PRODUKTIVITAS DAN KANDUNGAN NUTRISI BEBERAPA GALUR MUTAN SORGUM PADA UMUR PEMANENAN YANG BERBEDA
RIZKI EKA PUTERI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produktivitas dan Kandungan Nutrisi Beberapa Galur Mutan Sorgum Pada Umur Pemanenan yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015
Rizki Eka Puteri NIM D251120151
RINGKASAN RIZKI EKA PUTERI. Produktivitas dan Kandungan Nutrisi Beberapa Galur Mutan Sorgum Pada Umur Pemanenan yang Berbeda. Dibimbing oleh PANCA DEWI MHKS, LUKI ABDULLAH, dan SUPRIYANTO. Sorgum merupakan salah satu hijauan pakan ternak yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Sorgum telah banyak dikembangkan di negara- negara di Afrika, Asia dan Amerika. Melihat potensi sorgum yang cukup besar, beberapa peneliti mulai mengembangkan beberapa varietas sorgum guna meningkatkan produksi serta kualitas dari sorgum itu sendiri. Saat ini di Indonesia telah banyak galur sorgum yang sedang dikembangkan, beberapa diantaranya yaitu sorgum hasil dari pemuliaan yang dilakukan oleh Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dan SEAMEO BIOTROP yang disebut dengan sorgum Brown midrib (BMR). Penelitian ini bertujuan untuk mencari umur pemanenan yang tepat untuk menghasilkan biomassa dan kandungan nutrient yang optimal dari galur sorghum hasil mutasi yang disebut BMR yaitu PATIR 3.5 M7, PATIR 3.6 M7 dan PATIR 3.7 M7. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis sorgum dan faktor kedua adalah umur pemanenan. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit sorgum dari varietas SAMURAI I (M17) sebagai pembanding, dan galur sorgum hasil mutasi yang disebut Brown Midrib (Bmr) yaitu PATIR 3.5 M7, PATIR 3.6 M7 dan Patir 3.7 M7. Peubah yang diamati yaitu produksi dari batang, daun, bulir, produksi biomassa total, kadar abu, lemak kasar, BETN, serat kasar, protein kasar, TDN, KCBK, KCBO, N-amonia, produksi protein kasar/plot dan produksi TDN/plot. Data dianalisis dengan ANOVA, jika terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjut DMRT. Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi yang sangat nyata antar umur panen dan jenis sorghum terhadap produksi batang, daun, bulir, produksi biomassa total, nilai TDN, KCBK, KCBO dan konsentrasi N-amonia. Umur panen berpengaruh nyata terhadap persentase kandungan abu, protein kasar serta lemak kasar. Jenis sorghum berpengaruh nyata terhadap kandungan lemak kasar. Umur panen yang tepat untuk menghasilkan produksi biomassa dan kandungan nutrisi optimal pada setiap jenis sorghum Brown midrib bervariasi. Kata kunci: mutan, sorgum, umur panen
SUMMARY RIZKI EKA PUTERI. Productivity and Nutrient Content of Some Sorghum Mutant Lines At Different Cutting Age Levels. Supervised by PANCA DEWI MHKS,LUKI ABDULLAH and SUPRIYANTO Sorghum is one of the potential forage to be developed in Indonesia. Sorghum has been developed in Africa, Asia and America.The potential use of sorghum arequite large, some researchers began to develope some sorghum varieties to improve production and quality of sorghum. Currently in Indonesia has many sorghum mutant lines that are being developed, some of which are the result of breeding sorghum conducted by Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional)and the SEAMEO BIOTROP called Brown midrib (BMR) sorghum. The objective of the study was to explore the appropriate cutting age to produce optimal biomass and good nutrient quality from sorghum mutant lines BMR are 3.5 M7, PATIR 3.6 M7 and PATIR 3.7 M7. This study was used block randomized in Factorial design with 2 factors and 3 replicates was used. The first factor was the type of sorghum and the second factor was the cutting age. The material used in this study are the seeds of sorghum type I SAMURAI M17 as a comparison, and sorghum mutant lines called Brown midrib (Bmr) is PATIR 3.5 M7, PATIR 3.6 M7 and PATIR 3.7 M7. Parameters observed was the production of stems, leaves, grains, total biomass production, ash, crude fat, crude fiber, crude protein, NFE, TDN,percentage of DMD, OMD and N-NH3. Data was analyzed using ANOVA, followed by DMRT test. The result showed that there were highly significant interaction between cutting age and type of sorghum in production of stems, leaves, grains, total biomass production, value of TDN, DMD, OMD and N-NH3. Cutting age significantly effected the percentage of ash content, crude protein and crude fat. The sorghum type significantly effected on crude fat content. BMR sorghum mutant lines achieved optimal biomass production and nutrient content at different cutting age level. Keywords: cutting age, mutant, sorghum.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRODUKTIVITAS DAN KANDUNGAN NUTRISI BEBERAPA GALUR MUTAN SORGUM PADA UMUR PEMANENAN YANG BERBEDA
RIZKI EKA PUTERI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Soedarmadi H, MSc
Judul Tesis : Produktivitas dan Kandungan Nutrisi Beberapa Galur Mutan Sorgum Pada Umur Pemanenan yang Berbeda Nama : Rizki Eka Puteri NIM : D251120151
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua
Prof Dr Ir Luki Abdullah, MSc Agr Anggota
Dr Ir Supriyanto Anggota Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 20 Januari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 sampai dengan bulan Juni 2014 ini ialah ketahanan pakan, dengan judul Produktivitas dan Kandungan Nutrisi Beberapa Galur Mutan Sorgum Pada Umur Pemanenan yang Berbeda. Hasil penelitian ini dalam proses publikasi di jurnal ilmiah Media Peternakan dengan judul Productivity and Nutrient Content of Some Sorghum Mutant Lines at Different Cutting Age Levels. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof.Dr.Ir. Panca Dewi MHKS, M.Si, Bapak Prof.Dr.Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr dan Bapak Dr.Ir. Supriyanto selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, saran, waktu dan tenaga sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga disampaikan kepada kedua Orang Tua Bapak H.Ir. Rosyidi M.Pd dan Ibu Hj. Nyimas Nuraini yang tidak hentinya mendoakan, menjadi penyemangat dan pendengar yang setia. Terima kasih kepada Nanang Krisnawan telah menjadi teman yang setia mendampingi dan menghibur. Kepada Nanda, Dini, Dada terima kasih atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr.Ir. Dwierra Evvyernie A MS.MSc dan Ibu Prof.Dr.Ir. Sumiati MSc sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Pascasarjana IPB, kepada seluruh dosen Ilmu Nutrisi dan Pakan, mas Supri dan Ibu Ade, kepada Ibu Dian yang banyak membantu di laboratorium. Terima kasih kepada SEAMEO BIOTROP, joint FAO/IAEA Division dan BATAN atas bantuan pengadaan benih sorgum untuk penelitian ini. Terima kasih kepada program beasiswa BU DIKTI 2012 atas bantuan biaya pendidikannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman seperjuangan di tanah rantau, Diana, Zikri Maulina Gaznur, M. Zaki, Romi Seroja, Fawwarahly dan Yusrizal Akmal terima kasih atas semangat dan kebersamaannya. Terima kasih kepada mahasiswa pascasarjana INP angkatan 2012 yang telah berkontribusi dalam proses penyelesaian tesis ini. Terimakasih atas segala bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Bogor, Maret 2015
Rizki Eka Puteri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan
1 1 2
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Materi Metode
2 2 2 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Tanaman Sorgum Kandungan Nutrisi Tanaman Sorgum Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik Konsentrasi N-amonia Tanaman Sorgum Produksi Protein Kasar/Plot dan Total Digestibility Nutrien (TDN)/Plot Hasil Skoring Antar Peubah
6 6 8 10 11 12 13
SIMPULAN
14
UCAPAN TERIMA KASIH
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
33
DAFTAR TABEL 1 Kombinasi perlakuan antara galur sorgum dan umur pemotongan pada tanaman sorgum 6 2 Pengaruh umur panen dan beberapa sorgum mutan terhadap produksi daun, batang, bulir/plot serta produksi total biomassa/plot (kering) 7 3 Kandungan nutrisi tanaman sorgum pada umur pemanenan yang berbeda (berdasarkan 100% BK) 9 4 Nilai kecernaan dan N-amonia,tanaman sorgum mutan pada umur pemanenan yang berbeda 10 5 Produksi protein kasar dan TDN/plot tanaman sorgum mutan pada umur pemanenan yang berbeda 12 6 Hasil skoring antar peubah pada semua perlakuan. 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Hasil Analisis Statistik Produksi Daun Hasil Analisis Statistik Produksi Batang Hasil Analisis Statistik Produksi Bulir Hasil Analisis Statistik Produksi Total Hasil Analisis Statistik Kadar Abu Hasil Analisis Statistik Kandungan BETN Hasil Analisis Statistik Kandungan Serat Kasar Hasil Analisis Statistik Kandungan Lemak Kasar Hasil Analisis Statistik Kandungan Protein Kasar Hasil Analisis Statistik TDN Hasil Analisis Statistik KCBK Hasil Analisis Statistik KCBO Hasil Analisis Statistik Konsentrasi N-amonia Hasil Analisis Statistik Produksi Protein Kasar/Plot Hasil Analisis Statistik Produksi TDN/Plot Foto Penelitian
