Proceeding Seminar Nasional Psikologi . NTA GAN NGEMBANGAN PSIKOLGGI INDONESIA 6 September 2012
Proceeding Seminar Nasional Psikologi
Proceeding Seminar Nasional Psikologi 'Tantangan
Pengembangan
Psikologi Indonesia'
Tim Editor Dr. Ayu Dwi Nindyati,
Psi. (Ketua)
Handrix Chrishariyanto,
MA, (Wakil Ketua)
Fatchiah E. Kertamuda,
M.Sc (Anggota)
Devi Wulandari,
M.Sc (Anggota)
Haris Hardiansyah, Tia Rahmania,
M.Si (Anggota)
M.Psi (Angota)
Penerbit Program Studi Psikologi JI. Gatot Subroto
Universitas
Paramadina
Kav. 97 Jakarta
Phone: (021)79181188 Fax: (021) 7993375
ISBN: 978 -602-18742-0-2 Hok cipto dilindungi oleh undong-undong. Oi/orang memperbonyok otau memindohkon sebogion atau se/uruh isi buku ini do/am bentuk apa pun, secora e/ektronis atau pun mekonis, termosuk memfotokopi, atau dengan teknik peerekaman /ainnya tanpa seizing tertu/is dari penerbit.
DAFTAR 151
Kata Pengantar
Kepala Prodi Psikologi
Paramadina
Kata Pengantar
Ketua Panitia
Nasional
Seminar
dan Call for Paper
Talking Points: TANTANGAN
MANU51A
Anies Baswedan,
INDONESIA
01 TENGAH KEBHINEKAAN
Ph.D
Rektor Universitas Paramadina
I.
1-14
PENDIDIKAN
ETIKA DAN KONSELING 01 INDONESIA
PENDIDIKAN Nur Azizah,
ETIKA 01 PONDOK PESANTREN 5.505.1., M.Si,
Dosen Psikologi, STAIN Purwokerto 15 - 29
MORAL IDENTITY SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN
PENGUATAN KARAKTER Amalia
Fauziah,
Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Semarang 30-42
MOTIVASI
DALAM PROSES REGULASI DIRI MAHASISWA
BERPRESTASI Aftina
Nurul
HU5na,
Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Semarang 43 -58
CHALLENGES IN PROVIDING PSYCHOLOGICAL SERVICES FOR AN INTERNATIONAL Edwin Adrianta
59-71
SCHOOL: A BUILDING REVIEW 5urijah
KAJIAN PSIKOLOGI INDIGENOUS MAKNA DUKUNGAN Waode
ORANGTUA
DAN BENTUK-BENTUK
DALAM PENDIDIKAN
SISWA DI KENDARI
Suarni,
Fakultas Keguruan dan IImu Pendidikan, Universitas Haluoleo, Kendari
II.
72 - 81
NILAI SOSIAl
01 TENGAH MASYARAKAT
INDONESIA
MODERN
PERSEPSI TERHADAP NILAI BUDAYA BATA:< (HAMORAON, HAGABEON,
HASANGAPON)
DAN POLA ASUH PADA PERANTAU
BATAK DI BALI
Nicholas Simarmata, I Gde Dhika Widarnandana, Pratama, I Putu Galang Dharma Putra Program
82 -92
Studi Psikoloqi,
Fakultas Kedokteran,
PERILAKU PRO-LlNGKUNGAN
Ariesta
Handoko
Universitas
Udayana,
Bali
DAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT
INDONESIA
Norlatifah
Octavia,
Program
Rahmi Fauzia,
Studi Psikologi,
Fakultas Kedokteran
Universitas
Lambung
Mangkurat,
Banjarbaru
93 -101
PENGARUH
PERSPEKTIF WAKTU (TIME PERSPECTIVE) TERHADAP
KUALITAS RELASI SOSIAL
Evanytha Fakultas
102 -114
Psikoloqi,
Universitas
Pancasila, Jakarta
SIKAP SOSIAL KELOMPOK MUSIK KARINDING TERHADAP GLOBAlISASI
(STUDI KASUS TERHADAP KELOMPOK MUSIK
KARINDIr'-IG X DI KOTA BANDUNG)
Resna Ria Asmara, Jurusan
Psikolcgi,
M. Ariez Musthofa, Fakultas
IImu Pendidikan,
Universitas
Pendidikan
Indonesia,
Bandung
115 -123
KEBUTUHAN
AFllIASI
PADA MAHASISWA
PENGGLiNA FACEBOOK
(STUDI DESKRIPTIF)
Yoseptian Fakultas
124 -132
lee, Soesmatijah Psikoloqi,
Soewondo,
Universitas
Anita Zulkaida,
Gunadarma,
Jakarta
NILAI PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
INDONESIA:
ADAKAH
HUBUNGANNYA?
Sri Fatmawati Universitas
Mashoedi,
Indonesia,
Gianisha Mahardini,
Jakarta
Claudya Carolina,
\
III.
133 -148
KEPEMIMPINAN,
NILAI PRIBADI, DAN INOVASI DALAM
ORGANISASI
INTERVENSI DENGAN METODE SOSIALISASI PERFORMANCE MENINGKATKAN KARYAWAN
IKLlM ORGANISASI DAN KOMITMEN
DIINDONESIA
REVIEW UNTUK
ORGANISASI
PADA
PT AI
Muhammad Pradipta Anwar Universitas Indonesia, Jakarta
149 -154
PENGARUH SISTEM MANAJEMEN
K3 TERHADAP KINERJA KARYAWAN
PADA PT "XX"
Nita Sri Handayani, S.Psi., Dra. Lieke E M Waluyo, Msceng., PhI., Inge Andriani, S.Psi.,M.si Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
lS5 -167
HUBUNGAN
ANTARA KEPEMIMPINAN
VISIONER DAN KESIAPAN INDIVIDU
TERHADAP PERU BAHAN ORGANISASI (STUDI PADA PERUSAHAAN
BUMN)
Ayu Amanda, Wustari l. Mangundjaya Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
168 -182
PENGARUH
KEPEMIMPINAN
TERHADAP KOMITMEN
TRANSFORMASIONAL
DAN KEPUASAN KERJA
ORGANISASI
Dini Fatturahmi Fachruddin, Wustari L.H.Mangundjaya Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
183 -196
ULET DAN PANTANG
MENYERAH: ASPEK MENTAL UTAMA WIRAUSAHA
Moordiningsih Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta
IV.
