Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang) Wiwik Andriani Ermataty Hatta Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang Abstract The implementation of budget based on performance is a demand in Law no. 17 in 2003. With the Law, it is expected to be a change from an input budgetting to a performance budgetting. A regulation of the finance minister states that in applying the performance budgetting, there are 8 (eight) stages that must be passed. Of research by the author in particular the central government of Padang State Polytechnic, from all of the indicators, there are stages that carried less than maximum. It is because of several factors influencing, budgetting has not been based on priorities, the shortage of funds and unavailability of clear performance indicators for each activity. Key word : Performance budgetting, PNP, Law of 17 th 2003
1. Pendahuluan Dengan keluarnya UU No. 17 Tahun 2003 menuntut perubahan sistem penganggaran dari traditional budget menjadi penganggaran berbasis kinerja. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan beberapa peraturan pemerintah lainnya digunakan sebagai dasar petunjuk pelaksanaan anggaran. Undang-undang dan peraturan ini mengharuskan digunakannya sistem penganggaran yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu perubahan dari sistem dual budgeting menjadi unified budgeting, penganggaran dengan basis input menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting system), dan penganggaran dengan kerangka pengeluaran berjangka menengah. Sistem ini menggantikan sistem penganggaran tradisional (traditional budgeting system) yang mempunyai banyak kelemahan, karena adanya tumpang tindih biaya sehingga berdampak pada inefisiensi anggaran.
Penyusunan anggaran berbasis kinerja mempunyai konsekuensi menitikberatkan pada aspek manajemen strategik dalam rangka efektifitas dan efisiensi anggaran untuk optimalisasi output yang dihasilkan dari suatu input (biaya) tertentu. Penyusunan anggaran dengan berbasis kinerja harus berdasarkan pertimbangan beban kerja dan unit cost setiap kegiatan karena orientasi tidak hanya pada output saja tetapi juga outcome, benefit dan impact sehingga setiap satker harus menetapkan tujuan yang jelas terlebih dahulu. Pengalokasian dana yang efektif mengandung arti bahwa setiap pengeluaran yang dilakukan pemerintah mengarah pada pencapaian sasaran dan tujuan stratejik yang dimuat dalam dokumen perencanaan stratejik. Sedangkan, pengalokasian dana yang efisien mengandung arti bahwa pencapaian sasaran dan tujuan stratejik
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
tersebut telah menggunakan sumber daya yang paling minimal dengan tetap mempertahankan tingkat kualitas yang direncanakan. Pengalokasian pengeluaran yang efektif dan efisien tersebut dapat diwujudkan dengan penerapan performance-based budgeting dalam penyusunan anggaran pemerintah. Performance-based budgeting, seperti yang dinyatakan Robinson dan Last (2009), bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengeluaran publik dengan mengaitkan pendanaan organisasi sektor publik dengan hasil yang dicapai dengan penggunaan informasi kinerja secara sistematik. Sejalan dengan pengertian dan tujuannya, persyaratan mendasar dalam penerapan bentuk sederhana dari penganggaran berbasis kinerja, menurut Robinson dan Last (2009), diantaranya adalah adanya informasi mengenai tujuan dan hasil dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk indikator kinerja kunci dan terdapat proses penyusunan anggaran yang dirancang untuk memfasilitasi penggunaan informasi tersebut. Jadi, suatu pemerintah dapat dikatakan telah menerapkan bentuk sederhana dari penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) jika telah menetapkan indikator kinerja untuk mengukur hasil dari pengeluaran anggaran yang dilakukan dan menggunakan indikator tersebut dalam proses atau mekanisme penyusunan anggaran. Hal ini, seperti yang dinyatakan Hou (2010), menunjukkan bahwa desain dari performance-based budgeting didasarkan pada pemikiran bahwa memasukan ukuran kinerja dalam anggaran akan mempermudah pemantauan terhadap program untuk melihat seberapa baik pemerintah telah mencapai outcome yang dijanjikan dan diinginkan. Senada dengan Robinson dan Last, Rasul (2003) menyatakan persyaratan yang diperlukan untuk menjamin penerapan penganggaran
