PRINSIP DASAR LASER POLIMER HIBRID
i
ii
SAHRUL HIDAYAT
PRINSIP DASAR LASER POLIMER HIBRID
UNPAD PRESS
iii
TIM
PENGARAH
Ganjar Kurnia Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno Memed Sueb
TIM
EDITOR
Wilson Nadeak (Koordinator), Tuhpawana P. Sendjaja Fatimah Djajasudarma, Benito A. Kurnani Denie Hariyadi, Wahya, Cece Sobarna Dian Indira
Judul Penulis Layout
: Prinsip Dasar Laser Polimer Hibrid : Sahrul Hidayat : Trisatya
UNPAD PRESS Copyright 2009 ISBN : 978-979-3985-73-7 iv
PENGANTAR
Polimer hibrid merupakan bahan yang mengandung unsur organik dan anorganik dalam satu molekul. Bahan ini memiliki kombinasi sifat unggul dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik memiliki keunggulan dalam proses fabrikasinya karena dapat dilakukan pada suhu ruang dengan menggunakan teknologi yang tidak terlalu mahal. Namun bahan tersebut memiliki kelemahan dalam hal kekuatan mekanik dan kestabilan termal. Sebaliknya bahan anorganik memiliki kelebihan dalam kekuatan mekanik dan kestabilan termal tetapi proses fabrikasinya cukup sulit dan mahal. Kombinasi kedua bahan tersebut memunculkan karaktersitik baru yang unik sehingga sangat menguntungkan untuk kepentingan aplikasi. Divais yang berbasiskan polimer hibrid dapat diproduksi dengan harga murah karena proses pembuatannya tidak membutuhkan teknologi vakum yang mahal, melainkan dengan teknik spin casting yang murah. Selain itu, divais yang dibuat dari polimer hibrid dapat bertahan lebih lama karena pada matriks polimer hibrid terdapat bahan anorganik yang memiliki stabilitas termal baik, resisten terhadap senyawa kimia, dan tahan terhadap pengaruh cuaca.
v
Buku ini menarik untuk dibaca karena mengungkapkan keunikan sifat optik dan fisis polimer hibrid, menguraikan tahap demi tahap proses sintesis polimer hibrid, dan menjelaskan aplikasi polimer hibrid sebagai bahan divais laser. Selain itu dibahas juga prinsip kerja laser, proses fabrikasi laser polimer hibrid, serta karakteristik laser polimer hibrid yang berbasis umpan balik terdistribusi dan berbasis kristal fotonik 2D. Penulisan buku ini merupakan bagian dari Program Hibah Penulisan Disertasi Program Doktor 2009/2010, dan terlaksana atas bimbingan dari Prof. Dr. R.E. Siregar, M.S., sebagai ketua tim promotor, Dr. rer.nat. Ayi Bahtiar, Dr. Fitrilawati selaku anggota tim promotor. Ucapan terima kasih disampaikan pada DP2M DIKTI yang sudah mendanai penulisan buku ini melalui Program Hibah Penulisan Disertasi Program Doktor 2009/2010. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung yang sudah mengelola program ini, dan juga tim editor yang sudah mengedit buku ini. Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Rahmat Hidayat atas diskusi dan masukkannya selama penyusunan buku ini.
Bandung, November 2009 Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman v vii ix
PENGANTAR DAFTAR ISI GLOSARI BAB I.
Proses Pembangkitan Laser Prinsip Kerja Laser Konsep Dasar Absorpsi dan Emisi Prinsip Dasar Resonator Optik
1 3 8 19
BAB II. Laser Kristal Fotonik Laser Berbasis RBT Laser Berbasis UBT Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D
39 43 61 67
BAB III. Polimer Hibrid Proses Sintesis Polimer Hibrid Karakteristik Polimer Hibrid
89 94 103
BAB IV. Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 111 Proses Fabrikasi Laser Berbasis Kisi 1D 112 Karakteristik Laser Berbasis Kisi 1D 121 vii
BAB V. Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Proses Fabrikasi Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Karakteristik Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D
137
DAFTAR PUSTAKA INDEKS TENTANG PENULIS
159 163 167
viii
144 150
GLOSARI
ISTILAH
MAKNA
Bahan Organik
bahan yang mengandung unsur karbon (C) Band edge tepi atas atau bawah dari suatu daerah frekuensi terlarang Bandgap rentang frekuensi di mana berkas gelombang tidak bisa merambat Chamber suatu ruangan tertutup tempat terjadinya reaksi kimia Dip coating teknik pembuatan film tipis dengan cara mencelupkan substrat Doping proses menambahkan pengotor ke dalam suatu bahan Dye laser suatu bahan kimia yang memiliki sifat luminesen Etching proses pembuatan goresan/grating Gelombang Bloch persamaan gelombang yang merambat pada media periodik Inisiator bahan yang berfungsi sebagai pemicu terjadinya reaksi berantai
ix
In-situ Interferometer Irgacure Kavitas optik
Kisi Bragg
Kristal fotonik Lloyd mirror Magnetic stirrer Polimer Hibrid Propagasi Purifikasi Radikal Reaksi propagasi Shutter Sol-gel
Spin casting Spraying
pengamatan reaksi kimia yang dilakukan secara langsung alat pengukur optik yang menggunakan prinsip interferensi jenis senyawa kimia yang sensitif terhadap cahaya suatu ruang yang dapat melokalisasi/mengurung berkas cahaya kisi periodik 1D yang dapat merefleksikan cahaya pada panjang gelombang tertentu susunan kisi yang dapat memanipulasi pergerakan foton teknik pembuatan grating dengan cara interferensi menggunakan cermin alat pengaduk yang menggunakan batang magnet polimer yang merupakan campuran bahan organik dan anorganik proses perambatan gelombang teknik pemurnian bahan dari bahanbahan pereaksinya gugus aktif di dalam suatu molekul rekasi perpanjangan rantai polimer katup pembuka dan penutup untuk mengontrol berkas laser proses sintesis yang terdiri dari dua tahapan yaitu solution (hidrolisis) dan gel (kondensasi) teknik pembuatan film tipis dengan cara memutar substrat teknik pembuatan film tipis dengan cara menyemprotkan sampel x
Stop band Ultrasonic bath
SINGKATAN AFM DCM DI FTIR IR Nd-YAG PBG PMA PMMA RBT SHG Si TE THG Ti TM TMSPMA UBT UV
frekuensi dimana berkas cahaya tidak bisa lewat alat pembersih substrat dengan cara digetarkan di daerah ultrasonik
NAMA Atomic force microscopy 4-dicyanmethylene-2-methyl-6-(pdimethyl-aminostyryl) Deionized water Fourier Transform infra red Infra red Neodymium-doped yttrium aluminium garnet Photonic band gap Photonic multichannel analyser Polymethylmethacrylate Reflektor Bragg terdistribusi Second harmonic generation Silikon Transverse electric Third Harmonic Generation Titanium Transverse magnetic 3-(Trimethoxysilyl)propyl methacrylate Umpan balik terdistribusi Ultra violet
xi
LAMBANG A α a b c
δ d
∆β E E ε E− E+
ARTI Amplitudo Sudut berkas sinar datang Komponen vektor kisi real Komponen vektor kisi balik Kecepatan cahaya Beda lintasan Jarak antar cermin Frekuensi detunin Energi Medan listrik Konstanta dielektrik Vektor medan yang bergerak ke belakang Vektor medan yang bergerak ke depan
ε0
Permitivitas vakum
Ex γ G Γ g(λ) h H ħ I i
Medan listrik pada arah x Daya yang hilang pada cavitas Vektor kisi balik Titik khusus dalam zona Brillouin Penguatan daya Konstanta Planck Medan magnet Konstanta Planck dibagi 2π Intensitas Nomor modus Sudut simpangan Komponen Bilangan imajiner
ϕ j
xii
k k
κ K κ(G)
Bilangan gelombang Konstanta Boltzman Konstanta kopling Titik khusus dalam zona Brillouin Koefisien ekspansi gelombang bidang
k0
Vektor gelombang dalam vakum
kB
Vektor Bragg
kz λ Λ
Vektor gelombang dalam arah z Panjang gelombang Perioda kisi
λB
Panjang gelombang Bragg
LB m M
Panjang kisi Bragg Massa Titik khusus dalam zona Brillouin
µ0 N n n
Permiabilitas magnetik vakum Jumlah partikel Jumlah zat (mol) Indek bias
nef
Indek bias efektif
ng νg
Indeks bias sistem cavitas Kecepatan group
nsp
Faktor emisi spontan
nx p θ R r
Jumlah atom pada orbilat ke-x Momentum Sudut berkas datang dengan cermin Konstanta reflektansi Reflektansi xiii
Re
Bagian real dari bilangan komplek
Rsp(λ) ℜ S s SSR T t τ T T υ u(v)
Emisi spontan Bagian real dari bilangan komplek Jumlah Foton Nilai eigen Perbandingan densitas Foton Suhu/temperatur Waktu Waktu paruh Transmitansi Matrik transfer Frekuensi Densitas energi
Vo ω Q-switched
Volume unit sel Frekuensi sudut Teknik untuk menghasilkan laser pulsa Posisi Pergeseran fasa Titik khusus dalam zona Brillouin
x x X
xiv
BAB I PROSES PEMBANGKITAN LASER
Laser adalah suatu divais yang memancarkan gelombang elektromagnetik melewati suatu proses yang dinamakan emisi terstimulasi. Istilah laser merupakan singkatan dari light amplification by stimulated emission of radiation. Berkas laser umumnya sangat koheren, yang mengandung arti bahwa cahaya yang dipancarkan tidak menyebar
dan
rentang
frekuensinya
sempit
(monochromatic light). Laser merupakan bagian khusus dari sumber cahaya. Sebagian besar sumber cahaya, emisinya tidak koheren, spektrum frekuensinya lebar, dan fasenya bervariasi terhadap waktu dan posisi. Daerah kerja divais laser tidak terbatas pada spektrum cahaya tampak saja tetapi dapat bekerja pada daerah frekuensi yang luas, Oleh karena itu, divais tersebut dapat berupa laser infra red, laser ultra violet, laser X-ray, atau laser visible seperti
2
Sahrul Hidayat
tampak pada gambar 1.1. 1 Laser dikatakan baik jika frekuensi atau panjang gelombang yang dipancarkannya bersifat tunggal. Daya laser dapat dibuat bervariasi dari mulai nano watt untuk laser kontinu u sampai jutaan watt untuk laser pulsa. Laser merupakan komponen utama pada sistem komunikasi ko modern saat ini. Selain itu, laser juga dimanfaatkan sebagai probe untuk pembacaan data CD atau DVD, bagian dari detektor pembaca barcode, alat bantu navigasi pada bidang militer, alat bantu operasi pada bidang kedokteran, dan masih banyak lagi aplikasi ap lainnya.
Gambar 1.1. Rentang panjang gelombang elektromagnetik
Proses Pembangkitan Laser
3
Prinsip Kerja Laser Radiasi dari emisi terstimulasi merupakan proses yang dapat terjadi secara alami, yaitu jika seberkas cahaya melewati suatu bahan dan menstimulasi atom-atom di dalam bahan tersebut sehingga meradiasikan cahaya. Secara umum suatu divais laser terdiri dari media penguat berkas cahaya (gain medium), sumber energi pemompa (pumping source), dan resonator optik (optical resonator). Secara umum skematik suatu divais laser dapat dilihat pada gambar 1.2. Media penguat adalah suatu bahan yang mempunyai sifat dapat meningkatkan intensitas cahaya dengan cara emisi terstimulasi. Sedangkan resonator optik, secara sederhana terdiri dari susunan cermin yang dipasang berhadapan sehingga berkas cahaya dapat bergerak bolakbalik. Salah satu cermin bersifat agak transparan, sehingga dapat berfungsi sebagai jalur keluar berkas laser (output coupler). Berkas cahaya yang melewati media penguat akan
mengalami
penguatan
daya.
Jika
daerah
sekelilingnya merupakan cermin, maka cahaya akan bergerak bolak-balik dan melewati media penguat berkalikali. Dengan demikian cahaya akan mengalami penguatan daya beberapa kali lipat. Setelah mengalami penguatan
4
Sahrul Hidayat
daya, cahaya dapat keluar melewati cermin yang bersifat agak transparan sebagai berkas laser.
Gambar 1.2. Komponen dasar divais laser. Proses memasukkan energi sebagai syarat untuk terjadinya penguatan daya dinamakan dengan memompa (pumping). Energi yang dipompakan dapat berupa arus listrik atau berkas cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Untuk pemompa energi dalam bentuk cahaya, dapat digunakan lampu flash atau laser semikonduktor. Selain komponen utama di atas, suatu perangkat laser biasanya
dilengkapi
dengan
beberapa
komponen
pendukung untuk menghasilkan berkas laser yang tajam. Bahan media penguat dapat berupa gas, cairan, padatan, atau plasma. Media penguat menyerap energi yang dipompakan dan mengakibatkan sejumlah elektron
Proses Pembangkitan Laser
5
tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Partikel dapat
berinteraksi
dengan
cahaya
melalui
cara
mengabsorpsi atau mengemisikan foton. Emisi cahaya dapat terjadi secara spontan atau dengan cara stimulasi. Ketika jumlah elektron pada suatu tingkat eksitasi melebihi jumlah elektron pada tingkat energi di bawahnya, maka populasi inversi telah terjadi. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya
emisi
terstimulasi
yang
jumlahnya lebih besar daripada yang diabsorpsi. Dengan demikian cahaya mengalami penguatan. Jika media penguat ini ditempatkan di dalam resonator optik, maka penguatan
cahaya
dapat
terjadi
berkali-kali
dan
selanjutnya menghasilkan berkas laser. Kavitas optik merupakan salah satu bentuk dari resonator. Kavitas mengandung berkas koheren yang dilingkupi
oleh
permukaan
bersifat
reflektif
yang
memungkinkan berkas cahaya tersebut bergerak bolakbalik melewati media penguat. Cahaya yang bergerak bolak-balik di dalam kavitas dapat mengalami kehilangan daya (loss) yang disebabkan oleh absorpsi atau difraksi. Jika penguatan di dalam media tersebut lebih besar dibandingkan dengan kehilangan daya dalam resonator, maka daya laser akan naik secara eksponensial. Pada
6
Sahrul Hidayat
setiap kejadian emisi terstimulasi, sejumlah partikel akan berpindah dari tingkat energi tereksitasi ke keadaan dasar, hal ini akan mengurangi kapasitas media penguat. Untuk mengembalikannya ke kondisi terstimulasi, harus dipompa kembali dengan energi tertentu. Besarnya energi yang dipompakan harus mempertimbangkan batas ambang dari media penguat dan kehilangan daya di dalam kavitas. Jika daya yang dipompakan terlalu kecil, maka emisi yang dihasilkan
tidak
akan
cukup
untuk
mengimbangi
kehilangan daya akibat absorpsi di dalam kavitas. Sebaliknya jika energi yang dipompakan terlalu besar, maka akan mempercepat degradasi media penguat sehingga memperpendek usia penggunaannya. Oleh karena itu, diperlukan optimasi batas minium energi yang dipompakan (lasing threshold), sehingga berkas laser yang dihasilkan cukup signifikan dengan umur pemakaian yang panjang. Laser
dapat
beroprasi
pada
modus
kontinu
(continuous wave) dengan amplitudo keluaran konstan atau dalam bentuk pulsa. Laser pulsa dapat dihasilkan dengan teknik Q-switching, mode terkunci (modelocking) atau gain switching. Laser dalam bentuk pulsa dapat menghasilkan daya yang sangat besar. Dalam mode
Proses Pembangkitan Laser
7
operasi kontinu, berkas laser yang dihasilkan relatif konstan terhadap waktu. Proses tersebut dihasilkan dari populasi
inversi
yang
berlangsung
terus-menerus
menggunakan sumber pemompa energi yang stabil. Sedangkan dalam mode operasi pulsa, berkas laser yang dihasilkan berubah terhadap waktu secara bolak-balik dengan mode on dan off. Laser pulsa biasanya dibuat dengan tujuan untuk menghasilkan power laser yang sangat besar dengan waktu radiasi yang singkat. Di dalam sistem Q-switched, populasi inversi dihasilkan dengan proses yang sama seperti pada laser kontinu, tetapi dikondisikan dalam kavitas optik yang memiliki batas daya tertentu untuk terjadinya lasing. Ketika energi pemompa masuk ke dalam media penguat, maka akan terjadi penguatan berkas sampai batas daya tertentu sesuai dengan nilai Q yang diset. Setelah dayanya mencapai nilai yg ditentukan, maka akan dipancarkan berkas laser dalam bentuk pulsa. Daya laser yang dihasilkan merupakan daya rata-rata ketika beroperasi dalam mode gelombang kontinu. Pada laser pulsa mode terkunci, berkas laser dipancarkan dalam tempo yang sangat singkat kurang dari 10 femto-detik. Periode pulsa yang dihasilkan, akan
8
Sahrul Hidayat
sebanding dengan waktu yang diperlukan untuk satu kali bolak-balik berkas laser di dalam resonator. Oleh karena itu, media penguatnya harus memiliki kemampuan yang cukup besar untuk menguatkan berkas cahaya. Salah satu contoh bahan yang memiliki sifat tersebut adalah titanium yang didoping dengan sappier (Ti-sappier). Jenis laser pulsa seperti ini biasanya digunakan untuk penelitian, seperti untuk penelitian bahan nonlinier optik, teknik ablasi bahan, dan lain lain. Metode lain untuk memperoleh laser pulsa adalah dengan cara memompa media penguat dengan sumber berbentuk pulsa. Media pemompa dapat berupa arus listrik atau lampu kilat (flash lamp). Umumnya model laser seperti ini menggunakan dye-laser yang memiliki waktu hidup populasi inversi sangat singkat. Berkas pemompa yang digunakan harus memiliki energi yang tinggi dan waktu pancaran yang singkat.
Konsep Dasar Absorpsi dan Emisi Cahaya merupakan sumber kehidupan dan telah memberi pesona keindahan yang luar biasa terhadap manusia. Oleh sebab itu, merupakan sesuatu yang alami jika manusia senantiasa berusaha mencari tahu tentang
Proses Pembangkitan Laser
9
hakikat dari cahaya sejak dulu. Cahaya merupakan sesuatu yang bisa kita lihat, bisa kita rasakan kehangatannya, tetapi tidak bisa kita sentuh. Para filosof Yunani kuno berpikiran bahwa cahaya merupakan sejenis debu yang amat sangat halus dan mereka meyakini bahwa cahaya dapat dihasilkan dari partikel. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dapat dibuktikan bahwa cahaya bukan terdiri dari partikel, tetapi merupakan radiasi gelombang elektromagnetik yang karakteristiknya
sama
seperti
gelombang
radio.
Perbedaannya dengan gelombang radio adalah pada besar panjang gelombangnya saja. Pada saat ini, kita mengetahui bahwa karakteristik cahaya dapat berubah tergantung pada pengamatan eksperimen yang dilakukan. Jika pengamatan dilakukan dengan peralatan untuk mendeteksi partikel, maka dapat ditentukan sifat-sifat partikel dari cahaya. Sedangkan jika pengamatan dilakukan dengan peralatan untuk mendeteksi gelombang, maka dapat ditentukan sifat-sifat cahaya sebagai gelombang. Sifat dualisme cahaya tersebut hanya bisa dijelaskan dengan memahami konsep mekanika kuantum modern. Heisenberg memperkenalkan konsep yang disebut dengan prinsip ketidakpastian, yang menyatakan secara tegas
10
Sahrul Hidayat
bahwa tidak mungkin menentukan posisi x dan momentum p dari sebuah partikel pada saat yang bersamaan. Secara matematis pernyataan Heisenberg diungkapkan pada persamaan (1.1). ∆x ⋅ ∆p x ≥
1 h 2
(1.1)
Sebagai contoh, jika pengujian dilakukan untuk menentukan karaktersitik partikel dan dipilih nilai impuls
∆p x yang sangat kecil, maka nilai ketidakpastian posisi
∆x akan sangat besar. Nilai ∆x yang sangat besar tentu tidak akan memberikan informasi yang berarti mengenai posisi kejadian tersebut. Hal tersebut mengandung arti bahwa cahaya selalu memiliki dualisme tergantung pada sifat mana yang akan diukur. Einstein menjelaskan hubungan sifat partikel dan sifat gelombang dari cahaya sebagai berikut : E = m ⋅ c2 = h ⋅ω
(1.2)
Rumusan tersebut menyatakan bahwa perkalian massa partikel dengan kuadrat kecepatan cahaya sebanding dengan energi dan berkorelasi dengan perkalian konstanta Planck dengan frekuensi radian. Dalam hal ini ω = 2π ⋅ υ dan υ
merepresentasikan frekuensi radiasi. Radiasi
gelombang elektromagnetik untuk cahaya tampak berada
Proses Pembangkitan Laser
11
pada rentang panjang gelombang antara 0.1 µm sampai 1 mm. Rentang panjang gelombang tersebut berkorelasi dengan sensitivitas mata manusia yang spektrumnya dapat dilihat pada gambar 1.3. Intensitas radiasi dalam rentang optik biasanya dinyatakan dengan watt.detik atau watt, dan bagian visibel dari radiasi optik dinyatakan dengan satuan Candela (Cd).
