PREPARASI GURU BAHASA JERMAN MENGHADAPI TAHAP EVALUASI DI SMA
Oleh Dra. Lersianna Saragih NIP 131122434
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA JERMAN FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG 1990
Kata Pengantar
Pembahasan dalam paper ini yang dianggap perlu berdasarkan hasil pengamatan empiris mengajar kelas mahasiswa IKIP Bandung di Goethe Institut. Persiapan (preparasi) yang bagaimana haarus dilakukan seorang guru atau calon guru yang akan praktek mengajar di SMA dalam hal evaluasi dibahas dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain: Mata kuliah yang khusus membahas GBPP/kurikulum SMA tahun 1975 dan perobahanperobahan yang kemudian terjadi juga membawa dampak pada pergantian buku pegangan siswa dan guru untuk mempelajari bahasa Jerman. Di kelas khusus bagi mahasiswa IKIP Bandung, pembicaraan secara menyeluruh tidak mungkin dilakukan tetapi buku pegangan dan latihan tetap dipakai sebagai bahan utama. Kelas tambahan ini membantu mahasiswa yang bukan berlatar belakang sekolah yang berbahasa Jerman. Perhatian yang sungguh untuk memahami metode komunikatif yang disajikan dalam buku Kontakte Deutsch masih sering dipersoalkan kemanfaatannya. Pemilihan metode ini barangkali berhubungan dengan hasil evaluasi yang diperoleh dari berbagai sekolah yang pada kenyataannya kurang memuaskan. Alas an yang dapat diterima adalah bahwa masih ada kesenjangan pengertian dan pemahaman kurikulum yang dipakai sekarang terutama jika dilihat dari segi tujuan belajar bahasa Jerman yang bagi beberapa sekolah dipakai sebagai bidang studi ekstrakurikuler pada jurusan A.1 atau A.2 dan jurusan A.3 yang sering dianggap kelas “yang penuh kebijaksanaan” dan jika jurusan A.4 ada (masih belum merata di setiap sekolah baik negeri atau swasta). Mempersiapkan evaluasi yang benar dan tepat adalah masukan untuk usulan revisi buku Kontakte Deutsch ini.
Pendahuluan
Preparasi atau persiapan yang komprehensip seorang guru bahasa Jerman bukan hanya mencakup tahap evaluasi tetapi keseluruhan tahapan dasar untuk mencapai tujuan proses belajar mengajar. Kesiapan yang dimulai dari diri sendiri sebelum melakukan tugas dan tanggung jawab di kelas baik mental, psikis, pemikiran, kemampuan dan integrasi harus didukung oleh kemampuan menguasai bahan. Pembenahan diri ke dalam dalam arti memeriksa kembali semua perangkat yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, buku, alat peraga, alat-alat sekolah, hasil pekerjaan siswa, catatan-catatan yang dibuat sendiri atau yang dituliskan dalam buku harian kelas (agenda kegiatan belajar mengajar) menjadi bahan utama untuk memulai memeriksa ruang lingkup evaluasi yang akan diadakan. Penilaian yang menekankan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan sejumlah pokok bahasan pada semester ganjil atrau genap dibedakan dengan evaluasi harian baik yang dilakukan secara tertulis atau lisan. Guru yang baik akan lebih dahulu mengevaluasi dirinya atas tugas dan tanggung jawabnya menyelesaikan kurikulum yang ditetapkan. GBPP dan uraiannya dalam TIK dan TIU, pokok bahasan dan sub pokok bahasan pada satuan pelajaran diperiksa ulang untuk memberikan batasn sejauh mana materi telah diberikan dan siswa mampu memahami, menerapkan, dan memantapkan bahan tersebut. Kesulitan yang timbul dapat terjadi jika jam tatap mula tidak dapat dipenuhi oleh guru sedangkan siswa diharuskan belajar sendiri. Membuat kisi-kisi menurut format yang tersedia dibatasi pada jumlah soal menurut tingkat mudah, sedang dan sukar dalam persentasi perbandingan tertentu. Untuk hal ini, bank soal yang telah ada dpat dimanfaatkan dengan memodifikasikannya disana sini atau berdasarkan hasil evaluasi target yang melampaui batas kemampuan siswa dan bukan penyelesaian kurikulum sering kabur(tidak jelas). Jika target kurikulum yang harus menjadi acuan membuat evaluasi akhir, bukan seperti test harian maka test prestasi belajar tahap akhir atau per semester juga harus dapat dipisahkan dengan jelas. Evaluasi sebagai salah satu komponen pengujian hasil proses belajar mengajar siswa selama tatap muka dan mengerjakan latihan-latihan penting dalam arti mengukur kemampuan siswa maupun mengukur kemampuan guru menerapkan didaktik, metodik dan pedagogik yang diberikannya selama waktu tertentu. Nilai harian, nilai TPB, nilai evaluasi tahap akhir pada semester 4 dan 6 (kenaikan kelas dan kelulusan) dalam praktek menjadi catatan penting bagi guru untuk membuat soal yang benarbenar memenuhi tujuan kurikulum. 1. Tempat dan keduduka evaluasi dalam proses belajar mengajar. Proses belajar dan mengajar pada tahapan tertentu haus ditinjau kembali baik oleh guru maupun oleh siswa. Siswa sebagai subjek pelaku yang mengerjakan soal-soal ujian adalah objek penilaian guru dengan memakai instrument perangkat test. Letak dan kedudukannya dalam proses didaktik dilalui dengan mempergunakan perangkat kurikulum yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar dengan memakai buku pegangan yang telah ditentukan. Di dlaam proses belajar mengajar tujuan-tujuan belajar dirumuskan secara terinci, dan merupakan patokan dan orientasi pembahasan materi. Batasan yang diberikan pada sauna pokok bahasan akan dapat dicapai secara optimal jika waktu dan tempat mendukung situasi belajar mengajar. Dengan memberikan evaluasi baik guru dan siswa mengetahui sejauh mana tujuan belajar dalam
kurikulum tercapai. Evaluasi yang membawa dampak langsung pada TPB akhir semester genap di kelas 2 dan 3 berupa keberhasilan dan kegagalan naik kelas smama kedudukannya dengan bidang studi yang lain, walaupun dalam kenyataannya ada “kebijaksanaan” kepala sekolah atau “tekanan langsung” kepada guru yang bersangkutan bahwa kegagalan siswa ada kaitannya dengan dedikasi dn kemampuan guru mengajar. Pertimbangan yang sering memberatkan guru tanpa melihat realita kemampuan siswa rata-rata pada setiap sekoalh berbeda. Jika hal ini ditelusuri jauh ke belakang maka seorang guru tida perlu merasa bersalah akan kemampuan dan kesungguhannya melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya pada sekolah dengan masukan siswa yang memiliki NEM rendah atau sama sekali membenci mata pelajaran ini oleh berbagai sebab yang tidak jelas. Guru jarang sekali dapat mengkonsultasikan pelajaran ini dengan orang tua siswa atau BP di sekolah juga kurang berperanan membantu mengatasi siswa bermasalah. Alasan kesibukan, waktu yang semoit seolah-olah menuntut kesempurnaan setiap perangkat sekolah dalam membantu siswa yang besar kemungkinannya gagal naik kelas karena mata pelajaran ini. Kurikulum, proses belajar mengajar dan diakhiri dengan evaluasi berkaitan erat dengan perobahan tingkah laku siswa dalam pemahaman, pemantapan dan penerapan merupakan yang saling berkaitan dab sebanding. Hal ini berarti bahwa kegagalan guru dalam mendidik dan mengajarkan bahasa Jerman bukan hanya terletak pada penguasaan didaktik dan metodik tetapi juga dalam menyusun soal yang tepat, sesuai dan memnuhi criteria pembuatan test. Jika dilihat kedudukannya maka evaluasi sebagai Prüfungsformen adalah control atau seleksi atas bahan pelajaran yang telah dibahas di dalam tatap muka. Latiahn-latihan harian, mingguan atau tengah senester sebagai pengecekan kurikulum dalam proses belajar mengajar bersamaan kedudukannya dengan keseluruhan jumlah latihan yang diolah pada evaluasi tahap akhir(kenaikan kelas dan kelulusan di kelas 3). Tujuan belajar mengikat pelaksanaan proses belajar mengajar yang berdasarkan kepada metodik dan prinsip-prinsip bentuk latihan sesuai dengan buku yang dipakai. 2. Kesalahan dalam memberikan tolak ukur yang standar. Jika guru hendak memberikan evaluasi atas suatu pengajaran yang diberikannya maka penilaian yang bersifat kuantitatip (angka-angka : 1-10 ) dan kwalitatip (bobot atau mutu) maka dalam praktek sering terjadi kesalahan yang boleh jadi karena kekhilafan, kelalaian, tidak mengerti cara membuat kisi-kisi dan bentuk soal yang diharuskan seperti tingkat mudah, sedang dan sukar. Penambahan soal bentuk essay jarang dilakukan kecuali ada perobahan ketentuan. Bobot masing-masing soal juga sering kabur atau tidak jelas batasannya sehingga ada saja soal yang dianulir. Jika hal ini terjadi maka perobahan niali kuantitatip sering berpengaruh besar untukjumlah seluruh soal yang harus dibagi menurut patokan penilaian. Angka decimal sering dipersoalkan dalam sidang dewan guru yang sedang membahas hasil TPB. Guru cenderung memperhatikan segi kwalitatip dan sikap siswa yang bersangkutan terhadap guru. Factor subjektivitas guru memegang peranan penting jika hal itu dilakukan dengan jujur dan dengan hati nurani yang benar. Objektivitas atas hasil penilaiana test secara kuantitatip merupakan pertanggungjawaban guru bahasa Jerman secara akademis. Disisni akan dapat dibedakan dengan jelas bahwa evaluasi mengandung didalamnya pengukuran kuantitatip sedangkan pengukuran kuantitatip merupakan data kegiatan evaluasi. Kesalahan mengerti pokok perbedaan ini dapat diperbaiki dengan melihat kebrhasilan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam test. Jika dalam pelaksanaan tingkat kesukaran test disamakan antara test harian, sumatip, tengah semester, remedial test, EBTA maka yang menjadi pokok perhatian adalah [ersiapan guru membuar ragam
bentuk penjabara persentase tingkat mudah, sedang dan sukar secara bervariasi. Test harian lisan atau tertulis dianggap sanagat membantu, bagi siswa dapat memperoleh akumu;ai nilai, bagi guru-dia dapat membuat catatan data nilai yang pada prakteknya dijumlahkan dan dibagi secara rata-rata. Guru tidak harus keberatan memberitahukan nilai harian atau nilai semester yang diperoleh siswa dan memang hal itu harus terbuka tanpa harus mengurangi pencantuman bobot lulus atau tidak. Kecuali dalam hal khusus atas permintaan kepala sekolah pencantuman daftar nilai siswa di papan pengumuman dapat menggeliosahkan siswa. Supaya hal ini tidak menimbulkan salah paham, maka guru bahasa Jerman yang bersangkutan dapat memberikan kunci jawaban setelah ujian selesai. Siswa sendiri melakukan koreksi atas jawaban yang diberikan. Oleh sebab itu guru sudah harus mempersiapkan kunci jawaban soal-soal pertanyaan yang diberikan secara tertulis tan[pa membocorkannya. Kerahsiaan isi soal dan kunci jawaban harus dijaga ketat sehingga tidak memberikan kemungkinan kecurangan dalam menempuh test prestasi belajar. Hal yang rancu dan sering menjadi masalah adalah juga berhubungan dengan kesalahan pengertian dan pelaksanaan yang berbeda dengan pembuatan test. Metode dan didaktik yang telah digariskan dalam kurikulum dan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar yang menekankan didaktik dan metodik yang digariskan misalnya aspek komunikatif ternyata dalamTPB atau EBTA serign terjadi justru tekanannya pada tata bahasa dan kosa kata. Kesulitan akan timbul karena siswa tidak dipersiapkan secara matang mengatasi hal ini. Lalu apakah nilai yang diperoleh siswa dapat dianggap sebagai tolak ukur prestasi belajar untuk mendapat evaluasi yang objektif ?. Evaluasi sebenarnya tidak memerlukan perasaan sentimental, apakah guru penguji itu dijuluki “keras” atau “bermurah hati” adalah di luar batas objektivitas dan kesahihan ujian yang diberikan. Berdsarkan pengalamn mengajar guru dapat membedakan juga bahan ujian yang unggul memenuhi persyaratan sesuai dengan aspek yang diharuskan. Guru dengan demikian harus banyak berlatih membuat soal-soal menurut aspek yang ditentukan dan menyeleksinya sebagai bahan bank soal. Seleksi yang dimaksudkan juga menyangkut peralihan pemakaian buku pegangan, misalnya dari buku Wir Sprechen Deutsch atau Deutschesprache für Ausländer kepada buku Kontakte Deutsch. Perobahan atau pembaharuan kurikulum dengan sisipan disana-sini tidak memungkinkan bagi guru untuk memakai bank soal sebagai sarana membuat soal yang representatip. Arti kata mampu, bisa, menguasai, sedang, belum dapat dijabarkan secara bertanggung jawab jika guru belum memperhatikan dengan sungguh apakah pertanyaan-pertanyaan yang diujikan sesuai dengan pengetahuan yang dikuasai siswa misalnya melengkapi kalimat dengan memakai kata kerja dalam bentuk kata ganti orang dan kata kerja bentuk präsens atau perfekt. Konstruksi tes yang benar yang dibuat oleh guru akan membantu untuk memperoleh jawaban yang benar dan tepat dan buakn meraguakn. Latiahn yang berulang-ulang misalnya ditempuh setiap 1 kali dalam 4 kali tatap muka sudah dapat memberikan gambaran bagi guru apakah siswa sudah menguasai materi yang diberikan pada pokok bahasan tertentu sesuai dengan urutan pokok bahasan.
3. Beberapa cara mengevaluasi
Latihan dalam kelompok Untuk mendapat nilai baik seorang siswa harus aktip melakukan latihan-latihan, baik yang dibimbing langsung oleh guru atau dilakukan sendiri dan berkelompok. Umumnya kerja kelompokb dapat membantu pengetahuan dan perkembangan siswa. Guru dapat membantu siswa dengan menempatkan siswa yang lebih mampu dalam satu kelompok dan kelompok dirangsang untuk aktif. Siswa yang pasif harus menjadi perhatian guru secara seriua sehingga tidak menimbulkan masalah. Guru dapat mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuannya dengan cara membaca buku yang relevan. Upaya ini sering tidsk diperhatikan karena guru tertumpu pada tujuan : menyelesaikan kurikulum!. Bahan yang disajikan dapat diambil dari buku latihan pegangan guru. Apa yang dilakukan oleh anggota kelompok, tugas itu harus dapat selesai dalam waktu yang ditentukan bersama. Melatih keterampilan Keterampilan yang dimaksud adalah pemantapan, pemahaman, dan penerapan berbicara, menyimak, membaca, menulis. Untuk mencapai maksud ini guru mempersiapkan sendiri atau menugaskan kepada siswa alat-alat yang diperlukan. Misalnya dengan memakai audiovisual, proyektor (UHP), slides, video-rekaman. Nilai yang diberikan dapat dijabarkan dengan angka tertentu yang dapat dimodifikasikan ke dalam nilai sementara. Catatan dan data daya serap siswa dapat diukur untuk menentukan bentuk pertanyaan yang bagaimana yang sesuia pada test form,al. karena di sekolah umumnya penekanan atas nilai angka selalu berpebgaruh kepada kemajuan siswa berbahasa Jerman maka guru sudah harus dapat memisahkan siswa yang memerlukan tambahan pelajaran (remedial-teaching). Bahan untuk ini memang tidak dibicarakan dalam kurikulum secara khusus tetapi guru dapat mencatat batasan latihan dan pelajaran yang akan diulang, dengan konsekuensi penambahan waktu dan tenaga. Sekolah yang memperhatikan dari segi perkembangan pengetahuan siswa tetapi guru juga dapat diperhatikan kepentingannya. Tes lisan dan ertulis Apa saja yang harus dipersiapkan oleh guru dan siswa untuk bentuk tes ini ?. Tes lisan dapat terdiri dari : pengulangan bunyi kata atau intonasi yang mirip sama misalnya (schreiben der schrank), tes melengkapi kalimat atau kosa kata, tes percakapan terarah dengan jalan memaparkan cerita pendek dalam kalimat sederhana dan memberikan kata-kata kunci yang dapat disusun oleh siswa dengan memakai kalimat sendiri, tes percakapan bebas yakni dengan mengundang orang ketiga (tamu di dalam kelas ), tes menyimak yakni mendengar cerita atau ucapan kalimat pendek dan mengulanginya secara lisan atau tertulis. Guru mempersiapkan bahan untuk tes ini dari buku latihan atau memodifikasi bahan bacaan dalam buku pegangan ( Lehrbuch ). Menguasai situasi kelas yang banyak misalnya lebih dari 20 orang siswa, guru dapat membaginya dalam kelompok sesuai dengan nomor absensi. Setiap jajaran bangku juga dapat dipergunakan melatih setiap bentuk tes ini secara bergantian. Jika siswa diminta untuk turut menilai sesamanya maka guru memberikan kategori penilaian dan apa yang harus dinilai. Cara seperti ini dapat merangsang persaingan siswa. Tes tertulis dapat berupa : melengkapi kalimat, menyusun kalimat dari beberapa kata yang tersusun acak, menjodohkan, membentuk kalimat dengan memakai kata kerja atau kata
benda dan artikel yang tepat, tes uraian (essay) dalam bentuk bebas atau terikat, tes benarsalah, pilihan berganda, jawaban singkat. Contoh tes ini semua dapat dipilih oleh guru dari buku pegangan siswa dan buku latihan. Bahan yang diberikan dapat diseleksi untuk persiapan ujian pada TPB atau EBTA.
4. Kesimpulan Melihat target kurikulum yang telah diselesaikan dengan baik dan konsekuen maka guru juga memeriksa kembali hasil latihan harian baik tertulis atau lisan. Pokok bahasan mana yang telah dapat dikuasai dengan baik oleh siswa dan latihan dalam bentuk apa yang menghasilkan soal-soal yang “teruji” dapat dimodifikasikan secara teratur menurut aturan pengisian kisi-kisi. Evaluasi bukanlah semata-mata “dugaan atau kira-kira” tetapi berakar dari proses belajar mengajar yang ketat dan membangkitkan minat siswa mengerjakan tes akhir yang membuahkan nilai kuantitatip (angka). Jadi pada dasarnya nilai ini tidak terlepas dari nilai kwalitatip yang diperoleh memakai semua buku yang diharuskan sebagai alat mencapai tujuan belajar.
Daftar Kepustakaan
1. Mohamad Ali : Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Angkasa Bandung, 1986 2. Abin Syamsudin, Psikologi Kependidikan, IKIP Bandung, Bandung 1986-1987 3. Lernen und Lehren, Majalah untuk Pengajar Bahasa Jerman, 21.Jahrgang-Heft ½ 1990 4. Lernen und Lehren, Berita dan Makalah, Jakarta 28 November s/d 3 Desember 1988, Sonderheft 1988 5. S . Nainggolan, Dra, Kontakte Deutsch, Lehrbuch 1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1982 Kontakte Deutsch, Lehrerhandbuch 1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1989. 6. Bettina Bartels, Kontakte Deutsch, Űbungen + Tests, Goethe Institut Jakarta, Jakarta, Desember 1989.