Praktisi dan Sosiolog HAM Imam Prasodjo Dianugerahi Soetandyo Award UNAIR NEWS – Pada puncak perayaan Dies Natalis ke-39 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, sivitas akademika menyelenggarakan acara Soetandyo Award dan Soetandyo Scholarship. Acara tersebut diselenggarakan di Aula Soetandyo FISIP UNAIR, Rabu (7/12). Beasiswa Soetandyo ini diberikan kepada 15 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki disiplin ilmu sosial, hukum, dan humaniora. Beasiswa Soetandyo diperuntukkan bagi mahasiswa yang tengah menyelesaikan tugas akhir skripsi, tesis, maupun disertasi yang membahas penelitian dengan topik pluralisme, keadilan sosial, hukum, hak dan hak asasi manusia (HAM), serta demokrasi. Seluruh mahasiswa penerima beasiswa Soetandyo itu berasal dari berbagai jenjang mulai sarjana, master, hingga doktoral. Penerima beasiswa itu berasal dari Universitas Palangkaraya, Universitas Jember, Universitas Riau, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Negeri Malang, Universitas Lampung, dan tentu saja Universitas Airlangga. Ketua Pusat Studi Soetandyo Prof. Dr. Budi Prasetyo, M.Si, mengatakan, penerima beasiswa itu telah melalui proses seleksi dari ratusan proposal penelitian yang dikirimkan ke panitia. Dari ratusan proposal itu, disaring sampai 30 besar, hingga akhirnya terpilih 15 penerima beasiswa. Selain acara pemberian beasiswa, dalam acara yang sama juga digelar penganugerahan penghargaan Soetandyo. Pada tahun ini, penghargaan Soetandyo diberikan kepada praktisi HAM sekaligus sosiolog Imam B. Prasodjo. Akademisi berusia 56 tahun itu
merupakan penggagas Gerakan Nurani Dunia. Terkait dengan penghargaan Soetandyo, Prof. Budi menyampaikan, bahwa pihaknya menerima sekitar 30 nama calon penerima penghargaan dari berbagai lembaga. Setelah dilakukan berbagai penyaringan, terpilih 10 nama hingga akhirnya mengerucut satu nama, yakni sosiolog Universitas Indonesia tersebut. Menurut Prof. Budi yang juga tim panitia Soetandyo Award, kriteria yang ditetapkan untuk penerima penghargaan ini adalah publikasi karya ilmiah dan pengabdian masyarakat. “Banyak akademisi yang bagus tetapi nggak punya karya riil di tengah masyarakat, khususnya di bidang hukum dan HAM. Mudah-mudahan penerima bisa meneruskan kiprah Soetandyo,” tutur Prof. Budi. “Kita memang mencari yang semirip mungkin dengan Soetandyo,” imbuh Wakil Dekan I FISIP. Usai menerima penghargaan tersebut, sosiolog Imam menyampaikan apresiasinya kepada sivitas akademika FISIP UNAIR atas penghargaan tersebut. Ia tak pernah menyangka akan dianugerahi penghargaan tersebut. “Jujur saja, saya merasa terhormat ketika dikabari bahwa saya dianugerahi penghargaan ini. Penghargaan ini memiliki nilai yang sangat tinggi. Bagi saya, penghargaan ini bernilai simbolik tentang perjuangan seorang tokoh akademisi kampus yang sekaligus sebagai aktivis sosial dan pejuang hak asasi manusia yang penuh dedikasi, tulus, dan konsisten sebagaimana yang tergambar dalam sosok Profesor Soetandyo Wignjosoebroto,” tutur Imam. Pemberian beasiswa dan penghargaan Soetandyo telah dilaksanakan sejak tahun 2015 bertepatan dengan perayaan Dies Natalis FISIP. Tahun lalu, beasiswa diberikan kepada sepuluh penerima. Pada tahun 2015 pula, penghargaan diberikan kepada pakar Antropologi Hukum Prof. Sulistyowati Irianto. Bangun keterbukaan
Dekan FISIP Dr. Falih Suaedi dalam sambutannya menyampaikan, bahwa fakultas yang kini berusia 39 tahun itu akan terus membangun keterbukaan, sinergitas, dan kekeluargaan dalam menciptakan iklim akademis yang sehat. “Sampai tahun 2020, kita akan terus bangun keterbukaan, sinergitas, dibungkus semangat kekeluargaan. Semoga hasilnya lebih dahsyat. Kita junjung nilai-nilai pluralisme, demokratisasi serta keadilan seperti kata Prof. Tandyo (sapaan akrab Soetandyo),” tutur Falih. “Ada 13 program studi di FISIP. Kurikulum akan terus dirancang agar tetap ada saling sapa. Integrated social science sebagaimana cita-cita Pak Tandyo,” imbuh Falih. Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Kembangkan Potensi Sumber Daya Alam Negeri Sendiri UNAIR NEWS – Dinamika yang ada dalam negeri, salah satunya dinamika politik, akan menjadi tantangan yang akan dihadapi Indonesia di masa mendatang. Hal tersebut diungkapkan oleh perwakilan dari Ikatan Alumni Universitas Airlangga (IKA UA) Achmad Cholis Hamzah, yang turut serta dalam memberikan pemikirannya untuk masa depan pada diskusi bersama bertajuk Outlook 2017. Acara tersebut dihelat di Hotel Bumi Surabaya pada Kamis, (1/12) malam. Cholis merasa, berbagai tantangan yang dihadapi sudah seharusnya mendapatkan perhatian dan persiapan yang lebih matang, agar bangsa Indonesia bisa memiliki daya saing yang