PENGELOLAAN
KUALITAS HIDUP DAN KESEJAHTERAAN
PSIKOLOGIS MANUSIA
INDONESIA
197 - 208
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELL BEING) PADA ANAK ADO PSI Ade Riska Ameliya, Trida Cynthia, Faku/tas Psikotoq),
209 - 225
MANAJEMEN
Universitas
Gunadarma
NYERI UNTUK MENINGKATKAN
PENERIMAAN
LANSIA DENGAN INTERVENSI MULTI-KOMPONEN
NYERI KRONIS PADA
KELOMPOK COGNITIVE
BEHAVIORAL THERAPY (CBT) Lathifah Hanum Faku/tas Pslkoloqi,
226 - 232
HUBUNGAN
Universitas
Indonesia
ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN
DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS
PADA LANJUT USIA DIINDONESIA
Edo Sebastian Magister
233 - 248
Jaya
Profesi Psikologi
PENGGUNAAN
Klinis Dewaso,
TERAPI KOGNITlr-PERILAKU
Universitas
Indonesia
UNTUK MENANGANI
DEPRESI PADA
LANJUT USIA: STUDI KASUS PADA LANJUT USIA 01 DEPOK
Retha Arjadi Faku/tas Pslkoloqi, Program Universitas
Indonesia
Magister
Profesi Psikoloqi
Klinis Dewasa
V.
249 - 256
PENGASUHAN, POLA HIDUP LANSIA DAN REMAJA DALAM ISU PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA
PSYCHOLOGICAL DYNAMICS CAUSESOF UNWANTED PREGNANCIES IN BALINESE ADOLESCENT
David Hizkia Tobing Department
257 - 262
Of Psychology, Faculty of Medicine, Udayana University,
Denposar, Bali
KUALITAS HIDUP ORANG TUA DENGAN ANAK YANG MENDERITA EPILEPSI
Yohanes Kartika Herdiyanto Universitas Udayana, Bali
263 - 276
STUDI KUALITATIF SUBJECTIVE WELL-BEING DALAM KOMUNITAS: PERAN KELOMPOK RELIGIUS BAGI USIA LANJUT
Made Dharmawan
Rama Adhyatma, S.Psi.
Fakultas Psikoloqi, Universitas Air/angga, Surabaya
277 - 293
HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP PARENTAL DISCIPLINE DALAM PENDIDIKAN ISLAM DENGAN RELIGIUSITAS REMAJA
Sri Maslihah Jurusan Psikoloqi, Universitas Pendidikan Indonesia (UPf) Bandung
294 - 304
GAMBARAN KESEJAHTERMN PSIKOLOGIS PADA ISTRI YANG MEMILIH MEMPERTAHANKAN PERNIKAHAN SETELAHSUAMI BERSELlNGKUH
Eneng Nurlaili, M.Psi., Yunita Sari M.Psi., Annisa !nten Apsari Fakultas Psikoloqi, Universitas Islam Bandung
KATA PENGANTAR
KETUA PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PARAMADINA
Assalamualaikum
warahmatullahi
wabarakatuh
Dalam bingkai spirit, nilai dan kepribadian
dan salam sejahtera bagi kita bersama
bangsa hadir dalam diri setiap individu,
pedoman hidup berbangsa dan bernegsra. Carl Gustav Jung menyebutnya
dengan istilah kesadaran
kolektif bangsa. Masyarakat
dan peradaban sebuah bangsa adalah bukti konkrit
tersebut
kolektif
memiliki
nilai-nilai
yang tetap
hidup,
lestari
dan menjadi
selama
berabad
bahwa bangsa lamanya
dan
diaplii
suku
dan kepribadian
bangsa, dan warga
yang terintegral
Negara yang dijadikan
ke dalam identitas
sebagai
tuntunan
individu,
dalam
hidup
bermasyarakat dan berbangsa.
Budaya bangsa Indonesia melahirkan karakter, sifat, dan kepribadian dari setiap masvarakatnva yang plural dan beraneka fenomena
tersebut
ragam. Tentu
saja, sebagai sebuah disiplin
sebagai sebuah tantangan
keilmuan,
sekaligus pencerahan
psikologi
bagi lahirnya
melihat
pemikiran-
pemikiran orisinil dalam bidang psikologi. Inilah yang menjadi landasan bagi kami Program Studi Psikologi Universitas paramadina
untuk mengembangkan
warna khas kami dalam tema Psikologi-
Indonesia.
Senada-seirama antara warna khas Program Studi kami dengan salah satu nilai-nilai Paramadina,
yaitu
menterjemahkan
Keindonesiaan,
hal tersebut
dengan tema "Tantangan
Indonesia.
minat
Studi Psikologi
Universitas
Paramadina
berusaha
ke dalam bentuk kegiatan yang kaml beri nama Seminar-Nasional
Pengembangan Psikologi Indonesia".
kerjasama antara dosen-dosen juga menaruh
Program
Universitas
Kegiatan seminar tersebut
program studi psikologi, dengan mahasiswa-mahasiswa
yang tinggi
terhadap
perkembangan
i1mu psikologi
terutama
adalah
kami yang psikologi
Seminar nasional ini kami jadikan pioneer kegiatan kami dalam mengembangkan psikologi Indonesia dengan harapan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia, dengan karakter, kepribadian, dan nilai khas yang spesifik, unik, dan menarik
dapat dijadikan sebuah kajian ilmiah baru yang mungkin tidak
ditemukan dalam psikologi mainstream. Ucapan terimakasih berpartisipasi
yang sedalam-dalamnya
dalam
mempresentasikannya
seminar
dengan
dihadapan para audience.
terhadap
snowball-effect
ini
riset-riset
kami haturkan
berikutnya,
kepada semua pihak yang telah
mengirimkan
artikelnya
dan
berkenan
Saya yakin, riset yang dilakukan akan memberikan sehingga kedalaman ilmu, keluasar. wacana dan
wawasan ilmu psikologi akan semakin kava.