Gambar 1.3. Spektrum sensitivitas mata manusia. Panas tubuh manusia merupakan salah satu bentuk radiasi cahaya, walaupun dengan intensitas yang sangat kecil dan kita tidak bisa menangkap kesan cahaya yang dipancarkan
olehnya.
Para
fisikawan
dulu
telah
memperkirakan bahwa energi yang dipancarkan oleh
12
Sahrul Hidayat
tubuh merupakan fungsi dari panjang gelombang λ dan temperature T, seperti diungkapkan pada persamaan (1.3). E (λ , T ) = ?
(1.3)
Hubungan yang jelas mengenai ketiga besaran fisis tersebut masih menjadi tanda tanya sampai StefanBoltzmann menemukan teori atom dan elektrodinamik pada tahun 1879. Stefan-Boltzmann mengungkapkan bahwa densitas energi dari resonansi sebuah rongga untuk semua
daerah frekuensi sebanding dengan sebuah
konstanta dikalikan dengan temperature pangkat empat.
E (T ) = kT 4
(1.4)
Selain itu Boltzmann juga melengkapi rumusannya dengan melakukan perhitungan statistik terhadap banyaknya partikel gas yang tersebar keluar pada temperatur T dan interval energi dE, sebagai berikut:
dn = N
8/π 3
k 2T 2
E .e
E − kT
.dE
(1.5)
Rumusan tersebut dinamakan dengan distribusi MaxwellBoltzmann. Selanjutnya Planck melakukan revisi terhadap rumusan tersebut, yang menyatakan bahwa radiasi energi tidak terdistribusi secara kontinu tetapi terkuantisasi seperti pada persamaan (1.6).
Proses Pembangkitan Laser
u (λ , T ) =
8π .c 5
λ
h
. e
− λhk..cT
.dλ
13
(1.6)
−1
Rumusan tersebut mengungkakan energi radiasi termal sebagai fungsi dari temperatur dan panjang gelombang radiasi, seperti diperlihatan pada gambar 1.4.
Gambar 1.4. Distribusi energi radiasi benda hitam. Dalam perkembangan selanjutnya, Niels Bohr mengungkapkan teori model atom, yang menyatakan bahwa cahaya dipancarkan atau diabsorpsikan oleh atom hanya jika memenuhi energinya E2−E1 = hv, seperti diperlihatkan pada gambar 1.5. Jika jumlah atom pada orbital pertama adalah n1, maka perubahan jumlah
14
Sahrul Hidayat
elektron pada orbital tersebut terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai berikut.
dn1 = − B12 .n1.u (v ) dt
(1.7)
di mana u(v) adalah densitas energi yang bersesuaian dengan frekuensi transisi dari orbital pertama ke orbital kedua. Frekuensi yang bersesuaian dengan terjadinya transisi elektron tersebut dinamakan dengan frekuensi resonansi.
Gambar 1.5. Model atom Bohr. Koefisien B12 menyatakan nilai probabilitas transisi dari orbital pertama ke orbital kedua yang disertai dengan proses absorpsi. Tanda minus pada persamaan (1.7) menyatakan adanya pengurangan jumlah elektron pada orbital pertama sebagai akibat proses absorpsi.
Proses Pembangkitan Laser
15
Proses sebaliknya dinamakan proses emisi, yaitu pada saat elektron dari orbital kedua kembali ke orbital pertama dengan meradiasikan sejumlah energi. Proses berkurangnya jumlah elektron pada orbital kedua terhadap waktu dapat dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut.
B . n . u v A . n
(1.8)
Persamaan (1.8) mengungkapkan adanya dua tipe emisi dalam proses depopulasi orbital kedua, yaitu proses induksi dan proses emisi spontan.
Koefisien
B21
menyatakan probabilitas rekombinasi elektron dari orbital kedua ke orbital pertama dan tanda minus menyatakan adanya pengurangan jumlah elektron pada orbital kedua selama
proses
tersebut.
Sedangkan
koefisien
A21
menyatakan probabilitas emisi spontan yang mungkin terjadi dalam proses kembalinya elektron dari orbital kedua ke orbital pertama. Proses absorpsi dan emisi berhubungan dengan pengurangan atau penambahan populasi elektron pada tingkat energi dari sebuah atom. Secara lebih detail ungkapan proses tersebut dan hubungannya dengan perubahan populasi elektron pada suatu tingkat energi diperlihatkan pada persamaan berikut.
16
Sahrul Hidayat
B . n . u
Absorpsi
B . n . u
Induksi
A . n
Emisi spontan
dengan uph adalah densitas energi foton dari medan luar. Jika persamaan untuk emisi spontan diintegralkan, maka akan diperoleh variasi tipe emisi terhadap waktu seperti diungkapkan pada persamaan (1.9).
n t n t · eA·
(1.9)
Persamaan tersebut analogi dengan proses peluruhan radioaktif, dimana A21 menggambarkan probabilitas peluruhan yang berhubungan dengan waktu paruh (life time).
τA
(1.10)
Dalam proses emisi, life time tersebut bersesuaian dengan lebar bagian tengah dari spektrum emisi (full width half
maximum).
Berdasarkan
prinsip
ketidakpastian
Heisenberg, dapat ditentukan hubungan antara lebar spektrum dengan life time-nya, seperti diungkapkan pada persamaan (1.11).
2π · dv A
(1.11)
Di mana dv adalah lebar tengah dari spektrum emisi.
Proses Pembangkitan Laser
17
Prinsip tersebut berlaku juga untuk proses absorpsi. Dalam proses transisi atom akan melibatkan sejumlah energi yang diabsorp atau diemisikan yang besarnya adalah Eph=E2-E1. Gambar 1.6 memperlihatkan spektrum absorpsi yang mengungkapkan besarnya energi yang diserap oleh elektron selama proses transisi. Berdasarkan gambar 1.6 dapat diketahui pula bahwa rentang energi yang memenuhi untuk terjadinya proses transisi elektronik dinamakan dE dan nilai energi di mana terjadi absorpsi maksimum dinamakan E0. Secara prinsip, atom memiliki beberapa tingkat energi yang diskrit. Oleh sebab itu, transisi elektronik dapat terjadi pada beberapa level atau tingkat energi, seperti tampak pada gambar 1.7.
Gambar 1.6. Spektrum absorpsi.
18
Sahrul Hidayat
Gambar 1.7. Spektrum absorpsi dengan tiga level transisi. Konsep dasar absorpsi dan emisi merupakan prinsip penting dalam proses pembangkitan laser. Emisi yang dipancarkan oleh suatu atom yang telah mengalami eksitasi memiliki karakteristik khas yang berhubungan dengan struktur energi atomik. Emisi yang unik dapat dihasilkan dari beragam jenis atom yang memiliki struktur atau tingkat energi berbeda. Konsep dasar ini selanjutnya memunculkan ide untuk membuat beragam jenis laser dengan warna emisi yang beragam pula. Sebagai contoh, laser komersial yang dibuat dari bahan Nd-YAG dapat mengemisikan laser pada beberapa panjang gelombang yang berbeda mulai dari laser infra red (λ=1064 nm), laser hijau (532 nm), dan laser ultra violet
Proses Pembangkitan Laser
19
(355 nm). Laser Nd-YAG komersial menggunakan sistem pemompa optik atau proses eksitasi dilakukan dengan energi cahaya. Pada saat ini, berkas cahaya untuk proses pemompa laser Nd-YAG berasal dari lampu pijar. Berkas cahaya yang dipancarkan lampu pijar frekuensinya bersifat tidak koheren, sehingga efisiensi yang diserap untuk proses eksitasi tersebut sangat kecil, hanya sekitar 1%. Dalam perkembangan selanjutnya mulai dikaji penggunaan laser dioda dalam proses pemompaannya. Berkas cahaya laser dioda bersifat koheren, sehingga efisiensi absorpsi dapat mencapai 80%. Jika efisiensi absorpsi tinggi, maka proses pembangkitan laser dapat dilakukan dengan daya eksternal yang rendah.
Prinsip Dasar Resonator Optik Resonator
merupakan salah satu komponen dasar
dalam pembangkitan berkas laser. Secara fisis, prinsip dasar dari resonator tersebut adalah superposisi atau interferensi cahaya. Pada tahun 1856, Jamin membuat divais interferensi yang pertama dan berhasil melakukan pengukuran indeks bias relatif dari suatu bahan optik secara akurat. Skema interferometer Jamin diperlihatkan pada gambar 1.8.
20
Sahrul Hidayat
Gambar 1.8. Interferometer Jamin.
Gambar 1.9. Interferometer Michelson. Interferometer penting
dalam
lain
teknologi
yang laser
mempunyai
peranan
diperkenalkan
oleh
Michelson pada tahun 1882, seperti diperlihatkan pada
Proses Pembangkitan Laser
21
gambar 1.9. Berkas cahaya A melewati beam-splitter dan terbagi menjadi dua komponen, yaitu berkas acuan (reference beam) dan berkas pengukuran (measuring beam). Interferometer Michelson disebut juga sebagai two-beam interferometer. Pada tahun 1892 Mach dan Zehnder memperkenalkan interferometer jenis lain yang sekarang dikenal dengan nama interferometer MachZehnder seperti tampak pada gambar 1.10. Interferometer Mach-Zehnder mempunyai peranan penting dalam teknik pengukuran laser dan sampai sekarang masih digunakan sebagai laser vibrometer.
Gambar 1.10. Interferometer Mach-Zehnder. Terinspirasi oleh Michelson, pada tahun 1897 Fabry dan Perot mengembangkan interferometer multi-beam, seperti tampak pada gambar 1.11. Interferometer FabryPerot menjadi dasar dalam pembangkitan laser yang
22
Sahrul Hidayat
berfungsi sebagai resonator optik. Berkas cahaya datang akan terpecah menjadi beberapa komponen yang masingmasing saling berinterferensi satu sama lain.
Gambar 1.11. Interferometer multi-beam Fabry-Perot. Prinsip dasar dari interferometer Fabry-Perot adalah interferensi dua berkas (two beam interference), seperti pada interferometer Michelson. Pada gambar 1.9, tampak berkas cahaya dengan medan EA, berosilasi dengan frekuensi ω dan merambat pada lintasan rA, dapat dinyatakan dengan persamaan matematis sebagai berikut.
E A = A0 . sin (ωt + krA )
(1.12)
di mana A0 adalah amplitudo maksimum dan k adalah bilangan gelombang. Dengan cara yang sama, dapat
Proses Pembangkitan Laser
23
diungkapkan persamaan medan untuk berkas cahaya yang direfleksikan dan diteruskan berturut-turut sebagai berikut.
ER A R · sin ωt $ kxR $ φR
(1.13)
EM AM · sin ωt $ kxM $ φR k(xR-xM)
adalah
pergeseran
fase
(1.14) antara
gelombang
pengukuran dengan gelombang acuan. Pergeseran fase dapat terjadi karena lintasan gelombang pengukuran yang melewati sampel dapat lebih panjang atau lebih pendek dari gelombang acuan. Pergeseran fase tersebut dikenal juga sebagai perbedaan
lintasan yang disimbolkan dengan δ. )* dan )+ adalah perubahan fase yang terjadi akibat pemantulan oleh permukaan syarat batas. Ketika terjadi pemantulan sempurna, maka fase akan mengalami pergeseran sebesar 180o. Berkas pengukuran melintas dengan pergeseran fase sebesar 180o terhadap berkas acuan. Intensitas medan pada pertemuan antara berkas pengukuran dengan berkas acuan di dalam beam-splitter dapat diungkapkan sebagai berikut. , E E $ EM
E ER, $ EM
E AR sin ωt $ kxR AM sin ωt $ kxM
E A R sin ωt $ kxR $ AM sin ωt $ kxM
(1.15) (1.16) (1.17)
E1 dan E2 adalah intensitas medan yang terpancar dari keluaran-1 dan keluaran-2.
24
Sahrul Hidayat
Intensitas luminisensi yang memberikan kesan terhadap mata atau yang dapat ditangkap oleh detektor akan sebanding dengan kuadrat intensitas medan. I E.//0/
Oleh karena itu, intensitas luminisensi yang akan terdeteksi pada keluaran-1 dapat diungkapkan dengan rumusan sebagai berikut.
I 1AR sin ωt $ kxR AM sin ωt $ kxM 2
(1.18)
sin ωt $ kxM $ IM · sin ωt $ kxM
(1.19)
I IR · sin ωt $ kxR 2AR AM sin ωt $ kxR ·
Intensitas medan listrik tersebut berosilasi dengan frekuensi yang sangat tinggi, dalam orde gigahertz sampai terahertz. Hal tersebut mengakibatkan mata atau detektor tidak bisa menangkap intensitas medan secara cermat setiap waktu, yang dapat diukur hanya nilai rata-ratanya saja
atau
saat
sin 34
bernilai
1/2.
Dengan
mengasumsikan nilai intensitas yang terukur adalah nilai rata-ratanya, maka intensitas medan dapat dirumuskan sebagai berikut.
I IR $ IM 25IR IM sin ωt $ kxR · sin ωt $ kxM Dengan menggunakan teorema
(1.20) trigonometri
penjumlahan dan mensubstitusikan nilai rata-rata temporal
Proses Pembangkitan Laser
25
untuk cos(ωt)=0, maka akan didapat hubungan seperti diperlihatkan pada persamaan (1.21).
I
IR 9IM
5IR IM · cos δ
dengan > ? · @* @+ 2A ·
(1.21) BC BD E
. Jika pembagi
berkas (beam-spliter) berfungsi secara eksak membagi dua sama besar berkas yang datang IR = IM =1⁄2 HI , maka akan diperoleh persamaan berikut.
I
I
IJ
IJ
1 cos δ
1 $ cos δ
(1.22) (1.23)
I1 dan I2 berturut-turut adalah intensitas berkas cahaya yang terpancar dari keluaran-1 dan keluaran-2. Berdasarkan persamaan (1.22) dan (1.23) dapat diketahui bahwa jika beda lintasan δ sama dengan nol, maka I1 sama dengan nol dan I2 sama dengan I0. Sedangkan jika beda lintasan 180o, maka I2 sama dengan nol dan I1 sama dengan I0. Hubungan antara intensitas hasil superposisi dengan beda lintasan secara lebih lengkap diperlihatkan pada gambar 1.12.
26
Sahrul Hidayat
Gambar 1.12. Grafik intensitas superposisi dua berkas cahaya identik. Pada interferometer Fabry-Perot, interferensi yang terjadi berasal dari banyak berkas cahaya, oleh sebab itu, interferometer tersebut biasa disebut juga interferometer multibeam. Pada interferometer Fabry-Perot, terdapat dua buah cermin yang berbentuk plat sejajar, seperti tampak pada gambar 1.11. Gelombang yang memiliki intensitas I0 dan amplitudo A0 datang pada interferometer dengan membentuk sudut α, seperti tampak pada gambar 1.13.
Proses Pembangkitan Laser
27
Gambar 1.13. Diagram perubahan amplitudo pada interferometer Fabry-Perot. Gelombang yang datang pada cermin Fabry-Perot mengalami pemantulan dan saling berinterferensi satu sama lain. Jika salah satu cermin memiliki reflektivitas kurang dari 100%, maka akan ada sebagian berkas gelombang yang ditransmisikan. Perubahan intensitas atau amplitudo gelombang setelah mengalami refleksi dan interferensi dapat diungkapkan sebagai berikut. I1 = (1−R).I0 = T.I0 Jika I=E2, maka :
Ai1 = 1 − R
(1.24)
28
Sahrul Hidayat
AK R · AK √1 R · R · AN
AKO R · AK √1 R · R · AN AKP R · AKO √1 R · RO · AN
AK R · AK √1 R · R · AN
(1.25)
Besarnya amplitudo berkas gelombang yang keluar dari salah satu plat cermin adalah sebagai berikut.
A √1 R · AK 1 R · AN
A √1 R · AK 1 R · R AN AO √1 R · AKO 1 R · RO AN
A √1 R · AK 1 R · R AN Di
dalam
interferometer
Fabry-Perot,
(1.26) berkas
gelombang mengalami osilasi. Akibat adanya perbedaan panjang lintasan, akan muncul pergeseran fase antara berkas gelombang yang ditransmisikan. Jika diambil acuan berkas E1, maka pergeseran fase δ dapat didefinisikan sebagai berikut.
δ
Q
.R S
(1.27)
Jika persamaan gelombang dinyatakan dalam fungsi kosinus, dan diambil acuan E1, maka dapat diturunkan persamaan gelombang setelah mengalami osilasi sebagai berikut.
Proses Pembangkitan Laser
29
E A · cos ωt $ kx
E A · cos ωt $ kx $ δ
EO AO · cos ωt $ kx $ 2δ
E A · cos ωt $ kx $ n 1δ E 1 R · R · AN ·
cos ωt $ kx $ n 1δ
(1.28)
Selanjutnya dapat dihitung intensitas yang merupakan kuadrat dari medan.
I E · E,
(1.29)
Untuk menghitung intensitas, persamaan medan dapat diubah menjadi bentuk eksponensial, sebagai berikut.
E Re T
eK U9QV · 1 R · A · Z ∑Y R · eK X
(1.30)
Berdasarkan teori deret geometri, penjumlahan suku sampai suku ke-p adalah sebagai berikut.
∑Y R · eKX
R[ ·\][^
(1.31)
R·\]^
Jika refleksi p jumlahnya sangat besar dan nilai reflektansi R<1, maka nilai Rp mendekati nol, dan selanjutnya dapat diturunkan persamaan medan sebagai berikut.
E Re _eK U9QV · 1 R · AN · eKX . R·\]^`
(1.32)
Selanjutnya intensitas yang merupakan kuadrat dari medan
30
Sahrul Hidayat
dapat diturunkan sebagai berikut.
I E · E,
R
R
I IN 1 R·\]^ 2·1 R·\a]^2 IN R·\]^R·\a]^ 9R
R
I IN 9R R·.R X
(1.33)
Dari persamaan trigonometri dapat diketahui hubungan c
2 · sin bd 1 cos δ, sehingga persamaan (1.33) dapat diubah menjadi sebagai berikut.
I IN
R
R 9P·R·RK bXed
(1.34)
Berdasarkan persamaan (1.27), dapat diketahui bahwa pergeseran fase δ sangat ditentukan oleh berkas sudut datang α. Jika berkas sudut datang α nilainya sangat kecil dan mendekati nol, maka cosα pada persamaan (1.27) akan bernilai satu, sehingga pergeseran fase menjadi sebagai berikut. ··Q
δ .R S 2 · d · k
(1.35)
Sehingga akan didapat persamaan intensitas yang keluar dari resonator Fabry-Perot adalah sebagai berikut.
I IN
R
R 9P·R·RK b
fg d h
(1.36)
Jika diplot kurva intensitas yang ditransmisikan dari
Proses Pembangkitan Laser
31
interferometer Fabry-Perot adalah seperti diperlihatkan pada gambar 1.14.
Gambar 1.14. Kurva intensitas transmisi interferometer Fabry-Parot. Jika interferometer Michelson dan Fabry-Perot untuk
koefisien
refleksi
0.96
dibandingkan,
maka
intensitas transmisi interferometer Fabry-Perot tampak lebih tajam seperti diperlihatkan pada gambar 1.15. Berdasarkan
gambar
1.15
dapat
diketahui
bahwa
meskipun persentase yang ditransmisikan hanya 4%, tetapi intensitas transmisi tetap maksimum. mengindikasikan
interferometer
Hal tersebut
Fabry-Perot
dapat
menyimpan energi dan berfungsi sebagai resonator.
32
Sahrul Hidayat
Berdasarkan sifat tersebut, interferometer Fabry-Parot banyak
dimanfaatkan
sebagai
resonator
untuk
memproduksi berkas laser berenergi tinggi.
Gambar 1.15. Perbandingan intensitas transmisi interferometer Michelson dan Fabry-Perot. Dengan mengasumsikan modus kavitas terdiri dari sistem Fabry-Perot longitudinal seperti tampak pada gambar 1.16a, maka daya yang hilang untuk semua modus kavitas adalah sebagai berikut.
γtot = γm + γi
(1.37)
Proses Pembangkitan Laser
33
Di mana ij adalah kerugian daya internal kavitas. Kerugian daya pada kedua cermin Fabry-Perot dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut.
γl γl $ γl
γl ,l L ln p
(1.38)
(1.39)
,
Kerugian daya cermin merupakan penjumlahan dari
kerugian pada cermin kiri (iq dan kerugian pada cermin kanan
(iq .
dilambangkan dinotasikan
Daya
pantul
r ,
dengan dengan
L.
cermin
dan
Untuk
jarak modus
(reflektivitas) antar-cermin gelombang
longitudinal, panjang gelombang dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut.
λK
t] L
(1.40)
K
Di mana i merupakan bilangan bulat sembarang yang menyatakan nomor modus gelombang longitudinal dan n adalah bagian real dari fungsi kompleks indeks kavitas. Nilai n merupakan fungsi dari panjang gelombang λ, yang dapat dinyatakan sebagai berikut
n. λ n λ $ j
v t
(1.41)
dengan w x adalah penguatan daya laser. Dalam kondisi stasioner kehilangan daya total iyIy akan diimbangi oleh penguatan daya g.