17 18 18 19 20 20 21 21 22 22 23 24 25 28 29 30
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Hijauan merupakan sumber utama pakan ternak ruminansia yang digunakan untuk hidup pokok dan produksi.Oleh sebab itu, kualitas, kuantitasdan kontinuitas hijauan perlu diperhatikan. Permasalahan alih fungsi lahan yang tinggi menyebabkan sempitnya lahan sebagai tempat penanaman hijauan pakan.Selain itu kondisi lahan serta iklim juga menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya produksi hijauan pakan ternak di beberapa wilayah di Indonesia. Hal ini secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap ketersedian pakan. Melihat permasalahan tersebut maka perlu dilakukan upaya eksploratif guna mendapatkan tanaman pakan ternak yang memiliki produktivitas yang tinggi serta mampu bertahan pada kondisi lahan dan iklim di Indonesia. Salah satu hijauan pakan ternak yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia yaitu tanaman sorgum.Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang termasuk dalam famili Gramineae yang hidup di daerah tropis.Sorgum telah banyak dikembangkan di negara- negara di Afrika, Asia dan Amerika. Menurut Godoy dan Tesso (2013) ; Vasilakoglou et al. (2011) tanaman ini memiliki daya adaptasi yang cukup baik pada kondisi lahan marginal. Selama ini tanaman sorgum telah banyak digunakan untuk biofuel, pangan dan juga untuk pakan ternak (Godoy dan Tesso 2013). Bagian dari tanaman sorgum yang umumnya digunakan saat ini hanya berupa biji. Menurut National Research Council (1994) biji sorgum pada umumnya mengandung energi metabolisme sebesar 3288 kkal/kg, hampir sama dengan jagung yang memiliki kandungan energi sebesar 3330 kkal/kg (Lesson dan Summer 2005). Beberapa penelitian di bidang peternakan, sorgum umumnya digunakan untuk mensubstitusi jagung dalam ransum. Selain biji, bagian lain dari tanaman sorgum sebenarnya cukup berpotensi jika digunakan sebagai pakan ternak, di beberapa negara maju hijauan dari tanaman sorgum sudah mulai digunakan sebagai pakan ternak.Umumnya hijauan tersebut diolah menjadi silase. Melihat potensi sorgum yang cukup besar, beberapa peneliti mulai mengembangkan beberapa varietas sorgum guna meningkatkan produksi serta kualitas dari sorgum itu sendiri. Saat ini di Indonesia telah banyak galur sorgum yang sedang dikembangkan, beberapa diantaranya yaitu sorgum hasil dari pemuliaan yang dilakukan oleh pusat aplikasi teknologi isotop dan radiasi BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dan SEAMEO BIOTROP yang disebut dengan sorgum Brown midrib (BMR) (BATAN 2013). Sorgum tersebut merupakan hasil mutasi yang memiliki sifat genotipe yang rendah lignin dan tinggi kecernaan bahan keringnya (Dann et al. 2008). Sorgum ini diharapkan kedepannya dapat lebih unggul baik dari segi produktivitas maupun nilai nutriennya. Beberapa jenis sorgum yang telah ada saat ini, memiliki produktivitas yang cukup tinggi bahkan potensi produktivitas hijauan sorgum mampu mencapai 30-40 ton/ha berat basah (Supriyanto 2010). Untuk mencapai potensi optimal tanaman sorgum, pengamatan terhadap umur pemanenan mutlak diperlukan.Umur pemanenanmerupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas serta produktifitas hijauan, sehingga umur pemanenan yang tepat diharapkan dapat menghasilkan biomassa yang optimal dari tanaman sorgum tersebut.
2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari umur pemanenan yang tepat dari beberapa galur sorgum mutan (Brown midrib) untuk menghasilkan produksi biomassa dan kandungan nutrisi yang optimal. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September2013 sampai dengan Juni 2014 di kebun percobaan University Farm Cikabayan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Materi Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit sorgum dari varietas SAMURAI I (M17) sebagai pembanding, dan galur sorgum hasil mutasi yang disebut Brown midrib (BMR) yaitu PATIR 3.5 M7, PATIR 3.6 M7 dan Patir 3.7 M7, media tanam yang digunakan yaitu tanah. Metode Persiapan Lahan Bibit ditanam pada petakan berukuran 4 m x 5 m dengan jarak tanam yaitu 60 cm x 20 cm (Gambar 4). Pada tiap petakan dibuat guludan dengan ukuran 40 cm dengan jarak antar guludan yaitu 20 cm (Gambar 2) dengan total tanaman dalam setiap petakan yaitu 150 batang. Lahan tanaman dibuat petakan-petakan sebanyak 12 pada tiap blok. Lahan yang telah siap tanam dipupuk menggunakan pupuk kandang berupa kotoran kambing dengan dosis 1 kg/m2. Setelah berusia 15 hari, tanaman dipupuk menggunakan pupuk anorganik yaitu urea, TSP, KCl. Dosis pupuk anorganik yang digunakan 270 kg/Ha dengan perbandingan 4:3:2. Selain itu juga dilakukan pengapuran (Gambar 1). Pemanenan Pemanenan dilakukan sebanyak tiga kali, pada umur 85, 95 dan 105 hari. Biomassa yang diperoleh dari hasil panen lalu ditimbang untuk mengetahui produksi total per petaknya lalu dipisahkan antara daun, bulir dan batang untuk kemudian masing-masing ditimbang. Daun, bulir dan batang dijemur dibawah sinar matahari selama lebih kurang 3 hari lalu dioven dengan suhu 60 oC selama 48 jam untuk mengetahui bobot kering. Daun, bulir dan batang digiling lalu dicampur hingga homogen, sampel siap dianalisis. Analisis Kandungan Nutrisi 1) Analisis kadar air (AOAC 2005) Penentuan kadar air didasarkan pada berat sampel sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama ±30 menit pada suhu 105 oC, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102 oC selama 6 jam dan kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang kembali.
3
Kadar air ditentukan dengan rumus: Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (AOAC 2005) Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 oC, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-3 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik (diarangkan) sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 oC) selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Keterangan : A = Berat Cawan B = Bobot sampel + cawan setelah tanur 3) Analisis kadar protein (AOAC 2005) Analisis kadar protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran ini dilakukan dengan metode kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0.3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 ml, lalu ditambahkan katalis Se dan 20 ml H2SO4 lalu dipanaskan sampai cairan berubah warna menjadi bening hijau. Dinginkan larutan yang telah didestruksi kemudian masukkan kelabu destilasi ditambahkan akuades ±500 ml dihomogenkan dan didinginkan terlebih dahulu. Labu destilasi ditempatkan di alat destilasi dan hasil destilasi ditangkap dengan larutan H2SO4 dan metilen blue dalam labu elenmeyer. Hasil yang ditangkap kemudian dititrasi menggunakan NaOH hingga warnanya berubah menjadi hijau. Untuk mengetahui kelebihan titrasi larutan ditetesi kembali dengan H2SO4 sampai warna kembali kewarna biru semula. Kadar protein kasar dihitung menggunakan rumus: )x ( Hx x H
4) Analisis serat kasar (AOAC 2005) Sampel 0.5 - 1 gram (x) ditimbang dan dimasukkan kedalam gelas piala 600 ml, tambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N dan didihkan selama 30 menit. Setelah 30 menit tambahkan NaOH 1,5 N sebanyak 50 ml dan dipanaskan lagi selama 30 menit, lalu disaring dengan kertas saring Whatman 41 yang telah ditimbang (a gram). Endapan yang ada pada saringan di crucible glass dicuci berturut-turut dengan 50 mlaquadest panas, asam sulfat 50 ml, H2SO4 0.3 N 50 ml, aquadest panas lagi dan aceton. Endapan dimasukkan kedalam cawan dan endapan dikeringkan dalam oven 105 oC minimal 1 jam dan dieksikator selama 30 menit dan ditimbang sebagai Y gram. Setelah itu dipijarkan dalam tanur 600 oC selama 2 jam, didinginkan dalam oven 105 oC selama 30 menit dan dieksikator 30 menit, kemudian ditimbang sebagai Z gram.
