PRODUKSI FLAVONOID DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) JACK) PADA DOSIS PUPUK KANDANG AYAM DAN ABU SEKAM DENGAN INTERVAL PANEN YANG BERBEDA
RAHMI TAUFIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Flavonoid Daun Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam dengan Interval Panen yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2016 Rahmi Taufika A252130261
RINGKASAN RAHMI TAUFIKA. Produksi Flavonoid Daun Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam dengan Interval Panen yang Berbeda. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan MAYA MELATI. Kemuning telah digunakan secara tradisional sebagai tanaman obat karena mengandung metabolit sekunder yang memiliki fungsi sebagai antioksidan, antibakteri, analgesik, anti-inflamasi, penurun kadar kolesterol darah, anti-obesitas. Penerapan teknik budidaya dengan pemberian pupuk organik dan pengaturan interval panen dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder khususnya senyawa flavonoid. Diduga terdapat perbedaan produksi flavonoid daun kemuning akibat pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dengan interval panen yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dengan interval panen yang berbeda terhadap produksi senyawa flavonoid tanaman kemuning. Percobaan lapangan dilakukan di Kebun Percobaan Organik IPB, Cikarawang dengan letak geografi antara 6o30' - 6o45' LS dan 106o30'-106o45' BT, pada 250 m di atas permukaan laut (dpl), Bogor, Indonesia, pada bulan Juni 2014 - Februari 2015. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, yaitu faktor 1 terdiri dari 8 kombinasi dosis pupuk kandang ayam (PA) dan abu sekam (AS) yaitu tanpa pupuk (kontrol), 0 kg PA + 3 kg AS; 7 kg PA + 0 kg AS; 7 kg PA + 3 kg AS; 14 kg PA + 0 kg AS; 14 kg PA + 3 kg AS; 21 kg PA + 0 kg AS; 21 kg PA + 3 kg AS per tanaman, dan faktor 2 adalah interval panen (2, 3, dan 4 bulan). Tinggi pangkas panen adalah 75 cm dari permukaan tanah. Percobaan dilakukan dengan 4 kali pengulangan. Hasil menunjukkan bahwa pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dengan dosis yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati. Interval panen 4 bulan nyata meningkatkan produksi daun berupa bobot basah dan kering daun total masing-masing sebesar 914.92 dan 258.53 g.tanaman-1. Interval panen 4 bulan menghasilkan aktivitas enzim Phenylalanine Ammonia-lyase (PAL) (7.92 x 10-5 mg cinnamic acid eq.g bobot basah-1), produksi protein (7.96 mg.tanaman-1), flavonoid total (682.8 mg.tanaman-1), antosianin (1.178 mg.tanaman-1), dan aktivitas antioksidan (76.51%) tertinggi. Interaksi pemberian pupuk kandang dan abu sekam dengan interval panen tidak memberikan pengaruh terhadap semua peubah pengamatan. Kata kunci: abu sekam, aktivitas antioksidan, Phenylalanine Ammonia-lyase, antosianin, klorofil, pupuk kandang ayam
SUMMARY RAHMI TAUFIKA. Leaf Flavonoid Production of Orange Jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack) on Chicken Manure and Rice-Hull Ash, with Harvest Intervals. Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ and MAYA MELATI. Orange jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack) has been traditionally used as a medicinal plant because it contains secondary metabolites with several function as antioxidants, antibacterial, anti-inflammatory, analgesic, lowering blood cholesterol levels, and anti-obesity. It is expected that certain combination of chicken manure and rice-hull ash rates with harvest interval could increase the production of its secondary metabolites, especially flavonoids. This study aimed to determine the effect of chicken manure and rice-hull ash rates and harvest intervals on flavonoid production of orange jessamine. Field experiment was conducted at IPB organic experimental station at Cikarawang, which geographically located between 6o30' - 6o45' South Latitude and 106o30'106o45' East Longitude, at 250 m above sea level in Bogor, Indonesia, on June 2014 to February 2015. The study used randomized block design with two factors, the first factor was 8 combinations of chicken manure (PA) and rice-hull ash (AS) rates as treatment, i.e. without fertilizer (control), 0 kg PA + 3 kg AS; 7 kg PA + 0 kg AS; 7 kg PA + 3 kg AS; 14 kg PA + 0 kg AS; 14 kg PA+ 3 kg AS; 21 kg PA + 0 kg AS; 21 kg PA + 3 kg AS per plant, the second factor was harvest intervals (every 2, 3, and 4 month). Harvests by pruning plant at 75 cm height above soil surface. The treatments were replicated 4 times. The results showed that no variable of observation was affected by combination of chicken manure and rice-hull ash treatments. Harvest at 4 month interval significantly increased leaf fresh weight (914.92 g.plant-1) and leaf dry weight (258.53 g.plant-1); produced the highest PAL enzyme activity (7.92 x 10-5 mg CA eq.g fresh weight-1), protein (7.95 mg.plant-1), total flavonoid (682.8 mg.plant-1), anthocyanin (1.178 mg.plant-1) and antioxidant activity (76.51%). No variable of observation was affected by the treatment interactions. Keywords: anthocyanin, antioxidant activity, chlorophyll, chicken manure, Phenylalanine Ammonia-lyase, rice-hull ash
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PRODUKSI FLAVONOID DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) JACK) PADA DOSIS PUPUK KANDANG AYAM DAN ABU SEKAM DENGAN INTERVAL PANEN YANG BERBEDA
RAHMI TAUFIKA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ani Kurniawati, SP, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014-Februari 2015 ini ialah produksi flavonoid berdasarkan teknik budidaya dengan judul Produksi Flavonoid Daun Kemuning pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam dengan Interval Panen yang Berbeda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS dan Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku komisi pembimbing, Dr Ani Kurniawati, SP, MSi selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, serta seluruh Bapak/Ibu dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada DIKTI RI yang telah membiayai pendidikan jenjang S2 di IPB, pimpinan dan staf Pusat Studi Biofarmaka IPB yang mendanai seluruh biaya penelitian hingga selesai, dan Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor, serta staf-staf laboratorium Fakultas Pertanian IPB. Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa pascasarjana Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian angkatan 2012-2013 dan 2013-2014, serta seluruh pihak yang turut membantu baik berupa tenaga, waktu, pikiran, pertemanan, dan do’a selama studi dan penelitian yang tidak dapat diungkapkan satu per satu. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda, ibunda, saudara-saudara serta seluruh keluarga, atas segala dorongan, do’a dan kasih sayang yang tulus. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016 Rahmi Taufika
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 4 4 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakter dan Manfaat Tanaman Kemuning Pupuk Organik Pupuk Kandang Ayam Abu Sekam Senyawa Metabolit Sekunder Flavonoid Pemanenan
6 6 7 9 9 10 12 12
3 METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan Prosedur Percobaan
14 14 14 14 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Kondisi Umum 18 Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam Terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman Kemuning 21 Pengaruh Interval Panen terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman Kemuning 22 Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam terhadap Kadar Hara Jaringan Daun Tanaman Kemuning 25 Pengaruh Interval Panen terhadap Kadar dan Serapan Hara Daun Tanaman Kemuning 27 Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam terhadap Kadar dan Produksi Fitokimia Daun Tanaman Kemuning 28 Pengaruh Interval Panen terhadap Kadar dan Produksi Fitokimia Daun Tanaman Kemuning 31 Korelasi Kadar Hara N, P, Dan K Jaringan Daun dengan Bobot Daun dan Produksi Fitokimia Daun Kemuning 35 5 SIMPULAN DAN SARAN
38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk 2 Kadar hara beberapa bahan dasar pupuk organik sebelum dan setelah dikomposkan 3 Pelakuan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dan interval panen pada kemuning 4 Rekapitulasi analisis ragam akibat perlakuan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam, dan interval panen yang berbeda 5 Curah hujan selama penelitian 6 Hasil analisis kadar hara tanah awal, akhir penelitian dan kadar hara pupuk kandang ayam dan abu sekam 7 Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap bobot basah daun, bobot kering daun, bobot basah ranting, dan persentase bobot basah daun terhadap bobot panen total 8 Pengaruh interval panen terhadap bobot basah daun, bobot kering daun, bobot basah ranting, dan persentase bobot basah daun terhadap bobot panen total 9 Pengaruh interval panen terhadap kadar hara jaringan daun kemuning 10 Pengaruh interval panen terhadap serapan hara jaringan daun kemuning 11 Kadar klorofil total, protein, dan aktivitas enzim PAL daun kemuning 12 Produksi protein, flavonoid total, dan antosianin daun kemuning 13 Kadar protein dan aktivitas enzim PAL daun kemuning 14 Produksi protein, flavonoid total, dan antosianin daun kemuning 15 Data iklim per bulan selama penelitian
7 9 14 18 19 20
21
22 27 28 29 31 34 35 48
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Diagram alir kerangka pemikiran Diagram alir penelitian Morfologi kemuning Skema lintasan biosintesis metabolit primer dan sekunder pada tumbuhan Bagian pangkas Ilustrasi perbandingan daun dan ranting kemuning setelah panen pada interval panen 2, 3, dan 4 bulan Tipe daun hasil panen Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap kadar N, P, dan K jaringan daun kemuning Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap serapan hara N, P, dan K jaringan daun kemuning Kadar flavonoid total, antosianin, dan aktivitas antioksidan berdasarkan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam Kadar klorofil total, flavonoid total, antosianin, dan aktivitas antioksidan berdasarkan interval panen Biplot hasil analisis korelasi antar komponen dengan produksi fitokimia daun kemuning berdasarkan PCA Prosedur penetapan nitrogen total dengan metode Kjeldahl
4 5 7 11 15 23 24 25 26 30 32 37 45
14 Metode penentuan kadar fosfor dan kalium daun
46
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Analisis hara N, P, dan K jaringan daun Analisis kadar klorofil dan antosianin (Sims dan Gamon 2002) Persiapan contoh untuk analisis protein dan kadar aktivitas enzim PAL Analisis protein (metode Lowry, Waterborg 2002) Analisis kadar akivitas enzim PAL (Dangcham et al. 2008) Persiapan contoh analisis kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan 7 Analisis kadar flavonoid total (metode aluminium chloride colorimetric, Chang et al. (2002) dengan sedikit modifikasi 8 Analisis aktivitas antioksidan (metode radikal bebas stabil, 1,1diphenil-2-picryl hydrazyl (DPPH)) assay, modifikasi dari Leu et al. (2006) dan Salazar et al. (2009) 9 Data iklim per bulan selama penelitian
45 46 47 47 47
47 48
48 48
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemuning (Murraya paniculata L. Jack) merupakan tanaman semak atau pohon kecil mempunyai kekerabatan dengan jeruk dalam famili Rutaceae. Kemuning tumbuh liar di semak belukar, tepi hutan, dan ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar (Sulaksana dan Jayusman 2005, Mattjik 2010). Berdasarkan farmakope China, daun kemuning digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai antibakteri, analgesik, anti-inflamasi, penurun kadar kolesterol darah, dan anti-obesitas (Pane 2010; Iswantini et al. 2011). Beberapa penelitian fitokimia pada daun kemuning sebelumnya diperoleh struktur kimia berupa turunan senyawa flavonoid yaitu 3, 3’, 4’, 5, 5’, 7 – heksametoksiflavon dan 3’, 4’, 5, 5’, 7 – pentametoksiflavon, kumarin, alkaloid, dan bersifat antioksidan (Siregar 2005; Rohman dan Riyanto 2005; Nugroho et al. 2010; Zhang et al. 2012). Terdapat senyawa golongan alkohol, keton tingkat tinggi, terpenoid, steroid, asam organik dan minyak atsiri dalam ekstrak etanol daun kemunig sebagai bukti adanya aktivitas antibakteri dengan KHM (kadar hambat minimum) sebesar 30% dan KBM (kadar bunuh minimum) sebesar 40% terhadap bakteri E.coli (Dwi 2007). Penelitian mengenai produksi fitokimia daun kemuning berkaitan dengan hubungan hara N, P, dan K jaringan daun akibat pemberian pupuk kandang ayam sebelumnya telah dilakukan oleh Karimuna et al. (2015) yang melaporkan bahwa konsentrasi N pada daun ke-1, ke-3, dan ke-5 daun muda dan dewasa tidak berkorelasi dengan produksi biomasa dan kadar fitokimia kemuning pada panen 34 dan 38 bulan setelah tanam (BST). Konsentrasi hara K pada daun ke-1, ke-3, dan ke-5 daun muda dan dewasa berkorelasi positif dengan bobot kering daun tetapi berkorelasi negatif dengan kadar flavonoid total pada 34 BST, dan konsentrasi P berkorelasi negatif dengan bobot kering daun muda dan dewasa ke5 pada 38 BST. Nilai dan level pemupukan yang diaplikasikan mempengaruhi kandungan nutrisi tanaman secara langsung dan kondisi fisiologi serta biosintesis metabolit sekunder tanaman secara tidak langsung (Heaton 2001). Tanaman sayuran yang dibudidayakan secara organik memiliki kadar flavonoid dan aktivitas antioksidan yang tinggi seperti bayam, kubis, bawang welsh, dan paprika hijau (Young et al. 2000). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terdapat pengaruh pemupukan organik terhadap tanaman obat. Aplikasi pupuk kandang ayam memberikan pengaruh terbaik karena relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup jika dibandingkan dengan pupuk kandang lain (Hartatik dan Widowati 2006). Penelitian pengaruh pemberian kombinasi pupuk organik terhadap produksi fitokimia tanaman kepel oleh Ramadhan (2015) menunjukkan produksi flavonoid tertinggi terdapat pada kombinasi 5 ton.ha-1 pupuk ayam + 2 ton.ha-1 guano 2252.8 mg SK (standar kuersetin) pada daun dewasa dengan waktu panen 9 bulan setelah aplikasi (BSA). Penelitian pada tanaman kolesom menghasilkan biomasa tertinggi berupa bobot kering daun 10.73 g.tanaman-1 dan bobot kering umbi 6.36 g.tanaman-1 akibat pemberian 15 ton.ha-1 pupuk kandang ayam, dan pemberian 5 ton.ha-1 pupuk kandang ayam
2
menghasilkan kandungan fitokimia kualitatif daun kolesom terbaik (Susanti et al. 2008). Pemupukan organik pada musim kemarau terhadap kolesom menghasilkan pucuk 37% lebih tinggi dibandingkan pemberian pupuk inorganik (Mualim 2012). Produksi antosianin kolesom dipengaruhi oleh pemupukan P dan K (Mualim et al. 2009). Penambahan pupuk kandang ayam pada media tanam dengan kombinasi tanah latosol Dramaga + arang sekam + pupuk kandang ayam (1:1:1 v/v) dan fertigasi 1 kg pupuk kandang ayam dalam 1 liter air, dengan dosis 60 mL per bibit kemuning menunjukkan hasil tertinggi pada pengamatan jumlah daun, jumlah anak daun, jumlah bunga, jumlah cabang, dan hasil skoring bibit berkualitas baik (Syahadat 2012). Pemberian pupuk kandang ayam dengan peningkatan konsentrasi hara K pada daun muda dan tua tanaman kemuning berkorelasi positif dengan bobot kering daun namun menunjukkan korelasi negatif dengan produksi flavonoid (Karimuna et al. 2015). Pemberian kombinasi dosis 15 ton.ha-1 pupuk kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk guano + 5.5 ton.ha-1 abu sekam menghasilkan senyawa saponin paling baik pada tanaman kolesom (Mulyana 2015). Penggunaan daun kemuning sebagai bahan obat tidak terlepas dari kegiatan pemanenan daun. Pemanenan daun yang terus-menerus mengakibatkan berkurangnya jumlah daun. Daun merupakan organ penting tanaman yang mengasilkan senyawa metabolit melalui proses fotosintesis. Senyawa metabolit dari daun ditransportasikan ke bagian tanaman lainnya untuk mendukung pertumbuhan, sehingga berkurangnya daun mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Ketika panen unsur hara terbawa dalam bagian tanaman hasil panen sehingga menyebabkan berkurangnya unsur hara di dalam tanah. Munawar (2011) menyatakan bahwa pemanenan seluruh bagian tanaman tanpa pasokan hara yang memadai menyebabkan kehilangan bahan organik tanah sehingga tanah tidak mampu mengikat hara. Setelah panen, tanaman akan membentuk daun kembali agar tetap bisa berfotosintesis dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya tindakan pengaturan waktu panen untuk menjaga keseimbangan antara unsur hara yang terbawa panen dengan ketersediaan hara di dalam tanah dengan cara penambahan unsur hara ke tanah melalui pemupukan. Pembentukan daun berkaitan dengan ketersediaan hara dalam tanah dan waktu yang cukup sebelum dipanen kembali. Penelitian tentang pengaruh pemupukan dan interval panen terhadap produksi fitokimia tanaman obat telah dilakukan oleh Susanti (2012) terhadap kolesom, menghasilkan antosianin pucuk tertinggi pada perlakuan 100 kg urea + 100 kg KCl.ha-1 (152.23 μmol.tanaman-1) atau pada interval panen yang lebih singkat yaitu 10 hari (165.27 μmol.tanaman-1) jika dibandingkan dengan interval panen 15 dan 30 hari. Kandungan protein pucuk kolesom tertinggi dihasilkan pada perlakuan 100 kg urea + 100 kg KCl.ha-1 (10.60 mg.g bobot basah-1) dan interval panen 15 hari (9.77 mg.g bobot basah-1) jika dibandingkan pada interval panen 10 dan 30 hari pada umur 50 HST. Penelitian mengenai produksi daun dan senyawa fitokimia tanaman kemuning telah dilakukan oleh Utami (2014) pada umur 18 bulan dengan hanya satu kali pemupukan diawal penelitian berupa kombinasi 5 kg.tanaman-1.tahun-1 pupuk kandang ayam + 0.45 kg.tanaman-1.tahun-1 rock phosphate + 2 kg.tanaman1 .tahun-1 abu sekam menghasilkan bobot basah daun dan kandungan antosianin daun tertinggi ketika interval panen diperpanjang menjadi 12 minggu dari 5 minggu, dengan ketinggian bidang panen 75 cm dari permukaan tanah. Karimuna
3
et al. (2015) melakukan penelitian pada kemuning umur 34 dan 38 BST dengan aplikasi pupuk kandang ayam. Dari penelitian tersebut, bobot kering dan produksi flavonoid total tertinggi diperoleh pada umur 34 BST dengan dosis pupuk ayam 2.5 kg per tanaman. Penelitian tersebut menggunakan metode pemanenan 4 bulan sekali. Diduga kemampuan rejuvenasi kemuning akan terus terjadi setelah pemanenan dengan bantuan tambahan hara melalui pupuk yang bertahap. Karimuna (2015) melaporkan bahwa dengan satu kali pemberian pupuk kandang ayam pada kemuning umur 30 bulan setelah tanam hanya mencukupi untuk produksi daun pada panen pertama (34 BST) namun tidak untuk panen ke-dua (38 BST). Untuk itu dipelajari pengaruh interval panen yang berbeda untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan kemuning untuk merejuvenasi daun sehingga layak dipanen sebagai bahan obat. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka usaha untuk peningkatan produksi senyawa flavonoid daun kemuning diduga dapat dilakukan dengan teknik budidaya pemupukan dan pengaturan waktu panen. Penelitian tentang pengaruh pemberian kombinasi dosis pupuk organik pada saat panen dengan interval panen pada produksi flavonoid tanaman kemuning perlu dilakukan karena sejauh ini belum ada banyak informasi mengenai hal tersebut. Oleh karena itu penelitian perlu dilakukan untuk menghasilkan pedoman budidaya tanaman kemuning yang dapat diterapkan di lapangan. Perumusan Masalah Kemuning merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai tanaman hias dan tanaman pagar, tumbuh liar di semak belukar dan tepi hutan (Sulaksana dan Jayusman 2005). Namun, secara tradisional kemuning telah dimanfaatkan sebagai antibakteri, analgesik anti-inflamasi, penurun kadar kolesterol darah (Pane 2010), dan anti-obesitas (Iswantini et al. 2011), karena mengandung senyawa flavonoid (Siregar 2005), turunan flavonoid (Nugroho et al. 2010), kumarin, alkaloid (Zhang et al. 2012) dan bersifat antioksidan (Rohman dan Riyanto 2005). Dwi (2007) membuktikan aktivitas antibakteri dari kemuning dengan KHM (kadar hambat minimum) sebesar 30% dan KBM (kadar bunuh minimum) sebesar 40% terhadap bakteri E.coli. Berdasarkan pemaparan di atas tanaman kemuning berpotensi sebagai tanaman obat, namun belum ada laporan penelitian mengenai usaha peningkatan produksi flavonoid daun kemuning. Tindakan untuk peningkatan produksi flavonoid daun kemuning diduga dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan yang aman bagi tanaman obat adalah dengan pemupukan organik. Daun kemuning dapat dipanen berkali-kali untuk digunakan sebagai bahan obat. Interval panen yang tepat diperlukan untuk memberikan waktu yang cukup dalam pembetukan daun kembali agar memperoleh produksi flavonoid yang terbaik. Oleh karena itu perlu adanya tindakan untuk menjaga keseimbangan antara unsur hara yang terbawa panen dengan ketersediaan hara di dalam tanah agar tidak terjadi penurunan produksi daun dengan cara pemberian pupuk.
