PROFILE PEDAGANG KAKI LIMA JATINEGARA Stasiun Jatinegara merupakan pintu masuk utama wilayah timur kota Jakarta. Keluar-masuknya arus penumpang arah Jawa Tengah dan Jawa Timur, membawa warna tersendiri khususnya pada kawasan Stasiun Jatinegara. Lokasi tersebut juga didukung adanya pusat perbelanjaan Ramayana Departement Store dan Pasar Cibening serta pusat pertokoan. Sedang di depan stasiun dijadikan terminal bayangan taxi, mikrolet, metromini, bajaj, dan ojek. Akibat adanya terminal bayangan, menjadikan wilayah stasiun Jatinegara aktivitas bisnis mendapat ruang serta berkesempatan untuk melakukan kompetisi dalam perkembangan ekonomi. Pedagang Kaki Lima di wilayah Stasiun Jatinegara dapat dikategorikan menjadi dua macam karakter pedagang yaitu; pedagang musiman, dan pedagang tetap. Pedagang musiman; mereka berdagang pada ivent-ivent atau waktu khusus, misalnya pada waktu menjelang Hari Raya Lebaran biasanya pedagang musiman menjamur berjualan di tempat strategis. Istilah Pedagang Kaki Lima, karena mereka berjualan menggunakan tenda atau pun lapak berkaki lima, namun ada yang menyebut karena pedagang berjualan jaraknya ”lima kaki” dari trotoar atau jalan. Pada situasi krisis ekonomi, Pedagang Kaki Lima dapat sebagai penyangga ekonomi kerakyatan, harga jauh lebih murah dan terjangkau bila dibandingkan dengan Super Market atau Mall. Selain sebagai jalur ekonomi rakyat, dapat sebagai penampung atau membuka lapangan pekerjaan pada sektor informal. Pada sisi lain adanya berbagai aktivitas maka jalan di depan Stasiun Jatinegara menjadi macet, namun kemacetan juga membawa berkah tersendiri bagi para pedagang kaki lima, karena ada kesempatan untuk menjajakan dagangannya. Memang tampak ironi, bahwa kemacetan merupakan sumber masalah transportasi, akan tetapi pada segi lain merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta sebagai retribusi pemerintah setempat. Sejarah PKL Jatinegara: Awal mula pada tahun 1990, wilayah depan Stasiun Jatinegara ditempati hanya lima orang pedagang kaki lima yaitu (bapak Harjo, bapak Umar, bapak Dikin, Erwin dan Mas Totok). Jalan Bekasi Timur masih tampak lancar, aktivitas pedagang tertata rapi dan berjualan hanya di trotoar. Pagar tembok Stasiun Jatinegara belum dibangun, para penumpang dari dalam stasiun bebas membeli dari dalam.
Indok/1
Pada bulan Januari 1993, di lokasi stasiun Jatinegara dibangun kantin selanjutnya pihak stasiun membuat pagar tembok agar penumpang yang berada di dalam stasiun tidak dapat membeli jajanan yang berada di luar stasiun. Dengan adanya kantin dan pembangunan pagar tembok, pedagang kaki lima tidak lagi dapat menggantungkan hidupnya dari penumpang kereta api, bahkan dagangan mereka tidak laku, modal yang digunakan untuk berdagang semakin berkurang karena selalu merugi. Dikin seorang pedagang Indomie, menuturkan: pedagang yang berada di luar lokasi stasiun sebelah timur berjumlah 10 orang PKL. Mereka umumnya berdagang; soto, indomie, mie ayam, rokok, minuman es dan sate. Pedagang kaki lima adalah saingan berat bagi kantin stasiun Jatinegara, karena harga jajanan di luar stasiun lebih murah dan lebih enak serta banyak pilihan. Semenjak terjadi krisis ekonomi mulai tahun 1996 dan setelah reformasi tahun 1998, pertumbuhan K-5 semakin bertambah banyak. Akibat pertambahan jumlah pedagang sangat pesat, sedang daya tampung sangat terbatas, maka PKL terpaksa menggunakan badan jalan sebagai tempat berdagang. Pada saat ini jumlah pedagang di atas trotoar mencapai 95 PKL, sedang yang berada di badan jalan kurang lebih 100 pedagang. Untuk menjaga ketertiban, maka dibuatlah garis kuning sebagai pembatas badan jalan. Dilema keberadaan pedagang kaki lima, para pedagang sering dimanfaatkan oleh oknum keamanan maupun preman yang bernaung di bawah ormas tertentu. Para pedagang dijadikan sebagai sapi perah, dipungut uang sebesar Rp. 1.000 – Rp 2.000, dengan alasan sebagai uang keamanan dan kebersihan.
Pedagang Kaki Lima Jatinegara Tahun 2002: Catatan Peristiwa: Tanggal
Catatan Peristiwa Satu minggu setelah lebaran, terjadi penggusuran PKL 24 Desember 2001 sepajang Jalan Jatinegara Barat. PKL Jatinegara mulai menggelar lapak dagangannya serta medirikan bagunan semi permanen . 26 Desember 2001 BP Muhidin mengaku sebagai koordinator pedagang Jatinegara tidak bertanggung jawab atas pengusuran yang terjadi. 2 Januari 2002 Januari 2002
Terjadi penggusuran kembali lapak pedagang Kaki Lima Jatinegara. Beberapa hari setelah penggusuran, Daeng Maulana
Indok/2
Tanggal
25 Februari 2002
Catatan Peristiwa membawa para pedagang Kaki lima di Jatinegara ke BAKOPMI (Badan Koordinasi Pemuda Muslimin Indonesia) yang diketuai Taruna Jaya untuk memperjuangkan nasib pedagang. Dalam pertemuan itu telah terjadi kesepakatan sbb: 1. BAKOPMI akan mendirikan lapak pedagang. Dengan harga setiap lapak Rp 1.500.000,Cara pembayaran dengan uang muka Rp.500.000 dan sisanya diangsung setiap bulan Rp. 100.000,2. Dengan menjanjikan Lapak yang didirikan tidak akan dibongkar oleh Pemda DKI sampai 2004. Para pedagang korban penggusuran yang berjumlah 72 menyerahkan uang ke BAKOPMI lewat bendahara Pedagang yang bernama BP Saiman, diserahkan ke Pengurus BAKOPMI yang bernama Daeng Maulana. Para pedagang diajak ketua BAKOPMI, untuk menemui Kabag Perekonomian Walikota Jakarta Timur, KORPRI Jakarta Timur, Kabag Koperasi Jakarta Timur serta DPC Golkar. Dalam pertemuan itu telah muncul keputusan oleh Pemkot Jakarta Timur yang intinya : 1. Pemda DKI tidak memberikan ijin kuningisasi yang telah didirikan oleh BAKOPMI. 2. Pemda DKI menginginkan agar pedagang sendiri yang langsung berkoordinasi dengan Pemda. Atas Keputusan Pemda di atas, BAKOPMI dan DPC Golkar tetap memberikan harapan kepada pedagang sbb: 1. Pedagang jangan resah karena lapak tidak akan di bongkar. 2. Bisa mendapat ijin resmi berupa JT (kode wilayah di Jakarta Timur).