4
Kadar serat kasar dihitung dengan rumus: Keterangan : Y = Bobot sampel yang telah disaring dan di Oven 105 oC selama 1 jam Z = Bobot sampel akhir setalah ditanur a = Bobot kertas saring Whatman 41 X = Bobot sampel awal 5) Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Sampel seberat 1 gram (W1) dimasukkan ke dalam selongsong lemak dan ditutup dengan kapas, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan lalu ditimbang (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus:
Keterangan: W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) Pengukuran KCBK dan KCBO Pengukuran KCBK dan KCBO mengikuti metode Tilley and Terry (1963) sebagai berikut: 1. Pencernaan Fermentatif Sebanyak 0.5 gram sampel pakan dimasukkan kedalam tabung fermentor, ditambahkan 10 ml larutan buffer McDougall dan 40 ml cairan rumen lalu diaduk dengan gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat. Tabung fermentor ditempatkan pada suhu 39o dan fermentasi dibiarkan berlangsung selama 48 jam. Setiap 6 jam, tabung diaduk dengan gas CO2. 2. Pencernaan Hidrolisis Setelah diinkubasi selama 48 jam, kedalam tabung fermentor ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh untuk menghentikan aktivitas mikroba. Campuran tersebut disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatannya dibuang, kedalam tabung ditambahkan 50 ml larutan pepsin HCl 0.2%. Pencernaan enzimatis berlangsung aerob selama 48 jam. Hasil pencernaan hidrolisis (residu) disaring menggunakan kertas Whatman no 41 yang dibantu dengan pompa vakum. Kemudian residu tersebut dimasukkan kedalam cawan porselen dan dipanaskan di dalam oven suhu 105 0C selama 24 jam untuk menentukan BK residu. Selanjutnya residu BK dimasukan dalam tanur 600o selama 6 jam untuk mendapatkan residu bahan organik.
5
KCBK dihitung berdasarkan rumus: %KCBK =
BK inkubasi - BK residu x 100% BK inkubasi
Keterangan: KCBK = Koefisien Cerna Bahan Kering BK = Bahan kering KCBO dihitung dengan rumus: BO inkubasi BO residu %KCBO = x 100% BO inkubasi Keterangan: KCBO = Koefisien Cerna Bahan Organik BO = Bahan organik Pengukuran N-ammonia rumen Pakan difermentasi menggunakan cairan rumen menggunakan (General Laboratory Procedure, 1966). Sebanyak 0.5 gram silase daun rami yang sudah dikeringkan, digiling dan disaring menggunakan saringan berukuran 0.5 mm. Sampel itu dimasukkan ke dalam tabung fermentor bervolume 50 ml, kemudian ditambahkan 40 ml larutan buffer McDougall dan 10 ml cairan rumen lalu diaduk dengan gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan prop karet yang berventilasi, kemudian diinkubasi selama 6 jam di dalam shaker water bath bersuhu 39 0C. Setelah inkubasi, ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung fermentor untuk menghentikan aktivitas mikroba, kemudian tabung fermentor disentrifuge dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Kemudian tampung supernatannya. Cawan Conway diolesi dengan vaselin kemudian 1 ml supernatan ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway kemudian 1 ml larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel. Asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan di dalam cawan kecil yang ada dibagian tengah cawan Conway kemudian tutup rapat cawan Conway. Supernatan dan larutan Na2CO3 dicampur hingga rata dengan cara cawan Conway dimiringkan. Diamkan selama 24 jam pada suhu kamar dan setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi menggunakan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Kemudian kadar NH3 dihitung dengan rumus: ml H SO × N H SO × 1000 2 4 2 4 N NH (mM) = 3 gr sampel × BK sampel Pengukuran TDN (Total Digestible Nutrients) Nilai TDN (Total Digestible Nutrients) dihitung menggunakan rumus TDN Hartadi et al. (1980). TDN = 92.464 (3.338 x CF) (6.945 x EE) (0.762 x NFE) + (1.115 x CP) + (0.031 x EE2) + (0.036 x CF x NFE) + (0.207 x EE x NFE) + (0.1 x EE x CP) (0.022 x EE x CP) Kombinasi perlakuan antara galur sorgum dan umur pemotongan pada tanaman sorgum disajikan pada Tabel 1. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama dalah jenis sorgum dan faktor kedua adalah umur pemanenan.
6
Tabel 1 Kombinasi perlakuan antara galur sorgum dan umur pemanenan pada tanaman sorgum Jenis Sorgum Umur Panen (C1) (C2) (C3) (C4) 85 hari (D1) C1D1 C2D1 C3D1 C4D1 95 Hari (D2) C1D2 C2D2 C3D2 C4D2 105 Hari (D3) C1D3 C2D3 C3D3 C4D3 Keterangan: C1= SAMURAI I (M17); C2= PATIR 3.5 M7; C3= PATIR 3.6 M7; C4= PATIR 3.7 M7
Hasil yang diperoleh dari peubah-peubah yang diamati akan dimasukkan sebagai faktor penentuan skor semua perlakuan, pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil skor tertinggi dari semua perlakuan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah produksi kering daun/plot, produksi kering batang/plot, produksi kering bulir/plot, total produksi kering biomassa, kandungan abu, lemak kasar, serat kasar, BETN, protein kasar, Total Digestible Nutrients, KCBK, KCBO, N-NH3, produksi protein kasar/plot dan produksi TDN/plot. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT (Steel dan Torrie 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Tanaman Sorgum Produksi kering beberapa jenis sorgum pada penelitian ini diperoleh dari pemanenan dengan umur pemanenan 85 hari, 95 hari dan 105 hari. Pemanenan dilakukan berdasarkan umur dimana tanaman sorgum mulai memasuki fase berbunga di umur 85 hari (Gambar 13), fase pengisian bulir di umur 95 hari (Gambar 14) dan fase bulir penuh di umur 105 hari (Gambar 15). Hasil produksi kering dari sorgum berupa daun, batang dan bulir pada setiap satuan percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat pengaruh sangat nyata (P<0.01) pada umur panen dan jenis sorgum serta interaksi antara keduanya terhadap produksi daun, batang, bulir dan produksi biomassa. Hasil uji lanjut menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) antar perlakuan. Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi daun, batang dan bulir sorgum galur PATIR 3.5 meningkat seiring dengan peningkatan umur panen, sedangkan galur PATIR 3.6 dan PATIR 3.7 masing-masing mengalami penurunan produksi daun dan batang pada umur pemanenan 105 hari. Sorgum galur PATIR 3.7 mencapai produksi daun dan batang tertinggi pada umur pemanenan 95 hari sama dengan kontrol (varietas SAMURAI I (M17)), galur PATIR 3.6 mencapai produksi daun tertinggi pada umur panen 85 hari dan produksi batang pada umur 95 hari sedangkan galur PATIR 3.5 mencapai produksi daun dan batang tertinggi pada umur pemanenan 105 hari. Sorgum varietas SAMURAI I (M17) dan sorgum Bmr galur PATIR 3.5, PATIR 3.6, PATIR 3.7 merupakan sorgum hasil mutasi dari satu indukan diikuti dengan seleksi berdasarkan kriteria pemanfaatannya untuk pangan, pakan dan energi. Sorgum varietas SAMURAI I (M17) lebih dikembangkan untuk bahan baku pembuatan bioetanol sedangkan sorgum Bmr dikhususkan untuk pakan ternak. Menurut sifat genetiknya, sorgum varietas SAMURAI I (M17) memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dengan sorgum Bmr (Gambar 8), karena tujuan pengembangan sorgum varietas SAMURAI I (M17) adalah untuk biofuel maka varietas yang dikembangkan pun harus yang memiliki produksi biomassa yang lebih tinggi.
7
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sorgum varietas SAMURAI I (M17) memiliki produksi daun dan batang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sorgum Bmr. Sorgum varietas SAMURAI I (M17) rata-rata memiliki jumlah daun yaitu 11 helai ketika dipanen, lebih banyak jika dibandingkan dengan sorgum Bmr (PATIR 3.5; PATIR 3.6; PATIR 3.7) yang rata-rata hanya memiliki daun 8 helai, hal ini dapat menyebabkan rataan produksi kering daun sorgum varietas SAMURAI I (M17) lebih tinggi dibandingkan jenis lain. Perbedaan jumlah daun pada sorgum varietas SAMURAI I (M17) dan sorgum Brown midrib dapat disebabkan oleh genetiknya (Gerik et al. 1914). Sorgum jenis SAMURAI I (M17) juga memiliki tinggi rata-rata lebih besar dibandingkan sorgum Bmr yaitu 250 cm pada saat dipanen sedangkan sorgum jenis Brown midrib hanya memiliki tinggi rata-rata 160 cm. Adanya pengaruh umur panen terhadap produksi daun dan batang keempat jenis sorgum disebabkan oleh adanya perbedaan waktu tanaman dalam memasuki fase generatif. Sorgum galur PATIR 3.5 diduga memiliki lama fase vegetatif yang cenderung lebih bervariasi sehingga pada waktu dipanen ada beberapa tanaman yang sudah memasuki fase generatif dan ada yang masih dalam fase vegetatif sehingga beberapa tanaman masih terus tumbuh dan berkembang. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan sorgum galur PATIR 3.5 lebih beragam dibanding galur PATIR 3.6 dan galur PATIR 3.7, ini mungkin berkaitan dengan belum stabilnya galur tersebut. Tabel 2 Pengaruh umur panen dan beberapa sorgum mutant terhadap produksi daun, batang, bulir/plot serta produksi total biomassa/plot (kering) Parameter
Daun (kg)
Batang (kg)
Bulir (kg)
Produksi biomassa total (kg)
Umur Panen (Hari)
Jenis Sorgum SAMURAI I (M17)
85 2.63± 0.24ef
95 4.36± 0.41a
105 3.07± 0.05c
PATIR 3.5
2.08± 0.33g
2.58± 0.24ef
2.99± 0.09cd
PATIR 3.6
3.46± 0.06b
3.03± 0.20c
1.31± 0.06i
PATIR 3.7
2.28± 0.04fg
2.67± 0.07de
1.69± 0.14h
SAMURAI I (M17)
6.00± 0.23a
6.01± 0.21a
4.93± 0.19c
PATIR 3.5
1.82± 0.21h
3.10± 0.35f
3.87± 0.13e
PATIR 3.6
2.72± 0.16g
4.73± 0.05cd
2.78± 0.18g
PATIR 3.7
3.40± 0.13f
5.65± 0.05b
4.47± 0.04d
SAMURAI I (M17)
0.52± 0.01h
1.11± 0.007e
2.17± 0.09a
PATIR 3.5
0.26± 0.03i
0.55± 0.04h
1.53± 0.03c
PATIR 3.6
0.16± 0.03j
0.88± 0.08f
1.79± 0.04b
PATIR 3.7
0.24± 0.01ij
0.69± 0.008g
1.22± 0.05d
SAMURAI I (M17)
9.16± 0.15c
11.48± 0.58a
10.19± 0.14b
PATIR 3.5
4.17± 0.39g
6.24± 0.62f
8.40± 0.01d
PATIR 3.6
6.36± 0.23f
8.65± 0.32cd
5.89± 0.29f
PATIR 3.7
5.93± 0.12f
9.02± 0.14c
7.39± 0.25e
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang nyata (P<0.05).