4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh dosis pupuk organik yang berbeda terhadap produksi flavonoid daun kemuning, (2) mengetahui pengaruh interval panen yang berbeda terhadap produksi flavonoid daun kemuning, (3) mengetahui pengaruh interaksi antara dosis pupuk organik dan interval panen yang berbeda terhadap produksi flavonoid daun kemuning. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) terdapat pengaruh dosis pupuk organik terbaik dalam memproduksi flavonoid daun kemuning, (2) terdapat pengaruh interval panen terbaik dalam memproduksi flavonoid tanaman kemuning, (3) terdapat pengaruh interaksi dosis pupuk organik dan interval panen terbaik dalam memproduksi flavonoid daun kemuning. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai produksi flavonoid daun kemuning yang dipupuk organik dan dipanen dengan berbagai interval panen. Melalui hasil penelitian ini diharapkan masyarakat memperoleh informasi teknik budidaya yang tepat untuk memperoleh tanaman kemuning yang mengandung senyawa bioaktif yang tinggi sebagai tanaman obat. Kerangka Pemikiran Untuk menjawab tujuan penelitian maka dilakukan percobaan di lapangan dan di laboratorium untuk mengidentifikasi kadar bioaktif daun kemuning. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran
5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan di lapangan yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Organik IPB, Cikarawang, Dramaga. Bagan alir penelitian “Produksi Flavonoid Daun Kemuning (Murraya paniculata L. Jack) pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam dengan Interval Panen yang Berbeda” dipaparkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Bagan alir penelitian “Produksi Flavonoid Daun kemuning (Murraya paniculata L. Jack) pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam dengan Interval Panen yang Berbeda”
6
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Manfaat Tanaman Kemuning Murraya paniculata Linn. (sinonim: Chalcas paniculata L., Chalcas exotica L. dan Murraya exotica L.) termasuk ke dalam famili Rutaceae, dan dikenal dengan nama orange jessamine. Kemuning tersebar di bagian India dan Pulau Andaman pada ketinggian 1500 m dari permukaan laut (dpl). kemuning berasal dari India dan Srilangka hingga Myanmar (Burma), bagian Selatan China, Taiwan, Thailand, dan ke wilayah timur sepanjang wilayah Malesia sampai ke utara Australia dan Caledonia (Gautam dan Goel 2012). Kemuning berbatang kecil dengan mahkota menyebar dan pendek, bengkok dan bunga yang harum. Tinggi batang mencapai 3-3.5 m (Gautam dan Goel 2012). Kayu kemuning berwarna kuning muda. Seiring bertambahnya usia, warna kayu yang tadinya berwarna kuning muda akan berubah menjadi coklat. Serat kayunya halus dan keras tapi mudah dibelah. Batang kemuning beralur dan tidak berduri dan diameter batang dapat mencapai 60 cm (Heyne 1987). Daun kemuning mengkilap dan gelap di atas, berbentuk bulat telur berujung lancip dan panjangnya 3-7 cm (Gilman 1999). Daun kemuning merupakan daun majemuk, bersirip ganjil, dengan anak daun 3-9, dan letaknya berselang seling, serta tidak berbau ketika diremas. Helaian anak daun bertangkai, bentuk bulat telur sungsang atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata atau agak beringgit, panjang 2-7 cm, dan lebar 1-3 cm. kemuning bersifat pedas, pahit, dan hangat (Ayu 2011). Kemuning berbunga putih, beraroma harum dan berbunga sepanjang tahun. Ukuran bunga kemuning sekitar 1.5-2 cm bertangkai pendek (Gilman 1999). Bunga kemuning merupakan bunga majemuk yang keluar dari ketiak daun atau ujung ranting, berbentuk terompet berwarna putih, jumlahnya sekitar 1-8 (Mattjik 2010). Buah kemuning termasuk buah buni berdaging, bentuknya bulat telur atau bulat memanjang, dengan panjang 8-12 mm, berwarna hijau jika masih muda dan bewarna merah ketika masak yang muncul sepanjang tahun. Kulit buah kemuning mengandung minyak dan dalam satu buah terdapat 1-2 biji (Mursito dan Prihmantoro 2011) Kemuning hidup di daerah yang terkena sinar matahari pada tanah alkalin, liat, pasir dan lempung. Kemuning memiliki toleransi tinggi terhadap cekaman kekeringan. Jarak antar tanaman yang digunakan bila dibudidayakan di lahan yakni sekitar 91-152 cm (Gilman 1999). Kemuning merupakan tumbuhan hutan, tumbuh di semak belukar dan di taman sebagai perdu hias. Kemuning bisa tumbuh sampai pada ketinggian 400 m dpl (Siregar 2005). Lingkungan tumbuh kemuning yaitu cahaya sedang hingga terang tetapi toleran terhadap cahaya rendah, kelembaban 60-70%, dan suhu udara sekitar 18 240C. Kemuning dapat ditemukan hingga ketinggian ± 400 mdpl. Tanah yang cocok untuk budidaya kemuning yaitu tanah masam, tanah alkali, tanah lempung, tanah liat, dan tanah berpasir (Mattjik 2010). Kemuning umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman hias di kebun atau di taman sebagai hijauan. Chowdhury (2008) mengemukakan bahwa kemuning dibudidayakan di India untuk aromatik dan ornamen taman. Daun kemuning dapat meredakan mual, gangguan pencernaan dan muntah serta dikonsumsi sebagai obat diare, disentri, gangguan pada gigi dan gusi, reumatik dan batuk. Dilaporkan
7
bahwa komposisi minyak atsiri menjadi bahan utama dalam pembentukan aroma dan rasa seperti pinene, sabinene, caryophyllene, candinol dan cadinene. Mattjik (2010) menyatakan bahwa dalam keseharian, kemuning umumnya digunakan sebagai tanaman hias dan tanaman obat. Selain itu, Senyawa metabolit sekunder yang terkandung di tanaman kemuning dilaporkan dalam beberapa karya ilmiah mempunyai aktivitas biologi sebagai obat pemati rasa (anestesia), penenang (sedatif), penurun panas (antipiretik), dan antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.
3-3.5
m
1-3
cm
1.5-2
cm
8-12 mm
A B C D Gambar 3 A. tanaman kemuning, B. daun, C. bunga, D. buah Pupuk Organik Pupuk diberikan pada tanaman bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman yang tidak tercukupi oleh tanah. Umumnya unsur hara telah tersedia di dalam tanah, tetapi karena secara terus menerus diserap dan digunakan oleh tanaman maka kadarnya akan berkurang. Unsur hara dalam tanah terus berkurang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga perlu tambahan dari luar berupa pupuk, berdasarkan jumlah yang dibutuhkan, unsur hara terdiri dari unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak atau unsur hara makro (N, P, K, S, C dan Mg) dan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit atau unsur mikro (Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo). Informasi mengenai standar kecukupan pupuk pada tanaman kemuning belum ada sebelumnya, sehingga dapat mengacu pada tanaman jeruk. IFA World fertilizer use manual (1992) mengemukakan standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk dengan konsep nilai standar yang dikembangkan merupakan harga rata-rata kadar hara pada tanaman yang pertumbuhan dan produksinya baik yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk menurut IFA Unsur N (%) P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) S (%) Fe (ppm)
Sangat rendah <2.2 <0.09 <0.40 <1.6 <0.16 <0.14 <36.0
Rendah 2.2-2.3 0.09-0.11 0.40-0.69 1.6-2.9 0.16-0.25 0.14-0.19 36-59
Optimum 2.4-2.6 0.12-0.16 0.70-1.09 3.0-5.5 0.26-0.6 0.2-0.3 60-120
Tinggi 2.7-2.8 0.17-0.29 1.10-2.00 5.6-6.9 0.7-1.1 0.4-0.5 130-200
Sangat tinggi >3.0 >0.30 >2.40 >7.00 >1.20 >0.60 >250
8
Berdasarkan bahan pembentuknya, pupuk dapat digolongkan menjadi pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik berasal dari bahan kimia yang diubah melalui proses produksi (Lingga dan Marsono 2004). Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk organik sangat bermanfaat dalam peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas. Pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi degradasi lahan (Simanungkalit et al. 2006). Definisi pupuk organik yang dikemukakan oleh International Organization for Standardization (ISO) bahwa pupuk organik atau bahan karbon, pada umumnya berasal dari tumbuhan dan/atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yag berasal dari tumbuhan dan/atau hewan. Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006 tentang pupuk organik dan pembenah tanah, menyebutkan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari bahan tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan menyuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Association of America plant food Control Officials (AAPFCO) mendefinisikan pupuk organik sebagai pupuk yang mengandung karbon sebagai komponen esensial (tetapi tidak dalam bentuk karbonat). Pupuk organik sebagai bahan mengandung karbon dan satu atau lebih unsur yang lain selain hidrogen dan oksigen yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Sutanto 2008). Susanti et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemupukan sangat berpengaruh terhadap produk primer maupun produk sekunder yang dihasilkan oleh tanaman. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang optimal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang penting di antaranya ketersediaan hara pada media tanam kolesom. Unsur hara N, P, dan K di tanah terus berkurang karena diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada waktu panen, tercuci, menguap, dan erosi. Mualim et al. (2012) menambahkan bahwa kekurangan N, P, dan K dapat dicukupi dengan pemupukan. Jumlah pupuk yang akan diberikan berhubungan dengan kebutuhan unsur hara tanaman kolesom, kadar unsur hara yang ada dalam tanah dan kadar unsur hara yang terdapat dalam pupuk. Pupuk organik jika dibedakan berdasarkan kadar haranya maka secara umum dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik penyedia N, P dan K. Studi literatur dari beberapa penelitian dan pustaka menunjukkan bahwa pupuk kandang dapat digunakan sebagai sumber N, pupuk guano sebagai sumber P, dan abu sekam sebagai sumber K (Mualim 2012, Mulyana et al. 2015, Karimuna et al. 2015). Kadar hara beberapa pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak yang belum dan sesudah dikomposkan disajikan pada Tabel 2.
