuan. Dalam pengelolaan uang negara sesuai dengan Undang-Undang No.17 tahun 2003 mengamanatkan bahwa di dalam menyusun anggaran bagi instansi pemerintah harus berorientasi pada kinerja. Hal ini diperkuat oleh Mardiasmo (2001) yang menyatakan bahwa dalam penyusunan anggaran daerah yang dikehendaki adalah: (a) Anggaran Daerah harus bertumpu pada kepentingan publik; (b) Anggaran Daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendan (work better and cost less); (c) Anggaran Daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuK keseluruhan siklus anggaran; (d) Anggaran Daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented) untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan; (e) Anggaran Daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait; (f) Anggaran Daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya
ADMINISTRATIO
untuk memaksimalkan peugelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money. Berdasarkan undang-undang otonomi daerah pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas perbantuan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti yang disebut diatas didanai dari dan atas beban APBD, yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 19 (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan RAPBD Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Penerapan prinsip good governance menuntut adanya reformasi manajemen keuangan pemerintah. Reformasi manajemen keuangan pemerintah (daerah) tersebut diperlukan untuk menghasilkan suatu manajemen keuangan pemerintah (daerah) yang transparan, akuntabel, yang mendukung peningkatan peran serta masyarakat dan supremasi hukum di bidang keuangan negara dan meningkatkan kinerja pemerintah (daerah). Sistem penganggaran berbasis kinerja merupakan suatu sistem penyusunan anggaran yang menekankan pada hasil dan
ISSN : 2087-0825
Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
mengendalikan belanja. Sistem ini terutama berusaha untuk mengaitkan langsung antara keluaran) dengan hasil yang disertai dengan penekanan terhadap efektivitas dan efisiensi anggaran yang dialokasikan. Penyusunan anggaran berbasis kinerja mendasarkan prosesnya pada perencanaan kinerja, yang terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dan indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas pengguna anggaran. Dalam menyusun anggaran berbasis kinerja organisasi ataupun unit organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga merencanakan kegiatan yang ingin dicapai, dalam bentuk keluaran atau terutama hasil program atau kegiatan yang akan dilaksanakan (BPKP, 2005). Mewujudkan sebuah sistem Penganggaran berbasis kinerja yang efektif perlu terus diperjuangkan secara bertahap dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Adapun tujuan anggaran berbasis kinerja adalah efisiensi pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan beban kerja dan kegiatan terhadap biaya, mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan merubah paradigma dari kinerja lembaga berdasarkan besar dana yang menjadi penilaian berdasarkan pencapaian kinerja yang diukur dengan indikatorindikator substantif yang dihasilkan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan secara efisien, efektif, dan ekonomis, dan sejalan dengan kebijakan organisasi (BPKP, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka semakin disadari perlunya Pemerintah Kabupaten menerapkan konsep anggaran berbasis kinerja. Atas dasar pemikiran inilah peneliti tertarik mengajukan usulan penelitian yang berjudul “Analisis
ADMINISTRATIO
41
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Oleh Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Kabupaten Way Kanan)”
MASALAH PENELITIAN Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah disampaikan, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah proses penyusunan anggaran berbasis kinerja di Kabupaten Way Kanan?
TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses penyusunan anggaran berbasis kinerja pada Bagian Keuangan Pemerintah Kabupaten Way Kanan.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat mengenai suatu fenomena (keadaan, sifat-sifat suatu individu, atau gejala terhadap kelompok tertentu) (Singarimbun dan Efendy, 1985). Dalam hal pengumpulan dan analisis data maka digunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan Kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, sehingga data yang dikumpulkan adalah data yang berupa kata/ kalimat maupun gambar. Data-data ini bisa berupa naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen pribadi, memo ataupun dokumen
ISSN : 2087-0825
42
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari – Juni 2010
resmi lainnya (Maleong, 2000). Dengan demikian maka jelaslah bahwa penelitian kualitatif ini menyangkut perilaku dari sebuah objek penelitian dan menyangkut bagaimana peneliti nantinya akan mengolah data dan menyajikannya dalam laporan penelitian. Untuk menghindari bias data dalam penelitian jenis ini dikenal teknik focusing data, yang meliputi: (a) Arah dan prioritas pembangunan daerah di Kabupaten Way Kanan, (b) Kebijakan keuangan daerah Kabupaten Way Kanan dalam mendukung tercapainya prioritas pembangunan daerah, (c) Proses penyusunan anggaran berbasis kinerja di Kabupaten Way Kanan. Data yang diperoleh penelitian ini berasal dari beberapa sumber, yakni: informan, dokumen dan peristiwa. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan teknik pengumpulan antara lain: wawancara, dokumentasi dan observasi. Sedangkan analisis data menggunakan teknik analisis model siklus dari Miles dan Huberman yang terdiri dari: data reduction, data display dan data verification.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian Kabupaten Way Kanan merupakan satu dari 14 Kabupaten yang ada di daerah Propinsi Lampung yang dibentuk berdasarkan UU.No.12 Tahun 1999 tanggal 20 April 1999. Secara geografis Kabupaten Way Kanan berada antara arah Utara Selatan 4.12° - 4.58° Lintang Selatan dan arah Timur - Barat 104.17° 105.04° Bujur Timur. Secara administratif, batas-batas wilayah Kabupaten Way Kanan adalah: Sebelah Utara dengan Propinsi Sumatera Selatan; Sebelah Selatan dengan Daerah Kabupaten Lampung
ADMINISTRATIO
Utara; Sebelah Timur dengan Daerah Kabupaten Tulang Bawang; Sebelah Barat dengan Daerah Kabupaten Lampung Barat. Pada tahun 2004 pembagian wilayah di Kabupaten Way Kanan mengalami pemekaran menjadi 12 Kecamatan, 195 Kampung dan 3 Kelurahan. Pada tahun 2005 berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2005 terbentuk 2 Kecamatan Baru hasil pemekaran, yaitu Kecamatan Buay Bahuga dan Kecamatan Bumi Agung dan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2005 terbentuk 2 kampung baru hasil pemekaran, yaitu Kampung Karya Maju dan Kampung Mulya Jaya di Kecamatan Rebang Tangkas. Sehingga jumlah kecamatan, kelurahan dan kampung di Kabupaten Way Kanan pada saat ini menjadi 14 kecamatan, 3 Kelurahan dan 197 Kampung. Secara demografis, berdasarkan hasil sensus tahun 2003 tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten Way Kanan pada tahun 2001 mencapai 2,12 % ditahun 2002 mencapai 1,12 % dan ditahun 2003 sebesar 1,76 % dengan total jumlah penduduk sebanyak 367,574 jiwa ditahun 2003 dan telah berkembang menjadi 374.618 ditahun 2004 dengan tingkat kepadatan 95,52 orang/Km2. Perkembangan jumlah penduduk secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan angkatan kerja, penduduk usia kerja, tingkat ketergantungan dan indikator kependudukan lainnya. Berikut ini akan ditampilkan tabel pertumbuhan penduduk, struktur umur penduduk yang sekaligus menggambarkan perbandingan penduduk usia produktif dengan tidak produktif. Mata pencarian penduduk di Kabupaten Way Kanan sebagian besar di sektor pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan, disusul perdagangan, angkutan, jasa kemasyarakatan, pertambangan dan
ISSN : 2087-0825
Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
penggalian dan lain-lain. Secara rinci
43
dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1. Pekerjaan Penduduk Menurut Lapangan Usaha Jenis pekerjaan Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Lisrik, gas dan air Bangunan Perdagangan Besar, Eceran , Rumah Makan dan Hotel Angkutan, Penggudangan dan Komunikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Sewa bangunan, tanah dan jasa perusahaan Jasa Kemasyarakatan Sumber; BPS, 2005
Proses Penyusunan Berbasis Kinerja
Th 2000
Th 2001
Th 2002
Th 2003
142.439
114.345
143.47
151.016
1.362
165 6.105 2.475
483 4.669 161
2.114 151 604
7.141
5.445
6.924
11.941
1.097
660
1.933
11.941
165
-
152
3.795
4.669
7.853
9.158
Anggaran
