276
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
Tersedia Online di http://journal.um.ac.id/index.php/jph pISSN: 2338-8110/eISSN: 2442-3890
Jurnal Pendidikan Humaniora Vol. 3 No. 4, Hal 276-286, Desember 2015
Proposisi dan Argumen Dalam Diskusi Kelas Siswa SMP
Narimo1), Anang Santosa2), Yuni Pratiwi2), Mujianto2) 1)
SMP Negeri 1 Watulimo Pendidikan Bahasa Indonesia–Universitas Negeri Malang Jl. Raya Prigi, Watulimo, Trenggalek. E-mail:
[email protected] 2)
Abstract: This study is to describe and explain the proposition and argument on classroom discussion of Junior High School students. The data are collected through observation techniques with the audio-video cameras supported by field notes to the subjects of this study; 235 students of the eighth grade of SMP Negeri 1 Watulimo Trenggalek, East Java. Data analysis is undertaken using qualitative data analysis by Miles and Huberman. The results of the study are the proposition and the argument on classroom discussion of Junior High School students. The proposition on classroom discussion of Junior High School students are the affirmation or negation propositions expressed by one or more students. The argument on classroom discussion of Junior High School students is the argument constructed by students collaboratively. Key Words: proposition, argument, classroom discussion
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP. Data penelitian dikumpulkan melalui teknik observasi dengan bantuan kamera audio video yang didukung oleh catatan lapangan terhadap subjek penelitian sejumlah 235 siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Watulimo Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Data yang terkumpul dianalisis secara interaktif model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini adalah proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP. Proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP berupa proposisi afirmasi atau negasi yang dinyatakan oleh seorang siswa atau lebih. Argumen dalam diskusi kelas siswa SMP berupa argumen yang dibangun siswa secara kolaboratif. Kata-kunci: proposisi, argumen, diskusi kelas
Dalam proses komunikasi, Brown dan Yule (1983:1– 2) menggunakan dua istilah untuk menggambarkan fungsi utama bahasa, yaitu fungsi transaksional dan fungsi interaksional. Fungsi transaksional adalah fungsi bahasa untuk menyampaikan isi atau pesan, sedangkan fungsi interaksional adalah fungsi bahasa untuk menjaga hubungan sosial dan mengekspresikan sikap pribadi. Dalam fungsi transaksional, fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi informasi atau pesan. Pada prinsipnya, pesan tersebut berupa ide/konsep, keputusan, atau argumen yang ada dalam pikiran penutur. Sebagai hasil dari proses berpikir, pesan ini dapat diekspresikan dengan bahasa. Ekspresi bahasa tersebut dapat berwujud kata (frasa), kalimat (klausa), atau wacana. Dengan ekspresi bahasa ini, apa yang dipikirkan penutur akan dapat dipahami oleh mitra tutur. Hal ini menjadi indikasi adanya hubungan yang 276
erat antara pikiran dan bahasa karena hanya dengan dibahasakan sesuatu yang dipikirkan dapat ditangkap atau dipahami (Poespoprodjo, 2007:77). Terkait dengan fungsi transaksional, agar dapat membahasakan pikiran dengan tertib dan benar, diperlukan kemampuan berpikir secara kritis. Berpikir kritis itu adalah berpikir secara jernih atau sahih (Molan, 2012:12). Dengan kemampuan ini, orang dapat mengolah pengetahuan yang telah diterima melalui pancaindera untuk mencapai suatu kebenaran karena berpikir kritis merupakan proses bernalar untuk membedakan yang benar dan yang palsu (Wood, 2002:1). Menurut Huitt dan Hummel (2003:1), proses bernalar merupakan proses kognitif dalam bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Adaptasi tersebut dapat dipilah menjadi dua, yaitu asimilasi dan akomodasi (Piaget dan Inhelder, 1969:6). Asimilasi adalah proses menggunakan struktur kognitif untuk menyaring maArtikel diterima 07/04/2015; disetujui 19/11/2015
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....277
sukan dari lingkungan, sedangkan akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kog-nitif untuk menyesuaikan dengan realitas atau lingkungan. Proses ini akan menghasilkan kemampuan manusia untuk bernalar secara abstrak simbolis. Kemampuan bernalar tersebut dapat diperoleh secara bertahap sesuai dengan fase perkembangan manusia. Sejalan dengan prinsip perkembangan bahwa sampai batas-batas tertentu perkembangan suatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat maka perkembangan kemampuan bernalar pun dapat dilakukan percepatan. Untuk mempercepat perkembangan aspek kemampuan bernalar itu, dapat dilaksanakan melalui pembelajaran dan pelatihan baik secara formal maupun informal. Pembelajaran formal, khususnya di jenjang pendidikan dasar, memiliki kedudukan yang strategis untuk membelajarkan kompetensi bernalar. Hal ini didasari oleh fakta adanya keterbatasan kemampuan bernalar anak. Menurut Diezmann, Watters, dan English (2002: 289), kemampuan anak untuk bernalar terbatas pada kemampuan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang lemah. Kondisi kompetensi bernalar anak ini didukung oleh fakta pembelajaran di kelas, yaitu siswa sering tidak dapat membedakan yang benar dari yang salah, memisahkan fakta dari fiksi, mengidentifikasi motif-motif dasar, dan menyampaikan dugaan dan pendapat beralasan (Bouhnik dan Giat, 2009:2). Kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat beralasan atau argumen merupakan salah satu bentuk kemampuan dasar bernalar yang harus dikuasai siswa SMP. Namun, dalam kurikulum SMP, kompetensi bernalar ini tidak dibahas secara khusus, tetapi terintegrasi pada mata pelajaran yang ada, khususnya pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri. Pembudayaan berpikir ilmiah tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah pikir atau peningkatan kompetensi bernalar (Kemendiknas, 2006:8). Di SMP, model pembelajaran berbasis penalaran sebagaimana yang digagas oleh Mislevy, Reconscente, dan Rutstein (2009) dapat diimplementasikan dalam berbagai strategi pembelajaran, misalnya pembelajaran penyimpulan dan diskusi. Dalam pembelajaran penyimpulan, siswa dapat menemukan model penalaran dari teks yang dibaca atau informasi lisan yang didengarkan. Sementara itu, dalam diskusi siswa akan dapat mengimplementasikan berbagai model
