PROPOSAL PENELITIAN STRATEGI CITY BRANDING “SHINING BATU” UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING KOTA BATU
BAYU CANDRA WINATA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi City Branding “Shining Batu” Untuk Meningkatkan Daya Saing Kota Batu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Bayu Candra Winata NRP H252130095
RINGKASAN BAYU CANDRA WINATA. Strategi City Branding “Shining Batu” Untuk Meningkatkan Daya Saing Kota Batu. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan SUGENG BUDIHARSONO. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis status pengembangan city branding “shining Batu”, menganalisis faktor-faktor pengungkit yang berperan mendorong peningkatan city branding “shining Batu”, dan merumuskan alternatif strategi city branding “shining Batu” dalam rangka meningkatkan daya saing di Kota Batu. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur yang dipilih secara purposive. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Penentuan responden dalam penelitian ini dipilih secara purposive yang masing-masing dianggap mewakili pihak pemerintah daerah dan dinas-dinas yang terkait, pihak yang mewakili dunia usaha, pihak yang mewakili akademisi serta pihak yang mewakili kelompok masyarakat Kota Batu. Jumlah responden yang diambil pada penelitian ini sebanyak 30 responden yang terdiri dari 10 responden pemerintah daerah dan dinas terkait, 6 responden dunia usaha, 4 responden akademisi, dan 10 responden kelompok masyarakat. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan kuesioner, dan studi dokumen. Data yang dihasilkan diolah melalui analisis MultiDimensional Scaling (MDS) menggunakan pendekatan Rap-City Branding (Rapid Appraisal Techniques for City Branding) yang telah dimodifikasi dari program RALED (Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development), analisis sensitivitas, dan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status pengembangan city branding “Shining Batu” di Kota Batu saat ini berada pada status sangat baik, karena memiliki nilai indeks multidimensi >75. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis Rap-City Branding multidimensi di Kota Batu yang memiliki nilai indeks sebesar 82,69. Analisis multidimensi tersebut dilakukan pada aspek hexagonal city branding, yang meliputi aspek kepemimpinan, tata kelola, manusia, budaya dan warisan, ekspor, dan investasi. Berdasarkan analisis sensitivitas diperoleh 13 atribut yang harus diperbaiki pada hexagonal city branding “Shining Batu”. Atribut pengungkit tersebut adalah integritas kepala daerah, kepala daerah membentuk badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding, pemerintah daerah memiliki media partner nasional, adanya badan/bagian dari pemerintah daerah yang mempromosikan city branding, kreativitas sumber daya manusia lokal, ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll), orisinalitas warisan sejarah yang masih terjaga dan terawat, adanya penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll), adanya penghargaan kebudayaan yang pernah dicapai, adanya revitalisasi tempat-tempat bersejarah (bangunan, candi, goa, dll), pengemasan dan kampanye promosi produk, kecepatan pengurusan izin bagi investasi baru, adanya kebijakan peningkatan investasi, dan peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD)
tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item) insentif fiskal, penyederhanaan perizinan, penyediaan lokasi/lahan, ketenagakerjaan. Strategi pengembangan city branding pada skenario jangka pendekmenengah berada pada status sangat baik, karena memiliki nilai indeks multidimensi sebesar 95,24. Strategi pengembangan city branding ditentukan oleh peran atribut sensitif yang memberikan peningkatan nilai indeks pengembangan tersebut. Adapun strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai status city branding “Shining Batu” adalah peningkatan pengelolaan budaya dan warisan, peningkatan pengelolaan mekanisme investasi, penguatan kepemimpinan, peningkatan kualitas dan kreativitas SDM, penguatan ekspor , dan peningkatan tata kelola. Peningkatan pengelolaan budaya dan warisan, dan peningkatan pengelolaan mekanisme investasi menjadi fokus utama dalam pengembangan city branding “Shining Batu”. Hal ini disebabkan karena pertimbangan waktu, alokasi dana dan sumber daya manusia yang tersedia. Peningkatan dan penguatan city branding “Shining Batu” akan berdampak pada daya saing Kota Batu. Hal tersebut dilihat dari peningkatan jumlah pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi. Kata kunci: City branding, Shining Batu, Kota Batu, strategi
SUMMARY BAYU CANDRA WINATA. City Branding Strategy for Improving The Competitiveness of Batu City. Supervised by YUSMAN SYAUKAT and SUGENG BUDIHARSONO. The purposes of this research were to analyze the status of city branding development "Shining Batu", to analyze the leverage factors which influenced in improving the "Shining Batu" city branding, and to formulate some alternative strategies for "Shining Batu" city branding in improving the competitiveness of Batu City. This research was done in Batu City, Province of East Java, chosen purposively. The research was conducted for three months, from December 2015 to February 2016. Respondent determining process in this research was conducted purposively; each considered as representative of regional government and related institution, academics, and citizens of Batu City. The amount of respondents taken on this research were 30 respondents consisted of 10 respondents from regional government and related institution, 6 entrepreneur respondents, 4 academic respondents, and 10 citizen respondents. The data was completed by doing observation, interview, questionnaire, and documents study. The data resulted was processed by Multi-Dimensional Scaling (MDS) analysis by using Rap-City Branding (Rapid Appraisal Techniques for City Branding) approach which had been modified from RALED (Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development) program, sensitivity, and descriptive analysis. The result of this research showed that “Shining Batu” city branding development status was in a very good status because the multidimensional index value was >75. This result was showed by multidimensional Rap-City Branding index value was 82,69. The multidimensional analysis was conducted in hexagonal aspect of city branding, which comprised of leadership aspect, maintenance, human resource, culture and heritage, export, and investment. Based on sensitivity analyses, it was resulted in 13 attributes which required to be fixed in “Shining Batu” hexagonal city branding. Those leverage attributes were regional head integrity, cross-sectorial partnership institution and related elements formed by regional head for implementing the strategies of city branding, regional government should have national media partner, the existence of institution or part of regional government which promoted the city branding, local human resources creativity, the existence of entertainment spots (such as museum, art, music, movie, etc), maintained history heritage originality, the existence of festival or local culture show (music, literature, etc.), the existence of cultural appreciation reached before, the existence of historical places revitalization (building, temples, caves, etc.), packaging and campaign of product promotion, speed of permission setting for new investments, and regional rules of easiness for investments in the form of fiscal incentive, simplifying the permission, providing lands, and labor. City branding development strategy in medium-short term scenario was in a very status, because it had the multidimensional index value of 95,24. City branding development strategy was determined by sensitive attribute role which contributed to increase the development of index value. Meanwhile, the
development strategies should be done to increase the status value of “Shining Batu” city branding were the improvement of culture and heritage maintenance, the improvement of investment maintenance, leadership strengthening, the improvement of human resources quality and creativity, export strengthening, and maintenance improvement. The improvement of culture and heritage, investment mechanism maintenance became the main focus on developing the “Shining Batu” city branding. This was caused by time consideration, fund and human resources allocation available. The improvement and strengthening of “Shining Batu” city branding would affect the competitiveness of Batu City. It could be seen from the increasing of income and high employment oopportunities. Keywords: City branding, Shining Batu, Batu City, strategy
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI CITY BRANDING “SHINING BATU” UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING KOTA BATU
BAYU CANDRA WINATA
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr Ir Burhanuddin, MM
Judul Tugas Akhir Nama NIM
: Strategi City Branding “Shining Batu” Untuk Meningkatkan Daya Saing Kota Batu : Bayu Candra Winata : H252130095
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Yusman Syaukat, M. Ec Ketua
Dr Ir Sugeng Budiharsono Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Ma’mun Sarma, MS. M. Ec
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 20 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Strategi City Branding “Shining Batu” Untuk Meningkatkan Daya Saing Kota Batu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Yusman Syaukat M.Ec dan Dr Ir Sugeng Budiharsono selaku komisi pembimbing yang senantiasa membimbing dan memberikan saran serta arahan kepada penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada istri, anak-anak, bapak, ibu, serta seluruh keluarga atas segala dukungan doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat.
Bogor, Agustus 2016
Bayu Candra Winata
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian
i iii iv 1 1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Daya Saing Daerah City Branding City Marketing dalam City Branding City Branding dan Pengembangan Ekonomi Lokal City Branding dan Daya Saing Daerah RALED Multidimensional Scalling Penelitian Terdahulu
6 6 8 14 15 17 18 18 20
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling Metode Pengumpulan Data Tahapan Penelitian Pengolahan dan Analisis Data
21 21 23 23 23 24 24 26
GAMBARAN UMUM WILAYAH Kondisi Geografis dan Administratif Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Prasarana dan Sarana Daerah Perekonomian Potensi Sektor Pertanian Potensi Sektor Pariwisata Review Implementasi City Branding “Shining Batu” di Kota Batu Makna City Branding “Shining Batu” di Kota Batu Review Strategi Membangun dan Promosi City Branding Kota Batu
31 31 31 32 32 35 35 37 37 36 38
HASIL DAN PEMBAHASAN Status Keberlanjutan City Branding “Shining Batu” Status Keberlanjutan Aspek Kepemimpinan Status Keberlanjutan Aspek Tata Kelola Status Keberlanjutan Aspek Manusi Status Keberlanjutan Aspek Budaya dan Warisan Status Keberlanjutan Aspek Ekspor Status Keberlanjutan Aspek Investasi Status Keberlanjutan Multiaspek Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS Faktor Pengungkit Skenario Strategi Pengelolaan City Branding “Shining Batu” Berkelanjutan
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
41 41 41 44 46 48 51 52 55 56 40 59
66 66 66 67 70 88
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
Peringkat Daya Saing dan Kemudahan Berusaha di Negara-negara ASEAN 2014 Distribusi Responden Kajian Rincian Pengolahan dan Analisis Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Batu Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 – 2014 (Juta) Jumlah Pengunjung Daya Tarik Wisata di Kota Batu Tahun 2010-2014 Nilai indeks multidimensi city branding di Kota Batu Perbedaan nilai indeks status keberlanjutan city branding analisis Rap-City Branding dengan analisis monte carlo Nilai stress dan koefisien deteminasi analisis Rap-City Branding dengan analisis monte carlo Faktor pengungkit perdimensi keberlanjutan city branding di Kota Batu Perubahan nilai skoring atribut kunci pada skenario Jangka Pendek-Menengah terhadap peningkatan nilai indeks dan status keberlanjutan city branding “Shining Batu” di Kota Batu Nilai indeks status keberlanjutan kondisi eksisting dan skenario jangka pendek-menengah strategi pengelolaan city branding di Kota Batu Indikator keberhasilan peningkatan nilai skor atribut sensitif pada skenario jangka pendek-menengah strategi pengelolaan city branding “Shining Batu”
17 23 26 34 36 56 57 57 58
59
61
86
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
Model Piramida Daya Saing Daerah Model Heksagonal City Brand Model Hexagonal City Branding Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Logo Shining Batu Grafik Jumlah Pengunjung Daya Tarik Wisata di Kota Batu 2010-2014 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek kepemimpinan city branding “shining Batu” di Kota Batu Nilai sensitivitas atribut aspek kepemimpinan yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek tata kelola city branding “shining Batu” di Kota Batu Nilai sensitivitas atribut aspek tata kelola yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek manusia dalam city branding “shining Batu” di Kota Batu Nilai sensitivitas atribut aspek manusia yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek budaya dan warisan dalam city branding “shining Batu” di Kota Batu Nilai sensitivitas atribut aspek budaya dan warisan yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek ekspor dalam city branding “shining Batu” di Kota Batu Nilai sensitivitas atribut aspek ekspor yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek investasi dalam city branding “shining Batu” di Kota Batu Nilai sensitivitas atribut aspek investasi yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Diagram laba-laba (web diagram) multidimensi city branding Kota Batu Diagram laba-laba (web diagram) multidimensi pada kondisi eksisting, skenario jangka pendek-menengah status keberlanjutan city branding “Shining Batu” di Kota Batu
7 9 14 22 25 37 30 42
43 45
46 47
48 49
50 51
52 53
54 55
61
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Drucker (1988) menyatakan tidak ada daerah yang miskin, yang ada adalah daerah yang tidak dikelola secara baik. Pernyataan ini menemukan relevansinya saat mendiskusikan manajemen pembangunan daerah di era desentralisasi ini. Semua daerah, tanpa kecuali, memiliki potensi dan modal ekonominya masingmasing, baik berupa kekayaan alam, sumber daya manusia, lokasi strategis, serta potensi daerah yang lainnya. Pilihan negara Indonesia menyelenggarakan pemerintahan desentralistis di era penghujung 1990-an tentu bukan sekadar mengikuti kecenderungan demokratisasi gelombang ketiga yang melanda banyak negara ketika itu. Tetapi, pilihan berotonomi merupakan upaya strategis merespon krisis, serta mempersiapkan tantangan masa depan pengelolaan bangsa Indonesia. Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah mencapai puncaknya pada era reformasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan yang kemudian direvisi masing-masing menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Sesuai dengan kebijakan pemerintah tersebut, berbagai daerah melakukan eksplorasi terhadap seluruh potensi yang dimilikinya. Berkembangnya daerah-daerah yang ada di Indonesia menciptakan suatu kompetisi yang besar antar daerah. Perubahan-perubahan yang terjadi baik dari sisi teknologi, komunikasi, sosial, politik, dan juga ekonomi harus mampu direspon dengan baik oleh setiap daerah dalam menajemen pembangunan daerahnya. Setiap daerah diusahakan agar mampu beradaptasi dengan perubahan yang cepat tersebut. Daerah yang mampu memanfaatkan perubahan yang ada, akan mampu memenuhi tuntutan pasar (konsumen) dan mengembangkan produknya (daerah). Perubahan jaman yang semakin modern, membuat merek (brand) tidak hanya dimiliki oleh suatu produk ataupun jasa, namun daerah juga memiliki mereknya sendiri. Pada tahun 1990-an, merek tidak hanya diaplikasikan pada produk (Gardyn, 2002), tetapi juga berlaku untuk jasa, tempat, kota, dan sebagainya. Hal ini didukung oleh Freire (2007) yang menjelaskan bawah saat ini bukan hanya produk dan jasa yang mengembangkan sistem brand management, banyak tempat atau lokasi yang juga menerapkan pengembangan semacam brand management. Moilanen, dkk (2009) menyatakan bahwa saat ini fenomena branding juga digunakan untuk daerah, kota, maupun negara. Merek/citra daerah biasa disebut dengan city brand. Menurut Anholt (2006), city branding merupakan manajemen citra suatu destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, sosial, komersial, kultural, dan peraturan pemerintah. Menurut Anholt (2006), daerah yang berhasil dan terkenal biasanya dihubungkan dengan pikiran masyarakat yang berkaitan dengan kualitas pribadi, janji, atribut, ataupun sejarah. Merek yang sederhana dan menarik dapat memberikan manfaat yang besar pada keputusan orang untuk berkunjung ke suatu
2
daerah, membeli produk atau jasanya, melakukan bisnis, dan bahkan berpindah tinggal di daerah tersebut. Moilanen,dkk (2009) mengidentifikasi ciri-ciri place branding yang sukses adalah meningkatnya bisnis dan investasi, meningkatnya kegairahan industri, meningkatnya ekspor, meningkatnya kebanggaan penduduk dengan origin-nya, dan meningkatnya daya tawar dan diplomasi di mata publik Menurut Budiharsono (2015), city branding adalah pembentukan citra (secara internal dan eksternal) untuk daerah atau beberapa daerah berdasarkan nilai-nilai dan persepsi yang positif dan relevan. Pembentukan citra dengan fokus sektor/komoditi unggulan daerah dapat meningkatkan daya saing daerah. Daya saing daerah menjadi penting dan strategis di tengah berlangsungnya arus globalisasi di berbagai bidang kehidupan, baik politik, sosial, budaya, ekonomi, dan bidang lainnya. Salah satu wujud nyata globalisasi ekonomi adalah pasar bebas. Salah satu tantangan pasar bebas di akhir tahun 2015 adalah dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan integrasi ekonomi bagi negara-negara ASEAN. Pemerintah daerah harus bersaing dengan produk barang dan jasa dari negara-negara ASEAN di dalam negeri maupun di pasar negaranegara ASEAN lainnya. Menurut Kartajaya (2005), seiring penerapan otonomi daerah yang semakin nyata, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta meluasnya pengaruh trend globalisasi saat ini, daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam hal perhatian (attention), pengaruh (influence), pasar (market), tujuan bisnis & investasi (business & investment destination), turis (tourist), tempat tinggal penduduk (residents), orang-orang berbakat (talents), dan pelaksanaan kegiatan (events ). Oleh karena itu, setiap daerah membutuhkan brand yang kuat dalam menghadapi tuntutan global. Pemerintah daerah yang menyadari pentingnya nilai dari brand wilayahnya, mencoba membangun brand untuk wilayahnya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target wilayah tersebut. Kita akan ingat Amazing Thailand, “Uniquely Singapura”, ”WOW Philipines”, “Malaysia Truly Asia”, dan ”Wonderful Indonesia” sebagai contoh brand untuk negara. Adapun contoh brand daerah (city brand) yang ada di Indonesia adalah “Semarang Pesona Asia”, Kulonprogo “The Jewel of Java”, ”Enjoy Jakarta”, “Solo, The Spirit of Java “, “Jogja Istimewa”, dan lain-lain. Selain kota–kota tersebut, Kota Batu juga telah mengeluarkan city brand dengan tagline “Shining Batu” pada tanggal 31 Mei 2013 yang peluncurannya bertepatan dengan perayaan Hari Kebangkitan Nasional. Sebelumnya, Kota Batu juga telah mengeluarkan sebuah tagline Kota Wisata Batu atau yang biasa disingkat menjadi KWB. Pergantian tagline dari Kota Wisata Batu (KWB) menjadi “Shining Batu” dikarenakan tagline “Shining Batu” dianggap lebih memiliki makna yang kuat secara filosofis mencakup sendi–sendi kehidupan masyarakat Batu sesuai dengan logo “Shining Batu” saat ini. Penerapan city branding diharapkan mampu memajukan pariwisata, meningkatkan investasi dan pendapatan daerah. Selain itu, city branding kota Batu untuk meningkatkan posisi tawar dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Persaingan dalam perkembangan kota yang sangat pesat, potensi sumber daya alam, serta dalam rangka menghadapi tantangan globalisasi ekonomi, maka Kota Batu perlu memantapkan brand “shining Batu”agar mampu bersaing dengan
3
daerah-daerah yang lain. Untuk itu perlu dilakukan sebuah kajian, “Bagaimana strategi city branding “shining Batu” untuk meningkatkan daya saing Kota Batu?”. Perumusan Masalah Kota Batu merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Kota Batu terletak pada ketinggian rata-rata 871 m di atas permukaan laut. Kota Batu dikelilingi beberapa gunung, seperti Gunung Anjasmoro (2277 m), Gunung Arjuno (3339 m), Gunung Banyak, Gunung Kawi (2651 m), Gunung Panderman (2040 m), dan Gunung Welirang (2156 m). Sebagaimana layaknya wilayah pegunungan yang wilayahnya subur, Kota Batu juga memiliki panorama alam yang indah dan berudara sejuk, tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain untuk mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai daya tarik tersendiri. Kota Batu pernah dijuluki sebagai Swiss Kecil di Pulau Jawa serta kawasan wisata pegunungan yang sejuk. Selain itu, Kota Batu juga pernah dikenal sebagai Kota Agropolitan, juga kota Apel. Kota batu sejak tahun 2013 menggunakan brand “Shining Batu” sebagai city brand nya. Kebijakan penerapan brand baru Kota Batu diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah. Dalam mempromosikan brand “Shining Batu”, pemerintah kota merumuskan beberapa program yang mendukung Shining Batu, seperti program paket wisata dan promosi melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu, anatara lain paket wisata petik Apel, paket wisata petik sayur, paket wisata petik stroberi, paket wisata edukasi pertanian, paket wisata edukasi peternakan, paket wisata outbond, wisata alam, rafting, dan lain sebagainya. Selain paket wisata tersebut, pemerintah kota melakukan promosi Shining Batu melalui penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tahunan, seperti kegiatan gebyar nusantara, peserta pada Majapahit Travel Fair (MTF), Batu Travel Mart, Batu Flora Festival, Batu Night Criterium, serta melalui media website shining-batu.com, majalah-majalah, televisi lokal, dan lainlain. Program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Batu tersebut diharapkan mampu mengenalkan shining batu di kalangan pengunjung Kota Batu, serta meningkatkan perekonomian daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Miladiyah (2014) menyatakan bahwa shining Batu tidak dikenal oleh pengunjung. Padahal shining Batu merupakan hal pertama yang mencerminkan jati diri Kota Batu. Brand yang kuat dan menarik harus mampu mendorong para wisatawan untuk berkunjung dan tinggal di daerah tersebut. Peningkatan jumlah wisatawan akan mampu mendorong peningkatan sektor-sektor yang terkait. Brand kota Batu masih belum efektif dalam meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu. Hal ini ditunjukkan oleh data dari Kota Batu Dalam Angka 2014 (BPS, 2014) terkait jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu. Berdasarkan laporan Kota Batu dalam Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah wisatawan dari tahun 2010-2013 cenderung mengalami penurunan, walaupun pada tahun 2013 mengalami peningkatan dari tahun 2012 sebesar 278.005. Namun peningkatan tersebut belum signifikan dibandingkan dengan penurunan pada tahun-tahun sebelumnya.
4
Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kota Batu sebesar 8,20 %, lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 8,25 %. Pertumbuhan yang melambat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kenaikan harga BBM di pertengahan tahun. Oleh karena itu, dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Batu tahun 2015 salah satu arahan kebijakan ekonomi yang diterapkan adalah pemantapan city branding untuk mengantarkan terwujudnya sentra pariwisata yang didukung oleh pengembangan agropolitan modern. Berdasarkan uraian di atas dan dalam rangka mendukung kebijakan pemantapan city branding Kota Batu, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana status pengembangan city branding “shining Batu” di Kota Batu saat ini? 2. Faktor-faktor pengungkit apa yang dapat mendorong peningkatan city branding “shining Batu”di Kota Batu? 3. Bagaimana rumusan strategi pengembangan city branding “shining Batu” untuk meningkatkan daya saing dan kinerja Kota Batu? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari kajian ini yaitu : 1. Menganalisis status pengembangan city branding “shining Batu” di Kota Batu. 2. Menganalisis faktor-faktor pengungkit yang berperan mendorong peningkatan city branding “shining Batu” di Kota Batu. 3. Merumuskan alternatif strategi city branding“shining Batu” dalam rangka meningkatkan daya saing Kota Batu. Kegunaan Penelitian 1. Untuk Pemerintah Daerah Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah Kota Batu terkait dengan pengambilan kebijakan pemantapan city branding berkelanjutan dengan mendasarkan pada keunggulan daya saing daerah. 2. Untuk Masyarakat Kota Batu Hasil kajian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat Kota Batu dalam bersinergi bersama dengan pemerintah daerah dalam memperkenalkan dan memantapkan Kota Batu sesuai dengan city brand yang dimiliki oleh Kota Batu. 3. Untuk Swasta Hasil kajian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan investasi yang menguntungkan dan sinergi bersama dengan stakeholder terkait dalam mengembangkan usaha di daerah.
5
4.
