Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP Escherichia coli 1
Sasono Mardiono
1
STIK Bina Husada Palembang, * E-mail: Sasono
[email protected]
Abstrak Diare merupakan penyakit yang paling sering ditemui di Indonesia. Saat ini pengobatan diare menggunakan antibiotik yang berlebihan dapat memicu berkembangnya resistensi terhadap bakteri. Solusi alternatif yang dapat digunakan dalam pengobatan diare adalah memanfaatkan Biji papaya (Carica papaya L). Biji papaya diketahui mengandung senyawa Antibakteri yaitu terpenoid. Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui kemampuan aktifitas antibakteri dari fraksi aktif Biji papaya terhadap bakteri Escherichia coli. Penelitian eksperimen in vitro di laksanakan di laboratorium PPS Unsri pada bulan maret 2013 sampai bulan juni 2013. Bakteri uji yang digunakan adalah Escherichia Coli ATCC 25922. Tahapan penelitian yaitu pemilihan sampel biji papaya, Ekstraksi dengan metode maserasi,pembuatan media nutrient agar dan nutien broth, peremajaan kultur bakteri, uji aktifitas antibakteri, fraksinasi, Analisa data menggunakan uji t tidak berpasangan, Anova, Post hoc, Regresi Linier. Hasil penelitian menunjukan bahwa fraksi aktif biji pepaya adalah N-Heksan dan etil asetat, golongan senyawa yang terkandung dalam biji papaya adalah Terpenoid. Nilai KHM fraksi N-heksan 2,5 mg/ml, nilai KHM fraksi etil asetat 2,5 mg/ml. Kata Kunci: Antibakteri, Fraksi biji papaya (Carica papaya L), Escherichia coli.
PENDAHULUAN Diare merupakan penyakit yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Menurut profil kesehatan Indonesia, dari data 10 penyakit utama pasien Rawat inap di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2010, kasus terbanyak adalah diare, dengan gastroenteritis karena penyebab infeksi tertentu (Depkes RI, 2010). Hal ini pun didukung oleh laporan program Surveilens Terpadu Penyakit (STP) Sum-Sel yang menemukan bahwa diare merupakan penyakit yang paling sering ditemukan (56,2%) baik di pelayanan kesehatan berbasis Puskesmas maupun berbasis Rumah Sakit. Berdasarkan laporan data dari Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Selatan menyebutkan penderita diare pada tahun 2009 yaitu: 56.164 orang, pada tahun 2010 jumlah penderita diare meningkat yaitu: 76.231 orang, dan pada tahun 2011 terjadi penurunan panderita diare yaitu sebanyak 45.593 orang (Dinkes SumSel, 2011). Sampai saat ini Diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah Diare akut. Diare akut adalah diare yang gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Secara klinis penyebab diare akut dapat dikelompokan 6 golongan besar, yaitu: infeksi, malabsorpsi, alergi, intoksikasi, imunodefisiensi, dan sebab-sebab lain. Dari ke enam golongan tersebut, diare akut yang disebabkan oleh infeksi merupakan diare yang paling sering ditemukan dilapangan ataupun klinis. Infeksi ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit. Proporsi penyebab diare akut oleh karena rotavirus sebesar 52,8% dan Escherchia coli sebesar 32,6% (Zein, 2009). Tingginya angka kejadian diare akibat infeksi bakteri Escherichia coli dan adanya kasus resistensi bakteri menyebabkan manusia mulai mencari upaya Pengobatan alternatif dengan memanfaatkan tumbuhan atau tanaman obat yang dipercaya sebagai antibakteri. Saat ini Penelitian zat yang berkhasiat sebagai antibakteri perlu dilakukan untuk menemukan produk antibiotik baru yang berpotensi untuk menghambat atau membunuh bakteri dengan harga yang terjangkau. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia mengalami peningkatan dengan adanya isu kembali ke alam dan selain itu antibiotik yang beredar di pasaran relatif harganya mahal dan menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat (Ilham, 1999). Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat antibakteri adalah tanaman pepaya. Pepaya mengandung berbagai zat bioaktif yang memiliki berbagai manfaat seperti yang diketahui daun, biji, getah dan buah papaya telah dimanfaatkan dalam masyarakat untuk digunakan sebagai obat alami alternatif. Salah satu zat aktif dalam papaya yang berpotensi sebagai anti bakteri adalah enzim papain yang terdapat pada bagian getah dan daunnya. Biji pepaya juga mempunyai aktivitas farmakologi daya antiseptik terhadap bakteri penyebab diare, yaitu Escherichia coli dan Vibrio cholera. Kandungan senyawa kimia di
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
dalam biji papaya yaitu golongan terpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Secara tradisional biji pepaya dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing gelang, gangguan pencernaan, diare, penyakit kulit, kontrasepsi pria, bahan baku obat masuk angin (Warisno, 2003). Pada tahun 1992, lembaga penelitian The Center For Science in the Public Interest atau (CSPI) yang berlokasi kota Washington DC Amerika Serikat, mengadakan penelitian intensif terhadap 40 jenis buah-buahan. Penelitian ini bertujuan untuk menguak sejauh mana peranan buah tersebut dalam mengoptimalkan kesehatan manusia. Para peneliti CSPI menekankan pada kandungan senyawa yang ada di dalam semua buah tersebut. Dan, berdasarkan penelusuran ilmiah, dari semua buah-buah yang diteliti, diketemukan fakta bahwa kandungan buah pepaya sangat lengkap dan paling menyehatkan. Hal ini menggembirakan banyak orang sebab jika dibandingkan dengan buah lainnya, pepaya termasuk buah yang melimpah dan mudah didapatkan. Selain itu, harganya sangat terjangkau. Hasil penelitian CSPI ini menguatkan posisi pepaya sebagai alternatif kesehatan yang murah (Yurnadi, dkk, 2002). Dari uraian diatas diketahui bahwa tumbuhan papaya merupakan bahan alam nabati yang mempunyai banyak manfaat bagi manusia karena mengandung senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan. Biji papaya juga berpotensi digunakan sebagai bahan antibakteri untuk mengobati penyakit infeksi Diare yang disebabkan Escherichia coli. Untuk itu perlu diadakannya penelitian untuk menguji aktivitas antibakteri Fraksi aktif Biji papaya (Carica papaya L) terhadap bakteri Escherichia coli METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium In vitro yaitu untuk menguji aktivitas antibakteri Fraksi aktif biji papaya (Carica papaya L) terhadap bakteri Escherichia coli. dilaksanakan di Laboratorium Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya Pada bulan Maret sampei bulan Juni 2013. Subjek penelitian ini adalah bakteri Escherichia Coli ATCC 25922 yang didapatkan dari PT. Bio farma Bandung Persero yang tergolong masih sensitif. 