berbasis kinerja antara lain adalah kejelasan sasaran strategis, pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja, adanya keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dengan indikator kinerjanya serta laporan akuntabilitas kinerja yang menekankan pada outcome. Di Indonesia, berbagai peraturan dan pedoman telah diterbitkan terkait dengan penerapan penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) pada pemerintah. Termasuk yang diatur di dalamnya adalah pencantuman indikator kinerja dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran serta penggunaan indikator kinerja tersebut dalam proses penyusunan anggaran pemerintah. Dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Strategis yang tergambar dalam Renstra pada satuan kerja (satker). Keselarasan antar dokumendokumen perencanaan tersebut dapat dilihat dari keselarasan indikator kinerja yang terdapat dalam dokumendokumen tersebut. Pada satker, indikator kinerja yang dimuat dalam Renja satker haruslah mendukung pencapaian indikator kinerja yang termuat dalam Renstra satker. Dan selanjutnya, indikator kinerja Renja tersebut harus didukung oleh indikator kinerja yang dimuat dalam RKA-KL (Rencana Kerja Anggaran Kementerian Kelembagaan). Adanya keselarasan indikator kinerja ini secara logis akan dapat mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai yang dicantumkan dalam dokumen perencanaan strategis (Renstra) dengan kegiatan-kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh satker.
Walaupun anggaran berbasis kinerja telah lama dilaksanakan di Indonesia, namun pada kenyataannya pengelolaan keuangan ini masih belum terlaksana secara maksimal. ini dapat dibuktikan bahwa laporan keuangan pemerintah pusat belum mendapatkan opini yang baik yaitu WTP (Wajar Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35 25
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
Tanpa Pengecualian). Hal ini terjadi akibat beberapa faktor dan penyebab, salah satunya terkait dengan anggaran berbasis kinerja. Kondisi ini ditunjukkan oleh belum didukungnya tujuan dan sasaran dalam dokumen perencanaan jangka menengah oleh dokumen perencanaan tahunan. Misalnya, antara dokumen Rencana Strategis (Renstra) dengan Rencana Kerja (Renja) dimana sasaran yang ada di Renstra belum didukung oleh program dan kegiatan yang ada di Renja. Kondisi sekarang ini masih ada satker yang menyusun anggaran lebih memberikan perhatian kepada input (input based). Hal ini bisa terlihat dari format dokumen anggaran yang disusun secara line-item. Begitu juga halnya pada saat pelaksanaan anggaran masih ada satker yang berfikir bagaimana menghabiskan anggaran yang tersedia lebih menjadi tujuan daripada pencapaian target kinerja yang telah disepakati dalam dokumen anggaran. Segala upaya dilakukan untuk menghabiskan dana yang tersedia dalam anggaran, terutama pada akhir tahun anggaran, masih merupakan fenomena yang sering ditemukan hampir pada semua instansi pemerintah yang ada di Indonesia. Namun, kondisi ini belum menyentuh masalah penggunaan indikator kinerja pada dokumen anggaran. Penelitian ini mencoba melakukan studi mengenai penerapan penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) pada pemerintah pusat kasus pada salah satu satker di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Politeknik Negeri Padang. Peneliti akan meninjaunya dari persyaratan penetapan dan penggunaan indikator kinerja dalam proses penyusunan anggaran (APBN) dan faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) tersebut.