Untuk Akademik Hasil kajian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan tentang pengembangan ekonomi lokal, city branding dalam meningkatkan daya saing daerah.
6
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Daya Saing Daerah Di era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dengan kondisi persaingan di segala bidang yang makin tajam, pemerintah daerah dituntut untuk mengubah paradigma orientasi lokal menjadi orientasi global. Untuk itu pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan daerahnya menjadi wadah yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian, dengan penekanan pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumber daya manusia serta sumber daya alam lokal, kelembagaan dan teknologi yang dimiliki oleh daerah. Pemerintah daerah harus melakukan pemetaan secara cermat dengan pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap daerah. Memberdayakan daya saing daerah, merupakan rumusan strategi pencapaian yang dapat dilakukan. Daya saing daerah haruslah spesifik atau tidak serupa, dengan memunculkan dan memupuk core competencenya masing-masing, agar mampu mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan di seluruh daerah di tanah air. Daya saing daerah berdasarkan Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu Centre for Urban and City Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya (Abdullah, 2002). Lengyel (2007) mencetuskan model piramida daya saing daerah. Model piramida tersebut berusaha untuk memberikan gambaran yang sistematis dari aspek-aspek dasar yang mampu meningkatkan daya saing daerah. Model piramida tersebut ditunjukkan pada gambar 1. Model ini berguna untuk menginformasikan perkembangan faktor penentu kelayakan ekonomi dan pengembangan ekonomi daerah. Dalam konteks daerah, produktivitas tenaga kerja adalah hasil dari berbagai faktor penentu (termasuk jenis aset daerah). Banyak faktor-faktor dan aset daerah juga menentukan tingkat kerja secara keseluruhan daerah. Produktivitas dan tingkat kerja adalah ukuran dari peningkatan daya saing. Keduanya merupakan komponen utama dari kinerja ekonomi daerah dan kemakmuran (yang diukur, misalnya, dengan PDB per kapita).
7
Gambar 1.1 Model Piiramiada Daya Saing Daerah Standar hidup, kesejahteraan daerah manapun tergantung pada daya saing daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing daerah dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu komponen langsung dan tidak langsung. Faktor yang menjadi penting adalah faktor pembangunan dengan pengaruh jangka pendek langsung dan output ekonomi, profitabilitas, produktivitas tenaga kerja serta tingkat lapangan kerja. Namun, proses dan parameter ekonomi, lingkungan dan sosial budaya, yang disebut 'sukses penentu', secara tidak langsung, dampak jangka panjang terhadap daya saing juga harus diperhitungkan. Tiga tingkat piramida dapat dibedakan sehubungan dengan tujuan program pembangunan daerah dan berbagai karakteristik serta faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing (gambar 1): Kategori dasar daya saing daerah (indikator mengukur daya saing), sehingga disebut mengungkapkan daya saing. Kategori ini mengukur daya saing daerah dan termasuk pendapatan, produktivitas tenaga kerja, kesempatan kerja dan keterbukaan. Faktor Pembangunan (indikator meningkatkan daya saing), merupakan faktor daya saing daerah dengan dampak langsung pada kategori dasar. Ini dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing daerah melalui lembaga diperiode program jangka pendek. Penentu keberhasilan daya saing daerah (kondisi sosial dan lingkungan menjelaskan daya saing) merupakan penentu dengan dampak tidak langsung pada dasar kategori dan faktor pembangunan. Penentu ini mengambil bentuk dengan periode waktu lebih lama dan berkaitan dengan kebijakan ekonomi.
8
City Branding City branding merupakan proses strategis untuk mengembangkan visi jangka panjang sebuah daerah atau kota yang relevan dengan sasaran publiknya. Pemasaran sebuah kota, daerah, dan negara telah menjadi sangat dinamis, kompetitif, dan penting dewasa ini. Dalam keadaan ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri agar lebih menonjol daripada kompetitor mereka. Kota, daerah, dan negara menemukan bahwa gambaran yang baik dan implementasi penuh dari brand strategy memberikan banyak manfaat dan keuntungan. Lokasi geografis, seperti produk dan personal, juga dapat dijadikan acuan untuk membuat brand dengan menciptakan dan mengkomunikasikan identitas bagi suatu lokasi yang bersangkutan. Kota, negara bagian, dan negara masa kini telah aktif dikampanyekan melalui periklanan, direct mail, dan perangkat komunikasi lainnya (Keller, 2003). Malaysia Trully Asia, Hongkong Asia’s World City, Uniquely Singapore, Amazing Thailand, WOW (Wealth of Wonders) Philippines, Vietnam A Destination for the New Millenium, Macao Welcome You, Bangalore The Silicon Valley of India, Osaka Sports Paradise, Best on Earth in Perth merupakan contohcontoh brand pada negara. Kota-kota yang ada di negara Indonesia juga menerapkan brand seperti Jogja Istimewa, Enjoy Jakarta dan Semarang The Beauty of Asia. Penggalan kata-kata tersebut di atas dimaksudkan untuk menggambarkan negara atau daerah itu sendiri. Kata–kata tersebut juga dilengkapi dengan logo–logo yang sangat menarik, tujuannya tak lain adalah untuk menarik berbagai pihak untuk datang dan menikmati apa yang disuguhkan oleh negara atau daerah yang memberikan merek untuk negara dan daerahnya. Langkah yang dilakukan oleh negara atau daerah seperti contoh di atas adalah suatu kegiatan yang dikenal dengan city branding atau brand places. City branding merupakan strategi dari suatu kota atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar mereka, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Peningkatan arus globalisasi menuntut berbagai negara atau daerah bersaing dengan negara dan daerah lainnya dalam hal attention, influence, markets, investments, businesses, visitors, residents, talent dan events. Untuk dapat bersaing, daerah harus merubah orientasi mereka dalam pengelolaan kawasan dari local orientation ke global-cosmopolit orientation. Tidak saja antar negara yang berkompetisi, akan tetapi dengan kota dan city tertentu di seluruh dunia. Pesatnya perkembangan ini, berbagai daerah di Indonesia dihadapkan pada persaingan global dengan daerah dan kota lain di seluruh dunia yang tidak bisa ditawar-tawar. Kota Batu misalnya, tidak hanya bersaing dengan Malang, Jogja, Bandung dan Jakarta, tetapi juga dengan Kuala Lumpur, Singapura, Phuket, Macau dan kota lainnya di dunia. City branding adalah proses atau usaha membentuk merek dari suatu kota untuk mempermudah pemilik kota tersebut untuk memperkenalkan kotanya kepada target pasar (investor, tourist, talent, event) kota tersebut dengan menggunakan kalimat posisitioning, slogan, icon, eksibisi, dan berbagai media lainnya.
9
Branding menurut Anholt (2007) adalah proses mendesain, merencanakan dan mengkomunikasikan nama dan idenstitas dengan tujuan membangun dan mengelola reputasi. Menurut Knox dan Bickerton (2003), branding merupakan proses deliberasi memilih dan menghubungkan atribut-atributkarena diasumsikan dapat memberi nilai tambah. Anholt (2006), mendefinisikan city branding merupakan manajemen citra suatu destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, sosial, komersial, kultural, dan peraturan pemerintah. Anholt (2006) merumuskan enam komponen dalam city branding. Model heksagonal Anholt ditunjukkkan pada gambar 2.
Sumber: Anholt (2006) Gambar 2 Heksagonal city brand Ritchie (1998), mendefinisikan city branding sebagai sebuah nama, simbol, logo atau tanda yang dapat mengidentifikasi dan mendiferensiasikan sebuah kota. Lebih lanjut lagi, dapat menjanjikan pengalaman tak terlupakan yang diasosiasikan dengan tempat tersebut; selain itu juga dapat berfungsi untuk menguatkan kenangan yang menyenangkan tentang pengalaman terhadap kota tersebut. City branding bukan hanya sebuah slogan atau kampanye promosi, akan tetapi suatu gambaran dari pikiran, perasaan, asosiasi dan ekspektasi yang datang dari benak seseorang ketika seseorang tersebut (prospek atau customer) melihat atau mendengar sebuah nama, logo, produk, layanan, event, ataupun berbagai simbol dan rancangan yang menggambarkannya. City branding semata-mata bukanlah pekerjaan dari public sector, akan tetapi tugas dan kolaborasi dari semua pihak (stakeholders) yang terkait dengan kota tersebut, apakah itu pemerintah kota, pihak swasta, pengusaha, interest group dan masyarakat. Sebuah kota, layaknya sebuah brand, harus bersifat fungsional. Fungsionalitas berarti dapat dilihat sebagai sebuah benefit. Sebuah kota harus berfungsi sebagai tujuan untuk pencari kerja, industri, tempat tinggal, transportasi umum dan atraksi serta rekreasi. a. Syarat city branding Menurut Sugiarsono (2009) dalam membuat sebuah city branding, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya: a) Attributes (menggambarkan sebuah karakter, daya tarik, gaya dan personalitas kota) b) Message
10
(menggambarkan sebuah cerita secara pintar, menyenangkan dan mudah atau selalu diingat) c) Differentiation (unik dan berbeda dari kota-kota yang lain) d) Ambassadorship (Menginsipirasi orang untuk datang dan ingin tinggal di kota tersebut) Sebuah kota yang mempunyai kriteria ambassadorship menggambarkan kota yang baik sehingga sangat menarik bagi semua orang untuk ingin datang dan tinggal di kota tersebut. Kota yang baik harus mempunyai beberapa hal berikut: a) Mempunyai kesempatan kerja yang menarik bagi para professional dan pencari kerja. b) Biaya hidup harus sesuai dengan standar upah dan gaji. c) Menyediakan perumahan yang baik dan terjangkau. d) Mempunyai sarana transportasi umum yang nyaman dan memadai. e) Mempunyai sekolah dan perguruan tinggi yang baik serta tempat-tempat tujuan rekreasi dan atraksi budaya yang indah f) Mempunyai iklim yang menyenangkan. b. Tujuan city branding Alasan logis melakukan city branding menurut Handito, (dalam Sugiarsono, 2009): a) Memperkenalkan kota/ daerah lebih dalam b) Memperbaiki citra c) Menarik wisatawan asing dan domestik d) Menarik minat investor untuk berinvestasi e) Meningkatkan perdagangan Selain itu, tujuan dan manfaat city branding antara lain: 1. Mengembangkan citra yang jelas dan spesifik yang mampu membedakan daerah tersebut dengan daerah yang lain, membangun hubungan dengan konsumen, dan untuk mengembangkan keunggulan bersaing jangka panjang (Hall, 2002). 2. Memperbaiki citra negatif yang sebelumnya mungkin pernah dialami suatu daerah, misalkan aksi terorisme, bencana alam, dan sebagainya (Roostika, 2012). 3. Menarik investasi dalam industri tertentu, memperbaiki infrastruktur lokal, mendapatkan pendanaan yang lebih baik untuk konservasi lingkungan, dan secara politis lebih dapat diterima pengunjung (Baker dan Cameron, 2008). 4. Meningkatkan standar hidup penduduk lokal, meningkatkan jumlah wisatawan, dan menstimulus pembangunan daerah (Buhalis, 2000) 5. Menciptakan hubungan emosi antara tempat dengan stakeholdernya (Morgan dan Pritchard, 2005) c. Keuntungan city branding Menurut Budiharsono (2015), city branding ini bermanfaat untuk badan promosi daerah, kelompok sasarandan masyarakat dari daerah tersebut. Secara rinci manfaat city branding tersebut sebagai berikut: 1. Manfaat bagi Badan Promosi Daerah a) Memberikan fokus strategis yang lebih besar berdasarkan memenuhikebutuhan , keinginan dan keinginan khalayak kunci.
11
b) Memupuk pendekatan terpadu dan koperasi untuk membangun reputasi kota dan menciptakan iklim usaha yang makmur dalam kota . c) Menyediakan kerangka kerja pengambilan keputusan untuk membangun sebuah identitas yang konsisten yang kuat untuk kota di pasar utama dan menghindari pesan bertentangan dan berubah dan gambar . d) Hasil dalam pengembalian yang lebih tinggi atas investasi (ROI) dari investasi pemasaran. e) Menangkap kekuatan dan kepribadian tempat dalam cara yang memungkinkan semua pemangku kepentingan untuk menggunakan pesanyang konsisten dan menarik yang serupa. f) Menyediakan payung pemersatu untuk menciptakan produk dan pengembangan peluang bisnis kabupaten/kota. 2. Manfaat untuk Kelompok Sasaran a) Memberikan ketenangan pikiran dengan meningkatkan kepercayaan dan mengurangi ketidakpastian dalam perencanaan mereka. b) Menetapkan perbedaan titik nilai yang jelas dalam benak pelanggan c) Menghemat waktu dan usaha dalam memutuskan d) Mencerminkan sesuatu yang baik kepada pelanggan yang berkaitan dengan wilayah tersebut. e) Menyentuh kebutuhan dan keinginan mereka . f) Memberikan nilai tambah dan manfaat yang dirasakan. 3. Manfaat Bagi Masyarakat a) Menciptakan fokus pemersatu untuk membantu semua masyarakat, dunia usaha, dan organisasi nir-laba yang bergantung pada reputasi dan citra wilayah untuk semua atau bagian dari mata pencaharian mereka. b) Menghasilkan peningkatan penghormatan dan pengakuan dikaitkan dengan wilayah yang bersangkutan sebagai warga dan pengusaha. c) Mengoreksi hal-hal yang tidak akurat atau persepsi yang tidak seimbang. d) Meningkatkan pendapatan stakeholder, margin keuntungan, dan pajak. e) Meningkatkan kemampuan untuk menarik, merekrut, dan mempertahankan orang-orang berbakat. f) Meningkatkan kebanggaan warga. g) Memperluas ukuran "kue pembangunan" bagi stakeholder setempat untuk mendapatkan bagian yang lebih besar d. Langkah-langkah membangun city branding Menurut Budiharsono (2015), ada 7 tahapan dalam membangun city branding pada suatu daerah, sebagai berikut: 1. Mengkaji citra kiwari Pemerintah memulai proses pembangunan city branding dengan mengkaji tentang citra bangsa/wilayah saat ini dalam rangka memperkuat persepsi positif negara/wilayah tersebut dan menyaring persepsi negatif. Sebagai contoh Indonesia perlu memperkuat citra sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, sangat indah dan eksotis, tenaga kerja yang melimpah dan murah, sambil menyaring persepsi negatif sebagai negara sarang teroris, pemalas, negara babu, dan lain sebagainya.
12
Anholt (2006) mengusulkan bahwa citra negara/wilayah didasarkan kepada bagaimana negara/wilayah tersebut dikenal selama ini, siapa yang mengetahuinya, dan dengan cara apa diketahuinya. 2. Membentuk kelompok kerja Proses membangun city branding merupakan kemitraan antara publik, swasta dan melibatkan seluruh stakeholder kunci, dengan pemain utama adalah pemerintah. Stakeholder lain seperti media, pendidik, atlet, budayawan diajak dalam kelompok kerja ini. Hal yang paling utama dalam proses membangun branding ini melibatkan kepala daerah dan anggota legislatif. Proses membangun city branding adalah proses inklusif bukan eksklusif, tapi kelompok kerja ini harus efektif dan efisien. 3. Mengidentifikasi daya saing wilayah Daya saing wilayah dapat diidentifikasi dari hal-hal berikut: a. Natural Endowement: sumber daya alam, lokasi wilayah, sejarah wilayah, obyek wisata, mentalitas manusianya (pekerja keras, bervisi ke depan,masyarakat yang santun dan sopan, damai, dan lain sebagainya) b. Aquired Endowment: barang publik, kualitas infrastrukur, tingkat melek huruf, keterampilan masyarakat, penguasaan bahasa asing, hukum, kesehatan, pendidikan, perbankan, dan lain sebagainya. c. Mitigasi Resiko: posisi di tingkat internasional, risiko politik, perjanjian internasional yang menguntungkan, sejarah kredit dan asuransi yang tersedia untuk investor dan eksportir. d. Kondisi ekonomi: tingkat pertumbuhan ekonomi , kebijakan ekonomi, stabilitas moneter, akses terhadap kredit dan peluang pasar internasional. 4. Mengidentifikasi kelompok sasaran Mengidentikasi kelompok sasaran dari city branding adalah salat satu hal yang penting. Anholt menyatakan bahwa mengidentifikasi kelompok sasaran harus sejajar dengan tujuan dari city branding seperti: mitra dagang, pasar ekspor, sekutu politik , mitra budaya , mahasiswa dan pelaku bisnis. Namun, penting juga diperhatikan bahwa kelompok sasaran lokal (target internal) dimasukkan dalam upaya city branding, karena mereka kemudian akan menjadi brand ambassador wilayah tersebut, misalnya dalam interaksi mereka dengan turis, investor dan pengunjung lainnya. 5. Menentukan pesan utama dan identitas daerah Suatu bangsa/wilayah tidak bisa menjadi segalanya bagi semua orang di dunia dan dengan demikian harus mengembangkan pesan khusus yang ditargetkan pada kelompok sasaran tertentu atau disebut juga dengan pesan inti. Pesan inti harus jelas, konsisten dan kredibel juga harus sejalan dengan identitas nasional/wilayah dan harus bermuatan ajakan yang unik danberkaitan dengan keunggulan kompetitif bangsa atau wilayah tersebut. Pesan inti juga harus sejalan dengan aspirasi masyarakat setempat. Setiap city branding harus memiliki pesan yang jelas dan identitas yang berbeda. Identitas bangsa/wilayah merupakan sesuatu hal yang dirasakan oleh kelompok sasaran tentang bangsa/wilayah tersebut. Suatu negara/wilayah dapat menggunakan sejarah, budaya, pengembangan teknologinya atau tonggak penting lainnya untuk mengukir identitas unik
13
untuk dirinya sendiri, seperti Mesir dengan Piramidanya, Jepang dengan mobil kompak dan produk elektroniknya, Jawa Tengah/Yogyakarta dengan Borobudurnya. Namun, negara dapat memiliki banyak identitas dan ini menimbulkan tantangan besar nation branding karena fakta bahwa banyak identitas dapat menciptakan kebingungan dalam kelompok sasaran, misalnya, Amerika Serikat mempromosikan identitas dari demokrasi yang stabil yang mempromosikan perdamaian dan harmoni tapi juga ingin diidentifikasi sebagai negara adidaya dalam hal kecakapan ekonomi danmiliter. 6. Mengkaji kesiapan City branding adalah proses yang mahal dan memakan waktu dan memerlukan visi daerah yang strategis dan perencanaan jangka panjang rinci. Program city branding pada umumnya memakan waktu antara lima sampai dengan dua puluh tahun atau sampai berhasil. Hal ini juga penting bagi otoritas city branding untuk memastikan buy-in dari semua sektor ekonomi dan masyarakat umum di daerah tersebut dalam rangka untukmenggalang dukungan yang maksimal. Otoritas city branding harus memastikan bahwa sumber daya yang memadai harus disediakan untuk melaksanakan dan mengelola kampanye city branding. 7. Mengukur kemajuan Sama seperti proses apapun, setelah mulai menerapkan program city branding, sangat penting untuk memantau proses untuk memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai rencana. Karena kompleksitas dan faktor-faktor lingkungan yang selalu berubah, mungkin perlu untuk mengambil tindakan korektif dalam bentuk penyesuaian program dan anggaran. Monev city branding misalnya dengan menggunakan octagonal branding untuk nation branding ataupun hexagonal branding untuk city branding. e. Evaluasi city branding Evaluasi city branding bisa menggunakan model hexagonal branding. Budiharsono (2015), melakukan pemodelan hexagonal branding sebagaimana disajikan pada gambar 3.
Sumber: Budiharsono (2010) Gambar 3 Model heksagonal city branding (adaptasi model Anholt)
14
Menurut Morgan (2004) terdapat 5 tahapan untuk melakukan city branding dalam mengubah image suatu daerah, antara lain: 1. Market investigations, analysis, and strategic recomendations. Pada tahapan ini, pemasar daerah melakukan riset pemetaan potensi pasar, halhal apa saja yang bisa dikembangkan dan melakukan penyusunan strategi. 2. Brand identity development. Brand identity dibentuk berdasarkan visi, misi, dan image yang ingin dibentuk pada daerah tersebut. Dari hasil riset ditentukan beberapa alternatif, lalu dipilih satu buah tagline untuk menggambarkan daerah tersebut. 3. Brand launch and intriduction: communicating the vision. Brand yang ada diperkenalkan dengan melibatkan seluruh komponen yang adamelalui media relations seperti advertising, direct marketings, personal selling, website, brocure, event organizer, film maker, destination marketing organisations, serta journalists. 4. Brand implementations. 5. Monitoring, evaluations, and review. Program yang dilaksanakan dalam monitoring apakah ada penyimpanga, kekurangan dan sebagainya. Dari hasil monitoring dilakukan evaluasi dan review guna perbaikan program berikutnya. City Marketing dalam City Branding Dalam konteks globalisasi, era persaingan ekonomi hari ini, khususnya kurun otonomi daerah, tidak lagi semata berada pada tataran persaingan antar Negara tetapi bergerak ke unit-unit persaiangan yang lebih kecil, yakni antar daerah. Setiap daerah bersaing dengan tetangga dan daerah-daerah lain di negeri ini, bahkan bersaing dengan daerah-daerah di manca negara lain. Strategi memenangkan persaingan tentu banyak dan kompleks. Namun, elemen mendasar yang wajib dilakukan adalah pengenalan daerah tersebut di khalayak luas, khususnya target pasar tertentu yang dituju. Pemasaran daerah merupakan instrumen penting digunakan dalam kerjasama berbagai aktor untuk memperkuat perekonomian daerah dan daya saing global. Pendekatan ini telah menjadi instrumen penting dalam bidang pembangunan ekonomi lokal dan city (Local &City Economic Development/LRED) bagi daerah dalam rangka menghadapi tantangan globalisasi yang sedang berlangsung yang juga menghasilkan persaingan yang semakin ketat antara wilayah dan masing-masing daerah. Daerah harus mengembangkan strategi pemasaran dan citra daerah dengan mengkomunikasikan keunggulan komparatif dan faktor daya tarik untuk masing-masing target pasar. Sebuah profil yang unik yang mencerminkan karakteristik dan manfaat yang berbeda diperlukan untuk membedakan suatu tempat dari tempat lain. Pemasaran kota, pada gilirannya, membantu untuk mempromosikan pengembangan umum dan ekonomi berkelanjutan, citra dan identitas daerah yang jelas dengan menggunakan berbagai instrumen dan alat-alat. Kartajaya dan Yuswohadi dalam Helmi (2007) menyebutkan bahwa secara umum memasarkan daerah berarti mendesain suatu daerah agar mampu memenuhi dan memuaskan keinginan dan ekspektasi target market-nya. Target market suatu daerah tentu saja penduduk dan masyarakat daerah tersebut yang
15
membutuhkan layanan publik yang memadai, TTI (traders, tourists, investors) baik dari dalam maupun luar daerah, talents (SDM berkualitas), developers (pengembang), organizers (event organizer) dan seluruh pihak yang memiliki kontribusi dalam membangun keunggulan bersaing daerah. Aktivitas membangun citra daerah merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan dengan pemasaran daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mampu menanamkan citra daerah secara berkelanjutan dalam benak pasar. Proses tersebut, memerlukan aktivitas pemasaran daerah yang terstruktur, sistematis, dan terencana dengan baik. Memasarkan sebuah daerah dibutuhkan konsistensi dan kerja keras. Seluruh aspek-aspek marketing daerah (visi, misi, marketing mix, diferensiasi, STP, dan value) dioptimalkan potensi pengunaannya. Sebuah daerah tidak bisa mengandalkan penerimaan APBD dari negara untuk membangun daerahnya. Diperlukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dalam memenuhi kebutuhan peluang bisnis. Mengukur peluang bisnis di suatu daerah di masa sekarang tidak cukup hanya mengandalkan besarnya potensi kekayaan sumber daerah alam atau tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB) di daerah tersebut.