kuat dan tumbuh menjadi negara yang mandiri. Menurutnya, Indonesia harus mengoptimalkan sumber daya alam yang ada. Sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat. Cholis menganggap bahwa Indonesia sudah mampu untuk menggali potensi – potensi yang ada, hal inilah yang kemudian mampu menjadi sumber kesejahteraan masyarakat. Dalam kesempatan tersebut, pria yang merupakan alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis tahun 1973 ini mengungkapkan betapa pentingnya Indonesia dalam memperhatikan perubahan politik di Amerika dan Eropa, agar bisa mengimbangi perkembangan pasar internasional. “Kita harus memperhatikan geopolitik luar negeri, USA dan Eropa. Agar Indonesia mampu memasuki pagar internasional,” paparnya. Indonesia memerlukan kesigapan dalam menganalisa pasar dan target target masa depan. Pasalnya, keterlambatan dalam menganalisa akan menyebabkan timbulnya uncertainty atau ketidakpastian. Di akhir pemaparannya, Cholis juga menambahkan bahwa ia dan IKA UNAIR akan mendiskusikan gagasan – gagasan baru untuk berkontribusi dalam pembentukan rekomendasi kebijakan yang nantinya bisa digunakan oleh pemerintah.(*) Penulis : Faridah Hari Editor : Dilan Salsabila
Ketoprak Humor Himpuni Buat
Hadirin Ger-Geran UNAIR NEWS – Pementasan Ketoprak Humor yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ikatan Alumni PTN se-Indonesia (Himpuni) dengan lakon Menyatukan Kembali Nusantara di Balai Budaya Komplek Balai Pemuda, Surabaya, Jumat 25 November 2016 malam, sukses menghibur pengunjung. Pada gelaran yang berlangsung sekitar dua jam empat puluh lima menit tersebut, hadirin dibuat ger-geran dan bertepuk tangan nyaris tanpa henti. Pasalnya, banyak polah aktor dan aktris dadakan yang mengundang tawa. Tak kurang 80 tokoh yang turut memeriahkan acara tersebut. Antara lain, Rektor UNAIR Prof., Dr., Moh Nasih SE., MT., CMA., Ak., Bupati Jember Faida, Rektor ITS Prof. Joni Hermana, Walikota Jakarta Pusat Mangara Pardede, Direktur Utama BTN Maryono, serta Ketua Asosiasi Pengelola Carbon Muslich Ramelan. Tak ketinggalan, advokat senior Sirra Prayuna, Bambang Hendroyono, Ridwan Djamaludin, Haiban Hadjid, dan pengurus Himpuni lainnya. Adegan lucu di antaranya tampak saat salah satu aktor memanggil salah satu teknisi. “Mas, mic nggonku kok gak krungu? Sampean cekno rene, Mas (Mas, mic saya kok tidak kedengaran ya? Coba dicek ke sini, Mas),” kata dia. Karena teknisi yang dimaksud tak kunjung datang, lelaki bertubuh dempal itu kembali nyeletuk. “Mas, wes ta gak popo melbu neng panggung. Gak usah isin-isin, koen gurung bayaran ta (Mas, sudah, tidak apa-apa masuk ke panggung. Tidak usah malu-malu, apa kamu belum digaji)?” cetusnya, disusul teknisi bertopi merah yang gupuh menuju panggung dan membantunya. Sering kali, para pemain lupa dialog. Kadang, mereka berbicara tidak pada waktu yang semestinya. Seperti yang dilakukan Faida, pemeran Anita Dewi, istri dari Prabu Airlangga. “Kalau ada yang kelupaan ya wajar. Lha wong saya latihan cuma satu kali,” papar dia seraya tertawa renyah saat ditemui di
belakang panggung. Suasana guyonan juga terjadi saat Anita Dewi berdialog dengan Prabu Airlangga (diperankan Rektor UNAIR Prof. Nasih). Dalam salah satu adegan, terlihat Prabu bergelar Sri Maharaja Rakae Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Ananthawikrama Tunggadewa itu berada terlalu jauh dari pasangannya. Sepasang matanya pun tidak memperhatikan lawan bicaranya. “Kang, lihat aku, dong,” ujar Faida, aktris yang penuh improvisasi dalam pementasan kali ini. Mendengar permintaan itu, Prof. Nasih segera menghadap ke arah Faida. “Oh, iyo iyo,” gumamnya. Lantas, tiba-tiba sejumlah penonton berteriak. “Kurang mepet (dekat)!”, “Iyo iku, mepet maneh ta lah (Iya itu, dekati lagi). Kan suami istri?!” demikian yang terdengar. “Ojok mepet-mepet. Gak isok muleh mengko aku (Jangan terlalu dekat. Nanti saya tidak bisa pulang),” celetuk Prof. Nasih diiringi tepuk tangan dan tawa renyah hadirin. Yang jelas, pertunjukkan kali ini memberikan kesan tersendiri. Selain sarat guyonan, pesan dan cerita sejarah menjadi konten utama. Sutradara Aries Mukadi, seniman dari Wayang Orang Bharata, mengatakan bahwa pagelaran ini berguna untuk membangun kesadaran persatuan sebagai satu Bangsa Indonesia dan melestarikan budaya. Cerita Ketoprak ini diambil dari nukilan kisah Majapahit pada tahun 1400-an.
