MAKALAH SEMINAR UMUM VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN STROBERI (Fragraria x annanasa) SECARA IN VITRO
Disusun oleh: Nama
: Wenny Ismayanti
NIM
: 09/285671/PN/11823
Dosen Pembimbing
: Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P.
Hari dan Tanggal Presentasi : Kamis, 20 Desember 2012
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN STROBERI (Fragraria x ananassa) SECARA IN VITRO
i
HALAMAN PENGESAHAN
VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN STROBERI (Fragraria x annanasa) SECARA IN VITRO Nama
: Wenny Ismayanti
NIM
: 09/285671/PN/11823
Jurusan
: Budidaya Pertanian
Program Studi
: Pemuliaan Tanaman
Diajukan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan mata kuliah Seminar Umum (PNB 4085).
Telah Disahkan pada:
Desember 2012
Dosen Pembimbing
Komisi Seminar Umum Program Studi Pemuliaan Tanaman
Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P.
Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P.
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Taryono, M.Sc.
ii
DAFTAR ISI halaman Halaman Judul Halaman Pengesahan..................................................................................................... i Daftar isi………………………………………………………………………………ii Intisari............................................................................................................................1 I. Pendahuluan……………………………………………………………………...1 A. Latar Belakang...................................................................................................1 B. Tujuan…………………………………………………………………………2 C. Kegunaan...........................................................................................................2 II. Stroberi...................................................................................................................3 III. Variasi Somaklonal Tanaman Stroberi……..………………………………….....5 A. Variasi Somaklonal……………………………………………………………5 B. Variasi Somaklonal Pada Stroberi (Fragaria x ananassa Duch.)…………….7 IV. Kesimpulan...........................................................................................................11 Daftar Pustaka..............................................................................................................12 Lampiran Diskusi Seminar …………………………………………………………..15
1
INTISARI
Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang terjadi pada sel-sel somatik karena adanya perubahan struktur dan penggandaan kromosom. Oleh karena itu keragaman genetik dapat terjadi pada tingkat sel, protoplasma, kalus, jaringan dan morfologi tanaman yang telah mengalami regenerasi. Keragaman genetik dapat diinduksi melalui teknik kultur jaringan, radiasi sinar (gamma, UV, X), dan melalui penggunaan senyawa kimia seperti colchisin, Etil Metan Sulfonat (EMS), dietil sulfat (DES), etilin amin (EM), metal nitroso urea (MNH) dan etil nitroso urea (ENH). Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom, perubahan struktur kromosom, perubahan gen atau perubahan sitoplasma. Variasi somaklonal merupakan salah satu cara yang cepat dan murah untuk mendapatkan sifat-sifat baru yang unggul. Variasi somaklonal stroberi dapat diinduksi menggunakan teknik kultur jaringan dengan memvariasikan ZPT, jenis dan umur eksplan, lama kultur, dan sebagainya. Somaklon perlu diuji dalam hubungannya dengan kestabilan genetik pada generasi berikutnya. Pengujian genetik dapat dilakukan dengan pengujian molekuler salah satunya menggunakan RAPD.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di dunia, terutama untuk negara-negara beriklim subtropis. Di Negara-negara yang beriklim subtropis pengembangan budidaya stroberi dijadikan sebagai salah satu sumber devisa negara. Pola dan sistem pengembangan budidaya stroberi telah dipadukan dengan sektor pariwisata, yaitu menciptakan kebun agrowisata. Misalnya, di Eropa kebun agrowisata stroberi telah terdapat di berbagai ngara. Meskipun
perkembangan
stroberi
di
Indonesia
terus
mengalami
