PRAKTIK PENDIDIKAN LIBERAL DAN MULTIKULTURAL DI PONDOK PESANTREN (STUDI KASUS DI PONDOK MODERN GONTOR DAN PESANTREN SALAF API TEGALREJO)
oleh : IMAMUL HUDA NIM. M1.13.006
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015 i
ii
ii
iii
iii
iv
iv
v
ABSTRAK Praktik Pendidikan Liberal dan Multikultural di Pondok Pesantren (Studi Kasus di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo)
Pendidikan ibarat musafir yang sedang berada pada persimpangan jalan. Jalan mana yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan adalah pilihan. Secara umum terdapat dua ideologi yang berkembang dalam dunia pendidikan, yaitu konservatif dan liberal. Pondok pesantren identik dengan tradisi dan ritual seperti membaca kitab klasik, membaca wirid, al-barzanji, mujahadah, istighotsah, tartil maupun tahfidh al quran. Itu semua tidak bisa lepas dari tujuan, visi dan misi mayoritas pesantren yaitu mencetak para santrinya agar menjadi kader ulama. Seiring perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan umum, kini banyak pesantren yang menyediakan materi pendidikan umum. Bahkan terdapat pesantren yang menerapkan pendidikan berwawasan kebebasan dan multikultural. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk praktik pendidikan liberal dan multikultural di Pondok Pesantren. Jenis penelitian ini adalah studi lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif. Adapun Lokasi penelitian dilakukan di dua tempat; yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur dan Pesantren Salaf API ( Asrama Perguruan Islam ) Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan di Pondok Modern Gontor memuat sebagian karakter pendidikan liberal yang terdapat dalam visi misi, tujuan pendidikan, pembelajaran di Kulliyatul Mu‟allimin al-Islamiyyah (KMI), Organisasi Pelajar, dan rangkaian kegiatan di bawah pengasuhan santri. Adapun sebagian praktik pendidikan liberal di pesantren salaf API Tegalrejo ditemukan di sekolah formal SMK Syubbanul Wathon dan lembaga pelatihan PARTNER (Pesantren Entrepeneur). Hasil penelitian juga menunjukan bahwa terdapat nilai-nilai multikulturalisme dalam kurikulum KMI, agenda Organisasi Pelajar serta berbagai aktivitas Pengasuhan Santri. Adapun nilai-nilai multikulturalisme di pesantren salaf API Tegalrejo ditemukan dalam rangkaian kegiatan akhir tahun ajaran pesantren, yaitu Khataman Haflah Akhirussanah dengan acara Pawiyatan Budaya Adat (PBA) yang merangkul ratusan kesenian adat dan budaya Jawa.
v
vi
ABSTRACT The Practice of Liberal and Multicultural Education in Islamic Boarding School (Case Study in Gontor and API Tegalrejo Islamic Boarding School)
Education is like a traveler at a crossroads. Which pathway will be taked to achieve the goal is an option. Generally, there are two progressing ideologies in the education: conservative and liberal education. Islamic Boarding School is identic with traditions and rituals such as reading a classic book, wirid, al-barzanji, mujahadah, istighotsah, tartil and tahfidh al-qur'an. All of which are according to it purpose, vision and mission Islamic boarding schools that scored his students in order to be a cadre of ulama, kiai and religious leaders. As the times and the public demands on the needs of general education, now many Islamic Boarding School are provided general education materials. In fact, several of them are practiced the vision of freedom and multicultural education. The purpose of this study is to find the forms of the practice of liberal and multicultural education at Islamic boarding school. This type of research is a field study (field research) with descriptive qualitative method. The location of the research carried out in two places; Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo East Java and Pesantren Salaf API Tegalrejo Magelang, Central Java. The study showed that education in Pondok Modern Gontor are contained several of liberal education characters in the vision and mission, the purpose of education, learning in Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyya (KMI), Student Organization and student activities under the care of guidance and counseling departement. As for the practices of liberal education at Pesantren Salaf API Tegalrejo are founded in its formal schools Syubbanul Wathon and vocational training institutions PARTNER (Pesantren Entrepeneur). The results also showed that there are values of multiculturalism in the curriculum KMI, Student Organization and students activities. As for the values of multiculturalism at Pesantren Salaf API Tegalrejo are founded in activities namely Khataman haflah Akhirussanah with Pawiyatan Budaya Adat (PBA) which embraces hundreds of indigenous art and culture of Java.
vi
vii
PRAKATA Assalamu‟alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada suri tauladan kita Rasulullah saw., sahabat, keluarga,dan orang-orang yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan risalahrisalah beliau. Tesis ini tidak mungkin selesai tanpa ada dukungan dan bantuan dari semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. yang telah memberi kesempatan kepada penulis dalam menempuh studi di Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Direktur Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. yang telah memberikan kesempatan dan menyediakan fasilitas kepada penulis dalam menempuh studi di Program Magister Pendidikan Islam. 3. Pembimbing tesis Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di tengah-tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tesis ini. 4. Seluruh dosen yang telah membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan selama vii
viii
kuliah beserta staf Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang melayani penulis dengan kesabaran. 5. Para asatidz dan staf pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor yang telah memberikan kesempatan dan kelonggaran waktunya untuk memberikan informasi dan data pendukung lainnya dalam penyusunan tesis ini sehingga berjalan dengan lancar. 6. Dr. H. Nur Hadi Ihsan, MIRKH, K.H. Muhammad Hudaya, Lc, M.Ag., Hj. Alfiyah Rahmawati Hidana, Lc. M.Ag., dan H. Ismail Abdullah Budi Prasetyo, S.Ag. yang telah banyak memberikan informasi dan masukan kepada penulis. 7. K.H. Abdurrohman Yusuf Chudlori selaku pengasuh pesantren salaf API Tegalrejo dan ustadz Ali Mustofa selaku sesepuh pesantren API yang telah banyak memberikan banyak informasi kepada penulis. 8 . Keluarga besar Pondok
Modern
Assalaam
Temanggung
yang telah
memberikan izin studi dan keleluasaan sehingga penelitian ini menjadi lancar. 9. A ya h k u H. Hamdi yang senantiasa memberikan doa, mencurahkan kasih sayang, perhatian,da n motivasi yang tulus kepada peneliti. Hormat dan baktiku selalu tertuju kepada beliau. 10. Istriku tercinta Nur Cholifah dan anak-anakku tersayang Xena Raida, Zamzam Omar Sahid dan Panji Fatahillah Mursyid yang selalu mendampingi dan mendo‟akan hingga selesainya tesis ini. 11. Teman-teman Program Pascasarjana angkatan 2013 khususnya kelas A yang viii
ix
selalu kompak dan berbagi pengalaman. 12. Semua pihak yang turut serta membantu dalam menyelesaikan skripsi dan semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas dengan sebaik-baik balasan. 13. Tidak lupa kepada sahabat-sahabatku Syakban Maghfur, M.Pd; Altof Sufeida, S.Ag; Catur Deni Firmanto, Faizin Santoso, S.Pd.I yang selalu memberi dorongan dan motivasi. 14. Yang terakhir almarhumah ibuku tercinta Hajjah Siti Sulasih. Beliau orang paling berharga di dunia bagiku, semoga segala kebaikan dan kebajikanku adalah doa anak sholeh yang tidak pernah terputus untukmu. Amin…. Ya robbal alamin…... Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan tesis ini belum mencapai kesempurnaan. Namun penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin. Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.
Salatiga, 31 Agustus 2015 Penulis
Imamul Huda NIM. M1.13.006
ix
x
MOTTO
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Mujadilah/58:11)
ORANG YANG BERHENTI BELAJAR AKAN MENJADI PEMILIK MASA LALU. ORANG YANG TERUS BELAJAR AKAN MENJADI PEMILIK MASA DEPAN
TUGAS KITA BUKANLAH UNTUK BERHASIL, TUGAS KITA ADALAH UNTUK MENCOBA, KARENA DI DALAM MENCOBA ITULAH KITA MEMBANGUN KESEMPATAN UNTUK BERHASIL
BERUSAHALAH UNTUK MENJADI ORANG SUKSES DAN BERGUNA
x
xi
PERSEMBAHAN Untuk yang kucintai; Ibuku alm. Hj. Siti Sulasih (semoga Allah SWT selalu merahmatinya) Ayahku H. Hamdi Istriku Nur Cholifah Putra-putriku tersayang; Xena Raida Zamzam Omar Sahid Panji Fatahillah Mursyid Dan yang tak terlupakan Sahabat-sahabatku pasca sarjana angkatan ke-3 serta dewan guru Pondok Assalam
xi
xii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................. iv ABSTRAK ................................................................................................................ v PRAKATA ....... ........................................................................................................ vii MOTTO .................................................................................................................... x PERSEMBAHAN ..................................................................................................... xi DAFTAR ISI ............................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 10 C. Signifikasi Penelitian ............................................................................. 12 D. Kajian Pustaka ....................................................................................... 13 E. Metode Penelitian .................................................................................. 20 F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Liberal ................................................................................ 28 1. Pengertian Pendidikan Liberal .......................................................... 28 xii
xiii
2. Dasar Pendidikan Liberal ................................................................... 29 3. Ideologi Pendidikan Liberal ............................................................... 31 4. Konsep Pendidikan Liberal ................................................................ 32 5. Karakter Pendidikan Liberal .............................................................. 43 B. Pendidikan Multikultural ....................................................................... 45 1. Pengertian Pendidikan Multikultural ................................................. 45 2. Tujuan Pendidikan Multikultural ....................................................... 49 3. Kurikulum Pendidikan Multikultural ................................................. 51
BAB III PRAKTIK PENDIDIKAN LIBERAL DI PONDOK PESANTREN A. Pendidikan Liberal di Pondok Modern Darussalam Gontor .................. 54 1. Gambaran Umum Pondok Modern Darussalam Gontor .................... 54 2. Praktik Pendidikan Liberal di Pondok Modern Gontor .................... 55 a. Visi dan Misi ................................................................................. 56 b. Tujuan Pendidikan .........................................................................62 c. Sistem Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor .............. 71 3. Peran Pengasuh Pondok dalam Praktik Pendidikan Liberal di Pondok Modern Darussalam Gontor .............................................................. 90 B. Pendidikan Liberal di Pesantren API Tegalrejo ..................................... 94 1. Gambaran Umum Pesantren Salaf Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang ...........................................................................94 2. Praktik Pendidikan Liberal di Pesantren Salaf Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang ................................................................ 96 a. Sekolah Kejuruan Syubbanul Wathon Tegalrejo .......................... 97 b. Pesantren Enterpreneur ................................................................. 106 3. Peran K.H. Abdurrahman Yusuf Chudlori dalam Pendidikan Liberal ............................................................................................... 114
xiii
xiv
BAB IV PRAKTIK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI PESANTREN A. Pendidikan Multikultural di Pondok Modern Gontor ........................... 118 1. Visi Misi Pondok Modern Gontor dalam Perspektif Multikultural ................................................................................... 119 2. Tujuan Pendidikan Pondok Modern Gontor dalam Perspektif Multikultural ................................................................................... 124 3. Sistem Pendidikan Pondok Modern Gontor dalam Perspektif Multikultural ................................................................................... 128 4. Peran K.H. Dr. Abdullah Syukri, M.A. dalam Pendidikan Multikultural ................................................................................... 134 B. Pendidikan Multikultural di Pesantren Salaf Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo ..........................................................137 1. Kegiatan Akhir Tahun Pesantren API Tegalrejo ............................... 138 2. Peran K.H. Yusuf Chudlori dalam Pendidikan Multikultural ........... 149
BAB V PENUTUP A. Simpulan ................................................................................................ 152 B. Saran .......................................................................................................157 C. Penutup ...................................................................................................157
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 159 DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ 165 LAMPIRAN .............................................................................................................. 193 BIOGRAFI PENULIS .............................................................................................. 200
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur Organisasi di Pondok Modern Gontor
............................................... 165
2. Denah kampus Pondok Modern Gontor ............................................................. 166 3. Keterangan denah kampus Pondok Modern Gontor .......................................... 167 4. Pimpinan pondok melepas kontingen Jambore Internasional ke Malaysia ....
168
5. Kontingen Jambore Internasional ...................................................................... 168 6. Lomba pramuka di depan masjid Gontor .......................................................... 169 7. Perkemahan Kamis-Jumat (PERKAJUM) ........................................................ 169 8.