22 Maret 2002
30 April 2002
Pada pukul 22.00 bangunan dan lapak pedagangdi samping Setasiun Jatinegara di gusur oleh Pemda DKI, sebagai pengurus BAKOPMI Daeng Maulana telah melarikan diri. BAKOPMI sebagai lembaga tidak bertanggungjawab. Ketika dikofirmasikan ke DPC Golkar, ternyata DPC Golkar tidak mengakui BAKOPMI. Telah terbentuk Paguyuban Pedagang Kakilima Jatinegara. Bahkan telah mensosialisasikan keberadaan paguyuban ke tingkat kelurahan dari tingkat RT sampai Walikota Jaktim. Dan meperkenlakan kepengurusan Paguyuban. Dari hasil sosialisasi itu, pihak kelurahan dan Kecamatan
Indok/3
Tanggal
1 Mei 2002 16 Mei 2002
Catatan Peristiwa mendukung keberadaan Paguyuban Kakilima dari pada Himpunan Usaha kecil Binaan Indonesia (HUKBIN) yang diketuai oleh Nurjaman dan Muhidin. Paguyuban Pedagang Jatinegara memperkenalkan diri ke Walikota Jakarta Timur untuk bisa berkoordinasi. Surat permohonan izin berdagang ditolak Walikota Jakarta Timur dengan alasan melanggar Perda 11 Tahun 1988.
Paguyuban pedagang di Jatinegara telah membuat pendataan serta rancangan penataan, hari Senin, 12 Agustus 2002, PKL bersama FAKTA akan membuat surat pengajuan ke Walikota, Jakarta Timur perihal program kelanjutan untuk penataan PKL di Jatinegara. Para pedagang mulai tumbuh kesadaran akan adanya paguyuban yang dibentuk. Maka pada hari Minggu, 18 Agustus 2002 di Rawa Jaya akan mengadakan pertemuan, inisiatif dari para PKL sendiri yaitu sebagai pendidikan lanjutan. Kasus pungli yang dilakukan oleh Bimas, Jatinegara tiap PKL dikutip sebesar Rp 100.000 per bulan, pedagang merasa keberatan atas pungutan tersebut. Pedagang akhirnya tawar-menawar kepada Bimas, maka pungutan menjadi Rp 50.000 per PKL. Jumlah pedagang sebanyak 130 PKL. Tampaknya pihak Bimas hanya sekedar mengutip uang, dan PKL hanya sebagai sapi perahan, buktinya ketika para pedagang digusur, pihak Bimas tidak melakukan perlindungan sedikitpun kepada PKL. Keberadaan Pak Ogah, berjumlah 10 orang, mereka dikoordinir oleh aparat Kodim Jatinegara, bernama Sitompul. Setiap Pak Ogah diharuskan setor uang sebesar Rp 1.500. Lagi-lagi mereka hanya dijadikan sapi perahan oleh oknum Sitompul. Karena ketika ada razia, Pak Ogah bernama Supri tertangkap kemudian dibawa ke Panti Sosial Kedoya, sedang Sitompul tidak ada pertanggungjawabannya. Oknum Sitompul malah mengijinkan adanya tempat pemiijatan yang selama ini keberadaannya sangat mengganggu serta meresahkan. Kamis, 22 Agustus 2002 akan mengantar surat ke Walikota; isi surat adalah perihal konsep penataan PKL Jatinegara yang dahulu masih digantung oleh pihak Walikota Jakarta Timur. Pihak Walikota melalui bapak Yamris sudah kontak dengan Tigor masalah konsep penataan PKL di Jatinegara. Para PKL juga mohon agar tidak ada penggusuran, selain itu konsep penataan yang diajukan oleh warga dapat segera diterapkan. Minggu yang lalu, bapak Walikota mengunjungi ke Ramayana. Kunjungan tersebut para PKL berkesempatan untuk melaporkan apa yang dikeluhkan oleh para pedagang yaitu perihal pungutan uang yang dilakukan oleh seorang aparat. Peraturan dagang mengalami perubahan waktu jualan: Lokasi penjualan di bawah (pinggir badan jalan) pedagang dapat berjualan mulai pukul 15.00 sampai pada malam hari.
Indok/4
Lokasi Trotoar, PKL dapat berjualan dari pagi s/d malam hari.
Masalah isue penggusuran di Jatinegara, teman-teman PKL jangan terpancing emosi. Penggarukan pada hari Minggu, 8 September 2002 yang dilakukan oleh Tramtib dengan menyewa mobil dari luar (bukan mobil Dinas Tramtib). Pada pukul 07.00 pagi hari, mengangkut dan membongkar paksa tenda-tenda milik PKL. Muhidin (eks tentara) tampaknya akan masuk kembali di wilayah PKL Jatinegara. Karena wilayah tersebut lokasi bisnis yang banyak menghasilkan uang (pungli oleh preman). Muhidin akan menguasai kembali, apalagi menjelang lebaran. Di dalam paguyuban sendiri, keadaan keuangan mulai menipis, sedang isue penggusuran semakin santer. Keuangan banyak terpakai untuk penanganan kasus di lapangan oleh paguyuban. Situasi yang demikian akan sangat mempengaruhi kegiatan para PKL. Untuk mengatasi masalah tersebut, para pedagang telah melakukan negoisasi ke Kelurahan Jatinegara, pihak kelurahan berjanji akan membantu mengatasi masalah-masalah yang ada di PKL. Hari Kamis, 5 September 2002 (bapak Kasman, Umar, dkk) akan mendatangi Kelurahan kembali dengan membawa gambar/konsep penataan PKL Jatinegara. Surat PKL yang diajukan ke Walikota melalui Bagian Umum (ibu Armi) pada hari Jumat, 30 Agustus 2002, belum mendapat tanggapan balik. Namun surat tersebut sudah dirapakatkan khusus oleh pihak Walikota Jakarta Timur. Kronologi Penggusuran PKL Jatinegara Tahun 2002:
Hari Sabtu, 14 September 2002, mendapat Surat Perintah Bongkar tertanggal 10 September 2002 dari Kelurahan Rawa Bunga. Isi SPB adalah PKL tidak boleh berdagang, diberi batas waktu 7 x 24 jam. Oleh sebab itu para pedagang kemudian mendatangi kantor Kelurahan Rawa Bunga. Tanggapan dari bapak Lurah agar surat tersebut diabaikan saja. Surat kedua adalah Aksi Kebersihan dari Ketua RT 03, RW 03, para pedagang Jatinegera diajak kerja bakti oleh Kelurahan Rawa Bunga untuk membersihkan lingkungan di sekitar area PKL.