9
Tabel 2 Kadar hara beberapa bahan dasar pupuk organik sebelum dan setelah dikomposkan Jenis bahan asal Bahan segar Kotoran sapi Kotoran kambing Kotoran ayam Kompos Sapi Kambing Ayam
Kadar hara (g 100 g-1) C N --------- % ---------63.44 1.53 46.51 1.41
C/N 41.46 32.98
42.18
1.50
28.12
2.34 1.85 1.70
16.8 11.3 10.8
P K --------- % ------------0.67 0.70 0.54 0.75 1.97 0.68 --------- % ------------1.08 0.69 1.14 2.49 2.12 1.45
Sumber : Tim Balittanah dalam Hartatik dan Widowati (2005). Pupuk Kandang Ayam Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006). Hasil penelitian Karimuna (2015) pada kemuning diperoleh dosis optimum pupuk kandang ayam untuk menghasilkan bobot basah dan bobot kering daun pada umur 34 bulan setelah tanam yaitu sebesar 3.1 dan 6.5 kg.tanaman-1. Penelitian Mulyana (2015) pada tanaman torbangun menunjukkan bahwa pemupukan dengan kombinasi pupuk (15 ton ha-1 pupuk kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk guano + 5.5 ton ha-1 abu sekam) menghasilkan konsentrasi dan produksi metabolit sekunder saponin yang paling baik dan pemupukan dengan kombinasi dosis 15 ton ha-1 pupuk kandang ayam + 5.5 ton ha-1 abu sekam menghasilkan konsentrasi hara pucuk yang paling baik. Penambahan pupuk kandang ayam pada pembibitan kemuning telah dilakukan oleh Syahadat (2012) menunjukkan hasil tertinggi pada pengamatan jumlah daun, jumlah anak daun, jumlah bunga, jumlah cabang, dan hasil skoring bbit berkualitas baik degan kombinasi media tanam berupa tanah latosol Dramaga + arang sekam + pupuk kandang ayam (1:1:1 v/v) dan fertigasi 1 kg pupuk kandang ayam dalam 1 liter air, dengan dosis 60 mL per bibit kemuning. Abu Sekam Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pupuk organik adalah abu sekam. AICOAF (2001) menyatakan bahwa dengan penambah abu sekam dapat meningkatkan pH tanah, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan P, selain itu dapat meningkatkan aerasi daerah perakaran serta kapasitas memegang air dan nilai tukar K dan Mg. Bronzeoak (2003) dan Foletto et al. (2006) menambahkan bahwa abu sekam mengandung 0.01-2.69% P2O5, 0.12.54% K2O, 94.4% SiO2, 0.16% Al2O3, 0.77% Na2O, 0.59% MnO, 0.83% CaO, 1.21% MgO, 0.03% Fe2O, dan pH 8.1-11.0. Priyadharshini dan Seran (2009) melaporkan bahwa abu sekam dapat digunakan sebagai sumber K dalam budidaya kacang tunggak (Vigna unguiculata L.) secara organik. Selain itu, menurut Ilyas et al. (2000) peranan abu sekam juga sebagai sumber silikat bagi tanah. Penggunaan
10
abu sekam pada lahan pertanian selain sebagai sumber silikat juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah pertanian sekaligus upaya pengembalian sisa panen ke areal pertanian. Peranan silikat adalah untuk melepaskan P terjerap dan mencegah terjadinya fiksasi P. Buresh et al. (1997) menyatakan bahwa pemberian silikat dapat mengurangi jerapan P, walaupun silikat sendiri secara umum tidak digolongkan sebagai unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. P merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan akar yang akan membantu penyerapan unsur hara. Matichenkov and Calvert (2002) menjelaskan aktivitas Si di dalam tanah melalui dua proses. Proses pertama melibatkan peningkatan asam mono silikat mengakibatkan P yang sedikit terlarut menjadi tersedia bagi tanaman. Proses kedua, mengadsorbsi P, sehingga menurunkan pencucian P sampai 30-90% seperti dijelaskan dengan persamaan: 2Al (H2PO4)3 + 2Si (OH)4 + 5H+ 2FePO4 + Si (OH)4 + 2H+
Al2Si2O5 + 5H3PO4 + 5H2O
Fe2SiO4 + 2H3PO4
Hasil penelitian Dhalimi (2003) pada tanaman panili menjelaskan bahwa pemberian abu sekam sebagai bahan organik untuk campuran media tanah dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman di pembibitan baik terhadap jumlah daun maupun tinggi dan diameter batang. Selain itu pemberian abu sekam dapat memperbaiki sifak fisik dan kimia tanah. Penelitian Sudadi et al. (2014) dengan pemberian kombinasi pupuk pada padi berupa abu sekam setara 100 kg ha-1 KCl + inokulan azola g.m-2 + fosfat alam setara 150 kg ha-1 SP-36 menghasilkan gabah kering giling 5014.78 kg ha-1. Kadar K2O pada abu sekam berkisar 1.1%. Selain mengandung unsur K abu sekam juga mengandung unsur hara makro lainnya seperti N (0.16%) dan P (0.26% P2O5). Hasil penelitian Mualim (2012) dengan penggunaan kombinasi dosis pupuk organik berupa abu sekam 8.2 ton ha-1 + pupuk kandang sapi 18.4 ton ha-1 + guano 378.0 kg ha-1 menghasilkan produksi pucuk kolesom yang tinggi. Penelitian Mulayana (2015) pada torbangun dengan pemberian kombinasi dosis pupuk (5.5 ton ha-1 abu sekam + 15 ton ha-1 pupuk kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk guano) meningkatkan produksi total saponin sebesar 23.76 g m-2. Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan memiliki banyak sekali lintasan biosintesis yang akan menghasilkan menjadi metabolit primer dan sekunder. Selain menghasilkan metabolit primer tanaman menghasilkan metabolit sekunder yang ditemukan pada organisme tertentu, atau kelompok organisme dan merupakan ekspresi individual suatu spesies (Dewick 2002). Lintasan pentose fosfat, glikolisis, dan siklus asam trikarboksilat merupakan lintasan metabolisme primer yang paling umum ditemukan karena berkaitan dengan respirasi aerobik dan biosintesis adenosine trifosfat (ATP). Lintasan metabolisme menyediakan prekursor atau substrat yang berperan dalam metabolisme sekunder. Menurut perkiraan terdapat sekitar 2% (1 x 109 ton/tahun) dari seluruh karbon yang difotosintesis diubah menjadi flavonoid yang merupakan salah satu
11
golongan fenol alam yang terbesar (Markham 1988). Flavonoid merupakan salah satu senyawa aromatik dalam tanaman yang disintesis melalui biosintesis gabungan membentuk 2 sistem cincin. Cincin A berasal dari 3 unit asetat, sedangkan ring B dan 3 karbon pada bagian tengah ring berasal dari asam sinamat. Dua lintasan biosintesis yaitu lintasan asetat-malonat dan asam shikimat adalah lintasan yang penting dalam proses biosintesis flavonoid (Vickery dan Vickery 1981). Beberapa lintasan berupa lintasan L-galaktosa (Smirnoff-Wheeler) menghasilkan vitamin C (asam askorbat), lintasan asam Shikimat yang kemudian menghasilkan asam amino aromatik seperti fenilalanin, triptofan, dan tirosin. Lintasan fenilpropanoid dan asam malonat menghasilkan senyawa fenolik diantaranya antosianin, flavonoid, lignin, tannin dan quinon. Lintasan terpenoid dan lintasan asam mevalonat menghasilkan kelompok terpen dan steroid (Mualim 2012). Penelitian untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder pada tanaman kemuning telah dilakukan oleh Choudhary et al. (2002) bahwa selain senyawa murranganone dan paniculatin, terdapat 2’-0-ethylmurrangatin berupa produk alami yang baru dari daun kemuning. Nugroho et al. (2010) berupa senyawa turunan flavonoid yaitu 2, 3’, 4’, 5, 5’, 7 – heksametoksiflavon dan 3’, 4’, 5, 5’, 7 – pentametoksiflavon. Gautam dan Goel (2012) ekstrak tanaman kemuning mengandung alkaloid, flavonoids, senyawa fenolik, karbohidrat, protein, asam amino namun tidak terlihat ada saponin. Skema lintasan biosintesis metabolis primer dan sekunder pada tumbuhan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Skema lintasan biosintesis metabolis primer dan sekunder pada tumbuhan. Garis putus-putus menunjukkan senyawa yang dibentuk melalui tahapan yang dikatalisis dengan berbagai enzim. Modifikasi dari Cseke dan Kaufman (1999) dan Cseke et al. (2006)
12
Flavonoid Flavonoid adalah senyawa fenolik yang dihasilkan melalui lintasan fenilpropanoid yang merupakan lintasan biosintesis penghasil senyawa kelompok besar senyawa fenolik. Lintasan ini menggunakan fenilalanin sebagai prekursor utamanya dengan enzim pengkatalis reaksinya berupa PAL. Vickery dan Vickery (1981) menyebutkan bahwa pada jalur asam sikimat akan terbentuk fenilalanin yang merupakan salah satu senyawa asam amino aromatik yang selanjutnya akan menghasilkan p-asam kumarat, sedangkan pada jalur asetat malonat akan terbentuk asetil CoA yang akan menghasilkan malonil CoA, setelah mengikat satu molekul CO2. Secara umum kelompok besar senyawa fenolik dapat dibagi menjadi senyawa flavonoid dan non flavonoid. Flavonoid dapat dibagi menjadi sub-kelas yaitu antosianin, flavanol, flavanon, flavonol, flavon dan isoflavon. Flavonoid yang mengikat molekul gula disebut sebagai flavonoid glikosida, sedangkan yang tidak mengikat molekul gula disebut sebagai flavonoid aglikon. Flavonoid yang terkandung dalam tanaman termasuk dalam bentuk glikosida (Muchtadi 2012). Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan yang mempunyai aktivitas antibakteri, anti-inflamatori, antialergi, antimutagenik, antiviral, antineoplastik, anti-trombotik, aktivitas vasodilatori, dan juga dapat mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler pada manusia (Rice-Evan et al. 1996, Yochum et al. 1999, Polagruto et al. 2003). Antosianin dan kuersetin merupakan bagian golongan flavonoid telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan sel kanker pada manusia (Lamson et al. 2002, Katsube et al. 2003, Zhang et al. 2012). Daun kemuning mengandung senyawa flavonoid, turunan flavonoid, kumarin, alkaloid, dan bersifat antioksidan (Siregar 2005, Rohman dan Riyanto 2005, Nugroho et al. 2010, Zhang et al. 2012). Aktivitas antibakteri yang berasal dari daun kemuning memiliki kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) masing-masing sebesar 30 dan 40% terhadap bakteri E.coli (Dwi 2007). Pemanenan Pemanfaatan daun kemuning sebagai bahan obat tidak terlepas dari kegiatan pemanenan. Pemanenan dengan cara pemangkasan merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tidak dipangkas menghasilkan bunga lebih awal dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas (Marini 2014). Singkong yang ditanam untuk menghasilkan daun memperoleh jumlah daun lebih banyak ketika sering dipanen (Hue et al. 2012). Manfaat pemangkasan pada tanaman teh selain untuk menjaga bidang petik agar tetap rendah juga mendorong pertumbuhan tanaman teh agar tetap pada fase vegetatif, merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru, dan membuang cabang-cabang yang tidak produktif (Aprisiani 2008). Penelitian mengenai pengaruh panen terhadap kadar dan produksi fitokimia tanaman telah banyak dilaporkan diantaranya oleh Li dan Strid (2005) bahwa terjadi peningkatan kadar antosianin secara linear antara 2-8 hari setelah pemangkasan pucuk Arabidopsis thaliana yang menyebabkan tanaman berubah menjadi ungu. Interval panen diduga juga dapat mempengaruhi produksi dan kadar protein daun. Sanchez et al. (2007) melaporkan dari hasil penelitiannya
13
bahwa perpanjangan interval panen dari 8 minggu menjadi 16 minggu menyebabkan kadar protein pada Cratylia argentea mengalami penurunan dari 219 g/kg BK menjadi 185 g/kg BK. Penelitian Hue et al. (2012) menunjukkan bahwa kadar tanin total meningkat pada panen pertama dan cenderung menurun pada panen berikutnya disaat kadar HCN (Hydrogen cyanide) meningkat pada singkong. Pemanenan dengan waktu yang lebih singkat menimbulkan stres yang lebih tinggi dibandingkan waktu panen yang lebih lama (Aziz 2015). Kandungan total fenolik dan total flavonoid daun muda dan medium tanaman kemuning menunjukkan nilai tertinggi pada saat interval panen yang lebih singkat yaitu 5 minggu dibandingkan interval panen 12 minggu (Utami 2014, Utami et al. 2015). Kadar flavonoid total daun kemuning tertinggi dihasilkan oleh daun dewasa ke-3 pada panen 4 bulan pertama (34 BST) dibandingkan panen 4 bulan kedua (38 BST), dengan 1 kali pemupukan organik pada 4 bulan sebelum panen pertama (30 BST). Produksi flavonoid total menurun dari 524.06 g per tanaman pada panen pertama (34 BST) menjadi 219.76 g per tanaman pada panen kedua (38 BST) (Karimuna et al. 2015).
14
3 METODE Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di kebun percobaan organik Cikarawang, IPB dengan letak geografi antara 6o30' - 6o45' LS dan 106o30'-106o45' BT, Bogor, Indonesia. Jenis tanah pada lahan penelitian ini adalah Latosol Dramaga dengan ketinggian tempat 250 m dpl. Percobaan ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan Februari 2015. Analisis pupuk telah dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Analisis peubah produksi dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Analisis kadar fitokimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan antara lain tanaman kemuning berumur 3341 bulan setelah tanam (BST), pupuk kandang ayam, abu sekam padi, pupuk guano, dan bahan-bahan analisis kimia. Peralatan yang akan digunakan antara lain meteran, timbangan digital, gunting/cutter, blender vorteks, mortar porselin, Centrifuge Scan Speed mini dan HERMLE Z383K, Spectrophotometer UV-Vis, microplate, Elisa reader (Biotech epoch), oven Memmert, kamera dan alat-alat pertanian. Metode Percobaan Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan dua faktor dan empat ulangan. Faktor pertama terdiri atas 8 taraf dan faktor ke-dua terdiri atas 3 taraf perlakuan. Perlakuan yang dicobakan adalah kombinasi dosis pupuk organik dan interval panen. Terdapat delapan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dan tiga interval panen (Tabel 3). Tabel 3 Pelakuan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dan interval panen pada kemuning Perlakuan kombinasi dosis pupuk (kg tan -1tahun-1) Faktor 1 0 0 7 7 14 14 21 21 0 3 0 3 0 3 0 3 Faktor 2 Waktu panen Total panen selama Interval panen Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb penelitian (8 bln) 2 bulan √ √ √ √ 4 kali panen 3 bulan √ √ 2 kali panen 4 bulan √ √ 2 kali panen Jenis pupuk Pukan ayam (PA) Abu sekam (AS)
Setiap unit percobaan terdiri dari 1 tanaman, sehingga total tanaman yang digunakan sejumlah 96 tanaman. Tanaman kemuning yang digunakan merupakan tanaman kemuning yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji F untuk mengetahui pengaruh perlakuan.