Besar harapan kami agar kegiatan seminar nasional ini dapat menjadi motivasi dan semangat untuk lebih menggali dan memperluas khasanah keilmuan psikologi khususnya psikologi Indonesia. Melalui proceeding
ini, saya mengucapkan
kemaslahatan
ummat,
dan dengan
selamat
berdiskusi,
rnengucapkan
mengkaji
ilmu psikologi
"bismillahirahmanirrahiim"
dengan tema Tantangan Pengembangan Psikologi Indonesia, saya nyatakan dibuka. Wassalamualaikum
warahmatullahi
Haris Herdiansyah, M.Si Pit. Ketua Program Studi Psikologi
wabarakatuh
untuk
tujuan
Seminar Nasional
KATA PENGANTAR 'TANTANGAN
Assalamualaikum
PENGEMBANGAN
warahmatullahi
Keragaman budaya merupakan
KETUA PANITIA SEMINAR
NASIONAl
PSIKOlOGllNDONESIA'
wabarakatuh,
satu tantangan
bagi pengernbangan
sumber daya suatu Negara,
tidak terkecuali Indonesia. Tidak dipungkiri, sejak perkembangaan ilmu psikologi di Indonesia sekitar tahun 1950an penggunaan konsep barat dalam telaah perilaku manusia Indonesia dapat dikatakan dominan. Keragaman budaya di Indonesia dan pemahaman budaya mampu mempengaruhi manusia, mendorong penelitian
psikologi
untuk diselenggarakannya di ndonesia.
kegiatan akademis yang memfasilitasi
Forum seminar nasional yang dipublikasikan
perilaku
penelitian-
secara nasional
mampu mengundang para peneliti dari berbagai latar belakang budaya. Para peneliti ini akan saling berbagi hasil penelitiannva
terkait
dengan perilaku manusia cialam berbagai kajian utama dalam
psikologi merupakan salah satu cara untuk mengembangkan dengan diselenggarakannya manusia
itu sendiri
menggunakan
forum-forum
dalam
psikologi Indonesia. Harapan utama
ini kita mendapatkan
menghadapi
kajian konsep barat untuk
informasi
permasa!ahan
yang ada.
membahasnya,
namun
terkait
dengan perilaku
Walaupun
dalam setiap
masih
dengan
hasil penelitian
tersebut terssembul informasi yang menunjukkan kekhasan dalam budaya Indonesia.
Keragaman budaya di Indonesia memberikan peluang besar dalam memperkaya sehingga nantinya
mampu
mengurangi
dominasi pengetahuan
keilmuan psikologi
barat dalam membahas
perilaku
manusia Indonesia pad a khususnya. Pengembangan psikologi Indnesia juga akan mampu membantu meningkatkan
pemahaman
terhadap
pribadi-pribadi
Indonesia. Sehingga tidak hanya bermanfaat
yang tumbuh dan berkembang
untuk pengembangan
dalam budaya
sumber daya manusia secara
maksimal namun juga dapat menjadi acuan untuk orang-orang yang berasal dari Negara lain dalam menghadapi
orang Indonesia.
Dengan kata lain, pengenalan=akan
budaya Indonesia
mendasari psikologi Indonesia, juga mampu berperan dalam menciptakan
kehidupan
yang akan intercultural
relationship.
Oengan semangat
menjadikan
Psikologi Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri, forum
seminar nasional yang bertemakan
'Tantangan
Pengembangan Psikologi Indonesia"
Dengan harapan, kegiatan ini tidak akan berhenti disini saja, namun akan bergulir
kami gelar. menjadi lebih
spesifik mengarah kepada setiap kekhasan bidang kajian. Selamat melakukan seminar, terimakasih
bagi para pembicara utama, peneliti yang telah berbagi hasil penelitiannya seminar. Semoga langkah kecil ini akan membantu
dan juga para peserta
kami untuk mewujudkan
Psikologi Indonesia
sebagai cita-cita kami dalam mewadahi pengembangan psikologi Indonesia.
Besar rasa terimakasih kami sampaikan kepada jajaran pimpinan Program Studi Psikologi Universitas Paramadina dan juga jajaran Pimpinan Universitas Paramadina yang telah mernberikan kesempatan kepada kami untuk mengemban yang diberikan.
Juga terimakasih
Psikologi Universitas
Paramadina,
amanah pelaksanaan kegiatan ini. Terimakasih atas kepercayaan pada seluruh panitia, kalian akan tercatat
mahasiswa dan alumni
Program Studi
dalam sejarah perkembangan
Psikologi di
Universitas Paramadina khususnya dan Psikologi indonesia pada umumnya, dengan mensukseskan acara ini.
Wassalamualaikum
warahmatu/lahi
Salam hangat
DR.Ayu Dwi Nindyati, Psi Ketua Panitia
wabarakatuh.
KESEJAHTERAANPSIKOlOGIS (PSYCHOLOGICAL WELL BEING) PADA ANAK ADO PSI Ade Riska Ameliya (riska [email protected]) Trida Cynthia ([email protected]) Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma Abstrak PeneJitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesejahteraan psikologis pada anak adopsi, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan observasi terhadap 1 orang subjek dan 1 orang significant other. Usia subjek 14 tahun, diadopsi sejak usia 6 tahun, dan karakteristik pengadopsian adalah adopsi terbuka. Hasil penelitian menunjukkan, pada dimensi penerimaan diri, subjek mampu menerima dirinya sebagai anak adopsi; subjek mampu menjalin hubungan positi] dengan individu lain baik dengan keluarga, ternan, maupun lingkungan sekitar; subjek mampu menempatkan diri dan aktif di lingkungannya; status anak adopsi tidak menghambat subjek dalam mencapai tujuan hidupnya; subjek memiliki keinginan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan subjek belum mampu menentukan sikap dan masih mengandalkan orang lain. Faktor - faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis subjek: faktor demografis, usia dan budaya mempengaruhi subjek dalam bersikap otonomi. Faktor pengolaman hidup dan interpretasi mempengaruhi subjek dalam memberikan makna terhadap pengalaman pengadopsiannya. Factor dukungan sosiai berpengaruh terhadap subjek, dengan tidak adanya perasaan subjek dibedakan dari anak-anak yang lain. Kata kunci : kesejahteraan psikologis (psychological well-being), anak adopsi Abstract The aim of this study was to known the description of the child's psychological well-being of adoption, and the factors that influence it. The research was conducted through interviews and observation of subject and significant other. Subject was 14 years old, adopted at 6 years old, and the characteristic of adoption is an open adoption. The results showed as follows: the subject is able to accept himself as an adopted child; the subject was able to establish positive relationships with other individuals with family, friends, or the environment around the subject; the subject is able to put themselves and active in his neighborhood; on the dimensions of purpose, the status of an adopted child does not hamper the subject in his life goal and to the dimensions of personal growth, the subject has a desire to become a better person and subject has not been enabled to determine the attitude and still rely onother people. The factors of psychological well-being were: demographic factors, age and culture affect the subject in the act of autonomy; the life experience and interpretation of factors affecting the subject in giving meaning to the experience of adoption, and social support factors influence the subject, with nosense of the subject is distinguished from the other children. Keywords: psychological well-being (psychological weJ- being), adopted child Pendahuluan Keluarga mempunyai
peranan yang penting dafam kehidupan
manusia sebagai
makhluk
sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Akan tetapi, ketiga unsur ini tidak selalu terpenuhi, sehingga terkadang terdapat suatu keluarga yang tidak mempunyai anak atau ibu, atau ayah. Pada umumnya manusia tidak akan pernah puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan terse but. Dalam hal kepernilikan
197
anak, usaha yang dapat dilakukan
adalah adopsi (Zaini, 1999). Zaini (1999)
mengatakan
bahwa,
umumnya
di Indonesia, orang lebih suka mengambil
anak dari kalangan
keluarga sendiri, sering tanpa surat adopsi yang semestinya. Selanjutnya berkembang dimana anak yang diadopsi tidak dibatasi dari anak kalangan sendiri saja, tetapi juga pada anak-anak orang lain yang terdapat pada panti-panti
asuhan dan tempat-tempat
Detinisi anak adopsi, menurut
penampungan bayi terlantar.
UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA)
(Darman, 2007) adalah, anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau membesarkan
orang
lain yang bertanggung
anak tersebut
jawab
atas perawatan,
ke dalam lingkungan keluarga orangtua
pendidikan,
angkatnya,
dan
berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan. Selanjutnya, Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein, dan Schwartz (2008) mendefinisikan
anak adopsi sebagai hubungan legal antara orang tua dan anak, yang tidak
dihubungkan oleh kelahiran, disertai dengan hak dan kewajiban yang sama seperti yang terdapat antara anak dan orangtua biologis. Pada satu sisi, pilihan pengadopsian tentu membahagiakan calon orangtua karena setidaknya kebahagiaan rumah tangga mereka akan lengkap dengan hadirnya anak, akan tetapi
di
sisi
akanmempengaruhi
lainnya
bagi
seorang
anak
ado psi
hal
ini
tentunva
sedikit
banyak
dirinya.
Surilena (2005) mengatakan bahwa anak adopsi (adoptee) lebih besar memiliki resiko untuk berkembangnya
masalah perilaku, emosi dankrisis identitas pada usia remaja dibandingkan
yang tidak diadopsi. Dalam penelitian
anak
Niekman (dalam Surilena, 2005) ditemukan bahwa, masalah
gangguan mental adoptee pada usia remaja 100 kali lebih besar. Hal tersebut juga didukung oleh Verhulst (dalam Surilena, 2005) yang mengatakan bahwa, gangguan mental yang terjadi pada masa remaja dan dewasa lebih banyak dialami oleh adoptee dibandingkan
adopsi.Selanjutnva adoptee
penelitian
Verhulst,
dan 933ยท anak bukan
dengan yang bukan anak
Althaus, dan Versluis (dalam Surilena, 2005) pada 2.148
adoptee
yang berusia 12-16 tahun
sebagai kontrol,
dengan
menggunakan instrumen CBCl (Child BehaviorChecklists), mendapatkan hasil bahwa, 21,2 % adoptee mengalami delinquency
syndrome
(mencuri,
bergaul dengan anak nakai, berbohong,
membolos,
menentang), adapun pada anak bukan adoptee atau anak kandung (kontrol) presentasenya hanya 2,1%. Menurut
Surilena (2005) adoptee
tingkah laku,emosi sepertiperpisahan
dan krisis identitas,
resiko tinggi untuk mendapatkan
karena mereka dihadapkan
gangguan
kepada pengalaman
negatif
dengan orang tua kandung khususnya ibu kandung, kebingungan mengenai asal
usul yang mengakibatkan tertutup,
memiliki
mengisolasi
rendahnya
diri,
sedih,
perasaan harga diri, dimana hal ini meliputi sikap pendiam, melamun
dan kebingungan
mengenai
"sense of identity".
Selanjutnya, Gunadi (2008) juga mengatakan bahwa, adoptee akan cenderung membandingkan diri dengan anak lain dan berupaya terlalu keras untuk membuktikan
bahwa adopteelayak dikasihi dan
menjadi bagian dari keluarga yang mengadopsinya. Hal ini disebabkan karena adoptee merasa tidak diinginkan oleh orangtua kandung, sehingga mereka berusaha keras mendapatkan
penerimaan diri.
Perilaku ini tidak sehat dan berpotensi menimbulkan masalah, karena dengan mudah adopteedapat kehilangan jati
dirinya,
dan terjebak
dalam perilaku
untuk
menyenangkan
orang
lain secara
beberapa
anak yang
membabi buta. Tetapi
tidak
selamanya
pengadopsian
memiliki
dampak
negatif,
diadopsi merasa bahagia dan hidup seperti kebanyakan anak kandung lainnya, dengan memiliki keluarga yang menyayanginya
dan memperlakukannya
menja!ani hidupnya dan memiliki
dengan baik sehingga adoptee
mampu
kesehatan mental yang baik. Halyang ini sejalan dengan yang
dikatakan oleh Steven, Alvin, Paul, James, Daniel, Arlene, Andre, Bonoan, Linda, dan Sally (2005), dimana pengalarnan
ado psi tidak selalu identik dengan ketidakbahagiaan,
beberapa anak yang
diadopsi memiliki pengalaman yang hampir sama dengan anak-anak yang dibesarkan oleh orar.gtua biologis mereka. Dari proses pengadopsian pengalaman-pengalaman selanjutnya
akan
yang dialami oleh adoptee,
biasanya adopteeakan
baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan,
mengakibatkan
kebahagiaan
serta
ketidakbahagiaan.
penelitian mengenai kebahagiaan dan ketidakbahagiaan
Dalam
memiliki
dimana hal ini ilmu
dikenal sebagai psyctioioqica!
psikologi, well being
(PWB) atau kesejahteraan psikologis (Ryff, 1995). Ryff dan Singer (1996) mendefinisikanPWB terhadap
dirinya
yang merupakan
sebagai hasil evaluasi atau penilaian seseorang
evaluasi atas pengalaman-pengalaman
hidupnya.
