Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
PROFIL KONFLIK KOGNITIF DALAM MEMECAHKAN MASALAH DENGAN INTEVENSI DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER
Soffil Widadah Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI SIdoarjo (
[email protected]) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil konflik kognitif dalam memecahkan masalah dengan intervensi ditinjau dari perbedaan gender. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa subjek laki-laki mengalami konflik kognitif pada setiap langkah pemecahan masalah yang ditandai dengan berubahnya raut wajah, terburu-buru melihat soal kembali, mengaku agak bingung, memainkan pensil di pipi, bergumam tidak jelas, tercengang, dan terkejut. Subjek perempuan tidak mengalami konflik kognitif pada tahap menyusun rencana. Sedangkan pada tahap memahami masalah, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali subjek perempuan mengalami konflik kognitif yang ditandai dengan berubahnya raut wajah, tercengang, menghela nafas panjang, mengaku bingung, dan terburu-buru melihat jawaban kembali. Kedua subjek mengalami ketidakseimbangan mental dalam konflik tersebut dengan karakteristik menyadari adanya kontradiksi, merasa ingin tahu/tertarik, dan mengalami kecemasan. Kata Kunci: Konflik Kognitif, Memecahkan Masalah, Intervensi, Gender. Abstract The aim of this research is to describe the profile of cognitive conflict in order to solve the problem with intervention based on the gender differences. This research takes the explorative using qualitative methode. Results from this study showed that male subjects experienced cognitive conflict on each order to solve the problem step is marked by changing thiie facial expressions, rush see about returning, claiming somewhat confused, playing a pencil on the cheeks, muttering vague, stunned and shocked. Female subjects did not experience cognitive conflict at devising a plan. While on understanding the problem, carrying out the plan experianting, and looking back the subject of women experience cognitive conflict those are characterized by changes in facial expressions,getting stunned, getting sighed, getting admitted confusion and getting hurry to previous anwer. Both subjects experienced
157
Widadah, Konflik Kognitif
disequilibrium in the conflict with the characteristics of recognition of contradiction, interest, and anxiety. Keywords: Cognitive conflict, To Solve Problems, Interventions, Gender mempengaruhi terjadinya proses asimilasi
PENDAHULUAN Kurikulum 2013 mencantumkan bahwa
materi
matematika
tersebut.
Siswa
salah satu fungsi matematika adalah
memanggil kembali pengetahuan lamanya
sebagai media atau sarana siswa dalam
untuk
mencapai kompetensi. Siswa memerlukan
pikirannya yang kemudian digunakan
matematika untuk memenuhi kebutuhan
dalam memecahkan masalah.
dicapai
pembelajaran alternatif
hanya
dalam
yang mungkin sulit untuk digambarkan
dengan
monoton,
perlu
bagaimana
memungkinkan
siswa
memecahkan masalah. Untuk itu, siswa
yang
yang
ide-ide
Siswa sering berhadapan dengan situasi
praktis. Pencapaian tujuan tersebut tidak mungkin
mendapatkan
jalan
keluar
dalam
dapat berkembang dan memanfaatkan
perlu mempunyai
potensi diri. Siswa dapat berkembang dan
memformulasi masalah dalam bentuk
bisa memanfaatkan potensi diri dengan
model
motivasi dan interaksi, baik interaksi
menggunakan konsep berpikir matematik
antara siswa dengan siswa maupun siswa
atau
dengan guru atau sebaliknya. Dengan
menyelesaikannya.
Surya
(2011),
interaksi, siswa diharapkan termotivasi
menyatakan
adanya
definisi
untuk
masalah.
tentang suatu konsep dalam matematika
sekolah
menjadikan siswa dapat membuat uraian,
menengah seharusnya bisa menciptakan
ilustrasi atau lambang dari konsep yang
siswa
dan
didefinisikan, sehingga dapat membuat
memecahkan
semakin jelas apa yang dimaksud dengan
segera
Pembelajaran
memecahkan matematika
memiliki
keterampilan
di
kompetensi
dalam
kemampuan dalam
matematika,
konsep
sehingga
matematika
bahwa
dapat
untuk
konsep tersebut. Uraian atau lambang dari
masalah. Pemecahan masalah akan terasa mudah
konsep yang didefinisikan itulah yang
bagi siswa apabila didasari pada apa yang
menjadi pengetahuan siswa terkait dengan
telah diketahuinya. Oleh karena itu, untuk
konsep yang dimaksud. Apabila pengetahuan siswa terkait
memahami materi matematika yang baru, skema
yang
ada
dalam
diri
secara sempurna atau sesuai dengan
siswa
158
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
konsep yang sebenarnya maka siswa
satu persamaan kuadrat atau lebih. Saat
tersebut dikatakan memahami konsep.
siswa bingung untuk menjawabnya, maka
Sebaliknya, apabila pengetahuan siswa
dapat dikatakan siswa tersebut mengalami
tidak
konflik kognitif.
terkait
dengan
konsep
yang
sebenarnya maka siswa tersebut dikatakan tidak
memahami
kognitif
dapat
diartikan
Kesalahan
sebagai ketidakseimbangan kognitif siswa
pemahaman konsep dapat diidentifikasi
yang disebabkan oleh adanya kesadaran
dengan memberikan pertanyaan pada
tentang
siswa yang berkaitan dengan konsep
bertentangan
tersebut.
memberikan
tersimpan dalam struktur kognitif siswa.
jawaban yang salah, maka siswa tersebut
Beberapa peneliti mengklaim bahwa siswa
dapat dikatakan mengalami kesalahan
dapat
pemahaman konsep. Konflik kognitif
struktur internal (Duffin & Simpson,
muncul dari hasil penelitian Piaget sekitar
1993). Membangkitkan konflik kognitif
tahun 1970an. Hasil penelitian Piaget
sering dianggap sebagai strategi mengajar
menyatakan bahwa konflik kognitif dapat
yang dapat berkontribusi untuk belajar.
Apabila
mendukung melalui
konsep.
Konflik
siswa
perkembangan
proses
equilibrasi.
kognitif
informasi-informasi
sarana
pengembangan
merekonstruksi
munculnya
masalah
peneliti
yang
dengan
memberlakukan
pendekatan pengajaran konflik sebagai
mengklaim bahwa sumber pertama dalam pengetahuan
informasi
memecahkan
Beberapa
Piaget
dengan
yang
adalah
untuk
membantu
siswa
pengetahuan
mereka
ketidakseimbangan
(Tirosh & Graeber, 1990; Niaz, 1995;
(imbalance) yang mendorong seseorang
Swan, 1983; Behr & Harel, 1990;
untuk mencoba equilibrium baru melalui
Movshovitz-Hadar, 1990). Sebagian besar
proses asimilasi dan akomodasi. Klaim
penelitian dalam pendidikan matematika
Piaget tersebut dijadikan acuan dalam
juga
merumuskan pengertian konflik kognitif.
sebagai
Damon dan Killen (1982) memberi contoh
kesalahpahaman siswa, artinya perbaikan
bahwa konflik kognitif dapat terjadi ketika
konsep
seorang siswa belum dapat memastikan
menciptakan konflik.
menggunakan strategi
dilakukan
konflik untuk
kognitif mengatasi
dengan
cara
ada berapa persamaan kuadrat yang akar-
Menurut Piaget (Ismaimuza, 2010)
akarnya 4 dan -4, apakah terdapat tepat
suatu struktur kognitif selalu berintegrasi
159
Widadah, Konflik Kognitif
dengan lingkungannya melalui asimilasi dan
akomodasi.
Jika
asimilasi
Penelitian
dan
menyatakan
Egodawatte bahwa
(2011)
kesalahan
dalam
akomodasi terjadi secara bebas dengan
menyelesaikan soal aljabar berasal dari
lingkungannya (bebas konflik), maka
adanya konseptual yang tidak stabil,
struktur
penalaran
kognitif
equilibrium
dalam
dengan
keadaan
sembarangan,
kurangnya
lingkungannya.
ketrampilan
aritmatika,
kurangnya
Namun, jika hal ini tidak terjadi pada
penggunaan
ketrampilan
metakognitif,
seseorang,
tersebut
dan uji kecemasan. Penulis melakukan uji
dikatakan dalam keadaan tidak seimbang
coba terhadap siswa kelas X di salah satu
atau disequilibrium.