15
Hasil sidik ragam yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lajut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Software SAS v9 portable. Model linear yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Yijk = µ + τi + ßj + (αß)ij + ρk + εijk Keterangan: Yijk : Nilai pengamatan pada pemupukan ke-i, interval panen ke-j, dan kelompok ke-k µ : Rataan umum. αi : Pengaruh perlakuan pemupukan ke-i (i=1,2,3,4, dan5). ßj : Pengaruh interval panen ke-j (j=1,2, dan 3). (αß)ij : Interaksi antara perlakuan pemupukan dan interval panen. ρk : Pengaruh kelompok ke-k (k=1, 2, 3, dan 4 bulan). εijk : Pengaruh acak pada perlakuan pemupukan ke-I, interval panen ke-j dan kelompok ke-k Rata-rata data NPK jaringan daun, bobot basah dan kering daun, serta produksi fitokimia daun digunakan untuk uji korelasi dengan Principel Component Analysis (PCA Biplot) menggunakan Software Minitab 16. Prosedur Percobaan Tanaman yang digunakan dalam penelitian merupakan tanaman yang telah tumbuh pada jarak tanam 1 m x 1 m di kebun percobaan organik Cikarawang dengan tinggi tanaman rata-rata mencapai 108 cm dengan penambahan 0.42 kg tanaman-1 pupuk guano sebagai pupuk dasar. Frekuensi pemupukan dilakukan sesuai dengan frekuensi panen, sehingga total masing-masing dosis aplikasi pupuk merupakan dosis per tahun. Cara pemupukan dilakukan dengan membuat alur yang mengelilingi tanaman tepat di bawah ujung tajuk dengan kedalaman 20-30 cm dan pupuk segera ditaburkan dalam alur tersebut kemudian ditutup. Pemanenan dilakukan dengan cara pangkas rata pada tinggi tanaman 75 cm dari permukaan tanah (Gambar 5). > 75
cm
75 cm
0 cm A B Gambar 5 Pemangkasan tanaman kemuning A. tinggi pangkas untuk panen, B. bagian daun sampel
16
Sebelum percobaan dilakukan analisis hara tanah dan hara pupuk. Peubah produksi yang diamati berupa bobot basah dan kering daun total, serta bobot basah ranting total. Peubah fitokimia dan hara jaringan daun dilakukan pada sampel daun yang telah terbentuk sempurna, yang diamati berupa analisis hara N, P, dan K jaringan daun, kadar protein, aktivitas enzim PAL (Phenylalanin ammonia liase), kadar flavonoid total, kadar antosianin, kadar klorofil total, dan aktivitas antioksidan. Pengamatan Analisis hara tanah dan hara pupuk Analisis hara tanah dilakukan sebelum dan setelah penelitian untuk mengetahui kadar hara dalam tanah. Analisis hara pupuk dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan untuk mengetahui kadar hara pupuk. Peubah produksi (g) Bobot basah daun diperoleh dengan cara menimbang bobot basah semua daun yang telah dipisahkan dari ranting hasil panen pada ketinggian 75 cm dari permukaan tanah, setiap kali panen. Ranting ditimbang sebagai bobot basah ranting total. Untuk interval panen 2 bulan semua daun hasil panen 4 kali pemanenan, dan hasil panen 2 kali pemanenan untuk interval 3 dan 4 bulan. Bobot kering daun diperoleh dengan cara menimbang daun yang telah mengalami proses pengeringan dalam oven 600C selama 3 hari. Kadar hara dan senyawa fitokimia daun Kadar hara dan senyawa fitokimia daun kemuning merupakan rata-rata data hasil analisis pada panen awal dan akhir setiap interval panen menggunakan daun dewasa ke-4 dan 5. Perhitungan serapan hara dan produksi senyawa fitokimia dilakukan dengan cara mengalikan bobot basah atau bobot kering daun panen dengan konsentrasi atau kadar senyawa fitokimia. Analisis kadar hara pada jaringan daun (N, P, dan K) Penentuan N total dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Penentuan kadar P dan K dengan menggunakan metode pengabuan kering. Konsentrasi P diukur dengan Spectrophotometer UV-VIS dan K diukur dengan Flamephotometer. Total klorofil dan antosianin Analisis kadar klorofil dan antosianin menggunakan metode Sims dan Gamon (2002). Contoh daun segar yang telah halus dalam asetris (2 ml), disentrifus (14000 rpm, 10 menit). Supernatan (1 ml) ditambahkan asetris (3 ml) dan dicampur rata. Absorbansi campuran diukur dengan Spectrophotometer untuk mengukur pigmen dengan gelombang cahaya tampak 663, 647, dan 537 nm. Aktivitas enzim PAL (Phenylalanine Ammonia-lyase) Aktivitas PAL dianalisis dengan menggunakan metode Camm dan Towers (1973) dalam Dangcham et al. (2008) dengan sedikit modifikasi. Absorbansi ekstrak halus daun segar (0.1 g) dalam 1 ml buffer (100 mmol/L Tris-HCl, pH 7.5;
17
1 mmol/L EDTA; 5 mmol/L MgCl2; 0.05% Triton X-100; 2.5 mmol/L dithiothreitol) dilarutkan larutan L-Phe (2.4 ml) dan HCl (0.5 ml) diukur menggunakan Spectrophotometer dengan λ 290 nm. Kontrol menggunakan campuran L-Phe (2.5 ml) dan HCl (0.5 ml) tanpa penambahan sampel. Kurva standar menggunakan asam sinamat dalam air destilata (0, 50, 100, dan 150 ppm). Absorbansi dinyatakan dalam milligram asam sinamat per milligram protein (mg CA.mg protein-1). Protein Analisis kandungan protein menggunakan metode Lowry (Waterborg 2002). Persiapan sampel untuk analisis protein sama dengan persiapan sampel untuk analisis aktivitas PAL. Absorbansi ekstrak daun segar kemuning diukur menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang λ 650 nm. Menggunakan Bouvine Serum Albumin (BSA) sebagai standar (0, 50, 100, 150, dan 200 ppm). Flavonoid total Analisis kadar flavonoid total menggunakan metode Aluminium chloride colorimetric, Chang et al. (2002) dengan sedikit modifikasi. Kurva standar penciri menggunakan kuersetin dalam metanol. Kuersetin merupakan salah satu zat aktif kelas flavonoid yang kuat secara biologis. Absorbansi larutan sampel dan kurva standar diukur dengan Spectrophotometer UV-Vis dengan λ 415 nm. Kadar flavonoid pada sampel kering daun kemuning didapat dengan cara memasukkan nilai absorbansi pada kurva standar kuersetin dengan persamaan kurva yaitu y = 0.0383x + 0.0911. Hasil pengukuran kadar flavonoid dinyatakan sebagai miligram ekuivalen kuersetin per gram bobot kering (mg SK g BK-1). Aktivitas Antioksidan Analisis aktivitas antioksidan menggunakan metode radikal bebas stabil, 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH) assay, modifikasi dari Leu et al. (2006) dan Salazar et al. (2009). Ektrak kering daun kemuning dalam etanol (0.1g ml-1), 300 µl larutan yang terdiri dari 150 µl larutan ekstrak dan 150 µl larutan DPPH, diinkubasi pada suhu ruang dan gelap selama 30 menit. Absorbansi diukur dengan menggunakan Elisa reader dengan panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai persentase penangkapan (scavenging) dan dibandingkan menggunakan kontrol positif kuersetin (0, 2.5, 5, 7.5, dan 10 ppm), kontrol negatif berupa campuran 150 µl etanol dan 150 µl DPPH. Persentase penangkapan diperoleh dengan menggunakan rumus: ( )
(absorbansi kontrol-absorbansi sampel) absorbansi kontrol
18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam (Tabel 4) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda akibat perlakuan terhadap peubah yang diamati. Pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam berpengaruh tidak nyata, tetapi akibat perlakuan interval panen nyata hingga sangat nyata terhadap masing-masing peubah pengamatan. Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi perlakuan kombinasi dosis pupuk organik dan interval panen berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati. Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis ragam akibat perlakuan kombinasi dosis pupuk orgnik dan interval panen yang berbeda pada kemuning
Peubah pengamatan
Dosis Pupuk tn tn tn tn
Bobot basah daun total (g.tan-1) Bobot kering daun total (g.tan-1) Bobot basah ranting total (g.tan-1) Kadar N jaringan daun (%)
Perlakuan Interval Interaksi panen ** tn ** tn ** tn ** tn
Koefesien keragaman 23.081 27.801 15.25 17.521
Kadar P jaringan daun (%) Kadar K jaringan daun (%) Total klorofil (mg.tan-1) Kadar protein (x 10-5 mg BA.g-1 BB) Enzim PAL (x10-5 mg CA eq.mg-1 protein)
tn tn tn tn tn
** ** ** ** **
tn tn tn tn tn
25.72 30.78 29.36 11.07 0.0021
Flavonoid total (mg.tan-1)
tn
**
tn
18.781
Antioksidan (%) tn ** tn 18.81 -1 Antosianin (μm.tan ) tn * tn 11.521 Serapan N (g.tan-1) tn ** tn 17.661 Serapan P (g.tan-1) tn ** tn 28.121 -1 Serapan K (g.tan ) tn ** tn 30.631 Produksi protein (mg.tan-1) tn ** tn 21.281 Produksi flavonoid (mg.tan-1) tn ** tn 17.891 Produksi antosianin (mg.tan-1) tn ** tn 26.631 Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; (1) = hasil transformasi √x
Kondisi Umum Keadaan Iklim Curah hujan diambil dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor tahun 2014 – 2015. Data curah hujan selama percobaan berlangsung pada bulan Juni 2014 – Februari 2015 (Tabel 5). Curah hujan bulanan tertinggi terdapat pada bulan Agustus dan November 2014 masingmasing 538.4 dan 673.2 mm per bulan. Curah hujan bulanan terendah terdapat
19
pada bulan Juni dan September 2014 di bawah 100 mm yaitu 84.7 dan 21.8 mm per bulan. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, bulan basah ditunjukkan dengan curah hujan >200 mm per bulan dan bulan kering ditunjukkan dengan curah hujan <100 mm per bulan serta bulan lembab berkisar 100-200 mm per bulan (Bayong 2004). Tabel 5 Curah hujan selama penelitian (Juni 2014 – Februari 2015)
Sumber: BMKG Dramaga, Bogor 2015 Kondisi Kimia Tanah dan Pupuk Hasil analisis Balittanah Kampus Penelitian Cimanggu (2014), pH H2O lahan penelitian sebelum pemupukan sebesar 6.2 termasuk dalam golongan tanah agak masam. Kadar P sangat tinggi diduga karena tidak ada unsur lain yang mengikat sehingga tersedia dalam jumlah yang banyak. Kadar unsur K tergolong sangat rendah. Hasil analisis kimia tanah dapat disajikan pada Tabel 6. Aplikasi kombinasi pupuk kandang ayam dan abu sekam menyebabkan perubahan terhadap kondisi kimia dan fisika lahan percobaan yang ditunjukkan dengan peningkatan pH tanah dari agak masam menjadi netral. Terjadi perubahan pH agak masam (6.2) menjadi netral (6.8 – 7.5), peningkatan kadar hara N, P, dan K di dalam tanah. Pada tanah tanpa pemberian pupuk (kontrol) terjadi peningkatan pH tanah seiring dengan peningkatan kadar hara N, P, dan K yang tersedia dari kondisi tanah awal penelitian sebelum pemupukan. Hal ini diduga karena beberapa faktor seperti jarak tanam kemuning yang sempit serta hujan yang menyebabkan perpindahan hara yang berasal dari pupuk. Kondisi ini mendukung untuk ketersediaan hara di daerah perakaran yang dapat diserap oleh tanaman, karena sebagian besar hara mudah larut dalam air pada pH netral sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hardjowigeno 2007). Kadar unsur N, P, dan K tanah meningkat seiring dengan penambahan dosis kombinasi pupuk yang diberikan bila dibandingkan dengan tanah tanpa pemupukan (kontrol). Perubahan ini mengindikasikan bahwa sumber N, P, dan K berasal dari pupuk yang telah diaplikasikan ke tanah. Peningkatan kaddar hara terus meningkat meski analisis tanah dilakukan pada akhir penelitian (Tabel 6). Hal ini diduga disebabkan curah hujan tinggi pada akhir penelitian (Tabel 5). Status unsur hara P di tanah pada awal penelitian tergolong tinggi, diduga P sebagian besar berasal dari tanah. Selain itu juga akibat dari penambahan abu sekam. Selain sebagai sumber K, abu sekam juga menyumbangkan unsur Si (Hadi 2005). Si memiliki peranan terhadap perubahan sifat tanah dengan menetralkan pH, meningkatkan translokasi P ke tajuk, serta meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Salah satu sumber Si terbesar adalah sekam padi yang telah mengalami pembakaran sempurna (Mittal 1997). Abu sekam padi mengandung Si sebanyak 86 – 97% berat kering (Houston 1972).
1.72 %
6.10 %
1.13 %
8.30 %
1.43 Rendah
Tanah awal penelitian 6.2 agak masam 5.7 agak masam 0.15 Rendah 1.58 rendah
0.17 rendah
7.4 netral
2.67 sedang
0.31 sedang
7.5 netral
3.58 Tinggi
7.6 agak alkalis 0.42 sedang 0.62 Tinggi
7.3 Netral
7.7 agak alkalis 0.68 tinggi
7.7 agak alkalis 0.63 Tinggi
5.70 sangat tinggi 144.4 sangat tinggi 595.6 sangat tinggi
0.65 Tinggi
7.3 netral
6.77 sangat tinggi 157.9 sangat tinggi 577.9 sangat tinggi
0.69 Tinggi
7.3 netral
Tanah akhir penelitian berdasarkan dosis pupuk (kg.tanaman-1.tahun-1) 0-0 0-3 7-0 7-3 14-0 14-3 21-0 21-3 7.4 6.8 7.5 7.1 7.1 7.0 7.2 7.1 netral netral netral Netral netral netral netral netral
5.49 6.56 5.98 sangat sangat sangat tinggi tinggi tinggi 3.37 % 1.75 % 9 52.4 80.1 129.6 136.3 154.9 134.9 K2O sangat tinggi sangat sangat sangat sangat sangat rendah tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi 8.60 % 0.50 % 50 P2O5 173.8 264.7 468 546.3 695.7 707.5 Tinggi (ppm) sangat sangat sangat sangat sangat sangat (Olsen) tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi Sumber: Hasil analisis Balittanah Kampus Penelitian Cimanggu 2014. Berdasarkan kriteria penilaian dari Hardjowigeno (2007).
COrganik (%)
N (%) (Kjeldahl)
-
-
pH KCl
-
-
Pupuk organik Pukan ayam Abu sekam
pH H2O
Peubah kimia
Tabel 6 Hasil analisis kadar hara tanah awal, akhir penelitian dan pupuk organik
19
20
21
Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam Terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman Kemuning Pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam meningkatkan bobot basah dan kering daun total, serta bobot basah ranting total (P<0.05). Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa pola peningkatan bobot basah dan kering daun total terjadi setiap pemberian pupuk kandang ayam yang dikombinasikan dengan 3 kg abu sekam. Peningkatan tertinggi bobot basah dan kering daun serta bobot basah ranting total dengan penambahan abu sekam dibandingkan tanpa abu sekam berturut-turut adalah 23.09, 34.55, dan 24.61%. Bobot basah daun total tertinggi akibat dosis pupuk 14 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam seiring dengan peningkatan bobot kering daun total dan bobot ranting total, dengan peningkatan masing-masing sebesar 21.99, 24.93, dan 42.93% dari tanaman kontrol. Selanjutnya bobot daun dan ranting mengalami penurunan ketika dosis pupuk dinaikkan. Hal ini kemugkinan disebabkan oleh kelebihan kandungan N pada daun yang menyebabkan daun lebih lebar namun tipis sehingga bobot basah dan kering daun total lebih rendah. Jika pasokan N rendah, karbohidrat disimpan di dalam sel-sel vegetatif, sehingga selsel menebal. Sebaliknya jika N berlebihan dan kondisi cocok untuk pertumbuhan, maka protein akan terbentuk, penumpukan protein di sel vegetatif berkurang, dinding sel menjadi tipis, selain itu pembentukan protoplasma lebih tinggi, sehingga tanaman banyak mengandung air (Havlin et al. 2005, Darmawan dan Baharsjah 2010). Tabel 7 Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap bobot basah daun, bobot kering daun, bobot basah ranting, dan persentase bobot basah daun terhadap bobot panen total Kombinasi dosis pupuk ayam-abu sekam (kg.tan-1.tahun-1) 0-0 0-3 7-0 7-3 14-0 14-3 21-0 21-3
Bobot basah Bobot kering Bobot basah Bobot basah daun daun daun ranting terhadap (g.tan-1) (g.tan-1) (g.tan-1) bobot panen total (%) 517.25 647.59 516.28 579.28 538.75 663.13 609.50 623.22
151.69 198.59 159.13 152.81 149.06 200.56 185.13 180.31
218.75 290.53 311.25 309.16 307.59 383.28 376.22 327.88
70.27 69.03 62.38 65.20 63.65 63.37 61.83 65.52
Peningkatan produksi tanaman berdasarkan hubungannya dengan hara dalam jaringan daun dapat dilihat dari produksi daun dan kadar hara jaringan daun yang dipanen (Tabel 7 dan Gambar 7). Peningkatan bobot basah daun dan kadar hara N dan K jaringan daun seiring dengan penambahan dosis pupuk ayam yang dikombinasikan dengan 3 kg abu sekam. Hal ini menguatkan pendapat Melati et al. (2008) bahwa penggunaan abu sekam sebagai pupuk organik sebaiknya dikombinasikan dengan pupuk organik lain. Pemberian abu sekam sebagai pupuk organik digunakan sebagai pengganti pupuk K. Dibutuhkan kecukupan unsur K dan P untuk pendukung pertumbuhan yang optimum selain unsur N yang dominan
22
untuk pertumbuhan tanaman (Gardiner and Miller 2004). Unsur K memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah daun, bobot basah dan bobot kering beberapa komoditi tanaman (Bahadur et al. 2000, Shafeek et al, 2013). Hal ini mendukung penelitian Mualim et al. (2009) yang menemukan bahwa unsur hara K menjadi faktor pembatas pada produksi daun kolesom. Pengaruh Interval Panen Terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman Kemuning Interval panen 4 bulan menunjukkan bobot basah daun tertinggi, dengan bobot 60.03% lebih tinggi dibandingkan interval panen 2 bulan. Sebaliknya bobot basah ranting total pada panen 3 bulan lebih tinggi 61.56% dibandingkan panen 4 bulan sehingga persentase bobot basah daun total terhadap bobot panen total lebih rendah pada interval panen 3 bulan sebesar 28.92% dari interval panen 4 bulan. Bobot kering daun tertinggi dihasilkan pada tanaman dengan interval panen 4 bulan dengan selisih bobot 63.14% dari bobot kering yang dihasilkan pada tanaman dengan interval panen 2 bulan (Tabel 8). Perbedaan bobot daun dan ranting panen diduga berkaitan dengan waktu pertumbuhan. Pertumbuhan terlihat dari peningkatan berat kering atau tinggi tanaman, dan terdapat hubungan antara ukuran pertumbuhan dan waktu. Pola umum pertumbuhan berupa peningkatan ukuran organ, diikuti dengan peningkatan lebar organ selama periode tertentu (Tisdale et al. 1985). Kemuning yang dipanen dengan pemangkasan pada ketinggian 75 cm pada interval panen 3 bulan diduga masih berada pada fase logaritmatik. Fase ini diindikasikan dengan pertumbuhan awal lambat kemudian meningkat terus dan lebih cepat (Salisbury and Ross 1995). Hal ini terlihat dari kondisi di lapangan bahwa tanaman yang dipangkas pada interval panen 3 bulan menghasilkan ranting yang lebih banyak dan rapat, berbeda dengan tanaman pada interval panen 4 bulan menghasilkan ranting yang jarang dan sedikit namun tumbuh memanjang ke atas. Kemuning yang dipanen pada interval panen 4 bulan diduga telah memasuki fase linear setelah titik maksimum (puncak) pada kurva sigmoid. Pada fase ini pertumbuhan mulai konstan dan cenderung lambat (Salisbury and Ross 1995). Sehingga ketika tanaman dipangkas, pembentukan ranting baru lebih sedikit dibandingkan pada tanaman dengan interval panen 3 bulan. Ilustrasi perbandingan daun dan ranting tanaman kemuning setelah panen dengan interval panen 2, 3, dan 4 bulan disajikan pada Gambar 6. Tabel 8 Pengaruh interval panen terhadap bobot basah daun, bobot kering daun, bobot basah ranting, dan persentase bobot basah daun terhadap bobot panen total Interval panen 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Bobot basah Bobot kering Bobot basah daun (g.tan-1) daun (g.tan-1) ranting (g.tan-1) 365.70 c 701.19 b 914.92 a
95.30 b 239.52 a 258.53 a
54.90 c 930.03 a 357.48 b
Bobot basah daun terhadap bobot panen total (%)
86.94 42.98 71.90 Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α=5%.