Apel Tahunan pada pekan perkenalan khutbatul arsy ..................................... 170
9.
Inspeksi Pimpinan Pondok pada apel tahunan ................................................. 171
10. Salah satu slogan di dinding sekolah ................................................................ 171 11. Pengarahan Pimpinan pada pertanggungjawaban pengurus ............................. 172 12. Sumpah jabatan pengurus OPPM ..................................................................... 173 13. Muker OPPM .................................................................................................... 173 14. Lomba senam antar rayon/asrama .................................................................... 174 15. Pelatihan jurnalistik di Pondok Modern Gontor .............................................. 174 16. Kompetisi olah raga pada acara Gontor Olympiad .......................................... 175 17. Penyembelihan hewan qurban .......................................................................... 175 18. Pentas Panggung Gembira kelas VI Pondok Modern Gontor ........................... 176 19. Demonstrasi bahasa dan Aneka Ria Nusantara ................................................. 177 xv
xvi
20. Grup Sidasa Banda siswa kelas IV dan III intensif KMI .................................. 178 21. Marching Banda Pondok Modern Gontor ......................................................... 178 22. PORSENI di Pondok Modern Gontor ............................................................... 179 23. Gedung Olah Raga (GOR) Pondok Modern Gontor ......................................... 179 24. Kunjungan Prof. Dr. Faris Kaya dari Turki ....................................................... 180 25. Kunjungan rektor Universitas Zaituna Tunisia ................................................. 180 26. Kunjungan mufti Rusia ..................................................................................... 181 27. Kunjungan ketua Palang Merah Internasional .................................................. 181 28. Kunjungan penyair Taufiq Ismail ...................................................................... 182 29. Kunjungan Dr. Sintani Naoyuki dari Jepang .................................................... 182 30. Pentas seni tradisional di depan rumah alm. K.H. Ahmad Muhammad .......... 183 31. Para pengasuh pesantren API Tegalrejo ............................................................ 186 32. Gus Yusuf on air di FAST FM .......................................................................... 187 33. Konser musik band modern pada acara akhirussanah API ............................... 188 34. SMK Syubbanul Wathon Tegalrejo Magelang ................................................ 189 35. Kegiatan Komisi Pelatihan Kuliner (KPK) Pesantren Entrepeneur ................ 191 36. Front Pelatihan Internet (FPI) Pesantren Entrepeneur ..................................... 192
xvi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Jadual Kegiatan Harian Santri Pondok Modern Gontor ....................................... 193 2. Jadual Kegiatan Ekstrakurikuler Pondok Modern Gontor ................................
194
3. Jadual Kegiatan Santri Pondok API Tegalrejo .................................................. 196 4. Jadual Pentas Pawiyatan Budaya Adat .............................................................
xvii
198
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan di tengah masyarakat. Isu tentang pendidikan menarik dan senantiasa aktual sampai kapan pun. Pendidikan tidak pernah lekang oleh zaman, mulai dari zaman Adam sampai zaman sekarang bahkan juga pada zaman-zaman berikutnya. Pendidikan juga tidak bisa lepas dari berbagai macam ideologi yang berkembang di tengah masyarakat. Ideologi ini turut mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang dilakukan di tengah masyarakat memiliki karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi tertentu pula. Baik itu pendidikan umum maupun pendidikan agama. Menurut William O'neil, pakar pendidikan dari University of Southern California dalam Ideologi-Ideologi Pendidikan bahwa pendidikan kalau boleh diibaratkan seperti seorang musafir yang sedang berada pada persimpangan jalan. Jalan mana yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan adalah pilihan.1 Begitu juga dengan pendidikan, memilih jalan itu merupakan hal yang amat penting dan akan menentukan keberhasilan. 1
William F. O‟Neill, Ideologi-ideologi Pendidikan, terj. Omi Intan Naomi, cet. kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, 13.
1
2
Terdapat dua ideologi yang berkembang dalam dunia pendidikan, yaitu konservatif dan liberal.2 Perbedaan dari kedua ideologi tersebut akan berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan dengan ideologi tertentu. Kapitalisme global berimplikasi pada pengakuan terhadap hak individu. Hal ini menimbulkan paham liberalisme yang menekankan kebebasan pada masing-masing individu dalam segala hal. Dalam menghadapi hal tersebut, pendidikan dituntut untuk mempersiapkan generasi-generasi yang mampu berinteraksi dengan keadaaan yang terjadi sekarang. Untuk itulah kemudian ideologi pendidikan liberal mulai muncul. Man is born to free adalah asumsi dasar para pemikir liberal. Dalam artikulasinya, liberalisme menjadi sebuah keyakinan, filsafat dan akhirnya menjadi dan dijadikan sebuah atribut gerakan keagamaan dan merambah kepada dunia pendidikan baik secara individual maupun kelompok. Liberalisme berangkat dari semangat pembaharuan dan keinginan membawa Islam dan dunia pendidikan agar selalu relevan dengan zaman modern yang berubah maju begitu cepat. Menurut paradigma liberal, muncul keyakinan bahwa tidak ada masalah dalam sistem yang berlaku di tengah masyarakat, masalahnya terletak pada mentalitas, kreativitas, motivasi, ketrampilan teknis, serta kecerdasan anak didik. Paradigma pendidikan liberal kemudian menimbulkan suatu kesadaran, yang dengan meminjam istilah Paolo Freire disebut sebagai kesadaran naif. Keadaan
2
William, Ideologi-ideologi Pendidikan … , 99.
2
3
yang dikategorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat `aspek manusia` menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini masalah etika, kreativitas, 'need for achievement' dianggap sebagai penentu perubahan sosial.3 Jadi dalam menganalisis, misalnya mengapa suatu masyarakat miskin, menurut paradigma pendidikan liberal karena „salah‟ masyarakat yang miskin itu sendiri, yakni mereka malas, tidak memiliki jiwa enterpreneursip, atau tidak memiliki budaya 'pembangunan' dan seterusnya. Oleh karena itu 'man power development' adalah sesuatu yang diharapkan akan menjadi pemicu perubahan. Pendidikan dalam konteks ini tidak mempertanyakan sistem dan struktur yang berlaku, bahkan sistem dan struktur yang ada dianggap sudah baik dan benar. Dalam memandang tentang realitas sosial yang sedang berjalan, kaum liberal lebih berorientasi pada upaya menyesuaikan "subyek" terhadap realitas yang melingkupinya.4 Dengan demikian, berdasarkan pandangan ini, yang harus berubah adalah "subyeknya", dalam hal ini peserta didik agar bisa beradaptasi dengan sistem dan struktur yang sedang berjalan. Mungkin terdengar seperti sebuah kontradiksi dalam pendidikan Islam ketika sebuah pesantren mempraktikkan pendidikan liberal dan multikultural, sehingga mungkin akan muncul pertanyaan; mengapa menerapkan pendidikan liberal dan multikultural? Meskipun pada kenyataannya bahwa praktik pendidikan liberal dan
3
Paulo Freire dkk. Menggugat Pendidikan. Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, cet. IV, 2003, 110. 4 Paulo Freire dkk, Menggugat Pendidikan …,121.
3
4
multikultural memang benar terjadi di pesantren tanpa disadari oleh pengasuh dan pengelola satuan pendidikan Islam
tersebut. Dan ketidakjelasan praktiknya
mungkin masih tampak di sana-sini. Dalam praktiknya, pendidikan liberal banyak mengakomodir seluruh potensi manusia. Nuansa kebebasan menjadi spirit pendidikan liberal. Hakekat manusia dalam perspektif yang satu ini lebih ditempatkan pada posisi sebagai subyek. Manusia menjadi pelaku aktif bagi seluruh kehidupannya. Inilah prinsip yang paling fundamental dari ajaran humanisme. Karena, lahirnya ide ideologi pendidikan liberal bermula dari filsafat rasionalisme renedescartes, segala hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia selalu dikembalikan pada suatu prinsip bahwa manusia adalah makhluk rasional (animal rational).5 Seperti pandangan Plato (427-347 SM) yang mengatakan bahwa manusia adalah hewan berakal (animal rational). Prinsip inipun sebenarnya tidak jauh berbeda dengan khazanah keilmuan Islam yang lebih memposisikan manusia sebagai hewan yang berbicara (al-hayawan al-nathiq). Dengan prinsip kebebasan individu (individualism), pengertian pendidikan lebih bersifat dinamisme dengan mengutamakan persaingan sehat dan rasional. Maka pendidikan liberal yang modernis itu bisa juga disebut pendidikan
5
Charles K.H.urzman, Liberal Islam: A Source-Book, New York: Oxford University Press, Islamic Liberal, 1988, 67.
4
5
profesional. Sementara prinsip epistemologinya yang sepenuhnya mengutamakan pada rasionalisme dan empirisme.6 Berkaitan dengan pendidikan, kaum liberal beranggapan bahwa persoalan pendidikan terlepas dari persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dan pendidikan tidak memiliki tujuan yang kemudian lebih diarahkan pada penyesuaian atas sistem dan struktur sosial yang berjalan. Yang lebih diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kualitas dari proses belajar mengajar sendiri, fasilitas dan kelas yang baru, modernisasi peralatan sekolah dan penyeimbangan rasio guru-murid. Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif, seperti kelompok 'learning by doing',
'experimental
learning',
dan
berbagai
macam
kegiatan
positif
ekstrakurikuler yang bisa menambah wawasan dan mengasah pola pikir peserta didik. Bagi kaum liberal, pendidikan yang terbaik adalah untuk melatih anak agar berfikir secara kritis dan objektif, mengikuti bentuk dasar proses ilmiah, dan melatih anak meyakini hal-hal tersebut sebagai hal-hal yang paling baik berdasarkan pengetahuan ilmiah.7 Sedangkan tawaran tentang pentingnya pendidikan multikultural yang diwacanakan para pakar pendidikan di Indonesia dalam batas tertentu mendapat
6
Muarif, Liberalisasi Pendidikan Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa, cet. 1, Jakarta: Pinus Book Publisher, 2008, 56. 7 Bambang Sugiharto, Humanisme dan Humaniora, Yogyakarta: Jalasutra, 2008, 344.
5
6
respons yang positif dari pihak eksekutif dan legislatif. Hal ini terbukti dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengakomodasi nilai-nilai hak asasi manusia dan semangat multikultural (Bab III, pasal 4, ayat 1).8 Bahkan, nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional, sebagaimana yang termaktub pada Bab III pasal 4, ayat 1: ”Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.” Selanjutnya James Albert Banks -father of multicultural education dan telah membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikanmengatakan bahwa substansi pendidikan multikultural adalah pendidikan untuk kebebasan (as education for freedom) sekaligus sebagai penyebarluasan gerakan inklusif dalam rangka mempererat hubungan antar sesama (as inclusive and cementing movement). Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islam tradisional. Karena itu kitab-kitab Islam
8
UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Yogyakarta: Media Wacana, 2003, 12.
6
7
klasik merupakan bagian integral dari nilai dan paham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.9 Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan umum, kini banyak pesantren yang menyediakan materi pendidikan umum dalam pesantren. Kemudian muncul istilah pesantren salaf dan pesantren modern, pesantren salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan Pendidikan Agama Islam sedangkan pesantren modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum atau kurikulum. Ada juga jenis pesantren semi modern yang masih mempertahankan kesalafannya dan memasukkan kurikulum modern di pesantren tersebut. Beberapa pesantren mulai memasukkan pelajaran keterampilan sebagai salah satu materi yang diajarkan. Ada keterampilan beternak, bercocok tanam, menjahit, berdagang dan lain sebagainya.10 Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) adalah sebuah pondok pesantren di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pondok ini mengombinasikan pesantren dan metode pengajaran klasik berkurikulum seperti sekolah. Pondok Gontor didirikan pada tahun 1926 di Ponorogo Jawa Timur oleh tiga bersaudara yaitu K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fananie, dan K.H. Imam Zarkasyi yang kemudian dikenal dengan istilah Tri Murti. Tri Murti mendirikan Pondok Gontor dengan mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah metode 9
Mastuki H.S., M. Ishom El-Saha, Intelektualisme Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2006,
25. 10
Amin Haedar, Panorama Pesantren Dalam Cakrawala Modern, Jakarta: Diva Pustaka,
2004,130.