Evaluasi
terhadap pengalamannya akan menyebabkan individu menjadi pasrah terhadap keadaannya, hal ini cenderung membuat
PWB nya menjadi
rendah, sedangkan apabila individu
terse but berusaha
memperbaikinya, tidak pasrah begitu saja maka hal ini akan membuat PWB nya meningkat. Dikatakan lebih lanjut oleh Ryff (1989), untuk memiliki PWB yang baik, seorang individu tidak sekedar harus bebas dari indikator kesehatan mental yang negatif (misalnya kecemasan), tetapi yang lebih penting adalah memiliki
penerimaan
diri, penguasaan lingkungan, otonomi,
hubungan yang
positif dengan orang lain, memiliki tujuan dan arti hidup serta memiliki perasaan akan pertumbuhan dan perkembangan PWB penting individu
yang berkelanjutan.
untuk dilakukan
akan dapat
membuat
Ryff (1995) juga mengatakan bahwa, penelitian
mengenai
karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada didalam individu
tersebut
mengidentifikasikan
apa yang
hilang
diri
dalam
hidupnya. Dari uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk lebih memperdalam anak adopsi yang mengetahui
tentang pengadopsiannya
(adopsi terbuka),
mengenai PWB pada karena dengan subjek
mengetahui bahwa dirinya diadopsi maka adoptee akan mengalami perubahan-perubahan
di dalam
hidupnva
baik dalam hal penerimaan
adoptee dengankeluarga
gambaran
diri akan statusnya
barunya.
Berdasarkan
sebagai adoptee maupun
hal tersebut
PWB pada adoptee dan dan faktor-faktor
peneliti
penyesuaian
ingin melihat
apa saja yang mempengaruhi
diri
bagaimana
pembentukan
PWB pad a adoptee?
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan adalah
penelitian
dengan
yang bermaksud
subjek penelitian,
menggunakan
untuk memahami
dalam bentuk kata-kata
dan memanfaatkan
berbagai
bahwa, untuk mendapatkan
pendekatan
fenomena
tentang
Pendekatan
memahami kua!itatif
metode
alamiah (Moleong,
pemahaman manusia
merupakan
identitasnya
apa yang dialami oleh
yang mendalam
1999). Poerwandari
dan khusus atas suatu fenomena
dalam segala kompleksitasnya metode
(2005) mengatakan
sebagai
mahluk subjektif,
yang paling sesuai untuk digunakan.
adalah wawancara
dianalisa
dengan
Hasil Penelitian
maka
bahwa dirinya akan diadopsi, dan subjek
sebagai anak ado psi (adopsi terbuka atau open adaption), usia subjek saat
digunakan
teknik
serta
Subjek penelitian
ini adalah 14 tahun, dimana subjek telah diadopsi sejak usia 6 tahun. Teknik pengumpulan
pengorganisasian
kualitatif
dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alarniah
adalah anak adopsi yang ketika diadopsi telah mengetahui mengetahui
kualitatif.
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dengan
mendeskripsikannya
untuk dapat
pendekatan
dan observasi. analisa
data
Analisa data yang dilakukan
kualitatif
yang
terdiri
dari
data, proses koding, analisa tematik, pengujian terhadap
data yang
pada penelitian beberapa
tahap,
ini akan yaitu
dugaan, dan interpretasi.
dan Pembahasan
Identitas Subjek Nama
:M.H
Tempat tanggallahir Jenis kelamin Usia Pendidikan Agama Suku Alamat
: Jakarta, 13 Mei 1997 : Perempuan : 14 Tahun :3SMP : Islam : Sunda : Depok
Status
: Anak Adopsi
200
Tabel!.
Rangkuman
Biografi
Subjek Penghayatan
Peristiwa
No
Usia
1.
0-1 tahun
2.
1-4 tahun
3.
4 tahun
4,
6 tahun
S.
7-11 tahun
6.
12 tahun
7.
14 tahun
Subjek diasuh oleh ibu kandung subjek Subjek dibawa ibu kandung subjek untuk tinggal di Cileduk tempat salah seorang keluarga ibu kandung subjek
Subjek sangat rewel hingga ibu kandungnya sempat mau melempar subjek dari atas tangga. Ketika dibawa ke Cileduk, subjek juga suka rewel dengan suka meminta uang jajan terus menerus.
Subjek dibawa puiang ke rumah nenek subjek yang ada di Garut, subjek diasuh oleh neneknya, Saat itu ibu kandung subjek sedang bekerja di Arab Saudi Subjek dibawa dan diadopsi oleh keluarga angkat, yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan ibu kandung subjek
Subjek rnerasa tidak betah tinggal ingin kembali tinggal di Cileduk.
Kemajuan sikap subjek terhadap keluarga angkat Perilaku negatif yang ditunjukkan subjek Perkembangan subjek di usia 14 tahun
di Garut dan
Subjek tidak betah tinggal di Garut maka subjek diambil dan diadopsi oleh keluarga angkat subjek saar ini dim tinggal di Depok. Saat pertama tinggal dengan keluarga angkat subjek tidak terlihat murung tetapi saat itu subjek terlihat menutup diri dan tidak mau terbuka. Subjek juga tidak mau makan bersama-sama dengan keluarga angkat, dan subjek cenderung banyak jajan. Subjek mulai mau membantu orangtua angkat di rumah, mulai menunjukkan sikap peduli pada keluarga angkatnya. Subjek mulai berani untuk mengambil uang orangtua angkat subjek. Pada saat awal usia 14 tahun, subjek masih rr.embantah perkataan orangtua angkat tapi durasi membantah subjek sudah lebih menurun dibandingkan sebelumnya, namun perilkau subjek yang suka iseng membuka dan mengotak atik barang milik orang lain, masih terjadi di usia ini. Meski demikian subjek juga mau membantu orangtua angkatnya, mencuci baju sendiri dan menyetrika baju sendiri. Dalam hal prestasi pun, subjek sudah banyak mengalami kemajuan dengan mencapai prestasi juara 3. Subjek saat ini juga sudah mulai mau bercerita dengan. keluarga angkat dan makan bersama dengan keluarga angkat.
Pembahasan
1.