anggaran pada pemerintah daerah sedangkan disini penulis membahas analisis anggarannya pada pemerintah pusat. 2. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian yang akan dibahas adalah: 1) Apakah penerapan penganggaran berbasis kinerja (performancebased budgeting) pada Politeknik Negeri Padang telah berjalan sesuai dengan konsep penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) dalam hal persyaratan penggunaan indikator kinerja dalam proses penyusunan anggaran. 2) Faktor-faktor apa yang menyebabkan belum berjalannya penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) pada Politeknik Negeri Padang. 3. Landasan Teori Anggaran berasal dari kata budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian, berdasarkan The National Committee on Governmental Accounting (NCGA) yang saat ini telah menjadi Governmental Accounting Standards Board (GASB) definisi anggaran (budget) adalah rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan pengertian di atas, anggaran negara meliputi : - rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja - gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan - alat pengendalian
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang ada yaitu menganalisis 26 Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
-
instrumen politik disusun dalam periode tertentu
Perencanaan dan penyusunan anggaran di Indonesia didasarkan pada : 1. UUD 1945 2. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 3. UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara 4. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 5. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 6. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah(RKP) 7. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Dalam UUD 1945 Amandemen ke-4 pada Pasal 23 ayat (1) dijelaskan bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya dalam Pasal 23 ayat (2) dijelaskan bahwa RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pandangan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Sedangkan, Pasal 23 ayat (3) menyatakan bahwa apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan oleh Presiden, maka Pemerintah harus menjalankan APBN tahun yang sebelumnya. Dalam UU No. 17 tahun 2003 pada Pasal 14 dijelaskan beberapa hal sebagai berikut : 1) Dalam rangka penyusunan RAPBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
2)
3)
4)
5)
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) kepada DPR disampaikan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
Menurut Indra Bastian, fungsi anggaran meliputi: - Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja - Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang atau dengan kata lain pedoman bagi pemerintah dalam mengelola untuk satu periode di masa yang akan datang. - Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan - Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja - Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
27
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
-
efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi Anggaran merupakan instrumen politik Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal
Sementara itu, menurut UU 17/2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Fase-fase budget process/cycle ada 5 (lima), yaitu : 1. Budget Preparation artinya persiapan anggaran oleh eksekutif dan perangkat(pemerintah) perangkatnya. Tahap ini meliputi dua kegiatan yaitu tahap perencanaan dan penganggaran. 2. Legislative Enactment artinya persetujuan dari legislatif (DPR). 3. Budget Execution artinya pelaksanaan APBN. 4. Financial Reporting artinya laporan akhir tahun oleh eksekutif (pemerintah) kepada legislatif (DPR). Di Indonesia, pelaporan APBN dilakukan 2 (dua) kali, yaitu laporan pelaksanaan APBN semester I (satu) , dan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). Tahapan ini merupakan bagian dari tahap pertanggungjawaban. 5. Auditing artinya merupakan tahap akhir dari siklus APBN, dimana realisasi APBN diaudit oleh badan pemeriksa keuangan. Fase-fase dalam siklus APBN di Indonesia, menurut UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 1 Tahun 2004 disajikan dalam diagram di bawah ini :
28
Dalam diagram di atas dapat dilihat bahwa siklus APBN terdiri dari 5 tahapan, yaitu tahap perencanaan, penganggaran, pengesahan anggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Tahap perencanaan dimulai dari penyusunan arah dan kebijakan umum APBN, yang didasarkan pada rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), dan diakhiri pada saat RKP telah disahkan. Tahap penganggaran dimulai sejak pagu sementara ditetapkan hingga pembahasan dengan DPR mengenai Nota Keuangan (NK) dan RAPBN. Sementara itu, tahap pengesahan APBN terdiri dari dua kegiatan penting, yaitu pengesahan UU dan penetapan Perpres mengenai rincian APBN. Setelah RUU APBN disahkan menjadi UU APBN, maka setiap K/L wajib mengusulkan draft DIPA dan menyampaikannya ke Departemen Keuangan untuk disahkan. DIPA tersebut merupakan instrumen untuk melaksanakan APBN. Selanjutnya, tahap pertanggungjawaban terjadi pada saat Pemerintah dan DPR membahas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) menjadi UU. Dilihat dari kronologis waktu, fase pertama dimulai sekitar bulan Februari tahun berjalan untuk membahas persiapan penyusunan pagu indikatif, berdasarkan asumsi ekonomi makro yang disusun oleh Tim. Setelah disetujui oleh Presiden