Menurut Gerik et al. (1914), tanaman sorgum memiliki tiga fase pertumbuhan. Fase pertama yaitu fase vegetatif, fase dimana tanaman mulai tumbuh dan berkembang. Fase kedua biasanya ditandai dengan munculnya daun bendera, pada fase ini tanaman sorgum sudah mulai berada di akhir periode vegetatif. Fase ketiga yaitu pengisian bulir
8
yang merupakan fase terakhir dari pertumbuhan sorgum, fase ini dimulai dari sorgum mulai berbunga hingga pengisian bulir penuh. Tanaman sorgum biasanya mencapai produksi optimum apabila dipanen pada periode vegetatif, setelah periode itu produksi cenderung menurun (Newman et al. 2010). Rataan produksi bulir pada semua jenis sorgum meningkat seiring dengan peningkatan umur panen. Tingginya bobot kering bulir pada umur panen 105 hari dapat disebabkan karena pada umur ini sorgum sudah mulai memasuki fase pengisian biji yang optimal (Gambar 15). Pada fase ini menurut Gerik et al.(1914) pertumbuhan tanaman sudah mulai terpusat pada pembentukan biji, nutrien-nutrien seperti asam amino, gula serta protein yang dihasilkan di daun dan akar ditransportasikan ke bagian biji untuk diubah menjadi pati dan protein. Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan produksi bulir yang nyata (P<0.05) antara jenis sorgum yang mungkin disebabkan oleh genetiknya. Sorgum dari jenis SAMURAI I (M17) memiliki ukuran bulir yang lebih besar bila dibandingkan dengan semua galur sorgum Bmr, karena alasan inilah bobot kering bulir SAMURAI I (M17) lebih tinggi bila dibandingkan dengan sorgum BMR. Umur panen 95 hari memberikan produksi biomassa total paling tinggi untuk sorgum galur PATIR 3.6 dan galur PATIR 3.7 sedangkan sorgum galur PATIR 3.5 memperoleh produksi biomassa tertinggi pada umur panen 105 hari. Sorgum dari varietas SAMURAI I (M17) memiliki produksi biomassa paling tinggi di semua umur panen dibandingkan sorgum Bmr, ini dapat disebabkan oleh ukuran batang yang lebih tinggi, bulir yang lebih besar serta jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan sorgum Bmr. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang nyata (P<0.05) antara sorgum Bmr dan non Bmr. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Miller dan Stroup (2003); Oliver et al. (2005), sorgum BMR rata-rata memiliki produksi biomassa lebih rendah dibandingkan sorgum non BMR. Kandungan Nutrisi Tanaman Sorgum Kualitas dari hijauan pakan ternak dapat dilihat dari kandungan nutrisinya seperti abu, lemak kasar (LK), serat kasar (SK), protein kasar (PK), Total Digestible Nutrients (TDN), dan C (BETN). Hasil analisis kandungan nutrisi dari 4 jenis sorgum yang dipanen pada umur yang berbeda disajikan pada Tabel 3. Data hasil analisis pada Tabel 3 merupakan hasil analisis kandungan nutrien tanaman sorgum dari batang, daun dan bulir. Terdapat interaksi yang nyata (P<0.05) antara umur panen dan jenis sorgum terhadap persentase TDN (Total Digestible Nutrients), kandungan lignin dan protein kasar. Umur panen berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan abu dan lemak kasar tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kandungan serat kasar. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai TDN (Total Digestible Nutrients) pada sorgum Bmr (PATIR 3.5;3.6;3.7) lebih tinggi dibandingkan kontrol (SAMURAI I (M17)). Penurunan nilai TDN sorgum Bmr dengan bertambahnya waktu panen juga tidak terlalu tinggi dibandingkan kontrol. Semakin lama umur panen maka nilai TDN semakin menurun karena kandungan nutrisi yang dapat dicerna oleh ternak seperti kandungan protein kasar,kandungan BETN dan kandungan lemak semakin berkurang. Nilai TDN (Total Digestible Nutrients) yang diperoleh pada penelitian ini masih cukup rendah yaitu berkisar antara 37% - 50%. Nilai TDN (Total Digestible Nutrients) yang dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan produksi yaitu 70%, bila kedepannya sorgum BMR (Brown midrib) hendak digunakan sebagai single feed (pakan tunggal)
9
maka masih perlu digunakan penambahan pakan sumber energi dalam penyusunan ransum guna mencukupi kebutuhan TDN ternak. Selain nilai TDN, kandungan yang sangat perlu untuk diperhatikan yaitu kandungan protein kasar pada tanaman. Tabel 3 Kandungan nutrisi tanaman sorgum pada umur pemanenan yang berbeda (berdasarkan 100% BK) Parameter
Abu (%)
SK (%)
LK (%)
Beta-N (%)
PK (%)
TDN (%)
SAMURAI I (M17)
85 5.53± 0.37
Umur Panen (Hari) 95 7.57± 2.87
105 6.79± 0.70
PATIR 3.5
6.08± 0.17
7.19± 1.82
9.53± 3.04
7.60± 1.75
PATIR 3.6
5.71± 0.37
9.75± 3.83
6.77± 0.89
7.41 ± 2.09
PATIR 3.7 Rataan SAMURAI I (M17)
5.26± 0.85 5.65 ± 0.34b 31.90± 1.27
9.44± 3.02 8.49± 1.29a 34.78± 2.27
5.68± 0.55 7.19± 1.64ab 35.18 ± 1.86
6.80± 2.29 32.69± 1.82
PATIR 3.5
32.31± 1.34
33.36± 2.64
30.94± 0.98
32.20± 1.20
PATIR 3.6
32.07± 0.39
31.12± 4.54
33.40± 0.95
32.20± 1.14
PATIR 3.7 Rataan SAMURAI I (M17)
33.36± 3.57 32.41± 0.65 1.09± 0.07
31.50± 0.79 32.69± 1.70 0.63± 0.29
35.21± 0.71 32.74± 1.97 0.40± 0.24
33.36± 1.85 0.70 ± 0.35ab
PATIR 3.5
0.58± 0.19
0.34± 0.21
1.04± 0.71
0.65 ± 0.35b
PATIR 3.6
1.47± 0.10
0.56± 0.39
1.07± 0.26
1.03 ± 0.45a
PATIR 3.7
0.88± 0.35
0.38± 0.21
1.84± 0.71
1.03 ± 0.74a
Rataan
1.00 ± 0.38a
0.48 ± 0.14b
1.09± 0.59a
SAMURAI I (M17)
46.78± 1.52
46.84± 5.11
49.85 ± 1.66
47.70± 1.53
PATIR 3.5
43.92± 1.02
46.06± 3.51
47.79± 3.10
45.92± 1.93
PATIR 3.6
46.13± 1.74
46.27± 2.24
46.42± 1.29
46.27± 0.14
PATIR 3.7 Rataan SAMURAI I (M17)
45.86± 4.75 45.67± 1.22 14.70 ± 0.41ab
44.56± 1.56 45.93± 0.97 10.19 ± 1.39d
45.92± 2.81 47.40± 1.59 7.78 ± 0.38de
45.45± 0.76 10.89 ± 3.51
Jenis Sorgum
Rataan 6.63± 1.02
PATIR 3.5
17.11 ± 0.66a
13.05 ± 1.05bc
10.70 ± 0.10cd
13.62 ± 3.24
PATIR 3.6
14.62 ± 1.74ab
12.31 ± 3.55bcd
12.34 ± 0.76bcd
13.09 ± 1.32
PATIR 3.7
14.64 ± 1.27ab
14.12 ± 1.18b
11.35 ± 1.20cd
13.37 ± 1.76
Rataan
15.26 ± 1.22
12.41 ± 1.67
10.54 ± 1.96
SAMURAI I (M17)
45.48± 0.36abcd
44.30± 2.40bcd
44.71 ± 1.32bc
PATIR 3.5
50.49 ± 0.51a
48.31 ± 0.77ab
40.99 ± 4.78de
46.59 ±4.97
PATIR 3.6
42.63 ± 1.98cd
46.18± 4.38abcd
43.15± 2.44bcd
43.98 ± 1.91
PATIR 3.7
46.67± 3.06abc
48.26± 0.49ab
37.11± 5.12e
44.01 ± 6.03
Rataan
46.31 ± 3.25
46.76 ± 1.91
41.49 ± 3.29
44.83 ± 0.59
Keterangan : SK (Serat kasar), LK (Lemak kasar), BETN (Bahan ektrak tanpa nitrogen), PK (Protein kasar), TDN (Total Digestible Nutrient). Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang nyata (P<0.05).