Rektor UNAIR Prof Nasih (kanan) terlihat total menjalankan perannya sesuai naskah. Meski, guyonan kerap terjadi di atas panggung. (Foto: Yudira Pasada Lubis) Dikisahkan, negeri ini berusaha mempertahankan kesatuan wilayah Nusantara dari ancaman perpecahan. Diperkirakan, kondisinya mirip dengan keadaan saat ini. Pengaruh hasutan kekuasaan asing, tekanan ekonomi, konflik politik, gangguan keamanan oleh perompak dan pemberontak, luruhnya budaya dan semakin minimnya rasa persatuan diantara pemimpin-pemimpin lokal. Hal inilah yang mengingatkan kita akan pentingnya semangat persatuan dan kesatuan Bangsa. Berkaitan dengan Dies Natalis UNAIR, ditampilkan perjuangan Naraya Airlangga (Prabu Airlangga) pada tahun 1000 M yang mencoba menyatukan Dwipantara. Saat itu, Dwipantara terbagi oleh kekuasaan Sriwijaya di bagian barat dan Medang Mataram di wilayah timur. Kesuksesan menyatukan kedua wilayah itu menjadikan Naraya Airlangga dinobatkan sebagai Raja Kahuripan dengan gelar Sri Maharaja Rakae Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Ananthawikrama Tunggadewa. “Pesan moral dari ketoprak ini adalah tentang kekompakan yang
merupakan kunci utama guna memperkokoh nusantara. Kerajaaan Kahuripan yang dipimpin Prabu Airlangga itu dulunya makmur. Karena kemakmuran itu, banyak negeri yang mau bergabung. Di aspek ini bisa ditarik pelajaran pula, bahwa kemakmuran bisa menguatkan negara. Maka itu, mari bersama-sama, bersatu padu, menyejahterakan rakyat,” kata Prof Nasih saat diwawancara setelah tampil. HIMPUNI adalah gabungan dari tak kurang 23 organisasi alumni se-Indonesia. Antara lain, Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB), Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Ikatan Alumni Universitas Diponegoro (IKA UNDIP), Ikatan Alumni Universitas Mataram (IKA UNRAM), Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA IPB), Keluarga Besar Alumni Gadjah Mada (KAGAMA), Keluarga Alumni Univesitas Jenderal Soedirman (KAUNSOED), dan Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) Juga, Ikatan Alumni Insititut Teknologi Surabaya 10 Nopember (IKA ITS), Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU), Ikatan Alumni Negeri Medan (IKA UNIMED), Ikatan Alumni Universitas Andalas (IKA UNAND), Ikatan Alumni Universitas Lampung (IKA UNILA), Ikatan Alumni Universitas Padjajaran (IKA UNPAD), Ikatan Alumni Universitas Negeri Padang (IKA UNP), Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI), Ikatan Alumni Universitas Udayana (IKA UNUD), Ikatan Alumni Universitas Sam Ratulangi (IKA UNSRAT), Ikatan Alumni Universitas Sriwijaya (IKA UNSRI), Ikatan Alumni Universitas Hasanudin (IKA UNHAS), Ikatan Alumni Universitas Airlangga (IKA UA), Ikatan Alumni Universitas Veteran (IKA UPNVJ), Keluarga Alumni Universitas Jember (KAUJE), serta Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ). (*) Penulis: Rio F. Rachman
Budaya Sebagai Bahasa Universal Pemersatu Bangsa UNAIR NEWS– Himpunan Ikatan
Alumni Perguruan Tinggi Indonesia
(HIMPUNI) bekerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) menggelar acara Dialog Budaya di Ruang Kahuripan, Kampus C UNAIR, Kamis (24/11). Acara dihadiri oleh puluhan akademisi dengan mengangkat tema Merajut Indonesia Melalui Budaya Guna Memperkuat NKRI. Acara tersebut menghadirkan empatpembicara.Ketua HIMPUNI Nur Sidiq, Anggota Dewan Pengawas RRI Dwi Hernuningsih, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR Puji Karyanto, S.S., M.Hum, dan Direktur Universitas Brawijaya Televisi Riyanto. Mengawali pembicaraan, Nur Sidiq mengungkapkan bahwa seluruh alumni perguruan tinggi di Indonesia memiliki kewajiban dan rasa tanggung jawab atas keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). “Sebagai insan akademis, kita memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga keutuhan NKRI yang kokoh. Sehingga kita merasa perlu memberikan sumbangsih berupa ide-ide dan gagasan,” ujarnya. Kendati keberadaan alumni tidak berada di parlemen ataupun pemerintahan, Nur Sidiq menegaskan bahwa peran alumni akan sangat dibutuhkan. “Kita tidak berada di parlemen, kita tidak berada di pemerintahan, tapi secara moral kita memiliki dukungan yang kuat,” kata dia. “Secara singkat, kita rasa bahwa kita ini sebuah negara. Sebuah bangsa tidak akan lepas dari yang namanya gangguan, ancaman, baik dari luar atau dari dalam sendiri. Salah satu