City Branding dan Pengembangan Ekonomi Lokal Dalam studi pengembangan ekonomi lokal, branding dapat digambarkan sebagai model tarik-menarik (Blakely, 2010). Dalam konteks ini, daerah dapat diasumsikan sebagai produk yang perlu dikemas dan dipromosikan dengan tepat pada target pasar atau masyarakat pengunjung. Bukti pengemasan daerah yang menarik dapat diamati di majalah dan surat kabar iklan (Blakely, 2010), website kota (Florek, 2008), dan promosi media sosial (Ketter, 2012), yang semuanya mempromosikan kebaikan satu kota dibandingkan dengan kota lainnya. Di era pasar global yang semakin kompetitif, daerah perlu memiliki ciri khas yang membedakan daerahnya dengan daerah lain dalam rangka menarik perhatian pasar dan meningkatkan reputasi daerah serta kepercayaan publik. Mengembangkan brand yang unik dan menarik menjadi langkah utama sebuah daerah menciptakan idenstitas/jati diri kota dan mempromosikan daerahnya sendiri. Dalam upaya pengembangan ekonomi lokal, masalah terpenting yang menjadi perhatian adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan daerah. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007). Dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi maka dibutuhkan peranan masyarakat dalam mengembangkan potensi daerah, secara umum pembuatan brand daerah diarahkan pada potensi daerah yaitu : investasi dengan kelompok sasaran para investor, pariwisata atau tourism dengan kelompok sasaran para turis baik domestik maupun manca negara, dan perdagangan atau trade dengan kelompok sasaran para trader. Ketiga hal tersebut sering dikemas dalam suatu initial ITT (Invest, Tourism and Trade).
16
Pada era otonomi dearah masing-masing daerah seakan berlomba menawarkan daerah sebagai tempat investasi yang strategis, aman, murah, infrastruktur yang lengkap dan tidak birokratif. Menyederhanakan birokrasi dalam perijinan seperti pelayanan satu atap atau yang lebih dikenal dengan one stop service merupakan upaya daerah untuk menarik calon invetor. Jika dengan city branding berhasil menarik investor tentu akan menimbulkan dampak positif bagi perekonomian daerah tersebut seperti tesedianya lapangan kerja, adanya bagian pajak dan retribusi daerah serta turunan dari dampak positif tersebut. Potensi wisata untuk setiap daerah tentulah tidak sama, tetapi yang menjadikan daerah menjadi obyek wisata dikarenakan daerah tersebut memiliki keunikan atau karakteristik yang khusus seperti tradisi dan budaya, kondisi alam, sistem sosial, sistem pertanian, makanan khas dan sebagainya. Jadi daerah harus bisa mengembangkan nilai dasar potensi wisata agar memiliki atraksi wisata sehingga wisatawan memiliki ketertarikan untuk mengunjunginya. Keberhasilan menjual objek wisata suatu daerah akan memberi manfaat di antaranya dapat menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong untuk menjadikan lingkungan desa sebagai hunian yang bersih, sehat dan humanis, menumbuhkan masyarakat untuk senantiasa menghargai potensi daerah dan membangkitkan semangat berwirausaha lokal bagi masyarakat yang pada ujungnya dapat menciptakan lapangan kerja. Terjadinya perdagangan antar daerah atau bahkan antar negara karena suatu daerah atau negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan produk/jasa baik menyangkut biaya, teknologi atau sumber daya. Dengan meningkatnya arus perdagangan berarti akan meningkatkan perputaran ekonomi suatu daerah. Di beberapa daerah telah dibentuk pusat-pusat perdagangan dan penjualan yang mencitrakan daerah sebagai produsen yang memiliki keunggulan komparatif. Misalnya saja di Pekalongan dibentuk Pusat Penjualan Batik. Di Bali dikenal dengan pasar seni Sukawati dan belakangan di penghujung tahun 2008 di Bantul Yogyakarta dikembangkan Pasar Seni Gabusan (PSG) sebagai pasar seni kerajinan tangan sebagai pintu perdagangan handicraft di Yogyakarta. Dengan pencitraan sebagai pusat penjualan dan perdagangan diharapkan dapat membentuk image yang kuat bagi para pedagang untuk melakukan transaksi karena disamping lebih lengkap, lebih murah juga asli. Dari investasi, perdagangan dan pariwisata yang menjadi sasaran dalam mempromosikan potensi daerah yang telah diuraikan di atas, jika berhasil akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Tantangannya bagi suatu daerah tentu saja bagaimana mengimplementasi brand yang telah dirumuskan.
City Branding dan Daya Saing Daerah City Branding merupakan salah satu upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan daya saing daerahnya. Peningkatan daya saing daerah menjadi penting untuk memenangkan persaingan perekonomian di antara daerah-daerah di Indonesia dan juga di manca negara. Daya saing daerah yang bertumpu pada keunggulan dan kekhasan kompetitif daerahnya akan mampu menciptakan citra daerah yang berkesinambungan di mata publik. Poses tersebut merupakan proses
17
yang saling berhubungan antara berbagai stakeholders, baik pemerintah daerah, swasta, maupun masyarakat secara umum. Pemerintah daerah perlu meningkatkan daya saing daerahnya dalam rangka peningkatan daya saing nasional. Proses peningkatan daya saing daerah melalui citra daerah yang baik, diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah, yang pada akhirnya nanti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Pada Tabel 1 disajikan peringkat daya saing dan kemudahan berusaha di Negara-negara ASEAN 2014. Tabel 1 Peringkat daya saing dan kemudahan berusaha di Negara-negara ASEAN 2014 No. Negara Daya Saing*) Kemudahan Berusaha**) 2013 2014 2013 2014 1. Brunei Darussalam 79 59 2. Kambodja 88 95 133 137 3. Indonesia 38 34 128 120 4. Laos 81 93 163 159 5. Malaysia 24 20 12 6 6. Myanmar 139 134 182 7. Filipina 59 52 138 108 8. Singapura 2 2 1 1 9. Thailand 37 31 18 18 10. Timor Leste 136 138 169 172 11. Vietnam 70 68 99 99 Sumber: *) WEF. 2014. World Competitiveness Report 2014 **) World Bank. 2014. Doing Business 2014 Sumber: dalam Budiharsono, 2015 Dari Tabel 1 tersebut, daya saing Indonesia masih tertinggal dari negara Thailand, Malaysia apalagi Singapura. Kondisi daya saing bangsa Indonesia yang belum baik dibandingkan negara ASEAN lainnya merupakan cerminan kondisi pengembangan ekonomi dan daya saing daerahnya. Oleh karena itu, setiap daerah di Indonesia perlu untuk kembali melakukan peningkatan daya saing daerahnya agar memiliki posisi tawar yang tinggi dihadapan pasar. Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development (RALED) Penentuan status dan faktor pengungkit Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) menggunakan beberapa program kemasan yang telah dirancang untuk kepentingan tersebut 1. Program kemasan yang digunakan adalah Program RALED (Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development) dan Program Penentuan Bobot untuk Aspek PEL, 2. Modifikasi yang telah dilakukan hanya pada dimensi maupun indikatornya saja, 3. Indikator dikembangkan berdasarkan konsep heksagonal pengembangan ekonomi lokal, yang terdiri dari enam aspek yaitu: Kelompok Sasaran, Faktor Lokasi, Kesinergian dan Fokus Kebijakan, Pembangunan Berkelanjutan, Tata Pemerintahan dan Proses Manajemen.
18
Hasil analisis dengan menggunakan Program RALED ini berupa indeks dan faktor pengungkit dari masing-masing aspek pengembangan ekonomi lokal, tetapi tidak dapat menentukan status pengembangan ekonomi lokal secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bobot dari masing-masing aspek pengembangan ekonomi lokal yang dianggap sama. Padahal dalam kenyataannya, bobot antara masingmasing aspek pengembangan ekonomi lokal tersebut tentu saja berbeda. Untuk menentukan status pengembangan ekonomi lokal secara keseluruhan dengan menentukan bobot dari masing-masing dimensi pengembangan ekonomi lokal digunakan Program Penentuan Bobot Dimensi pengembangan ekonomi lokal yang merupakan modifikasi dari Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Saaty (1988) (Bappenas, 2010). Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek pengembangan ekonomi lokal, maka kondisi aspek Tata Pemerintahan berada pada kategori baik. Secara rinci pengklasifikasian status aspek pengembangan ekonomi lokal adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai indeks < 50, berarti status aspek pengembangan ekonomi lokal buruk b. Apabila nilai indeks 50 – 75, berarti status aspek pengembangan ekonom lokal baik c. Apabila nilai indeks > 75, berarti status aspek pengembangan ekonomi lokal sangat baik (Bappenas, 2010) Pada city branding RALED yang merupakan modifikasi dari RAPFISH kemudian dimodifikasi menjadi Rap-city branding. Rap-City Branding memodifikasi seluruh dimensi dan indikator/atributnya. Dimensi tersebut adalah aspek Kepemimpinan, Tata Kelola, Manusia, Budaya dan Warisan, Ekspor, dan Investasi. Multidimensional Scalling Analisis skala multidimensi “multidimensional scaling” merupakan salah satu metode “multivariate” yang dapat menangani data yang “non-metric”. Metode ini juga dikenal sebagai salah satu metode ordinasi dalam ruang (dimensi) yang diperkecil (ordination in reduced space). Ordinasi sendiri merupakan proses yang berupa “plotting” titik obyek (posisi) di sepanjang sumbu-sumbu yang disusun menurut hubungan tertentu (ordered relationship) atau dalam sebuah sistem grafik yang terdiri dari dua atau lebih sumbu (Legendre dan Legendre, 1983). Melalui metode ordinasi, keragaman (dispersion) multidimensi dapat diproyeksikan di dalam bidang yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Metode ordinasi juga memungkinkan peneliti memperoleh banyak informasi kuantitatif dari nilai proyeksi yang dihasilkan. Pendekatan multidimensioanal telah banyak digunakan untuk analisis. Multidimensional scaling berkaitan dengan permasalahan bahwa untuk sejumlah asosiasi (“distance, “dissimilarity”, “similarity”) yang diamati antara setiap pasang N obyek (titik posisi), temukan sebuah wakil asosiasi dari obyekobyek tersebut dalam dimensi yang diperkecil sedemikian sehingga dugaan wakil asosiasi obyek-obyek ini (proximities) hampir sama dengan asosiasi awal (Johnson dan Wichern, 1988). Ketika asosiasi diukur dalam skala interval atau
19
rasio (metrik) maka metodenya disebut metric multidimensional scaling dan jika data diukur dalam skala ordinal atau nominal (non metrik) maka metode analisisnya disebut non-metric multidimensional scaling. Metode non-metric32 multidimensional scaling pertama kali dikembangkan oleh Shepard pada tahun 1962 kemudian dilanjutkan oleh Kruskal pada tahun 1964 (Legendre dan Legendre, 1983; Johnson dan Wichern, 1988). Metode multidimensional scaling yang dibicarakan disini adalah metode non-metric multidimensional scaling. Oleh karena itu untuk selanjutnya metode ini hanya akan disebutkan sebagai metode multidimensional scaling. Metode ini akan mencoba membuat representasi “dissimilarity” atau “jarak” antar obyek atau titik posisi dalam dimensi yang lebih kecil dengan tetap mempertahankan karakteristik jarak antar obyek tersebut seperti dalam dimensi banyak (multidimensi). Karakteristik jarak yang akan dipertahankan dalam hal ini bukan nilai nominal jarak tetapi urutan peringkat jarak. Hal ini karena jarak dari obyek yang diukur secara non-metrik tidak memenuhi persyaratan jarak yang metrik, yaitu : 1. Jika a = b, maka D (a,b) = 0; 2. Jika a ≠ b, maka D (a,b) > 0; 3. D (a,b) = D (b,a) ; 4. D (a,b) + D (b,c) ≥ D (a,c) Jarak yang diukur secara non-metrik dari data ordinal memenuhi syarat ke4 yang disebut sebagai “triangle inequality axion”. Selanjutnya penyimpangan karakteristik jarak setelah ordinasi dibandingkan dengan sebelum ordinasi diukur dalam sebutan “stress” yang merupakan yang merupakan % penyimpangan dari karakteristik awal. Makin kecil nilai stress berarti makin besar representasi jarak dapat dipertahankan pada analisis ordinasi dalam ruang yang diperkecil atau hasil analisis makin dapat dipercaya. Johnson dan Wichern (1988) memberikan kriteria bahwa stress = 10 % dianggap cukup sedang stress = 20 % dianggap kurang. Namun demikian RAPFISH menggunakan kriteria stress ≤ 25 % untuk dapat menerima hasil analisis multidimensional scaling. Nilai stress akan sangat dipengaruhi oleh dimensi akhir yang dibuat. Makin besar dimensi akhir yang dibuat makin kecil nilai stress.
Penelitian Terdahulu Handani (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa pertimbangan yang mendasari munculnya city branding “Solo, The Spirit of Java“ adalah kerjasama yang bertujuan menciptakan sebuah kawasan dengan daya saing ekonomi yang kuat, sekaligus upaya menempatkan kawasan (positioning) di antara wilayah atau kawasan lain sehingga diperlukan ciri khusus sebagai identitas wilayah yang menjadi alat pemasaran (citra kegiatan pemasaran) yang wajib digunakan oleh semua pihak dalam segala upaya pemasaran wilayah ke masyarakat luas. Penelitian Riyadi (2009) menunjukkan bahwa bersamaan dengan era otonomi, berbagai daerah di Indonesia ingin menonjolkan identitasnya sehingga berbeda dari daerah lain, adalah salah satu strategi promosi untuk meraih keunggulan bersaing baik tingkat lokal, city bahkan internasional. Brand yang
20
baik harus merupakan ekstrak dari visi dan misi suatu daerah & dalam merumuskannya harus melibatkan seluruh stakeholders. Situmorang (2008) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Indonesia sebagai daerah yangmemiliki berbagai keunggulan dan potensi sumber daya alam dan budaya yang melimpah merupakan starting point yang sangat baik dalam menyusun dan mengemas ulang brand destination disetiap daerah. Menurut Magnadi dan Indriani (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa city branding selain membawa kebanggan untuk kota tersebut, juga berdampak memacu kreativitas masyarakat, dan perkembangan perekonomian kota. Berdasarkan hasil penelitian Raubo (2010) menyatakan bahwa city branding adalah pendekatan yang paling holistik untuk mencapai daya saing dan jika diterapkan secara efektif dapat menyebabkan peningkatan jumlah pelanggan yang masuk dan jumlah realisasi investasi di dalam kota. Dengan demikian, merek dapat mempengaruhi keberlanjutan dan ekonomipertumbuhan kota. Wandari (2014) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa city branding berpengaruh signifikan terhadap city image sebesar 0,585. Semakin baik city branding Kota Batu maka akan berdampak pada meningkatnya city image Kota Batu di mata wisatawan. Selain itu, city branding berpengaruh signifikan terhadap keputusan berkunjung sebesar 0,237, artinya jika city branding Kota Batu ditingkatkan maka akan berdampak pada meningkatnya kunjungan wisatawan ke Kota Batu. Sedangkan city image berpengaruh tidak signifikan terhadap keputusan berkunjung sebesar 0,070. Semakin baik image Kota Batu di mata wisatawan maka akan berdampak pada meningkatnya keputusan berkunjung meski dampaknya tidak signifikan. Penelitian yang akan dilakukan ini mengacu pada penelitian Handani (2010). Namun perbedaanya adalah pada penelitian ini difokuskan pada evaluasi branding yang dilakukan oleh Kota Batu, baik program-program yang mendukung branding maupun proses implementasi branding tersebut, serta capaian kinerja Kota Batu setelah melakukan penerapan brand. Selain itu, merumuskan strategi city branding Kota Batu untuk meningkatkan daya saing daerah yang merupakan salah satu alat strategi dalam pengembangan ekonomi lokal
21
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dinamika perkembangan globalisasi ekonomi saat ini memberikan sinyal akan pentingnya peningkatan daya saing. Indonesia akan dihadapkan dengan implementasi pasar bebas berupa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang pelaksanaannya akan dimulai pada akhir tahun 2015. MEA akan menjadi tantangan tersendiri bagi Bangsa Indonesia dengan transformasi kawasan ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi, sekaligus menjadikan kawasan ASEAN yang lebih dinamis dan kompetitif. Hal ini berarti, memberikan tantangan kepada setiap daerah yang ada di Indonesia. Pemberlakuan MEA dapat pula dimaknai sebagai peluang bagi kerjasama ekonomi antar kawasan dalam skala yang lebih luas, melalui integrasi ekonomi city kawasan Asia Tenggara, yang ditandai dengan terjadinya arus bebas (free flow) : barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal. Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia sejatinya memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan dengan meningkatkan skala ekonomi dalam negeri, sebagai basis memperoleh keuntungan, dengan menjadikannya sebagai momentum memacu pertumbuhan ekonomi. MEA seharusnya terus dikawal dengan upaya-upaya yang terencana untuk terus meningkatkan sinergitas, utamanya dalam meningkatkan dukungan menata ulang kelembagaan birokrasi, membangun infrastruktur, mengembangkan sumberdaya manusia, perubahan sikap mental serta meningkatkan akses financial terhadap sektor riil yang kesemuanya bermuara pada upaya meningkatkan daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi nasional merupakan akumulasi dari kinerja daya saing perekonomian daerah. Kota Batu juga merupakan salah satu daerah yang sedang berbenah dan memantapkan daya saing daerahnya. Salah satu cara yang dipandang tepat untuk meningkatkan daya saing daerah adalah dengan membangun city branding. City branding merupakan upaya pemerintah Kota Batu dalam menciptakan dan menanamkan citra daerah ke setiap benak publik. Untuk merumuskan strategi city branding yang berkelanjutan, maka diperlukan upaya menentukan status pengembangan city branding dan faktor-faktor pengungkit yang mendorong peningkatan city branding Kota Batu. Salah satu cara menganalisis status dan faktor pengungkit city branding menggunakan Rap-City Branding (Rapid Appraisal Techniques for City Branding). Akhir dari penelitian ini dimaksudkan pula untuk dapat menjadibahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan daya saing daerah melalui city branding Kota Batu.
22
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
23
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Batu, sebuah daerah yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Penentuan lokasi sampling dilakukan secara purposive, secara sengaja yang bertujuan untuk menentukan lokasi yang relevan dengan tujuan penelitian serta karena Kota Batu di pandang oleh peneliti memiliki city branding lebih dari satu dan belum efektif berjalan, sehingga tidak ada kefokusan yang hendak dipasarkan kepada publik. Penelitian akan dimulai pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan sekumpulan metode-metode yang dipilih untuk selanjutnya digunakan dalam teknik pengumpulan data, teknik analisis, dan interpretasi data. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan metode deskriptif kualitatif, dimana analisis deskriptif merupakan analisis yang bertujuan untuk menyajikan gambar yang menyeluruh suatu gejala atau atau perstiwa atau kondisi pada suatu objek penelitian, dalam hal ini adalah masyarakat, yang disusun dalam bentuk naratif. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling Sasaran utama penelitian adalah 1) pihak pemerintah daerah dan dinas-dinas yang terkait dengan strategi city branding di Kota Batu; 2) Dunia Usaha di Kota Batu; 3) Kalangan Akademisi/Pakar di sekitar Kota Batu; 4) Masyarakat/Tokoh di Kota Batu . Teknik sampling dalam kajian dilakukan secara purposive yang masingmasing dianggap mewakili pihak pemerintah daerah dan dinas-dinas yang terkait, pihak yang mewakili dunia usaha, pihak yang mewakili akademisi serta pihak yang mewakili kelompok masyarakat Kota Batu. Distribusi responden secara rinci tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2 Distribusi Responden Kajian No. Kelompok Jenis Responden 1. Pemerintah Daerah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Dinas-dinas yang Daerah Kota Batu terkait Badan Perencanaan Daerah Kota Batu Badan Promosi Daerah 2. Private Sector (Dunia PHRI Usaha) ASITA 3. Akademisi Dosen (yang memiliki pengetahuan terkait city branding) 4. Masyarakat Tokoh Masyarakat
Jumlah 4
3 3 3 3 4 10
24
Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk kajian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan gambaran umum hal-hal yang berhubungan dengan kajian ini, serta mendapatkan informasi faktor-faktor internal dan faktorfaktor eksternal yang dapat mempengaruhi city branding Kota Batu. Data primer juga diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan terlebih dahulu. Data primer didapatkan dari responden yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata daerah, Badan Perencanaan Daerah, Badan Promosi Kota Batu, Dunia Usaha, Akademisi/pakar, dan masyarakat. Data sekunder bersumber dari studi dokumentasi, data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, Situs Resmi Kota Batu, Laporan-laporan dari dinas, serta dari publikasi lainnya yang relevan dengan kajian. Pengumpulan data akan dilakukan melalui beberapa teknik yaitu observasi, wawancara dan kuesioner, dan studi dokumen. Uraian teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. 1. Observasi, digunakan untuk mendukung informasi tentang aspek lingkungan fisik maupun sosial, pranata sosial yang ada, pemanfaatan sumberdaya lokal, dan pengorganisasian serta berbagai aktivitas yang dilakukan oleh dinas di pemerintahan Kota Batu dalam upaya memantapkan branding Kota Batu. 2. Wawancara mendalam dan kuesioner, wawancara ini dilakukan dengan dipandu oleh pedoman wawancara untuk mengetahui ide, pendapat, perasaan, dan harapan-harapan yang dimiliki responden dengan brand Kota Batu. Kuesioner yang sudah disediakan juga digunakan untuk memahami gambaran pencapaian brand Kota Batu selama ini. 3. Studi dokumen, melakukan penelurusan terhadap perkembangan kegiatan city branding yang telah dilakukan berdasarkan dokumen yang ada. Dokumentasi yang dimaksud adalah dokumen-dokumen yang tersimpan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, juga data-data pendukung dari internet dan buku-buku.
Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut: 1. Tahap pra lapangan dan persiapan instrumen penelitian a) Kajian literatur, melakukan pendalaman literatur dan teori-teori mengenai strategi city branding dan daya saing daerah. b) Penyusunan desain penelitian, sebagai pegangan dalam melaksanakan penelitian. 2. Tahap Pengumpulan data di lapangan Tahapan ini dilakukan dengan cara observasi, survei/kuesioner, wawancara dan pengumpulan data sekunder lainnya. 3. Tahap pengolahan data dan analisis a) Pengolahan komponen data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
25
b) Verifikasi data meliputi validasi data menggunakan teknik triangulasi. c) Analisis Data menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. 4. Tahap penulisan laporan Semua hasil penelitian yang telah dianalisis dituangkan dalam tulisan terstruktur.