34
Sahrul Hidayat
Gambar 1.16. (a) Tampilan skematik kavitas Fabry-Perot (b) Spektrum kerugian daya total (c) Spektrum penguatan daya (d) Spektrum berkas laser.
Proses Pembangkitan Laser
35
Jarak antar-modus longitudinal adalah sama seperti tampak pada gambar 1.16(b). Nilai tersebut dapat diungkapkan dengan persamaan berikut.
∆λl
tJ
(1.42)
{ L
di mana xN adalah nilai tengah panjang gelombang dan |} adalah indeks bias efektif dari kavitas yang diungkapkan seperti pada persamaan (1.43).
nv ~
QJ QJ
tJ
n λN λN ~t
(1.43)
tJ
Kavitas Fabry-Perot tidak menyeleksi panjang gelombang tertentu. Rentang panjang gelombang yang dihasilkan berasal dari modus penguatan g(λ) dari media aktif yang mengemisikan gelombang pada panjang gelombang tertentu, seperti tampak pada gambar 1.16(c). Berkas laser yang dihasilkan dari kavitas Fabry-Pertot terdiri dari beberapa modus (multimode) seperti tampak pada gambar 1.16(d). Untuk menguji kemurnian spektrum yang dihasilkan dapat
dilakukan
dengan
menghitung
side
mode
suppression ratio (SSR). Nilai SSR menggambarkan ketajaman spektrum yang dihasilkan, yaitu rasio antara spektrum dominan dengan modus spektrum di sebelahnya. Nilai SSR dari spektrum dengan modus beragam dapat
36
Sahrul Hidayat
dihitung dari rata-rata daya yang dihasilkan. Misalnya, untuk modus dominan (modus 0) panjang gelombangnya
xN , untuk modus kedua terkuat (modus 1) panjang
gelombangnya x xN $ Δxq , dan seterusnya.
Dalam keadaan stasioner, jumlah foton di dalam kavitas Fabry-Perot untuk modus yang ke-i dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
SN 0 R R λN $ SN υvΔg λN S 0 R R λ $ S υv Δg λ
(1.44) (1.45)
Di mana
x adalah emisi spontan rata-rata dan
} ⁄|} adalah kecepatan group. Nilai SSR adalah
rasio antara densitas foton pada modus 0 dan modus 1, seperti diungkapkan pada persamaan (1.46).
SSR
SJ
(1.46)
S
Dengan menggunakan hubungan Einstein, emisi spontan rata-rata dapat diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut.
R R λ nR υvg λ
Di mana |
(1.47)
adalah faktor emisi spontan yang
berhubungan dengan populasi inversi, untuk bahan semikonduktor nilainya ≈2. Jika penguatan daya g hampir sebanding dengan kehilangan daya iyIy , maka emisi
Proses Pembangkitan Laser
37
spontan rata-rata dapat juga diungkapkan dalam bentuk lain seperti terlihat pada persamaan (1.48).
R R λN R R λ nR υv γ
(1.48)
Dengan mensubstitusikan persamaan (1.48) ke dalam persamaan (1.45), maka akan diperoleh persamaan jumlah foton untuk modus 1 sebagai berikut.
S
[ v t
(1.49)
Berdasarkan gambar 1.16(c) dapat diambil pendekatan persamaan sebagai berikut.
Δg λ Δg λN δg δg
(1.50)
Di mana δg adalah selisih penguatan modus antara dua modus terkuat yang berurutan. Jika diasumsikan bahwa
>w |Δw xN |, maka jumlah foton untuk modus pertama
dapat diungkapkan seperti pada persamaan (1.51).
S
[ Xv
(1.51)
Jika mengambil hubungan antara jumlah foton modus ke-0 dengan daya keluaran untuk tiap cermin P dan mengasumsikan reflektansi kedua cermin sama (r r ,
maka dapat diturunkan persamaan berikut.
SN
P
{
(1.52)
Di mana adalah energi foton dari berkas keluaran. Dengan mensubstitusikan persamaan (1.51) dan (1.52) ke
38
Sahrul Hidayat
dalam persamaan (1.46), akhirnya dapat diperoleh rumusan SSR seperti diungkapkan pada persamaan (1.53).
SSR
PXv
{ [
(1.53)
BAB II LASER KRISTAL FOTONIK
Sejak akhir tahun 1950, konsep tentang laser telah menginspirasi begitu banyak penemuan baru baik di dalam bidang ilmu dasar ataupun di dalam teknologi terapan. Selama kurang lebih empat dasawarsa, divais laser menggunakan sepasang cermin sejajar (Fabry-Perot) untuk sistem kavitasnya. Hal tersebut menyebabkan perangkat laser
menjadi
besar
sehingga
memerlukan
tempat
penyimpanan khusus. Selain itu, sifat refleksi dari cermin cenderung menghasilkan berkas cahaya yang melebar, sehingga berkas laser yang keluar dari sistem tersebut kurang tajam. Pada tahun 1984, secara teori diprediksi bahwa media dielektrik yang memiliki ketidakteraturan tertentu akan menyebabkan hamburan berkas cahaya dan dapat
40
Sahrul Hidayat
mengubah sifat-sifat propagasi foton. Pada kondisi tertentu, interferensi dari beberapa berkas hamburan dapat memodifikasi sifat pergerakan berkas cahaya dari keadaan difusi menjadi keadaan terlokalisasi. Konsep lokalisasi cahaya dapat dianalogikan dengan konsep lokalisasi elektron di dalam kristal zat padat. Konsep tersebut selanjutnya mendorong pengembangan teori bandgap fotonik (photonic bandgap, PBG). Divais PBG terdiri dari susunan periodik bahan dielektrik yang periodisitasnya berada pada daerah panjang gelombang cahaya. Divais tersebut dinamakan kristal fotonik. Hamburan cahaya dari sistem periodik tersebut dapat mencegah atau meneruskan berkas cahaya pada frekuensi dan arah tertentu. Jika suatu bahan pengemisi ditempatkan di dalam kristal fotonik, maka emisi spontannya dapat dikontrol dengan modifikasi frekuensi
gap.
dimanfaatkan Di
dalam
Fenomena untuk sistem
menarik
tersebut
dapat
menghasilkan
berkas
laser.
konvensional,
proses
optik
hamburan akan melemahkan berkas cahaya atau dalam kasus ini berkas laser akan rusak akibat hilangnya sejumlah foton oleh hamburan. Sedangkan dalam sistem
Laser Kristal Fotonik
41
kristal fotonik, proses hamburan akan menguatkan berkas cahaya sehingga kerugian daya akibat serapan bahan atau akibat lainnya dapat ditanggulangi. Jika suatu bahan penguat berkas ditempatkan di dalam kristal fotonik, maka akan terjadi penguatan berkas pada frekuensi tertentu yang sesuai dengan bandgap dari kristal tersebut. Kristal fotonik dalam hal ini berfungsi sebagai pengganti cermin dalam sistem laser konvensional. Di dalam kristal fotonik, berkas cahaya dengan frekuensi tertentu akan terjebak dan bergerak bolak-balik melewati media penguat, sehingga berkas cahaya mengalami penguatan daya. Konsep ini memungkinkan membuat suatu divais laser tanpa cermin, bahkan kavitas laser dapat dibuat dalam skala mikro sehingga divais laser pun dapat dibuat dengan ukuran yang sangat kecil. Secara fisis, kristal fotonik adalah susunan material dielektrik yang memberikan efek hamburan Bragg sangat kuat. Pada kondisi yang tepat, yaitu komposisi bahan, struktur kristal, dan simetri kisi tertentu, maka daerah frekuensi terlarang atau bandgap fotonik dapat dihasilkan. Dengan adanya bandgap fotonik, selanjutnya dapat mengontrol propagasi gelombang elektromagnetik pada
42
Sahrul Hidayat
frekuensi dan arah tertentu. Sifat-sifat
menarik
kristal
fotonik
selanjutnya
mendorong berbagai usaha eksperimen untuk melakukan fabrikasi divais struktur mikro dielektrik. Untuk divais laser,
penelitian
kristal
fotonik
diharapkan
dapat
menghasilkan divais laser dalam ukuran mikro dengan efisiensi yang tinggi dan daya ambang pemompa yang rendah. Divais laser yang menggunakan kristal fotonik, secara prinsip terdiri dari dua jenis. Pertama, divais laser yang berbasis band-edge, yaitu emisi cahaya terjadi pada tepi atas atau tepi bawah pita fotonik. Sedangkan tipe kedua berbasis defect-mode, yaitu memanfaatkan keadaan terlokalisasi pada modus cacat sebagai kavitas laser. Pada tepi pita fotonik, terjadi penggabungan antara berkas cahaya
dari
pengemisi
dan
modus
gelombang
elektromagnetik yang muncul tepat dari pita fotonik tersebut. Dengan demikian, sepanjang tepi pita fotonik akan terjadi penguatan berkas foton yang signifikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penguatan berkas cahaya seperti prinsip di atas dihasilkan dari umpan balik terdistribusi di dalam kristal fotonik untuk semua arah propagasi.
Laser Kristal Fotonik
43
Sifat yang lain dari kristal fotonik adalah mampu mengurung berkas gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengontrol laju emisi spontan. Jika seberkas cahaya diradiasikan oleh suatu atom dan frekuensinya berada pada rentang bandgap fotonik, maka hamburan raditif tersebut akan terkurung. Jika ke dalam kristal fotonik tersebut disubstitusikan suatu cacat, misalnya dengan menambahkan bahan dielektrik yang berbeda, maka akan muncul modus gelombang terlokalisasi di dalam kristal tersebut. Di dalam kasus ini, emisi spontan akan terlokalisasi di daerah cacat dan kristal fotonik berfungsi sebagai kavitas mikro dengan faktor kualitas yang tinggi. Prinsip tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan berkas laser dengan frekuensi yang tajam dan daya ambang pemompa yang rendah. Laser Berbasis Reflektor Bragg Terdistribusi (RBT) Penelitian untuk pengembangan divais laser terus dilakukan terutama untuk merealisasikan laser modus tunggal dengan berkas cahaya yang tajam. Laser dengan karakteristik tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan
44
Sahrul Hidayat
kapasitas dan jangkauan transmisi di dalam sistem komunikasi fiber optik. Secara prinsip, metode yang mungkin untuk mendapatkan modus tunggal adalah dengan meningkatkan perbedaan penguatan antara modus yang dominan dengan modus di sampingnya. Salah satu caranya adalah dengan membuat kerugian daya total sebagai fungsi dari panjang gelombang. Secara skematik prinsip tersebut diperlihatkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Karakteristik penguatan dan kerugian daya sebagai fungsi panjang gelombang pada suatu divais laser. Pada gambar 2.1 tampak bahwa peningkatan seleksi modus frekuensi dapat dicapai jika kurva karakteristik kerugian daya γtot(λ) lebih lengkung dibandingkan dengan
Laser Kristal Fotonik
45
kurva penguatan g(λ). Salah satu cara untuk memanipulasi penguatan
tersebut
adalah
menggunakan
sistem
interferensi dari cermin multi lapisan yang memiliki indeks bias berbeda secara periodik, seperti diperlihatkan pada gambar 2.2(a). Di dalam sistem multi lapisan, superposisi dari gelombang pantul akan terjadi pada setiap bidang
batas
antarlapisan.
Jika
secara
skematik
diilustrasikan gelombang merambat pada arah z, maka komponen-komponen
gelombang
yang
mengalami
superposisi dapat diuraikan seperti pada gambar 2.2(b). (a) n1
n2
n1
n2
n1
n2
(b)
Gambar 2.2. (a) Skematik sistem multi lapisan (b) Ilustrasi reflektor Bragg 1D.
46
Sahrul Hidayat
Untuk panjang gelombang tertentu, yaitu pada saat nilai Λ kelipatan bulat dari π, maka akan terjadi interferensi
saling
menguatkan
dan
mengakibatkan
terjadinya pemantulan maksimum. Sedangkan untuk panjang gelombang yang lain, akan terjadi interferensi saling menguatkan dan saling melemahkan yang terjadi secara simultan dengan efek pemantulan yang lebih kecil. Nilai dari koefisien refleksi (R) mengalami perubahan
tanda sesuai dengan perubahan indeks bias, yaitu bisa ∆n
untuk z kelipatan genap dari Λ⁄2 atau - ∆n untuk z
kelipatan ganjil dari Λ⁄2 . Panjang gelombang pada kondisi kΛ π dinamakan dengan panjang gelombang
Bragg (λB .
Sistem kisi Bragg dapat dibuat di dalam susunan divais laser, yaitu ditempatkan di sisi-sisi luar kavitas, seperti tampak pada gambar 2.3a. Kisi Bragg akan berfungsi memantulkan secara selektif berkas cahaya yang diemisikan dari bahan aktif. Berkas cahaya yang dipantulkan adalah hanya yang panjang gelombangnya sesuai dengan panjang gelombang Bragg. Selain itu, sistem reflektor Bragg terdistribusi (RBT) dapat juga digandengkan dan ditempatkan di lapisan paling bawah
Laser Kristal Fotonik
47
setelah lapisan aktif, seperti tampak pada gambar 2.3b. Susunan tersebut biasa disebut juga sistem umpan balik terdistribusi (UBT).
(a)
(b)
Gambar 2.3. (a) Skematik sistem laser berbasis RBT (b) berbasis UBT. Kisi dibentuk dari variasi periodik ketebalan bahan dengan indeks bias n0 yang dilapisi dengan bahan lain berindeks bias n1. Dengan demikian susunan periodik dengan kontras indeks bias n1 dan n0. Jika gangguan indeks bias tersebut hanya
berlaku untuk modus
transversal saja, maka pengaruhnya terhadap indeks bias efektif, nef = kz/k0 pada sistem pandu gelombang melemah.
48
Sahrul Hidayat
Walaupun demikian sistem RBT tersebut cukup efektif untuk menggantikan sistem Fabry-Perot pada suatu divais laser. Di dalam sistem RBT, keberadaan kisi telah mengakibatkan adanya gangguan indeks bias yang selanjutnya mengubah sifat propagasi cahaya pada panjang gelombang tertentu. Gangguan propagasi tersebut adalah terjadinya pemantulan berkas cahaya pada setiap bidang batas indeks bias yang berbeda. Akibatnya gelombang akan terpantul bolak-balik di antara kisi. Dalam kasus ini, umpan balik optik tidak terlokalisasi pada suatu kavitas, tetapi terdistribusi di seluruh bagian sistem UBT atau RBT. Untuk memahami secara lebih jelas proses tersebut diperlukan penjelasan tentang sistem propagasi gelombang di dalam struktur periodik. Salah satu pendekatan teori yang dapat digunakan adalah teori modus terkopel yang diperkenalkan oleh Kogelnik dan Shank pada tahun 1972. Model matematika untuk sistem RBT diperlihatkan pada gambar 2.4. Di dalam model tersebut, struktur periodik berupa pola sinusoida dalam arah z dengan indeks bias efektif nef.
Panjang model divais RBT dimisalkan LB, yaitu dari 0
Laser Kristal Fotonik
49
sampai dengan z = LB. Indeks bias efektif bervariasi sepanjang sumbu-z dengan fungsi seperti pada persamaan 2.1. nef ( z ) = nef +
∆nef 2
sin k g z
(2.1)
Di mana nef dan ∆nef adalah rata-rata indeks bias efektif dan perbedaan indeks bias efektif (selisih nilai tertinggi dan terrendah). Vektor gelombang di dalam kisi kg merupakan fungsi dari periodisitas kisi yang dapat dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut.
kg =
2π Λ
(2.2)
Gambar 2.4 (a) Model matematika sistem RBT (b) Profil 2
intensitas medan yang bergerak ke arah sumbu ( z + E + ) 2
dan kearah sumbu ( z − E− ) sebagai fungsi z (c) Skematik struktur reflektor.
50
Sahrul Hidayat
Vektor gelombang sebagai fungsi dari z dapat diungkapkan seperti pada persamaan (2.3), di mana k0
adalah vektor gelombang di dalam vakum (2 ⁄ .
kz k n z
(2.3)
Jika diasumsikan variasi indeks biasnya kecil ∆
, maka kontribusi dari ∆ dapat diabaikan. Dengan
demikian kuadrat vektor gelombang dapat diungkapkan seperti pada persamaan (2.4).
kz k n n ∆n sin k ! z
(2.4)
Selanjutnya persamaan gelombang dalam arah z untuk keadaan
stationer
dapat
diungkapkan
seperti
pada
persamaan (2.5) "# E "%#
k n n ∆n sin k ! z E 0
(2.5)
Dengan prinsip teori modus terkopel, fungsi medan E dapat dipisahkan antara medan yang bergerak ke depan
(E+) dan ke belakang (E−) seperti pada persamaan (2.6)
Ez E' z E( z
E' z Az exp -jk B z E( z Bz exp jk B z
(2.6) (2.7) (2.8)
Medan E+(z) merambat dalam arah +z dan E−(z) merambat dalam arah −z. Notasi 0 dan 0 menyatakan panjang
Laser Kristal Fotonik
51
gelombang Bragg dan vektor gelombang Bragg, yang masing-masing diungkapkan pada persamaan (2.9) dan (2.10).
λB 2. 2n Λ kB
34
(2.9)
5.26 7 89
(2.10)
:B
Di mana 2 menyatakan bagian real dari rata-rata
indeks bias efektif . A(z) dan B(z) merupakan
amplitudo sebagai fungsi z. Perubahan amplitudo tersebut dalam arah z sangat kecil sehingga turunan kedua dari A(z) dan B(z) terhadap z dapat diabaikan. Selanjutnya persamaan gelombang dapat diturunkan sebagai berikut: "# E "%#
"# E< "%#
"# E= "%#
" # E< "%#
"# E=
"%#
>-2jkB >2jk B
Dengan
"A "%
"B "%
(2.11)
- k B A@ exp-jk B z
- k B B@ expjk B z .
menggunakan
persamaan sin A
(2.12)
hubungan
B DEFG (DE(FG #C
(2.13) seperti
pada
, maka suku kedua
pada persamaan (2.5) dapat diubah menjadi bentuk eksponensial seperti diungkapkan pada persamaan (2.14).
k >n
7 89 ∆689 6 H
exp2jk B z - exp-2jk B z @
I JA exp-jk B z B expjk B z K
(2.14)
52
Sahrul Hidayat
Jika perkalian pada persamaan (2.14) dioperasikan dan
mengabaikan suku expL3N0 , maka akan didapatkan persamaan (2.15)
>k n A jk B - jk >k n
7 89 ∆689 6
7 89 ∆689 6
B@ exp-jk B z
A@ expjk B z
(2.15)
Suku pertama merupakan komponen propagasi gelombang yang bergerak ke arah z+, sedangkan suku kedua bergerak ke arah z−. Jika persamaan (2.12), (2.13), dan (2.15) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.5), maka akan didapatkan
persamaan
gelombang
terkopel
sebagai
berikut:
>Ok n - k B PA - 2jk B jk
7 89 ∆689 6
2jk B
"B "%
"A "%
B@ exp-jk B z >Ok n - k B PB
- jk
789 ∆689 6
A@ expjk B z 0
(2.16)
Suku pertama merupakan persamaan propagasi gelombang yang bergerak ke arah z+, sedangkan suku kedua bergerak ke arah z−. Berdasarkan persamaan (2.16), ungkapan tersebut akan benar atau sama dengan nol jika kedua sukunya juga sama dengan nol. Jika demikian, maka harus terpenuhi
Laser Kristal Fotonik
53
syarat seperti diungkapkan pada persamaan (2.17).
kn k B ∆β
(2.17)
Di mana ∆β merupakan simpangan dari vektor gelombang
terhadap
gelombang
pada
vektor panjang
gelombang gelombang
Bragg
(vektor
Bragg) 0 .
Berdasarkan persamaan (2.17) dan (2.10), ∆β biasa disebut juga sebagai frekuensi detuning dinyatakan sebagai fungsi dari simpangan panjang gelombang terhadap
panjang
Bragg R - 0
gelombang
sebagai berikut
Δβ 2π >
7 89 :B 'T: 6 :B 'T:
-
7 89 :B P 2O6 :B
jk k B 2n - k λB n,!
T:
@ (2.18)
:B
dimana ,V adalah group indeks bias efektif pada panjang gelombang Bragg.
Wn,! 2On λB P - λB "26789 X ":
:Y:B
(2.19)
Jika kasus yang dilihat hanya sekitar panjang gelombang Bragg, maka nilai ∆β relatif kecil dibandingkan dengan
vektor gelombang Bragg, |Δ[| 0 . Selanjutnya akan didapat persamaan vektor sebagai berikut
k n - k B 2k B ∆β.
(2.20)
54
Sahrul Hidayat
Jika persamaan (2.20) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.16), maka akan didapatkan persamaan gelombang terkopel sebagai berikut
ΔβA - j ΔβB j
"A "%
"B "%
jκB 0
- jκA 0.
(2.21) (2.22)
Notasi κ merupakan konstanta kopling yang ungkapannya seperti pada persamaan (2.23).
κ
3] ^689 _
.
(2.23)
Persamaan (2.21) dan (2.22) dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan diferensial vektor sebagai berikut.
`Ea OAP B "
"%
(2.24)
`Ea b-j∆β κ c `Ea κ jΔβ
(2.25)
Nilai eigen s dari matriks dua kali dua tersebut adalah
sd, Ls
s eκ - Δβ .