Pedoman penyusunan ABK adalah penetapan ukuran atau indikator keberhasilan sasaran dan fungsi-fungsi belanja. Oleh karena aktivitas dan pengeluaran biaya dilaksanakan pada tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maka kinerja yang dimaksud akan menggambarkan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan (program dan kebijaksanaan) dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi unit kerja tersebut. Undang-Undang Nomor 17 menyatakan bahwa rencana kerja SKPD disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja. Untuk mendukung kebijakan ini perlu dibangun suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi untuk penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja. Dengan adanya sistem tersebut pemerintah daerah
ADMINISTRATIO
akan dapat mengukur kinerja keuangannya yang tercermin dalam APBD. Agar sistem dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan ASB, tolak ukur kinerja dan standar biaya (BPKP, 2005). Dalam penyusunan APBD berbasis kinerja pemerintah daerah harus memperhatikan prinsip-prinsip penganggaran yaitu, transparansi dan akuntabilitas anggaran, disiplin anggaran, keadilan anggaran, efisiensi dan efektivitas anggaran. Anggaran disusun dengan pendekatan kinerja yang mengutamakan pencapaian hasil output/outcome. Dengan disusunnya APBD berbasis kinerja berarti pemerintah telah melakukan perubahan. Perubahan yang dilakukan mengarah pada bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat bersamaan dengan peningkatan produktivitas. Kedua tujuan tersebut mendorong manajemen pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja
ISSN : 2087-0825
44
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari – Juni 2010
instansi –instansi di pemerintah daerah. Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut (BPKP, 2005): 1. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha. 2. DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. 3. Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD. 4. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan
ADMINISTRATIO
5.
6.
7.
8.
mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Gambar 1: Tahapan Penyusunan APBD Kabupaten Way Kanan
ISSN : 2087-0825
Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan belanja daerah sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undangan Nomor 32 Tahun 2004 pasal 167 (3) adalah ASB. Alokasi belanja ke dalam aktivitas untuk menghasilkan output seringkali tanpa alasan dan justifikasi yang kuat. ASB mendorong penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap aktivitas unit kerja menjadi lebih logis dan mendorong dicapainya efisiensi secara terusmenerus karena adanya pembandingan (benchmarking) biaya per unit setiap output dan diperoleh praktek-praktek terbaik (best practices) dalam desain aktivitas.
Gambar 2: Mekanisme Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Menurut BPKP (2005) enam langkah untuk penghitungan biayabiaya output/outcome. Pertama, menetapkan tujuan akuntansi biaya. Suatu langkah penting dalam setiap pelaksanaan akuntansi biaya adalah memahami mengapa pelaksanaan akuntansi biaya ini dilakukan, keputusan apa dan dimana akuntansi biaya diperlukan. Tanggung jawab untuk menetapkan mengapa akuntansi biaya diperlukan terletak pada manajemen tingkat atas antara lain kepala bagian keuangan. Namun setiap keputusan yang akan
ADMINISTRATIO
45
mempengaruhi biaya dan metode penghitungan biaya, agar dapat menyediakan informasi yang lebih baik, hal ini merupakan tanggung jawab seluruh level manajemen. Kedua, menetapkan output untuk dihitung biayanya. Mendefinisikan output merupakan langkah penting untuk menentukan pencapaian target-target dari aktivitas yang dibiayakan. Disain sistem akuntansi biaya akan mempengaruhi pengalokasian biayanya. Manajer program pada tiap unit kerja dan kepala bagian perencanaan serta bagian keuangan paling berkompeten dalam langkah ini. Tindakan yang diperlukan: (a) Menetapkan kunci keberhasilan (key result area) atas struktur aktivitas program; (b) Menetapkan dan membebaskan tarif; (c) Menyediakan harga satuan. Ketiga, menetapkan dasar biaya. Merumuskan biaya yang relevan dalam perhitungan biaya output untuk suatu aktivitas antara lain: Belanja program langsung, Belanja tidak langsung pendukung program, Belanja administrasi umum, Belanja dari produk dan jasa yang diterima dari unit horisontal dan vertikal (termasuk dari pemerintah pusat) dan digunakan dalam aktivitas untuk menghasilkan output, Belanja modal berhubungan dengan asset yang digunakan langsung maupun tidak langsung, Pengeluaran untuk pajak tanggung jawab untuk mengembangkan dasar biaya terletak pada staf bagian keuangan, khususnya bagian akuntansi. Sedangkan manajer program/ bagian perencanaan mengidentifikasi kategori biaya yang sesuai untuk setiap output dan mendefinisikan relevansi dari biaya tersebut. Seluruh dasar biaya tersebut aktivitasnya dialokasikan dalam administrasi umum, program pendukung dan biaya langsung.