SMA Negeri yang ada di Waru Sidoarjo.
maka
seseorang
Reequilibrium dapat adanya
terjadi akibat
rekonseptualisasi
Ketidakseimbangan
terhadap
dialami
siswa
mental
yang
menggambarkan
informasi, sehingga terjadi keseimbangan
terjadi
baru
sebelumnya
Ketidakseimbangan mental atau konflik
Keseimbangan
kognitif perlu dikondisikan agar terjadi
terjadi akibat adanya intervensi yang
keseimbangan pada tingkat yang lebih
dilakukan oleh guru atau sumber lain,
tinggi
sehingga proses asimilasi dan akomodasi
sebelumnya.
berlangsung
Dengan
memecahkan masalah merupakan proses
bahwa
biasa dalam perkembangan pengetahuan
ketidakseimbangan kognitif atau konflik
dan untuk mengurangi kesalahan siswa
kognitif perlu dikondisikan agar terjadi
ketika
keseimbangan pada tingkat yang lebih
mengetahui bagaimana konsep siswa itu
tinggi
terbentuk.
dari
apa
bertentangan
yang
(konflik).
dengan
demikian,
dapat
lancar.
disimpulkan
daripada
sebelumnya.
Hal
keseimbangan ini
sesuai
dengan
konflik
telah
kognitif.
daripada
keseimbangan
Siswa
memecahkan
salah
masalah
Dibutuhkan
guru
dalam
perlu
yang
menguasai materi, memahami kesulitan
pendapat Posner (1982) yang menyatakan
dan
bahwa siswa mengalami asimilasi dan
membantu siswa. Kesalahan tidak dapat
akomodasi pada strategi konflik kognitif.
diselesaikan secara kilat, akan tetapi
Salah
dibutuhkan
kognitif
satu
langkah adalah
strategi
konflik
perlakuan
yang
kesalahan
siswa,
kesabaran
serta
tekun
dalam
mendampingi siswa. Perbaikan konsep
menciptakan konflik pada diri siswa.
bisa
160
dilakukan
dengan menggunakan
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
kesalahan ketika memecahkan masalah itu
Batasan-batasan konflik yang dijelaskan
sendiri yaitu dengan cara menciptakan
oleh para ahli merujuk pada keadaan
konflik.
ketidakseimbangan
Piaget (1985) menyarankan bahwa untuk
menunjang
proses
(disequlibrium)
penerimaan
mental
pada
saat
terjadinya
konflik kognitif. Keadaan disequlibrium
pengetahuan siswa sehingga mengalami
menjadi
ketidakseimbangan mental, maka perlu
pembelajaran, karena konflik kognitif
diberikan hal-hal yang menantang kepada
dapat dijadikan strategi untuk membentuk
siswa
atau memodifikasi struktur kognitif.
atau
mengalami
yang
membuat
siswa
konflik
kognitif
dalam
Cognitive Structure
pikirannya. Dengan bantuan yang baik memungkinkan siswa dapat menemukan solusi
sehingga
perubahan
siswa
yang
esensial
dalam
C1
C2
R2
R2
Environment
mengalami
dari
ketidakseimbangan
hal
Gambar 1.1 Model Konflik Kognitif dari Kwon (Kwon, 2001)
keadaan
mental
menjadi Gambar
keseimbangan mental.
pada
bagian
atas
menggambarkan tentang struktur-struktur
Bodrakova (1998) menjelaskan tentang yakni
kognitif, sedangkan gambar pada bagian
conflict
bawah menggambarkan stimulus-stimulus
induced by awareness of contradictory
dari lingkungan. C1 menyatakan konsep
Menurut
awal yang ada pada siswa, yang mungkin
Bodrakova, ketidakseimbangan kognitif
saja hal ini merupakan miskonsepsi dari
atau konflik kognitif disebabkan oleh
siswa. C2 merupakan konsep yang akan
kesadaran tentang informasi tak logis yang
dipelajari. R1 menyatakan lingkungan
kontradiktif atau saling bertentangan.
yang dapat dijelaskan oleh C1, sedangkan
Sedangkan
R2 menyatakan lingkungan yang dapat
terjadinya
konflik
“cognitive
disequlibrium
discrepant
menyatakan
kognitif, or
information”.
Wadsworth bahwa
konflik
(1996)
dijelaskan oleh C2.
kognitif
Jenis konflik yang
mental
dikemukakan oleh Piaget adalah antara C1
yang terjadi apabila harapan dan prediksi
dan R2 (conflict I), sedangkan konflik
seseorang
pada
kognitif yang dikemukakan oleh Hasweh
penalaran saat ini saling tidak bersesuaian.
adalah antara C1 dan C2 (conflict III)
merupakan
ketidakseimbangan
yang
berdasarkan
161
Widadah, Konflik Kognitif
pada gambar. Sedangkan konfilk yang
dengan lingkungannya. Gambar berikut
dikemukakan oleh Kwon adalah antara C2
menunjukkan
dengan R1 ( conflict II).
kognitif menurut Piaget (Kwon, 2001).
proses
perkembangan
Secara psikologis, mulainya konflik
Konflik kognitif mengharuskan siswa
kognitif dipandang sebagai suatu strategi
memiliki prakonsepsi dan mengalami
untuk mengembangkan berpikir yang
situasi yang aneh (anomali). Jika tidak
dipelopori
mengalami keanehan,
oleh
Sokrates.
Sokrates
memunculkan strategi konflik kognitif
konflik
untuk
bicaranya
dianggap sebagai keadaan psikologis yang
berpikir. Namun dasar yang lebih jelas
dihasilkan ketika siswa dihadapkan pada
dalam memunculkan konflik kognitif
situasi anomali. Dalam keadaan ini, siswa
ditemukan oleh Piaget. Piaget menamakan
menyadari
konflik
mengungkapkan
merangsang
lawan
kognitif
tersebut
dengan
kognitif.
maka tidak ada Konflik
adanya
kognitif
kontradiksi,
minat
dan
/
atau
disequilibrium. Piaget mengatakan bahwa
kecemasan dalam memecahkan masalah,
suatu
serta
struktur
kognitif
(struktur
memikirkan
kembali
untuk
pengetahuan yang terorganisir dengan
memecahkan masalah. Model konflik
baik di otak) selalu berintegrasi dengan
kognitif mengasumsikan empat konstruksi
lingkungannya
dan
psikologis dalam konflik kognitif, yaitu:
akomodasi. Jika asimilasi dan akomodasi
(1) Menyadari kontradiksi (Recognition of
terjadi
Contradiction),
melalui
dengan
asimilasi
bebas
dengan
(2)
merasa
ingin
lingkungannya (bebas konflik), maka
tahu/berminat (Interest), (3) kecemasan
struktur
dalam
(anxiety), (4) upaya memikirkan kembali
dengan
untuk memecahkan masalah (Cognitive
lingkungannya, namun jika hal ini tidak
Reapprasial of situation). Ketika siswa
terjadi pada seseorang, maka seseorang
mengakui adanya situasi yang tidak
tersebut dikatakan pada keadaan yang
sejalan dengan konsepsi yang dimilki,
tidak seimbang (disequilibrium). Apabila
maka siswa harus tertarik dan / atau cemas
seseorang berada atau mengalami suatu
untuk menyelesaikan keganjilan yang
disequilibrium
dialaminya.
kognitif
keaadaan
dikatakan
equilibrium
maka
akan
merespon
Kemudian
siswa
akan
terhadap keaadaan tersebut dan mencari
mencoba untuk memecahkan masalah
keseimbangan (equilibrium) yang baru
dengan cara apapun. Pada level yang lebih
162
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
tinggi,
equilibrium
(re-
Sela, 2007). Dalam situasi konflik kognitif
adanya
terjadi pertentangan antara apa yang ada
informasi
pada siswa dengan situasi yang sengaja
sehingga terjadi keseimbangan baru dari
diciptakan. Interaksi antara siswa dengan
apa
guru merupakan hal yang penting ketika
equilibrium)
terjadi
rekonseptualisasi
yang
(konflik
kognitif akibat
terhadap
sebelumnya
kognitif).