(2.26)
2.27
Selanjutnya vektor eigen g`a dapat diungkapkan seperti pada persamaan (2.28) dan (2.29).
`Ead E h d m H^i'j /l
`Ea E h d m H^i(j /l
(2.28) (2.29)
Laser Kristal Fotonik
55
Notasi E0 merupakan konstanta normalisasi yang secara fisis bermakna kuat medan listrik dengan satuan volt per meter. Selanjutnya akan didapat solusi umum dari persamaan
(2.25)
yang
ungkapannya
seperti
pada
persamaan (2.30).
`Ea C `Ead expsz C`Ea exp-sz
(2.30)
Konstanta C1 dan C2 dapat diperoleh dari aproksimasi syarat batas pada model RBT. Hubungan medan pada syarat batas model RBT, yaitu pada z = 0 dan z = LB adalah sebagai berikut:
`Ea0 T. `EaLB
(2.31)
dengan T adalah matriks transfer dari model RBT. Nilai T dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.28), (2.29), (2.30), dan (2.31). q r
sinhsLB coshsLB v∆w x -yx sinh sLB
-yx sinhsLB
coshsLB - v∆w sinhsLB x
z
(2.32) Jika
pada
persamaan
(2.21)
dan
(2.22)
disubstitusikan syarat batas A(0)=A0 dan B(L)=0, maka diperoleh solusi dari persamaan diferensial terkopel
56
Sahrul Hidayat
tersebut adalah sebagai berikut :
Az A Bz A
j {|j} jLB (% 'H∆i j6} jLB (% j {|j} jLB 'H∆i j6} jLB
Hl j6} jLB (%
(2.33) (2.34)
j {|j} jLB 'H∆i j6} jLB
Koefisien reflektansi dari model divais RBT dapat diperoleh dari rasio gelombang terpantul dan gelombang datang, sebagai berikut.
R
B
A
r |R|
Hl j6} jLB
(2.35)
j {|j} jLB 'H^i j6} jLB l# j6}# jLB
j# {|j}# jL
B '^i
# j6}# jL
B
(2.36)
Notasi r adalah reflektansi yang sebanding dengan daya yang
ditransfer
dalam
arah
propagasi
gelombang.
Berdasarkan persamaan tersebut tampak bahwa daya berbanding terbalik dengan kuadrat frekuensi detuning (∆β/κ)2, yang berarti daya maksimum dapat diperoleh pada nilai frekuensi detuning kecil. Untuk mempermudah analisis terhadap persamaan (2.36) selanjutnya dilakukan simulasi dengan bantuan software mathlab. Program simulasi yang telah dibuat ditampilkan pada gambar 2.5.
Laser Kristal Fotonik
57
Gambar 2.5. Tampilan program simulasi model kisi Bragg. Sebagai bahan kajian, telah dilakukan perhitungan reflektansi model divais RBT dengan bantuan program seperti yang ditampilkan pada gambar 2.5. Contoh parameter sampel yang diambil adalah panjang kisi Bragg LB =16 µm, konstanta kopling 0,398 µm-1, dan frekuensi
detuning 2 µm-1. Karakteristik sinyal output dari kisi Bragg tersebut tampak pada gambar 2.6. Selanjutnya dilakukan pengujian pengaruh panjang kisi Bragg terhadap karakteristik refleksi dan hasil perhitungan tersebut diperlihatkan pada gambar 2.7.
58
Sahrul Hidayat
Gambar 2.6. Karakteristik sinyal keluaran dari divais RBT. Selain itu, selanjutnya diperlukan rancangan devais RBT yang menghasilkan kualitas sinyal pantulan terbaik. Optimasi
parameter
devais
perlu
dilakukan
untuk
menghasilkan reflektansi tertinggi. Reflektansi tertinggi bernilai 1 yang menunjukkan divais RBT merefleksikan secara total sinyal yang masuk. Karakteristik tersebut mirip dengan sistem kerja cermin pada divais Febry-Parot. Salah satu hasil perhitungan untuk mendapatkan nilai konstanta kopling optimum disajikan pada gambar 2.8. Berdasarkan gambar tersebut tampak bahwa reflektansi maksimum dengan parameter divais seperti di atas dapat diperoleh mulai nilai konstanta kopling 0,2 µm-1.
Laser Kristal Fotonik
59
Gambar 2.7. Karakteristik sinyal keluaran divais RBT dengan panjang kisi 500 µm. Berdasarkan gambar 2.6 tampak bahwa sinyal keluaran dari sistem divais RBT tidak menghasilkan modus tunggal. Hal tersebut disebabkan oleh tidak sinkronnya panjang gelombang input dengan panjang gelombang Bragg λB. Modus tunggal yang optimal dapat diperoleh jika periode kisi sinkron dengan λB. Tetapi hal tersebut memunculkan masalah dengan membesarnya modus samping (side lobe) yang tidak diinginkan. Masalah lain dari model laser sistem RBT adalah penempatan divais aktif di antara dua sistem pandu gelombang (kisi) yang berbeda, seperti tampak pada gambar 2.3a. Hal tersebut akan menyebabkan semakin
60
Sahrul Hidayat
banyaknya daya yang hilang pada sistem terkopel dan timbulnya refleksi yang tidak dikehendaki pada batas bahan aktif dengan kisi (parasitic reflection). Selain itu, model divais RBT teknik fabrikasinya cukup sulit karena harus membuat cacat di antara dua sistem pandu gelombang yang sedapat mungkin identik. Pengaruh Konstanta Kopling terhadap Reflektansi 1,2
Reflektansi
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
Konstanta Kopling (1/um)
Gambar 2.8. Karakteristik reflektansi divais RBT terhadap konstanta kopling dengan parameter divais LB=16 µm,
∆β/κ =1,25 µm-1. Model divais laser lain yang teknik fabrikasinya lebih sederhana adalah sistem umpan balik terdistribusi (UBT), seperti tampak pada gambar 2.3b. Secara dimensi, model laser UBT dapat dibuat lebih kecil daripada divais RBT, karena bahan aktif dapat disisipkan atau dicampur
Laser Kristal Fotonik
61
secara langsung dalam kisi. Dalam sistem UBT, proses distribusi umpan balik akan terjadi di sepanjang area kisi. Hal
tersebut
akan
menghasilkan
efisiensi
pandu
gelombang yang lebih baik. Dengan sistem UBT, model laser yang lebar juga dapat dibuat tanpa memengaruhi efisiensi keluaran dari sistem tersebut. Dengan demikian struktur model UBT lebih layak untuk divais laser komersial dibandingkan dengan model RBT.
Laser Berbasis Umpan Balik Terdistribusi (UBT) Pada gambar 2.9 tampak secara skematik model laser umpan balik terdistribusi (UBT) yang terdiri dari kisi Bragg tanpa refleksi di ujung-ujung divais tersebut (Rd R 0 .
Karakteristik
reflektansi
dan
batas
ambang
penguatan dari divais tersebut dapat dihitung dengan bantuan persamaan 2.35 dengan mengambil syarat batas LB = L. Di dalam model laser UBT, bahan aktif yang
berfungsi sebagai penguat berkas optik, berada secara langsung di dalam struktur kisi. Secara matematika, kehadiran bahan penguat optik (g) direpresentasikan di
dalam bagian imajiner indeks bias .
62
Sahrul Hidayat
g = 2k 0 ℑ( nef )
(2.37)
Gambar 2.9. Skematik model laser UBT. Di mana ℑ( nef ) adalah bagian imajiner dari indeks bias efektif. Dalam kasus ini media penguat berada secara langsung
di
dalam
kisi
Bragg,
sehingga
vektor
gelombangnya merupakan fungsi dari panjang gelombang Bragg seperti diungkapkan pada persamaan (2.38). g ≅ 2k 0 (λ B ) ℑ(nef )
(2.38)
Berdasarkan definisi dari refleksi kisi Bragg yang diungkapkan pada persamaan (2.35), koefisien refleksi R pada model laser UBT dapat diasumsikan tak hingga (R→∞) seperti terlihat pada gambar 2.9. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dari persamaan (2.35) dapat diturunkan persamaan (2.39) sebagai berikut.
j∆β sinh(sL) + s cosh(sL) = 0
(2.39)
Laser Kristal Fotonik
Persamaan terhadap
dapat diubah panjang
divais
menjadi tidak laser,
yaitu
63
tergantung
dengan
menormalisasi ∆[ dan sL sebagai fungsi .
cara
Jika persamaan (2.39) kedua ruasnya dikalikan
dengan L dan ∆[ dieliminasi dengan persamaan (2.27),
maka akan didapat persamaan nilai eigen sebagai fungsi
.
sL LjκL sinhsL
(2.40)
Dari persamaan (2.40) akan didapat solusi kompleks untuk sL. Masing-masing solusi untuk sL berhubungan dengan modus propagasi di dalam divais laser UBT. Dengan mensubstitusikan ∆[ ke dalam persamaan (2.18) dan
menyamakan bagian real dan imajiner dari persamaan tersebut dengan persamaan (2.38), akan didapat persamaan ambang penguatan (
dan panjang gelombang (
0 R untuk masing-masing modus. g }
^iL
δλ -
L
:B
789,4 L 3] :B 6
(2.41)
2ΔβL
(2.42)
Istilah jarak antarmodus propagasi R sama seperti dalam sistem laser Fabry-Perot (persamaan 1.42), yang dapat diungkapkan seperti pada persamaan (2.43).
64
Sahrul Hidayat
δλ -Δλ
2^iL
dengan Δ
(2.43)
5
#
,
.
Gambar 2.10 memperlihatkan hasil perhitungan modus penguatan berkas di dalam model laser UBT untuk 20 modus terendah dengan beberapa variasi panjang kisi. Berdasarkan gambar tersebut tampak bahwa modus penguatan terkecil berada pada daerah dekat panjang gelombang Bragg, di mana R 0 . Pada nilai panjang
gelombang Bragg tampak tidak ada modus propagasi sama sekali. Jarak antara dua modus terendah dilambangkan
dengan Δλj , yang dinamakan dengan stop band. Lebar stop band terlihat meningkat seiring dengan bertambahnya panjang kisi Bragg. Berdasarkan hasil simulasi tersebut, tampak bahwa penguatan modus dan stop band sangat dipengaruhi oleh panjang kisi Bragg. Untuk daerah yang jauh dari panjang gelombang Bragg, jarak antarmodus tampak hampir serupa dengan jarak antarmodus ( Δλ ) pendekatan Fabry-Perot.
Laser Kristal Fotonik
65
Gambar 2.10. Karakteristik penguatan berkas sebagai fungsi deviasi panjang gelombang untuk model laser UBT (a) κL=0,5 (b) κL=2 (c) κL=3. Intensitas berkas gelombang tampak terdistribusi menjadi dua kelompok modus dengan jarak penguatan yang sama dari panjang gelombang Bragg. Untuk dua modus terdekat dengan panjang gelombang Bragg, yaitu
66
Sahrul Hidayat
yang akan menjadi modus dominan pada divais laser, distribusi intensitasnya dapat dilihat pada gambar 2.11. Untuk panjang kisi Bragg yang kecil (κL<1), intensitas distribusi memperlihatkan daya maksimum pada bidang batas kisi terluar, baik sebelah kanan ataupun sebelah kiri, seperti tampak pada gambar 2.11a.
(a)
(b)
Gambar 2.11. Profil distribusi intensitas model laser UBT (a) kisi Bragg pendek (b) kisi Bragg panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk model UBT dengan kisi Bragg pendek, efektivitas pemantulannya
Laser Kristal Fotonik
67
sangat rendah yang berkonsekuensi pada kehilangan daya yang tinggi. Sedangkan untuk kisi Bragg yang panjang (κL>2), distribusi intensitas terkonsentrasi di tengahtengah kavitas seperti tampak pada gambar 2.11b. Pada pusat kavitas, efektivitas pemantulan sangat tinggi sehingga kerugian dayanya sangat kecil.
Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Kristal fotonik adalah material dielektrik yang memiliki indeks bias atau permitivitas berbeda secara periodik. Secara fisis, bila ada berkas gelombang yang masuk ke dalam kisi periodik, maka akan mengalami difraksi. Berkas-berkas difraksi tersebut akan saling berinterferensi
dan
dapat
mengubah
karakteristik
propagasi gelombang membentuk pola-pola difraksi. Secara umum, pola difraksi tersebut memperlihatkan adanya intensitas gelombang yang kuat pada posisi tertentu dan intensitas gelombang yang lemah atau hilang sama sekali pada posisi yang lain. Proses tersebut disebabkan karena pada posisi tertentu terjadi interferensi yang saling menguatkan dan pada posisi yang lain terjadi interferensi yang saling melemahkan.
68
Sahrul Hidayat
Peristiwa seperti di atas akan terjadi juga bila seberkas cahaya masuk ke dalam kristal fotonik. Berkas cahaya pada kondisi tertentu, mungkin saja akan mengalami peristiwa pemantulan dan mengakibatkan cahaya tidak bisa tembus ke dalam kristal fotonik. Hal tersebut dapat terjadi bila berkas cahaya yang masuk memiliki frekuensi yang bersesuaian dengan daerah terlarangnya. Rentang daerah frekuensi di mana berkas cahaya tidak bisa masuk ke dalam kristal fotonik dinamakan dengan photonic bandgap (PBG). Secara fisis, suatu divais yang memiliki karakteristik dapat memantulkan berkas cahaya dapat diaplikasikan untuk divais laser. Kristal fotonik dapat digunakan sebagai resonator optik untuk menggantikan fungsi resonator cermin Fabry-Perot. Seperti pada kristal fotonik satu dimensi (kisi Bragg), aplikasi kristal fotonik 2 dimensi (2D) pada divais laser terdiri dari dua model divais. Model pertama adalah dengan menambahkan cacat yang akan melokalisasi emisi terstimulasi pada daerah cacat tersebut dan model kedua adalah sistem umpan balik terdistribusi. Untuk model umpan balik terdistribusi, emisi terstimulasi dikondisikan berada pada daerah frekuensi
Laser Kristal Fotonik
69
tepi pita fotonik (band edge). Secara fisis, pada daerah tepi pita fotonik tersebut kecepatan grup berkas cahaya sama dengan nol. Dengan demikian cahaya akan terkonsentrasi pada daerah pita fotonik tersebut. Berkas cahaya dengan frekuensi tepat pada pita fotonik akan dipantulkan bolakbalik di dalam kristal tersebut sehingga akan mengalami penguatan daya. Untuk mengetahui sifat-sifat perambatan cahaya di dalam kristal fotonik, dapat diawali dangan mengetahui
7 pada hubungan medan listrik g dan medan magnet
persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell menjelaskan interaksi antara medan elektromagnetik dengan bahan. Jika diasumsikan di dalam bahan tidak ada muatan bebas dan bahan tidak bersifat magnetik, maka persamaan Maxwell
dalam
sistem
koordinat
silinder
dapat
diungkapkan seperti pada empat persamaan berikut. r r (2.44) ∇ • ε ( r ) E (r , t ) = 0 r r ∇ • H (r , t ) = 0 (2.45)
(
)
r r ∂ r ∇ × E(r,t) = − µ o H (r , t ) ∂t
(2.46)
v r ∂ r ∇ × H(r,t) = ε oε (r ) E (r , t ∂t
(2.47)
70
Sahrul Hidayat
7 medan magnet, Di mana g adalah medan listrik,
ε(r) permitivitas listrik bahan sebagai fungsi ruang, dan µ0 permiabilitas magnetik bahan. Model kristal fotonik 2D yang akan disimulasikan adalah berbentuk kisi-kisi silinder. Model kisi silinder yang diuji terdiri dari dua jenis, yang pertama berupa susunan silinder-silinder dielektrik dengan latar udara seperti tampak pada gambar 2.12a. Model kedua berupa rongga-rongga udara berbentuk silinder yang dikelilingi latar berbahan dielektrik seperti tampak pada gambar 2.12b.
(a)
(b)
Gambar 2.12. Model kisi kristal fotonik 2D (a) silinder dielektrik (b) rongga silinder. Dielektrik sepanjang sumbu zˆ adalah homogen, sehingga modus perambatan gelombang dalam arah zˆ
Laser Kristal Fotonik
71
harus dihindari. Secara matematis ungkapan tersebut r dituliskan dalam bentuk k z = 0 , yang berarti perambatan r gelombang hanya terjadi pada k // , yaitu vektor gelombang
yang sejajar bidang xy. Untuk kisi dielektrik 2D, persamaan Maxwell pada persamaan (2.46) dan (2.47) berubah menjadi dua set persamaan yang independen, sebagai berikut.
∂ r r ∂ r r E z (r// , t ) = − µ o H x (r// , t ) ∂y ∂t
(2.48)
∂ r r ∂ r r E z (r// , t ) = µ o H y (r// , t ) ∂x ∂t
(2.49)
∂ r r ∂ r r ∂ r r H y (r// , t ) − H x (r// , t ) = ε oε (r// ) E z (r// , t ) ∂t ∂x ∂y
(2.50)
r ∂ r r ∂ r r H z (r// , t ) = ε oε (r// ) E x (r// , t ) ∂y ∂t
(2.51)
r ∂ r r ∂ r r H z (r// , t ) = −ε oε (r// ) E y (r// , t ) ∂x ∂t
(2.52)
∂ r r ∂ r r ∂ r r E y (r// , t ) − E x (r// , t ) = − µ o H z (r// , t ) (2.53) ∂x ∂y ∂t r r r r Dengan mengeliminasi H x (r// , t ) dan H y (r// , t ) atau r r r r E x (r// , t ) dan E y (r// , t ) akan diperoleh persamaan umum gelombang dalam kisi periodik 2D :
72
Sahrul Hidayat
1 ∂2 1 ∂2 r r ∂2 r r 2 + 2 E z (r// , t ) = 2 2 E z (r// , t ) c ∂t ε (r// ) ∂x ∂y
(2.54)
∂ 1 ∂ ∂ 1 ∂r r 1 ∂2 r r + H ( r , t ) = H z (r// , t ) r r z // c 2 ∂t 2 ∂x ε (r// ) ∂x ∂y ε (r// ) ∂y (2.55) di mana c kecepatan cahaya di dalam fakum yang besarnya sebagai berikut:
c
d
(2.56)
e] µ]
Solusi persamaan gelombang pada persamaan (2.54) dan (2.55) dapat diungkapkan dalam bentuk fungsi gelombang harmonik sebagai berikut. r r r r E z (r// , t ) = E z (r// )e − jωt r r r r H z (r// , t ) = H z (r// )e − jωt Dengan
mensubstitusikan
(2.57) (2.58) fungsi
gelombang
pada
persamaan (2.57) dan (2.58) ke dalam persamaan (2.54) dan (2.55), selanjutnya persamaan umum gelombang dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan nilai eigen seperti diungkapkan pada persamaan (2.59) dan (2.60).
−
1 ∂2 ∂2 r r ω2 r r r 2 + 2 E z (r// ) = 2 E z (r// ) ε (r// ) ∂x ∂y c
(2.59)
Laser Kristal Fotonik
73
∂ 1 ∂ ∂ 1 ∂ r r ω2 r r − + r r H z (r// ) = 2 H z (r// ) c ∂x ε (r//) ∂x ∂y ε (r//) ∂y (2.60) Di dalam kristal fotonik, permitivitas bahan ε merupakan fungsi periodik dari posisi r. Jika berkas gelombang masuk ke dalam kisi periodik, maka berlaku teorema Bloch. Hal tersebut sama seperti kasus berkas elektron yang masuk ke dalam kristal biasa yang terdiri dari susunan potensial periodik dari atom-atom. Dengan
`a akan terkarakterisasi oleh demikian fungsi g`a dan
vektor gelombang k di dalam zona Brillouin pertama dan indeks pita n dengan ungkapan sebagai berikut.
`Ear E `a736 r u736 r exp ik · r `H ``a736 r v736 r exp ik · r `ar H
(2.61) (2.62)
Di mana dan adalah fungsi vektor periodik yang memiliki hubungan sebagai berikut.
7 u376 r u376 r R 7 v736 r dengan i = 1,2,3 v736 r R
7 nd ad n a dengan R
(2.63) (2.64)
; n1, n2 = 1, 2, 3, .........
Dengan demikian, fungsi gelombang yang merambat pada kisi periodik, dapat diungkapkan dengan persamaan gelombang Boch seperti tampak pada persamaan (2.65) dan (2.66).