ISSN : 2087-0825
46
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari – Juni 2010
Keempat, menetapkan proses alokasi. Langkah berikutnya adalah mendefinisikan proses alokasi apa yang diperlukan untuk mengalokasikan sumber dana ke unitunit kerja dimana biaya tersebut diperlukan. Terdapat dua jenis alokasi biaya yang akan diperlukan untuk suatu penghitungan total biaya yaitu: (a) Alokasi belanja operasional ke program; dan (b) Alokasi belanja operasional ditambah dengan biaya yang mendukung program, ke kegiatan yang rinci. Kedua jenis belanja tersebut di atas direalisir menjadi biaya keseluruhan output/outcome. Pada umumnya dalam akuntansi biaya, overhead adalah masalah yang komplek. Pada awalnya, organisasi mendefinisikan dan mengategorikan overhead secara berbeda-beda. Ada yang berpendapat sebagai suatu biaya overhead, ada juga yang berpendapat sebagai biaya langsung. Beberapa biaya overhead dapat dianggap sebagai biaya administrasi umum atau biaya pendukung program (biaya tidak langsung), tergantung bagaimana fungsi overhead dikelola dan dimana dilaporkan (yang bervariasi dari satu organisasi ke organisasi lain). Pengalokasian overhead adalah suatu seni yang membutuhkan justifikasi yang signifikan. Namun asumsi yang wajar seharusnya menghasilkan praktek-praktek penghitungan biaya yang adil. Pengalokasian dana akan memerlukan konsultasi dengan biro/bagian perencanaan, terutama atas metode yang digunakan untuk mengalokasikan biaya-biaya ke output/outcome. Kegiatan untuk menetapkan proses alokasi dilakukan sebagai berikut: (a) Memilih dan menentukan apakah overhead langsung dialokasikan ke sub-sub aktivitas atau melalui tahap distribusi dengan melihat apakah ada kesesuaian antara indikator-indikator
ADMINISTRATIO
output-input; (b) Mengkaji hubungan sub aktivitas dengan output apakah ada hubungan langsung antar inputoutput (beberapa diantaranya menggunakan dasar pertimbangan untuk dasar alokasi). Kelima, menyeleksi dasar-dasar alokasi. Definisikan dasar-dasar yang mewakili hubungan antara biaya yang sedang dialokasikan dengan program, kemudian kepada aktivitas yang menghasilkan output yang ditetapkan tersebut. Tanggung jawab menyeleksi dasar-dasar alokasi pada bagian keuangan dengan berkonsultasi pada staf program untuk dapat mengidentifikasi faktor pemicu pengalokasian biaya-biaya. Kegiatan untuk menyeleksi dasar-dasar alokasi sebagai berikut : (a) Mengalokasikan belanja operasional ke programprogram dengan cara: (i) memperoleh komponen utama administrasi umum, (ii) menetapkan kebijakan pemicu biaya (cost driver) untuk biaya tidak langsung (overhead cost), (iii) mengidentifikasikan tingkat materialitas komponen biaya overhead dan abaikan yang lainnya jika tidak material, (iv) menentukan dasar alokasi overhead yang berbeda pada setiap program (kenali karakteristik indikator input), (v) menggunakan metode perhitungan antara biaya dengan manfaatnya (cost benefit) untuk memilih dasar alokasi yang sesuai. (b) Mengalokasikan belanja administrasi umum dan belanja pendukung program ke sub aktivitas dengan cara: (i) Dapatkan anggaran langsung pada setiap aktivitas di mana alokasi biaya overhead-nya diperlukan, (ii) Tetapkan indikator input atas biaya variabel jika biaya langsungnya sangat bervariasi mungkin pendekatan total anggaran operasional atau anggaran kapital lebih baik. (c) Mengalokasikan biaya sub aktivitas ke output dengan cara: (i) Tetapkan indikator output, apakah keluaran suatu sub aktivitas atau