7
8
pengajaran pesantren yang menggunakan sistem watonan (massal) dan sorogan (individu) diganti dengan sistem klasik seperti sekolah umum. Kemudian didirikanlah lembaga Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiah (KMI) pada tahun 1936 yang setara dengan lulusan sekolah menengah. Pada tahun 1963 Pondok Modern Gontor mendirikan Institut Studi Islam Darussalam (ISID).11 Pondok pesantren salaf Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo didirikan pada tanggal 15 September 1944 oleh K.H. Chudlori, seorang ulama yang berasal dari desa Tegalrejo. Pada awalnya K.H. Chudlori tidak memberikan nama pesantrennya sebagaimana layaknya Pondok Pesantren yang lain. Kemudian pada tahun 1947 ditetapkanlah nama Asrama Perguruan Islam (API).12 Pendiri (muassis) mempunyai harapan kelak para alumni API benar-benar terdorong untuk menjadi guru ngaji yang mengajarkan dan mengembangkan syariat-syariat Islam di masyarakat. Tujuan, visi dan misi mayoritas pesantren yaitu mencetak para santrinya agar menjadi kader ulama. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat pesantren yang menerapkan sistem pendidikan yang berwawasan kebebasan dan multikultural sehingga mempengaruhi pola pikir dan tindakan santri. Para pendidik di lingkungan pesantren yaitu guru, ustadz, pengasuh dan kiai kadang-kadang tidak menyadari bahwa dinamika sistem pendidikan di lembaganya, mungkin tanpa
11
Tim Redaksi, Serba-serbi Singkat Tentang Pondok Modern Darussalam Gontor. Untuk Pekan Perkenalan Tingkat Dua, Ponorogo: Darussalam Press, 1997. 12 http://www.salaf.id.ai/sejarah-pondok-pesantren-salaf-tegalrejo.
8
9
kesengajaan mereka ternyata telah menerapkan pendidikan yang berwawasan kebebasan (liberal) dan berwawasan multikultural. Misalnya pada acara khataman atau akhirussanah. Khataman adalah simbol bagi para santri yang sudah selesai dalam belajar atau kenaikan kelas/tingkat. Biasanya acara ini dilaksanakan setiap setahun sekali dengan acara yang meriah. Berbeda dengan acara khataman di Pesantren Salaf API Tegalrejo yang memasukkan berbagai budaya Indonesia sebagai event dari khataman tersebut. Acara khataman di API Tegalrejo dilaksanakan selama satu minggu. Pada hari pertama acara khataman diramaikan dengan berbagai pagelaran seni budaya di lapangan besar Tegalrejo atau biasa disebut dengan pasar malam. Di antaranya adalah pagelaran wayang, campursari, konser, dan lain-lain. Pasar malam ini berakhir sampai hari kelima. Pada hari keenam khataman pondok pesantren diisi dengan arak-arak budaya. Inilah yang menjadi keunikan dari pesantren ini. Tentu saja acara tersebut menghabiskan dana ratusan juta hingga miliaran rupiah.13 Sedangkan di Pondok Modern Gontor juga terdapat berbagai macam kegiatan dalam berbagai bidang; yaitu bidang olah raga dengan terbentuknya puluhan klub semua jenis olah raga, bidang bahasa dengan terbentuknya beberapa English and Arabic course. Dalam bidang seni budaya terdapat puluhan grup kesenian daerah seluruh nusantara, pentas seni yang diselenggarakan pada setiap hari besar Islam
13
Hasil wawancara dengan Ali Mustofa kepala Asrama Perguruan Islam Tegalrejo Magelang pada Kamis 12 Februari 2015 pukul 12.00.
9
10
dan puluhan kegiatan lainnya dalam bidang-bidang tertentu.14 Kalau di pesantren salaf ada acara khataman/akhirussanah, sedangkan di Pondok Modern Gontor terdapat acara pekan perkenalan pada awal tahun dengan agenda pengenalan orientasi pondok, apel tahunan beserta pawai nusantara dan ditutup dengan panggung gembira yang menghabiskan dana ratusan juta hingga miliaran rupiah. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik dan termotivasi untuk melakukan penelitian ini. Penulis juga merasa berkepentingan untuk meluruskan penilaian dan pandangan negatif dan minir tentang pendidikan liberal dan multikultural yang dianggap sebagai proyek imperialis, kebarat-baratan, anti agama, dan tidak islami dengan harapan alternatif-alternatif yang ditawarkan teori maupun aliran pendidikan liberal tentunya dapat diterima, atau minimal dapat didialogkan dengan sikap yang lebih dewasa. Jangan sampai gagasan-gagasan cemerlang dan sangat diperlukan untuk memberdayakan pendidikan di era yang penuh dengan problem multi komplek ini ditolak hanya karena salah persepsi yang tidak substantif.
B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan praktik pendidikan liberal dan multikultural di pesantren, maka terdapat berbagai masalah yang dapat diidentifikasikan. Pertama, kurangnya pemahaman para pengelola pesantren tentang konsep pendidikan liberal dan multikultural. Kedua, orientasi pendidikan pesantren mayoritas bersifat ukhrowi 14
Tim Penyusun, Musyawarah Kerja Organisasi Pelajar Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Sekretariat Pusat OPPM XLVIII Gontor, 2013, 74.
10
11
oriented. Ketiga, adanya kegiatan pendidikan di pesantren yang kontradiktif dengan ciri khas tradisi klasik pesantren Indonesia. Keempat, terdapat korelasi antara kegiatan pendidikan di pesantren dengan konsep pendidikan liberal dan multikultural. Untuk memperjelas serta memberikan arah tepat dalam pembahasan ini, maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Fokus penelitian diarahkan pada praktik pendidikan liberal di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. 2. Praktik pendidikan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. 3. Peran pengasuh dalam praktik pendidikan liberal dan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat mengemukakan rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana praktik pendidikan liberal di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo ? 2. Bagaimana praktik pendidikan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo ? 3. Bagaimana peran pengasuh pondok dalam praktik pendidikan liberal dan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo ?
11
12
C. Signifikasi Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bentuk praktik pendidikan liberal di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. b. Untuk mengetahui bentuk praktik pendidikan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. c. Untuk mengetahui peran pengasuh dalam praktik pendidikan liberal dan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang pendidikan liberal dan pendidikan multikultural yang bisa dipraktikkan di pesantren. Pendidikan liberal dan multikultural sangat diperlukan untuk mengubah pola pikir peseta didik/santri untuk menghadapi perubahan dan perkembangan zaman yang penuh dengan kompleksitas ini. b. Manfaat Praktis 1) Bagi pesantren, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan agar tidak salah faham dan berprasangka buruk terhadap pengertian pendidikan liberal dan multikultural, sehingga
12
13
praktiknya bisa dilaksanakan demi terwujudnya generasi muslim yang berwawasan luas, inklusif dan egaliter bisa bekerja sama dengan sesama. 2) Bagi penyelenggara pendidikan sebagai bahan masukan untuk instansi terkait dalam merencanakan, melaksanakan dan pengawasan terhadap kegiatan pendidikan di pesantren sehingga dapat memperbaiki dan menyempurnakan serta meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di Indonesia. 3) Bagi guru dapat untuk menambah khazanah keilmuan kependidikan terutama tentang filosofi dan teori-teori pendidikan yang bisa diterapkan pada lembaga pendidikan di Indonesia.
D. Kajian Pustaka Kajian atau studi terhadap isu-isu tentang sistem pendidikan pesantren mungkin sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Di antara hasil penelitian yang banyak dijadikan tinjauan pustaka adalah penelitian yang dilakukan oleh Mastuhu; Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Buku ini merupakan disertasi doktor di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1989. Mastuhu menyatakan bahwa aliran-aliran pendidikan yang terdapat dalam sistem pendidikan umum yaitu empirisme, nativisme dan konvergensi tidak sama dengan sistem pendidikan pesantren. Dalam sistem pendidikan pesantren tidak 13
14
terdapat dan menganut aliran-aliran tersebut. Seluruh pesantren berangkat dari sumber yang sama, yaitu ajaran Islam. Namun terdapat perbedaan filosofis mengenai konsep teologi dan pendidikan sehingga masing-masing pesantren yang diteliti mempunyai ciri khas sendiri-sendiri yang berbeda satu dari yang lain sesuai dengan tekanan bidang studi yang ditekuni dan gaya kepemimpinan yang dibawakan kiainya.15 Adapun tipe pesantren Indonesia dijelaskan oleh Mastuki dalam Mundzier Suparta16 yang menyimpulkan bahwa bentuk pesantren Indonesia diklasifikasikan menjadi empat tipe yakni: tipe 1 pesantren yang menerapkan pendidikan formal dan mengikuti kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah agama (MI, MTs, MA, dan PT Agama Islam) maupun yang memiliki sekolah umum (SD, SMP, SMU dan PT Umum), tipe 2 pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti pesantren Gontor Ponorogo, tipe 3 pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniah sepeti pesantren Lirboyo Kediri dan pesantren API Tegalrejo Magelang dan tipe 4 pesantren yang hanya menjadi tempat pengajian. Dalam menghadapi era globalisasi, Pesantren mulai beradaptasi dengan modernisasi agar keberadaannya tetap eksis di masyarakat. Hal ini dijelaskan
15
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: Inis, 1994. Mundzier Suparta dan Amin Haedari (editor), Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Depag, 2003. 16
14
15
Mohammad Muchlis Solichin dalam Modernisasi Pendidikan Pesantren yang menyimpulkan bahwa modernisasi pendidikan di pesantren adalah sebagai upaya untuk tetap bertahan dan eksis di tengah pergumulannya dengan lembaga pendidikan modern yang menawarkan sistem pendidikan sekuler melalui sistem pendidikan sekolah.17 Modernisasi sebagai respon terhadap penjajah Belanda yang memperkenalkan sistem pendidikan modern. Modernisasi dilakukan dengan mengembangkan kurikulum pesantren dengan memasukkan mata pelajaran umum, yang selanjutnya berimplikasi terhadap diversifikasi lembaga pendidikan pesantren, sistem penjenjangan, kepemimpinan dan manajemen pendidikan pesantren. Hal senada juga menjadi perhatian Nurcholish Madjid dalam bukunya Bilikbilik Pesantren yang menekankan 3 aspek dalam pendidikan pesantren yang perlu dibenahi,18 yaitu: pertama, segi metodologi pengajaran pesantren yang masih sentralistik pada satu kekuasaan tertinggi kiai. Kedua, segi tujuan dari pendidikan terlalu melulu mengurus akhirat sedangkan dunia terabaikan, dan ketiga, adalah segi kurikulum, dimana materi pengajaran pesantren hanya berkutat di bidang agama dan moral. Pesantren Indonesia cocok untuk menerapkan sistem pendidikan modern karena manusia liberal yang lebih mengedepankan akal akan terimbangi dengan kuatnya segi keagamaan yang diperoleh di pesantren.
17
Mohammad Muchlis Solichin , ”Modernisasi Pendidikan Pesantren”, Tadrîs, Volume 6, Nomor 1 (Juni 2011), 30-44. 18 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta: Paramadina, 1997.
15
16
Akan tetapi tidak semua pesantren menerima dan melakukan modernisasi pendidikan. Hasil penelitian Ahmad Ta‟rifin dkk. dalam Formalisasi dan Transformasi Pendidikan Pesantren19 menyimpulkan bahwa upaya formalisasi pendidikan pesantren yang dilaksanakan beberapa pesantren di Pekalongan dengan “setengah hati” dan tidak diikuti dengan pendirian lembaga pendidikan formal, berdampak negatif terhadap perkembangan pesantren. Sebaliknya jika diikuti dengan pendirian lembaga pendidikan formal (MI,SD,MTs,SMP,MA,SMA) maka akan berpengaruh terhadap perkembangan pesantren. Formalisasi pesantren juga berdampak terhadap pergeseran pola kepemimpinan pesantren, sistem pendidikan, metode pembelajaran dan lain-lain. Pesantren lama kelamaan akan meleburkan diri ke sistem pendidikan sekuler (umum) sehingga jati dirinya akan hilang seperti yang diramalkan Karel A. Steenbrink.20 Akan tetapi Ahmad Syamsu Rizal menyanggahnya dalam Transformasi Corak Edukasi Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, Dari Pola Tradisi Ke Pola Modern, dengan menunjukkan fakta bahwa ada beberapa aspek yang berubah dalam sistem pendidikan pesantren dari bentuk tradisionalnya, yaitu aspek teknis, aspek formalisasi tujuan dan aspek materi. Tetapi interaksi edukatif dan lingkungan pendidikan yang berbasis agama tetap dipertahankan dan menjadi
19
Ahmad Ta‟rifin dkk, ”Formalisasi dan Transformasi Pendidikan Pesantren”, Jurnal Penelitian, P3M STAIN Pekalongan, Volume 5, Nomor 2 (Nopember 2008), 4-15. 20 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah Sekolah: Pendidikan Dalam Kurun Waktu Modern, Jakarta: LP3ES, 1994.