bertentangan
Pada
level
keseimbangan kognitif terjadi
ini
siswa mengalami konflik kognitif. Konflik
karena
kognitif dapat terjadi ketika tidak ada
adanya intervensi yang dilakukan dengan
keseimbangan
sengaja oleh guru atau sumber lain
dihadapi dalam belajar maupun dalam
sehingga proses asimilasi dan akomodasi
pemecahan masalah.
berlangsung dengan lancar. Berdasarkan
antara
informasi
yang
Perbedaan ukuran, struktur otak, serta
hal ini, maka dapat dikatakan bahwa
perbedaan
disequilibrium
konflik
kontribusi yang besar pada perbedaan cara
kognitif perlu dikondisikan agar terjadi
berpikir antara laki-laki dan perempuan.
suatu equilibrium pada tingkat yang lebih
Laki-laki cenderung menggunakan otak
tinggi daripada equilibrium sebelumnya.
kiri,
kognitif
atau
Hadar dan Hadass (1990), menemukan karakteristik
konflik
sedangkan
mempunyai
perempuan
lebih
cenderung menggunakan otak kanan.
sebagai
Apabila ditinjau dari segi pengendalian
berikut:Siswa mengakui adanya keanehan,
emosi, orang yang menggunakan otak
1) Keingintahuan, dan kecemasan secara
kanan lebih dapat mengendalikan emosi
bersamaan
konflik
daripada yang menggunakan otak kiri.
kognitif) 2) Siswa merasa cemas, tetapi
Dalam menerima bantuan atau masukan
setelah melihat kembali masalah yang
dari oang lain, seseorang harus bisa
diberikan,
mengendalikan emosi.
(dalam
siswa
kognitif
hormonal
keadaan
dapat
memecahkan
masalah 3) Siswa bisa mengatasi situasi konflik
kognitif
dengan
Berdasarkan pendapat Cezolt & Hull
memberikan
(2001) yang menyatakan bahwa siswa
pemecahan masalah.
laki-laki
lebih
mungkin
mengalami
Sebagian besar penelitian pendidikan
kesulitan belajar dan memiliki masalah
matematika menggunakan konflik kognitif
akademik ketimbang siswa perempuan;
sebagai
mengurangi
Myra dan Sadker (2005) menyatakan
kesalahpahaman siswa (Zaslavsky dan
bahwa siswa laki-laki mendapat lebih
strategi
untuk
163
Widadah, Konflik Kognitif
banyak instruksi dan menerima lebih
verbal.
banyak bantuan ketika mereka mengalami
menunjukkan adanya tumpang tindih yang
kesulitan dalam menjawab pertanyaan
cukup besar pada nilai antara laki-laki dan
dibanding siswa perempuan. Hal tersebut
perempuan dalam tugas matematika dan
memungkinkan
perbedaan
visuospasial. Dalam sebuah penelitian
gambaran tentang konflik kognitif siswa
nasional oleh departemen pendidikan AS
laki-laki
(2000), anak laki-laki sedikit lebih baik
adanya
dan
perempuan
dalam
memecahkan masalah dengan intervensi. Penelitian
Fraser
(2007)
Hyde
&
dibandingkan
menguji
matematika
Mezulis,
perempuan dan
sains.
(2001)
dalam Meskipun
pengaruh intervensi konflik kognitif pada
demikian, secara rata-rata anak perempuan
pemahaman aljabar siswa SMA. Fraser
adalah pelajar yang lebih baik, mereka
melakukan intervensi dan menguji siswa
secara signifikan lebih baik dari anak laki-
pada
laki dalam membaca.
setiap
Sebagian
perubahan besar
pemahaman.
siswa
memiliki
Cezolt & Hull (2001) menyatakan
prosedural
sebelum
beberapa perbedaan antara siswa laki-laki
intervensi. Intervensi dapat mempengaruhi
dan perempuan, yaitu: siswa perempuan
kemajuan pemahaman struktural pada
memiliki sifat patuh, mengikuti aturan,
siswa, tetapi tidak efektif untuk siswa
dan teratur daripada siswa laki-laki; siswa
yang
Hasil
laki-laki
penelitian fraser ini membuat peneliti
kesulitan
tertarik
penelitian
perempuan; dan siswa laki-laki lebih
dalam
mungkin untuk dikritik daripada siswa
memecahkan masalah matematika dengan
perempuan. Selanjutnya Myra dan Sadker
intervensi ditinjau dari perbedaan gender.
(2000) menyatakan bahwa siswa laki-laki
pemahaman
tentang
berkemampuan
untuk
rendah.
melakukan
konflik
kognitif
Persamaan dan perbedaan kognitif dalam
pembahasan
klasik
lebih
mungkin
belajar
mengalami
daripada
siswa
mendapat lebih banyak instruksi dan
mengenai
menerima lebih banyak bantuan ketika
perbedaan gender, Maccoby dan Jacklin
mereka
(1974: 350) menyatakan bahwa laki-laki
menjawab pertanyaan dibanding siswa
memiliki kemampuan matematika dan
perempuan. Dalam penelitian ini gender
visuospasial
sedangkan
adalah penggolongan jenis kelamin yang
perempuan lebih baik dalam kemampuan
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
lebih
baik,
164
mengalami
kesulitan
dalam
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
Selanjutnya akan dilihat konflik kognitif
menyatakan
pada siswa laki-laki dan perempuan dalam
bantuan
memecahkan masalah dengan intervensi.
seseorang
Intervensi
adalah
upaya
untuk
bahwa
untuk
konflik
sebagai
motivasi.
Apabila
berada
atau
mengalami
ketidakseimbangan,
maka
dia
akan
mengubah perilaku, pikiran, atau perasaan
merespon keadaan tersebut dan mencari
seseorang (Markam, 2003). Intervensi
keseimbangan
merupakan suatu proses mediasi antara
lingkungannya.
seorang
individu
dan lingkungannya.
Dengan
intervensi
baru
(Slavin,
dengan
2008:
59)
membantu
berpendapat bahwa perkembangan kognisi
mengatur,
sangat terkait dengan masukan dari orang
memahami dan merespon lebih baik
lain. Menurut Vygotsky, agar kurikulum
informasi
seseorang
dapat
Vygotsky
yang
mengalami,
yang
dari
dunia
sesuai dengan perkembangan, guru harus
(1990:
181)
merencanakan kegiatan yang mencakup
menyatakan bahwa intervensi bertujuan
apa yang dapat mereka pelajari dengan
untuk
yang
bantuan orang lain (Karpov & Haywood,
Dengan
1988). Intervensi merupakan gagasan
intervensi diharapkan dapat memotivasi
kunci yang diberikan oleh Vygotsky, yaitu
siswa
bantuan teman atau orang dewasa yang
sekitarnya.
diterima
Eysenck
memperbaiki
melibatkan
upaya
ketika
Motivasi
situasi
langsung.
memecahkan
untuk
masalah. dan
lebih kompeten. Intervensi memberikan
pemecahan masalah meliputi petunjuk,
isyarat pada tingkat yang berbeda, tidak
sarana yang mengingatkan, dorongan
menyederhanakan tugas tetapi peran siswa
penguraian persoalan menjadi langkah-
disederhanakan melalui campur tangan
langkah pemecahan masalah, penyediaan
secara
contoh,
yang
mendeskripsikan proses bantuan yang
memungkinkan siswa bisa memecahkan
diperlukan agar memungkinkan siswa
masalah.
meraih tahap pembelajaran berikutnya.
atau
pembelajaran
semua
hal
bertahap.
Proses
intervensi
Intervensi yang dilakukan oleh guru
Proses ini seperti serangkaian langkah
atau sumber lain dapat mengakibatkan
yang membantu siswa meraih level yang
equilibrium. Hal ini terjadi karena proses
diinginkan.
asimilasi dan akomodasi berlangsung dengan
lancar.