ISSN : 2087-0825
Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
lebih, (ii) Jika lebih dari satu aktivitas maka indikator efisiensi menggunakan perbandingan input ke output, atau sebaliknya output ke input. Keenam, melakukan penghitungan. Ikhtisarkan langkahlangkah di atas ke dalam penghitungan dengan pendekatan akuntansi biaya dan dasar alokasi yang telah ditetapkan. Perhitungan biaya memperlihatkan tingkat materialitas biaya sehingga yang tidak material bisa diabaikan. Tugas menghitung dan menyediakan pedoman fungsional ini terletak pada bagian akuntansi. Kegiatan penghitungan dilakukan sebagai berikut : (a) Rincikan biaya ke dalam kategori biaya tidak langsung (overhead) dan biaya langsung pada masing-masing sub aktivitas; (b) Aplikasikan persentase standar manfaat kepada belanja pegawai (Basic Pay) ke dalam biaya-biaya sub aktivitas; (c) Dapatkan biaya historis, nilai buku dan unit pakai dari aset tetap yang berhubungan dengan sub aktivitas tersebut; (d) Dapatkan biaya modal atas aset tetap dari investasi yang pendanaannya melalui pinjaman ; (e) Dapatkan nilai beban (input) atas biaya gratis yang merupakan output dari unit kerja lain dan nilai alokasi beban output dari output unit kerja tersebut yang digunakan oleh unit kerja lain; (f) Jumlahkan seluruh biaya untuk menentukan biaya output keseluruhan (implisit cost dan exsplisit cost). Penjumlahan biaya yang ditetapkan pada setiap output aktivitas per unit kerja tidak sama dengan penjumlahan biaya pada pusat biaya karena adanya biaya implisit dan perhitungan ganda yaitu output pada satu unit kerja menjadi input pada unit kerja lain. Metode perhitungan biaya tersebut mengharuskan kita membuat analisis biaya pada setiap output dan dengan pendekatan aktivitas manajemen,
ADMINISTRATIO
47
efisiensi dari tahun ke tahun akan dapat dilakukan. Metode perhitungan biaya ini merupakan aktivitas untuk penyusunan anggaran berbasis kinerja, disebut sebagai ASB. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa paradigma penyusunan anggaran berbasis kinerja telah menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah di Indonesia termasuk di Kabupaten Way Kanan. Dari uraian diatas terlihat bahwa penerapan system anggaran berbasis kinerja dapat diimplementasikan secara baik di Kabupaten Way Kanan. Hal ini tentu dapat berdampak pada efisiensi dan efektifitas pembangunan daerah pada masa yang akan datang. Namun demikian salah satu hambatan dalam penyusunan anggaran berbasis kompetensi ini adalah masih rendahnya kualitas SDM dan kurangnya kuantitas SDM yang menguasai system Anggaran Berbasis Kinerja pada setiap instansi.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pemerintah Kabupaten Way Kanan telah melaksanakan penyusunan anggaran daerah berbasis kinerja sebagai upaya pembiayaan program-program pembangunan daerah. Penyusunan anggaran berbasis kinerja ini mendapatkan dukungan politik yang tinggi dari Kepala Daerah maupun legislatif daerah (DPRD). 2. Sebagai sistem anggaran yang relatif baru maka diimplementasikan di Kabupaten Way Kanan masih ditemukan beberapa masalah yakni: kurangnya jumlah sumber daya manusia yang menguasai sistem anggaran baru ini.
ISSN : 2087-0825
48
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.1, No.1, Januari – Juni 2010
SARAN-SARAN 1.
2.
Perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang menguasai system penyusunan anggaran berbasis kinerja pada setiap SKPD sehingga tidak menyulitkan pembahasan pada tingkat antar SKPD. Prioritas pembangunan daerah hendaknya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang dapat dikelola oleh daerah sehingga kebijakan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA BPKP, 2005. Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja. Jakarta. Burhanudin, 2002. Pengaruh Karakteristik Anggaran Terhadap Efektifitas Pelaksanaan Anggaran (Studi di Kota Malang). Tesis, tidak dipublikasikan. PPS Universitas Brawijaya. Malang. Devas, Nick et all, 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, UI-Press, Jakarta, 1989 Domai, Tjahjanulin. 2002. Reinventing Keuangan Daerah (studi tentang pengelolaan keuangan daerah). Dalam Jurnal Administrasi Negara VolumeII Nomor 2 Maret 2002. FIA Universitas Brawijaya. Faisal, Sanapiah, 1992. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Y3A, Malang Fauzi, Achmad dan Ek. Iskandar, 1995. Cara Membaca APBD, PT. Danar Wijaya Brawijaya University Press, Malang.
ADMINISTRATIO
Hendrarso, E.S. 2005. Penelitian Kualitatif: Suatu Pengantar, dalam Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, editor: Bagong Suyanto, Penerbit Kencana. Jakarta Ichsan, Moch, dkk, 1997. Administrasi Keuangan daerah: Pengelolaan dan Penyusunan APBD, PT. Danar Wijaya, Brawijaya University Press, Malang. Indonesia Review, 2006. Penyusunan Anggaran Harus Berbasis Kinerja.www.indonesiareview.c om, 31 Maret 2006. Kaho, Josef Riwu, 2002. Prospek Otonomi daerah di Republik Indonesia, Rajawali Press, Jakarta. Mardiasmo, 2000. Implikasi APBN dan APBD Dalam Konteks Otonomi Daerah. Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari Menyoal Pelaksanaan Otonomi Daerah di Sumatera Selatan, 11 April 2000. Universitas IBA. Palembang. Mardiasmo, 2001. Manajemen Penerimaan Daerah, Pengeluaran Daerah & Bentuk seta Struktur APBD 2001. Disampaikan pada Workshop Pembekalan Penyusunan Propeda Kabupaten/ Kota Propinsi NTB, bekerjasama dengan SIAGA Project dan Bappeda Mataram. Mardiasmo, 2001. Perencanaan Keuangan Publik Sebagai Suatu Tuntutan dalam Pelaksanaan Pemerintahan Daerah yang Bersih dan Berwibawa. Makalah disampaikan dalam acara Diskusi Panel Nasional yang diselenggarakan oleh IAI-KASP, tanggal 22 Maret 2001 di Jakarta.
ISSN : 2087-0825
Eko Budi Sulistio, Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
Mardiasmo, 2002, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta, Penerbit ANDI, Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI Yogyakarta. Miles, M. B. & Hubberman, M. A, 1992. Qualitative Data Analisys, Sage Publication Inc. UK Moleong, Lexy, 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, PT Remaja Rosda Karya. Nugroho, Riant. D, 2001. Reinventing Indonesia, Menata Ulang Manajemen Pemerintah untuk membangun Indonesia Baru dengan Keunggulan Global, Makalah. Nugroho, Trilaksono, 2000. Reformasi dan Reorientasi Kebijakan Otonomi daerah dalam Perspektif Hubungan Pemerintah Pusat-daerah, Jurnal Administrasi Negara, Vol. 1 2000, FIA-Unibraw Malang. Nugroho, Trilaksono. 2003. Administrasi Keuangan Negara. FIA Universitas Brawijaya. Malang. Pahlawi, Riza. 2002. Pengaruh Koordinasi Penyusunan Anggaran Terhadap efektifitas Pelaksanaan Anggaran (Studi pada Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan). Tesis, tidak dipublikasikan. PPS Universitas Brawijaya. Malang.
49
dipublikasikan. PPS Universitas Brawijaya. Malang. Singarimbun, Masri & Effendi, Sofyan, 1985. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta Tambunan, B.S, 1996. Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah, Bina Rena Prawira, Jakarta. Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2000 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Widodo, Joko, 2001. Good Governance: Telaah Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya, Insan Cendekia Bratakusuma, Dedy Supriyadi. 2001. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Gramedia. Jakarta.
Prihantoro, Purwono, 2001, Pembangunan Daerah, Renstra dan Akuntabilitas (Pendekatan Public sector Balanced Scorecard), 2001. Sidik,
Mokhamad. 2004. Proses Penyusunan Anggaran Kinerja (Studi di Pemerintah Kota Blitar). Tesis, tidak
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825