16
17
center of excellent pesantren yang menjadi daya tarik dan daya jual di masyarakat.21 Isu yang tidak kalah menarik adalah multikulturalisme dalam pesantren. Masalah ini dijelaskan oleh Marzuki dkk. dosen FISE UNY dalam Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan Multikuktural Pesantren Salaf,22 yang menyimpulkan 1) Terjadi perubahan bentuk pendidikan di pesantren salaf yang tidak bisa lagi dikatakan bercorak salaf (tradisional) sama sekali, tetapi sudah merupakan campuran antara tradisional dan modern, begitu juga dalam hal pemikiran para kiai dan santrinya; 2) Islam yang dimiliki kalangan pesantren salaf adalah Islam yang inklusif, ramah, tidak kaku, dan moderat yakni Islam yang bernuansa perbedaan dan sarat dengan nilai-nilai multikultural. 23 Lebih
terperinci,
Abdullah
Aly
menjelaskan
bahwa
nilai-nilai
multikulturalisme telah dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah di pesantren. Buku Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta24 menjelaskan bahwa dokumen kurikulum di PPMI Assalam Surakarta memuat nilai-nilai multikultural. Dua nilai multikultural yaitu nilai kesamaan dan keadilan terdapat dalam produk 21
Ahmad Syamsu Rizal, ”Transformasi Corak Edukasi Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, Dari Pola Tradisi Ke Pola Modern”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta‟lim, Volume 9, Nomor 2 (2011), 95-111. 22 Marzuki, Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan Multikultural Pesantren Salaf [Experiment/Research], http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/2641/lumbungpustaka/, 2010. 23 Penelitian dilakukan di empat pesantren salaf di Jawa, yaitu Pesantren Al-Qodir Cangkringan, Dar al-Tauhid Cirebon, Roudlatut Thalibin Rembang, dan Tebuireng Jombang. 24 Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren. Telaah terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta, Disertasi UIN Yogya tahun 2009.
17
18
perencanaan kurikulum PPMI Assalaam. Nilai-nilai multikultural lainnya juga terdapat dalam buku ajar yang digunakan yaitu: nilai demokrasi, solidaritas dan kebersamaan, kasih sayang dan memaafkan, serta perdamaian dan toleransi. Sedangkan dalam kegiatan evaluasi juga memuat nilai demokrasi. Masalah pluralisme juga tidak lepas dari perhatian para peneliti pesantren. Muhammad Muntahibun Nafis dalam Pesantren dan Pluralisme: Upaya Modernisasi Pendidikan Pesantren Menuju Masyarakat Madani menyimpulkan, ada beberapa unsur
dalam sistem pendidikan pesantren yang perlu adanya
penyesuaian dan pengembangan dengan realitas kehidupan sekarang. Hal itu perlu dilakukan demi eksistensi dan dinamisasi pesantren sebagai lembaga yang lahir asli dari kebudayaan Indonesia yang berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain. Perbedaan inilah yang nantinya memungkinkan terwujudnya masyarakat madani Indonesia yang telah banyak dicita-citakan. Adapun pluralisme yang merupakan salah satu kata kunci dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia sangat diperlukan dan harus segera ditransformasikan, disosialisasikan, bahkan diinternalisasikan pada pendidikan dunia pesantren sebagai salah satu agen terbentuknya masyarakat madani.25 Akan tetapi munculnya para aktivis Islam liberal dari pesantren sempat menjadi pembicaraan di kalangan pesantren. Salah satu di antaranya adalah pesantren Pabelan Muntilan Magelang Jawa Tengah. Fenomena tersebut bukan 25
Muhammad Muntahibun Nafis, ”Pesantren dan Pluralisme: Upaya Modernisasi Pendidikan Pesantren Menuju Masyarakat Madani”, Insania,Volume 13, Nomor 2 (Mei-Ags 2008), 1-17.
18
19
sesuatu yang direncanakan. Dakwah yang dikembangkan di Pabelan adalah lekat dengan kultural. Pesantren mengajarkan multikultural dan pluralisme, dan menyatakan bahwa Islam kultural bukan berarti liberal. Pesantren Pabelan mengajarkan santri untuk mengenal dirinya dan tidak mengarahkan pada pilihan tertentu. Mereka diperkenalkan kajian ushuluddin dengan kekhususan madzhab Asy‟ariyah melalui kajian sifat 20. Kepekaan dan rasionalitas santri diasah dengan perbandingan mazhab melalui kitab Bidayatul Mujtahid. Pada pelajaran perbandingan agama diperkenalkan pada doktrin agama selain Islam seperti Budha, Katholik, Kristen, Hindu atau agama lain, sehingga perbedaan teologi merupakan hal yang tak bisa dihindari.26 Dengan dasar itu, akan muncul sikap menghargai mereka yang berkeyakinan lain. Bahwa kemudian beberapa alumni tergolong pelopor Islam liberal, pihak pesantren berdalih bahwa sistem pendidikan yang sama bisa melahirkan bermacam-macam orang. Pada saat pemerintah gencar mendengungkan pendidikan karakter, Ahmad Syamsu Rizal merespon dengan memberikan solusi sistem pendidikan pesantren. Dalam Pendidikan Nilai Secara Active-Learning Dalam Tradisi Pondok Pesantren, 27 Syamsu Rizal menyimpulkan bahwa metodologi pendidikan karakter dalam tradisi pendidikan di pesantren menjadi alternatif di tengah tidak adanya model-model yang memadai dalam membentuk karakter yang dicita-citakan. 26
Ajip Rosidi, Kiai Hamam Dja`far dan Pondok Pabelan, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya,
2008, 178. 27
Ahmad Syamsu Rizal, ”Pendidikan Nilai Secara Active-Learning Dalam Tradisi Pondok Pesantren”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta‟lim, Volume 10, Nomor 1 (2012), 2-12.
19
20
Pesantren memiliki “kearifan lokal” yang bertahan dan menunjukkan hasil yang relatif lebih baik dibanding sistem lain, dimana bertumpu pada komponen struktural paedagogis khas pesantren, yaitu 3 (KG): Kiai dan Guru, Kurikulum dan Gedung/organisasi, Kompleks dan kelembagaan dan Gugus ruang dan waktu. Berbeda dari dan melengkapi kajian-kajian di atas, studi (penelitian) ini mencoba melihat intensitas muatan liberalisme dan multikulturalisme yang terdapat dalam kegiatan pendidikan di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo dan bagaimana berbagai kegiatan pendidikan di pesantren tersebut menjadi media kreasi dan penyaluran bakat serta eksplorasi potensi individu dengan semangat kebebasan dan muatan multikulturalisme. Karena menurut penulis, studi terhadap pesantren yang secara spesifik memfokuskan pada praktik pendidikan liberal dan mulktikultural belum memperoleh perhatian dari para peneliti.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research). Jenis penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu objek tertentu dengan
20
21
mempelajarinya sebagai suatu kasus. 28 Dalam hal ini penulis akan mendatangi dan mengamati Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo melalui interaksi secara langsung (berkunjung,telpon,SMS,email) untuk mempelajari profil pesantren, kebiasaan dan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan pendidikan liberal dan multikultural. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian yang pengumpulan datanya di lapangan, seperti di lingkungan masyarakat dan pendidikan adalah merupakan penelitian deskriptif kualitatif.29 Oleh karena itu metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif yakni bentuk penelitian yang menganalisis data dengan berpijak pada fenomena-fenomena yang ada kemudian dikaitkan dengan teori atau pendapat yang telah ada.30 Bersifat deskriptif karena data yang dianalisis tidak untuk menerima atau menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil analisis itu berupa deskriptif dari gejalagejala yang diamati.31 Studi yang dikembangkan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan berbagai situasi Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo dengan keunikan 28
Hamdan Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995, 72. 29 Sarjono, dkk. Panduan Penulisan Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004, 21. 30 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, cet. IX, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013, 72. 31 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, 15.
21
22
kegiatannya secara sistematis dan karakteristik yang sesuai dengan keadaan objek sebenarnya. 3. Lokasi Penelitian Adapun Lokasi penelitian akan dilakukan di dua tempat; yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur dan Pesantren Salaf API ( Asrama Perguruan Islam ) Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. Jumlah santri Pondok Modern Gontor saat ini 20.757 santri putra-putri yang tersebar di seluruh cabang di nusantara. Sedangkan di Gontor pusat (Ponorogo) terdapat 4500-an santri.32 Berdiri tahun 1926 M dan membuka lembaga pendidikan KMI (Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah) pada tahun 1936 M. Sedangkan pesantren salaf Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang berdiri pada tahun 1944 M. Saat ini santrinya berjumlah 7.500 di pesantren salaf API (putra-putri) dan 1800 siswa di lembaga pendidikan formal SMP dan SMK Syubbanul Wathan yang semuanya berada di Tegalrejo Magelang. 33 4. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akurat mengenai obyek penelitian, maka penulis akan menggunakan ciri khas penelitian kualitatif, yaitu melalui hasil wawancara, pengamatan, dan dokumentasi.34
32
Tim Redaksi, WARDUN GONTOR, Ponorogo: Darussalam Press, Vol. 67, Sya‟ban 1435 H,
VI-VII. 33
Hasil wawancara dengan Ali Mustofa kepala Asrama Perguruan Islam Tegalrejo Magelang pada Kamis 12 Februari 2015 pukul 12.00. 34 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian …, 9.
22
23
a. Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif.35 Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh informasi.36 Dalam
penelitian ini penulis akan melakukan wawancara kepada
guru/ustadz, santri, kepala asrama, direktur pondok, wali santri, para alumnus pesantren dan pengurus pesantren lainnya untuk memperoleh data tentang konsep dan orientasi pelaksanaan berbagai macam kegiatan pendidikan di kedua pesantren. b. Pengamatan (observasi) merupakan suatu teknik mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung baik secara partisipatif ataupun nonpartisipatif.37 Dalam hal ini penulis melakukan observasi dengan terjun ke lapangan atau pesantren sehingga langsung dapat melihat situasi yang diamati untuk memperoleh data tentang berbagai macam kegiatan pendidikan yang berwawasan liberal dan multikultural di kedua pesantren. Setelah melakukan observasi, penulis membuat catatan lapangan sebagai dasar utama untuk penulisan laporan.