penalaran yang dikuasai untuk memecahkan masalah sesuai dengan topik yang dibahas. Dengan metode diskusi ini, siswa akan termotivasi dan terlatih untuk mengembangkan logika berpikir secara rasional dan spontan. Untuk melatih dan mengembangkan logika berpikir siswa SMP, guru berperan sebagai fasilitator, motivator, sekaligus model pembelajaran. Peran ini diperlukan karena siswa pada masa SMP (usia 12– 15 tahun) masih berada pada masa operasional konkret atau awal operasional. Kemampuan berpikir remaja pada masa ini berada pada tataran transisi pemikiran anak dan orang dewasa. Masa perkembangan kognitif ini ditandai dengan kompetensi gaya berpikir anak yang semakin dewasa. Kompetensi ini tampak pada kemampuan anak dalam memecahkan masalah sebagai fungsi koordinasi operasi afirmasi dan negasi (Muller, Sokol, dan Overton, 1999:71). Ketika dihadapkan pada masalah, anak telah mampu berspekulasi tentang semua solusi dengan menggunakan pemikiran idealis-logis dan pertimbangan baik-buruk. Anak yang telah menginjak masa remaja ini telah dapat menerapkan operasi mental untuk konsep-konsep abstrak seperti cinta, kebebasan, orang tua yang baik, cita-cita, dan mampu berpikir berjam-jam dalam memperdebatkan topik yang menarik. Melalui pelatihan, remaja sudah mulai dapat mengembangkan pemikiran yang jernih, logis, dan sistematis. Akan tetapi, pada umumnya para remaja belum mampu memecahkan masalah yang kompleks, misalnya konflik keluarga. Kemampuan berpikir siswa SMP dalam memecahkan masalah tampak pada saat siswa berargumentasi karena aktivitas ini akan mampu menghasilkan kebenaran proposisi dan kelogisan argumen. Berdasarkan fakta empiris dalam proses belajar mengajar (PBM) mata pelajaran Bahasa Indonesia semester 2 yang dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 1 Watulimo, Kabupaten Tranggalek, Provinsi Jawa Timur, dijumpai karakteristik argumentasi siswa SMP dalam diskusi kelas yang dapat dilihat pada proposisi dan argumen yang dibangun. Karakteristik ini terlihat pada saat pembelajaran kompetensi dasar nomor 10.1, yaitu Menyampaikan persetujuan, sanggahan/penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan alasan/bukti. Karakteristik tersebut adalah proposisi yang muncul sebagai tuturan satu orang atau lebih dan argumen yang muncul sebagai tuturan beberapa orang secara bersama-sama. Berdasarkan permasalahan tersebut, menarik untuk dilakukan penelitian deskriptif dengan judul
278
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
Proposisi dan Argumen dalam Diskusi Kelas Siswa SMP ini. Dengan penelitian tersebut, karakteristik proposisi dan argumen dapat dipaparkan secara lebih komprehensif. Dengan demikian, penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu (1) mendeskripsikan proposisi yang secara lebih rinci mencakup (a) bentuk proposisi, (b) makna proposisi, dan (c) jenis proposisi; dan (2) mendeskripsikan argumen yang yang secara lebih rinci mencakup (a) struktur argumen dan (b) validitas argumen dalam diskusi kelas siswa SMP. METODE
Penelitian ini didekati dengan penelitian kualitatif yang dirancang dengan desain penelitian deskriptif. Penggunaan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk mendeskripsikan fenomena sosial dalam proses diskusi kelas siswa SMP dengan data yang alamiah. Kealamiahan data penelitian ini terbatas pada kondisi data yang bersumber pada tuturan siswa dalam proses pembelajaran yang tidak terlepas dari peran guru dalam perencanaan dan pengaturan strategi pembelajaran. Data yang bersumber pada tuturan siswa tersebut berupa data proposisi dan data argumen yang diperoleh dari proses diskusi kelas berbahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif tentang proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP, digunakan jenis penelitian kelas bahasa kedua (second language classroom research) (Chaudron, 1988). Penelitian kelas bahasa kedua merupakan penelitian yang berlatar kelas dan mengangkat topik dari dalam kelas bahasa kedua. Ada empat topik penting dari dalam kelas bahasa, yaitu (1) belajar dari pembelajaran, (2) perilaku siswa, (3) tuturan guru, dan (4) inter-aksi di dalam kelas. Penelitian tentang proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP ini memfokuskan kajian pada topik interaksi di dalam kelas. Fitur-fitur interaktif dari perilaku di dalam kelas mencakup (1) gilir tutur, (2) bertanya-menjawab, (3) negosiasi makna, dan (4) umpan balik. Fitur-fitur interaktif tersebut penting sebagai implementasi dari fungsi bahasa secara transaksional, yaitu untuk menyampaikan isi atau pesan (Brown dan Yule, 1983:1–2). Berhubung isi atau pesan tuturan dapat dilihat dari ekspresi pikiran yang secara verbal berupa bahasa, dalam penelitian ini digunakan orientasi teoretis logika bahasa. Penggunaan teori logika bahasa dimaksudkan untuk menjelaskan bahasa sebagai ekspresi pikiran. Penjelasan tersebut dimaksudkan untuk memaparkan proposisi dan argumen dalam diskusi