Namun setelah kerja bakti, tepatnya pada putaran mikrolet 06A malah dipasangi drum yang berisi semen sebanyak 28 buah. Informasi dari Ucok, bahwa bapak Lurah Rawa Bunga akan membawa drum lagi sebanyak 100 buah, untuk dipasang di sepanjang trotoar. Isue tersebut membuat para pedagang untuk melakukan begadang (ronda) sampai pukul 06.00 pagi, akan tetapi setelah ditunggu sampai sekian lama tidak datang. Pedagang di trotoar tidak pulang ke rumah karena harus berjaga-jaga. Untuk penyelamatan, Ucok memberi tempat untuk menyimpan barang-barang dagangannya. Pukul 02.30 s/d 05.00, para pedagang menyembunyikan barang-barang di balik tembok pinggiran rel KA Jatinegara.
Hari Minggu, 15 September 2002, bapak Iis, pengurus pedagang buah terletak di samping stasiun, tempat parkir, sampai depan kantor PJKA
Indok/5
(Koramil). Menyarankan agar PKL tidak digusur maka dapat menempel ke Kelurahan minimal Rp 500.000, untuk Kecamatan minimal Rp 1.000.000 dan Yamris (Walikota) Rp 1.000.000. Pengalaman bapak Iis, selama ini dia berhasil melobi ke sana, hingga pedagang dapat berjualan dengan aman.Tidak perlu banyak orang, cukup sendirian untuk datang menempel mereka. Pukul 06.30 pagi hari dari pihak Babinsa bernama Sertu Sunarto bersama satu unit mobil tramtib berjumlah 100 orang, dan dua unit dari Polsek Jatinegara berjumlah 20 orang Polisi, serta Kodim 0505 berjumlah 10 orang, disertai Lurah Rawa Bunga bersama Dekel (Sariawan) datang ke lokasi pedagang. Pukul 07.00-07.30, rombongan tersebut kemudian melakukan apel bersama warga eks Kodim di Posko Pemuda Panca Marga. Setelah apel selesai; dengan serentak barisan anggota Tramtib, Banpol PP, Camat, Lurah, Polisi, Tukang Gali, membawa drum-drum ke lokasi PKL di mana para pedagang berjualan. Yang perintah sebelumnya oleh Ketua RT 03, RW 03 drum tersebut akan diletakkan pada tikungan 06A. Penaman drum disusun dengan jarak sedemikian rupa sampai pos Warga Jaya. Barang pedagang berupa meja dan kursi yang disembunyikan dekat rel KA diambil paksa oleh Tramtib (Mapel Idris) dan korbannya adalah bapak Daud. Semua tenda diangkut dengan dua mobil truk milik Dinas Kebersihan (nopol B 9325 EQ, B 9771 JO). Sedang barang dagangan milik bapak Harjo dapat diselamatkan oleh teman-teman PKL sendiri. Pedagang yang berada di Halte samping kanan dan kiri Stasiun KA juga menjadi sasaran. Barang dagangan yang ditinggal pulang oleh pemiliknya langsung diangkat ke mobil Dinas Kebersihan.
Selain itu aparat Tramtib mencopot dua bok listrik resmi milik PLN atas nama Sunarno dan tukang buah. Penertiban yang dilakukan oleh Tramtib tersebut tampak janggal, karena para pedagang buah disepanjang depan PJKA tidak ikut digusur akan tetapi malah dilewati begitu saja. Kemudian aparat Tramtib langsung melakukan penggusuran di lokasi pedagang ayam. Penggusuran tersebut atas instruksi Camat Jatinegara yang baru, bukan perintah dari Walikota Jakarta Timur. Perihal konsep penataan PKL yang diajukan ke Kelurahan Rawa Bunga oleh Ari dan para pedagang, pihak Kelurahan malah menyuruh menghadap ke Walikota. Sikap yang demikian menunjukkan adanya miskomunikasi antara Kelurahan dan Walikota, karena konsep tersebut sudah beberapa kali diajukan ke Walikota Jakarta Timur. Muhidin (preman) semakin menguasai lahan di PKL Jatinegara, tampaknya kehadiran akan kembali diberlakukan seperti semasa dahulu ketika ia masih bercokol di lokasi PKL. Muhidin telah merekrut massa, yakni; Gali, Daud, Slamet, dll. Hari Jumat, 30 September 2002, sebanyak 30 pedagang Jatinegara mendatangi Walikota Jakarta Timur, rombongan diterima oleh Asisten Tata Kota bernama Burhanudin. Para pedagang menuntut agar: 1. Mohon Operasi Penggarukan dihentikan.