35
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian …,216. S. Nasution, Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, 113. 37 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian …,220. 36
23
24
c. Dokumentasi
merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.38 Dokumen-dokumen yang dihimpun kemudian dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah. Dalam
penelitian
ini
penulis
mengumpulkan
buku,
diktat,
berita
koran/majalah, artikel, gambar/photo dan dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan kedua pesantren untuk memperoleh data resmi tentang profil pondok pesantren secara umum, yaitu visi misi, struktur organisasi, profil guru/ustadz dan pengasuh, keadaan santri, sarana prasarana, jadual kegiatan pendidikan dan lain sebagainya. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data yang ada dengan menggunakan prinsip-prinsip deskriptif.39 Aktifitas dalam analisis data pada penelitian ini terdiri dari empat komponen yang saling berinteraksi, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. a. Pengumpulan data Merupakan
proses
pencarian
data
yang
dilakukan
dengan
jalan
pengamatan/observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari catatan tersebut peneliti
38
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian …,221. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, 86. 39
24
25
perlu membuat catatan refleksi yang merupakan catatan dari peneliti sendiri berisi komentar, kesan, pendapat, dan penafsiran terhadap fenomena yang ditemukan. b. Reduksi data Reduksi
data
adalah prises
pemilihan,
perumusan, perhatian pada
penyederhanaan atau menyangkut data dalam bentuk uraian (laporan) yang terinci sistematis, pada pokok-pokok yang penting agar lebih mudah dikendalikan. Laporan. Kegiatan ini merupakan proses seleksi/pemilahan, pemfokusan/ pemusatan perhatian, penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak diperlukan dan mengorganisasikan data yang diperlukan sesuai dengan fokus permasalahan. Display data merupakan upaya penyajian data untuk melihat gambaran keseluruhan data atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Data yang dikumpulkan tidak semuanya valid dan reliable, karenanya perlu dilakukan reduksi agar data yang dianalisin benar-benar memiliki valiitas dan realibitas yang tinggi. c. Penyajian data Sajian data adalah mengorganisasikan data yang sudah direduksi. diberikan dalam bentuk narasi kalimat yang disusun secara logis dan sistematis mengacu pada rumusan masalah. Sajian data yang disampaikan berupa table dan analisis dari data pada table tersebut yang berupa narasi. Hal ini dimaksudkan agar pembaca penelitian ini dapat memahami isi penelitian dengan lebih jelas. 25
26
d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir atas pola-pola atau konfigurasi tertentu dalam penelitian ini sehingga menggambarkan secara utuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan penelitian. Sejak awal kegiatan pengumpulan data seorang peneliti sudah harus memahami arti berbagai hal yang dimulai dengan melakukan pencatatan-pencatatan, peraturan-peraturan, pernyataan-pernyataan, arahan sebab akibat dan berbagai proposisi. Kesimpulan atau verivikasi adalah upaya untuk mencari makna terhadap data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal lain yang sering timbul dan sebagainya. Teknik pengambilan kesimpulan dalam penelitian ini adalah teknik induksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan, kemudian dikelompokkan yang saling berhubungan. Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan sebagai suatu jalinan pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar.
F. Sistematika Penulisan Dalam pembahasannya, laporan studi ini secara garis besar akan dibagi menjadi 5 bab. Bab Pertama adalah pendahuluan kajian yang menjelaskan pentingnya penelitian tentang adanya praktik pendidikan liberal dan multikultural di pondok
26
27
pesantren, yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, signifikasi penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.. Bab Kedua mereview secara konseptual maupun teori tentang pendidikan liberal dan pendidikan multikultural menurut beberapa ahli. Bab Ketiga adalah profil Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo, deskripsi tentang praktik pendidikan liberal di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo serta peran pengasuh pondok dalam praktik pendidikan liberal di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. Bab Keempat adalah deskripsi tentang praktik pendidikan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo serta peran pengasuh pondok dalam pendidikan multikultural di Pondok Modern Gontor dan Pesantren Salaf API Tegalrejo. Bab Kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan tentang adanya praktik pendidikan berwawasan liberal dan multikultural di Pondok Modern Gontor Ponorogo dan Pesantren Salaf API Tegalrejo Magelang. Bab ini ditutup dengan saran untuk pemerhati pendidikan dan pendidik kalangan pesantren.
27
28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Liberal 1. Pengertian Pendidikan Liberal Kata pendidikan berasal dari kata didik dan mendapat imbuhan pe dan akhiran an, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.40 Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.41 Dalam Undang-Undang tersebut, pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan serta pemahaman yang lebih tinggi dan optimal. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang kemudian dapat memiliki implikasi terhadap siswa agar dapat memiliki pola pikir
40
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, 263. 41 Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-undang SisDiknas, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003, 34.
28
29
dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya melalui kegiatan pembelajarannya. Kata liberal secara harfiah adalah "bebas" (free), artinya "bebas dari berbagai batasan" (free from restraint).42 Namun istilah liberal sering disalahartikan sebagai sesuatu yang berorientasikan ke dunia Barat, atau kebarat-baratan yang cenderung sekuler. Sebetulnya secara etimologis liberal memiliki makna; willing to tolerate behaviour, opinion etc different from our‟s own open to new idea, berarti juga (of education) concerned mainly with increasing sb‟s general knowledge and experience rather than with tehnical and professional training.43 Jadi berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pendidikan liberal dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat yang bersifat bebas, berpandangan serta berwawasan luas dan terbuka. 2. Dasar Pendidikan Liberal Dasar
pendidikan liberal
adalah kebebasan dan juga
pembebasan.
Sebagaimana Islam juga memandang bahwa kebebasan seseorang merupakan 42
James A. Banks, Teaching Strategies for Sosial Studies: Inquary, Valuing, and Decision Making. Addison-Wesley Publishing Company: 1977, 45. 43 Mahfud Junaidi dan Rikza Chamami, “Toward Liberal Islamic Education”, Jurnal Edukasi, Volume I, Th.X (Desember 2002), 43.
29
30
salah satu fitrah yang diberikan oleh Allah SWT untuk senantiasa dijaga, dihargai dan dihormati. Kebebasan yang dimaksudkan di sini adalah kebebasan dalam berpikir, berkehendak dan juga berbuat. Kebebasan ibarat pisau bermata dua, satu sisi akan mengangkat manusia ke martabat kemuliaannya dan satu sisi lain akan menjatuhkan ke derajat yang sangat rendah,44 sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Ar-Ra‟du ayat 11: Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. Q.S. Ar-Ra‟du [34]: 11.45 Tentang adanya kebebasan manusia dalam berbuat sesuai dengan hati nuraninya juga ditunjukkan oleh Allah dalam Q.S. Fush-shilat ayat 40. .... Berbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Q.S. Fush-shilat [45]:40.46 Dalam ayat ini manusia dibebaskan melakukan dan berbuat sesuai dengan keinginan dan kemampuannya, namun harus bertanggung jawab, karena pada dasarnya hal tersebut selalu ada yang mengawasi yaitu Allah SWT. Sehingga 44
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, cet. I, 64. 45 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur‟an Depag RI, 1983, 370. 46 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an ..., 779.
30
31
dapat dikatakan bahwa sesungguhnya kebebasan yang dimiliki oleh manusia sangatlah terbatas. Dan isyarat akan keterbatasan manusia dalam kebebasannya tersebut juga tercermin dalam Q.S. Al-Isra ayat: 84. Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya.Q.S. AlIsra[20]: 84.47 3. Ideologi Pendidikan Liberal Idiologi pendidikan liberal bermuara pada konsep modernisasi di Barat. Salah satu faktor modernitas adalah pengakuan terhadap kebebasan individu. Di samping kebebasan individu, modernisasi juga mengedepankan kebebasan kuasa akal manusia (rasionalis). Ideologi pendidikan liberal berkiblat pada aliran filsafat eksistensialis dan progresifisme.48 Ideologi liberalisme ini berakar pada cita-cita individualisme Barat. Menurut cita-cita ini gambaran manusia ideal adalah manusia rasionalis liberal, yakni semua manusia mempunyai potensi sama dalam intelektual, baik tatanan alam ataupun sosial dapat ditangkap oleh akal, serta individu-individu di dunia atomistis dan atonom. Oleh karena itu, ideologi pendidikan liberal tidak bisa lepas dari dasar filosofnya yakni disebut aliran filsafat positivisme yang mengedepankan scientific method serta adanya pemisahan antara fakta dengan nilai menuju pemahaman
47 48
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an ..., 437. Http:\ideologi\epistemologi-rasionalisme-rene,htm, diakses tanggal 23 April 2015
31
32
obyektif.49 Adapun positivisme itu sendiri merupakan paradigma keilmuan yang berakar dari filsafat rasionalisme. 4. Konsep Pendidikan Liberal Pertama, menurut berbagai
Mansour
Fakih pendidikan liberal ditandai dengan
model pendidikan dan pelatihan dalam berbagai bentuk dan
pendekatannya, di antaranya;50 a) Berkembangnya model-model pelatihan wirausaha seperti AMT (Achievement Motivation Training) dan sejenisnya. b) Di lapangan pembangunan, berbagai proyek besar diperkenalkan dan pendidikan memainkan peran sentralnya. Yakni dikembangkannya berbagai model pendidikan Non formal Education yang diimplementasikan dalam berbagai bentuk proyek pengembangan masyarakat. c) Munculnya berbagai bentuk pelatihan manajemen dan kewiraswastaan untuk menumbuhkan kelas pengusaha baru. d) Fenomena munculnya gagasan “sekolah unggulan”. e) Munculnya gagasan “link and match” dalam aspek pendidikan yaitu pendidikan harus memiliki kaitan dan relevansi dengan dunia industri. Kedua, menurut Nurani Soyomukti bahwa penggunaan rasio merupakan tujuan ideal dari pendidikan liberal, di samping penghormatan pada hak-hak
49 50
Arif Rahman, Politik Ideology Pendidikan, Yogyakarta: Laksbang mediatama, 2009, 87. William F. O‟neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan,Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008, cet. II,
x-xi.
32
33
individu sebagai tujuan akhir maupun titik tekan dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Akan tetapi model pendidikan liberal mengalami pergeseran karena menyesuaikan perkembangan historis dan ideologis yang berkaitan dengan perubahan tatanan ekonomi dunia. Dimungkinkan hal ini sesuai dengan munculnya tatanan ekonomi dunia baru di mana globalisasi tengah mengarah pada sistem ekonomi pasar bebas. a) Pendidikan liberal adalah pendidikan yang didasarkan pada konsep liberal art . b) Pendidikan liberal memberdayakan individu dengan pengetahuan yang luas dan ketrampilan. c) Pendidikan liberal juga mencakup kurikulum pendidikan secara umum yang menggunakan berbagai macam disiplin dan strategi pembelajaran. d) Pendidikan liberal mengangkat individu menjadi pemilik dunianya secara otonom dan bebas untuk mengekspresikan diri sebagai manusia. Ketiga, menurut Steven M. Cahn bahwa pendidikan dan demokrasi adalah dua hal yang saling terkait. Pendidikan bagi setiap individu di dalam sistem demokrasi adalah hal yang sangat penting dan tidak bisa dipisahkan karena pendidikan merupakan kebutuhan bagi sistem demokrasi. Jenis pengetahuan, kecakapan, dan nilai-nilai yang harus dimiliki seorang warga adalah sebagai berikut; a) Semua warga harus mampu membaca, menulis, dan berbicara secara efektif. Penguasaan bahasa sangat dibutuhkan bagi penampungan ide-ide dan gagasan.
33
34
b) Warga demokrasi harus memiliki pemahaman yang baik terhadap semua permasalahan publik. Oleh karena itu, ilmu alam, ilmu sosial, sejarah dunia dan sejarah nasional diwajibkan bagi semua orang. Pemahaman tentang konsep dan teknik matematika memegang peran penting di dalam kajian tentang ilmu sosial.51 c) Warga demokrasi harus memiliki karakter yaitu sensitivitas terhadap estetika serta pemahaman tentang kesastraan, seni, dan musik dari berbagai kebudayaan.52 d) Pengetahuan tentang nilai-nilai kemanusiaan. Aristoteles menyatakan bahwa kebenaran (virtue) ada 2 jenis yaitu kebenaran moral (moral virtue) dan kebenaran intelektual (intelektual virtue).53 Kebenaran moral berkaitan dengan karakter, dibentuk melalui kebiasaan. Kebenaran intelektual disebut dengan kebijaksanaan (wisdom). Dalam pengertian yang sempit, seseorang yang bijaksana adalah orang yang pandai menilai yang baik itu sebagai yang baik. Ia mampu membedakan antara nilai (worth) dan harga (cost), dianugrahi suatu ketajaman, kebijaksanaan, dan limpahan kualitas yang sangat berharga, yaitu pikiran sehat. Dalam arti luas, orang bijak ialah orang yang memiliki pandangan atau visi intelektual, yang mengetahui dengan baik dasar-dasar maupun puncak dari ilmu pengetahuan. 51
Steven M. Cahn, Pendidikan Liberal Berbasis Sekolah, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002,
52
Steven M. Cahn, Pendidikan Liberal...., 22. Steven M. Cahn, Pendidikan Liberal...., 22.