23
Gambar 6 Ilustrasi perbandingan daun dan ranting kemuning setelah panen pada interval panen 2, 3, dan 4 bulan Pemanenan berkaitan dengan keseimbangan hara dalam tanah yang sebagian terbawa oleh organ yang dipanen. Kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan daun baru sehingga harus memerhatikan ketersediaan hara akibat interval panen. Interval panen 4 bulan menunjukkan produksi daun tertinggi terlihat dari bobot basah dan kering daun. Meskipun bobot basah dan kering daun untuk interval panen 2 bulan merupakan total dari 4 kali pemanenan namun tidak cukup untuk menghasilkan bobot basah dan kering daun yang lebih tinggi daripada interval panen 4 bulan, karena jumlah daun hasil panen 2 bulan jauh lebih sedikit dibandingkan interval panen 3 dan 4 bulan. Semakin lebar interval panen, semakin panjang waktu yang diperoleh oleh tanaman untuk recovery akibat luka panen dan rejuvenasi daun baru sehingga daun yang dihasilkan juga lebih banyak. Kondisi hara N, P, dan K di jaringan daun berdasarkan interval panen (Tabel 9) menunjukkan kategori optimum hingga sangat tinggi (menurut IFA 1992) berperan penting untuk proses recovery dan rejuvenasi daun kemuning. Persentase bobot basah daun dan bobot basah ranting terhadap bobot panen total menunjukkan bahwa kemuning yang dipanen pada interval 2 bulan dan 4 bulan lebih dari 50% merupakan daun, berbeda dengan interval panen 3 bulan bahwa 57.01% bobot panen merupakan ranting. Tipe daun hasil panen interval panen 2 bulan sebagian besar merupakan pucuk, pada interval panen 4 bulan merupakan campuran pucuk hingga daun dewasa, dan pada interval panen 3 bulan merupakan daun muda hingga dewasa (Gambar 7). Susanti (2012) melaporkan bahwa tanaman kolesom merespon interval panen berkaitan dengan proses recovery, rejuvenasi, dan organ source-sink. Proses rejuvenasi berjalan lambat bahkan menurun ketika waktu untuk proses recovery setelah pemanenan sangat pendek karena menurut Kabi dan Bareeba (2008) pemanenan merupakan proses pelukaan terhadap jaringan. Kompetisi antara organ sink dapat terjadi akibat perbedaan interval panen.
24
Rejuvenasi akibat pemanenan daun kemuning pada interval panen 2 dan 4 bulan menyebabkan daun menjadi organ sink yang kuat, tetapi tidak untuk interval panen 3 bulan. Daun yang baru terbentuk menjadi sink yang lebih kuat sehingga sebagian besar asimilat digunakan untuk memproduksi daun sehingga untuk organ tanaman lainnya menjadi berkurang yang menyebabkan organ selain pucuk menjadi rendah. Hopkins and Huner (2008) menuliskan bahwa dalam tahap awal perkembangan daun akan berfungsi sebagai sink, memperoleh fotoasimilat dari daun tua untuk penyokong pembesaran sel. Daun dewasa biasanya bertindak sebagai source dalam menyediakan fotosintat untuk pertumbuhan pucuk dan daun muda, namun demikian dengan ada gangguan berupa pelukaan akibat pangkas dapat merubah pola source-sink berdasarkan kedekatan antara source-sink (Taiz and Zeiger 2002). Pelukaan mekanik melalui pemanenan menimbulkan stres dan memaksa tanaman untuk terus merejuvenasi sehingga membutuhkan hara yang cukup untuk terus diserap oleh tanaman. Pada beberapa kasus, stres dilihat dari kemampuan tanaman untuk bertahan, pertumbuhan (akumulasi biomasa), penyerapan hara, hasil panen, dan hal yang berhubungan dengan pertumbuhan secara keseluruhan (Taiz and Zeiger 2002).
3
2
4 Gambar 7 Tipe daun hasil panen; angka 2, 3, dan 4 merupakan tipe daun pada interval panen 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan
25
Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam Terhadap Kadar dan Serapan Hara Jaringan Daun Tanaman Kemuning Pemberian pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam menyebabkan kadar N dan K lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan 3 kg abu sekam, kecuali pada kombinasi dosis 14 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam terjadi penurunan kadar K jaringan daun. Sebaliknya pola kadar P jaringan daun mengalami penurunan setiap penambahan 3 kg abu sekam yang dikombinasikan dengan pupuk kandang ayam (Gambar 8). Adanya perbedaan respon ini kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan abu sekam yang mempengaruhi penyerapan P dari tanah pada tanaman kemuning. Meski demikian, kadar N, P, dan K di jaringan daun kemuning yang diamati tergolong tinggi hingga sangat tinggi berdasarkan kriteria penilaian IFA (1992).
Gambar 8 Pengaruh pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap kadar N, P, dan K jaringan daun kemuning. Angka pada absis merupakan kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang ayam-dosis abu sekam (kg per tanaman per tahun) Jumlah hara N, P, dan K dalam tanah yang diserap oleh tanaman terdapat dalam daun yang dipanen dapat diketahui melalui perhitungan serapan hara berdasarkan kadar hara N, P, dan K hasil analisis jaringan daun dengan perkalian
26
bobot kering daun total. Besar serapan hara oleh tanaman dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Pengaruh pupuk kandang ayam dan abu sekam terhadap serapan hara N, P, dan K daun yang dipangkas pada tanaman kemuning. Angka-angka pada absis merupakan kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang ayamdosis abu sekam (kg per tanaman per tahun) Nilai serapan P dan K menunjukkan pola yang tidak tetap namun sama yaitu serapan hara P dan K meningkat dari tanaman kontrol dengan pemupukan 3 kg abu sekam, nilai serapan P dan K lebih tinggi pada pemupukan dengan dosis 7 kg pupuk kandang ayam tanpa penambahan abu sekam dibandingkan pemupukan dengan 7 kg pupuk kandang ayam dengan 3 kg abu sekam, kemudian serapan P dan K lebih tinggi pada tanaman yang dipupuk dengan dosis 14 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam dibandingkan dengan pemupukan 14 kg pupuk kandang ayam saja, tetapi nilai serapan P dan K lebih rendah pada pemupukan 21 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam dbandingkan dengan pemupukan 21 kg pupuk kandang ayam saja. Penambahan abu sekam yang dikombinasikan dengan pupuk kandang ayam menyebabkan peningkatan nilai serapan hara N tanaman kemuning kecuali pada dosis pupuk 7 kg pupuk kandang ayam dengan 3 kg abu sekam, terjadi penurunan serapan N terbesar dibandingkan dengan nilai serapan pada tanaman kontrol. Selain sebagai sumber hara K, penggunaan abu sekam juga sebagai sumber Si pada praktek pertanian organik. Marschner (2012) menyatakan bahwa Si dapat menetralkan pH tanah, meningkatkan KTK tanah, mengurangi efek
27
negatif terhadap kelebihan pemupukan N, namun meningkatkan ketersediaan unsur P dengan mencegah fiksasi P dalam komplek jerapan dan mengurangi kelebihan serapan Fe dan Mn. Aktivitas Si di dalam tanah dijelaskan oleh Matichenkov dan Calvert (2002) bahwa peningkatan asam monosilikat pada tanah akan mengubah status P menjadi tersedia di dalam tanah. Hal ini karena SiO44memiliki elektronegatifitas lebih besar dibandingkan PO43- sehingga SiO44- dapat menggantikan PO43- yang terjerap. Selain itu, Si mengurangi leaching P sebesar 40-50% di dalam tanah. Pengaruh Interval Panen Terhadap Kadar dan Serapan Hara Daun Tanaman Kemuning Kadar hara N, P, dan K jaringan daun kemuning memperlihatkan respon yang berbeda terhadap interval panen (P<0.01), masing-masing menujukkan kadar tertinggi pada interval panen 3 bulan, kemudian terjadi penurunan pada interval panen 4 bulan (Tabel 9). Hal ini diduga karena adanya perbedaan umur jaringan daun yang digunakan sebagai bahan analisis. Meskipun daun yang digunakan untuk analisis masing-masing waktu panen adalah sama-sama daun dewasa ke-4 dan 5, namun umur jaringan daun berbeda sesuai dengan waktu yang tersedia untuk daun muncul kembali setelah dipanen. Kondisi ini menyebabkan umur daun interval panen 2 bulan lebih muda dibandingkan daun interval panen 3 dan 4 bulan, begitu juga dengan daun interval panen 3 bulan lebih muda dibandingkan daun pada interval panen 4 bulan. Perbedaan umur jaringan menjadi salah satu penyebab berbedanya jumlah hara yang mobil di jaringan daun tersebut, berkaitan dengan perubahan source dan sink. Jaringan yang lebih tua akan memasok hara ke jaringan yang lebih muda sebagai sink yang aktif berkembang, sehingga terjadi perbedaan kadar hara pada jaringan tua dan muda. Tabel 9 Pengaruh interval panen terhadap kadar hara jaringan daun kemuning Interval panen 2 bulan 3 bulan 4 bulan
N 2.45 b 3.92 a 3.75 a
Kriteria (IFA) optimum sangat tinggi sangat tinggi
Kadar hara (%) P Kriteria (IFA) 0.24 c Tinggi 0.43 a sangat tinggi 0.37 b sangat tinggi
K 2.18 b 2.54 a 1.74 c
Kriteria (IFA) tinggi sangat tinggi tinggi
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α = 5%. Berdasarkan interval panen, serapan hara N terbesar terdapat pada tanaman kemuning dengan interval panen 4 bulan bersamaan dengan bobot kering daun total tertinggi yang terdapat pada tanaman dengan interval panen 4 bulan (Tabel 8). Serapan hara P dan K tertinggi terdapat pada interval panen 3 bulan (Tabel 10). Kadar dan serapan hara menurun seiring dengan pertambahan umur tanaman, kecuali hara N dengan nilai serapan tertinggi terdapat pada interval panen 4 bulan. Beberapa unsur hara seperti N, P, dan K bersifat mobil dari jaringan daun tua ke daun muda (Taiz and Zeiger 2002). Perpanjangan interval panen menjadi 4 bulan dengan pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam secara bertahap diduga menjadi penyebab tingginya nilai serapan hara N tanaman kemuning pada interval panen 4 bulan. Jika jaringan tanaman
28
semakin dewasa dan tua maka serapan dan distribusi unsur hara mobil semakin berkurang dan ini mengakibatkan perubahan konsentrasi yang signifikan pada bagian tanaman yang telah tua dan muda (Munawar 2011). Tabel 10 Pengaruh interval panen terhadap serapan hara jaringan daun kemuning Interval panen 2 bulan 3 bulan 4 bulan
N 286.3 b 938.8 a 1 047.3 a
Serapan hara (g) P 29.7 b 99.4 a 95.2 a
K 284.3 c 603.2 a 451.1 b
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α = 5%. Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Organik Terhadap Kadar dan Produksi Fitokimia Daun Tanaman Kemuning Kadar total klorofil daun mengalami peningkatan ketika diberi kombinasi dosis pupuk organik (P>0.05). Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa kadar total klorofil daun meningkat ketika pemberian 3 kg abu sekam dengan atau tanpa pupuk kandang ayam sekam. Kadar klorofil total daun tertinggi dihasilkan oleh tanaman pada dosis pemupukan 14 kg pupuk kandang ayam dengan atau tanpa penambahan 3 kg abu sekam meningkat sebesar 11.52% dari tanaman kontrol. Peningkatan kadar protein dan aktivitas enzim PAL berdasarkan pemberian kombinasi dosis pupuk organik (P>0.05) menunjukkan pola yang tidak tetap. Hal ini juga terjadi pada tanaman kepel dan torbangun bahwa pemupukan organik tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim PAL (Ramadhan 2015; Mulyana 2015). Kadar klorofil total terendah terdapat pada tanaman kontrol yang bersamaan ketika kadar hara N, P, dan K jaringan daun juga rendah apabila dibandingkan dengan tanaman yang diberi kombinasi pupuk kandang ayam dan abu sekam (Gambar 8). Kondisi ini menunjukkan bahwa hara N, P, dan K memiliki peranan penting. Nitrogen menjadi bagian klorofil yang berperan untuk menangkap energi cahaya utama yang digunakan dalam proses fotosintesis (Havlin et al. 2005). Peningkatan N daun meningkatkan kadar klorofil dan kapasitas transpor elektron (Evans 1989). Aktivitas biokimia seperti transportasi dan fotosintesis dapat terjadi karena ada senyawa berenergi tinggi (ATP) dengan bahan dasar fosfat (Marschner 2012). Dalam proses sintesis dan transport fotosintat untuk produksi dan penyimpanan pada organ tanaman melibatkan kalium (Havlin et al. 2005). Namun tidak adanya perbedaan nyata kadar klorofil total akibat pemupukan organik menandakan bahwa daun akan tetap menghasilkan klorofil meskipun tanpa dipupuk. Kecukupan hara memungkinkan tanaman untuk melakukan metabolisme dengan baik untuk menghasilkan senyawa metabolit primer dan sekunder. Kemuning yang dipupuk menunjukkan kadar protein lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanaman kontrol kecuali pada dosis pemupukan 14 kg pupuk kandang ayam dan 3 kg abu sekam. Penambahan N melalui akar akan membentuk asam amino selanjutnya membentuk ikatan peptida di tajuk untuk menghasilkan protein (Marschner 2012). Hal ini menunjukkan bahwa N berperan penting dalam
29
pembentukan protein. Munawar (2011) menyatakan bahwa 80-85% total N merupakan penyusun protein pada tanaman hijau. Percobaan yang dilakukan oleh Chen et al. (2004) pada tanaman sayur daun Brassica menunjukkan bahwa N dapat meningkatkan aktivitas nitrat reduktase yang diperlukan dalam sintesis protein. Ditambahkan oleh Marschner (2012) bahwa untuk sintesis protein dibutuhkan K dalam jumlah besar. Kadar optimum K untuk tanaman jeruk menurut IFA (1992) adalah 0.70 – 1.09%. Pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam yang berbeda pada penelitian ini menyebabkan kadar K jaringan daun tergolong tinggi hingga sangat tinggi (Gambar 8). Dijelaskan Hardjowigeno (2003) bahwa tanaman cenderung menyerap hara K lebih banyak dari yang diperlukan meski tidak meningkatkan produksi tanaman. Ditambahkan oleh Darmawan dan Baharjhah (2010) bahwa banyaknya zat hara yang diserap oleh tanaman tidak selalu sebanding dengan yang dibutuhkan. Penambahan dosis pupuk menyebabkan penurunan aktivitas enzim PAL kecuali pada kombinasi dosis pupuk tertinggi (21 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam) dengan peningkatan 5.6% dari tanaman kontrol (Tabel 11). Hal ini sejalan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mulyana (2015) bahwa kombinasi pupuk kandang ayam dan abu sekam (15 ton per ha pupuk ayam + 5.5 ton.ha-1 abu sekam) menyebabkan aktivitas enzim PAL paling rendah dibandingkan kombinasi pupuk organik lainnya pada tanaman torbangun (Coleus ambinicus Lour.). Karimuna (2015) melaporkan bahwa terjadi penurunan 47.62% aktivitas enzim PAL pada daun dewasa ke-5 tanaman kemuning ketika dosis pupuk ayam dinaikkan dari 2.5 kg menjadi 7.5 kg per tanaman. Tabel 11 Kadar klorofil total, protein, dan aktivitas enzim PAL daun kemuning Kombinasi dosis Kadar total Kadar protein Aktivitas PAL pupuk kandang klorofil (mg BA.g BB-1) (mg CA eq. mg Protein-1) ayam-abu sekam (mg.g BB) x 10-4 x 10-5 -1 -1 (kg.tan .tahun ) 0-0 1.46 91.15 6.07 0-3 1.57 92.78 5.78 7-0 1.49 91.34 5.57 7-3 1.60 93.40 5.68 14-0 1.65 91.76 6.00 14-3 1.65 89.66 5.18 21-0 1.58 93.11 5.98 21-3 1.59 93.33 6.43 BB: bobot basah daun total; BA: Bouvine albumin; CA: Cinnamic acid; eq: equivalent
Kadar senyawa metabolit sekunder yang melalui lintasan fenilpropanoid yaitu flavonoid total dan antosianin tidak menunjukkan perbedaan akibat pemberian pupuk kandang ayam dan abu sekam dengan tanaman kontrol, begitu juga dengan aktivitas antioksidan daun kemuning (Gambar 10). Hal ini diduga karena ketika tanpa pemberian pupuk, tanah telah menyediakan hara yang cukup untuk tanaman kemuning melakukan metabolisme primer untuk menjadi prekursor pada metabolisme sekunder. Taiz and Zeiger (2002) menjelaskan bahwa flavonoid tersedia secara alami dalam bentuk glikosida karena secara umum rangka flavonoid mengandung gula pada posisi ke-4, 5 dan 7. Begitu juga dengan antosianin yang mengandung gula pada rangka ke-3, antosianin tanpa gula disebut
30
dengan antosianidin. Pada kenyataannya gula merupakan hasil aktivitas metabolisme primer yaitu fotosintesis pada siklus Calvin.