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
dalam Sidang Kabinet, pagu indikatif tersebut selanjutkan diedarkan ke kementerian/lembaga melalui Surat Edaran Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Berdasarkan pagu indikatif tersebut, masing-masing K/L menyusun Rencana Kerja dan Anggaran K/L. Rencana Kerja K/L tersebut merupakan bahan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah, yang dikompilasikan oleh Bappenas. Sementara itu, berdasarkan hasil pembahasan dan kesepakatan dalam pembicaraan pendahuluan, maka pagu indikatif akan berubah menjadi pagu sementara. Berdasarkan pagu sementara tersebut, K/L menyusun kembali atau menyesuaikan RKA-KL masing-masing. Pagu sementara inilah yang merupakan angka-angka yang akan dipasang dalam buku Nota tahun Keuangan dan RAPBN berikutnya. NK dan RUU APBN tersebut disampaikan oleh Presiden kepada DPR RI pada bulan Agustus tahun berjalan, yang biasanya bersamaan dengan Pidato Kenegaraan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam merespon pidato kenegaraan Presiden dalam mengantarkan NK dan RAPBN, fraksi-fraksi akan menyampaikan pemandangan umumnya masingmasing dalam Masa Sidang Pertama. Berdasarkan pemandangan umum fraksi-fraksi tersebut, Pemerintah yang diwakili oleh Departemen Keuangan melakukan pembahasan RAPBN tahun berikutnya bersama dengan DPR RI, dalam hal ini Panitia Anggaran. Bersamaan dengan itu, Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan dengan Komisi terkait secara paralel mengenai RKA K/L masing-masing K/L. RUU APBN tahun berikutnya tersebut
harus disahkan menjadi UU APBN pada akhir Oktober tahun berjalan. Dengan disahkannya UU APBN, maka pagu sementara akan ditetapkan menjadi pagu definitif. Siklus APBN dapat dilihat pada skema di bawah ini.
PP 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL dapat dituangkan dalam gambar berikut ini :
Sementara itu, dasar-dasar pengalokasian anggaran tergantung pada (i) visi dan misi kementerian/lembaga, (ii) skala prioritas karena RKA-KL disusun berdasarkan skala prioritas dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) hasil pembahasan dengan DPR, Pagu Sementara/Pagu Definitif, hasil Kesepakatan DPR dengan kementerian/lembaga, dan tupoksi unit organisasi kementerian/lembaga Pengalokasian anggaran kedalam kegiatan/subkegiatan dalam RKA-KL tidak dapat mengakibatkan pergeseran anggaran antar program, pengurangan belanja mengikat, dan perubahan pagu sumber pendanaan/sumber
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
29
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
pembiayaan (RM/PLN/HLN/PNBP) yang ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu Sementara 2007. Selain itu, perhitungan alokasi biaya didasarkan pada indek satuan biaya yang ditetapkan. 4. Proses Penyusunan Anggaran di Politeknik Negeri Padang Dalam peraturan menteri keuangan dinyatakan bahwa penerapan penganggaran berbasis kinerja harus memenuhi 8 (delapan) tahapan yaitu (1) penetapan sasaran strategis, (2) penetapan outcome, program, output, dan kegiatan, 3) penetapan indikator kinerja utama program dan indikator kinerja kegiatan, 4) penetapan standar biaya, 5) penghitungan kebutuhan anggaran, 6) pelaksanaan kegiatan dan pembelanjaan, 7) pertanggungjawaban, 8) dan pengukuran dan evaluasi kinerja.
Penganggaran (SP4), Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Renstra PNP tahun 2010 – 2014 sudah disusun atas dasar evaluasi diri dengan analisis SWOT terhadap kondisi nyata dari dalam dan luar lembaga seperti sumber daya manusia, finansial, infrastruktur, sistem pengelolaan dan informasi serta daya pendukung lainnya. Menurut pengamatan penulis Renstra yang telah dibuat oleh PNP sudah mengandung visi, misi, tujuan, motto, tata nilai yang cukup jelas. Begitu juga dengan arah pengembangan PNP jangka panjang sampai tahun 2022 sudah tergambar dengan jelas yang difokuskan pada 3 (tiga) aspek yaitu membangun institutional building untuk menjadi good polytechnic governance, membangun fondasi – fondasi untuk menjadi politeknik berbasis wirausaha, meningkatkan tanggung jawab sosial dan kesejahteraan terutama dalam bidang pemecahan masalah, pencerdasan dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan pendapatan dan penyediaan lapangan kerja.