untuk menyatukan kekuatan kita ini adalah melalui budaya,” jelasnya terkait kondisi Indonesia terkini. Seraya mengamini, Dwi Hernuningsih menambahkan bahwa Indonesia dapat disatukan melalui budaya, salah satunya adalah melalui seni. “Saya ingin mempertegas, bahwa budaya, salah satunya adalah seni, itu adalah bahasa universal yang tidak membedakan bagaimana latar belakang orang. Melalui seni, kita bisa menyatu, bisa berkumpul bersama,” serunya. Mewakili dari akademisi, Puji Karyanto mengungkapkan bahwa slogan Bhineka Tunggal Ika itu sudah ditanamkan dan selalu ditemui dalam kehidupan kampus. “Kita kan dari universitas. Kalau berbicara universitas, sebenarnya sudah berbicara tentang kebhinekaan. Karena ada kata versi, itu artinya bhineka, uni itu artinya satu. Jadi, kebhinekaan itu selalu ada di sekitar kita. Tapi jangan lupa, kesatuannya ada di pendidikan,” pungkasnya. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Binti Q. Masruroh
9 Alumnus UNAIR Duduki Posisi Strategis di Pemerintahan UNAIR NEWS – Lulusan Universitas Airlangga memang tak diragukan lagi kemampuannya. Buktinya, tak sedikit dari alumni UNAIR yang memegang posisi strategis di kursi pemerintahan. Ilmu pengetahuan yang mereka dapat saat masih di bangku kuliah, mereka terapkan dalam proses kebijakan publik.
Yuk simak selengkapnya siapa saja alumni UNAIR yang memegang posisi strategis di pemerintahan! 1. Hatta Ali
Foto : Istimewa
Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H., M.H., atau yang biasa dikenal dengan Hatta Ali adalah alumnus Fakultas Hukum UNAIR tahun angkatan 1977. Hatta diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung RI periode 2012-2017. Pada tanggal 31 Januari 2015, Hatta yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni (IKA) UNAIR ini meraih gelar guru besar bidang hukum dari UNAIR. 2. M. Saleh
Foto : Istimewa
Prof. Dr. H. Mohammad Saleh, S.H., M.H., yang menjadi Wakil Ketua MA RI ini juga alumnus FH UNAIR tahun 1970. Pada akhir tahun lalu (12/12), Saleh diangkat menjadi Guru Besar FH UNAIR yang ke-14. Dalam pengukuhannya, pria kelahiran Pamekasan 23 April 1946 ini menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Problematika Titik Singgung Perkara Perdata di Peradilan Umum dengan Perkara di Lingkungan Peradilan Lainnya.” 3. Ignasius Jonan
Foto : Istimewa
Sebelum menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan pernah menjadi Direktur PT. Kereta Api Indonesia tahun 25 Februari 2009-27 Oktober 2014. Mulai akhir tahun 2014, alumnus program studi S-1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR, tahun 1986 ini diangkat menjadi orang nomor satu di Kementerian Perhubungan. 4. Khofifah Indar Parawansa
Foto : Istimewa
Kini, Khofifah Indar Parawansa dipercaya untuk mengawal kebijakan publik di bidang sosial oleh Presiden RI Joko Widodo. Perempuan kelahiran 19 Mei 1965 ini merupakan alumnus S-1 Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, tahun lulus 1990. 5. Asman Abnur
Foto : Istimewa
Siapa sangka, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB) juga merupakan alumnus UNAIR. Asman Abnur lulus dari S-2 Magister Manajemen Sekolah Pascasarjana (pada saat itu) tahun 2004. Saat ini, di tengah kesibukannya sebagai menteri, Asman tengah menjalani studi doktoral pada prodi Ilmu Ekonomi Islam, Sekolah Pascasarjana, UNAIR. 6. Muhadjir Effendy
Foto : Istimewa
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI saat ini, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.AP, adalah alumnus UNAIR program studi S-3 Ilmu Sosial, Sekolah Pascasarjana (saat itu). Sejak 17 Juli 2016, Muhadjir didapuk menjadi Mendikbud oleh Presiden RI. 7. Soekarwo
Foto : Istimewa
Soekarwo atau yang akrab disapa Pakdhe Karwo adalah orang nomor satu di provinsi Jawa Timur. Pakdhe Karwo dipercaya oleh masyarakat Jatim untuk memimpin provinsi dengan luas wilayah 47.922 km2 ini. Soekarwo merupakan alumnus S-1 Ilmu Hukum, FH UNAIR pada tahun 1979, dan diberi gelar doktor kehormatan di bidang ekonomi oleh UNAIR berkat inovasi “Jatimnomics” miliknya. 8. Awang Faroek Ishak
Foto : Istimewa Awang
Faroek
Ishak
saat
ini
menjabat
sebagai
Gubernur