Gambaran
Berdasarkan
psychological well being hasil penelitian,
adalah sebagai berikut Subjek mampu hat ini juga diperkuat
201
pada
adoptee
maka dapat diketahui
bahwa gambaran
psychological well being subjek
: menerima dengan
keadaan dirinya
hasil observasi
sebagai anak adopsi tanpa
dimana
subjek
tidak
menunduk
rasa malu atau minder, ketika
bertemu
dengan
rpeneliti dan mau mengakui
statusnya
sebagai anak ado psi serta menjawab pertanyaan
peneliti
dengan lancar dan raut muka tersenyum. Subjek mampu memandang hidup bahwa pengadopsian ini adalah yang terbaik untuk subjek dan menerimanya tanpa mengeluh. Menurut Ryff (1995) individu dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik apabila ia memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri, menghargai dan menerima berbagai aspek yang ada pada dirinya, baik kualitas diri yang baik maupun yang buruk. Selain itu orang yang memiliki penerimaan diri yang baik terhadap hidupnya juga dapat merasakan hal yang positif dari kehidupan masa lalunya. Subjek juga memiliki
hubungan yang positif dengan individu lain, subjek tidak memiliki
hambatan untuk berhubungan
dengan orang lain dikarenakan subjek pribadi yang mudah akrab
dengan orang lain. Subjek memiliki kepeduliaan untuk membantu orang yang memerlukan bantuan, seperti saat peneliti
kesulitan
membawa
terjatuh, subjek langsung mengambilkan
barang-barang peneliti dan salah satu barang peneliti barang tersebut tanpa diminta. Ryff (1995) mengatakan
bahwa, individu dikatakan mampu memiliki hubungan positif dengan individu lain apabila individu mampu membina
hubungan
yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan individu Jain,
peduJi terhadap kesejahteraan
individu lain, mampu berempati, berafeksi dan membina kedekatan,
dan memahami perlunya "memberi
dan menerima" dalam membina hubungan dengan individu lain.
Subjek mampu menempatkan
diri dengan baik dan mampu membaur dengan orang-orang
disekitar subjek. Subjek mampu membuat suasana menjadi ceria dengan candaannya. Ketika dua teman dekat subjek sedang terlihat memberikan
berkelahi dengan saling diam satu sama lain, subjek terlihat
candaan lucu dengan menirukan tingkah laku pelawak sehingga membuat
temannya tersebut
tertawa
teman-
dan berbaikan kembali. Subjek mau untuk terlibat dalam acara-acara
baik di dalam keluarga maupun di lingkungan rumahnya, yaitu dengan menghadiri acara santunan yang diadakan tetangganya. ditandai dengan kemampuan dengan kondisinya,
Menurut individu
berpartisipasi
Jingkungan yang kompleks,
Ryff (1989) individu yang mampu menguasai lingkungannya untuk memilih
atau menciptakan
lingkungan yang sesuai
dalam lingkungan diluar dirinya, mengontrol
serta kemampuan
untuk
mengambil
keuntungan
dan memanipulasi dari kesempatan
dilingkungan. Status subjek sebagai anak adopsi tidak menghambat
dan mempengaruhi
subjek dalam
mencapai tujuan hidupnya, dengan tinggal di keluarga angkat maka subjek dapat bersekolah dan mendapatkan pendidikan
yang lebih baik. Subjek juga memiliki keinginan tidak merepotkan
orang
lain di dalam hidupnya dan ingin berhasil dalam hal sekolah. Subjek mempunyai keinginan untuk dapat lulus SMP dengan nilai baik dan diterima di SMA negeri, subjek terlihat belajar setiap sore dengan ayahnya agar dapat mencapai semua keinginannya terse but. Menurut Ryff (1995) individu yang memiliki
tujuan
hidup dapat digambarkan dengan memiliki
rasa keterarahan
dalam hidup,
202
merasa bahwa kehidupan dimasa lalu dan masa sekarang memiliki makna, mempunyai untuk memberikan
keyakinan
tujuan pada hidup, serta mempunyai tujuan dan target yang ingin dicapai di
dalam hidup. Subjek tidak menyesali statusnya sebagai anak adopsi, subjek menganggap bahwa dia dapat lebih baik lagi ke depannya dengan belajar dari pengalaman dirinya maupun pengalaman orang lain dengan
mengambil
menceritakan
sisi
positifnya
dan
membuang
sisi negatifnya,
seperti
ketika
peneliti
pengalaman peneliti sewaktu SMP, subjek banyak bertanya seputar cara mengatasi
ketegangan saat menghadapi sesuatu yang baru
ujian nasional. Subjek juga merupakan
agar dapat
menambah
pengalaman
pribadi yang ingin mencoba
dan dijadikan
pelajaran.
Ryff (1995)
mengatakan bahwa, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik, ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan
yang berkesinambungan
dalam dirinya, memandang
diri sendiri
sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru,
memiliki
kemampuan
dalam
menyadari
potensi
diri
yang
dimiliki,
dapat
merasakan
peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Namun demikian, secara autonomi subjek belum mampu mengatur kegiatannya sendiri, juga dalam pengambilan
keputusan subjek cenderung mengikuti
pendapat orang lain karena menurut
subjek pendapat ternan lebih baik dan masuk akal. Begitupula dengan ketika mempertahankan pendapat, subjek belum mampu mempertahankan pendapatnya, dimana subjek ketika ingin mengikuti
ekstrakulikuler yang subjek sukai, tetapi ketika teman subjek
membujuk untuk tidak mengikutinya dikarenakan ekstrakulikuler langsung mengikuti
hal ini terjadi ketika saat observasi
terse but tidak bagus, lantas subjek
apa yang dikatakan oleh teman subjek, meskipun sebenarnya ekstrakulikuler
tersebut adalah bidang kesukaannya. Menurut RVff (199S)individu yang dikatakan kurang memiliki autonomi adalah individu yang sangat peduli dengan harapan dan evaluasi individu lain terhadap diri, menggantungkan terhadap
tekanan
diri pada penilaian individu lain dalam mengambil keputusan, serta konfrom
sosial untuk
bertingkah
demikian faktor kurangnya autonomi
laku dan berfikir
dengan
cara tertentu.
Meskipun
subjek cenderung disebabkan oleh usia subjek yang 'masih
berusia 14 tahun, dimana pada usia tersebut masih sangat membutuhkan
kehadiran orang lain dan
pengaruh orang lain untuk menjalani aktifitas dan hidupnya. Disamping itu, karena subjek diadopsi oleh keluarga yang yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan subjek maka hal tersebut juga sedlkit banyak mempengaruhi
kemandirian subjek. Ryff dan Keyes (1995) menemukan
dimensi autonomi akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya Meskipun demikian
bahwa,
usia.
pada awal-awal pengadopsian, subjek juga merasakan rasa sedih karena tidak
tinggal dengan keluarga kandungnya, jauh dari keluarga kandung dan memiliki rasa kangen terhadap
203
keluarga kandung subjek,
namun
hal itu tidak membuat
subjek menjadi terpuruk
dan tidak
menerima keadaannya, terlebih
lagi subjek diadopsi dengan salah satu keluarganya yang masih
memiliki hubungan kekerabatan.