Gambar 5 Tahapan Penelitian
26
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan untuk menjawab setiap masalah dari kajian yang diuraikan dengan merinci data yang diperlukan. Setelah melakukan pengumpulan data berupa pengamatan lapangan, wawancara mendalam dan analisis dokumen, peneliti melakukan pengolahan dan analisis data. Rincian data meliputi tujuan analisis data, jenis data yang diperlukan, sumber data, teknik pengumpulan data, dan metode analisis data. Rincian data tersebut diuraikan pada Tabel 3 berikut.
No
1
2
3
Tabel 3 Rincian Pengolahan dan Analisis Data Tujuan Data yang Sumber data Teknik diperlukan Menganalisis Perkembangan Kuesioner, Wawancara, status brand Kota Batu Dokumentasi Studi pengembanga Dokumentasi n city/city branding “shining Batu” di Kota Batu Menganalisis Perkembangan Dokumentasi, Studi faktor-faktor brand Kota Batu Kuesioner dokumen, pengungkit Wawancara apakah yang berperan mendorong peningkatan city/city branding “shining Batu”di Kota Batu Merumuskan Hasil Analisis Dinas dan Diskusi strategi City Rap-City instansi Branding Branding terkait Kota Batu
Metode Analisis Analisis MDS (pendekatan Rap-City Branding)
Analisis Sensitivitas (pendekatan Rap-City Branding), Deskriptif
Deskriptif (Hasil keseluruhan Rap-City Branding)
Analisis keberlanjutan pengembangan city branding di wilayah kajian dilakukan dengan pendekatan Multi-Dimensional Scaling (MDS) yaitu pendekatan dengan Rap-City Branding (Rapid Appraisal Techniques for City Branding) telah dimodifikasi dari program RALED (Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development). Program tersebut merupakan modifikasi RAPFISH (Rapid Assessment Technique for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia (Kavanagh, 2001). Metode MDS dalam penelitian ini mengembangkan dari Progam RALED yang dikembangkan oleh Budiharsono pada tahun 2007. Adapun tahapan analisis
27
keberlanjutan pengembangan strategi city branding “Shining Batu” di Kota Batu adalah sebagai berikut: a) Identifikasi dan penentuan atribut enam dimensi keberlanjutan Tahap pertama dari analisis ini adalah melakukan review dan menentukan atribut dari keenam aspek keberlanjutan city branding dengan menggunakan model hexagonal city branding. Penentuan atribut mempertimbangkan enam aspek pada hexagonal city branding dan melakukan review pada RALED yang selanjutnya dilakukan diskusi dengan pakar untuk dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atribut dalam penelitian ini. Enam aspek tersebut adalah kepemimpinan, tata kelola, manusia, budaya dan warisan, ekspor, dan investasi. Identifikasi dan penetuan atribut akan menghasilkan atribut-atribut yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan strategi city branding “Shining Batu” di Kota Batu. Secara rinci hasil identifikasi dan penentuan atribut dari masing-masing aspek city branding dengan model hexagonal city branding disajikan pada Lampiran 2. b) Proses ordinasi Tahap kedua dari analisis ini adalah melakukan proses ordinasi setelah pemberian setiap atribut pada setiap aspek. Melalui analisis MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu vertikal dan horisontal). Melalui metode rotasi sumbu maka posisi titik-titik tersebut dapat diproyeksikan pada garis mendatar dimana titik ekstrem “buruk” diberi nilai skor 0 % dan titik ekstrim “baik” diberi skor 100 %. MDS dapat mempresentasikan metode ordinasi secara efektif. Objek atau titik yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau titik tersebut diupayakan sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau objek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lain. Sebaliknya objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan (Fauzi dan Anna, 2005). Posisi keberlanjutan pengembangan strategi city branding “Shining Batu” yang dikaji akan berada di antara dua titik ekstrim dan dapat dianalisis indeks keberlanjutan dengan melihat nilai persentase keberlanjutan pengembangan pada garis horisontal tersebut. Proses ordinasi keberlanjutan pengembangan strategi city branding “Shining Batu” di Kota Batu ini menggunakan perangkat lunak RAPFISH (Kavanagh, 2001). Proses ordinasi selanjutnya setelah titik acuan utama horizontal adalah: 1. Membuat titik acuan utama lainnya yaitu “titik tengah” merupakan titik tengah baik dan titik tengah buruk. Dua titik tambahan ini akan menjadi acuan arah vertikal (“atas” atau “up” dan “bawah” atau “down”) dari ordinasi; 2. Membuat titik acuan tambahan yang disebut dengan titik acuan “jangkar” (anchors) yang berguna untuk stabilizer dan menempatkan titik pada posisi yang tidak sama pada ruang multidimensi yang sama; 3. Melakukan standarisasi skor untuk setap atribut sehingga setiap atribut mempunyai bobot yang seragam dan perbedaan antar skala pengukuran dapat dihilangkan;
28
4. Meghitung jarak antar titik-titik acuan dengan metode Euclidean distance squared (seuclied); Alder et al. (2001) menyatakan bahwa titik ordinasi dengan mengkonfigurasikan jarak antar titik dalam t- dimensi yang mengacu pada jarak euclidien antar titik. Dalam ruang dua dimensi jarak Euclidean dirumuskan sebagai berikut: d = √(X1-X2)2+(Y1-Y2)2 ........................................................(1) Sedangkan dalam n-dimensi jarak Euclidien dirumuskan sebagai berikut: d = (√(X1-X2)2+(Y1-Y2)2+(Z1-Z2)2+...) ..................................(2) 5. Membuat ordinasi baik untuk seluruh dimensi dan seluruh atribut berdasarkan algoritme analisis MDS. Dalam analisis MDS, dimensi atribut yang semula sebanyak p direduksi menjadi 2 (dua) dimensi saja yang akan menjadi sumbu x dan sumbu y. Selanjutnya menghitung kembali jarak antara titik-titik acuan tetapi menggunakan dua dimensi. Dalam menilai indeks keberlanjutan pengembangan strategi city branding “Shining Batu” di Kota Batu, masing-masing kategori yang terdiri atas beberapa atribut di skor. Skor secara umum dirangking antara 0 sampai 3. Hasil skor dimasukkan ke dalam tabel matrik dengan i baris yang mempresentasikan kategori pengembangan city branding dan j kolom yang mempresentasikan skor atribut. Data dalam matrik adalah data interval yang menunjukkan skoring baik dan buruk. Skor data tersebut kemudian dinormalkan untuk meminimalkan stress (Davison dan Skay, 1991). Salah satu pendekatan untuk menormalkan data adalah dengan nilai Z (Alder et al. 2001). Z = (x- μ)/σ ...................................................................................(3) 6. Menghiting nilai “stress” (standarlize residual sum of square), dengan menggunakan nilai jarak pada saat dua dimensi dan hasil analisis regresi antara dua dimensi dengan nilai jarakk pada saat p dimensi (nilai harapan jarak pada saat dua dimensi). Analisis MDS berhenti jika nilai “stress” telah memenuhi persyaratan yang dikehendaki, dalam hal ini <0,20 atau jika “stress” tidak turun lagi di dalam iterasi. Kruskal dalam Johnson dan Wichern (1992) mengajukan sebuah ukuran luas secara geometris yang mempresentasikan kecocokan. Ukuran tersebut diistilahkan dengan stress. Stress didefinisikan sebagai :
c) Proses rotasi Tahap ketiga dari analisis ini adalah proses “rotasi” dan proses “flipping” dilakukan agar posisi titik acuan utama “buruk” dan “baik” berada sejajar dengan sumbu x, sedangkan “atas” berada di atas sumbu x dan “bawah’ berada di bawah sumbu x. Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrim “buruk” yang diberi nilai skor 0% dan titik ekstrim yang “baik” diberi nilai skor 100%.
29
Untuk menjamin tidak terjadinya kesalahan dalam posisi titik yang bersifat kebalikan cermin maka dilakukan proses ”flip” untuk titik-titik tertentu yang mengalami kesalahan. Posisi status keberlanjutan yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrim tersebut. Nilai ini merupakan indeks keberlanjutan pengelolaan budidaya rumput laut di wilayah penelitian saat ini. d) Skala indeks keberlanjutan Tahap keempat adalah pembuatan skala indeks keberlanjutan pengembangan strategi city branding “Shining Batu” di Kota Batu yang mempunyai selang 0 - 100. Jika sistem yang dikaji mempunyai indeks >50 maka sistem tersebut dikategorikan berkelanjutan, dan sebaliknya jika nilainya <50, maka sistem tersebut dikategorikan belum berkelanjutan. Dalam penelitian ini disusun tiga kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar (0 – 100) seperti di bawah ini: a. Apabila nilai indeks < 50, berarti status aspek city branding buruk b. Apabila nilai indeks 50 – 75, berarti status aspek city branding baik c. Apabila nilai indeks > 75, berarti status aspek city branding sangat baik e) Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut mana yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap masing-masing aspek city branding dan multi aspek city branding di wilayah penelitian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai indeks keberlanjutan dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbu x atau pada skala accountability. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut di dalam pembentukan nilai masing-masing aspek city branding dan multi aspek city branding pada skala keberlanjutan, atau semakin sensitif atribut tersebut dalam pengembangan city branding. Atribut-atribut yang memiliki tingkat kepentingan (sensitivitas) tinggi dari hasil analisis keberlanjutan pengembangan strategi city branding “Shining Batu” ini akan digunakan sebagai dasar penetapan atribut dalam analisis simulasi model dinamik (keberlanjutan) pengembangan strategi city branding “Shining Batu” di Kota Batu. f. Analisis Monte Carlo Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses untuk menduga nilai ordinasi pengembangan city branding “Shining Batu” digunakan analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh (2001), analisis “Monte Carlo” juga berguna untuk mempelajari hal-hal sebagai berikut: 1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut. 2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda.
30
3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi). 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data); 5. Tingginya nilai ”stress” hasil analisis Rap-City Branding (nilai stress dapat diterima jika < 25%). Formulasi Strategi pengembangan strategi city branding “Shining Batu” Dalam rangka memformulasikan rekomendasi kebijakan yang dapat mendorong pengembangan strategi city branding “Shining Batu” di Kota Batu, maka diperlukan strategi pengembangan yang memperhatikan atributatribut sensitif terhadap keberlanjutan city branding. Strategi pengembangan, dimulai dengan mengurut prioritas dimensi dan atribut prioritas dalam setiap dimensi yang perlu diperbaiki. Untuk mengetahui prioritas yang perlu diperbaiki, maka dilakukan penentuan prioritas dimensi dengan melakukan pengurutan nilai dari indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi, kemudian dimensi yang memiliki nilai indeks lebih rendah dianggap sebagai dimensi yang harus dikelola atau diperbaiki. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka atribut-atribut dari ke enam dimensi selanjutnya disusun berdasarkan urutan prioritas dengan indikator nilai RMS. Prioritas urutan di mulai dari atribut yang memiliki nilai RMS yang paling besar. Selanjutnya strategi yang dilakukan adalah intervensi terhadap masingmasing atribut yang disusun dalam tindakan berdasarkan prioritas jangka waktu, yaitu jangka pendek-menengah. Penentuan rentang waktu tersebut, untuk jangka pendek dan menengah adalah 1-5 tahun. Pertimbangan tersebut didasarkan kepada lamanya kepemimpinan dari kepala pemerintah daerah. Ketentuan perubahan atribut adalah untuk atribut yang diintervensi sebagai prioritas jangka pendek-menengah, skor dari atribut yang diintervensi ditingkatkan satu skala dan 2 skala atau maksimal untuk prioritas jangka menengah. Selanjutnya untuk skenario tersebut dievaluasi perubahan indeks multidimensinya dengan menggunakan analisis Rap City Branding. Intervensi atau perbaikan tersebut merupakan strategi yang akan dilakukan dalam bentuk kebijakan operasional yang mungkin bisa dilakukan dan disesuaikan dengan pertimbangan rasionalitas jangka waktu, ketersediaan biaya, ketersediaan SDM dan dapat dengan mudah untuk dilakukan.
31
GAMBARAN UMUM DAERAH Kondisi Geografis dan Administratif Kota Batu merupakan salah satu kota yang menjadi bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur. Kota ini terletak 15 km sebelah barat Kota Malang, berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Ditinjau dari astronomi, Kota Batu terletak diantara 122°17’ sampai dengan 122°57’ Bujur Timur dan 7°44’ sampai dengan 8°26’ Lintang Selatan. Adapun batas-batas wilayah Kota Batu adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan 2. Sebelah Timur : Kabupaten Malang 3. Sebelah Selatan : Kabupaten Blitar dan Malang 4. Sebelah Barat : Kabupaten Malang Secara administratif Kota Batu terbagi atas 3 kecamatan, 24 Desa/kelurahan, 238 RW dan 1.127 RT. Dilihat komposisi jumlah Desa/kelurahan, Kecamatan Bumiaji memiliki jumlah desa/kelurahan terbanyak yaitu masing-masing 9 desa/kelurahan. Kecamatan Bumiaji merupakan kecamatan yang wilayahnya paling luas dibandingkan dua kecamatan lainnya. Luas kawasan Kota Batu secara keseluruhan adalah sekitar 199,09 Km². Kota Batu terletak pada ketinggian rata-rata 862 m di atas permukaan laut. Dilihat dari ketinggian wilayahnya, sebagian besar daerah di Kota Batu terletak di daerah perbukitan/lereng. Kondisi topografi Kota Batu yang sebagian besar pegunungan dan perbukitan menjadikan Kota Batu terkenal sebagai daerah dingin. Rata-rata suhu udara selama tahun 2014 adalah 23,5 derajat celcius dengan suhu terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 17,5 derajat celcius. Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Jumlah Penduduk Kota Batu mengalami penurunan jika dilihat sejak tahun 2011-2014 dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010-2013 sebesar 1,17% dan tahun 2010-2014 sebesar 1.09%. Jumlah penduduk Kota Batu pada tahun 2011 tercatat sebesar 214.321 jiwa dengan tingkat kepadatan 1.077 orang/Km2, tahun 2012 tercatat sebesar 210.109 jiwa dengan tingkat kepadatan 1.055 orang/Km2, tahun 2013 tercatat sebesar 211.239 jiwa dengan tingkat kepadatan 989 orang/Km2, tahun 2014 tercatat sebesar 211.298 dengan tingkat kepadatan 998 orang/Km2. Persebaran penduduk Kota Batu tidak merata. Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Batu yaitu 2.030 jiwa/Km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di kecamatan Bumiaji yaitu 448 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk tersebut tidak berbanding lurus dengan luas kecamatan. Luas kecamatan Batu 45,46 Km2, sedangkan luas kecamatan Bumiaji sebesar 127,98 Km2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yakni perbandingan antara penduduk usia kerja dengan jumlah angkatan kerja, mulai tahun 2011 sampai dengan 2014 mengalami pergeseran yang tidak begitu signifikan. Pada tahun 2011 angka TPAK sebesar 69,33 persen, tahun 2012 sebesar 70,09 persen, tahun 2013 sebesar 70,58 persen, tahun 2014 sebesar 70,38 persen. Hal tersebut menunjukkan
32
bahwa tingkat pengangguran di Kota Batu mengalami penurunan dari tahun 20112013, sedangkan di tahun 2014 mengalami penaikan. Pada tahun 2011 tingkat pengangguran di Kota Batu sebesar 4,57 persen, tahun 2012 sebesar 3,41 persen, tahun 2013 sebesar 2,30 persen, dan tahun 2014 mengalami penaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,43 persen (BPS, 2015). Masalah mendasar dalam bidang pendidikan di Kota Batu saat ini antara lain adalah angka putus sekolah yang masih cukup tinggi dan kualitas pendidikan yang belum memenuhi kebutuhan lapangan kerja yang semakin kompetitif. Berdasarkan hasil hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2012) menunjukkan hampir semua penduduk Kota Batu usia 7-15 tahun bersekolah. Namun untuk penduduk berumur 16-18 tahun yang bersekolah di tingkat SLTA hanya sekitar 57,66 persen. Hal ini menunjukkan penduduk yang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi masih rendah. Angka kelahiran di Kota Batu di akhir tahun 2014 tercatat 2.631 kelahiran dengan kelahiran bayi laki-laki sebanyak 1.353 (51,43 persen). Sedangkan anka kematian di Kota Batu tahun 2014 menunjukkan angka yang lebih besar daripada angka kelahiran yaitu 1.736 kematian dengan 893 kematian laki-laki (51,44 persen) dan 843 kematian perempuan (48,56 persen). Prasarana dan Sarana Daerah Prasarana transportasi adalah salah satu prasarana yang sangat penting dan vital untuk mobilitas penduduk dan memperlancar arus lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Permasalahan yang dihadapi Kota Batu dalam pelayanan transportasi adalah belum terbentuknya sistem jaringan dan model transportasi yang efisien serta infrastruktur jalan yang masih belum baik. Sehingga Kota Batu akan mengalami kondisi macet ketika akhir pekan atau masa liburan panjang. Prasarana transportasi khususnya ruas jalan yang ada di Kota Batu terdiri dari : a) jalan propinsi sepanjang 39,50 Km, 36.50 Km dari panjang jalan dalam kondisi sedang dan 3 Km rusak ringan; b) jalan kota dengan jenis permukaan beraspal sepanjang 350 Km, kerikil sepanjang 15 Km, tanah sepanjang 20 Km, dan tidak dirinci sepanjang 17,99 Km. Kondisi jalan yang baik mencapai 53,06 persen, kondisi jalan sedang mencapai 8,5 persen dan rusak mencapai 38,44 persen. Kondisi jalan tersebut menunjukkan bahwa sebagian wilayah di Kota Batu mobilitas penduduknya terhambat karena kondisi jalan yang baik hanya 53,06 persen, serta masih ada ruas jalan berupa kerikil dan tanah. Perekonomian Kondisi pertumbuhan ekonomi Kota Batu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 menunjukkan peningkatan yang fluktuatif. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 sebesar 7,13 persen, tahun 2012 sebesar 7,26 persen, tahun 2013 sebesar 7,28 persen, tahun 2014 sebesar 6,93 persen. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Grafik 5.
33
Gambar 5 Pertumbuhan Ekonomi Kota Batu Tahun 2011-2014 (persen)
Sumber: BPS, 2015 Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2014 adalah: Konstruksi sebesar 18,41 persen; Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar 16,42 persen; Jasa-jasa sebesar 15,48 persen; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 11,24 persen; Pengadaan Air, Pengolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 10,83 persen; Informasi dan Asuransi sebesar 6,48 persen; Industri Pengolahan sebesar 4,56 persen. Perkembangan ekonomi Kota Batu secara makro tergambar pada besaran PDRB Kota Batu mencapai 5,284 Milyar atas dasar harga berlaku. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Batu Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 – 2014 ditunjukkan pada Tabel 4.
