SKRIPSI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT PADA HUTAN NAGARI DI JORONG SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum Oleh :
HARI RIZKI SATRIA BP. 1210111014
Program Kekhususan :Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam ( PK IX)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2016
No. Reg. 4573/PK IX/III/2016
No. Alumni Universitas: a) b) c) d) e)
No. Alumni Fakultas:
HARI RIZKI SATRIA
Tempat/Tgl.Lahir: Bukittinggi/ 3 Januari 1994 Nama Orang Tua: Yoserizal dan Lenharni Fakultas: Hukum PK: Hukum Agraria dan SDA (PK IX) No BP: 1010112213
f) g) h) i) j)
Tanggal Lulus: 29 Juni 2016 Predikat Lulus: Sangat Memuaskan IPK: 3, 52 Lama Studi : 3 Tahun 10 Bulan Alamat: Asrama Polisi Jati Blok C No 7 Padang
PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT PADA HUTAN NAGARI DI JORONG SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN (Hari Rizki Satria, BP: 1210111014, Hukum Agraria dan SDA, PK IX Fakultas Hukum Universitas Andalas ,2016 81 hlm + vi,) ABSTRAK
Sebagai pihak yang memiliki akses paling dekat dengan hutan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengamanatkan masyarakat sebagai objek pemberdayaan dalam pengelolaan hutan.Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat ini adalah dengan adanyaprogram Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu wilayah pengelolaah dalam program PHBM setelah adanya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.573/Menhut-II/2011 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung Sebagai Areal Kerja Hutan Desa/Nagari Simancung Alam Pauh Duo.Kegiatan PHBM dijalankanoleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN). Dalam berkegiatan, LPHN Jorong Simancuang masih belum memiliki SDM yang terampil sehingga menjadi penghambat dalam pengelolaan hutan yang baik. Alhasil tujuan dari program ini untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk kesejahteraan belum tercapai secara maksimal Atas dasar itu penelitian ini dilakukan dengan mengemukakan permasalahan Pertama, Bagaimana perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Kedua,Bagaimana penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang.Ketiga, Bagaimana pengawasan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu untuk menguji apakah sesuatu telah berjalan sesuai aturan perundang-undangan maka dibuktikan dengan terjun langsung ke lapangan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa negara keliru ketika menyamakan antara hutan nagari dan hutan desa.Selain itu dalam pelaksanaan PBHM dengan hutan desa terdapat kekurangan yang disbabkan oleh faktor internal berupa kemampuan SDM yang masih belum terampil sehingga belum mampu secra maksimal dalam membuat perencanaan kegiatan, belum mampu menggunakan kawasan hutan utuk meningkatkan mensejahterakan kehidupan dan belum mampu membuat laporan tahunan secara konsisten sebagai media pengawasan dari dinas kehutanan. Selain itu terdapat faktor eksternal berupa minimnya pengetahuan masyarakat sekitar terkait fungsi dan pengelolaan hutan. Skripsi ini telah dipertahankan di depan tim penguji dan dinyatakan lulus pada tanggal 29 Juni 2016. Abstrak telah disetujui oleh penguji. Penguji, Tanda tangan
1.
Nama terang
2. Hj. Sri Arnetti, S.H., M.H.
Mengetahui, Ketua Bagian HAN: Syofiarti, S.H., M.Hum.
Anton Rosari, S.H., M.H.
________________ Tanda tangan
Alumnus telah mendaftar ke Fakultas/Universitas dan mendapat nomor alumnus: PetugasFakultas/ Universitas No. Alumni Fakultas: Nama: TandaTangan: No. Alumni Universitas:
Nama:
TandaTangan: i
ABSTRAK PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DI JORONG SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN Hari Rizki Satra, BP 1210111014, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Program Kekhususan Hukum Agraria dan SDA (PK IX). 2016. 83 Halaman. Sebagai pihak yang memiliki akses paling dekat dengan hutan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengamanatkan masyarakat sebagai objek pemberdayaan dalam pengelolaan hutan. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat ini adalah dengan adanya program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu wilayah pengelolaah dalam program PHBM setelah adanya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.573/Menhut-II/2011 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung Sebagai Areal Kerja Hutan Desa/Nagari Simancung Alam Pauh Duo.Kegiatan PHBM dijalankan oleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN). Dalam berkegiatan, LPHN Jorong Simancuang masih belum memiliki SDM yang terampil sehingga menjadi penghambat dalam pengelolaan hutan yang baik. Alhasil tujuan dari program ini untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk kesejahteraan belum tercapai secara maksimal Atas dasar itu penelitian ini dilakukan dengan mengemukakan permasalahan Pertama, Bagaimana perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Kedua,Bagaimana penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang.Ketiga, Bagaimana pengawasan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu untuk menguji apakah sesuatu telah berjalan sesuai aturan perundang-undangan maka dibuktikan dengan terjun langsung ke lapangan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa negara keliru ketika menyamakan antara hutan nagari dan hutan desa.Selain itu dalam pelaksanaan PBHM dengan hutan desa terdapat kekurangan yang disbabkan oleh faktor internal berupa kemampuan SDM yang masih belum terampil sehingga belum mampu secra maksimal dalam membuat perencanaan kegiatan, belum mampu menggunakan kawasan hutan utuk meningkatkan mensejahterakan kehidupan dan belum mampu membuat laporan tahunan secara konsisten sebagai media pengawasan dari dinas kehutanan. Selain itu terdapat faktor eksternal berupa minimnya pengetahuan masyarakat sekitar terkait fungsi dan pengelolaan hutan. Kata Kunci : Pengelolaan, Hutan, dan Masyarakat
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr.Wb. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya. Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan . Skripsi ini ditulis sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Program Kekhususan Agraria dan Sumber Daya Alam Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. Shalawat beserta salam penulis sampaikan untuk Baginda Rasulullah Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi umatIslam sedunia.Beliaulahyang telah membawa ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk meraih kesuksesan dunia maupun akhirat. Terima Kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Ayahanda Yoserizal dan Ibunda Lenharni serta saudara penulis Nise, Reza dan Ozi. Atas dorongan dan semangat, cinta, doa dan kasih sayang tak pernah henti dicurahkan bagi penulis. Terima Kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Dr. KurniaWarman S.H.,M.Hum. sebagai pembimbing I dan Ibuk Syofiarti S.H.,M.Hum. sebagai pembimbing II yang telah memberi banyak masukan
ii
danarahan dalam penulisan skripsi serta meluangkan waktu serta tenaga untuk membimbing penulis. Selain itu dengan selesainya skripsi ini penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Zainul Daulay,S.H., M.H. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas 2. Bapak Dr. Kurnia Warman, S.H., M.Hum., Bapak Dr. Busyra Azheri, S.H., M.H., dan Bapak Charles Simabura, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I, Wakil Dekan II dan Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Andalas. 3. Ibu Syofiarti, S.H., M.Hum., sebagai ketua bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas. 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas yang telah memberikan ilmu kepada penulis secara ikhlas. Serta seluruh Tenaga Kependidikan Fakultas Hukum Universitas Andalas atas pelayanannya selama ini. 5. Akhi wa Ukhti LPI FHUA sebagai organisasi awal penulis dalam mengawali kehidupan dunia kampus yang banyak memberikan pelajaran kepada penulis. 6. Kepada senior yang telah membimbing dan tempat bertanya penulis Bang Cecep, Bang Ari, Bang Andri, Bang Rino, Bang Ridho, Kak Nelsa Kak Via, Kak Ina, Kak Ovta, ,danlainya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
iii
7. Pengurus Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum FHUA Pak Najmi, Pak Ilhamdi, Pak Apriwal, Bang Fahmi Bang Beni, Bang Ari, Ikaputri dan Virajati 8. Kawan-kawan Forsila BP 12 Heru, Hari, Fadzlurrahman, Abdan, Henny, Tari, Dian, Vina, Yuni, Mira, Dimas, Gita, Desi, Mutia dan lainnya mungkin saja lupa penulis untuk menyebutkannya. 9. Akhi wa Ukhti senior, junior dan rekan seangkatan di FKI Rabbani Unand 10. Senior dan junior di DPC Permahi Padang.Aulia,Rifo,Romel,Desi, Febrika, Mustika, Suci, Muthia, Arif Rahman dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 11. Kawan-kawan Fakultas Hukum angkatan 12, Iwan, Arif .F, Irwan, Fikri, Arif.H, Arifa Y, Agung, Iqbal, Ferdinan, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. 12. Kawan Kawan Komite Relawan Nusantara dan Amil Rumah Zakat Cabang Padang. 13. Kawan-kawan anggota KKN Pakan Rabaa Timur Solok Selatan. Karenanya, kepada mereka semualah skripsi ini secara khusus didedikasikan. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi perubahan bangsa. Amin. Wasslam. Padang,19Mei 2016
HariRizkiSatria
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ...................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 10 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 10 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 11 E. Metode Penelitian................................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hutan 1. Pengertian Hutan ...................................................................... 19 2. JenisHutan ................................................................................ 20 3. Kedudukan Status Hutan .......................................................... 22 B. TinjauanTentangHutanDesa ................................................................. 24 C. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan .................................................. 26 D. Tinjauan Tentang Pengawasan ............................................................. 34 1. PengertianKewenangan ............................................................ 34 2. SumberKewenangan ................................................................ 35 3. KewenganDalamPenyelenggaraanUrusanPemerintah ............. 38
v
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek Penelitian ................................................................ 41 B. Perencanaan Penggunaan Hutan Nagari Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang. ............................................................................. 46 C. Penggunaan
Hutan
Nagari
oleh
Masyarakat
Dalam
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang .......................................................................................... 62 D. Pengawasan Penggunaan Hutan Nagari oleh Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang. ............................................................................. 71 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 77 B. Saran ..................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pada pasal tersebut tampak terlihat jelas bagaimana konsep hak menguasai negara terhadap sumber daya alam. Dimuatnya konsep tersebut di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia tidak terlepas dari besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Hak menguasai negara ini diwujudkan dalam bentuk kewenangankewenangan yang dimiliki negara terhadap sumber daya alam. Kewenangan tersebut memiliki peran vital dalam rangka terwujudnya pengelolaan sumber daya alam yang baik. Maka, dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik, dan ditunjang dengan aturan-aturan yang mendukung, Indonesia dapat memperoleh manfaat besar dari potensi sumber daya alam yang dimiliki. Dari segi ketersediaan, sumber daya alam dibedakan atas sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resource) dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resouces). Hutan sebagai sumber daya alam menempati posisi sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
1
Artinya ketersediaan atas sumber daya hutan dapat selalu terjamin apabila dikelola secara baik dan benar. Secara yurudis, pengertian hutan tertuang dalam pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang berbunyi : hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Dalam hal pemanfaatannya, sumber daya hutan di Indonesia memiliki potensi bersar untuk dikembangkan sebagai sumber pendanaan pembangunan. Potensi yang sangat besar tersebut, dilandasi suatu fakta bahwa Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki hutan tropis dataran rendah ketiga terluas didunia.1Ini dibuktikan dari data kementrian Kehutanan tahun 2012, menyebutkan kawasan hutan di Indonesia kurang lebih 137,09 juta hektar. Kondisi ini patut disukuri sebagai anugrah Tuhan yang diberikan kepada bangsa Indonesia. Bentuk syukur tersebut diwujudkan dengan menjaga kelestarian hutan agar manfaatnya tidak hanya dirasakan pada generasi sekarang, namun juga bermanfaat untuk generasi yang akan datang. Sejak awal dekade 1970an, sektor kehutanan di Indonesia telah memainkan peranan penting
dalam pembangunan nasional sebagai sumber
terbesar perolehan devisa nonmigas2.Setiap tahun sebelum krisis ekonomi 1997, devisa negara yang disumbangkan dari sektor kehutanan mencapai US$7-8 miliar.
1
Supriadi, Hukum Kehutanan dan Perkebunan di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2011,
hlm.2 2
Ibid,hlm.1.
2
Selain berupa devisa, sektor kehutanan juga menyumbangkan kontribusi bagi pendapatan negara, baik itu berupa pajak maupun non pajak. Tercatat 13 jenis pajak dan pungutan non pajak dari setiap meter kubik kayu yang dipungut disektor kehutanan.3 Namun sebenarnya, peranan hutan tidak hanya sebatas sektor ekonomi saja.Terdapat dua pembagian pemanfaatan terhadap hutan yakni pemanfaatan hutan secara langsung dan pemanfaatan hutan secara tidak langsung Manfaat hutan secara langsung adalah menghasilkan kayu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, serta hasil hutan ikutan antara lain rotan, getah, buah buahan,madu dan lain lain. Selanjutnya secara tidak langsung terdapat delapan manfaat hutan, yakni: mengatur tata
air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap
kesehatan, memberikan rasa keindahan, memberikan manfaat disektor pariwisata, memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan keamanan, menampung tenaga kerja dan menambah devisa negara.4 Dari pembagian manfaat ini terdapat beberapa nilai yang harus disingkronkan dalam rangaka menjaga kelestarian hutan. Nilai tersebut diantaranya teradapat nilai ekonomi, sosial dan lingkungan. Sehingga, dalam rangka mewujudkan nilai nilai tersebut ada dalam setiap pengelolaan hutan, diperlukan prinsip keadilan antar generasi agar fungsi dan peranan hutan tetap terjaga dari generasi ke genersi.
3
Ibid,hlm.3. Salim,H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, hlm.1.
