PENGARUH TINGKAT CADANGAN PENGHAPUSAN KREDIT TINGKAT TERHADAP RETURN ON ASSET (ROA) (Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Listing di BEI Periode Tahun 2005-2007)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Wissye Oktaviani 054020109
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2009
PENGARUH TINGKAT CADANGAN PENGHAPUSAN KREDIT TERHADAP TINGKAT RETURN ON ASSET (ROA) (Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Listing di BEI Periode Tahun 2005-2007)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, Agustus 2009 Mengetahui,
Pembimbing,
(Dr. Atang Hermawan, SE., MSIE.,Ak) Dekan,
Ketua Program Studi,
(Dr. H.R. Abdul Maqin, SE., MP) (Dr. Liza Laila Nurwulan, SE., MSi., Ak)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan lain), Dan hanya kepada TuhanMu-lah hendaknya kamu berharap.” (QS Al-Insyirah: 6-8)
“Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah itu adalah taqwa, Menuntutnya adalah ibadah, Mempelajarinya itu tasbih, Membahasnya itu adalah jihad, Mengajarkannya kepada orang lain yang belum mengetahui itu adalah sedekah Memberikannya kepada ahlinya itu adalah pendekatan diri (kepada Allah).” (Abusy Syaikh Ibnu Hibban dan Ibu Abdil Barr, (Ilya Al-Ghozali,1986)
Kupersembahkan karyaku ini dengan ikhlas dan kerendahan hati untuk: Ibunda dan Ayahanda tercinta untuk do’a dan kasih sayang yang tiada henti mengalir disetiap hela nafasku, jejak langkah kehidupanku, dan atas pengorbanan serta jerih payahnya takkan habis demi keberhasilan dan kebahagiaan anak-anaknya Kakakku, adikku tersayang dan keponakanku tercinta Serta orang-orang terkasih yang menyayangiku…
ABSTRAK
Kredit merupakan aktiva produktif yang sangat diandalkan oleh bank, karena dapat menghasilkan pendapatan terbesar. Kredit perbankan merupakan bisnis yang berisiko, di mana ada kemungkinan kredit yang diberikan tidak dapat dikembalikan yang akhirnya akan menjadi kredit bermasalah atau kredit macet.Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin terjadi akibat dari penyaluran kredit dan untuk menekan persentase kenaikan kredit bermasalah ini pihak bank wajib membentuk cadangan penghapusan kredit. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menggambarkan dan menjelaskan Pengaruh Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat Return On Asset (ROA). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit (X) sebagai independent, dan Tingkat ROA (Y) sebagai dependent. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2005-2007 yang berjumlah 23 perusahaan. Sampel dalam penelitian ini didasarkan pada metode purposive sampling. Metode Purposive Sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam hal ini jumlah sampel yang diteliti sebanyak 13 perusahaan perbankan. Berdasarkan analisis statistik diperoleh hasil sebagai berikut: Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel tingkat Cadangan Penghapusan Kredit berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat Return On Asset (ROA) dengan thitung > ttabel yaitu 2,235 > 2,201. Pengaruh koefisien determinasi menunjukkan tingkat cadangan penghapusan kredit berpengaruh terhadap tingkat Return On Asset (ROA) selama tahun 2005-2007 sebesar 26,3% sedangkan sisanya sebesar 73,7% merupakan pengaruh dari faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan “terdapat pengaruh antara tingkat cadangan penghapusan kredit dengan tingkat Return On Asset (ROA)” dapat diterima.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, anugerah, dan karunianya, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang Sarjana Ekonomi Universitas Pasundan Bandung dengan berjudul, “PENGARUH TINGKAT
CADANGAN
PENGHAPUSAN
KREDIT
TERHADAP
TINGKAT RETURN ON ASSET (ROA)” (Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Telah Listing di BEI). Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak terutama kedua orang tua tercinta, Ibunda Yeti Rohaeti dan Ayahanda Didi Supardi atas cinta, kasih sayang, kesabaran serta ketulusan do’a, pengertian, perhatian, dukungan serta dorongan moral dan material yang tiada pernah habis, semoga Allah SWT selalu melindungi, mencintai dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami berbagai kendala, tetapi berkat adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari Bapak Dr. Atang Hermawan, SE., MSIE., Ak., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, ilmu, pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan, arahan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
Melalui kesempatan ini pula, dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1.
Prof. Dr. H.M. Didi Turmidzi, Drs., MSi., Rektor Universitas Pasundan.
2.
Dr. H.R. Abdul Maqin, SE., MP., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
3.
Dr. Liza Laila Nurwulan SE., MSi., Ak., Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
4.
Bapak Dadan Soekardan, SE., MSi., Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
5.
Bapak R. Moch. Noch, Drs., Dosen Wali penulis terima kasih atas bimbingan, nasehat serta motivasi yang diberikan kepada penulis.
6.
Seluruh Staf Dosen Program Studi Akuntansi yang telah memberikan ilmu yang berguna selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
7.
Seluruh Staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan yang telah membantu penulis dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
8.
Kakakku tercinta : Meilanny Rosdiana SE, terima kasih atas semua kasih sayang, perhatian, semangat, doa, motivasi, kesabaran, dan bantuannya dalam menggunakan SPSS.
9.
Adikku tercinta : Triana Septiani terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, perhatian, semangat, doa, kesabaran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Keponakanku tercinta: Najmillah Fajrabhimantra malaikat kecilku yang selalu memberikan tawa riang dan membuat hari-hari lebih berwarna. 11. Seluruh keluarga besarku terima kasih atas do’a dan dukungannya. 12. Sahabat-sahabatku: Seffi, Evita, Rini, Anisa, Dwi, untuk kebersamaan serta suka duka selama ini. Semoga persabahatan kita tak terbatas waktu. 13. Teman-temanku: Ajeng, Lety, Silvi, Opi, Rini, Dini, Seli, Hiler, Resti, untuk motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini. 14. Rekan-rekan mahasiswa/i 05 Ak-B yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas tawa riang dan suka dukanya. 15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya. Semoga Allah SWT membalas semua amal dan kebaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Amien. Wassalamu’alikum Wr.Wb. Bandung,
Agustus 2009 Penulis
Wissye Oktaviani
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN MOTTO ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1 Latar Belakang Penelitian .......................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................
8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian.................................................
8
1.3.1 Maksud Penelitian ........................................................
8
1.3.2 Tujuan Penelitian ..........................................................
8
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................
9
1.4.1 Kegunaan Praktis ..........................................................
9
1.4.2 Kegunaan Teoretis ........................................................ 10 1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................ 10 1.5.1 Tinjauan Teoretis .......................................................... 10 1.5.2
Tinjauan Empiris.......................................................... 16
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 17 2.1 Kredit ....................................................................................... 17 2.1.1 Pengertian Kredit .......................................................... 17 2.1.2 Jenis Kredit ................................................................... 18 2.1.3 Risiko Kredit ................................................................ 23 2.1.4 Kolektibilitas Kredit ..................................................... 25
2.1.5 Kredit bermasalah ........................................................ 30 2.1.5.1 Pengertian Kredit Bermasalah ....................... 30 2.1.5.2 Penyebab Kredit Bermasalah ......................... 31 2.1.5.3 Penyelamatan Kredit Bermasalah................... 33 2.1.6
Akuntansi Untuk Kredit Yang Diberikan ................. 34
2.2 Cadangan Penghapusan Kredit ................................................ 37 2.2.1 Pengertian Cadangan Penghapusan Kredit .................. 37 2.2.2 Pedoman Pembentukan Cadangan Penghapusan Kredit....................................................... 38 2.2.3 Kesehatan Bank ............................................................ 40 2.2.3.1
Pengertian Kesehatan Bank ........................... 40
2.2.3.2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ............... 41 2.3 Analisis Rasio Keuangan ........................................................ 43 2.3.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan ........................... 43 2.3.2 Tujuan Analisis Rasio Keuangan .................................. 44 2.3.3 Jenis-Jenis Analisis Rasio Keuangan ........................... 44 2.3.4 Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan ........................ 46 2.3.5 Profitabilitas ................................................................. 47 2.3.5.1
Pengertian Profitabilitas ............................... 47
2.3.5.2 Pengukuran Tingkat Profitabilitas ................ 49 2.4 Return On Asset ....................................................................... 51 2.4.1 Pengertian Return On Asset (ROA) .............................. 51 2.4.2 Unsur-Unsur Return On Asset (ROA) ......................... 51 2.4.3 Pengukuran Return On Asset (ROA) ........................... 52 2.5 Pengaruh Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat Return On Asset (ROA) ............................. 53
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN .................................... 56 3.1 Objek Penelitian ...................................................................... 56 3.1.1 Unit Penelitian .............................................................. 56 3.1.2 Populasi Penelitian ....................................................... 56
3.1.3 Sampel Penelitian ......................................................... 57 3.1.4 Teknik Sampling .......................................................... 59 3.1.5 Prosedur Pemilihan Objek Penelitian ........................... 60 3.2 Metode Penelitian .................................................................... 61 3.2.1 Pendekatan Penelitian .................................................. 61 3.2.2 Operasionalisasi Variabel penelitian ............................ 61 3.2.3 Sumber Data Penelitian ................................................ 63 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................... 63 3.2.5 Instrumen Penelitian ..................................................... 64 3.2.6 Model Penelitian .......................................................... 64 3.2.7 Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis ...... 65 3.2.7.1 Metode Analisis Data .................................... 65 3.2.7.2 Rancangan Pengujian Hipotesis .................... 72 3.2.7.3 Penetapan Tingkat Signifikansi ..................... 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 73 4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 73 4.1.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia (BEI) ........... 73 4.1.1.1 Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia (BEI).. 73 4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Bursa Efek Indonesia (BEI) .................................... 75 4.1.2 Gambaran Umum Perusahaan Perbankan .................... 77 4.1.3 Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Pada Perusahaan Perbankan di BEI ....................................... 81 4.1.4 Tingkat ROA Pada Perusahaan Perbankan di BEI ....... 84 4.2 Pembahasan Penelitian ............................................................ 86 4.2.1 Analisis Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Pada Perusahaan Perbankan di BEI .............................. 87 4.2.2 Analisis Tingkat ROA Pada Perusahaan Perbankan di BEI ............................................................................ 90 4.2.3 Analisis Pengaruh Tingkat Cadangan Penghapusan
Kredit Terhadap Tingkat ROA Pada Perusahaan Perbankan di BEI ......................................................... 92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 102 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 102 5.2 Saran ........................................................................................ 103
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105 LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
No.
Judul Tabel
Tabel 2.1
Faktor dan Komponen Penilaian Tingkat Kesehatan
Hal.
Bank Beserta Bobotnya ...........................................................
42
Tabel 3.1
Populasi Penelitian ..................................................................
57
Tabel 3.2
Sampel Penelitian .....................................................................
58
Tabel 3.3
Gambaran Tahap Penyeleksian Sampel Penelitian .................
60
Tabel 3.4
Operasionalisasi Variabel ........................................................
62
Tabel 3.5
Pedoman Interpretasi Auto Korelasi .......................................
67
Tabel 3.6
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi ...................................................................
Tabel 4.1
70
Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 ..........................................
82
Tabel 4.2
Tingkat ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 .......
85
Tabel 4.3
Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 ...........................................
Tabel 4.4
88
Hasil Analisis Statistik Deskriptif Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit .................................................................
88
Tabel 4.5
Tingkat ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 .......
90
Tabel 4.6
Hasil Analisis Statistik Deskriptif Tingkat ROA .....................
91
Tabel 4.7
Hasil Uji t Hitung .............................................................................
93
Tabel 4.8
Hasil Analisis Regresi Linier ...................................................
94
Tabel 4.9
Hasil Penghitungan Koefisien Regresi Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat ROA ..........
Tabel 4.10
95
Hasil Penghitungan Korelasi Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat ROA ...............................................
97
Tabel 4.11
Hasil Penghitungan Koefisien Determinasi..............................
98
Tabel 4.12
Hasil Penghitungan Uji t ..........................................................
99
Tabel 4.13
Rangkuman Hasil Analisis Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat ROA ................................................
100
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul Gambar
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran ................................................................
15
Gambar 3.1
Model Penelitian ......................................................................
64
Gambar 4.1
Grafik Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 ..............................
Gambar 4.2
Gambar 4.5
89
Grafik Tingkat ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 ................................................................................
Gambar 4.4
89
Grafik Rata-rata Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 ..................
Gambar 4.3
Hal.
91
Grafik Rata-rata ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 ...............................................................................
92
P-Plot Of Regression Standardized Residual ..........................
94
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Tugas Membimbing Skripsi
Lampiran 2
Kartu Tugas Perkembangan Bimbingan Skripsi
Lampiran 3
Surat Permohonan Survey
Lampiran 4
Surat Balasan Permohonan Survey Pojok Bursa YPKP
Lampiran 5
Berita Acara Pelaksanaan Sidang Skripsi
Lampiran 6
Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi
Lampiran 7
Tabel Distribusi t
Lampiran 8
Hasil Analisis Data dengan Program SPSS V14.0
Lampiran 9
Laporan Keuangan Peusahaan Perbankan Selama Tahun 2005-2007
Lampiran 10 Riwayat Hidup Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Krisis keuangan yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997
membawa dampak yang sangat buruk pada sektor perbankan di Indonesia. Terpuruknya sektor perbankan akibat krisis ekonomi memaksa pemerintah melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak sehat dan tidak layak lagi untuk beroperasi. Hal ini mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap industri perbankan. Dikeluarkannya Peraturan Undang-Undang baru No.10 Tahun 1998 mengenai perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang sedang terpuruk akibat terjadinya kenaikan suku bunga dan melonjaknya tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) bank-bank konvensional. Bank-bank di Indonesia rata-rata NPL-nya sudah 50 persen. Sebuah lembaga investasi ternama di Jakarta bahkan menaksir kredit bermasalah di perbankan sudah mencapai 75 persen. Bukan hanya itu, selain mengerek kredit macet, lonjakan harga dolar juga menggenjot nilai asset. Akibatnya tingkat kecukupan modal (CAR) yang dihitung berdasarkan rasio modal terhadap asset berisiko merosot drastis.(www.kompas.com) Bagaimana mengobati kedua penyakit itu? Hanya ada satu tonikum, yaitu injeksi modal. Kredit macet akan dihapus dari pembukuan bank, dengan dana cadangan penghapusan kredit macet (provisi). Besarnya dana provisi ini harus
sejumlah kredit macet yang digusur. Jika total kredit perbankan Indonesia Rp 600 triliun, maka untuk menggasak 50 persen kredit macet tadi dibutuhkan dana provisi Rp 300 triliun.(www.kompas.com) Jika kualitas asset termasuk kredit tidak bisa dikelola dengan baik, maka bank harus memiliki modal yang lebih kuat untuk berjaga-jaga. Potensi terbesar penggerus CAR pada tahun 2009 berasal dari memburuknya kualitas asset, terutama kredit. Pada masa krisis kinerja perusahaan cenderung menurun sehingga bermasalah (Non Performing Loan) akan naik pada 2009. Jika NPL naik, bank harus menyediakan pencadangan yang besar pula. Inilah yang membuat modal bank tergerus.(www.kompas.com) Pada umumnya setiap kegiatan usaha, baik perbankan maupun dunia usaha lainnya berorientasi pada pencapaian tingkat profitabilitas yang tinggi. Tuntutan untuk perolehan tingkat profitabilitas biasanya datang dari pihak pemilik modal (investor). Banyak investor yang mengasumsikan bahwa tingkat profitabilitas mencerminkan tingkat keuntungan. Tuntutan ini akan menjadi beban bagi pengelola (manajer) dalam menjalankan operasional usahanya, karena akan menjadi tolak ukur dalam penilaian prestasi kerjanya. BOPO perbankan yang berkisar 80-90 persen. Sebabnya pencadangan penghapusan aktiva produktif yang harus dikeluarkan bank pemerintah masih tinggi.