20. 53
34
35
e) Pendidikan kejuruan yang berorientasi sosial dan perspektif intelektual agar berhasil dalam suatu bidang pekerjaan. Warga tidak hanya merupakan partisipan yang berpengetahuan banyak di arena politik, tetapi juga menjadi kontributor efektif dalam bidang sosial.54 Sidney Hook menyatakan: “ Ada suatu paradoks yang berhubungan dengan pelatihan kejuruan. Semakin mengarah ke tujuan dari suatu pelatihan, semakin sempit makna pelatihan tersebut. Semakin sempit makna pelatihan, kecil kemungkinannya dapat digunakan untuk mencari nafkah.........mengapa pendidikan kejuruan tidak dibebaskan untuk memasukkan studi tentang masalah-masalah sosial, ekonomi, sejarah dan etika”. Karena itu setiap warga dituntut mempunyai pendidikan cukup luas untuk memungkinkan baginya bisa berlaku bijaksana. Bagi bangsa Roma, pendidikan demikian ini hanya diperbolehkan bagi orang yang diberi hak istimewa di sebuah kota yang di dalam bahasa Latin disebut liberi, sehingga disebut sebagai pendidikan liberal.55 Keempat, menurut William F. O‟neil terdapat enam ideologi pendidikan dasar yaitu tiga ideologi Konservatif yang terdiri dari fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan dan konservatisme pendidikan. Dan tiga ideologi Liberal yakni liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan dan anarkisme pendidikan. 54 55
Steven M. Cahn, Pendidikan Liberal...., 24. Steven M. Cahn, Pendidikan Liberal...., 24.
35
36
Bagi seorang pendidik liberal, tujuan jangka panjang pendidikan adalah untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana caranya menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupannya sendiri secara efektif:56 Pada umumnya mereka memilih perubahan yang rasional dan bersifat evolusioner tetapi tidak menyukai perubahan yang mendadak dan menyeluruh.57 Liberalisme pendidikan ini berbeda-beda dalam hal intensitasnya, dari yang relatif lunak yaitu liberalisme metodis ke liberalisme direktif (liberalisme terstruktur) hingga ke liberalisme non-direktif.58 Gerakan ke arah pemapanan tujuan-tujuan behavioral dalam kegiatan belajar seperti „kurikulum berdasarkan kompetensi‟ dan sejenisnya merupakan sebuah corak liberalisme metodis.59 Kaum liberalis direktif menganggap bahwa wajib belajar adalah perlu dan memilih untuk mengajukan penetapan lebih dulu tentang isi pelajaran-pelajaran yang akan diberikan pada siswa. Begitu juga perombakan secara radikal dari orientasi „otoritarian tradisional‟ ke arah yang lebih tepat yaitu mengajar setiap anak untuk berpikir secara efektif bagi dirinya sendiri. 60 Kaum liberalis nondirektif berpandangan bahwa tujuan dan metode pendidikan perlu diarahkan kembali secara radikal dari orientasi „otoritarian tradisional‟ ke arah sasaran pendidikan yang mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri 56
William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., 412. William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., 534. 58 William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., 108. 59 William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., 444. 60 William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., 451. 57
36
37
secara efektif. Mereka ingin menghapus hal-hal tertentu seperti wajib belajar, beberapa mata pelajaran wajib dan pengalaman-pengalaman belajar yang didiktekan. Dengan kata lain, peserta didiklah yang berhak menentukan apakah mereka ingin belajar sesuatu atau tidak. Mereka juga yang menetapkan kapan, di mana, dan sejauh mana mereka ingin belajar.61 Kelima, menurut Henry Giroux dan Aronowitz62 bahwa paradigma pendidikan dibagi menjadi tiga aliran, yaitu pendekatan konservatif, kritis dan liberal. Paradigma konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial. Bagi kaum konservatif, mereka lebih cenderung menyalahkan subyeknya. Mereka yang menderita, yakni orang-orang miskin, buta huruf, kaum tertindas dan mereka yang dipenjara, menjadi demikian karena salah mereka sendiri.63 Paradigma kritis dibangun berdasarkan keyakinan bahwa pendidikan adalah arena perjuangan politik. Jika bagi konservatif pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, maka paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat. Tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil. 64
61 62
William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., 451. disadur oleh Mansour Fakih dalam William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., xiii-
xvii. 63 64
William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., xiii. William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., xvi.
37
38
Kaum Liberal berpendirian bahwa pendidikan adalah a-politik dan “excellence” haruslah merupakan target utama pendidikan. Mereka beranggapan bahwa masalah masyarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda. Mereka berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pendidikan dengan usaha reformasi pendiudikan di antaranya adalah sebagai berikut; (1) Membangun kelas dan fasilitas baru (2) Memoderenkan peralatan sekolah dengan pengadaan komputer canggih dan laboratorium (3) Usaha untuk menyehatkan rasio murid-guru (4) Meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang efisien dan partisipatif seperti, kelompok learning by doing, experimental learning dan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar pada cita-cita Barat tentang individualisme. “Individualis” yakni adanya anggapan bahwa manusia adalah atomistik dan otonom. Menempatkan individu secara atomistik, membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil.65 Pengaruh liberal ini kelihatan dalam praktik pendidikan di antaranya adalah sebagai berikut;
65
William F. O‟neil, Ideologi Ideologi Pendidikan...., xiv-xv.
38
39
a) Mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Perangkingan untuk menentukan murid terbaik adalah implikasi dari paham pendidikan liberal. b) Berbagai pendekatan andragogi seperti, training manajemen, kewiraswastaan, AMT (Achievement Motivation Training) dan berbagai pelatihan community development. AMT yang diciptakan oleh David McClelland adalah contoh terbaik pendekatan liberal. McClelland berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga karena mereka tidak memiliki apa yang dinamakan N Ach.66 Oleh karena itu syarat pembangunan bagi rakyat dunia ketiga adalah virus “N Ach” yang bisa membuat individu agresif dan rasional. Peta ideologi pendidikan Giroux tersebut sejalan dengan analisis Freire tentang kesadaran ideologi masyarakat. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi: kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naif (naival consciousness) dan kesadaran kritis (critical consciouness).67. Kesadaran magis lebih melihat faktor di luar manusia (natural maupun supranatural) sebagai penyebab dan ketidakberdayaan. Kesadaran naif lebih melihat „aspek manusia‟ menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini masalah etika, kreativitas dan need for achievment dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Dalam menganalisis mengapa masyarakat 66
miskin, karena salah masyarakat
McClelland berpendapat bahwa Protestan Ethic mendorong pertumbuhan ekonomi Barat. Dan di balik rahasia Protestan Ethic adalah suatu mentalitas yang disebut the need for achievement (N Ach). 67 Smith, W.A., The Meaning of the Conscientacao: The Goal of Paulo Freire‟s Pedagogy, Amherst: Center for International Education, UMASS, 1976, 132.
39
40
sendiri. Yakni mereka malas, tidak memiliki jiwa kewiraswastaan, tidak memiliki budaya membangun dan seterusnya. Tugas pendidikan adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar peserta didik bisa masuk beradaptasi dengan sistem yang sudah ada. Adapun kesadaran kritis lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Paradigma kritis dalam pendidikan adalah melatih murid untuk mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada serta bagaimana mentrsansformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar peserta didik terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik. Keenam, menurut Robert Maynard Hutchins68 pendidikan adalah usaha untuk membentuk manusia sedekat mungkin dengan „manusia ideal‟ yang dicita-citakan. Pendidikan yang mencoba membentuk manusia menurut model materialistik tidak akan bisa menyelamatkan manusia dan akan gagal menyelamatkan peradaban. 69 Tujuan utama pendidikan adalah untuk mengetahui apa yang baik bagi manusia. Tidak peduli bagaimana cara mereka mencari nafkah, apa minat dan citacita mereka secara khusus, mereka bisa belajar mencari nafkah dan mengembangkan minat dan cita-cita tersebut setelah mereka meletakkan dasardasar kemanusiaan yang cakap, bebas dan bertanggung jawab melalui pendidikan 68
Pernah menjabat rektor Universitas Chicago, dosen universitas Yale dan seorang figur ktroversial dalam pendidikan Amerika. 69 Paulo Freire dkk, Menggugat Pendidikan Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, cet. V, 128.
40
41
liberal. Inilah pendidikan yang layak bagi manusia merdeka, yakni pendidikan liberal sejati.70 a) Pendidikan liberal adalah pendidikan yang dirancang untuk mendorong munculnya kemanusiaan yang sama di antara sesama. b) Pendidikan liberal sesuai dengan gagasan mengenai manusia yakni konsep tentang manusia sebagai binatang yang rasional, yang berusaha meningkatkan harkat dan martabatnya
lewat penggunaan dan penyempurnaan nalarnya. 71
Karena manusia adalah makhluk rasional, bermoral dan memiliki kerohanian. c) Pendidikan liberal
melatih agar semua orang bisa
membaca, menulis,
berhitung dan memahami gagasan para filosof, sejarawan dan seniman besar. d) Pendidikan liberal di negara demokrasi, diperuntukkan bagi semua orang dan pendidikan liberal di negata aristokrasi, diberikan kepada sebagian kecil orang. e) Isi pendidikan liberal adalah gagasan terbesar para pemikir terkemuka sepanjang sejarah manusia. Pendidikan liberal tidak hanya merangkul metode dan sains, melainkan juga metode, sejarah,filosofi dan bahasa. f) Pendidikan liberal adalah pendidikan bagi para [calon] „penguasa‟ bagi setiap warga negara demokratis. g) Pendidikan liberal memuat rangkaian mata pelajaran yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak mengarahkan ke lapangan kerja kelak sesudah lulus.
70 71
Paulo Freire dkk, Menggugat Pendidikan...., 113. Paulo Freire dkk, Menggugat Pendidikan...., 119.