34
Tabel 4 Produk Domestik Regional Bruto Kota Batu Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 – 2014 (Juta) Kategori
Uraian
2010*)
2011**)
2012**)
2013**)
2014**)
1
2
3
4
5
6
7
A
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1 Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian
1.147.426,70
1.288.653,60
1.379.312,70
1.488.337,00
1.676.845,40
a. Tanaman Pangan
33.527,20
36.550,50
40.320,80
42.122,50
46.201,80
b. Tanaman Holtikultura Semusim
322.929,8
361.681,4
407.627,8
426.777,3
470.132,6
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
610.217,00
688.213,50
713.458,40
774.347,20
884.045,30
c. Perkebunan Semusim d. Tanaman Holtikultura Tahunan dan Lainnya e. Perkebunan Tahunan
329,9
365
422,9
471,5
543,6
165.254,60
185.085,20
198.722,50
223.556,40
251.545,30
15.168,20
16.758,10
18.760,40
21.062,20
24.376,80
3.363,50
3.782,20
4.399,80
4.902,20
5.529,00
628,8
698,7
807,5
924,4
1.039,40
13.508,50
14.994,50
15.837,10
17.263,60
20.013,30
1 Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2 Pertambangan Batubara dan Lignit
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
3 Pertambangan Bijih Logam
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
13.508,50
14.994,50
15.837,10
17.263,60
20.013,30
293.458,00
334.868,50
365.278,80
408.168,50
467.352,50
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
192.653,40
225.741,80
250.834,90
281.366,40
325.067,90
f. Peternakan g. Jasa Pertanian dan Perburuan 2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 3 Perikanan B
Pertambangan dan Penggalian
4 Pertambangan dan Penggalian Lainnya C
Industri Pengolahan 1 Industri Batubara dan Pengilangan Migas 2 Industri Makanan dan Minuman 3 Pengolahan Tembakau 4 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 5 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
0,0
0,0
0,0
10.022,90
11.261,30
12.519,00
978,2
1.068,50
1.237,20
1.440,60
22.917,50
23.150,70
26.160,20
29.570,80
7 Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
1.169,40
1.274,70
1.342,80
1.399,10
1.522,00
8 Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
2.489,90
2.730,50
2.934,00
3.241,20
3.649,80
9 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
9.531,50
10.389,40
10.952,80
11.354,00
12.191,90
10 Industri Barang Galian bukan Logam
4.746,10
5.185,60
5.439,70
5.854,60
6.475,50
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
7.974,10
8.517,00
9.561,20
10.814,50
12.147,90
13 Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
14 Industri Alat Angkutan
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
37.449,10
41.022,90
42.706,80
47.972,60
54.221,80
12 Industri Barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik
15 Industri Furnitur 16 Industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan Pengadaan Listrik dan Gas 1 Ketenagalistrikan 2 Pengadaan Gas dan Produksi Es E
Pengadaan Air, Pengolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F
Konstruksi
G
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6.654,40
6.951,00
7.264,50
7.507,40
8.545,30
3.281,90
3.501,70
3.776,10
3.870,20
4.082,50
3.281,90
3.501,70
3.776,10
3.870,20
4.082,50
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
13.275,70
14.404,20
15.485,20
17.153,10
18.805,60
593.437,50
674.711,50
792.292,70
924.801,10 1.110.295,50
1.192.541,20 1.369.305,30 1.524.348,90 1.740.610,20 1.887.192,50
1 Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya
223.569,20
254.987,40
275.034,00
322.860,20
349.084,40
2 Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor
968.972,00
1.114.317,80
1.249.314,80
1.417.750,00
1.538.108,20
Transportasi dan Pergudangan
83.778,00
92.362,10
101.182,00
113.551,00
134.088,60
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
51.767,50
55.186,50
60.360,80
68.140,10
81.866,10
3 Angkutan Laut
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
4 Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
5 Angkutan Udara
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
32.010,50
37.175,60
40.821,20
45.410,90
52.222,50
1 Angkutan Rel 2 Angkutan Darat
6 Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan, Pos dan Kurir I
0,0 9.160,00
897,7
11 Industri Logam Dasar
H
0,0 8.409,70 21.482,80
6 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
D
1.151.419,00 1.293.134,40 1.384.520,00 1.494.163,60 1.683.413,80
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
633.206,20
725.121,60
819.190,20
1 Penyediaan Akomodasi
359.493,00
418.044,90
481.698,80
590.422,20
965234,5 1.151.800,80
2 Penyediaan Makan Minum
273.713,20
307.076,60
337.491,40
374.812,30
431.519,10 664.501,00
720.281,80
J
Informasi dan Asuransi
463.717,30
501.871,90
554.870,90
613.437,20
K
Jasa Keuangan dan Asuransi
231.214,70
424.130,10
481.611,10
595.226,50
632254,8
90.354,60
100.702,60
116.914,80
138.657,20
158.380,20
1 Perantara Keuangan 2 Asuransi dan Dana Pensiun L M, N
Real Estate Jasa Perusahaan
68.727,10
79.048,70
90.895,90
106.103,00
123.408,40
182.764,9
208.352,0
233.655,3
300.642,8
300.642,8
32.995,4
36.026,8
40.145,2
49.823,3
49.823,3
O
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
194.235,6
216.781,0
235.212,4
261.286,3
261.286,3
P
Jasa Pendidikan
249.709,1
279.674,2
322.060,3
419.789,9
419.789,9
Q
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
49.107,3
57.123,2
64.536,6
83.009,5
83.009,5
1.122.737,1
1.231.283,9
1.304.982,2
1.587.115,1
1.587.115,1
R, S, T, U Jasa Lainnya Produk Domestik Regional Bruto
Keterangan : * Angka diperbaiki disesuaikan PDRB DAU ** Angka sementara
3.243.465,68 3.772.726,77 4.157.446,20 4.989.116,27 5.284.312,36
35
Potensi Sektor Pertanian Setiawan (2014) dalam Analisis Sektor Ekonomi Basis Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Kota Batu menyatakan bahwa sektor basis yang ada di Kota Batu yaitu sektor pertanian, sektor listrik gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Karena ke empat sektor tersebut memiliki keunggulan komperatif dan kompetitif di Kota Batu. Pemerintah Kota Batu pada RPJMD 2012-2017 menjadikan pertanian sebagai prioritas pembangunan melalui pengembangan pertanian organik dan perdagangan hasil pertanian organik. Luas lahan sawah di Kota Batu tahun 2014 sebesar 2.480 Ha, yang terdiri dari 2.086 Ha lahan irigasi teknis, 295 Ha lahan irigasi setengah teknis, dan sisanya 99 Ha merupakan lahan irigasi sederhana. Berdasarkan sebaran wilayah di Kota Batu, luas lahan irigasi terbesar terdapat di wilayah Kecamatan Junrejo yaitu sebesar 1.098 Ha, urutan kedua adalah Kecamatan Bumiaji sebesar 714 Ha dan Kecamatan Batu sebesar 668 Ha. Data luas lahan bukan sawah di Kota Batu mencapai 17.205,60 Ha. Lahan bukan sawah mempunyai berbagai penggunaan mulai dari yang produktif, nonproduktif dan konservatif. Sebagian besar luas lahan bukan sawah adalah berupa hutan sebesar 11. 071,20 Ha, yang sebagian besar berada di wilayah kecamatan Bumiaji (8.644,20 Ha). Luas lahan bukan sawah yang terkecil adalah untuk kolam sebesar 2,16 Ha dengan persentase terbesar berada di wilayah kecamatan Junrejo. Tahun 2014 luas lahan panen untuk Padi Sawah sebesar 846 Ha, jauh lebih besar dibandingkan luas panen padi ladang sebesar 17 Ha. Dari total luas panen sebesar 863 Ha tersebut menghasilkan produksi Padi sebesar 5.523,2 Ton atau rata-rata per Ha sekitar 6,4 Ton Padi Sawah/Ladang. Kota Batu juga memiliki potensi yang besar dalam hal produksi buah-buahan. Tanaman buah-buahan Apel dan Jeruk Siam/Keprok merupakan jenis tanaman buah-buahan terbesar yang ditanam dan dihasilkan pada tahun 2014. Jumlah produksi Apel dan Jeruk Siam/Keprok sebesar 173.847 Kw dan 27.600 Kw. Potensi Sektor Pariwisata Wilayah Kota Batu merupakan wilayah yang memiliki panorama yang indah dan sejuk serta mempunyai spesifikasi khusus yaitu dikelilingi Gunung Panderman, Gunung Banyak, Gunung Welirang, Gunung Bokong sehingga wilayah ini berpotensi sebagai daerah wisata. Jenis wisata di Kota Batu meliputi wisata agro dan wisata bunga, wisata alam, wisata budaya, wisata rekreasi, wisata minat khusus, wisata sejarah, wisata religi, wisata ziarah, wisata husada dan wisata kuliner. Wisata Agro dan Wisata Bunga Kota Batu memiliki ciri khas dengan agro wisatanya berupa tanaman bunga, apel, stroberi dan sayur mayur. Berikut obyek wisata agro dan bunga di Kota Batu antara lain Kusuma Agrowisata, Wisata Agro Punten, Wisata Bunga Sidomulyo. Wisata Alam Kota Batu antara lain Pemandian Air Panas Cangar, Pemandian Air Panas Songgoriti, Camping Ground, TAHURA (Taman Hutan Raya) Junggo, Air Terjun Coban Talun, Air Terjun Coban Rais. Di Kota Batu, kebudayaan tradisional tumbuh dan berkembang dengan baik sebagai suatu tradisi budaya yang dipegang teguh masyarakatnya. Adapun keindahan tradisi budaya
36
Batu dapat dilihat pada atraksi wisata antara lain Sedekah Bumi, Grebeg Desa, Tari Sembrama, Maulud Nabi Muhammad SAW, Dokar Wisata. Di wilayah Kota Batu telah dibangun tempat-tempat rekreasi wisata pendidikan dan keluarga untuk menambah daya tarik wisata di Kota Batu. Obyek wisata rekreasi di Kota Batu antara lain Jatim Park I, Jatim Park II, BNS, Kawasan Wisata Songgoriti, Wisata Selecta, Tirta Nirwana, Eco Green, AlunAlun Kota Batu, Dan lain sebagainya. Wisata minat khusus merupakan wisata yang diselenggarakan dengan tema khusus seperti olahraga paralayang, arung jeram dan mountain bike. Wisata sejarah yang ada di Kota Batu berupa situs peninggalan bangunan candi, rumah peristirahatan dan goa jaman Jepang. Wisata religi merupakan salah satu obyek daya tarik wisata mengenai seni arsitektur bangunan tempat peribadatan agama di Kota Batu. Keberadaan bangunan dan tempat beribadah di Kota Batu begitu terawat dan terjaga sehingga menarik sebagai tempat wisata. Potensi pariwisata Kota Batu dapat ditunjukkan oleh Jumlah Pengunjung pada Obyek Wisata Kota Batu kurun waktu 2010 – 2014 pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Pengunjung Daya Tarik Wisata di Kota Batu Tahun 2010-2014 Bulan/Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Januari January Februari February Maret March April April Mei May Juni June Juli July Agustus August September September Oktober October November November Desember December Kota Batu
2010 2 225.579
Tahun/Year 2011 2012 3 4 170.233 132.219
2013 5 168.580
2014 6 190.109
105.193
115.768
66.196
154.888
85.811
87.652
125.487
78.288
121.166
120.393
101.692
127.271
103.619
124.853
129.998
190.308
236.107
162.513
200.484
232.712
218.545
262.346
167.112
202.293
218.457
200.981
161.957
109.877
77.610
142.273
110.758
57.152
202.842
257.242
181.325
224.844
221.499
128.148
115.361
136.101
177.864
132.122
112.059
123.510
142.030
171.440
130.691
126.174
123.407
150.104
326.010
220.926
214.394
212.052
359.709
2.140.866 1.961.559 1.603.441 1.881.446 2.089.022
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu (2015)
37
Review Implementasi City Branding “Shining Batu” di Kota Batu Kota Batu merupakan kota yang terus berupaya melakukan percepatan pembangunan dan peningkatan perekonomian. Kota Batu memiliki visi mewujudkan Kota Batu sebagai sentra pertanian organik berbasis kepariwisataan internasional, ditunjang oleh pendidikan yang tepat guna dan berdaya saing, ditopang oleh sumberdaya (alam, manusia, dan budaya) yang tangguh, diselenggarakan oleh pemerintah yang baik, kreatif dan inovatif, dijiwai oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Visi Kota Batu dirangkum sebagai “Tri Asa” yang mencerminkan identitas Kota Batu sebagai kota wisata internasional, kota pertanian organik, dan kota pendidikan. Nilai kompetitif dasar (core value) yang dimiliki oleh Kota Batu yakni potensi alamnya dapat membuat Kota Batu tidak hanya berfokus sebagai kota wisata saja namun juga dapat mengeksplorasi potensi lain seperti aspek pertaniannya. Sehingga Kota Batu mulai membangun identitasnya sebagai kota yang tetap mengandalkan pariwisatanya dengan menjadikannya kota wisata berskala internasional agar dapat bersaing di persaingan global, juga mengangkat potensi lain yang dimiliki oleh Kota Batu yakni pertanian. Sektor pertanian yang diangkat oleh Kota Batu khususnya pertanian organik masih jarang ditemui di tempat lain sehingga dinilai dapat memberikan value lebih yang dapat membedakan Kota Batu dengan kota wisata maupun kota pertanian lainnya.Kedua potensi tersebut baik pariwisata dan pertanian kemudian harus ditopang oleh sumber daya yang baik, untuk itu diperlukan pula sistem pendidikan yang baik sehingga sektor pendidikan juga mulai digali potensinya. Salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah Kota Batu dalam melakukan pembangunan adalah dengan membangun merek dan mengimplementasikan program – program city/city branding. Shining Batu dipilih sebagai tema Kota Batu karena dianggap mampu mengakomodir gambaran Kota Batu yang tengah mengembangkan kotanya sebagai kota wisata, kota pertanian dan kota pendidikan. Shining Batu yang diluncurkan pada tanggal 20 Mei 2013 dipilih karena dapat diartikan sebagai pesona Kota Batu sebagai kota yang tiga potensinya tersebut paling menonjol dibandingkan kota – kota yang lainnya. Kualitas produk dan layanan jasa di dalam ketiga bidang ini adalah yang terbaik. “Shining” yang berarti “Bersinar” dalam Bahasa Indonesia menggambarkan kualitas yang prima dan masa depan yang cerah (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batu, 2013). Makna City Branding “Shining Batu” di Kota Batu
Gambar 6 Logo Shining Batu
38
Berdasarkan hasil penelusuran dokumen dihasilkan makna yang terkandung dalam logo shining Batu (Kajian City Branding Kota Batu, 2013) yaitu: 1. Menggambarkan bahwa Kota Batu adalah daerah yang nyaman, aman, tentram, dan makmur. 2. Kota Batu adalah daerah yang gemah ripah loh jinawi secara ekonomi dan memiliki jiwa kebersamaan yang tinggi antar warga Kota Batu. 3. Kota Batu memiliki hubungan yang harmonis antara warga dan pemerintahnya. Serta memiliki relationship yang kuat antar seluruh stakeholder. 4. Merupakan gabungan dari 3 (tiga) citra Kota Batu, yaitu pariwisata (merah), pertanian (hijau), dan pendidikan (biru). 5. Garis lengkung berwarna biru merupakan representasi hubungan vertikal manusia kepada Tuhan. 6. Garis merah-oranye menggambarkan hubungan horizontal antar sesama manusia. 7. Garis lengkung hijau menggambarkan hubungan manusia kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan (alam) 8. Ketiga garis tersebut saling bersinergi membentuk bintang tiga sisi yang merupakan penggamabaran bahwa Kota Batu merupakan Kota Impian/Bersinar. Review Strategi Membangun dan Promosi City Branding Kota Batu Berdasarkan data dokumentasi pada Kajian City Branding Kota Batu (2013), dalam pembentukan brand Shining Batu terdapat beberapa tahapan yang dilalui, yaitu: 1. Mengidentifikasi keunggulan atau potensi yang dimiliki. Terdpat dua jenis keunggulan yang yang berhasil diidentifikasi oleh Pemerintah Kota Batu, yaitu tangible asset dan intangible asset. Yang dimaksud dengan tangible asset adalah seluruh potensi-potensi yang dimiliki oleh Kota Batu, baik berupa potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya alam. Sedangkan intangible asset adalah persepsi yang terbentuk di dalam benak target audience terhadap Kota Batu. 2. Menjabarkan visi Kota Batu yang disebutkan dalam Tri Asa – mewujudkan Kota Batu sebagai sentra pertanian, sentra pariwisata, dan sentra pendidikan di bidang pariwisata – untuk menciptakan parameter tertentu yang harus dicapai sehingga brand Kota Batu akan lebih terarah. Dari hasil riset ini dibentuklah positioning Kota Batu “Kota Wisata Moderen Berbasis Alam”. 3. Memperkenalkan brand Kota Batu, yaitu shining Batu yang dilakukan pada tahun 2013. Pada awal-awal tahun pelaksanaannya, tujuan utama program city branding Kota Batu adalah meletakkan pondasi yang kokoh untuk penerapan program di tahun berikutnya. 4. Melakukan kerjasama yang bersinergi antar elemen Kota. Posisi pemerintah Kota adalah sebagai inisiator program, sedangkan yang kemudian bergerak secara aktif untuk mewujudkan program ini adalah seluruh lapisan masyarakat.
39
5. Melakukan evaluasi dan monitor melalui ketua berbagai kelompok masyarakat yang menjadi perantara antara pemerintah dengan masyarakat Kota Batu. Shining Batu yang digulirkan oleh pemerintah Kota Batu kemudian dipromosikan ke seluruh lapisan masyarakat melalui beberapa paket program. Shining Batu kemudian dikemas dalam program paket wisata dan promosi melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu yang diantaranya adalah paket wisata petik apel, paket wisata petik sayur, paket wisata petik stroberi, paket wisata edukasi pertanian, paket wisata edukasi peternakan, paket wisata outbond, dan lain sebagainya. Kemudian promosi shining Batu juga dilakukan oleh pemerintah Kota Batu melalui website, majalah, koran, televisi lokal, radio, aneka macam merchandise, baliho dan billboard di jalanan Kota Batu, serta melalui bandara Abdurrahman Saleh di Malang dan Juanda di Surabaya. Selain itu, promosi juga dilakukan melalui kegiatan yang bersifat insidental dan tahunan. Kegiatan tersebut antara lain Batu Travel Mart, Batu Night Criterium, Batu Flora Festival, Majapahit Travel Fair, dan berbagai kegiatan lainnya yang diselenggarakan oleh pemerintah Kota Batu maupun oleh event organizer lainnya. Untuk melihat efisiensi dan efektivitas seluruh strategi city branding shining Batu yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Batu sejak tahun 2013, maka terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari yaitu terkait jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu, rata-rata tamu menginap dan jumlah tamu yang menginap di hotel Kota Batu Berdasarkan data yang diperoleh dari dokumen Badan Pusat Statistika Kota Batu Dalam Angka (2015) didapatkan bahwa jumlah pengunjung obyek wisata di Kota Batu pada kurun waktu tahun 2010 – 2014 tidak memiliki peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 mengalami penurunan yang drastis. Pada tahun 2010 jumlah pengunjung sekitar 2.140.866 orang, sedangkan pada tahun 2012 berkisar sebesar 1.603.441. Kemudian pada tahun 2012 – 2014 mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Pada tahun 2014 jumlah wisatawan di Kota Batu berkisar sebesar 2.089.022. City branding shining Batu diluncurkan pada tahun 2013. Jika diperhatikan, jumlah wisatawan pada tahun 2013 – 2014 mengalami kenaikan jumlah pengunjung yang cukup baik. Hal ini bisa dikatakan sebagai salah satu keberhasilan dari program city branding dari pemerintah Kota Batu. Namun jika dilihat secara keseluruhan selama kurun waktu 5 tahun (2010 – 2014), jumlah pengunjung wisatawan di Kota Batu tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal tersebut di tunjukkan pada Gambar 7. Berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Kota Batu dalam Angka (2014 dan 2015) didapatkan bahwa perbandingan jumlah wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara pada tahun 2013 sebesar 1.879.884 orang dan 1.562 orang. Sedangkan pada tahun 2014 diketahui bahwa jumlah wisatawan domestik sebesar 2.084.352 orang dan wisatawan mancanegara sebesar 4.670 orang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa obyek wisata di Kota Batu masih didominasi oleh wisatawan domestik. Sedangkan proporsi wisatawan mancanegara masih belum banyak.
40
Gambar 7 Grafik Jumlah Pengunjung Daya Tarik Wisata di Kota Batu 2010-2014 Sumber: Hasil analisis, 2016 Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistika dalam Kota Batu Dalam Angka (2014) dilaporkan bahwa Jumlah hotel di Kota Batu mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 473 usaha , pada tahun 2013 menjadi 476 usaha . Hal ini diikuti juga dengan meningkatnya jumlah tamu yang datang ke hotel. Pada tahun 2013 ini jumlah tamu sebanyak 1.165.104 orang, Terjadi kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 1.143.023 orang. Kenaikan jumlah tamu tersebut menyebabkan bergesernya indikator indikator lain yang berkaitan dengan kunjungan wisatawan ke kota Batu. Rata-rata tamu menginap dapat mengambarkan lamanya tamu menginap di setiap jenis hotel dalam kurun waktu tertentu. Rata-rata lama tamu menginap diperoleh dari banyaknya malam tempat tidur yang dipakai (malam tamu) dibagi dengan banyaknya tamu yang menginap. Rata-rata lama menginap tamu pada semua jenis hotel di Kota Batu pada tahun 2013 sebesar 1,51 hari, dengan rincian rata-rata lama tamu menginap pada hotel bintang sebesar 1,81 hari dan hotel non bintang sebesar 1.28 hari untuk tamu domestik. Dan rata-rata lama tamu menginap pada hotel bintang sebesar 1,70 hari dan hotel non bintang sebesar 1.25 hari untuk tamu asing. Dengan rata-rata lama tamu menginap sebesar 1,51 hari pada tahun 2013, sudah meningkat dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 1,48 hari. Peningkatan yang dialami pada tahun 2013 masih belum optimal. Oleh karena itu, pemerintah Kota Batu perlu meningkatkan city branding shining Batu dengan menambah kegiatan festival /kegiatan seni budaya ataupun paket promosi lainnya yang mampu menarik untuk wisatawan asing maupun domestik sehingga malam tamu menjadi meningkat, diharapkan meningkat pula uang yang dibelanjakan di Kota Batu.
41
HASIL DAN PEMBAHASAN Status Keberlanjutan City Branding “Shining Batu” Status keberlanjutan city branding “Shining Batu” dianalisis dengan metode multidimensional scalling menggunakan Rapid Appraisal Techniques for City Branding (Rap-CB). Rap City Branding merupakan modifikasi dari Rapfish (A Rapid Appraisal Technique for Fisheries) yang digunakan untuk menduga tingkat keberlanjutan pada perikanan tangkap dari berbagai dimensi/aspek. RAP City Branding menghasilkan nilai indeks dan status keberlanjutan masing-masing dimensi dan multidimensi keberlanjutan city branding “shining batu” dengan model hexagonal city branding. Nilai tersebut ditentukan oleh nilai skoring dari masing-masing atribut pada setiap dimensi. Hasil identifikasi dan penentuan atribut diperoleh 58 atribut atau faktor yang mempunyai hubungan keterkaitan timbal balik yang dapat mempengaruhi setiap dimensi sistem hexagonal city branding. Secara rinci nilai skoring masing-masing atribut untuk keenam dimensi keberlanjutan di sajikan pada Lampiran 2. Berikut ini akan diuraikan nilai indeks dan status keberlanjutan city branding “shining Batu” di Kota Batu yang menggambarkan secara menyeluruh kondisi saat ini (existing condition) serta atribut yang sensitif (leverage attribute) dari masing-masing dimensi yang mempengaruhi nilai indeks status keberlanjutan untuk merumuskan skenario strategi city branding “shining Batu” agar memudahkan dalam perumusan kebijakan atau perencanaan program pada masa yang akan datang. Status Keberlanjutan Aspek Kepemimpinan Hasil analisis Rap City Branding terhadap sembilan atribut berpengaruh pada aspek kepemimpinan, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “83,71”. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek hexagonal city branding, maka kondisi aspek kepemimpinan berada pada kategori sangat baik. Secara rinci pengklasifikasian status aspek city branding adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai indeks < 50, berarti status aspek hexagonal city branding buruk b. Apabila nilai indeks 50 – 75, berarti status aspek hexagonal city branding baik c. Apabila nilai indeks > 75, berarti status aspek hexagonal city branding sangat baik. Nilai indeks keberlanjutan lebih dari 75,00 menunjukkan bahwa kondisi kepemimpinan tersebut sangat mendukung city branding “shining Batu” di Kota Batu. Secara detail nilai indeks status keberlanjutan dimensi kepemimpinan city branding “shining Batu” di Kota Batu disajikan pada Gambar 8. Hasil RapAnalysis selain dapat mengetahui indeks atau status aspek hexagonal city branding tersebut, juga menunjukkan nilai stress dan nilai R2. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai stress yaitu sebesar 0,1312 dan nilai R2 adalah 0,9517. Menurut Kavanagh, nilai strees yang diperbolehkan adalah apabila dibawah nilai 0,25. Dengan nilai 0,1312 menunjukkan bahwa hasil analisis ini cukup baik. Nilai R2 = 0,9517 menunjukkan bahwa model dengan menggunakan peubah-perubah saat ini sudah menjelaskan 95,17 % dari model yang ada. Untuk
42
model sosial biasanya apabila R2 lebih dari 80 % sudah sangat baik. Hal ini berarti bahwa model dari aspek kepemimpinan menggunakan peubah-peubah yang ada dengan sangat baik.
Gambar 8 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek kepemimpinan city branding “shining Batu” di Kota Batu Hasil analisis faktor/atribut pengungkit (leverage attributes) untuk aspek kepemimpinan dalam keberlanjutan hexagonal city branding “shining Batu” di Kota Batu ditunjukkan pada Gambar 9. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif ataupun intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor yang sensitif untuk meningkatkan status aspek kepemimpinan menuju status yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.