Maurer
(1984:
Piaget (Wolkfolk, 1987) menyatakan
487)
bahwa ada tiga level proses konflik
165
Widadah, Konflik Kognitif
kognitif,
yakni
level
anomali untuk mengembangkan teori
menengah, dan level lebih tinggi. Pada
perubahan konsep (Chinn, 1993). Data
level lebih tinggi, terjadi reequilibrium
anomali
akibat adanya rekonseptualisasi terhadap
berlawanan dengan pengertian siswa.
informasi, sehingga terjadi keseimbangan
Misalnya, ketika siswa diminta untuk
baru
menyelesaikan
dari
level
apa
rendah,
yang
sebelumnya
merupakan
soal
data-data
yang
persamaan
yang
bertentangan (konflik). Pada level ini
mengandung variabel x, maka siswa
keseimbangan
adanya
berpikir untuk mencari nilai x dengan
intervensi yang dilakukan oleh guru atau
menggunakan prosedur rutin. Kemudian
sumber lain, sehingga proses asimilasi dan
siswa diberi soal: 6 (x +3) = 2 (3x + 9)
akomodasi berlangsung dengan lancar.
yang apabila diselesaikan dengan prosedur
Dengan
demikian
rutin, maka akan diperoleh 0 = 0. Hasil
kognitif
atau
terjadi
akibat
ketidakseimbangan
konflik
kognitif
perlu
yang diperoleh ini akan menyebabkan
dikondisikan agar terjadi keseimbangan
siswa
pada tingkat yang lebih tinggi daripada
mental. Agar terjadi keseimbangan mental
keseimbangan sebelumnya.
maka
Posner
(1982)
menyatakan bahwa
mengalami
siswa
ketidakseimbangan
diberi
bantuan
melalui
pertanyaan dan pemberian informasi.
siswa mengalami asimilasi dan akomodasi
Dalam menerima informasi, seseorang
pada strategi konflik kognitif. Salah satu
memberikan penilaiannya terhadap apa
langkah strategi konflik kognitif adalah
yang diterima. Berdasarkan skema yang
perlakuan (intervensi) konflik pada siswa
dimiliki,
dengan
penilaian
pemberian
anomali
dan
dengan
menggunakan
tersebut
hasil
seseorang
kontradiksi. Menurut Posner, anomali
mengabstraksi informasi yang diterima,
merupakan sumber ketidakpuasan dengan
artinya mengelompokkan suatu objek
konsep yang telah ada. Hal ini terjadi
berdasarkan kemiripan sifat dari suatu
apabila siswa tidak dapat mengasimilasi
kelompok yang telah terbentuk. Hasil dari
informasi
abstraksi disimpulkan secara logis yang
dari
luar.
Apabila
siswa
mengalami peristiwa anomali, maka siswa
secara
akan mengubah konsep yang lama untuk
siswa.
menghindari konflik dalam pikirannya. Banyak
peneliti
menggunakan
historis
Pemecahan
data
melibatkan
masalah
penalaran
adalah
suatu
pemikiran yang terarah secara langsung
166
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
untuk menemukan solusi atau jalan keluar
disebut masalah. Menurut Gagne (dalam
suatu masalah yang spesifik (Solso, 2007:
Ruseffendi
434). Dalam kehidupan sehari-hari banyak
masalah
masalah
sehingga
tingkatnya paling tinggi dan kompleks
menuntut seseorang untuk membuat cara
dibandingkan dengan tipe belajar lainnya.
dalam menanggapi, memilih, dan menguji
Sedangkan Baroody (1993) menyatakan
respon yang didapatkan. Polya (1973:
bahwa pembelajaran matematika harus
220) mendefinisikan pe.mecahan masalah
menekankan pemecahan masalah supaya
sebagai usaha mencari jalan keluar dari
siswa
kesulitan untuk mencapai tujuan yang
menerapkan
tidak segera tercapai.
tujuan yang diinginkan. Siswa harus
yang
kita
hadapi
Pengetahuan dan pemecahan masalah siswa
terhadap
konsep
1988: adalah
dapat
mampu
335) tipe
pemecahan
belajar
mengembangkan strategi
untuk
menyelesaikan
yang
dan
mencapai
masalah
baik
matematika
ditinjau dari kesiapan mental maupun
menurut NCTM (1989) dapat dilihat dari
pengetahuan, terlepas dari apakah pada
kemampuan
akhirnya sampai atau tidak pada jawaban.
siswa
dalam:
(1)
mendefinisikan konsep secara verbal dan
Peneliti
memilih
gender,
karena
tertulis; (2) mengidentifikasi, membuat
merujuk pada pendapat Cezolt & Hull
contoh
dan
bukan
contoh;
(3)
(2001) yang menyatakan bahwa siswa
menggunakan
model,
diagram,
dan
laki-laki lebih mungkin untuk dikritik
simbol-simbol untuk mempresentasikan
daripada siswa perempuan, siswa laki-laki
suatu konsep; (4) mengubah suatu bentuk
lebih
presentasi ke dalam bentuk lain; (5)
belajar dan memiliki masalah akademik
Mengenal berbagai makna dan interpretasi
ketimbang siswa perempuan; Myra dan
konsep; (6) mengidentifikasi sifat-sifat
Sadker (2005) menyatakan bahwa siswa
suatu konsep dan mengenal syarat yang
laki-laki mendapat lebih banyak instruksi
menentukan
dan menerima lebih banyak menerima
suatu
membandingkan
konsep;
dan
(7)
membedakan
mungkin
bantuan
konsep-konsep.
ketika
mengalami
mereka
kesulitan
mengalami
kesulitan dalam menjawab pertanyaan
Ketika belajar matematika, siswa akan
dibanding siswa perempuan. Sering kali
menemukan soal yang membutuhkan
guru memberikan waktu yang lebih lama
penyelesaian tidak
kepada siswa laki-laki untuk menjawab
rutin
yang biasa
167
Widadah, Konflik Kognitif
pertanyaan,
memberi
lebih
banyak
memperoleh hasil yang kurang tepat atau
petunjuk agar jawaban siswa benar atau memberikan
kesempatan
lagi
melakukan kesalahan.
ketika
Peneliti memilih siswa laki-laki dan
jawaban yang mereka berikan salah. Hal
perempuan berkemampuan relatif sama
tersebut memungkinkan adanya perbedaan
serta komunikatif. Hal ini dilakukan
gambaran tentang konflik kognitif pada
karena subjek diharapkan mengalami
siswa laki-laki dan perempuan dalam
konflik
kognitif
memecahkan masalah dengan intervensi.
masalah
dengan
Penelitian ini merupakan penelitian
ketika
memecahkan
intervensi,
memudahkan
sehingga
peneliti
dalam
eksploratif yang menggunakan pendekatan
mendeskripsikan konflik kognitif pada
kualitatif dengan alasan bahwa data utama
subjek
merupakan hasil tulisan dan wawancara
memilih satu siswa laki-laki dan satu
dari
siswa perempuan yang mengerjakan soal
peneliti
konflik
ketika
kognitif
mengeksplorasi
penelitian
tersebut.
Peneliti
dalam
memecahkan
Penggunaan
pendekatan
TPM digunakan untuk mendapatkan
kualitatif didasarkan atas pertimbangan
siswa yang mengerjakan soal secara
bahwa
prosedural sehingga memperoleh jawaban
masalah.
penelusuran
konflik
secara prosedural pada TPM 1.
kognitif
dilakukan dengan mengamati konflik
yang
kognitif dalam memecahkan masalah
kesalahan.
dengan intervensi. Dalam penelitian ini
melakukan
akan
dideskripsikan
konflik
kognitif
penelitian dengan menggunakan TPM
dalam
memecahkan
masalah
dengan
yang sama.
intervensi ditinjau dari perbedaan gender.
kurang
Teknik
tepat
atau
melakukan
Selanjutnya,
peneliti
intervensi
pengumpulan
pada
data
subjek
yang
Subjek penelitian ini adalah siswa
digunakan dalam penelitian ini adalah
SMA kelas X semester ganjil. Adapun
sebagai berikut.. 1) Metode Pemberian
kriteria pemilihan subjek pada penelitian
Tugas;
ini adalah: 1) Siswa laki-laki dan siswa
Pemecahan Masalah digunakan untuk
perempuan yang mempunyai kemampuan
mendapatkan siswa yang memperoleh
matematika relatif sama dan komunikatif.