41
42
h) Pendidikan liberal mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan, gagasan-gagasan dan
teknik-teknik yang diperlukan untuk meneruskan mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup
karena berhenti belajar sama dengan
mati.72 i) Pendidikan liberal menganggap bahwa segala hal harus didiskusikan. Sasarannya adalah kelangsungan dialog yang merupakan urat-nadi peradaban Barat. Peradaban Barat adalah peradaban dialog. Ia adalah peradaban Logos.73 Ketujuh, menurut Mortimer J. Adler74 liberal arts merujuk kepada kurikulum abad pertengahan yang terdiri dua bagian yaitu pertama trivium yang dari terdiri tata bahasa (grammar), retorika, dan ilmu logika (mantiq) yang mengajarkan seni membaca dan menulis, mendengarkan dan berbicara, serta berpikir positif (sound thinking). Dan kedua yaitu quadivium yang terdiri dari aritmatika, geometri, astronomi, dan musik (bukan musik yang didengar, tapi musik yang dipahami sebagai ilmu matematika). Bagian ini mengajarkan seni pengamatan (observation), perhitungan (calculation), dan pengukuran (measurement), yaitu bagaimana untuk menangkap aspek kuantitatif. Fakta sejarah menunjukkan bahwa ilmuwan Jerman yang besar dari abad kesembilan belas memiliki latar belakang yang kuat dengan liberal arts. Mereka
72
Paulo Freire dkk, Menggugat Pendidikan...., 122. http://www.ditext.com/adler/wle.html, diakses tanggal 23 April 2015 74 Pendiri dan direktur Institute for Philosophical Research, Direktur Board of Editors of Encyclopaedia Britannica, Professor Emeritus at the University of Chicago (1930-1952) dan pengarang buku-buku pendidikan di Amerika 73
42
43
semua berangkat melalui pendidikan liberal yang dianut Yunani yang mencakup logika, filsafat, dan sejarah, di samping matematika, fisika, dan ilmu-ilmu lainnya. Dan ini telah menjadi bekal pendidikan bagi para ilmuwan Eropa hingga saat ini. Einstein Bohr, Fermi, dan ilmuwan besar lainnya, mereka dikembangkan bukan oleh sekolah teknis, tetapi dengan pendidikan liberal. 5. Karakter Pendidikan Liberal Inti sari dari pemikiran para pakar pendidikan tentang definisi pendidikan liberal adalah (1) Pendidikan liberal tidak bisa dilepaskan dari sistem demokrasi (2) Warga harus mengetahui tentang nilai-nilai kemanusiaan yaitu kebenaran moral (karakter) dan kebenaran intelektual (kebijaksanaan) (3) Pendidikan liberal dikembangkan dengan bentuk
pendidikan
Non formal
Education
yang
diimplementasikan dalam berbagai bentuk proyek pengembangan masyarakat dan pelatihan manajemen dan kewiraswastaan seperti AMT (Achievement Motivation Training) dan sejenisnya (4) Membentuk gagasan “sekolah unggulan” (5) Gagasan “link and match” dalam aspek pendidikan yaitu pendidikan harus memiliki kaitan dan relevansi dengan dunia industri (6) Gerakan ke arah pemapanan tujuan-tujuan behavioral dalam kegiatan belajar seperti „kurikulum berdasarkan kompetensi‟ (7) Mencanangkan program wajib belajar dan memilih untuk mengajukan penetapan lebih dulu materi pelajaran yang akan diberikan pada siswa (8) Pendidikan adalah a-politik dan “excellence” merupakan target utama pendidikan. Masyarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda (9) Berusaha untuk menyesuaikan 43
44
pendidikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan (10) Reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan sarana dan prasarana sekolah, menyehatkan rasio murid-guru dan meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan (11) Mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid (12) Pendidikan liberal menganggap masalah etika, kreativitas dan need for achievement adalah sebagai penentu perubahan sosial. (13) Pendidikan liberal mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan,
gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk meneruskan mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup (14) Pendidikan liberal bercirikan dialog dan segala hal harus didiskusikan. Adapun tujuan pendidikan liberal menurut para ahli adalah; Meningkatkan
harkat
dan
martabat
manusia
lewat
penggunaan
(1) dan
penyempurnaan nalarnya. Karena manusia adalah makhluk rasional, bermoral dan memiliki kerohanian (2) Menekankan manusia menjadi sebuah subyek yang dapat menentukan garis kehidupannya sendiri
(3) Mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan
yang bersifat bebas,
berpandangan dan berwawasan luas dan terbuka (4) Menghasilkan warga negara yang dapat melaksanakan kebebasan politik mereka secara bertanggung jawab (5) Mengembangkan orang terpelajar untuk dapat menggunakan waktu luang mereka dengan baik. Apakah mereka berniat untuk menjadi ilmuwan atau tidak (6) 44
45
Mendorong munculnya kemanusiaan yang sama di antara sesama (7) Tujuan jangka panjangnya untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada melalui perubahan yang rasional dan bersifat evolusioner. Sedangkan kurikulum pendidikan liberal menurut para ahli adalah; (1) Memuat rangkaian mata pelajaran yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak mengarahkan ke lapangan kerja sesudah lulus (2) Merujuk pada kurikulum pendidikan secara umum yang menggunakan berbagai macam disiplin dan strategi pembelajaran (3) Mengharuskan warga mampu membaca, menulis dan berbicara secara efektif dengan penguasaan bahasa yang baik (4) Kurikulum pendidikan liberal didasarkan pada konsep liberal art yang mencakup tata bahasa (grammar), sastra, retorika, ilmu logika (mantiq), berpikir positif (sound thinking), aritmatika, geometri, astronomi, filsafat, seni dan musik (5) Memahami permasalahan publik dengan mempelajari ilmu alam, ilmu sosial, sejarah dunia, matematika dan sejarah klasik (6) Menekankan gagasan terbesar para pemikir terkemuka (filosof, sejarawan dan seniman besar) sepanjang sejarah manusia. B. Pendidikan Multikultural 1. Pengertian Pendidikan Multikultural Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. 75 Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya) dan isme
75
Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Multikultural”, Jurnal Antropologi Indonesia,Juli
2002.
45
46
(aliran/paham).76 Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Tuntutan terhadap pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia mendapat respons yang positif dari pihak eksekutif dan legislatif dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang termaktub pada Bab III pasal 4: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.”77 Adapun secara terminologis, definisi pendidikan multikultural sangat beragam rumusannya. Pertama adalah definisi yang dikemukakan oleh James A. Banks. Menurutnya, pendidikan multikultural dipahami sebagai „konsep pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik tanpa memandang gender dan kelas sosial, etnik, ras, agama dan karakteristik kultural mereka untuk belajar‟. Ia juga sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya ingin
mengeksplorasi
perbedaan
sebagai
keniscayaan
(anugerah
Tuhan/sunnatullah).78
76
H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan Global Masa Depan, Jakarta: Grasindo, 2004,
12. 77
Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya Yogyakarta: Media Wacana, 2003,12. 78 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. VI, 2013, 176.
46
47
Definisi Banks di atas diperkuat oleh H.A.R Tilaar, yang mengatakan bahwa dalam pendidikan multikultural tidak mengenal fanatisme/fundamentalisme sosialbudaya termasuk agama. Setiap komunitas mengenal dan menghargai perbedaanperbedaan yang ada. Demikian pula, pendidikan multikultural tidak mengenal adanya
xenophobia
(kebencian terhadap barang/orang asing). 79
Bahkan,
pendidikan multikultural harus bisa mewujudkan peserta didik yang dapat belajar untuk hidup bersama dalam perbedaan (learning to live together).
80
Senada
dengan Banks dan H.A.R. Tilaar, Hilliard (dalam Abdullah Aly) menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompok gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.81 Adapun definisi pendidikan multikultural yang dibangun berdasarkan sikap sosial: pengakuan, penerimaan dan penghargaan antara lain dikemukakan oleh Zakiyuddin Baidhawi dan Choirul Mahfud. Menurut Zakiyuddin, pendidikan multikultural adalah the art of managing diversity and the politic of difference. Ia adalah seni mengelola keragaman sekaligus kehendak dan sistem politik pengakuan akan keberbedaan.82 Lebih lanjut Zakiyuddin
mendefinisikan
pendidikan multikultural sebagai: Pendidikan yang mengeksplorasi sisi-sisi partikular dan universal dalam cultur studies; ia berusaha memahami kebudayaan79 80
H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan.., 185-190. Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga,
2005, 8. 81 82
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural ..., 177. Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama ..., 36.
47
48
kebudayaan dan masyarakat-masyarakat partikular dalam konteks dan dari perspektif mereka sendiri; ia mengedepankan analisis perbandingan, pemahaman etno-relatif, penilaian yang rasional tentang perbedaan dan persamaan terhadap berbgai kebudayaan dan masyarakat; dan ia berupaya mengidentifikasi ideal-ideal dan praktek-praktek bersama dan universal yang melampaui kebudayaankebudayaan dan masyarakat-masyarakat partikular, membangu jembatan di antara berbagai kebudayaan, serta menyediakan basis bagi hubungan manusiawi. 83 Senada dengan pengertian di atas, Choirul Mahfud menyatakan bahwa Pendidikan multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, sosial dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.84 Melihat dan memperhatikan pengertian pendidikan multikultural di atas, dapat diambil beberapa pemahaman, antara lain; pertama, pendidikan multikultural tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia. Kedua, pendidikan multikultural mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya. Ketiga, pendidikan yang menghargai
83 84
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama ..., 8. Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural..., 176.
48
49
pluralitas dan heterogenitas. Keempat, pendidikan yang menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. 2. Tujuan Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan kultural yang ada pada diri siswa agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Tujuannnya untuk melatih dan membangun karakter siswa agar bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.85 Melalui pendidikan multikultural diharapkan agar pelajar dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi dapat membebaskan dirinya dari prasangka, bias dan diskriminasi atas nama apapun, baik itu agama, gender, ras, warna kulit, kebudayaan, maupun kelas sosial.
Pendidikan multikultural adalah penerapan
strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran peserta didik agar selalu berperilaku humanis, pluralis dan demokratis.86 Tujuan awal pendidikan mukltikultural
yaitu membangun
wacana pendidikan multikultural di kalangan pendidik, pengambil kebijaksanaan dan mahasiswa. Tujuan akhirnya adalah agar peserta didik mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis.87
85
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pilar Media, 2005 25 M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural..., 5. 87 M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural..., 26. 86
49
50
Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menanamkan kesadaran hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan. Beberapa karakteristik atau nilainilai utama yang ditekankan yakni:
88
(1) Belajar hidup dalam perbedaan (2)
Membangun rasa saling percaya (mutual trust) (3) Saling memahami (mutual understanding) (4) Saling menghargai (mutual respect) (5) Terbuka dalam berfikir (6) Apresiasi dan interdependensi (7) Resolusi konflik (8) Rekonsiliasi nirkekerasan. Menurut H.A.R Tilaar terdapat nilai-nilai dalam pendidikan multikultural. Tiga nilai inti atau core values dari pendidikan multikultural, yaitu: a. Apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat. b. Pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia c. Pengembangan tanggung jawab manusia terhadap planet bumi. Berdasarkan nilai-nilai inti tersebut maka dapat dirumuskan enam
tujuan yang berkaitan dengan nilai-nilai inti tersebut, yaitu (1)
Mengembangkan perspektif sejarah (etnohistorisitas) yang beragam dari kelompok-kelompok masyarakat (2) Memperkuat kesadaran budaya yang hidup di masyarakat (3) Memperkuat kompetensi interkultural dari budaya-budaya yang hidup di masyarakat (4) Membasmi rasisme, seksisme, dan berbagai jenis prasangka (prejudice) (5) Mengembangkan kesadaran atas kepemilikan planet bumi (6) Mengembangkan keterampilan sosial (social action).
88
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama...., 78-84.
50
51
Rumusan tujuan pendikan multikultural juga dapat disimak dari pembahasanpembahasan oleh pengkaji pendidikan multikultural di Indosesia, seperti M. Ainul Yaqin dan Zakiyuddin Baidhawy. Berikut ini adalah
inti sari dari pemikiran
mereka tentang tujuan pendidikan multikultural, yaitu: (1) Membangun paradigma keberagaman inklusif (2) Menghargai keragaman bahasa (3) Membangun sensitif gender (4) Membangun pemahaman kritis terhadap ketidakadilan dan perbedaan status sosial (5) Membangun sikap anti deskriminasi etnik (6) Menghargai perbedaan kemampuan (7) Menghargai perbedaan umur (8) Belajar hidup dalam perbedaaan (9) Membangun sikap saling percaya (10) Membangun sikap saling pengertian (11) Menjunjung sikap saling menghargai (12) Membangun sikap tebuka dalam berpikir (13) Menumbuhkan sikap apresiatif dan interdependensi (14) Resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan. 3. Kurikulum Pendidikan Multikukltural Pembahasan tentang kurikulum pendidikan multikultural menurut Abdullah Aly mencakup 4 (empat)
komponen inti dari kurikulum, yaitu: kompetensi,
materi, proses pembelajaran dan evaluasi dalam kurikulum pendidikan multikultural.89 Kompetensi dari pendidikan multikultural adalah „peserta didik memiliki perspektif multikultural melalui program dan kegiatan pendidikan‟. Materi kurikulum didefinisikan sebagai isu, tema, topik dan konsep yang akan disampaikan kepada peserta didik. Proses pembelajaran dimaksudkan adanya 89
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan I, 2011, ...., 125.
51
52
perubahan cara pandang dari kegiatan pengajaran (teaching process) ke kegiatan pembelajaran (learning process). Sedangkan evaluasi dalam kurikulum pendidikan multikultural adalah tes prestasi (achievement test) yang digunakan untuk mengukur pencapaian kemampuan peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari.90 Para pakar pendidikan multikultural tidak sependapat dalam memilih materi kurikulum pendidikan multikultural. Gary Burnett dan James A. Banks tidak memberi penjelasan rinci, tapi hanya menjelaskan secara garis besar bahwa materi yang dapat diintegrasikan adalah isu, tema, topik dan konsep yang berkaitan dengan multikulturalisme. Sedangkan Donna M. Gollnick dan Philip C. Chinn menjelaskan secara detail tentang materi kurikulum pendidikan multikultural, yaitu: rasisme, seksisme, prasangka, diskriminasi, penindasan, ketidakberdayaan, ketidakadilan, dan stereotip.91 Dalam memilih materi yang berperspektif multikultural, hendaknya menelaah secara kritis buku teks yang akan disampaikan agar tidak terjadi berbagai macam bias. Macam bias yang dimaksud adalah (1) bias yang tidak kelihatan (invisibility) yaitu menekankan pembahasan budaya mayoritas dan mengabaikan budaya minoritas (2) Bias stereotyping yaitu pemberian label kepada kelompok lain baik positif atau negatif. (3) Bias selectivity and balance yaitu penggunaan perspektif budaya mayoritas dan abai terhadap perspektif budaya minoritas. (4) Bias 90 91
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural ...., 125-142. Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural ...., 134.