43
Gambar 9 Nilai sensitivitas atribut aspek kepemimpinan yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pengungkit utama untuk aspek Kepemimpinan di Kota Batu sesuai dengan urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: (1) integritas kepala daerah; (2) kepala daerah membentuk badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding. Integritas kepala daerah muncul sebagai faktor pengungkit yang pertama dalam aspek kepemimpinan dalam hexagonal city branding di Kota Batu. Untuk memperbaiki status aspek kepemimpinan dalam city branding di masa mendatang, kepala daerah yang memimpin Kota Batu harus memiliki integritas yang baik dan bersih di masyarakat. Keterlibatan kepala daerah dalam korupsi akan membuat kepercayaan masyarakat menjadi turun. Kepemimpinan kepala daerah yang kuat dan memiliki integritas di hadapan publik akan mampu membuat city branding kota tersebut menjadi baik dan membawa kotanya menjadi kota yang maju. Munculnya faktor pengungkit kedua yaitu kepala daerah membentuk badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding disebabkan karena implementasi strategi city branding membutuhkan kerjasama seluruh komponen yang ada di pemerintahan dan masyarakat. Oleh karena itu, kepala daerah perlu untuk membentuk badan kerjasama tersebut guna mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan seluruh
44
langkah city branding Kota Batu. Dengan kerjasama seluruh pihak di Kota Batu, maka diharapkan pencapaian city branding shining Batu akan lebih signifikan. Terlebih lagi apabila peran masing-masing komponen yang terlibat sudah jelas sejak awal pembentukannya. Status Keberlanjutan Aspek Tata Kelola Hasil analisis Rap City Branding terhadap lima belas atribut berpengaruh pada aspek tata kelola city branding, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “96,59”. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek heksagonal city branding, maka kondisi aspek tata kelola berada pada kategori sangat baik. Secara skematis status aspek tata kelola ataupun ordinasi aspek tata kelola dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 10. Hasil RapAnalysis selain dapat mengetahui indeks atau status aspek pengembangan ekonomi lokal tersebut adalah nilai stress dan nilai R2. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai stress yaitu sebesar 0,1320 dan nilai R2 adalah 0,9565. Menurut Kavanagh, nilai stress yang diperbolehkan adalah apabila dibawah nilai 0,25, dengan nilai 0,1320 menunjukkan bahwa hasil analisis ini baik. Nilai R2 = 0,9565 menunjukkan bahwa model dengan menggunakan peubahperubah saat ini sudah menjelaskan 95,65 % dari model yang ada. Untuk model sosial biasanya apabila R2 lebih dari 80 % sudah sangat baik. Hal ini berarti bahwa model dari aspek tata kelola dengan menggunakan peubah-peubah yang ada sangat baik.
45
Gambar 10 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek tata kelola city branding shining Batu di Kota Batu Berdasarkan analisis leverage terhadap lima belas atribut aspek tata kelola diperoleh satu atribut yang sensitif terhadap tingkat keberlanjutan aspek tata kelola yaitu: adanya badan/bagian dari pemerintah daerah yang mempromosikan city branding. Perubahan terhadap leverage faktor tersebut akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan aspek tata kelola. Secara detail nilai sensitivitas atribut aspek tata kelola dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 11.
46
Gambar 11 Nilai sensitivitas atribut aspek tata kelola yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Munculnya faktor pengungkit berupa badan/bagian dari pemerintah daerah yang mempromosikan city branding sebagai faktor pengungkit utama disebabkan karena tata kelola implementasi city branding perlu perhatian khusus dari pemerintah daerah. Badan yang mempromosikan city branding ini memiliki fokus program dalam rangka implementasi strategi city branding yang dicanangkan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, badan tersebut perlu dibentuk oleh pemerintah daerah. Status Keberlanjutan Aspek Manusia Hasil analisis Rap City Branding terhadap sembilan atribut berpengaruh pada aspek manusia dalam city branding, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “95,17”. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek hexagonal city branding, maka kondisi aspek manusia berada pada kategori sangat baik. Secara skematis status aspek manusia ataupun ordinasi aspek manusia dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 12.
47
Gambar 12 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek manusia dalam city branding shining Batu di Kota Batu Berdasarkan analisis leverage terhadap sembilan atribut aspek manusia diperoleh satu atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan aspek manusia yaitu: kreativitas sumber daya manusia lokal. Perubahan terhadap leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan aspek manusia. Secara detail nilai sensitivitas atribut aspek manusia dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 13.
48
Gambar 13 Nilai sensitivitas atribut aspek manusia yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Munculnya kreativitas sumber daya manusia lokal sebagai faktor pengungkit utama pada aspek manusia pada city branding Shining Batu di Kota Batu disebabkan karena sumber daya manusia lokal merupakan representasi dari kekhasan Kota Batu itu sendiri. Artinya masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam pengelolalan city branding tersebut. Hal tersebut menandakan bahwa sumber daya manusia Kota Batu perlu ditingkatkan kreativitasnya dalam melakukan city branding agar implementasi city branding mengalami peningkatan yang signifikan. Status Keberlanjutan Aspek Budaya dan Warisan Hasil analisis Rap City Branding terhadap tujuh atribut berpengaruh pada aspek budaya dan warisan dalam city branding, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “62,59”. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek heksagonal city branding, maka kondisi aspek budaya dan warisan berada pada kategori baik. Nilai indeks tersebut terhitung masih rentan dan dekat pada kondisi buruk yang berada pada kisaran nilai <50. Hal ini menunjukkan bahwa aspek budaya dan warisan dalam city branding di Kota Batu sudah mendukung implementasi program city branding shining Batu, namun perlu peningkatan lebih signifikan. Apabila kondisi aspek budaya dan warisan tidak dikelola atau dibiarkan seperti kondisi saat ini, maka akan berpengaruh terhadap keberlanjutan
49
aspek yang lain, sehingga pengelolaan city branding di Kota Batu semakin tidak berkelanjutan. Secara skematis status aspek budaya dan warisan ataupun ordinasi aspek budaya dan warisan dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek budaya dan warisan dalam city branding shining Batu di Kota Batu Berdasarkan analisis leverage terhadap tujuh atribut aspek budaya dan warisan diperoleh lima atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan aspek budaya dan warisan yaitu: (1) ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll) ; (2) orisinalitas warisan sejarah yang masih terjaga dan terawat; (3) adanya penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll); (4) adanya penghargaan kebudayaan yang pernah dicapai; dan (5) adanya revitalisasi tempat-tempat bersejarah (bangunan, candi, goa, dll). Perubahan terhadap kelima leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan aspek budaya dan warisan. Secara detail nilai sensitivitas atribut aspek budaya dan warisan dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 15.
50
Gambar 15 Nilai sensitivitas atribut aspek budaya dan warisan yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Munculnya atribut ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll) sebagai faktor pengungkit utama menunjukkan bahwa pemerintah Kota Batu perlu meningkatkan jumlah ketersediaan tempattempat hiburan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Kota Batu memiliki perhatian yang tinggi terhadap peningkatan budaya di Kota Batu. Atribut orisinalitas warisan sejarah yang masih terjaga dan terawat muncul sebagai faktor pengungkit kedua karena atribut tersebut jika dijaga dan dirawat dengan baik mampu menjadi daya tarik dan kekhasan Kota Batu. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan keaslian dari warisan sejarah menjadi tolak ukur dari pemerintah Batu dalam menjaga kelesatarian Kota nya. Terkait munculnya atribut adanya penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll) sebagai faktor pengungkit ketiga menunjukkan bahwa penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah masih menjadi perhatian masyarakat Kota Batu. Perubahan pada atribut ini memberikan pengaruh pada aspek budaya dan warisan di Kota Batu. Pemerintah Kota Batu perlu meningkatkan penampilan pertunjukan festival seni budaya daerah di Kota Batu. Munculnya atribut adanya penghargaan kebudayaan yang pernah dicapai sebagai faktor pengungkit menunjukkan bahwa penghargaan kebudayaan di Kota Batu masih belum baik. Oleh karena itu, pemerintah Kota Batu perlu
51
meningkatkan kegiatan kebudayaan Kota Batu guna berkompetisi dalam meraih penghargaan kebudayaan. Sedangkan munculnya atribut adanya revitalisasi tempat-tempat bersejarah (bangunan, candi, goa, dll) sebagai faktor pengungkit disebabkan karena belum optimalnya pemerintah Kota dalam melakukan revitalisasi peninggalan bersejarah yang dimiliki oleh Kota Batu tersebut. Status Keberlanjutan Aspek Ekspor Hasil analisis Rap City Branding terhadap delapan atribut berpengaruh pada aspek ekspor dalam city branding, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “90,46”. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek hexagonal city branding, maka kondisi aspek ekspor berada pada kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa atribut aspek ekspor dalam city branding di Kota Batu sangat mendukung implementasi program city branding shining Batu. Secara skematis status aspek ekspor ataupun ordinasi aspek ekspor dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek ekspor dalam city branding shining Batu di Kota Batu Berdasarkan analisis leverage terhadap delapan atribut aspek ekspor diperoleh satu atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan aspek ekspor yaitu: pengemasan dan kampanye promosi produk. Perubahan terhadap leverage
52
faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan aspek ekspor. Secara detail nilai sensitivitas atribut aspek ekspor dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 1.17
Gambar 17 Nilai sensitivitas atribut aspek ekspor yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Munculnya atribut pengemasan dan kampanye promosi produk sebagai faktor pengungkit utama pada aspek ekspor dalam city branding Shining Batu di Kota Batu disebabkan karena produk daerah yang dikemas dan dipromosikan dengan baik akan membuat daerah tersebut dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, daerah mampu meningkatkan perekonomian daerah. Pemerintah Kota Batu perlu meningkatkan cara pengemasan dan kampanye promosi produk secara lebih menarik lagi guna meningkatkan aspek ekspor tersebut. Status Keberlanjutan Aspek Investasi Hasil analisis Rap City Branding terhadap sepuluh atribut berpengaruh pada aspek investasi dalam city branding, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar “64,01”. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status aspek heksagonal city branding, maka kondisi aspek ekspor berada pada kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa atribut aspek investasi dalam city branding di Kota Batu sudah mendukung implementasi program city branding shining Batu, namun perlu
53
ditingkatkan lagi agar kondisi baik tersebut menjadi stabil. Nilai indeks keberlanjutan yang dicapai pada aspek investasi masih cukup rentan karena berdekatan dengan nilai indeks <50 yang merupakan kondisi buruk. Oleh karena itu, pemerintah Kota Batu perlu memberikan perhatian yang lebih pada setiap atribut pada aspek investasi ini. Secara skematis status aspek investasi ataupun ordinasi aspek investasi dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Nilai indeks dan status keberlanjutan aspek investasi dalam city branding shining Batu di Kota Batu Berdasarkan analisis leverage terhadap sepuluh atribut aspek investasi diperoleh tiga atribut yang sensitive terhadap tingkat keberlanjutan aspek investasi yaitu: (1) kecepatan pengurusan izin bagi investasi baru; (2) adanya kebijakan peningkatan investasi; (3) peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD) tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item) Insentif fiskal, penyederhanaan perizinan, penyediaan lokasi/lahan, dan ketenagakerjaan. Perubahan terhadap ketiga leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan aspek investasi. Secara detail nilai sensitivitas atribut aspek investasi dalam city branding di Kota Batu disajikan pada Gambar 19.
54
Gambar 19 Nilai sensitivitas atribut aspek investasi yang dinyatakan dalam perubahan root mean square (RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 Atribut kecepatan pengurusan izin bagi investasi baru muncul sebagai faktor pengungkit utama pada aspek investasi disebabkan karena para investor membutuhkan proses yang cepat dalam mengurus izin ketika ingin melakukan investasi di daerah tersebut. Oleh karena itu, cepat atau lambatnya birokrasi pemerintah Kota Batu dalam memberikan izin investasi akan berpengaruh terhadap peningkatan aspek investasi di Kota Batu. Terkait munculnya atribut adanya kebijakan peningkatan investasi sebagai faktor kedua menunjukkan bahwa atribut tersebut memiliki pengaruh yang besar pada aspek investasi. Kebijakan peningkatan investasi erat kaitannya dengan rencana implementasi kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah Kota Batu. Ketika pemerintah melakukan kebijakan peningkatan investasi dan didukung dengan adanya peraturan pemerintah, maka hal ini akan mampu meningkatkan aspek investasi di Kota Batu. Semakin meningkat posisi city branding Kota Batu, maka salah satu pengaruh yang diharapkan adalah meningkatnya investasi bagi pemerintah. Munculnya faktor pengungkit ketiga berupa peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD) tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item) Insentif fiskal, Penyederhanaan perizinan, Penyediaan lokasi/lahan, dan ketenagakerjaan pada
55
aspek investasi dalam city branding Shining Batu di Kota Batu karena peraturan terkait kemudahan berinvestasi akan meningkatkan jumlah investor di Kota Batu. Investasi yang menguntungkan Kota Batu akan mampu mendorong perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu membuat regulasi yang memudahkan investor-investor baru untuk melakukan investasi di Kota Batu. Status Keberlanjutan Multiaspek Hasil analisis Rap City Branding Kota Batu untuk enam aspek city branding di Kota Batu diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk masing-masing aspek heksagonal city branding sebagai berikut: a. Aspek kepemimpinan sebesar 83,71 berarti “Sangat Baik” (Indeks terletak > 75,00) b. Aspek tata kelola sebesar 96,59 berarti “Sangat Baik” (Indeks terletak >75,00) c. Aspek manusia sebesar 95,17 berarti “Sangat Baik” (Indeks terletak >75,00) d. Aspek budaya dan warisan sebesar 62,59 berarti “Baik” (Indeks terletak 50,0075,00) e. Aspek ekspor sebesar 90,46 berarti “Sangat Baik” (Indek terletak >75,00) f. Aspek investasi sebesar 64,01 berati “Baik” (Indeks terletak 50,00-75,00) Nilai indeks status keberlanjutan city branding Shining Batu di Kota Batu untuk keenam aspek divisualisasikan dalam bentuk diagram laba-laba (web diagram). Secara visual nilai indek status keberlanjutan yang ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20. Diagram laba-laba (web diagram) multidimensi city branding Kota Batu
56
Perbaikan terhadap atribut yang memberikan nilai sensitif tinggi dan berpengaruh negatif terhadap city branding di Kota Batu harus dilakukan dan ditingkatkan, sehingga nilai indeks dan status keberlanjutan meningkat. Untuk menjustifikasi apakah ke enam dimensi tersebut tetap berkelanjutan atau tidak, menurut Budiharsono (2007) tidak bisa dilihat dengan melakukan rataan dari ke enam dimensi tersebut, akan tetapi harus dilakukan uji pair wise comparison yang diperoleh dari penilaian pakar di bidang city branding. Dengan demikian, maka masing-masing indeks tersebut diverifikasi oleh pakar, sehingga diperoleh skor tertimbang. Penentuan nilai indeks dan status keberlanjutan multidimensi city branding di Kota Batu dilakukan dengan mengalikan nilai indeks setiap dimensi hasil analisis Rap-City Branding dengan penilaian bobot dimensi oleh pakar. Nilai indeks multidimensi city branding ditunjukkan oleh Tabel 6. Tabel 6 Nilai indeks multidimensi city branding di Kota Batu Dimensi Bobot Dimensi Nilai Indeks Nilai Indeks (%) Hasil Pembobotan Kepemimpinan 28,52 83,71 23,88 Tata Kelola 15,02 96,59 14,51 Manusia 15,80 95,17 15,04 Budaya dan 14,58 62,59 9,13 Warisan Ekspor 13,06 90,46 11,81 Investasi 13,02 64,01 8,33 Jumlah 100,00 82,69 Sumber: Hasil Analisis (2016) Berdasarkan hasil analisis data yang ditampilkan pada Tabel 6, nilai indeks multidimensi city branding di Kota Batu sebesar 82,69. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan dimensi city branding Shining Batu di Kota batu berada pada status “Sangat Baik”, karena memiliki nilai indeks multidimensi >75,00. Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS Uji validitas dengan analisis Monte Carlo, memperhatikan hasil analisis Monte Carlo dan analisis MDS pada taraf kepercayaan 95% diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan city branding di Kota Batu menunjukkan adanya selisih nilai rata-rata kedua analisis tersebut relatif kecil. Ini berarti bahwa model analisis MDS yang dihasilkan memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan city branding di Kota Batu. Perbedaan nilai yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam proses analisis dapat dihindari atau diminimalkan. Kesalahan yang disebabkan pemberian skoring pada setiap atribut. Variasi pemberian skoring yang bersifat multidimensi karena adanya opini yang berbeda relatif kecil, proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang relatif stabil, dan kesalahan dalam melakukan input data dan data yang hilang dapat dihindari. Analisis Monte Carlo ini juga dapat digunakan sebagai metoda simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak/galat (random error) dalam analisis statistik yang dilakukan terhadap seluruh dimensi (Kavanagh dan Pitcher. 2004).
57
Evaluasi pengaruh galat (Error) acak dengan menggunakan analisis Monte Carlo bertujuan untuk mengetahui: (a) pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut, (b) pengaruh variasi pemberian skor, (c) stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang, (d) kesalahan pemasukan atau hilangnya data (missing data), dan (e) nilai stress dapat diterima apabila <20%. Secara rinci hasil analisis Monte Carlo keenam dimensi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Perbedaan nilai indeks status keberlanjutan city branding analisis Rap-City Branding dengan analisis monte carlo Dimensi Analisis MDS Analisi Monte Perbedaan Carlo (MDS-MC) Kepemimpinan 83,71 80,65 3,06 Tata Kelola 96,59 93,32 3,27 Manusia 95,17 91,54 3,63 Budaya dan 62,59 62,34 0,25 Warisan Ekspor 90,46 87,19 3,27 Investasi 64,01 62,79 1,22 Sumber: Hasil Analisis (2016) Uji Ketepatan Analisis MDS (goodness of fit). Dari hasil analisis Rap City Branding Kota Batu diperoleh koefisien determinasi (R2) antara 95%-96% atau lebih besar dari 80% atau mendekati 100% berarti model pendugaan indeks keberlanjutan baik dan memadai untuk digunakan (Kavanagh, 2001). Nilai stress antara 0,13 – 0,14 atau selisih nilai stres sebesar 0,01. Nilai determinasi ini mendekati nilai 95-100% dan nilai stress 0,13 - 0,14 lebih kecil dari 0,20 atau 20%, sehingga model analisis MDS yang diperoleh memiliki ketepatan yang tinggi (goodness of fit) untuk menilai indeks keberlanjutan city branding di Kota Batu. Di dalam Rapfish, nilai stress dikatakan baik apabila nilainya di bawah 0,20 berarti nilai goodness of fit dalam MDS, yang menyatakan bahwa konfigurasi atribut dapat mencerminkan data asli nilai stress. Secara rinci Nilai Stress dan Koefisien Determinasi hasil analisis Rap-City Branding di Kota Batu disajikan pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Nilai stress dan koefisien deteminasi analisis Rap-City Branding dengan analisis monte carlo Dimensi Nilai Indeks Stress R2 Iterasi City Branding Kepemimpinan 83,71 0,13 0,95 2 Tata Kelola 96,59 0,13 0,96 2 Manusia 95,17 0,13 0,95 2 Budaya dan 62,59 0,14 0,95 2 Warisan Ekspor 90,46 0,13 0,95 2 Investasi 64,01 0,13 0,95 2 Sumber: Hasil Analisis (2016)
58
Faktor Pengungkit Hasil analisis Rap City Branding terhadap atribut keenam aspek keberlanjutan dari lima puluh delapan atribut yang dianalisis, maka diperoleh tiga belas atribut sensitif sebagai atribut pengungkit (leverage atribute). Secara rinci atribut pengungkit masing-masing aspek keberlanjutan city branding di Kota Batu disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Faktor pengungkit perdimensi keberlanjutan city branding di Kota Batu Aspek Faktor Pengungkit (Leverage Factor) RMS Kepemimpinan 1. Integritas kepala daerah 6,67 2. Kepala daerah membentuk badan/lembaga 6,67 kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding Tata Kelola 3. Adanya badan/bagian dari pemerintah daerah 3,42 yang mempromosikan city branding Manusia 4. Kreativitas sumber daya manusia lokal 4,83 Budaya dan 5. Ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain 5,50 Warisan museum, seni, musik, film, dll) 6. Orisinalitas warisan sejarah yang masih terjaga 5,19 dan terawat 7. Adanya penampilan pertunjukan-pertunjukan 4,71 festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll) 8. Adanya penghargaan kebudayaan yang pernah 4,62 dicapai 9. Adanya revitalisasi tempat-tempat bersejarah 4,37 (bangunan, candi, goa, dll). Ekspor 10. Pengemasan dan kampanye promosi produk 9,53 Investasi 11. Kecepatan pengurusan izin bagi investasi baru 7,33 12. Adanya kebijakan peningkatan investasi 4,77 13. Peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD) 4,66 tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item) Insentif fiskal, Penyederhanaan perizinan, Penyediaan lokasi/lahan, ketenagakerjaan Sumber: Hasil Analisis (2016) Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga belas atribut sebagai atribut pengungkit yang perubahannya dapat mempengaruhi secara sensitif terhadap peningkatan indeks status keberlanjutan. Atribut pengungkit ada yang perlu ditingkatkan kinerja dan sebagian yang lain perlu dipertahankan kinerja pengelolaannya, sehingga nilai indeks keberlanjutan dapat lebih ditingkatkan dan status keberlanjutan tetap menjadi lebih baik. Untuk meningkatkan nilai indeks dan status city branding di Kota Batu dari kondisi saat ini, maka perlu dilakukan intervensi terhadap atribut yang merupakan atribut kunci.
59
Skenario Strategi Pengelolaan City Branding “Shining Batu” Berkelanjutan Skenario pengelolaan city branding “Shining Batu” di Kota Batu dibangun berdasarkan atribut sensitive (leverage atribute) dari hasil analisis MDS (existing condition) dan diintervensi dengan kondisi yang mungkin terjadi di masa depan. Penyusunan skenario dalam penelitian ini diformulasikan menurut rentang waktu pelaksanaan yaitu: skenario Jangka Pendek-Menengah (0 s/d 5 tahun). Penentuan rentang waktu tersebut didasarkan pada masa jabatan kepala daerah (Walikota). Skenario strategi pengelolaan city branding berkelanjutan dilakukan melalui intervensi peningkatan nilai indeks keberlanjutan terhadap atribut sensitif dengan meningkatkan nilai skor sebesar 1 atau 2 skala atau skala maksimal dalam bentuk kebijakan operasional yang mungkin dapat diimplemetasikan pada skenario strategi tersebut, dengan pertimbangan rasionalitas, tingkat kemudahan pelaksanaan, kemampuan pendanaan dan ketersediaan SDM. Secara rinci perubahan nilai skoring atribut yang dapat diimplementasikan pada skenario Jangka Pendek-Menengah untuk peningkatan nilai indeks dan status keberlanjutan city branding disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Perubahan nilai skoring atribut kunci pada skenario Jangka PendekMenengah terhadap peningkatan nilai indeks dan status keberlanjutan city branding “Shining Batu” di Kota Batu Atribut Pengungkit Nilai Skor Skala Eksisting Skenario Jangka Pendek-Menengah Dimensi Kepemimpinan 1. Integritas kepala daerah 1 2 0-2 2. Kepala daerah membentuk 1 2 0-2 badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding Dimensi Tata Kelola 3. Adanya badan/bagian dari 1 2 0-2 pemerintah daerah yang mempromosikan city branding Dimensi Manusia 4. Kreativitas sumber daya 1 2 0-2 manusia lokal Dimensi Budaya dan Warisan 5. Ketersediaan tempat2 2 0-2 tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll) 6. Orisinalitas warisan 2 2 0-2 sejarah yang masih terjaga dan terawat
60
7. Adanya penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll) 8. Adanya penghargaan kebudayaan yang pernah dicapai 9. Adanya revitalisasi tempat-tempat bersejarah (bangunan, candi, goa, dll) Dimensi Ekspor 10. Pengemasan dan kampanye promosi produk Dimensi Investasi 11. Kecepatan pengurusan izin bagi investasi baru 12. Adanya kebijakan peningkatan investasi 13. Peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD) tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item) Insentif fiskal, Penyederhanaan perizinan, Penyediaan lokasi/lahan, ketenagakerjaan Sumber: Hasil Analisis (2016)
1
2
0-2
1
2
0-2
1
2
0-2
1
2
0-2
0
2
0-2
2
2
0-2
2
2
0-2
Hasil analisis Rap-City Branding terhadap atribut kunci yang tetap dipertahankan dan telah dilakukan penambahan skor untuk melihat seberapa besar peningkatan nilai indeks dan status keberlanjutan strategi city branding pada skenario jangka pendek-menengah dari kondisi saat ini. Nilai indeks keberlanjutan strategi pengelolaan city branding pada skenario jangka pendek dan menengah meningkat menjadi 95,24, sehingga status keberlanjutan strategi pengelolaan city branding Kota Batu pada skenario jangka pendek-menengah tetap berada pada status kondisi Sangat Baik. Secara rinci nilai indeks keberlanjutan keenam aspek hexagonal city branding pada kondisi eksisting dan skenario jangka pendekmenengah disajikan pada pada Tabel 11.