2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Maserator, kromatografi cair vakum (KCV), spektrofotometer, autoklaf, timbangan analitik, lampu bunsen, blender, oven, labu erlenmeyer, beker glass, botol flacon, inkubator, cawan petri, erlenmeyer, jarum ose, tabung reaksi, mikropipet, pipet tetes, magnetic strirer, penangas air, alat tulis.Bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli ATCC 25922, alkohol 70 %, simplisia Biji Pepaya, nutrien agar (NA), nutrient broth (NB), aquadest, kertas cakram 6 mm, kertas label, kertas saring, pelarut N-heksan, etilasetat, Metanol, metilenklorida, Plat silica gel GF 254, Serbuk silica Gel-60 (0,063-0,200), dimetilsulfoksida (DMSO). 2.3 Prosedur Kerja 2.3.1 Sampel Biji Pepaya Sampel Biji Pepaya di ambil dari buah papaya jenis bangkok yang dijual di pasar wilayah Palembang. Selanjutnya Biji papaya dikumpulkan sebanyak 1000 g. setelah itu biji papaya sebanyak 1000g dijemur di bawah sinar matahari selama ± 3 hari sehingga didapat biji papaya kering. 2.3.2 Ekstraksi Biji Pepaya (Carica Papaya L) Proses Ekstraksi biji papaya yang dilakukan peneliti yaitu metode Maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan cara merendam menggunakan pelarut dan dilakukan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) terlindung dari cahaya matahari. Biji Pepaya yang sudah dikeringkan tadi di blender sampai halus sehingga didapatkan serbuk halus atau serbuk simplisia sebanyak 250 g. Serbuk simplisia biji papaya sebanyak 250 g dimasukan dalam bejana maserasi lalu ditambahkan dengan pelarut Metanol, kemudian dilakukan perendaman selama 24 jam sambil sesekali diaduk dan diamkan selama 2 hari Dalam keadaan ditutup dan terlindung dari cahaya matahari, Setelah 2 hari ampas
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
dipisahkan. Kemudian Ampas dilakukan maserasi kembali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Setelah itu Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan rotavor/ Hair drayer hingga diperoleh ekstrak kental. 2.3.3. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Nutrien Broth Bubuk NA dan NB dimasukkan kedalam erlenmeyer masing-masing sebanyak 14 gr, lalu masing-masing dilarutkan dengan menambahkan 500 ml aquadest, kemudian dipanaskan hingga mendidih diatas penangas listrik sambil dihomogenkan. Setelah itu medium disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 15 Ibs selama 15 menit (Oxoid,1998). 2.3.4.
Peremajaan kultur bakteri Escherichia coli Bakteri Escherichia coli sebanyak 1 ose diinokulasikan ke dalam medium NB secara aseptis dengan meletakkan jarum ose mengandung biakan pada dasar kemiringan agar ditarik dengan gerakan zig-zag. Selanjutnya Bakteri diinkubasikan pada suhu 37,5 0C selama 24 Jam (Lay, 1994).
2.3.5 Uji aktifitas antibakteri Ekstrak Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli dengan metode difusi agar, sebagai berikut; Bakteri uji diinokulasikan ke dalam media NB (Nutrient Broth) sebanyak 3 jarum Ose, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Suspensi bakteri hasil inkubasi dikocok dengan alat pemutar kemudian diukur transmitannya pada panjang gelombang 580 nm. Transmitan diatur sebesar 25% dengan cara penambahan bakteri atau medium cair. Suspensi bakteri T 25% dimasukkan kedalam cawan Petri sebanyak 0,1 ml, kemudian ditambahkan medium NA (Nutrient Agar) 10 ml yang belum membeku, dengan suhu sekitar 40 0C. Selanjutnya digoyang-goyang sampai membeku. Setelah membeku medium yang berisi bakteri dimasukkan kertas cakram 6 mm kemudian ditetesi larutan ekstrak methanol Biji papaya dengan konsentrasi 2mg/ml (20000 µg/ml). selanjutnya Ekstrak dilarutkan dengan menggunakan DMSO (dimetilsulfoksida). Setelah itu disimpan selama 24 jam pada suhu 37 0C kemudian dilanjutkan dengan mengukur diameter zona hambat ekstrak. Pengujian aktivitas antibakteri dikatakan positif bila disekitar kertas cakram terdapat zona bening yang bebas dari pertumbuhan bakteri (Salni, 2003). 2.3.6
Fraksinasi Fraksinasi dilakukan dengan metode FCC (Fraksinasi cair-cair) dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan methanol secara sinambung dengan sifat kepolaran pelarut yang berbeda-beda. Fraksinasi dilakukan sebagai berikut: ekstrak methanol dilarut dalam methanol air dengan perbandingan 3:7 yaitu: (450 ml ekstrak methanol: 1050 ml metanol air) sehingga didapatkan sebanyak 1500 ml fraksi methanol air. selanjutnya dimasukan dalam labu pisah, ditambahkan 4 x 250 ml n-heksan, dikocok secara perlahan-lahan setelah itu didiamkan kemudian terjadi pemisahan antara n-heksan dan methanol air dengan menggunakan corong pisah, kemudian diulangi beberapa kali sampai larutan berwarna bening. Setelah didapatkan Fraksi methanol air, dilanjutkan kembali Fraksinasi ekstrak etil asetat dan fraksinasi ekstrak N-Heksan dengan proses yang sama seperti fraksinasi methanol air untuk mendapatkan Fraksi etil asetat cair dan fraksi N-Heksan cair. Selanjutnya Fraksi n-heksan cair, fraksi etil asetat cair dan fraksi metanol-air diuapkan dengan alat rotavor dan penangas air, sehingga diperoleh fraksi kental nheksan, fraksi kental etil asetat, dan fraksi kental metanol. Ketiga fraksi yang diperoleh diujikan aktivitas antibakterinya.
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
2.3.7
Uji Aktivitas antibakteri Fraksi Biji pepaya Uji aktifitas antibakteri dari fraksi-fraksi hasil Fraksinasi ekstrak n-heksan, etil asetat, dan methanol dilakukan untuk mengetahui dalam fraksi mana senyawa aktif berada. Uji aktifitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar. Prosedur kerja sama dengan yang dilakukan pada uji aktivitas antibakteri ekstrak. Konsentrasi fraksi yang digunakan 2 mg/ml (20000 µg/ml) dengan pelarut (DMSO) Dimetilsulfoksida (Edberg, 1986).