Kalimantan Timur. Awang merupakan doktor lulusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Pascasarjana (pada saat itu) tahun angkatan 2009. 9. Irianto Lambrie
Foto : Istimewa Irianto Lambrie saat ini menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Utara. Pria kelahiran 18 Desember 1958 ini merupakan lulusan doktor Pascasarjana dengan minat Ekonomi Pembangunan. Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
Alumni FK Membangun Terapung
UNAIR Bertekad Rumah Sakit
UNAIR NEWS – Potret kesehatan masyarakat Indonesia khususnya di beberapa wilayah terpencil masih memprihatinkan. Akar permasalahannya bermuara dari sistem pendistribusian tenaga kesehatan yang belum merata dan kesulitan menjangkau wilayah pedalaman. Dari sini, FK Universitas Airlangga melalui para alumnusnya berinisiatif menghadirkan sebuah kapal yang akan
difungsikan sebagai rumah sakit terapung sebagaimana KRI dr. Soeharso. Bukan lagi wacana, saat ini FK UNAIR sedang memesan sebuah kapal kayu model Pinisi. Desain kapalnya memang tidak semegah kapal KRI dr. Soeharso. Namun, kapal rumah sakit terapung ini menjadi simbol kepedulian dan keseriusan dokter FK UNAIR dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah terpencil. Berukuran panjang 27 meter dan lebar 7 meter, kapal rumah sakit terapung FK UNAIR ini diperkirakan rampung sekitar Februari 2017 mendatang. Demikian diungkapkan Ketua IKA-FK UNAIR Dr. Pudjo Hartono, dr., Sp.OG(K) dalam acara simposium bertajuk Adventure and Remote Medicine, di Aula FK UNAIR ( 15/11). Pudjo mengungkapkan, saat ini badan kapal masih dalam proses pengerjaan. Nantinya, rumah sakit terapung ini akan dilengkapi dengan ruang operasi, ‘bank’ oksigen dan berbagai perlengkapan medis lainnya. Ditaksir kapal tersebut akan menghabiskan biaya sekitar 5 miliar rupiah untuk melayani kesehatan masyarakat di kawasan daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan, serta daerah terluar. Sistem operasional rumah sakit terapung ini dipayungi sebuah organisasi bernama Yayasan Ksatria Medika Airlangga yang diketuai oleh Christriyogo Sumartono, dr., Sp., An. KAR. Pudjo berharap, yayasan ini dapat mendukung keberlangsungan kapal rumah sakit terapung ini. Dengan begitu, kapal ini nantinya dapat beroperasi secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu, pihaknya masih mendiskusikan tentang wilayah operasional. Pilihannya, antara di sekitar pulau Jawa atau pulau-pulau kecil di wilayah Indonesia timur. Ketika kapal ini beroperasi, Pudjo memastikan tetap akan mengikuti aturan kesehatan di setiap wilayah yang didatangi.
“Bukan berarti kita akan kerja sendiri, lalu mengabaikan peran puskesmas di wilayah terpencil. Kita akan tetap mengikuti aturan dan tatanan yang ada, mengajak partisipasi tenaga kesehatan puskesmas disana, sehingga kita bergerak bersama,” ungkapnya. Maluku Dalam simposium tersebut, Agus Hariyanto, dr., Sp.B., alumnus FK UNAIR dan pemilik gagasan rumah sakit terapung membagikan sedikit pengalamannya selama menjadi ‘dokter petualang’ di pelayanan kesehatan di daerah Maluku dan sekitarnya. Di Maluku, terdapat 1.040 pulau. Yang berpenghuni hanya 400 pulau dan hanya ada 6 pulau yang memiliki rumah sakit. Kondisi ini amat memprihatinkan. “Lebih prihatin lagi, ada satu kejadian di Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku. Akibat minimnya fasilitas kesehatan disana, seorang penderita kanker anus terpaksa harus berobat ke Timor-Leste,” ungkapnya. Di Pulau Lirang juga banyak ditemui kasus anak dengan gizi buruk, hidrosefalus hingga anak-anak berwajah pucat akibat malaria. “Ketika saya tanya ke anak-anak, siapa dari mereka yang pernah terkena malaria, semuanya angkat tangan. Sangat prihatin sekali,” ungkap pria asal Jember itu. Ia seringkali merasa miris saat membantu mengobati masyarakat di kepulauan terpencil di Maluku. Ia bahkan pernah menyewa sebuah kapal ketika untuk bisa menyisir daerah pelosok dan menyambangi masyarakat di pulau-pulau kecil di Maluku selama dua minggu. Impiannya memiliki kapal rumah sakit untuk membantu masyarakat di wilayah terpencil rupanya disambut baik para alumnus FK UNAIR lainnya. Agus bersama alumni FK UNAIR bertekad membangun rumah sakit terapung di atas kapal Pinisi yang saat ini sedang dikerjakan menyerupai kapal pesiar. Penulis: Sefya Hayu I.
