PREPARASI PRODUK NATA DE PINA DAN APLIKASI PENGIKATANNYA TERHADAP LOGAM KOBALT(II)
LIA APRILIA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK LIA APRILIA. Preparasi Produk Nata de Pina dan Aplikasi Pengikatannya terhadap Logam Kobalt(II). Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan MUHAMAD FARID. Limbah kulit nanas dapat diubah melalui fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk yang lebih bermanfaat, yaitu produk nata de pina. Nata termodifikasi kimia diduga dapat digunakan sebagai adsorben yang lebih unggul dalam menjerap logam berat dibandingkan lembaran kering nata tanpa modifikasi. Kobalt merupakan logam transisi yang diperlukan dalam konsentrasi rendah tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi tinggi, misalnya penyebab penyakit kanker. Modifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah modifikasi nata menggunakan asam sulfat, NaOH, dan asam monokloroasetat (konversi menjadi karboksimetil selulosa). Pencirian lembaran kering nata termodifikasi kimia menggunakan Fourier transfom infrared (FTIR). Urutan kapasitas adsorpsi terbesar dari setiap nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi terhadap kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi > modifikasi asam sulfat > modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai kapasitas adsorpsi maksimumnya berturut-turut sebesar 520.89, 420.67, 95.67, dan 47.39 µg/g adsorben. Urutan nilai efisiensi adsorpsi terbesar dari nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi terhadap logam kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi > modifikasi asam sulfat > modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai efisiensi adsorpsi maksimumnya berturut-turut 40.71, 23.99, 8.26, dan 4.25%. Nata termodifikasi kimia (NaOH) dapat menjerap 19.24% lebih banyak logam kobalt dibandingkan nata tanpa modifikasi.
ABSTRACT LIA APRILIA. Preparation of Nata de Pina Product and Its Aplication in Cobalt(II) Binding. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA and MUHAMAD FARID. Pineapple’s peel waste fermentated with Acetobacter xylinum becomes a useful product. The product is called nata de pina. Chemically modified nata was estimated as more excellent adsorben in adsorbing heavy metals as compared with unmodified nata. Cobalt is transition metal which is needed in low concentration but it could be toxic in high concentration, for example it caused cancer. Modifications in this research on the nata used sulfuric acid, sodium hydroxide, and monochloroacetic acid (conversion to carboxymethyl cellulose). Chemically modified nata was characterized using Fourier transfom infrared (FTIR). The value of adsorption capacity from each chemically modified and unmodified nata toward cobalt(II) was NaOH modified > unmodified > sulfuric acid modified > monochloroacetic acid modified with maximum value of adsorption capacity were 520.89, 420.67, 95.67, and 47.39 µg/g adsorben, respectively. The value of adsoption efficiency from each chemically modified and unmodified nata toward cobalt(II) was NaOH modified > unmodified > sulfuric acid modified > monochloroacetic acid modified with maximum value of adsorption efficiency were 40.71, 23.99, 8.26, and 4.25%, respectively. Chemically modified nata could adsorb 19.24% cobalt more than the unmodified nata.
PREPARASI PRODUK NATA DE PINA DAN APLIKASI PENGIKATANNYA TERHADAP LOGAM KOBALT(II)
LIA APRILIA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Nama NIM
: Preparasi Produk Nata de Pina dan Aplikasi Pengikatannya terhadap Logam Kobat(II) : Lia Aprilia : G44203018
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Betty Marita Soebrata, S.Si, M. Si. NIP 131 694 523
Drs. Muhamad Farid NIP 132 002 064
Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806
Tanggal Lulus:
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim… Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2007 hingga Agustus 2008 di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor dengan judul Preparasi Produk Nata de Pina dan Aplikasi Pengikatannya terhadap Logam Kobat(II). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Betty Marita Soebrata, S.Si, M. Si. dan Bapak Drs. Muhamad Farid selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayah, ibu, dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan cinta, semangat, bantuan materi, doa yang tulus, kesabaran, dan kasih sayang tiada henti. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kak Khotib, S. Si. atas diskusi yang berharga, Pak Mail, Pak Nano, Bu Ai, Pak Eman, dan Pak Sabur atas fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada Noerhayati, Rita, Ani, Yuli, Isya, Dewi, Sari, Mba Aci, Utin, Laskar MSC, Fusi-G, Tim Asistensi PAI IPB 2007/2008, Kimia 40, Zaid 2006, dan rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan atas semangat dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
Lia Aprilia
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang tanggal 7 April 1986 dari ayah Safeih dan ibu Fatimah. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 32 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di dalam organisasi kampus di IPB dan di luar IPB. Tahun 2003 penulis menjadi anggota KOPMA IPB dan anggota UKM Panahan IPB. Tahun 2005 penulis menjadi anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia komisariat IPB. Periode kepengurusan 2005-2006 menjadi staf di Departemen Olahraga dan Seni DKM Al-Ghifari IPB dan staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa BEM FMIPA IPB. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan praktik lapangan di Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan KLH RI. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Fisik dan Lingkungan tahun ajaran 2007-2008, asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam tahun ajaran 2006-2007 dan 2007-2008, serta penanggung jawab asistensi Pendidikan Agama Islam FMIPA tahun ajaran 20072008. Selain itu, penulis aktif mengikuti seminar-seminar, baik yang berbasis iptek dan wirausaha selama mengikuti perkuliahan di IPB.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
viii
PENDAHULUAN .....................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Nanas ................................................................................................................. Selulosa Bakterial.............................................................................................. Adsorpsi............................................................................................................. Modifikasi Adsorben ........................................................................................ Karboksimetil Selulosa (CMC) ....................................................................... Analisis Kobalt ..................................................................................................
1 2 3 3 3 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ................................................................................................. Metode Penelitian .............................................................................................
5 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Nata ................................................................................................ Sintesis Karboksimetil Selulosa ........................................................................ Penentuan Kondisi Optimum Adsorben ............................................................ Aplikasi Pengikatan Kobalt pada Produk Nata ................................................. Kajian Fourier Transform Infrared (FTIR) .....................................................
7 7 8 10 11
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .......................................................................................................... Saran .................................................................................................................
12 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
13
LAMPIRAN ...............................................................................................................
15
DAFTAR TABEL Halaman 1
Komposisi kimia daging buah nanas masak ..........................................................
2
2
Sifat fisik selulosa bakterial dan beberapa material organik ................................
2
3
Nilai Q dan E adsorben dengan modifikasi dan tanpa modifikasi........................
10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Struktur selulosa ....................................................................................................
3
2
Struktur karboksimetil selulosa .............................................................................
3
3
Reaksi antara Nitroso-R-salt dan kobalt ................................................................
5
4
Lembaran nata .......................................................................................................
6
5
Nata setelah inkubasi lima hari ..............................................................................
7
6
Karboksimetil selulosa hasil sintesis .....................................................................
8
7
Warna kompleks kobalt-garam nitroso-R pada berbagai konsentrasi ...................
8
8
Hubungan waktu dengan kapasitas adsorpsi kobalt pada lembaran nata .............
9
9
Hubungan waktu dengan kapasitas adsorpsi kobalt pada CMC ............................
9
10 Hubungan bobot dengan kapasitas adsorpsi kobalt pada CMC ...........................
9
11 Hubungan bobot dengan efisiensi adsorpsi kobalt pada CMC ..............................
9
12 Kapasitas adsorpsi adsorben lembaran nata terhadap Co(II) .................................
10
13 Efisiensi adsorpsi adsorben lembaran nata terhadap Co(II) ..................................
11
14 Spektrum FTIR nata tanpa modifikasi...................................................................
11
15 Spektrum FTIR nata termodifikasi NaOH.............................................................
12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Bagan alir penelitian ..............................................................................................
16
2
Pengamatan Fisik lembaran nata kering ................................................................
17
3
Pola serapan kompleks kobalt-garam nitroso-R pada beberapa panjang gelombang .............................................................................................................
18
4
Pembuatan kurva standar kobalt ............................................................................
18
5
Data kurva standar kobalt ......................................................................................
19
6
Kapasitas adsorpsi pada variasi waktu penjerapan kobalt pada lembaran nata .....
19
7
Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi pada variasi waktu penjerapan kobalt pada karboksimetil selulosa ..................................................................................
8
Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi pada variasi bobot karboksimetil selulosa..................................................................................................................
9
20
21
Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi kobalt oleh nata termodifikasi asam sulfat ......................................................................................................................
22
10 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi kobalt oleh nata termodifikasi NaOH ..