peningkatan, tetapi bila dibandingkan dengan di luar negeri, usaha dan produksi stroberi di Indonesia masih jauh dibawah negara-negara subtropis (Kurnia, 2005). Hal ini salah satunya dikarenakan iklim indonesia yang panas (stroberi) yang tidak sesuai dengan kondisi pertumbuhan stroberi yang dikehendaki yaitu iklim dingin. Akibatnya usaha stroberi terfokus pada daerah yang terbatas yaitu di dataran tinggi sehingga, perkembangan usaha stroberi sulit mengalami peningkatan terkendala masalah tempat budidaya. Bibit stroberi yang berkembang dikalangan petani sebagian besar impor dari luar negeri diantaranya adalah Sweet Charlie, Selva, Osogrande, dan Tristar. Benih stroberi impor tersebut tentu saja pertumbuhannya sudah disesuaikan dengan iklim daerah asalnya (subtropis), tetapi di Indonesia yang memiliki iklim tropis menyebabkan hasil produksi tidak sebagus di negara subtropis. Selama ini bibit yang ada adalah pengembangan dari impor tahun 2004 yang dapat dipastikan kualitasnya semakin menurun, dengan buah yang semakin 2
jarang dan mengecil. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan kultivar stroberi yang cocok untuk di budidayakan di daerah tropis (Budiman dan Saraswati, 2008). Kultur jaringan tanaman merupakan teknologi yang memungkinkan membantu para pemulia tanaman dalam memperbanyak tanaman (Karp, 1995). Tanaman yang diregenerasikan secara kultur in vitro melalui sel somatik sering berbeda fenotipe dengan tanaman awal. Fenomena ini akhirnya disebut variasi somaklonal (Larkin, 1987). Variasi somaklonal digunakan untuk memperoleh tanaman potensial dengan sifat-sifat yang diinginkan. Variasi somaklonal ada yang diwariskan (stabil) dan ada yang tidak diwariskan. Variasi somaklonal yang stabil merupakan salah suatu peluang untuk mendapatkan keragaman genotipe tanaman tanpa harus melakukan persilangan. Variasi somaklonal tanaman stroberi yang telah diperoleh dari kultur jaringan telah banyak dilaporkan. Somaklon dapat dihasilkan melalui kultur kalus (Popescu et al., 1997), somatik embriogenesis (Donnoli et al., 2001), dan kultur kalus yang diradiasi dengan sinar gamma (Kaushal et al., 2004). B. Tujuan Mengetahui cara induksi variasi somaklonal tanaman stroberi melalui kultur in vitro dan stabilitasnya. C. Kegunaan Memberikan pengetahuan pemuliaan stroberi dengan cara induksi variasi somaklonal melalui kultur jaringan (in vitro).
3
II. Stroberi Stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis L. menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia. Selanjutnya spesies lain, yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini pula yang pertama kali masuk ke Indonesia (Gunawan, 1996). Stroberi yang kita temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan F. virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara dengan F. chiloensis L. var Duchesne asal Chili. Persilangan itu menghasilkan hibrid yang merupakan stroberi modern (komersil) Fragaria x annanassa var Duchesne. (Rukmana, 1998). Klasifikasi botani tanaman stroberi adalah sebagai berikut (Plantamor, 2011): Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo
: Rosales
Famili
: Rosaceae (suku mawar-mawaran)
Genus
: Fragaria
Spesies
: Fragaria x ananassa Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di
dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17–20C. Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600-700 mm/tahun. Lamanya penyinaran cahaya matahari yang dibutuhkan dalam pertumbuhan adalah 8–10 jam setiap harinya. Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman stroberi antara 80-90%. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat iklim tersebut adalah 1.0001.500 m dpl (Rukmana, 1998). Di Indonesia, tanaman stroberi biasanya diusahakan di daerah dengan ketinggian > 600 m dpl, dengan suhu udara siang hari 22-25C dan malam hari 14-18C. Di Indonesia budidaya stroberi biasa dilakukan di Bandung, Lembang, dan Ciwidey (Kurnia, 2005). Perkembangan stroberi di dunia sangat pesat dan di beberapa Negara merupakan komoditas penyumbang devisa Negara yang cukup besar (Hanif dan Hasim, 2012). Perkembangan produksi stroberi dari tahun 2006-2010 disajikan pasa tabel dibawah ini.
4
Tabel 1. Produksi stroberi di dunia tahun 2006-2010 (FAO, 2012). No. Negara 1 Amerika Serikat 2 Turki 3 Spanyol 4 Mesir 5 Korea Selatan 6 Meksiko 7 Jepang 8 Polandia 9 Jerman 10 Rusia 11 Itali 12 Maroko Total Produksi Dunia
2006 1.090.440 211.127 330.485 128.349 205.307 191.843 190.700 193.666 173.230 227.000 143.315 112.000 3.973.243
2007 1.109.220 250.316 269.139 174.414 203.227 176.369 191.400 174.578 158.658 230.400 160.558 130.000 4.136.802
2008 1.148.530 261.078 281.240 200.254 192.296 207.485 190.700 200.723 150.854 180.000 155.583 130.000 4.136.802
2009 1.270.620 291.996 263.700 242.776 203.772 233.041 184.700 198.907 158.563 185.000 163.044 355.020 4.596.614
2010 1.292.780 299.940 275.300 238.432 231.803 226.657 177.500 176.911 166.911 165.000 153.875 140.600 4.366.889
BPS (2012) mencatat impor stroberi segar Indonesia selama tahun 2011 mencapai 210 ton dengan nilai US $ 480.602 atau setara dengan Rp 4.325.418.000,(1 US $ = Rp9.000,-). Tahun 2004–2008 Agista (Asosiasi Agrobisnis dan Pariwisata) di Ciwidey mengimpor 23 varietas stroberi dengan jumlah 3.808.700 benih dengan rincian sebagai berikut (Hanif dan Hasim, 2012): Tabel 2. Varietas stroberi yang diimpor dan lokasi tanamnya
Dari ke-23 varietas tersebut, Balitjestro sudah mempunyai 8 diantaranya, sedangkan 15 varietas lainnya belum ditemukan. Keberadaman varietas tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Sebaran Stroberi di Indonesia terdapat di daerah 5
tinggi yaitu yang terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Bali dan dalam 5 tahun ini menyebar pula di daerah Sulawesi serta NTT (Hanif dan Hasim, 2012).
III. Variasi Somaklonal Tanaman Stroberi A. Variasi Somaklonal Kultur jaringan tanaman merupakan teknologi yang membantu para pemulia tanaman dalam memperbanyak tanaman (Karp, 1995). Teknik ini juga digunakan untuk meningkatkan kecepatan atau efisiensi proses pemuliaan, meningkatkan aksesibilitas terhadap plasma nutfah, dan mengkreasi variasi baru untuk perbaikan tanaman (Scowcroft et al., 1985). Hal tersebut termasuk mikropropagasi, kultur anther (Karp, 1995), seleksi in vitro (Moon et al., 1997), penyelamatan embrio (embryo rescue), variasi somaklonal (Maralappanavar et al., 2000), hibridisasi somatik (Thrope, 1990), dan transformasi (Walden dan Wingender, 1995). Dalam hal ini, variasi somaklonal menduduki posisi yang unik, karena keuntungan dan kerugiannya dalam sistem kultur jaringan (Riduan, 2007). Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft (1981), yang didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel gamet. Keragaman somaklonal dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen baik fisik seperti sinar X, gamma, UV, maupun secara kimiawi seperti penambahan colchisin, Etil Metan Sulfonat (EMS), dietil sulfat (DES), etilin amin (EM), metal nitroso urea (MNH) dan etil nitroso urea (ENH) pada media. Dasar variasi somaklonal belum sepenuhnya dimengerti dengan baik, tetapi dicurigai bahwa perubahan kromosom, aktifitas tronsposon, perubahan status metilasi DNA, dan mutasi titik merupakan faktor-faktor penyebabnya (Thrope, 1990). Variasi somaklonal yang terjadi pada kultur jaringan ditenggarai oleh sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap variasi yang dihasilkan dan seberapa banyak variasi yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah (Karp, 1995): 1. Tingkat pertumbuhan awal organ meristematik Pertumbuhan di dalam kultur dapat terjadi dari meristem yang sudah dibentuk atau dari bentuk yang tidak teratur yaitu kalus yang dihasilkan dari embriogenesis somatik atau organogenesis. Diduga bahwa dalam pertumbuhan yang tidak teratur, terjadi penahanan (pengurangan) pembatasan yang bertindak
6
untuk mengeleminasi variasi genetik dalam meristem normal atau karena adanya mekanisme induksi ketidakstabilan genetik. 2. Konstitusi (susunan) genetik material awal Banyak bukti mengindikasikan bahwa variasi somaklonal tergantung pada genotipe tanaman dari mana eksplan berasal. Genotipe merupakan faktor penting di dalam menimbulkan variasi somaklonal, karena genotipe dapat mempengaruhi frekuensi regenerasi dan frekuensi variasi somaklonal yang terjadi (Karp, 1995). Material awal yang berupa ploidi merupakan salah satu faktor variasi somaklonal. Diperoleh
ketidakstabilan
kromosom
pada
regeneran
yang
poliploid
dibandingkan dengan diploid atau haploid. Menurut Karp (1995), Mutasi gen akan mempunyai ekspresi yang lebih baik pada tanaman haploid dan diploid. 3. Zat pengatur tumbuh Menurut Karp (1995), banyak bukti menunjukkan bahwa variasi somaklonal dipengaruhi oleh pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh di dalam media. Kemungkinan zat pengatur tumbuh tersebut bertindak seperti mutagen. Konsentrasi garam-garam nutrien yang tinggi seperti kalsium dan EDTA pada media kultur dapat meningkatkan ketidaknormalan kromosom pada kultur sel. Penggunaan 2,4-D dan NAA dalam media kultur kentang meningkatkan frekuensi tanaman abnormal (Shepard et al., 1981). Bayliss (1980), menyatakan bahwa kondisi kultur dengan media yang mengandung auksin kuat dapat mengimbas proses dedifirensiasi sehingga kromosom menjadi tidak stabil dan mengganggu siklus mitosis serta replikasi DNA. 4. Sumber jaringan atau eksplan (the tissue source) Organ eksplan yang digunakan merupakan sumber yang sangat penting dalam menginduksi variasi somaklonal, karena jaringan yang berbeda dapat menimbulkan frekuensi variasi somaklonal. Semakin tua atau semakin khusus suatu jaringan, maka akan semakin besar variasi yang diperoleh dari tanaman yang diregenerasikan. Penggunaan daun, tangkai daun atau batang kentang melalui fase kalus dapat meningkatkan keragaman somaklonal (Scowcroft,1984). 5. Lamanya kultur in vitro Telah diyakini secara luas bahwa masa kultur in vitro yang lama dapat menyebabkan
jumlah
kromosom
beragam.
Selanjutnya
Bayliss
(1980),
menyatakan bahwa semakin lama periode kultur akan menyebabkan frekuensi aberasi kromosom akan semakin meningkat. Mc Coy et al., (1982), melaporkan 7
bahwa tanaman Avena sativa mengalami peningkatan frekuensi tanaman yang abnormal sitogenetiknya dengan bertambahnya periode kultur, karena terjadi pematahan kromosom, kehilangan kromosom, perubahan dalam kromosom, dan aneuploidi. B. Variasi Somaklonal Pada Stroberi (Fragaria x ananassa Duch.) Salah satu cara mengembangkan kultivar stroberi di daerah tropis dengan menginduksi variasi somaklonal dan seleksi varian yang stabil (heritable). Pada penelitian Biswas et al. (2009), untuk menginduksi variasi somaklonal stroberi digunakan teknik kultur jaringan yang berbeda-beda. 1. Teknik Kultur Jaringan Untuk persediaan bahan tanam Biswas et al. (2009) melakukan pemilihan tanaman stroberi (Fragaria x ananassa Duch.) yang memiliki pertumbuhan yang baik sebagai bahan untuk kultur jaringan. Kemudian dilakukan teknik kultur jaringan yang berbeda-beda diantaranya adalah kultur meristem, subkultur 2 kali, subkultur 12 kali, organogenesis langsung, kultur kalus, dan Somatik embriogenesis (SE). Selanjutnya tanaman hasil kultur jaringan ditanam di lahan dan dilakukan pemilihan terhadap variasi somaklonal yang terbentuk. Tahapan yang dilakukan Biswas et al., 2009 meliputi induksi variasi somaklonal melalui kultur jaringan, pemilihan somaklon di lapangan, perbanyakan somaklon, perbanyakan somaklon, pemilihan somaklon terbaik dan stabil, perbanyakan di lapangan, dan uji molecular RAPD. Pada teknik kultur jaringan lainnya, Mohamed (2007) menggunakan ujung tunas dari stolon yang di subkultur pada umur satu bulan untuk menginduksi variasi somaklonal. Pada penelitian Kumar et al., (1999) induksi variasi somaklonal menggunakan stroberi frigo memberikan hasil vigor yang lebih rendah. Nehra et al., (1994) menemukan 2 kultivar stroberi memiliki pertumbuhan yang berbeda melalui kultur kalus yang berasal bukan dari jaringan meristem. 2. Somaklon Dari Kultur Jaringan Berdasarkan hasil penelitian Biswas et al., (2009), dalam kebanyakan kasus somaklon lebih vigor dari pada kontrol. Tangkai daun lebih pendek dan tebal dan lamina relatif lebih besar dari kontrol. Sebagian besar daun berwarna hijau muda dan jumlah daun lebih sedikit dari kontrol. Berdasarkan tabel 3, tanaman regenerasi dari SE memiliki ukuran kanopi lebih besar dari kontrol secara signifikan. Semua tanaman invitro berbunga lebih lambat dari pada kontrol (tabel 3). Namun, sebagian besar tanaman memiliki jumlah bunga per tanaman dan jumlah buah yang lebih banyak dari 8
pada kontrol. Tandan bunga somaklon lebih bercabang dari pada kontrol tetapi jumlah tandan per tanaman lebih sedikit dari pada kontrol. Variasi lain yang dapat dibedakan terdapat pada SE yang menghasilkan buah lebih besar dari somaklon lain dan kontrol. Sebagian besar somaklon menghasilkan buah dengan tekstur yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (gambar 1. O-U). Tabel 3. Data pertumbuhan klon dari kultur jaringan di lapangan metode kultur meristem subkultur 2 kali subkultur 12 kali organogenesis langsung
ukuran kanopi (cm) 24,830,87 24,33±0,80
bc bc
25,33±0,84
b
22,17±0,95
kultur kalus
22,33±0,67
SE
30,83±0,98
kontrol
24,50±1,18
c c a
bc
jumlah stolon 7,500,76 7,67±0,76
a
a
7,83±0,70 3,83±0,91 4,83±0,83 5,67±0,71
jumlah bunga per tanaman
umur berbunga
a
b b
ab
3,67±0,88
b
79,50±3,41 78,83±2,48 78,83±1,91
b b b
88,17±3,20 89,67±1,91 84,00±2,99
a
b
ab
65,17±2,36
c
jumlah buah pertanaman
29,67±1,20 28,50±2,64 27,17±1,30 29,33±2,40 28,17±2,39 21,50±0,76 22,00±0,82
a a a a a
b b
9,33±0,56 9,17±0,70 9,17±0,48 8,83±0,95 8,50±0,85 5,50±0,76
a a a a a
b
9,50±0,67
a
rata-rata bobot per buah
persentase hidup
19,39±1,67 19,74±2,43 19,82±1,82 18,45±2,11 19,39±1,94 18,70±1,82 12,20±1,64
a
51,67±2,03
a
53,67±1,45
a
54,50±2,35
a
33,67±3,44
a
36,00±2,31
a
35,83±1,40
b
38,33±2,12
a a a
b b b b
Pada tabel 4 hasil dari evaluasi di lahan menunjukkan bahwa frekuensi struktur daun tertinggi terdapat pada subkultur 12 kali dan SE. Variasi tandan bunga dan variasi ukuran buah tertinggi terdapat pada subkultur ke-12. Secara keseluruhan, variasi terbanyak terdapat pada subkultur ke-12 yaitu sebanyak 120 varian. Dari pemilihan dilapangan berdasarkan sifat-sifat unggul yang terkait dengan produksi, dipilih 25. Hasil dari performa lapangan dari somaklon terpilih mengungkapkan 20% (5 dari 25) somaklon tidak dapat bertahan di lapangan dalam berbagai kondisi iklim, 32% ( 8 dari 25) klon memiliki pertumbuhan yang buruk, 36% (9 dari 25) kembali pada fenotip asalnya, dan 12% (3 dari 25) memiliki pertumbuhan yang baik. Tabel 4. Frekuensi varian fenotipe pada populasi tanaman regenerasi. Metode kultur meristem subkultur 2 kali subkultur 12 kali organogenesis langsung kultur kalus SE Total
Jumlah tanaman regenerasi 568 943 1154
15(2,64) 9(0,95) 22(1,91)
Variasi tandan bunga 4(0,70) 4(0,42) 19(1,65)
Variasi ukuran buah 33(5,81) 23(2,44) 79(6,85)
52(9,15) 36(3,82) 120,(10,40)
Jumlah somaklon terpilih 4 1 10
543
8(1,47)
7(1,29)
25(4,60)
40(7,37)
2
673 745 4626
11(1,63) 19(2,55) 84(1,82)
7(1,04) 11(1,48) 62(1,34)
34(5,05) 49(6,58) 243(5,25)
52(7,37) 79(10,60) 389(8,41)
2 6 25
Variasi struktur daun
Total variasi
*Angka yang ada didalam tanda kurung merupakan persentase dari variasi somaklonal.