Subjek memandang bahwa pengadopsian adalah yang terbaik
baginya, dia berpandangan bahwa dengan di adopsi akan mendapatkan teman yang baru dan dapat lebih dekat dengan saudara-saudara
yang lain yang ada di Jakarta. Dalam penelitian
ini subjek
mampu menerima segala pengalaman
pengadopsiannya dan menerima semuanya dengan berfikir
positif dan tidak pasrah atau terpuruk
dengan keadaannya sehingga mempengaruhi
psychological
well beingnya. Hal ini sesual dengan yang dikatakan oleh Ryff dan Singer (1996) yang mendefinisikan psychological well being sebagai hasil evaluasi atau penilaian seseorang terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalaman-pengalaman
hidupnya.
Evaluasi terhadap
pengalamannya
dapat menyebabkan individu menjadi pasrah terhadap keadaannya, hal ini membuat psychological well beingnya menjadi
rendah, sedangkan apabila individu tersebut
berusaha memperbaikinya,
dengan tidak pasrah begitu saja maka hal itu akan membuat psychological well being-nya meningkat.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan psychological well being pada adoptee
Keadaan psychological well being subjek sebagai anak adopsi tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor sebagai berikut : Seiring
bertambahnya
usia subjek
menjadikan dirinya semakin memahami
merasakan
peristiwa-peristiwa
adanya perubahan
pacta dirinya
yang
yang dialaminya semenjak kedl hingga
saat ini, dahulu subjek tidak mau terbuka, kurang peduli dan tidak mau membantu orangtua angkat namun sekarang subjek sudah mau membantu,
subjek terlihat
tidak ingin merepotkan
orangtua
angkatnya yang sudah tua dengan subjek mencuci baju subjek sendiri dan membantu membersihkan rumah. Meskipun demikian faktor usia berpengaruh terhadap autonomi subjek, dimana dengan usia subjek yang masih 14 tahun, subjek belum mampu untuk berprilaku secara autonomi dan masih membutuhkan orang lain untuk mengatur dan mengarahkan hidupnya. Adapun pada faktor jenis kelamin, subjek berjenis kelamin perempuan, yang menurut Ryff (dalam Ryff & Keyes. 1995) bahwa, wanita lebih menonjol pada dimensi hubungan yang positif dengan individu lain dan dimensi pertumbuhan
pribadi. Hal ini sesuai dengan hasil analisis baik pada
dimensi hubungan positif dengan individu lain dan pertumbuhan
pribadi. Lingkungan sekitar subjek
memiliki budaya yang kolektif, budaya ini terlihat dari bagaimana teman-teman senantiasa membantu
dan keluarga subjek
subjek ketika subjek menemui kesulitan. Ketika subjek ingin membuat nasi r
goreng, terlihat
orangtua
subjek mau membantunya.
subjek kurang dalam aspek autonomi.
Kebudayaan kolektif
inilah yang membuat
Dilain pihak menurut Ryff (1955) kebudayaan kolektif juga lah
yang membuat subjek memiliki hubungan yang positif dengan individu lain. Ryff (1995) mengatakan
204
r
bahwa, sistem nilai individualisme-kolektifisme yang dimiliki suatu masyarakat.
memberi dampak terhadap psychological well-being
Budaya timur yang menjunjung tinggi nilai kolektifisme
memiliki
kelebihan pada dimensi hubungan posit if dengan individu lain. Faktor ekonomi tidak terlalu berpengaruh bagi subjek, subjek mampu memahami orangtua angkat subjek yang sudah pensiun dan tidak lagi bekerja, dengan membeli barang-barang seperti minyak wangi dengan keluarga yang seperti
pribadi
menyisihkan
uang jajannya, sehingga dengan keadaan ekonomi
dijadikan
alasan subjek untuk malu dengan keadaan keluarga
itu, tidak
angkatnya. Subjek mampu
menginterpretasikan
sebelumnya dan mampu mengambil
dan memberikan
makna dari
pelajaran dari pengalaman terdahulu
pengalaman
subjek
dan pengalaman orang
lain, dulu subjek sangat susah sekali untuk mau makan bersama-sama namun kini subjek sudah mau untuk makan bersama dan terbuka dimana subjek
mau untuk
dengan cerita-ceritanya,
rnakan bersama-sama
hal itu juga te rlihat saat observasi
dengan keluarga
angkatnya.
Subjek mampu
mengambil sisi positifnya dan membuang sisi negatif yang ada pada dirinya, sehingga subjek mampu menerima keadaannya dan menjalani
hidupnya dengan baik, hal itu mempengaruhi
psychological
well being subjek. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ryff (1989) yang mengemukakan bahwa, pengalaman hidup tertentu
dapat mempengaruhi
kondisi psychological
well-being seorang
individu. Ryff dan Singer (1996) juga menambahkan bahwa, evaluasi terhadap pengalamannya akan dapat menyebabkan
individu menjadi pasrah terhadap keadaannya, hal ini membuat psychological
well being - nva menjadi rendah, sedangkan apabila individu terse but berusaha memperbaikinya tidak pasrah begitu saja maka hal itu akan membuat psychological well being - nya meningkat Subjek juga mendapatkan
dukungan dari orang-orang disekitarnya, subjek merasakan bahwa
dia diterima dengan baik oleh semua anggota keluarga dan oleh orang-orang tempat tinggalnya,
individu
disekitar subjek tidak membedakan
di lingkungan sekitar
subjek dan menganggap subjek
sama seperti anak-anak lainnva, sehingga membuat subjek dapat menjalani hidupnva sebagai anak adopsi. Keadaan tersebut
dicontohkan
dengan, ketika mendekati
subjek selalu dilatih untuk mengingat pelajaran-pelajaran angkatnya dengan mengerjakan membutuhkannya,
diberikan
keberhasilan. Joronendalam keluarga, apresiasi disekolah, keluarga
berpengaruh
meningkatnya
contoh-contoh penghargaan
ujian nasional, setelah magrib
yang telah diajarkan di sekolah oleh ayah
seal, subjek juga diberikan berbentuk
pujian
ketika
semangat ketika dia subjek
mendapatkan
disertasinya (2005), mengatakan bahwa, hubungan yang baik dengan persepsi yang baik tentang kepribadiaan diri, dan keadaan finansial
sebanyak
76% terhadap
kepuasan
atau
kebahagiaan
remaja.