Selain
itu,
kredit
tinggi.(www.tempo.co.id)
macet
di
bank
pemerintah
juga
tergolong
Jika tingkat kredit macet bisa dikendalikan, bank milik Negara akan efisien. Sehingga tidak perlu mencadangan penghapusan aktiva. Cadangan kan biaya (penghapusan) bisa membuat bank-bank lebih efisien.(www.tempo.co.id) Dalam dunia perbankan, manajer harus bisa memenuhi tuntutan tersebut dengan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan profitabilitas salah satu caranya yaitu meminimalisir kredit bermasalah atau tingkat pengembalian kredit yang diberikan. Penghapusbukuan yang dilakukan Mandiri sepanjang Januari sampai Desember 2003 lumayan besar, yakni Rp 2,16 triliyun. Ini mencerminkan tingkat risiko yang tinggi. Dalam kenyataannya berbagai rekayasa tadi tak membuat kredit macet Bank Mandiri lebih rendah daripada bank pemerintah lain. Dibandingkan dengan BNI dan BRI, utang tak lancar Bank Mandiri masih lebih tinggi. Per September 2004, utang tak lancar Bank Mandiri 7,49 persen, sementara BRI hanya 5,75 persen dan BNI 6,12 persen. Fakta lain bahwa laporan keuangan dan perhitungan laba rugi per September 2003, laba perusahaan ditopang keuntungan non operasional yang berasal dari cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) Rp 2,1 triliun.(www.kompas.com) Untuk menghindari kerugian yang ditimbulkan akibat kredit bermasalah yang berakibat pada kenaikan biaya dan berpengaruh pada tingkat profitabilitas bank, manajemen bank harus peka dan cermat dalam mengatasi masalah ini karena bagi suatu usaha seperti bank tingkat profitabilitas sangatlah penting. Tingkat profitabilitas bank akan menjadi acuan bagi nasabah, investor dan pihak
terkait lainnya dalam menilai kinerja suatu bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kinerja keuangan bank merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan atas kesehatan suatu bank. Penilain kinerja keuangan bank salah satunya dapat dilihat dari besarnya Return On Asset (ROA). Semakin besar ROA yang dimiliki bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai serta semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. Dengan kata lain ROA dapat menunjukan efisiesi manajemen dalam penggunaan asset untuk mendapatkan keuntungan. Pada saat ini tingkat profitabilitas bank akan menjadi salah satu tolak ukur bagi nasabah dalam mempercayakan dananya untuk disimpan di suatu bank, karena mencerminkan sejauhmana kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan. Bagi investor, semakin tinggi tingkat profitabilitas bank maka akan semakin besar tingkat kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh bank, salah satunya disebabkan oleh tingkat keberhasilan operasional bank. Ketika produk perbankan bermasalah maka kinerja bank dalam mendapatkan keuntungan (profitabilitas) akan terganggu bahkan jika hal tersebut terus terjadi maka tingkat kesehatan bank pun akan terancam. Kinerja manajemen bank dapat dilihat salah satunya dari penyaluran kredit. Kredit merupakan aktiva produktif yang sangat diandalkan oleh bank, karena dapat menghasilkan pendapatan terbesar. Kredit perbankan merupakan bisnis yang berisiko, dimana ada kemungkinan kredit yang diberikan tidak dapat
dikembalikan oleh debitur yang akhirnya akan menjadi kredit bermasalah atau kredit macet. Pada kondisi seperti ini umumnya debitur penerima kredit bisa mengemukakan banyak alasan. Sementara itu bank sebagai penerima dana dari masyarakat harus membayar setiap rupiah yang ditempatkan bank termasuk juga harus membayar bunga simpanan. Dengan adanya risiko tersebut maka sudah seharusnya bank hanya akan memberikan kredit kepada nasabah atau debitur yang dinilai layak. Oleh karena itu, bank wajib melakukan prinsip kehati-hatian dalam proses pemberian kredit, karena kegiatan ini sangat mengandung risiko yang sangat besar yang dapat mempengaruhi kualitas aktiva produktif dan profitabilitas bank yang pada akhirnya akan membahayakan kesehatan dan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan. Maka dari itu bank akan mengantisipasi hal tersebut dengan membentuk cadangan penghapusan kredit. Cadangan penghapusan kredit dibentuk untuk menutupi risiko yang diakibatkan oleh tidak diterimanya seluruh atau sebagian kredit yang diberikan. Semakin besar kredit bermasalah, semakin besar pula biaya yang digunakan untuk pencadangan kredit bermasalah tersebut. Dampak dari besarnya pencadangan kredit telah dirasakan oleh hampir seluruh bank di Indonesia. Maka dari itu setiap bank harus memikirkan bagaimana untuk mengantisipasi kredit yang bermasalah ini agar tidak mengganggu kesehatan maupun keberlangsungan operasionalnya. CAR merupakan indikator untuk mengukur kekuatan modal bank dalam menyerap resiko. Berdasarkan laporan keuangan 2008 yang telah diaudit, CAR Bank Permata tercatat 10,8 persen, turun dibandingkan dengan akhir tahun 2007
yang sebesar 13 persen. Penurunan CAR disebabkan terutama oleh penyaluran kredit yang cukup ekspansif sepanjang 2008 dan peningkatan rasio pencadangan (penyisihan penghapusan aktiva produktif/PPAP) terhadap NPL. Selama tahun 2008 Bank Permata mencatat pertumbuhan kredit 32 persen dari Rp 26,5 triliun pada tahun 2007 menjadi Rp 34,9 triliun pada tahun 2008.(www.kompas.com) Besarnya pencadangan mempengaruhi perolehan laba Bank Permata. Pada tahun 2008, Bank Permata hanya mencatat pertumbuhan laba kotor sebesar 2,4 persen dari Rp 736,8 miliar pada akhir 2007 menjadi Rp 754,7 miliar. Total asset tercatat sebesar Rp 54,1 triliun meningkat 38 persen dibandingkan dengan akhir 2007. Adapun rasio NPL kotor turun dari 4,6 persen pada akhir 2007 menjadi 3,5 persen pada akhir 2008.(www.kompas.com) Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin terjadi akibat dari penyaluran kredit dan untuk menekan persentase kenaikan kredit bermasalah ini pihak bank wajib membentuk cadangan penghapusan kredit. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Ketentuan tersebut menyatakan bahwa bank wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif berupa cadangan umum dan cadangan khusus. Kredit merupakan salah satu dari aktiva produktif, dengan demikian bank wajib membentuk cadangan penghapusan kredit. Bank juga diwajibkan memiliki pedoman tertulis mengenai pembentukan cadangan penghapusan aktiva produktif dan penghapusbukuan aktiva yang didiskualifikasi.
Penelitian tentang cadangan penghapusan kredit telah dilakukan oleh Azwan Martin (1995) yang berjudul “Pengaruh Pembentukan Penghapusan Kredit yang Diberikan Terhadap Tingkat Profitabilitas” dengan kesimpulan “bahwa tidak terdapat pengaruh negatif yang berarti antara pembentukan penyisihan penghapusan kredit terhadap tingkat profitabilitas, yang ditinjau dari Rate of Return on Loan . Dalam penelitian ini penulis merujuk pada penelitian terdahulu, yaitu: “Pengaruh Cadangan Penghapusan Kupedes (Kredit Umum Pedesaan) Terhadap Tingkat Profitabilitas Bank” oleh Yugi Sagita Yudistira (2006) dengan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh negatif antara pembentukan penyisihan penghapusan kredit terhadap tingkat profitabilitas yang diukur dengan menggunakan Operating Ratio. Namun penelitian ini memiliki perberbedaan dengan penelitian tersebut:
Penelitian ini menggunakan Return On Asset (ROA) sebagai variabel Y, yaitu perbandingan laba bersih dengan total asset. Sementara ukuran profitabilitas yang digunakan pada penelitian terdahulu diukur berdasarkan operating ratio yaitu dengan membandingkan antara biaya operasional dan pendapatan operasional.
Penelitian ini memasukkan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 sebagai populasi penelitian. Sedangkan penelitian terdahulu hanya mengamati pada satu perusahaan perbankan yaitu pada BRI dengan periode tahun 2004-2005.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat ROA. Sehubungan hal itu, maka penulis akan membahas dalam skripsi ini dengan judul: “PENGARUH
TINGKAT
CADANGAN
PENGHAPUSAN
KREDIT
TERHADAP TINGKAT RETURN ON ASSET (ROA) (Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Telah Listing di BEI).”
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
penelitian
di
atas,
maka
penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1.
Seberapa besar tingkat cadangan penghapusan kredit yang ditetapkan pada perusahaan perbankan di BEI.
2.
Seberapa besar tingkat Return On Asset (ROA) yang dicapai pada perusahaan perbankan di BEI.
3.
Seberapa besar pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat Return On Asset (ROA) perusahaan perbankan di BEI.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka maksud dari penelitian
ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan serta
memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat Return On Asset (ROA). 1.3.2
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui besarnya tingkat cadangan penghapusan kredit yang ditetapkan pada perusahaan perbankan di BEI.
2.
Untuk mengetahui besarnya tingkat Return On Asset (ROA) yang dicapai pada perusahaan perbankan di BEI.
3.
Untuk mengetahui pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat Return On Asset (ROA) perusahaan perbankan di BEI.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian yang berupa sekumpulan informasi yang diperoleh
diharapkan dapat berguna bagi semua pihak antara lain: 1.4.1
Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berharga dalam bidang perbankan khususnya tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan cadangan penghapusan kredit dan Return On Asset (ROA). b. Bagi Perusahaan Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menentukan kebijakan dalam perusahaan agar pelaksanaan kegiatan perusahaan lebih efektif dan efisien.
c. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu tambahan ilmu serta referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 1.4.2
Kegunaan Teoretis Memberikan tambahan pengetahuan dan sumbangan yang positif terhadap
ilmu pengetahuan serta sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut khususnya mengenai topik cadangan penghapusan kredit dan Return On Asset (ROA).
1.5
Kerangka Pemikiran
1.5.1
Tinjauan Teoretis Aktivitas usaha perbankan yang utama adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menanamkannya dalam aktiva produktif yang berupa kredit. Penanaman dana ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan pendapatan bank melalui penciptaan aktiva produktif yang dihasilkan. Definisi aktiva produktif menurut Taswan, SE., MSi dalam bukunya “Akuntansi Perbankan” (2005:245) adalah: “Aktiva produktif (earning assets) adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing, dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan”
Aktiva produktif sangat diandalkan oleh suatu bank untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan terbesar bank berasal dari kredit. Pengertian kredit menurut PSAK No.31 Pragraf 26 Tahun 2007 adalah: “Kredit adalah peminjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Hal yang termasuk dalam pengertian kredit yang diberikan adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi dan pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchases Agreement (NPA).” Sedangkan pengertian kredit menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.” Kelangsungan usaha bank sangat tergantung pada kualitas kredit yang diberikan. Untuk mengetahui tingkat kesehatan kredit yang telah diberikan, dilakukan penilaian berdasarkan ketetapan waktu dan jumlah pembayaran kembali pokok dan bunga untuk setiap rekening debitur dan harus menjadi pedoman bagi setiap bank. Dalam prakteknya bank tidak hanya harus memelihara kualitas kreditnya, tetapi juga harus siap menanggung kemungkinan timbulnya risiko kerugian yang terjadi. Hal ini dikarenakan setiap kegiatan kredit yang dilakukan oleh bank mengandung risiko kredit atau risiko tidak kembalinya kredit. Risiko kredit dalam jumlah besar secara langsung akan mempengaruhi kualitas kredit dan tingkat
profitabilitas bank yang pada akhirnya akan membahayakan kesehatan dan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi risiko kredit tersebut, setiap bank harus membentuk cadangan penghapusan kredit. Adapun pengertian cadangan penghapusan kredit menurut PSAK No.31 Paragraf 44 Tahun 2007 adalah: “Penyisihan kerugian asset produktif adalah penyisihan yang dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian yang timbul sehubungan dengan penanaman dan ke dalam asset produktif, baik dalam rupiah maupun valuta asing.” Sedangkan pengertian cadangan penghapusan kredit menurut Indra Bastian dan Suharjono dalam buku “Akuntansi Perbankan” (2006:272) menyatakan bahwa : “Cadangan penghapusan kredit adalah penyisihan yang dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian yang timbul sehubungan dengan penanaman dana kedalam aktiva produktif, baik dalam rupiah maupun valuta asing. PPAP yang dibentuk disajikan sebagai pos pengurang (Offsetting Account) dari masing-masing jenis aktiva produktif yang bersangkutan.” Dengan dibentuknya cadangan penghapusan kredit, maka dalam laporan laba-rugi akan muncul biaya cadangan penghapusan kredit yang secara otomatis akan meningkatkan beban operasional bank pada tahun dibebankannya cadangan penghapusan kredit tersebut. Apabila cadangan penghapusan kredit semakin besar, maka dapat diperkirakan pendapatan dari kredit yang bersangkutan akan menurun. Pengaruh cadangan penghapusan kredit akan semakin terasa apabila terdapat
kredit
yang
bermasalah
(Non
Performing
Loan)
yang
akan
dihapusbukukan bertambah, sehingga diperlukan biaya tambahan untuk menutup biaya cadangan kredit yang sudah ada. Hal tersebut akan mengakibatkan semakin
menurunnya pendapatan dari kredit yang akan diperoleh dan tentunya akan mempengaruhi laba-rugi bank tersebut yaitu dengan semakin menurunnya laba bank yang akan diperoleh maka dampak dari semua itu adalah menurunnya tingkat profitabilitas bank atau tingkat kesehatan bank tersebut. Adapun pengertian Return On Asset (ROA) menurut Agus Sartono dalam bukunya ”Manajemen Keuangan” (2001:125) menyatakan bahwa: “Return On Asset (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktivitas yang dipergunakan.” Sedangkan menurut Susilo, Sigit, Totok dalam bukunya "Bank dan Lembaga Keuangan Lain” (2000:32) menyatakan bahwa: “Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan nilai total assetnya.” Hubungan antara cadangan penghapusan kredit dengan profitabilitas bank menurut Kieso dan Weygandt dalam buku “Akuntansi Keuangan” (1995:420) menyatakan sebagai berikut: “Cadangan penghapusan kredit yang diberikan dan disajikan pada neraca merupakan akumulasi dari beban atau biaya cadangan penghapusan kredit yang dibentuk oleh bank dan diperlakukan sebagai kontra asset sebagaimana estimasi yang dilakukan untuk perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau total dari jumlah piutang yang beredar, dimana estimasi tersebut dimasukkan sebagai beban dan pengurang tak langsung dalam piutang dagang melalui suatu kenaikan dalam perkiraan penyisihan.” Indra Bastian dan Suharjono dalam buku “Akuntansi Perbankan” (2006:272) menyatakan bahwa:
“Cadangan penghapusan kredit dibentuk sebagai pengurang (Offsetting Account) aktiva. Penurunan jumlah aktiva mengakibatkan kenaikan tingkat profitabilitas yang diukur berdasarkan Return On Asset (ROA).”
Dengan kata lain peningkatan cadangan kredit akan mengakibatkan jumlah aktiva yang dimiliki oleh suatu bank akan menurun, dimana penurunan aktiva yang dimiliki akan menyebabkan kenaikan tingkat profitabilitas bank yang bersangkutan. Ini berarti jika cadangan penghapusan kredit naik maka total aktiva mengalami penurunan sehingga tingkat profitabilitas bank naik dan sebaliknya jika cadangan penghapusan kredit turun maka total aktiva akan naik sehingga tingkat profitabilitas bank akan turun. Profitabilitas suatu bank tidak hanya penting bagi pemilik bank, tetapi juga bagi golongan-golongan lain di dalam masyarakat. Bila bank berhasil mengumpulkan dan memperbesar modal, maka akan memperoleh kesempatan meminjamkan dengan lebih luas atau lebih besar karena tingkat kepercayaan atau kredibilitas meningkat. Para penyimpan (deposan) berkepentingan jika posisi modal bank kuat sehingga dengan sendirinya tidak perlu merasa was-was atau bimbang terhadap risiko jika simpanannya tidak dapat dilunasi oleh bank. Bank harus memiliki modal yang besar untuk menutup risiko jika terjadi kerugian. Pemerintah dan masyarakat juga berkepentingan bila tingkat laba bank senantiasa bertambah sehingga diharapkan lalu lintas keuangan dapat terjamin. Demikian juga pengumpulan dan penyaluran dana dari dan kepada masyarakat secara timbal balik berjalan baik.
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran tergambarkan dalam skema berikut ini: Laporan Keuangan Bank
Penyajian Aktiva Produktif di Neraca
Aktiva Produktif ini mengandung risiko kerugian S.K BI No.31/148/KEP/DIR tanggal 12 November S.K B 1999 tentang PPAP
Penyisihan Cadangan Umum Penyisihan Cadangan Khusus Pembentukan Cangan Penghapusan Kredit
Biaya Cadangan Penghapusan Kredit
Pendapatan dari Kredit Kredit
Laba
Tingkat Kesehatan Bank
Profitabilitas
Return On Asset
Laba Bersih Dibandingkan Dengan Total Aktiva
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
1.5.2
Tinjauan Empiris Azwan Martin (1995) meneliti Pengaruh Pembentukan Penghapusan
Kredit yang Diberikan Terhadap Tingkat Profitabilitas dengan kesimpulan ”bahwa tidak terdapat pengaruh negatif yang berarti antara pembentukan penyisihan penghapusan kredit terhadap tingkat profitabilitas, yang ditinjau dari Rate of Return on Loan.” Yugi Sagita Yudistira (2006) meneliti Pengaruh Cadangan Penghapusan Kupedes (Kredit Umum Pedesaan) Terhadap Tingkat Profitabilitas Bank dengan kesimpulan “bahwa terdapat pengaruh negatif antara pembentukan penyisihan penghapusan kredit terhadap tingkat profitabilitas yang diukur dengan menggunakan Operating Ratio.”