Editor: Defrina Sukma S
Badri Munir Sukoco Raih Penghargaan Alumnus Berprestasi di Taiwan UNAIR NEWS – Satu lagi sivitas akademika Universitas Airlangga yang berhasil meraih prestasi di luar negeri. Dia adalah Badri Munir Sukoco, Ph.D., yang mendapatkan predikat alumnus berprestasi Fakultas Manajemen, National Cheng Kung University (NCKU), Taiwan. Penghargaan itu diserahkan bertepatan dengan Dies Natalis NCKU ke-85 yang jatuh tepat sehari setelah ulang tahun UNAIR, yakni Jumat (11/11). Penghargaan bernama Outstanding Young Alumni Award (OYAA) diserahkan kepada 85 alumnus NCKU. Dari 85 penerima penghargaan tersebut, hanya dua alumnus asing yang menerima penghargaan tersebut. Dari Filipina dan Indonesia. Dari jumlah itu, 13 di antaranya berasal dari Fakultas Manajemen NCKU. Mereka berasal dari kalangan ABC. Yakni, academics, business, dan consultant. Sebelas orang merupakan lulusan berpaspor Taiwan, sedangkan dua lainnya, termasuk Badri, adalah lulusan non-Taiwan. Seluruhnya bekerja di berbagai perusahaan multinasional, digital start up, dan perguruan tinggi. Komite Seleksi Penghargaan NCKU Taiwan menetapkan satu kriteria utama dalam memilih alumni berprestasi. Kriteria tersebut adalah alumnus yang berusia di bawah 50 tahun dan memiliki prestasi yang membanggakan.
“Mereka melihat dari konsistensi. Kebetulan NCKU adalah research-based university sehingga mereka melihat konsistensi saya dalam melakukan publikasi penelitian. Karena saya bergerak di bidang pendidikan, maka mereka melihat rekam jejak pelaksanaan kuliah saya kepada mahasiswa. Beberapa kali pernah mendapat penghargaan. Begitu pula dengan publikasi dan pengabdian masyarakat,” tutur Badri yang juga Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) UNAIR. Secara pribadi, Badri menganggap bahwa prestasi tersebut merupakan wujud apresiasi perguruan tinggi terhadap alumninya. Ia bahkan menganggap penghargaan ini merupakan batu lompatan sekaligus dorongan untuk mencapai target-target selanjutnya. Salah satunya, melakukan publikasi penelitian lebih banyak lagi. “Saya
merasa
ini
belum
optimal.
Dosen-dosen
di
sana
penelitiannya harus terpublikasi di jurnal top ten. Ini yang saya masih belum bisa,” ujarnya. Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, merasa bangga atas prestasi yang dicapai Ketua BPP UNAIR. “Pak Badri itu dosen yang pekerja keras. Karena itulah, kami mempercayainya untuk menjadi Ketua BPP,” terang Prof. Nasih. “Saya berharap, di UNAIR bermunculan akademisi yang juga pekerja keras seperti Pak Badri,” imbuhnya. Di bidang pendidikan, Badri pernah terpilih sebagai dosen berprestasi I tingkat UNAIR pada tahun 2010 dan 2015. Bahkan, pada tahun 2015, pakar manajemen branding itu menjadi finalis dosen berprestasi tingkat nasional. Di bidang penelitian, sampai tahun 2016, Badri telah memiliki 34 artikel yang dipublikasikan pada jurnal bereputasi. Sebanyak 12 artikel di antaranya terindeks pada Thompson Reuters ISI dengan h-indeks sebesar 6 dan sitasi sebanyak 191 kali. Pada Google Scholar, Badri memiliki h-indeks 11 dan penelitiannya tersitasi sebanyak 751 kali.