Data kandungan protein kasar pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin lama umur panen tanaman sorgum, kandungan protein kasar akan semakin menurun. Menurut hasil penelitian Nabi et al. (2006) hijauan sorgum yang dipanen pada saat fase berbunga memiliki nilai protein kasar lebih tinggi dibandingkan yang dipanen pada fase selanjutnya. Menurunnya kandungan protein kasar seiring dengan lamanya waktu panen berkaitan dengan fisiologi dari tanaman sorgum itu sendiri. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kandungan protein kasar sorgum Bmr lebih tinggi dibandingkan dengan non BMR. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Reich (2005); Colombo et al. (2007) yang meneliti perbandingan kandungan nutrisi dari beberapa varietas sorgum hasil mutasi bahwa sorgum BMR
10
memiliki persentase kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan dengan sorgum non BMR. Koefisien Cerna Bahan Kering dan Koefisien Cerna Bahan Organik Nilai rataan Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) disajikan pada Tabel 4. Terdapat interaksi yang nyata (P<0.05) antara umur panen dan jenis sorgum terhadap Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Kualitas suatu bahan pakan dapat dilihat dari nilai kecernaan bahan pakan tersebut. Nilai KCBK dan KCBO menggambarkan berapa nutrisi yang mampu dicerna oleh mikroorganisme dalam rumen, semakin tinggi nilai KCBK dan KCBO maka semakin banyak nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh ternak. Nilai KCBK umumnya berbanding lurus dengan nilai KCBO. Data nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kecernaan tertinggi diperoleh pada umur panen 85 hari pada semua jenis sorgum. Nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang diperoleh pada penelitian ini menurun seiring dengan lamanya umur panen tanaman sorgum. Penurunan nilai kecernaan sorgum seiring dengan lamanya waktu panen berkaitan dengan fraksi serat kasar salah satunya kandungan lignin dalam tanaman. Semakin tua umur tanaman maka proses pembentukan lignin (lignifikasi) pada tanaman akan semakin tinggi. Lignin merupakan salah satu pembatas kecernaan bahan pakan bagi ternak ruminansia, seperti yang dikatakan oleh Jayanegara et al. (2009) nilai kecernaan sangat dipengaruhi oleh kandungan lignin yang merupakan salah satu komponen dari ADF (Acid Detergent Fibre). Melihat permasalahan inilah para peneliti mulai menciptakan sorgum Bmr yang memang dikhususkan untuk pakan. Tabel 4 Nilai Kecernaan dan N-amonia, tanaman sorgum mutan pada umur pemanenan yang berbeda. Parameter
KCBK (%)
KCBO (%)
NH3 (mM)
Umur Panen (Hari)
Jenis Sorgum SAMURAI I (M17)
85 61.29± 2.82abcd
95 56.26± 1.62cdef
105 40.29± 1.64g
PATIR 3.5
64.98± 5.97ab
50.97± 0.82ef
48.99± 4.72f
PATIR 3.6
67.44± 8.27a
55.26± 1.57def
54.08± 1.90def
PATIR 3.7
64.58± 2.48abc
57.49± 5.43bcde
57.90± 7.73bcde
SAMURAI I (M17)
60.78 ± 2.95abc
56.25± 1.40bcde
39.60 ± 0.99f
PATIR 3.5
64.32 ± 6.46ab
50.95 ± 1.34de
47.96 ± 4.95de
PATIR 3.6
66.04 ± 9.2a
54.76 ± 1.57cde
53.85 ± 2.64cde
PATIR 3.7
64.19± 2.60ab
57.03 ± 5.23cde
56.91 ± 7.70cde
SAMURAI I (M17)
9.65 ± 0.33a
9.26 ± 1.52a
6.01 ± 1.14c
PATIR 3.5
9.13 ± 0.03a
6.87 ± 0.36bc
5.97 ± 0.61c
PATIR 3.6
8.29 ± 1.76ab
6.55 ± 1.20bc
5.41 ± 1.03c
PATIR 3.7
9.40 ± 1.91a
8.94 ± 0.92a
5.43 ± 0.71c
Keterangan : KCBK (Koefisien Cerna Bahan Kering), KCBO (Koefisien Cerna Bahan Organik). Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang nyata (P<0.05).
Menurut beberapa penelitian sorgum Bmr memang memiliki kandungan lignin yang lebih rendah dibandingkan non Bmr. Seperti yang dilaporkan oleh Miller dan
11
Stroup (2003); Oliver et al. (2004); Vogler et al. (2009) bahwa sorgum BMR (4.3%) memiliki persentase kandungan lignin yang lebih rendah dibandingkan non BMR (5.6 %). Bukti bahwa kandungan lignin pada tanaman sorgum Bmr lebih rendah dibandingkan dengan sorgum non Bmr dapat dilihat dari perbedaan nilai kecernaannya. Rataan nilai kecernaan yang diperoleh dari tanaman sorgum galur PATIR 3.5, PATIR 3.6 dan PATIR 3.7 (sorgum Bmr) rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas SAMURAI I (M17) pada semua umur panen. Rendahnya kandungan lignin pada sorgum Bmr disebabkan karena pada Bmr, gen pengkodean COMT (Caffeic acid Omethyltransferase) yang berfungsi memproduksi lignin diubah, kemudian COMT ini bersama CAD (Cinnamyl alcohol dehidrogenase) memodifikasi dan mengurangi kandungan lignin pada tanaman (Purdue University 2003). Lignin pada tanaman sorgum diubah menjadi selulosa yang ditandai dengan timbulnya warna coklat kemerahan pada bagian tulang daun, batang dan bulir (Gambar 7). Nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang menurun seiring dengan lamanya umur panen juga dapat disebabkan oleh kandungan senyawa tanin yang banyak terdapat pada bulir tanaman sorgum. Semakin lama tanaman sorgum dipanen maka semakin banyak bulir yang terbentuk. Produksi bulir sorgum (Tabel 2) yang dihasilkan pada umur 105 hari paling tinggi dibandingkan umur panen 85 hari dan 95 hari. Senyawa tanin merupakan salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat pada tanaman sorgum, senyawa ini disebut antinutrisi karena mampu menghambat penyerapan nutrisi didalam tubuh ternak. Pada dosis tertentu senyawa ini mampu menurunkan nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik dengan cara menghambat proses degradasi protein dan serat (Makkar 2003; Makkar et al. 2007). Menurut jayanegara et al. (2009) penambahan tanin murni dari berbagai sumber tanaman pada dosis 0.5 mg/ml cairan rumen mengakibatkan penurunan nilai kecernaan bahan organik. Konsentrasi N-amonia Tanaman Sorgum. Rataan konsentrasi N-amonia disajikan pada Tabel 4. Terdapat interaksi yang nyata (P<0.05) antara umur panen dan jenis sorgum terhadap konsentrasi N-amonia. Terdapat perbedaan konsentrasi N-amonia yang nyata (P<0.05) antara masing-masing jenis sorgum. Konsentrasi N-amonia pada semua jenis sorgum menurun secara nyata (P<0.05) seiring dengan lamanya umur panen tanaman sorgum. konsentrasi N-amonia tertinggi diperoleh pada umur pemanenan 85 hari. Penurunan konsentrasi N-amonia berkaitan dengan kandungan protein kasar pada tanaman. Data persentase kandungan protein kasar (Tabel 3) menunjukkan bahwa semakin lama tanaman sorgum dipanen, kandungan protein kasar yang tersedia semakin rendah. Dengan begitu secara tidak langsung ini mengakibatkan konsentrasi N-amonia yang dihasilkan dari proses fermentasi didalam cairan rumen menjadi semakin rendah. Konsentrasi N-amonia dalam cairan rumen dihasilkan dari proses degradasi pakan salah satunya yaitu protein kasar. Semakin tinggi kandungan protein kasar yang tersedia maka makin tinggi konsentrasi N-amonia yang dihasilkan. Kandungan tanin pada bulir sorgum juga secara tidak langsung mampu mempengaruhi konsentrasi N-amonia yang dihasilkan dari proses fermentasi. Seperti yang telah dijelaskan dibagian sebelumnya bahwa tanin pada bulir sorgum memiliki mekanisme yang mampu menurunkan nilai kecernaan dengan cara menghambat proses
12