jawaban
2) Siswa laki-laki dan perempuan yang
melakukan
Dalam
yang
penelitian ini, Tugas
kurang
kesalahan.
tepat
atau
Selain
itu,
pemberian tugas secara tertulis juga
168
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
digunakan pertanyaan
sebagai peneliti
pertimbangan jawaban
penelitian. Tahapan reduksi data dalam
subjek ketika wawancara.. 2) Metode
penelitian ini meliputi; (a) Memilih, yaitu
wawancara; Wawancara berbasis tugas
memilih
dilakukan untuk memperoleh gambaran
pertanyaan penelitian; (b) Memusatkan
konflik
perhatian, yaitu fokus pada data yang
kognitif
maupun
data-data penting yang digunakan dalam
dalam
memecahkan
masalah dengan intervensi. Peneliti
data
yang
sesuai
dengan
sesuai dengan pertanyaan penelitian; (c)
mengggunakan
triangulasi
Menyederhanakan, yaitu membuang hal-
within metode, yaitu pengecekan derajat
hal yang tidak perlu; (d) Mengabstarksi,
kepercayaan
yaitu
dengan
menggunakan
mengelompokkan
metode yang sama pada soal berbeda.
memiliki
Keabsahan
data
data
yang
persamaan;
(d)
diperoleh
dengan
Mentransformasikan, yaitu mengubah data
wawancara
berbasis
yang sudah diabstaksi ke dalam bahasa
tugas pada TPM 1 dengan wawancara
peneliti. 2)Penyajian data (data display);
berbasis tugas pada TPM berikutnya. Data
Kumpulan data yang sudah direduksi,
dikatakan
diorganisir,
membandingkan
valid
jika
terdapat
dan
dikategorikan
akan
kekonsistenan atau banyak kesamaan
ditampilkan lebih sederhana dalam bentuk
pandangan antara data pertama dan data
naratif, sehingga memungkinkan untuk
kedua.
menarik kesimpulan dari data tersebut.
Peneliti
melakukan
analisis
data
Penarikan
kesimpulan
merupakan
dengan tahap-tahap sebagai berikut. 1)
proses pengambilan intisari dari sajian
Reduksi data (data reduction); Reduksi
data yang telah terorganisir dalam bentuk
data merupakan kegiatan yang mengacu
pernyataan
pada
formula yang singkat dan padat tetapi
proses
memilih,
penyederhanaan, transformasi
data
pemfokusan,
pengabstrakan, yang
muncul
dan
kalimat
yang
merupakan
mengandung pengertian yang luas. Hasil
di
analisis
wawancara
berbasis
tugas
lapangan tertulis atau transkrip. Kegiatan
digunakan untuk menggambarkan atau
ini
mendeskripsikan konflik kognitif dalam
berfungsi
informasi,
untuk
menajamkan
menggolongkan,
dan
memecahkan masalah matematika dengan
membuang data mentah yang diperoleh
intervensi ditinjau dari perbedaan gender.
langsung dari lapangan untuk mengambil
HASIL DAN PEMBAHASAN
169
Widadah, Konflik Kognitif
Pada langkah memahami masalah,
mengerutkan dahi, dan mengaku bingung
subjek SL mengalami konflik kognitif
ketika subjek menjelaskan bahwa akan
yang ditandai dengan berubahnya raut
menyelesaikan
wajah,
memindahkan ruas sedangkan
terburu-buru
melihat
soal,
persamaan
peneliti
bergumam tidak jelas, dan mengaku agak
mengatakan
bingung
mengatakan
diselesaikan satu persatu. Demikian juga
sedangkan
ketika SL akan menggunakan tiga cara
ketika
persamaannya
subjek
dipecahkan,
bahwa
dengan
persamaan
peneliti mengatakan bahwa persamaan
dalam menyelesaikan soal
pertama
kedua
mengatakan bahwa diselesaikan dengan
dibandingkan,
cara pertama dulu, apabila mengalami
sehingga akan terlihat apakah kedua
kesulitan, maka dicoba dengan cara kedua,
persamaan mempunyai penyelesaian yang
Sl menagalmi konflik kognitif yang
sama.
ditandai dengan berubahnya raut wajah
dan
diselesaikan,
persamaan
kemudian
Demikian juga
mengatakan
bahwa
ketika
subjek
soal
tentang
dan
mengaku
pertidaksamaan, kemudian diselesaikan
menyiratkan
dengan
mengalami
garis
pertidaksamaan,
bilangan
karena
sedangkan
dan peneliti
bingung.
bahwa
Hal
subjek
ini
laki-laki
ketidakseimbangan
mental
peneliti
pada konflik tersebut dengan karakteristik:
mengatakan bahwa maksud dari soal
kesadaran pada situasi konflik, merasa
adalah mencari nilai 𝑥 , Subjek SL
ingin
mengalami konflik kognitif yang ditandai
kecemasan.
tahu/tertarik,
dengan berubahnya raut wajah dan segera
Selanjutnya
melihat soal kembali. Hal ini menyiratkan
melaksanakan
bahwa
subjek
subjek
SL
mengalami
dan
mengalami
pada rencana
laki-laki
langkah penyelesaian,
mengalami
konflik
ketidakseimbangan mental dalam konflik
kognitif yang ditandai dengan berubahnya
ersebut dengan karakteristik: kesadaran
raut wajah, terburu-buru melihat jawaban
pada
ingin
kembali, mengaku bingung, tersenyum,
tahu/berminat, dan mengalami kecemasan.
menggaruk kepala yang tidak gatal,
situasi
konflik,
merasa
rencana,
terkejut, dan memainkan pensil di pipi
subjek SL mengalami konflik kognitif
ketika SL mengerjakan soal dengan
yang ditandai dengan berubahnya raut
mencoret ( 𝑥 + 2 )( 𝑥 − 2) = (𝑥 − 2) ,
wajah,
sehingga diperoleh 𝑥 = −1 dan peneliti
Pada
langkah
menyusun
memejamkan
mata
sejenak,
170
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
menyuruh
membandingkan
dengan
Dalam memeriksa kembali, subjek
memperoleh
laki-laki mengalami konflik kognitif yang
jawaban 𝑥 = 2 atau 𝑥 = −1 . Demikian
ditandai dengan terburu-buru mengambil
juga beranggapan tidak ada nilai 𝑥 karena
lembar jawaban, bergumam tidak jelas,
ada bentuk negatif, yaitu √−7
mengaku
jawaban
peneliti
peneliti
yang
meminta
dan
bingung,
dan
memijit-mijit
kepala ketika subjek memperoleh 0 = 0
membandingkan
jawaban SL dengan jawaban peneliti,
pada
yaitu melihat kembali soal kemudian
mensubstitusikan nilai 𝑥 . Demikian juga
mengerjakan dengan cara melengkapkan
ketika
kuadrat sempurna sehingga diperoleh
mensubstitusikan nilai 𝑥 dan peneliti
1
7
tampak berpikir keras dan mengatakan
wajah dan mengaku bingung. Hal ini
mengalami dalam
konflik
karakteristik:
tersebut
kesadaran
bingung. Hal ini menyiratkan bahwa
laki-laki
ketidakseimbangan
subjek
mental
kecemasan.
Subjek
pada
berubahnya
raut
wajah
subjek
laki-laki
konflik,
merasa
ingin
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa subjek laki-laki mengalami
dan
ketidakseimbangan
mengaku bingung. Hal ini menyiratkan bahwa
situasi
tahu/berminat, dan mengalami kecemasan.