Dari tata cara penerapan penganggaran berbasis kinerja di atas, dapat dianalisis bagaimana penerapan anggaran berbasis kinerja di PNP yaitu : 1) Penyusunan Renstra Politeknik telah disinergikan dengan Renstra Departemen Pendidikan Nasional yang sekarang menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam Sinkronisasi antara Renstra Renstra telah dijabarkan visi, misi, Politeknik dengan visi, misi jurusan tujuan, kebijakan, program, berikut harus terintegrasi dengan baik, hasil yang akan diharapkan dan namun dalam kenyataannya masih kegiatan beserta keluaran yang terdapat jurusan yang belum diharapkan. Renstra Politeknik yang melaksanakan hal ini. Dari lengkap ini sudah dibuat pada bulan wawancara yang penulis lakukan, Februari tahun 2008 dan kemudian terkadang jurusan belum disempurnakan lagi pada bulan mendukung Renstra PNP secara Januari 2010. Penyempurnaan keseluruhan. Renstra pada tahun 2010 ini 2). Penetapan outcome, program, digunakan sebagai pedoman dan output dan acuan bagi pengembangan kegiatan. Politeknik Negeri Padang untuk Dari penelusuran dokumen DIPA periode 2010 – 2014, dimana (Daftar Isian Pelaksanaan penyusunan dokumen ini digunakan Anggaran) dapat dilihat secara rinci untuk Rencana Kinerja Tahunan indikator kinerja program dan (RKT), Sistem Penyusunan indikator kinerja kegiatan Ditjen Perencanaan Program dan 30 Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
Dikti. Ditjen Dikti sudah menetapkan indikator terhadap program dan kegiatan yang dapat dilihat dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) KL yang dibuat setiap awal pengusulan anggaran, namun outcome kegiatan baru dibuatkan pada akhir tahun waktu pembuatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). 3). Penetapan indikator kinerja utama program dan indikator kinerja kegiatan. Penulis melihat bahwa dalam Renstra PNP sudah dijelaskan indikator utama untuk setiap program namun untuk indikator kinerja kegiatan belum terlihat dengan jelas. 4). Penetapan standar biaya Penetapan standar biaya ini secara umum telah dilaksanakan secara terpusat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Standar ini dituangkan dalam dokumen standar biaya umum (SBU). SBU hanya memuat standar biaya yang bersifat umum saja seperti penetapan uang harian, lumpsum, penginapan, honor dan gaji pegawai. Sedangkan untuk kegiatan praktek mahasiswa dan kegiatan lainnya belum ditetapkan dengan jelas oleh Dikti, makanya pada saat ini pertengahan tahun 2012 Dikti sudah mencoba untuk membuat penetapan standar biaya ini yang nantinya akan dituangkan melalui dokumen standar biaya khusus (SBK). 5). Penghitungan kebutuhan anggaran Pada sistem Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), anggaran yang diperoleh oleh Politeknik Negeri Padang sudah ditetapkan platfomnya dari Dikti saja. Dari platfom inilah nantinya akan disusun program dan kegiatan yang akan diusulkan oleh Politeknik Negeri Padang. Hal ini terkadang menjadi kendala bagi PNP ketika usulan dari setiap jurusan yang banyak namun tidak terealisasi seperti yang diharapkan sehingga
menimbulkan ketidakpuasan suatu jurusan. Disini penulis melihat penganggaran berbasis kinerja belum secara sempurna diterapkan pada pemerintah pusat, yang mana seharusnya kebutuhan anggaran diperoleh harus berdasarkan kinerjanya. 6). Pelaksanaan pembelanjaan
kegiatan
dan
Setelah proses penganggaran selesai maka Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran. Dokumen ini adalah dasar pelaksanaan anggaran belanja satuan kerja yang bersangkutan dan pembayaran oleh Kuasa Bendahara Umum Negara. Dokumen pelaksanaan anggaran dituangkan dengan dokumen DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) yang memuat tentang Uraian fungsi/sub fungsi, Program dan sasaran program, Rincian kegiatan/sub kegiatan, Jenis belanja, Kelompok MAK, Rencana penarikan dana, Perkiraan penerimaan kementerian/Lembaga. Dengan adanya DIPA, pengguna anggaran maupun kuasa pengguna anggaran di tiap Kementerian/Lembaga baru bisa menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan kegiatan yang ada di dalam DIPA.