degradasi protein pada bahan pakan, secara tidak langsung degradasi protein menjadi Namonia juga akan berkurang. Produksi Protein Kasar/Plot dan Total Digestibility Nutrient (TDN) /Plot Hasil uji statistik pengaruh umur panen dan jenis sorgum terhadap produksi protein kasar/plot dan produksi TDN/plot disajikan pada Tabel 5. Terjadi interaksi yang nyata (P>0.05) antara umur panen dan jenis sorgum terhadap produksi protein kasar/plot dan produksi TDN/plot. Nilai produksi protein kasar/plot dan produksi TDN/plot merupakan hasil perhitungan dari produksi biomassa total dari setiap plot dikali dengan persentase nilai protein kasar dan TDN. Produksi protein kasar tertinggi untuk varietas SAMURAI I (M17) diperoleh pada umur pemanenan 85 hari, berbeda dengan galur PATIR 3.5 yang memperoleh produksi protein kasar tertinggi yaitu pada umur pemanenan 105 hari. Sedangkan galur PATIR 3.6 dan galur PATIR 3.7 sama-sama memperoleh produksi protein kasar tertinggi pada umur pemanenan 95 hari. Perbedaan waktu optimal produksi protein kasar dari beberapa jenis sorgum dapat disebabkan oleh perbedaan persentase protein kasar serta produksi biomassa masingmasing sorgum. Sorgum varietas SAMURAI I (M17) meskipun mencapai produksi biomassa optimum pada umur panen 95 hari tetapi ketika dikalikan dengan persentase protein kasar-nya ternyata hasilnya pada umur 85 hari produksi protein kasar yang dihasilkan lebih tinggi, begitu juga dengan jenis sorgum lainnya. Nilai protein kasar cenderung menurun seiring dengan lamanya umur panen berbanding terbalik dengan produksi biomassa yang meningkat seiring lamanya umur panen. Tabel 5 Produksi protein kasar dan TDN/plot tanaman sorgum mutan pada umur pemanenan yang berbeda Parameter
Protein Kasar (Kg/Plot)
TDN (Kg/Plot)
Umur Panen (Hari)
Jenis Sorgum SAMURAI I (M17)
85 1.22±0.03a
95 1.07±0.13ab
105 0.69±0.04d
PATIR 3.5
0.65±0.09d
0.75±0.02d
0.81±0.01cd
PATIR 3.6
0.84±0.13cd
0.97±0.26bc
0.64±0.07d
PATIR 3.7
0.79±0.04cd
1.16±0.08ab
0.73±0.05d
SAMURAI I (M17)
4.20 ±0.37a
4.25 ±0.71a
4.03±0.29ab
PATIR 3.5
2.85 ±0.62bc
2.33±0.46c
2.65±0.77c
PATIR 3.6
2.83 ±0.57bc
2.60±0.90c
2.92±0.82abc
PATIR 3.7
3.01±0.78abc
2.80±1.03bc
3.11±0.80abc
Keterangan : TDN (Total Digestible Nutrient).Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang nyata (P<0.05)
Produksi TDN tertinggi untuk varietas SAMURAI I (M17) diperoleh pada umur pemanenan 95 hari, berbeda dengan galur PATIR 3.5 yang mencapai produksi TDN optimum yaitu pada umur pemanenan 85 hari. Sedangkan galur PATIR 3.6 dan galur PATIR 3.7 sama-sama mencapai produksi TDN optimum pada umur pemanenan 105 hari. Seperti halnya produksi protein kasar, produksi TDN pada keempat jenis sorgum beragam. Ini berkaitan dengan waktu persentase TDN dan produksi biomassa optimum masing-masing jenis sorgum berbeda. Produksi TDN berkaitan dengan jumlah protein kasar, BETN, serat kasar dan lemak kasar yang dihasilkan oleh tanaman.
13
Hasil Skoring Antar Peubah Tabel 6 disajikan hasil skoring dari varietas SAMURAI I dan ketiga galur mutan sorgum BMR. Peubah yang digunakan untuk skoring yaitu produksi biomassa, kandungan nutrien, nilai kecernaan, konsentrasi N-amonia, produksi protein kasar/plot dan produksi TDN/plot. Pemilihan faktor penilaian berdasarkan tingkat kepentingan masing-masing peubah tersebut. Skor tertinggi adalah 10 dan skor terendah adalah 1. Dalam penyusunan ransum, sangat penting sekali untuk memperhatikan kandungan protein kasar dan TDN dalam bahan pakan. Hasil skor tertinggi semua jenis sorgum yang diperoleh dengan cara mempertimbangkan beberapa peubah diatas akan menentukan umur panen yang tepat untuk memperoleh produksi biomassa dan kandungan nutrien yang optimal. Tabel 6 Hasil skoring antar peubah pada semua perlakuan. Nilai Skor/Peubah
SAMURAI I (M17)
PATIR 3.5
PATIR 3.6
PATIR 3.7
Total Skor
Produksi Biomassa
Protein Kasar
TDN
KCBK
KCBO
NH3
Produksi Protein Kasar/Plot
Produksi TDN/Plot
85 Hari
7
8
7
8
9
10
10
10
69
95 Hari
10
3
6
6
7
10
8
10
60
105 Hari
9
1
6
1
1
2
1
9
30
85 Hari
1
10
10
10
10
9
1
3
54
Perlakuan
95 Hari
3
6
9
4
5
4
2
1
34
105 Hari
6
4
3
4
4
2
3
2
28
85 Hari
3
8
5
10
10
7
4
3
50
95 Hari
7
5
7
6
6
3
6
2
42
105 Hari
3
5
5
6
6
1
1
4
31
85 Hari
3
8
8
9
10
10
3
4
55
95 Hari
7
7
9
7
7
9
9
3
58
105 Hari
6
4
1
7
7
1
2
5
33
Ket: PK= Protein Kasar; TDN= Total Digestible Nutrient; KCBK= Koefisien Cerna Bahan Kering; KCBO= Koefisien Cerna Bahan Organik.
Tabel 6 menunjukkan bahwa sorgum varietas SAMURAI I lebih baik dibandingkan sorgum galur Bmr bila dilihat dari hasil skoring semua peubah. Sorgum varietas SAMURAI I pada umur panen 85 hari memperoleh hasil skor tertinggi dari semua perlakuan (69), artinya sorgum varietas SAMURAI I pada umur panen 85 hari memiliki produksi biomassa dan kandungan nutrien yang terbaik dari semua perlakuan. Umur panen 85 hari juga merupakan umur panen terbaik bagi sorgum Bmr galur PATIR 3.5 dan PATIR 3.6 sedangkan PATIR 3.7 pada umur panen 95 hari. Hasil skor tertinggi antar sorgum galur Bmr diperoleh galur PATIR 3.7, sorgum galur ini memperoleh nilai skor tinggi pada umur panen 95 hari (58). Kedepannya apabila sorgum galur Bmr akan digunakan sebagai pakan tunggal (single feed), jenis ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak.
14
SIMPULAN Berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor penting, dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh produksi biomassa dan kandungan nutrisi yang optimal maka sorgum SAMURAI I, sorgum BMR galur PATIR 3.5 dan PATIR 3.6 dapat dipanen pada umur 85 hari setelah tanam, sedangkan sorgum Bmr galur PATIR 3.7 pada umur 95 hari setelah tanam. Semua jenis sorgum tersebut tidak disarankan untuk dipanen pada umur 105 hari. Nilai kecernaan sorgum BMR (galur PATIR 3.5;3,6;3.7) lebih baik dari sorgum varietas SAMURAI I (M17).
15
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International. 18th ed. Assoc. Off. Anal. Chem., Arlington. Colombo D, Crovetto Gm, Colombini S, Galassi G, Rapetti L. 2007. Nutritive value of different hybrids of sorghum forage determined in vitro. Ital. J. Anim. Sci. 6(1): 289-291. Badan Tenaga Nuklir Nasional [BATAN]. 2013. Pemuliaan Tanaman Sorghum di PATIR-BATAN. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. www.batan.go.id/patir/_berita/pert/sorgum/sorgum.html. [15 Juli 2013]. Dann HM, Grant RJ, Cotanch KW, Thomas ED, Ballard CS, Rice R. 2008. Comparison of brown midrib sorghum-sudanggrass with corn silage on lactational performances and nutrient digestibility in Holstein dairy cows. J Dairy Sci. 91: 663-672. Gerik T, Brent B, Richard V. 1914. Sorghum Growth and Development.Texas A&M University. Godoy JGV, Tesso TT. 2013. Analysis of juice yield, sugar content, and biomass accumulation in sorghum. J Crop Sci. 53(4) : 1288-1297. Hartadi H, Reksohadiprojo S, Lebdosukojo S, Tillman AD. 1980. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Jayanegara A, Sofyan A, Makkar HPS, Becker K. 2009. Kinetika produksi gas, kecernaan bahan organik dan produksi gas metana In Vitro pada hay dan jerami yang disuplementasi hijauan mengandung tanin. Media Peternakan.32(2):120129. Jayanegara A, Makkar HPS, Becker K. 2009. Emisi metana dan fermentasi rumen in vitro ransum hay yang mengandung tanin murni pada konsentrasi rendah. Media Peternakan. 32:184-194. Leeson S, Summer JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition 3rd edition. University Books. Canada. Makkar HPS. 2003. Effects and fate of tannins in ruminant animals, adaptation to tannins, and strategies to overcome detrimental effects of feeding tannin-rich feeds. J. Small Ruminant. 49:241-256. Makkar HPS, Francis G, Becker K. 2007. Bioactivity of phytochemicals in some lesser known plants and their effects and potential applications in livestock and aquaculture production systems. J. animal. 1:1371-1391 Mansyur HD, Dhalika T, Hardjosoewignyo, Abdullah L. 2005. Pengaruh interval pemotongan dan invasi gulma Choromolaena odorata terhadap produksi dan kualitas rumput Brachiaria humidicola. Media Peternakan. 28(2 ):77-86. Miller FR, Stroup JA. 2003. Brown midrib forage sorghum,sudanggrass and corn: what is the potential?. California Alfalfa Symposium Proceeding. University of California Alfalfa and Forage. Nabi C G, Muhammad Riaz, Ghulam Ahmad. 2006. Comparison of Some Advances Lines of Sorghum Bicolor L. Monech For Green Fodder/Dry Matter Yields and Morpho-Economic Parameters. J Agric Res. 44(3). Newman Y, John E, Wilfred V, David W. 2010. Forage Sorghum (Sorghum bicolor): Overview and Management. Agronomy Department.University of Florida. NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academic Press. Washington DC.