SL
mengalami konflik kognitif yang ditandai dengan
mengalami
tersebut dengan karakteristik: kesadaran
situasi
konflik, dan merasa ingin tahu/berminat, mengalami
laki-laki
ketidakseimbangan mental pada konflik
dengan
pada
untuk
konflik kognitif yang ditandai dengan
yang ditandai dengan berubahnya raut
subjek
kesulitan
lebih dari −2 , subjek SL mengalami
mengalami konflik kognitif
bahwa
merasa
menyuruh
dalam bentuk akar, yang penting hasilnya
𝑥 berlaku untuk semua bilangan real.
menyiratkan
SL
peneliti
mengatakan bahwa hasil akhir boleh
(𝑥 + 2 )2 + 4 > 0, apabila dicermati maka Subjek SL
saat
mental
sesuai
karakteristik ketidakseimbangan mental
mengalami
yang dikemukakan oleh Lee, at. al (2003),
ketidakseimbangan mental dalam konflik
yaitu
tersebut dengan karakteristik: kesadaran
merasa
pada situasi konflik, dan merasa ingin
menyadari ingin
adanya
kontradiksi,
tahu/berminat,
dan
mengalami kecemasan. Konflik kognitif
tahu/berminat, mengalami kecemasan.
yang dialami subjek laki-laki sesuai dengan pendapat Zaskis & Chernoff
171
Widadah, Konflik Kognitif
(2006) bahwa konflik kognitif terjadi
Pada diagram 1.1
terlihat adanya
ketika siswa dihadapkan pada ide yang
konflik kognitif yang dialami subjek SL
bertentangan atau berbeda dengan ide
dalam
yang dimilikinya. Hal ini nampak ketika
intervensi. SL menyelesaikan TPM 1 dan
peneliti mengatakan hal yang berbeda
TPM 2 secara
ketika subjek LK memahami masalah,
diperoleh jawaban yang salah. Pada TPM
menyusun rencana, melaksanakan rencana
1, subjek melakukan pembagian pada
penyelesaian, dan memeriksa kembali
kedua ruas, sehingga diperoleh jawaban
pada pemecahan TPM 1 dan TPM 2
bahwa
dengan intervensi. Subjek perempuan
penyelesaian yang sama, tetapi hasil yang
memecahkan
cara
diperoleh salah. Pada TPM 2, subjek
prosedural sehingga melakukan kesalahan,
menggunakan rumus umum, subjek tidak
hal ini sesuai dengan hasil penelitian
menyadari
Fraser (2007) yang menyatakan bahwa
mensubstitusikan satu nilai x saja, maka
sebagian
masalah
besar
pemahaman
dengan
memiliki
akan
prosedural
sebelum
pertidaksamaan.
sesudah intervensi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konflik kognitif dijadikan
sebagai
strategi
pembelajaran sesuai dengan pendapat Byun (2011) yang menyatakan bahwa konflik kognitif dapat digunakan untuk mengatasi kesalahpahaman siswa. Hal serupa juga nampak pada hasil penelitian Baser (2006), bahwa dalam proses belajar dibutuhkan
konflik
mengembangkan
kedua
siswa
intervensi, dan pemahaman struktural
bisa
memecahkan
kognitif
untuk
pengetahuan
siswa.
Konflik kognitif yang dialami oleh subjek SL dapat dilihat pada diagram 1.1.
172
masalah
dengan
prosedural, sehingga
persamaan
diperoleh
mempunyai
apabila
jawaban
dicoba
dari
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
Apakah persamaan: (x + 2) (x - 2) = (x - 2) dan x2 - 4 = x - 2 mempunyai penyelesaian yang sama? Berikan Tertarik dengan keanehan jawaban, merasa bingung, merasa ragu-ragu dengan jawaban yang diperoleh, dan merasa cemas
KD M
KKM I
1. Membagi x – 2 dengan x – 2, sehingga diperoleh x = -1, demikian pula pada persamaan kedua 2. Menyelesaik an pertidaksama an dengan menggunaka n rumus abc, akar sehingga diperoleh imajiner dan menyatakan soal tidak mempunyai penyelesaian
Carilah penyelesaian untuk pertidaksama an: x2 + x > 2 Keterangan:
:
KD M
:
K M
M
berpikir
pertama
melihat
soal
memijit-memijit
wajah,
dan
kepala,
memecahkan
intervensi.
sama.
tertarik
dibandingkan,
ketika soal
subjek tentang
garis
bilangan sedangkan
karena peneliti
mengatakan bahwa maksud dari soal adalah mencari
nilai
x,
subjek
SP
mengalami konflik kognitif yang ditandai dengan berubahnya raut wajah. Hal ini menyiratkan bahwa subjek perempuan
memainkan
mental
bahwa
pertidaksamaan,
kembali,
Ketidakseimbangan
Demikian juga
dengan
terburu-buru
dengan
kedua
pertidaksamaan, kemudian diselesaikan
mengalami
masalah
kontradiksi,
sedangkan
persamaan
kemudian
mengatakan
mengalami dalam
ketidakseimbangan
konflik
karakteristik
tersebut
kesadaran
pada
mental dengan situasi
konflik, merasa ingin tahu/berminat, dan
dalam konflik tersebut adalah menyadari adanya
mengatakan
persamaan mempunyai penyelesaian yang
pensil, dan memejamkan mata sejenak ketika
dalam
sehingga akan terlihat apakah kedua
sebelum
jawaban
subjek
dipecahkan,
dan
diselesaikan,
penyajian data yang ditandai dengan raut
kognitif
peneliti mengatakan bahwa persamaan
Konflik kognitif yang dialami subjek SL dalam memecahkan masalah dengan intervensi : Karakteristik ketidakseimbangan mental subjek SL
laki-laki
ketika
persamaannya
ketidakseimbangan mental sesuai dengan
berubahnya
konflik
laki-laki
raut wajah dan hanya diam tampak
Keterkaitan jawaban subjek SL yang mengerjakan secara prosedural
penjelasan
subjek
mengalami
subjek
kognitif yang ditandai dengan berubahnya
subjek SL
diagram,
bahwa
dapat
subjek perempuan mengalami konflik
Diagram 1.1 Konflik Kognitif Subjek SL dalam Memecahkan : Ketidakseimbangan Masalah dengan Intevensi mental yang dialami
Berdasarkan
disimpulkan
demikian
Pada langkah memahami masalah,
: Subjek SL mengerjakan secara prosedural sehingga jawaban yang diperoleh salah KK MI
Dengan
memecahkan masalah dengan intervensi.
alasannya!
K M
kecemasan.
mengalami kecemasan.
dengan
jawaban yang diperoleh, dan mengalami 173
Widadah, Konflik Kognitif
Pada
langkah
menyusun
perempuan
tidak
mengalami
dalam
ketidakseimbangan mental.
Sedangkan
karakteristik:
subjek
rencana,
mengalami
ketidakseimbangan
konflik
tersebut
kesadaran
mental dengan
pada
situasi
pada langkah melaksanakan penyelesaian
konflik, merasa ingin tahu/berminat, dan
sesuai
mengalami kecemasan.
rencana,
subjek
perempuan
mengalami konflik kognitif yang ditandai
Dalam memeriksa kembali, subjek
dengan berubahnya raut wajah, berkali-
perempuan mengalami konflik kognitif
kali melihat jawaban kembali, tercengang,
yang ditandai dengan bergumam tidak
mengaku bingung, bergumam tidak jelas,
jelas dan memainkan bolpoint ke meja
dan
SP
ketika subjek memperoleh 0 = 0 pada
mengerjakan soal dengan mencoret (𝑥 +
saat peneliti menyuruh mensubstitusikan
2)(𝑥 − 2) = (𝑥 − 2) , sehingga diperoleh
nilai 𝑥. Demikian juga ketika SP merasa
𝑥 = −1
menyuruh
kesulitan untuk mensubstitusikan nilai 𝑥
membandingkan dengan jawaban peneliti
dan peneliti mengatakan bahwa hasil akhir
yang memperoleh jawaban 𝑥 = 2 atau
boleh dalam bentuk akar, yang penting
𝑥 = −1 . Demikian juga ketika SP
hasilnya
beranggapan tidak ada nilai 𝑥 karena ada
mengalami konflik kognitif yang ditandai
bentuk negatif, yaitu √−7 dan peneliti
dengan
meminta membandingkan jawaban SL
melihat jawaban kembali, dan segera
dengan jawaban peneliti, yaitu melihat
melakukan apa yang diminta oleh peneliti
kembali
soal
kemudian
Hal ini menyiratkan bahwa subjek laki-
dengan
cara
melengkapkan
tampak
dan
terkejut
ketika
peneliti
mengerjakan
dari −2,
lebih
berpikir
lama,
subjek
SP
terburu-buru
laki mengalami ketidakseimbangan mental
kuadrat
dalam
1
sempurna sehingga diperoleh (𝑥 + 2 )2 +
konflik
karakteristik:
7
tersebut
kesadaran
dengan
pada
situasi
> 0, apabila dicermati maka 𝑥 berlaku 4
konflik, merasa ingin tahu/berminat, dan
untuk semua bilangan real, subjek SP
mengalami kecemasan.