7). Pertanggungjawaban
Penggunaan dana terkait erat dengan pertanggungjawaban. Hal ini merupakan suatu keharusan karena dana yang bersumber dari APBN ini adalah uang rakyat sehingga pengelolaannya harus benar dan jujur sehingga dapat dipertanggungjawabkan dengan baik kepada masyarakat. Apalagi pada saat ini tuntutan yang besar dari masyarakat agar pemerintah bisa mengelola uang rakyat secara transparan dan akuntabel, sehingga pertanggungjawaban harus jelas. Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35 31
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
Proses pertanggungjawaban anggaran diawali dengan penyusunan laporan keuangan pemerintah. Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki, pertama; relevan, yang berarti informasi harus memiliki feedback value, predictive value, tepat waktu dan lengkap; kedua andal, yang berarti informasi harus memiliki karakteristik penyajian jujur, veriability, netralitas; ketiga dapat dibandingkan, berarti laporan keuangan dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan laporan keuangan entitas lain dan keempat dapat dipahami, berarti bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Dalam rangka memenuhi kriteria kualitatif laporan keuangan tersebut di atas, pemerintah pusat berusaha memanfaatkan teknologi informasi dengan mengembangkan sebuah Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP). Politeknik Negeri Padang sudah menggunakan SAPP di tingkat satuan kerja yaitu sistem akuntansi instansi (SAI). SAI akan menghasilkan Laporan Keuangan satuan kerja yang kemudian digabung secara berjenjang ke tingkat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). LKPP diperiksa terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK32
RI) selanjutnya diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wujud pertanggungjawaban anggaran kepada wakil rakyat Indonesia. 8). Pengukuran dan evaluasi kinerja Untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja setiap satker, maka semenjak tahun 2001 sudah diwajibkan satker membuat LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Awal tahun 2001 LAKIP untuk pertama kalinya dibuat sudah dinyatakan bahwa kedepannya, penganggaran yang dibuat dan diusulkan akan dinilai dari LAKIP ini. Namun hal ini belum terlaksana dengan baik dengan berbagai kendala. Hal ini dapat dilihat bahwa LAKIP baru sekedar laporan yang dikirimkan setiap tahunnya. LAKIP ini terus mengalami perkembangan dan perubahan sehingga kalau diihat sudah mengalami penyempurnaan setiap tahunnya. Dalam LAKIP sudah digambarkan mengenai Renstra secara detail dan terkait dengan Rencana Kinerja Tahunan, Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Pengukuran Pencapaian Sasaran setiap tahunnya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Performance Based Budgetting Dari hasil analisis data ditemukan beberapa hal yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan performance based budgeting pada PNP, yaitu penganggaran kegiatan yang belum berdasarkan skala prioritas dan keterbatasan dana serta belum terincinya indikator kinerja untuk kegiatan yang terlaksana. Penganggaran belum berdasarkan skala prioritas Melihat banyaknya usulan dari jurusan/program studi yang ada di PNP, namun belum menyusun anggaran berdasarkan skala prioritas
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
dan keterbatasan sumber dana menyebabkan usulan dari jurusan/prodi tidak dapat terpenuhi semuanya. Hal ini akhirnya yang membuat penyusunan anggaran berdasarkan skala prioritas terabaikan. Keterbatasan Dana Keterbatasan dana merupakan salah satu penyebab tidak berjalannya performance based budgeting pada PNP. Keterbatasan dana tersebut menyebabkan tidak adanya jaminan bahwa program dan/atau kegiatan yang telah dirumuskan untuk mencapai target kinerja tertentu dapat dilaksanakan karena tidak tersedianya dana untuk melaksanakan program dan/atau kegiatan tersebut. Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa ketersediaan dana merupakan prakondisi yang harus ada dalam mengimplementasikan performance based budgeting. Suatu entitas pemerintah tidak dapat menerapkan performance based budgeting apabila tidak memiliki keleluasaan dalam merencanakan kinerjanya sesuai dengan visi dan amanah yang diemban. Salah satu faktor yang dominan yang menghambat keleluasaan tersebut adalah keterbatasan dana sehingga tidak ada jaminan bahwa kinerja yang akan direncanakan akan dapat dicapai. Ini sejalan dengan yang diungkapkan Hou (2010) yang melaksanakan penelitian mengenai pengaruh kondisi perekonomian terhadap implementasi performance based budgeting pada negara-negara bagian di Amerika Serikat. Hasil penelitian Hou menunjukkan bahwa pada saat kondisi ekonomi sedang baik atau booming dimana pendapatan atau sumber dana pemerintah melimpah, performance based budgeting menjadi alat tawar (bargaining tool) yang bisanya digunakan oleh instansi pemerintah dalam mengajukan permintaan anggaran. Pada kondisi ini performance based budgeting memainkan peran yang besar dalam proses