Gambar 10 Kadar flavonoid total, antosianin, dan aktivitas antioksidan berdasarkan
kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam. Angka pada absis merupakan dosis pupuk kandang ayam dan dosis abu sekam (kg per tanaman per tahun). SK: standar Kuersetin; BK: bobot kering daun total; BB: bobot basah. Data merupakan hasil transformasi √x. Pemberian kombinasi dosis pupuk organik 14 kg pupuk kandang ayam tanpa abu sekam menunjukkan kadar flavonoid total dan antosianin daun tertinggi, bersamaan dengan peningkatan aktivitas enzim PAL (Tabel 11) yang cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam yang lain kecuali pada dosis tertinggi (21 kg pupuk kandang ayam dengan penambahan 3 kg abu sekam). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan peningkatan kadar flavonoid total dan antosianin dengan aktivitas enzim PAL yang berkaitan dengan lintasan pembentukannya. Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenolik yang terbesar pada tumbuhan yang berasal dari dua jalur biosintesis secara terpisah yaitu jalur fenilpropanoid dan jalur asam malonat (Taiz and Zeiger 2002). Aktivitas antioksidan akibat pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam tidak menunjukkan pola yang sama dengan kadar flavonoid total dan antosianin daun kemuning yang diamati. Pemberian kombinasi dosis 7 kg pupuk kandang ayam tanpa abu sekam menyebabkan aktivitas antioksidan
31
tertinggi daun kemuning. Hal ini memungkinkan ada senyawa lain kelompok fenolik yang memiliki sifat antioksidan kuat selain flavonoid. Sayar et al. (2014) menyatakan bahwa adanya aktivitas antioksidan daun kemuning karena terdapat senyawa alkaloid, flavonoid, dan fenolik. Pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam meningkatkan produksi protein dan flavonoid total (P>0.05) daun kemuning. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa setiap penambahan 3 kg abu sekam dapat meningkatkan produksi protein jika dibandingkan tanpa penambahan abu sekam. Produksi protein tertinggi terdapat pada tanaman dengan pemberian 3 kg abu sekam tanpa pupuk kandang ayam, terdapat peningkatan sebesar 23.55% dari tanaman kontrol. Tabel 12 Produksi protein, flavonoid total, dan antosianin daun kemuning berdasarkan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam Kombinasi dosis pupuk kandang ayam-abu sekam (kg.tan-1.tahun-1) 0-0 0-3 7-0 7-3 14-0 14-3 21-0 21-3
Produksi protein (mg.tanaman-1)
Produksi flavonoid total (mg.tanaman-1)
Produksi antosianin (mg.tanaman-1)
5.42 7.10 5.56 6.13 5.71 6.92 6.79 6.88
443.7 548.9 465.8 463.9 502.4 555.8 598.0 538.7
0.401 0.567 0.458 1.067 1.256 0.872 1.146 0.607
Pemberian 21 kg pupuk kandang ayam tanpa abu sekam menyebabkan produksi flavonoid tertinggi dengan peningkatan sebesar 25.80% dari tanaman kontrol. Terlihat peningkatan produksi antosianin sebesar 68.07% dari tanaman kontrol pada pemberian pupuk 14 kg pupuk kandang ayam tanpa abu sekam. Peningkatan produksi flavonoid total berdasarkan pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam menunjukkan pola yang sama dengan serapan hara P dan K tanaman kemuning (Gambar 9 dan Tabel 12). Namun peningkatan produksi flavonoid total tidak sejalan dengan peningkatan produksi antosianin dan aktivitas antioksidan yang menandakan bahwa ada persaingan pembentukan senyawa kelompok flavonoid selain antosianin yang terjadi di dalam lintasan biosintesis daun kemuning yang berperan sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid yang dominan pada daun kemuning tergolong senyawa flavon (Sayar et al. 2014). Antosianin merupakan senyawa yang termasuk kelompok flavonoid yang bisa digunakan sebagai antioksidan alami (Ahmed et al. 2013). Pengaruh Interval Panen Terhadap Kadar dan Produksi Fitokimia Daun Tanaman Kemuning Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa kadar klorofil total dan flavonoid total tertinggi dihasilkan tanaman pada interval panen 2 bulan dan mengalami penurunan seiring bertambahnya umur panen. Kadar flavonoid total tertinggi terdapat pada interval panen 2 bulan, namun tidak terdapat perbedaan antara
32
interval panen 2 bulan dengan 4 bulan. Pola kadar flavonoid total dan berbanding terbalik dengan antosianin berdasarkan interval panen. Interval panen 3 bulan menunjukkan kadar antosianin tertinggi, selanjutnya mengalami penurunan pada interval panen 4 bulan. Aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada interval panen 4 bulan dengan peningkatan sebesar 11.10% dibandingkan interval panen 3 bulan.
ab b
Gambar 11 Kadar klorofil total, flavonoid total, antosianin, dan aktivitas antioksidan berdasarkan interval panen. SK: standar Kuersetin; BK: bobot kering daun total; BB: bobot kering. Pemanenan harus dilakukan dengan benar agar tidak menurunkan jumlah dan mutu daun yang akan dimanfaatkan sebagai bahan obat. Interval panen yang sempit menyebabkan kadar klorofil total daun kemuning lebih tinggi dibandingkan interval panen yang lebih lebar. Hal ini diduga berkaitan dengan aktivitas rejuvenasi daun dan organ sink. Waktu panen yang sempit menyebabkan aktivitas rejuvenasi meningkat sehingga pucuk lebih aktif sebagai sink yang lebih kuat. Hal yang sama dilaporkan oleh Susanti (2012) bahwa interval panen 15 hari menghasilkan pucuk kolesom dengan kadar klorofil lebih tinggi dibandingkan interval panen 30 hari sebesar 17.86%. Kadar flavonoid total yang dihasilkan tanaman kemuning pada interval panen 2 bulan diduga disebabkan oleh kondisi stress akibat waktu pemanenan
33
yang singkat. Krishnaveni (2014) menyatakan bahwa stress lingkungan berpengaruh secara langsung pada tanaman sehingga menyebabkan terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) kemudian meningkatkan senyawa bioktif tanaman dengan sinyal transduksi. Dilaporkan oleh Aziz (2015) bahwa bahan bioaktif yang memiliki kapasitas antioksidan seperti kelompok fenolik, flavonoid, terpenoid dan saponin dipengaruhi oleh stress. Sementara itu kadar flavonoid yang dihasilkan pada interval panen 4 bulan diduga dipengaruhi oleh umur panen daun lebih tua. Dilaporkan bahwa tanaman Dimorphadra mollis menghasilkan kadar flavonoid berupa senyawa rutin tertinggi pada daun yang lebih tua (Lucci dan Mazzafera 2009). Sebagian besar flavonoid disimpan di vakuola dan disintesis di luar vakuola. Sebanyak 85% dari volume seluruh sel dari jaringan daun dewasa ditempati oleh vakuola, sisanya ~15% kloroplas, sitoplasma dan dinding sel (~setiap 5%) (Marchner 2012). Pola kadar flavonoid berbanding terbalik dengan kadar protein (Tabel 13). Jika dilihat dari lintasan pembentukannya, pembentukan flavonoid dan protein berasal dari prekursor yang sama (Gambar 4), yaitu dari asam amino aromatik yang berasal dari lintasan shikimat. Hal ini diduga menjadi penyebab adanya persaingan dalam pembentukan flavonoid dan protein dalam lintasan pembentukannya. Produk akhir lintasan shikimat digunakan sebagai substrat sejumlah metabolisme primer hingga sekunder (Herrmann 1995). Berdasarkan hasil penelitian ini kadar senyawa antosianin tertinggi terdapat pada interval panen 3 bulan namun tidak seiring dengan peningkatan kadar flavonoid. Hal ini diduga disebabkan oleh tanaman yang dipanen pada interval panen 3 bulan sebagian besar merupakan daun muda. Daun muda memiliki kadar antosianin lebih tinggi dibandingkan daun dewasa. Mendukung penelitian sebelumnya bahwa pada interval panen 5 minggu menghasilkan kadar fenolik, flavonoid total, dan antosianin daun kemuning muda dan sedang tertinggi dibandingkan interval panen 12 minggu (Utami et al. 2015). Senyawa antosianin termasuk kedalam golongan senyawa flavonoid. Kelompok utama senyawa flavonoid diantaranya antosianin (pigmen merah hingga ungu), flavonols (tidak berwarna hingga kuning pucat), flavanols (penyebab warna coklat setelah teroksidasi), dan proantosianidins (PAs) atau condensed tannins. Jumlah senyawa tersebut tergantung pada spesies tumbuhan, organ, stadia perkembangan dan kondisi pertumbuhan (Debeaujon et al. 2001). Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam persentase penangkapan radikal bebas DPPH. Li et al. (2012) menyatakan bahwa DPPH yang dilarutkan pada metanol dan berwarna violet kemudian berikatan dengan elektron yang tidak berpasangan (absorbansi pada λ 517 nm) biasanya sebagai reagent untuk menilai tiga aktivitas penangkapan radikal bebas oleh senyawa antioksidan. Aktivitas antioksidan merupakan aktivitas menunda, menghalangi atau menghambat oksidasi dengan penangkapan radikal bebas dan mengurangi stress oksidatif. Antioksidan dapat menangkap reactive oxygen species (ROS) untuk melindungi sel dari kerusakan. Peningkatan aktivitas antioksidan pada interval panen 4 bulan diduga berasal dari senyawa non-flavonoid dari lintasan malonat (Gambar 4) sebagai bentuk pertahanan terhadap reactive oxygen species (ROS) atau radikal lain (Gill and Tuteja 2010). Aktivitas antioksidan pada ektrak daun kemuning disebabkan oleh adanya senyawa alkaloids, flavonoids dan senyawa fenol (Gautam et al.
34
2012 ). ROS dapat terbentuk dari kondisi stress abiotik seperti kekeringan (Gill and Tuteja 2010). Interval panen 4 bulan pertama dilakukan pada bulan Oktober dengan curah hujan 180.3 mm.bulan-1, namun curah hujan bulan sebelum panen (September) adalah paling rendah yaitu 21.8 mm.bulan-1 (Tabel 4). Kondisi ini menyebabkan metabolit sekunder tanaman kemuning sebagian besar digunakan untuk pembentukan senyawa yang memiliki sifat antioksidan kuat selain flavonoid. Tachakittirungrod et al. (2007) menyatakan bahwa kadar senyawa fitokimia yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas antioksidannya. Ditambahkan oleh Ali et al. (2009) bahwa manfaat antioksidan terhadap kesehatan yang bersumber dari tumbuhan berasal dari vitamin C, vitamin E, karotenoid, likopen, polifenol dan senyawa fitokimia lainnya. Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa kadar protein terendah dihasilkan oleh tanaman dengan interval panen paling lebar yaitu 4 bulan ketika aktivitas enzim PAL menunjukkan nilai tertinggi, bersamaan dengan peningkatan kadar hara N di jaringan daun (Tabel 10). Hal ini menunjukkan kemungkinan hara N pada tanaman sebagian besar dimanfaatkan untuk pembentukan metabolit sekunder. Namun kadar protein pada interval panen 2 bulan lebih rendah jika dibandingkan dengan interval panen 3 bulan, meskipun tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Utami (2015) yang menunjukkan kadar protein tertinggi daun kemuning terdapat pada interval panen 12 minggu (3 bulan) dibandingkan dengan kadar protein pada interval panen 5 minggu (1.5 bulan). Kondisi ini menunjukkan bahwa kemungkinan dibutuhkan waktu 3 bulan untuk menghasilkan protein dalam jumlah banyak pada daun kemuning. Aktivitas enzim PAL cenderung meningkat seiring dengan perpanjangan waktu panen, tetapi tidak diiringi dengan kadar flavonoid total dan antosianin yang tinggi (Gambar 11). Peningkatan aktivitas enzim PAL pada saat panen 4 bulan diduga karena kriteria daun hasil panen 4 bulan merupakan daun dengan umur yang lebih tua dibandingkan interval panen lainnya. Namun fenilalanin sebagian besar digunakan untuk pembentukan senyawa kelompok nonflavonoid. Liser and Lancaster (1996) menuliskan bahwa meskipun produksi antosianin berhubungan dengan peningkatan aktivitas enzim PAL, namun banyak dilaporkan bahwa terdapat aktivitas enzim PAL tanpa disertai dengan produksi antosianin, karena enzim PAL aktif terlibat pada biosintesis berbagai senyawa fenilpropanoid. Tabel 13 Kadar protein dan aktivitas enzim PAL daun kemuning berdasarkan interval panen Kadar protein Aktivitas enzim PAL1 -1 -4 (mg BA.g BB ) x 10 (mg CA eq. mg Protein-1) x 10-5 2 bulan 94.28 a 4.32 c 3 bulan 94.95 a 5.27 b 4 bulan 86.96 b 7.92 a BB: bobot basah daun total; BA: Bouvine albumin; CA: Cinamat acid; eq : equivalent. 1 data merupakan hasil transformasi √x. Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α = 5%. Interval panen
Produksi protein, flavonoid, dan antosianin meningkat seiring dengan semakin lebar interval panen (Tabel 14). Produksi protein diperoleh dari perkalian kadar protein dengan bobot basah daun total, sementara itu produksi flavonoid dan
35
antosianin diperoleh dari perkalian kadar antosianin dengan bobot basah daun total. Hal ini dapat dijelaskan bahwa produksi protein, flavonoid, dan antosianin pada interval panen 4 bulan disebabkan oleh bobot daun yang dihasilkan pada tanaman dengan interval panen 4 bulan. Sehingga, meskipun kadar protein, flavonoid total, dan antosianin tertinggi berturut-turut terdapat pada interval panen 3, 2, dan 3 bulan, namun tidak seiring dengan peningkatan produksinya. Tabel 14 Produksi protein, flavonoid total, dan antosianin daun kemuning berdasarkan interval panen Interval panen
Produksi protein Produksi flavonoid Produksi antosianin -1 (mg.tanaman ) total (mg.tanaman-1) (mg.tanaman-1) 2 bulan 4.34 c 380.7 b 0.276 b 3 bulan 6.64 b 480.5 b 0.937 a 4 bulan 7.96 a 682.8 a 1.178 a Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan pengaruh tidak nyata menurut uji DMRT α=5%.