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka penulis mencoba mengemukakan suatu hipotesis sebagai berikut: “Terdapat pengaruh antara tingkat cadangan penghapusan kredit dengan tingkat Return On Asset (ROA).”
1.6
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI), melalui situs resmi BEI www.idx.co.id dan Pojok Bursa YPKP Jl. PH.H.Mustofa No.68 Bandung. Adapun waktu penelitian dimulai pada bulan April 2009 sampai dengan selesai.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kredit
2.1.1
Pengertian Kredit Pemberian kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan
oleh suatu bank. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (crede) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan
No.31 Pragraf 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa pengertian
kredit adalah sebagai berikut: “Kredit adalah peminjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Hal yang termasuk dalam pengertian kredit yang diberikan adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi dan pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchases Agreement (NPA).” Sedangkan menurut Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal dalam buku “Credit Management Handbook” (2006:4) menyatakan bahwa: “Kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditor/atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.”
Dengan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan suatu kegiatan peminjaman uang oleh pemberi kredit kepada pihak lain dalam hal ini adalah debitur dengan harapan uang tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak yang bersangkutan.
2.1.2. Jenis Kredit Pada prinsipnya kredit itu hanya satu macam saja, yaitu uang bank yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada suatu waktu tertentu di masa mendatang, disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga. Tetapi berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi yang mempengaruhi bidang usaha nasabah, maka jenis kredit menjadi beragam yaitu berdasarkan sifat pengguna, keperluan, jangka waktu, cara pemakaian, dan jaminan atas kredit-kredit yang diberikan bank. Kredit yang diberikan bank pada umumnya dan untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis, menurut Hadiwidjaja et.al, dalam bukunya “Analisis Kredit” (2004:4) menjelaskan jenis-jenis kredit terdiri dari: “A. Kredit Menurut Penggunaannya: 1. Kredit Konsumtif 2. Kredit Produktif B. Kredit Menurut Pengalihan Hak Materinya: 1. Kredit Dalam Bentuk Uang 2. Kredit Bukan Dalam Bentuk Uang C. Kredit Menurut Cara Penggunaannya: 1. Kredit Tunai 2. Kredit Bukan Tunai D. Kredit Menurut Jangka Waktunya: 1. Kredit Jangka Pendek 2. Kredit Jangka Menengah
3. Kredit Jangka Panjang E. Kredit Menurut Sektor Ekonominya: 1. Kredit Sektor Pertanian 2. Kredit Sektor Pertambangan 3. Kredit Sektor Perindustrian 4. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air 5. Kredit Sektor Konstruksi F. Kredit Menurut Pemberiannya: 1. Kredit Terorganisir 2. Kredit Tidak Terorganisir G. Kredit Menurut Segi Alat Buktinya: 1. Kredit Secara Lisan 2. Kredit Tercatat 3. Kredit Dengan Perjanjian Tertulis H. Kredit Menurut Sumber Dananya: 1. Kredit yang Dananya Berasal Dari Tabungan 2. Kredit yang Dananya Berasal Dari Penciptaan Uang Baru I. Kredit Menurut Negara Pemberiannya: 1. Kredit Dalam Negeri 2. Kredit Luar Negeri.”
Jenis-jenis kredit tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: A. Kredit Menurut Penggunaannya: 1. Kredit Konsumtif Kredit yang dipergunakan untuk pembelian barang-barang atau jasa untuk memberikan kepuasan (pemuas kebutuhan manusia secara langsung). 2. Kredit Produktif Adalah kredit yang dipergunakan untuk tujuan peningkatan usaha atau produksi. Kredit produktif terdiri dari: a. Kredit Investasi, yaitu kredit yang digunakan untuk pembelian barangbarang tahan lama atau barang modal atau aktiva tetap.
b. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk membelanjai modal lancar yang bisa habis dalam satu atau beberapa proses produksi. c. Kredit Likuiditas, yaitu kredit yang digunakan untuk membantu perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas dalam memelihara likuiditas minimalnya. B. Kredit Menurut Pengalihan Hak Materinya: 1. Kredit Dalam Bentuk Uang Pada umumnya, bank
memberikannya dalam bentuk uang dan
pengembaliannya pun dalam bentuk uang pula. 2. Kredit Bukan Dalam Bentuk Uang Kredit ini berupa barang-barang atau jasa yang biasanya diberikan oleh perusahaan-perusahaan sedangkan pengembaliannya dilakukan oleh debitur dalam bentuk uang. C. Kredit Menurut Cara Penggunaannya: 1. Kredit Tunai Kredit yang dilakukan dengan tunai atau pemindahbukuan ke dalam rekening debiturnya atau yang ditunjuk oleh debitur yang bersangkutan. 2. Kredit Bukan Tunai Kredit yang tidak dibayarkan langsung pada saat perjanjian pinjaman dibuat, tetapi ada tenggang waktu dengan persyaratan tertentu. D. Kredit Menurut Jangka Waktunya: 1. Kredit Jangka Pendek
Kredit yang diberikan bank dengan jangka waktu pelunasan setinggitingginya selama satu tahun. 2. Kredit Jangka Menengah Yaitu kredit yang diberikan dalam jangka waktu pelunasan setinggitingginya tiga tahun, katakanlah antara satu sampai tiga tahun. 3. Kredit Jangka Panjang Kredit jangka panjang bisa berumur maksimal lima tahun atau juga lebih dari lima tahun. E. Kredit Menurut Sektor Ekonominya: 1. Kredit Sektor Pertanian Dengan tujuan produktif dalam rangka meningkatkan hasil atau produksi disektor pertanian baik berupa kredit modal kerja, maupun kredit investasi. 2. Kredit Sektor Pertambangan Untuk keperluan penggalian dan pengambilan bahan-bahan tambang baik dalam bentuk cair maupun bukan dalam bentuk cair. 3. Kredit Sektor Perindustrian Kredit yang diberikan berkenaan dengan kegiatan usaha mengubah-ubah bentuk atau transformasi. 4. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air Diberikan untuk usaha pengadaan dan pendistribusian gas dan air. 5. Kredit Sektor Konstruksi Diberikan kepada para kontraktor yang memerlukan modal kerja yang diperlukan untuk pembelanjaan pekerjaan bangunan.
F. Kredit Menurut Pemberiannya: 1. Kredit Terorganisir Yaitu kredit yang diberikan oleh badan atau lembaga yang telah terorganisir secara baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan. 2. Kredit Tidak Terorganisir Kredit semacam ini adalah kredit yang diberikan oleh orang atau sekelompok orang maupun badan yang tidak terorganinisir secara resmi. G. Kredit Menurut Segi Alat Buktinya: Alat bukti disini dimaksudkan dengan segala sesuatu yang dapat dijadikan bukti tentang adanya ikatan kredit antara kreditur dengan debitur atau pengakuan dengan adanya utang pihak debitur, alat bukti kredit terbagi sebagai berikut: 1. Kredit Secara Lisan Yaitu kredit yang perjanjiannya dilakukan secara lisan saja. Artinya segala janji debitur dinyatakan secara lisan, baik jumlah kredit, lamanya kredit, tingkat bunga, maupun cara dan waktu pembayarannya. 2. Kredit Tercatat Merupakan pemberian atau transaksi kredit yang tercatat dalam semua catatan kredit perusahaan, baik kepada kreditur maupun kepada debitur. 3. Kredit Dengan Perjanjian Tertulis Yaitu suatu hubungan yang timbul karena transaksi kredit yang didasarkan kepada perjanjian tertulis antara pihak kreditur dengan pihak debitur.
H. Kredit Menurut Sumber Dananya: Menurut sumber dananya di dalam negeri, kredit ini terdiri dari dua golongan yaitu: 1. Kredit yang dananya berasal dari tabungan masyarakat pemberian kredit, dilakukan karena adanya kelebihan pendapatannya yang terkumpul melalui saving deposit. 2. Kredit yang dananya berasal dari penciptaan uang baru, kredit diberikan dengan dana dari penambahan uang terhadap uang yang beredar atau yang telah ada. Kredit tersebut memberikan dampak penambahan daya beli baru yang bersumber kepada penciptaan uang tersebut. I. Kredit Menurut Negara Pemberiannya: 1. Kredit Dalam Negeri Kredit yang diterima oleh peminjam di dalam negeri yang dananya serta pemberian kreditnya berkedudukan di dalam negerinya. 2. Kredit Luar Negeri Kredit yang diberikan oleh orang asing kepada peminjam (baik pemerintah maupun swasta di dalam negeri).
2.1.3
Risiko Kredit Dalam penyaluran kredit kepada debitur, bank harus memikul risiko yang
cukup besar salah satunya adanya kemungkinan timbulnya kredit macet atau kredit
bermasalah.
Menurut
Lukman
“Manajemen Perbankan” (2005: 24) yaitu:
Dendawijaya
dalam
bukunya
“1. 2. 3. 4.
Risiko Spread Risiko Kredit Bermasalah Risiko Nilai Jaminan Risiko Kurs Valuta Asing.”
1. Risiko Spread Risiko yang timbul sebagai akibat hasil negatif antara selisih biaya bunga (yang harus dibayarkan kepada deposan atau nasabah penyimpan dana) dan tingkat bunga kredit (yang diterima dari nasabah kredit). 2. Risiko Kredit Bermasalah Risko yang timbul sebagai akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban nasabah kredit untuk membayar angsuran pinjaman maupun bunga kredit pada waktu yang sudah disepakati antara pihak bank dan nasabah (debitur) kredit. 3. Risiko Nilai Jaminan Risiko yang timbul sebagai akibat turunnya nilai jaminan (agunan) yang dipegang bank dibandingkan dengan jumlah sisa pinjaman (outstanding) yang masih harus dilunasi oleh nasabah kredit. 4. Risiko Kurs Valuta Asing Risiko yang timbul sebagai akibat kenaikan kurs valuta asing terhadap mata uang lokal (rupiah), sehingga nasabah kredit tidak memiliki dana (dalam valuta asing) yang cukup memadai yang disebabkan oleh pendapatan nasabah dalam valuta lokal. Manajemen bank dalam hal ini harus bisa mengantisipasi dalam memberikan kredit kepada setiap calon debitur, Maka dari itu prinsip kehatihatian dalam pemberian kredit harus dilakukan. Ini dilakukan demi menjaga
kesehatan bank yang nantinya akan berdampak pada penurunan tingkat profitabilitas bank.
2.1.4 Kolektibilitas Kredit Kredit yang diberikan oleh bank merupakan salah satu dari aktiva produktif, yaitu aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Kredit yang diberikan tersebut kualitasnya sangat menentukan kelangsungan usaha bank. Mengingat adanya risiko kerugian dalam pemberian kredit, oleh karena itu bank berkewajiban menjaga agar kualitas kredit yang diberikan atas dasar penggolongan kolektibilitas. Pengertian pengembalian piutang atau dalam dunia perbankan lebih dikenal dengan pengertian kolektibilitas yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (Surat Edaran Bank Indonesia No.23/12/BPPP) adalah sebagai berikut: “Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga atau penanaman lainnya.” Sedangkan menurut As.Mahmoeddin dalam bukunya “Melacak Kredit Bermasalah” (2004:10) menyatakan bahwa: “Kolektibilitas pinjaman/kredit ialah penggolongan pinjaman berdasarkan keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dengan bunga oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang masih ditanamkan dalam surat-surat berharga atau penanaman lainnya.” Kualitas aktiva produktif dalam hal ini kredit yang diberikan bank dinilai berdasarkan kolektibilitas, yang pada prinsipnya didasarkan pada kontinuitas pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan peminjam yang ditinjau
dari keadaan usaha yang bersangkutan. Disamping menggunakan unsur-unsur kuantitatif, penentuan kolektibilitas juga dilakukan atas dasar judgement. Penggolongan kolektibilitas kredit dengan kriterianya masing-masing menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.30/16/UPPB dan Surat Edaran Bank Indonesia No.30/17/UPPB tahun 1998 yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang dikutip oleh Tjukria Tawaf dalam bukunya “Audit Intern Bank” (2000:24) dirinci sebagai berikut: “ 1. Lancar 2. Dalam Perhatian Khusus 3. Kurang Lancar 4. Diragukan 5. Macet.” Kriteria-kriteria kolektibilitas tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Lancar a. Prospek Usaha 1. Industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang baik. 2. Pasar yang stabil dan tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian. 3. Manajemen yang baik. 4. Perusahaan afiliasi atau grup stabil dan mendukung usaha. b. Kondisi Keuangan 1. Perolehan laba tinggi dan stabil. 2. Permodalan kuat. 3. Likuiditas dan modal kerja kuat.
4. Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur dapat memenuhi kewajiban pembayaran pokok serta bunga tanpa dukungan sumber dana tambahan. c. Kemampuan Membayar 1. Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit. 2. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat. 3. Dokumen kredit lengkap dan pengikatan kuat. 2. Dalam Perhatian Khusus a. Prospek Usaha 1. Industri atau kegiatan usaha memiliki pedoman pertumbuhan terbatas. 2. Posisi di pasar baik, tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian. 3. Pangsa pasar sebanding dengan pesaing. 4. Manajemen yang baik. b. Kondisi Keuangan 1. Perolehan laba cukup lancar dan baik namun memiliki potensi menurun. 2. Likuiditas dan modal kerja umumnya baik. 3. Analisis arus kas menunujukkan bahwa meskipun debitur mampu memenuhi kewajiban pembayaran pokok ditambah bunga, namun terdapat indikasi masalah tentang yang apabila tidak diatasi akan mempengaruhi pembayaran di masa mendatang.
c. Kemampuan Membayar 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai 90 hari. 2. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat. 3. Kurang Lancar a. Prospek Usaha 1. Industri atau kegiatan usaha menunjukkan potensi pertumbuhan yang sangat terbatas atau tidak mengalami pertumbuhan. 2. Pasar dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian. 3. Manajemen yang cukup baik. b. Kondisi Keuangan 1. Perolehan laba menurun. 2. Rasio hutang terhadap modal cukup. 3. Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur hanya mampu membayar bunga sebagian pokok. c. Kemampuan Membayar 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai 180 hari. 2. Hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan tidak dapat dipercaya. 4. Diragukan a. Prospek Usaha 1. Industri atau kegiatan usaha menurun.
2. Manajemen kurang berpengalaman. b. Kondisi Keuangan 1. Laba sangat kecil dan negatif. 2. Kerugian operasional dibiayai penjualan asset. 3. Likuiditas sangat menurun. c. Kemampuan Membayar 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai 270 hari. 2. Hubungan debitur dengan bank semakin memburuk dan informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya. 5. Macet a. Prospek Usaha 1. Kemungkinan besar kegiatan usaha akan berhenti. 2. Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang sangat menurun. 3. Manajemen yang sangat lemah. b. Kondisi Keuangan 1. Mengalami kerugian yang sangat besar. 2. Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan. 3. Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur tidak mampu menutup biaya produksi.
c. Kemampuan Membayar 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari. 2. Dokumen dan atau pengikatan anggunan tidak ada.
2.1.5
Kredit Bermasalah
2.1.5.1 Pengertian Kredit Bermasalah Kredit bermasalah merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh setiap bank dari sekian masalah yang timbul. Kredit bermasalah biasanya terjadi karena ketidaktelitian pihak bank dalam menyetujui setiap permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah atau debitur. Ketidaktelitian yang tejadi di antaranya: ketidaklengkapan persyaratan permohonan kredit, nilai barang jaminan yang tidak memadai, penganalisaan laporan keuangan calon debitur yang tidak teliti, dan sebagainya. Pengertian kredit bermasalah (Non Performing Loans) menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:31.5) adalah: “Kredit nonperforming pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat 90 (sembilan puluh) hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit nonperforming terdiri dari atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet.” Sedangkan menurut Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal dalam bukunya “Credit Management Handbook” (2006:476) pengertian kredit bermasalah adalah:
“Kredit bermasalah adalah kredit yang mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.”
Adanya kredit bermasalah akan sangat mengganggu keberlangsungan dan kesehatan bank yang bersangkutan. Kriteria kredit rawan yang menjadi kredit bermasalah yaitu kredit yang berada dalam klasifikasi kurang lancar, diragukan, dan macet (non performing loans).