penganggaran. Sebaliknya, pada saat resesi ekonomi dimana pendapatan pemerintah menurun, kinerja bukan merupakan pertimbangan yang utama dalam memutuskan pengurangan anggaran sehingga penerapan performance based budgeting berada pada level yang rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan performance based budgeting baru dapat diterapkan apabila sumber dana tersedia secara cukup sehingga tidak menjadi hambatan atau constrain dalam proses pengambilan keputusan alokasi anggaran. Belum lengkapnya ukuran indikator kinerja yang terlaksana Salah satu aktivitas utama dalam performance based budgeting adalah tersedianya data untuk indikator kinerja dan membuat keputusan mengenai penganggarannya sesuai target kinerja yang ditetapkan. Karena hal ini akan bertujuan untuk memperoleh informasi dan pengertian tentang berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. Perolehan dan penyajian data kuantitatif juga akan menjelaskan bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis. Pemilihan dan prioritas program yang akan dianggarkan akan sangat tergantung pada data tentang target kinerja yang diharapkan dapat dicapai.
5. Penutup Kesimpulan Penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) merupakan suatu pendekatan sistematis dalam penyusunan anggaran yang mengaitkan pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik dengan kinerja yang dihasilkan dengan menggunakan informasi kinerja yang dituangkan dalam bentuk indikator kinerja. Suatu pemerintah dapat dikatakan telah menerapkan bentuk sederhana dari penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) jika telah membuat anggaran berdasarkan skala prioritas dan telah Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35 33
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
menetapkan indikator kinerja untuk mengukur hasil dari pengeluaran anggaran yang dilakukan dan menggunakan indikator tersebut dalam proses atau mekanisme penyusunan anggaran. Saran Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan literatur akuntansi khususnya akuntansi sektor publik dalam bidang penganggaran. Disamping itu juga diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah pusat khususnya PNP untuk dapat meningkatkan anggaran berbasis kinerja dengan baik. Selain hal di atas, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi serta memotivasi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian ini dengan menambah sampel yang lebih luas. Daftar Referensi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2005. Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (Revisi). Jakarta. Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Firmansyah, M. Aris. 2003. FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja di Propinsi DKI Jakarta. Program Pascasarjana FISIP UI. Jakarta. Hendra Cipta, 2011. Analisis Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance based budgetting) pada Pemerintah Daerah. (Studi eksploratif pada Pemerintah Kabupaten Tanah Datar. Program Pascasarjana. Universitas Andalas. Padang.
How, Yilin. 2010. The Performance of Performance-Based Budgeting in Boom and Bust Years: An Analytical Framework and Survey of States. Prepared for Presentation at the Annual Conference of the American Society for Public Administration (ASPA) San Jose, CA, April 9-13, 2010. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN). 2005. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dalam Konstelasi Peraturan Perundangan Manajemen Sektor Publik. Jakarta Robinson, Marc and D. Last. 2009. A Basic Model of Performance-Based Budgeting. Technical Notes and Manuals. International Monetary Fund. Washington. Sancoko, Bambang, Djang Tjik A.S., Noor Cholis Madjid, Sumini dan Hery Triatmoko. 2008. Kajian terhadap Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Departemen Keuangan RI. Jakarta. Sembiring, 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten Karo). Sekolah Pascasarjana USU. Medan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja
34
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
Analisis Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Pusat (Studi pada Politeknik Negeri Padang)
Pemerintah (RKP) Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.2 Desember 2012 ISSN 1858-3687 hal 24-35
35