4
3
Prinsip keadilan antar generasi meletakkan tiga kewajiban mendasar bagi generasi sekarang terhadap konservasi sumber daya alam, yaitu(1) conservation of option, menjaga agar generasi yang akan datang dapat memilih kuantitas keanekaragaman sumber daya alam; (2) conservation of quality, menjaga kualitas lingkungan agar lestari; (3) conservation of acces, menjamin generasi mendatang minimalmemiliki akses yang sama dengan generasi sekarang atas titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.5Disinilah fungsi optimalisasi pengelolaan hutan, baik dari segi regulasi ataupun dari segi pelaksanaan regulasi tersebut agar pengelolaan hutan sesuai dengan apa yang diinginkan dan hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengacu pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menjelaskan konsep hak menguasai negara dalam hal sumber daya alam, dalam Undang Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, teori hak menguasai negara dalam pengelolaan hutan dituangkan dalam bentuk keweangan keweangan yang disematkan pada negara, tepatnya berada pada pasal 4 ayat (2) yang berbunyi: Penguasaan hutan oleh negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk: a) Mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; b) Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan c) Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan , serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
5
Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2014 ,hlm. 1-2.
4
Berbagai tindakan pemerintah tersebut tetap orientasinya hanya pada penguasaan sehingga tidak dibenarkan pemerintah bertindak seolah olah memiliki sumber daya alam tersebut. Hukum nasional sendiri memberikan wewenang pengelolaan hutan kepada provinsi sebagai wujud otonomi daerah. Namun tetap bersinergi dengan pemerintah pusat. Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat , sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberaradaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.6 Masyarakat hukum adat memiliki kearifan lokal tersendiri dalam model pengelolaan haknya atas hutan jika dibandingkan dengan negara. Keragaman ini tentunya disebabkan oleh basis normatif yang berbeda. Perbedaan yang mencolok tersebut yakni antara basis hukum negara dan hukum rakyat termasuk didalamnya hukum adat.7 Dari perbedaan itu sering menimbulkan permasalahan kepentingan antara negara dan masyarakat terkait pengelolaan hutan. Apalagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor35/PUU-X//2012MK No. 35 yang mengukuhkan status hutan adat bukan sebagai bagian dari hutan negara. Putusan tersebut semakin meningkatkan pengakuan pada masyarakat hukum adat terhadap pengakuan wilayah hutannya.
Karena itu diperlukan langkah cepat dalam
menanggulangi permasalahan ini agar tidak terjadi conflict of interest
yang
akhirnya akan berdampak pada pemerosotan pengelolaan terhadap hutan.
6
Ahmad Redi, op.cit.,hlm.4. Azis Khan dkk, Kembali Kejalan Lurus Kritik Penggunaan Ilmu dan Praktek Kehutanan Indonesia, Yogyakarta, Forci development, 2013,hlm.13. 7
5
Pemerosotan pengelolaan hutan akan berdampak pada kerusakan hutan. Sebagaimana kita ketahui, kerusakan hutan yang disebabkan oleh masyarakat sekitar tidak terlepas dari tindakan tindakan seperti menggunakan kawasan hutan untuk pemukiman dan bercocok tanam disertai dengan pembukaan dan penebangan pohon. Tindakan ini jika dibiarkan maka akan menimbulkan kerusakan signifikan pada hutan. Ditambah lagi jenis hutan adat meupakan jenis hutan yang paling yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat adat setempat untuk kebutuhan sehari hari dalam rangka mencapai kesejahteraan. Sehingga, apabila pemanfaatan kawaasan hutan tersebut tidak sesuai dengan apa yang semestinya, akan semakin memperparah kondisi hutan yang ada di Indonesia. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia
tentang
kehutanan sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2 persen hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya dan Kementrian Kehutanan menyebutkan dari 130 juta hektar hutan yang tersisa di indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.8 Berdasarkan catatan tersebut membuktikan pengelolaan hutan tidak akan maksimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Perlu melibatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelangsungan hutan. Berdaasarkan pengaturannya, Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengamanatkan pemberdayaan masyarakat melalui pasal 3 huruf d yang menjelaskan bahwa Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:
8
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesies/k ehutanan/, diakses pada 6/12/2015, pukul23:10 WIB.
6
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal. Selanjutnya, basis normatif mengenai pemberdayaan masyarakat ini dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 83 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan yang berbunyi
pemberdayaan masyarakat merupakan
kewajiban
setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pemerintah
,
provinsi,
kabupaten
/kota
yang
pelaksanaannya menjadi tanggungjawab kesatuan pengelolaan hutan (KPH). Salah satu langkah konkrit yang diambil pemerintah utuk memberdayakan masyarakat dalam mengelola hutan yang berada diwilayahnya yaitu dengan meluncurkan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat dengan dasar hukum pengelolaan melalui Peraturan Mentri KehutananNomor 88 Tahun 2014 tentang Hutan Kemasyarakatan dan Peraturan Mentri KehutananNomor 89 Tahun 2014 tentang HutanDesa. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (community base forest management) atau sering disebut perhutanan sosial (Social Forestry) merupakan pemberdayaan masyarakat didalam dan disekitar hutan dengan memberikan akses kepada masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan yang ada disekitarnya melalui
perencanaan,
penataan,
perbaikan
(rehabilitasi),
perlindungan,
7
pemanfaatan dan pelerstarian hutan.9 Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang turut andil melaksanakan program ini. Dengan dominasi hutan nagari yang bertebaran diwilayah sumbar tentu program ini merupakan langkah efektif
dalam upaya memaksimalkan pengelolaan hutan. Model Pengelolaan
Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang telah dilaksanakan di Sumatera Barat adalah melalui skema hutan Nagari atau Desa (HN), Hutan Kemasyarakatan (Hkm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan membuka partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan sebagai alternatif strategis dalam menangani berbagai persoalan kehutanan seperti konflik teritorial, kerusakan hutan, keamanan hutan, kemiskinan dan berbagai problem masyarakat dan lingkungannya.10 Di Sumatera Barat sendiri berdasarkan dari pernyataan Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Hendri Oktavia menyebutkan sudah ada 11 hutan nagari dan 13kelompok kehutanan kemasyarakatan (Hkm) dengan luas keduanya 36.886 hektar”.11Dari data ini dapat disimpulkan bahwa Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi yang cukup gencar melaksanakan program ini dalam upaya optimalisasi pengelolaan hutan. Salah satu nagari yang melakukan PHBM ini terdapat di
Jorong
Simancuang Nagari Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan. Kegitan ini dimulai
9
http://www.sumbarprov.go.id/details/news/5159, diakses pada 6/12/2015, pukul23:24
WIB. 10
Ibid. http://www.mongabay.co.id/2015/06/page/3/, diakses pada 6/12/2015,
11
pukul23:32
WIB.
8
dengan adanya SK yang dikeluarkan
gubernur tentang pemberian Hak
Pengelolaan Hutan Nagari (HPHD) kepada Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Jorong Simancuang. Sejak dikeluarkan SK tersebut, maka masyarakat Jorong Simancuang dapat melakukan pengelolaan hutan dengan program PHBM melalui Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari (LPHN). Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari (LPHN) melakukan kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan ruang lingup pengelolaan hutan desa yang diatur didalam Peraturan Menteri KehutananNomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa. Untuk hutan di Jorong Simancuang sendiri yang berstatus sebagai hutan lindung, tentu memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal lingkup pengelolaan hutan. Pengelolaannya harus sesuai dengan kritria pengelolaan hutan dengan fungsi sebagai hutan lindung. Namun kondisinya, masih ditemui kegitan masyarakat yang seharusnya tidak boleh dilaksanakan pada hutan lindung. Dibuktikan dengan masih adanya kegiatan bercocok tanam dalam bentuk sawah dan ladang di area hutan tersebut. Ini jelas bertentangan dengan pengelolaan hutan yang memiliki fungsi lindung. .
Permasalahan ini tentunya harus segera diselesaikan dalam rangka
pengelolaan hutan yang lebih baik. Apalagi hutan ini merupakan hutan nagari dengan fungsi sebagai hutan lindung. Jika salah salah dalam pengelolaan, tentu akan merusak fungsi lindung dari hutan tersebut. Maka perlu penelitian lebih mendalam mengenai Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Jorong Simancuang ini. Disini penulis memfokuskan penulisan mengenai 3
ruang
9
lingkup pengelolaan hutan berbasis masyarakat yaitu meyangkut perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Jorong Simancuang. Ini dilakukan karena ruang lingkup tersebut sangat penting dalam rangaka keberhasilan nagari dalam mengelola hutan didaerahnya. Sangat penting dilakukan penelitian lebih jauh tentang permasalahan ini .Agar pengelolaan hutan dalam ruang lingkup PHBM tidak menggangu fungsi hutan Simancuang sebagai hutan lindung. Sehingga dalam penelitian ini penulis memillih judul :PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT PADA HUTAN NAGARI
DI JORONG SIMANCUANG NAGARI ALAM PAUH
DUO KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini antara lain : 1.
Bagaimana perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang?
2.
Bagaimana Pengelolaan
penggunaan Hutan
hutan
Berbasis
nagari
oleh
Masyarakat
masyarakat
(PHBM)
di
dalam Jorong
Simancuang? 3.
Bagaimana pengawasan penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang?
10
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1.
Untuk mengetahui perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang
2.
Untuk mengetahui penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam Pengelolaan
Hutan
Berbasis
Masyarakat
(PHBM)
di
Jorong
Simancuang. 3.
Untuk mengetahui pengawasan penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang.
D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini penulis mengharapkan ada manfaat yang dapat diambil yaitu: a. Secara Teoritis 1.
Mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan mengenai hukum agraria dan sumber daya alam dari berbagai literatur buku sehingga dapat diambil proses penyelesaian permasalahan di bidang agraria dan sumber daya alam yang ideal menurut hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.
Melatih kemampuan penulis untuk melakukan penelitian ilmiah sekaligus menuangkan hasilnya dalam bentuk tulisan.
11
3.
Agar dapat menerapkan ilmu yang secara teorotis diperoleh di bangku perkuliahan dan menghubungkannya dengan kenyataan yang ada di lapangan.
4.
Agar penelitian ini mampu menjawab keingintahuan penulis tentang pemanfaatan hutan nagari oleh masyarakat nagari didalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan.
b. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca tentang Pengelolaah Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Selain itu diharapkan juga dapat memberi kontribusi bagi pihak pihak yang melakukan pengelolaan terhadap hutan. E. Metode Penelitian Guna memperoleh data yang konkrit sebagai bahan dalam penelitian skripsi ini, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Metode Pendekatan Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum dengan jalan tertentu, dengan menganalisanya. Selain itu, dalam penelitian juga melakukan pemeriksaan yang mendalam
12
terhadap fakta hukum tersebut dan kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Artinya suatu penelitian hukum yang dilakukan dianggap sebagai penelitian ilmiah bila memenuhi unsur-unsur yang meliputi:12 1. 2.
Kegiatan itu merupakan suatu kegiatan ilmiah; Kegiatan yang dilakukan didasarkan pada metode, sistem dan pemikira tertentu; Dilakukan untuk mencari data dari satu atau beberapa gejala hukum yang ada; Adanya analisis terhadap data yang diperoleh; Sebagai upaya mencari jalan keluar atas permasalahan yang timbul.
3. 4. 5.
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian
hukum
empiris
merupakan
penelitian
pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan. Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian ini yaitu: a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. b. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. e. Undang-Undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan f. Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan.
12
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 2008,
hlm. 6-7.
13
g. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari h. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa 2.
Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersifat
deskriptif, yaitu dengan memaparkan hasil dari penelitian tentang bagaimana ketentuan yang berlaku dalam pemanfaatan hutan nagari oleh masyarakat nagari di dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) Pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.13 3.
Jenis Data Adapun jenis data yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah data
primer dan data sekunder, dimana data primer ditunjang dengan data sekunder. a. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan guna memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data ini diperoleh melaui wawancara yang dilakukan dengan para
13
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1996, hlm.
35.
14
responden yang diawali dengan pembuatan daftar pertanyaan, selanjutnya dilakukan pencatatan hasil wawancara. b. Data sekunder Di dalam penelitian hukum, digunakan pula data sekunder yang memiliki kakuatan mengikat sebagai pendukung data primer dan dibedakan dalam: 1.
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari: a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. b) Undang-Undang
Nomor
41 tahun 1999 tentang
Kehutanan. c) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. e) Undang-Undang
Nomor
30
Tahun
2014
tentang
Administrasi Pemerintahan. f) Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan. g) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari h) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa
15
2.
Bahan hukum sekunder yakni bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil karya dari kalangan hukum, teori-teori dan pendapat-pendapat para sarjana, jurnal-jurnal, hasil penelitian hukum dan sebagainya.
3.
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum yang membantu menterjemahkan istilah-istilah hukum yang ada. Bahan ini didapat agar memperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahan yang akan diteliti.14
4.
Teknik pengumpulan data a. Wawancara Merupakan metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni
melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden). Komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung menggunakan daftar pertanyaan yang dikirim kepada responden dan responden menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan peneliti, kemudian mengirimkannya kembali daftar petanyaan yang telah dijawabnya itu kepada peneliti. Secara langsung, wawancara dilakukan dengan cara “face to face”, artinya peneliti (pewawancara) berhadapan
14
Ibid, hlm.114.
16
langsung dengan responden untuk menanyakan secara lisan hal-hal yang diinginkan dan jawaban responden dicatat oleh pewawancara.15 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur, karena dalam penelitian ini terdapat beberapa pertanyaan yang sudah pasti akan peneliti tanyakan kepada narasumber, dimana pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah peneliti buatkan daftarnya. Namun tidak tertutup kemungkinan di lapangan nanti peneliti akan menanyakan pertanyaan pertanyaan yang baru peneliti dapatkan setelah melakukan wawancara dengan narasumber nanti. Adapun yang akan diwawancarai nanti adalah pihak dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten Solok Selatan, Kepala Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari Jorong Simancuang, Pihak dari KKI Warsi sebagai LSM pendamping dan mewawancarai masyarakat setempat dengan metode purposive sampling. Tata cara metode purposive sampling ini diterapkan, apabila peneliti benarbenar ingin menjamin, bahwa unsur-unsur yang hendak ditelitinya masuk kedalam sampel yang ditariknya. Untuk itu, maka dia menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, didalam unsur-unsur dari sampel.16 b. Studi dokumen Yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
15 16
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Granit, 2004, hlm.72. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2008,hlm.196.