2.1.5.2 Penyebab Kredit Bermasalah Pengelolaan terhadap kredit bermasalah harus bersifat antisipasi, proaktif, dan berdisiplin. Dengan demikian pengelolaan dalam kredit bermasalah bank harus mempunyai pedoman yang baku mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan kredit menjadi bermasalah, mempunyai alat
yang dapat
dipergunakan untuk mendeteksi secara dini timbulnya masalah dalam usaha debitur serta melakukan evaluasi secara berkesinambungan. Berikut ini faktor-faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah menurut Lukman Dendawijaya dalam bukunya “Manajemen Perbankan” (2005:191) yaitu: “1. Faktor Ekstern 2. Faktor Intern Perusahaan 3. Faktor Intern Bank yang memberikan kredit.” Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor Ekstern a. Keadaan ekonomi semakin makro. b. Kenaikan kurs US$ terhadap rupiah yang menaikkan harga pokok produksi/jasa. c. Peraturan atau kebijakan pemerintah. d. Persaingan yang ketat dalam suatu sektor industri. e. Persaingan yang tidak sehat karena pengaruh dari budaya KKN. f. Sistem perpajakan yang berlaku, dan sebagainya. 2. Faktor Intern Perusahaan a. Mismanagement dalam perusahaan nasabah. b. Kesulitan keuangan. c. Kesalahan dalam produksi (kualitas, delivery terlambat). d. Kesalahan dalam marketing strategy. e. Sengketa antar pemilik atau antara pemilik dan direksi, dan sebagainya. 3. Faktor Intern Bank yang memberikan kredit a. Mark up yang dilakukan dengan sengaja. b. Feasibility study yang dibuat supaya proyek sangat feasible. c. Kolusi antara staf bank dan nasabah. d. Kurang ketatnya monitoring kredit atau supervise proyek. e. Kurang keahlian dalam analisis pemberian kredit. f. “Surat sakti” dari pemilik atau adanya KKN dengan elite politik. g. Kesalahan dalam memilih sektor industri nasabah, dan sebagainya.
Berdasarkan rincian diatas diharapkan bank dapat mengantisipasi faktorfaktor tersebut dengan cermat dan mencari jalan keluarnya, semua ini demi keberlangsungan dan kesehatan bank termasuk tingkat profitabilitas yang terpengaruh di dalamnya.
2.1.5.3 Penyelamatan Kredit Bermasalah Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan. Berikut ini beberapa tindakan penyelamatan terhadap kredit bermasalah menurut Lukman Dendawijaya dalam bukunya “Manajemen Perbankan” (2005:83) yaitu: “1. Rescheduling 2. Reconditioning 3. Restructuring 4. Kombinasi 3 R 5. Eksekusi.” Tindakan-tindakan penyelamatan kredit bermasalah tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Rescheduling (penjadwalan kembali) Penjadwalan kembali dilakukan jika ternyata pihak debitur tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun bunga kredit.
2.
Reconditioning Merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama.
3.
Restructuring Merupakan usaha penyelamatan yang terpaksa dilakukan dengan mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit.
4.
Kombinasi 3 R a. Rescheduling dan reconditioning. b. Rescheduling dan restructuring. c. Restructuring dan reconditioning. d. Rescheduling, reconditioning, dan restructuring sekaligus.
5.
Eksekusi Apabila semua usaha penyelamatan diatas belum membuahkan hasil, maka jalan terakhir adalah dengan eksekusi melalui berbagai cara, antara lain: a. Menyerahkan kewajiban kepada Badan Urusan Piutang Negara. b. Menyerahkan perkara ke Pengadilan Negeri.
2.1.6
Akuntansi Untuk Kredit Yang Diberikan Kredit merupakan salah satu jenis aktiva produktif yang memiliki
prioritas yang cukup besar dalam sebuah bank. Ini dikarenakan bahwa kredit merupakan sumber pendapatan utama bank yang diperoleh dari penghasilan bunga pinjaman atau kredit. Pengertian kredit yang diberikan menurut Standar Akuntansi Keuangan No.31 (2004:15) adalah sebagai berikut: “Kredit yang diberikan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, hasil dan keuntungan. Termasuk dalam pengertian kredit yang diberikan adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama dan kredit dalam proses penyelamatan.”
Adapun perlakuan akuntansi untuk perkiraan tersebut ditetapkan sebagai berikut: a. Kredit yang diberikan dalam rangka pembiayaan bersama dicatat sebesar tagihan bank yang bersangkutan b. Pengalihan kredit menjadi penyertaan dicatat sebesar nilai wajar dari saham atau harta yang diterima c. Pokok dan bunga kredit yang dihapusbukukan dibebankan kepada penyisihan penghapusan kredit setelah dikurangi nilai wajar aktiva yang diterima dan agunan yang dikuasai. Kredit disajikan di neraca sebesar jumlah berita tagihan bank yang belum dilunasi nasabah. Jumlah penyisihan dibentuk untuk menutupi kemungkinan kerugian yang timbul dari tidak diterima kembali seluruh atau sebagian kredit disajikan sebagai pos pengurang (offsetting account) dari kredit tersebut. Dalam hal restrukturisasi kredit, jumlah bruto tersebut termasuk dengan bunga dan beban lain yang dialihkan menjadi pokok kredit. Hal-hal sebagai berikut wajib diungkap dalam catatan atas laporan keuangan: a. Jenis kredit, sektor ekonomi dan jumlah kredit masing-masing. b. Kedudukan bank dalam pembiayaan bersama dan besarnya pasar. c. Jumlah kredit dalam proses penyelamatan.
d. Klasifikasi kredit menurut jangka waktu dan tingkat suku bunga kredit yang dihitung secara rata-rata (average). Ikhtisar perubahan penyisihan penghapusan kredit yang diberikan dalam tahun yang bersangkutan yang menunjukkan saldo awal, penyisihan tahun berjalan, pelunasan kredit yang telah dihapusbukukan dan saldo akhir tahun. Adapun jurnal-jurnal yang digunakan dalam proses pengakuan dan pencatatan kredit yaitu
Pemberian kredit: Kredit
xxxxx
Kas
xxxxx
Pengakuan biaya cadangan penghapusan kredit: Biaya cadangan penghapusan kredit
xxxxx
Cadangan penghapusan kredit
Penghapusbukuan kredit: Cadangan penghapusan kredit
xxxxx
xxxxx
Kredit
xxxxx
Pendapatan bunga
xxxxx
Pembukuan kembali kredit yang telah dihapusbukukan: Kredit
xxxxx
Pendapatan bunga
xxxxx
Cadangan penghapusan kredit
xxxxx
Pelunasan kredit: Kas
xxxxx
Kredit
xxxxx
Pendapatan bunga
xxxxx
2.2
Cadangan Penghapusan Kredit
2.2.1
Pengertian Cadangan Penghapusan Kredit Pencadangan penghapusan kredit yang diberikan sangat membantu bank
itu sendiri dari masalah tidak kembalinya sebagian atau seluruh kredit yang diberikan kepada debitur. Sebagai salah satu antisipasi dari risiko kerugian yang akan berakibat pada menurunya tingkat profitabilitas termasuk keuntungan bank di dalamnya. Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku “Akuntansi Intermediate” (2002:390) menyatakan bahwa: “Piutang usaha tak tertagih adalah kerugian pendapatan yang memerlukan, melalui ayat jurnal pencatatan yang tepat dalam akun, penurunan aktiva piutang usaha serta penurunan yang berkaitan dengan laba dan ekuitas pemegang saham. Kerugian pendapatan dan penurunan laba diakui dengan mencatat beban piutang ragu-ragu (atau beban piutang tak tertagih).”
Sedangkan pengertian cadangan penghapusan kredit menurut Indra Bastian dan Suharjono dalam buku “Akuntansi Perbankan” (2006:272) menyatakan bahwa : “Cadangan penghapusan kredit adalah penyisihan yang dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian yang timbul sehubungan dengan penanaman dana kedalam aktiva produktif, baik dalam rupiah maupun valuta asing. PPAP yang dibentuk disajikan sebagai pos pengurang (Offsetting Account) dari masing-masing jenis aktiva produktif yang bersangkutan.”
Dari definisi diatas dapat dijelaskan bahwa mengingat setiap kegiatan usaha mengandung risiko, tidak terkecuali dalam lembaga usaha perbankan. Maka wajar bila bank yang merupakan lembaga keuangan, bank harus melakukan penyisihan biaya untuk membentuk cadangan penghapusan kredit dalam menutupi risiko perkreditan yang timbul.
2.2.2
Pedoman Pembentukan Cadangan Penghapusan Kredit Dalam hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 yang menetapkan bahwa bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) berupa cadangan umum dan cadangan khusus guna menutup risiko kemungkinan kerugian. Kredit yang diberikan adalah suatu aktiva produktif sehingga peraturan tersebut berlaku bagi kredit yang diberikan bank, dalam hubungan ini dapat dikemukakan pedoman pembentukan cadangan menurut Susilo, Sigit, dan Totok dalam buku “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” adalah sebagai berikut: “1. Cadangan umum pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1% dari aktiva produktif yang digolongkan lancar tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Pemerintah. 2. Cadangan khusus PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar: 1) 5% dari aktiva produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus. 2) 15% dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan. 3) 50% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan setelah dikurangi nilai agunan. 4) 100% dari aktiva produktif yang digolongkan macet setelah dikurangi nilai agunan. 5) Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam PPAP terdiri dari:
a) Giro, deposito, tabungan dan setoran jaminan dalam mata uang rupiah dan valuta asing yang diblokir yang disertai dengan surat kuasa pencairan, nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang setinggi-tingginya 100%. b) Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Pemerintah, nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang setinggi-tingginya 100%. c) Surat berharga yang aktif diperdagangkan di pasar modal. Surat berharga yang dinilai dengan menggunakan nilai pasar yang tercatat di pasar efek pada akhir bulan. Nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang setinggitingginya 50%. Tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara dan kapal laut dengan ukuran 20 meter kubik. Tanah dinilai berdasarkan harga pasar, rumah tinggal bedasarkan harga pasar, dan kalkulasi biaya sedangkan gedung, pesawat udara dan kapal laut dinilai berdasarkan nilai pasar. Kalkulasi biaya dan kapitalisasi pendapatan, nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang setinggi-tingginya sebesar: a. 70% untuk penilaian yang dilakukan belum melampaui 6 bulan. b. 50% untuk penilaian yang dilakukan setelah melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 18 bulan. c. 30% untuk penilaian yang dilakukan setelah melampaui 18 bulan tetapi belum melampaui 30 bulan. d. 0% untuk penilaian yang dilakukan setelah melampaui 30 bulan. d) Penilaian agunan wajib dilakukan oleh penilai independent bagi: a. Kredit yang diberikan lebih dari Rp 1,5 milyar kepada debitur atau kelompok debitur oleh bank yang memiliki modal setinggi-tingginya Rp 300 milyar. b. Kredit yang lebih dari Rp 2,2 milyar kepada debitur atau kelompok debitur oleh bank yang memiliki modal setinggi-tingginya Rp 300 milyar. e) Bank wajib membuat PPAP sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada laporan keuangan publikasi. Bank wajib memperbaiki laporan keuangan publikasi dan mengumumkan kembali bila PPAP yang sebelumnya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”
Setiap bank melakukan perhitungan cadangan penghapusan kredit sesuai dengan peraturan yang berlaku berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas.
Pencadangan penghapusan kredit ini sangat dipengaruhi oleh kredit bermasalah yang dialami oleh bank tersebut. Dengan kata lain semakin tinggi jumlah kredit masalah, maka makin besar cadangan penghapusan kredit, karena buruknya kolektibilitas kredit pada bank yang bersangkutan.
2.2.3
Kesehatan Bank
2.2.3.1 Pengertian Kesehatan Bank Kesehatan
bank
sangatlah
penting,
karena
ini
terkait
dengan
keberlangsungan usaha bank tersebut. Menurut Susilo, Sigit, Totok dalam buku “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (2002:22) mendefinisikan kesehatan bank sebagai berikut: “Kemampuan suatu bank untuk melaksanakan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik melalui cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.”
Pengertian tentang kesehatan bank di atas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan bank untuk melakukan seluruh kegiatan usaha perbankannya, meliputi: 1. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga keuangan lainnya dan dari modal sendiri. 2. Kemampuan mengelola dana. 3. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat. 4. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
5. Kemampuan memenuhi kewajiban ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain.
2.2.3.2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Bank wajib memelihara tingkat kesehatannya dan penilaian kesehatan bank pada dasarnya merupakan penilaian kuantitatif sehingga faktor judgement merupakan hal yang dominan. Penilaian meliputi permodalan, kualitas asset, profitabilitas, manajemen dan aspek lainnya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan yang menetapkan bahwa: “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, profitabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”
Ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai berikut: 1. Tolak ukur bagi manajemen baik untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan pasal-pasal perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. 2. Tolak ukur untuk menciptakan arah pembinaan dan pengembangan bank baik secara individual maupun industri perbankan secara keseluruhan. Pada tahun pertama pelaksanaan penilaian terhadap sejumlah faktor tadi dilakukan dengan mengklasifikasikan beberapa komponen-komponen penting dari
masing-masing faktor tersebut. Atas dasar klasifikasi komponen-komponen penting ini dilakukan penilaian lebih lanjut dengan memperhatikan aspek lain yang secara material berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masingmasing faktor. Untuk memungkinkan diperolehnya pedoman yang lebih lanjut, maka dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan bank telah ditetapkan beberapa komponen yang dinilai cukup penting dan strategis untuk dapat diklasifikasikan. Dengan demikian setelah dilakukan penilaian atas dasar klasifikasi, harus pula dianalisis dan diuji dengan menggunakan komponen-komponen lain dalam rangka mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi dan perkembangan bank yang bersangkutan. Terhadap faktor dan komponen tersebut diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kejahatan-kejahatan bank. Klasifikasi faktor dan komponen penilaian tingkat kesehatan bank beserta bobotnya masing-masing dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Faktor dan Komponen Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Beserta Bobotnya No. Faktor yang Komponen Bobot Dinilai 1. Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang 25% 2. Kualitas Aktiva 30% Produktif Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan 25% terhadap aktiva produktif. Rasio peyisihan penghapusan aktiva 5% produktif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk. 3. Manajemen 25% Manajemen umum 10% Manajemen resiko 15% 4. Profitabilitas 25%
Rasio laba terhadap rata-rata volume usaha. 10% Rasio biaya operasional terhadap 15% pendapatan operasional. 5. Likuiditas 10% Rasio kewajiban bersih call money terhadap 5% aktiva lancar dalam rupiah. Rasio kredit terhadap dana yang diterima 5% bank dalam rupiah dan valuta asing. Sumber : Lukman Dendawijaya (2005:155)
2.3
Analisis Rasio Keuangan
2.3.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan Dalam mengadakan analisis laporan keuangan suatu bank, seorang analisa laporan keuangan membutuhkan adanya suatu ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah rasio. Di mana rasio ini mencerminkan keadaan keuangan bank masa lalu, sekarang dan memproyeksi hasil yang akan datang. Menurut S. Munawir dalam bukunya ”Analisis Laporan Keuangan” (2002:65) mendefinisikan analisis rasio keuangan sebagai berikut: “Analisis rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari dua laporan tersebut.” Penggunaan analisis keuangan ini sangat bervariasi dan tergantung oleh pihak yang memerlukan sesuai dengan tujuan dan harapan yang ingin dicapai. Bagi manajemen akan memperhatikan semua aspek analisis keuangan apakah yang sifatnya jangka pendek maupun jangka panjamg, karena tanggung jawabnya untuk mengelola operasi perusahaan setiap hari dan memperoleh laba yang tinggi.
2.3.2
Tujuan Analisis Rasio Keuangan Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank maka dapat dilihat
laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga menggambarkan kinerja bank selama priode tertentu. Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen, pemerintah, masyarakat sebagai nasabah, guna mengetahui kondisi bank tersebut. Rasio keuangan juga merupakan suatu bentuk informasi akuntasi yang penting dalam proses penilaian kinerja perusahaan, sehingga dengan rasio keuangan tersebut dapat mengungkapkan kondisi keuangan suatu perusahaan maupun kinerja yang telah dicapai perusahaan untuk suatu priode tertentu, dengan tujuan utama menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja (performance) perusahaan pada masa mendatang.
2.3.3 Jenis-Jenis Analisis Rasio Keuangan Dalam analisis rasio keuangan ada beberapa jenis rasio. Seperti pernyataan di atas, bahwa penggunaan rasio tergantung dari kebutuhan dan tujuan suatu bank. Menurut Agus Sartono dalam bukunya “Manajemen Keuangan” (2001:114) ada empat jenis rasio keuangan: “ 1. Rasio Likuiditas 2. Rasio Aktivitas 3. Rasio Leverage 4. Rasio Profitabilitas.”
Jenis-jenis rasio tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Rasio Likuiditas Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.
2.
Rasio Aktivitas Rasio yang menunjukkan sejauhmana efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan.
3.
Rasio Leverage Rasio yang menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.
4.
Rasio Profitabilitas Rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, asset maupun laba bagi modal sendiri. Sedangkan menurut Mulyono dalam bukunya “Laporan Keuangan
Untuk Perbankan” (2005:25) menyatakan bahwa: “Rasio keuangan merupakan suatu cara yang paling umum digunakan dalam membuat analisis. Teknik analisis rasio keuangan memberikan gambaraan atau posisi atau keadaan bank, terutama menyangkut: 1. Rasio Likuiditas 2. Rasio Permodalan 3. Rasio Profitabilitas.” Penggunaan pos-pos pada setiap rasio berbeda, tergantung pada kebutuhan data yang diperlukan dalam penggunaan dari setiap rasio yang digunakan.
2.3.4 Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan Dalam melakukan analisis rasio keuangan membutuhkan banyak data dan informasi mengenai laporan keuangan perusahaan. Banyaknya data dan informasi yang dibutuhkan akan menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pemakainya, karena harus memiliki data laporan keuangan yang lengkap. Setiap
analisis
memiliki
kelebihan
dan
keterbatasan
dalam
penggunaannya. Adapun menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan” (2004:299) menyatakan bahwa keterbatasan analisis rasio keuangan antara lain sebagai berikut: “1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakai. 2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi ketebatasan teknik ini seperti: a. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subjektif. b. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar. c. Klasifikasi rasio dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio. d. Metode pencatatan yang tergambar dalam Standar Akuntansi bisa ditetapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda. 3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio. 4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.”
Maka dari itu, bank dalam hal ini harus memilih metode analisis rasio keuangan dengan teliti dan cermat dalam menggunakan rasio mana yang akan dipakai sesuai dengan kebutuhan dan tujuan analisis rasio keuangan bank tersebut dan pihak-pihak yang terkait, salah satunya investor.
2.3.5 Profitabilitas 2.3.5.1 Pengertian Profitabilitas Profitabilitas merupakan salah satu indikator bagi nasabah dan investor dalam menentukan bank yang akan dipilih. Dari tingkat profitabilitas inilah, penilaian akan dapat dilihat dari tingkat keuntungan yang dicapai pihak manajemen bank. Bagi bank, tingkat profitabilitas akan menjadi pengukur sejauhmana keberhasilan bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya dan dapat memperkirakan seberapa lama keberlangsungan usaha bank tersebut (Going Concern). Pengertian profitabilitas menurut Agus Sartono dalam bukunya “Manajemen Keuangan” (2001:122) adalah sebagai berikut: “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.” Dari pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa profitabilitas sangat penting untuk mengukur tingkat efisiensi usaha yang dicapai oleh perusahaan (bank) yang bersangkutan. Kemampuan bank untuk memperoleh laba tidak cukup diukur melalui total pendapatan yang diperolehnya, tetapi juga harus dikaitkan dengan jumlah dana yang ditanamkan serta seberapa besar biaya yang dipergunakan dalam merealisasikan laba tersebut. Menurut
Bambang
Riyanto
dalam
bukunya
“Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan” (2001:335) yang termasuk rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
“Rasio Keuntungan: a. Gross Profit Margin b. Operating Income Ratio c. Operating Ratio (OR) d. Net Profit Margin e. Earning Power of Total Investment f. Rate Return on Investment g. Rate of Return For The Owners.”
Dalam analisa profitabilitas ini akan dicari hubungan timbal balik antara pos-pos yang ada dalam laporan laba rugi maupun neraca. Menurut
Lukman
Dendawijaya
dalam
bukunya
“Manajemen
Perbankan” (2005:111) ada dua elemen penting untuk mengetahui tingkat laba (profitabilitas) suatu usaha perbankan, yaitu: “1. Pendapatan 2. Biaya.” Kedua elemen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pendapatan yaitu terdiri atas semua pendapatan yang merupakan hasil langsung (pendapatan operasional) maupun tidak langsung (pendapatan non operasional) dari kegiatan usaha bank yang benar-benar telah diterima. a. Pendapatan Operasional diantaranya yaitu hasil bunga, provisi dan komisi, pendapatan valuta asing lainnya, dan pendapatan lainnya. b. Pendapatan Non Operasional diantaranya yaitu pendapatan sewa, keuntungan penjualan aktiva tetap, dan bunga antar kantor. 2. Biaya yaitu semua biaya yang dikeuarkan baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha bank.
a. Biaya Operasional diantaranya yaitu biaya bunga, biaya valuta asing lainnya, biaya tenaga kerja, penyusutan, dan biaya lainnya. b. Biaya Non Operasional diantaranya yaitu kerugian penjualan aktiva tetap, denda/sanksi, dan bunga antar kantor.
2.3.5.2 Pengukuran Tingkat Profitabilitas Menurut Rahmat Firdaus dalam bukunya “Manajemen Dana Bank” (2001:45) rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas setiap perusahaan akan berbeda satu sama lain namun pada dasarnya ada tiga hal yang ingin diketahui melalui rasio profitabilitas ini yaitu; 1. Return On Total Assets a. Gross Yield On Total Assets = Operating Income Total Assets Rumus di atas untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan income bagi bank dari pengelolaan asset yang dimiliki bank yang bersangkutan. b. Net Income On Total Assets = Net Income Total Assets Rumus di atas digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh rentabilitas atau profitabilitas dan managerial efficiency secara menyeluruh. 2. Rate On Specific Asset a. Rate On Specific Loans = Interestand Fees On Loans Total Loans Rumus di atas mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola kegiatan perkreditan banknya.
b. Interest Margin = Interest Income – Interest Expense Earning Assets Rumus di atas digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan
pendapatan
bunga,
sekaligus
untuk
mengetahui
pengendalian biaya-biaya bunga atas asset yang dihasilkan. 3. Expense Ratio a. Operating Ratio = Operating Expenses Operating Revenue Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi biaya-biaya operasional yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan operasional. Tetapi khusus perbankan di Indonesia menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.26/14/BPPP tanggal 29 Mei 1993 tentang Cara Penilaian Kesehatan Bank, penilaian profitabilitas bank didasarkan pada dua rasio, yaitu: “1. Rasio perbandingan laba sebelum pajak terhadap rata-rata volume usaha (ROA), semakin besarnya rasio semakin baik. 2. Rasio biaya operasional (OR) yaitu perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional, semakin kecil rasio yang diperoleh semakin baik.”
Hal ini dikemukakan oleh Widjanarto dalam bukunya “Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia” (1993:103) sebagai berikut: “1. Rasio perbandingan laba dalam 12 bulan terakhir terhadap ratarata volume (ROA) dalam periode yang sama, cara perhitungan dinilai kreditnya dilakukan sebagai berikut: a. Untuk rasio nol atau negatif dinilai nol, dan b. Untuk setiap kenaikan ditambah satu nilai-nilai maksimal 100%. 2. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama dengan poin di atas, cara perhitungan nilai kreditnya dilakukan sebagai berikut: a. Untuk rasio 100% atau lebih dinilai nol, dan b. Untuk setiap penurunan sebesar 0,08% dinilai kredit ditambah satu dengan nilai maksimal 100%.”
2.4
Return On Asset
2.4.1 Pengertian Return on Asset Return On Asset (ROA) merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan dalam penilaian profitabilitas bank. ROA dapat diartikan sebagai pengembalian atas total aktiva. Menurut Mamduh M. Hanafi dalam bukunya “Analisis Laporan Keuangan” (2007:84) menyatakan bahwa : “Analisis ROA mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu.” Sementara itu, Nogi S. Tangkilisan (2003:251) mengemukakan bahwa: “ROA merupakan merupakan ukuran profitabilitas yang lebih baik daripada rasio profitabilitas lainnya karena rasio ini dapat mengukur efisiensi operasi.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan utnuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu serta merupakan rasio profitabilitas bank yang lebih baik daripada rasio profitabilitas lainnya.
2.4.2 Unsur-Unsur Return On Asset Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa ROA merupakan rasio yang dapat mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan
menggunakan asset yang dimiliki. Berdasarkan hal tersebut, ROA terdiri dari dua unsur pokok , yaitu laba bersih (net profit) dan aktiva (asset). 1.
Laba Bersih (Net Profit) Laba bersih merupakan salah satu indikator keberhasilan usaha bank yang
utama. Besar kecilnya laba yang diperoleh akan memberikan gambaran mengenai kinerja yang dicapai bank atas keberhasilan usahanya. Horngren, et al. dalam bukunya “Akuntansi di Indonesia” (1997:30) menyatakan bahwa: “Laba bersih (net profit) sebagai kelebihan total pendapatan dibandingkan total beban.” 2.
Aktiva (Asset) Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi
Keuangan Tahun 2007 Paragraf 44 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan, definisi asset adalah sebagai berikut: “Asset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari masa manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.”
2.4.3 Pengukuran Return On Asset Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank serta semakin baik pula posisi dalam penggunaan
asset. Dengan kata lain, rasio yang tinggi menunjukan adanya efisiensi manajemen terutama dalam pengelolaan asset untuk memperoleh keuntungan. Adapun rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ROA = Laba Bersih Total Asset Sumber: Mamduh M. Hanafi (2007:84)
2.5
Pengaruh Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat Return On Asset (ROA) Piutang usaha atau dalam dunia perbankan disebut kredit dapat menaikkan
laba, karena kredit termasuk dalam aktiva produktif. Tetapi ada kalanya pihak perbankan harus menanggung risiko pemberian kredit kepada nasabah, akibat tidak diterima kembali sebagian atau keseluruhan dari kredit yang disalurkan, Maka dengan sendirinya akan menimbulkan biaya penghapusan piutang tak tertagih atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Cadangan
penghapusan
kredit
yang
dibentuk
oleh
setiap
bank
dimaksudkan untuk menutupi risiko kerugian yang timbul dari masalah kredit. Pencadangan penghapusan kredit berdampak pada bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan bank guna mengantisipasi kredit yang bermasalah. Dengan bertambahnya biaya berarti akan mempengaruhi laba yang akan diperoleh, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat profitabilitas bank Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku “Akuntansi Keuangan” (1995:420) menyatakan sebagai berikut: “Cadangan penghapusan kredit yang diberikan dan disajikan pada neraca merupakan akumulasi dari beban atau biaya cadangan
penghapusan kredit yang dibentuk oleh bank dan diperlakukan sebagai kontra asset sebagaimana estimasi yang dilakukan untuk perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau total dari jumlah piutang yang beredar, dimana estimasi tersebut dimasukkan sebagai beban dan pengurang tak langsung dalam piutang dagang melalui suatu kenaikan dalam perkiraan penyisihan.” Sedangkan menurut Indra Bastian dan Suharjono dalam buku “Akuntansi Perbankan” (2006:272) menyatakan bahwa: “Cadangan penghapusan kredit dibentuk sebagai pengurang (Offsetting Account) aktiva. Penurunan jumlah aktiva mengakibatkan kenaikan tingkat profitabilitas yang diukur berdasarkan Return On Asset (ROA).” Berdasarkan kutipan di atas jelas terlihat bahwa cadangan penghapusan kredit merupakan pengurang dari total keseluruhan asset/aktiva yang dimiliki suatu bank. Berdasarkan pendekatan neraca (Balance Sheet) dapat dijelaskan bahwa besarnya rekening cadangan penghapusan kredit akan memberi dampak pada penurunan total aktiva yang mengakibatkan pada peningkatan tingkat profitabilitas bank. Dan sebaliknya semakin kecil rekening cadangan penghapusan kredit maka akan menyebabkan naiknya total aktiva sehingga akan menurunkan tingkat profitabilitas bank. Sedangkan berdasarkan pendekatan Laporan Laba Rugi (Income Statement) bahwa tingginya beban cadangan penghapusan kredit akan mengurangi laba operasional suatu bank. Selain itu, laba juga dipengaruhi oleh aktiva. Dimana peningkatan aktiva yang tidak diiringi dengan peningkatan laba bisa berakibat pada penurunan tingkat profitabilitas bank yang diukur dengan return on asset (ROA). Beban cadangan penghapusan kredit ini merupakan realisasi atau fakta kredit yang tidak dapat dikembalikan baik sebagian maupun secara keseluruhan.
Yugi Sagita Yudistira (2006) meneliti pengaruh cadangan penghapusan kupedes (Kredit Umum Pedesaan) terhadap tingkat profitabilitas bank diperoleh nilai sebesar 28,2% cadangan penghapusan kredit berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas bank. Sedangkan sisanya sebesar 71,8% merupakan faktor lain yang tidak diteliti, seperti:
Pengaruh
besarnya
penyisihan
penghapusan
aktiva produktif secara
keseluruhan (selain kredit yang diberikan), yaitu penyisihan penghapusan surat-surat berharga, penempatan dana pada bank lain, dan penyertaan.
Pengaruh besarnya dana pihak ketiga yang disimpan di bank.
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian
3.1.1
Unit Penelitian Dalam pelaksaan penelitian ini unit penelitian yang akan diteliti oleh
penulis adalah laporan keuangan mengenai tingkat cadangan penghapusan kredit dan tingkat Return On Asset (ROA) pada perusahaan perbankan. Yang dimaksud cadangan penghapusan kredit adalah penyisihan dana yang dilakukan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul akibat dari tidak diterima kembali sebagian atau seluruh kredit yang diberikan. Sedangkan Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu.
3.1.2 Populasi Penelitian Menurut Sugiyono dalam bukunya “Metode Penelitian Bisnis” (2006:72) menyatakan bahwa: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.” Berdasarkan pengertian di atas, maka yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Perusahaan Perbankan yang listing
di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005, yaitu sebanyak 23 perusahaan perbankan. Berikut Tabel Populasi Perusahaan Perbankan yang listing di BEI pada tahun 2005. Tabel 3.1 Populasi Penelitian No. Nama Perusahaan 1. Bank Arta Niaga Kencana Tbk 2. Bank Arta Graha Internasional Tbk 3. Bank Buana Indonesia Tbk 4. Bank Bumiputera Indonesia Tbk 5. Bank Central Asia Tbk 6. Bank Century Tbk 7. Bank Danamon Tbk 8. Bank Eksekutif Internasional Tbk 9. Bank Internasional Indonesia Tbk 10. Bank Kesawan Tbk 11. Bank Lippo Tbk 12. Bank Mandiri (Persero) Tbk 13. Bank Mayapada Internasional Tbk 14. Bank Mega Tbk 15. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 16. Bank Niaga Tbk 17. Bank OCBC NISP Tbk 18. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 19. Bank Pan Indonesia Tbk 20. Bank Permata Tbk 21. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 22. Bank Swadesi Tbk 23. Bank Victoria Internasional Tbk
3.1.3 Sampel Penelitian Menurut Sugiyono dalam bukunya “Metode Penelitian Bisnis” (2006:73) menyatakan bahwa: “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”
Sedangkan ukuran sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang diambil dalam melaksanakan suatu penelitian. Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Dalam penelitian ini, sampel yang dipilih adalah terbatas pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), periode tahun 20052007. Dengan berpedoman pada Winarno Surakhmat dalam bukunya “Penelitian-Penelitian Ilmiah” (1998:100) yang menyatakan bahwa: “Untuk berpedoman umum dapat dikatakan bahwa bila populasi di bawah 100 orang maka dapat digunakan sampel 50% dan jika di atas 100 orang sebesar 15%.” Berdasarkan ketentuan di atas maka jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 13 (50% dari 23) laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Adapun nama perusahaan perbankan yang menjadi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut ini: Tabel 3.2 Sampel Penelitian No. Perusahaan Perbankan 1. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 2. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 3. Bank Mandiri (Persero) Tbk 4. Bank Central Asia Tbk 5. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 6. Bank Danamon Tbk 7. Bank Internasional Indonesia Tbk 8. Bank Kesawan Tbk 9. Bank Lippo Tbk 10. Bank Mayapada Internasional Tbk 11. Bank Mega Tbk 12. Bank OCBC NISP Tbk 13. Bank Pan Indonesia Tbk
3.1.4
Teknik Sampling Menurut Sugiyono dalam bukunya “Metode Penelitian Bisnis”
(2006:73), menyatakan bahwa: “Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel.” Sampel dalam penelitian ini didasarkan pada metode purposive sampling. Metode
purposive
sampling
adalah
teknik
penentuan
sampel
dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006:78). Untuk sampel pada penelitian ini ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut: 1.
Perusahaan telah terdaftar di BEI sebelum tanggal 31 Desember 2005 dan tidak delisting selama periode pengamatan 2005-2007.
2.
Perusahaan menerbitkan laporan keuangan pada periode 2005-2007.
3.
Laporan keuangan yang berakhir tanggal 31 Desember.
4.
Perusahaan tidak mengalami kerugian selama periode tersebut.
5.
Perusahaan tidak melakukan transaksi akuisisi atau merger dan tidak melakukan restrukturisasi.
6.
Perusahaan menyediakan data yang lengkap, sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dari 23 perusahaan yang menjadi populasi penelitian, kemudian diambil
sampel perusahaan berdasarkan kriteria tersebut di atas. Adapun pengurangan populasi penelitian dilakukan dengan cara menyeleksi populasi dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga pada akhirnya sampel yang terpilih berjumlah 13 perusahaan.