kelas siswa SMP yang didasarkan pada kaidah-kaidah kebahasaan. Pada penelitian tentang proposisi dan argumen ini peneliti bertindak sebagai instrumen kunci pengumpul data. Sebagai instrumen kunci, setiap proses pemerolehan sumber data, peneliti selalu hadir di kelas tempat diskusi kelas berlangsung. Dalam hal ini peneliti berperan sebagai pengamat penuh. Peneliti menempatkan diri di samping juru kamera untuk melakukan pengamatan secara langsung sambil memandu proses pengambilan data. Hasil observasi itu dicatat di dalam catatan lapangan. Ada tiga poin penting yang ditulis pada catatan lapangan ini, yaitu (1) catatan latar pengamatan, (2) catatan deskriptif, dan (3) catatan reflektif. Dengan pengamatan secara penuh dan berkelanjutan ini, dapat diperoleh data yang lengkap dan valid. Dengan demikian, kehadiran peneliti ini dimaksudkan untuk menciptakan kelengkapan dan kredibilitas data. Data penelitian ini berupa data verbal. Data tersebut berbentuk tuturan siswa berupa ujaran atau kalimat (data proposisi) dan fragmen wacana (data argumen). Data tersebut bersumber dari hasil observasi diskusi kelas dengan bantuan kamera audio video dan catatan lapangan terhadap subjek penelitian sejumlah 235 siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Watulimo Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur pada semester 2 tahun pelajaran 2012/2013. Dalam hal berbahasa, pada umumnya siswa SMP Negeri 1 Watulimo menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu (B-1), sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B-2). Hal ini berarti bahwa kaidah-kaidah bahasa Indonesia lebih banyak dipahami dan diimplementasikan pada saat siswa belajar bahasa Indonesia dalam pembelajaran di kelas. Dalam diskusi kelas, siswa berada di dalam kelompok-kelompok kecil dengan anggota 2–4 siswa. Diskusi kelas ini mengangkat 14 topik dari kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII semester 2 dan menghasilkan 28 rekaman karena setiap topik menghasilkan 2 rekaman. Hasil rekaman ini selanjutnya ditranskripsikan sehingga menjadi sumber data tertulis. Setiap sumber data diberi kode berdasarkan topik dan kelas asal sumber data, misalnya kode sumber data 1.1 berarti sumber data topik 1 yang berasal dari kelas VIII urutan pertama, yaitu kelas VIII-A. Data penelitian yang telah terkumpul direduksi selanjutnya diklasifikasi berdasarkan tema dan subtema kemudian dikodifikasi dengan kode-kode tertentu dalam proses penyajian data. Proporsi data penelitian ini dipaparkan dalam bentuk data tereduksi
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....279
dan data tersaji pada masing-masing tema dan subtema. Data pada tema proposisi berjumlah 110 data tereduksi yang tersaji 54 data, yang terdiri atas data pada subtema (1) bentuk proposisi berjumlah 34 data tereduksi yang tersaji 16 data, (2) makna proposisi berjumlah 40 data tereduksi yang tersaji 20 data, dan (3) jenis proposisi berjumlah 36 data tereduksi yang tersaji 18 data. Data pada tema argumen berjumlah 110 data tereduksi yang tersaji 23 data, yang terdiri atas data pada subtema (1) struktur argumen berjumlah 52 data tereduksi yang tersaji 11 data dan (2) validitas argumen berjumlah 58 data tereduksi yang tersaji 12 data. Jadi, data pada penelitian ini berjumlah 220 data tereduksi yang tersaji 77 data. Jumlah data itu dipandang sudah memenuhi semua variabel penelitian. Prosedur analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data interaktif model Miles dan Huberman (1994:12) yang mencakup empat tahap, yaitu
(1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan simpulan/verifikasi. Pada model analisis ini aktivitas peneliti terfokus pada tiga tahap penelitian, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan/verifikasi. Ketiga tahap analisis data tersebut bergerak secara bolakbalik. Dalam pemahaman itu, analisis data merupakan suatu upaya berkelanjutan dan berulang secara terus-menerus. Sebagai operasionalisasi analisis data interaktif model Miles dan Huberman itu, proses analisis data pada penelitian ini dibagankan sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1. Agar mendapatkan kepercayaan kualitas temuan, dalam penelitian ini digunakan empat kriteria validasi data penelitian kualitatif Guba dan Lincoln (1994:114). Keempat kriteria validasi data tersebut adalah (1) kredibilitas (2) transferabilitas, (3) dependabilitas, dan (4) konfirmabilitas.
Reduksi Data
Sumber Data
SumberDiskusi Data Kelas Hasil Observasi Hasil Observasi DiskusiAudio Kelas dengan Bantuan Kamera dengan VideoBantuan dan Catatan Kamera Lapangan Audio
Pengumpulan Pengumpulan Data Data
Pemilahan Pemilahan Pemilihan Pemilihan Pemfokusan Pemfokusan
Video dan Catatan Lapangan Penyajian Data Pengklasifikasikan, Pengorganisasian, dan Pemolarisasian
Data Proposisi
Data Argumen
Data Bentuk Proposisi
Data Makna Proposisi
Data Jenis Proposisi
Data Struktur Argumen
Proposisi Afirmasi
Proposisi Negasi
Data Validitas Argumen
Konklusi/Verifikasi Penemuan makna Peninjauan kembali
Keterangan:
:
Garis praanalisis
:
Garis proses analisis
:
Garis peninjauan
Gambar 1. Proses Analisis Data Penelitian
280
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
HASIL