61
Tabel 11 Nilai indeks status keberlanjutan kondisi eksisting dan skenario jangka pendek-menengah strategi pengelolaan city branding di Kota Batu Dimensi Nilai Nilai Indeks Status Bobot Eksisting Skenario Jangka PendekTertimbang Menengah (%) MDS Bobot MDS Bobot Kepemimpinan 28,52 83,71 23,88 100 28,52 Tata Kelola 15,02 96,59 14,51 99,99 15,02 Manusia 15,80 95,17 15,04 100 15,80 Budaya dan 14,58 62,59 9,13 90,32 13,17 Warisan Ekspor 13,06 90,46 11,81 99,99 13,05 Investasi 13,02 64,01 8,33 74,34 9,68 Jumlah 100,00 82,69 95,24 Sumber: Hasil Analisis (2016) Keberhasilan dalam meningkatkan nilai indeks keberlanjutan city branding saat ini untuk jangka pendek-menengah akan sangat bergantung dari komitmen yang kuat dari stakeholder terutama pemerintah sebagai fasilitator dan regulator dalam pengelolaan city branding Shining Batu di Kota Batu. Namun demikian, diharapkan dengan meningkatkan strategi pengelolaan terhadap atribut kunci ini akan mendorong terjadinya perbaikan atribut lain, sehingga indeks dan status keberlanjutan strategi pengelolaan city branding secara keseluruhan berada pada posisi sangat baik. Secara detail posisi nilai indeks status keberlanjutan keenam aspek pengelolaan city branding pada kondisi eksisting dan skenario jangka pendek-menengah disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Diagram laba-laba (web diagram) multidimensi pada kondisi eksisting, skenario jangka pendek-menengah status keberlanjutan city branding “Shining Batu” di Kota Batu
62
Untuk memudahkan pembuatan kebijakan agar dapat meningkatkan perbaikan kinerja pengelolaan city branding berkelanjutan, maka diperlukan indikator keberhasilan perbaikan kinerja melalui peningkatan nilai skor atribut sensitif masing-masing dimensi keberlanjutan pengelolaan city branding di Kota Batu. Untuk skenario jangka pendek-menengah, perlu dilakukan perbaikan kinerja dalam pengelolaan city branding agar semakin lebih baik. Secara rinci indikator keberhasilan perbaikan kinerja melalui peningakatan nilai skor atribut sensitif skenario jangka pendek-menengah strategi pengelolaan city branding “Shining Batu” di Kota Batu disajikan pada Tabel 12 (Lampiran 4). Berdasarkan atribut atau faktor kunci dan indikator keberhasilan yang telah dirumuskan, maka disusun enam strategi implementasi pengelolaan city branding “Shining Batu” berkelanjutan di Kota Batu. Urutan prioritas strategi pengelolaan diformulasikan berdasarkan urutan dimensi yang memiliki nilai indeks terendah hingga dimensi yang memiliki nilai tertinggi. Adapun urutan prioritas dan strategi pengelolalaan city branding “Shining Batu” di Kota Batu adalah sebagai berikut: Strategi-1. Peningkatan Pengelolaan Budaya dan Warisan Keberlanjutan pengelolaan city branding “Shining Batu” di Kota Batu sangat ditentukan oleh aset budaya dan warisan yang menjadi ciri khas Kota Batu, meliputi: Ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll), perawatan dan penjagaan orisinalitas warisan sejarah, dan frekuensi penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll). Ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll) dalam aspek Budaya dan Warisan menjadi penting sebagai sarana masyarakat dalam meningkatkan cita rasa kebudayaannya. Meningkatkan dan menjaga tempat-tempat yang memiliki nilai budaya Kota yang tinggi menjadi kebutuhan bersama. Perawatan dan penjagaan orisinalitas warisan sejarah penting untuk dilakukan oleh pemerintah daerah, karena warisan sejarah mampu mencerminkan nilai dan kebanggaan terhadap daerah tersebut melalui pesan kesejarahan dan informasi yang terkandung di dalamnya. Frekuensi penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll) berguna untuk mempromosikan branding yang dimiliki oleh Kota, serta mampu meningkatkan jumlah pengunjung di Kota. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Kota dalam meningkatkan pertunjukan festival di daerah, antara lain: Meningkatnya penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll) Terintegrasinya jadwal penampilan pertunjukan dengan strategi implementasi city branding Koordinasi yang baik dengan stakeholder dalam melakukan penampilan pertunjukan agar memperhatikan dampak terhadap sektor yang lain Strategi-2. Peningkatan pengelolaan mekanisme Investasi Dimensi investasi dalm pengelolaan city branding merupakan salah satu dimensi yang berperan penting. City branding yang diimplementasikan
63
diharapkan mampu menumbuhkan iklim investasi di daerah dengan baik. Upayaupaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan iklim investasi, antara lain meliputi: mempercepat pengurusan izin bagi investasi baru, membuat kebijakan peningkatan investasi di daerah, dan penyusunan perda tentang kemudahan berinvestasi. Pemerintah daerah perlu menetapkan mekanisme pengurusan izin investasi yang cepat. Layanan pengurusan satu atap dan lama waktu pengurusan maksimal tiga hari diharapkan mampu menarik investor baru untuk masuk ke daerah. Selain itu, kebijakan peningkatan investasi dan peraturan daerah yang memudahkan investasi juga diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi. Peningkatan investasi ini diharapkan mampu mendongkrak pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Strategi-3. Penguatan Kepemimpinan Aspek kepemimpinan berkaitan erat terhadap keberhasilan city branding Kota Batu. Kepemimpinan merupakan input penting dalam proses city branding sehingga proses branding juga meliputi upaya memperkuat identitas dan membangun differensiasi pemimpin/kepala daerah demi menemukan positioning yang tepat agar memenangkan persaingan. Upaya city branding diharapkan terintegrasi dengan personal branding sosok pemimpin/kepala daerah. Inti dari kepemimpinan kepala daerah adalah integritas yang melekat dalam diri kepala daerah tersebut. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalm menguatkan aspek kepemimpinan pada city brdaning Kota Batu, antara lain meliputi integritas kepala daerah dan kepala daerah membentuk badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding. 1. Integritas Kepala Daerah Kepala daerah sebagai pemimpin dalam sebuah kota harus mampu menjaga nilai-nilai integritasnya. Integritas berkaitan erat dengan sikap dan nilai yang diyakini oleh kepala daerah. Kepala daerah yang lemah integritasnya akan memunculkan budaya korupsi dilingkungan kerjanya. Hal ini berdampak pada stigma negatif Kota tersebut. Oleh karena itu, dalam rangka mendorong city branding agar lebih optimal, Kepala Daerah perlu untuk menjaga integritas dan meningkatkan citra baiknya di kalangan masyarakat. Beberapa upaya yang perlu dilakukan oleh Kepala daerah antara lain: Kepala daerah menjaga citra dirinya di depan publik Kepala daerah tidak terindikasi tindak pidana korupsi Kepala daerah memiliki sikap transparan dalam penggunaan wewenang, jabatan, dan keuangan 2. Kepala daerah membentuk badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding Dalam implementasi city branding, pemerintah daerah perlu melakukan kerja sama dengan seluruh pihak. Badan kerjasama ini menjadi strategis karena diharapkan mampu mengkoordinir seluruh elemen yang memiliki peran-peran kunci dalam implementasi city branding di Kota Batu. Upayaupaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, antara lain:
64
Terbentuknya badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding Badan kerjasama bekerja secara efektif dan efisien Badan kerjasama memiliki jobdesk yang jelas dan mekanisme evaluasi serta pelaporan kepada kepala daerah Kedua hal tersebut perlu dipadukan dengan kemampuan pemerintah daerah menjalin kerjasama yang baik dengan media partner nasional. Media partner inilah yang kemudian memunculkan integritas kepala daerah dan kinerja efektif dari badan kerjasama yang dibentuk oleh pemerintah dalam melakukan implementasi city branding. Strategi-4. Penguatan Ekspor Kegiatan ekspor sudah menjadi hal yang tidak asing lagi di dunia perdagangan internasional. Hal tersebut merupakan hal yang menentukan apakah suatu daerah/negara sudah termasuk daerah/negara berkembang, maju, atau atau bahkan terbelakang. Kegiatan tersebut juga memperlihatkan tingkat perekonomian suatu daerah sehingga bisa diketahu daerah mana yang tingkat perekonomiannya tinggi dari kegiatan ekspor impor yang dilakukannya. Aspek ekspor merupakan salah satu dimensi yang penting dalam aktivitas city branding Kota Batu. Kegiatan ekspor akan memperluas pasar daerah dan memperkenalkan produk barang dan jasa yang dimiliki oleh daerah. Hal ini akan membuat daya saing produk daerah menjadi kompetitif dan berkembang. Selain itu, aktivitas ekspor akan meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat. Karena semakin luas pasar produk daerah, maka kegiatan produksi domesti juga mengalami peningkatan sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan semakin banyak. Salah satu hal yang perlu diupayakan oleh pemerintah daerah dalam menguatkan aspek ekspor city branding adalah pengemasan dan kampanye promosi produk. Pengemasan yang menarik dan kampanye promosi produk daerah bertujuan untuk memperkenalkan produk daerah ke seluruh lapisan masyarakat, baik Indonesia maupun mancanegara. Pemerintah daerah perlu melakukan pengemasan produk dan mempromosikannya dengan media yang menarik publik. Selain itu, pemerintah daerah perlu membuat standar pengemasan dan kampanye promosi produk agar sesuai dengan target audiens. Strategi-5. Peningkatan Kualitas dan Kreativitas SDM Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam melakukan percepatan pembangunan daerah, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam mengelola seluruh strategi pembanguan, termasuk pengelolaan city branding Shining Batu di Kota Batu. Rendahnya kualitas dan pengetahuan sumberdaya manusia terkait city branding membuat masyarakat memiliki daya kretaivitas yang rendah. Salah satu hal yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana meningkatkan kreativitas sumber daya manusia lokal di Kota Batu. Peningkatan kreativitas sumber daya manusia di Kota Batu melalui peningkatan pengetahuan dan cara berpikir diharapkan mampu membuat masyarakat Kota Batu menangkap peluang-peluang usaha kreatif. Semakin banyak peluang usaha kreatif yang muncul, maka akan meningkatkan jumlah industri kreatif di Kota Batu. Kreativitas sumber daya manusia juga akan semakin
65
menghasilkan produk-produk kreatif yang khas Kota Batu, dan diharapkan mampu menarik pengunjung di Kota Batu, baik dalam negeri maupun mancanegara. Strategi-6. Peningkatan Tata Kelola Peningkatan tata kelola yang mendukung city branding diharapkan mampu meningkatkan branding di daerah. Salah satu hal yang berkaitan dengan peningkatan tata kelola dalam implementasi city branding terdapatnya badan/bagian dari pemerintah daerah yang mempromosikan city branding. Implementasi program dan strategi city branding bukan merupakan kerjakerja instan, tapi merupakan pekerjaan yang panjang dan membutuhkan waktu puluhan tahun. Adanya badan atau bagian khusus yang bertugas mengelola dan mempromosikan city branding menjadi keharusan pemerintah daerah. Hal ini diharapkan agar target city branding berjalan secara efektif dan efisien. Beberapa hal yang perlu di lakukan oleh pemerintah daerah terkait badan yng mempromosikan city branding, antara lain: Membentuk bagian/badan khusus dari pemerintah daerah yang bertugas mengelola promosi city branding Menyusun dan mengimplementasikan sistem pengelolaan yang efektif dan efisien dari badan khusus yang mengelola promosi city branding Menyusun dan melaksanakan jadwal monitoring dan evaluasi setiap pencapaian target city branding Enam strategi yang telah dirumuskan tidak bisa diterapkan sekaligus pada waktu yang sama, perlu memperhatikan waktu, anggaran dana, dan sumber daya manusia yang tersedia di Kota Batu. Strategi pertama dan kedua menjadi fokus utama pemerintah batu untuk ditingkatkan pada jangka pendek. Sedangkan empat strategi yang lainnya bisa diterapkan pada jangka menengah. Hal ini disebabkan karena peningkatan aspek yang memiliki nilai indeks rendah menjadi perhatian utamanya. Implementasi terhadap strategi yang sudah disusun dapat meningkatkan kinerja city branding Kota Batu. Peningkatan kinerja city branding mampu meningkatkan daya saing Kota Batu. Hal tersebut bisa dilihat dari meningkatnya jumpal pendapatan daerah dan kesempatan kerja yang tinggi.
66
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Status pengembangan city branding “Shining Batu” di Kota Batu saat ini berada pada status Sangat Baik, karena memiliki nilai indeks multidimensi >75. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis Rap-City Branding multidimensi di Kota Batu yang memiliki nilai indeks sebesar 82,69. Analisis multidimensi tersebut dilakukan pada aspek hexagonal city branding, yang meliputi dimensi kepemimpinan, tata kelola, manusia, budaya dan warisan, ekspor, dan investasi. Hasil analisis Rap-City Branding terhadap atribut keenam dimensi keberlanjutan dari lima puluh delapan atribut yang dianalisis, maka diperoleh tiga belas atribut sensitif sebagai atribut pengungkit (leverage atribute) yang dapat mendorong peningkatan city branding “Shining Batu” di Kota Batu. Faktor pengungkit tersebut adalah integritas kepala daerah, kepala daerah membentuk badan/lembaga kerjasama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding, pemerintah daerah memiliki media partner nasional, adanya badan/bagian dari pemerintah daerah yang mempromosikan city branding, kreativitas sumber daya manusia lokal, ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll), orisinalitas warisan sejarah yang masih terjaga dan terawat, adanya penampilan pertunjukan-pertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll), adanya penghargaan kebudayaan yang pernah dicapai, adanya revitalisasi tempat-tempat bersejarah (bangunan, candi, goa, dll), pengemasan dan kampanye promosi produk, kecepatan pengurusan izin bagi investasi baru, adanya kebijakan peningkatan investasi, dan peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD) tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item) insentif fiskal, penyederhanaan perizinan, penyediaan lokasi/lahan, ketenagakerjaan. Strategi pengembangan city branding pada skenario jangka pendekmenengah berada pada status sangat baik, karena memiliki nilai indeks multidimensi sebesar 95,24. Strategi pengembangan city branding ditentukan oleh peran atribut sensitif yang memberikan peningkatan nilai indeks pengembangan tersebut. Adapun strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai status city branding “Shining Batu” adalah peningkatan pengelolaan budaya dan warisan, peningkatan pengelolaan mekanisme investasi, penguatan kepemimpinan, peningkatan kualitas dan kreativitas SDM, penguatan ekspor, dan peningkatan tata kelola. Implementasi strategi tersebut dapat meningkatkan city branding yang akan berdampak pada peningkatan daya saing Kota Batu. Saran Pemerintah Kota Batu diharapkan dapat mengimplementasikan strategi pengembangan city branding “Shining Batu” sesuai dengan hasil yang diperoleh. Perlu diprioritaskan perbaikan dimensi keberlanjutan dari hexagonal city branding yang memiliki indeks keberlanjutan kurang berkelanjutan dimulai dari peningkatan pengelolaan budaya dan warisan, peningkatan pengelolaan
67
mekanisme investasi, penguatan kepemimpinan, peningkatan kualitas dan kreativitas SDM, penguatan ekspor , dan peningkatan tata kelola. Perlu kebijakan dan komitmen dari pemerintah daerah dalam melakukan perbaikan terhadap atribut kunci tersebut untuk dapat meningkatkan nilai indeks dan status keberlanjutan pengembangan city branding “Shining Batu” di Kota Batu. Selain itu, pemerintah kota Batu perlu menggencarkan promosi slogan shining Batu, karena masyarakat kurang mengenal brand shining Batu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah P, Alisjahbana A, Effendi N, Boediono. 2002. Daya Saing Daerah: Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, BPFE Yogyakarta. Anholt S. 2006. The Anholt City Brand Index, How The World Views It’s CitiesSecond Edition. Global Market Insite,Inc. Anholt S. 2007. Competitive Identity. London: Pagrave Macmillan. Badan Pusat Statistika. 2014. Kota Batu Dalam Angka 2014. BPS. Batu Badan Pusat Statistika. 2015. Kota Batu Dalam Angka 2015. BPS. Batu Baker M, Cameron E. 2008. Critical Success Factors In Destination Marketing, Tourism And Hospitality Research. Vol. 8, No. 2. Bappeda. 2013. Kajian City Branding Kota Batu. Bappeda. Batu Bappenas. 2010. Manual Penentuan Status dan Faktor Pengungkit PEL. Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Deputi Pengembangan City dan Otonomi Daerah. Bappenas. Jakarta Blakely EJ. Green LN. 2010. Planning Local Economic Development:Theory and Practice (Fourth Edition). Washington: Sage. Budiharsono S. 2015. Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah Untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah. Bogor Buhalis D. 2000. Marketing The Competitive Destination Of The Future. Journal Of Tourism Management. Vol. 22. Drucker, Peter F. 1988. Management: Task, Responsibilities, Practices, London: Butterworth and Heinemman Florek M, Insch A, Gnoth J. 2008. The trademark protection of country brands: Insights from New Zealand. Journal of Place Management and Development Freire JR. 2007. Local People A Critical Dimension For Place Brands’. Journal of Brand Management. Gardyn R. 2002. Packaging Cities; American Demographics, 01-01-2002, Packaging Cities Volume: 24: IISSN: 01634089 01-01-2002. Handani K. 2010. City Branding “Solo, The Spirit of Java” (Suatu Tinjauan dari Aspek Hak Kekayaan Intelektual) [Tesis]. Universitas Diponegoro. Semarang Hall D. 2002. Branding And National Identity: The Case Of Central And Eastern Europe, Destination Branding: Creating The Unique Destination Proposition (2002, 1st Edt). Elseiver Ltd. Oxford. Helmi S. 2007. Wahana Hijau - City Branding: Strategi Memasarkan Daerah. Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah Vol.2 No.3. Medan
68
Johnson RA, Wichern, 1988. Applied Multivariate Statistical Analysis. Englewood Cliffs. English. Kartajaya H, dkk. 2005. Attracting Tourists, Traders, Investors: Strategi Memasarkan Daerah di Era Otonomi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama Keller, Kevin L. 2003. Strategic Brand Management. 2nd Edition. New Jersey: Prentive Hall. Ketter E, Avraham E. 2012. The social revolution of place marketing: The growing power of users in social media campaigns. Place Branding and Public Diplomacy Knox S, Bickerton D. 2003. The Six Conventions Of Corporate Branding, European Journal Of Marketing, Vol. 37, No. 7 – 8. [LAKIP] 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kota Batu Legendre L, 1983. Numerical ecology. Develop. Environ. Model. V. 3. Elsevier. and Ecologic numerique, 2e ed. Tome 2: La structure des don&es ecologiques. Collect. Ecol. 13. Masson. Lengyel I. 2007. Economic growth and competitiveness of Hungarian citys (Economic development strategies for different types of citys). CERS. Technical University of Košice. Magnadi RH, Indriani F. 2011. Sosial, Ekonomi, dan Humaniora [Prosiding]. ISSN 2089-3590 Moilanen, Teemu, Rainisto. 2009. How to Brand Nations, Cities and Destinations, A Planning Book for Place Branding. USA: Palgrave Macmillan. Morgan N, Pritchard A, Pride R. 2004, Destination Branding: Creating The Unique Destination Proposition, Second Edition, London: Elseiver Butterworth-Heinemann. Morgan N, Pritchard A. 2005. Promoting Niche Destination Brands: Case Studies Of New Zealand And Wales. Journal Of Promotion Management, Vol. 12. Pfefferkorn WJ. 2005. Branding of Cities: Exploring City Branding and the Importanceof Brand Image [Thesis]. Syracuse University. New York. Porter ME. 1998. The Competitive Advantage of Nations. Macmilan Press Ltd. London. Raubo A. 2010. City Branding and its Impact on City’s Attractiveness for External Audiences [Thesis]. Erasmus University Rotterdam. Ritchie JR, Brent, Robin JB, Ritchie. 1998. The Branding Of Tourism Destination: Past Achievements And Future Challenges. Proceedings Of The 1998 Annual Congress Of The International Assosiation Of Scientific Experts In Tourism, Destination Marketing: Scopes And Limitations, Edited By Peter Keller. Marrakech, Morocco: International Association Of Scientific Experts In Tourism. Riyadi. 2009. Fenomena City Branding Pada Era Otonomi Daerah. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan, Vol. 5, No. 1. Semarang Roostika R. 2012. Citra Merek Tujuan Pariwisata Dan Perilaku Wisatawan: Yogyakarta Sebagai Daerah Tujuan Wisata, Jurnal Manajemen Dan Akuntansi. Sirojuzilam. 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional, Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Pustaka Bangsa Press.
69
Situmorang SH. 2008. Wahana Hijau- Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.2. Medan Sugiarsono J. 2009. City branding Bukan Sekedar membuat Logo dan Slogan. Majalah SWA. Jakarta. Wandari LA, dkk. 2014. Pengaruh City Branding “Shining Batu” Terhadap City Image dan Keputusan Berkunjung Wisatawan ke Kota Batu Tahun 2014. Jurnal Administrasi Bisnis [JAB] Vol. 16 No. 1. Malang
70
LAMPIRAN
71
Lampiran 1
Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor Jl. kamper wing 5 level 4, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Telephone/fax: (0251) 8629342 Email:
[email protected]
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM CITY BRANDING A.
IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin :
B.
3. Umur
:
4. Pendidikan
:
5. Pekerjaan
:
6. Jabatan
:
7. Instansi
:
8. Alamat
:
DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana anda menjelaskan makna/filosofi inti dari identitas merek/brand “Shining Batu” di Kota Batu? 2. Siapa target pasar dari ide merek/brand Kota Batu? 3. Apakah merek/brand Kota Batu tersebut selaras dengan strategi pembangunan daerah? 4. Untuk berapa lama merek/brand “Shining Batu” menjadi subjek dalam pembangunan daerah? 5. Bagaimana proses perencanaan merek/brand “Shining Batu” tersebut? 6. Bagaimana keterlibatan masyarakat, dunia usaha, serta akademisi dalam proses perencanaan brand tersebut? 7. Apa saja tantangan/masalah yang dihadapi ketika merencanakan city branding tersebut? 8. Dapatkan proses perencanaan city brand ditingkatkan? Kira-kira bagian mana yang perlu mencapai kondisi ideal? 9. Jelaskan bagaimana proses implementasi brand “shining Batu”?