74
Sahrul Hidayat
r r r r r r r r r E z (r// ) = E z ,k// n (r// ) = ∑ E ( G ) exp i ( k + G // // // ) • r// z ,k // n r
{
}
G //
(2.65) r r r r r r r r r H z (r// ) = H z ,k// n (r// ) = ∑ H z ,k// n (G// ) exp i (k // + G// ) • r// r
{
}
G //
(2.66) r di mana k // merupakan vektor propagasi gelombang dan r G// merupakan vektor kisi balik kristal fotonik 2D. Vektor kisi balik kristal fotonik 2D didefinisikan sebagai berikut. r r r m1 = m2 = 1,2,3..... (2.67) G = m1b1 + m2b 2 r r a × zˆ (2.68) b1 = 2π r 2 r a1 × a2 • zˆ r r zˆ × a1 (2.69) b2 = 2π r r a1 × a2 • zˆ r r Dengan a1 dan a2 adalah vektor kisi real. Selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan (2.65) dan (2.66) ke dalam persamaan (2.59) dan (2.60) akan didapatkan persamaan nilai eigen sebagai berikut : r r r r r r r r ∑ κ (G// − G//′ ) k // + G// k // + G//′ E z ,k//n (G//′ ) =
{
r G ′ //
ω k( En) 2 r
}
r E ( G z , k n // ) // c2 r r r r r r r r ′ ′ ′ κ ( G − G )( k + G ) • ( k + G ) H ( G ∑ // // // // // // z , k // n // ) = r //
(2.70)
G ′ //
ω k( Hn) 2 r //
c2
r H z ,k// n (G// )
(2.71)
Laser Kristal Fotonik
75
r
κ (G// ) adalah koefisien ekspansi gelombang bidang yang dapat dihitung dengan menggunakan invers transformasi Fourier dari persamaan (2.72). Karena permitivitas bahan kristal fotonik bersifat r r periodik terhadap ruang { ε (r + ai ) = ε (r ) }, maka
¡ (d dapat diungkapkan dalam bentuk deret Fourier sebagai berikut.
r r r 1 κ (G ) exp( jG • r ) r =∑ r ε (r ) G
(2.72)
r Selanjutnya koefisien transformasi Fourier κ (G ) dapat dihitung dari invers transformasi Fourier persamaan (2.72):
r
κ (G ) =
1 Vo
r 1
r r
∫ dr ε (rr ) exp(− jG • r )
(2.73)
Vo
di mana Vo adalah volume dari unit sel di dalam kristal fotonik. Perhitungan integral tersebut sangat tergantung pada dimensi dan struktur model kristalnya. Untuk kristal fotonik 2D berbentuk silinder-silinder yang periodik, konstanta dielektrik dalam arah zˆ r homogen, sehingga κ (Gz ) = 0 . Selanjutnya integral pada
76
Sahrul Hidayat
persamaan (2.73) dapat dieliminasi hanya pada bidang xy r r saja, yaitu κ (Gxy ) = κ (G// ) .
r
κ (G// ) =
1 Vo
r
∫ dr
//
Vo
r r 1 r exp(− jG// • r// ) ε (r// )
(2.74)
dengan :
1 1 1 1 r + − S (r// ) r = ε (r// ) ε b ε a ε b r r untuk r// ≤ ra r r untuk r// > ra
0 S= 1
(2.75)
(2.76)
Di mana ε a adalah permitivitas bahan di dalam rongga, ε b permitivitas latar atau bahan di luar rongga, dan ra jari-jari rongga. Selanjutnya, jika persamaan (2.75) dan (2.76) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.74), maka akan diperoleh persamaan (2.77)
r r 1 1 1 r r − ∫ dr// S (r// ) exp(− jG// • r// ) ε b // Vo ε a ε b Vo (2.77) Integral tersebut dapat diselesaikan dalam koordinat polar r
κ (G// ) =
1
δG +
(r, ϕ) seperti diungkapan pada persamaan (2.78)
Laser Kristal Fotonik
77
r r r r d r S ( r ) exp( − j G // // // • r// ) = ∫ Vo
(2.78) r 2π r r π 2πra ∫0 d r ∫0 dϕ r exp− G r sinϕ − 2 = G J1 (Gra ) r r Di mana r// = rxy yang di dalam koordinat polar dapat r diungkapkan dengan |r |, G = G // merupakan nilai absolut ra
dari vektor kisi balik dan J1 merupakan fungsi Bessel orde pertama. Jika didefinisikan fraksi volume untuk kisi silinder r 2 r π ra adalah f = , maka diperoleh persamaan κ (G// ) Vo sebagai berikut :
r r 1 1 J 1 (G ra ) r κ (G// ) = 2 f − ; G// ≠ 0 r ε a ε b G ra r f 1− f ; G// = 0 κ (0) = + εa εb
(2.79) (2.80)
Vektor kisi balik kristal fotonik 2D adalah sebagai berikut: r r r r a × zˆ zˆ × a (2.81) b1 = 2π r 2 r b 2 = 2π r r 1 a1 × a 2 ⋅ zˆ a1 × a 2 ⋅ zˆ Struktur kisi kristal fotonik 2D terdiri dari kisi r r segiempat dan kisi segienam. Vektor a1 dan a2 adalah komponen vektor satuan kisi real seperti ditunjukkan di dalam gambar 2.13.
78
Sahrul Hidayat
a1
M (a)
a2
X
Γ
a1
M (b)
K
a2
Γ
Gambar 2.13. Struktur kisi kristal fotonik 2D (a) kisi segi empat (b) kisi segi enam. r r Untuk kisi segi empat a1 = aiˆ dan a 2 = aˆj ,
r r sedangkan kisi segi enam a1 = aiˆ dan a2 = 12 aiˆ + 12 3aˆj , dengan a adalah konstanta kisi. Titik-titik khusus pada zona Brillouin berhubungan dengan rotasi simetri unit sel di dalam kristal seperti ditunjukkan pada gambar 2.14.
Laser Kristal Fotonik
79
Gambar 2.14. Titik-titik khusus di dalam zona Brillouin untuk kisi segi empat Daerah yang dibatasi oleh segi empat pertama dengan garis tebal adalah zona Brillouin pertama dan daerah yang dibatasi oleh segi emat kedua yang lebih besar adalah zona Brillouin kedua. Di dalam zona Brillouin pertama terdapat daerah khusus yang dibatasi titik Γ, X, dan M, daerah tersebut dinamakan irreducible Brillouin zone. Daerah tersebut merupakan wilayah
terkecil yang secara simetri mewakili daerah lain di dalam zona Brillouin pertama. Untuk kisi segi empat terdapat tiga titik khusus, yaitu Γ merupakan titik pusat kisi, M merupakan titik sudut kisi yang berinteraksi dengan sel tetangga, dan X
80
Sahrul Hidayat
merupakan titik tepi kisi dalam zona Brillouin. Sedangkan untuk kisi segi enam terdapat titik khusus Γ merupakan titik pusat kisi, M merupakan titik tepi kisi, dan K merupakan titik sudut kisi dalam zona Brillouin pertama. Titik-titik tersebut merupakan titik-titik ekstrem dari bidang terkecil yang memenuhi simetri kisi kristal dalam zona Brillouin pertama. Pada kisi segi empat titik-titik r r tersebut bersesuaian dengan k // = 0, k // = πa iˆ dan r k // = πa iˆ + πa ˆj . Modus gelombang di titik Γ, profil medannya bersifat sama untuk setiap unit sel. Titik X bersesuaian dengan bagian tepi dari unit sel di mana medan saling berinteraksi dengan unit sel lain sepanjang r vektor gelombang k x . Pada titik M medan berinterakasi dengan unit sel tetangga yang berada di titik-titik sudut unit sel. Sedangkan pada kisi segi enam terdapat titik-titik khusus Γ, M, dan K, masing-masing bersesuaian dengan r r r k // = 0, k // = πa ˆj dan k // = 2aπ iˆ + 23πa ˆj . Selanjutnya dilakukan simulasi perhitungan nilai eigen dengan bantuan software Matlab 7.0.4. Persamaan nilai
eigen
untuk
modus
TE
(transverse-electric)
diperlihatkan pada persamaan (2.70), sedangkan untuk
Laser Kristal Fotonik
81
modus TM ((transverse-magnetic) diperlihatkan pada persamaan (2.71). Dengan bantuan persamaan (2.75), (2.79), ), dan (2.80) dapat dihitung nilai eigen ωk,n.
Gambar 2.15. 15. Tampilan program simulasi pembentukan bandgap fotonik untuk kristal fotonik 2 dimensi. dimensi Tampilan program yang telah dibuat diperlihatkan pada gambar 2.15. Pada program tersebut terdapat
82
Sahrul Hidayat
beberapa parameter yang dapat diubah, yaitu jenis kisi 2D, susunan kisi, modus perambatan gelombang, konstanta dielektrik rongga, konstanta dielektrik latar, dan jari-jari rongga. Selain itu jumlah pita fotonik yang akan diplot dan frekuensi maksimum yang akan ditampilkan, juga dapat diubah disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai menu tambahan, jika menginginkan proses editing pada grafik yang ditampilkan, maka mode edit dapat diaktifkan. Untuk menguji keakuratan program simulasi yang telah dibuat, dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi
tersebut
dengan
hasil
perhitungan
dari
Joannopoulus J.D., et. al. (1995). Joannopoulus melakukan perhitungan lebar bandgap fotonik untuk struktur kristal 2D berbentuk silinder dielektrik dengan susunan kisi segi empat. Parameter kisi yang diuji adalah sebagai berikut : •
Konstanta dielektrik silinder (ε1) : 8,9
•
Konstanta dielektrik latar (ε2) : 1 (udara)
•
Jari-jari silinder (R) : 0,2a ; dengan a : jarak antarkisi (satuan panjang) Hasil
perhitungan
dari
Joannopoulus
tersebut
diperlihatkan pada gambar 2.16. Dengan menggunakan
Laser Kristal Fotonik
83
parameter kisi yang sama, hasil perhitungan menggunakan program yang telah dibuat, disajikan pada gambar 2.17.
Gambar 2.16. Grafik bandgap fotonik hasil simulasi Joannopoulus.
Gambar 2.17. Grafik bandgap fotonik hasil simulasi mandiri.
84
Sahrul Hidayat
Berdasarkan grafik pada gambar 2.16 dan gambar 2.17, tampak bahwa hasil perhitungan dengan program simulasi yang telah dibuat menunjukkan hasil yang sama dengan hasil perhitungan dari Joannopoulus. Pada titik X, yang bersesuaian dengan nilai vektor propagasi r k // = πa iˆ + πa ˆj , nilai PBG sekitar 0,17 λa yang berada pada rentang 0,28 λa sampai 0,45 λa . Sedangkan di titik M yang r bersesuaian dengan nilai k // = πa iˆ , nilai PBG sekitar
0,23 λa yang berada pada rentang 0,33 λa sampai 0,56 λa . Selanjutnya, dilakukan pengujian variasi parameter kisi untuk mengetahui pengaruh parameter tersebut terhadap karakteristik bandgap fotonik. Hasil pengujian untuk beberapa parameter kisi yang berbeda disajikan pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Tabel 2.1. Karakteristik bandgap kristal fotonik 2D berbentuk rongga silinder. R (a) 0,2 0,3 0,4 0,45
Modus/Konstanta dielektrik latar kisi segi empat modus TE modus TM 8 11 14 8 11 14 SM SM SM SM SM SM SD SD SD
Laser Kristal Fotonik
R (a) 0,2 0,3 0,4 0,45
85
Modus/Konstanta dielektrik latar kisi segi enam modus TE modus TM 8 11 14 8 11 14 SD SD SD LB LB LB SM SM SM LB LB LB SM SD SD
Tabel 2.2. Karakteristik bandgap kristal fotonik 2D berbentuk silinder dielektrik
8 -
Modus/Konstanta dielektrik silinder kisi segi empat modus TE modus TM 11 14 8 11 14 LB LB LB SD SD SD SM SM SM -
8 -
Modus/Konstanta dielektrik silinder kisi segi enam modus TE modus TM 11 14 8 11 14 LB LB LB SM SM SD SD SD SM SM SM SM SM -
R (a) 0,2 0,3 0,4 0,45 R (a) 0,2 0,3 0,4 0,45
Simbol SM mengandung arti lebar bandgap fotonik kurang dari 5%, SD lebar bandgap fotoniknya antara 5% sampai dengan 10%, dan LB untuk lebar bandgap fotonik
86
Sahrul Hidayat
lebih dari 10%. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2.1 dapat diketahui bahwa untuk kristal fotonik berbentuk rongga silinder, bandgap yang lebar hanya ditemukan pada struktur kisi segi enam dengan modus TE. Selain itu, berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui juga adanya bandgap komplit (terjadi pada modus TE dan TM) dengan lebar sedang. Bandgap tersebut terjadi pada kisi segi enam dengan konstanta dielektrik latar lebih besar dari 11 dan jari-jari rongga 0,45a. Sedangkan berdasarkan tabel 2.2 dapat diketahui bahwa untuk kristal fotonik berbentuk silinder dielektrik, bandgap yang lebar terjadi pada kisi segi empat ataupun segi enam dengan modus TM. Lebar bandgap tersebut tampak mengalami penurunan seiring dengan bertambah panjangnya jari-jari rongga silinder. Bandgap sama sekali tidak muncul pada struktur kisi segi empat dengan modus TE. Seperti diungkapkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa kristal fotonik 2D dapat diaplikasikan sebagai resonator optik dalam divais laser. Prinsip dasar yang digunakan bisa dengan sistem umpan balik terdistribusi atau
dengan
menambahkan
cacat
yang
berfungsi
Laser Kristal Fotonik
87
melokalisasi modus propagasi. Sistem umpan balik terdistribusi kisi 2D, secara prinsip sama dengan sistem UBT kisi Bragg yang telah dibahas pada subbab sebelumnya. Penguatan berkas laser dilakukan pada daerah frekuensi tepi pita (band edge) yang merupakan daerah tempat terkonsentrasinya modus propagasi. Untuk divais laser yang menggunakan prinsip penambahan cacat, secara fisis daerah cacat tersebut berfungsi sebagai kavitas optik. Kavitas optik akan berfungsi menyeleksi frekuensi modus terpandu dan memperkuat intensitas berkas tersebut sebelum keluar sebagai
berkas
menggunakan
laser. kristal
Contoh fotonik
divais 2D
laser
dengan
yang sistem
penambahan cacat diperlihatkan pada gambar 2.18 untuk sistem cacat tunggal dan gambar 2.19 untuk sistem cacat banyak.
Gambar 2.18. Kavitas optik berbasis kristal fotonik 2D dengan cacat tunggal.
88
Sahrul Hidayat
Gambar 2.19. Kavitas optik berbasis kristal fotonik 2D dengan cacat banyak (multi defect).
BAB III POLIMER HIBRID
Polimer hibrid merupakan bahan yang mengandung unsur organik dan anorganik dalam satu molekul. Bahan ini diharapkan memiliki kombinasi sifat unggul dari bahan organik
dan
anorganik.
Bahan
organik
memiliki
keunggulan dalam proses fabrikasinya karena dapat dilakukan
pada
suhu
ruang
dengan
menggunakan
teknologi yang tidak terlalu mahal. Namun, bahan tersebut memiliki kelemahan dalam hal kekuatan mekanik dan kestabilan termal. Sebaliknya, bahan anorganik memiliki kelebihan dalam kekuatan termal dan mekanik tetapi proses fabrikasinya cukup sulit dan mahal. Pada gambar 3.1 tampak skematik komponen pembentuk polimer hibrid. Komponen pembentuk polimer hibrid umumnya terbentuk dari tiga jenis bahan yang
90
Sahrul Hidayat
sudah banyak dimanfaatkan dalam beragam aplikasi, yaitu silikon, on, polimer organik, dan keramik.
Gambar 3.1. Skematik komponen pembentuk polimer hibrid. Silikon memiliki sifat elastik, resistan terhadap senyawa kimia atau oksidan, dan stabil terhadap suhu tinggi. Silikon banyak dipakai di dalam bidang medis, khususnya nya dalam teknologi bedah plastik. Selain itu, itu karena tahan terhadap suhu tinggi, silikon banyak juga diaplikasikan sebagai bahan perekat dan gasket pada peralatan yang bekerja pada suhu tinggi. Polimer organik memiliki sifat kuat atau tidak mudah patah, sangat s fungsional untuk berbagai jenis aplikasi teknologi, dan mudah dalam proses fabrikasinya. Aplikasi polimer organik sangat luas, dari mulai peralatan rumah tangga sampai peralatan teknologi canggih. Selain itu polimer organik memiliki peranan penting dalam d teknologi
Polimer Hibrid
91
pengemasan khususnya untuk pengemasan berbagai peralatan elektronik. Keramik memiliki sifat yang kuat, stabil terhadap pengaruh suhu dan zat kimia, serta bersifat transparan. Keramik banyak diaplikasikan untuk peralatan rumah tangga khususnya tempat-tempat makanan, kaca jendela, penyekat, dan banyak lagi aplikasi lainnya. Polimer hibrid merupakan gabungan dari ketiga komponen tadi, sehingga diharapkan memiliki kombinasi sifat unggul dari komponen penyusunnya. Polimer hibrid memiliki aplikasi yang menarik. Aplikasi tersebut bergantung pada modifikasi sifat dan struktur yang dilakukan, di antaranya melalui penambahan bahan lain yang disebut doping. Telah dilaporkan bahwa
polimer
hibrid dapat dimodifikasi dengan senyawa zirconium propoxide sehingga menjadi bahan yang memiliki nilai indeks bias yang cukup tinggi dan dapat diaplikasikan sebagai pandu gelombang. Polimer hibrid juga telah dimodifikasi dengan senyawa titanium isopropoxide sehingga dihasilkan bahan yang memiliki absorbansi yang cukup kuat pada daerah ultra violet sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan dasar coating. Polimer hibrid dapat juga diaplikasikan sebagai bahan luminesen dengan
92
Sahrul Hidayat
menambahkan kromofor seperti dye laser, unsur tanah jarang atau logam kompleks. Penelitian tentang bahan luminesen yang didoping dengan bahan dye laser berupa perylene orange, Rhodamin 6G telah diteliti dengan menggunakan PMMA sebagai matriks dan menghasilkan emisi cahaya berupa laser dengan panjang gelombamg di sekitar 580 nm. Divais yang berbasiskan polimer hibrid dapat diproduksi
dengan
harga
murah
karena
proses
pembuatannya tidak membutuhkan teknologi vakum yang mahal, melainkan dengan teknik spincasting yang murah. Selain itu, divais yang dibuat dari polimer hibrid dapat diharapkan tahan lama karena pada matriks polimer hibrid yang dipakai terdapat rantai anorganik sehingga memiliki stabilitas termal, resistansi kimia, dan ketahanan terhadap cuaca yang lebih baik. Polimer hibrid dapat berbentuk anorganik-organik atau organik-anorganik. Polimer anorganik-organik terdiri dari bagian anorganik pada rantai utama dan bagian organik pada rantai cabang, sedangkan polimer organikanorganik sebaliknya. Jenis polimer hibrid yang dikaji dalam penelitian ini adalah yang berbasis siloksan. Rantai
Polimer Hibrid
93
utama terdiri dari perulangan Si (silikon) dan O (oksigen), sedangkan rantai cabang mengandung gugus gug metakrilat. Kehadiran diran gugus metakrilat akan memengaruhi mem sifat kelarutan polimer hibrid h menjadi lebih mudah melarut dalam pelarut organik. Hal tersebut sangat menguntungkan karena teknik pemrosesannya dapat dilakukan secara kimia melalui proses pelarutan. Selanjutnya untuk pembuatan
divais
dapat
dilakukan
dengan
teknik
sederhana seperti spin coating, dip coating, atau spraying. Dalam penelitian yang dilakukan, polimer pol hibrid diperoleh dengan
cara
sintesis
(Trimethoxysilyl)propyl
dari methacrylate
monomer
3-
(TMSPMA).
Struktur kimia molekul TMSPMA ditampilkan pada gambar 3.2.
Gambar 3.2. Struktur kimia molekul TMSPMA. TMSPMA
94
Sahrul Hidayat
Proses Sintesis Polimer Hibrid Proses ses sintesis polimer hibrid terdiri dari dua tahapan proses yaitu polimerisasi bagian anorganik dan dilanjutkan dengan polimerisasi bagian organik. Proses polimerisasi bagian anorganik dilakukan dengan teknik sol-gel gel sedangkan polimerisasi bagian organik dilakukan dengan gan teknik foto polimerisasi. Teknik sol-gel sol merupakan proses
pembentukan
suspensi
koloid
(sol)
dan
pembentukan rantai anorganik yang disertai perubahan fasa menjadi gel. Hasil proses tersebut merupakan prekursor polimer hibrid hibrid. Secara skematik, reaksi kimia selama proses sol sol-gel dan proses foto polimerisasi diperlihatkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Skematik reaksi kimia pada proses sol-gel sol dan foto polimerisasi.
Polimer Hibrid
Proses
foto
polimerisasi
berkaitan
95
dengan
pembentukan polimer organik pada rantai bagian cabang. Proses foto polimerisasi diawali dengan pembentukan gugus radikal yang dipicu oleh inisiator. Dengan bantuan energi cahaya, inisiator akan berubah menjadi radikal dan menyerang gugus metakrilat. Proses tersebut akan memutus ikatan rangkap C=C sehingga gugus metakrilat menjadi reaktif dan akan bereaksi dengan gugus metakrilat yang lain. Proses perpanjangan rantai polimer (propagasi) akan terus berlangsung sampai terjadi terminasi yaitu saat bertemu dengan gugus radikal yang lain. Proses foto polimerisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh konsentrasi inisiator, intensitas cahaya, dan waktu penyinaran. Di dalam penelitian ini, foto inisiator yang digunakan adalah IRGACURE-819
dan
IRGACURE-369.
Proses
pembentukan radikal pada inisiator berlangsung dengan bantuan energi cahaya (hν), seperti diperlihatkan pada gambar 3.4.