Tabel 3.3 Gambaran Tahap Penyeleksian Sampel Penelitian Kriteria Sampel Jumlah Jumlah sampel awal (23) Perusahaan yang terdaftar setelah 31 desember 2005 dan delisting (1) selama periode pengamatan Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan pada (1) periode 2005-2007 Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan yang berakhir (0) selain tanggal 31 Desember Perusahaan yang mengalami kerugian selama periode (2) pengamatan Perusahaan yang melakukan transaksi akuisisi/merger dan (4) restrukturisasi Perusahaan yang datanya tidak lengkap (2) Jumlah sampel penelitian yang terseleksi (13)
3.1.4 Prosedur Penelitian dan Objek Penelitian Prosedur yang dilakukan penulis dalam memilih objek penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Penulis melakukan studi kepustakaan guna mendapatkan pemahaman mengenai teori-teori yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
2.
Penulis melakukan survey pendahuluan melalui situs resmi BEI di website www.idx.co.id dan www.bi.go.id untuk memperoleh objek-objek yang diteliti.
3.
Penulis mengajukan usulan mengenai objek tersebut kepada Program Studi Akuntansi Universitas Pasundan dan pada akhirnya penulis mendapat persetujuan mengenai objek yang akan diteliti.
4.
Penulis melakukan survey kembali dalam memenuhi objek-objek yang akan diteliti ke situs resmi BEI dan Pojok Bursa YPKP.
3.2
Metode Penelitian
3.2.1 Pendekatan Penelitian Menurut Sugiyono dalam bukunya “Metode Penelitian Bisnis” (2006:1) menyatakan bahwa: “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode verifikatif. Untuk perumusan masalah poin satu dan dua menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan, menganalisis dan menarik kesimpulan tentang keadaan objek yang diteliti berdasarkan faktafakta dan data yang diperoleh. Sedangkan untuk perumusan masalah poin tiga menggunakan metode verifikatif. Metode verifikatif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis, yaitu menguji adanya hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah dirumuskan sebagai hipotesis sehingga dapat diambil suatu analisa dengan menggunakan ukuran-ukuran statistik yang dihubungkan dengan data empirik.
3.2.2
Operasionalisasi Variabel Penelitian Menurut Sugiyono dalam bukunya “Metode Penelitian Bisnis”
(2006:32), definisi variabel penelitian adalah sebagai berikut:
“Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.” Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “Pengaruh Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat Return On Asset (ROA)”, maka terdapat dua jenis variabel penelitian, yaitu: a.
Variabel Bebas (Independent Variable) Yaitu variabel yang sifatnya menerangkan dan mempengaruhi variabel lain yang tidak bebas. Berdasarkan judul di atas, maka yang menjadi variabel bebas yaitu Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit (X).
b.
Variabel Terikat (Dependent Variable) Yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya yang sifatnya bebas. Berdasarkan judul di atas, maka yang menjadi variabel terikat adalah Tingkat Return On Asset (Y).
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Variabel Konsep Variabel Penyisihan yang dibentuk untuk Tingkat menutup kemungkinan kerugian yang Cadangan Penghapusan timbul sehubungan dengan penanaman dana ke dalam aktiva produktif, baik Kredit (Variabel X) dalam rupiah maupun valuta asing. PPAP yang dibentuk disajikan sebagai pos pengurang (Offsetting Account) dari masing-masing jenis aktiva produktif yang bersangkutan. (Indra Bastian dan Suharjono, 2006:272) Mengukur kemampuan perusahaan Tingkat Return On menghasilkan laba bersih berdasarkan Asset (ROA) tingkat asset tertentu. (Variabel Y) (Mamduh M.Hanafi, 2007:84)
Indikator Skala Perbandingan Rasio PPAP kredit yang diberikan terhadap jumlah kredit yang diberikan.
Perbandingan Rasio laba bersih dengan total asset.
3.2.3
Sumber Data Penelitian Data penelitian yang digunakan penulis adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. Adapun data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya adalah laporan keuangan bank yang terdiri dari laporan laba rugi dan neraca
3.2.4
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
1.
Studi Kepustakaan Data sekunder dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji, serta menelaah literatur-literatur berupa buku, jurnal, majalah, surat kabar yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, agar bisa mendapatkan dasar-dasar teori yang diharapkan dapat menunjang pengolahan data dan mendukung data-data primer yang diperoleh selama penelitian.
2.
Penelitian Lapangan Dalam penelitian ini, dilakukan observasi pada objek penelitian dengan tujuan untuk memperoleh data sekunder, yaitu dengan melakukan penelitian pada BEI melalui situs resmi emiten yaitu, www.idx.co.id dan Pojok Bursa YPKP.
3.2.5
Instrumen Penelitian Sugiyono (2006:97) menyatakan bahwa: “Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.” Jadi, instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam sebuah penelitian. Dalam metode penelitian biasanya dikenal tiga alat penelitian yaitu: daftar pertanyaan (kuisioner), wawancara, dan observasi langsung. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan instrumen penelitian observasi langsung ke situs resmi BEI dan pojok Bursa YPKP.
3.2.6
Model Penelitian Model penelitian merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang
sedang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat Return On Asset (ROA)”, maka model penelitian dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit (X)
Tingkat Return On Asset (ROA) (Y)
Gambar 3.1 Model Penelitian
Bila digambarkan secara matematis, hubungan dua variabel di atas adalah: Y= f (X) Di mana: X = Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Y = Tingkat ROA
Dari pernyataan tersebut di atas artinya adalah cadangan penghapusan kredit mempengaruhi tingkat Return On Asset (ROA) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.
3.2.7
Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis
3.2.7.1 Metode Analisis Data Setelah data itu dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengolahan data, maka kemudian data tersebut dianalisis. Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang tercantum dalam rumusan masalah yaitu berapa pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat Return On Asset (ROA), yang mana dalam hal ini perusahaan perbankan di BEI. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk membahas data kuantitatif. Dalam analisis ini dilakukan pembahasan mengenai bagaimana pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset (ROA), dengan rumusan sebagai berikut: a. Bagaimana perhitungan penyisihan penghapusan kredit yang diberikan terhadap jumlah kredit yang diberikan, dilakukan oleh perusahaan perbankan dengan menggunakan rumus: X=
PPAP kredit yang diberikan Jumlah kredit yang diberikan
x 100%
Adapun
kriteria
penggolongan
cadangan
penghapusan
kredit
berdasarkan S.K. B.I No.31/KEP/DIR yang dikutip oleh Susilo, Sigit, dan Totok dalam buku ”Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (2000:81) adalah sebagai berikut: “1. 2. 3. 4. 5.
Lancar sekurang-kurangnya sebesar 1%. Dalam perhatian khusus sekurang-kurangnya sebesar 5%. Kurang lancar sekurang-kurangnya sebesar 15%. Diragukan sekurang-kurangnya sebesar 50%. Macet sekurang-kurangnya sebesar 100%.”
b. Bagaimana perhitungan tingkat Return On Asset (ROA) dengan rumus: Y=
Laba Bersih Total Asset
x 100%
Adapun kriteria yang digunakan untuk penggolongan return on asset menurut Susilo, Sigit, dan Totok dalam buku ”Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (2000:32) adalah sebagai berikut: “Bank Indonesia tidak memberlakukan ketentuan yang ketat terhadap rasio ini sepanjang suatu bank tidak mengalami kerugian atau tidak ada tanda-tanda (kecenderungan) mengalami kerugian di masa yang akan datang, maka bagi Bank Sentral hal tersebut cukup dapat dipahami.” 2. Analisis Verifikatif Merupakan analisis yang digunakan untuk membahas data kuantitatif, dengan asumsi bahwa data berdistribusi normal dan berpengaruh kepada kedua variabel linear,
maka pengujian
hipotesis dilakukan dengan
menggunakan teknik statistik parametrik karena teknik ini sesuai dengan data kuantitatif yaitu berupa angka. Berdasarkan ukuran variabel yang keduanya
sudah merupakan data kuntitatif, maka hipotesis akan diuji dengan menggunakan: a. Asumsi Klasik Dalam penelitian ini penulis akan melakukan uji statistik regresi dalam mempelajari hubungan yang ada diantara variabel-variabel sehingga dari hubungan tersebut dapat ditaksir nilai variabel tidak bebas jika variabel bebasnya diketahui atau sebaliknya.
Outlier dan Data Outlier Dimaksudkan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan telah benar atau tidak. Melalui uji tersebut dapat diketahui juga data-data digaris regresi atau tidak.
Auto Korelasi Auto korelasi dimaksudkan untuk menguji suatu keadaan di mana terdapat hubungan antara variabel atau dengan kata lain terdapat korelasi yang tinggi diantara variabel bebas sehingga memberikan standard error (penyimpangan) yang besar. Dengan mempergunakan rumus:
e e e
2
DW
n
n1
2 n
Kriteria: Tabel 3.5 Pedoman Interpretasi Auto Korelasi Durbin Watson Kesimpulan Kurang dari 1.10 Ada auto korelasi 0.10-1.54 Tanpa kesimpulan 1.55-2.46 Tidak ada auto korelasi 2.46-2.90 Tanpa kesimpulan Lebih dari 2.91 Ada auto korelasi
b. Analisis Regresi Linear Sederhana Analisis regresi digunakan untuk mempelajari hubungan yang ada diantara variabel-variabel sehingga dari hubungan yang diperoleh, kita dapat menaksir harga variabel yang satu apabila harga variabel yang lainnya diketahui. Persamaan regresi menurut dua variabel di atas dapat diperoleh dengan tahaptahap sebagai berikut: 1.
Persamaan regresi Y = a+bx X = Taksiran dari nilai variabel X (Cadangan Penghapusan Kredit) Y = Nilai variabel Y (Tingkat ROA)
2.
Menentukan nilai koefisien a dan b dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (∑y)(∑ݔଶ) − (∑x)(∑xy) a= n ∑ݔଶ − (∑x)ଶ ܾ=
n∑xy − (∑x(∑y) n∑ݔଶ − (∑)ݔଶ
Di mana: X
: Variabel Independen
Y
: Variabel Dependen
a
: Konstanta
b
: Koefisien regresi linear
c. Penentuan Koefisien Korelasi Penentuan koefisien korelasi dengan menggunakan metode analisis korelasi product moment pearson yang dipilih sebagai berikut:
=ݎ
n∑xy − ∑x∑y
ඥ{n∑x ଶ − (∑x)ଶ} − {n∑y ଶ−(∑y)ଶ}
Dimana:
r : Koefisien Korelasi Pearson n : Banyaknya sampel yang diobservasi X : Variabel independen Y : Variabel dependen Alasan penggunaan metode analisis korelasi product moment pearson pada penelitian ini yaitu karena data yang digunakan berbentuk rasio. Dengan catatan bahwa nilai koefisien korelasi yang diterima haruslah berkisar negatif 1 dan positif (-1< r <1), maka: Penurunan pada nilai Y dan penurunan nilai X akan diikuti dengan kenaikan nilai Y. Tanda positif (+) dan negatif (-) pada koefisien korelasi sebenarnya memiliki arti yang khas. Bila r positif maka koefisien korelasi antara kedua variabel yang diteliti tersebut X dan Y, bersifat searah. Dengan kata lain setiap kenaikan nilai X akan diikuti dengan kenaikkan Y, sedangkan tanda negatif menunjukkan korelasi atau hubungan negatif antara variabelvariabel yang diuji berarti setiap kenaikkan nilai-nilai X akan diikuti dengan penurunan nilai-nilai Y dan setiap penurunan nilai-nilai X akan diikuti dengan kenaikkan nilai-nilai Y. a. Bila nilai r = 0 atau mendekati 0, maka dikatakan bahwa hubungan antara kedua variabel yang diteliti sangat lemah atau tidak ada hubungan. b. Bila nilai r = -1 atau mendekati r = -1, maka dikatakan bahwa korelasi antara kedua variabel yang diteliti sangat kuat dan negatif.
c. Bila nilai r = 1 atau mendekati r = 1, maka dikatakan bahwa korelasi antara kedua variabel yang diteliti sangat kuat dan positif. Untuk lebih jelasnya penentuan kriteria interprestasi nilai r berdasarkan ketetapan yang dikemukakan oleh Sugiyono dalam bukunya “Pengantar Statistik” (2004:24) adalah sebagai berikut: Tabel 3.6 Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 - 0,199 Sangat rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0,799 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat kuat Sumber: Sugiyono (2004:24) d. Analisis Koefisien Determinasi Untuk mengetahui sampai sejauhmana pengaruh variabel X terhadap variabel Y, maka nilai koefisien (r) dikuadratkan (r2). Nilai r2 atau koefisien determinasi ini menunjukkan besarnya model variabel Y yang akan dipengaruhi variabel X. Dengan demikian penafsiran koefisien determinasi adalah apabila koefisien korelasi antara dua variabel X dan Y sama dengan r, maka 100% r2 variasi variabel X dipengaruhi oleh variasi variabel Y. Uji determinasi ini hanya dapat dilakukan apabila terdapat pengaruh yang signifikan antara dua variabel di atas. Koefisien determinasi dapat dicari dengan menggunakan rumus: KD = r2 x 100%
Di mana: KD
: Koefisien Determinasi
r2
:
Koefisien korelasi dikuadratkan
e. Uji t Untuk menguji apakah variabel koefisien korelasi (r) signifikan atau tidak maka dilakukan pengujian melalui uji t dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Nyatakan H0 dan Ha H0: r = 0
Tidak
terdapat
pengaruh
antara
tingkat
cadangan
penghapusan kredit terhadap tingkat ROA Ha: r ≠ 0
Terdapat pengaruh antara tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat ROA
2. Statistik uji Dengan asumsi bahwa pasangan X dan Y berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka uji signifikan terhadap nilai r tersebut dilakukan dengan menggunakan uji signifikan t dengan rumus statistik student sebagai berikut: =ݐ
݊√ݎ− 2 √1 − ݎଶ
Di mana: t
: Nilai koefisien dengan derajat kebebasan n-2
r
: Nilai Koefisien Pearson
n
: Banyaknya sampel yang diobservasi
3. Nilai thasil dari penghitungan kemudian dibandingkan dengan nilai t pada ttabel dengan derajat kebebasan n-2 dengan kriteria uji sebagai berikut:
a.
Jika nilai thitung < nilai ttabel, maka H0 diterima, Ha ditolak
b.
Jika nilai thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak, Ha diterima
3.2.7.2 Rancangan Pengujian Hipotesis Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Hipotesis nol (Ho) menyatakan tidak adanya pengaruh dari variabel independen (X) terhadap variabel (Y). Ha adalah hipotesis yang diajukan penulis yaitu adanya pengaruh yang signifikan antara variabel yang diuji: H0 : r = 0
Tidak terdapat pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat ROA.
Ha : r ≠ 0
Terdapat pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat ROA.