17
5. Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Pengolahan data Data yang diperoleh setelah penelitian akan diolah melalui proses editing. Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti kembali dan mengoreksi atau melakukan pengecekan terhadap hasil penelitian sehingga tersusun dan akhirnya melahirkan suatu kesimpulan. Selain itu pengolahan data pada penelitian ini juga menggunakan cara coding yaitu kegiatan berupa pemberian kode atau tulisan tertentu pada jawabanjawaban responden setelah diedit dengan tujuan memudahkan kegiatan analisis data yang akan dilakukan. b. Analisis data Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah bersifat kualitatif. Dimana data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisa selanjutnya disusun untuk menggambarkan tentang pengelolaan hutan berbasi masyarakat di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan sehingga datanya ini bersifat deskriptif yaitu data yang berbentuk uraian-uraian kalimat yang tersusun secara sistematis yang menggambarkan hasil penelitian dan pembahasan.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hutan 1. Pengertian Hutan Menurut Dengler yang diartikan hutan adalah ”sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas sehingga suhu, kelembaban cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh tumbuhan / pepohonan baru asal tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertikal)“17Berdasarkan pengertian tersebut, Dangler memberikan ciri ciri hutan yaitu terdiri atas : (1) adanya pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas (tidak termasuk savana dan kebun dan (2) pepohonan tumbuh secara berkelompok.18 Selain pengertian menurut Dengler juga terdapat pengertian lain yang di jelaskan oleh Soerianegara Indrawan. Menurut Soerianegara Indrawan hutan sebagai masyarakat tetumbuhan dikuasai atau didominasi oleh pohon pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan luar hutan .19 Sedangkan berdasarkan pasal 1 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
17
Salim,H.S, Op.Cit, hlm.40. Ibid. 19 Mora Dingin, Bersiasat dengan Hutan Negara, Jakarta, Epistema Institute, 2014,hlm.31. 18
19
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Ada empat unsur yang terkandung dalam definisi hutan berdasarkan Undang Undang Kehutanan yaitu:20 1. Unsur lapangan yang cukup luas (minimal ¼ hektar), yang disebut tanah hutan. 2. Unsur pohon (kayu, bambu, palem), flora, dan fauna, 3. Unsur lingkungan, dan 4. Unsur penetapan pemerintah. 2.
Jenis Hutan Berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, ditentukan empat jenis hutan, yaitu berdasarkan (1) statusnya, (2) fungsinya, (3) tujuan khusus, dan (4)pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air. Keempat jenis hutan itu dikemukakan berikut ini. 1. Hutan berdasarkan statusnya Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyataan hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: hutan negara dan hutan hak. 2. Hutan berdasarkan fungsinya
20
Salim,H.S,op.cit.,hlm.41.
20
Pasal 6 Undang-UndangNomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) fungsi konservasi, (b) fungsi lindung (c) fungsi produksi. 3. Hutan berdasarkan tujuan khusus Pasal 8 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan: 1. pemerintah dapat menetapkan kawaasan hutan untuk tujuan khusus 2. penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diperlukan untuk kepentingan umum seperti: a) Penelitian dan pengembangan b) Pendidikan dan latihan dan c) Religi dan budaya. 4. Hutan berdasarkan pengaturan iklim mkiro, estetika dan resapan air, Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air, disetiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Dalam hal jenis hutan sendiri, terdapat perubahan yang cukup mendasar terhadap status hutan. Yakni dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara No 35/PUU-X/2012 mengenai kosntitusionalitas keberadaan hutan adat sebagai bagian hutan negara, mahkamah konstitusi melalui putusan itu mengeluarkan hutan adat dari hutan negara. Tetapi tidak menjadian
21
hutan adat sebagai kategori khusus yang berbeda dengan hutan hak, melainkan memasukkan keberadaan hutan adat sebagai salah satu jenis dalam hutan hak.21 3.
Kedudukan status hutan Kedudukan status hutan di indonesia perlu dilakukan penetapan status dan
fungsi agar tidak menimbulkan kesimpang siuran terhadap status hutan tersebut. Penetapan status dan fungsi sangat penting di wujudkan untuk menghindari klaim atau tuntutan dari masyarakat yang saat ini gencarnya menuntut pengakuan atas hutan hak mereka. Dalam tuntutannya tersebut, sebagian kalangan masyarakat ingin membedakan secara jelas antara hutan negara dan hutan hak.22 Mengenai status hutan, pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan berdasarkan statusnya terdiri atas: (a) hutan negara, dan (b) hutan hak. Selain mengenai status, Undang Undang Kehutanan juga menjelaskan fungsi hutan melalui Pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu : (a) fungsi konservasi,(b) fungsi lindung, (c) fungsi produk. Dengan perbedaan yang jelas yang diatur dalam undang-undang, maka akan menimbulkan kejelasan kegiatan rakyat pada wilayah hutan. Kegiatan rakyat dalam aktivitas tanah dan hutan untuk dijadikan sumber kehidupan , berlangsung secara turun temurun . Bahkan eksistensi tradisional masyarakat hukum adat telah dikenal ada 19 lingkungan adat , tumbuh dan
21
Yance Arizona, Konstitusionalisme Agraria, Yogyakarta, STPN Press,2014, Hlm.296 Supriadi, Op.Cit, hlm.18.
22
22
tersebar sejak dahulu kala sebeagai pengelola tanah hutan. Tanah ulayat dan hutan adat yang dilestarikan berlangsung terus secara swakelola di berbagai wilayah. Contohnya antara lain : pada masyarakat suku Dayak di Kalimantan, masyarakat suku Tolaki di Sulawesi dan masyarakat suku lainnya di Nusantara.23 Berdasarkan status hukum sebagaimana yang diatur Pasal 5 Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 di atas, secara teoritis FAO dan pemerintah RI mengelompokannya menjadi enam tipe berdasarkan potensi pengelolaannya sebagai berikut:24 1. Hutan Pegunungan Campuran (Mixed Hill Forests) Jenis hutan ini sangat penting berkenaan dengan hasil kayunya. Ini meliputi sekitar 65% dari seluruh hutan alam Indonesia. Di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra hutan didominasi oleh suku Dipterocarpaceace, jenis kayu terpenting di Indonesia. Di Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya yang bersifat lebih kering , jenis-jenis penting adalah Pomtia spp., Palaqium spp., Instia palembanica dan Octomeles. 2. Hutan Submontana, Montana , dan Pegunungan. Hutan ini terdapat di daerah-daerah indonesia dengan ketinggian antara 1.300 sampai 2.500 meter di atas permukaan laut di mana spesies Dipterocarpus jumlahnya lebih sedikit. Suku yang dominan adalah Lauraceace dan Fagaceae. 3. Savana/ Hutan bambu/ hutan luruh /atau hutan musim pegunungan. Hutan ini tidak luas wilayahnya. Padang rumput savana alami terdapat di Irian Jaya, berasosiasi dengan Eucalyptus spp., di Maluku berasosiasi dengan Maulea dan di Nusa Tenggara berasosiasi dengan Eucalyptus alba. Hutan luruh terdapat pada ketinggian sekitar 100 meter, memiliki genera yang tidak ada di hutan seperti Acacia, Albizza, dan Eucalyptus hutan di Nusa Tenggara. Hutan jati di Jawa dibangun sekitar hampir 100 tahun yang lalu. Hutan musim pegunungan terdapat pada ketinggian diatas 100 m. 4. Hutan Rawa Gambut Terdapat hanya di daerah-daerah yang iklimnya selalu basah khususnya di Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya yang mencakup luas 13 juta ha atau
23
Alam Setia Zain, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hlm.72. 24 Supriadi, op.cit., hlm. 21.
23
10% dari luas seluruh hutan. Spesies yang terpenting adaah Gonystylus di Kalimantan dan Camnosperma macrophylum di Sumatra. 5. Hutan Rawa Air Tawar Luasnya sekitar 5,6 juta ha, terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir Kalimantan dan beberapa wilayah di Irian Jaya. Generanya sama dengan hutan hujan bukan rawa. Di Irian Jaya pada hutan jenis ini didominasi oleh sagu. 6. Hutan Pasang Surut Hutan bakau (manggrove) adalah bagian yang penting dari huta pasang surut, luasnya sekitar 4,25 juta ha. Hutan bakau terutama terdapat dikalimantan,Sumatra, Irian Jaya dan Kepulauan Aru, dan sedikit di Sulawesi bagian selatan serta jawa bagian utara. Rhizopora, Avicennia, Sonneratia, dan Cerioops adalah bagian utamanya.
B. Tinjauan Tentang Hutan Desa Pengertian hutan desa sendiri dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa menyatakan hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejateraan desa.Dari pengertian tersebut menjelaskan bahwa desa memiliki peran dalam mengelola dan menyelenggarakan hutan desa dengan tujuan untuk kesejahteraan desa tersebut. Dalam penyelenggaraan hutan desa, memuat beberapa asas seperti yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1)Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang berbunyi: penyelenggaraan hutan desa berazaskan: a) Manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan bidaya. b) Musyawarah-mufakat; dan c) Keadilan
24
Dalam pasal 85 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa , hutan desa sebagaimana dimaksud pada pasal 84 huruf a dapat diberikan kepada hutan lindung dan hutan produksi.Namun demikian, klaim yang telah ditunjukkan oleh masyarakat setempat tersebut sebagai hutan desa , tetap diperlukan suatu justifikasi secara formal. Oleh karena itu, pengakuan formal tersebut dilakukan oleh pejabat yang berwenang, yakni Menteri yang menangani bidang kehutanan.25 Pasal 86 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa: 1. menteri menetapkan areal kerja hutan desa berdasarkan usulan bupati/ walikota sesuai kriteria yang ditentukan dan rencana pengelolaan yang disusun oleh kepala satuan pengelolaan hutan (KPH) atau pejabat yang ditunjuk; 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kriteria dan tata cara perencanaan areal kerja hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan mentri;
Pasal 87 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa , 1. pemberdayaan masyarakat setempat melalui hutan desa dilakuan dengan memberikan hak pengelolaan pada lembaga desa ; 2. hak pengelolaan seagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan tata areal, penyusunan rencana pengelolaan areal, serta pemanfaatan hutan serta rehabilitasi dan perlindungan hutan ; 3. pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berada pada : (a) hutan lindung meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan , pemanfaatan jasa lingkungan , pemungutan hasil hutan bukan kayu; (b) hutan produksi meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan , pemanfaatan jasa lingkungan ,
25
Supriadi, op.cit., hlm.184
25
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak pengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan mentri. Pasal 88 ayat (1) Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa , dalam pemberian hak hutan desa sebagaimana dimaksud pada pasal 87 ayat (1), pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/ kota sesuai kewenangannya memberikan fasilitas yang meliputi pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha,bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, serta akses terhadap pasar . Sementara itu, dalam rangka pemberian hak pengelolaan hutan desa terhadap lembaga desa tersebut, tetap dibantu oleh pemerintah dalam memberikan bantuan fasilitas.26Dan hasil pemanfaatan hasil hutan yang dipungut dari hutan desa, tetap dikenakan iuran.27 C. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan Hutan diciptakan Tuhan Yang Maha Esa sebagai karunia bagi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta masyarakat disamping mempunyai peranan yang sangat berharga dan bernilai bagi keberlangsungan kehidupannya. Sebab kalau hutan disuatu daerah telah mengalami penurunan yang sangat drastis ,secara otomatis akan berdampak negatif terhadap kehidupan , khususnya masyarakat, misalnya terjadi kekeringan apabila musim kemarau, akan terjadi banjir kalau
26
Ibid., hlm.184-185 Ibid.,hlm. 186.
27
26
musim hujan. Oleh karena itu pengelolaan ini sangat penting dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan tersebut.28 Berdasarkan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintah dibidang kehutanan, kelautan , serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi. Pasal tersebut memberikan kewenangaan pengurusan dan pengelolaan hutan kepada pemerintah provinsi melalui pemerintah pusat melalui otonomi daerah. Otonomi daerah adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.29 Mayers mendefinisikan tata kelola kehutanan (forerstry governance) sebagai kebijakan , peraturan yang mempengaruhi pemanfaatan SDH , baik secara local level (seperti aturan masyarakat dan norma sosial pemanfaatan SDH), national level (seperti hak kepemilikan SDH dan kebijakan kebijakan yang mempengaruhi keuntungan relatif dari berbagai bentuk pemanfaatan) maupun global level (seperti kesepakatan multi/ bilateral tentang kehutanan, aturan perdagangan, kebijakan kebijakan yang mengatur keberadaan perusahaan multinasional dan investasi)30
28
Supriadi, Op.Cit.,hlm.113. HAW.Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, 2013,
29
hlm.19. 30
Azis Khan dkk, Op.Cit.,hlm.192.
27
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menitik beratkan otonomi daerah berada di provinsi. Hal ini berimplikasi pada kewenangan kabupaten atau kota yang selama ini menjadi aktor otonomi daerah sekarang beralih ke provinsi.31Sehingga, pengurusan dan pengelolaan hutan menjadi kewenangan dan tanggung jawab provinsi. Pengurusan hutan secara luas meliputi:32 a. b. c. d.