96
Sahrul Hidayat
Gambar 3.4. Proses pembentukan radikal pada inisiator. inisiator Bahan-bahan bahan yang digunakan dalam proses sintesis prekursor polimer hibrid terdiri dari monomer TMSPMA (Aldrich), chloroform (p.a. Merck), etanol (p.a. Merck), dan HCl (p.a. Merck). Bahan-bahan Bahan lain yang digunakan dalam eksperimen ini adalah inisiator IRGACURE IRGAC 819 (Ciba), IRGACURE 369 (Ciba), pelarut toluen (p.a. Merck), dan dye laser DCM (4-dicyanmethylene-2( methyl-6-(p-dimethyl dimethyl-aminostyryl)-4H -Pyran, Aldich). Proses sintesis prekursor polimer hibrid terdiri dari empat tahapan sebagai berikut: a.
Monomer TMSPMA dilarutkan di dalam etanol dan diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu ruang selama satu jam. Perbandingan volume antara TMSPMA dan etanol adalah 1:4.
Polimer Hibrid
97
b. Air DI (deionized water) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan monomer sampai perbandingan volume air dan etanol 2:1. Tahapan proses ini dinamakan dengan reaksi hidrolisis. c.
Reaksi
kondensasi
dilakukan
dengan
menambahkan 0,1M HCl ke dalam campuran pada tahap (b). Perbandingan volume antara 0,1M HCl dengan TMSPMA adalah 1:8. Selanjutnya campuran diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan sekitar 200 rpm pada suhu 65oC selama satu malam. Hasil dari proses ini adalah prekursor polimer hibrid yang berfasa gel dan masih bercampur dengan zat-zat sisa reaksi. d. Tahap
terakhir
adalah
purifikasi
untuk
menghilangkan zat-zat sisa reaksi menggunakan khloroform. Proses selanjutnya adalah mencampurkan larutan prekursor polimer hibrid dengan fotoinisiator Irgacure-819 atau Irgacure-369 (Ciba Speciality Chemical Inc.). Inisiator Irgacure-819 digunakan apabila proses foto polimerisasi dilakukan dengan sumber cahaya lampu UV biasa atau sumber UV dari laser semikonduktor.
98
Sahrul Hidayat
Sedangkan inisiator Irgacure-369 digunakan untuk proses foto
polimerisasi
menggunakan
Third
Harmonic
Generation (THG) laser Nd:YAG yang memiliki panjang gelombang 355 nm. Proses pencampuran prekursor polimer hibrid dengan inisiator dibantu dengan pelarut khloroform atau toluen. Khusus untuk aplikasi divais laser, sebelum penambahan inisiator, prekursor polimer hibrid didoping terlebih dahulu dengan dye laser DCM. Proses doping prekursor polimer hibrid dengan dye laser DCM dilakukan dengan melarutkan prekursor dan DCM di dalam khloroform. Konsentrasi dye laser DCM dalam prekursor dibuat dalam beberapa variasi yaitu 0,04%, 0,1% dan 0,2% berat. Khusus untuk aplikasi divais laser, konsentrasi DCM yang digunakan adalah 0,1% berat.
Campuran tersebut selanjutnya diaduk dengan
pengaduk magnetik sampai terbentuk larutan yang homogen. Larutan yang dihasilkan disaring dengan mikrofilter ukuran 0,45 µm dan selanjutnya dikentalkan. Proses selanjutnya adalah pembuatan film tipis polimer hibrid di atas substrat kaca dengan teknik spincoating. Sebelum digunakan, substrat kaca dibersihkan berturut-turut
dengan
tepol,
aquades,
aseton,
dan
Polimer Hibrid
99
isopropanol. Semua tahap pembersihan dilakukan di dalam ultrasonic bath, masing-masing selama kurang lebih 20 menit. Pada tahap akhir pembersihan, substrat dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60oC. Sebelum proses foto polimerisasi, film tipis yang dihasilkan diproses prebaking pada suhu 50oC selama 10 menit. Proses tersebut bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang telah digunakan pada saat penambahan inisiator. Selanjutnya dilakukan proses foto polimerisasi di dalam chamber tertutup. Langkah terakhir adalah proses post-baking pada 50oC selama 6 jam. Proses post-baking bertujuan untuk mengeringkan dan memperkuat daya rekat polimer hibrid pada substrat. Proses foto
polimerisasi dilakukan
di dalam
chamber yang dialiri dengan gas nitrogen. Penggunaan gas nitrogen dimaksudkan untuk menghindari kontak antara permukaan film tipis dengan oksigen yang dapat mengganggu proses polimerisasi. Proses foto polimerisasi dilakukan dengan menggunakan dua sumber cahaya. Pertama untuk keperluan karakterisasi optik polimer hibrid,
proses
foto
polimerisasi
dilakukan
dengan
100 Sahrul Hidayat
menggunakan sumber lampu UV biasa yang berasal dari laser semikonduktor, seperti tampak pada gambar 3.5. Sedangkan untuk proses pembuatan grating, proses foto polimerisasi
dilakukan
dengan
sumber
laser THG
Nd:YAG. Pola berkas cahaya dalam proses pembuatan grating dihasilkan dengan metode interferensi Lloyd Mirror, seperti tampak pada gambar 3.6. Setelah
proses
foto
polimerisasi,
selanjutnya
dilakukan karakterisasi yang terdiri dari pengukuran spektrum infra red, foto mikro, spektrum absorpsi UV-Vis, dan spektrum emisi. Sedangkan untuk grating, selanjutnya dilakukan karakterisasi kinerjanya sebagai divais laser. Lampu UV
± 25 cm
Gas nitrogen Chamber film tipis
Gambar 3.5. Proses foto polimerisasi dengan sumber laser semikonduktor (λ=417 nm).
Polimer Hibrid 101
Gambar 3.6. Proses foto polimerisasi dengan sumber cahaya laser Nd:YAG (λ=355nm). ( Pengukuran spektrum infra red bertujuan untuk mengetahui ahui
struktur
kimia
bahan
dan
mengamati
perubahan struktur kimia selama proses foto polimerisasi. Pengukuran foto mikro bertujuan untuk mengetahui profil permukaan, homogenitas, dan menentukan periodisitas grating.. Sedangkan pengukuran spektrum absorpsi dan da emisi bertujuan untuk mengetahui rentang frekuensi absorpsi dan emisi dari bahan. Alat-alat Alat yang digunakan dalam proses karakterisasi tersebut adalah sebagai berikut.
102 Sahrul Hidayat
Gambar 3.7. Spektrofotometer fourier transform infra red, Merek Bruker tipe Tensor 27.
Gambar 3.8. Atomic force microscopy, Merek Keyence, nano-hybrid
Gambar 3.9. Spektrofotometer absorpsi UV-Vis, Merek Shimadzu, tipe UV-Vis-Near 3150.
Polimer Hibrid 103
Gambar 3.10. Spektrofotometer emisi, Merek Hitachi tipe F 4500. Karakteristik Polimer Hibrid Polimer hibrid dihasilkan dengan cara sintesis dari monomer TMSPMA dengan metode sol-gel. Secara kimia, proses sol-gel terdiri dari reaksi hidrolisis dan kondensasi yang
melibatkan
bagian
anorganik
dari
monomer
TMSPMA. Selama proses sol-gel, antargugus anorganik terjadi reaksi berantai membentuk rangkaian gugus silikat yang berulang (polimer). Pada gambar 3.3, tampak reaksi kimia proses sol-gel berjalan dengan penambahan H2O dan katalis H+. Penambahan H2O menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, sedangkan penambahan katalis H+ memicu munculnya radikal pada gugus SiO yang diikuti dengan perpanjangan rantai. Pada proses foto polimerisasi, energi radiasi telah menyebabkan terbentuknya radikal pada gugus inisiator.
104 Sahrul Hidayat
Gugus radikal tersebut menyerang ikatan lemah C=C sehingga memicu terjadinya reaksi berantai dengan ikatan C=C pada gugus lainnya. Reaksi tersebut menghasilkan jaringan ikatan gugus organik yang diikuti dengan perubahan fasa dari gel menjadi padat. Reaksi foto polimerisasi ditandai juga dengan perubahan warna film dari buram menjadi bening seperti kaca. Perubahan struktur kimia selama reaksi foto polimerisasi diamati secara in-situ dengan pengukuran spektroskopi IR. Hasil pengukuran spektroskopi IR selama foto polimerisasi terjadi ditampilkan pada gambar 3.11. Pada gambar 3.11 tampak penurunan intensitas absorpsi IR pada daerah 1638 cm-1. Tampak sebelum proses foto polimerisasi, absorpsi pada 1638 cm-1 sangat tinggi, ini mengindikasikan jumlah ikatan rangkap C=C dalam molekul tersebut masih banyak. Setelah proses foto polimerisasi selama 4,5 menit, absorpsi pada 1638 cm-1 mengalami penurunan yang cukup tajam. Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi pengurangan ikatan rangkap C=C. Setelah 15 menit proses foto polimerisasi, tampak penurunan puncak absorpsi tidak terlalu tajam, yang mengindikasikan perubahan ikatan C=C setelah foto
Polimer Hibrid 105
polimerisasi 4,5 menit berlangsung lambat. Selama proses foto polimerisasi ikatan rangkap C=C berubah menjadi ikatan tunggal C−C. Perubahan ikatan C=C menjadi C−C tersebut mengindikasikan terjadinya reaksi polimerisasi pada gugus organik seperti diperlihatkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.11. Spektrum FTIR hasil pengukuran secara insitu selama proses foto polimerisasi. Hasil pengukuran spektroskopi FTIR untuk rentang frekuensi yang lebih lebar diperlihatkan pada gambar 3.12. Pengukuran dilakukan untuk polimer hibrid sebelum dan sesudah proses foto polimerisasi. Pada gambar tersebut tampak munculnya puncak absorpsi pada 1112 cm-1 dan 779 cm-1 yang mengindikasikan keberadaan gugus –Si–O–
106 Sahrul Hidayat
Si– simetrik dan asimetrik. Gugus tersebut berasal dari rantai anorganik polimer hibrid. Adanya ikatan anorganik –Si–O–Si– menunjukkan bahwa proses sol-gel telah berhasil membentuk rantai polimer pada gugus anorganik. 180
160
140
T [a.u]
Prekursor Polimer
120
100
80
60
40
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
-1
k [cm ]
Gambar 3.12. Spektrum FTIR untuk prekursor polimer hibrid dan polimer hibrid. Kandungan gugus organik C=C terlihat pada 1635 -1
cm . Pada spektrum tersebut terlihat puncak-puncak vibrasi pada bilangan gelombang 3465 cm-1 yang menggambarkan kandungan gugus O–H. Vibrasi pada bilangan gelombang 2954 cm-1 dan 2889 cm-1 berkaitan dengan gugus C–H.
Vibrasi pada bilangan gelombang
-1
1714 cm menunjukkan adanya gugus C=O. Hasil pengukuran foto mikro untuk film polimer
Polimer Hibrid 107
hibrid yang tidak didoping dan yang didoping dengan DCM diperlihatkan pada gambar 3.13 dan gambar 3.14.
Gambar 3.13. Profil permukaan film polimer hibrid.
Gambar 3.14. Profil permukaan film polimer hibrid yang didoping dengan DCM. Pada gambar 3.13 dan 3.14 tampak foto permukaan dari film polimer hibrid yang tanpa dan dengan didoping DCM. Dengan skala pembesaran yang sama, permukaan polimer hibrid yang didoping dengan DCM tampak lebih halus dibandingkan dengan yang tanpa doping. Hal tersebut diduga gugus DCM telah mengisi rongga-rongga
108 Sahrul Hidayat
mikroskopik
pada
polimer
hibrid.
Hal
tersebut
mengakibatkan sebaran molekul-molekul pada proses pembuatan
film
menjadi
lebih
merata.
Hasil
ini
mengindikasikan bahwa dye laser DCM dapat bercampur secara homogen dengan polimer hibrid. Hasil pengukuran spektroskopi absorpsi UV-Vis diperlihatkan pada gambar 3.15. Puncak absorpsi muncul pada panjang gelombang 470 nm baik untuk pengukuran sebelum ataupun sesudah proses foto polimerisasi. Efektivitas penyerapan energi foton terlihat lebih baik ketika sudah menjadi polimer hibrid dibandingkan dalam kondisi prekursornya. Hal tersebut ditandai dengan besarnya
intensitas
absorpsi
sesudah
proses
foto
polimerisasi. Selain itu, spektrum absorpsi tersebut memberikan informasi mengenai panjang gelombang pemompa yang harus digunakan apabila akan diaplikasikan sebagai divais laser. Berdasarkan kurva tersebut, sumber pemompa yang dapat digunakan berada pada rentang panjang gelombang 400 sampai dengan 550 nm. Rentang panjang gelombang tersebut bersesuaian dengan emisi cahaya biru sampai dengan hijau.
Polimer Hibrid 109
Gambar 3.15. Spektrum absorpsi UV-Vis polimer hibrid sebelum dan sesudah proses foto polimerisasi. Gambar 3.16 memperlihatkan spektrum emisi dari polimer hibrid yang didoping dengan DCM. Puncak panjang gelombang emisi untuk kondisi sebelum proses foto polimerisasi adalah 580 nm dan sesudah foto polimerisasi adalah 565 nm. Hal tersebut menunjukkan adanya pergeseran frekuensi emisi ke arah yang lebih tinggi. Untuk kondisi sesudah foto polimerisasi warna yang diemisikan adalah oranye, sedangkan sebelum foto polimerisasi
warna
yang
diemisikan
cenderung
kemerahan. Secara fisis, fenomena ini disebabkan oleh adanya perbedaan bandgap optik pada film sebelum dan sesudah foto polimerisasi.
110 Sahrul Hidayat
Gambar 3.16. Spektrum emisi film polimer hibrid yang didoping dengan DCM. Berdasarkan spektrum IR, dapat diketahui bahwa sebelum foto polimerisasi, gugus organik pada rantai polimer banyak mengandung ikatan rangkap C=C. Sedangkan pada kondisi sesudah foto polimerisasi, ikatan C=C berkurang dan berubah menjadi C−C. Menurut teori kuantum, bandgap optik untuk gugus yang mengandung C=C akan lebih sempit dibandingkan dengan yang mengandung C−C. Jika lebar bandgap optiknya lebih sempit maka panjang gelombang yang diemisikan akan bergeser ke arah yang lebih besar. Fenomena tersebut dapat diamati dari warna yang diemisikan akan berubah dari kemerahan menjadi oranye.
BAB IV LASER POLIMER HIBRID BERBASIS KISI 1D
Kristal fotonik memiliki karakteristik yang sangat menarik untuk aplikasi sebagai divais laser. Kristal fotonik dapat berfungsi sebagai cermin yang memiliki efisiensi refleksi tinggi dan dapat menyeleksi panjang gelombang tertentu dengan prinsip bandgap. Salah satu jenis kristal fotonik yang dapat diaplikasikan sebagai divais laser adalah kristal fotonik satu dimensi (1D) dalam bentuk kisi dengan prinsip umpan balik terdistribusi (UBT). Sebagaimana
telah
dijelaskan
dalam
bab
sebelumnya, bahwa difraksi oleh media yang periodik dapat memodifikasi sifat propagasi cahaya. Berkas gelombang yang masuk ke dalam struktur kisi akan mengalami difraksi. Masing-masing modus difraksi akan mengalami modulasi secara periodik dan akan terpandu
112 Sahrul Hidayat
sepanjang lapisan. Keunikan dari sistem kisi ini adalah, hanya
berkas
gelombang
yang
memiliki
panjang
gelombang tertentu saja yang akan mengalami pemantulan dan terpandu sepanjang lapisan. Berkas gelombang tersebut adalah yang memenuhi kondisi Bragg, yang secara matematis diungkapkan dengan hubungan seperti pada persamaan (4.1). mλ 2n Λ
(4.1)
dengan m adalah modus perambatan gelombang, λ adalah panjang gelombang Bragg, nef adalah indeks bias efektif bahan, dan Λ adalah periode kisi. Jika suatu bahan aktif ditambahkan ke dalam sistem kisi Bragg, maka akan dihasilkan divais pandu gelombang dengan sistem umpan balik terdistribusi (UBT). Sistem UBT memiliki pita terlarang di sekitar panjang gelombang Bragg di mana cahaya tidak bisa berpropagasi di dalam media tersebut. Pada tepi pita terlarang, cahaya dapat berpropagasi dan mengalami umpan balik sehingga terjadi penguatan daya. Proses Fabrikasi Divais Laser Berbasis Kisi 1D Fabrikasi divais laser berbasis UBT terdiri dari beberapa tahapan proses. Tahapan pertama adalah
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 113
persiapan bahan yaitu sintesis polimer hibrid yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 3. Tahapan selanjutnya berturut-turut
adalah
persiapan
substrat,
pembuatan
lapisan tipis, dan pembuatan kisi Bragg. Tahapan persiapan substrat dan pembuatan lapisan tipis juga telah dibahas pada bab 3, yaitu tahapan sebelum dilakukan karakterisasi. Secara prinsip, persiapan substrat dan pembuatan lapisan tipis untuk divais laser adalah sama dengan untuk keperluan karakterisasi. Oleh sebab itu, yang akan menjadi fokus bahasan selanjutnya pada bab ini adalah teknik pembuatan kisi Bragg untuk divais laser. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, prekursor polimer hibrid yang telah ditambah inisiator memiliki sensitivitas terhadap cahaya UV. Dengan proses foto polimerisasi, prekursor polimer hibrid akan berubah menjadi polimer hibrid dan fasanya berubah dari gel menjadi padat. Dengan prinsip tersebut, jika proses foto polimerisasi berlangsung dengan berkas cahaya UV yang terpola, maka perubahan polimer hibrid pun akan mengikuti pola cahaya tersebut. Dengan kata lain, bagian yang terpolimerisasi atau yang berubah menjadi fasa padat hanya bagian yang terkena cahaya saja.
114 Sahrul Hidayat
Untuk proses pembuatan kisi, dapat dilakukan dengan cara membuat pola cahaya berbentuk kisi di atas lapisan prekursor polimer hibrid. Dalam bahasan di sini, teknik pembuatan pola cahaya dilakukan dengan metode interferensi Lloyd Mirror. Di dalam metode Lloyd Mirror sampel ditempatkan tegak lurus terhadap cermin, seperti tampak pada gambar 3.6. Berkas laser melewati pelebar berkas sehingga diameternya membesar dan dalam eksperimen ini diameter laser diset sekitar 1 cm. Interferensi akan terjadi pada sampel dan membentuk pola cahaya gelap terang secara teratur. Jarak antara garis terang yang satu dengan garis terang yang di sebelahnya sesuai dengan hukum interferensi cahaya yang secara matematis diungkapkan seperti pada persamaan (4.2).
Λ
(4.2)
Di mana Λ adalah periode kisi, λc adalah panjang gelombang laser, dan θ adalah sudut antara berkas datang dengan bidang cermin. Sumber laser yang digunakan adalah Nd:YAG dengan panjang gelombang 355 nm. Daya maksimum laser tersebut sekitar 1 watt dan dapat diset sesuai dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan kisi dengan kualitas bagus harus dilakukan optimasi daya dan lama
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 115
penyinaran. Waktu penyinaran
dapat diset
dengan
mengatur waktu bukaan shutter. Untuk mengecek kualitas kisi yang telah dibuat dilakukan pengukuran AFM (atomic force microscopy). Dengan
pengukuran
AFM
dapat
diketahui
profil
permukaan kisi dan sekaligus periodisitas kisinya dapat dihitung. Sebagai contoh, telah dilakukan fabrikasi kisi 1D dengan sudut θ=10o, power laser diset 320 watt dan waktu penyinaran 1 detik. Hasil pengukuran AFM untuk sampel tersebut diperlihatkan pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.
Gambar 4.1. Gambar AFM untuk sampel yang dibuat dengan sudut θ=10°.
116 Sahrul Hidayat
Pada gambar 4.1 tampak pola kisi 1D dengan kualitas permukaan halus. Periode grating yang terukur dari foto AFM tersebut adalah 1064 nm. Gambar yang besar merupakan foto grating dengan sudut penglihatan tegak lurus terhadap permukaan film. Lebar gambar yang diambil sekitar 50x50 µm2 dari total lebar sampel film sekitar 0,5 cm2.
Gambar 4.2. Hasil pengukuran kedalaman dan periode grating dengan software AFM-analyser. Berdasarkan sampel foto permukaan tersebut, tampak bahwa film polimer hibrid yang dicampur dengan bahan dye laser dapat terfoto-polimerisasi mengikuti pola berkas cahaya yang mengenainya. Untuk menghilangkan bagian yang tidak terpolimerisasi, dilakukan proses etching menggunakan khloroform. Proses etching akan
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 117
melarutkan sisa-sisa prekursor polimer hibrid yang berfasa gel dari permukaan film. Hasil akhir yang didapatkan adalah film yang permukaan terpola dengan fasa padat seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.2 memperlihatkan hasil analisis dari foto AFM menggunakan software VN-analyser. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui profil 3 dimensi dari permukaan film. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada permukaan film terbentuk kisi yang berpola sinusioda dengan kedalaman sekitar 115 nm. Selain itu, berdasarkan analisis ini dapat diketahui juga periode kisi, yaitu sekitar 1064 nm.