16
O v
AL G n RJ d n JF ’ J. .C n f wn d -6 and 18 forage sorgum with conventional sorghum and corn silage in diets of lactating dairy cows. J.Dairy Sci. 87:637-644. Oliver AL, Pedersen JF, Grant RJ, Klopfenstein TJ. 2005. Comparative effects of the sorghum Bmr-6 and Bmr-12 genes: I. Forage sorghum yield and quality. J. Crop.Sci. 45: 2234-2239. Reich JM.2005.Utilizing the BMR trait in sudanggrass and sorghums.California Alfalfa Symposium Proceeding. University of California Alfalfa and Forage. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Gramedia. Jakarta. Supriyanto. 2010. Pengembangan sorgum di lahan kering untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan, energi dan industri. Simposium Nasional menuju Purworejo dinamis dan kreatif: 45-51. Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stagetechnique for the in vitro digestion of foragecrops. J. Br. Grassland Soc.18 : 104 111. Vasilakoglou I, Dhima K, Karagiannidis N, Gatsis T. 2011. Sweet sorghum productivity for biofuels under increased soil salinity and reduced irrigation. Field Crops Research. 120: 38-46. Vogler RK, Tesso TT, Johnson KD, Ejeta G. 2009. The effect of allelic variation on forage quality of brown midrib sorghum mutants with reduced caffeic acid Omethyl transferase activity. African J. Biochemistry research 3(3): 070-076.
17
LAMPIRAN Hasil Analisis Statistik Produksi Biomassa 1. Daun Dependent Variable: KeringDaun Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Varietas
3
6.24476831
2.08158944
53.73
<.0001
Blok
2
0.37469800
0.04683725
1.21
0.3538
UmurPanen
2
4.85451539
2.42725769
62.66
<.0001
Varietas*UmurPanen
6
10.47194994
1.74532499
45.05
<.0001
Duncan Grouping
Mean
N
Varietas
A
3.3576
9
C1
B
2.6083
9
C3
B B
2.5564
9
C2
C
2.2169
9
C4
Mean
N
UmurPanen
A
3.16367
12
D2
B
2.61942
12
D1
C
2.27133
12
D3
Duncan Grouping
Varietas
Mean Kering Daun Umur Panen D1 D2 D3
C1
2,633ef
4,362a
3,077c
C2
2,087g
2,582ef
2,998cd
C3
3,469b
3,039c
1,317i
C4
2,287fg
2,670de
1,692h
18
2. Batang Dependent Variable: Kering Batang Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Varietas
3
39.63345053
13.21115018
374.49
<.0001
Blok
2
0.26731178
0.03341397
0.95
0.5070
UmurPanen
2
11.77160689
5.88580344
166.84
<.0001
Varietas*UmurPanen
6
12.36151822
2.06025304
58.40
<.0001
Duncan Grouping
Mean
N
UmurPanen
4.87825
12
D2
Mean Kering Batang Umur Panen
Varietas A
B
4.01842
C
3.49075
12
12
D3
D1
D2
D3
C1
6,000a
6,016a
4,938c
C2
1,828h
3,103f
3,874e
C3
2,723g
4,733cd
2,785g
C4
3,409f
5,659b
4,474d
D1
3. Bulir Dependent Variable: Kering Biji Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Varietas
3
1.64870542
0.54956847
244.76
<.0001
Blok
2
0.01994022
0.00249253
1.11
0.4065
UmurPanen
2
11.74357172
5.87178586
2615.12
<.0001
Varietas*UmurPanen
6
0.55882583
0.09313764
41.48
<.0001
Duncan Grouping A
Mean
N
Varietas
1.27311
9
C1
B
0.94878
9
C3
C
0.78389
9
C2
D
0.72078
9
C4
Varietas
Mean Kering Biji Umur Panen D1 D2 D3
C1
0,529h
1,110e
2,179a
C2
0,261i
0,555h
1,533c
C3
0,168j
0,885f
1,792b
C4
0,240ij
0,693g
1,229d
19
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
UmurPanen
A
1.68350
12
D3
B
0.81133
12
D2
C
0.30008
12
D1
4. Produksi Total Dependent Variable: KeringTotal Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Varietas
3
83.55085656
27.85028552
346.10
<.0001
Blok
2
1.26806711
0.15850839
1.97
0.1183
UmurPanen
2
36.74559817
18.37279908
228.32
<.0001
Varietas*UmurPanen
6
25.65876628
4.27646105
53.14
<.0001
Duncan Grouping
Mean
N
Varietas
A
10.2827
9
C1
B
7.4526
9
C4
C
6.9713
9
C3
D
6.2754
9
C2
Duncan Grouping
Mean
N
UmurPanen
A
8.8532
12
D2
B
7.9733
12
D3
C
6.4101
12
D1
Varietas
Mean Kering Total Umur Panen D1 D2 D3
C1
9,163c
11,489a
10,194b
C2 C3
4,178g
6,241f
8,406d
6,360f
8,658cd
5,894f
C4
5,937f
9,023c
7,396e
20
Kandungan Nutrien 1. Kadar Abu Source varietas blok defoliasi defoliasi*varietas
DF 3 2 2 6
Type III SS 5.97058611 39.04897778 48.45850556 34.47167222
Duncan Grouping A A A A A A A Duncan Grouping
B B B
A A A
Mean Square 1.99019537 4.88112222 24.22925278 5.74527870
F Value 0.58 1.41 7.01 1.66
Pr > F 0.6393 0.2646 0.0065 0.1946
Mean 7.6022
N 9
varietas 2
7.4089
9
3
6.7967
9
4
6.6267
9
1
Mean
N
defoliasi
8.4867
12
2
7.1908
12
3
5.6483
12
1
2. BETN Source varietas blok defoliasi defoliasi*varietas Duncan Grouping A A A A A A A Duncan Grouping A A A A A
DF 3 2 2 6
Type III SS 25.42497778 84.19717778 20.80035556 19.53495556
Mean Square 8.47499259 10.52464722 10.40017778 3.25582593
F Value 1.19 1.48 1.46 0.46
Pr > F 0.3444 0.2397 0.2610 0.8291
Mean 47.700
N 9
varietas 1
46.271
9
3
45.924
9
2
45.447
9
4
Mean 47.400
N 12
defoliasi 3
45.933
12
2
45.673
12
1
21
3. Serat Kasar Source varietas blok defoliasi defoliasi*varietas
DF 3 2 2 6
Type III SS 8.14082222 41.25553333 0.76173889 56.65346111
Duncan Grouping A A A A A A A Duncan Grouping A A A A A
Mean Square 2.71360741 5.15694167 0.38086944 9.44224352
F Value 0.58 1.10 0.08 2.01
Pr > F 0.6374 0.4123 0.9224 0.1233
Mean 33.358
N 9
varietas 4
32.690
9
1
32.202
9
2
32.194
9
3
Mean 32.7383
N 12
defoliasi 3
32.6875
12
2
32.4075
12
1
4. Lemak Kasar Source varietas blok defoliasi defoliasi*varietas Duncan Grouping A A A A B A B B Duncan Grouping A A A B
DF 3 2 2 6
Type III SS 1.16486667 1.37066667 2.62701667 3.41898333
Mean Square 0.38828889 0.17133333 1.31350833 0.56983056
F Value 3.33 1.47 11.27 4.89
Pr > F 0.0462 0.2434 0.0009 0.0051
Mean 1.0367
N 9
varietas 3
1.0344
9
4
0.7044
9
1
0.6511
9
2
Mean 1.0867
N 12
defoliasi 3
1.0058
12
1
0.4775
12
2
22
5. Protein Kasar Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Varietas
3
9.16710670
3.05570223
1.95
0.1615
Blok
2
24.21240306
3.02655038
1.94
0.1241
UmurPanen
2
89.56939376
44.78469688
28.65
<.0001
Varietas*UmurPanen
6
33.89170616
5.64861769
3.61
0.0185
6. Total Digestible Nutrien (TDN) Source varietas blok defoliasi defoliasi*varietas
DF 3 2 2 6
Duncan Grouping
B B B B B B B B B B B B B B B D D D D
D D D D D D D D D
A A A A A A A A A A A
E E E
C C C C C C C C C C C C C
Type I SS 45.4044750 80.5354222 154.8812056 248.8822833
Mean Square F Value 15.1348250 2.17 10.0669278 1.44 77.4406028 11.11 41.4803806 5.95
Mean
N
interaksi
50.496
3
C2D1
48.314
3
C2D2
48.265
3
C4D2
46.675
3
C4D1
46.188
3
C3D2
45.484
3
C1D1
44.709
3
C1D3
44.304
3
C1D2
43.150
3
C3D3
42.633
3
C3D1
40.991
3
C2D3
37.113
3