2.3.8
Uji Bioautografi dan penentuan Golongan senyawa bakteri. Setelah didapatkan fraksi aktif kemudian dilakukan uji Uji bioautografi untuk mengetahui nilai Rf senyawa aktif antibakteri dengan menggunakan kromatogarfi lapis tipis (KLT). Prosedur uji bioautografi adalah sebagai berikut: Fraksi aktif dengan konsentrasi 20000 µg/ml ditotolkan pada plat silika gel GF254, kemudian dikembangkan dengan fase gerak yang sesuai untuk pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat dalam fraksi, dalam penelitian ini digunakan fasegerak metilenklorida. Kromatogram diletakkan dalam cawan petri yang telah berisi biakkan bakteri, bercak-bercak pada kromatogram ditempelkan ke cawan Petri, kromatogram dibiarkan menempel pada medium agar selama 30 menit supaya senyawa aktif berdifusi kedalam medium agar, kemudian diangkat dengan hati-hati masukan dalam incubator selama 24 jam. Setelah 24 jam diinkubasi dapat dilihat bercak atau daerah yang berwarna bening merupakan daerah senyawa aktif berada. Selanjutnya dihitung nilai Rf-nya. Nilai Retondasi factor (Rf) ditentukan dengan rumus: Rf = Kromatogram kedua digunakan untuk mendeteksi senyawa kimianya dengan menyemprotkan larutan H2SO4 pada plat silica gel, kemudian dikeringkan dengan cara dipanaskan diatas penangas air sehingga akan terlihat bahan bioaktif yang terkandung berdasarkan warna yang terbentuk. Apabila terbentuk warna kuning berarti termasuk golongan senyawa fenol, jika berwarna Ungu berarti termasuk senyawa terpenoid, dan jika berwarna coklat berarti golongan tannin (Betina, 1973).
2.3.9
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Penentuan nilai konsentrasi hambat minimum dilakukan dengan metode difusi agar dengan menggunakan kertas cakram dengan diameter 6 mm. Prosedur kerja penentuan KHM adalah sebagai berikut: fraksi aktif dibuat dengan konsentrasi 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, 1,25 mg/ml, 0,625 mg/ml. Pelarut yang digunakan adalah Dimetilsulfoksida (DMSO) sebanyak 1ml. Suspensi bakteri dengan transmitan 25% pada panjang gelombang 580 nm dimasukkan kedalam cawan Petri sebanyak 0,1 mL, kemudian ditambahkan medium NA 10 mL yang belum membeku, cawan Petri digoyang-goyang sampai membeku. Ke dalam medium dimasukkan kertas cakram berdiameter 6 mm dengan jumlah kertas cakram sebanyak jumlah konsentrasi dan ditetesi dengan larutan ekstrak sebanyak 10 μL dengan menggunakan mikropipet, selanjutnya di inkubasi selama 24 jam dalam incubator dengan suhu 370 c dan diukur diameter Zona hambat yang terbentuk (Salni, 2003).
2.3 Analisis data Data yang diperoleh merupakan hasil pengamatan secara laboratorium yang selanjutnya akan di analisis menggunakan program spss versi 16 dengan menggunakan statistik parametrik, yaitu : Uji Normalitas, Uji t-test tidak berpasangan, Analyze of Varian (ANOVA), Uji Post Hoc Test, Regresi linier. HASIL PENELITIAN a. Ekstraksi Simplisia Bji pepaya (Carica Papaya L) Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol, biji pepaya (Carica Papaya L) seberat 1Kg dikeringkan kemudian diblender sampai halus sehingga diperoleh simplisia biji pepaya seberat 250 gram. Simplisia biji papaya tersebut dimasukkan kedalam
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
tabung Erlenmeyer yang telah berisi larutan metanol sebanyak 1000 ml dan didiamkan selama 2x24 jam kemudian dilakukan penyaringan dan diuapkan. Berdasarkan hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol terhadap simplisia Biji Pepaya didapatkan hasil ekstraksi seberat 50 gram (20%). b. Fraksinasi Ekstrak Biji pepaya (Carica papaya L) Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan metode Fraksinasi cair-cair (FCC). Fraksinasi caircair bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam campuran senyawa dengan menggunakan beberapa metode pemisahan. Fraksinasi dilakukan dengan bertahap, Fraksinasi dapat dilakukan dengan memperhatikan kepolaran pelarut yang digunakan dengan metode caircair. Metode fraksinasi ini melibatkan distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua pelarut yang tidak bercampur. Solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Pelarut yang digunakan pada fraksinasi adalah pelarut nheksan, etil asetat dan methanol air. Pelarut-pelarut ini mempunyai kemampuan untuk menarik senyawa yang terdapat dalam ekstrak secara berbeda-beda. N-heksan adalah pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, etil asetat adalah pelarut semi polar akan melarutkan senyawa semi polar dan metanol adalah pelarut polar akan melarutkan senyawa polar (Hutauruk JE, 2010). Dalam penelitian ini, hasil ekstraksi simplisia Biji Pepaya (Carica papaya L) di dapatkan ekstrak metanol, kemudian ekstrak tersebut dilakukan fraksinasi dengan metode Fraksinasi cair-cair (FCC) dengan pelarut N-heksan, etil asetat dan metanol air dengan sifat kepolaran pelarut yang berbeda-beda masing-masing sebanyak 1L secara bertahap, kemudian masing-masing fraksi cair diuapkan dalam lemari asam sehingga didapatkan masing-masing fraksi dalam bentuk pasta. Hasil fraksinasi ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L) dengan pelarut N-heksan memiliki berat yang lebih besar yaitu 25 gram (50%) dibandingkan dengan berat fraksi etil asetat dan fraksi metanol. Berat fraksi yang didapatkan berbeda-beda tergantung dari pelarut yang digunakan, namun besar kecilnya kemampuan antibakteri suatu fraksi tidak dipengaruhi oleh berat fraksi. Setelah didapatkan fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol Biji pepaya (Carica papaya L) selanjutnya ketiga fraksi tersebut siap untuk diuji aktivitasnya terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922, namun sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji sensitivitas bakteri Escherichia coli ATCC 25922 menggunakan obat murni Ciprofloxacin. c.
Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-heksan, Etil Asetat, dan metanol air Pada penelitian ini, untuk menguji aktivitas antibakteri dari fraksi N-heksan, etil asetat dan metanol air dilakukan dengan metode difusi cakram sama dengan metode pada saat uji sensitivitas. Metode difusi cakram yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dengan mengendapkan Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 didalam media agar, kemudian Kertas cakram diserapkan pada masing-masing fraksi yang akan diuji 20 mg/ml yang telah dilarutkan dengan pelarut Dimetilsulfoksida (DMSO). Kertas cakram yang telah diserapkan pada masingmasing fraksi yang akan diuji kemudian ditempelkan pada media agar yang telah di homogenkan dengan bakteri Escherichia coli ATCC 25922 kemudian diinkubasi dalam autoklaf selama 24 jam. Setelah 24 jam Peneliti lihat hasil inkubasi yaitu dengan mengukur diameter hambat didaerah sekitar cakram. Adapun Hasil uji aktifitas antibakteri dari masing-masing fraksi NHeksan memiliki diameter hambat 13 mm, etil asetat memiliki diamater hambat sebesar 8 mm, sedangkan fraksi metanol air tidak memiliki diameter hambat. Kemampuan aktifitas antibakteri juga dapat ditentukan dari diameter Zona hambat, seperti dijelaskan oleh Greenwood (1995) bahwa diameter zona hambat sebesar daerah 20 mm atau lebih menunjukan aktivitas antibakteri sangat kuat, Zona hambat 10 mm-20 mm berarti kuat, Zona Hambat 5 mm-10 mm berarti sedang, dan Zona hambat 5 mm atau kurang berarti lemah. Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri fraksi yang dapat dilihat menunjukan bahwa fraksi N-Heksan dan etil asetat memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922. Hal ini ditunjukan dengan terbentuknya Zona hambat. Pada konsentrasi 20mg/ ml fraksi N-heksan menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter hambat sebesar 13 mm, dan Fraksi etil asetat pada konsentrasi 20mg/ml dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
coli ATCC 25922 dengan diameter hambat sebesar 8 mm. Sedangkan Fraksi methanol air tidak menunjukan aktivitas antibakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri tersebut menunjukan bahwa senyawa antibakteri terdapat di dalam Fraksi N-heksan dan etilasetat. Diameter Zona hambat fraksi N-heksan lebih besar dibandingkan dengan etil asetat, hal ini menunjukan bahwa fraksi N-heksan lebih aktif dibandingkan dengan Fraksi etil asetat. Adanya perbedaan diameter hambat yang terbentuk dari masing-masing fraksi terhadap bakteri uji menunjukan bahwa adanya perbedaan senyawa aktif yang terdapat di dalam ketiga fraksi biji papaya serta berat masing-masing ekstrak sehingga kemampuan masing-masing fraksi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli ATCC 25922 juga berbeda-beda. Kemampuan fraksi biji papaya dalam menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukan dengan terbentuknya diameter hambat di sekitar kertas cakram. Zona Diameter hambat merupakan daerah bening disekitar kertas cakram yang tidak ditumbuhi bakteri uji karena pada kertas cakram terkandung senyawa antibakteri. Semakin besar diameter hambat yang terbentuk berarti kemampuannya sebagai antibakteri juga besar. Kemampuan fraksi biji papaya dalam menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukan dengan terbentuknya diameter hambat di sekitar kertas cakram. Perbedaan diameter hambat yang terbentuk dari masing-masing fraksi terhadap bakteri uji menunjukan bahwa adanya senyawa aktif yang terdapat di dalam ketiga fraksi biji papaya tersebut yang dipengaruhi dari berat masingmasing fraksi yang berbeda selain itu juga dipengaruhi oleh struktur Bakteri Escherichia coli. Menurut Pelezer & Chan (1988) bahwa bakteri Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang memiliki struktur dinding sel berlapis tiga, yaitu lapisan lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya senyawa antimikroba, dan lapisan dalam peptidoglikan dengan kandungan lipid yang tinggi. Pada bakteri gram negatif, selaput luar merupakan selaput ganda fosfolipid dimana sebagian besar fosfolipid digantikan dengan molekul polisakarida. Lipopolisakarida terdiri dari 2 komponen utama, yaitu disakarida glukosamin yang terikat dengan asam lemak (disebut lipid A) dan rantai panjang gula fosfat yang terikat pada setengah bagian lipid A. Ketika bakteri gram negatif dirusak, maka lipid A akan melindungi kerusakan dinding selnya (Kendel & Larry, 1985). d.
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi N-heksan, etil asetat Biji Pepaya (Carica papaya L) Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan fraksi N-heksan dan etil asetat aktif terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922, Namun perbedaan diameter hambat yang dihasilkan masing-masing ekstrak tidak terlalu jauh, sehingga pengujian KHM dilakukan terhadap kedua fraksi tersebut. Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dilakukan dengan beberapa konsentrasi. Tujuannya untuk mengetahui jumlah terkecil zat aktif antibakteri yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan organisme bakteri yang diuji. Dalam penelitian ini konsentrasi hambat minimum dinyatakan sebagai konsentrasi terendah dari zat antibakteri fraksi biji papaya (Carica papaya L) yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Dalam aplikasinya, kriteria zat antibakteri suatu obat dalam menghambat atau mematikan organisme penyebab penyakit harus disertai toksisitas yang rendah terhadap sel inang. Dengan kata lain, Zat antibakteri harus memiliki kadar yang rendah namun efektif menghambat atau membunuh bakteri. Tujuannya agar organisme penyebab penyakit tidak mudah resisten terhadap obat dan sel inang pun tidak mudah mengalami intoksikasi (Syarifah, 2006). Hasil penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) pada masing-masing konsentrasi adalah sebagai berikut: 1. Konsentrasi Hambat minimum Fraksi N- Heksan Biji Pepaya (Carica papaya L) terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 Hasil analisis rata-rata diameter hambat fraksi N-heksan Biji Pepaya (Carica papaya L) terhadap bakteri escherichia coli pada konsentrasi 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, 1,25 mg/ml, 0,625 mg/ml dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
Rerata Diameter Hambat Fraksi N-heksaan Biji Pepaya (Carica papaya L) terhadap bakteri escherichia coli pada berbagai konsentrasi. Konsentrasi fraksi NHeksan mg/ml
n
Rerata + standar deviasi
20 10 5
5 5
12,00 + 0,70 10,00 + 1,00
5
7,80 + 0,44
5
7,00 + 0,00
5
0,00 + 0,00
5
0,00 + 0,00
2,5 1,25 0,625
Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa konsentrasi N-heksan 20 mg/ml (20000 µg/ml) memberikan hambatan tertinggi terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 sebesar 12.00 mm sedangkan konsentrasi terkecil yang masih menghambat pertumbuhan bakteri adalah konsentrasi N-heksan 2,5 mg/ml (2500 µg/ml) yaitu sebesar 7,00 mm, sehingga konsentrasi hambat minimum (KHM) fraksi N-heksan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli ATCC 25922 terletak pada konsentrasi 2,5 mg/ml. Menurut Holetz (2002) bahwa berdasarkan nilai KHM, maka senyawa antibakteri dibedakan menjadi 4 yaitu: senyawa aktif yang memiliki KHM kurang dari 100 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang memiliki tingkat aktivitas antibakteri yang sangat kuat. Senyawa ini sangat baik untuk dijadikan obat. Senyawa aktif yang memiliki nilai KHM antara 100 – 500 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang cukup kuat. Senyawa aktif yang memiliki nilai KHM antara 500-1000 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang lemah, dan senyawa aktif yang memiliki KHM lebih dari 1000 µg/ml digolongkan sebagai senyawa yang tidak memiliki aktivitas antibakteri. Jika dilihat dari hasil penelitian konsentrasi hambat minimum (KHM) fraksi Nheksan Biji Pepaya (Carica papaya L) terdapat pada konsentrasi 2,5 mg/ml (2500 µg/ml) berati nilai KHM nya lebih dari 1000 µg/ml maka fraksi N-heksan biji papaya dapat digolongkan sebagai bahan yang tidak memiliki aktivitas antibakteri. Nilai KHM fraksi Nheksan 2,5 mg/ml (2500 µg/ml) termasuk kecil karena masih berupa fraksi yang belum dimurnikan jika di isolasi senyawa murninya kemungkinan KHM jadi kecil dan kemungkinan memiliki aktivitas antibakteri sesuai dengan penggolongan KHM Menurut Holetz. Adapun Perbandingan rata-rata Diameter Hambat masing-masing konsentrasi dari Fraksi N-heksan biji papaya (Carica papaya L), maka dilakukan uji T tidak berpasangan terhadap bakteri Escherichia coli ATCC dapat dilihat pada Tabel Tabel . Perbandingan rata-rata Diameter Hambat Fraksi N-heksan biji papaya Konsentrasi (mg/ml) 20
10
5
2.5 1,25
Konsentrasi (mg/ml) 10
p value
5
0,000 0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000 0,000 0,004 0,000 0,000 -
2,5 1,25 0,625 5 2,5 1,25 0,625 2,5 1,25 0,625 1,25 0,625 0,625
Uji t tidak berpasangan
0,006
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
Berdasarkan Tabel dapat disimpulkan bahwa konsentrasi N-heksan yang paling efektif adalah 2,5 mg/ml. Setelah dilakukan uji T tidak berpasangan maka dilanjutkan dengan uji oneway anova berdasarkan uji tersebut didapatkan perbandingan diameter hambat dari fraksi N-heksan yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan analisis post hoc untuk melihat perbedaan rata-rata diameter hambat pada masing-masing kensentrasi untuk dibandingkan dengan ciprofloxacin 1mg/ml dimana dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel . Perbandingan antara fraksi N-heksan dengan ciprofloxacin Konsentrasi (mg/ml) 20
10
5
2,5
1,25
1 mg/ml Ciprofloxacin
Konsentrasi (mg/ml) 10
p value
5
0,000 0,001 0,000
2,5 1,25 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 5 2,5 1.25 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 10 2,5 1,25 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 10 5 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 10 5 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 10 5 2,5 1,25
0,057
0,000 0,057 0,034 0,015 0,000 0,000 0,000 0,034 0,086 0,000 0,000 0,001 0,015 0,086 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Post hoc Games Howel
Berdasarkan Tabel dapat disimpulkan bahwa Ciprofloxacin lebih efektif bila dibandingkan dengan fraksi N-heksan dengan p value < 0,05. Setelah uji ANOVA maka dilakukan Uji Person Correlation untuk melihat hubungan antara besar konsentrasi fraksi Nheksan Biji Pepaya dan besarnya diameter hambat yang terbentuk dan diketahui besarnya hubungan R = 0,822 dengan p value = 0,000. Nilai korelasi adalah positif (+), hal ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut berbanding lurus, yaitu semakin besar konsentrasi fraksi N-heksan biji papaya maka semakin besar pula diameter hambat yang dihasilkan, semakin kecil konsentrasi fraksi N-heksan maka semakin kecil pula diameter hambat yang dihasilkan. 2. Konsentrasi Hambat minimum Fraksi etil asetat Biji Pepaya (Carica Papaya L) terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922. Hasil analisis rata-rata diameter hambat fraksi Etil asetat Biji Pepaya (Carica papaya L) terhadap bakteri Escherichia coli pada konsentrasi konsentrasi 20 mg/ml, 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, 1,25 mg/ml, 0,625 mg/ml dapat dilihat pada tabel :
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
Tabel . Rerata Diameter Hambat Fraksi Etil Asetat Biji Pepaya (Carica papaya L) terhadap bakteri escherichia coli. Konsentrasi fraksi Etil asetat mg/ml 20 10 5 2,5 1,25 0,625
n
Rerata + standar deviasi
5 5
12,00 + 1,00 10,40 + 0,89
5
10,40 + 0,89
5
7,00 + 0,00
5
0,00 + 0,00
5
0,00 + 0,00
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa konsentrasi etil asetat 20 mg/ml (20000 µg/ml) memberikan hambatan tertinggi terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 sebesar 12.00 mm sedangkan konsentrasi terkecil yang masih menghambat pertumbuhan bakteri adalah konsentrasi etil asetat 2,5 mg/ml (2500 µg/ml) yaitu sebesar 7,00 mm, sehingga konsentrasi hambat minimum (KHM) fraksi etil asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli ATCC 25922 terletak pada konsentrasi 2,5 mg/ml. Menurut Holetz, et al (2002) bahwa berdasarkan nilai KHM, kekuatan aktifitas antibakteri dibedakan menjadi empat, yakni sangat kuat jika KHM kurang dari 100 µg/ml, cukup kuat jika KHM 100-500 µg/ml, lemah jika KHM 500-1000 µg/ml, tidak memiliki aktifitas antibakteri jika KHM lebih dari 1000 µg/ml. Jika dilihat dari hasil penelitian konsentrasi hambat minimum (KHM) fraksi etil asetat biji pepaya (Carica papaya L) terdapat pada konsentrasi 2,5 mg/ml (2500 µg/ml) berati nilai KHM nya lebih dari 1000 µg/ml maka fraksi N-heksan biji papaya dapat digolongkan sebagai senyawa yang tidak memiliki aktivitas antibakteri. Nilai KHM fraksi Nheksan 2,5 mg/ml (2500 µg/ml) termasuk kecil karena masih berupa fraksi yang belum dimurnikan jika di isolasi senyawa murninya kemungkinan KHM jadi kecil dan kemungkinan memiliki aktivitas antibakteri sesuai dengan penggolongan KHM Menurut Holetz. Adapun Perbandingan rata-rata Diameter Hambat masing-masing konsentrasi dari fraksi etil asetat biji papaya (Carica papaya L), maka dilakukan Uji T tidak berpasangan terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 dapat dilihat pada tabel 16. Tabel. Perbandingan rata-rata Diameter Hambat Fraksi Etil asetat biji papaya (Carica papaya L) terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 Konsentrasi (mg/ml)
Konsentrasi (mg/ml)
p value
20
10
0,029
5
0,000
2,5 1,25 0,625 5 2,5 1,25 0,625 2,5 1,25 0,625 1,25 0,625 0,625
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,004 0,000 0,000 -
10
5
2.5 1,25
Uji T tidak berpasangan Berdasarkan table dapat dilihat bahwa konsentrasi etil astetat yang paling efektif adalah 2,5 mg/ml. Untuk mendapatkan nilai efektifitas fraksi maka analisa data selanjutnya dibandingkan dengan obat Ciprofloxacin. Berdasarkan uji statistik oneway anova didapatkan p value = 0,000 dengan nilai α = 0,05 (p < α) yang artinya ada perbedaaan yang bepengaruh terhadap rerata diameter hambat dari tiap
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
konsentrasi kemudian dilanjutkan analisis dengan menggunakan uji post hoc games howel untuk melihat besarnya pengaruh tiap konsentrasi terhadap diameter hambat yang dapat dilihat pada tabel : Tabel . Perbandingan antara fraksi etil asetat dengan ciprofloxacin Konsentrasi (mg/ml) 20
10
5
2,5
1,25
0,5 mg/ml Ciprofloxacin
Konsentrasi (mg/ml)
p value
10
0.186
5 2,5 1,25 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 5 2,5 1.25 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 10 2,5 1,25 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 10 5 1 mg/ml Ciprofloxacin 20 10 5 1 mg/ml Ciprofloxacin 20
0.001 0.002 0,000 0,000 0,186 0,015 0,006 0,000 0,000 0,001 0,015 0,170 0,000 0,000 0,002 0,016 0,170 0,000 0,000 0,000 0,000 0,510 0,000
10 5 2,5 1,25
0,000 0,000 0,000 0,000
Uji t Games Howel Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa Ciprofloxacin lebih efektif bila dibandingkan dengan fraksi etil asetat dengan p value < 0,05. Setelah uji ANOVA maka dilakukan Uji Person Correlation untuk melihat hubungan antara besar konsentrasi fraksi etil asetat Biji Pepaya dan besarnya diameter hambat yang terbentuk dan diketahui besarnya hubungan R = 0,814 dengan p value = 0,000. Nilai korelasi adalah positif (+), hal ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut berbanding lurus, yaitu semakin besar konsentrasi fraksi etil asetat biji papaya maka semakin besar pula diameter hambat yang dihasilkan, semakin kecil konsentrasi fraksi etil asetat biji pepaya maka semakin kecil pula diameter hambat yang dihasilkan. Dari Tabel 17 dan gambar 9 dapat dilihat bahwa rata-rata diameter hambat fraksi etil asetat semakin menurun dengan menurunnya konsentrasi fraksi. Pada konsentrasi 20 mg/ml ratarata diameter hambat 12,00 + 1,00, pada konsentrasi 10 mg/ml rata-rata diameter hambat menjadi 10,40 + 0,89, pada konsentrasi 5 mg/ml rata-rata diameter hambat 10,40 + 0,89, pada konsentrasi 2,5 mg/ml rata-rata diameter hambat 7.00 + 0,00, pada konsentrasi 1,25 mg/ml rata-rata diameter hambat 0,00 + 0,00, pada konsentrasi 0,625 mg/ml rata-rata diameter hambat menjadi 0,00 + 0,00. Semakin besar konsentrasi fraksi semakin besar pula diameter hambat yang dibentuknya, sehingga diketahui besarnya konsentrasi dan diameter hambat memiliki hubungan yang berbanding lurus satu sama lain. Peningkatan konsentrasi suatu zat antibakteri akan meningkatkan potensi zat antibakteri tersebut. Semakin besar diameter hambat maka semakin aktif zat uji tersebut sebagai antibakteri. Hal ini menunjukkan semakin banyak bakteri yang dihambat pertumbuhannya oleh zat tersebut. Menurut Greenwood (2005), mengemukakan bahwa ketentuan kekuatan antibakteri adalah daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat, 5-10 mm berarti sedang dan daerah hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa diameter hambat yang didapat dari hasil penelitian fraksi etil asetat Biji Pepaya termasuk dalam kategori kuat dan sedang.
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
Menurut Dzulkarnain (1996), penentuan daya antibakteri suatu tumbuhan dapat dilakukan dengan menentukan adanya daya hambat pertumbuhan bakteri atau dilanjutkan dengan menentukan potensi daya hambat dan dibandingkan dengan antibiotik. Salah satu caranya dengan menentukan konsentrasi hambat minimumnya. e. Uji Kromatografi Lapis Tipis Fraksi N-heksan, Etil asetat dan Metanol Biji Pepaya (Carica Papaya L). Uji kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa apa yang terdapat pada fraksi N-heksan, etil asetat dan metanol. Hasil uji kromatografi lapis tipis dari masing-masing fraksi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 21. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Fraksi N-heksan, Etil asetat dan Metanol Air No
Jenis Fraksi
Eluen
Warna
Senyawa Aktif
1
N-heksan
N-heksan :
Ungu
Terpenoid
Etil asetat 2
Etil asetat
Etil asetat
Ungu
Terpenoid
3
Metanol air
N-heksan :
Ungu
Terpenoid
Etil asetat
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder golongan terpenoid merupakan komponen utama biji pepaya. Hal ini sejalan dengan apa yang ditemukan peneliti pada saat penelitian dengan menggunakan metode Kromatografi lapis Tipis (KLT) didapatkan bahwa senyawa kandungan biji pepaya yang didapat adalah terpenoid. f.
Uji Bioautografi dan penentuan golongan senyawa aktif Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukan bahwa fraksi aktif dari ekstrak biji papaya (Carica papaya L) adalah N-heksan dan Etil asetat, selanjutnya dilakukan uji bioautografi untuk mengetahui nilai Rf senyawa aktif antibakteri dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Pada cawan petri yang telah berisi biakan bakteri, bercak-bercak bahan bioaktif yang terbentuk setelah ada pemisahan diletakkan kedalam cawan petri, di biarkan menempel pada medium agar selama 1 jam supaya bahan bioaktif dari ekstrak berdifusi kedalam agar. Setelah itu kromatogram diangkat dari cawan petri yang berisi biakan bakteri tersebut di inkubasi selama 24 jam dapat terlihat zona bening yang merupakan daerah aktif berada (Betina, 1973). Hasil Uji bIoautografi menunjukkan bahwa fraksi aktif N-heksan dan etil asetat terlihat adanya bercak ungu pada kromatogram. Bercak ungu ini menunjukkan bahwa didalam fraksi Nheksan dan etil asetat terdapat senyawa terpenoid dengan nilai Rf N-heksan 0,22 dan etil asetat Rf 0,50. Senyawa terpenoid bersifat antibakteri dengan cara merusak membran sel, sehingga permebilitas sel menjadi terganggu. Akibatnya pertumbuhan sel bakteri menjadi terhambat bahkan dapat mengakibatkan kematian sel bakteri (Hutauruk, 2010). Terpenoid juga mempunyai potensi sebagai antibakteri bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).