9
Gambar 1. Sifat kuantitatif somaklon.
MSDS-kultur meristem, TSDS-subkultur ke-12, DODS-organogenesis langsung, CCDS-kultur kalus, SSCDS-subkultur ke-2, SEDS-somatik embriogenesis; ukuran kanopi A-G, morfologi daun H-N, morfologi buah O-U, variasi tandan bunga V-W.
Pada tahap pemilihan ke-2, somaklon yang terpilih yaitu kultur meristem, subkultur 12 kali, dan somatik embriogenesis (SE), selanjutnya diperbanyak melalui kultur jaringan untuk mengetahui kestabilan genetiknya dan selanjutnya dievaluasi lagi dilapangan. Kemudian 3 somaklon tersebut diperbanyak menggunakan stolon selama 2 generasi. Tabel 5. Pertumbuhan 3 somakon dari 6 populasi Jumlah bunga Klon Asal klon per tanaman varian 1 kultur meristem 18a varian 2 subkultur 12 kali 16b varian 3 SE 12b kontrol 20a
Jumlah buah pertanaman 11b 10b 8c 13a
Rata-rata bobot buah 12,18c 18,63b 21,29a 10,87c
Persentase hidup 79% 82% 81%
Untuk induksi variasi somaklonal, konsentrasi BAP yang tinggi diberikan untuk menumbuhkan tunas adventif dari eksplan. Dalam jumlah yang tinggi, BAP menyebabkan variasi dan telah banyak digunakan untuk menginduksi variasi somaklonal pada tanaman yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman regenerasi memiliki bobot per buah, ukuran buah dan persen bertahan hidup lebih tinggi dari pada kontrol (Tabel 5). Beberapa variasi kembali kesifat aslinya, pada generasi berikutnya menunjukkan sifat epigenetiknya. Pada penelitian Biswas et al. (2009), dihasilkan 3 somaklon yang memiliki sifat-sifat unggul dan bersifat stabil
10
diantaranya adalah somaklon yang berasal dari kultur meristem, subkultur 12 kali, dan SE. Gambar 2. Perbedaan fenotipe dari 3 variasi somaklonal terpilih dan kontrol.
A-D: variasi ukuran tanaman, E-H: variasi bentuk daun, I-L: variasi tandan bunga, M-P: variasi bentuk buah.
11
IV. KESIMPULAN
1. Variasi somaklonal merupakan keragaman genetik yang terjadi pada sel-sel somatik
karena
adanya
perubahan
struktut
kromosom,
penggandaan
kromosom, point mutation, dan aktivitas transposable element. 2. Variasi somaklonal stroberi dipengaruhi pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, pemilihan jenis eksplan, dan lamanya kultur in vitro. 3. Variasi somaklonal stroberi dapat diinduksi dengan metode kultur meristem, subkukltur, organogenesis langsung dan tidak langsung (kultur kalus), variasi jenis dan umur eksplan, penggunaan jenis dan konsentrasi ZPT, dan somatik embriogenesis. 4. Variasi somaklonal stroberi dapat bersifat non genetik, genetik, dan epigenetik. 5. Variasi somaklonal yang diturunkan dapat diketahui menggunakan pengujian molekuler salah satunya RAPD yaitu dengan melihat perbedaan pita polimorfisme antara somaklon dan tanaman induknya.
12
DAFTAR PUSTAKA Baillie, A. M. R., B. G. Rosnagel dan K. K. Kartha. 1992. Field evaluation of barley (Hordeum vulgare L.) genotypes derived from tissue culture. Canadian Journal of Plant Science 72: 725-733. Bayliss, M. W. 1980. Chromosomal variation in plant tissue culture. International Review of Cytology (Supplement) IA: 113-143. 1991. Barbier, M. dan H. L. Dulieu. 1983. Genetic changes observed in tobacco (Nicotiana tabacum) plants regenerated from cotyledon by in vitro culture. Annual Amelior. Plant 30: 321-344. Budiman, S dan D. Saraswati. 2008. Berkebun Stroberi Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta Biswas, M.K., M. Dutt, U.K. Roy. R. Islam, M. Hossain. 2009. Development and evaluation of in vitro somaclonal variation in strawberry for improved horticultural traits. Scientia Horticulturae 122: 409–416. Donnoli, R., F. Sunseri, G. Martelli, I. Greco. 2001. Somatic embryogenesis, plant regeneration and genetic transformation in Fragaria spp. Acta Hortic. 560: 235 – 240. FAO. 2012. FAOSTAT Agriculture.