Secara umum pola produksi senyawa fitokimia dan kadar hara N, P, dan K jaringan daun (Tabel 9) menunjukkan peningkatan bersamaan dengan karakter daun hasil panen (Gambar 7) dengan interval panen 4 bulan. Begitu juga dengan produksi daun yang ditandai dengan bobot basah dan kering daun total yang menunjukkan hasil tetinggi pada interval panen 4 bulan. Hal ini disebabkan oleh pasokan hara yang diterima tanaman yang memadai untuk rejuvenasi daun baru setelah dipanen dan selanjutnya melakukan proses metabolisme. Interval panen 4 bulan dapat direkomendasikan untuk menghasilkan daun kemuning sebagai bahan obat yang mengutamakan kuantitas dan kualitas daun. Pemanenan daun kemuning dengan interval panen 4 bulan menghasilkan daun dengan produksi protein, flavonoid total, antosianin, aktivitas enzim PAL, dan antioksidan tertinggi. Pemanenan menyebabkan reaksi yang berasal dari kompetisi antar organ, hal ini mempengaruhi jumlah daun, metabolit primer dan sekunder yang dihasilkan (Aziz 2015). Produksi protein, flavonoid total, dan antosianin diperoleh dari mengalikan masing-masing kadar dengan bobot basah daun untuk protein dan antosianin, dan bobot kering untuk produksi flavonoid total. Meskipun kadar protein dan antosianin tertinggi dihasilkan oleh tanaman pada interval panen 3 bulan, dan kadar flavonoid total pada interval panen 2 bulan, tetapi produksi protein, flavonoid total, dan antosianin tertinggi dihasilkan oleh tanaman pada interval panen 4 bulan. Hal ini disebabkan oleh tanaman pada interval panen 4 bulan menghasilkan bobot basah dan kering daun tertinggi. Belum ada pustaka yang menjelaskan standar besar kadar dan produksi flavonoid total ekstrak kering daun kemuning. Sehingga belum ada acuan yang dapat digunakan untuk membandingkan kadar dan produksi flavonoid total ekstrak kering daun kemuning yang diperoleh dari hasil penelitian ini. Korelasi Kadar Hara N, P, dan K Jaringan Daun Dengan Bobot Daun dan Produksi Fitokimia Daun Kemuning Untuk mengetahui hubungan antar peubah yang diamati maka dilakukan uji korelasi. Berdasarkan hasil Principle Component Analysis (PCA Biplot)
36
terdapat keterkaitan antar komponen dengan produksi fitokimia daun kemuning (Gambar 12). Hasil analisis biplot yang terbentuk menunjukkan hubungan yang dekat dan bernilai positif antara produksi flavonoid total, kadar hara P, bobot kering daun, produksi protein, dan bobot basah daun. Selain itu terlihat ada hubungan yang dekat antara produksi antosianin dan aktivitas antioksidan yang bernilai positif. Terdapat hubungan yang jauh dan berkorelasi negatif antara kadar K jaringan daun dengan produksi flavonoid total, produksi antosianin, aktivitas enzim PAL, klorofil, dan aktivitas antioksidan daun kemuning. Pola ini menunjukkan bahwa produksi flavonoid, produksi antosianin, aktivitas enzim PAL, dan aktivitas antioksidan daun kemuning kemungkinan akan meningkat jika kadar hara K rendah. Hal yang serupa juga dilaporkan oleh Karimuna et al. (2015) dari penelitiannya bahwa kadar hara K di jaringan daun berkorelasi negatif dengan produksi flavonoid kemuning umur 34 BST, dan antosianin kemuning umur 38 BST. Berbeda dengan hasil penelitian Utami (2015) yang dilaporkan bahwa produksi flavonoid daun kemuning cenderung meningkat ketika kadar K daun juga meningkat. Perbedaan pengaruh K ini diduga sebagian unsur K dimanfaatkan tanaman untuk membentuk senyawa metabolit sekunder lain sebagai upaya perlindungan tanaman pasca pemangkasan saat panen. Fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yng terlibat dalam reaksi-reaksi fase gelap fotosintesis, respirasi dan beberapa proses metabolisme lainnya (Lakitan 2010). Fosfoenolpiruvat yang berasal dari lintasan glikolisis pada proses respirasi selanjutnya menuju lintasan asam shikimat untuk pembentukan asam amino aromatik, bersama dengan asam amino alifatik yang berasal dari asam piruvat kemudian membentuk protein (Gambar 4). Ketersediaan metabolit primer dari fotosintesis menunjang pembentukan daun dan metabolit sekunder kemuning. Hal ini berarti bahwa peningkatan produksi biomasa dan produksi senyawa metabolisme primer seperti pembentukan protein selanjutnya akan menunjang poduksi senyawa metabolit sekunder. Korelasi positif antara kadar hara P dengan produksi flavonoid total, bobot kering daun, produksi protein, dan bobot basah daun menjelaskan bahwa jika salah satu komponen meningkat maka akan mempengaruhi peningkatan komponen yang lain. Kadar hara N berkorelasi positif dengan produksi flavonoid meski hubungannya tidak terlalu dekat. Nitrogen merupakan salah satu hara utama untuk komponen sel tumbuhan, protein, asam amino, dan asam nukleat (Taiz and Zeiger 2002, Huerta et al. 2013). Flavonoid disintesis dari asam amino aromatik, yaitu tirosin dan fenilalanin, melalui lintasan shikimat (Middleton et al. 2000) Senyawa antosianin merupakan kelompok flavonoid yang memiliki sifat antioksidan yang berguna untuk menangkap spesies oksigen reaktif (ROS). Flavonoid memiliki hidrogen fenolik yang bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan (Ahmed et al. 2012). Berdasarkan uji PCA terlihat bahwa antosianin memiliki kedekatan dan berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan, hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa kemampuan antioksidan disebabkan oleh senyawa antosianin. Hubungan produksi antosianin dengan aktivitas antioksidan yang terbentuk dari uji PCA biplot membentuk pola yang berdekatan. Hal ini diduga disebabkan ada pengaruh dari peubah lain dalam uji PCA biplot, semua peubah dianalisis secara serempak menjadi satu gambaran grafik dua dimensi untuk menjelaskan keterkaitan semua peubah. Mattjik dan Sumertajaya (2011)
37
menjelaskan bahwa analisis PCA biplot dapat digunakan untuk mendeskripsikan posisi relatif beberapa objek dengan beberapa peubah secara serempak, dengan output berupa gambaran data-data dalam grafik dua dimensi atau disebut biplot, yang berbeda dengan uji korelasi linear sederhana. Produksi Fitokimia Daun Kemuning
Gambar 12 Biplot hasil analisis korelasi antar komponen dengan produksi fitokimia daun kemuning berdasarkan PCA (Principal Component Analysis). ANTO: antosianin; ANTI: aktivitas antioksidan; BB: bobot basah; BK: bobot kering; FLA: flavonoid; K: kalium; KLO: klorofil; N: nitrogen; P: fosfor; PAL: aktivitas enzim PAL; PRO: protein.
38
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap produksi flavonoid meskipun ada kecenderungan peningkatan akibat pemupukan. 2. Interval panen 4 bulan merupakan waktu panen yang bisa dilakukan untuk menghasilkan produksi flavonoid daun kemuning tertinggi. 3. Interaksi pemberian pupuk organik dengan berbagai dosis dan interval panen yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap produksi flavonoid dan senyawa fitokimia tanaman kemuning. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disarankan bahwa: 1. Perlu ada penelitian lanjutan dalam melihat pengaruh residual pupuk kadang ayam dan abu sekam terhadap produksi biomasa dan fitokimia daun kemuning pada interval panen tertentu yang berulang. 2. Pemanfaatan daun kemuning sebagai tanaman obat dapat dipanen dengan interval panen 4 bulan sekali untuk memperoleh daun yang mengandung antioksidan tinggi.
39
DAFTAR PUSTAKA Ahmed T, Uddin MN, Hossain MDK, Hasan N, Rana MDS. 2013. Evaluation of antioxidant and cytotoxic potential of Artocarus chama Bunch. seeds using in vitro models. Intr. J. Pharm Sci. 5(1): 283-289. ISSN: 0975-1491. Ali MB, Khandaker L, Oba S. 2009. Comparative study on functional components, antioxidant activity and color parameters of selected colored leafy vegetables as affected by photoperiods. J. Food Agri Environ. 7: 392-398. Anderson CA, Graves HB, Koo RCJ, Leonard CD, Reese RL. 1968. Methods of analysis. Florida Agricultural Experiment Station Project 1398. Lake Alfred. Florida. Aprisiani R. 2008. Kajian analisis petik dan asal bahan tanama terhadap produksi dan mutu pucuk tanaman teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) di PTPN VIII Perkebunan Tambaksari, Subang Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Association for International Cooperation in Agriculture and Forestry (AICOAF). 2001. Application of rice husk charcoal. Food and fertilizer technology center for the Asian and Pasific region leaflet for agriculture: Practical technlogy 4. Japan (JP). Ayu P. 2011. Ragam Bunga Berkhasiat Obat. Yogyakarta (ID): Cemerlang Publishing. 133 hlm. Aziz SA. 2015. Perspektif ekofisiologi produksi bahan bioaktif tanaman obat. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. 25 April 2015. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bahadur MM, Azad AKM, Hakim MA, Hossain SMM, Sikder SP. 2000. Effect of different spacing and potassium levels on the growth and yield of turmeric var. sinduri. Pakistan. J. Biol. Sci. 3(4):593-595. Bronzeoak. 2003. Report of the rice husk ash market study. Bronzeoak Ltd (UK) company. 62 p. Buresh RJ, Pedro AS, Frank C. 1997. Replenishing soil fertility in Africa. SSSA Special Publication Number 51. Wisconsin (AS): America Society of Agronomy Inc. Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chern JC. 2002. Estimation of total flavonoid content in propolis by two complementary colorimetric methods. J. Food Drug Anal 10(3):178-182. Chen BM, Wang ZH, Li SX, Wang GX, Song HX, Wang XN. 2004. Effect of nitrate supply on plant growth, nitrat accumulation, metabolic nitrate concentration and nitrate reductase activity in three leafy vegetables. Plant Sci. 167(1):635-643. doi: 10.1016/j.plantsci.2004.05.015. Choudhury MI, Azizuddin, Asaad K, Shaikh ZS, Atta-ur-Rahman. 2002. A new coumarin from Murraya paniculata. Planta Medic. doi:10.1055/s-200219874. Chowdhury JU, Bhuiyan MdNI, Yusuf M. 2008. Chemical composition of the leaf essential oils of Murraya koenigii (L.) Spreng and Murraya paniculata (L.) Jack. Bangladesh J Pharmacol. 3(2):59-63. Cseke LJ, Lu CR, Kornfeld A, Kaufman PB, Kirakosyan A. 2006. How and what these compounds are synthesized by plants. Di dalam: Cseke LJ
40
Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber S, Duke JA, Brielmann HL, editor Natural Products from Plants. 2nd Ed. (USA): CRC Press. 51-100 p. Dangcham S, Bowen J, Ferguson BI, Ketsa S. 2008. Effect of temperature and low oxygen on pericarp hardening of mamgosteen fruit stored at low temperature. Postharvest Biology and Technology. 50:37-44. Darmawan J, dan Baharsjah JS. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID): SITC. 85 hlm. Debeaujon I, Peeters AJM, Leon-Kloosterziel, KM, Koornneef M. 2001. The TRANSPARENT ESTA12 gene of Arabidopsis encodes a multidrug secondary transporter like protein required for flavonoid sequestration in vacuoles of seed coat endhotelium. Plant Cell. 13:852-871. Dewick PM. 2002. Secondary metabolism: The building blocks and construction mechanisms. Medical Natural Products. ISBNs: 0470846275 (Electronic). Dhalimi A. 2003. Pengauh sekam dan abu sekam terhadap pertumbuhan dan kematian tanaman panili (Vanilla planifolia Andrews) di pembibitan. Bul.Littro. 14(2):46-57. Dwi KS. 2007. Profil kromatogram dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) terhadap bakteri Escherichia coli in vitro. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Evans R John. 1989. Photosynthesis and nitrogen relationships in leaves of C3 plants. Plant Environmental Biology Group, Research School of Biological Science. Canberra (AU). 78:9-19 Foletto EL, Gratieri E, Oliveira LH, Jahn SL. 2006. Conversion of rice hull ash into soluble sodium silicate. Material research. 9(3):335-338. Gardiner DT, RW. Miller. 2004. Soils in Our Environment. Prectice Hall. New Jersey (AS). 550 p. Gautam MK. and Goel RK. 2012. Exploration of preliminary phytochemical studies of leaves of Murraya paniculata (L.). Int. J. Pharm. Life Sci. 3(8):1871-1874. Gill SS, Tuteja N. 2010. Reactive oxygen species and antioxidant machinery in abiotic stress tolerance in crop plants. Plant physiol biochem. 48(12):909930. Gilman EF. 1999. Murraya paniculata. University of Florida (AS). Cooperate Extention Service Institute of Food and Agricultural Science Fact Sheet. [Fact Sheet FPS-416] Hadi, P. 2005. Abu sekam padi pupuk organik sumber kalium alternatif pada padi sawah. GEMA. 18(1):38-45. Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): CV Akademika Pressindo. 248 hlm. Hartatik W, Widowati LR. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor (ID). 10 hlm. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers : An Introduction to Nutrient Management. 7th Ed. New Jersey (AS): Pearson Education, Inc. 515 p. Heaton S. 2001. Organik farming, food quality and human health: A review of the evidence. Soil Association of the United Kingdom (UK). 88 p.
41
Herrmann KM. 1995. The shikimate pathway: early steps in the biosynthesis of aromatic compounds. Americsn Socie of Plant Physi. 7:907-919. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Diterjemahkan oleh Badan Penelitian dan Pembangunan Kehutanan. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. 765 hlm. Hopkins WG and Huner NPA. 2008. Introduction to Plant Physiology 4th Ed. The University of Western Ontario (AS). John Wiley and Sons, Inc. 503 p. Houston DF. 1972. Rice Chemistry and Technology. Minnesota (AS): St. Paul, Minn American Association of Cereal Chemists. 517 p. Hue KT, Van DTT, Ledin I, Wredle E, Sporndly E. 2012. Effect of harvesting frequency, variety and leaf maturity on nutrient composition, hydrogen cyanide content and cassava foliage yield. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 25(12):1691-1700. Huerta RFM, Gonzales RGG, Medina LMC, Pacheco IT, Olivarez JP, Velazquez RVO. 2013. A riview of methods for sensing the nitrogen status in plants: adventages, disadventages and recent advances. Sensors. 13(1):1082310843. IFA. 1992. IFA World Fertilizer Use Manual. Jerman (DE): International Fertilizer Industry Association, Paris. Ilyas, Syekhfani, Prijono S. 2000. Analisis pemberian limbah abu sekam sebagai sumber silikat pada andisol dan oxisol terhadap pelepasan fosfor terjerap denga teknik perunut 32P. Risalah Pertemuan Ilmiah dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi. Iswantini D, Silitonga RF, Martatilofa E, Darusman LK. 2011. Zingiber cassumunar, Guazuma ulmifolia, and Murraya paniculata extracts as antiobesity: In vitro inhibitory effect on pancreaic lipase activity. Hayati J. Biosci 18(1):6-10. doi:104308/hjb.18.1.6. Kabi F, Bareeba FB. 2008. Herbage biomass production and nutritive value of mulberry (Morus alba) and Calliandra calothyrsus harvested at different cutting frequencies. Animal Feed Science and Technology 140:178-190. doi: 10.1016/j.anifeedsci.2007.02.011. Karimuna SR, Aziz SA, Melati M. 2015. Correlation between plant nutrient concentration and metabolites production in the leave of Orange Jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack) with chicken manure application. J. Trop. Crop. Sci. 2(1):16-25. Karimuna SR. 2015. Uji korelasi konsentrasi hara N, P, dan K daun dengan produksi senyawa bioaktif kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) akibat aplikasi pupuk kandang ayam. [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Katsube N, Iwashita K, Tsushida T, Yamaki K, and Kobori M. 2003: Induction of apoptosis in cancer cells by Bilberry (Vaccinium myrtillus) and the anthocyanins. J Agric Food Chem. 51(1):68-75. Krishnaveni M. 2014. Antioxidant activity of selected plant. Intl J Pharmacy and Parmaceutical Sci. Vol 2 supll 2:126-128. Kubola J, Siriamornpun S. 2008. Phenolic contents and antioxidant activities of bitter gourd (Momordica charantia L.) leaf, steam, and fruit fraction extracts in vitro. Food Chemistry 110(4):881-890.