Mengatur dan melaksanakan perlindungan hutan; Mengukuhkan dan menata batas hutan; Membina pengelolaan dan pengusahaan hutan. Mengurus hutan suaka alam dan hutan wisata, perlindungan satwa dan perburuan. e. Menyelenggarakan inventarisasi hutan. f. Menyelenggarakan hutan dan pendidikan khusus dibidang kehutanan. Dari enam bentuk pengurusan hutan secara luas terdapat kegiatan kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan dengan tujuan menjaga keberlangsungan hutan, pengelolaan hutan meliuti kegiatan sebagai berikut.33 1. Tata hutan dan rencana penyusunan pengelolaan hutan. 2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. 3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan. 4. Perlindungan hutan dan konservasi alam
31
www.alamsumatra.org, diakses pada 4/1/2016, pukul21:19 WIB. Alam Setia Zein, op.cit., hlm.23-24. 33 Ahamd Redi, Op.Cit , hlm 118.. 32
28
Dalam pengelolaan hutan pada pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan bahwa pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf b meliputi: a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; c. rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan d) perlindungan hutan dan konservasi hutan. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dinyatakan bahwa hutan merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu pengelolaan hutan dilaksanakan dengan dasar akhlak mulia dan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.34. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan pelaksanaan pengelolaan hutan diwilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kehutanan , baik berbentuk Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) maupun perusahaan perseroan (Persero) yang pembinaanya dibawah Mentri.35 Mengenai wilayah pengelolaan hutan sendiri terdapat pengaturaannya dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan bahwa 1. pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan pada tingkat :(a) provinsi; (b) kabupaten/ kota dan unit pengelolaan .
34
Supriadi, op.cit., hlm.116. Ibid.
35
29
2. pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan hutan dilaksanakan dengan pertimbangan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan , kondisi aliran sungai , sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. 3. Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi pemerintahan karena kondisi karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur secara khusus oleh mentri.
Dalam pembentukan wilayah pengelolaan hutan maka yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah adalah mempertahankan kecukupan luasan kawasan hutan. Hal ini sesuai pasal 18 Undang-UndangNomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan bahwa: 1. Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau , guna optimalisasi manfaat lingkungan , manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. 2. Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh persen dari luas daratan daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
Berdasarkan pasal 18 tersebut , bagi provinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya diatas 30% tidak boleh secara bebas mengurangi kawasan hutannya
dari luas yang telah ditetapkan.36 Selanjutnya dalam menjalankan
pengelolaan, pemerintah dapat membentuk organisasi kesatuan pengelolaan yangmeliputi organisasi kesatuan pengelolaan hutan konservasi atau kesatuan pengelolaan hutan lindung dan kesatuan pengelolaan hutan produksi yang kerjanya lintas provinsi.37
36
Ibid,hlm.18. Ahmad Redi, op.cit., hlm.120.
37
30
Organisasi kesatuan pengelolaan hutan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:38 1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi: a) Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan b) Pemanfaatan hutan c) Penggunaan kawasan hutan d) Rehabilitasi hutan dan reklamasi e) Perlindungan hutan dan konservasi alam 2. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten atau kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan 3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari perencanaan , pengorganisaisian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian. 4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas kegiatan pelaksanaan pengelolaan hutan diwilayahnya. 5. Membuka peluang investasi guna tercapainya tujuan pengelolaan hutan.
Dalam kegiatan tata hutan, kesatuan pengelolaan hutan tersebut terdiri dari tata batas , inventarisasi hutan , pembagian kedalam blok atau zona, pembagian petak dan anak petak dan pemetaan. hukum sumber daya alam dalam sektor kehutanan.39 Dalam inventarisasi penataan hutan, kepala inventarisasi pengelolaan hutan menyusun rencana pengelolaan hutan berdasarkan hasil kegiatan dengan mengacu kepada rencana kehutanan nasional, provinsi, maupun kabupaten atau kota dan dengan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan. Rencana pengelolaan hutan meliputi rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek.40 Rencana pengelolaan hutan jangka panjang disusun olek Kepala Satuan Pengelolaan Hutan .Rencana pengelolaan hutan jangka panjangmemuat unsur-
38
Ibid,hlm.120-121 Ibid. 40 Ibid. 39
31
unsur sebagai berikut tujuan yang akan dicapai inventarisasi penataan hutan, kondisi yang dihadapi, dan strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan , yang meliputi tata hutan , pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan , rehabilitasi dan reklamasi hutan , dan perlindungan hutan dan konservasi alam.41 Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat unsur unsur sebagai berikut:42 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tujuan pengelolaan hutan lestari dalam skala KPH yang bersangkutan. Evaluasi hasil rencana jangka pendek sebelumnya. Target yang akan dicapai. Basis data dan informasi. Kegiatan yang akan dilaksanakan. Status neraca sumber daya hutan. Pemantauan Evaluasi dan pengendalian kegiatan. Partisipasi para pihak.
Dari semua perencanaan hutan tersebut, Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan keharusan yang perlu
mendapat perhatian serius dari
pemerintah dan masyarakat pemilik izin pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya komplain atau protes dari masyarakat setempat yang mengawasi hutan disekitar desa mereka tersebut. Pemberdayaan tersebut dilakukan untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil , dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat , melalui
41
Ibid. Ibid,hlm.120-121
42
32
pengembangan kapasitas
dan pemberian akses dalam rangka peningkatan
kesejahteraan.43 Dalam pasal 83 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa: 1. untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil, dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat , melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan. 2. pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban pemerintah , provinsi, kabupaten /kota yang pelaksanaannya menjadi tanggungjawab kesatuan pengelolaan hutan (KPH).
Pasal 84 Peraturang Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan , Serta Pemanfaatan Hutan dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dapat dilakukan melalui : a. hutan desa; b.
hutan kemasyarakatan; atau
c. kemitraan. Dari ketentuan diatas memberikan gambaran bahwa hampir dipastikan 80% masyarakat yang bermukim disekitar hutan mengklaim bahwa hutan tersebut merupakan hutan yang dibawah penguasaan mereka dan sejak dahulu kala nenek
43
Ahmad Redi, op.cit., hlm.128
33
moyang mereka telah menjaga dan mengurus hutan tersebut agar bermanfaat bagi masyarakatnya.44 Maka dari itu, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sangat dibutuhkan agar masyarakat sebagai pihak yang sering melakukan aktifitas yang berhubungan dengan hutan dapat menjaga kelestarian hutan.
D. Tinjauan Tentang Kewenangan. a. Pengertian Kewenang Setiap peyelenggaraan pemerintah harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang yakni kemampuan untuk melakukan tindakantindakan hukum tertentu.45Dalam negara hukum yang menempatkan asas legalitas sebagai sendi utama penyelenggaraan pemerintahan, wewenang pemerintah itu bersal dari peraturan perudang-undangan46 Mengenai wewenang ini, H.D. Stout mengatakan bahwa: wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.47
44
Supriadi, op.cit., hlm.184. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajawali Pers, 2014, hlm.98. 46 Ibid.,hlm.100. 47 Ibid.,hlm.98. 45
34
Bagir Manan memberikan perbedaan antara kekuasaan dan weweang ditinjau dari bahasa hukum. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan atau tidak berbuat sedangkan wewenang lebih pada pengertian menyangkut hak dan kewajiban.Jika dikaitkan dengan otonomi daerah, hak menngandung pengertian kekuasaan mengatur dan mengelola sendiri.Sedangkan kewajiban, secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.Dan secara vertikal, kewajiban berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tata tertib ikatan pemerintah negara secara keseluruhan.48 b. Sumber kewenangan Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundangundangan diperoleh melalui tiga cara yaitu: atribusi, delegasi, dan mandat.49 Mengenai atribusi, delegasi dan mandat ini H.D. van Wijk/ Willem Konjinenbelt mendefinisikan sebagai berikut:50 a. Attributie: toekening van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah. b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya). c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door eenander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).
48
Ibid.,hlm.99-100. Ibid.,hlm.101. 50 Ibid.,hlm.102. 49
35
Di Indonesia, kapan sebuah badan atau pejabat pemerintahan dapat memperoleh wewenag dan bentuk wewenagnya, diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dengan rincian kewenangan dan pasal yang mengaturnya yakni sebagai berikut: 1. Atribusi Pasal 1 ayat 12 menyatakan bahwa: Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Atribusi apabila: a. diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang; b. merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan c. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. 2. Delegasi 13 ayat (2) menyatakan bahwa: Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Delegasi apabila: a. diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; b. ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan c. merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada. 3. Mandat 14 ayat 1 menyatakan bahwa: Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat apabila: a. ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya; dan b. merupakan pelaksanaan tugas rutin.
36
Dalam kajian HAN, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam penggunanan wewenang tersebut. Seiring dengan salah satu prinsip negara hukum; “geen bevoegheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no authority
without
responsibility”
(tidak
ada
kewenangan
tanpa
pertanggungjawaban).51 Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli berasal dari peraturan perundang-undangan.Pada delegasi, tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat satu kepada pejabat lainnya.tanggungjawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi. Semantara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat.52 Selain tiga hal tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat 3 cara memperoleh wewenang yaitu: desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. 3 cara tersebut dijelaskan didalam pasal 1 angka 8, angka 9 dan angka 11 yang berbunyi: 1. Pasal 1 angka 8 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan: Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahanoleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. 2. Pasal 1 angka 9 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Dekonsentrasimenyatakan: adalah pelimpahan sebagian UrusanPemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusatkepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi
51
Ibid.,hlm.105. Ibid,
52
37
vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. 3. Pasal 1 angka 11 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Tugas menyatakan: Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenanganPemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. c. Kewenangan Dalam Penyelenggaraan Uruasan Pemerintahan Mengenai kewenangan dan sumbernya,terdapat proses penyelenggaraan urusan pemerintah sebagai pelaksana hubungan kewenangan antara pemerintah daerah, provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sesuai suatu sistim pemerintahan. 53 Urusan pemerintah
daerah
adalah
hubungan
antara
provinsi
dengan
provinsi,
kabupaten/kota atau provinsi dengan kabupaten/kota. Urusan pemerintah yang menjadi kewenagan pemerintah daerah
terdiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan.54 Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara, antara lain perlindungan hak konstitusional, perlindungan kepentingan nasional, kesejateraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI dan pemenuhan komitmen nasional berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada
53
HAW Widjaja, Op.Cit., hlm. 164. Ibid.
54
38
didaerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi , kekhasan, dan potensi unggulan daerah.55 Dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, hubungan antara pemerintah dan pemerintah daerah meliputi:56 1. Kewenagan ,tanggungjawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budi daya dan pelestarian; 2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan 3. Penyerasian lingkungan alam dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. `
Dalam bidang kehutanan sendiri sebagai salah satu urusan pemerintah,
sesuai dengan pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pemerintah, masuk dalam kategori urusan pemerintah pilihan. Pengelolaan dan pengurusan hutan merupakan kewenagan pemerintah pusat (dalam hal ini Departemen Kehutanan), namun demikian kewenagan ini dapat diserahkan ke pemerintah daerah.Oleh karena itu, pemerintah berkewajian melakukan pengawasan.57 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan:
55
Ibid., hlm. 164-165. Ibid., hlm. 169. 57 Supriadi, Op.Cit., hlm. 463. 56
39
1. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi. 2. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa penyelenggaraan dibidang kehutanan menjadi wewenang pemerintah pusat dan daerah provinsi. Sedangkan untuk hutan kota diberikan keweangan kepada kabupaten atau kota. Menyangkut kewenagan yang diberikan dalam pengelolaan hutan kepada pemerintah, Pasal 61 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa, pemetintah berkewajiban melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Hutan Nagari di Jorong Simancuang berjarak sekitar 200 meter dari pemukiman penduduk dengan kemiringan sekitar 80%. Hutan ini disebut masyarakat sebagai Hutan Bukit Karang Hitam. Sebelum ditetapkan sebagai hutan nagari/desa melalui skema PHBM, Hutan Bukit Karang Hitam sudah dijaga oleh masyarakat sekitar dengan ditetapkan sebagai hutan larangan. Hutan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang berguna sebagai sumber air yang berasal dari Batang Simancuang (anak sungai diatas bukit) . Airnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk Mandi, Cuci dan Kakus (MCK). Selain itu, hutan ini juga berfungsi sebagai sumber kayu bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik itu sebagai bahan bangunan maupun kayu bakar. Didalam hutan terdapat kayu yang diameternya lebih dari satu meter diantaranya kayu Medang, Meranti, Banio, Kuranji, Pauh-Pauh dan Banyu.58 Selain sebagai tempat menjaga keanekaragaman flora, hutan ini juga merupakan tempat perlintasan binatang-binantang liar seperti harimau, kijang dan berbagai jenis burung.59 Dengan sekian banyak fungsi yang dimilikinya, tentu dibutuhkan suatu pengelolaan yang baik agar hutan nagari di Jorong Simancuang
58 59
Wawancara dengan Bapak Edison Kepala LPHN Jorong Simancuang, tanggal 11 April 2016 Ibid.
41
tetap terjaga dengan baik sehingga dapat menjalankan peran dan fungsinya secara maksimal. Dalam hal pengelolaan, didalam Skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat pada Hutan Nagari di Jorong Simancuang sendiri diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat Jorong Simancuang. Ini karena lokasi Jorong Simancuang yang dikelilingi oleh lengkungan daerah Hutan Bukit Karang Hitam sebagai objek pengelolaan Hutan dalam Skema PHBM. Dengan kondisi ini akan lebih efektif jika pengelolaan dilakukan oleh masyarakat Jorong Simancuang yang sering beraktifitas dikawasan hutan ini.60 Secara Administratif Jorong ini terdapat dalam wilayah Nagari Alam Pauah Duo Kecamatan Pauah Duo Kabupaten Solok Selatan. Jorong Simancuang mempunyai 3 dusun yakni Simancung Atas, Simancug Tengah dan Simancung Bawah. Sumber mata pencarian paling dominan penduduk jorong ini adalah dibidang pertanian, baik itu sawah maupun ladang. Sebagian penduduk menggantungkan hidup dibidang pertanian, hanya sedikit yang berprofesi sebagai pedagang, Kebanyakan mereka berdagang hanya sebagai perkerjaan sampingan.61 Pembukaan sawah di Jorong Simancuang dimulai pada tahun 1992. Kegiatan penanaman padi dilakukan
menggunakan benih unggul dan lokal
dengan periode 2 kali panen dalam setahun. Untuk kegiatan pertanian, sumber airnya sangat tergantung sekali pada hutan nagari di Jorong Simancuang yaitu berasal dari sungai sungai kecil yang mengalir dari atas bukit. Dalam hal kegiatan perladangan, mereka mengisinya dengan tanaman kopi dan kulit manis yang 60 61
Wawancara dengan Edison, tanggal 11 April 2016 Wawancara dengan Bapak Joni Budianto Wali Nagari Alam Pauah Duo, tanggal 11 April 2016
42
bercampur dengan tanaman sela yaitu tanaman gardangmunggu. 62 Dari Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jorong Simancuang sangat menggantung hidupnya akan keberadaan Hutan Bukit Karang Hitam. Karena itu Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ini menjadi salah satu jalan pembuka bagi masyarakat untuk mendapatkan akses yang legal dalam memanfaatkan hutan secara baik dan bijaksana.
2. Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Lembaga Pengelola Hutan Nagari adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh nagari dalam rangka mengelola hutan nagari melalui skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyaraka (PHBM). Struktur kepengurusan Lembaga Pengelola Hutan Nagari Jorong Simancuang, berdasarkan Surat Keputusan Wali Nagari Alam Pauah Duo, Nomor 140/ 08/ SK/ WN-APD/VII-2011 tentang Pengurusan Lembaga Hutan Nagari Jorong Simancuang yaitu: Ketua : Edison Wakil Ketua : Yasman Sekretaris : Pendra Efendi Bendahara : Zulkartini Seksi Bidang- Bidang :
62
Wawancara dengan Edison, tanggal 11 April 2016
43
a. Seksi Pengamanan Kawasan Korrdinator : Nofiardi Anggota: 1. Budi Harianto 2. Ion Maryono 3.
M. Putra Doni
4. Susdal Efendi 5. Penwandi 6. Lamsuwi b. Seksi Pemanfaatan Jasa Lingkungan Koordinator : Marza Arisman Anggota: 1. Zulfiardi 2. Abdul Karim 3. Syafridal 4. Zulkarnaini 5. Maisdawati, c. Seksi Pemanfaatn Ekonomi hasil hutan bukan kayu : Koordinator: Fidmenrio, Anggota: 1. Alnaberi
44
2. Pepra Manidas 3. Rabiul Awal 4. Haryulis 5. Velicia Putri d. Seksi Perencanaan dan Pengembangan Potensi Kawasan Koordinator :Yandrisyah Anggota: 1. Syamsurizal 2. Masrizal 3. Syafrizal 4. Ali Akbar 5. Tasril e. Seksi Hubungan Kemasyarakatan: Koordinator : Erizal Efendi anggota: 1. Nofri 2. Nofrizal 3. Wasrigusniati 4. Adrizal Masing masing bidang dalam struktur kepengurusan ini bekerja sesuai bidang masing masing yang berpedoman pada rencana kerja yang dibentuk diawal tahun.
45
B. Perencanaan Penggunaan Hutan Nagari Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis
Masyarakat
(PHBM)
Pada
Hutan
Nagari
di
Jorong
Simancuang. Sebelum dapat merencanakan pengelolaan di Hutan Nagari di Jorong Simancuang, masyarakat Jorong Simancuang terlebih dahulu harus mengajukan permohonan penetapan areal kerja hutan nagari melalui bupati/wali kota. Ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal (6) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang menyatakan bahwa Penetapan Areal Kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan bupati/walikota. Dalam pengajuan permohonan dilakukan dengan melampirkan berkas berkas sesuai dengan ketentuan pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang menyatakan bahwa: Permohonan sebagaimana disebut pada ayat (2), diajukan oleh kepala desa untuk lembaga desa yang bersangkutan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Direktur Jendral dengan melampirkan: a. Sketsa lokasi areal yang dimohon; dan b. Lembaga desa yang dibentuk oleh Kepala desa c. Rencana kegiatan dan bidang usaha desa. Dalam hal penetapan areal kerja Hutan Nagari dilakukan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan Bupati yang dilampiri dengan Peta Calon Lokasi Hutan Nagari dengan skala Peta paling kecil 1 : 50.000 dan melampirkan kondisi
46
kawasan Hutan antara lain fungsi Hutan, topografi dan potensi.63 Setelah adanya pengajuan permohonan ini, maka Penetapan areal kerja dilakukan oleh Menteri Kehutanan paling lama 90 hari sejak permohonan diterima. Ini sesuai dengan pasal 9 ayat (5) Peraturan Menteri Kehutanan No 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang menyatakan bahwa Penetapan areal kerja Hutan Desa oleh Menteri paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung dari diterimanya permohonan usulan dari Bupati/Walikota. Terkait pengajuan, apabila dilakukan saat sekarang maka telah terjadi perubahan terhadap kewenangan pengelolaan hutan. Kewenangan pengelolaan hutan lindung maupun produksi sudah menjadi kewenagan pemerintah provinsi, sehingga pengajuannya langsung ke gubernur tanpa melalui bupati. Ini sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Pembagian ini merupakan pembagian urusan konkuren yang masuk pada kategori urusan pilihan. Adapun mengenai urusan konkuren dijelaskan pada pasal 9 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Ketentuan mengenai urusan pengelolaan hutan ini
63
Laporan PKL Joni Putra Proses Pembangunan Hutan Nagari Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan. Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadyah Sumatera Barat, 2015, hlm.6
47
dijelaskan dalam pembagian urusan pemerintah dibidang kehutanan yang terdapat dalam lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada lampiran tersebut menjelaskan kewenangan pengelolaan hutan berada pada provinsi. Berdasarkan penetapan areal kerja hutan desa oleh Menterti, Gubernur kemudian menerbitkan Hak Pengelolaan Hutan Desa/Nagari. Hak Pengelolaan Hutan Nagari diberikan dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Nagari dengan memuat Luas Hutan Nagari berdasarkan luasan yang dimohon, wilayah administrasi Hutan Nagari, fungsi hutan, Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN), jenis kegiatan pemanfaatan kawasan, hak dan kewajiban serta jangka waktu hak pengelolaan hutan nagari, yang mana dalam hal ini hak pengelolaan diberikan selama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang.64 Mengenai jangka waktu ini diatur dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang menyatakan bahwa HPHD sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dapat diberikan paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi. Selanjutnya dengan difasilitasi oleh pemerintah dan KKI Warsi, dibentuklah Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan. LPHN kemudian menyusun rencana kelola yang mendeskripsikan potensi dan langkah-langkah pengelolaan
64
Wawancara dengan bapak Kusworo SP,Msi, Kasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dinas Kehutan Provinsi, tanggal 17 Mei 2016.
48
hutan yang harus dijalankan. Rencana kelola ini disusun secara dinamis dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi dan ekologis secara komprehensif dan holistik. Rencana ini menjadi cikal bakal dan jaminan bahwa pengelolaan hutan yang dilakukan LPHN akan sesuai dengan karakter sosial ekonomi masyarakat serta mempertimbangkan secara matang karakter ekosistem hutan. Rencana ini dinamakan Rencana Kerja Hutan Nagari (RKHN) yang dimaksudkan sebagai rencana pengelolaan areal kerja hutan desa/nagari yang menjamin kelestarian fungsinya secara ekonomi, ekologi dan sosial serta menjabarkan rencana kerja dalam 35 (tiga puluh lima) tahun pengelolaan hutan nagari. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa, rencana kerja 35 (tiga puluh lima) tahun ini disebut Rencana Kerja Hak Pengelolaan Hutan Desa (RKHPHD). Tujuan Rencana Kerja Hutan Nagari (RKHN) Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo adalah sebagai berikut :65 1. Mendeskripsikan kondisi umum wilayah Simancuang Nagari Alam Pauh Duo,
Hutan
Nagari
Jorong
2. Menjabarkan rencana kelola kawasan hutan nagari, 3. Menjabarkankan rencana kelola usaha hutan nagari, 4. Menjabarkan rencana kelola kelembagaan hutan nagari, dan 5. Menjabarkan rencana kelola sumber daya manusia. Ruang lingkup rencana ini adalah pada wilayah administrasi Jorong Simancuang, utamanya pada areal kerja hutan desa/nagari yang telah ditetapkan, dengan kandungan isi buku rencana meliputi rencana kelola sosial, ekonomi dan
65
Rencana Kerja Hutan Nagari Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo
49
ekologis secara komprehensif serta menjabarkan dukungan teknis dan anggaran dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari.66 Dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 menyatakan bahwa RKHPHD meliputi : a. Kelola kawasan perlindungan; b. Kelola kawasan pemanfaatan; c. Kelola kelembagaan dan sumberdaya manusia; dan d. Kelola usaha Aturan ini yang menjadi substansi dalam pembuatan Rencana Kerja Hutan Nagari Jorong Simancuang yang memuat hal hal sebagai berikut: 1. Penataan Areal Kerja yang terdiri atas kegiatan: a. Tata Batas Areal Kerja Kegiatan ini dalam bentuk menentukan batas-batas areal kerja sesuai Penetapan areal kerja yang ditetapkan. Areal kerja ini terdiri atas batas alam seperti sungai, hutan negara dan batas buatan dalam bentuk zona zona yang telah ditentukan sesuai fungsinya. b. Pemasangan Tanda Batas Areal Kerja Merupakan tindak lanjut dari penetapan areal kerja dengan cara menentukan batas konkret areal kerja pada lokasi pengelolaan.
66
Ibid.
50
2. Potensi Areal Kerja yang terdiri atas: a. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (rotan, Madu, Getah, Buah, Jamur, Sarang Walet, Tanaman Obat, Tanaman Hias, Satwa Liar, Hijauan Makanan Ternak). b. Potensi Jasa Lingkungan (Air, Wisata, Perlindungan Biodiversitas dan Perdagangan Karbon). c. Potensi Tanaman Pertanian dan Perkebunan. 3. Rencana Kelola Hutan Nagari yang terdiri atas a. Pengembangan Usaha Hasil Hutan Bukan Kayu Rencana ini ditujukan dalam rangka pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk kegiatan usaha sehingga dapat menopang perekonomian masyarakat. Rencana pengembangan kegiatan usaha ini terdiri atas: rencana pengembangan usaha rotan/manau dan rencana pengembangan usaha getah karet. b. Pengembangan Usaha Jasa Lingkungan Rencana ini dalam rangka memanfaatkan jasa lingkungan yang tersedia
di
Hutan
Nagari
Jorong
Simancuang
sehingga
pemanfaatan hutan ini tidak hanya sebatas hasil hutan bukan kayun saja. Pengembangan usaha jasa lingkungan ini terdiri atas: rencana pengembangan usaha wisata, rencana pengembangan usaha perdagangan Karbon. 4. Pengembangan Agroforestry
51
Perencanaan dibidang agroforestry menjadi salah satu solusi dalam rangka mengatur pola kegiatan masyarakat didalam hutan lindung. Sistim yang biasa disebut tumpang saji ini memadukan tanaman pertanian dengan tanaman hutan. Sehingga masyarakat dapat berkegiatan dan mendapat hasil dari hutan sekaligus dapat berperan dalam pelestarian hutan. 5. Rencana Pembangunan Sarana dan Prasarana meliputi: a. b. c. d. e. f. g.
Pembangunan Kantor dan Instalasinya Pengadaan Peralatan Kelola Hutan Pembangunan Jalur-Jalur Pengamanan Pembangunan Pos Pengamanan Pembangunan ASDG Pembangunan Areal Model Agroforestry Pembanguan Areal Model Perdagangan Karbon
6. Rencana Pengembangan Kegiatan Ekonomi Lainnya meliputi: a. b. c. d. e. f. g.
Pembentukan Koperasi Penguatan Kelompok Tani Pembuatan Persemaian Penghijauan Lingkungan Pembangunan PLTMH Pembangunan Dam Penahan Pembangunan Jalan Utama
7. Rencana Pengembangan Kebijakan terdiri atas: a. Penyusunan Perna Tentang Pengelolaan Hutan Nagari b. Penyusunan SOP Kegiatan Kelola Hutan Nagari c. Penyusunan Perna tentang Badan Usaha Milik Nagari 8. Rencana Penyuluhan/Sosialisasi
52
terdiri atas: a. b. c. d. e. f.
Sosialisasi Rencana Hutan Nagari Sosialisasi Perna tentang Hutan Nagari Sosialisasi Kebijakan tentang Hutan Nagari Penyuluhan tentang pelestarian hutan Penyuluhan tentang Pengembangan Ekonomi Penyuluhan Penguatan Kelembagaan
9. Rencana Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas: a. Diklat Manajemen Organisasi b. Diklat Perencanaan Hutan c. Diklat Pemanfaatan HHBK d. Diklat Pemanfaatan Jasling e. Diklat Perencanaan RHL f. Diklat Budidaya Hutan g. Diklat Perlindungan Hutan h. Diklat Pemasaran i. Diklat Pengembangan Usaha Kecil j. Diklat Koperasi k. Diklat Inventarisasi Hutan l. Diklat Perpetaan 10. Rencana Penelitian dan Pengembangan terdiri atas: a. Litbang Agroforestry b. Litbang HHBK c. Litbang Jasling d. Litbang Pengembangan Ekonomi e. Litbang Pemasaran Setelah Rencana Kerja Hutan Nagari Jorong Simancuang ini selesai dibuat, dan diajukan bersama persyaratan PHBM lainnya, Maka SK Kementrian Kehutanan diturunkan tentang pencadangan areal seluas 650Ha sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
53
P.53/Menhut-II/2011 untuk kegiatan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat dengan skema hutan nagari dengan status hutan lindung. Surat Ketetapan ini menandakan bahwa masyarakat Jorong Simancuang telah dapat mengelola hutan mereka melalui Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) sebagai pemegang hak pengelolaan hutan nagari (HPHN) Dalam rangka merealisasikan rencana kerja 35 (tiga puluh lima) tahun sebagai rencana jangka panjang, LPHN juga menyusun rencana kerja jangka pendek dengan jangka waktu satu tahun diawal periode kepengurusan. Rencana Kerja ini yang akan dijadikan patokan dalam berkegiatan selama 1 (satu) tahun dalam rangka menyukseskan poin poin yang terdapat dalam rencana kerja 35 tahun. Maksud dari rencana kerja tahunan ini adalah :67 1. Mengetahui tahapan-tahapan dalam Pengelolaan Hutan Nagari. 2. Memberdayakan masyarakat melalui pelibatan secara aktif dalam penataan dan pengelolaan hutan nagari Simancuang. 3. Membangun
kesadaran
masyarakat
Nagari
mengenai
pentingnya
konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan untuk kelangsungan hidup manusia. 4. Menyelesaikan tugas LPHN sebagai Pemegang Hak Pengelolaan Hutan Nagari.
Berikut ini rencana kerja tahunan yang disusun pada tahun 2015: 1. Penataan Batas Areal Kerja Hutan Nagari Kegiatan penataan batas dimaksudkan untuk menentukan areal kerja dari lembaga pengeloa hutan nagari. Kegitan ini direncanakan pada bulan
67
Rencana Tahunan Hutan Nagari (RTHN) Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Simancuang Kabupaten Solok Selatan tahun 2015.
54
Maret sampai dengan bulan Mei tahun 2015 dengan melibatkan kerjasama berbagai pihak yakni : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, Dinas Kehutan Provinsi, Warsi dan Kehati. 2. Pengawasan Hutan Dilakukan dalam bentuk patroli rutin satu bulan sekali oleh anggota LPHN dan patroli gabungan yang dilakukan bersama Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, Dinas Kehutan Provinsi. Kegiatan ini dilaksanakan selama satu tahun periode kepengurusan yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember. 3. Pengembangan Produk Kerajinan HHBK Dalam perencanaan engembangan produk kerjainan HHBK dilakukan dalam beberapa bentuk kegiatan yaitu: a. Survey potensi bahan baku rotan, manau b.
Identifikasi pengrajin
c.
Akses Pasar Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan
bulan Agustus tahun 2015 dengan melibatkan kerjasama berbagai pihak yakni : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, Dinas Kehutan Provinsi, Warsi dan Pundi Sumatera. 4. Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui pengkayaan ladang masyarakat Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk: a. Survey dan pemetaan lading b. Penanaman Bibit Mahoni, Surian, Petai dan Manggis
55
Kegiatan ini dilakukan antara bulan Mei sampai bulan Desember dengan menunggu bantuan bibit baik itu dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, Dinas Kehutan Provinsi, ataupun LSM terkait. 5. Peningkatan kapasitas sumberdaya manuasia Dilakukan melaui pelatihan pelatihan melalui kerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, Dinas Kehutan Provinsi, ataupun LSM terkait. Adapun pelatihan yang direncanakan yaitu: a. Pelatihan Anyaman dengan HHBK b. Pelatihan Pemadaman Kebakaran Hutan Kegiatan pelatihan ini direncanakan dilaksanakan antara bulan januari sampai dengan bulan Desember sebanyak 2 kali pelatihan. 6. Pengembangan Usaha Jasa Lingkungan : Kegiatan ini dilakukan dengan pendampingan dan bantuan dari Dinas Kehutanan Diskoperindag Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan. Dinas Lingkungan Hidup dengan jenis kegiatan sebaga berikut: a. b. c. d. e. f. g.
Perdagangan Beras PLTMH Irigasi Sawah Pembuatan Papan Informasi Pengembangan Ternak Jalan Usaha Tani Pengembangan Perikanan
56
Untuk waktu pelaksanaanya, kegiatan perdagangan dilakukan pada bulan Februari dan kegiatan PLTMH dilaksanakan pada bulan April. Sedangkan kegiatan lain dilaksanakan antara bulan Oktober sampai Bulan Desember. 7. Pengembangan Kelembagaan Dilakukan melalui kegiatan: a. Penyusunan Standar Operasional LPHN b. Fasilitas Pertemuan LPHN Kegiata ini dilakukan dalam bentuk diskusi yang di fasilitasi dan didampingi oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, Dinas Kehutan Provinsi dan Warsi. Pendampingan dan fasilitasi ini sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang menjelaskan bahwa Lembaga Desa sebagai pemegang HPHD berhak atas: a. Mengelola Areal Kerja Hutan Desa sesuai Rencana Kerja b. Mendapatkan Pendampingan c. Mendapatkan fasilitasi dalam pengelolaan areal kerja. Waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan sepanjang tahun periode kepengurusan.
Dari semua tahapan tahapan mekanisme perencanaan yang telah diuraikan, dalam proses perencanaan hutan, harus diketahui secara jelas mengenai status dari hutan yang akan direncanakan melalui skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Terdapat perbedaan antara Hutan Desa sebagai Hutan Negara dan
57
Hutan Adat. Perbedaan ini harus diketahui agar tahapan tahapan perencaan baik itu pra perencanaan maupun pasca perencanaan dapat berjalan secara efektif lancar dan sesuai aturan yang berlaku. Hutan Desa merupakan hutan yang berstatus sebagai hutan negara yang dikelola dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Sejalan dengan pengertian hutan desa yang terdapat dalam pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa menyatakan hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejateraan desa. Dengan Status sebagai Hutan Negara sudah dapat disimpulkan bahwasanya hutan ini berada pada wilayah yang tidak dibebani hak atas tanah. Berbeda dengan Hutan Adat, untuk wilayahnya sendiri berada pada wilayah kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Secara sederhana, Masyarakat Hukum Adat diartikan sebagai sekelompok orang yang berbentuk paguyuban secara turun temurun tinggal disuatu wilayah tertentu karena didasari oleh kesamaan ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, serta memiliki tanah hukum adat diwilayah adatnya, termasuk memiliki pranata pemerintahan adat.68 Keberadaan Masyarakat Hukum Adat yang berada dalam kawasan hutan akan selalu berkaitan dengan pemanfaatan hutan. Pemanfaatan Hutan Adat oleh masyarakat hutan adat tentu
68
Ahmad Redi, op.cit.,hlm.231-232.
58
disesuaikan dengan fungsinya. Artinya pemanfaatan hutan adat dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya.69 Awalnya, hutan adat merupakan bagian dari hutan negara. Namun setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara No 35/PUU-X/2012 mengenai kosntitusionalitas keberadaan hutan adat sebagai bagian hutan negara, mahkamah konstitusi melalui putusan itu mengeluarkan hutan adat dari hutan negara. Tetapi tidak menjadikan hutan adat sebagai kategori khusus yang berbeda dengan hutan hak, melainkan memasukkan keberadaan hutan adat sebagai salah satu jenis dalam hutan hak.70 Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah juga pemegang hak atas hutan. Dengan demikian, keberadaan tanah ulayat harus didahului dengan adanya tanah ulayat dari masyarakat hukum adat, karena hutan adat berada di atas wialyah hak ulayat.71 Untuk Hutan Nagari di Jorong Simancuang, merupakan hutan yang berada pada wilayah Hak Ulayat Nagari Alam Pauah Duo. Pasal 16 Huruf d Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari menjelaskan bahwa Tanah, hutan, sungai, kolam dan /atau laut yang menjadi ulayat nagari . Ulayat nagari sendiri dijelaskan dalam pasal 1 huruf 16 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari bahwa Ulayat Nagari adalah harta benda dan kekayaan nagari diluar ulayat kaum dan suku yang dimanfaatkan untuk
69
Ibid., hlm,232. Yance Arizona, op.cit. hlm 296. 71 Ibid., hlm.297. 70
59
kepentingan anak nagari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hutan Nagari di Jorong Simancuang merupakan hutan adat yang merupakan ulayat nagari sehingga bukan merupakan bagian dari hutan negara. Terjadi suatu permasalahan terkait status hutan yang terdapat dalam penetapan areal kerja hutan nagari di Jorong Simancuang. Dalam penetapan tersebut dalam Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 573/Menhut-II/2011 menyamakan hutan nagari sebagai hutan desa. Antara hutan nagari dan hutan desa sangat jelas perbedaannya. Akibat penetapan tersebut, menjadikan hutan nagari sebagai hutan negara sehingga negara diartikan disini tidak mengakui hak masyarakat hukum adat akan wilayah hutan yang telah mendapat pengakuan melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Negara seolah olah memberikan hak pengelolaan atas hutan negara kepada masyarakat, yang jelas wilayah tersebut merupakan wilayah ulayat masyarakat hukum adat. Kekeliruan penetapan yang dilakukan pemerintah ini tentunya berdampak pada Skema PHBM hutan nagari di Jorong Simancuang dengan dasar hukum pengelolaan sebagai hutan desa. Kondisi ini berimplikasi pada regulasi perizinan yang harus melalui negara dan juga tergerusnya hak masyarakat nagari untuk memanfaatkan ulayatnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nagari. Selain itu, Penetapan berdasarkan Putusan Menteri Kehutanan yang memyamakan hutan nagari sebagai hutan desa bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari.
60
Ketika regulasi pada skema hutan desa tetap dijalankan pada hutan nagari di Jorong Simancuang, masih terdapat kendala yang menghambat hak masyarakat terhadap akses hutan. Prosedur yang mewajibkan masyarakat harus membuat rencana kerja terlebih dahulu dalam pengusulan Pencadangan Area Kerja ke Menteri Kehutanan, menjadi salah satu kendala tersendiri bagi masyarakat untuk mendapatkan akses dalam pengelolaan hutan. Ini menjadi suatu kendala karena LPHN belum mamiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup baik secara kualitas maupun kuantitas dalam memenuhi segala tuntutan pemerintah. Ditinjau dari segi lokasi, masyarakat yang akan mengelola hutan tersebut jauh dari perkembangan teknologi, bahkan listrik yang merupakan saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok setiap individu, tak jarang ada yang belum masuk ke pemukiman mereka. Dalam kualitas pendidikan penduduk sendiri boleh dikatakan masih sangat rendah. Memang disinilah peran dari Dinas Kehutanan dalam rangka mendampingi masyarakat untuk memyelesaikan rencana kerjanya. Namun jika dilihat perkembangannya, wilayah kerja PHBM semakin bertambah dan penambahan areal kerja PHBM diberbagai daerah juga terus dilakukan . Untuk saat ini saja sudah mencapai 28 daerah yang diturunkan SK Pencadangan Area Kerja dari Kementrian Kehutanan dan ada 30 yang dalam proses menunggu. Situasi Ini akan menjadi problem tersendiri bagi dinas kehutanan maupun LSM terkait dalam pendampingan nantinya. Untuk itu, pihak dari Dinas Kehutanan Provinsi saat ini sedang berupaya memangkas regulasi yang menyulitkan masyarakat. Salah satunya dengan meniadakan rencana kerja 35 (tiga puluh lima)
61
tahun sebagai sarat diturunkannya SK Pencadangan Area Kerja oleh Menteri Kehutanan. Dengan penyederhanaan regulasi tersebut, maka akan semakin membuka lebar jalan akses masyarakat terhadap hutan melalu skema PHBM72. C. Penggunaan Hutan Nagari oleh Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.573/Menhut-II/2011 tanggal 03 Oktober 2011 tentang Penetapan Kawasan Hutan Lindung Sebagai Areal Kerja Hutan Desa/Nagari Simancung Alam Pauh Duo seluas ± 650 (enam ratus lima puluh ) hektar di Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan Propinsi Sumatera Barat, merupakan dasar hukum berdirinya PHBM pada Hutan Nagari Simancung Nagari Alam Pauh Duo kabupaten Solok Selatan. Dengan adanya SK tersebut maka terbukalah akses legal bagi masyarakat Jorong Simancuang untuk menggunakan kawasan hutan. Sejatinya, intisari dari program Pengelolaan Hutan Berbasi Masyarakat ini adalah memberikan akses kepada masyarakat terhadap hutan. Penggunaan hutan nagari oleh masyarakat nagari Jorong Simancuang dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) diserahkan kepada Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN). LPHN diketuai oleh seorang ketua, yang bertanggung jawab langsung kepada Wali Nagari. Dalam menjalankan
72
Wawancara dengan Kusworo, tanggal 17 Mei 2016.
62
tugasnya, ketua LPHN dibantu oleh 1 (satu) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang Bendahara dan 5 (lima) orang koordinator seksi. Seksi-seksi pada LPHN adalah : 1. Perencanaan dan pengembangan potensi kawasan. 2. Pemanfaatan jasa lingkungan. 3. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu 4. Pengamanan kawasan 5. Hubungan masyarakat LPHN berkegiatan sesuai rencana kerja yang dibuat dan juga dengan berpatokan pada Hak dan Kewajiban yang ada sebagai lembaga pemegang Hak Pengelolaan Hutan Nagari (HPHN). Pemegang Hak Pengelolaan Hutan Nagari memiliki hak dan kewajiban yang melekat padanya yang mana akan direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang disinkronkan dengan rencana kerja. Hak dan kewajiban tersebut yakni:73 Pemegang Hak Pengelolaan Hutan Nagari berhak : a. Pada Areal Hutan Lindung berhak untuk memanfatkan kawasan seperti budidaya tanaman hias, jamur dan lebah, jasa lingkungan seperti pemanfaatan jasa aliran air, perlindungan keanekaragaman hayati dan pemungutan hasil hutan bukan kayu seperti rotan, manau, getah, jamur dan sarang walet.
73
Joni Putra, hlm.6-7
63
b. Pada Areal Hutan Produksi berhak untuk memanfaatkan kawasan, jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Dalam hal pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan pada hutan produksi setelah mendapat izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan dalam pemanfaatannya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam maupun hutan tanaman. c. Bersama dengan Pemerintah Daerah menentukan mitra untuk melakukan kegiatan pendampingan, yang berasal dari Pemerintah, Lembaga Swadaya, Perguruan Tinggi atau pihak lain dalam upaya pemberdayaan masyarakat. d. Mendapatkan fasilitasi berupa pendidikan dan latihan, pengembangan kelembagaan, bimbingan penyusunan rencana kerja Hutan Nagari, bimbingan teknologi dan pengembangan usaha serta bantuan dalam bentuk lain dari Pemerintah Daerah dan pihak lainnya dalam kegiatan pengelolaan Hutan Nagari tanpa mengurangi peran lembaga Nagari selaku pelaku utama pengelolaan Hutan Nagari. Hak hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 40 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan No 89 Tahun 2014 tentang hutan desa yang menyatakan bahwa Lembaga Desa sebagai pemegang HPHD berhak atas: a. Mengelola areal kerja Hutan Desa sesuai Rencana Kerja b. Mendapatkan Pendampingan c. Mendapatkan fasilitasi dalam pengelolaan areal kerja
64
Sedangkan dalam hal kewajiban pemegang Hak Pengelola Hutan Nagari, terdapat dalam pasal 41 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan desa yang menyatakan bahwa Kewajiban pengelolaan Hutan Nagari adalah : a. Lembaga Desa sebagai pemegang HPHD memiliki kewajiban: b. melaksanakan penataan batas HPHD; c. menyusun rencana pengelolaan hutan desa selama jangka waktu berlakunya HPHD; d. melakukan perlindungan hutan; e. melakukan rehabilitasi areal kerja hutan desa; f. melaksanakan penanaman dan kegiatan lain sesuai dengan rencana kerja; g. melakukan budidaya tanaman sesuai dengan kondisi tapak dan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal; h. melakukan tata usaha pemanfaatan hasil hutan; dan i. membuat laporan pengelolaan Hutan Desa. Sebagai pemegang Hak Pengelolaan Hutan Nagari, LPHN Jorong Simancuang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan rencana kerja tahunan yang dibuat. Kegiatan LPHN dilaksanakan berdasarkan pada bidang bidang yang telah disusun dalam struktur kepengurusan yang telah dibentuk. Bidang-bidang tersebut memiliki peran yaitu sebagai berikut: a. Bidang Perencanaan dan Pengembangan Potensi Kawasan Bidang ini memiliki peran dalam hal perencanaan dan pengembangan potensi kawasan dengan menitik beratkan kinerja pada perencanaan kegiatan nagari yang disesuaikan dengan potenis potensi yang dimiliki kawasan hutan di
65
Jorong Simancuang. Hasil dari rencana kerja tersebut akan diimplementasikan oleh bidang lain sesuai dengan tugas dan fungsi masing masing bidang.74 b. Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Bidang ini memiliki peran melaksanakan kegiatan dalam bentuk Pemanfaatkan potensi-potensi jasa lingkungan yang ada. Sesuai dengan rencana kerja 35 (tiga puluh lima) tahun disana termuat bahwasanya ada 3 (tiga) perencanaan pengembangan jasa lingkungan yakni: rencana pengembangan mikro hidro, rencana pengembangan ekowisata dan rencana pengembangan usaha perdagangan karbon. Realisasi pada pemanfaatan jasa lingkungan hanya baru pada pemanfaatan sumber air yang ada untuk pengairan sawah warga dikaki bukit serta untuk mengisi kolam kolam warga di hutan nagari Jorong Simancuang. Untuk ekowisata, baru baru ini dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan mengunjungi kawasan hutan untuk melihat potensi wisata yang ada disana. Kawasan hutan Nagari Jorong Simancuang sangat cocok untuk dijadikan taman wisata pendidikan dengan keanekaragaman hayati disanan dengan berbagai jenis pohon yang ada dan masih cukup terjaga.75 Selain itu dinas kehutan provinsi sampai saat sekarang ini sedang menginisiasi usaha perdagangan kaarbon melalui dana Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan atau sering disebut Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan untuk pemulihan lingkungan. Sebagaimana pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan
74
Wawancara dengan Kusworo, tanggal 17 Meit 2016. Wawancara dengan ibuk Yuliandi bagian Rehabilitasi Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan , tanggal 8 April 2016. 75
66
adalah Komitmen Perseroan untuk dapat berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Pasal ini menjelaskan bahwasanya meningkatkan kualitas lingkungan menjadi salah satu objek sasaran dalam pelaksanaan Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan atau Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Pengelolaan hutan yang baik merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas lingkungan. Sehingga dana Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan dapat dialokasikan pada pengelolaan hutan. c. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu Bidang ini berperan dalam mengelola dan memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Hutan Nagari Simancuang sehingga dapat bernilai ekonomis dan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dilokasi Hutan Nagari Jorong Simancuang, banyak sekali terdapat rotan, namun terdapat kendala dari segi pengolahan. Masyarakat belum dapat memanfaatkan hasil hutan tersebut, karena, hasil hutan ini tidak bisa dikomersilkan dalam bentuk bahan mentah. Masyarakat harus mengolahnya terlebih dahulu sebelum menjualnya. Disini terdapat permasalahan ketika masyarakat belum memiliki tenaga ahli dalam melakukan pengolahan terhadap hasil hutan tersebut. Permasalahan lain yang juga mengganggu pemanfaatan hasil hutan bukan kayu ini adalah masyarakat yang belum memahami secara keseluruhan mengenai Fungsi Lindung Hutan Nagari di Jorong Simancuang ini. Masyarakat masih berkegiatan dalam bentuk cocok tanam dalam bentuk sawah dan ladang disana. Jalan keluar melalui
67
pemberian akses melalui skema PHBM ini, memang dijadikan salah satu faktor pendorong untuk merubah kebiasaan buruk masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan. Prioritas utama ada pada pengembalian atau rehabilitasi daerah yang telah dijadikan ladang oleh masyarakat dengan menanaminya tanaman hutan yang menghasilkan seperti durian, mahoni, manggis, dan petai. Tanaman ini disebut juga multi purpose tree atau pohon serbaguna. Sedangkan sawah diarahkan pada model penanamannya dalam bentuk sawah organik yakninya tanpa memakai zat kimia. d. Pengamanan kawasan Bidang ini berperan dalam menjaga keamanan hutan agar terhindar dari kerusakan. Pengamanan kawasan, diwujudkan dalam bentuk patroli yang dilakukan secara berkala untuk menjaga keamanan Hutan Nagari Jorong Simancunag. Ini diperuntukan untuk menjaga kawasan hutan dari pembalakan liar Dalam perencanaannya, bidang pengamana kawasan melakukan patroli satu kali dalam sebulan. Namun dalam realisasinya mereka sulit mewujudkannya karena ketersediaan SDM yang minim. Sehingga mereka berkegiatan seringkali hanya sesuai kebutuhan saja. Dalam hal pengamanan, koordinasi dilakukan dengan pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan yaitu pada bagian polisi hutan. Ini dikarenakan, LPHN hanya bisa memberikan peringatan dan melaporkan ke dinas kehutanan. Kewenangan penindakan terhadap pelaku perusakan merupakan kewenanangan polisi hutan yang bekerjasama dengan pihak kepolisian. Permasalahan terjadi ketika Polisi Hutan kurang berperan aktif dalam pengamanan kawasan hutan. Sehingga masyarakat kurang memiliki kekuatan
68
dalam melindungi hutan diwilayah mereka dari ancaman penebangan liar. Jika Polisi kehutanan kurang tanggap, maka akan menimbulkan ketimpangan dalam penjagaan keamanan hutan. Selain melindungi kawasan hutan dari pembalakan liar, bidang pengamanan hutan juga bertugas melindungi hutan dari ancaman lain seperti kebakaran hutan, Salah satu upaya perlindunngan tersebut dilakukan dengan cara pelatihan yang diberikan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk Pelatihan Pemadaman Kebakaran. Program ini terlaksana melalui kerjasama dengan Pemadam Kebakaran. e. Hubungan Masyarakat. Sama dengan fungsi bidang humas pada umumnya yakni berperan aktif dalam hal membangun komunikasi degan pihak pihak internal seperti masyarakat sekitar maupun pihak internal seperti LSM dan pihak pemerintah terkait dalam melaporkan perkembangan pengelolaan hutan. Dari semua bidang tersebut, secara garis besar masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan masing masing fungsi yang masih kurang maksimal. Masing masing bidang belum memliki program kerja yang jelas. Kegiatan mereka hanya ditopang dari segi perencanaan hanya melalui rencana kerja tahunan yang disusun di awal periode kepengurusan. Sehingga mereka berkegiatan seperti kurang terarah dan terkesan kurang terpacu dari segi kreativitas variasi kegiatan
69
Secara keseluruhan fungsi kegiatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini memiliki 3 (tiga) tujuan utama yaitu:76 1. Pelestarian hutan 2. Peningkatan kesejahteraan 3. Ketahanan nasional. Dari tiga tujuan utama tersebut yang baru tercapai hanya pelestarian hutan. Walaupun masih ada kegiatan sawah dan ladang masyarakat disana, tapi seiring dengan pemberian akses pengelolaan dan mengarahkan masyarakat untuk mengembalikan kembali ekosistem hutan dengan menanam kembali tanaman hutan yang dapat di diambil kembali hasilnya, maka kelestarian hutan akan tetap terjaga. Untuk angka pembalakan liar sudah dapat ditekan seminimal mungkin. Sudah jauh terjadi penurunan angka pembalakan liar di Hutan Nagari Jorong Simancuang pasca permberlakuan skema hutan nagari ini. Dari sisi kesejahteraan, adanya hutan nagari ini belum memberikan dampak kesejahteraan secara maksimal. Meskipun banyak bantuan yang datang baik itu dari UNDP, Bank Dunia atau pun bantuan dari pemerintah berupa infrastruktur, namun kesejahteraan yang diharapkan itu berasal dari ketika masyarakat dapat mampu memanfaatkan hasil hutan untuk dikelola sebagai penopang perekonomian. Sampai saat ini hasil hutan belum memberikan income yang signifikan dikarenakan keahlian belum memadai dalam melakukan
76
Wawancara dengan Kusworo, tanggal 17 Mei 2016.
70
pengolahan. Dari segi ketahanan, diharapkan dengan adanya PHBM ini semakin meningkatkan persatuan dan kekompakan masyarakat memalui koordinasi serta kerjasama dalam mengelola hutan. Namun dibalik permasalahan terkait penggunaan hutan ini tetap terdapat kesalahan pemerintah karena menetapkan status hutan nagari sebagai hutan desa. Seharusnya, penggunaan hutan nagari dalam pemanfaatannya dapat dilakukan secara menyeluruh oleh nagari sebagai pemegang hak ulayat atas hutan nagari. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat nagari dan tidak terfokus hanya pada masyarakat di Jorong Simancuang saja. D. Pengawasan Penggunaan Hutan Nagari oleh Masyarakat Nagari Dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan menjelaskan bahwa pengurusan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan penyelenggaraan: a. perencanaan kehutanan, b. pengelolaan hutan, c. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan,dan d. pengawasan
Dari pasal di atas menjelaskan bahwasanya pengawasan merupaka salah satu ruang lingkup dalam pengelolaan hutan. Pengawasan Merupakan suatu upaya yang sistematis dalam melakukan evaluasi terhadap suatu kinerja sebuah lembaga,
71
termasuk pula dalam pengawasan kehutanan.77 Selanjutnya pada pasal 59 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan atau penyempurnaan pengurusan hutan lebih lanjut. Semua kegiatan pengawasan dalam pengelolaan hutan memerlukan kerjasama yang harmonis antara masyarakat dan pemerintah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pasal 63 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan pengawasan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, dan melakukan pemeriksaan atau pelaksanaan pengurusan hutan. Selanjutnya dalam hal pengawasan diatur lebih lanjut didalam Pasal 44 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa yang menjelaskan bahwa Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan hutan desa sesuai dengen rencana. Pengawasan dalam pegelolaan hutan nagari di Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo pertama dilakukan melalui pendampingan oleh Instansi terkait yakninya Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan dan Warsi sebagai LSM Pendamping. Kegiatan pendampingan ini dilakukan dalam rangka menjalankan kewenangan dalam melakukan pengawasan. Panduan diberikan dalam bentuk kunjungan ke lokasi
77
Supriadi, Op.Cit, hlm.463
72
untuk melakukan pemantauan mengenai progres pengelolaan hutan yang dilakukan LPHN. Selanjutnya, memberikan pembinaan teknis dan lapangan dengan memberikan penjelasan tentang
kegiatan apa saja yang boleh
dilaksanakan dan apa yang harus ditingkatkan. Pada kunjungan yang dilakukan Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan dan Warsi sebagai LSM pendamping meminta keterangan kepada LPHN mengenai kegitan yang telah mereka laksanakan dan apa saja yang menjadi kebutuhan mereka untuk peningkatan kulitas kinerja mereka. Untuk kunjungan sendiri ada yang sifatnya fungsional dan ada yang sifatnya datang bersama sama. Ini disesuaikan dengan perencanaan diawal tahun. Untuk Dinas Kehutanan Provinsi kegiatan yang dilakukan ketika kunjungan selain pembinaan teknis, juga terdapat fungsi advokasi dan memastikan apa yang dikerjakan sesuai dengan aturannya. Untuk dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Solok Selatan, kunjungan
fungsional dilakukan dalam bentuk monitoring kegiatan dan pembinaan yang di laksanakan oleh penyuluh kehutanan. dan Warsi sebagai LSM pendamping menerapkan fungsi kunjungan fungsional lebih kepada fasilitator dalam diskusi internal yang dilakukan pengurus LPHN, selain itu juga sebagai penghubung dengan pemerintah dan donatur kegiatan. Dalam hal melakukan pemeriksaan atau pelaksanaan pengurusan hutan instrumen yang digunakan yaitu dengan memeriksa laporan kegiatan yang dibuat LPHN atas kegiatan yang telah dilaksanakan.. Untuk LPHN Jorong Simancuang terdapat 2 (dua) jenis laporan yaitu:
73
1. Laporan Tahunan Laporan tahunan berisi hasil kinerja dari pelaksanaan kegiatan dalam periode satu tahun sesuai dengan rencana kerja yang dibuat diawal tahun. Laporan tahunan ini dubuat oleh LPHN dan diserahkan kepada walinagari, selnjutnya walinagari memberikan laporan tersebut kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan . Pihak Dinas Kehutanan Kabupaten merekap data tersebut dan digabungkan dengan laporan LPHN dari nagari lain dan diteruskan kepada Dinas Kehutanan Provinsi. Pada alur laporan tahunan ini terlihat jelas peran Walinagari, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten dalam mengawasi kegitan LPHN dalam bentuk evaluasi laporan tahunan yang diserahkan secara bertingkat. Namun, dalam hal laporan ini sebenarnya belum berjalan secara maksimal. Pada kenyataannya, laporan untuk kegiatan masyarakat sampai saat ini dominan didapatkan melalui monitoring-monitoring kelokasi kegiatan yang dilakukan dinas kehutanan atau LSM pendamping. Ketika
monitoring
kelokasi
tersebut,
masyarakat
melaporkan
perkembangan kegiatan mereka ke dinas kehutanan dan dicatat untuk selanjutnya direkap untuk jadi laporan kegiatan ahir tahun PHBM di Sumatera Barat . Ini terjadi karena sulit sekali mengkoordinasikan masyarakat agar setiap melaksanakan kegiatan yang dicanangkan dalam program kerja disertai dengan laporag kegiatan . Kulitas SDM yang masih kurang kembali menjadi kendala tersediri . 2. Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan.
74
Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan atau LPJ kegiatan berisi segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan, sama hal nya dengan LPJ tahunan. Namun, perbedaannya terdapat pada waktu pelaporan dan kepada siapa laporan kegiatan tersebut diberikan. LPJ kegiatan dibuat jika ada dana untuk melakukan kegiatan dari donatur dan diberikan setelah kegiatan yang dibiayai donatur tersebut selesai dilaksanakan. Donatur biasanya datang dari perusahaan-perusahaan lokal yang mengalokasikan dana Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan dan juga ada dari donatur internasional seperti UNDP dan World Bank. Untuk LPJ kegiatan ini dibuat perkegiatan. Agar alokasi dana dari donatur dapat diterima, maka hal penentunya adalah LPJ ini. Pada kondisi kembali melibatkan pihak pendamping seperti dinas kehutanan dan LSM untuk membantu masyarakat. Berdasarkan kewenangnya, pemerintah maupun LSM pendamping masih menitikberatkan pengawasan dalam bentuk pendampingan ke lokasi kegiatan. Baik itu monitoring ke lokasi ataupun pendampingan dalam membuat laporan maupun pemeriksaan terhadap laporan atas kegiatan yang telah dilaksanakan. Semua itu membutuhkan ketersediaan SDM yang cukup dari Dinas Kehutanan maupun dari LSM terkait . bertambahnya wilayah hutan dengan skema PHBM mengakibatkan semakin banyaknya wilayah yang harus didampingi dan diawasi. Solusi yang dicanangkan dari pihak dinas kehutanan nantinya yakni dengan lebih banyak mengadakan rapat bersama dengan seluruh ketua LPHN . Dengan demikian monitoring kelokasi dapat dikurangi karena substansi monitoring sudah
75
dibahas pada rapat bersama ketua LPHN masing masing daerah PHBM. Nantinya diharapkan, masing masing ketua LPHN dapat memberikan pemahamannya dari pertemuan yang dilakukan bersama dinas kehutanan kepada masing masing anggotanya.78
78
Wawancara dengan Kusworo, , tanggal 17 Mei 2016.
76
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perencanaan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang dilakukan setelah mendapatkan penetapan areal kerja. Penetapan Areal kerja dilakukan dengan cara mengajukan permohonan penetapan areal kerja hutan nagari melalui bupati/wali kota dengan melampirkan sketsa lokasi areal yang dimohon; lembaga desa yang dibentuk oleh Kepala desa, dan rencana kegiatan dan bidang usaha desa. Kemudian Menteri Kehutanan menetapkan areal kerja paling lama 90 hari. Berdasarkan penetapan areal kerja hutan desa oleh Menterti,
Gubernur
kemudian
menerbitkan
Hak
Pengelolaan
Hutan
Desa/Nagari dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Nagari. Kemudian Dengan difasilitasi oleh pemerintah dan KKI Warsi, dibentuklah Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan sebagai lembaga pemegang HPHN. LPHN kemudian menyusun rencana kelola. Rencana ini dinamakan Rencana Kerja Hutan Nagari (RKHN) jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun.Setelah Rencana Kerja Hutan Nagari Jorong Simancuang ini selesai dibuat, dan diajukan bersama sarat lainnya, Maka SK Kementrian Kehutanan diturunkan tentang pencadangan areal seluas 650Ha sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
77
P.53/Menhut-II/2011 untuk kegiatan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat dengan skema hutan nagari dengan status hutan lindung. Terjadi suatu permasalahan terkait status hutan yang terdapat dalam penetapan areal kerja hutan nagari di Jorong Simancuang. Dalam penetapan tersebut dalam Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 573/MenhutII/2011 menyamakan hutan nagari sebagai hutan desa. Antara hutan nagari dan hutan desa sangat jelas perbedaannya. Negara seolah olah memberikan hak pengelolaan atas hutan negara kepada masyarakat, yang jelas wilayah tersebut merupakan wilayah ulayat masyarakat hukum adat. Dalam pelaksanaan perencanaan hutan desa pun masih terdapat permasalahan terkait SDM dari internal LPHN yang belum mampu mandiri dalam membuat rencana kerja mereka. Regulasi yang mengharuskan membuat rencana kerja umum atau sering disebut rencana kerja 35 tahun menjadi penghambat bagi masyarakat untuk mendapatkan SK Pencadangan Area Kerja. Karena tidak semua masyarakat dimasing-masing LPHN memiliki kemampuan yang sama dalam hal membuat dokumen-dokumen seperti rencana kerja. Rata rata mereka berlatar belakang perndidikan rendah sehingga menyulitkan mereka jika harus membuat rencana kerja sampai jangka waktu 35 tahun tersebut. 2. Penggunaan hutan nagari oleh masyarakat dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang diserahkan kepada Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN). LPHN diketuai oleh seorang ketua, yang bertanggung jawab langsung kepada Wali Nagari. Dalam menjalankan tugasnya, ketua LPHN dibantu oleh 1 (satu) orang wakil ketua, 1 (satu) orang
78
sekretaris, 1 (satu) orang Bendahara dan 5 (lima) orang koordinator seksi. Seksi-seksi pada LPHN yaitu perencanaan dan pengembangan potensi kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pengamanan kawasan, hubungan masyarakat. LPHN berkegiatan sesuai rencana kerja yang dibuat dan juga dengan berpatokan pada Hak dan Kewajiban yang ada sebagai lembaga pemegang Hak Pengelolaan Hutan Nagari (HPHN). Pemegang Hak Pengelolaan Hutan Nagari memiliki hak dan kewajiban yang melekat padanya yang mana akan direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang disinkronkan dengan rencana kerja. Penggunaan Hutan Nagari Jorong Simancuang belum terlaksana secara maksimal. Permasalahan terjadi menyangkut penggunaan ini berasal dari belum adanya tenaga ahli yang mempu mengolah hasil hutan agar bernilai ekonomis sehingga dapat mensejahterakan masyarakat sekitar. Masyarakat masih menggunakan hutan untuk berladang dan belum dapat dilakukan rehabilitasi terhadap ladang mereka dengan menanam tanaman hutan yang menghasilkan. Untuk kegiatan pengamanan hutan, sudah terlaksana cukup baik. Dibuktikan dengan minimnya pembalakan liar di lokasi hutan tersebut dan tidak ada terjadi kebakaran hutan disana. Terkait penggunaan hutan ini tetap terdapat kesalahan pemerintah karena menetapkan status hutan nagari sebagai hutan desa. Seharusnya, penggunaan hutan nagari dalam pemanfaatannya dapat dilakukan secara menyeluruh oleh nagari sebagai pemegang hak ulayat atas hutan nagari. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat nagari dan tidak terfokus hanya pada masyarakat di Jorong Simancuang saja.
79
3. Pengawasan penggunaan hutan nagari dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Jorong Simancuang dilakukan melalui pendampingan oleh Instansi terkait yakninya Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan dan Warsi sebagai LSM Pendamping. Panduan diberikan dalam bentuk kunjungan ke lokasi untuk melakukan pemantauan mengenai progres pengelolaan hutan yang dilakukan LPHN. Selanjutnya, memberikan pembinaan teknis dan lapangan dengan memberikan penjelasan tentang kegiatan apa saja yang boleh dilaksanakan dan apa yang harus ditingkatkan. Selain itu juga meminta keterangan kepada LPHN mengenai kegitan yang telah mereka laksanakan dan apa saja yang menjadi kebutuhan mereka untuk peningkatan kulitas kinerja mereka. Selanjutnya Dalam hal melakukan pemeriksaan atau pelaksanaan pengurusan hutan instrumen yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan terhadap laporan laporan kegiatan yang dibuat LPHN atas kegiatan yang telah dilaksanakan.. Untuk LPHN Jorong Simancuang terdapat 2 (dua) jenis laporan yaitu laporan tahunan dan laporan pertanggungjawaban kegiatan. LPHN masih terkendala dalam membuat laporan. Dibuktikan dengan laporan tahunan yang direkap dinas kehutanan provinsi sebagian besar bersumber dari monitoring dilapangan. Bukan dari hasil laporan tahunan yang diselesaikan LPHN. Masalah lain dalam pengawasan adalah terkait dengan jumlah wilayah hutan yang semakin bertambah melalui skema PHBM menjadi kesulitan tersendiri bagi dinas kehutanan dalam hal pendampingan dikarenakan keterbatasan SDM yang ada.
80
B. Saran 1. Pengusulan Areal Kerja harus lebih disederhanakan lagi dari segi persyaratannya yang tidak lagi melampirkan rencana kerja 35 tahun. Cukup rencana kerja tersebut dalam bentuk rencana kerja tahunan karena lebih mudah dari sisi penyusunanya. 2. Penetapan Areal Kerja Hutan oleh Menteri Kehutanan, antara hutan nagari dan hutan desa tidak bisa disamakan. Negara harus mengakui hak ulayat yang terdapat pada hutan nagari. 3.
Peningkatan kualitas SDM dalam mewujudkan pengelolaan yang baik, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada laporan pertanggungjawaban. Dalam rangka menjalankan peran kelembagaan LPHN yang baik.
4. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait seperti polisi kehutanan ,kepolisian dan pemadam kebakaran dalam rangka pengamanan hutan. 5. Lebih gencar sosialisasi kepada masyarakat sekitar terkait pengelolaan hutan yang baik. 6.
Peningkatan infrastruktur dari segi teknologi seperti pemasangan instalasi listrik, jaringan seluler dan pemberian perangkat komputer sebagai peningkatan kualitas kinerja.
81
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, Jakarta: Sinar Grafika, 2014. Alam Setia Zain, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998. Azis Khan dkk, Kembali Kejalan Lurus Kritik Penggunaan Ilmu dan Praktek Kehutanan Indonesia, :Yogyakarta, Forci development, 2013. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1996. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Budi Harsono, Hukm Agraria Indonesia, Jakarta: PT Penerbit Djambatan, 2008. HAW.Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Mora Dingin, Bersiasat dengan Hutan Negara, Jakarta: Epistema Institute, 2014. Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum: Jakarta, Granit, 2004. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2014. Salim,H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2008. Supriadi, Hukum Kehutanan dan Perkebunan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Yance Arizona, Konstitusionalisme Agraria, Yogyakarta: STPN Press,2014.
82
3.
Sumber Jurnal dan Penelitian
Laporan PKL Joni Putra, 2012, Proses Pembangunan Hutan Nagari Jorong Simancuang Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan, Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadyah Sumatera Barat 4.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Peraturang Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 tentang Hutan Desa 5. Website http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_ spesies/kehutanan. http://www.sumbarprov.go.id/details/news/5159. http://www.mongabay.co.id/2015/06/page/3/. www.alamsumatra.org.
LAMPIRAN
83