. Diakses pada 9 Desember 2012. Gunawan, Livy Winata. 1996. Stroberi. Penebar Swadaya, Jakarta. Hanif, Zainury, dan Hasim Ashari. 2012. Sebaran Stroberi (Fragaria x ananassa) di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Malang. Karp, A. 1995. Somaclonal variation as a tool for crop improvement. Euphytica 85: 295-302. Kaushal, K., Nath, A.K., Kaundal, P., Sharma, D.R., 2004. Studies on somaclonal variation in strawberry (Fragaria x ananassa duch.) cultivars. Acta Hortic. 662: 269–275. Kumar, Mohan B., Reed E. Barker, and Barbara M. Reed. 1999. Morphological and molecular analysis of genetic stability in micropropagated Fragraria x ananassa cv. Pocahontas. In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 35:254-258. Kurnia, Agus. 2005. Petunjuk Praktis Budidaya Stroberi. Agromedia Pustaka, Depok. Larkin, P.J., Scowcroft, W.R., 1988. Somaclonal variation a novel source of variability from cell cultures for plant improvement. Theor. Appl. Genet. 60:197–214.
13
Maralappanavar, M. S., M. S. Kuruvinashefti dan C. C. Harti. 2000. Regeneration, establishment and evaluation of somaclones in Sorghum bicolor (L.) Moench. Euphytica 115: 173-180. McCoy, T. J., R. L. Phillips dan H. W. Rines. 1982. Cytogenetic analysis of plant regenerated from oat (Avena sativa) tissue cultures: high frequency of partial chromosome loss. Canadian Journal of Genetic Cytology 24: 37-50. Mohamed, Adel El-Sawy. 2007. Somaclonal variation in micropropagated strawberry detected at the molecular level. International Journal of Agrculture & Biology 9(5): 721–725. Moon, D. H., L. M. M. Oftoboni, A. P. Souza, S. T. Silbov, M. Gaspar dan P. Arruda. 1997. Somaclonal variation induced aluminum sensitive mutant from an aluminum inbreed maize tolerant line. Plant Cell Reports 16. Nehra, N. S., K. K. Kartha, C. Stushnoff and K. L. Giles. 1994. Effect of in vitro propagation methods on field performance of two strawberry cultivars. Euphytiea 76: 107-115. Plantamor. 2011. Stroberi. . Diakses tanggal 9 Desember 2012. Popescu, A.N., Isac, V.S., Coman, M.S., Radulescu, M.S., 1997. Somaclonal variation in plants regenerated by organogenesis from callus culture of strawberry (Fragaria x Ananassa). Acta Hortic. 439: 89–96. Qureshi, J. A., P. Huci dan K. K. Kartha. 1992. Is somaclonal variation a riable tool for spring wheat improvement?. Euphytica 60: 221-228. Riduan, Ahmad. 2007. Variasi somaklonal sebagai salah satu sumber keragaman Genetik untuk perbaikan sifat tanaman. Jurnal Agronomi 11(2): 107-112. Rukmana, Rahmat. 1998. Stroberi : Budidaya dan Pascapanen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Scowcroft, W. R., S. A. Ryan, R. I. S. Brettel dan P. J. Larkin. 1985. Somaclonal Variation in Crop improvement, p. 99-109. In Biotechnology in International Agricultural Research (Proceedings). International Rice Research Institute, Manila. Seman, J. dan P. Lepoivre. 1990. Application of Tissue Culture Variability to Crop Improvement. Elsevier Science Publisher, Amsterdam. Thrope, T. A. 1990. The Current Status of Plant Tissue Culture. Elsevier Science Publishers, Amsterdam. Vuylsteke, D. dan R. Swennen. 1990. Somaclonal variation in African plantain. IITA Research 1: 4-10.