C4D3
Pr > F 0.1313 0.2526 0.0009 0.0020
23
Nilai Kecernaan dan Konsentrasi N-amonia 1. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Dependent Variable: KCBK Source interaksi
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
11
1919.610302
174.510027
8.65
<.0001
Hasil Uji Lanjut Duncan Grouping A
Mean
N
Interaksi
67.442
3
C3D1
64.990
3
C2D1
64.588
3
C4D1
61.292
3
C1D1
57.903
3
C4D3
57.494
3
C4D2
56.269
3
C1D2
55.267
3
C3D2
54.084
3
C3D3
50.979
3
C2D2
48.994
3
C2D3
40.292
3
C1D3
A B
A
B
A
B
A
C
B
A
C
A
C
B
D
B
D
B
D
E
C
B
D
E
C
B
D
E
C
D
E
C
F
D
E
C
F
D
E
F
D
E
F
D
E
F
D
E
C
F
E
F
E
F F
G
24
2. Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Dependent Variable: KCBO Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
11
1881.492543
171.044777
7.67
<.0001
Error
24
535.263004
22.302625
Corrected Total
35
2416.755547
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
interaksi
11
1881.492543
171.044777
7.67
<.0001
Duncan Grouping A
Mean
N
Interaksi
66.049
3
C3D1
64.325
3
C2D1
64.192
3
C4D1
60.781
3
C1D1
57.038
3
C4D2
56.911
3
C4D3
56.255
3
C1D2
54.761
3
C3D2
53.858
3
C3D3
50.958
3
C2D2
47.961
3
C2D3
39.605
3
C1D3
A B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
C C
B
D
C
B
D
C
B
D
C
B
D
C
E
D
C
E
D
C
E
D
C
E
D
C
E
D
C
E
D
E
D
B
E F
25
3. Konsentrasi N-amonia Dependent Variable: NH3 Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
13
108.8460198
8.3727708
12.90
<.0001
Error
22
14.2776140
0.6489825
Corrected Total
35
123.1236339
R-Square
Coeff Var
Root MSE
NH3 Mean
0.884038
10.62467
0.805594
7.582302
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Blok
2
15.55745925
7.77872963
11.99
0.0003
Varietas
3
12.63571978
4.21190659
6.49
0.0026
UmurPanen
2
68.69365448
34.34682724
52.92
<.0001
Varietas*UmurPanen
6
11.95918631
1.99319772
3.07
0.0244
The GLM Procedure Level of Varietas
N
NH3 Mean
Std Dev
C1
9
8.31413678
1.98214531
C2
9
7.33016956
1.45386527
C3
9
6.75518667
1.72687095
C4
9
7.92971556
2.18775724
Level of UmurPanen
N
NH3 Mean
Std Dev
D1
12
8.02842908
1.80672711
D2
12
9.00634633
1.00042290
D3
12
5.71213100
0.82648117
26
Level of Varietas
Level of UmurPanen
N
NH3 Mean
Std Dev
C1
D1
3
9.65370900
0.33618500
C1
D2
3
9.26949667
1.52406407
C1
D3
3
6.01920467
1.14847250
C2
D1
3
9.13601500
0.03119400
C2
D2
3
6.87791800
0.36251300
C2
D3
3
5.97657567
0.61300050
C3
D1
3
8.29143633
1.76477350
C3
D2
3
6.55984567
1.20629850
C3
D3
3
5.41427800
1.03168100
C4
D1
3
9.40645600
1.91433350
C4
D2
3
8.94422500
0.92193400
C4
D3
3
5.43846567
0.71134750
Dependent Variable: NH3 Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
11
93.2885606
8.4807782
6.82
<.0001
Error
24
29.8350733
1.2431281
Corrected Total
35
123.1236339
R-Square
Coeff Var
Root MSE
NH3 Mean
0.757682
14.70472
1.114957
7.582302
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
interaksi
11
93.28856058
8.48077823
6.82
<.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
11
93.28856058
8.48077823
6.82
<.0001
interaksi
27
Hasil Uji Lanjut Duncan Grouping
Mean
N
Interaksi
9.6537
3
C1D1
9.4065
3
C4D1
9.2695
3
C1D2
9.1360
3
C2D1
8.9442
3
C4D2
A
8.2914
3
C3D1
B
C
6.8779
3
C2D2
B
C
B
C
6.5598
3
C3D2
6.0192
3
C1D3
5.9766
3
C2D3
5.4385
3
C4D3
5.4143
3
C3D3
A A A A A A A A A A B B
C C C C C C C C
28
Produksi Protein Kasar/Plot Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Varietas
2
0.43888783
0.21944392
21.30
<.0001
Blok
2
0.09581426
0.01596904
1.55
0.2187
UmurPanen
3
0.33183299
0.11061100
10.74
0.0003
Varietas*UmurPanen
6
0.53683256
0.08947209
8.68
0.0002
Hasil Uji Lanjut Duncan Grouping A
Mean
N
Interaksi
1.22995
3
C1D1
1.16236
3
C4D2
A B
A
B
A
B
A
1.07331
3
C1D2
C
0.97700
3
C3D2
0.84320
3
C3D1
0.81322
3
C2D3
0.79894
3
C4D1
0.75133
3
C2D2
0.73324
3
C4D3
0.69728
3
C1D3
0.65555
3
C2D1
0.64477
3
C3D3
B B
C D
C
D
C
D
C
D
C
D
C
D D D D D D D D D D
29
Produksi Total Digestible Nutrient/Plot Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
11
14.05111825
1.27737439
2.52
0.0283
Error
24
12.17052951
0.50710540
Corrected Total
35
26.22164776
Hasil Uji Lanjut Duncan Grouping A
Mean
N
Interaksi
4.2522
3
C1D2
4.2033
3
C1D1
4.0344
3
C1D3
3.1143
3
C4D3
3.0104
3
C4D1
2.9277
3
C3D3
2.8500
3
C2D1
2.8377
3
C3D1
2.8049
3
C4D2
2.6590
3
C2D3
2.6075
3
C3D2
2.3330
3
C2D2
A A A B
A
B
A
B
A
C
B
A
C
B
A
C
B
A
C
B
A
C
B
C
B
C
B
C
B
C
B
C
B
C C C C C C C
30
Foto Penelitian
Gambar 1. Pemberian kapur pada lahan sebelum penanaman.
Gambar 2. Pembuatan guludan
Gambar 3. Penyiraman lahan.
Gambar 4. Lahan sorghum
Gambar 5. Sorgum Samurai I (M17).
Gambar 6. Sorghum Bmr.
31
Gambar 7. Perbedaan warna tulang daun antara sorghum Samurai I (kiri) dan sorghum Bmr (kanan).
Gambar 8. Terlihat perbedaan ukuran tanaman sorghum Samurai I (belakang) dan Bmr (depan).
Gambar 9. Sorghum Brown midrib (BMR).
Gambar 10. Sorghum Samurai I (M17) pada saat hamil.
Gambar 11. Sorghum BMR pada saat mulai berbunga
Gambar 12. Sorghum Samurai I pada saat mulai berbunga.
32
Gambar 13. Bulir pada saat umur 85 hari.
Gambar 15. Bulir pada saat umur 105 hari.
Gambar 14. Bulir pada saat umur 95 hari.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April 1991 di Palembang, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, orang tua bernama Bapak H.Ir.Rosyidi Muchtar, M.Pd dan Ibu Hj.Nyimas Nuraini. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Bina Putra, Sekolah Dasar Muhammadiyah 14 Palembang, Sekolah Menengah Pertama Negeri 14 Palembang, Sekolah Menengah Atas Negeri 14 Palembang, Sumatera Selatan. Pada tahun 2008 penulis meneruskan studi di Universitas Sriwijaya (UNSRI) pada Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Pertanian hingga memperoleh gelar Sarjana Peternakan (SPt) pada tahun 2012 sebagai lulusan tercepat serta terbaik tingkat program studi. Setelah itu penulis mengikuti program Beasiswa Unggulan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BUDIKTI) tahun 2012 sebagai Calon Dosen dan penulis terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), pada program studi Ilmu Nutrisi dan Pakan. Selama menempuh pendidikan jenjang Strata satu, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah nutrisi non ruminansia selama satu semester pada tahun 2011. Penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris himpunan mahasiswa nutrisi dan makanan ternak (HIMANUMATER) selama satu periode pada tahun 2010.