Indok/6
2. Segera dipercepat agenda pertemuan antara PKL Jatinegara dengan Walikota. 3. Usulan Konsep Penataan yang telah diajukan oleh PKL segera ditindaklanjuti. Akan tetapi pihak Walikota akan minta konsep penataan tersebut untuk difoto copy, sebagai bahan pertimbangan untuk Bapak Walikota Jakarta Timur. Para pedagang tidak mau memberikan konsep tersebut karena dinilai dapat melanggar hak cipta (Arsitektur). 4. Operasi penggarukan ada indikasi pilih-kasih, khususnya pedagang buah, karena mereka tidak digusur. Penggarukan pilih-kasih tersebut telah disampaikan oleh pedagang Stasiun ke Walikota. Jawaban dari pihak Walikota adalah adanya kekeliruan oleh petugas Tramtib dalam melakukan penertiban, karena semestinya tidak harus pilih-pilih? Issue penggusuran terus berjalan, pedagang selalu siap berjaga-jaga, bahkan pada hari Selasa, 24 September 2002 para pedagang di Jatinegara telah membongkar sendiri lapaknya, karena kuatir lapaknya digaruk. Kondisi PKL Jatinegara akan semakin terpecah, pedagang yang berada di bawah tampak “acuh tak acuh” atas penggusuran dan permasalahan oleh pedagang yang berada di atas trotoar. Pedagang bawah masih sulit untuk diajak masuk ke paguyuban, apalagi aksi bersama ke Walikota Jakarta Timur. Masalah uang payung pedagang bawah sampai sekarang belum lunas, masalah ini juga membawa dampak dalam pengorganisasian. Kepengurusan di paguyuban sendiri juga tidak jalan, antar pengurus juga tidak ada kekompakan. Para PKL sudah mulai jenuh dengan adanya rapat-rapat yang belum tentu ada hasilnya, warga pedagang semakin sulit untuk dikumpulkan. Perihal kedatangan kembali preman Muhidin (eks Warga Jaya) yang akan menguasai lahan PKL mendapat penolakan oleh para pedagang. Informasi dari Muhidin, bahwa nantinya akan ada penataan lahan/lapak, setiap lapak hanya akan memperoleh lahan seluas 2 x 2 meter. Pedagang boleh berjulan antara pukul 17.00 s/d pagi hari, peraturan dibuat oleh Kelurahan Rawa Bunga. Peraturan tersebut sangat merugikan para pedagang nasi, karena kebanyakan warga kosumen makan pada siang hari. Pada minggu yang lalu, bapak Kasman didatangi oleh pihak Kelurahan dan Kecamatan, mereka disuruh untuk melakukan kerja bakti yaitu mengecat pagar besi PJKA dengan cat warna putih. Selasa, 24 September 2002 (malam hari) bapak Kasman, Umar, dan Slamet mendatangi ke rumah bapak Sariyakun (Kepala Tramtib Walikota) untuk menanyakan masalah penggarukan. Bapak Sariyakun menyarankan agar pedagang baik yang berada di Jatinegara maupun Pulo Gadung harap tetap tenang, karena penggarukan secara besar-besaran belum ada perintah dari Walikota. Langkah yang akan ditempuh:
Meski ada kendala para pedagang semakin sulit untuk diajak pertemuan, pengurus PKL akan melakukan pertemuan lokal untuk membahas pertemuan seluruh PKL, baik yang berada di bawah maupun pedagang di
Indok/7
trotoar. Pertemuan lokal akan disosialisasikan oleh bapak Saiman dan Cecep untuk membahas permasalahan-permasalahan yang ada. Persiapan pertemuan besar yang akan dilaksanakan pada hari Senin, 30 September 2002 di Rawa Jaya yang akan didampingi oleh Ary, Yoko, Ely dan lain-lain. Dalam rangka pertemuan dengan Walikota Jakarta Timur, untuk berdialog dengan Wakil Walikota bapak Darwin yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 2002. Hasil lobi tersebut atas bantuan dari bapak Indra sebagai Ajudan Walikota via telephone dengan Tigor (Rabu, 25 September 2002).
Para pedagang disuruh oleh Camat Jatinegara untuk mengecat pagar milik PJKA dengan warna putih. Namun para pedagang tidak bersedia karena pagar tersebut bukan milik Kecamatan akan tetapi milik PJKA, dan masalah pengecetan bukan urusan PKL. Masalah pemagaran, bila pedagang mengajukan berbagai pertanyaan dipotong oleh bapak Lurah, agar para pedagang tetap bersabar. Issue penangkapan Tigor oleh Polda Metro Jaya (Kamis, 26 September 2002), kesempatan tersebut dipergunakan oleh Muhidin untuk menarik uang (pungli) Rp 500 kepada setiap pedagang. Muhidin mempunyai target (PuasaLebaran) akan masuk kembali ke wilayahnya yang dahulu dianggap hilang setelah FAKTA masuk di Jatinegara. Situasi pedagang yang berada di atas trotoar dan pedagang yang berjualan di bawah (badan jalan) masih sulit untuk dipersatukan. Pedagang yang berada di bawah tampak acuh akan permasalahan pedagang yang di atas trotoar, sampai sekarang PKL bawah tidak mau masuk ke paguyuban?
Pedagang Kaki Lima Jatinegara Tahun 2003: Penataan Pedagang Kaki Lima: Tanggal 13 Januari 2003, bapak Umar dan Rasmono mendapat undangan Kapolres Jakarta Timur untuk membicarakan masalah PKL yang berada di badan jalan semakin bertambah. Informasi dari Kapolres, PKL boleh berdagang di atas trotoar seperti di Jendral Urip. Untuk PKL khusus di Stasiun Jatinegara boleh berdagang hanya setengah hari, jelas Letnan Sargino. Paguyuban pernah mengajukan penataan masalah PKL di Stasiun ke Kecamatan dan selanjutnya ke Walikota Jakarta Timur, akan tetapi masalah penataan tersebut tidak pernah disampaikan kepada pihak Stasiun Jatinegara. Masalah intern paguyuban adalah bahwa pedagang yang berada di badan jalan semakin bertambah, mereka sulit untuk diatur, apalagi bergabung dengan paguyuban. Sementara pedagang yang ada di badan jalan akan digusur. Pedagang terpaksa berjualan di badan jalan karena lahan di atas trotoar sudah tidak ada lagi tempat untuk berjualan. Sedang para pedagang yang berada di atas trotoar lapaknya memakan tempat, lebih Indok/8
luas dari pada yang berada di bawah. Pedagang di atas trotoar tidak pernah mau memberikan lahan kepada pedagang yang berada di badan jalan. Kesepakatan penataan memakai payung untuk para pedagang yang khusus berjualan di depan Kodim sampai sekarang kenyataannya belum diterapkan. Masalah yang ada adalah bahwa pedagang yang berada di bawah akan digusur, konsekuensinya pedagang yang berada di atas trotoarpun bisa terkena imbasnya. Maka tidak tertutup kemungkinan akan digusur sekalian. Selanjutnya apa yang akan dilakukan oleh para pedagang di Jatinegera, apalagi konsep penataan tidak pernah ada kelanjutan sampai sekarang. Alternatif penataan:
Perlu diadakan pengukuran kembali lokasi dagang yang berada di atas trotoar, dengan dibuat kapling-kapling agar pedagang yang berada di bawah mendapat di tempat berjualan di atas trotoar. Maka pedagang yang semula berada di atas trotoar rela berkorban tempatnya sebagian untuk pedagang di bawah. Perlu ada langkah konkrit karena pernah dilakukan pengukuran, akan tetapi pedagang yang berada di atas trotoar belum mau lapaknya dikurangi luasnya. Sedang pedagang yang berada di badan jalan juga belum mau pindah karena merasa membayar dan berhak mendapatkan kapling.