Selain
pengaruh teman sebaya terhadap kebahagiaan remaja, dalam hal ini keluarga tetap
menjadi bagian penting.
Kesimpulan Dan Saran A
Kesimpulan
1. Gambaran psychological well being pada adoptee Hasil analisis menyimpulkan adalah, subjek mampu
bahwa, gambaran psychological
menerima
well being pada anak adopsi
dirinya dengan statusnya sebagai anak ado psi. Statusnya
sebagai anak adopsi tidak membuat subjek merasa minder atau pun malu. Status subjek sebagai anak adopsi tidak mempengaruhi
dan menghambat subjek dalam berhubungan dengan orang
lain, subjek memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, teman, maupun Iingkungan sekitar. Subjek juga memiliki tujuan dalam hidupnya, status anak adopsi tidak menghambat subjek untuk mencapai cita-citanya.
Subjek berusaha mencapai tujuan hidupnya dengan terus belajar dan
memiliki keinginan untuk memperbaiki dari pengalaman
terdahulunya
belum mampu mengatur mengatur
kegiatannya.
diri kearah yang lebih baik dengan mengambil pelajaran
maupun pengalaman
orang lain. Meskipun
kegiatannya sendiri, subjek masih mengandalkan
demikian
subjek
orang lain untuk
Subjek juga belum mampu melakukan sesuatu berdasarkan apa yang
subjek inginkan, dalam pengambilan
keputusan subjek lebih cenderung
mengikuti
pendapat
orang lain karena menurut subjek pendapat teman lebih baik dan lebih masuk akal.
2.
Faktor - faktor yang mempengaruhi psychological well being pada anak adopsi Faktor jenis kelamin mempengaruhi subjek pada dimensi hubungan yang positif dengan individu dan pertumbuhan
pribadi. Dukungan sosial juga turut mempengaruhi psychological well being
subjek, dukungan sosial yang positif yang diterima subjek baik dari keluarga angkat, teman maupun Iingkungan mampu membuat subjek merasa dirinya sama seperti kebanyakan anak lainnya sehingga membuat subjek mampu dan nyaman da!am menjalani hidupnya sebagai anak adopsi. Subjek mampu menginterpretasikan
pengalaman pengadopsiannya dengan memberikan
makna yang positif untuk hidupnya sehingga subjek mampu menerima keadaan dirinya sebagai anak ado psi baik positif maupun negatif sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi psychological well beingnya. Faktor ekonomi, tidak terlalu berpengaruh terhadap psychological well being subjek, karena subjek mampu menerima dan memahami keadaan ekonomi keluarga angkat. Faktor usia mempengaruhi tahun subjek masih memerlukan dengan seiring bertambahnya
subjek dalam dimensi autonomi, dimana dengan usia 14 orang lain untuk mengatur dan mengarahkan subjek namun
usia maka autonomi perlahan akan semakin meningkat. Dengan
latar belakang subjek yang diadopsi oleh keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan juga mempengaruhi
subjek dalam kemandiriannya. Selanjutnya, faktor budaya juga
mempengaruhi psychological kolektif mempengaruhi
well being subjek, kebudayaan lingkungan subjek yang tergolong well being subjek pada dimensi autonomi.
psychological
B. Saran 1. Bagi subjek Subjek diharapkan
mampu mempertahankan
lebih aktif dengan kegiatan-kegiatan mengembangkan potensi-potensi
hal-hal positif yang ada di dalam dirinya, harus
yang ada di lingkungan keluarga, maupun sekitar serta lebih
yang ada di dalam dirinya. Oiharapkan juga subjek dapat lebih
ekspresif dalam mengekspresikan
apa yang dirasa dan diinginkan oleh subjek, karena dengan
subjek tidak mampu untuk mengekspresikan
apa yang dirasa dan diinginkannya
maka akan
menyebabkan subjek mernllikl ketergantungan
dengan orang lain dalam hal berperilaku maupun
bersikap sehingga membuat subjek tidak mandiri. 2.
Bagi penelitian selanjutnya Bagi penelitian psychological
selanjutnya
disarankan
agar lebih
menggali
secara mendalam
mengenai
pada anak adopsi dengan usia yang berbeda dan jenis kelamin yang
well being
berbeda. Maupun dengan metode dan jenis variabellainnya.
Daftar Pustaka Oarman, F. (2007). Undang-undang anak. Jakarta: Visimedia Gunadi,
P.
(2008).
Masalah
anak
http://www.telaga.org/audio/masalah Joronen, K. (2005). Adolescents'
Retrieved
OS,
18,
2011,
subjective well being in their social context.Disertation.
penelitian
Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Pengembangan
adopsi.
from
anak adopsi
Faculty of Medicine of The University Moleong, l.J. (1999). Metodologi
nom or 23 tahun 2002 ten tang perlindunqan
Republik Indonesia
kualitatif.
kuaiitatif
Finland:
of Tampere Bandung : P.T Remaja Rosda Karya.
untuk penelitian
perilaku manusia.
Jakarta: Lembaga
Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Ryff, CO. (1989). Hapinness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well being. Journal of personality ____
57,6, 1069-1081.
. (1995). Psychological well being in adult life. Current direction 99-104
207
and social psychology,
in psychological
science, 4,
Ryff, C.D, & Keyes, L.M. (1995). The sructure of psychological well being revisited. Journal of
Personality and Social Psychology, 69,4, 719-727. Ryff, C.D, & Singer, B. (1996). Psychological well being: Meaning, measurement, and implications for psychotherapy research. Special article: Psychoter psychosom, 65, 14-23. Steven, N., Alvin, A. M.D, Paul, M.D, James, C. M.D, Daniel J. M.D, Arlene 10 Andre, M.D, Bonoan M.D,
Linda M.D, Sally, A.M.D. (2005). Children in adoptive families: overview and update,
Journal of the American academy of child & adolescent psychiatry, 44, 987-995 Surilena. (2005). Masalah psikiatri anak adopsi pada usia remaja : Majalah kedokteran damianusvol. 4 no. 1. Jakarta: Universitas Katolik Atma Jaya Wong, D.N., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L., &Schwartz, keperawatan pediatricedisi 6, voll. Jakarta: EGC
P.
(2008). Buku ajar
Zaini. (1999). Adopsi suatu tinjauan dari tiga sistem hukum. Jakarta: Sinar Grafik
208