3.2.7.3 Penetapan Tingkat Signifikansi Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikasi sebesar (0) = α = (0,05). Angka ini merupakan tingkat signifikansi yang umum dipakai dan dinilai tepat untuk penelitian ilmu-ilmu sosial dan dinilai cukup kuat mewakili hubungan antar variabel-variabel yang diteliti.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia (BEI)
4.1.1.1 Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia (BEI) Pada abad XIX dalam upaya meningkatkan perekonomian Indonesia, pemerintah Belanda mengembangkan secara besar-besaran sektor perkebunan. Untuk menjalankan usaha tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit. Dana ini diperoleh dari para penabung yang sebagian besar adalah orang-orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya. Seiring berkembangnya industri tersebut maka dirasakan dana yang tidak mencukupi lagi. Akhirnya pengusaha Belanda mendirikan Verenigin Voor Effrctenhandel di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912, dan ini merupakan titik awal perdagangan efek di Indonesia. Efek yang diperdagangkan pada masa itu sangat terbatas, yaitu meliputi saham dan obligasi dari perusahaan Belanda pada sektor perkebunan yang berkedudukan di Indonesia. Perkembangan pasar modal di Batavia, disusul pembukaan Bursa Efek di Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Perang dunia II telah banyak membuat perubahan pada keadaan dalam negeri di Indonesia. Mengingat keamanan menjadi prioritas utama maka pemerintah Hindia Belanda mengambil langkah memusatkan Bursa Efek di Jakarta dengan menutup Bursa Efek di Surabaya dan Semarang. Namun akhirnya
bursa Efek di Jakarta juga di tutup pada tanggal 10 Mei 1940. Pada tahun 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, bursa saham dibuka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sebelum perang dunia. Kegiatan bursa saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintah meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956. Tidak sampai 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), institusi baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta. Pada tahun 1995 adalah tahun Bursa Efek Jakarta (BEJ) memasuki babak baru. Tepatnya pada tanggal 22 Mei 1995, Bursa Efek Jakarta (BEJ) meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), yaitu sebuah sistem perdagangan otomatis yang menggantikan sistem perdagangan manual. Dengan adanya sistem baru ini maka dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan dibandingkan dengan perdagangan manual. Swastanisasi sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan Bursa Efek Jakarta (BEJ). Di akhir tahun 1996 lima Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencapai 26% dari total kapitalisasi pasar. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut antara lain: Semen Gresik, Indosat, Telkom,
Tambang Timah dan Bank Negara Indonesia. Pada tahun 2007, Bursa Efek Surabaya (BES) digabungkan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang kemudian berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.1.1.2 Struktur Oganisasi dan Uraian Tugas Bursa Efek Indonesia (BEI) Srtuktur organisasi Bursa Efek Indonesia adalah garis atau lini, dimana dalam kesehariannya Bursa Efek Indonesia dipimpin oleh Direktur Utama yang membawahi satu orang direktur yaitu Direktur Pemeriksaan dan Divisi Komunikasi Perusahaan. Selain kedua bagian tersebut, Direktur Utama juga secara tidak langsung dibantu oleh sekretaris perusahaan dan beberapa orang peneliti senior. Direktur Operasi membawahi empat orang direktur untuk membantu tugas kesehariannya, yaitu Direktur Pencatatan, Direktur Perdagangan, Direktur Keanggotaan, dan Direktur Administrasi. 1. Direktur Pemeriksaan membawahi empat divisi, yaitu: a. Divisi Pengawasan, bertugas mengadakan beberapa kegiatan untuk meningkatkan kemampuan sistem pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI) antara lain penyempurnaan sistem monitoring perdagangan melalui penerapan parameter perdagangan bursa. b. Divisi Hukum, bertugas menyiapkan kontrak-kontrak yang disiapkan oleh perusahaan dan menyempurnakan peraturan biasa. c. Satuan Pemeriksaan Anggota Bursa, bertugas membantu tim audit dalam memeriksa dan mengaudit laporan keuangan para emiten.
d. Satuan Pemeriksaan Internal, bertugas memeriksa dan mengaudit laporan keuangan perusahaan. 2. Direktur Pencatatan membawahi dua divisi, yaitu: a. Divisi Pencatatan Sektor Jasa, bertugas mengevaluasi dan mengontrol perusahaan-perusahaan dalam sektor jasa. b. Divisi Pencatatan Sektor Pabrikan, bertugas mengevaluasi dan mengontrol perusahaan-perusahaan dalam sektor pabrikan. 3. Direktur Perdagangan membawahi dua divisi, yaitu: a. Divisi Perdagangan, bertugas menyediakan sarana perdagangan yang efisien, menyempurnakan peraturan perdagangan efek agar teratur. b. Divisi Riset dan Pengembangan, bertugas memberikan masukan bagi pengembangan instrument pasar dan bisnis informasi Bursa Efek Indonesia (BEI). Aktivitas rutin divisi ini mencakup penyusunan publikasi statistik mingguan, bulanan, tahunan, database BEI, fact book dan Jurnal BEI. 4. Direktur Keanggotaan membawahi satu divisi, yaitu: a. Divisi Keanggotaan, bertugas mengatur anggota-anggota bursa. 5. Direktur Administrasi membawahi empat divisi, yaitu: a. Divisi Keuangan, bertugas mengambil inisiatif dalam melakukan keuangan integrasi laporan keuangan untuk mempercepat proses penyusunan laporan keuangan. b. Divisi Umum, bertugas sebagai penunjang kegiatan perusahaan diantaranya penyusunan pedoman inventarisasi barang perusahaan, bertanggung jawab dalam pengadaan kebutuhan untuk menunjang kebutuhan perusahaan.
c. Divisi Sumber Daya Manusia, bertugas untuk menunjang kelancaran operasi perusahaan dengan kebijakan perusahaan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di BEI melalui program pelatihan dan pendidikan.
4.1.2
Gambaran Umum Perusahaan Perbankan
1. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Didirikan di bulan Juli 1946, Bank Negara Indonesia memiliki fungsi sebagai bank sentral. Pada Konfrensi Meja Bundar tahun 1949 pemerintah Belanda dan Indonesia sepakat untuk mengubah fungsi Bank Negara Indonesia sebagai bank komersial. Setelah resmi menjadi bank komersial pada tanggal 15 September 1950, pemerintah memberikan izin kepada Bank Negara Indonesia sebagai bank devisa untuk memfasilitasi dukungan terhadap pembangunan expert nasional. 2. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Pada awalnya, Bank Rakyat Indonesia didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria Wiraatmadja. Pada waktu itu disebut “Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuur Ambtenaren”. Yang artinya Bank Bantuan dan Tabungan yang dimiliki oleh golongan kelas atas. Didirikan pada tanggal 16 Desember 1895, dan menjadi hari lahirnya Bank Rakyat Indonesia. 3. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Bank Mandiri berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank milik Pemerintah yaitu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, bergabung menjadi Bank Mandiri. 4. Bank Central Asia Tbk. Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 10 Agustus 1955 di Jakarta di bawah nama Bank Central Asia NV. Bank Central Asia melanjutkan membangun usahanya dan menjadi bank devisa pada tahun 1997. Pada waktu krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, perusahaan ini merupakan salah satu dari sekian banyak bank yang mendapat efek dari krisis tersebut, dan menyebabkan likuiditas terganggu. Pada tahun berikutnya, Bank Central Asia mengatur untuk pemulihan dan bahkan kemajuan kinerja. Pada bulan Mei 2000 bank ini membuat langkah strategis menjadi perusahaan publik. 5. Bank Nusantara Parahyangan Tbk. Didirikan pada tahun 1978 dengan nama Parahyangan. Bank ini memperoleh izin menjadi bank devisa pada tahun 1985. Bank ini mencatat melakukan penjualan saham atau terdaftar pada BES pada tanggal 21 November 1987. Bank ini berpusat di Bandung. 6. Bank Danamon Indonesia Tbk Perusahaan ini didirikan bulan Juli 1956, menerima izin sebagai bank komersial pada bulan September 1956, dan menjadi bank devisa pada bulan November 1988, sejak itu berkembang dengan cepat dan menjadi bank kedua terbesar pada pertengahan 1990. Pada waktu krisis ekonomi
Asia melanda pada tahun 1997, perusahaan ini tidak mampu mengatasi masalah likuiditasnya dan diambil alih oleh pemerintah. Pada tanggal 30 Juni 2000, bank ini muncul kembali sebagai salah satu dari empat bank utama bersama Bank Central Asia (BCA) di sektor swasta, dan dengan Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia di sector public. 7. Bank Internasional Indonesia Tbk. Didirikan pada tahun 1959 sebagai bank komersial dengan nama Bank Internasional Indonesia, dan dizinkan sebagai bank devisa pada tahun 1988. Selanjutnya BII melakukan Initial Public Offering pada tahun 1989, dan tetap berkembang sampai muncul sebagai salah satu bank swasta nasional terdepan di Indonesia. Penghargaan ini ditandai dengan nilai yang BII dapatkan, dari jumlah institusi baik dalam maupun luar negeri dalam wilayah pelayanan seperti halnya pelaksanaan teknologi. Sekarang Bank Internasional Indonesia tetap menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia. 8. Bank Kesawan Tbk. Didirikan pada tanggal 1 april 1911 dengan nama N.V Chunghwa Shangyahmaat Schapmi. Pada tanggal 28 Oktober 1958, bank ini memulai kegiatan operasionalnya sebagai bank umum. Nama bank diubah menjadi PT Bank Kesawan pada tanggal 10 Maret 1965. Bank memperoleh persetujuan menjadi bank persepsi kas negara pada tanggal 16 Agustus 1956. Kantor pusat bank ini berlokasi di Jl. Hayam Wuruk No. 33 Jakarta Pusat.
9. Bank Lippo Tbk. Didirikan pada tanggal 11 Maret 1948 akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No.J.A.5/11/24 tanggal 3 April 1948. Pada bulan Oktober 1987, dengan surat persetujuan dari Ketua Bapepam No. 51-059/SHM/MK Oktober 1989. 10. Bank Mayapada Internasional Tbk. Didirikan pada tanggal 7 September 1973. Bank Mayapada memperoleh izin usaha sebagai bank devisa pada tanggal 3 Juni 1993. Kantor pusat Bank Mayapada berlokasi di Jl. Jendral Sudirman Kav. 28, Jakarta. 11. Bank Mega Tbk. Perusahaan ini merupakan bank swasta nasional berkembang cepat dengan jaringan lebih dari 60 kantor cabang online di seluruh kota besar di Indonesia. Didirikan di Surabaya pada tahun 1960, perusahaan ini berjalan dengan dukungan para profesional. Pada tahun 1992, perusahaan ini berganti nama dengan nama PT Bank Mega dan berlokasi di Jakarta. Pada 21 Januari 2000 perusahaan ini berubah nama menjadi PT Bank Mega Tbk dan mengumumkan initial public offering (IPO). 12. Bank OCBC NISP Tbk. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1941 di Bandung. Berawal beroperasi sebagai bank simpanan, perusahaan mendapatkan status sebagai bank komersial pada tahun 1967. Pada tahun 1972, perusahaan memasuki persetujuan penggabungan keuangan dan bantuan teknis dengan Bank Daiwa dari Jepang menjadi Bank Daiwa Perdania yang merupakan bank
patungan pertama di Indonesia. Pada 20 Oktober 1994, perusahaan mendaftarkan sahamnya di BEI dan menjadi bank publik. 13. Bank Pan Indonesia Tbk. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1971 melalui penggabungan bank swasta: PT Bank Industri dan Dagang Indonesia, PT Bank Kemakmuran, dan PT Industri Djaja Indonesia. Pada tahun 1972, bank ini menerima izin untuk beroperasi sebagai bank devisa. Di bawah Technical Service Agreement ANZ. Pada tahun 2002, bank ini adalah salah satu bank terbesar di Indonesia.
4.1.3 Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Mengingat setiap kegiatan usaha selalu mengandung resiko, tidak terkecuali kegiatan usaha di dalam perbankan maka wajar bila setiap bank harus melakukan penyisihan biaya untuk pembentukan cadangan penghapusan kredit dalam menutupi risiko usaha. Adapun indikator cadangan penghapusan kredit (variabel X) yaitu perbandingan antara PPAP kredit yang diberikan dengan jumlah kredit yang diberikan. Untuk melihat cadangan peghapusan kredit yang terdapat pada perusahaanperusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2005-2007 dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini :
Tabel 4.1 Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 (Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
2005
No.
Perusahaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank OCBC NISP Bank Pan Indonesia
Total Kredit
Total PPAP
62.238.006 75.533.234 100.325.751 54.170.188 1.459.879 35.990.927 20.368.710 824.876 8.124.864 2.064.605 11,313,598 12.438.181 15.101.258 399.954.077
4.232.829 5.410.249 11.809.662 1.347.038 27.696 1.016.028 415.756 26.350 489.180 38.620 149.276 193.277 1.208.902 26.364.863
Total Kredit
Total PPAP
Kredit yang mungkin diterima 58.005.177 70.122.985 88.516.089 52.823.150 1.432.183 34.974.899 19.952.954 798.526 7.635.684 2.025.985 11.164.322 12.244.904 13.892.356 373.589.214
Sumber : Data yang diolah penulis
Tahun
2006
No.
Perusahaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank OCBC NISP
13.
Bank Pan Indonesia
Sumber : Data yang diolah penulis
66.727.705 90.282.752 109.379.723 61.595.396 1.608.885 41.159.973 21.409.789 1.279.243 11.977.349 2.518.054 11.063.044 15.633.314
3.845.141 6.718.048 14.084.689 1.732.978 26.660 1.412.266 595.360 13.871 413.807 42.827 159.663 220.665
Kredit yang mungkin diterima 62.882.564 83.564.704 95.295.034 59.862.418 1.582.225 39.747.707 20.814.429 1.265.372 11.563.542 2.475.227 10.903.381 15.412.649
19.122.611
1.276.919
17.845.692
453.757.838
30.542.894
423.214.944
Tahun
2007
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo
88.676.188 113.853.335 126.826.445 82.566.618 1.659.352 51.336.934 28.583.744 1.309.789 18.142.198
5.436.203 6.953.902 12.694.900 1.686.097 30.157 1.476.327 550.405 17.486 403.742
Kredit yang mungkin diterima 83.239.985 106.899.433 114.131.545 80.880.521 1.629.195 49.860.607 28.033.339 1.292.303 17.738.456
10.
Bank Mayapada Internasional
3.068.157
43.974
3.024.183
11. 12. 13.
Bank Mega Bank OCBC NISP Bank Pan Indonesia
14.127.029 19.113.922 29.553.371 578.817.082
193.917 256.387 708.269 30.451.766
13.933.112 18.857.535 28.845.102 548.365.316
No.
Perusahaan
Total Kredit
Total PPAP
Sumber : Data yang diolah penulis Berdasarkan tabel diatas kita dapat melihat seberapa besar cadangan penghapusan kredit (PPAP) yang dibentuk setiap bank pada setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Besarnya cadangan penghapusan kredit ini sangat tergantung pada seberapa besar kemungkinan terjadinya kredit yang bermasalah pada suatu bank. Selain itu kita juga dapat melihat seberapa besar kredit yang mungkin diterima dari seluruh total kredit yang disalurkan setelah dikurangi dengan cadangan penghapusan kredit setiap tahunnya. Dari kredit yang mungkin diterima mencerminkan seberapa besar tingkat perolehan pendapatan yang berasal dari penyaluran kredit yang dilakukan oleh setiap bank.
4.1.4 Tingkat ROA Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Profitabilitas merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan perusahaan perbankan. Profitabilitas mengukur tingkat kemampuan perusahaan
untuk memperoleh laba dari asset yang dimilikinya. Bagi pihak bank tingkat profitabilitas akan menjadi tolak ukur keberhasilan bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya
serta dapat memperkirakan seberapa lama keberlangsungan
usaha bank tersebut (going concern), sementara bagi pihak investor dan nasabah dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan bank yang akan dipilih. Adapun indikator tingkat Return On Asset (variabel Y) yaitu perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva. Untuk melihat tingkat profitabilitas yang terdapat pada perusahan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 4.2. dibawah ini: Tabel 4.2 Tingkat ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun
2005
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Perusahaan BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank OCBC NISP Bank Pan Indonesia
Sumber : Data yang diolah penulis
Laba Bersih 2.129.538 3.808.587 603.369 3.591.397 28.402 2.003.138 730.081 3.282 367.808 24.763 184.155 201495 501.595 14.177.610
Total Asset 150.402.743 122.775.579 254.289.279 149.425.131 2.842.869 66.815.931 47.310.924 1.536.509 29.104.507 3.156.620 25.109.845 19.998.905 35.917.198 908.686.040
Tahun
2006
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Perusahaan BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank OCBC NISP Bank Pan Indonesia
Laba Bersih 1.982.674 4.257.572 2.421.405 4.244.422 30.512 1.325.332 663.650 8.309 386.749 60.473 163.670 235.818 650.933 16.431.519
Total Asset 166.703.122 154.725.486 256.211.217 175.984.227 3.342.032 79.702.749 48.313.060 2.053.830 33.295.438 3.678.095 30.980.586 24.208.314 39.090.919 1.018.289.075
Laba Bersih 897.928 4.838.001 4.346.224 4.497.725 32.048 2.146.508 403.059 7.098 643.043 48.714 528.039 250.084 852.255
Total Asset 182.007.749 203.603.934 303.435.870 216.920.175 3.757.686 86.684.183 50.820.954 2.181.333 38.441.501 4.473.186 34.899.431 28.969.069 51.156.071
19.490.726
1.207.351.142
Sumber : Data yang diolah penulis
Tahun
2007
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Perusahaan BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank OCBC NISP Bank Pan Indonesia
Sumber : Data yang diolah penulis Berdasarkan tabel diperoleh setiap
bank
di atas dapat diketahui bahwa laba bersih yang mengalami kenaikkan setiap tahunnya,
hal ini
mencerminkan bahwa pihak manajemen bank mampu memperoleh laba semaksimal mungkin dengan mengelola aktiva yang dimilikinya. Kenaikkan total aktiva setiap bank pada tiap tahunnya mencerminkan bahwa pihak manajemen bank mampu meningkatkan aktivanya dengan caranya meningkatkan penyaluran
kredit kepada pihak debitur, penambahan surat berharga yang dimiliki serta penambahan obligasi pemerintah.
4.2 Pembahasan Penelitian Pada bagian ini penulis melakukan pembahasan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian di antaranya sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tingkat cadangan penghapusan kredit yang ditetapkan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Untuk mengetahui tingkat return on asset (ROA) perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset (ROA) perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.2.1. Analisis Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005-2007 Cadangan penghapusan kredit yang ditetapkan sebagai variabel bebas (independent) pada masing-masing perusahaan mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Cadangan penghapusan kredit yang ditetapkan pada perusahaan perbankan periode 2005-2007, dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut :
Tabel 4.3 Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 No.