Sedangkan, di bidang pengabdian masyarakat, dosen kelahiran Lumajang juga aktif dalam kegiatan pengembangan institusi, yakni sebagai Ketua BPP serta anggota Majelis Wali Amanat UNAIR, dan anggota tim percepatan peringkat World Class University Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Rio F. Rachman
Alumni Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia Pentaskan Ketoprak Humor UNAIR NEWS – Pada akhir November nanti, alumni Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang tergabung dalam Himpunan Ikatan Alumni PTN se-Indonesia (HIMPUNI) menggelar sebuah pertunjukan ketoprak humor. Pagelaran yang melibatkan 80 orang alumni ini, akan digelar di Balai Budaya Surabaya, Jumat (25/11) mendatang. Pagelaran ketoprak humor bertajuk “Menyatukan Kembali Nusantara” ini bertepatan dengan peringatan Dies natalis Universitas Airlangga ke-62 dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ke-56. Beberapa tokoh penting dilibatkan, seperti Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Bupati Jember Faidah, Rektor UNAIR Moh Nasih, Rektor ITS Jony Hermana, Wali kota Jakarta Pusat Mangara Pardede, Direktur Utama BTN Maryono, Ketua Asosiasi Pengelola Carbon Muslich Ramelan, Advokat Senior Sirra Prayuna, dan pengurus HIMPUNI lainnya.
Guna mensukseskan acara, para alumni dari berbagai perguruan tinggi mengadakan latihan pementasan di Aula Siti Parwati, Fakultas Ilmu Budaya, UNAIR, Sabtu (12/11). Alumni yang datang berasal dari beragam perguruan tinggi, seperti UNAIR, ITS, dan Universitas Brawijaya. “Latihan tadi hanya penampilan awal saja. Saya memerankan Raja Worawari dengan pembawaan tokoh antagonis,” ujar Pribadi Arkham selaku alumnus UNAIR, seusai latihan. Ketoprak humor ini disutradarai oleh Aries Mukadi, seniman Wayang Orang Bharata. Cerita diambil dari nukilan kisah Majapahit pada tahun 1400-an yang bercerita tentang usaha mempertahankan kesatuan wilayah Nusantara dari berbagai ancaman yang menyebabkan munculnya perpecahan. Seperti pengaruh hasutan dari negara asing, tekanan ekonomi, konflik politik, gangguan keamanan oleh perampok dan pemberontak, luruhnya budaya, dan semakin diantara pemimpin lokal.
menipisnya
rasa
persatuan
“Cerita pertunjukan ini mengajarkan persatuan dengan penghargaan terhadap eksistensi tokoh lokal,” ujar Aries. Diceritakan pula, perjuangan Naraya Airlangga pada tahun 1000 M yang mencoba menyatukan Dwipantara yang terbagi atas kekuasaan Sriwijaya di wilayah barat dan Medang Mataram di wilayah timur. Karena sukses menyatukan kedua wilayah tersebut, Naraya Airlangga dinobatkan sebagai Raja Kahuripan dengan gelar Sri Maharaja Rakae Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Ananthawikrama Tunggadewa. Tokoh ini nantinya diperankan oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., Mt., Ak., CMA. Tidak hanya ketoprak humor, HIMPUNI yang sekarang beranggotakan 23 organisasi alumni se-Indonesia ini kerap mengadakan beragam kegiatan. Seperti bakti sosial, olah raga, diskusi pokja di bidang ketahanan energi, industri pangan, hukum, dan pendidikan.
“Menyatukan seluruh alumni Indonesia itu tidak hanya dengan ilmu pengetahuan, tapi bisa melalui budaya seperti kotoprak ini,” tambah Totty Moekardiono alumni ITS. (*) Penulis : Disih Sugianti Editor : Binti Q. Masruroh
Puluhan Tahun Tak Bersua, Alumni FK UNAIR ‘Napak Tilas’ UNAIR NEWS – Mengenang memori indah ternyata ampuh menghidupkan kembali semangat dan kebahagiaan dalam diri seseorang. Seperti yang dirasakan puluhan alumnus Fakultas Kedokteran Unversitas Airlangga tahun angkatan 1959. Rindu dengan masa-masa jadi mahasiswa, para sesepuh ini memilih napak tilas ke kampus tercintanya sekaligus temu kangen dengan kawan-kawan seperjuangan. “Lho, pintu masuknya lewat mana sekarang?” “ Di sini toh perpustakaan kita dulu, tapi sekarang kok sudah nggak ada ya?” “ Di sini dulunya kolam ikan, lah sekarang sudah jadi taman,” Itulah komentar rombongan alumnus sesaat setibanya di halaman FK UNAIR. Maklum, sudah puluhan tahun mereka tak berkunjung di kampus kedokteran tertua kedua di Indonesia ini. Mereka mengaku terkejut dengan banyaknya perubahan pada tatanan gedung maupun lingkungan sekitarnya. Kedatangan para alumnus FK UNAIR tahun angkatan ke-59 ini disambut Wakil Dekan II Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG (K) di Ruang Sidang Khusus FKU, Rabu (9/11). Ketua rombongan Prof. Djohansjah Marzoeki, Sp.BP-RE (K) mengungkapkan keharuan dan
kegembiraanya karena (berkunjung) kampus.