mengalami konflik kognitif yang ditandai dengan tercengang,
berubahnya terkejut,
raut
wajah,
menghela
nafas
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat
bahwa
mengalami
subjek
perempuan
ketidakseimbangan
mental
panjang, dan mengaku bingung. Hal ini
sesuai karakteristik ketidakseimbangan
menyiratkan bahwa subjek perempuan
mental yang dikemukakan oleh Hadar dan
174
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
Hadass (1990), yaitu menyadari adanya
dalam proses belajar dibutuhkan konflik
kontradiksi, merasa ingin tahu/berminat,
kognitif
mengalami kecemasan. Konflik kognitif
pengetahuan siswa.
untuk
mengembangkan
yang dialami subjek perempuan sesuai
Berdasarkan penjelasan di atas, subjek
dengan pendapat Zaskis & Chernoff
perempuan mengalami ketidakseimbangan
(2006) bahwa konflik kognitif terjadi
mental sesuai dengan penyajian data yang
ketika siswa dihadapkan pada ide yang
ditandai dengan berubahnya raut wajah,
bertentangan atau berbeda dengan ide
terburu-buru melihat soal dan jawaban
yang dimilikinya. Hal ini nampak ketika
kembali, tercengang, terkejut, menghela
peneliti mengatakan hal yang berbeda
nafas panjang, segera melakukan apa yang
ketika subjek SP memahami masalah,
diminta oleh peneliti,bergumam tidak
menyusun rencana, melaksanakan rencana
jelas,
penyelesaian, dan memeriksa kembali
memecahkan masalah dengan intervensi.
pada pemecahan TPM 1 dan TPM 2
Ketidakseimbangan mental dalam konflik
dengan intervensi. Subjek perempuan
tersebut
memecahkan
cara
kontradiksi, tertarik dengan jawaban yang
prosedural sehingga melakukan kesalahan,
diperoleh, dan mengalami kecemasan.
hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Dengan
Fraser (2007) yang menyatakan bahwa
bahwa
sebagian
masalah
besar
pemahaman
dengan
dan
memainkan
adalah
pensil
menyadari
demikian
dapat
ketika
adanya
disimpulkan
subjek perempuan mengalami
siswa
memiliki
konflik
kognitif
dalam
prosedural
sebelum
masalah dengan intervensi.
memecahkan
intervensi, dan pemahaman struktural
Konflik kognitif yang dialami subjek
sesudah intervensi. Dengan demikian,
perempuan dapat dilihat pada diagram 1.2.
dapat dikatakan bahwa konflik kognitif
Pada
bisa
pembagian pada kedua ruas, sehingga
dijadikan
sebagai
strategi
TPM
1,
melakukan
pembelajaran sesuai dengan pendapat
diperoleh
Stylianides & Stylianides (2008) yang
persamaan mempunyai penyelesaian yang
menyatakan
kognitif
sama, tetapi hasil yang diperoleh salah.
sebagai mekanisme untuk perkembangan
Pada TPM 2, subjek menggunakan rumus
pengetahuan. Hal serupa juga nampak
umum, subjek tidak menyadari apabila
pada hasil penelitian Tall (1997), bahwa
dicoba mensubstitusikan satu nilai x saja,
bahwa
konflik
175
jawaban
subjek
bahwa
kedua
Widadah, Konflik Kognitif
maka
akan
diperoleh
jawaban
dari
memahami
pertidaksamaan.
K M 1. Membagi x –2 dengan x – 2, sehingga diperoleh x = -1, pada persamaan kedua, mengguna kan rumus 𝑎𝑏𝑐, sehingga diperoleh 𝑥1 = 1 dan 𝑥1 = −2 2. Menyelesa ikan pertidaksa maan dengan mengguna kan rumus abc, akar sehingga diperoleh
imajiner
mengalami
K D M
Keterangan:
Tertarik dengan keanehan jawaban, merasa bingung, merasa ragu-ragu dengan jawaban yang diperoleh, dan merasa cemas
Pada tahap menyelesaikan soal sesuai rencana,
kedua
mengalami
subjek
sama-sama
ketidakseimbangan
mental
dengan karakteristik menyadari adanya kontradiksi, merasa ingin tahu/berminat, dan mengalami kecemasan karena kedua subjek merasa ragu-ragu dengan jawaban
: Subjek SP mengerjakan secara prosedural sehingga jawaban yang diperoleh salah :
yang diperoleh, tertarik dengan keanehan jawaban, dan merasa bingung. Pada tahap memeriksa kembali, kedua subjek sama-
Keterkaitan jawaban subjek SP yang mengerjakan secara prosedural
sama
mengalami
ketidakseimbangan
mental dengan karakteristik menyadari
: Konflik kognitif yang dialami subjek SP dalam memecahkan masalah dengan intervensi
adanya
kontradiksi,
tahu/berminat,
karena
merasa
ingin
kedua
subjek
merasa ragu-ragu dengan jawaban yang
: Karakteristik ketidakseimbangan mental subjek SP
M
mental
ragu-ragu dengan jawaban yang diperoleh.
Carilah penyelesai an untuk pertidaksa maan: x2 + x > -2
K M
ketidakseimbangan
kontradiksi karena kedua subjek merasa
MI
K D M
sama-sama
dengan karakteristik menyadari adanya
Apakah persamaan: (x + 2) (x - 2) = (x - 2) dan x2 -4=x-2 mempunyai penyelesaian yang sama? Berikan KK alasannya!
K K MI
masalah,
diperoleh dan tertarik dengan keanehan
: SP Ketidakseimbangan Diagram 1.2 Konflik Kognitif Subjek dalam mental yang Memecahkan Masalah dengan Intevensi dialami subjek SP
jawaban.
Berdasarkan diagram 1.2 terlihat adanya
laki-laki
konflik kognitif yang dialami subjek SP
mental dengan karakteristik menyadari
dalam
adanya
memecahkan
masalah
Pada tahap menyusun rencana subjek
dengan
mengalami
kontradiksi
ketidaksimbangan
dan
mengalami
intervensi. SP menyelesaikan TPM 1 dan
kecemasan, karena subjek merasa ragu-
TPM 2 secara
ragu dengan jawaban yang diperoleh dan
prosedural, sehingga
diperoleh jawaban yang salah.
merasa
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat
bingung.
perempuan
kesamaan antara kedua subjek yaitu dalam
pada
Sedangkan tahap
ini
subjek tidak
mengalami ketidakseimbangan mental.
176
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
Perbedaan pada kedua subjek ini, apabila
tahu/berminat,
dikaitkan dengan intervensi, maka sesuai
kecemasan.
dengan pendapat Myra dan Sadker (2000)
Subjek
bahwa siswa laki-laki lebih mungkin
ditandai dengan berubahnya raut wajah,
mengalami kesulitan belajar daripada
mengerutkan dahi, dan merasa bingung.
siswa perempuan, serta siswa laki-laki
Hal ini menyiratkan bahwa subjek laki-
lebih banyak menerima instruksi dan
laki
bantuan
mental dengan karakteristik: kesadaran
ketika
mereka
mengalami
dan b.
mengalami
Menyusun
mengalami
konflik
mengalami
kognitif
ketidakseimbangan
kesulitan dalam menjawab pertanyaan
pada
situasi
konflik,
dibanding siswa perempuan. Hal ini
tahu/berminat,
dan
terlihat
kecemasan.c.