Sepanjang PKL Jatinegara sampai dengan Pasa Ayam, yaitu dari Stasiun sampai sepanjang Pasar Burung juga akan ditertibkan. Jumlah pedagang sekitar 700 PKL, akan tetapi sampai sekarang belum terbentuk paguyuban. Ada keinginan para pedagang untuk membentuk paguyuban, hal ini karena kondisi terancam digusur meski para pedagang selalu memberikan setoran uang kepada Tramtib, tapi toh akan digusur juga. Wilayah Pasar Burung akan dibangun Jembatan Perdagangan, pelaksanaannya akan menggusur pedagang karena yang berdagang di atas Jembatan Perdagangan dipastikan pedagang bermodal.
Langkah-langkah PKL: 1. Pedagang membentuk paguyuban, untuk membangun kekuatan dalam tawar-menawar kepada Pemda. 2. Paguyuban yang telah ada diperkuat kembali. 3. PKL harus dapat menata diri, untuk meyakinkan orang lain lebih percaya. Waspadai muncul “paguyuban plat merah” yang dapat menggusur pedagang sendiri.
Indok/9
Situasi awal tahun 2003 aktivitas pedagang di wilayah Jatinegara, baik pedagang yang berada di badan jalan mapun trotoar kegiatan PKL berjalan biasa, akan tetapi tetap waspada dalam menghadapi berbagai kemungkinan. Pungutan Liar: Tanggal 26 Februai 2003, Operasi penggusuran sementara masih dianggap aman, tidak ada garukan atau penertiban. Masalah yang dihadapi adalah adanya kutipan uang dari Kelurahan, Aris (PKL) diberi tugas oleh Lurah untuk menarik uang sebesar Rp 40.000 kepada pedagang, alasannya untuk membeli perangkat komputer. Para pedagang tidak memberi respon atas kutipan tersebut. Kamis 27 Februari 2003: Kasus PKL Jatinegara: Pak Umar dan Pak Rasmono di panggil RW. Di dalam pembicaraan Pak Umar dan Pak Rasmono diajak oleh Pak RW di dalam pengelolaan PKL di Jatinegara. Untuk pengelolaan PKL Jatinegara menurut Pak RW, PKl akan di kenakan iuran. Besarnya iuran belum di bicarakan. Tetapi hasil dari iuran tersebut direncanakan 60 % untuk pihak RW dan 40 % untuk PKl. Hal tersebut ditanggapi keberatan oleh Pak Umar bahkan dia menceriterakan bahwa kasus PKL Jatinegara sudah ditangani oleh pihak Walikota. Sore harinya Pak Umar kembali dipanggil oleh Ketua RW. Bapak RW mengatakan bahwa rencana tersebut dibatalkan saja. Masalah Internal PKl Jatinegara: Tanggal 5 Maret 2003, menurut bapak Kasman, Paguyuban yang ada sekarang, pengurusannya sedang fakum. Masing-masing berjalan sendiri. Kalau minta uang ke bendahara susah. Waktu mau lebaran Pak RT meminta uang untuk kebersihan, bendahara tidak memberi. Saya sering mengeluarkan uang sendiri. Ini kan tidak benar. Padahal untuk kepentingan bersama. Pengurus yang ada sekarang orangnya terlalu banyak. Pak Umar juga setuju kalau sekarang ini kepengurusan dibubarkan saja dan jumlah orangnya diperkecil. Pendapat Pak Umar disetujui oleh teman-temannya. Mereka mengambil keputusan untuk mengadakan pertemuan lagi dalam rangka memilih kepengurusan yang baru pada tanggal 10 Maret 2003 jam 10.00 WIB di Bujana Tirta. Para pedagang yang menitipkan gerobag dan balai di Kodim mulai hari Selasa tidak diperbolehkan lagi menitipkan di sana. Alasannya apabila ada orang yang menjual narkoba, larinya ke tempat penitipan tersebut. Pada hal selama ini para PKl yang menitipkan gerobagnya di Kodim membayar Rp 2000,- s/d Rp 10.000,- setiap minggu. Persoalan tersebut akan dibahas secara tuntas, setelah kepengurusan yang baru telah terbentuk. Masalah Paguyuban: Menurut Pak Umar kepengurusan paguyuban yang ada sekarang terlalu banyak. Di dalam perjalanannya sering berbeda pandapat yang tak ada
Indok/10
penyelesaiannya. Apalagi persoalan keuangan. pengeluaran keuangan tidak sependapat.
Seringkali
persoalan
Sedangkan menurut Pak Saiman yang sebagai bendahara, di dalam pengeluaran uang harus mendapat persetujuan Ketua. Timbul suatu perdebatan tentang cara-cara pengeluaran uang. Tetapi belum ada titik temu. Keputusan yang diambil adalah nanti kalau sudah ada kepengurusan yang baru mekanisme pengeluaran uang akan dibicarakan kembali. Pembubaran kepengurusan paguyuban tersebut kembali di pertanyakan oleh Pak Dirman. Ia menanyakan tentang alasannnya. Sekali lagi pak Umar menjelaskan tentang hambatan yang ada selama ini. Kemudian diputuskan bahwa pemilihan pengurus yang baru akan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 10/3/2003 jam 9.00. WIB. selesai dagang. Tempat di Jatinegara.
Persoalan Iuran Oleh RW: Tanggal 27 Pebruari 2003, Pak Umar dan Pak Rasmono sekitar jam 10.00. WIB diundang oleh Pak RW. Pak RW mengatakan bahwa para pedagang akan dipungut iuran uang sebesar Rp 1000,- setiap orangnya. Hasilnya akan dibagi 2 (dua) yaitu 60% untuk kas RW dan 40 % untuk kas PKL. Ajakan tersebut ditolak oleh Pak Umar dengan berbagai alasan. Sore harinya kembali Pak Umar dipanggil lagi oleh Pak RW. Menurut Pak RW rencana iuran pedagang tersebut dibatalkan saja. Tanggal 8 Maret 2003, Pak Umar dan Pak Rasmono kembali dipanggil oleh Pak RW. Menurutnya dia habis rapat dengan stafnya. Persoalan iuran PKL sebesar Rp 1000,-/ orang akan dilanjutkan. Untuk 70 % akan masuk kas Paguyuban PKl, selebihnya 30 % masuk kas RW. Kemudian rencana iuran Rp 1000,- per orang tersebut akan diputuskan di dalam rapat setelah terbentuknya pengurus paguyuban yang baru. Jumlah Pedagang Bertambah: Sejak bulan Juni 2003, jumlah pedagang Jatinegara semakin bertambah, khususnya pada Sap III. Bertambahnya pedagang pada baris tersebut menambah keruwetan jalan karena para pedagang berjualan semakin menjorok ke tengah jalan raya, akibatnya jalan Raya Bekasi semakin menyempit sampai lampu merah depan Kodim 505. Jumlah pedagang yang berada Sap III sekitar 62 PKL, diperkirakan menjelang puasa dan lebaran jumlah pedagang dapat membengkak sampai 100 pedagang lebih. Sap I (pedagang di atas trotoar) berjumlah 68 orang, dan pedagang Sap II (bawah trotoar) berjumlah 62 orang. Pedagang di atas trotoar mulai batas lampu merah Daut (Madura) sampai dengan Slamet, sejak pertengahan tahun 2003, malah berjualan turun ke Indok/11
badan jalan berjajar sampai pada sap III, justru pada jalur sap I terlihat kosong. Pedagang pada sap III, sebagian besar mereka adalah pendatang baru dan sulit diatur khususnya Daut (Madura). Pedagang yang berada pada Sap III, adalah pedagang musiman yang berjualan pada sore hari mulai pukul 16.00 sampai malam hari. Follow Up: a. Khusus pedagang sap III yang membandel, akan diadakan tegoran kepada koordinator lapangan yaitu Edi dan Sudirman. Bilamana tegoran tidak diindahkan maka pengurus bersama koordinator akan memberikan peringatan tegas bagi pedagang yang bandel. b. Pada sap II, jarak garis pedagang akan dipersempit mundur dengan jarak 2 meter dari trotoar. c. Pada sap III, jarak garis pedagang dipersempit mundur dari badan jalan menjadi 1,5 meter dengan jarak space 0,5 meter untuk jalan pembeli. d. Khusus pedagang yang berada pada sap III (musiman), setelah Lebaran 2003 pada lajur tersebut harus dikosongkan. e. Pada bulan Oktober 2003, pedagang tidak diperbolehkan berjualan dengan balai, jadi para pedagang boleh berjualan dengan menggunakan lapak. Akan tetapi menjelang bulan Puasa dan Lebaran pedagang dapat berjualan dengan menggunakan balai.
KODIM 505
JL RAYA BEKASI TIMUR
TROTOAR
STASIUN Jatinegara
Pedagang Kaki Lima Jatinegara Tahun 2004: Jual Beli Lahan: Ada pihak-pihak yang akan menjual-belikan lahan, pada saat menjelang Lebaran untuk lokasi PKL Jatinegara. Masalah jual-beli lahan, peranan bapak Umar sebagai Ketua PKL serta bapak RT, tampak sikapnya
Indok/12
menutup-nutupi adanya jual-beli lahan. Masalah jual-jual beli mendapat dukungan oleh Simanjuntak, sebagai koordinator Trantib Jakarta Timur. Setelah Lebaran, di senpanjang jalan Jendral Urip sampai dengan stasiun akan dilakukan penertiban oleh Walikota Jakarta Timur. Tanggal 7 Januari 2004 persoalan yanga ada, mulai tanggal 2 Desember 2003 para pedagang di depan stasiun dipunguti uang oleh Edy, Rusmin, Hendrik dan Lukman yang didukung oleh Dasril (Warga Jaya) dan Gumardi (Bimas). Mereka mengaku pengurus pedagang kaki lima yang baru. Besarnya pungutan Rp 1000 per hari. Tetapi bagi para pedagang yang telah masuk ke Paguyuban apabila dipunguti tak mau memberi uang. Di dalam menghadapi persoalan tersebut para pedagang bersepakat tidak mau memberi uang apabila ada ada pungutan lagi. Selanjutnya pengurs paguyuban ingin menegor Edy dan rekan-rekannya. Adapun persoalan internal pedagang kaki lima Jatinegara yaitu kepengurusan paguyuban pedagang yang dianggap fakum. Maka pada akhir Desember 2003 diadakan pemilihan kembali kepengurusan. Tempatnya di Kantor RW. Hadir pada saat pertemuan seluruh pedagang dan Bpk. RW. Hasilnya Bpk. Umar tetap dipilih kembali sebagai Ketua Paguyuban. Wakil Ketua, Sekretaris dan Bendahara adalah kewenangan Pak Umar sendiri yang akan menentukan. Rencana ke depan, pengurus paguyuban akan tetap menarik iuran harian sebesar Rp 1000,-/org. Hasinya akan dipergunakan sebagai kas paguyuban. Sedangkan penggunakannya akan dilaporkan setiap bulan. Hal lain, ada informasi sebanyak 169 pedagang yang berada di bawah trotoarakan digusur, karena mereka memakan bahu jalan. Menghadapi persoalan tersebut pengurus paguyuban memberi jalan keluar agar para pedagang yang berada di bawah trotoar pindah ke atas trotoar di sebelah lampu merah dekat pintu rel kereta api sampai di bawah jembatan layang. Menjelang Lebaran pedagang Jatinegara semakin bertambah. Hal ini dimanfaatkan Edy dan rekan-rekannya yang didukung oknum TNI mulai menjual belikan lapak kepada PKL baru. Banyak pedagang yang tertarik kemudian membeli lapak ke Edy. Harganya sekitar Rp 100.000,- sampai dengan Rp 150.000,- setiap lapak. Pembayaran kepada Edy ternyata tidak menyamin bahwa PKL tidak akan digusur. Terbukti kedatangan Pleton Dalmas Polres Jaktim keberadaan PKL mulai terusik, karena PKL dilarang berjualan dibadan jalan. Akhirnya Edy tidak bertanggunjab. Lagi-lagi Edy menggunakan kesempatan celah dengan foto copy surat edaran dari lurah yang berisi sumbangan untuk hari Lebaran. Dengan kecerdikannya Edy memanfaatkan dengan cara menganti nama koordinator PKL Jatinegara nama Edy. Besarnya sumbangan sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk diatas trotoar. Sedangkan dibadan jalan sumbangannya lebih besar yaitu Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah). Berdasarkan kejadian tersebut maka FAKTA menelpon pihak Indok/13
Kelurahan untuk klarifikasi persoalan sumbangan. Pihak kelurahan mengakui surat sumbangan memang dari lurah namun tidak untuk Edy. Akhirnya lurah mendatangi lokasi. Namun Edy kabur tidak jelas keberadaannya.
Pedagang Kaki Lima Jatinegara Tahun 2005: Pedagang di wilayah Jatinegara, telah terjadi pungutan liar secara besar-besaran dari berbagai pihak, pungli dapat mencapai Rp 2.150.000 per bulan (Duajuta Seratus Limapuluhribu Rupiah). Jumlah PKL terdapat 200 pedagang, hasil pungutan yang dilakukan oleh bapak Umar, rata-rata per hari mampu menarik 150 pedagang, per pedagang dikutip Rp 1.000. DAFTAR NAMA PEMUNGUT LIAR PEDAGANG KAKILIMA WILAYAH STASIUN JATINEGARA NO 1. 2. 3. 4. 5.
NAMA Royani Wawan Babinsa Banpol Rusman
Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan
PIHAK
6. 7. 8. 9.
Bane Ajis Johan Muis
Kepala Trantib Kecamatan Staf Kecamatan Trantib Kecamatan Staf Kecamatan
Sub Total
Sub Total 10.
Dapot Manihuruk
Walikota Jakarta Timur
11. 12. 13.
Sijul Rizal Dedi
Buser Buser Buser
Wakak Suherman Gimo Panggabean Suyanto Nasution Waris Muftizal
Rp
350.000
Rp Rp Rp Rp
200.000 50.000 50.000 100.000
Rp
400.000
Rp
100.000 100.000 50.000 50.000
Sub Total 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
PUNGUTAN / BULAN Rp 100.000 Rp 100.000 Rp 50.000 Rp 50.000 Rp 50.000
Rp
Polisi Polisi Polisi Polisi Polisi Polisi Polisi Polisi
100.000 50.000 100.000 50.000 50.000 50.000 100.000 50.000
Sub Total 22.
Rusman
Kebersihan
23. 24.
Andrean Ade Edi
Marinir Marinir
200.000
Rp
550.000 50.000 100.000 50.000
Indok/14
NO
NAMA
PIHAK
PUNGUTAN / BULAN
Sub Total 25.
Kartono
Kodam
26. 27.
Romansah Tompul
Kodim Kodim
28. 29.
Buce Endang
Preman Preman
30.
Edi
Pemuda Panca Warga (PPM)
150.000 50.000
Sub Total
TOTAL PUNGUTAN LIAR PER BULAN
Rp
Sub Total
Rp
100.000 50.000
150.000 50.000 50.000
Rp
100.000
Rp
50.000
RP
2.150.000
*) investigasi bulan Februari 2005 Susunan Pengurus Pedagang Jatinegara: Masalah kepengurusan baru PKL Jatinegara perlu membuat program jenis kegiatan yang bersangkutan dengan mobilitas dan aktivitas para pedagang khususnya PKL Jatinegara. Para pengurus juga dapat melaksanakan job-nya sebagai fungsi masing-masing pengurus, baik sesama pengurus maupun kepada anggotanya. Komunitas pedagang telah membentuk paguyuban ”Pedagang Kaki Lima Stasiun Jatinegara” lengkap dengan kepengurusan. Regenarasi kepengurusan untuk organisasi kedepan memiliki peranan yang strategis. Perlu adanya pergantian pengurus baru, usulan adanya pengurus baru adalah desakan dari para pedagang sendiri, karena pengurus lama bapak Umar sudah tidak dapat dipercaya lagi oleh rekan-rekan para pedagang itu sendiri. Nama Susunan Pengurus: I. Ketua
:
Saiman
II. Wakil Ketua
:
Kasman
III. Sekretaris
:
Rasmono
IV. Bendahara
:
Asmawi
V. Koordinator Lapangan
:
VI. Pendataan
:
Edi Sudirman. Rasmono Sutrisno
Iuran Anggota
:
Rp 1.000/hari
Indok/15
Pedagang Kaki Lima Jatinegara Tahun 2006: Penertiban Pedagang Kaki Lima, tanggal 6-7 November 2006: Penertiban di sepanjang jalan dari Matraman hingga jalan Stasiun Jatinegara, Mester sampai dengan Kampung Melayu akan segera dilaksanakan oleh Tramtib. Tampaknya Walikota kesabarannya sudah habis, mengingat para pedagang Jatinegara semakin sulit untuk ditertibkan, bahkan para pedagang sengaja menggelar dagangannya hingga memakan badan jalan. Sepanjang jalan Jatinegara memang tampak semrawut dan kemacetan tidak dapat terelakkan, apalagi pada sore hari khususnya jam-jam sibuk pulang kerja. Usulan mengenai penertiban hanya pedagang yang berjualan di badan jalan saja, tidak dapat terapkan karena akan membuat iri kepada pedagang lainnya. Jadi solusinya adalah seluruh pedagang di jalan Matraman hingga Stasiun Jatinegara harus ditertibkan (dibersihkan), kemudian dari awal lagi dilakukan penataan kembali dengan konsep penataan yang lebih baik. Apalagi di sepanjang stasiun Jatinegara sudah dipagar dengan rapi. Hari Jumat, 3 November 2006; FAKTA diminta memberikan pertimbangan dari Walikota Jakarta Timur tentang penertiban pedagang kaki lima sepanjang jalan Bekasi Timur sampai terminal Kampung Melayu, Jalan Matraman - Gunung Antang – Jend. Urip Sumaharjo - Mester-Stasiun Jatinegara. Kalau pihak Walikota sudah kewalahan dalam mengatur ulah para pedagang. FAKTA diminta memberikan solusi dalam penertiban, ”Kalau PKL sudah tidak dapat ditata, lebih baik dilakukan penertiban”. Setelah pelaksanaan penertiban kemudian dilakukan penataan kembali. Hari Senin, 6 November 2006; penggusuran paksa kepada pedagang kaki lima (PKL) sepanjang jalan Bekasi Timur sampai terminal Kampung Melayu, Jalan Matraman - Gunung Antang – Jend. Urip Sumaharjo - MesterStasiun Jatinegara, oleh ratusan petugas gabungan Tramtib Kecamatan Jatinegara, Tramtib Walikota Jakarta Timur, Kepolisian Jatinegara dan instansi terkait dengan bersenja lengkap. Para pedagang dalam menghadapi penggusuran pada kali ini, meskipun melakukan perlawanan akan tetapi dianggap tidak ada perlawanan yang berarti. Apalagi jumlah petugas sangat banyak dan tidak seimbang, pelaksanaan penertiban dianggap sukses. Penertiban terhadap para pedagang dilakukan tidak pandang bulu, baik pedagang yang berada di atas trotoar maupun yang berada di badan jalan semuanya digusur. ”Nomor: 2.279/-1.757.1 Para Pedagang yang menempati/Berjualan di badan jalan, trotoar, di atas saluran dan jalur hijau di Jl Matraman, Jl Jatinegara Timur, Jl Jatinegara Barat dan Kampung Melayu. Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah DKI Jakarta, Saudara dilarang berjualan/berusaha di lokasi badan Indok/16
jalan, trotoar, saluran dan jalur hijau. Sehubungan hal tersebut di atas, sejak diterimanya Surat Peringatan ini agar segera mengosongkan lokasi, membongkar dan memindahkan seluruh barang dagangan Saudara. Apabila Surat Peringatan ini tidak Saudara laksanakan, maka Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Cq. Walikota Jakarta Timur akan melaksanakan penertiban, dan segala resiko yang terjadi menjadi beban Saudara. Demikian agar dilaksanakan”. Surat perintah tersebut ditandatangani oleh H.KOESNAN A.HALIM NIP 470026666 WALIKOTAMADYA JAKARTA TIMUR. Pasca Penggusuran: Sepanjang jalan Bekasi Timur sampai terminal Kampung Melayu, Jalan Matraman-Gunung Antang-Jend. Urip Sumaharjo-Mester-Stasiun Jatinegara, sejak pukul 08.00 sampai pukul 21.00, seluruh dan sepanjang jalan tersebut dijaga ketat oleh ratusan petugas Tramtib baik dari Kecamatan Jatinegara dan Walikota Jakarta Timur. Para pedagang diperbolehkan berjualan pada malam hari dimulai sejak pukul 21.00 hingga malam, tidak boleh berjualan di badan jalan akan tetapi boleh berdagang di trotoar. Keluhan para pedagang berjualan pada malam hari tidak ada pembeli, karena banyak warga kota yang sudah pulang ke rumah. Setelah pasca penggusuran, ada beberapa Ormas dan Partai yang memanfaatkan para pedagang kaki lima agar mau bergabung, seperti; REDDEM (Victor) dari PDI Perjuangan Jl Matraman, Pemuda Panca Sila (PPM), Warga Jaya, dll. Bahkan oknum Muhidin dari PPM menjajikan kepada para pedagang akan membuat kavling di depan KODIM, lahan untuk lapak berukuran lebar 3 meter dengan harga Rp 1.500.000 per lapak. Lahan untuk para pedagang agar dapat berjualan lagi tampaknya mengalami kesulitan, program penataan maupun pembinaan sampai sekarang belum ada solusinya. Lobby ke Kantor Kecamatan: Selasa, 28 November 2006; Masalah penggusuran PKL Jatinegara, bapak Saiman (Ketua) dengan bapak Heri mencoba melakukan lobby kepada Ucok Harahap, Wakil Camat Jatinegara, Jakarta Timur. Hasil lobby; intinya para pedagang tetap tidak diperbolehkan berjualan di lokasi semula. Namun memberi sinyal pedagang harus tahu diri, ”mungkin berjualan dengan sembunyi-sembunyi atau kucing-kucingan.” Usulan berjualan di dalam taman, tetap ditolak meskipun hanya dengan menggelar lapak tanpa mendirikan tenda. Pedagang mulai berjualan pada pukul 20.00 WIB yang sebelumnya diperbolehkan mulai pukul 21.00, meski sudah maju satu jam pembeli tetap saja sepi, maka banyak pedagang yang memilih tidak berjualan lagi. Sedang solusi ke depan untuk para pedagang kaki lima setelah pasca penggusuran belum ada?
Indok/17
SURAT PERINTAH BONGKAR: WALIKOTAMADYA JAKARTA TIMUR Nomor Sifat Lampiran Hal
: 2.279/-1.757.1 : : : Peringatan
Jakarta, 16 Oktober 2006 Kepada Yth. Para Pedagang yang menempati/ Berjualan di badan jalan, trotoar, di atas saluran dan jalur hijau di Jl Matraman, Jl Jatinegara Timur, Jl Jatinegara Barat dan Kampung Melayu. di
Jakarta
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah DKI Jakarta, Saudara dilarang berjualan/berusaha di lokasi badan jalan, trotoar, saluran dan jalur hijau. Sehubungan hal tersebut di atas, sejak diterimanya Surat Peringatan ini agar segera mengosongkan lokasi, membongkar dan memindahkan seluruh barang dagangan Saudara. Apabila Surat Peringatan ini tidak Saudara laksanakan, maka Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Cq. Walikota Jakarta Timur akan melaksanakan penertiban, dan segala resiko yang terjadi menjadi beban Saudara. Demikian agar dilaksanakan. WALIKOTAMADYA JAKARTA TIMUR Ttd H.KOESNAN A.HALIM NIP 470026666
Tembusan: 1. Gubernur Prov. DKI Jakarta 2. Wagub Prov. DKI Jakarta 3. Sekretaris Daerah Prov. DKI Jakarta 4. Asisten Tata Praja dan Aparatur Prov. DKI Jakarta 5. Ka. Bappeda Prov. DKI Jakarta 6. Ka. Bawasda Prov. DKI Jakarta 7. Ka. Dinas Tramtib dan Linmas Prov. DKI Jakarta 8. Ka. Biro Administrasi Perekonomian Prov. DKI Jakarta 9. Ka. Biro Administrasi Sarana Perkotaan Prov. DKI Jakarta 10. Muspikodya Jakarta Timur 11. Ka. Sudin Koperasi dan UKM Kodya Jakarta Timur 12. Kabag Administrasi Perekonomian Setkodya Jakarta Timur 13. Camat Jatinegara
Jakarta, 30 November 2006 INDOK-FAKTA
Indok/18