42
Lamson DW dan Matthew SB. 2000. Antioxidant and cancer therapy III: Quercetin. Altern. Med. Rev. 5(3):196-208. Leu Sy Jye, Yi Pei Lin, Rong Dih Lin, Chi Luan Wen, Kur Ta Cheng, Feng Lin Hsu, And Mei Hsien Lee. 2006. Phenolic constituents of Malus doumeri var. formosana in the Field of Skin Care. Biol. Pharm. Bul. 29(4):740-745. Li S, Strid A. 2005. Anthocyanin accumulation and changes in CHS and PR-5 gene expression in Arabidopsis thaliana after removal of inflorescence stem (decapitation). Plant. Phys. Biochem. 43(6):521-527. Li W J, Cheng X L, Liu j, Lin R C, Wang G L, Du S S, Liu Z L. 2012. Phenolic compounds and antioxidant activities of Liriope muscari. J. Molecules. ISSN 1420-3049. doi: 10.3390/molecules17021797. 17:1797-1808. Lingga P, Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta (ID): Redaksi Agromedia. Lister CE, Jane EL, John RLW. 1996. Phenylalanine ammonia-lyase (PAL) activity and its relationship to anthocyanin and flavonoid levels in New Zealand-grown apple cultivars. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 121(2):281-285. Lucci N dan Mazzafera P. 2009. Rutin synthase in fava d’anta: Purification and influence of stressors. Canadian J. Plant. Sci. 89(1):895-902. Marini RP. 2014. Physiology of pruning fruit trees. Virginia Cooperative Extension. Virginia Tech. Virginia State University. Ext.vt.edu. Publication 422-025. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung Pr. 117 hlm. Marschner P. 2012. Mineral Nutrition of Higher Plants. 3rd Ed. London (GB): Academic Press Limited. 651 p. Matichenkov VV, Calvert DV. 2002. Silicon as a beneficial element for sugarcane. J. American Society of Sugarcane Technologists. 22:22-30. Mattjik NA. 2010. Tanaman Hias dan Bunga Potong. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Pr. 453 hlm. Mattjik NA, dan Sumertajaya IM. 2011. Sidik peubah ganda dengan menggunakan SAS. Bogor (ID). IPB Press. 415 hlm. Mittal, Davinder. 1997. Silica from Ash: A valuable product from waste material. Resonance. 2(7):64-66. Mosali J, Girma K, Teal RK, Freeman KW, Martin KL, Raun WR. 2005. Effect of foliar application on winter grain yield, phosporus uptake and use efficiency. J. Plant Nutr. 29:2147-2163. doi:10.1080/01904160600972811. Mualim L, Sandra AA, Melati M. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam pada produksi antosianin daun kolesom. J. Agron Indo. 37(1):55-61. Mualim L. 2012. Produksi dan kualitas kolesom dengan pemupukan organik dan inorganik. [disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Muchtadi D. 2012. Pangan Fungsional dan Senyawa Bioaktif. Bandung (ID). Alfabeta. 252 hlm. Mulyana E. 2015. Korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada jaringan tanaman dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun (Coleus amboinicus Lour.) secara organik. [thesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Pr. 240 hlm.
43
Mursito B, Prihmantoro H. 2011. Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 120 hlm. Nugroho AE, Riyanto S, Sukari MA, Maeyama K. 2010. Efek senyawa flavonoids dari kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack.) terhadap pelepasan histamine pada kultur sel mast. Majalah Obat Tradisional. 15(1):34-40. Pane M. 2010. Uji efek ekstrak daun kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) sebagai penurun kadar kolesterol darah marmut jantan (Cavia cobaya). [skripsi]. Medan (ID). Universitas Sumatera Utara. Peng M, Hudson D, Schofield A, Tsao R, Yng R, Gu H, Bi YM, Rothstein SJ. 2008. Adaptation of Arabidopsis to nitrogen limitation involves induction of anthocyanin synthesis which is controlled by the NLA gene. J. Expr Botan. 59(11):2933-2944. Polagruto JA, Schramm DD, Wang-Polagruto JF, Lee L, Keen CL. 2003. Effect of flavonoid-rich beverages on prostacyclin synthesis in humans and human aortic endothelial cells: association with ex vivo platelet function. J. Med. Food. 6(4):301-308. Priyadharshini J and Seran TH. 2009. Paddy husk ash as a source of potassium for growth and yield of cowpea (Vigna unguiculata L.). J. Agri Sci. 4(2):67-76. Ramadhan BC. 2015. Produksi bioaktif daun kepel (Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. and TH.) dengan pemupukan organik. [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Rice-Evan CA, Miller NJ, Paganga G. 1996. Structure-antioxidant activity relationships of flavonoids and phenolic acids. Free Radic Biol Med. 20(7):933-956. Rohman A, Riyanto S. 2005. Daya antioksidan ekstrak etanol daun kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia. 16(3):136 – 140. Salazar-Aranda R, Luis APL, Joel LA, Blanca AAG, Noemi WT. 2009. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from Northeast of Mexico. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. Hindawi Publishing Corporation. doi:10.1093/ecam/nep127. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung (ID). Institut Teknologi Bandung. Sanchez NR, Ledin S, Ledin I. 2007. Biomass production and nutritive composition of Cratylia argentea under different planting densities and harvest intervals. J. Sustain. Agric. 29(4):5-22. Shafeek M.R, Nagwa, M.K. Hassan, S.M. Singer, Nadia H.M. EL-Greadly. 2013. Effect of potassium fertilizer and foliar spraying with ethereal on plant development, yield and bulb quality of onion plant Allium cepa L). J. Applied Sci. Res. 9(2):1140-1146. Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Simms DA, Gamon JA. 2002. Relationships between leaf pigment content and spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures, and development stage. Remote Sensing Environt. 81(2-3):337-354. Siregar PH. 2005. Isolasi flavonoida dari daun tumbuhan kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack). J. Sains Kimia (Suplemen). 9(3):12-14.
44
Sudadi, Sumarno, Wiki H. 2014. Pengaruh pupuk organik berbasis azolla, fosfat alam dan abu sekam terhadap hasil padi dan sifat kimia tanah alfisol. J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 11(2). ISSN:1412-3606. E-ISNN:23561424. Sulaksana J, Jayusman DI. 2005. Kemuning dan Jati Belanda, Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Susanti H, Aziz SA, Melati M. 200. Produksi biomassa dan bahan bioaktif kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dari berbagai asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam. Bul. Agron. 36(1):48–55. Susanti H. 2012. Produksi protein dan antosianin pucuk kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan pemupukan nitrogen+kalium dan interval panen. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutanto R. 2008. Penerapan Pertanian Organik: Permasyarakatan dan Pengembangannya. Jakarta (ID): Kanisius. Syahadat RM. 2012. Pengaruh komposisi media dan fertigasi pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) di pembibitan. [skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tachakittirungrod S, Okonogi S, Chowwanapoonpohn S. 2007. Study on antioxidant activity of certain plants in Thailand: Mechanism of antioxidant action of guava leaf extract. Food Chem. 103(2):381-388. Taiz L, E Zeiger. 2002. Plant Physiology 3rd Ed. Massachusets (US): Sinauer Associates, Inc. Publisher. 623 p. Tisdale SL, Nelson WL, and Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizers 4th Ed. London (GB): Collier Macmillan Publishers. 754 p. Utami N, Aziz SA, Melati M. 2015. Biomass production and quality of orange jessamine (Murraya paniculata L. Jack) leaves at two harvest interval [Journal in process]. Utami N. 2014. Respon pertumbuhan dan kandungan klorfil daun kemuning (Murraya paniculata L. Jack) pada beberapa interval panen. Laporan topik khusus S2. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Utami N. 2015. Produksi dan flavonoid daun kemuning (Murraya paniculata L. Jack) dengan perbedaan interval dan tinggi panen serta dosis pupuk organik. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Vickery ML dan Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London (GB): Macmillan Press. Waterborg JH, Matthews HR. 2002. The lowry method for protein quantitation. P 7-9. In JM Walker (Eds). The Protein Protocols. Handbook 2nd Ed. New Jersey (AS): Humana Press Inc. Yochum L, Kushi LH, Meyer K, Folsom AR. 1999. Dietary flavonoid intake and risk cardiovascular disease in postmenopausal women. Am. J. Epideminol. 149(10):934-939. Young JW, Jeng LM, Pei TK, Ling CH. 2000. Antioxidant properties of fermented soybean broth. Food Chem. 71(2):249–254. Zhang Y, Li J, Shi S, Zan K, Tu P. 2012. Glycosides of flavone methyl ethers from Murraya paniculata. Bioc. Syst. Eco. 43:10-13. doi:10.1016/j.bse.2011.10.003.
45
Lampiran 1 Analisis hara N, P, dan K jaringan daun Daun yang dianalisis diambil secara komposit. Daun dikeringkan dalam oven pada suhu 600C ± 3 hari sampai mencapai bobot konstan.Penetapan kadar N total dilakukan dengan menggunakan metode Semi-micro Kjeldahl. Penetapan kadar P dan K mengunakan metode pengabuan kering (Anderson 1968). Kadar P diukur dengan Hitachi Spectrophotometer U-2010 dan K dengan Atomic Ansorption Spectrophotometer Agilent 240 FS AA. Prosedur penetapan nitrogen total dengan metode Kjeldahl
Gambar 13 Prosedur penetapan nitrogen total dengan metode Kjeldahl
Perhitungan: Isi HCl (contoh-blanko) x N HCl x 14 x 100 Kadar N% = Bobot sampel (mg)
46
Metode penentuan kadar fosfor dan kalium daun
Gambar 14 Metode penentuan kadar fosfor dan kalium daun Lampiran 2 Analisis kadar klorofil dan antosianin (Sims dan Gamon 2002) Contoh daun segar dihaluskan, ditambahkan dengan aceton tris 2 mL (85:15 (%)), dan disentrifus (14000 rpm) selama 10 menit. Selanjutnya, supernatant (1 mL) ditambahkan dengan aceton tris 3 mL dan dicampur rata. Absorbansi campuran diukur pada panjang gelombang 663, 647 dan 537 nm, diukur dengan Shimadzu UV-1201 UV-VIS spectrophotometer. Hasilnya dinyatakan sebagai milligram per milligram bobot basah (mg g-1 BB). Kadar total Antosianin (μmol/g) = [(0.08173 x Abs 537) – (0.00697 x Abs 647) – (0.002228 x Abs 663) x fp x v)]/bobot basah daun x 100 Klorofil A (μmol/g) = [(0.01373 x Abs 663) – (0.000897 x Abs 537) – (0.003046 x Abs 647) x fp x v)]/bobot basah daun x 100 Klorofil B (μmol/g) = [(0.02405 x Abs 647) – (0.004305 x Abs 537) – (0.005507 x Abs 663) x fp x v)]/bobot basah daun x 100 Kadar total klorofil Abs Fp V
= Klorofil a + klorofil b = nilai absorbansi pada panjang gelombang λ = faktor pengenceran = volume
47
Lampiran 3 Persiapan contoh untuk analisis protein dan kadar aktivitas enzim PAL Daun contoh segar kemuning (0.1 g) ditambahkan buffer eksrak (500 μl; 100 mmol/L Tris-HCl, pH 7.5; 1 mmol/L EDTA; 5 mmol/L MgCl2, 0.05% Triton X-100; 2.5 mmol/L dithiothreitol) dan digerus hingga halus beserta buffernya dengan menambahkan 500 μl buffer. Selanjutnya, campuran disentrifus dengan kecepatan 14000 x g selama 15 menit pada suhu 50C untuk mendapatkan supernatant. Lampiran 4 Analisis protein (metode Lowry, Waterborg 2002) Supernatan B 1 mL (Supernatan B = supernatan A 0.1 mL + aquades 4.9 mL) + 0.9 mL pereaksi A (7 mM K-Na Tartrate.4H2O (Garam Rochelle); 0.81 M Na2CO3 dalam 500 mL NaOH 1 N; H2O sampai 1 L bisa tahan 2-3 bulan); kocok dengan vorteks kemudian inkubasi (500C, 10 menit, waterbath). Campuran kemudian didinginkan pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 0.1 mL pereaksi B (70 mM K-Na Tartrate 4H2O; 40 mM CuSO4.5H2O dalam 10 mL NaOH 1 N; H2O sampai 100 mL); kocok dan inkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Tambahkan 3 mL pereaksi C (1 mL Folin-Ciocalteau dialrutkan dengan 15 mL H2O); kocok dan inkubasi (500C, 10 menit, waterbath) lalu didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Absorbansi campuran diukur pada panjang gelombang 650 nm, diukur dengan Shimadzu UV-1201 UV-VIS spectrophotometer. Standar Bouvine Albumin (BA) 0-200 mg.L-1. Persamaan kurva standar yang digunakan adalah y = 0.002x + 0.084 (R2 = 0.995). Hasilnya dinyatakan sebagai miligram ekuivalen Bouvine Albumin per gram bobot basah (mg BA.g BB-1). Lampiran 5 Analisis kadar akivitas enzim PAL (Dangcham et al. 2008) Supernatan 0.1 mL ditambahkan 2.4 mL larutan L-Phe [0.5 M Tris-HCL buffer (pH 8.5) yang mengandung 6 μM L-Phenylalanine]; kemudian diinkubasi (370C, 1 jam). Hasil inkubasi ditambahkan 0.5 mL HCl 5 M. Absorbansi campuran diukur pada panjang gelombang 290 nm, diukur dengan Shimadzu UV1201 UV-VIS spectrophotometer. Kurva standar dengan menggunakan asam trans sinamat 0-20 mg.L-1 (y = 0.075x - 0.003; R² = 0.999). Blanko merupakan larutan berupa 2.5 mL larutan L-Phe ditambahkan 0.5 mL HCl 5 M. Hasilnya dinyatakan sebagai unit ekuivalen asam sinamat per miligram protein (mg CA.mg protein-1). Lampiran 6 Persiapan contoh analisis kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan Daun sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 600C selama 3 hari. Daun yang telah kering dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi serbuk halus. Ekstraksi dilakukan dengan menimbang serbuk daun sebanyak 0.1 g yang diekstrak dalam 1 mL methanol ke dalam mikrotube dan dipanaskan (60 menit, suhu 600C). Selanjutnya, campuran tersebut dipisahkan fase cair dan padat menggunakan sentrifus (12000 rpm, 5 menit, 50C). Hasil berupa supernatant (ekstrak cair) kemudian digunakan untuk anlisis selanjutnya.
48
Lampiran 7 Analisis kadar flavonoid total (metode aluminium chloride colorimetric, Chang et al. (2002) dengan sedikit modifikasi. Ektrak cair kemuning (0.1 mL) kemudian secara terpisah berturut-turut ditambahkan etanol (1.9 mL), aluminium klorida 10% (0.1 mL), potasium asetat 1 M (0.1 mL), air destilata (2.8 mL), dan divorteks. Setelah inkubasi pada suhu ruang (270C) selama 30 menit, absorbansi campuran diukur pada panjang gelombang 415 nm menggunakan Hitachi U-2800 spectrophotometer. Blanko menggunakan etanol (1.9 mL), aluminium klorida 10% (0.1 mL), potasium asetat 1 M (0.1 mL), dan air destilata (2.9 mL). Kurva standar dibuat menggunakan 0-400 mg.L-1 kuersetin dalam metanol (y = 0.038x + 0.091, R2 = 0.996). Hasilnya dinyatakan sebagai miligram ekuivalen kuersetin per gram bobot kering (mg kuersetin.g BK-1).
Lampiran 8 Analisis aktivitas antioksidan (metode radikal bebas stabil, 1,1diphenil-2-picryl hydrazyl (DPPH)) assay, modifikasi dari Leu et al. (2006) dan Salazar et al. (2009) Analisis aktivitas antioksidan menggunakan metode radikal bebas stabil, 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH) assay, modifikasi dari Leu et al (2006) dan Salazar et al (2009). Ektrak kering daun kemuning dalam etanol (0.1g mL-1), 300 µl larutan yang terdiri dari 150 µl larutan ekstrak dan 150 µl larutan DPPH, diinkubasi pada suhu ruang dan gelap selama 30 menit. Absorbansi diukur dengan menggunakan Elisa reader dengan panjang gelombang 517 nm. Kontrol positif menggunakan Kuersetin dan kontrol negatif berupa campuran 150 µl etanol dan 150 µl DPPH. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai persen penangkapan. Persamaan kurva standar y= 0.851x – 1.425, R2 = 0.989. Adapun rumus yang digunakan adalah (absorbansi kontrol – absorbansi contoh) Penghambatan =
x 100% Absorbansi control
Lampiran 9 Data iklim per bulan selama penelitian Tabel 15 Data iklim per bulan selama penelitian Unsur Iklim Rata-rata Max Min RH (%) Lama Penyinaran (%) Intensitas Matahari (cal cm-2)
Bulan SEPT OKT NOP Temperatur (0C) 26.3 26.8 26 33.4 33.9 32.6 21.4 22.4 22.9 73 75 83
JUN
JUL
AGUS
26.5 32 23.3 83
25.8 31.1 22.6 83
25.7 31.9 2.9 80
66
70
71
95
84
299.0
297.0
357.0
383.0
375.0
DES
JAN
FEB
26.3 31.6 23.5 82
25.0 30.2 22.8 88
25.2 29.8 22.0 87
64
45
31
32
310.0
291.0
262.0
259.0
49
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 11 Juni 1989 sebagai anak ke-dua dari tiga bersaudara dari pasangan ayah Nasrul K (Alm) dan ibu Radiyah. Penulis menamatkan jenjang pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 07 Batang Tajongkek, Pariaman, pada tahun 2001, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Pauh Kambar dan tamat pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Nan Sabaris dan tamat pada tahun 2007, pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SPMB) sebagai mahasiswi Program Studi Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas (UNAND), Padang, dan lulus pada tahun 2011. Tahun 2013 penulis lulus seleksi Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) dari DIKTI sebagai mahasiswi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Agronomi dan Hortikultura (AGH). Pada tahun 2016, penulis mengikuti Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) 2016 sebagai pemakalah oral.