Melaksanakan
siswa laki-laki membutuhkan
Rencana;
merasa
ingin
mengalami Rencana
waktu lebih lama ketika wawancara
Penyelesaian; Subjek mengalami konflik
dibandingkan dengan siswa perempuan.
kognitif ditandai dengan berubahnya raut
Siswa
laki-laki
mengalami ketika
juga
lebih
banyak
wajah, menggaruk kepala yang tidak
ketidakseimbangan
mental
gatal, tersenyum, terkejut, memainkan
dengan
pensil di pipi, dan mengaku bingung. Hal
memecahkan
masalah
intervensi.
ini menyiratkan bahwa subjek laki-laki
Simpulan
mengalami
Berdasarkan pembahasan
hasil yang
analisis
dilakukan
dan
dalam
untuk
ketidakseimbangan
konflik
karakteristik:
tersebut
kesadaran
pada
mental dengan situasi
menjawab pertanyaan penelitian ini, maka
konflik, dan merasa ingin tahu/berminat,
dapat disimpulkan sebagai berikut. Subjek
mengalami kecemasan. d. Memeriksa
Laki-laki: a. Memahami Masalah; Subjek
Kembali;
mengalami
kognitif ditandai dengan terburu-buru
konflik
kognitif
ditandai
Subjek
mengalami
dengan berubahnya raut wajah, terburu-
mengambil
buru melihat soal, dan mengaku agak
berpikir keras, bergumam tidak jelas, dan
bingung. Hal ini menyiratkan bahwa
mengaku bingung bingung.
Hal
subjek
menyiratkan
laki-laki
laki-laki
mengalami
ketidakseimbangan mental dalam konflik
mengalami
tersebut dengan karakteristik: kesadaran
dalam
pada
karakteristik
situasi
konflik,
merasa
ingin
177
lembar
bahwa
jawaban,
konflik
subjek
ketidakseimbangan
konflik
tersebut
kesadaran
pada
tampak
ini
mental dengan situasi
Widadah, Konflik Kognitif
konflik, merasa ingin tahu/berminat, dan
kembali, dan segera melakukan apa yang
mengalami
kecemasan.
Subjek
diminta oleh peneliti. Hal ini menyiratkan
Perempuan:
a.
Masalah;
bahwa subjek perempuan mengalami
kognitif
ketidakseimbangan mental dalam konflik
ditandai dengan berubahnya raut wajah
tersebut dengan karakteristik: kesadaran
dan hanya diam tampak berpikir. Hal ini
pada
situasi
konflik,
menyiratkan bahwa subjek perempuan
tahu/berminat,
dan
mengalami
kecemasan.
Subjek
Mamahami
mengalami
dalam
2.
konflik
ketidakseimbangan
konflik
karakteristik
mental
tersebut
kesadaran
merasa
ingin
mengalami
dengan
pada
situasi
DAFTAR PUSTAKA
konflik, merasa ingin tahu/berminat, dan Baroody, A. J. 1993. Problem Solving, Reasoning, And Commucating. New York: United States America.
mengalami kecemasan. b. Menyusun Rencana;
Subjek
tidak
ketidakseimbangan Melaksanakan Subjek
mental.
Rencana
mengalami
mengalami c.
Baser, M. 2006. ”Fostering conceptual change by cognitive conflict based instruction on students understanding of heat and temperature concepts”, Eurasi Journal of Mathematics, Science, and Technology Education, Volume 2, Number 2, July 2006.
Penyelesaian;
konflik
kognititf
ditandai dengan berubahnya raut wajah, berkali-kali melihat jawaban kembali, tercengang, mengaku bingung, menghela nafas panjang, bergumam tidak jelas, dan tampak terkejut. Hal ini menyiratkan
tersebut dengan karakteristik: kesadaran
Bodrakova, W. V. 1988. The role of external and cognitive conflict in children’s conservation learning. Doctorial dissertation. City University of New York.
pada
Byun,
bahwa subjek perempuan mengalami ketidakseimbangan mental pada konflik
situasi
konflik,
tahu/berminat,
dan
kecemasan. Subjek
d.
merasa
mengalami
Memeriksa
mengalami
ingin
konflik
Kembali; kognitif
ditandai dengan bergumam tidak jelas, memainkan bolpoint ke meja, berpikir lama,
terburu-buru
melihat
jawaban
178
T. & Lee, G. 2011. “An Explanation for the Difficulty of Leading Conceptual Change Using a Counterintuitive Demonstration: The Relationship Between Cognitive Conflictand Responses”. Department of Physics Education, College of Education, Seoul National
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455
University, Seoul, South Korea. Published online; 20 May 2011.
Fraser, D. 2007. Using cognitive conflict to promote a Structural understanding of grade 11 Algebra. Doctorial dissertation. Canada: Bennett Library. Simon Fraser University.
Chantor, G. N. 1983. “Conflict, learning, and Piaget: comments on Zimmerman and Blom’s “ Toward an empirical test of the role of cognitive conflict in learning”. Developmental Review. 3, 39-53.
Hashweh, M. Z. 1986. “Toward an explanation of conceptual change”. European Journal of Science Education. Volume 8, 229–249
Choy, T. & Chow, F. 2013. “An Intervention Study Using Cognitive Conflict to Foster Conceptual Change”. Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia. 2013, Vol. 36 No. 1, 44-64. Dahlan,
Kabaca,
J. A. 2012. “Implementasi strategi pembelajaran konflik kognitif dalam upaya meningkatkan high order mathematical thinking siswa”. Jurnal Pendidikan. Volume 13. Nomor 2. September 2012. 6576.
T. (2011). “Misconception, cognitive conflict and conceptual changes in geometry: a case study With pre-service teachers”. Mevlana International Journal of Education (MIJE) Vol. 1(2). pp. 44-55, 30 December, 2011.
Kwon J, Lee,G. (2001). What do we know about students’ cognitive conflict in science classroom: a theoreticial model of cognitive conlict process. Diakses dari http:/www.ed.psu.edu/C1/Journa ls/2001.
Damon, W.,& Killen, M. 1982.Peer interaction and the process of change in children’s moral reasoning. Merrill-Palmer Quartely, 28, 347-367.
Krathwohl, D. R. (2002). “A Revision of Bloom's Taxonomy: An Overview”. Volume 41, Number 4, Autumn 2002. College of Education. The Ohio State University.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Lee, at. al. (2003). “Development of an Instrument for Measuring Cognitive Conflict in SecondaryLevel Science Classes”. Journal of research in science teaching. vol. 40, no. 6, pp. 585–603 (2003).
Egodawatte, G. 2011. Secondary School Students’ Misconceptions In Algebra. Doctorial dissertation. University of Toronto. Eysenck, M. W. (1990). Cognitive Psychology. Britain: Courier International.
Maurer.
179
A. (1984). Mathematics
Conflict in Education.
Widadah, Konflik Kognitif
Blackburn: LTD.
Acacia
Presspty
Stylianides. & Stylianides. (2008). “Cognitive Conflict’ as a Mechanism for Supporting Developmental Progressions in Students Knowledge About Proof”. Article for TSG-18, ICME-11.
Maccobr, E. E. & Jacklin, C. N. (1974). The Psychology Od Sex Differences. California: Stanford Universty Press. Roy & Howe. (1996). Effect of cognitive conflict, socio-cognitive conflict and imitation on childre’s sociolegal thingking, European Journal of Social Psychology. 20, 241-252.
Susanto (2011). Proses Berpikir Anak Tuna Netra dalam Menyelesaikan Masalah Matemtika. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pasca sarjana Unesa.
Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajatan Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Tall. D. (1977). “Cognitive Conflict and the Learning of Mathematics”. Paper pressented at the First Conference of The International Group for the Psychology of Mathematics Education at Utrecht, Netherlands, Summer 1977.
Ryan, J. & Williams. J. (2007). Chidren’s Mathematics 4-15. Poland: 02 Graf.S.A.
Thoha, M. (2002). Proses Diagnosa Dan Intervensi. Jakarta: Rajawali
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. Edisi kesebelas jilid 2. Erlangga: Jakarta. Sarwono, S. W. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit PT. Rajagrafindo Persada. Schoenfeld. (Ed). (2012). “Cognitive Science and Mathematics Education”. Hillsdale .NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Dalam http://mathforum.org/sarah/Discussion.Sessions/Schoe nfeld.html. Diakses 24 April 2014. Siegel, I. E. (1979). On becoming a thingker: A psychoeducational model. Educational Psychologist. 14, 70-78
180