22
11 Spektrum FTIR CMC ............................................................................................
23
PENDAHULUAN Buah nanas (Ananas comosus) merupakan salah satu tanaman yang banyak diusahakan petani di Indonesia, terutama di daerah Sumatera dan Jawa. Tiap tahun produksinya terus meningkat. Pada tahun 2005 produksi nanas di Indonesia mencapai 925.082 ton dan 1.427,781 ton pada tahun 2006 (Biro Pusat Statistik 2007). Satu buah nanas hanya 53% bagian saja yang dapat dikonsumsi, sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah, sehingga limbah kulit nanas makin lama makin menumpuk dan umumnya hanya dibuang sebagai sampah (Rulianah 2002). Hal tersebut membuka peluang dalam pemanfaatan limbah kulit nanas menjadi produk yang lebih bermanfaat melalui fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk nata (nata de pina) yang mempunyai dapat digunakan sebagai bahan makanan. Studi mendalam terhadap nata untuk berbagai bidang aplikasi sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk nata dan tidak terbatas pada pemanfaatannya sebagai produk makanan. Kandungan utama nata de pina adalah selulosa. Selulosa bakterial mempunyai kekhasan sifat struktural dan fisikokimiawi dibandingkan selulosa kayu (Yoshinaga et al. 1997). Apalagi selulosa bakterial dihasilkan dalam keadaan murni, seperti bebas lignin, hemiselulosa, dan produk-produk biogenik lainnya (Geyer et al. 1994). Penelitian yang mengarah pada pengembangan selulosa bakterial sebagai material yang bernilai tambah sudah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya adalah penggunaan selulosa bakterial sebagai bahan diafragma tranduser, bahan pencampur dalam industri kertas, karakterisasi sifat listrik dan magnetnya, sebagai support untuk sensor glukosa dan sebagai lembaran dialisis (Ighuci et al. 2000). Studi pemanfaatan kulit nanas sebagai nata telah banyak dilakukan. Andriansyah (2006) telah melakukan penelitian mengenai sifat-sifat membran yang terbuat dari sari kulit nanas yang meliputi optimasi waktu inkubasi, ketebalan, dan komposisi bahan (sari kulit nanas, air, dan gula). Putri (2006) meneliti ciri membran selulosa berpori dari sari kulit nanas. Pasla (2006) melakukan pencirian membran selulosa asetat berbahan dasar selulosa bakteri dari limbah nanas. Pisesidharta et al. (2003) telah melakukan penelitian mengenai pengikatan membran
nata de coco yang telah dimodifikasi dengan etilendiamin terhadap ion Cu2+. Penelitian ini membuktikan bahwa bahan biologi (biomassa) dapat digunakan untuk mengikat logam berat. Penelitian bahwa selulosa (non bakterial) dapat mengikat logam berat telah banyak dilakukan, diantaranya oleh oleh Rajawane (2008) yang menyatakan kulit buah kakao yang mengandung pektin dan selulosa berpotensi sebagai adsorben logam Pb(II) dari limbah industri aki dengan kapasitas adsorpsi 724.90 µg/g adsorben. Sulistyawati (2008) memodifikasi selulosa pada tongkol jagung dan memanfaatkannya sebagai adsorben logam Pb(II) dari limbah industri aki dengan kapasitas adsorpsi sebesar 121.71 µg/g adsorben, lebih basar dari adsorben tanpa modifikasi. Nata termodifikasi kimia diduga dapat digunakan sebagai adsorben yang lebih unggul dalam menjerap logam berat dibandingkan nata tanpa modifikasi. Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan turunan dari selulosa yang dikarboksimetilasi. CMC dibuat dengan menggunakan bahan baku selulosa. Penggunaan selulosa bakterial sebagai bahan baku pembuatan CMC mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya selulosa yang dihasilkan mempunyai kemurnian yang relatif tinggi dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tanaman (Awalludin 2004). CMC berpotensi sebagai adsorben yang dapat menjerap logam berat dilihat dari struktur senyawanya. Tujuan penelitian ini adalah memodifikasi nata menggunakan asam sulfat, NaOH, dan asam monokloroasetat (konversi menjadi CMC). Selain itu dipelajari pula kemampuan nata termodifikasi dalam mengikat logam Kobalt(II) dan penciriannya dengan Fourier transfom infrared (FTIR). Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan material polimer alam dan meningkatkan nilai tambah nata sebagai material yang bermanfaat.
TINJAUAN PUSTAKA Nanas Tanaman nanas telah ada sejak lama di Indonesia. Menurut Morton (1987), tanaman nanas berasal dari Amerika Selatan. Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Bulan-bulan panen besar adalah Desember, Januari, dan Juli.
2
Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia daging buah nanas masak. Komponen utama yang mendukung peran nanas sebagai bahan dasar media bagi pembentukan nata adalah gula. Kandungan gula yang terlalu tinggi justru bisa menghambat proses fermentasi. Kandungan gula yang terbaik untuk proses fermentasi adalah 12-18% (Muljohardjo 1984). Tabel 1 Komposisi kimia daging buah nanas masak Kandungan Makanan % Air 85.0 Protein 0.4 Lemak 0.2 Abu 0.4 Gula 12.0 Asam sulfat Sitrat 1.0 Sumber: Muljohardjo (1984)
Selulosa Bakterial Selulosa bakterial merupakan salah satu produk metabolit dari mikroorganisme genus Acetobacter, Agrobacterium, Rhizobium, Sarcina, dan Valonia. Penghasil selulosa bakterial yang paling efisien ialah Acetobacter xylinum, yang diklasifikasi ulang sebagai Gluconacetobacter xylinus. Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan non motil. Acetobacter xylinum memiliki sifat sensitif terhadap perubahan sifat fisik dan kimia lingkungannya dan ini akan berpengaruh terhadap nata yang dihasilkan (Lapuz et al. 1967). Bila mikrob ini ditumbuhkan pada media yang mengandung gula, organisme ini dapat mengubah 19 persen gula menjadi selulosa. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam media itu berupa benang-benang yang membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Menurut Lapuz et al. (1967) tanda awal pertumbuhan bakteri nata pada media cair yang mengandung gula berupa timbulnya kekeruhan setelah 24 jam inkubasi pada suhu kamar. Setelah 36-48 jam suatu lapisan tembus cahaya mulai terbentuk di permukaan media, dan secara bertahap akan menebal membentuk lapisan yang kompleks. Jika diganggu lapisan ini akan tenggelam, dan lapisan baru akan terbentuk di permukaan selama kondisinya masih memungkinkan. Pada kondisi yang mendukung, nata yang
terbentuk dapat mencapai ketebalan lebih dari 5 cm dalam waktu satu bulan. Produk ini mudah untuk dimodifikasi, mempunyai kemurnian yang tinggi, dapat didegradasi secara biologi (biodegradabel), tidak beracun dan tidak menimbulkan alergi. Densitasnya sekitar 300-900 kg/m3 dan derajat polimerisasi rerata bobotnya (DPW) cukup tinggi (biasanya sekitar 3000-6000) (Krystynowicz dan Bielecki 2001). Kapasitas serap airnya mencapai 100-120 kali bobot keringnya (Geyer et al. 1994), lebih banyak daripada yang mampu diserap oleh pulp kayu. Selulosa bakterial juga memiliki kekuatan mekanik yang baik, seperti kekuatan tarik yang tinggi yaitu 200-300 MPa dan modulus young yang besar yaitu 15-35 GPa (Tabel 2). Tabel 2 Jenis Material Selulosa Bakterial Propilena PEteraftalat Selofan
Sifat fisik selulosa bakterial dan beberapa material organik Modulus Kekuatan Elongasi Young Tarik (%) (GPa) (Mpa) 15-35 200-300 1.5-2.0 1-1.5 3-4
30-40 50-70
100-600 50-300
2-3
20-100
15-40
Sumber: Yamanaka et al. (1989)
Menurut Yamanaka et al. (1989) kekuatan mekanik yang baik dari selulosa bakterial dihasilkan dari hubungan ikatan hidrogen intermolekuler. Pelikel yang terbentuk mempunyai sifat mekanis yang lebih unggul dari kebanyakan serat sintetik. Yamanaka et al. (1989) juga meneliti bahwa perlakuan dengan pemanasan dan tekanan pada selulosa bakterial, menujukkan nilai modulus Young sebesar 30 GPa (kurang lebih 4 kali lebih besar dari serat organik lain. Kekuatan tarik selulosa bakterial kurang lebih lima kali lebih besar dari polietilen atau film vinil klorida. Pertumbuhan Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain pH, suhu, sumber nitrogen dan sumber karbon (Lapuz et al. 1967). Faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil nata adalah wadah fermentasi. Untuk efisiensi dan efektifitas hasil nata serta mempertinggi rendemen lebih baik digunakan wadah dengan luas permukaan yang relatif besar. Hal ini disebabkan karena pada kondisi yang demikian ini pertukaran oksigen dapat berlangsung dengan baik (Rosario 1982 dalam Devi 2008). Gambar 1 menunjukkan struktur selulosa yang
3
Gambar 1 Struktur selulosa
(sulfonasi), sehingga dapat meningkatkan muatan negatif total pada adsorben dan dapat mengikat logam kobalt lebih banyak dari adsorben modifikasi NaOH. Modifikasi menggunakan NaOH diharapkan atom H pada gugus OH selulosa akan terlepas sehingga hanya ada atom O yang bermuatan negatif yang akan berikatan dengan logam kobalt. Modifikasi dengan asam monokloroasetat diharapkan terjadi eterifikasi antara selulosa dengan asetat. CMC mempunyai atom O dari gugus asetat yang bermuatan negatif yang dapat berikatan dengan logam kobalt.
Adsorpsi
Karboksimetil Selulosa (CMC)
Akumulasi partikel pada permukaan zat padat disebut adsorpsi atau penjerapan. Zat yang mengadsorpsi disebut adsorben dan material yang dijerap disebut adsorbat atau substrat (Atkins 1999). Proses adsorpsi terdiri atas dua jenis, yaitu adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan fisika (fisisorpsi). Pada adsorpsi kimia, suatu molekul menempel ke permukaan melalui pembentukan ikatan kimia. Sementara itu dalam adsorpsi fisika, adsorbat menempel pada permukaan melalui interaksi antarmolekul yang lemah (ikatan van der waals). Faktor-faktor yang memengaruhi proses adsorpsi antara lain sifat fisik dan kimia adsorben seperti luas permukaan, ukuran partikel, dan komposisi kimia. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar luas permukaan padatan per satuan volume tertentu, sehingga akan semakin banyak zat yang diadsorpsi. Faktor lainnya adalah sifat fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul dan komposisi kimia, serta konsentrasi adsorbat dalam fase cairan (Atkins 1999).
Karboksimetil selulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion (Gambar 2), yang dapat terurai secara biologi (biodegradabel), tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Karboksimetil selulosa merupakan senyawa serbaguna yang memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan. Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat substitusi merupakan dua faktor terpenting dari karboksimetil selulosa. Meningkatnya kekuatan ionik dan menurunnya pH dapat menurunkan viskositas karboksimetil selulosa akibat polimernya yang bergulung (Devi 2008).
merupakan polimer tak bercabang dari unit anhidroglukosa yang dihubungkan oleh ikatan glukosidik β-1,4.
n
Modifikasi Adsorben Kapasitas adsorpsi adsorben dapat ditingkatkan dengan modifikasi bahan oleh larutan asam atau basa, atau dapat juga oleh perlakuan fisik seperti pemanasan (Marshall & Mitchell 1996). Modifikasi dengan larutan asam paling umum digunakan dan terbukti efektif dalam meningkatkan kapasitas adsorpsi (Gufta 1998). Modifikasi pada penelitian ini menggunakan asam sulfat, NaOH, dan asam monokloroasetat (konversi menjadi karboksimetil selulosa). Modifikasi dengan asam sulfat diharapkan gugus OH pada selulosa dapat tergantikan oleh atom S yang mengikat tiga atom O
Gambar 2 Struktur karboksimetil selulosa. Struktur CMC mempunyai kerangka dasar 1,4-β-D-glukopiranosa dari polimer selulosa. Perbedaan cara membuat CMC mempengaruhi derajat substitusi, tetapi secara umum derajat substitusi sekitar 0,4-1,4 per unit monomer. Setiap unit anhidroglukosa (C6H10O5) pada struktur selulosa memiliki tiga gugus hidroksi
4
(OH) yang siap diganti oleh senyawa lain. Akibat dari masuknya senyawa pengganti tersebut dalam rantai selulosa, maka susunan berubah dan terpencar sehingga molekul air atau senyawa pelarut lain dapat masuk dan melarutkan polimer selulosa. Secara teoritis tiga gugus hidroksil pada setiap unit anhidroglukosa dapat diganti oleh tiga gugus karboksimetil sehingga diperoleh derajat substitusi bernilai 3. Produk dengan derajat substitusi 0,3 atau kurang, dapat larut dalam NaOH 6% tetapi tidak larut dalam air. CMC dengan derajat substitusi 0,4 atau lebih besar akan larut dalam air (Klug 1964 dalam Awalludin 2004).). Posisi substitusi yang sering terjadi ialah 2-O- dan 6-O-, diikuti oleh 2,6-di-O-, lalu 3-O-, 3,6-di-O-, 2,3-di-O-, terakhir 2,3,6-tri-O- (Chaplin 2002). Selama karboksimetilasi gugus hidroksil pada C6 menunjukkan reaktivitas yang paling tinggi, diikuti oleh C2 dan C3. Reaksi umum pembentukan eter berlangsung mirip dengan esterifikasi, yaitu dengan pembentukan senyawa antara ion oksonium dengan adanya katalis asam sulfat (H+). Gugus hidroksil pada selulosa tidak dapat dengan mudah dimasuki senyawa lain sehingga harus menggunakan alkohol yang dapat melarutkan selulosa. Dengan reaksi ini, maka senyawa eter selulosa dapat dibuat. Mekanisme reaksi berlangsung sebagai berikut: H
+ OH + H
Cell
Cell
O+ H
R
H O + Cell
R
O+
H
O
Cell
O
CH2COO- + Cl-
Cl
Menurut sintesis eter Wiliamson yang lazim (RO- + RX → ROR + X-), RO- merupakan alkoksi yang harus dibuat dengan NaOH yang lebih kuat untuk menghasilkan ion alkoksida. Efek induktif dari oksigen-oksigen yang elektronegatif pada karbon-karbon yang berdekatan membuat setiap gugus hidroksil lebih asam daripada suatu gugus hidroksil dalam alkohol biasa. Konfigurasi pada karbon anomerik dari suatu glikosida tidak berubah dalam reaksi karboksimetilasi ini (Fessenden dan Fessenden 1986). Gaya tarik-menarik antara sesama rantai selulosa pada daerah kristalin disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen pada gugus hidroksilnya, gaya ini cukup kuat untuk dapat mencegah selulosa larut dalam air. Struktur selulosa tersusun atas daerah kristalin yang dihubungkan oleh daerah nirbentuk. Perubahan struktur kristalin menjadi nirbentuk dapat dimungkinkan. Presentasi gugus hidroksil yang dapat menerima gugus pereaksi lainnya bergantung pada ukuran molekul pereaksi dan derajat kristalinitas selulosa. Secara umum daerah kristalin pada selulosa mencapai 60-70% dan 30-40% merupakan bagian nirbentuk.
H -H2O
R
O- + CH2COO
Analisis Kobalt
O+
H
-H+
Cell
H O + Cell
H
dibuat dari selulosa alkali dengan natrium kloroasetat sebagai pereaksi.
R + O
Cell
Cell
H
Pembuatan eter selulosa seperti ini tidak dapat memberikan produk yang memuaskan. Oleh sebab itu bahan baku harus diubah menjadi selulosa alkali (sintesis eter menurut Williamson) atau paling tidak selulosa harus dapat dibengkakkan (Fengel dan Wegener 1984). Glicksman dan Robert (1972) mengemukakan bahwa pada dasarnya pembuatan CMC dapat dilakukan dengan reaksi yang sederhana dan konvensional, selulosa murni direaksikan dengan natrium monokloroasetat. Reaksi ini menghasilkan produk NaCMC dan NaCl. Hal yang serupa dikemukakan Sjostrom (1981) bahwa CMC
Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar kobalt adalah spektroskopi sinar tampak. Metode ini didasarkan pada pengukuran serapan larutan berwarna merah yang menunjukkan terjadinya kompleks antara garam Nitroso-R [C10H5NNa2O8S2] dan kobalt (Gambar 3) (Jeffery et al. 1978). Kompleks kobalt-garam nitroso-R diukur pada panjang gelombang maksimum, yaitu 422 nm (Lampiran 3). Kompleks kobalt terbentuk dalam medium asam asetat panas setelah pembentukan warna. Asam klorida ditambahkan untuk mendekomposisi logam berat pengganggu yang ada. Besi, tembaga, serium(IV), kromium(III dan VI), nikel, dan vanadil vanadium menjadi pengganggu jika terdapat dalam jumlah cukup besar (Jeffery et al. 1978).
5
H O
O
Co + 3
O
S
O H
S
O
O
O H
N O
H O
O
O S
O S
O
H O
O
Co
H
3
N O
(Kompleks warna merah) Gambar 3 Reaksi antara Nitroso-R-Salt dan kobalt.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan ialah kulit nanas (pedagang rujak Babakan Raya), gula pasir, inokulum Acetobacter xylinum (toko kimia Setiaguna, Bogor), amonium sulfat, asam asetat glasial, natrium hidroksida, asam sulfat, aquades, air deion, CoCl2.6H2O, Nitroso-R-Salt, asam klorida, natrium asetat anhidrat, isopropanol, etanol, metanol, dan asam monokloroasetat . Alat-alat yang digunakan adalah Spectronic 20D+, blender Miyako BL-101 PL, wadah plastik, hot plate stirrer, neraca analitik, stirrer magnetik, pH meter Eutech Instruments 510, termometer, Fourier transfom infrared (FTIR) Perkin Elmer Precisely Spectrum One No. 700667 dan TENSOR 27, kondensor, labu leher tiga, dan beberapa peralatan gelas. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas empat tahap. Tahap pertama adalah pembuatan nata, tahap kedua preparasi produk nata, tahap ketiga aplikasi pengikatan produk nata terhadap larutan Co(II), dan tahap keempat pencirian produk nata. Pencirian produk nata menggunakan Fourier transfom infrared (FTIR). Pembuatan Nata Kulit buah nanas dibersihkan terlebih dahulu dengan air mengalir, kemudian
dihancurkan dengan blender, dan disaring hingga didapatkan ekstrak sari kulit buah nanas. Filtrat yang dihasilkan berwarna kuning jernih lalu diencerkan menggunakan akuades dengan perbandingan 1:4 (filtrat : akuades) dengan total larutan 600 ml (Susanto et al. 2000). Filtrat kulit nanas yang telah diencerkan, ditambahkan sukrosa sebanyak 7.5% (w/v) dan amonium sulfat sebanyak 0.5% (w/v), kemudian larutan tersebut direbus selama ± 15-20 menit hingga mendidih (100˚C). Kemudian dituangkan ke wadah fermentasi yang telah disiapkan. pH media diatur menjadi 4.5 dengan penambahan asam asetat 2% (v/v). Lalu media ditutup dengan kertas steril dan diikat dengan karet. Larutan media dibiarkan semalam. Keesokan harinya, kertas steril dibuka sebagian, sebanyak 10% inokulum dimasukkan ke dalam media. Media ditutup kembali dengan rapat dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar (Andriansyah 2006). Pemurnian Nata Nata direndam dalam larutan natrium hidroksida 1% (w/v) pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian dinetralkan dengan perendaman dengan asam asetat 1% (v/v) selama 24 jam. Volume natrium hidroksida dan asam asetat yang digunakan ± 1L untuk memurnikan nata. Selanjutnya produk dicuci beberapa kali dengan air (Yarni 2000). Preparasi Produk Nata Nata basah dihaluskan secara mekanik menggunakan blender. Kemudian dikeringkan pada suhu kamar hingga berbentuk lembaran. Lembaran nata dapat dilihat pada Gambar 4. Pada modifikasi NaOH, lembaran yang sudah kering dipotong dengan ukuran seragam 2x2 cm, ditimbang, lalu direndam dalam larutan basa (NaOH) konsentrasi 1 N dan 2 N dengan waktu 30 dan 60 menit dalam suhu 45 dan 75°C, kemudian dicuci dengan air deion dan dikeringkan. Pada modifikasi asam sulfat, lembaran dengan ukuran seragam 2x2 cm direndam dalam larutan H2SO4 konsentrasi 0.1 N dengan waktu 30 dan 60 menit dalam suhu 45 dan 75°C kemudian dicuci dengan air deion dan dikeringkan. Pemilihan variasi konsentrasi, suhu, dan waktu berdasarkan pada pengamatan fisik lembaran nata kering (Lampiran 2). Pada pembuatan karboksimetil selulosa (modifikasi menggunakan asam monokloro asetat), Selulosa bakteri yang sudah dihaluskan direndam dalam isopropanol. Sampel selulosa basah (5,5 g selulosa terdapat
6
dalam 100 ml isopropanol) diaduk dengan pengaduk magnet pada suhu kamar selama 15 menit, kemudian ditambahkan 40 ml NaOH 35% sedikit demi sedikit selama 30 menit. Setelah 1 jam, 18 g asam monokloroasetat ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Campuran diaduk selama 4 jam pada suhu 55°C, disaring, ditambahkan metanol 80%, dan dinetralkan dengan asam asetat pada suhu kamar. Setelah itu disaring kembali, CMC yang dihasilkan dicuci dengan metanol absolut, dan dikeringkan pada suhu 55°C (Awalludin 2004).
Gambar 4 Lembaran nata. Kurva Standar Kobalt(II) Konsentrasi kobalt yang digunakan pada penentuan kurva standar kobalt adalah 0.0; 0.05; 0.1; 0.15; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8; dan 1.0 mg/L (Lampiran 4). Aplikasi Pengikatan Produk Nata Terhadap Kobalt(II) Produk nata yang telah diketahui bobotnya direaksikan dengan 50 ml larutan Co(II), dengan konsentrasi 0.6 mg/L. Setiap hasil reaksi produk nata-larutan Co(II), dilakukan pengukuran absorbans pada panjang gelombang maksimum Co(II). Penentuan Waktu Optimum Penjerapan Co2+ Penentuan waktu optimum pada nata termodifikasi asam sulfat dan NaOH menggunakan lembaran nata tanpa modifikasi berukuran 2x2 cm. Lembaran tersebut direaksikan dengan 50 ml larutan Co(II), dengan konsentrasi 0.8 mg/L. Setiap hasil reaksi lembaran-larutan Co(II), dilakukan pengukuran absorbans pada panjang gelombang maksimum Co(II). Variasi waktu yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 15, dan 16 jam. Setelah lembaran nata diangkat, ditentukan konsentrasi Co2+ nya sebagai Co2+ yang tidak terjerap, dan ditentukan kapasitas adsorpsinya. Penentuan waktu optimum pada CMC, karboksimetil selulosa yang telah diketahui
bobotnya direaksikan dengan 50 ml larutan Co(II), dengan konsentrasi 0.8 mg/L. Setiap hasil reaksi CMC-larutan Co(II), dilakukan pengukuran absorbans pada panjang gelombang maksimum Co(II). Variasi waktu yang digunakan adalah 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Setelah dipisahkan antara CMC dan larutan kobalt, ditentukan konsentrasi Co2+ nya sebagai Co2+ yang tidak terjerap, dan ditentukan kapasitas adsorpsinya. Kapasitas adsorpsi dihitung dengan rumus
V ( C o− C ) m Keterangan: Q = kapasitas adsorpsi (µg/g) V = volume larutan (liter) Co = konsentrasi larutan awal (mg/L) C = konsentrasi larutan akhir (mg/L) m = massa adsorben (g) Q=
Penentuan Bobot Optimum Karboksimetil selulosa Karboksimetil selulosa dengan masingmasing bobot 0.03; 0.1; dan 0,5 gram direaksikan dengan 50 ml larutan Co(II) selama 1 jam, dengan konsentrasi 0.8 mg/L. Setiap hasil reaksi CMC-larutan Co(II), dilakukan pengukuran absorbans pada panjang gelombang maksimum Co(II). Bobot optimum dilihat dari nilai kapasitas adsorpsi dan %efisiensi adsorpsinya. %Efisiensi adsorpsi dihitung dengan menggunakan rumus Co − C × 100% Co Keterangan : E = efisiensi adsorpsi (%) Co = konsentrasi larutan awal (mg/L) C = konsentrasi larutan akhir (mg/L) E=
Penentuan Kobalt dengan Metode Spektroskopi Sinar Tampak Larutan kobalt ditambahkan 2 ml pereaksi Nitroso-R-Salt 0.2% dan 2 g natrium asetat anhidrat, lalu didihkan selama 1 menit. Larutan didinginkan dan ditambahkan 1 ml HCl pekat, lalu didinginkan. Larutan dipindahkan ke labu takar 100 ml, lalu ditera dengan akuades. Absorbans larutan diukur pada panjang gelombang 422 nm (Jeffery et al. 1978). Pencirian Produk Nata dengan Fourier Transfom Infrared (FTIR) Produk nata (lembaran) berukuran 2×2 cm dijepit dengan pinset, lalu diletakkan di dalam tempat contoh dan dimasukkan ke
7
dalam instrumen FTIR Lampu dinyalakan tepat mengenai contoh, dengan bilangan gelombang 450–4000 cm-1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Nata Proses pembuatan nata meliputi penyiapan media, inokulasi bakteri, dan pemurnian lembaran selulosa. Nata dibuat dari limbah buah nanas. Bagian limbah nanas yang digunakan adalah kulit yang masih segar (baru dikupas). Hal ini disebabkan pada bagian kulitnya masih terdapat daging buah yang mengandung cukup nutrisi untuk pertumbuhan A. xylinum (Arsatmojo 1996). Kulit nanas yang baru dikupas mengandung lebih banyak air dan belum mengalami pembusukan. Pada tahap penyiapan media, sari kulit nanas terlebih dahulu dididihkan untuk mencegah kontaminasi oleh bakteri. Setelah itu, ditambahkan amonium sulfat yang menjadi sumber nitrogen dan gula pasir sebagai sumber karbon. Menurut Susanto et al. (2000) penambahan amonium sulfat dan gula pasir merupakan faktor yang penting dalam tumbuh kembang A. xylinum. Selain hal tersebut, ketersediaan udara yang cukup pada media fermentasi akan mempercepat pembentukan nata. Setelah 24 jam, di dalam media terbentuk serat-serat halus berlendir membentuk suatu lapisan tebal atau pelikel. Terbentuknya lendir berhubungan dengan dengan salah satu sifat bakteri yang digunakan, yaitu dapat membentuk kapsul atau lapisan lendir yang merupakan penutup lindung dan sebagai tempat cadangan makanan bagi bakteri (Pelczar dan Chan 1986). Lapisan nata yang terbentuk mengapung di permukaan media. Pengapungan nata disebabkan oleh gas CO2 yang dihasilkan secara lambat oleh Acetobacter xylinum sehingga nata terdorong ke atas. Lapisan tersebut makin menebal hingga nata dapat terbentuk sempurna pada hari ke lima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nata yang telah terbentuk sempurna dapat dipanen setelah waktu inkubasi mencapai hari ke lima. Nata yang dihasilkan berwarna agak kekuningan dan memiliki ketebalan 0.5 cm (Gambar 5). Nata yang terbentuk harus segera dipanen untuk menghindari tumbuhnya cendawan pada permukaan nata. Cendawan dapat merusak struktur nata yang dihasilkan. Perusakan ini disebabkan hifa cendawan yang
tumbuh ke dalam nata berpengaruh pada poripori nata yang terbentuk. Nata yang dihasilkan bersifat asam (pH 3– 3.5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Dimaguila (1967) bahwa di dalam pertumbuhannya, bakteri nata (Acetobacter xylinum) menghasilkan asam asetat yang menyebabkan menurunnya pH medium (pH 4.5). Aktivitas metabolisme tersebut berlangsung sejak bakteri nata diinokulasikan ke dalam medium.
Gambar 5 Nata setelah inkubasi lima hari. Pemurnian dilakukan dengan cara merendam nata dalam larutan NaOH 1% (w/v) pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian dinetralkan dengan perendaman dalam CH3COOH 1% (v/v) selama 24 jam dan produk dicuci dengan akuades sebanyak 4 kali. Setelah pencucian, warna kekuningan pada nata hilang. Nata terlihat lebih bersih. Sintesis Karboksimetil Selulosa Proses sintesis karboksimetil selulosa meliputi tahapan proses alkalisasi, karboksimetilasi, pemanasan, netralisasi, pemurnian yang meliputi pencucian dan pengeringan. Pada tahap alkalisasi, selulosa murni direaksikan dengan NaOH 35%. Agar campuran reaksi merata, serat selulosa harus terbasahi seluruhnya oleh larutan NaOH. Oleh karena itu, penambahan NaOH dilakukan secara perlahan selama 30 menit dan larutan NaOH disemprotkan secara merata ke lembaran-lembaran selulosa. Tahap selanjutnya karboksimetilasi antara alkali selulosa dengan asam monokloroasetat. Isopropil alkohol (isopropanol) berperan sebagai media untuk menyeragamkan reaksi karboksimetilasi sekaligus berfungsi menaikkan derajat substitusi. Isopropanol juga berfungsi untuk mendispersikan selulosa, menaikkan laju kinetika reaksi, dan media pertukaran panas (Nussinovitch 1997). Selain pembentukan karboksimetil selulosa terjadi juga pembentukan produk samping dalam bentuk natrium glikolat (Awalludin 2004).
8
Pada tahap pemanasan digunakan air hangat sebagai medium pembawa panas dengan menggunakan utilitas berupa alat penukar panas yang memanfaatkan kukus sebagai sumber panasnya. Hasil campuran dipanaskan sampai temperatur 55°C selama 4 jam. Produk yang dihasilkan berupa karboksimetil selulosa teknik. Tujuan tahap ini adalah untuk mematangkan hasil reaksi campuran sehingga mempermudah perlakuan menuju tahap selanjutnya. Setelah tahap pemanasan, dilakukan tahap penetralan. Karboksimetil selulosa teknikal yang diperoleh mengandung campuran NaCl dan glikolat. Campuran tersebut dipisahkan dari produk murni melalui pencucian dengan metanol 80%. Asam glikolat yang dihasilkan tidak praktis untuk diubah kembali menjadi asam kloroasetat. Oleh karena itu crude karboksimetil selulosa dinetralkan dengan asam asetat bertujuan untuk menghilangkan kadar asam glikolatnya. Crude karboksimetil selulosa yang telah dinetralkan selanjutnya dicuci dengan metanol absolut. Pada tahap ini, karboksimetil selulosa menjadi lebih bersih (dilihat dari penampakan fisiknya). Tujuan tahap pencucian ini adalah untuk menyingkirkan asam glikolat yang merupakan produk samping dari tahap pereaksian serta pengotor-pengotor lain yang masih terkandung di dalam crude karboksimetil selulosa. Tahap pencucian ini juga menyebabkan kandungan isopropanol di dalam karboksimetil selulosa menurun menjadi 5% (Devi 2008). Tahap pengeringan dilakukan setelah produk dicuci, tahap ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari karboksimetil selulosa. Produk dikeringkan dengan menggunakan oven bertemperatur 55°C selama 5 jam.
Gambar 6
Awalludin pembuatan
Karboksimetil selulosa hasil sintesis. (2004) telah karboksimetil
melakukan selulosa
menggunakan bahan baku selulosa bakterial. Metode yang digunakan sama dengan metode yang digunakan pada penelitian ini. Karboksimetil selulosa yang dihasilkan memiliki derajat substitusi sebesar 2. Karboksimetil selulosa yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 6. Penentuan Kondisi Optimum Adsorben Kurva standar kobalt digunakan untuk menentukan konsentrasi kobalt pada suatu larutan. Kapasitas adsorpsi diperoleh dari pengukuran absorbans kobalt yang terjerap oleh produk nata menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Kurva standar kobalt yang dihasilkan mempunyai persamaan y = 0.6349x - 0.0048 dengan r = 99.85%. Data kurva standar kobalt dapat dilihat pada Lampiran 5. Warna kompleks kobalt-garam nitroso-R pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7
Warna kompleks kobalt-garam nitroso-R pada berbagai konsentrasi.
Penentuan kondisi optimum penjerapan dilakukan untuk menentukan penjerapan maksimum kobalt pada produk nata. Setiap adsorben memiliki karakteristik yang berbeda dalam proses adsorpsi, sehingga kondisi yang dibutuhkan untuk adsorpsi juga berbeda. Kondisi optimum ditentukan berdasarkan kapasitas adsorpsi (Q) tertinggi dari masingmasing parameter. Raghuvanshi et al. (2004) menyatakan bahwa kapasitas adsorpsi berbanding lurus dengan waktu sampai pada titik tertentu, kemudian mengalami penurunan setelah melewati titik tersebut. Kobalt yang terjerap dihitung dengan mengurangkan kobalt yang tersisa dalam larutan dari kobalt awal. Berdasarkan percobaan diperoleh bahwa waktu penjerapan maksimum kobalt terjadi pada jam ke-14 pada lembaran nata dan jam ke-4 pada CMC.
9
pada penelitian Pisesidharta et al. (2003) yaitu ukuran lembaran 2x2 cm atau setara dengan 0.02 g.
450
350 300 250
50 200 150 100 50 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu (jam)
Kapasitas Adsorpsi (µg/g)
Kapasitas Adsorpsi (µg/g)
400
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Gambar
8
Hubungan waktu dengan kapasitas adsorpsi kobalt pada lembaran nata.
Gambar 8 menunjukkan bahwa lembaran nata mengalami kenaikan kapasitas adsorpsi hingga mencapai maksimum pada jam ke-14, yaitu sebesar 420.67 µg/g (Lampiran 6). Setelah lebih dari 14 jam, kapasitas adsorpsi lembaran nata terhadap kobalt menurun. Hal ini menunjukkan pada waktu perendaman 14 jam, kontak antara lembaran nata sebagai adsorben telah optimum. Permukaan nata seluruhnya telah menjerap ion kobalt saat perendaman telah berlangsung selama 14 jam. 70 60 50 40
0,1
0,5
Bobot (g)
Gambar
10
Hubungan bobot dengan kapasitas adsorpsi kobalt pada CMC.
Pengaruh bobot terhadap kapasitas adsorpsi Co(II) pada CMC dapat dilihat pada Gambar 10. Pengaruh bobot terhadap efisiensi adsorpsi Co(II) pada CMC dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kapasitas adsorpsi seiring dengan berkurangnya bobot adsorben, dan terjadi peningkatan efisiensi adsorpsi Co(II) seiring dengan bertambahnya bobot adsorben. Hal ini dikuatkan oleh Baros et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada saat ada sebuah peningkatan bobot adsorben, maka ada peningkatan efisiensi adsorpsi dan penurunan kapasitas adsorpsi.
30 20
4,5
10 0 0
1
2
3
4
5
6
Waktu (jam)
Gambar 9 Hubungan waktu dengan kapasitas adsorpsi kobalt pada CMC.
Efisiensi Adsorpsi (%)
Kapasitas Adsorpsi ( µg/g)
80
0,03
4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Gambar 9 menunjukkan bahwa CMC mengalami kenaikan kapasitas adsorpsi sampai mencapai maksimum pada jam ke-4, yaitu sebesar 66.75 µg/g (Lampiran 7). Setelah lebih dari 4 jam, kapasitas adsorpsi CMC terhadap kobalt menurun. Hal ini menunjukkan pada waktu perendaman 4 jam, kontak antara CMC sebagai adsorben telah optimum. Permukaan CMC seluruhnya telah menjerap ion kobalt saat perendaman telah berlangsung selama 4 jam. Selain waktu, parameter yang digunakan untuk penentuan kondisi optimum pada penelitian ini adalah bobot. Barros et al. (2003) menyatakan bahwa peningkatan bobot adsorben akan menyediakan tapak aktif yang lebih besar, sehingga meningkatkan persentase penjerapan. Bobot lembaran nata yang digunakan pada penelitian ini mengacu
0,03
0,1
0,5
Bobot (g)
Gambar 11 Hubungan bobot dengan efisiensi adsorpsi kobalt pada CMC. Berdasarkan data yang diperoleh (Lampiran 8), dapat dilihat bahwa peningkatan bobot adsorben memberikan pengaruh pada Efisiensi adsorpsi Co(II). Efisiensi adsorpsi optimum untuk Co(II) diperoleh pada bobot adsorben 0.1 g, yaitu sebesar 4.25%. Penurunan efisiensi adsorpsi terjadi setelah titik tersebut. Kapasitas adsorpsi menunjukkan bahwa CMC dengan bobot terkecil yaitu 0.03 g memiliki kapasitas adsorpsi terbesar dengan nilai 47.39 (µg /g adsorben). Jika bobot adsorben dinaikkan, tetapi waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat tetap, maka peningkatan jumlah tapak aktif akan meningkatkan penyebaran adsorbat,
10
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan akan lebih lama. Oleh sebab itu, kapasitas adsorpsi semakin rendah dengan meningkatnya bobot adsorben (Demirbas et al. 2004). Aplikasi Pengikatan Kobalt pada Produk Nata
dengan derajat substitusi 0.4-1 menunjukkan kekentalan larutan yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya derajat substitusi. Akan tetapi, derajat substitusi yang lebih besar dari satu memperlihatkan penurunan nilai kekentalan dengan naiknya derajat substitusi. 600 520,89
Nilai Q dan E adsorben dengan modifikasi dan tanpa modifikasi Modifikasi Q (µg/g) E (%) Adsorben Tanpa modifikasi 420.67 23.99 Asam sulfat 95.67 8.26 NaOH 520.89 40.71 Asam monokloroasetat (CMC) 47.39 4.25
500 Kapasitas Adsorpsi ( µg/g )
Adsorben yang telah dimodifikasi diujikan pada larutan tunggal Co(II) dengan kondisi optimum masing-masing. Logam Co(II) dalam larutan tunggal dijerap oleh adsorben lembaran nata selama 14 jam dan CMC selama 4 jam. Bobot optimum CMC 0.1 gram dan ukuran lembaran 2x2 cm (0.02 g) untuk lembaran nata. Konsentrasi logam sebelum dan setelah adsorpsi diukur untuk menentukan kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensinya (E). Nilai Q dan E dapat dilihat pada Tabel 3.
420,67 400 300 200 95,67 100
47,39
0 Tanpa modifikasi
Modifikasi H2SO4
Modifikasi NaOH
Modifikasi ClCH2COOH
Gambar 12 Kapasitas adsorpsi adsorben lembaran nata terhadap Co(II).
Tabel 3
Kapasitas adsorpsi dan efisiensi merupakan dua parameter yang berbeda. Nilai kapasitas adsorpsi dipengaruhi oleh bobot adsorben. Nilai efisiensi hanya dipengaruhi konsentrasi larutan. Gambar 12 menunjukkan nilai kapasitas adsorpsi adsorben produk nata. Nilai kapasitas adsorpsi CMC terkecil dibanding modifikasi asam sulfat dan NaOH, yaitu 47.39 µg/g adsorben. Nilai ini menunjukkan bahwa modifikasi lembaran dalam bentuk CMC menurunkan kapasitas adsorpsi sebesar 88.73%. Hal ini disebabkan sifat CMC yang cenderung membentuk gel dalam air dengan kekentalan rendah sehingga dapat menyebabkan CMC mudah larut dalam air. Menurut Kulicke et al. (1996), diacu dalam Awalludin (2004), ada dua faktor yang menyebabkan kekentalan CMC lebih rendah yaitu derajat polimerisasi rendah dan derajat substitusi tinggi. Derajat polimerisasi rendah menunjukkan massa molekul relatif rendah pula. Kekentalan akan meningkat dengan kenaikan derajat polimerisasi. Larutan CMC
Kapasitas adsorpsi adsorben modifikasi asam sulfat lebih tinggi dibanding CMC namun lebih rendah dibanding adsorben modifikasi NaOH, yaitu sebesar 95.67 µg/g adsorben. Nilai ini menunjukkan bahwa modifikasi dengan asam sulfat menurunkan kapasitas adsorpsi sebesar 77.26%. Modifikasi menggunakan asam sulfat akan meningkatkan total muatan negatif adsorben. Setelah terikat dan membentuk ester, maka asam sulfat akan menyumbang muatan negatif lebih banyak terhadap adsorben dibanding NaOH. Adsorben termodifikasi asam sulfat diharapkan memiliki kapasitas adsorpsi lebih besar. Berdasarkan hasil yang diperoleh, adsorben modifikasi asam sulfat memberikan kapasitas adsorpsi lebih kecil dari adsorben tanpa modifikasi. Hal ini diperkirakan bahwa pemanasan dengan asam sulfat dalam waktu tertentu tidak dapat menyebabkan sulfonasi pada selulosa. Kemungkinan yang terjadi adalah modifikasi asam sulfat menyebabkan gugus pada selulosa membentuk crosslink yang kuat sehingga gugus tersebut tidak optimal dalam menjerap logam kobalt. Ini dibuktikan dengan pengamatan fisik secara langsung terhadap adsorben modifikasi asam sulfat. Nata termodifikasi asam sulfat semakin kuat dan tidak mudah sobek, namun kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsinya kecil. Kapasitas adsorpsi adsorben termodifikasi NaOH adalah yang paling besar. Kapasitas adsorpsi adsorben modifikasi NaOH lebih tinggi dibanding adsorben tanpa modifikasi, berturut-turut sebesar 520.89 dan 420.67 µg/g
11
adsorben. Hal ini disebabkan atom H pada gugus OH selulosa akan terlepas sehingga atom O yang bermuatan negatif berikatan dengan logam kobalt. Kapasitas adsorpsi adsorben meningkat sebesar 19.24%. Hasil ini membuktikan bahwa modifikasi NaOH pada adsorben dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi. 45
larutan adsorbat. Untuk adsorpsi kation, umumnya pH tinggi akan meningkatkan daya sorpsi. Pengaruh pH secara umum pada penjerapan logam kobalt dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10. Pada pH asam sulfat (rendah) nilai kapasitas adsorpsinya lebih rendah dari kapasitas adsorpsi pada pH NaOH. Kajian Fourier Transfom Infrared (FTIR)
40,71
Efisiensi Adsorpsi (%)
40 35 30 23,99
25 20 15
8,26
10
4,25
5 0 Tanpa modifikasi
Gambar
13
Modifikasi H2SO4
Modifikasi NaOH
Modifikasi ClCH2COOH
Efisiensi adsorpsi adsorben lembaran nata terhadap Co(II).
Gambar 13 menunjukkan nilai efisiensi adsorpsi adsorben lembaran nata termodifikasi kimia. Urutan nilai efisiensi adsorben lembaran nata termodifikasi kimia adalah modifikasi NaOH> tanpa modifikasi> modifikasi asam sulfat> CMC. Nilainya berturut-turut 40.71%, 23.99%, 8.26%, 4.25%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa adsoben nata termodifikasi NaOH adalah yang paling efisien dalam menjerap logam Co(II). Notodarmojo (2004) menyatakan bahwa kondisi pH memengaruhi sifat elektrokimia
Analisis FTIR bertujuan mengidentifikasi senyawa organik berdasarkan pembacaan gugus fungsi yang dimiliki, berupa spektrum. Hasil analisis gugus fungsi pada CMC menggunakan FTIR terdapat pada Lampiran 11. CMC dicirikan dengan adanya gugus karbonil dengan puncak serapan pada pada bilangan gelombang 1607 cm-1, gugus hidroksil tekukan pada bilangan gelombang 1417 cm-1, serta gugus hidroksil uluran pada bilangan gelombang 3435 cm-1. Hasil analisis FTIR selulosa dari lembaran selulosa dapat dilihat pada Gambar 14. Pada selulosa dari nata gugus fungsi OH terdeteksi pada bilangan gelombang antara 3267.77– 3468.06 cm-1. Keberadaan gugus C–H dengan vibrasi ulur dan tekuk dapat ditunjukkan dengan puncak pada bilangan gelombang 2903.89 cm-1 dan 1424.40 cm-1. Selulosa terdiri dari unit–unit glukosa. Bentuk glukosa tidak mutlak dalam keadaan siklik, glukosa juga dapat stabil dalam bentuk rantai terbuka pada proyeksi Fischer. Hal ini diperkuat dengan adanya gugus C=O pada bilangan gelombang 1645.80 cm-1 dan gugus C–O ulur
Gambar 14 Spektrum FTIR nata tanpa modifikasi.
12
40.
Laboratory Test Result
3 3 3 3 3 2 2 2135.0
2 2 2 % T
1 1 1
3478.1 1139.8
1 1
2892.9
1337.0
662.1 898.0
8 6
1642.5
4 2 0 selulosa modifikasi 2.04000. basa 360 320
280
240
200
180
160
140
120
100
80
60
450.
cm1
Gambar 15 Spektrum FTIR nata termodifikasi NaOH. pada bilangan gelombang antara 1109.89– 1156.16 cm-1. Analisis FTIR pada lembaran termodifikasi digunakan untuk membuktikan bahwa telah terjadi modifikasi gugus OH pada selulosa. Hasil spektrum FTIR nata termodifikasi NaOH dapat dilihat pada Gambar 15. Pada selulosa dari nata gugus fungsi OH terdeteksi pada bilangan gelombang antara 3267.77–3468.06 cm -1, sedangkan gugus OH pada selulosa dari nata termodifikasi NaOH gugus fungsi OH terdeteksi pada bilangan gelombang 3478.17 cm-1. Gugus OH pada karbohidrat mempunyai karakter pita yang sangat lebar (3200–3400 cm-1) dan tajam (Sudjadi 1983). Pita pada gugus OH dalam lembaran selulosa ini lebih lebar daripada pita dalam spektrum selulosa murni. Hal ini diduga bahwa pada saat pemurnian nata masih terdapat asam asetat karena pencucian dengan air yang belum sempurna. Keberadaan gugus C–H dengan vibrasi ulur dan tekuk dapat ditunjukkan dengan puncak pada bilangan gelombang 2892.94 cm-1 dan 1337.00 cm-1. Gugus C=O pada bilangan gelombang 1642.53 cm-1 dan gugus C–O ulur pada bilangan gelombang antara 1139.89 cm-1 memperkuat bentuk selulosa dalam bentuk rantai terbuka pada proyeksi Fischer. Spektrum FTIR nata tanpa modifikasi dan termodifikasi NaOH berbeda pada serapan gugus karbonil (C=O). Pada nata termodifikasi NaOH terdapat serapan karbonil
yang lebih kuat dan tajam (bilangan gelombang 1642.5 cm-1) daripada serapan gugus C=O pada nata tanpa modifikasi (bilangan gelombang 1645.80 cm-1). Ini diperkirakan kebanyakan glukosa berada pada rantai terbuka, sehingga terdapat banyak gugus C=O ulur. Gugus C=O ulur akan lebih mudah membentuk kesetimbangan menjadi gugus C−O-, sehingga lebih mudah dalam mengikat Co(II).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Produk nata yang dihasilkan dapat menjerap 19.24% lebih banyak logam kobalt dibandingkan nata tanpa modifikasi. Urutan kapasitas adsorpsi terbesar dari produk nata terhadap logam kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi > modifikasi asam sulfat> modifikasi asam monokloroasetat (CMC), dengan nilai kapasitas adsorpsi maksimumnya berturut-turut 520.89, 420.67, 95.67, dan 47.39 µg/g adsorben. Urutan nilai efisiensi adsorpsi terbesar dari masing-masing lembaran nata termodifikasi kimia terhadap logam kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi > modifikasi asam sulfat > modifikasi asam monokloroasetat (CMC), dengan nilai efisiensi adsorpsi maksimumnya berturut-turut 40.71, 23.99, 8.26, dan 4.25 %. Perlakuan dengan NaOH, H2SO4 dan
13
ClCH2COOH dapat memodifikasi gugus OH pada selulosa.
Devi. 2008. CMC. [terhubung berkala]. http://www.deviwings.blogspot.com/2008 /03/cmc.html. [20 Jun 2008].
Saran Penelitian dilakukan pada rentang variasi yang lebih lebar dan ulangan diperbanyak sehingga dapat diperoleh titik optimum pada modifikasi NaOH dan asam sulfat. Perlu dilakukan uji FTIR untuk lembaran nata termodifikasi asam sulfat.
DAFTAR PUSTAKA Andriansyah M. 2006. Sifat-Sifat Membran yang Terbuat dari Sari Kulit Buah Nanas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Arsatmojo E. 1996. Formulasi Pembuatan Nata de Pina [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Atkins PW. 1999. Kimia Fisik. Ed ke-4. Kartohadiprojo II, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry Awalludin A. 2004. Karboksimetilasi Selulosa Bakteri [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Barros et al. 2003. Biosorption of cadmium using the fungus Aspergillus niger. Braz J Chem Eng 20:1-17. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Production of Fruits per Province(Ton) 2007. [terhubung berkala].http://www.bps.go. id/sector/agri/horti/2006/table6. html. [5 Sep 2008]. Chaplin M. 2002. Carboxymethyl Cellulose. http://www.sbu.ac.uk/carboxymethyl cellulose. html. [25 Nov 2002] Demirbas E, Kobya M, Senturk E, Ozkan T. 2004. Adsorption kinetics for the adsorbent of chromium(VI) from aqueous solutions on the activated carbons prepared from agricultural wastes. Water SA 30:533-540
Dimaguila LS. 1967. The nata de coco 2: chemical nature and properties of nata. The Phillipine Agriculture 51:475-485. Fengel G, Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin: Walter de Gruyter. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry Part 2. Geyer U, Heinze T, Stein A, Klemm D, Marsch S, Schumann D, Schumauder HP. 1994. Fermentation, derivatization, and applications of bacterial cellulose. Int J Biol Macromol 16:343-347. Glicksman M, Robert EK. 1972. Gums. Di dalam: thomas E. Furia (ed). Handbook of Food Additives. Ed ke-2. California: CRC Pr. Gufta FK. 1998. Utilization of bagasse fly ash generated in the sugar industry for removal and recovery of phenol and pnitrophenol from wastewater. J Chem Technol Biotechnol 70:180-186. Iguchi M, Yamanaka S, Budhiono A. 2000. Review Bacterial Cellulose-A Masterpiece of Nature’s arts, J Mater Sci 35: 261-270. Jeffery GH, Bassett J, Mendham J, Denney RC. 1978. Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis. New York: Longman Group. Krystynowicz, Bielecki S. 2001. Biosynthesis of bacterial cellulose and its potential applications in the different industries. Polish Biotechnology. News. [http:// www.Biotechnology-pl.com/science/ Krystynowicz.htm].[27 Nov 2005]. Lapuz MM, Gallerdo EG, Palo MA. 1967. The Nata Organism-Cultural Requirements, Characteristic and Identify. Philipines J Sci 96 : 91-102.
14
Marshall WE, Mitchell MJ. 1996. Agriculture by-product as metal adsorbent: Sorption properties and resistence to mechanical abrasion. J Chem Technol Biotechnol 66:192-198. Morton JF. 1987. Pineapple, Fruits of Warm Climates. [terhubung berkala]. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/mor ton/pineapple.html. [29 Jun 2004]. Muljohardjo M. 1984. Nenas dan Teknologi Pengolahannya. Yogyakarta: Liberty. Notodarmojo S. 2004. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: ITB Press. Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Applications, Gum Technology in Food and Other Industries. London: Blackie Academic Press & Professional. Pasla FR. 2006. Pencirian Membran Selulosa Asetat Berbahan Dasar Selulosa Bakteri dari Limbah Nanas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar–Dasar Mikrobiologi. Volume ke–1,2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Elements of Microbiology. Pisesidharta E, Zulfikar, Kuswandi B. 2003. Preparasi Membran Nata de CocoEtilendiamin dan Studi Karakteristik Pengikatannya Terhadap Ion Cu2+ [Laporan Penelitian]. Jember: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember. Putri TP. 2006. Ciri Membran Selulosa Berpori dari Sari Kulit Nanas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Raghuvanshi SP, Sing R, Kaushik CP. 2004. Kinetics study of methylene blue dye bioadsorption on baggase. App Ecol Env Res 2:35-43. Rajawane A. 2008. Biosorpsi logam berat Pb(II) menggunakan kulit buah kakao [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Rulianah S. 2002. Studi Pemanfaatan Kulit Buah Nanas Sebagai Nata de Pina. Jurnal Bisnis dan Teknologi 10 (1) : 20-25. Sudjadi. 1983. Penentuan Stuktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sulistyawati S. 2008. Modifikasi Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Berat Pb(II) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Susanto T, Adhitia R, Yunianta. 2000. Pembuatan Nata de Pina dari Kulit Nanas, Kajian dari Sumber Karbon dan Pengenceran Medium Fermentasi. Jurnal Teknologi Pertanian 1(2):58-66. Sjostrom E. 1981. Wood Chemistry. Fundamentals and Applications. California: Academic Pr. Yamanaka S, Watanabe K, Kitamura N. 1989. The structure and mechanical properties of sheets prepared from bacterial cellulose. J Mater Sci 24:3141-3145. Yarni D. 2000. Produksi dan Karakterisasi Membran Mikrofiltrasi dari Selulosa Bakterial [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yoshinaga F, Tonouchi N, Watanabe K. 1997. Research progress in production of bacterial cellulose by aeration and agitation culture and its application as a new industrial material. Biosci Biotechnol Biochem 61:219-224.
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Pembuatan nata
Pemurnian nata
Preparasi produk nata (dengan asam sulfat, NaOH, dan asam monokloroasetat)
Aplikasi pengikatan produk nata terhadap Kobalt(II)
Hasil penjerapan terbaik
Analisis FTIR
17
Lampiran 2 Pengamatan fisik lembaran nata kering 50oc
75oc
Mendidih (± 100 oc)
Suhu Menit NaOH (N)
30'
45'
60'
30'
45'
60'
30'
45'
60'
0,1
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
1
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
2
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
3
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik tapi Rapuh
4
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik tapi Rapuh
5
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
6
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik tapi Rapuh Hancur tapi tidak separah H2SO4 6 N
0,1
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
1
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Rapuh
2
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
3
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
4
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
5
Baik
Baik
Baik
6
Baik
Baik
Baik
Baik Bentuk tetap, warna larutan agak merah muda
Baik Bentuk tetap, warna larutan agak merah muda
Baik Bentuk tetap tp agak rapuh, warna larutan agak merah muda
Sangat Rapuh Hancur berkeping-keping pada menit ke-35, Warna Larutan Merah muda Hancur berkeping-keping pada menit ke-25, Warna Larutan Merah muda Hancur berkeping-keping pada menit ke-11, Warna Larutan Merah muda
Baik Bentuk tetap tp agak rapuh
Sangat Rapuh
Mulai Terurai
H2SO4 (N) Baik
Hancur berkeping-keping pada menit ke-11, Warna Larutan Agak Cokelat
Baik Mulai Hancur Mulai Hancur pada menit ke-38
Baik Hancur setengahnya Hancur pada menit ke-53, warna larutan merah muda
18
Lampiran 3 Pola serapan kompleks kobalt-garam nitroso-R pada beberapa panjang gelombang Panjang Gelombang (nm) 420 421 422 423 424 425
A 0.5003 0.5031 0.5058 0.5031 0.5003 0.4976
Absorbans
Kurva serapan Kobalt-Garam Nitroso-R pada beberapa panjang gelom bang 0,508 0,506 0,504 0,502 0,5 0,498 0,496 419
420
421
422
423
424
425
426
Panjang gelom bang (nm )
Lampiran 4 Pembuatan Kurva Standar Kobalt Larutan Stok Kobalt(II) 100 ppm Sebanyak 403.8 mg CoCl 2.6H2O dilarutkan dengan air deion, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml. Isi labu ditepatkan dan dihomogenkan (Larutan Kobalt 100 mg/L). Deret Standar Kobalt(II) Larutan Kobalt 100 mg/L diencerkan menjadi 10 ppm. Larutan kobalt 10 ppm dipipet masingmasing 0.0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 4.0; 8.0 dan 10.0 ml ke dalam gelas piala 100 ml, kemudian ditambahkan air deion hingga volume totalnya 25 ml.Larutan ditambahkan 2 ml pereaksi NitrosoR-Salt 0.2% dan 2 g Natrium Asetat Anhidrat. Kemudian didihkan selama 1 menit. Larutan didinginkan dan ditambahkan 1 ml HCl pekat, lalu didinginkan. Larutan dipindahkan ke labu takar 100 ml, lalu ditera dengan akuades. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 422 nm.
19
Lampiran 5 Data kurva standar kobalt Konsentrasi Kobalt (ppm) 0.0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
kurva standar Kobalt
A 0.0000 0.0241 0.0585 0.0862 0.1192 0.2426 0.3979 0.5003 0.6234
0,7
y = 0,6349x - 0,0048 R2 = 0,9985
0,6 0,5 absorbans
T 100.0 94.6 87.4 82.0 76.0 57.2 40.0 31.6 23.8
0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
konsentrasi
Lampiran 6 Kapasitas adsorpsi pada variasi waktu penjerapan kobalt pada lembaran nata Jam ke
Lembaran nata yang ditimbang (g)
A
2 4 6 8 10 12 14 15 16
0.0227 0.0220 0.0228 0.0229 0.0222 0.0228 0.0225 0.0219 0.0224
0.1250 0.1202 0.1080 0.1020 0.1007 0.0970 0.0904 0.0980 0.1001
[Co2+]
[Co2+]
[Co2+]
Akhir (mg/l)
Awal (mg/l)
Terjerap (mg/l)
0.8178 0.7875 0.7107 0.6729 0.6647 0.6414 0.5998 0.6477 0.6609
0.8467 0.8467 0.8467 0.8467 0.8467 0.8467 0.8467 0.8467 0.8467
0.0289 0.0592 0.1360 0.1738 0.1820 0.2053 0.2469 0.1990 0.1858
Contoh perhitungan : Penentuan waktu optimum Co2+ pada panjang gelombang 422 nm jam ke-2 Kurva standar y = 0.6349x - 0.0048 ; r = 99.85% 0.1250 = 0.6349x - 0.0048 0.6349x = 0.1298 x = 0.2044 mg/l × fp = 0.2044 mg/l × (100/25) = 0.8178 mg/l V ( C o− C ) m = 50 ml (0.8467-0.8178) mg/l 0.0227 gram = 63.66 µg/g
Q=
(y = A, x = [Co2+] )
Q (µg/g)
63.66 134.54 298.25 379.48 409.91 450.22 548.67 454.34 414.73
1,2
20
Lampiran 7 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi pada variasi waktu penjerapan kobalt pada karboksimetil selulosa Waktu (jam)
Bobot CMC (g)
A
1 2 3 4 5
0.1043 0.1042 0.1022 0.1015 0.1023
0.1180 0.1169 0.1090 0.1046 0.1169
[Co2+]
[Co2+]
[Co2+]
Akhir (mg/l)
Awal (mg/l)
Terjerap (mg/l)
0.7737 0.7667 0.7170 0.6892 0.7667
0.8247 0.8247 0.8247 0.8247 0.8247
0.0510 0.0580 0.1077 0.1355 0.0580
Q (µg/g)
E (%)
24.45 27.83 52.69 66.75 27.83
6.18 7.03 13.06 16.43 7.03
Contoh perhitungan : Penentuan waktu optimum karboksimetil selulosa pada panjang gelombang 422 nm waktu 1 jam Kurva standar y = 0.6349x - 0.0048 ; r = 99.85% 0.1180 = 0.6349x - 0.0048 0.6349x = 0.1228 x = 0.1934 mg/l × fp = 0.1934 mg/l × (100/25) = 0.7737 mg/l V ( C o− C ) m = 50 ml (0.8247-0.7737) mg/l 0.1043 gram = 24.45 µg/g
Q=
E = Co − C × 100% Co = (0.8247-0.7737) mg/l 0.8247 mg/l = 6.18%
(y = A, x = [Co2+] )
21
Lampiran 8 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi pada variasi bobot karboksimetil selulosa Bobot (g)
CMC yang ditimbang (g)
A
0.0300 0.1000 0.5000
0.0306 0.1020 0.5022
0.1273 0.1261 0.1284
[Co2+]
[Co2+]
[Co2+]
Akhir (mg/l)
Awal (mg/l)
Terjerap (mg/l)
0.8324 0.8247 0.8392
0.8613 0.8613 0.8613
0.0290 0.0366 0.0221
Q (µg/g)
E (%)
47.39 10.83 2.20
3.37 4.25 2.57
Contoh perhitungan : Penentuan bobot optimum karboksimetil selulosa pada panjang gelombang 422 nm bobot 0.1 g Kurva standar y = 0.6349x - 0.0048 ; r = 99.85% 0.1261 = 0.6349x - 0.0048 0.6349x = 0.1309 x = 0.2062 mg/l × fp = 0.2062 mg/l × (100/25) = 0.8247 mg/l V ( C o− C ) m = 50 ml (0.8613-0.8324) mg/l 0.0306 gram = 47.39 µg/g
Q=
E = Co − C × 100% Co = (0.8613-0.8324) mg/l 0.8613 mg/l = 3.37%
(y = A, x = [Co2+] )
22
Lampiran 9 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi kobalt oleh nata termodifikasi asam sulfat Variasi 0.1 N, 45, 30' 0.1 N, 45, 60' 0.1 N, 75, 30' 0.1 N, 75, 60' Awal
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Bobot (g) 0.0232 0.0247 0.0252 0.0248 0.0251 0.0285 0.0260 0.0264
pH 5.72 5.80 5.65 5.60 5.53 5.48 5.29 5.15 5.87 5.87
E (%) 6.62 8.83 6.62 6.62 7.70 5.52 7.70 8.83
Rerata (%) 7.72 6.62 6.61 8.26
Q (µg/g) 86.64 98.50 86.64 86.64 80.03 71.77 92.82 98.52
Rerata (µg/g) 92.57 86.64 75.90 95.67
Lampiran 10 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi kobalt oleh nata termodifikasi NaOH
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Kombinasi 1N 45 30' 1N 45 60' 1N 75 30' 1N 75 60' 2N 45 30' 2N 45 60' 2N 75 30' 2N 75 60' Awal
Bobot (g) 0.0200 0.0211 0.0206 0.0216 0.0251 0.0255 0.0220 0.0267 0.0305 0.0295 0.0282 0.0284 0.0299 0.0371 0.0202 0.0348
pH 6.88 6.88 7.22 6.91 6.84 7.33 7.05 7.18 7.11 7.36 6.94 7.44 7.34 7.22 7.29 7.42 5.97 5.90
E (%) 34.27 34.27 35.31 28.00 40.40 38.59 32.19 29.72 45.48 35.93 40.40 35.06 38.42 38.59 41.44 37.73
Rerata (%) 34.27 31.66 39.50 30.96 40.71 37.73 38.51 39.58
Q (µg/g) 519.75 519.75 519.90 474.07 510.89 530.89 443.86 407.12 452.30 445.42 434.57 451.58 389.80 380.46 416.22 396.55
Rerata (µg/g) 519.75 496.98 520.89 425.49 448.80 443.08 385.13 406.38
23
Lampiran 11 Spektrum FTIR CMC
Sumber: Awalludin (2004)