masih
berkesempatan
nyambangi
“Rombongan yang datang kali ini adalah yang terbanyak, yakni 20 orang. Seringkali angkatan lawas hanya dikunjungi segelintir orang saja. Namun, kali ini banyak yang ikut. Senang sekali tapi sedih juga karena tidak sedikit dari teman seangkatan kami yang sudah mendahului (meninggal dunia),” ungkapnya. Walaupun rata-rata mereka sudah berusia 75 tahun ke atas, mereka masih bersemangat mengikuti acara napak tilas sekalipun di antara mereka menggunakan kursi roda. “Teman-teman angkatan 59 bersemangat sekali. Puluhan tahun nggak ketemu sejak lulus dokter. Ada yang jauh-jauh datang dari Jakarta hingga Pekanbaru hanya kepengin tau koyok opo seh wajahe konco-koncoku saiki (seperti apa wajah teman-temanku sekarang),” kelakarnya. Menurut mantan Kepala Departemen Bedah Plastik FK UNAIR, mempertemukan teman-teman setelah sekian puluh tahun tak berjumpa sebenarnya tidak begitu sulit. “Kami selalu berkomunikasi lewat WhatsApp (WA), sehingga memudahkan kami berkoordinasi. Cara ini sangat membantu kami dalam menjaga silaturahim. Bisa becandaan, kirim-kirim foto lewat WA,” ungkapnya. Dalam kunjungan kali ini, mereka diajak mengunjungi sejumlah tempat perkuliahan sambil sesekali melempar guyonan yang acapkali mengundang tawa rekan sesama. Keduanya mengaku bangga melihat perubahan kampus yang begitu signifikan. Banyak gedung bertingkat yang dibangun untuk mendukung aktivitas perkuliahan dan menunjang pendidikan. Dan yang terpenting lagi, arsitektur bangunan kuno ala Belanda yang sudah ada jauh sebelum mereka jadi mahasiswa ternyata masih dipelihara dengan baik sampai sekarang. “Bahagia sekali bisa kembali sejenak ke kampus. Sambil
mengingat-ingat memori dulu. Lucunya, setiap kali dari angkatan kami lulus ujian, akan langsung digendong lalu dilempar ke kolam ikan. Ndak cuma basah kuyup, badan juga belepotan lumpur. Cuma sekarang kolamnya sudah hilang,” kenang Imam Sukusno, dr., SpP. sambil tertawa. Kebahagiaan lainnya yang dirasakan para alumnus itu adalah ketika melewati depan dinding prasasti dan menunjuk nama-nama mereka melekat disana. ”Ini sungguh penghargaan luar biasa, kami terharu,” ungkap Linus Purbojo, dr., Sp.B. Setelah berkeliling kampus, mereka kemudian melanjutkan agenda kegiatan lainnya. Dengan mengendarai sebuah bus, mereka berkeliling Kota Surabaya dan menikmati kuliner khas. Para sesepuh ini juga mengagendakan kunjungan ke sejumlah tempat wisata ikonik di Surabaya seperti Suramadu dan Museum House of Sampoerna. “Kapan lagi kami bisa kemari, bisa jadi ini menjadi momen pertemuan kami yang terakhir. Umur sudah berapa, mumpung ada kesempatan,” tutup Prof. Djohansjah dengan mata berkaca-kaca. (*) Penulis: Sefya Hayu I. Editor: Defrina Sukma S
IKA UNAIR Luncurkan Buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga UNAIR NEWS – Masih dalam peringatan Dies Natalis ke-62, Ikatan Alumni (IKA) Universitas Airlangga menerbitkan buku 100 profil
alumni dengan judul Jejak Langkah Ksatria Airlangga. Launching buku tersebut dilakukan satu hari sebelum sidang universitas, yakni Rabu (9/11). Launching buku dihadiri oleh penyusun buku, pimpinan UNAIR, beberapa alumni, dan media masa baik cetak maupun online. “Buku ini adalah bentuk komitmen UNAIR untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa. Buku ini juga untuk memotivasi alumni-alumni muda dan juga para mahasiswa,” kata Haryanto Basoeni selaku Ketua Harian IKA UNAIR. Tercatat, UNAIR telah memiliki kurang lebih 120 ribu alumni, namun hanya 100 alumni yang dipilih untuk diprofilkan ke dalam buku tersebut. Mereka adalah alumni-alumni yang memiliki kiprah dan karya besar di masyarakat, baik di Indonesia maupun di mancanegara. Diantara mereka adalah politikus, pejabat negara, pejabat daerah, maupun tenaga medis berprestasi. 100 nama alumni tersebut dipilih berdasarkan pengajuan dari IKA fakultas yang bekerjasama dengan dekanat. “Alumni yang masuk dalam buku ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan citra universitas dalam rangka menuju World Class University. Sebab salah satu kriterianya adalah employer reputation,” ujar Junaidi Khotib selaku Wakil Rektor IV UNAIR. Selain peluncuruan buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga, UNAIR melalui Pusat Informasi dan Humas (PIH) juga meluncurkan buku dengan judul berbeda. Buku berjudul 100 Pakar UNAIR resmi diluncurkan di Rolaas Café, Surabaya, dengan dihadiri awak media di Surabaya. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan