66
STAIN Palangka Raya
MENGUAK NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KARYA KHALIL GIBRAN Nahdhiyah Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar Jl. Sultan Alauddin No. 36 Samata, Gowa, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected] Abstract: This article aims to expose character education values of Gibran’s statements in his monumental work, The Prophet. The content analysis is used to analyze messages which consist on 26 poetries. From the ten values of character education are dominated by values of faith and takwa, the values are found in Poetries of Children, Crime and Punishment, Pain, and Religion. Therefore, teaching literature not only how to teach the structure of words and sentences, but the most urgent is to teach wisdom values, in this case values of character education as alternative consideration among nation character decance. The Holy Quran build character by stressing inner aspects, both mind and heart. Key words: Character education, Khalil Gibran, The Prophet, Value, the Holy Quran. Abstrak: Kajian ini merupakan ikhtiar untuk menguak nilai-nilai pendidikan karakter di balik untaian kalimat-kalimatnya pada karya monumental seorang Gibran,The Prophet. Analisis isiyang ditempuh ini untuk menganalisis pesan-pesan yang berisi 26 puisi. Dari 26 puisi, 10 nilai pendidikan karakter yang termuat dalam 13 puisi. Dari 10 nilai pendidikan karakter itu didominasi oleh nilai beriman dan bertakwa. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam puisi Children, Crime and Punishment, Pain, dan Religion. Oleh karena itu, pengajaran sastra sejatinya tidak hanya mengajarkan keindahan susunan kata dan kalimat, tetapi yang paling urgen adalah mengajarkan nilai-nilai kearifan, dalam hal ini nilai pendidikan karakter sebagai pertimbangan alternatif di tengah carut marutnya karakter bangsa. Sedangkan al-Qur’an menekankan hati dan akal dalam membentuk karakter. Kata Kunci. Pendidikan Karakter, Khalil Gibran, The Prophet, Nilai, al-Qur’an. Pendahuluan Pendidikan sesungguhnya mengarah kepada pembentukan karakter kepribadian tersebut, sebagaimana tertuang dalam UU No thn 2003 Bab II Pasal 3 bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.1 Menurut Dr. Martin Luther King, intelligence plus character… that is the goal of true education “kecerdasan yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya”. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini 1
Tobroni, Pendidikan Berkarakter: Sebuah Inovasi Baru dalam Pendidikan. Uaksena Artikel tanggal 10 November 2011http://elearningpendidikan.com/proses-pendidikan-karakter.html. Diakses Maret 2012.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
67
STAIN Palangka Raya
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil karena lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.2Hal ini mengisyaratkan, mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan untuk menunjang ksesuksesannya.3 Program pendidikan karakter terus digencarkan oleh Kemendiknas. Pada bulan Juni tahun 2011 paling tidak ada 650.000 guru serta kepala sekolah dijenjang SMP akan ditatar berkenaan dengan konsep pendidikan karakter. Harapan kedepannya mereka akan paham dan mengerti cara menerapkan pendidikan karakter kepada siswanya. "Kementerian akan melatih sebanyak 650.000 guru dan kepala sekolah, pada bulan Juni 2011. Tujuan pelaksanaan penataran terhadap guru dan kepala sekolah tersebut agar ada kesamaan mengenai pendidikan karakter," Hal ini dikatakan oleh Dirjen Pendidikan Dasar Kemendiknas, Prof Suyanto Ph.D dalam seminar pendidikan karakter di Universitas Muhamadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (28/5/2011).4 Berkaitan dengan data tersebut, seorang tokoh sastra dunia sekaligus tokoh filosuf modern, Khalil Gibran, karyanya sarat nuansa pendidikan karakter. Selain itu, ia adalah sosok kontroversial, sebab di satu sisi ia dianggap sebagai filosuf modern yang religius, tetapi di sisi lain ia dicaci oleh gereja. Salah satu karyanya yaitu The Prophet yang sekaligus merupakan masterpiece dari seorang Khalil Gibran. Buku ini telah diterjemahkan lebih dari 20 bahasa di dunia dan telah terjual kurang lebih 10 juta eksemplar. Begitu istimewanyabuku ini membuat Khalil Gibran berkata: “I think I will never been exist without the Prophet", Karakter ajaran universal, tidak terbatas pada ajaran agama tertentu, budaya tertentu, sebab setiap manusia membutuhkan diperlakukansecara terhormat. Khalil Gibran dan Karya-karyanya. Gibran Khalil Gibran lahir pada 6 Januari 1883 dalam keluarga penganut Kristen maronit di Bsharri, Libanon utara. Ibunya bernama Kamila Rahmeh berusia 30 tahun ketika melahirkan Khalil Gibran. Gibran tidak pernah memperoleh pendidikan formal, hanya belajar pada seorang imam desa yang mengajarkan doktrin esensi agama dan Alkitab, disamping bahasa Syriac dan Arab.5 Pada tanggal 25 Juni 1895, Gibran sudah memulai perjalanan ke pantai Amerika New York.6 Di sekolah, nama Gibran Khalil Gibran diubah dengan diperpendek menjadi Kahlil Gibran. Gibran menarik perhatian guru dengan sketsa dan gambar, hobi dia memulai masa kecilnya di Libanon.7Khalil Gibran menutup matanya tanggal 10 April 1931 pada usia 48 tahun di Rumah Sakit St. Vincent, New York dan dimakamkan di biara tua sunyi, MarSarkis di Wadi Kadisha.8 Karya-karya Gibran terpengaruh budaya Amerika tahun 1960-.Karyaawalnya yangditulis dalam bahasa Arab, dan dari 1918diterbitkanterutama diInggris.Pada tahun 1920ia mendirikansebuah perkumpulan masyarakatuntuk para penulisArab,Maghar. Diantara 2
Akhmad Sudrajat, Pendidikan Karakter dalam Ali Ibrahim Akbar. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/, h. 1. Diakses pada Maret 2012. 3 Muhammad Yusuf, “Membentuk Karakter Melalui Pendidikan Berbasis Nilai”, al-Ulum Jurnal StudiStudi Islam, IAIN Sultan Amai Gorontalo, Vol. 13, No. 1, 2013, h. 5. 4 Akhmad Sudrajat, Pendidikan Karakter dalam Ali Ibrahin Akbar, h. 112. 5 Fuad Hassan, Menapaki Jejak Khalil Gibran (Bandung. Pustaka Jaya. 2001), h. 21. 6 Ibid., h. 24. 7 Ibid., h. 27. 8 Joseph peter Ghougassian, Sayap-sayap Pemikiran Khalil Gibran (Yogyakarta. Fajar Pustaka Baru. 2002), h. 31.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
68
STAIN Palangka Raya
yang paling terkenal karya-karyanyaa adalah The Prophet, sebuah buku dari 26 esai puitis, yang telah dialihbahasakan ke dalam lebih dari 20 bahasa.The Prophet bercerita tentang seorang Nabiyang telah tinggal disebuah kotaasingselama 12 tahun karena dihentikan oleh sekelompok orang dan mengajarkan misteri kehidupan.9Karya-karyanya yang lain:Arats Al Murudj (1906), Stonefolds (1907), On The Threshold (1907), Al Arwâh Al mutamamdah (1908), Daily Bread (1910), Fires (1912), Al Ajniha Al Mutakassirah/The Broken Wings (1912), Dam'ah Wa Ibtisâmah/A Tear and a Smile (1914), The Madman (1918), Al Mawâkib/The Procession (1919), The Forerunner (1920), Spirits Rebellious (1920), The Prophet (1923), Sand and Foam (1926), Jesus The son of Man (1928), The Earth Gods (1931), Garden of The Prophet (1933), The Death of The Prophet (1933), Tears and Laughter (1947), Nymphs of The Valley (1948).10 Gibran sebagai Penulis Buku merupakan proyeksi diri yang sempurna dari kepribadian, hasrat, ambisi dan frustasi penulis.11 Tidak ada pemikir yang bisa secara total membebaskan dirinya dari ideologi-ideologi masa lalu dan sekarang. Dalam sastra, Gibran dipengaruhi oleh penyair Islam awal, Mutanabbi dan ahli hukum Persia, Ibnul Muqaffa yang terkenal karena terjemahannya atas karya-karya Pahlavi ke dalam bahasa Arab. Ibnul Muqaffa memakai gaya retoris yang luar biasa untuk membuat kisah-kisah fabel-fabel yang berisikan pelajaranpelajaran moral. Gibran menggunakan gaya fabel tersebut untuk menyampaikan ajaran moral kepada pembacanya. Namun pengaruh budaya Eropa banyak ditampilkan pada puisiprosanya dan menerima ide-ide filosofis.12 Nietzsche, filosuf Jerman (1844-1900) ini orang yang paling berpengaruh setelah Bible. Gibran memiliki perhatian besar terhadap Nietzsche yang memperingatkan masyarakat akan despritualisasi dan demoralisasi di dunia. Dia mengkritik agama Kristen dan lembagalembaga sosial atas terjadinya dehumanisasi individu dan moralitas budak. Buku Gibran The Madman, The Foerrunner, dan The Tempest terilhami karya Nietzsche. Dari Nietzsche Gibran belajar bagaimana menyampaikan ide dengan cara messianic, dan menggunakan gaya berkobar-kobar untuk mengkritik lembaga dan kemapanan sosial. Meskipun Gibran terpengaruh oleh Nietzsche, dia tidak selalu menyetujui filsafatnya, sebab Nietzshe adalah seorang yang pesimis dan ateis. Buku Nietzsche “Zarathustra’, mengumumkan kematian Tuhan dan menolak immortalitas manusia. Namun, The Prophet Gibran adalah teosentris dan percaya bahwa Tuhan akan membalas kejahatan. Gibran menyatakan “gaya Nietzsche senantiasa menyenangkan saya. Namun saya kira, filsfatnya menakutkan dan semua salah. Saya adalah penyembah keindahan—dan keindahan bagi saya merupakan kecantikan segala hal.13 Budhisme juga mempengaruhi karya Gibran. DalamThe Prophet, yang diungkapkan dalam sejumlah halaman, Gibran mengungkapkan perihal reinkarnasi jiwa dan Nirvana.William Blake (1757-1827) adalah pengarang Anglo-Saxon yang memiliki peran khusus dalam kehidupan Gibran. Gibran mengikuti jalan Blake untuk menjadi “penyair Bibel”. Mereka sama-sama tersentuh oleh kehidupan dan ajaran Yesus.14 The Prophet
9
Fuad Hassan, Menapaki Jejak Khalil Gibran (Bandung. Pustaka Jaya. 2001), h. 21. Ibid., h. 36. 11 Joseph Peter Ghougassian. Sayap-sayap Pemikiran KhalilGibran, h. 33. 12 Ibid., h. 57. 13 Ibid, h.59-61. 14 Ibid., h. 65. 10
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
69
STAIN Palangka Raya
The Prophet menceritakan tentang seorang laki-laki yang diberi gelar “AlMushthafâ” yang dalam bahasa Arab berarti “yang terpilih”. Al-Mushthafâ pergi ke sebuah kota bernama Orphalese dan mengajarkan hakikat kehidupan. The Prophet berbicara ajaranajaran Gibran tentang moral manusia. Bagaimana orangtua memperlakukan anak, tentang cinta, kebebasan, keindahan, persahabatan, tentang makan, minum, dan berpakaian. Singkatnya, The Prophet memuat ajaran-ajaran tentang keberadaan manusia menuju kontemplasi kebijakan dan manfaat. Manuskrip pertama The Prophet ditulis dalam bahasa Arab dan kemudian ditulis kembali dalam bahasa Inggris pada tahun 1918 - 1922. Menurut Gibran The Prophet adalah karya pertamanya yang ditulis selama 30 tahun. Khalil Gibran berkata "The Prophet is my first book in my career my first real book, my ripened fruit". How does he can be inspired to write the book, he answered "did I write it? It wrote me". 15 Karena karya inilah ia dijuluki sebagai "man of letters" dengan kematangan filosofi, memandang makna cinta sebagai suatu energi yang luar biasa; dan membawa manusia untuk lebih dekat kepada Zat yang tidak terbatas. Nilai Nilai adalah tujuan dari kehendak manusia. Nilai menjadi motivator utama dari tindakan manusia dari seluruh aspek yang mempengaruhi kompleksiti tindakan manusia. Nilai adalah sesuatu non material. Dalam sebuah ensiklopedi: (1973:894) "Nilai dalam etika dikenal terutama nilai-nilai rohani, yaitu yang baik, yang benar, yang indah, nilai-nilai itu mempunyai sifat supaya direalisir dan disebut nilai aktual, sedangkan yang menunggu realisasi disebut nilai ideal. Yang pertama memberi isi pada kehidupan manusia, yang kedua memberi arah atau Jurusan untuk lebih banyak merealisasi nilai. Kejujuran, kesetiaan, kepantasan, dan lain-lain adalah nilai kehidupan. Nilai adalah sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita temukan, sesuatu yang memuaskan, sesuatu yang dicintai dan didambakan, singkatnya sesuatu yang baik.16 Pendidikan Karakter Istilah karakter digunakan secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad ke 18. Terminology karakter mengacu pada pendekatan (approach) idealis spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif, di mana yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya sebagai motivator dan dinamisator sejarah, baik bagi individu maupun bagi perubahan sosial. 17 Ada dua paradigma dasar pendidikan karakter: Pertama, paradigma yang memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education). Pada paradigma ini telah disepakati adanya karakter tertentu yang tinggal diberikan kepada peserta didik. Kedua, melihat pendidikan dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas. Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi, menempatkan individu yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pelaku utama dalam pengembangan karakter.18 Pendapat yang mendukung paradigma tersebut mengemukakan, pendidikan karakter berpijak pada karakter dasar manusia yang bersumber dari nilai moral universal dari nilainilai agama yang dianggap sebagai the golden rule. Menurut para ahli psikologi, nilai-nilai 15
Ibid. , h. 38. Nahdhiyah. Spiritual Values in Khalil Gibran’s The Prophet’ (Thesis S 1) (Makassar. UNM. 2004), h.
16
7. 17
Bambang Q-Anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al Qur’an (Bandung: PT. Simbiosaa Rekatama Media, 2008), hl. 100. Lihat pula Doni A.Kusuma, Pendidikan Karakter Strategik mendidik Anak di zaman Global (Jakarta. Gramedia,.2007), h. 97-98. 18 Ibid., h. 103.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
70
STAIN Palangka Raya
karakter dasar tersebut meliputi cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.19 Menurut Thomas Lickona Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Konsep ini juga sejalan dengan pandangan bahwa dalam diri seseorang bukan hanya dibutuhkan pengembangan IQ tetapi juga perlu dikembangkan EQ dan ESQ sebagai aspek penting dari pembentukan karakter kepribadian seseorang.Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran/amanah, diplomatis, hormat dan santun, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama, percaya diri dan pekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, dan karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.20 Sementara itu Diknas merumuskan pendidikan karakter ke dalam 18 nilai-nilai pengembangan budaya dan karakter bangsa:21 religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Ruang lingkup pendidikan karakter meliputi dua aspek aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek ke dalam dan aspek keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter.22 Ruang lingkup pendidikan karakter yang dikemukakan oleh uaksena sejalan dengan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial-kultural, pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural yang berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: olah hati (Spiritual and Emotional Development), olah pikir (Intellectual Development), Olahraga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olahrasa dan karsa (affective and creativitydevelopment). 19
Sofan Amri, Ahmad Jauhari, Tatik Eliza, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. (2011). http://prestasipustakaraya.com/implementasi-pendidikan-karakter-dalam-pembelajaran-2.html. Diakses Maret 2013. 20 Tobroni,Pendidikan Berkarakter: Sebuah Inovasi Baru dalam Pendidikan. Uaksena. Artikel tanggal 10 November 2011 http://elearningpendidikan.com/proses-pendidikan-karakter.html. diakses Maret 2012. 21 Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional 2010. http://rumahinspirasi.com/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa/. diakses Agustus 2012. 22 Teach for Indonesia, 18 Nilai Pendidikan Karakter di Sekolah, artikel tanggal 19 juni 2011. http://elearningpendidikan.com/proses-pendidikan-karakter.html. diakses Maret 2012.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
71
STAIN Palangka Raya
Jika merujuk pada ruang lingkup pendidikan islami, maka jelas persamaan prinsip antara pendidikan islami dengan pendidikan karakter. Menurut Dr. Abdullah Nasikh Ulwan, lingkup materi pendidikan islam terdiri dari tujuh unsur yaitu: 23 pendidikan keimanan, pendidikan moral dan akhlak, pendidikan jasmani, pendidikan rasio, pendidikan kejiwaan/hati nurani, pendidikan sosial/kemasyarakatan, dan pendidikan seksual. Kajian ini berupaya menguak nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam karya-karya sastra Khalil Gibran dan berupaya menarik benang merah dengan ajaran moral al-Qur’an yang ideal. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan metode analisis isi dengan merujuk pada Bernard Berelson yang mengatakan, Content Analysis as "a research technique for the objective, systematic, and quantitative description of manifest content of communications".24 Analisis isi sebagai teknik penelitian yang objektif, sistematis, dan deskriptif kuantitatif dari apa yang tampak dalam komunikasi.“ Sebab “Content analysis was first used as a methods for analyzing hymns, newspaper, magazine, articles, advertisements and political speeches in 19th century (Harry and Garry 2003).”25Palmquist, Bush dan Harter bahwa analisis fokus pada informasi aktual pada buku, esei, koran, artikel, dokumen sejarah, pidato, percakapan.26 Pendekatan induktif dipilih dengan pertimbangan bahwa belum ada penelitian dengan metode analisis isi untuk mengungkap dan menganalisis pesan-pesan pada teks. Sebagaimana dikemukakan oleh Elo and Kyngas tentang perbedaan antara pendekatan induktif dan pendekatan deduktif.27 Sumber data penelitian ini terdiri dari dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah 26 puisi pada karya Khalil gibran ‘The Prophet’. Data Sekunder diperoleh dari biografi dan sejarah hidup Khalil Gibran, karya-karya lain Khalil Gibran, buku-buku, komentar, dan ulasan tentang Khalil Gibran. Instrumen penelitiannya adalah peneliti sendiri, lembar koding (coding sheet), dan kamus. Ada delapan tahap analisis data pada metode analisis isi menurut Yan Zhang dan Barbara M. Wildemuth:28 Dalam hal ini mempersiapkan dan memilih data dari teks pada The Prophet sesuai yang dibutuhkan, menentukan unit analisis mengacu kepada unit dasar dari teks yang akan diklasifikasikan, membuat kategori dan skema koding (coding scheme), menguji skema mengkode dengan menggunakan sampel dari teks, memberian kode pada semua teks, menilai kembali (ricek) konsistensi, menarik kesimpulan, dan membuat laporan. Puisi-Puisi Khalil Gibran
23
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 15. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003) , h. 173. 25 Satu Elo dan Helvi Kyngas, The Qualitative content Analysis Process. Journal Compilation (2007). Blackwell Publishing Ltd. 2007. Published 22 November 2007, h. 107. http://academic.csuohio.edu/kneundorf/c63309/articlesFromClassMembers/Amy.pdf. Diakses pada 16 maret 2012.. 26 Busha and Harter, Content Analysis: Research Methods in Librarianship - Techniques and Interpretation. http://www.colostate.edu/Depts/WritingCenter references/research/content/page2.htm (New York: Academic Press, 1980), diakses pada 16 Maret 2012. 27 “The Use of inductive content analysis is recommended when there are no previous studies dealing with the phenomenon or when knowledge is fragmented. And Deductive approach is useful if the aim is to test an earlier theory in a different situation or to compare categories at different time periods.”27Ibid., h. 113. 28 Yan Zhang dan Barbara M. Wildemuth, Qualitative Analysis of Content. SAGE Journal. http://ils. Unc.edu/-yan2/content analysis.pdf. Diakses 16 Maret 2012. 24
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
72
STAIN Palangka Raya
Nilai pendidikan karakter dari 26 puisi Khalil Gibran dalam The Prophet. Terdapat 10 nilai pendidikan karakter pada 13 puisi dari 26 puisi yang terdapat dalam The Prophet, yaitu nilai berpikir terbuka, saling menghargai, beriman dan bertakwa kepada Tuhan, adil, jujur, tulus/ikhlas, besahabat, santun, suka menolong/dermawan, dan bekerja keras/gigih/beretos kerja. Rinciannya: pendidikan karakter berupa ajaran berpikir terbuka terdapat pada puisi Gibran tentang Joyand Sorrow dan Good and Evil. Pendidikan karakter saling menghargai terdapat pada dua puisi Gibran, Marriage dan Teaching. Sementara ajaran beriman dan bertakwa kepada Tuhan ia tanamkan pada beberapa puisinya yaitu puisi tentang Children,Crime and Punishment, Pain,and Religion. Nilai adil terdapat pada puisi Gibran perihal Buying and Selling. Pendidikan karakter jujur dan ikhlas/tulus terdapat pada puisi Gibran perihal Work, serta buying and selling. Pendidikan karakter bersahabat terdapat pada puisi tentang Friendship. Pada puisi Gibran yang berjudul Giving terdapat pendidikan karakter berupa suka menolong/dermawan.Ajaran santun terdapat pada puisi tentang Clothes, dan yang terakhir pendidikan karakter berupa nilai kerja keras/gigih/beretos kerja terdapat pada puisi tentang Work. 1. Puisi Joy and Sorrow Pada puisi Joy and Sorow terdapat nilai pendidikan karakter berupa ajaran berpikir terbuka dan kreatif serta bermanfaat. Gibran memandang, sukacita tidak lain adalah juga dukacita yang menyingkapkan kedoknya, karena apabila seseorang bersedih maka pada dasarnya ia sedang menangisi sesuatu yang ia senangi, sebab jika ia tidak menyenangi sesuatu itu, maka tidak mungkin ia bersedih atas sesuatu itu. “Your joy is your sorrow unmasked”.29When you are joyous, look deep into your heart and you shall find it is only that which has given you sorrow that is giving you joy. When you are sorrowful look again in you heart, and you shall see that in truth you are weeping for thatwhich has been your delight”.30 Kemudian ia berkata “Is not the cup that hold your wine the very cup that was burned in the potter’s oven? And is not the lute that soothes your spirit, the very wood that was hollowed with knives?31 “bukankah cawan yang berisi anggurmu adalah cawan yang sama yang dibakar di tanur pembuat barang-barang tembikar? Dan bukankah seruling yang menentramkan jiwamu adalah bambu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan?”32 Gibran menyampaikan dalam kalimat-kalimat tersebut bahwa sesuatu yang bagus dari tampaknya sebenarnya juga berasal dari yang tidak bagus, cawan yang kelihatan ekslusif berisi anggur sebelumnya adalah cawan yang tampak tidak bagus yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Bergitupun dengan seruling yang mampu menghipnotis pendengarnya melalui suara yang dihasilkannya tidak lain berasal dari bambu yang dikerat-kerati pada proses pembuatan. Dari kalimat-kalimat tersebut ada ajaran berpikir terbuka dimana manusia diajak untuk melihat sesuatu itu tidak dari satu sisi melainkan dari berbagai dimensi. Sesuatu yang berasal dari yang sederhana bisa menjadi sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam Islam, manusia terbaik adalah manusia yang bisa mendatangkan manfaat bagi sesama manusia. 2. Puisi Good and Evil 29
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet. http://www.thefamouspeople.com/profiles/khalil-gibran4.php. diakses Maret 2012, h. 44. 30 Ibid., h. 45. 31 Ibid., h. 44. 32 Iwan Nurdaya Djafar. 2000. Khalil Gibran: Sang Nabi (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000) , h.. 44-45.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
73
STAIN Palangka Raya
Nilai pendidikan karakter berpikir terbuka disampaikan Gibran pada puisi perihal kebaikan dan kejahatan. Nilai tersebut tertuang pada kalimat. “Of the good in You I can speak, but not of the evil. For what is evil but good tortured by its own hunger and thirst. Verily when good is hungry it seeks food even in dark caves, and when it thirsts, it drinks even of dead waters. You are good when you are one with yourself. Yet whn you are not one with yourself you are not evil. You are good when you strive to give yourself. Yet you are not evil when you seek gain for yourself. For when you strive for gain you are but a root that clings to the earth and sucks at her breast.33 “Kebaikan di dalam dirimu aku dapat bicara, tapi tidak perihal kejahatan. Sebab apakah kejahatan itu selain kebaikan yang di dera oleh rasa lapar dan dahaganya sendiri. Sungguh ketika kebaikan menanggungkan kelaparan, dia mencari makanan bahkan dalam gua-gua gelap, dan ketika di kehausan bahkan dia meneguk air beracun. Engkau adalah kebaikan saat kau menyatu dengan dirimu. Tetapi saat kau tak menyatu dengan dirimu engkau bukanlah kejahatan. Engkau adalah kebaikan manakala kau berusaha memberikan dirimu. Namun engkau bukanlah jahat saat kau mencari keuntungan bagi dirimu. Sebab saat kau berusaha untuk untung, engkau hanyalah akar yang berpegangan pada bumi dan menyesapkan dadanya.34 Melalui kalimat-kalimat diatas Gibran memberikan pandangan kepada manusia, tidak selamanya orang yang berbuat kejahatan menurut hukum adalah seseorang yang jahat. Sebab, adakalanya seseorang berbuat kejahatan karena berada dalam situasi yang terdesak. Seseorang mencuri uang misalnya, karena ingin membeli makanan untuk mengisi perutnya yang kosong.Hal ini dikenal dalam Islam dengan istilah “darurat”. Misalnya ketika Allah berfirman:
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.35 Keterpaksaan (darurat) dalam Islam dapat merubah status hukum yang haram menjadi hal untuk sementara waktu dan untuk takaran tertentu. Keadaan yang demikian merupakan di luar kuasa manusia, mereka tidak menginginkannya, tetapi demi menyelamatkan jiwanya yang terancam akibat kelaparan. 3. Puisi Marriage Ketika Gibran berbicara tentang perkawinan pada bukunya, The Prophet terdapat pendidikan karakter berupa ajaran saling menghargai. Nilai ini terkandung pada kalimat berikut: “Love one another but make not a bond of love. Let it rather be a moving sea between the shores of your souls. Fill each other’s cup but drink not from one cup. Give one another of your bread but eat not from the same loaf. Sing and dance together and be joyous, but let each one f you be alone, even as the strings of a lute are alone though they quiver with the same music. Give your hearts, but not into
33
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 29. Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi , h. 97-98. 35 QS. al-Baqarah/2: 173 34
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
74
STAIN Palangka Raya
each other’s keeping.”36 “Saling mencintailah, namun jangan membuat belenggu cinta. Lebih baik biarkan cinta menjadi sebentang laut yang bergerak di antara pantai-pantai jiwamu. Isilah cawan satu sama lain tapi jangan minum dari satu cawan. Berilah rotimu satu sama lain tapi jangan makan dari papan roti yang sama. Bernyanyilah dan menarilah bersama-sama dan bergembiralah, tapi biarkan masing-masing engkau menghayati kesendiriannya, sebagaimana dawai-dawai kecapi tetap sendiri walau mereka bergetar dengan music yang sama. Berikan hatimu, tapi jangan saling memasuki penyimpanannya”.37 Beberapa penggal kalimat dari puisi tentang “Marriage” tersebut terkandung ajaran saling menghargai antara pasangan hidup dengan selalu menghidupkan cinta dalam kehidupan perkawinan, saling menumpahkan perasaan, keluh kesah, memberi dukungan dan pendapat namun tetap saling menjaga perasaan, saling mengingatkan, saling menghormati jika terjadi perbedaan pendapat, menerima segala kekurangan dan kelebihan, dan membiarkan pasangan mencintai dengan caranya sendiri tanpa memaksakan kehendak. Nilainilai karakter yang demikian merupakan ajaran kemanusiaan dalam Islam, dan akan lebih utama jika dibingkai dengan nilai-nilai ketaatan kepada Allah. 4. Puisi Teaching Nilai pendidikan karakter saling menghargai juga terdapat dalam puisi Teaching. Nilai saling menghargai ini terdapat pada beberapa kalimat berikut: “If he is indeed wise he does not bid you enter the house of wisdom, but rather leads you to the threshold of your own mind. The astronomer may speak to you of his understanding of space, but he cannot give you his understanding. The musician may sing to you of the rhythm which is in all space, but he cannot give you the ear which arrests the rhythm nor the voice that echoes it. And he who is versed in the science of numbers can tell of the regions of weight and measure, but he cannot conduct you thither. For the vision of one man lends not its wings to another man.”38 “Bila dia sungguh bijaksana dia tidak menawarimu memasuki rumah kebijaksanaannya, tapi membimbing engkau ke ambang pintu pikiranmu sendiri. Pakar perbintangan mungkin bicara padamu tentang pengertian ruang angkasa tapi dia tidak dapat memindahkan pengertiannya kepadamu. Pemusik mungkin menyanyi untukmu tentang irama yang ada di seluruh alam semesta tapi dia tidak dapat memberimu telinga yang menangkap irama, pun tidak suara yang menggemakan. Dan dia yang berpengalaman dalam ilmu angka dapat menjelaskan tentang bagian-bagian dari berat dan ukuran, tetapi dia tiada dapat membawa engkau pada pengertian hakikat kebenaran. Sebab pandangan hidup seseorang tiada meminjamkan sayapnya kepada orang lain.”39 Beberapa kalimat diatas berisi imbauan baik kepada guru maupun orangtua untuk mengajar dan mendidik dengan bijak, tidak memaksa anak atau peserta didik untuk sependapat dengan dirinya, melainkan menghargai pendapat mereka sendiri. Seorang pengajar harus menyadari bahwa setiap individu peserta didik memiliki prior knowledge terhadap sesuatu hal. Apa yang disampaikan kepadanya untuk memperkaya informasi dan pengetahuannya. Begitupun kepada orangtua, mengajar dan mendidik anak tentunya dengan 36
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet. h., 21. Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi., h. 21. 38 Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h.25-26. 39 Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 86-87. 37
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
75
STAIN Palangka Raya
meneladani Rasulullah dalam mendidik anak secara bertahap sesuai perkembangan fisik dan psikisnya. 5. Puisi Children Nilai pendidikan karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan. “Your children are not your children. They are the sons and daughters of life’s longing for itself. They come through you but not from you. And though they are with you, yet they belong not to you”40 “Anakmu bukanlah anakmu. Mereka putra-putri kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka datang melalui engkau tapi bukan dari engkau. Mereka ada bersamamu tapi bukan kepunyaanmu.”41 Pada kalimat tersebut Gibran ingin mengingatkan manusia bahwa anak yang dilahirkan dari rahim ibunya sesungguhnya adalah titipan Tuhan, dan sebagai orangtua diamanahkan untuk memelihara dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Kalimat ini sekaligus menanamkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan bahwa anak sama halnya orangtua adalah milik-Nya dan ciptaan-Nya. Sebagaimana petunjuk al-Qur’an
kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha meliputi segala sesuatu.…”42
dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. cukuplah Allah sebagai Pemelihara43. 6. Puisi Crime and Punishment Nilai pendidikan karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa juga terdapat pada puisi Gibran perihan kejahatan dan hukuman. Nilai tersebut terdapat pada kalimat:“It is when your spirit goes wandering upon the wind. That you, alone and unguarded, commit a wrong unto others and therefore unto yourself.”44 “Kesalahan muncul ketika jiwamu mengembara di atas angin, saat kau sendiri dan lengah melakukan kesalahan pada orang lain dan karena itu kepada dirimu sendiri.” 45Pada kalimat ini Gibran ingin mengingatkan bahwa ketika manusia itu sadar akan eksistensi dirinya, siapa dirinya sesungguhnya, mengenal dirinya, maka manusia tidak akan dan tidak mungkin berbuat kejahatan, karena sesungguhnya manusia ini terbagi atas dua yaitu ruh dan jasmani. Jasmani terbuat dari unsur-unsur yang terdapat dalam bumi sementara ruh manusia tidak memiliki persamaan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam bumi, kecuali rahasia yang sangat halus itu ditiupkan Allah padanya dari Ruh (ciptaan)-Nya, dan dengan Ruh itulah manusia menjadi unik dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.46 Kalimat “It is when your spirit goes
40
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 8. Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 24. 42 QS. al-Nisâ/4: 126. Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan: Al-Jumânatul Âlî (Bandung. CV. Penertbit J-Art, 2005), h. 99 43 QS. al-Nisâ/4: 132. Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan: Al-Jumânatul Âlî, h.100. 44 Tanapa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 17-18. 45 Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 59 & 61. 46 M. Quraish Shihab, Dia Ada DiMana-mana (Tangerang: Lentera Hati, 2008), h. 112. 41
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
76
STAIN Palangka Raya
wandering upon the wind” mengisyaratkan bahwa Ruh atau spirit adalah sesuatu yang suci bersih yang tidak mungkin melakukan kesalahan. Yang dimaksudkan Gibran dengan kata spirit yang bersemayam pada diri setiap manusia tidak lain adalah Ruh yang menurut Imam Al-Ghazali dalam buku ‘Dia Ada di Mana-mana’ adalah sesuatu yang sangat misteri dan kebanyakan nalar manusia lemah, sehingga bila diuraikan juga maka mereka tidak akan memahaminya. 47 Terlepas dari apa hakikat ruh sebenarnya, dari beberapa kalimat dalam puisi perihal agama ini Gibran mengajarkan kepada manusia tentang beriman dan bertakwa kepada Tuhan. 7. Puisi Pain Nilai pendidikan karakter beriman dan bertakwa juga terdapat pada puisi perihal derita. Nilai tersebut terdapat pada kalimat. “ Much of your pain is self-chosen. It is the bitter potion by which the physician within you heals your sick self. Therefore trust the physician, and drink his remedy in silence and tranquility. For his hand, though heavy and hard, is guided by the tender hand of the Unseen.”48 “Banyak dia antara penderitaanmu adalah pilihanmu sendiri. Itulah obat pahit yang dengannya dokter di dalam dirimu menyembuhkan dirimu yang sakit. Maka percayailah dokter itu, dan minumlah obatnya dalam kesunyian dan kesentosaan. Sebab tangannya walau berat dan keras, dibimbing oleh tangan lembut Yang Tiada Nampak.”49 Melalui kalimat ini Gibran mengajak manusia untuk lebih beriman dan bertakwa kepada Tuhan dengan meyakini bahwa sehat dan sakit adalah takdir Tuhan. Ketika manusia sakit ia diminta untuk berobat, sebab obat merupakan jalan untuk sembuh dari penyakit, sementara yang memberi kesembuhan tidak lain adalah Tuhan. Sementara itu yang dikatakan Gibran perihal derita/sakit, jauh sebelumnya Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an:
“Dan apabila aku sakit Dialah yang menyembuhkan aku.50 Ayat tersebut menanamkan keimanan yang kuat bahwa sumber kesembuhan adalah Allah, yakni jika sesorang inginn sehat atau sembuh dari suatu penyakit yang diderita maka ia harus yakin bahwa dengan mengikuti sunnatullah, yakni berobat yang tepat disertai doa untuk sembuh ia akan sembuh dan yang menyembuhkan adalah Allah. 8. Puisi Religion Nilai pendidikan karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan juga terdapat pada puisi Gibran perihal agama. Nilai tersebut terdapat pada kalimat: “And if you would know God be not therefore a solver of riddles. Rather look about you and you shall see Him playing with your children. And look into space; you shall see Him playing with your children walking in the cloud, outsretching His arms in the lightning and descending in rain. You shall see Him smiling in flowers, then rising and waving His hands in tress.”51 47
Ibid., h. 120. Tnapa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 24. 49 Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 82. 50 QS. al-Syuarâ’/26: 80. Lihat pula Nahdhiyah. Spiritual values in Khalil Gibran’s ‘The Prophet, h. 39. 51 Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 36. 48
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
77
STAIN Palangka Raya
“Dan jika kau ingin mengenal Tuhan janganlah menjadi penebak teka-teki. Sebaiknya pandanglah sekitarmu dan kau akan melihat-Nya sedang bermain dengan anak-anakmu. Dan layangkan pandangan ke angkasa luas; kau akan melihat-Nya sedang berjalan di atas awan, mengulurkan tangan-Nya dalam kilat membahana dan turunlah hujan membasuh wajah dunia. Kau akan melihat-Nya sedang tersenyum dengan bunga-bunga lantas membubung tinggi dan melambai-lambaikan tanganNya di pepohonan.”52 Dr. Joseph Peter Ghougassian dalam bukunya Sayap-Sayap Pemikiran Khalil Gibran berkesimpulan bahwa Gibran seorang penganut panteisme, yaitu sebuah doktrin filosofis dan teologis bahwa Tuhan adalah segala sesuatu dan segala sesuatu itu adalah Tuhan, 53 maka sesuailah pemikiran Gibran tentang agama yang tertuang pada beberapa kalimat di atas. Gibran menyeru kepada manusia untuk mengimani bahwa Tuhan itu melihat semua gerakgeriknya, Tuhan itu selalu menyertai segala aktivitas manusia, dan Ia sangat dekat dengannya. Jika dihubungkan dengan tulisan M. Quraish Shihab dalam bukunya, Dia Ada Di mana-Mana, terdapat persamaan maksud yang ingin disampaikan Gibran dan M.Quraish Shihab. Dengan merenung dan berpikir secara tulus dan benar, pasti manusia akan menyadari bahwa Allah hadir di mana-mana. Manusia dapat menemukan-Nya setiap saat dan di semua tempat. Ini juga yang dimaksudkan Quraish dengan kalimat “tangan” Tuhan ada di balik setiap fenomena”.54 Quraish menuliskan bahwa Dia adalah al-Zhâhir yakni Yang tampak dengan jelas melalui ayat-ayat di pentas alam raya ini yang merupakan bukti-bukti wujud dan keesaan-Nya. Nalar tidak dapat membayangkan betapa alam raya dapat wujud apalagi dengan segala keindahan, keserasian, dan keharmonisannya, tanpa kehadiran-Nya, dengan menyadarkan kita bahwa dalil-dalil wujud-Nya terbentang di mana-mana.55 9. Puisi Giving Pendidikan karakter tulus dan suka menolong terdapat pada puisi Gibran perihal pemberian (giving) sebagai berikut: “You give but little when you give your possessions. It is when you give of yourself that you truly give. And what is fear of need but need itself? Is not dread of thirst when your well isfull, thirst that is unquenchable. There are those who give little ofthe much which they have – and they giveit for recognition and their hidden desire makes their gifts unwholesome.56 “Kau memberi sedikit pabila engkau memberi dari hartamu. Pemberian adalah manakala kau memberi dari dirimu sendiri karena engkau sungguh-sungguh memberi. Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak – dan mereka memberikannya demi pengakuan, dan hasrat tersembunyinya membuat pemberiannya tiada faedah.”57 Dalam puisinya tentang pemberian ini, Gibran menyampaikan kepada manusia untuk membiasakan diri memberi kepada orang lain dengan ikhlas, tanpa menyebut-nyebutnya, atau menceritakan kepada orang lain bahwa ia telah memberi sesuatu kepada si A atau si B. Sebab menurut Gibran, jika kita memberi kepada orang lain dengan untuk dikenal maka pemberian 52
Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 121. Dr. Joseph Peter G. Sayap-sayap Pemikiran Khalil Gibran, h. .294. 54 M. Quraish Shihab, Dia Ada DiMana-mana, h. 11. 55 Ibid., h. 11. 56 Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 9. 57 Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 28-29. 53
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
78
STAIN Palangka Raya
itu tidak ada faedahnya. Keikhlasan memberi jauh sebelumnya telah termaktub dalam alQur’an.
. “Hai orang-orang yang beriman, jangankah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan meyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licinyang di atasnya ada anah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lau menjadilah ia bersih (tidak bertanah)…….”58
Pemberian yang tidak ikhlas itu antara lain pemberian yang disertai dengan menyebut-nyebutnya yang dapat mengakibatkan penerimanya tidak nyaman, bahkan dapat menyebabkan sakit hati, dan perbuatan riya. Selain ikhlas, dalam puisi perihal pemberian ini juga ada nilai yang ingin ditanamkan Gibran yakni suka menolong atau dermawan, dan hal tersebut relevan dengan anjuran atau perintah Allah dalam al-Qur’an untuk saling menolong atas dasar kebaikan dan takwa kepada Allah.
……. “… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,… “.59 Meskipun hal ini tidak dimaksudkan untuk mensejajarkan maksud Gibran dengan kedalaman makna firman Allah, namun ini ada sisi kesamaan yang patut dipertimbangkan khususnya ketika menolong orang lain, yaitu didasarkan pada nilai kebaikan dan ketakwaan kepada Tuhan. Al-Qur’an juga memproteksi agar tidak terjadi kerjasama untuk hal-hal mengandung dosa dan mengakibatkan perselisihan dan permusuhan hingga pertumpahan darah. Hal itu dipertegas bahwa empati dan kerjasama hanya dalam hal-hal yang baik dan berdasarkan nilai-nilai spiritual (takwa) kepada Allah, bukan dalam hal-hal yang mengandung resiko buruk apalagi mengakibatkan permusuhan dan kekacauan. Gibran ketika menyampaikan puisinya di atas hanya dalam batas-batas empati (kecerdasan emosional) sedangakan al-Qur’an menekankan kecerdasan emosional yang dibingkai dengan kecerdasan spiritual. Pembentukan karakter humanisme dan spiritualisme berjalan secara simultan. 10. Puisi Work Nilai pendidikan karakter jujur dan ikhlas/tulus terdapat pada beberapa kalimat ketika Gibran berbicara perihal kerja (Work). Kalimat tersebut sebagai berikut: “And what is it to work with love? It is to weave the cloth with threads drawn from your heart, even as if your beloved were to wear that cloth. It is to build a house with affection, even as if your beloved were to dwell in that house. It is to sow seeds with tenderness and reap the harvest with joy, even as if your beloved were to eat the 58
QS. al-Baqarah/2: 264. Departeman Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan: Al-Jumânatul Âlî, h., h.
45. 59
QS. al-Mâidah/5: 2.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
79
STAIN Palangka Raya
fruit.”60 “Dan apakah artinya bekerja dengan cinta? yaitu menenun kain dengan benang yang ditarik dari hatimu, sebagaimana seakan-akan kekasihmulah yang akan mengenakan kain itu. Yaitu membangun rumah dengan penuh kesenangan, seakan-akan kekasihmulah yang akan menghuni rumah itu. Yaitu menabur bebijian dengan kemesraaan dan memungut panen dengan riang, sebagaimana sseolah-olah kekasihmulah yang akan memakan buah itu.”61 Keinginan Gibran ketika menyampaikan perihal kerja bahwa seyogyanya manusia bekerja, mencari nafkah dengan ikhlas, tulus dan jujur dengan menyadari bahwa mereka bekerja dan mencari nafkah semata-mata untuk orang-orang tercinta yang ada di sekelilingya, untuk anak, suami ataupun istri. Sebab, dengan keikhlasan dan kejujuran bekerja akan mendatangkan kepuasan dan kebahagiaan batin. Pada puisi Work ini juga terdapat nilai pendidikan karakter berupa kerja keras/gigih/beretos kerja. Nilai ini terdapat pada kalimat. “You work that you may keep pace with the earth and the soul of the earth. For to be idle is to become a stranger unto the seasons, and to step out of life’s procession, that marches in majesty and proud submission towards the infinite. And in keeping yourself with labour you are in truth loving life. And to love life through labour is to be intimate with life’s inmost secret.”62 “Kau bekerja agar tetap bisa melangkah seiring irama dan jiwa bumi. Sebab berpangku tangan menjadikan orang asing bagi musim, dan melangkah keluar dari perarakan kehidupan, yang berbaris dalam keagungan dan dengan bangga menyerah menuju keabadian. Dan dengan menyibukkan dirimu dalam kerja, sesungguhnya engkau telah mencintai kehidupan. Dan mencintai kehidupan melalui kerja adalah menyelami rahasia kehidupan yang paling dalam.”63 Melalui untaian kalimat-kalimat ini Gibran ingin memberitahu manusia bahwa dengan bekerja akan menggiring manusia ke dunia yang lebih luas, bisa bersosialisasi dengan banyak orang, berinteraksi dengan banyak karakter, melakukan pemecahan masalah, serta menuangkan ide. Intinya, menyibukkan diri dengan bekerja secara otomatis manusia akan melihat dunia lebih luas serta belajar tentangnya dan memaknai hakikat kehidupan melalui berbagai problema yang ditemuinya ketika berinteraksi dengan berbagai orang, karakter, dan masalah-masalah dalam dunia kerja. Meskipun Gibran bukan penganut Islam, namun kerja keras, memiliki etos kerja yang baik, dan tidak berpangku tangan dan bermalas-malasan yang diajarkan Gibran ada persamaan dengan ajaran Islam yang banyak tertuang dalam al-Qur’an antara lain;
60
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 12. Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 41. 62 Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 11-12. 63 Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 38 & 39. 61
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
80
STAIN Palangka Raya
“Maka apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan Ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.64 Manusia yang terhormat adalah manusia yang mandiri, memiliki pekerjaan sendiri secara produktif, membantu orang lain, bermanfaat bagi sesama. Islam memandang bahwa kesalehan ritual bukanlah jaminan kebahagiaan jika hidup menjadi beban bagi orang lain. Bekerja dalam pandangan Islam merupakan sebuah ketaatan dalam beragama, sebab Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan tidak menganggur. Konsep bersedekah, berinfak, berzakat, berhajji dan lain-lain merupakan isyarat agar menjadi orang yang produktif, sebab semua hal itu hanya bisa diwujudkan jika sesorang memiliki kemampuan materil dari hasil kerja. 11. Puisi Buying and Selling Nilai pendidikan karakter berupa jujur dan adil juga terdapat pada puisi Gibran perihal jual beli. Nilai tersebut terdapat pada kalimat berikut: “It is in exchanging the gifts of the earth that you shall find abundance and be satisfied. Yet unless the exchange be in love and kindly justice, it will but lead some to greed and others to hunger. When in the market place you toilers of the sea and fields and vineyard meet the weavers and the potters and the gatherers of spices. Invoke then the master spirit of life of earth, to come into your midst and sanctify the scales and the reckoning that weighs value against value.”65 “Di dalam pertukaran hasil kekayaan bumi maka akan kau dapatkan kelimpahruahan. Kecuali kalau pertukaran hasil bumi masih belum terjadi dengan cinta dan keadilan nan murah hati, dia hanya akan menggiring sejumlah orang kepada ketamakan dan orang lain menderita kelaparan. Di tengah pasar pabila kalian pekerja dari laut, ladang serta kebun anggur, bersua dengan para penenun dan pengrajin tembikar serta pengumpul rempah-rempah, maka mohonlah roh penguasa bumi, untuk hadir di tengah-tengahmu dan menyucikan timbangan serta mencermati perhitungan.”66 Dalam hal jual beli Gibran mengajarkan manusia untuk selalu berlaku adil dan jujur serta mengingat Tuhan dalam segala aktifitas jual beli, sebab dengan mengingat Tuhan maka segala aktifitas jual beli manusia akan senantiasa terhindar dari sifat ketamakan melainkan akan mengarahkannya untuk berlaku jujur dan adil. Nilai kejujuran dan keadilan dalam menakar atau menimbang yang diajarkan Gibran jauh sebelumnya telah telah termaktub dalam al-Qur’an.
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang orang-orang yang curang. Yaitu bagi orangorang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi….”67 64
QS. al-Jumu‘ah/62: 10. Departemen Agama RI,, Al-Qur’an dan Terjemahan: Al-Jumânatul Âlî, h.
555. 65
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 16-17. Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 56. 67 QS. al-Muthaffifîn/83:1-3. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan: Al-Jumânatul Âlî, 66
h.588.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
81
STAIN Palangka Raya
Dalam aktivitas jual beli, Islam mengajarkan kejujuran dan keadilan terutama dalam menakar. Perbedaannya dengan Gibran dalam menanamkan kejujuran dan keadilan tidak hanya perpektif etik transaksi bisnis semata, melainkan al-Qur’an menghubungkan dengan akidah keimanan adanya akibat neraka wail di akhirat bagi pelakunya. Bentuk-bentuk ketidakjujuran itu berupa timbangan yang dikurangan saat menjual atau dilebihkan disaat membeli. Meskipun kejujuran berkaitan dengan transaksi jual beli, namun juga berlaku pada semua aktivitas profesi. 12. Puisi Friendship Nilai pendidikan karakter bersahabat terdapat pada puisi Gibran tentang Friendship. Nilai tersebut terdapat pada kalimat. “Your friend is needs answered. For you come to him with your hunger, and you seek him for peace. When your friend speaks his mind you fear not the ‘nay’ in your own mind, nor do you withhold the ‘ay’. And let your best be for your friend. If he must know the ebb of your tide, let him know its flood also. Seek him always with hours to live. For it is his to fill your need, but not your emptiness. And in the sweetness of friendship let there be laughter, and sharing of pleasures.”68 “Sahabat adalah kebutuhan jiwa yang mesti kau penuhi. Karena kau mencarinya saat hati lapar dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian. Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya, kau tiada takut membisikkan kata ‘tidak’ di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata ‘ya’. Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu. Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal musim pasangmu. Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang Waktu karena dialah yang bisa mengisi kekosonganmu. Dan manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawaria, berbagi kebahagiaan.”69 Betapa pentingya seorang sahabat, maka Gibran menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjalin persahabatan. Sebab, dengan memiliki sahabat maka kesenangan atau kebahagiaan yang tadinya satu menjadi dua, tiga dan seterusnya, kesenangan akan berlipat ganda dan kesedihan akan berkurang. Hal ini memiliki relevansi denganpesan-pesan alQur’an antara lain: ...
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia….”.70 Pesan-pesan Gibran menekankan persahabatan dengan manusia. Sedangkan alQur’an menekankan hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Allah. Hubungan secara horizontal dengan sesama manusia dan hubungan secara vertikal dengan Allah merupakan kunci kebahagiaan yang paling hakiki. Dalam konteks pendidikan, hubungan tersebut menekankan kecerdasan sosial-emosional dan kecerdasan spiritual. Dalam konteks ini Gibran tidak mengakomodir sekaligus, sehingga persahabatan yang ditekankan adalah persahabatan dalam konteks kemanusiaan yang tidak selalu dibingkai dengan nilainilai spiritual yang bersumber dari iman. Al-Qur’an mengakomodir keduanya secara simultan. 13. Puisi Clothes 68
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 26-27. Iwan Nurdaya Djafar, Khalil Gibran: Sang Nabi, h. 88-89. 70 QS. Ali ‘Imrân/3: 112. 69
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
82
STAIN Palangka Raya
Nilai pendidikan karakter berupa santun terdapat pada puisi Gibran tentang pakaian. Nilai tersebut ada pada kalimat “Forget notthat modesty isfor a shield against the eye of the unclean.”71 Kalimat ini berarti janganlah lupa bahwa kesopanan adalah perisai penentang mata yang jelalatan.72 Pendidikan karakter dari kalimat ini sangat jelas dengan mengingatkan kesopanan dalam berpakaian. Kalau dibandingkan ajaran Gibran dengan ajaran Islam tampak ada persamaan nilai kesopanan dan kesantunan sebagaimana petunjuk al-Qur’an.
“Hai Nabi, katakanlah kepadaa istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.Dan Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”73 Berpakaian merupakan cara menghindari kejahatan nafsu dan fitnah. Berpakaian juga mengandung nilai estetika yang dianjurkan. Berpakaian dalam Islam sudah diatur batas-batas kepatutannya menurut syariat al-Qur’an baik untuk perempuan maupun untuk laki-laki. Sedangkan Gibran tidak menguraikan hal tersebut, dan hanya berdasar pada aturan tatakrama, sopan santun dalam takaran budaya saja. Letak persamaannya, baik Gibran maupun alQur’an keduanya menekankan agar manusia berpakaian yang santun untuk mencegah tindak kejahatan. Analisis Di dalam untaian-untaian puisi Gibran terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang positsitif. Akan tetapi, nilai-nilai pendidikan karakter di dalam puisi-puisi Gibran belum lengkap mengemukakan ajaran yang bersumber dari sebuah ideologi religious (nilai spiritual), apalagi nilai-nilai kebaikan yang bersumber dari Islam. Oleh karena itu, untuk mengambil nilai-nilai kearifan dan kebaikan di dalamnya harus dirujuk dan dikonfirmasi dengan petunjuk al-Qur’an dan Sunnah. Sebab, situasi kejiwaan yang melingkupi Gibran serta responnya terhadap situasi tersebut kemudian memproduksi kalimat-kalimat puitis. Hasilnya, tentu saja banyak diantaranya bersifat kasuistis dan temporal. Sedangkan kebaikan dalam Islam berlaku universal untuk semua keadaan dan sepanjang waktu meskipun berangkat dari hal-hal yang bersifat partikular. Selain kelebihan-kelebihan yang ada dalam pesan-pesan puisi Gibran, juga terdapat beberapa keterbatasan-keterbatasan. Gibran antara lain tidak menjelaskan pembinaan karakter harus dimulai dari mana, bagaimana membentuknya, dan bagaimana pula mengatasi karakter buruk. Karakter buruk yang berkembang dapat diamputasi dan dilakukan perubahan menuju suatu karakter utama dan mulia. Hal ini diisyaratkan oleh QS. al-Ra’d/13: 11
….… ….Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…
71
Tanpa nama, 26 poetic essay of the Prophet, h. 16. Iwan Nurdaya Djafar, SangNabi, h. 54. 73 QS. al-Ahzâb/33: 59. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan: Al-Jumânatul Âlî, h. 427. 72
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
83
STAIN Palangka Raya
Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini mengandung informasi yang amat mendasar, antara lain: Pertama, perubahan bermula dari manusia terlebih dahulu melalui sisi dalamnya sebagai makna yang diisyaratkan kata ‘anfusihim’.74 Kedua, perubahan yang bermakna harus melalui sekelompok orang - bukan perorangan - sebagaimana diisyaratkan oleh bentuk jamak/plural yang digunakan pada ayat di atas. Pembentukan karakter harus dimulai dari perubahan mindset, paradigma, persepsi, serta pembentukan karakter (character building) yang menyentuh sisi dalam (anfus) pada manusia. Pendidikan karakter dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai utama dalam pikiran, perasaan, kesadaram, paradigm, serta kaeyakinan pada individu-individu yang ingin dibentuk karakternya. ‘Sisi dalam’ (anfus) manusia terdiri dari nilai/idea yang terdapat dalam pikirannya serta tekad yang ada di dalam dadanya. Disinilah terlihat betapa Alquran dalam upayanya melakukan pendidikan nilai memberikan perhatian yang besar terhadap akal yang merupakan instrumen penyerap dan pemahaman nilai serta kalbu yang merupakan wadah lahirnya suatu tekad. Disamping berupaya meyakinkan nilai-nilainya dengan argumentasi-argumentasi rasional, al-Qur’an juga menempuh sentuhan-sentuhan emosional. Ini terlihat antara lain ketika menanamkan tauhid, al-Qur’an memulai dengan mengajak untuk memperhatikan ciptaan-ciptaan-Nya, atau realitas empiris, langit, bumi, tumbuh-tumbuhan, angin, dan lainlain, guna mengantar kepada keyakinan kepada Pencipta.75 Perbedaan mendasar antara nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Gibran melalui puisi-puisinya dengan pendidikan karakter yang diisyaratkan oleh al-Qur’an adalah pada nilai-nilai spiritualnya. Meskipun Gibran mengembangkan nilai-nilai spiritual dalam mengusung nilai-nilai karakter dalam puisiya, Religion, namun bagi umat Islam nilainilai spiritual yang dimaksud dalam al-Qur’an jauh lebih jelas dan bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak. Kejujuran, kepedulian, pemberian, dan kebaikan-kebaikan lainnya selalu dibingkai dengan nilai-nilai ketaatan kepada Allah yang Mahapencipta. Perbedaan antara pesan-pesan pendidikan karakter versi Gibran melalui puisinya dan nilai-nilai serta strategi yang diisyaratkan al-Qur’an adalah keterhubungan akhlak atau karakter tersebut dengan Allah. Integrasi dan interkoneksi antara akhlak, iman, dan amal saleh selalu menjadi titik tekan al-Qur’an dalam membangun nilai-nilai pendidikan karakter individu ataupun kelompok. Dalam konteks ini, hati merupakan sebuah wadah yang menampung nilai-nilai tersebut. Itulah sebabnya, hati dalam pandangan al-Qur’an menempati posisi yang paling sentral dalam membicarakan nilai-nilai. Al-Qur’an menggambarkan orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah mereka yang memelihara dan merawat hatinya memproduksi moralitas dan akhlak yang baik kepada Allah dan kepada makhluk Allah. “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.76 “(lngatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci”.77Karakteristik hati yang selamat dapat dilihat pula dalam al-Qur’an. Secara etimologis, hati yang dalam bahasa Arab qalbun berasal dari qalabyanqalibu, qalban yang kesemuanya mengandung pengertian merubah, membalikkan, menjadikan yang atas di bawah, menjadikan yang di dalam berubah posisi di luar. 78 Al-Alûsî berpendapat bahwa hati disebut qalbun karena sifatnya berubah-ubah.79 Kata qalbun terulang 74
Lihat M. Quraish, “Pendidikan Nilai untuk Pembentukan Sikap dan Prilaku”, Jurnal Pendidikan, Pendidikan Islam dan Tantangan Modernitas (Ujung Pandang: Lentera Fak. Tarbiyah IAIN Alauddin, 1997), h. 32. 75 Lihat M.Quraish Shihab, “Pendidikan Nilai untuk Pembentukan Sikap dan Prilaku”..., h. 34. 76 QS. al-Syu‘arâ’/26: 89. 77 QS. al-Shaffât/37: 84. 78 Al-Munawir, Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.1232. 79 Lihat Abû al-Fadl Syihâbuddîn al-Sayyid Mahmûd al-Alûsî, Ruh al-Ma‘ânî fî Tafsîr al-Qur’ân al‘Azhîm wa al-Sab‘u al-Matsânî, Jilid I(Beirût: Dâr al-Fikr, t. th.), h. 2.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
84
STAIN Palangka Raya
110 kali dalam Alquran. Dari semua konteksnya, tidak satu pun yang menunjuk secara eksplisit qalbun dalam konteks ontologisnya. Di dalam al-Qur’an hanya ditemukan tentang sifat-sifat, fungsi, dan klasifikasi hati.80 Terdapat pula terma lain yang mempunyai sisi kesamaan dengan qalbun, yaitu fuadun atau af’idatun,shadrun. Semua terma tersebut menunjukkan makna sebagai wadah menampung nilai-nilai sehingga harus senantiasa dirawat dengan baik agar menampung nilai-nilai yang baik. Gibran dalam puisinya tidak menguraikan nilai-nilai tersebut secara mendalam layaknya al-Qur’an. Hal tersebut dapat dimaklumi karena Gibran bukanlah seorang muslim yang mendalami al-Qur’an. Ia hanyalah seorang sastrawan yang berangkat dari rasa dan pengalaman hidupnya. Oleh karena itu sebagian nilai-nilai tersebut dapat diadopsi dalam batas-batas kemanusiaan, tetapi tidak tepat untuk dijadikan acuan utama dalam memahami dan membentuk pendidikan karakter religius-Islami. Rujukan paling primer bagi umat Islam adalah al-Qur’an dan sunnah. Pandangan ini memperkuat pandangan Hamka bahwa proses mendidik adalah proses pembentukan peserta didik dengan kepribadian paripurna, tidak sekedar ‘transfer of knowledge’, akan tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana ilmi yang mereka peroleh mampu membuahkan suatu sikap yang baik (al-akhlâq al-karîmah). Jadi tegasnya bahwa lembaga pendidikan agama yang tidak mampu membina dan membentuk peserta didik berkepribadian paripurna, samalah kedudukannya dengan lembaga pendidikan umum yang sama sekali tidak mengajarkan agama.81 Konsep integrasi-interkoneksi antara pengajaran sastra dan nilai-nilai pendidikan karakter mesti ditonjolkan jika pendidikan dimaksudkan untuk membangun karakter utama peserta didik. Penanaman nilai dan sikap peserta didik dapat dilakukan melalui penggalian potensi akal. Akal (al-‘aql) dapat berarti al-imsâk (menahan), al-ribâth (ikatan), al-hajar (menahan), al-nahy (melarang), al-man‘u (mencegah). Ketika ia berubah menjadi kata kerja (fi‘il) mengandung arti mengikat, memahami, dan mengerti.82 Dari pengertian inilah dapat dipahami bahwa orang berakal adalah orang yang mampu mengekang dan menahan nafsunya, sehingga hawa nafsu itu tidak menguasai dirinya. Dalam kaitan ini pula, orang yang mampu mengendalikan dan menguasai hawa nafsunya ia akan memahami kebenaran. Sebaliknya, orang yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya akan terhalang untuk memahami kebenaran. Jiwa rasionalitasnya akan eksis jika manusia mampu mengikat hawa nafsunya.83Jadi, pemberdayaan akal secara aktif dan positif akan membentuk cara pandang seseorang yang pada gilirannya akan menjadi pembentuk karakter baiknya. Penutup Theprophet adalah karya monumental dari seorang Khalil Gibran yang berisi 26 puisi. Dari 26 puisi tersebet terdapat 10 nilai pendidikan karakter dan 13 puisi yang di dalamnya terkandung nilai pendidikan karakter tersebut. Dari 10 nilai yang terdapat pada The Prophet nilai pendidikan karakter yang banyak adalah nilai beriman dan bertakwa kepada Tuhan, yaitu pada puisi Children, Crimeand Punishment, Pain, dan Religion. Meskipun secara teologis, Gibran bukan penganut Islam dan pikirannya tidak berangkat dari teks al-Qur’an, namun substansi pikiran-pikirannya banyak diantaranya sejalan dengan pesan-pesan al80
Ulama tasawuf ada yang mengatakan bahwa hati atau qalbun itu terdapat di bawa susu kiri. Ini disebut lathîfah yang terdapat dalam diri manusia. Lathîfah al-qalb itu berhubungan dengan jantung jasmani manusia. Lihat misalnya Mustafa Zahra, Kunci Memahami Tasawuf (Surabaya: Bina Ilmu, 1991), h. 177. 81 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hanka tentang Pendidikan Islam ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 114. 82 Al-Munawir, Kamus Arab – Indonesia, h. 956. 83 Ibnu Mandzûr, Lisân al-‘Arab, XIII (Beirût: Dâr al-Mashâdir, 1200 H), h. 485-486.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
85
STAIN Palangka Raya
Qur’an. Ayat-ayat dikutip untuk mencari relevansi antara isyarat al-Qur’an dengan pikiran Gibran, tetapi sama sekali tidak dimaksudkan untuk mensejajarkan antara nilai untaian kalimat-kalimat sastra Gibran dengan teks al-Qur’an. Keduanya bukanlah bandingannya, alQur’an sudah teruji nilai-nilai kesusastraan dan merupakan firman Allah sedangkan sastra Gibran tidak lebih dari sekedar produk seorang manusia. Secara manusiawi, karakter merupakan kebenaran universal, tidak terbatas oleh latar belakang agama dan budaya karena setiap manusia membutuhkan untuk diperlakukan dengan baik dan terhormat. Disamping itu, pengajaran sastra sejatinya tidak hanya mengajarkan keindahan untaian kalimat-kalimat sastra, tetapi yang lebih urgen adalah mengintegrasikan pesan-pesan inti mengenai nilai-nilai yang membentuk karakter berbasis nilai-nilai luhur.Pengajaran sastra perlu direvitalisasi dalam rangka mencari alternatif dalam membangun karakter bangsa. Secara teologis, bagi muslim, pemberdayaan hati dan akal merupakan kunci untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang utama sesuai dengan isyarat al-Qur’an dan Sunnah.
REFERENSI Alûsî, Abû al-Fadl Syihâbuddîn al-Sayyid Mahmûd al-. Ruh al-Ma‘ânî fî Tafsîr al-Qur’ân al‘Azhîm wa al-Sab‘u al-Matsânî. Jilid I,Beirût: Dâr al-Fikr, t. th. Amri, Sofan, Ahmad Jauhari, dan Tatik Eliza,. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. 2011. http://prestasipustakaraya.com/implementasi-pendidikankarakter-dalam-pembelajaran-2.html. Diakses Maret 2012. Bertens, K. Etika. Jakarta. Grmaedia Pustaka Utama, 1997. Busha and Harter.Content Analysis: Research Methods in Librarianship – Techniques and Interpretation. New York: Academic Press, 1980. http://www.colostate.edu/Depts/WritingCenter references/research/content/page2.htm). Diakses pada 16 maret 2012 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan: Al-Jumânatul Alî. Bandung: CV Penerbit J-Art, 2005. Djafar, Iwan Nurdaya. Sang Nabi. Yoygakarta. Yayasan bentanf Budaya, 2000. Doni, A.Kusuma. Pendidikan Karakter Strategik mendidik Anak di zaman Global. Jakarta: Gramedia, 2007. Elo, Satu dan Helvi Kyngas. “The Qualitative content Analysis Process”, Journal Compilation. Blackwell Publishing Ltd. 2007. Published 22 November 2007. http://academic.csuohio.edu/kneundorf/c63309/articlesFromClassMembers/Amy.pd f. Diakses pada 16 maret 2012. Ghougassian, Dr. Joseph Peter. Sayap-Sayap Pemikiran Khalil Gibran. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002. Hamalrian. The Love in Washington Irving’s “The Adventure of the German Student”. Makassar. UNM, 2002. Hassan,Fuad. Menapaki Jejak Khalil Gibran. Bandung. Pustaka Jaya, 2001. Hidayatullah, M. Furqon. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta. Yuma Pustaka, 2010. Ibnu Mandzûr.Lisân al-Arab. Beirût: Dâr al-Mashâdir, 1200 H. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
86
STAIN Palangka Raya
Muchtar, Drs. Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008. Munawir al-.Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Nahdhiyah. Spiritual Values in Khalil Gibran ‘The Prophet’ (Thesis of S1). Makassar: State University of Makaassar, Faculty of Languages and Arts, 2004. Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Palmquist, Mike.Content Analysis. Department of English at Colorado State University. Q-Anees, Bambang dan Adang Hambali. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Bandung: PT. Simbiosa Rekatama Media, 2008. Shihab, M. Quraish. “Pendidikan Nilai untuk Pembentukan Sikap dan Prilaku”,Jurnal Pendidikan, Pendidikan Islam dan Tantangan Modernitas, Ujung Pandang: Lentera Fak. Tarbiyah IAIN Alauddin, 1997. Shihab, M. Quraish. Dia Ada di Mana-Mana. Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2008. Sudrajat, Akhmad. Pendidikan Karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/ pendidikan- karakter-di-smp/. Diakses pada Maret 2012. Sulhan, Najib.Pendidikan Berbasis Karakter: Sinergi antara Sekolah dan Rumah dalam Membentuk Karakter Anak. Surabaya: PT. JePe Press media Utama, 2010. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Tobroni. “Pendidikan Berkarakter: Sebuah Inovasi Baru dalam Pendidikan”,Artikel tanggal 10 November 2011.Uaksenahttp://elearningpendidikan.com/proses-pendidikankarakter.html. Diakses Maret 2012. Tobroni. 26 poetic essay of the Prophet. http://www.thefamouspeople.com/profiles/khalilgibran-4.php. diakses Maret 2012. Tobroni. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. (http://tobroni.staff.umm.ac.id.2010/11/24 . pendidikan-karakter-dalam-perspektifislam.pendahuluan). Diakses tanggal 12 Maret 2012. Tobroni.18 Nilai Pendidikan Karakter di Sekolah, Artikel. tanggal 19 juni 2011. Teach for Indonesia.http://elearningpendidikan.com/proses-pendidikan-karakter.html. Diakses Maret 2012. Yusuf, Muhammad. “Membentuk Karakter Melalui Pendidikan Berbasis Nialai”, al-Ulum Jurnal Studi-Studi Islam, IAIN Sultan Amai Gorontalo, Vol. 13, No. 1, 2013. Zahra, Mustafa. Kunci Memahami Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu, 1991.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 8, Nomor 1, Juni 2014