Gambar 4.3 Spektrum absorpsi dan emisi film polimer hibrid yang dicampur DCM
118 Sahrul Hidayat
Gambar 4.3 memperlihatkan hasil pengukuran spektrum absorpsi dan emisi film polimer hibrid yang mengandung DCM. Berdasarkan gambar tersebut tampak bahwa panjang gelombang absorpsi berada pada rentang ∼420 nm sampai dengan ∼530 nm dan panjang gelombang emisi berada pada rentang ∼530 nm sampai dengan ∼660 nm. Panjang gelombang absorpsi memberikan informasi mengenai daerah frekuensi pemompa efektif apabila diaplikasikan sebagai berkas laser. Di dalam eksperimen ini, berkas pemompa yang digunakan adalah laser SHG (second harmonic generation) Nd:YAG dengan panjang gelombang 532 nm. Sumber cahaya tersebut digunakan dengan alasan memiliki kemudahan dalam perhitungan daya pemompa yang terserap oleh bahan. Jika yang digunakan untuk proses pemompaan bukan berkas laser, maka perhitungan daya yang diserap oleh bahan sulit dilakukan karena daerah frekuensinya lebar. Rentang panjang gelombang emisi diperlukan untuk menghitung periodisitas kisi yang harus dibuat di dalam divais laser. Dalam hal ini, panjang gelombang Bragg harus berada pada daerah emisi bahan. Jika demikian, maka rentang panjang gelombang Bragg adalah 530 nm
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 119
sampai dengan 660 nm. Jika nilai indeks bias efektif polimer hibrid diketahui, maka dapat dihitung periodisitas kisi yang bersesuaian dengan rentang panjang gelombang Bragg tersebut menggunakan persamaan (4.3).
mλB 2n Λ
(4.3)
Jika diasumsikan nilai indeks bias adalah 1.51, maka dapat diperoleh periodisitas kisi berada pada rentang 351 nm sampai dengan 437 nm. Selanjutnya, dapat ditentukan sudut θ sebagai parameter untuk pembuatan kisi dengan rentang
periodisitas
tersebut.
dengan
metode
dilakukan
Jika
pembuatan
interferensi
kisi
cahaya
menggunakan sumber cahaya laser Nd:YAG dengan panjang gelombang 355 nm, maka dapat dihitung rentang sudut
θ
menggunakan
persamaan
(4.4).
Dengan
mensubstitusikan rentang periodisitas kisi Λ dan panjang gelombang laser λ ke dalam persamaan (4.4) dapat diperoleh rentang sudut θ adalah 23° sampai 30°.
Λ
(4.4)
Berdasarkan parameter pembuatan kisi yang telah dihitung di atas, selanjutnya dilakukan fabrikasi kisi 1D dengan tiga variasi sudut θ, yaitu 25°, 26°, dan 27°.
120 Sahrul Hidayat
Pemilihan sudut tersebut didasarkan pada intensitas emisi bahan yang besar berada di daerah tengah teng kurva emisi seperti ditunjukkan pada gambar 4.3. Dengan demikian intensitas laser yang diperoleh diharapkan akan tinggi. Gambar 4.4 memperlihatkan
salah satu foto
permukaan kisi yang diperoleh dengan pengukuran AFM. Kisi tersebut difabrikasi dengan sudut sud θ=26°, power laser 320 mWatt, dan waktu penyinaran ¼ detik. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa untuk periode kisi yang lebih kecil, profil permukaannya tidak semulus permukaan kisi seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4.4 Foto permukaan kis kisi yang difabrikasi dengan sudut 26°.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 121
Hal tersebut dapat dipahami karena dalam fabrikasi kisi dengan teknik interferensi, semakin besar sudut θ maka pola gelap terang semakin rapat sehingga daya pisahnya menjadi kurang bagus. Hal tersebut dapat juga disebabkan adanya hamburan oleh permukaan film atau kaca yang akan menyebabkan pola gelapnya kurang tajam. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui juga periode kisi sekitar 398 nm.
Karakteristik Laser Berbasis Kisi 1D Suatu divais laser dikatakan baik apabila memiliki daya pemompa yang rendah dan frekuensinya tunggal atau rentang panjang gelombangnya sempit. Oleh karena itu, untuk menguji kualitas divais laser yang telah dibuat harus meliputi pengujian kedua parameter tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi divais laser yang meliputi karakteristik emisi laser dan warna yang dipancarkannya, pengukuran daya ambang pemompa, dan perhitungan full wide half maximum (FWHM). Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi divais laser terdiri dari sumber cahaya pemompa, setup optik untuk memfokuskan berkas pemompa, filter optik untuk mengatur daya cahaya
122 Sahrul Hidayat
yang diberikan, dan da detektor optik. Sebagai sumber cahaya pemompa digunakan laser Nd:YAG dengan panjang gelombang 532 nm, Merek Spectra physicsphysics Quanta ray. Alasan digunakannya laser Nd:YAG sebagai sumber
pemompa
adalah
kemudahannya
dalam
perhitungan daya yang diberikan terh terhadap sampel dan panjang gelombangnya berada pada daerah serapan bahan DCM. Setup optik akan mengubah berkas cahaya pemompa menjadi berkas berbentuk stip dengan luas area 0,7x0,15 mm2. Untuk mendeteksi berkas cahaya yang dihasilkan oleh divais digunakan photonic multichannel analyser-12 (PMA) merek Hamamatsu. Setup pengujian karakteristik divais laser diperlihatkan pada 4.5.
Gambar 4.5. Setup alat karakterisasi divais laser. laser
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 123
Hasil dari pengukuran ini berupa data intensitas (densitas optik) yang terdeteksi oleh detektor PMA dan selanjutnya diplot menjadi sebuah grafik. Pengujian pertama adalah menentukan karakteristik emisi dari divais laser. Pengujian dilakukan terhadap tiga jenis divais yang memiliki periode kisi berbeda, masing-masing 385 nm, 398, dan 411 nm. Karakteristik emisi masing-masing divais tersebut diperlihatkan pada gambar 4.6.
(a)
124 Sahrul Hidayat
(b)
(c)
Gambar 4.6 Kurva karakteristik emisi laser dengan periode kisi yang berbeda (a) Λ=385 nm (b) Λ=398 nm (c) Λ=411 nm.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 125
Berdasarkan gambar 4.6 dapat diketahui bahwa ketiga jenis divais mengemisikan berkas laser dengan panjang gelombang emisi yang berbeda yang bergantung pada besarnya periodisitas kisi. Tampak semakin besar daya pemompa yang diberikan intensitas laser yang diemisikan juga semakin besar. Untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm, emisi laser muncul pada panjang gelombang 582 nm, divais dengan periode kisi 398 nm emisi lasernya pada panjang gelombang 602 nm, dan divais dengan periode kisi 411 nm emisi laser muncul pada panjang gelombang 622. Tampak bahwa semakin besar periodisitas kisi, maka emisi laser yang dihasilkan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih tinggi. Pengamatan emisi laser hanya bisa dilakukan sampai densitas optik sekitar 40.000. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dari detektor optik yang digunakan, yaitu jika lebih dari 40.000, sinyal yang ditampilkan akan mengalami saturasi. Gambar 4.7 menampilkan gabungan dari kurva emisi pada gambar 4.6 dengan mengambil data pada satu nilai daya pemompa. Tampak perbandingan intensitas emisi laser untuk ketiga jenis divais yang memiliki
126 Sahrul Hidayat
perioditas kisi berbeda. Dengan memberikan daya pemompa 14 mJ/pulse.cm2, divais dengan periode kisi 411 nm emisi yang dipancarkannya lebih kecil dari divais yang lain. Hal tersebut diperkirakan kualitas film kurang baik sehingga
proses
pemanduan
gelombang
mengalami
banyak kehilangan daya.
Gambar 4.7 Kurva perbandingan panjang gelombang emisi laser.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.8 Foto emisi laser untuk periode kisi yang berbeda (a) Λ=385 nm (b) Λ=398 nm (c) Λ=411 nm.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 127
Panjang
gelombang
laser
yang
diemisikan
berpengaruh pada warna cahaya laser yang dihasilkan. Pada gambar 4.8 tampak untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm warna yang diemisikan cenderung dekat ke warna kuning dengan panjang gelombang emisi 582 nm. Untuk divais laser dengan periode kisi 398 nm, emisinya berwarna oranye dengan panjang gelombang emisi sekitar 602 nm. Sedangkan untuk divais laser dengan periode kisi 411 nm warna emisinya merah yang berada pada kisaran panjang gelombang 622 nm.
Gambar 4.9 Kurva daya ambang untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm.
128 Sahrul Hidayat
Gambar 4.10 Kurva daya ambang untuk divais laser dengan periode kisi 398 nm.
Gambar 4.11 Kurva daya ambang untuk divais laser dengan periode kisi 411 nm Gambar
4.9
sampai
dengan
gambar
4.11
memperlihatkan hasil pengukuran daya ambang pemompa masing-masing untuk divais laser dengan periode kisi 385
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 129
nm, 398 nm, dan 411 nm. Besarnya daya ambang dipengaruhi oleh beberapa parameter divais di antaranya adalah jenis bahan dye laser yang digunakan, konsentrasi dye laser di dalam sistem tersebut, kualitas film yang berkaitan dengan proses pemanduan gelombang, dan kualitas kisi sebagai resonator dalam sistem laser. Pada daya pemompa di bawah 5 mJ/pulse.cm2, tampak belum muncul adanya proses lasing, yang muncul baru sebatas amplified spontaneous emission
(ASE).
Bila
daya
pemompa dinaikkan, maka proses lasing mulai muncul. Berdasarkan ketiga kurva pada gambar di atas, tampak bahwa nilai daya ambang pemompanya hampir sama, yaitu sekitar 6 mJ/pulse.cm2. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas ketiga divais secara umum hampir sama. Daya pemompa ini berhubungan dengan daya eksternal yang harus diberikan untuk proses pembangkitan laser. Semakin kecil nilai daya ambang pemompanya, maka semakin baik pula divais laser tersebut. Gambar
4.12
sampai
dengan
gambar
4.13
menunjukkan hasil perhitungan FWHM untuk ketiga jenis divais laser. FWHM merupakan lebar titik tengah suatu kurva. Nilai tersebut menunjukkan ketajaman kurva, yaitu
130 Sahrul Hidayat
semakin rendah nilai FWHM semakin tajam kurva tersebut. Nilai FWHM dalam hal ini berkorelasi dengan ketajaman frekuensi laser. Semakin rendah nilai FWHM, semakin tajam frekuensi laser yang dihasilkan. Jika dibandingkan dari ketiga gambar tersebut, maka divais laser dengan periode kisi 385, menunjukkan penurunan FWHM yang lebih cepat. Hal ini mengandung arti bahwa berkas laser yang dihasilkannya memiliki rentang frekuensi yang sempit atau lebih koheren. Berdasarkan gambar tersebut lebar frekuensinya sekitar 2 nm. Bila dibandingkan dengan laser komersial, maka nilai tersebut masih terlalu lebar. Laser komersial umumnya memiliki lebar frekuensi kurang dari 1 nm.
Gambar 4.12 Kurva FWHM untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 131
Gambar 4.13 Kurva FWHM untuk divais laser dengan periode kisi 398 nm.
Gambar 4.14 Kurva FWHM untuk divais laser dengan periode kisi 411 nm. Seperti telah diuraikan pada bab 3, bahwa pada proses foto polimerisasi terjadi perubahan pada bagian rantai organik. Sebelum proses foto polimerisasi, rantai
132 Sahrul Hidayat
organiknya belum membentuk polimer dan fasanya masih dalam bentuk gel. Sedangkan setelah foto polimerisasi, bagian rantai organik membentuk polimer dan fasanya berubah menjadi padat. Secara fisis, divais yang telah difoto polimerisasi akan memiliki indeks bias yang berbeda dengan bagian yang belum terfoto polimerisasi. Oleh karena itu, walaupun tanpa proses etching, profil indeks bias sudah terbentuk pada permukaan film. Untuk menguji hal tersebut, maka dilakukan karakterisasi laser sebelum proses etching. Gambar 4.15 memperlihatkan kurva karakteristik emisi divais laser sebelum proses etching. Pada gambar tersebut terlihat bahwa intensitas laser tidak begitu tinggi. Pada saat daya pemompa dinaikkan, berkas ASE mengalami kenaikan cukup tinggi, sementara berkas lasernya tidak mengalami kenaikan yang besar. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kontras indeks bias pada kisi, sehingga proses refleksi dan pemanduan berkas emisi tidak berlangsung sempurna. Berbeda halnya dengan divais yang sudah melalui proses etching, sisa prekursor polimer hibrid akan terbuang bersama pelarutnya. Dengan demikian kontras indeks bias pada kisi cukup tinggi
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 133
karena berlangsung antara polimer hibrid dengan udara. Untuk divais yang sama, karakteristik laser setelah proses etching dapat dilihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.15 Karakteristik emisi sebelum proses etching. Selain menguji pengaruh proses etching, dalam penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh konsentrasi DCM terhadap karakteristik laser. Pada gambar 4.16 dan gambar 4.17 tampak karakteristik emisi divais laser dengan konsentrasi DCM 0,2% masing-masing untuk periode kisi 378 nm dan 400 nm. Untuk divais laser dengan periode kisi 378 nm, puncak panjang gelombang laser muncul pada 582 nm,
134 Sahrul Hidayat
sedangkan untuk divais dengan periode kisi 400 nm, puncak panjang gelombang laser muncul pada 606 nm. Berdasarkan kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan konsentrasi DCM menjadi 0,2%, dapat menurunkan daya ambang pemompa dari 6 mJ/pulse.cm2 menjadi sekitar 1,5 mJ/pulse.cm2. Peningkatan konsentrasi DCM lebih dari 0,2% tidak dapat dilakukan karena batas kelarutan DCM di dalam pilimer hibrid terbatas. Untuk divais laser dengan konsentrasi DCM 0,2%, pengujian karakteristik emisi tidak dapat dilakukan untuk rentang daya pemompa yang lebih tinggi. Berdasarkan gambar tersebut, tampak mulai daya pemompa 1,181 mJ/pulse.cm2, intensitas emisi sudah mendekati nilai 40.000 atau mendekati saturasi. Jika pengamatan emisi laser ingin dilakukan dalam rentang daya yang lebih tinggi, maka dapat digunakan filter untuk membatasi intensitas cahaya yang masuk ke dalam detektor.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 135
Gambar 4.16 Kurva emisi divais laser dengan periode kisi 378 nm dan konsentrasi DCM 0,2 %.
Gambar 4.17 Kurva emisi divais laser dengan periode kisi 400 nm dan konsentrasi DCM 0,2 %.
136 Sahrul Hidayat
BAB V LASER POLIMER HIBRID BERBASIS KRISTAL FOTONIK 2D
Karakteristik perambatan gelombang di dalam kristal fotonik mengalami perubahan kecepatan group di sekitar modus eigen. Pada daerah tersebut kecepatan group gelombang menurun, sehingga terjadi konsentrasi modus di daerah eigen. Sifat optik seperti di atas dapat dimanfaatkan
untuk
penguatan
amplitudo
berkas
gelombang di dalam kristal fotonik. Faktor penguatan amplitudo berbanding terbalik dengan kecepatan group. Semakin kecil kecepatan group gelombang maka faktor penguatan akan semakin besar. Tepat pada pita eigen kecepatan group sama dengan nol. Oleh karena itu, peningkatan daya dari emisi terstimulasi dapat dilakukan di daerah tepi pita fotonik yang merupakan daerah tempat modus propagasi terkonsentrasi.
138 Sahrul Hidayat
Pada bab ketiga telah dijelaskan metode perhitungan untuk mendapatkan kurva hubungan dispersi atau struktur bandgap kristal fotonik 2D. Metode perhitungan yang digunakan adalah metode ekspansi gelombang bidang. Di dalam bab tersebut telah dijelaskan bagaimana cara menentukan struktur pita kristal fotonik 2D untuk susunan kisi segi empat dan segi enam. Pada bab kelima ini, akan dijelaskan pemanfaatan kristal fotonik 2D tersebut untuk diaplikasikan sebagai resonator di dalam divais laser. Fotonik kristal 2D dibuat dari bahan polimer hibrid yang memiliki indeks bias sekitar 1,51. Jika jari-jari silinder di dalam kristal fotonik 2D adalah 0,25a, maka dapat disimulasikan struktur pita kristal fotonik tersebut. Struktur bandgap kristal fotonik 2D menggunakan bahan polimer
hibrid
dengan
susunan
diperlihatkan pada gambar 5.1.
kisi
segi
empat
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 139
Gambar 5.1. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan bahan polimer hibrid dan susunan kisi segi empat. Pada gambar 5.1 tampak ada pertemuan beberapa pita fotonik di daerah titik M dalam zona Brillouin. Pada daerah pertemuan pita tersebut konsentrasi modus propagasi sangat tinggi, sementara di daerah sekitarnya merupakan gap yang tidak ada modus propagasi. Untuk lebih menyederhanakan analisis, dapat diambil kurva hubungan dispersi untuk modus TM saja di mana terdapat pertemuan modus eigen untuk pita kedua dan ketiga, seperti ditunjukkan pada gambar 5.2.
140 Sahrul Hidayat
Gambar 5.2. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan susunan kisi segi empat untuk modus TM. Di dalam kristal fotonik, gelombang yang merambat pada daerah konsentrasi modus tersebut akan mengalami pemantulan dan beresonansi di sekitar daerah itu. Jika ke dalam kristal fotonik tersebut ditambahkan bahan penguat berkas (dye laser), maka berkas gelombang yang beresonansi akan mengalami penguatan intensitas pada frekuensi modus perambatannya. Dengan demikian sistem tersebut dapat menghasilkan berkas laser dengan frekuensi yang tajam. Pada gambar 5.2 hubungan dispersi kristal fotonik 2D dengan susunan kisi segi empat untuk modus TM.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 141
Pada daerah yang diberi tanda melingkar merupakan pertemuan dua pita eigen yang konsentrasi modus propagasinya sangat besar dibanding daerah lainnya. Nilai tepi pita eigen seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.2 adalah 0,663. Nilai tersebut menunjukkan nilai frekuensi eigen dalam a/λ. Berdasarkan gambar 4.3, dapat diketahui bahwa rentang panjang gelombang emisi polimer hibrid yang didoping dengan DCM adalah 530 nm sampai 660 nm. Jika data emisi tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan tepi pita eigen (a/λ=0,663), maka akan didapat rentang periode kisi kristal fotonik 2D yang sesuai dengan daerah emisi bahan laser. Jika dihitung, maka akan didapat rentang periode kisi antara 351 nm sampai dengan 438 nm. Dengan demikian fabrikasi divais laser yang berbasis kristal fotonik 2D dari bahan polimer hibrid yang didoping dengan DCM, periode kisinya harus berada pada rentang daerah tersebut. Struktur bandgap kristal fotonik 2D untuk kisi segi enam dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan untuk kisi segi empat. Jika digunakan nilai indeks bias efektif 1,5 dan jari-jari silinder 0,25a, maka dapat disimulasikan struktur bandgap kristal fotonik 2D
142 Sahrul Hidayat
dengan sususan kisi segi enam seperti tampak pada gambar 5.3. Berdasarkan gambar tersebut tampak muncul bandgap untuk modus TM pada frekuensi sekitar 0,5 (dalam a/λ). Selain itu terdapat titik pertemuan dua pita eigen tempat modus propagasi terkonsentrasi, yaitu pertemuan antara pita kedua dan ketiga pada modus TM.
Gambar 5.3. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan bahan polimer hibrid dan susunan kisi segi enam.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 143
Gambar 5.4. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan susunan kisi segi enam untuk modus TM. Jika simulasi dilakukan hanya untuk modus TM, maka akan tampak lebih jelas titik pertemuan dua pita eigen tersebut seperti diperlihatkan pada gambar 5.4. Titik pertemuan dua pita eigen berada pada koordinat X=0,5774 dan Y=0,6331. Seperti pada perhitungan untuk kisi segi empat,
dengan
mensubstitusikan
rentang
panjang
gelombang emisi polimer hibrid yang didoping dengan DCM ke dalam persamaan tepi pita eigen akan didapat rentang periode kisi. Persamaan tepi pita eigen untuk struktur segi enam adalah a/λ=0,633. Jika panjang
144 Sahrul Hidayat
gelombang emisi polimer hibrid yang didoping dengan DCM adalah 530 nm sampai 660 nm, maka periode kisi yang dibuat harus berada pada rentang antara 335 nm sampai 418 nm. Proses Fabrikasi Divais Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Proses fabrikasi kristal fotonik 2D hampir sama dengan proses fabrikasi kisi 1D seperti telah diuraikan pada bab keempat. Proses fabrikasi menggunakan prinsip interferensi cahaya dengan metode Lloyd Mirror. Jika pada proses fabrikasi kisi 1D penembakan berkas laser hanya dilakukan satu kali, maka untuk fabrikasi kisi 2D penembakan berkas laser dilakukan dua kali. Proses penembakan
dilakukan
secara
berurutan,
di
mana
penembakan kedua dilakukan dalam posisi sampel yang berbeda. Untuk menghasilkan susunan kisi segi empat, penembakan kedua dilakukan setelah sampel diputar 90° terhadap posisi penembakan pertama, seperti tampak pada gambar 5.5. Sedangkan jika ingin diperoleh susunan kisi segi enam, maka proses penembakan kedua dilakukan
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 145
setelah sampel diputar 60° terhadap posisi penembakan pertama, seperti tampak pada gambar 5.6. Untuk mempermudah proses pemutaran, sampel film tipis ditempatkan di atas piringan putar (rotating stage) sehingga penentuan sudut putar menjadi lebih presisi.