14
Walden, R. dan R. Wingender. 1995. Gene transfer and plant regeneration technique. Tibtech 13: 324-331. Wattimena, A. G. dan N. A. Mattjik. 1992. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winfield, M., M. R. Davey dan A. Karp. 1993. A comparison of chromosome instability in cell supension of diploid, tetraploid, and hexaploid wheats. Heredity 70: 187-194.
15
LAMPIRAN DISKUSI SEMINAR Pertanyaan : 1. Pada foto variasi somaklonal yang ada, terlihat perbedaan ukuran antar perlakuan. Apakah memang begitu atau efek dari zooming pengambilan foto? (Fajar Arif, 11592). 2. Apa perbedaan subkultur 2 kali dan 12 kali? Kenapa hasil subkultur 12 kali lebih besar frekuensi variasi somaklonalnya? (Galuh Asrinda, 11772). 3. Bagaimana cara membedakan keturunan yang bersifat genetik dan nongenetik? (Enik, 11848). 4. Mengapa lama in vitro mempengaruhi variasi somaklonal dan apa penyebabnya? Stabilitas genetik variasi somaklonal dapat diturunkan sampai berapa lama? Apakah variasi yang terbentuk sudah dapat diketahui saat tahap kalus? (Riza Luthfiah) 5. Dari 6 perlakuan teknik kultur jaringan menurut Biswas et al. (2009), menggunakan varietas yang sama atau tidak? (Qonita, 11849).
Jawaban: 1. Pada foto variasi somaklonal, semua gambarnya dijejer di latar kertas berwarna pink dan secara bersama-sama difoto, sehingga gambar yang ada memang memiliki ukuran tanaman yang berbeda. 2. Subkultur 2 kali dilakukan pemindahan eksplan sebanyak 2 kali ke media yang sama dengan media awal, dengan interval waktu 4 minggu. Sedangkan subkultur 12 kali dilakukan pemindahan eksplan sebanyak 12 kali ke media yang sama dengan media awal dengan interval waktu 4 minggu sehingga pada subkultur 2 kali mengalami pertumbuhan in vitro yang jauh lebih lama. Pertumbuhan eksplan yang lama dalam kultur jaringan akan memacu terjadinya variasi somaklonal yang lebih sering, terutama jika ada kalus. Hal ini karena pada fase kalus pertumbuhan yang terjadi tidak teratur (pembelahan sel tidak terorganisasi) sehingga terjadi penahanan/pengurangan pembatasan yang bertindak untuk mengeleminasi variasi genetik atau terjadinya ketidakstabilan genetik. Jika kestabilan genetik ini terjadi terlalu lama, frekuensi variasi somakonal yang ada akan semakin meningkat. 3. Variasi simaklonal yang bersifat genetik dapat diketahui dengan melakukan pengujian molekuler misalnya RAPD. Pada RAPD jika pita-pita polimorfisme 16
yang terbentuk berbeda dengan tanaman asalnya, ini menandakan variasi somaklonal yang didapat bersifat genetik. 4. Lama kultur in vitro dapat meningkatkan variasi somaklonal, karena akan menyebabkan frekuensi aberasi kromosom yang semakin meningkat. Beberapa peneliti mengungkapkan, terjadi peningkatan frekuensi somakoonal dengan bertambahnya periode kultur, karena terjadi pematahan kromosom, kehilangan kromosom, perubahan dalam kromosom, dan aneuploidi. Variasi somaklon dapat terjadi secara berkelanjutan. Namun, belum dapat dipastikan sampai seberapa lama stabilitas genetik somaklon dapat dipertahankan. Namun, beberapa peneliti mengungkapkan setelah dilakukan perbanyak stroberi menggunakan stolon sampai 3 generasi, kemudian dikulturkan dan diperbanyak lagi sampai 2 generasi klon, ternyata somaklon masih bersifat genetik/diturunkan. Variasi somaklonal dapat dideteksi saat dini yaitu pada saat kalus sudah dapat dilakukan deteksi molekuler, tetapi deteksi secara visual belum dapat dipastikan secara akurat. 5. Pada penelitian Biswas et al. (2009) tidak disebutkan varietas yang digunakan, tetapi semua perlakukan menggunakan jenis Fragraria x ananassa yang bersifat oktoploid (8n, n=7, 8x7=56). Jenis stroberi ini merupakan hasil persilangan alami dari Fragraria chiloensis dan Fragraria virgiana.
17