2005 (%)
Perusahaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank OCBC NISP
13
Bank Pan Indonesia
2006 (%)
2007 (%)
Rata-rata (%)
6.8 7.16 11.77 2.48 1.89 2.82 2.04 3.19 6.02 1.87 1.31 1.55
5.76 7.44 1.28 2.81 1.65 3.43 2.78 1.08 3.45 1.7 1.44 1.41
6.13 6.1 10 2.04 1.81 2.87 1.92 1.33 2.22 1.43 1.37 1.34
6.23 6.9 7.68 2.44 1.78 3.04 2.25 1.87 3.90 1.67 1.37 1.43
8 56.9
6.67 40.9
2.39 40.95
5.69 46.25
Sumber : Data yang diolah penulis
Tabel 4.4 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Tingkat Cadangan PenghapusanKredit Descriptive Statistics N CPK Valid N (listwise)
13 13
Minimum 1.37
Maximum 7.68
Mean 3.5577
Std. Deviation 2.27453
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat cadangan penghapusan kredit dengan sampel 13 perusahaan perbankan selama tahun 20052007 diperoleh nilai rata-rata cadangan penghapusan kredit sebesar 3,5577. Nilai cadangan penghapusan kredit tertinggi sebesar 7,68% pada Bank Mandiri , sedangkan untuk nilai cadangan penghapusan kredit terendah sebesar 1,37% pada Bank Mega. Hal ini menunjukkan kolektabilitas (pengembalian kredit) pada bank tersebut sangat baik (lancar).
Grafik 4.1 Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 14 12 10 8 6 4 2 0
2005 (%) 2006 (%) 2007 (%)
Grafik 4.2 Rata-rata Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Rata-rata
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kondisi cadangan penghapusan kredit yang dilakukan oleh Bank Mandiri lebih tinggi dibandingkan dengan dua belas bank lainnya.
4.2.2 Analisis Tingkat ROA Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005-2007 Untuk mengukur tingkat profitabilitas yang dihasilkan perusahaan perbankan mempergunakan rumus return on asset (ROA) Untuk mengetahui tingkat profitabilitas yang dihasilkan perusahaan perbankan pada Bursa Efek Indonesia periode 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini Tabel 4.5 Tingkat ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 2005 (%)
No.
Perusahaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
BNI BRI Bank Mandiri BCA Bank Nusantara Parahyangan Bank Danamon BII Bank Kesawan Bank Lippo Bank Mayapada Internasional Bank Mega Bank OCBC NISP Bank Pan Indonesia
1.41 3.10 0.23 2.40 0.99 2.99 1.54 0.21 1.26 0.78 0.73 1.00 1.39 18.03
2006 (%) 1.18 2.75 0.94 2.41 0.91 1.66 1.37 0.40 1.16 1.64 0.52 0.97 1.66 17.57
2007 (%)
Rata-rata (%)
0.49 2.37 1.43 2.07 0.85 2.47 0.79 0.32 1.67 1.08 1.51 0.86 1.66 17.57
1.03 2.74 0.87 2.29 0.92 2.37 1.23 0.31 1.36 1.17 0.92 0.94 1.57 17.72
Sumber : Data yang diolah penulis
Tabel 4.6 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Tingkat Return On Asset Descriptive Statistics N ROA Valid N (listwise)
Minimum Maximum Mean Std. Deviation 13 .31 2.74 1.3631 .70128 13
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa tingkat return on asset dengan sampel 13 perusahaan perbankan selama tahun 2005-2007 diperoleh nilai rata-rata sebesar 1,3631. Tingkat return on asset tertinggi sebesar 2,74% pada BRI. Sedangkan untuk tingkat return on asset terendah sebesar 0,31% pada bank kesawan.
Grafik 4.3 Tingkat ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
2005 (%) 2006 (%) 2007 (%)
Grafik 4.4 Rata-rata Tingkat ROA Sampel Perusahaan Perbankan 2005-2007 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Rata-rata (%)
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa perolehan return on asset (ROA) tertinggi dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia.
4.2.3 Analisis Pengaruh Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat ROA Bank Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Sesuai dengan salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset (ROA) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI, maka penulis akan melakukan serangkaian pengujian yang relevan dengan tujuan dari penelitian tersebut. Pengujian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Asumsi Klasik Menurut literatur sebelum melakukan regresi harus diuji terlebih dahulu
syarat kelayakan dari regresi tersebut, yaitu: a.
Out Lier/Data Out lier Dimaksudkan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan telah benar atau tidak. Melalui uji tersebut dapat diketahui apakah bentuk model linier/non linier dan melalui uji tersebut dapat diketahui apakah tersebut digaris regresi atau tidak. Untuk mengetahui data out lier dapat dianalisa melalui residual statistik.
Tabel 4.7 Hasil Uji t Hitung Residuals Statistics(a) Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value
Minimum 1.1680 -.962
Maximum 1.7306 1.812
Mean 1.3631 .000
Std. Deviation .20280 1.000
N
.197
.415
.269
.062
13
1.1531 -.90260 -1.287 -1.523 -1.32536 -1.635 .023 .000 .002
2.1954 1.07892 1.539 1.785 1.45185 2.019 3.285 .626 .274
1.3849 .00000 .000 -.014 -.02185 .014 .923 .129 .077
.29305 .67131 .957 1.061 .83136 1.143 .913 .211 .076
13 13 13 13 13 13 13 13 13
13 13
a Dependent Variable: ROA
Dari tabel diatas tampak bahwa nilai cook’s distance adalah 0,000 dimana nilainya lebih kecil dari satu. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada data yang out lier. Dan jika melalui P-Plot tampak sebagai berikut:
Gambar 4.5 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: ROA 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
Observed Cum Prob
1.0
b. Auto Korelasi Auto korelasi dimaksudkan untuk menguji suatu keadaan dimana terdapat hubungan antar variabel atau dengan kata lain terdapat korelasi yang tinggi diantara variabel bebas sehingga memberikan standard error (penyimpangan) yang besar. Alat yang digunakan yaitu melalui uji Durbin-Watson. Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Linier Model Summary(b) Model 1
R R Square .580(a) .263 a Predictors: (Constant), CPK b Dependent Variable: ROA
Adjusted R Square .318
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .70117 1.724
Dari tabel tersebut tampak nilai Durbin-Watson adalah 1,724 yang menujukkan bahwa tidak ada auto korelasi. 2.
Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga dari hubungan yang diperoleh kita dapat menaksir suatu variabel apabila harga variabel lainnya diketahui dengan bentuk persamaan regresinya. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, maka hasilnya secara lengkap disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9 Hasil Penghitungan Koefisien Regresi Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat ROA Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) CPK
B 1.046 .892
Std. Error .372 .399
Standardized Coefficients Beta .580
t 2.815 2.235
Sig. .000 .031
a Dependent Variable: ROA
Dari penghitungan regresi yang telah diolah dengan menggunakan alat bantu software SPSS V14.0, diperoleh nilai a sebesar 1,046 dan nilai b sebesar 0,892, sehingga diperoleh bentuk persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut: Y = 1,046 + 0,892X Dari persamaan regresi linier sederhana di atas dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut: Nilai koefisien konstanta 1,046 merupakan nilai intersep yang artinya bahwa garis regresi memotong sumbu Y pada titik 1,046 dan juga merupakan dependent taksiran pada saat X sama dengan 0. Nilai koefisien regresi b = 0,892 merupakan koefisien arah regresi linier yang artinya bahwa setiap kenaikan nilai tingkat cadangan penghapusan kredit (X) sebesar 1% akan menyebabkan kenaikkan nilai tingkat return on asset (Y) sebesar 0,892%. 3.
Analisis Korelasi Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara
korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut. Pengukuran koefisien ini dilakukan dengan
menggunakan koefisien person correlation product moment, untuk menguji hipotesis asosiatif/hubungan bila datanya berbentuk interval atau rasio karena mempunyai satu variabel dependent dan satu variabel independent. Berdasarkan
hasil
pengolahan
data
yang
telah
dilakukan
dengan
menggunakan alat bantu software SPSS V14.0, maka hasilnya secara lengkap disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 4.10 Hasil Penghitungan Korelasi Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat ROA Correlations CPK CPK
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1
ROA .580(*) .031 13 1
13 .580(*) .031 13 *Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed) ROA
13
Hasil yang diperoleh dari penghitungan koefisien korelasi ini adalah 0.580. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel terdapat hubungan positif/searah antara variabel X (tingkat cadangan penghapusan kredit) dengan variabel Y (tingkat return on asset). Untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y, dapat digunakan tabel interpolasi nilai koefisien (r). Berdasarkan tabel interpretasi nilai r, maka dapat diketahui bahwa hasil penghitungan koefisien korelasi sebesar 0.580 yang mempunyai arti bahwa terdapat hubungan sedang antara tingkat cadangan penghapusan kredit dengan tingkat return on asset pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2005-2007. 4.
Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
tingkat cadangan penghapusan kredit sebagai variabel independent terhadap tingkat return on asset sebagai variabel dependent. Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien determinasi ini adalah sebagai berikut: Kd = r2 x 100% Hasil penghitungan koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.11 Hasil Penghitungan Koefisien Determinasi Model Summary(b) Model 1
R R Square .580(a) .263 a Predictors: (Constant), CPK b Dependent Variable: ROA
Adjusted R Square .318
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .70117 1.724
Angka pada kolom R Square tersebut mempunyai arti bahwa pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat Return On Asset (ROA) sebesar 26,3% sedangkan sisanya sebesar 73,7% merupakan pengaruh dari faktorfaktor lain yang tidak diteliti oleh penulis seperti pendapatan dan beban operasional lainnya di luar tingkat cadangan penghapusan kredit serta pengaruh besarnya dana pihak ketiga yang disimpan oleh bank.
5.
Uji t Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan oleh penulis akan diuji melalui
hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui
terdapat
atau
tidaknya
hubungan
antara
tingkat
cadangan
penghapusan kredit dengan tingkat return on asset (ROA). Adapun hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H0 : ρ =
Tidak terdapat pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset (ROA)
Ha : ρ = Terdapat pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset (ROA) Untuk menguji apakah variabel-variabel korelasi signifikan atau tidak, maka terlebih dahulu harus mencari nilai thitung dengan kriteria interval keyakinan (level of significant) 95%, α = 5% dan derajat kebebasan (dk) = n-2. Hasil dari uji hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Taraf signifikansi α = 5% dk = n-2 = 13-2 = 11 ttabel (0.05) = 2,201 Hasil penghitungan uji t dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.12 Hasil Penghitungan Uji t Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) CPK
a Dependent Variable: ROA
B 1.046 .892
Std. Error .372 .399
Standardized Coefficients Beta .580
t 2.815 2.235
Sig. .000 .031
Berdasarkan penghitungan di atas, dengan membandingkan thitung > ttabel yaitu 2,235 > 2,201, berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa taraf signifikansi α = 5% tingkat cadangan penghapusan kredit mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat return on asset (ROA). Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Analisis Tingkat Cadangan Penghapusan Kredit Terhadap Tingkat Return On Asset (ROA) No. Analisis Hasil Analisis Interpretasi 1. Asumsi Klasik: Cook’s Distance = Dari hasil penghitungan a. Out Lier 0,000 tampak nilai cook’s distance 0,000 < 1 adalah 0,000 dimana nilainya lebih kecil dari satu. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat data out lier. b. Auto Korelasi Dari hasil penghitungan Durbin Watson = 1,724 tampak nilai Durbin Watson adalah 1,724. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada auto korelasi. 2.
Analisis Regresi Y = 1,046 + 0,892X Linier Sederhana
Dari persamaan regresi tersebut, dapat dijelaskan bahwa setiap kenaikkan nilai cadangan penghapusan kredit sebesar 1% akan di ikuti dengan kenaikkan return on asset sebesar 0,892 dan setiap penurunan nilai cadangan penghapusan kredit sebesar 1% akan di ikuti dengan penurunan return on asset sebesar 0,892.
3.
Analisis Korelasi
r = 0.580
Dari hasil penghitungan dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bersifat positif dan sedang antara pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset.
4.
Analisis Koefisien Determinasi
Kd = 26,3%
5.
Uji t
thitung = 2,235 ttabel = 2,201 thitung > ttabel = Ho ditolak, Ha diterima
Jadi besarnya pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset adalah sebesar 26,3% sedangkan sisanya sebesar 73,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis. Artinya tingkat cadangan penghapusan kredit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat return on asset.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis verifikatif serta pengujian hipotesis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat cadangan penghapusan kredit yang ditetapkan oleh perusahaan perbankan selama periode tahun 2005-2007 diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,5577, nilai maksimum dilakukan oleh Bank Mandiri dengan peningkatan sebesar 7,68% dan tingkat cadangan penghapusan kredit nilai kredit minimum sebesar 1,37% oleh Bank Mega. 2. Tingkat return on asset yang dihasilkan oleh perusahaan perbankan selama periode tahun 2005-2007 diperoleh nilai rata-rata sebesar 1,3631, nilai maksimum dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia dengan peningkatan sebesar 2,74% dan tingkat return on asset nilai minimum dilakukan oleh Bank Kesawan sebesar 0,31% . 3. Pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit terhadap tingkat return on asset dapat disimpulkan bahwa hasil penghitungan analisis koefisien determinasi diperoleh nilai sebesar 26,3% terhadap tingkat return on asset, dan sisanya sebesar 73,7% merupakan faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis, seperti: pengaruh besarnya penyisihan penghapusan aktiva produktif secara keseluruhan (selain kredit yang diberikan), yaitu
pendapatan dan beban operasional lainnya di luar tingkat cadangan penghapusan kredit serta pengaruh besarnya simpanan dana pihak ketiga yang disimpan oleh bank. Dari pengujian Uji t diketahui bahwa thitung sebesar 2.235 > ttabel sebesar 2,201 yang berarti bahwa pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat return on asset.
5.2
Saran Dari kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis
mencoba mengajukan beberapa saran antara lain sebagai berikut: 1. Untuk manajemen perusahaan perbankan: Perusahaan perbankan diharapkan tetap menjaga kehati-hatian dalam mengelola kredit yang diberikan, sehingga dapat terhindar dari kredit bermasalah yang tidak hanya akan berpengaruh pada tingkat return on asset akan tetapi juga akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank secara keseluruhan dan keberlangsungan usaha bank yang bersangkutan. Peningkatan return on asset juga berarti bagi bank untuk meningkatkan kredibilitas atau tingkat kepercayaan dari pihak yang terkait. 2. Untuk pihak yang terkait: Profitabilitas bank tidak hanya penting bagi pemiliknya, tetapi juga bagi pihak yang terkait lainnya diantaranya nasabah, pemerintah, dan investor.
a.
Bagi nasabah (khususnya deposan) dan investor hendaknya memilih perusahaan perbankan yang tingkat kesehatannya baik, agar tingkat pengembalian dana yang disimpan terjamin.
b.
Bagi pemerintah hendaknya memberikan bantuan kemudahan kepada perusahaan perbankan untuk melakukan operasional kerjanya dalam bentuk peraturan atau kebijakan.
3. Untuk peneliti lainnya yang akan meneliti lebih lanjut: a.
Disarankan untuk melakukan pengambilan sampel yang lebih besar.
b.
Agar meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat profitabilitas bank, antara lain pengaruh besarnya
penyisihan
penghapusan
aktiva
produktif
secara
keseluruhan, pengaruh dana pihak ketiga, dan faktor lain selain pengaruh tingkat cadangan penghapusan kredit.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sartono, (2001), Manajemen Keuangan, BPFE, Yogyakarta. As.Mahmoeddin, (2004), Melacak Kredit Bermasalah , Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Azwan Martin, (1995), Pengaruh Pembentukan Penghapusan Kredit Yang Diberikan Terhadap Tingkat Rentabilitas Bank, Skripsi. Bank Indonesia, UU Pokok Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Bambang Riyanto, (2001), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Empat, Salemba Empat, Jakarta. Bogat Slamet Sugiri, Agus Riyono, (2005), Pengantar Akuntansi I, Edisi empat, Erlangga, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, (2007), Standar Akuntansi Keuangan, Salemba, Jakarta. Indra Bastian dan Suharjono, (2006), Akuntansi Perbankan, Salemba Empat, Jakarta. Hadiwidjaja, (2000), Analisis Kredit, Pionir Jaya, Jakarta. Lukman Dendawijaya, (2005), Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor. M. Teguh Pudjo Mulyono (1993), Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial, Salemba, Jakarta. Rimsky K. Judisseno, (2005), Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. S. Munawir, (2002), Analisis Laporan Keuangan, Edisi Empat, Liberty, Yogyakarta Sofyan Safri Harahap, (2004), Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Sugiyono, (2006), Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Bineka Cipta, Bandung.
Susilo Y. Sri, Sigit Triandary dan A. Totok Budi Santoso, (2000), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Empat, Salemba, Jakarta. Taswan, (2005), Akuntasi Perbankan, Edisi Pertama, Erlangga, Jakarta. Thomas Suyatno, (2003), Dasar-dasar Perkreditan, Salemba, Jakarta. Tjukria Tawaf, (2000), Audit Intern Bank. Yugi Sagita Yudistira, (2006), Pengaruh Cadangan Penghapusan KUPEDES (Kredit Umum Pedesaan) Terhadap Tingkat Profitabilitas Bank, Universitas Pasundan, Bandung.
www.bi.go.id www.kompas.com www.tempo.co.id