Penembakan ke-1
Putar 90°
Penembakan ke-2
Gambar 5.5. Ilustrasi proses foto polimerisasi kisi segi empat.
Penembakan ke-1
Putar 60°
Penembakan ke-2 Gambar 5.6. Ilustrasi proses foto polimerisasi
kisi segi enam. Fabrikasi struktur kisi 2D agak berbeda dengan teknik yang dilakukan untuk mendapatkan struktur kisi 1D. Pada fabrikasi struktur kisi 2D perlu dilakukan optimasi terlebih dahulu untuk mengetahui daya laser yang tepat. Jika daya laser pada proses foto polimerisasi
146 Sahrul Hidayat
tidak tepat maka tidak akan dihasilkan struktur kisi 2D. Daya laser yang terlalu rendah akan mengakibatkan proses foto polimerisasi tidak terjadi, dengan begitu struktur kisi tidak akan terbentuk. Bahkan film tipis tersebut akan ikut larut pada saat dilakukan proses etching. Sebaliknya jika daya laser terlalu tinggi, maka pada penembakan pertama akan terjadi proses foto polimerisasi yang kuat dalam waktu singkat. Hal tersebut menyebabkan penembakan kedua tidak akan memberikan dampak berarti pada proses foto polimerisasi. Dengan demikian struktur yang akan terbentuk hanya berasal dari penembakan pertama saja. Untuk mengetahui daya laser optimal, dilakukan pengujian proses pembuatan kisi 2D dengan tiga macam variasi daya, yaitu 120 mWatt, 200 mWatt, dan 320 mWatt. Waktu penembakan untuk ketiga variasi daya tersebut dibuat sama yaitu seperempat detik. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa kisi 2D yang dibuat dengan daya 120 mWatt tidak terbentuk dan film tipisnya ikut larut pada saat proses etching. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya 120 mWatt dan waktu tembak ¼ detik, proses foto polimerisasi belum terjadi. Daya 120 mWatt diduga masih berada di bawah batas ambang untuk
Laser Polimer Hibrid Hib Berbasis Kristal Fotonik 2D 147
terjadinya proses foto polimerisasi. Sedangkan untuk proses pembuatan kisi dengan deng daya 320 mWatt dan waktu tembak ¼ detik, kisi yang terbentuk hanya merupakan kisi 1D. Hal ini menunjukkan daya 320 mWatt terlalu kuat sehingga pada penembakan pertama telah terjadi proses foto polimerisasi sempurna, dan penembakan kedua menjadi
tidak
memberikan me
dampak
berarti.
Hasil
pengamatan dengan AFM untuk kisi yang dibuat dengan d kondisi tersebut dapat di dilihat pada gambar 5.7.
Gambar 5.7.. Hasil pengamatan AFM untuk kisi yang dibuat dengan daya 320 mWatt. mWatt
148 Sahrul Hidayat
Gambar 5.8.. Hasil pengamatan AFM untuk kisi yang dibuat dengan daya 200 mWatt. mWatt Sedangkan untuk pengujian dengan daya 200 mWatt dan waktu tembak ¼ detik, dihasilkan struktur kisi 2D yang cukup baik, seperti tampak pada gambar 5.8. Hasil ini menunjukkan bahwa daya 200 mWatt dengan waktu tembak ¼ detik merupakan nilai yang tepat untuk proses pembuatan struktur kisi 2D. Berdasarkan hasil optimasi tersebut selanjutnya dibuat masing-masing masing 2 variasi periode kisi 2D untuk struktur kisi segi empat dan kisi segi enam.. Kisi 2D dengan struktur segi empat dibuat menggunakan sudut 26° 26 dan 27° yang berkorelasi dengan periode kisi 405 nm dan 391 nm. Pemilihan sudut tersebut didasarkan pada hasil prediksi teori bahwa lasing polimer
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 149
hibrid yang didoping dengan DCM akan terjadi pada rentang periode 351 nm sampai dengan 438 nm. Sedangkan untuk kisi 2D dengan struktur segi enam, proses fabrikasinya dilakukan menggunakan dua variasi sudut yaitu 25° dan 26°. Salah satu hasil pengukuran AFM untuk struktur kisi segi enam diperlihatkan pada gambar 5.9.
Berdasarkan
hasil
pengukuran
AFM
tersebut
selanjutnya dapat dihitung periode kisi. Untuk dua variasi sudut fabrikasi seperti disebutkan di atas, periode kisi yang diperoleh adalah 410 nm dan 400 nm yang berkorelasi dengan sudut fabrikasi 25° dan 26°.
Gambar 5.9. Foto AFM untuk kisi segi enam yang dibuat dengan daya 200 mWatt.
150 Sahrul Hidayat
Karakteristik Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Kualitas suatu divais laser sangat ditentukan oleh karakteristik emisinya. Suatu laser dikatakan baik jika frekuensi emisinya tunggal, daya pemompanya rendah, dan efisiensinya tinggi. Pada gambar 5.10 tampak karakteristik emisi divais laser kristal fotonik 2D dalam arah-X, bagian (a) untuk periode kisi 391 nm dan (b) untuk periode kisi 405 nm. Berdasarkan gambar tersebut tampak bahwa laser muncul pada panjang gelombang 588 nm untuk periode kisi 391 nm dan 606 nm untuk periode kisi 405 nm. Selanjutnya, dari gambar tersebut dapat diperoleh juga kisaran daya ambang pemompa. Untuk kedua divais laser baik periode kisi 391 nm ataupun 405 nm memiliki daya ambang
pemompa 2
mJ/pulse.cm .
yang
sama,
yaitu
sekitar
3
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 151
(a)
(b)
Gambar 5.10. Karakteristik emisi laser berbasis kristal fotonik 2D dengan kisi segi empat (a) Λ=391 nm (b) Λ=405 nm.
152 Sahrul Hidayat
(a)
(b)
Gambar 5.11. Karakteristik emisi laser untuk divais dengan periode kisi 405 nm (a) Sebelum etching (b) sesudah etching.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 153
Gambar 5.11 menunjukkan karakteristik emisi divais laser sebelum dan sesudah proses etching untuk periode kisi 405 nm. Berdasarkan kedua gambar tersebut tampak bahwa proses etching tidak memberikan dampak yang besar terhadap karakteristik emisi lasernya. Hal ini berbeda sekali dengan divais laser berbasis kisi 1D di mana proses etching sangat memengaruhi ketajaman berkas laser yang dihasilkan. Daya ambang pemompa juga terlihat hampir sama untuk kondisi sebelum dan sesudah proses etching, yaitu sekitar 3 mJ/pulse.cm2. Proses etching tampak hanya
berpengaruh pada besarnya
intensitas emisi. Untuk kondisi sebelum proses etching, intensitas emisi sekitar 25.000 (satuan densitas optik), sedangkan sesudah proses etching hampir dua kali lipatnya. (a)
154 Sahrul Hidayat
(b)
Gambar 5.12. Karakteristik emisi laser untuk periode kisi 405 nm (a) intensitas terhadap panjang gelombang laser (b) intensitas terhadap arah emisi laser. Gambar 5.12 memperlihatkan karakteristik laser pada beberapa arah yang berbeda. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa berkas laser dapat diamati di sekeliling sampel pada arah tegak lurus terhadap berkas pemompa. Berkas laser dapat diamati pada rentang sudut 0° sampai 5° dengan intensitas yang semakin menurun. Dalam arah antara sudut 6° sampai dengan 82°, berkas laser tidak muncul. Hal tersebut disebabkan jarak antarkisi pada rentang sudut 6° sampai 82° tidak beraturan, sehingga proses penguatan umpan balik tidak berlangsung.
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 155
Berkas laser muncul kembali pada rentang sudut 83° sampai 90° dengan intensitas yang semakin membesar. (a)
(b)
Gambar 5.13. Karakteristik emisi laser berbasis kristal fotonik 2D dengan kisi segi enam (a) periode kisi 400 nm. (b) periode kisi 410 nm.
156 Sahrul Hidayat
Seperti telah diuraikan di atas, emisi dari divais laser 2D dapat diamati pada beberapa arah berbeda. Gambar 5.13 memperlihatkan karakteristik emisi laser untuk divais dengan kisi segi enam dalam arah pengamatan sumbu-X. Bagian (a) memperlihatkan karakteristik emisi untuk divais dengan periode kisi 400 nm dan bagian (b) untuk periode kisi 410 nm. Untuk divais laser dengan periode kisi 400 nm, berkas laser muncul pada panjang gelombang 606 nm, sedangkan untuk divais dengan periode kisi 410 nm, laser dapat diamati pada panjang gelombang 621 nm. Untuk kedua jenis divais tersebut, tampak daya ambang pemompanya berbeda. Untuk divais dengan periode kisi 400 nm, daya ambang pemompa sekitar 10 mJ/pulse cm2, sedangkan untuk periode kisi 410 nm, daya ambang pemompanya sekitar 14 mJ/pulse.cm2. Gambar 5.14 memperlihatkan karakteristik emisi laser dalam beberapa arah berbeda untuk divais dengan kisi segi enam. Laser hanya muncul pada sudut pengamatan 0°,1°, 65° dan 67°. Laser dengan intensitas yang cukup tinggi hanya muncul pada sudut pengamatan 0° dan 65° saja. Hal ini mengindikasikan bahwa kisi segi enam hanya periodik dalam arah sudut pengamatan
Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 157
tersebut, sedangkan dalam sudut pengamatan yang lain jarak antarkisinya tidak sama. Seperti telah dibahas sebelumnya, laser hanya muncul pada frekuensi dan arah tertentu saja seperti tampak pada gambar 5.4. Untuk kisi segi enam laser diperkirakan muncul pada arah K (dalam zona Brilouin) yang merupakan pertemuan dua pita eigen.
Gambar 5.14. Karakteristik emisi laser dalam arah berbeda untuk divais dengan periode kisi 400 nm.
158 Sahrul Hidayat
DAFTAR PUSTAKA
Chaudhury, N.K., et al. 2007. Sol-gel technology for sensor applications. Defence Science Journal Vol. 57 No. 3: 241-253. Cordoncillo, E., et al., 2001. Blue emitting hybrid organic-inorganic materials. Optical Material 18: 309-320. Florescu, L., 2004. Lasing in strongly scattering dielectric microstructures. Thesis Graduate Department Physics, University of Toronto. Forberich, K., et al. 2006. Lasing mechanisms in organic photonic crystal lasers with two-dimensional distributed feedback. Journal of Applied Physics 100 023110: 1-6. Frohlich, L., et al. 2002. Inorganic-organic hybrid polymers as photo patternable dielectrics for multilayer microwave circuits. Material Research Society Symposium proceeding Vol 726: 4.1-4.6. Gadonna, M., et al., 2003. In-situ method for removing refractive index chirp in fiber Bragg grating photo-written by Lloyd mirror. Optical Fiber Technology 9: 260-269. Houbertz, R., et al. 2003. Inorganic-organic hybrid materials for application in optical devices. Thin Solid Film 442: 194-200. Imada, M., et al. 1999. Coherent two-dimensional lasing action in
160 Sahrul Hidayat surface-emitting laser with triangular-lattice photonic crystal structure. Applied Physics Letters Vol. 75 No. 3: 316-318. Jakubiak, R., et al., 2005. Dynamic lasing from all-organic twodimensional photonic crystals. Advance Material 17: 2807-2811. Joannopoulus J.D., et al., 2008. Photonic crystals molding the flow of light. Princeton University Press. John, S., et al., 1996. Theory of lasing in a multiple-scattering medium. Physical Review A Vol. 54 No. 4: 3642-3652. Lawrence, J. R., et al., 2003. Polymer laser fabricated by a simple micromolding process. Applied Physics Letters Vol. 82 No. 23: 4023-4025. Meier, M., et al., 1999. Laser action from two-dimensional distributed feedback in photonic crystals. Apllied Physics Letters Vol. 74 No.1: 7-9. Mekis, A., et al., 1999. Lasing mechanism in two -domensional photonic crystal lasers. Applied Physics A 69: 111-114. Mohamed, R., et al. 2005. Characterization and process optimization of photosensitive acrylates for photonics applications. Science and Technology of Advanced Materials 6: 375-382. Neiss, E., et al., 2008. Investigation of laser ablation on hybrid sol-gel material applied to kinoform etching. Applied Physics A 92: 351356. Notomi, M., et al., 2001. Directional lasing oscillation of twodimensional organic photonic crystal lasers at several photonic bandgaps. Applied Physics Letters Vol. 78 No. 10: 1325-1327. Okamoto, T., et al. 2004. Towards Plasmonic bandgap laser. Apllied Physics Letters Vol. 85 No. 18: 3968-3970. Oliveira, D. C., et al., 2006. Distributed feedback multipeak laser
Daftar Pustaka 161 emission in Rhodamine 6G doped organic-inorganic hybrids. Journal Sol-Gel Science Technology 40: 359-363. Parashar, V.K.,et al. 2004. The sol-gel process for realization of optical micro structures in glass. Key Engineering Materials: 264-268. Pitriana, P. 2008. Pembuatan dan karakterisasi polimer hibrid yang didoping unsur tanah jarang untuk aplikasi luminesensi. Skripsi Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Padjadjaran. Richardson, S., 2007. The fabrication and lithography of conjugated polymer distributed feedback lasers and development of there applications. Thesis School of Physics and Astronomy, University of St. Andrews. Sakoda, K. 2001. Optical properties of Photonic crystals. Optical Sciences Springer. Silfvast, W. T. 2003. Fundamental of photonics. University of Central Florida Orlando, Florida Soppera, O., et al. 2002. Design of photoinduced relief optical devices with hybrid sol-gel materials. Applied Surface Science 186: 9194. Susa, N., 2001.Threshold gain and gain enhancement due to distributed-feedback in two-dimensional photonic crystal lasers. Journal of Applied Physics Vol. 89 No. 2: 815-823. Tohge, N., et al., 2003. Fabrication of two dimensional gratings using photosensitive gel films and their characterization. Journal of Sol-Gel Science and Technology 26: 903-907. Ubukata, T., et al. 2002. Surface relief grating in hybrid films composed of azobenzene polymer and liquid crystal molecule. Colloids and Surfaces, Physicochemical and Engineering Aspects
162 Sahrul Hidayat 198-200: 113-117. Yang, J.K., et al. 2002. Lasing from slab edge mode of free-standing two-dimensional photonic crystals. Optical Society of America. 140.5960. Yu, W. X., et al., 2003. Fabrication of refractive microlens in hybrid SiO2/TiO2 sol-gel glass by electron beam lithography. Optics Express Vol. 11 No. 8: 899-904. Yurista, G.L., et al., 2001. Hybrid semiconductor polymer resonant grating waveguide structures. Optical Materials 17: 149-154.
INDEKS
A
Defect-mode 42,86
Absorpsi 5,6,8,14-17, 101
Densitas
AFM 115-117, 147, 148
Energi 12,14,16
ASE 129,132
Foton 36
Amplitudo 6,22,26,55, 137
Optik 120,123,147 Deret
B
Fourier 75
Bahan anorganik 89
Geometri 29
Bahan organik 89
Dip coating 93
Band-edge 42,69,87
Doping 8,89,90,95,104
Bilangan gelombang 22,106
Dye-laser 8,89,90,94,96,105
Bragg 41-47,51,53,112
E C
Emisi
Cacat 42,43,59,67,85
Spontan 15,16,36,42,43
Candela 11
Terstimulasi 1,3,5,67
Continuous wave 6
D Daya pantul 33,
F Fiber optik 44 Flash lamp 4,8
164 Sahrul Hidayat Foto polimerisasi 92,93,95,96
Interferensi 19,22,26,27,40
Foton 5,16,36,37,40,105
Interferometer
Frekuensi
Jamin 19,20
Detuning 52,56,57
Mach-Zehnder 21
Eigen 79,133,135
Michelson 20,21,22
Resonansi 12,135
Fabry-Perot 22,26
FWHM 119,127,128,129
Irreducible Brillouin zone 78
Fungsi Bessel 77
K G
Kavitas optik 5,7,85,86
Gain
Kecepatan
medium 3
cahaya 10,71
switching 6
group 36,67
Gelombang
Kehilangan daya 5,6,33,36,66
Bloch 73
Kerugian daya 32,33,34
Elektromagnetik 1,2,9,41,42
Ketidakpastian Heisenberg 9
Radio 9
Kisi Bragg 46,56,57,60,63,65
H
Segi empat 77,78,134-138
Hamburan
Segi enam 77,79,137-144
Bragg 41,50,52,53 Cahaya 39,40 Hubungan dispersi 133,135
Koefisien Ekspansi gelombang 75 Reflektansi 29,37,55-60 Kondisi stasioner 33
I
Konstanta
Indeks pita 73
Kopling 53,57,58,59
Infra red 1,18
Planck 10
Inisiator 92,93,94,96,111
Koordinat polar 76
Indeks 165 Kristal fotonik 39-60,109
Tunggal 43,58
Kromofor 92
Monochromatic light 1
L
N
Laser
Nonlinier optic 8
Kontinu 2,7 Konvensional 40
O
Pulsa 2,6,7,8
Optical resonator 3,67,85
Semikonduktor 4
Output coupler 3
Vibrometer 21 Visible 1
P
Lasing 126,143
Pandu gelombang 47,59,60,89
Life time 16
Panjang gelombang 2,4,18,40
Lloyd Mirror 112,139
Parasitic reflection 60
Luminesen 89,90
Peluruhan radioaktif 16 Pembagi berkas 25
M
Penguatan daya laser 33
Magnetic stirrer 96
Pergeseran fase 23,28,30
Matriks transfer 55
Permitivitas 66,68,74
Medan
Persamaan
Listrik 24,54,68
Diferensial terkopel 55
Magnet 69
Maxwell 68,70
Media penguat 3-8,41,61
Nilai eigen 54,62,71,79
Mekanika kuantum 9
Photonic bandgap 40,67
Modelocking 6
Polimer hibrid 87,89,90,110
Modus
Populasi
Eigen 133,135
Elektron 15
Gelombang longitudinal 33
Inversi 5,7,8,36
166 Sahrul Hidayat Post-baking 98,99
T
Prekursor 94,96,97,105
Teknik sol-gel 94
Prinsip ketidakpastian 9,10,16
Teori
Proses etching 116,131,143
Model atom 13,14
Pumping 3,4
Modus terkopel 48,50 THG 98,100
Q Q-switching 6
R
Transverse Electric 80 Magnetic 81 Twobeam interferometer 21,22
Radikal 92,93,101 Refleksi 27,29,31,39,46,57 Reflektor Bragg 43,45,46
S
U Ultra violet 1,19,89
V
SHG 118 SSR 35,36,38 Spektrum Absorpsi 17,18,115 Emisi 16,115
Vektor Gelombang 48,49,50,52,61 Eigen 54 Kisi balik 73,75,76 Kisi real 73,76
FTIR 105,106 Spin coating 91,96
W
Spraying 93
Waktu paruh 16
Stop band 63 Superposisi 19,25,26,44,45
Z
Suspensi koloid 94
Zona Brillouin 73,78,79,139
TENTANG PENULIS Sahrul Hidayat, lahir di Ciamis, Jawa Barat, tanggal 30 Juli 1973. Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Negeri I Panumbangan (1986), dan kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri Panumbangan (1989). Sekolah Menengah Atas diselesaikannya tahun 1992 dari SMA Negeri 2, Tasikmalaya. Oleh karena keinginannya yang besar untuk masuk di perguruan tinggi, ia mendaftar di Universitas Padjadjaran, FMIPA Jurusan Fisika yang diselesaikannya pada tahun 1997. Usai kuliah, ia menjadi dosen (1998) di almamaternya. Ia melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung dan memperoleh gelar Magister (S-2) dari Jurusan Fisika, tahun 2001. Beberapa pelatihan diikutinya, antara lain: pelatihan pengajaran mata kuliah Mekanika dan Fisika Matematika di Jurusan Fisika ITB; pelatihan ESQ pada program TPSDP Unpad; pelatihan HAKI yang diselenggarakan DP2M DIKTI; serta magang penelitian di Photonic Center Graduate School of Engineering Osaka University (Oktober 2008-Maret 2009). Selain itu, ia sering mengikuti pelbagai seminar baik tingkat nasional maupun internasional dalam bidang fisika material. Penulis pernah menjadi Pembantu Ketua III Program Diploma 3 FMIPA Universitas Padjadjaran (2003-2006), ketua Tim Evaluasi SPMB/SMUP Program Diploma 3 Universitas Padjadjaran (20042006), dan PIC bidang sistem informasi TPSDP Unpad (2004-2007). Melihat perkembangan ilmu dan pengetahuan yang semakin pesat, ia merasa perlu mengikuti pendidikan yang lebih tinggi guna mengantisipasi perkembangan itu, sehingga ia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S-3), mulai tahun 2006 ia mengikuti Program Doktor bidang MIPA di Unpad, dengan fokus penelitian pada kajian Polimer Hibrid dan Aplikasinya sebagai Divais Optik.
UNPAD PRESS
ISBN:
978-979-3985-73-7