KESIMPULAN 1. Fraksi Biji pepaya (Carica papaya L) yang aktif terhadap bakteri Escherichia coli adalah Fraksi N-heksan dan etil asetat, sedangkan metanol air tidak aktif. 2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari fraksi N-heksan Biji Pepaya (Carica papaya L) adalah 2,5 mg/ml dengan diameter hambat 7,00 mm dan fraksi etil asetat adalah 2,5 mg/ml dengan diameter hambat 7,00 mm dalam menghambat bakteri Escherichia coli. 3. Golongan senyawa antibakteri yang terdapat dalam fraksi N-heksan dan fraksi etil asetat adalah terpenoid.
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice”
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, 2006. Anti Inflammatory Activitiest Of Nigella sativa Linn. (http://www. Lailanurhayati.multiply.com/journal, diakses 13 April 2009). Alamsyah, Pandemi. 2007. Isolasi senyawa Antibakteri Daun Jambu Bioa dan Penentuan konsentrasi Hambat Minimumnya terhadap Staphylococus aureus dan Escherichia Coli. Tesis Universitas sriwijaya (tidak dipublikasikan). Amir, A. 1992. Pengaruh penyuntikan ekstrak biji pepaya gandul (Carica papaya L.) terhadap sel-sel spermatogenik mencit dan jumlah anak hasil perkawinannya. Tesis Magister Sains. Jakarta: Biologi Kedokteran Universitas Indonesia (tidak dipublikasikan). Betina, V. 1973. Bioautography in paper and thin layer chromatography and its scope in the antibiotic field, J. Chromatography. (78). 41-51,1973. Black, J. G. 1993. Microbiology principle and application. Second edition. Prentice hall inc. engelwood, cliffs, new jersey. Brock, JM, Brock, K., Jhon, F. 1996. Microbiologi and applications. Parentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Brooks GF, Butel JS, Morse AS. 2001. Medical Microbiology. International Edition. 22nd ed. McGraw-Hill. New York. Brooks GF, Butel JS, Morse AS. 2001, 2000. Mirobiologi kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. Burkill, 1966. A Dictionary of Economic Products of the Malay Peninsula Vol.1. Kuala Lumpur: The Ministery of Agricultura and Cooperative. Chan, H. T., and Cavaletto, C. G., 1978. Dehydration and Storage Stability of Papaya Leather. Di dalam : Chan, H. T (ed). Handbook of Tropical Foods. Marcel Dekker, Inc., New York. Chusniati, 2008. Pengaruh pemberian biji pepaya (Carica papaya) terhadap gambaran histopatologi hepar ayam yang diinfeksi telur cacing Ascaridia galli. Journal Of Poultry Diseases. Collier, 1998, Microbiology and Microbial Infections, Edisi 9, Oxford University Press, Inc., New York. Cooper GM, Hausman RE. 2007. The Cell: A Molecular Approach. 4th ed. Sunderland: Sinauer Associates, Inc. Cowan, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agent, Clinical Microbiology Reviews, 12 (4), hal. 564-582. Denny A, 2011, Wabah Bakteri Escherichia coli Melanda Jerman, Http://VIVAnews.com ,diakses 9 Januari 2013. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2010 : “Distribusi Penderita Diare Semua Umur “, Sumsel. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2005 : “Penyakit Menular Berpotensi menimbulkan KLB”, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2000. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Indonesia. Drug information for the healthcare professional. 2001. Harrison’s. McGraw-Hill. Dzulkarnain, B. Sundar, D. Chozin, A. 1996. Tanaman Obat Berkhasiat antibakteri di Indonesia. Jurnal cermin dunia Kedokteran 110 (1): 1-8. Ecsherichia Coli. http://www.wikipedia.com. diakses 14 Mei 2008. Edberg, S.C. 1986. Tes kerentanan Antimikroba in Vivo. Adrianto, P (penerjemah), Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Fauzia, 2008, Uji efek Ekstrak air daun avokad (persea gratissima) terhadap streptococcus mutans dari saliva dengan kromatografi lapisan tipis dan konsentrasi hambat minimum. Majalah kedokteran nusantara. Firman, Dyah N. Mahkota Dewa dan manfaatnya. Jakarta. Ganesa. 2010. Greenwood, 2005. Antibiotic Susceptibility (Sensitivity) test, Antimicrobal and Chemotherapy. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. ITB. Bandung. Haryoto., 1998. Membuat Saus Pepaya. Penerbit Kanisius, Jakarta. Hernani, 1999. Tekhnik Identifikasi bahan aktif pada Tumbuhan obat. Makalah pada seminar pendalaman materi di Balai penelitian tanaman rempah dan obat.Bogor. Hogg S, 2005. Essential Microbiology. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd. Holetz., Pessini, Sanchez, D, Nakamura, C, Filho, FD. 2002. Screening of some plants Used in the Brazilian Folk medice for the treatment of infection I. Journal of Bioline International, (Http://www.biolineorg.br/request?02229, diakses 4 februari 2013). Hutauruk JE, 2010. Isolasi senyawa Flavonoid dan kulit buah tumbuhan jengkol (Pithecellobium lobatum benth). Fakultas farmasi USU.