Hasil penelitian ini berupa paparan proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP. Hasil penelitian terhadap proposisi terdiri atas (1) bentuk proposisi, (2) makna proposisi, dan (3) jenis proposisi. Ketiga hasil penelitian tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. Bentuk proposisi mencakup dua pola. Kedua pola tersebut adalah (1) pola proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat tunggal yang meliputi (a) nominal-nominal, (b) nominal-verbal, (c) nominaladjektival, (d) nominal transposisi verbal-verbal, dan (e) nominal transposisi verbal-adjektival; dan (2) pola proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat majemuk yang meliputi (a) koordinasi kontrastif, (b) subordinasi utama-bawahan, dan (c) subordinasi bawahan-utama. Makna proposisi mencakup tiga pola. Ketiga pola tersebut adalah (1) pola proposisi afirmasi dan negasi bermakna lokusi yang meliputi (a) miskin luas-taklengkap dan (b) kaya sempit-taklengkap; (2) pola proposisi afirmasi dan negasi bermakna ilokusi yang meliputi (a) maksud mengharapkan, (b) maksud memerintah/ melarang, dan (c) maksud memuji/mengkritik; dan (3) pola proposisi afirmasi dan negasi bermakna perlokusi yang meliputi (a) respon persetujuan repetisi, (b) respon persetujuan pembalikan posisi, (c) respon persetujuan alasan, (d) respon penolakan kompromi, dan (e) respon penolakan konfrontasi. Jenis proposisi mencakup empat pola. Keempat pola tersebut adalah (1) pola proposisi afirmasi dan negasi berjenis kalimat deklaratif yang meliputi (a) inversi permutasi, (b) diatesis aktif ekatransitif, dan (c) diatesis pasif verbal berprefiks di-; (2) pola proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat interogatif yang meliputi (a) retoris pertanyaan-pernyataan dan (b) retoris pernyataan-pertanyaan; (3) pola proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat imperatif yang meliputi (a) perintah/larangan-alasan dan (b) ajakanpembuktian; dan (4) pola proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat eksklamatif yang meliputi (a) seruanevaluasi dan (b) seruan-pembuktian. Hasil penelitian terhadap proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP itu dapat divisualisasikan oleh Gambar 2. Hasil penelitian terhadap argumen dalam diskusi kelas siswa SMP terdiri atas (1) struktur argumen dan (2) validitas argumen. Kedua hasil penelitian tersebut terbagi dalam pola-pola tertentu yang dapat dipaparkan sebagai berikut. Struktur argumen mencakup dua pola. Kedua pola tersebut adalah (1) pola argumen sederhana
yang meliputi (a) pendirian-pendirian, (b) pendirianlandasan, (c) pendirian-landasan-jaminan, (d) pendirian-landasan-dukungan, (e) pendirian-landasan-jaminan-dukungan, (f) pendirian-landasan-sanggahan, (g) pendirian-landasan-jaminan-sanggahan, dan (h) pendirian-landasan-jaminan-dukungan-sanggahan; dan (2) pola argumen kompleks yang meliputi (a) dukungan ganda, (b) sanggahan ganda, dan (c) dukungan ganda dan sanggahan ganda. Validitas argumen terdiri atas dua pola. Kedua pola tersebut adalah (1) pola validitas argumen pada penyimpulan langsung valid dan takvalid, yang meliputi (a) reduplikasi, (b) konversi, dan (c) rantai; dan (2) pola validitas argumen pada penyimpulan taklangsung yang meliputi (a) deduktif silogisme valid dan takvalid yang terbagi atas (i) silogisme lengkap dan (ii) entimema, dan (b) induktif generalisasi probabilitas sedang dan rendah. Hasil penelitian terhadap argumen dalam diskusi kelas siswa SMP tersebut divisualisasikan Gambar 3. PEMBAHASAN
Temuan penelitian tentang proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP ini terbagi menjadi dua, yaitu (1) proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP dan (2) argumen dalam diskusi kelas siswa SMP. Pembahasan kedua temuan tersebut adalah sebagai berikut. Proposisi dalam Diskusi Kelas Siswa SMP Temuan penelitian tentang proposisi menunjukkan bahwa proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP merupakan proposisi afirmasi atau negasi yang dinyatakan oleh seorang siswa atau lebih. Karakteristik ini dapat dijelaskan dari temuan bentuk, makna, dan jenis proposisi sebagai berikut. Pertama, temuan bentuk proposisi terdiri atas proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat tunggal dengan pola nominal-nominal, nominal-verbal, nominal-adjektival, nominal transposisi verbal-verbal, dan nominal transposisi verbal-adjektival dan proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat majemuk dengan pola koordinasi kontrastif, subordinasi utamabawahan, dan subordinasi bawahan-utama. Proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat tunggal baik berpola nominal-nominal, nominal-verbal, nominaladjektival, nominal transpo-sisi verbal-verbal, dan nominal transposisi verbal-adjektival merupakan proposisi predikatif dengan P meneguhkan atau menging-
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....281
PA/P N berbentuk kalimat tunggal Bentuk proposisi
Makna proposisi PROPOSISI DALAM DK SISWA SMP
Pola nominal-nominal Pola nominal-verbal Pola nominal-adjektival Pola nominal transposisi verbal-verbal Pola nominal transposisi verbal-adjektival
PA/PN berbentuk kalimat majemuk
Pola koordinasi kontrastif Pola subordinasi utama-bawahan Pola subordinasi bawahan-utama
PA/PN bermakna lokusi
Pola miskin luas-taklengkap Pola kaya sempit-taklengkap
PA/PN bermakna ilokusi
Pola maksud mengharapkan Pola maksud memerintah/melarang Pola maksud memuji/mengkritik
PA/PN bermakna perlokusi
Pola respon persetujuan repetisi Pola respon persetujuan pembalikan posisi Pola respon persetujuan alasan Pola respon penolakan kompromi Pola respon penolakan konfrontasi
PA/PN berjenis kalimat deklaratif
Pola inversi permutasi Pola diatesis aktif ekatransitif Pola diatesis pasif verbal berprefiks di-
PA/PN dalam kalimat interogatif
Pola retoris pertanyaan-pernyataan Pola retoris pernyataan-pertanyaan
PA/PN dalam kalimat imperatif
Pola perintah/larangan-alasan Pola ajakan-pembuktian
PA/PN dalam kalimat eksklamatif
Pola seruan-evaluasi Pola seruan-pembuktian
Jenis proposisi
Gambar 2. Bagan Visualisasi Hasil Penelitian terhadap Proposisi
Argumen berstruktur sederhana Struktur argumen
ARGUMEN DALAM DK SISWA SMP
Validitas argumen
P ola pendirian-pendirian P ola pendirian-landasan P ola pendirian-landasan-jaminan P ola pendirian-landasan-dukungan P ola pendirian-landasan-jaminan-dukungan P ola pendirian-landasan-sanggahan P ola pendirian-landasan-jaminan-sanggahan P ola pendirian-landasan-jaminan-dukungansanggahan
Argumen berstruktur kompleks
P ola dukungan ganda P ola sanggahan ganda P ola dukungan ganda dan sanggahan ganda.
Validitas argumen pada
P ola reduplikasi P ola konversi P ola rantai
penyimpulan langsung valid/takvalid Validitas argumen pada penyimpulan taklangsung
P ola deduktif silogisme valid/takvalid
P ola silogisme lengkap P ola entimema
P ola induktif generalisasi probabilitas sedang/rendah
Gambar 3. Bagan Visualisasi Hasil Penelitian Terhadap Argumen
282
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
kari S (Ibrahimi, 2012:58–60). Pada umumnya, unsurunsur wajib kalimat pada pola-pola proposisi tersebut telah terpenuhi dengan lengkap sehingga secara sintaksis proposisi tersebut termasuk proposisi yang eksplisit. Meskipun unsur-unsurnya sudah lengkap, tetapi proposisi yang dinyatakan penutur ini sering ditegaskan lagi oleh mitra tutur dengan cara mempergunakan repetisi (Keraf, 1997:41–44). Di samping itu, antarkonstituen kalimat pada proposisi ini terdapat hubungan yang bernalar sehingga proposisi tersebut termasuk kalimat yang logis (Soedjito dan Saryono, 2012: 153). Kelengkapan unsur kalimat dan hubungan bernalar antarkonstituen kalimat juga terjadi pada proposisi afirmasi dan negasi berbentuk kalimat majemuk, baik berpola koordinasi kontrastif, subordinasi utamabawahan, maupun subordinasi bawahan-utama. Kelengkapan unsur kalimat dan hubungan bernalar pada pola koordinasi kontrastif secara sintaksis dapat dilihat dari adanya dua klausa atau lebih yang menyatakan hubungan perlawanan (Alwi, dkk.:401). Hubungan tersebut biasanya ditandai oleh konjungtor koordinasi kontrastif tetapi (Verhaar, 2010:282). Sementara itu, kelengkapan unsur kalimat dan hubungan bernalar pada pola subordinasi utama-bawahan dan subordinasi bawahan-utama secara sintaksis dapat dilihat dari adanya struktur induk dan anak kalimat yang berhubungan sebab-akibat atau hubungan adverbial (Effendi, 1999:67–69). Jadi, pada pola ini terdapat klausa yang berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain (Alwi, dkk., 2003:388). Karena konstituen wajib pada setiap klausanya dinyatakan secara lengkap sehingga secara sintaksis proposisi ini termasuk proposisi yang eksplisit. Kedua, temuan makna proposisi terdiri atas proposisi afirmasi dan negasi bermakna lokusi dengan pola miskin luas-taklengkap dan kaya sempit-taklengkap; proposisi afirmasi dan negasi bermakna ilokusi dengan pola maksud mengharapkan, memerintah/ melarang, dan maksud memuji/mengkritik; dan proposisi afirmasi dan negasi bermakna perlokusi dengan pola respon persetujuan repetisi, respon persetujuan alasan, respon penolakan kompromi, dan respon penolakan konfrontasi. Proposisi afirmasi dan negasi bermakna lokusi baik berpola miskin luas-taklengkap maupun kaya sempit-taklengkap memiliki makna yang kurang jelas karena tidak ditunjang oleh kelengkapan penjelasan konsep S pada tuturan itu. Sebenarnya, pola kaya sempit-taklengkap sudah memiliki acuan konsep yang spesifik dan terfokus atau sejalan dengan prinsip “semakin kaya komprehensi, semakin
sempit ekstensi” (Poespoprodjo, 2007:91; Dawud, 2010:9), tetapi berhubung pola ini tidak didukung oleh penjelasan yang lengkap pada P, baik substansi, sifat, maupun fungsi konsep maka maknanya kurang jelas. Proposisi yang maknanya sejalan dengan konsepkonsep fungsi sintaksis dan penjelasannya ini menggambarkan bahwa proposisi tersebut mengacu pada struktur sintaksis sekaligus struktur semantik kalimat (Iatsko, 1998:1). Proposisi afirmasi dan negasi bermakna ilokusi baik berpola maksud mengharapkan, memerintah/ melarang (maksud direktif), dan maksud memuji/ mengkritik (maksud eksklamatif) pada dasarnya memiliki maksud yang implisit. Maksud penutur tersebut tidak diekspresikan secara eksplisit dan formal, misalnya dengan menggunakan pemarkah harapan harap atau hendaknya, pemarkah larangan jangan atau janganlah, dan pemarkah seruan alangkah, betapa, atau bukan main (Alwi, dkk., 2003:355–362), tetapi menggunakan pemarkah direktif dan eksklamatif yang tidak formal, misalnya dapat atau tidak harus, tidak atau tidak perlu, dan belum atau masih belum. Proposisi yang secara implisit mengandung maksud direktif atau eksklamatif ini merupakan proposisi yang mengacu pada struktur sintaksis (Iatsko, 1998:1). Proposisi afirmasi dan negasi bermakna perlokusi baik berpola respon persetujuan repetisi, respon persetujuan alasan, respon penolakan kompromi, maupun respon penolakan konfrontasi merupakan pola makna proposisi yang dilihat dari respon mitra tutur. Pola persetujuan repetisi dan respon persetujuan alasan mirip dengan respon penguatan karena mitra tutur bermaksud untuk meningkatkan kepercayaan atau keyakinan terhadap pernyataan penutur dan respon penolakan konfrontasi mirip dengan respon pengubahan karena mitra tutur bermaksud membantah keyakinan yang telah terbentuk dan menarik emosi mitra tutur lain (Marcu, 2000:1727). Sementara itu, pola respon penolakan kompromi sebagai respon persyaratan karena mitra tutur dapat mendukung pernyataan penutur dengan syarat tertentu. Berdasarkan temuan ini dapat dijelaskan bahwa proposisi afirmasi dan negasi bermakna perlokusi dalam diskusi kelas siswa SMP tersebut pada dasarnya merupakan pernyataan yang eksplisit sehingga mitra tutur dapat memahaminya dan memberikan respon dengan tepat. Proposisi yang eksplisit ini sebagai proposisi yang mengacu pada struktur sintaksis dan semantik (Iatsko, 1998:1).
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....283
Ketiga, temuan jenis proposisi terdiri atas proposisi afirmasi dan negasi berjenis kalimat deklaratif dengan pola susun inversi permutasi, diatesis aktif ekatransitif, dan diatesis pasif verbal berprefiks di-; proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat interogatif dengan pola retoris pertanyaan-pernyataan dan retoris pernyataan-pertanyaan; proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat imperatif dengan pola perintah/ larangan-alasan dan ajakan-pembuktian; dan proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat eksklamatif dengan pola seruan-evaluasi dan seruan-pembuktian. Proposisi afirmasi dan negasi berjenis kalimat deklaratif baik berpola susun inversi permutasi, diatesis aktif ekatransitif, maupun diatesis pasif verbal berprefiks di- pada dasarnya merupakan proposisi yang berstruktur lengkap (S-P) atau (S-P-O). Perbedaan pola-pola tersebut terletak pada struktur konstituen S dan P dan peran S terhadap P. Pola susun inversi permutasi terjadi jika konstituen P mendahului S sebagai gaya bicara dengan maksud untuk menekankan konstituen yang berada di awal tuturan yang berfungsi sebagai P (Alwi, dkk., 2003:365). Pola diatesis aktif ekatransitif terjadi jika S kalimat berperan sebagai agentif (pelaku) atau melakukan perbuatan dan diatesis pasif verbal berprefiks di- terjadi jika S kalimat tidak berperan sebagai agentif (pelaku) atau melakukan perbuatan (Verhaar, 2010:130). Adanya struktur tersebut menunjukkan bahwa proposisi ini merupakan proposisi yang memiliki konstituen sintaksis yang lengkap dan eksplisit. Proposisi yang eksplisit ini merupakan proposisi yang mengacu pada struktur sintaksis dan semantik (Iatsko, 1998:1). Proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat interogatif baik berpola retoris pertanyaan-pernyataan maupun retoris pernyataan-pertanyaan merupakan proposisi yang terdiri atas dua klausa. Kedua klausa itu berwujud pertanyaan sebagai klausa utama dan klausa yang berwujud pernyataan sebagai klausa bawahan yang berfungsi untuk memberi alasan atau dukungan faktual. Untuk itu, pertanyaan ini tidak dimaksudkan menanyakan sesuatu, tetapi sebagai bentuk retorika untuk memberikan tanggapan terhadap suatu pendapat atau sebagai jawaban terhadap pertanyaan mitra tutur sehingga tidak menggunakan penanda formal berupa kata tanya apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan maksud untuk meminta jawaban ya atau tidak atau untuk meminta informasi mengenai sesuatu dari mitra tutur atau pembaca sebagaimana dinyatakan Alwi, dkk. (2003:357). Adanya maksud tuturan tersebut menunjukkan bahwa proposisi ini merupakan proposisi yang implisit.
Proposisi yang implisit tersebut merupakan proposisi yang mengacu pada struktur semantik (Iatsko, 1998:1). Proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat imperatif dengan pola perintah/larangan-alasan dan ajakan-pembuktian merupakan proposisi yang terdiri atas dua klausa. Kedua klausa itu berwujud perintah/ larangan/ajakan sebagai klausa utama dan klausa yang berwujud pernyataan sebagai klausa bawahan yang berfungsi untuk memberi alasan atau pembuktian. Untuk itu, perintah/larangan /ajakan ini tidak dimaksudkan untuk memerintah, melarang, atau mengajak me-lakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur (Alwi, dkk., 2003:253), tetapi untuk menjawab pernyataan penutur yang didukung dengan alasan tertentu atau untuk menanggapi pendapat mitra tutur dengan cara yang santun (Rahardi, 2005:82). Adanya maksud tuturan tersebut menunjukkan bahwa proposisi ini bersifat implisit yang mengacu pada struktur semantik (Iatsko, 1998:1). Proposisi afirmasi dan negasi dalam kalimat eksklamatif dengan pola seruan-evaluasi dan seruanpembuktian merupakan proposisi yang terdiri atas dua klausa. Kedua klausa itu berwujud seruan sebagai klausa utama dan klausa yang berwujud pernyataan sebagai klausa bawahan yang berfungsi untuk memberi evaluasi atau pembuktian. Untuk itu, seruan ini tidak dimaksudkan untuk menyatakan rasa kagum (Alwi, dkk., 2003:362), tetapi sebagai tanggapan terhadap pendapat mitra tutur yang disertai evaluasi pembenaran atau penyalahan terhadap pendapat atau sebagai jawaban terhadap pertanyaan mitra tutur yang disertai fakta atau bukti yang mendukung jawaban itu. Adanya maksud tuturan tersebut menunjukkan bahwa proposisi ini bersifat implisit yang mengacu pada struktur semantik (Iatsko, 1998:1). Argumen dalam Diskusi Kelas Siswa SMP Temuan penelitian tentang argumen menunjukkan bahwa argumen dalam diskusi kelas siswa SMP merupakan argumen kolaboratif, yaitu argumen yang dibangun siswa secara bersama-sama. Karakteristik ini dapat dijelaskan dari temu-an struktur dan validitas validitas argumen sebagai berikut. Pertama, temuan struktur argumen terdiri atas argumen berstruktur sederhana dengan pola pendirian-pendirian, pendirian-landasan, pendirian-landasanjaminan, pendirian-landasan-dukungan, pendirianlandasan-jaminan-dukungan, pendirian-landasansanggahan, pendirian-landasan-jaminan-sanggahan,
284
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
dan pendirian-landasan-jaminan-dukungan-sanggahan dan argumen berstruktur kompleks dengan pola dukungan ganda, sanggahan ganda, dukungan ganda dan sanggahan ganda. Kedua struktur argumen tersebut pada dasarnya merupakan argumen yang tersusun atas simpulan dan premis yang runtut dan eksplisit. Untuk itu, argumen ini sebagai wacana yang koheren dan kohesif (Alwi dkk., 2003:427–435). Kekohesifan ini ditandai oleh pengulangan, modalitas, misalnya menurut saya, tentu saja, dan konjungtor, misalnya setuju-karena, dan, dan tidak setuju-karena yang menghubungkan antarklausa. Dilihat dari strukturnya, argumen dalam diskusi kelas siswa SMP pada dasarnya berbeda dengan teori argumen model Toulmin (1990). Teori argumen model Toulmin lebih mengarah pada argumen individu, sedangkan hasil penelitian ini berupa argumen yang dibangun dengan cara kerja sama. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Kim dan Song (2005) yang mengarah pada argumen kolaboratif. Meskipun penelitian ini sama-sama dilakukan dalam konteks diskusi kelas, tetapi hasilnya berbeda dengan hasil penelitian Moleney dan Simon (2006) yang mayoritas berupa argumen individu (proposisi argumentatif), sedangkan argumen kolaboratifnya hanya terjadi pada kelompok siswa usia tinggi, yaitu 7–11 tahun dan 7–13 tahun dan tidak terjadi pada kelompok siswa usia rendah, yaitu 5–11 tahun. Tampaknya, usia siswa dan tingkat homogenitas usia siswa dalam kelompok diskusi cukup memengaruhi terhadap struktur argumen yang dibangun. Penelitian Kim dan Song yang dilakukan terhadap diskusi siswa kelas VIII SMP dengan usia yang relatif homogen seperti halnya yang dilakukan dalam penelitian ini, lebih cenderung menghasilkan argumen kolaboratif, sedangkan penelitian Moleney dan Simon yang dilakukan terhadap diskusi siswa SD (dengan usia 5–13 tahun) cenderung menghasilkan argumen individual (proposisi argumentatif). Kedua, temuan validitas argumen terdiri atas validitas argumen pada penyimpulan langsung valid dan takvalid dengan pola reduplikasi, konversi, dan rantai dan validitas argumen pada penyimpulan taklangsung valid dan takvalid dengan pola deduktif silogisme lengkap dan deduktif entimema, dan penyimpulan taklangsung probabilitas sedang dan rendah dengan pola induktif generalisasi. Pada penyimpulan langsung valid dan takvalid dengan pola reduplikasi, konversi, dan rantai merupakan validitas argumen yang dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya perubahan komprehensi dan ekstensi terma pada simpulan
dari premisnya. Ada dan tidaknya perubahan kebenaran isi putusan pada simpulan dari premisnya ini menandakan bahwa validitas argumen tersebut dipengaruhi oleh hal yang diacunya, yaitu menunjuk ke referen yang sama atau tidak (Alwi, dkk., 2003:429). Validitas argumen pada penyimpulan taklangsung dengan pola deduktif silogisme lengkap dan deduktif entimema merupakan validitas argumen yang dipengaruhi oleh dipenuhi atau tidaknya syarat sahnya silogisme (Hadi, 2008:62), sedangkan validitas argumen pada penyimpulan taklangsung dengan pola induktif generalisasi dipengaruhi oleh kuantitas faktafakta pendukungnya. Argumen hasil penyimpulan langsung dan taklangsung silogisme lengkap dan entimema pada dasarnya sebagai bentuk pemikiran bersahaja dan pemikiran silogistik (Poespoprodjo, 2007:193; Hadi, 2008:62). Sementara itu, argumen hasil penyimpulan (inferensi) taklangsung induksi generalisasi sebagai bentuk pemikiran teoretik sederhana karena hanya didasarkan pada beberapa contoh atau fakta saja (Poespoprodjo, 2007:240). Inferensi ini merupakan bentuk pemikiran yang memerlukan waktu yang lebih lama daripada penafsiran secara langsung karena pendengar perlu memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan pembicara (Alwi, 2003:441). Meskipun ditemukan beberapa argumen yang takvalid atau berprobabilitas rendah, tetapi pada umumnya siswa tidak menyadarinya atau merasa bahwa simpulannya sudah valid. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Simpulan hasil penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah dan temuan penelitian, yaitu proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP dengan karakteristik tertentu. Temuan proposisi mencakup (a) bentuk proposisi, (b) makna proposisi, dan (c) jenis proposisi; sedangkan temuan argumen mencakup (a) struktur argumen dan (b) validitas argumen. Berdasarkan temuan penelitian tersebut dapat ditarik dua simpulan, yaitu (1) simpulan tentang temuan penelitian terhadap proposisi dan (2) simpulan tentang temuan penelitian terhadap argumen, serta hubungan kedua simpulan tersebut. Pertama, proposisi dalam diskusi kelas siswa SMP merupakan proposisi afirmasi atau negasi yang dinyatakan oleh seorang siswa atau lebih. Temuan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) propo-
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015
Narimo, Santosa, Pratiwi, Mujianto–Preposisi dan Argumen Dalam Diskusi.....285
sisi berbentuk kalimat tunggal atau kalimat majemuk yang bersifat eksplisit, bermakna lokusi yang kurang jelas atau bermakna perlokusi yang berpengaruh positif/negatif, berjenis kalimat deklaratif yang mengacu pada struktur sintaksis dan semantik dan (2) proposisi berbentuk kalimat majemuk yang bersifat implisit, bermakna ilokusi dengan maksud terpahami, berjenis proposisi dalam kalimat interogatif, imperatif, atau eksklamatif yang mengacu pada struktur semantik. Kedua, argumen dalam diskusi kelas siswa SMP merupakan argumen yang dibangun siswa secara kolaboratif. Temuan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) argumen berstruktur kompleks dengan unsur yang lengkap hasil penyimpulan taklangsung silogisme lengkap valid sebagai bentuk pemikiran silogistik dan (2) argumen berstruktur sederhana dengan unsur taklengkap hasil penyimpulan langsung takvalid dan hasil penyimpulan taklangsung silogisme entimema takvalid sebagai bentuk pemikiran sederhana dan silogistik. Namun, dalam diskusi kelas siswa SMP terdapat juga argumen hasil penyimpulan taklangsung induksi generalisasi dengan probabilitas rendah dan sedang sebagai bentuk pemikiran teoretik sederhana. Akan tetapi, signifikansi argumen ini rendah karena dalam proses diskusi kelas siswa SMP jarang sekali muncul. Berdasarkan simpulan proposisi dan argumen dalam diskusi kelas siswa SMP itu dapat dijelaskan adanya hubungan keduanya, yaitu (1) proposisi berbentuk kalimat tunggal atau kalimat majemuk yang bersifat eksplisit, bermakna lokusi yang kurang jelas atau perlokusi yang berpengaruh positif/negatif, dan berjenis kalimat deklaratif yang mengacu pada struktur sintaksis dan semantik lebih cenderung dapat membangun argumen berstruktur kompleks dengan unsur yang lengkap, hasil penyimpulan taklangsung silogisme lengkap valid sebagai bentuk pemikiran silogistik (2) proposisi berbentuk kalimat majemuk yang bersifat implisit, bermakna ilokusi dengan maksud terpahami, dan berjenis proposisi dalam kalimat interogatif, imperatif, atau eksklamatif yang mengacu pada struktur semantik lebih cenderung membangun argumen berstruktur sederhana dengan unsur taklengkap hasil penyimpulan langsung takvalid dan hasil penyimpulan taklangsung silogisme entimema takvalid sebagai bentuk pemikiran sederhana dan silogistik. Saran Berdasarkan hasil penelitian, yaitu ditemukannya proposisi afirmasi atau negasi yang dinyatakan
oleh seorang siswa atau lebih dan struktur argumen valid dan takvalid yang dibangun secara kolaboratif, setidak-tidaknya dapat disampaikan tiga saran. Ketiga saran tersebut adalah saran bagi (1) guru SMP, (2) penyusun bahan ajar/buku teks SMP, dan (3) pembelajaran bahasa Indonesia. Pertama, guru SMP disarankan untuk mendesain pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model kolaboratif sehingga siswa terlatih berpikir sistematis dan rasional. Dalam implementasinya, pendekatan saintifik ini hendaknya dirancang sesederhana mungkin dengan lebih mengutamakan penggunaan model pembelajaran kolaboratif, seperti Cooperative Learning, Problem Based Learning, dan Project Based Learning. Penggunaan pendekatan yang terstruktur dengan model pembelajaran yang menekankan pada pentingnya kerja sama ini akan dapat melatih siswa berpikir dengan runtut/sistematis dan lebih rasional karena antaranggota kelompok dapat saling melengkapi. Kedua, penyusun bahan ajar/buku teks SMP disarankan untuk memilih bahan ajar dari kehidupan seharihari siswa, tidak terlalu kompleks, tetapi bervariasi sehingga dapat memicu daya kritis siswa. Bahan ajar yang menarik bagi siswa SMP adalah bahan ajar yang tidak terlalu sederhana (mudah), tetapi juga tidak terlalu kompleks dan luas. Bahan ajar yang baik untuk siswa SMP adalah bahan ajar yang jelas (mudah dipahami), tetapi memiliki tingkat kesulitan tertentu sehingga menantang mereka untuk berpikir. Ketiga, pembelajaran bahasa Indonesia disarankan untuk disajikan dalam bentuk pembelajaran bahasa berbasis penalaran sehingga siswa terbiasa berargumen secara valid. Pembelajaran bahasa berbasis penalaran dapat dilaksanakan pada tiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran bahasa berbasis penalaran pada aspek sikap ditekankan pada kelogisan bahasa yang digunakan, aspek pengetahuan ditekankan pada struktur dan isi proposisi serta argumen, aspek keterampilan ditekankan pada keterampilan dalam menyampaikan proposisi dan keterampilan membangun argumen. DAFTAR RUJUKAN Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., dan Moeliono, A. M. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka. Bouhnik, D. dan Giat, Y. 2009. Teaching High School Students Applied Logical Reasoning. Journal of Information Technology Education, 8 (-):161–172.
286
JURNAL PENDIDIKAN HUMANIORA, HAL 276–286
Brown, G. dan Yule, G. 1988. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Chaudron, C. 1988. Second Language Classroom. Cambridge: Cambridge University Press. Dawud. 2010. Pembelajaran Berargumentasi Tulis Bahasa Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pembelajaran Bahasa pada Fakultas Sastra, Disampaikan dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang (UM) Tanggal 30 September 2010. Diezmann, C. M., Watters, J. J., dan English, L. D. 2002. Teacher Behaviours that Influence Young Children’s Reasoning. Proceedings 27th Annual Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, 2 (-): 289–296. Effendi, S. 1999. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya. Guba, E. G. dan Lincoln, Y. S. 1994. Competing Paradigms in Qualitative Research. In N. K. Denzin & Y. S. Lincoln (Eds.). Handbook of Qualitative Research. London: Sage. Hadi, A. S. 2008. Logika Filsafat Berpikir. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press. Huitt, W. dan Hummel, J. 2003. Piaget’s Theory of Cognitive Development. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Iatsko, V. 1998. Deep Structure of Proposition and Deep Structure of Discourse. Linguistics in Potsdam, 4 (-): 1–17. Ibrahimi, M.N. 2012. Logika Lengkap. Yogyakarta: IRCiSod. Kemendiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Keraf, G. 1997. Komposisi. Ende: Nusa Indah. Kim, H. dan Song, J. 2005. The Features of Peer Argumentation in Middle School Students Scientific In-
quiry. Seoul: Department of Physics Education, College of Education, Seoul National University. Maloney, J. dan Simon, S. 2006. Mapping Children’s of Evidence in Science to Assess Collaboration and Argumentation. London: Institute of Education, Uneversity of London, Uk. Marcu, D. 2000. Perlocutions: The Achilles Heel of Speech Act Theory. Journal of Pragmatics, 32(7):1719– 1741. Miles, M. B. dan Huberman, A. M. 1994. Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook. Thousand Oaks: Sage. Mislevy, R. J., Riconscente, M. M., dan Rutstein, D.W. 2009. Design Patterns for Assessing Model-Based Reasoning. Maryland: SRI International Center for Technology in Learning. Molan, B. 2012. Logika: Ilmu dan Seni Berpikir Kritis. Jakarta: PT Indeks. Muller, U., Sokol, B., dan Overton, W. F. 1999. Developmental Sequences in Class Reasoning and Propositional Reasoning. Journal of Experimental Child Psychology, 74(-):69–106. Piaget, J. dan Inhelder, B. 1969. The Psychology of the Child. New York: Basic Boos. Inc. Poespoprodjo, W. 2007. Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka Grafika Rahardi, K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif. Jakarta: Erlangga. Soedjito dan Saryono, Dj. 2012. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing. Toulmin, S. E. 1990. The Uses of Argument. Cambridge: Cambridge University Press. Verhaar, J. W. M. 2010. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wood, R. 2002. Critical Thinking. (Online). (Diakses pada tanggal 25 Juli 2011, http://HYPERLINK “http:// www.robinwood.com/Democracy/GeneralEssays” www.robinwood.com/Democracy/GeneralEssays/ Critical Thinking. pdf).
Volume 3, Nomor 4, Desember 2015