72
10. Apakah ada organisasi/dinas khusus yang mengelola proses implementasi brand “shining Batu”? 11. Apa saja tantangan/masalah yang dihadapi dalam implementasi brand “shining batu” tersebut? 12. Dapatkah proses implementasi brand “shining batu” saat ini ditingkatkan? Bagaimana seharusnya peningkatan implementasi tersebut? 13. Bagaimana proses pengawasan kinerja city brand “shining batu”? seberapa sering mengevaluasi proses perencanaan/implementasi city brand “shining Batu”? 14. Dapatkan sistem pengawasan kinerja city brand saat ini ditingkatkan? Bagaimana kondisi idealnya? 15. Bagaimana kesuksesan yang dicapai city brand “shining batu” dibandingkan merek daerah lain (ex: malang. Surabaya, dan sekitarnya? 16. Merek/brand seperti apa yang anda anggap terbaik bagi pasar daerah anda? 17. Apakah anda tahu kota yang gagal dalam menerapkan merek/brand daerahnya? 18. Apa indikator merek/brand daerah baik? Apa perbedaan sebuah merek/brand daerah di katakan baik atau buruk? 19. Bagaimana seharusnya sukses kinerja city brand diukur? Indikator apa yang dapat digunakan untuk mengevaluasi merek/brand daerah dibandingkan dengan merek daerah lain? 20. Apa kompetensi inti yang diperlukan dalam mengembangkan dan mempertahankan kesuksesan kinerja merek daerah? Apa pilar kesuksesan ketika mengembangkan merek/brand untuk daerah/kota? Apakah Proses/kegiatan? Organisasi? Kemampuan/pengetahuan? Sumber daya? Yang lainnya? 21. Ada banyak definisi tentang merek/brand daerah. Bagaimana anda mendefinisikan tentang konsep merek/brand daerah? 22. Selain anda sendiri, adakah orang lain yang memiliki wawasan tentang perencanaan dan manajemen merek/brand daerah?
73
Lampiran 2
Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper wing 5 level 4, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Telephone/fax: (0251) 8629342 Email:
[email protected]
Bapak/Ibu/Sdr yang terhormat, Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul ”Strategi City Branding “Shining Batu” Untuk Meningkatkan Daya Saing Kota Batu”. Penelitian ini dilakukan untukmemenuhi syarat kelulusan pada Departemen Manajemen Pembangunan daerah,Institut Pertanian Bogor. Saya sangat mengharapkan kerjasama dari BapakIbu/Sdr untuk meluangkan waktu mengisi sejumlah pertanyaan dalam kuesioner yang telah saya buat guna melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Untuk itu sangat diharapkan BapakIbu/Sdr dapat memberikan informasi yang akurat dan jujur, sehingga informasi yang disajikan dapat dipertanggungjawabkan. Saya menjamin kerahasiaan identitas bapak/ibu/sdr dan jawaban yang diberikan. Atas perhatian dan kerjasama yang baik dari BapakIbu/Sdr, saya ucapkan terima kasih.
Bogor, 05 Desember 2015 Peneliti
(Bayu Candra Winata)
Petunjuk Pengisian :
1. Mohon diisi kolom Nilai dengan memperhatikan kolom Skala yang telah dibuat. 2. Daftar pertanyaan berikut mohon diisi dengan kondisi yang sebenarnya atau menurut pengetahuan Bapak/Ibu/Saudara.
74
A.
IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin : 3. Umur
:
4. Pendidikan
:
5. Pekerjaan
:
6. Jabatan
:
7. Instansi
:
8. Alamat
: KUESIONER PENENTUAN NILAI INDIKATOR ASPEK HEKSAGONAL CITY BRANDING
No.
1.
2. 3.
Indikator Aspek Kepemimpinan Adanya alokasi anggaran dari pemerintah daerah untuk melaksanakan city branding Adanya rencana strategis city branding dimasukkan dalam RPJMD Integritas kepala daerah
4.
Kepala daerah menjadi duta utama dalam menerapkan city branding dalam setiap kunjungan kerja
5.
Pemerintah daerah memiliki media partner nasional
6.
Pemerintah daerah memiliki media promosi city branding (dalam website, film, dll)
Skala
Buru k
Baik
0= Tidak ada 1= Ada
0
1
0= Tidak ada 1= Ada 0= Terlibat korupsi 1= Tidak terindikasi korupsi 2= Tidak terindikasi korupsi dan citra baik 0= Tidak pernah berbicara city branding dalam kujungan kerja 1= Selalu mempromosikan city branding nya 0= Tidak ada 1= Ada, tapi hanya satu media (koran atau tv nasional) 2= Ada dan lebih dari satu media nasional 0= Tidak ada 1= Ada, tapi hanya website saja 2= Ada, baik wesite, film,
0
1
0
2
0
1
0
2
0
2
Nila i
75
7.
8.
9.
10.
Kepala daerah membentuk Badan/Lembaga kerja sama lintas sektoral dan elemen dalam implementasi strategi city branding Kepala daerah melibatkan seluruh stakeholders dalam proses perencanaan city branding
Kepala daerah membangun kerja sama lintas daerah/kota dalam city branding
Aspek Tata Kelola Proses pelayanan mengurus administrasi publik: 1. Sederhana
maupun lainnya 0= Tidak membentuk 1= Ada terbentuk namun belum efektif 2= Ada dan efektif 0= Tidak melibatkan 1= Melibatkan seluruh stakeholder baik swasta maupun masyarakat
0
2
0
1
0= Tidak ada kerja sama 1= Ada kerja sama, tapi hanya satu daerah 2= Ada kerja sama dengan lebih dari satu daerah
0
2
0 = 0 – 1 aspek 1 = 2 – 3 aspek 2 = 4 aspek
0
2
0 = Tidak ada 1 = Ada, tapi belum efektif 2 = Ada dan efektif 0= buruk 1= sedang 2= baik 0 = tidak ada 1 = ada tetapi tidak efektif 2 = ada dan efektif 0 = 0 – 1 aspek 1 = 2 – 3 aspek 2 = 4 aspek
0
2
0
2
0
2
0
2
0 = 0 – 1 aspek 1 = 1 – 2 aspek 2 = 3 aspek
0
2
2. Jelas 3. Terjangkau 4. Cepat 11.
12.
Adanya badan/bagian dari pemerintah daerah yang mempromosikan city branding Fasilitas umum dan fasilitas sosial
13.
Restrukturisasi organisasi pemerintah
14.
Pengelolaan pemerintahan dilakukan dengan: 1. Bertanggung jawab 2. Transparan 3. Responsif 4. Partisipatif
15.
Birokrasi pemerintahan dilakukan dengan: 1. Efektif
76
2. Efisien 3. Adil 16.
Kualitas pelayanan kesehatan
17.
Kualitas fasilitas pendidikan
18.
Sarana transportasi
19.
Infrastruktur komunikasi
20.
Ketersediaan taman kota, ruang hijau terbuka dan fasilitas olahraga
21.
Infrastruktur energi dan ketersediaan air bersih
22.
Kualitas lingkungan dan pemukiman
23.
Akses ke pelabuhan udara dan laut
24.
Keamanan (konflik sosial, premanisme, penjarahan, buruh mogok, demo anarkis)
25.
Aspek Manusia Sumber daya manusia lokal bersikap 1. Hangat 2. Terbuka 3. Bersahabat 4. Tidak menunjukkan prasangka negatif terhadap
0= buruk 1= sedang 2= baik 0= buruk 1= sedang 2= baik 0 = tidak tersedia 1 = tersedia namun tidak memadai 2 = tersedia dengan kualitas baik 0 = tidak tersedia 1 = tersedia kualitas rendah 2 = tersedia kualitas baik 0 = tidak tersedia 1 = tersedia namun tidak memadai 2 = tersedia dengan kualitas baik 0 = tidak tersedia 1 = tersedia kualitas rendah 2 = tersedia kualitas baik 0= buruk 1= sedang 2= baik 0 = sulit 1 = mudah 0 = Tidak ada 1 = ada intesitas 2x/thn 2 = ada intensitas > 2x/th
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
1
2
0
0 = 0 – 1 aspek 1 = 2 – 3 aspek 2 = 4 aspek
0
2
77
pendatang 26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
Etos kerja sumber daya manusia (SDM)
0= SDM lokal tidak terbiasa berusaha/bekerja pada kegiatan city branding 1=SDM sudah terbiasa berusaha/bekerja pada kegiatan city branding Toleransi sumber daya manusia lokal 0= buruk terhadap pendatang 1= sedang 2= baik Kemampuan komunikasi dan berbagi 0= buruk kebudayaan masyarakat 1= sedang 2= baik Masyarakat terlibat dalam 0= tidak terlibat memberikan kenyamanan dan 1= terlibat tapi tidak optimal keamanan 2= terlibat dengan optimal Kemampuan masyarakat 0= buruk menampilkan diri 1= sedang 2= baik Kemudahan berkenalan dan berbaur 0= buruk masyarakat lokal 1= sedang 2= baik Pengetahuan masyarakat tentang 0= buruk kota dan budayanya 1= sedang 2= baik Kreatifitas sumber daya manusia 0= tidak kreatif lokal 1= cukup kreatif 2= kreatif Aspek Budaya dan Warisan Adanya revitalisasi tempat-tempat 0= tidak ada bersejarah yang tersedia (antara lain 1= ada, intensitas 1x/tahun bangunan, candi, goa, dll) 2= ada, intensitas >1x/tahun Pendataan, inventarisasi dan 0= tidak ada dokumentasi ragam seni budaya 1= ada, tapi tidak lengkap yang tersedia daerah 2= ada, lengkap Adanya penampilan pertunjukan0= tidak ada pertunjukan festival/parade seni 1= ada, intensitas 1x/tahun budaya daerah (musik, sastra, dll) 2= ada, intensitas >1x/tahun Adanya penghargaan kebudayaan 0= tidak ada yang pernah dicapai 1= ada, intensitas 1x/tahun 2= ada, intensitas >1x/tahun Ketersediaan tempat-tempat hiburan 0 = tidak tersedia (antara lain museum, seni, musik, 1 = tersedia namun tidak film, dll) memadai 2 = tersedia dengan kualitas baik
0
1
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
78
39.
Orisinalitas warisan sejarah yang masih terjaga dan terawat
40.
Jaminan kualitas hidup untuk tinggal di daerah tersebut
41.
Aspek Ekspor Harga produk yang dimiliki
42.
Variasi produk yang dimiliki
43.
Pengemasan dan kampanye promosi produk
44.
Ekspor produk daerah memiliki ciri khas tertentu dalam ingatan konsumen (kota wisata, apel, atau yang lain) Persepsi tentang nilai dan sejarah kota
45.
46.
Daya tahan, Keandalan, dan fitur pendukung produk
47.
Pertumbuhan dan keberlanjutan ekonomi
48.
Kualitas pelayanan jasa
49.
50.
Aspek Investasi Kepastian berusaha dan hukum (antara lain izin lokasi usaha, persaingan usaha, peradilan niaga)
Pusat pelayanan investasi dengan Jasa layanan konsultasi investasi
0= tidak terjaga dan tidak terawat 1= terjaga dan terawat, tapi kurang baik 2= terjaga dan terawat dengan baik 0= buruk 1= sedang 2= baik
0
2
0
2
0= tidak kompetitif 1= Cukup kompetitif 2= Kompetitif 0= tidak bervariasi 1= Cukup Bervariasi 2= Banyak Variasi 0= buruk 1= sedang 2= baik 0= Tidak tercirikan 1= tercirikan tapi belum kuat 2= tercirikan dengan kuat 0= buruk 1= sedang 2= baik 0= buruk 1= sedang 2= baik 0= buruk 1= sedang 2= baik 0= buruk 1= sedang 2= baik
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0
2
0 = tidak ada (sering terjadi perubahan kebijakan, lemahnya penegakan hukum) 1 = ada (tidak terjadi perubahan kebijakan, ada penegakan hukum) 0 = tidak tersedia 1 = tersedia namun layanan tidak memadai 2 = tersedia dan
0
1
0
2
79
51.
Peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD) tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item): 1. Insentif fiskal
layanan memadai 0 = 0 - 1 item peraturan 1 = 2 - 3 item peraturan 2 = ≥ 4 item peraturan
0
2
0
2
0
2
0
1
0
2
0
2
0
2
0
2
2. Penyederhanaan perizinan 3. Penyediaan lokasi/lahan 4. ketenagakerjaan 52.
53.
54. 55.
56.
57.
58.
Adanya kebijakan peningkatan investasi
0 = tidak ada 1 = ada tetapi tidak efektif 2 = ada dan efektif Informasi prospek bisnis dan peluang 0 = tidak tersedia investasi (booklet, buku, leaflet, 1 = tersedia tetapi official website) kurang informatif/lengkap/tida k mutakhir 2 = tersedia dan informatif, lengkap dan mutakhir Insentif pemda dalam bentuk 0 = tidak ada keringanan biaya perizinan 1 = ada Kecepatan pengurusan izin bagi 0 = Lebih dari 12 hari investasi baru 1 = 10 – 12 hari (standard SPM) 2 = Kurang dari 10 hari Kelembagaan investasi 0 = belum ada 1 = sudah ada, tapi belum efektif 2 = sudah ada dan efektif Promosi investasi di dalam negeri 0 = tidak ada 1 = ada, tapi belum maksimal 2 = ada dan maksimal Promosi investasi di luar negeri 0 = tidak ada 1 = ada, tapi belum maksimal 2 = ada dan maksimal
80
Lampiran 3
Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor Jl. kamper wing 5 level 4, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Telephone/fax: (0251) 8629342 Email:
[email protected]
Bapak/Ibu/Sdr yang terhormat, Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul ”Strategi City Branding “Shining Batu” Untuk Meningkatkan Daya Saing Kota Batu”. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Manajemen Pembangunan daerah, Institut Pertanian Bogor. Saya sangat mengharapkan kerjasama dari BapakIbu/Sdr untuk meluangkan waktu mengisi sejumlah pertanyaan dalam kuesioner yang telah saya buat guna melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Untuk itu sangat diharapkan BapakIbu/Sdr dapat memberikan informasi yang akurat dan jujur, sehingga informasi yang disajikan dapat dipertanggungjawabkan. Saya menjamin kerahasiaan identitas bapak/ibu/sdr dan jawaban yang diberikan. Atas perhatian dan kerjasama yang baik dari BapakIbu/Sdr, saya ucapkan terima kasih.
Bogor, 05 Desember 2015 Peneliti
(Bayu Candra Winata)
Petunjuk Pengisian :
1. Mohon diisi kolom Nilai dengan memperhatikan kolom Skala yang telah dibuat. 2. Daftar pertanyaan berikut mohon diisi dengan kondisi yang sebenarnya atau menurut pengetahuan Bapak/Ibu/Saudara.
81
A. IDENTITAS RESPONDEN 1.
Nama
:
2.
Jenis Kelamin :
3.
Umur
:
4.
Pendidikan
:
5.
Pekerjaan
:
6.
Jabatan
:
7.
Instansi
8.
Alamat
: : KUESIONER PENENTUAN BOBOT ASPEK HEKSAGONAL CITY BRANDING
Tata Cara Wawancara a. Tanyakan kepada responden urutan mana yang paling penting (menjadi prioritas) aspek Heksagonal city branding (Kepemimpinan, Tata Kelola, Manusia, Budaya dan Warisan, Ekspor, Investasi) di Kota Batu, yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kemudian taruh urutan prioritas tersebut pada Tabel 1. b. Lakukan perbandingan berpasangan antara ke 6 aspek Heksagonal city branding tersebut dengan menggunakan Angka Skala Saaty seperti yang disajikan pada Tabel 2, dengan langkah-langkah sebagaiberikut: 1. Langkah 1 Perbandingan antar Aspek Nilai Kepemimpinan dengan Tata Kelola Kepemimpinan dengan Manusia
Nilai
82
Kepemimpinan dengan Budaya dan Warisan Kepemimpinan dengan Ekspor Kepemimpinan dengan Investasi 2. Langkah 2 Perbandingan antar Aspek Nilai
Nilai
Tata Kelola dengan Manusia Tata Kelola dengan Budaya dan Warisan Tata Kelola dengan Ekspor Tata Kelola dengan Investasi 3. Langkah 3 Perbandingan antar Aspek Nilai
Nilai
Manusia dengan Budaya dan Warisan Manusia dengan Ekspor Manusia dengan Investasi 4. Langkah 4 Perbandingan antar Aspek Nilai
Nilai
Budaya dan Warisan dengan Ekspor Budaya dan Warisan dengan Investasi 5. Langkah 5 Perbandingan antar Aspek Nilai
Nilai
Ekspor dengan Investasi
c. Kemudian nilai-nilai di atas diisikan ke dalam Tabel 1. d. Perhatikan: Konsistensi dalam pengisian nilai-nilai di atas. Contoh:Kalau A > B dan B > C, maka A > C e. Isilah matriks dibawah ini dengan cara sebagai berikut: • Masukkan nilai dari point b dari langkah satu sampai langkah 5 • Apabila atribut baris yang dibandingkan dengan atribut kolom lebih tinggi urutan prioritasnya, maka nilainya adalah bilangan bulat. Tetapi apabila atribut baris yang dibandingkan denganatribut kolom lebih rendah prioritasnya, maka nilainya adalah pecahan, yaitu 1/nilai yang ditentukan dari kuesioner di atas.
83
Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan Urutan Prioritas Atribut/Aspek
Kepemimpinan Tata
Manusia Budaya
Kelola
Ekspor Investasi
dan Warisan
Kepemimpinan 1 Tata Kelola
1
Manusia
1
Budaya dan
1
Warisan Ekspor
1
Investasi
1
Tabel 2. Skala Angka Saaty Intensitas/
Definisi
Keterangan
Sama pentingnya
Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama
Pentingnya 1
kepada tujuan 3
Perbedaan penting yang
Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu
lemah antara yang satu
lebih disukai daripada yang lain
terhadap yang lain 5
Sifat lebih pentingnya
Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian
Kuat (cukup penting)
yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain
7
Menunjukkan sifat
Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan
sangat penting
dengan yang lain,dominasinya tampak dalam kenyataan
9
Ekstrim penting
Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai
2, 4, 6, 8
Nilai tengah diantara
Diperlukan kesepakatan (kompromi)
84
dua penilaian Resiprokal Jika aktivitas
Asumsi yang masuk akal
i,dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya Rasional
Rasio yang timbul dari
Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan
skala
sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks
85
Lampiran 4 Tabel 1.12 Indikator keberhasilan peningkatan nilai skor atribut sensitif pada skenario jangka pendek-menengah strategi pengelolaan city branding “Shining Batu” Atribut Pengungkit Perubahan Indikator Keberhasilan Nilai Skor Nilai Skenario Skor Jangka Eksisting PendekMenengah Dimensi Kepemimpinan Integritas kepala daerah 1 2 Kepala daerah menjaga citra dirinya di depan publik Kepala daerah tidak terindikasi tindak pidana korupsi Kepala daerah memiliki sikap transparan dalam penggunaan wewenang, jabatan, dan keuangan Kepala daerah membentuk 1 2 Terbentuknya badan/lembaga kerjasama lintas badan/lembaga sektoral dan elemen dalam kerjasama lintas implementasi strategi city sektoral dan elemen branding dalam implementasi strategi city branding Badan kerjasama bekerja secara efektif dan efisien Badan kerjasama memiliki jobdesk yang jelas dan mekanisme evaluasi serta pelaporan kepada kepala daerah Dimensi Tata Kelola Adanya badan/bagian dari 1 2 Terdapat pemerintah daerah yang bagian/badan khusus mempromosikan city branding dari pemerintah daerah yang bertugas mengelola promosi city branding Terdapat sistem pengelolaan yang
86
Dimensi Manusia Kreativitas sumber daya manusia lokal
1
2
Dimensi Budaya dan Warisan Ketersediaan tempat-tempat hiburan (antara lain museum, seni, musik, film, dll) Orisinalitas warisan sejarah yang masih terjaga dan terawat Adanya penampilan pertunjukanpertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll)
Meningkatnya usaha kreatif masyarakat Kota Batu Mampu menangkap peluang usaha kreatif di Kota Batu
2
2
-
2
2
-
1
2
Adanya penghargaan kebudayaan yang pernah dicapai
efektif dan efisien dari badan khusus yang mengelola promosi city branding Terdapat jadwal monitoring dan evaluasi setiap pencapaian target city branding
1
2
Meningkatnya penampilan pertunjukanpertunjukan festival/parade seni budaya daerah (musik, sastra, dll) Terintegrasinya jadwal penampilan pertunjukan dengan strategi implementasi city branding Koordinasi yang baik dengan stakeholder dalam melakukan penampilan pertunjukan agar memperhatikan dampak terhadap sektor yang lain Peningkatan intensitas jumlah pengahargaan yang dicapai dalam satu tahun
87
Adanya revitalisasi tempat-tempat bersejarah (bangunan, candi, goa, dll)
1
2
Dimensi Ekspor Pengemasan dan promosi produk
kampanye
1
2
Dimensi Investasi Kecepatan pengurusan izin bagi investasi baru
0
2
Produk Kota Batu dikemas dan dipromosikan dengan baik menggunakan media yang menarik publik Terdapat standar pengemasan dan kampanye promosi produk
2
2
Terdapat layanan pengurusan izin bagi investasi baru dengan layanan satu atap Pengurusan izin maksimal 3 hari kerja -
2
2
-
Adanya kebijakan peningkatan investasi Peraturan (Perda/perkada/SK Ka. SKPD) tentang kemudahan investasi dalam bentuk (item) Insentif fiscal, Penyederhanaan perizinan, Penyediaan lokasi/lahan, ketenagakerjaan.
Jumlah kompetisi yang diikuti meningkat dari tahun sebelumnya Terdapat jadwal revitaslisasi tempat bersejarah lebih dari satu kali dalam setahun Integrasi stakeholder dalam revitalisasi tempat-tempat bersejarah tersebut
88
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Sukamaju, Kabupaten Mukomuko-Bengkulu pada tanggal 31 Oktober 1990 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Masno dan Ibu Kartini. Pendidikan formal penulis diawali pada tahun 1995 di SD Desa Sukamaju. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 14 Teras Terunjam pada tahun 2001-2004 dan SMA Negeri 1 Mukomuko pada tahun 2004-2007. Tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Penulis meraih gelar Sarjana Sains pada tahun 2012 dengan judul skripsi “Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Keong Sawah (Pila Ampullacea)”. Penulis menikah dengan Naila Azizah, S.Hut pada tahun 2014 dan dikaruniai seorang anak yang bernama Ayyash Adzara Winata yang sekarang sudah berusia 14 bulan. Selama mengikuti perkuliahan S1, penulis menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam TPB. Penulis pernah aktif di BEM KM IPB, DPM KM IPB, SERUM-G, Ikatan Mahasiswa Bumi Raflesia, dan Senior Resident TPB IPB. Setelah lulus S1, penulis bekerja sebagai Supervisor Program Zakat Community Development di CIBEST FEM IPB pada tahun 2012-2013. Selanjutnya penulis bekerja di Lembaga Kemanusiaan Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa pada tahun 2014-sekarang. Tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.