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice” Ilham, K. 1999. Pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya) terhadap ginjal dan hati mencit (Mus musculus). Hibah Penelitian Dana Rutin. Biologi FMIPA, Padang: Lembaga Penelitian Universitas Andalas. Jawetz, 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. 238 – 240. EGC. Jakarta. Kalie, B, Moehd. 1996. Bertanam Pepaya. Jakarta. Penebar Swadaya. Kandel, J & Larry, M. 1985. Microbiology Essential and Application. Mcgraw-Hill Inc. Kardiman A., 2009.Tanaman penghasil minyak atsiri.Dian rakyat.Jakarta. Katzung, Bertram. G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC. Jakarta. Kelly M. Linda.1999. Comparison of agar dilution, microdilution, Etest and disc diffusion to the test activity of trovafloxacin against Pseudomonas Aeruginosa and Streptococcus mutans pneumonia. Journal of Antimicrobial Chemotherapy: 1999:43:707-9. Kuswandi Tirtodiharjo, S.U., M.Phil., Apt.2011.Strategi mengatasi bakteri yang resisten terhadap antibiotika.UGM.Yogyakarta. Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium . PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lucky, HM, Karsinah, dan H. Mardiastuti. 1993. Mikrobiologi kedokteran Edisi revisi: Batang negative gram. Binarupa aksara, Jakarta, Indonesia, Hal 154-165. Medical Research Unit FK.UI, 2007. Enteropati Hilang Protein Pada Anak Diare Akut, Jakarta. Methotrexate , Available from URL: (http://en.wikipedia.com), diakses 3 januari 2013. Muhlisah, F. 2000. Tanaman Obat Keluarga. Penebar Swadaya. Jakarta. 1-3. Muljana, 1985, Bercocok Tanam Pepaya. Semarang: Aneka Ilmu Mutschler E. ITB. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Bandung. National Institute for health. 2010. Ciprofloxacin, US, hal. 1- 4. NSW Health. 2010. Ciprofloxacin: “Suatu antibiotik bagi kontak dari penderita infeksi meningokokus”. (http://www.mhcs.health.nsw.gov.an/publication pdf/8405/DOH-8405-IND.pdf), diakses 19 Februari 2013. Oxoid Agents & Main Distribution. 1998. The oxoid Mannual. Einght Edition. Oxoid Limited Wade Road. Hampshire. Enghland. Pardamen S, 2007. Perbedaan daya antibakteri senyawa aktif batang kemuning (Murraya paninculata L) dengan batang siwak (Salva dora Percisa) terhadap pertumbuhan S.mutan (Penelitian secara in vitro). Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi USU. Pelezar, 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, 809-812, UI Press, Jakarta. Pelezar, M. J. & Chan, E. C.S. 1986. Dasar- dasar mikrobiologi. Jilid I. Terjemahan: Hadiotetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S. S. dan Angka, S. L. UI. Jakarta. Pembayun R, Gardjito M, Sudarmadji S, Kuswanto KR, 2007. Kandungan Fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak Produk Gambir (Unicaria Gambir Roxb). Majalah farmasi Indonesia. Picman&Towers. 1983, Antibacterial activity of Sesquiterpene. J.Nat. Prod Poliklinik RSMH. 2009. Laporan Kejadian Diare Akut di Poli Anak Umum. Palembang. Prihatman, K. 2000. Pepaya (carica papaya L). sistim informasi manajemen pembangunan di pedesaan, BAPPENAS. Jakarta. Rhodes PL. 2011 Antimicrobal factor frome grapes. Diunduh dari: (http://researchspace.auckland.ac.nz/bitstream/229/335/8/01front.pdf, diakses 5 desember 2012). Ritiasa, K & Muhibat, R. 2000. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Departemen kesehatan RI. Direktorat jendral pengawasan obat dan makanan. Jakarta. Sabir A. Aktivitas antibakteri Flovonoid Propolis trigona sp terhadap bakteri S. Mutan (In Vitro). Majalah kedokteran Gigi. 2005 Salissbury, F.C & Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan II. Penerbit ITB. Bandung. Salni, Hanifa marisa, Ratna wedya mukti, 2011. Isolasi senyawa antibakteri dari daun jengkol (Pithecolobium lobatum Benth) dan penentuan nilai KHM-nya. Jurnal penelitian Sains. Salni, 2003. Senyawa antibakteri penginfeksi kulit dari karimunting (Rhodomyrtus tomentosa (ait) hassk) dan uji efektifitas sediaan salepnya. Disertasi ITB. Bandung. Satriyasa, B. K. & Pangkahila, W. I. 2010. Fraksi heksan dan fraksi metanol ekstrak biji pepaya muda menghambat spermatogonia mencit (Mus musculus) jantan. Jurnal Veteriner. Sjahrurachman, A, W. Kumala, dan T. Nurjadi. 2009. Kepekaan kuman terhadap antibiotik Golongan kuinolon dan sepalosporin. Fakultas Kedokteran UI. Sukadana, Sri rahayu santi, Juliarti N.K, 2008. Aktivitas antibakteri senyawa golongan terpenoid dari biji papaya (Carica papaya L). Jurnal Kimia. Sukadana, 2008.Senyawa antibakteri Golongan Flavonoid dari buah belimbing manis (Averrhoa carambola L). Jurnal Kimia. Sumardjo D, 2009. Pengantar Kimia: Buku panduan Kuliah mahasiswa kedokteran dan program strata I Fakultas bioeksata. EGC. Jakarta
Proceeding Seminar Nasional Keperawatan “Complementary Therapy: From Research to Practice” Sunanti. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak Tunggal bawang Putih (Alinum sativum lin) dan rimpang kunyit (Curcuma domestica val) Terhadap salmonella typhimurium. Fakultas MIPA IPB. Suririnah, 2008, Diare Mendadak dan Penangannya, (http://www.infoibu.com, diakses 14 Mei 2008). Syarifah, 2006, Isolasi senyawa bakteri daun jambu Bioa (Eugenia densiflora BL) dan penentuan Konsentrasi hambat minimumnya (KHM) terhadap staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Tesis Program pasca sarjana Universitas Sriwijaya (tidak dipublikasikan). Tarun, M. 2010. Penyakit dan pengobatan Escherichia coli, (Http://emedicine.medscape.com/article/217485overview, diakses 19 februari 2013). Tarun, 2006, Pencegahan Diare dan penatalaksanaan pengobatannya. (http://www.mediacastore.com, diakses 11 Februari 2008). Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Cetakan ke-28. Yogyakarta: UGM Press. Todar, K, 2008. Entero-Hemolitic Escherichia coli. 4 (2), (http://www.who.int/ mediacentre/ factsheet/ fs125/ en/, diakses 3 Februari 2013). Warisno, 2003, Budidaya Pepaya, kanisius, Yogyakarta. Widianti N, Wulandari N. 2009. Buku pintar tanaman Obat Indonesia: 431 jenis tanaman pengempur aneka penyakit. Agromedia pustaka. Tanggerang. Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta. Wily, 2009. Daya hambat ekstrak buah mangkudu terhadap pertumbuhan Streptococus mutans. Skripsi sarjana kedokteran Fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya (tidak dipublikasikan). Yurnadi, Puji Sari, D. A. Pujianto, dan O. Soeradi. 2002. Pengaruh penyuntikan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap konsentrasi spermatozoa dan keadaan sel spermatogenik tikus jantan (Rattus novegicus L.) strain LMR. Indonesia: LIPI Zein, U, 2009. Diare Akut Disebabkan Bakteri, Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara. Zweig,Whitaker. 1971. Bioautografi. (http://anainformationcenter.blogspot.com/ 2009/ 08/ bioautografi.html. diakses, 2-1-2013).