52
53
unreality yaitu buku teks yang tidak mengacu kepada data yang riil. (5) Bias isolasi (6) Bias bahasa.92 Sedangkan Abdullah Aly berpendapat bahwa mata pelajaran yang dapat dijadikan sarana untuk mendidik yang berjiwa multikultural di Indonesia antara lain adalah Bahasa Indonesia, Pendidikan Seni Nusantara dan Pendidikan Agama.93
92 93
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural ...., 137. Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural ...., 100.
53
54
BAB III PRAKTIK PENDIDIKAN LIBERAL DI PONDOK PESANTREN
A. Pendidikan Liberal di Pondok Modern Gontor Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) adalah sebuah pondok pesantren di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pondok ini mengombinasikan sistem pesantren dan metode pengajaran berkurikulum seperti sekolah. Pondok Modern Gontor mempertahankan sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah metode pengajaran pesantren yang menggunakan sistem watonan (massal) dan sorogan (individu) diganti dengan sistem pembelajaran sekolah umum. Tidak seperti pesantren atau sekolah di Indonesia pada umumnya, para ustadz/guru di Pondok Modern Gontor banyak lulusan S3 dari berbagai perguruan tinggi di luar negeri. Pendidikan dan pengajaran di pondok keseluruhannya menggunakan bahasa arab dan inggris. 1. Gambaran Umum Pondok Modern Darussalam Gontor K.H. Ahmad Sahal (1901-1977), K.H. Zainuddin Fanani (1908-1967) dan K.H. Imam Zarkasyi (1910-1985) yang dikenal dengan sebutan Tri Murti mendirikan Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi saw. Pada saat itu, jenjang pendidikan dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian pada 19 Desember 1936 yang bertepatan dengan tanggal 5 Syawwal 54
55
1355 H, didirikanlah Kulliyatu-l-Muallimin al-Islamiyah (KMI), yang program pendidikannya diselenggarakan selama enam tahun, setingkat dengan jenjang pendidikan menengah.94 Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo saat ini dipimpin oleh K.H. Dr. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A, K.H. Hasan Abdullah Sahal dan K.H. Syamsul Hadi Abdan. Hingga saat ini luas tanah wakaf
pondok secara keseluruhan
mencapai 700-an hektar dengan jumlah santriwan dan santriwati (pusat dan cabang) mencapai 21.300 orang yang tersebar di seluruh nusantara.95 Adapun yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah Gontor pusat (putra) di Ponorogo dengan jumlah santri kurang lebih 4500 orang. 2. Praktik Pendidikan Liberal di Pondok Modern Darussalam Gontor Praktik pendidikan liberal di Pondok Modern Darussalam Gontor secara garis besar dapat diidentifikasi ke dalam tiga hal, yaitu: visi misi, tujuan pendidikan dan sitem pendidkan Pondok Modern Gontor. Proses pembelajaran dan pendidikan di Pondok Modern Gontor meliputi apa yang
dilihat, didengar, dialami dan
dirasakan santri di lingkungan pondok pesantren, itulah yang mendidik mereka. Kegiatan dari bangun tidur hingga tidur lagi yang meliputi kegiatan di asrama, pembelajaran di kelas, berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan intra sekolah akan mempengaruhi pola pikir para santri. Dengan pola pikir yang
94
Tim Redaksi, UNIDA, University of Darussalam, Ponorogo: Darussalam Press, 2014, 2. Tim Redaksi, Wardun,Warta Dunia Pondok Modern Darussalam Gontor,Ponorogo: Darussalam Press, 2014, VIII. 95
55
56
terbentuk, akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Itulah proses pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Karena pada dasarnya pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihanuntuk mencapai pengetahuan serta pemahaman yang lebih tinggi dan optimal.96 a) Visi dan Misi Pondok Pendidikan
Pondok
Modern
Darussalam
Gontor
menekankan
pada
pembentukan pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor. 97 Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam motto Pondok Modern Gontor tersebut mencakup karakter dan tujuan pendidikan liberal. Pertama, berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh pondok kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan; dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman motto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada. Kedua, berbadan sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam pendidikan di Pondok. Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat
96
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, 263. 97 Motto pendidikan tersebut banyak tertulis dan terpampang di gedung/asrama pondok.
56
57
melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh seluruh santri sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Ketiga, berpengetahuan luas. Para santri di pondok dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi, sehingga seseorang akan mengetahui untuk apa ia belajar serta mengetahui prinsip untuk apa ia manambah ilmu. Keempat, berpikiran bebas bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Kebebasan dimaksud adalah tidak boleh menghilangkan prinsip, terutama prinsip sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi petunjuk Ilahi (hidayatullah). Motto ini ditanamkan sesudah santri memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas. Dengan memperhatikan motto pondok tersebut bisa dipahami bahwa ruh kebebasan sudah tertanam pada jiwa santri sejak awal. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang mempunyai akar dan pondasi yang kuat yaitu berbudi luhur, agar para santri tidak terjerumus kepada kebebasan yang absolut dan
57
58
mbruah -lepas kendali- sebagaimana disebut K.H. Imam Zarkasyi. 98 Doktrin inilah yang membuat para santri dan alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor menekuni bidang ilmu dan profesi yang beraneka ragam, seperti petani, pedagang, pengusaha, PNS, TNI, POLRI, politikus, wartawan, kyai, dosen, diplomat, duta besar dan lain sebagainya. Pendidikan liberal mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan. Seperti pernyataan Aristoteles bahwa kebenaran (virtue) itu ada dua, yaitu kebenaran moral (moral virtue) dan kebenaran intelektual (intelektual virtue).99 Kebenaran moral berkaitan dengan karakter, dibentuk melalui kebiasaan. Kebenaran intelektual disebut dengan kebijaksanaan (wisdom). Pendidikan liberal juga memberdayakan individu dengan pengetahuan yang luas dan ketrampilan. Nilainilai luhur yang terkandung di dalam motto Pondok Modern Gontor tersebut sarat dengan
karakter
pendidikan
liberal
yaitu
mencakup
tentang
nilai-nilai
kemanusiaan seperti kebenaran moral (karakter) dan kebenaran intelektual (kebijaksanaan)
dan mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, ketrampilan yang bersifat bebas, berwawasan luas dan terbuka. Selain itu, seluruh kehidupan di Pondok Modern Darussalam Gontor juga didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yang disimpulkan dalam Panca Jiwa Pondok. Panca Jiwa adalah lima nilai yang mendasari kehidupan 98 99
Tasirun Sulaiman, Wisdom of Gontor, Bandung: Mizania, Cetakan I,2009, 81. Steven M. Cahn, Pendidikan Liberal...., 22.
58
59
Pondok Modern Gontor,100 yaitu jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa berdikari, jiwa ukhuwwah Islamiah dan jiwa bebas. Panca jiwa
Pondok Modern Gontor yang dimaksud adalah; pertama,
keikhlasan yang berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Kyai ikhlas mendidik, para pembantu kyai ikhlas dalam membantu menjalankan proses pendidikan dan para santri yang ikhlas dididik. Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang taat, cinta dan penuh hormat.101 Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapan pun. Kedua, kesederhanaan. Kehidupan di pondok diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat.102 Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Di balik kesederhanaan akan terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan dari sinilah muncul dan tumbuh mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan . 100
Tim Redaksi, Diktat Khutbatul Iftitah Pekan Perkenalan Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo: Darussalam Press, tt. 11-14. 101 Tim Redaksi, Diktat Khutbatul Iftitah....11. 102 Tim Penyusun, Serba Serbi Pondok .... 3.
59
60
Ketiga, berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan pesantren kepada para santrinya. Berdikari bukan berarti bahwa santri sanggup belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi pondok pesantren adalah sebagai lembaga pendidikan juga harus sanggup berdikari sehingga tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain . Inilah zelp berdruiping systeem (samasama memberikan iuran dan sama-sama memakai).103 Dalam pada itu, pondok tidaklah bersifat kaku, sehingga menolak orang-orang yang hendak membantu. Semua pekerjaan yang ada di dalam pondok dikerjakan oleh kyai dan para santrinya sendiri, tidak ada pegawai di dalam pondok . Keempat, ukhuwwah islamiah. Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah Islamiah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat kemudian hari. Kelima,
bebas. Yaitu bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam
menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar dan masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan. 103
Tim Penyusun, Serba Serbi Pondok .... 4.
60
61
Akan tetapi dalam kebebasan ini sering kali ditemukan unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah, tujuan dan prinsip. Sebaliknya, ada pula yang terlalu bebas (tidak mau dipengaruhi), berpegang teguh kepada tradisi yang dianggapnya telah pernah menguntungkan pada zamannya, sehingga tidak mau menoleh ke zaman yang telah berubah. Akhirnya dia sudah tidak lagi bebas karena mengikatkan diri pada yang diketahui saja. Maka kebebasan ini harus dikembalikan ke makna yang hakiki yaitu bebas di dalam garis-garis yang positif dengan penuh tanggungjawab; baik di dalam kehidupan pondok pesantren itu sendiri
maupun di dalam kehidupan
masyarakat.104 Jiwa yang meliputi suasana kehidupan Pondok Pesantren itulah yang dibawa oleh santri sebagai bekal utama di dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa ini juga harus dipelihara dan dikembangkan dengan sebaikbaiknya. Dari kelima panca jiwa pondok tersebut di atas, tampak beberapa karakter pendidikan liberal yang muncul di panca jiwa ke-3 yaitu jiwa berdikari dan panca jiwa ke-5 yaitu jiwa bebas. Berdikari dalam arti santri dididik untuk mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Maka karakter pendidikan liberal yang muncul di antaranya adalah menekankan manusia menjadi sebuah subyek yang dapat menentukan garis kehidupannya sendiri
104
Tim Redaksi, Diktat Khutbatul Iftitah.... 14.
61
dan mengajarkan
kebiasaan-
62
kebiasaan, gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk meneruskan mendidik diri sendiri. Sedangkan karakter pendidikan liberal yang muncul pada panca jiwa ke-5 jiwa bebas antara lain; mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berpandangan dan berwawasan luas dan terbuka dan menghasilkan warga negara yang dapat melaksanakan kebebasan politik mereka secara bertanggung jawab. b) Tujuan Pendidikan Pondok Modern Gontor Motto dan panca jiwa pondok di atas selanjutnya dijadikan dasar untuk merumuskan tujuan pendidikan. Adapun tujuan pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor adalah sebagai berikut;105: pendidikan kemasyarakatan, kesederhanaan, tidak berpartai dan menuntut ilmu karena Allah. Tujuan pendidikan Pondok Modern Gontor pertama adalah pendidikan kemasyarakatan. Berlandaskan semboyan, “Muslim yang berbaur dengan orang lain dan bersabar dalam menghadapi mereka, lebih baik daripada muslim yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak bersabar atas penderitaan mereka,” Pondok Modern Gontor menjadi laboratorium kehidupan bagi santri-santrinya. Berbagai macam hal yang akan dihadapi santri di masyarakat, dikenalkan kepada mereka sejak dini di pondok. Penugasan adalah salah satu metode pendidikan di
105
Tim Redaksi, Diktat Khutbatul Iftitah.... 15-20.
62
63
Pondok Modern Gontor. Santri tidak hanya diberi ilmu, tetapi juga diberi ladang untuk mengaplikasikannya dengan bimbingan dan pengawasan ketat dari para guru. Bentuk penugasan dan pendidikan kemasyarakatan tersebut tercermin dengan dibentuknya dua organisasi pelajar intern, yaitu; Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) dan Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) Pondok Modern Gontor. Kedua organisasi itu, bukan hanya penting dalam mendidik santri, bahkan telah menjadi denyut kehidupan santri sendiri. Berbagai kepentingan santri ditangani oleh santri sendiri. Para santri ditempa dalam dua organisasi tersebut dengan sikap disiplin, tanggungjawab, semangat pengabdian dan kebersamaan. Mereka juga dilatih berorganisasi sehingga mampu menjadi pemimpin yang membawa masyarakat ke arah kemajuan. Dari ujuan pendidikan kemasyarakatan ini muncul beberapa karakter pendidikan liberal, diantaranya menanamkan
kebiasaan-kebiasaan, gagasan-
gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk meneruskan mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup. Juga mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan
yang bersifat bebas,
berwawasan luas dan terbuka. Mengembangkan orang terpelajar untuk dapat menggunakan waktu luang mereka dengan baik, apakah mereka berniat untuk
63
64
menjadi ilmuwan atau tidak dan melestarikan serta memperbaiki tatanan sosial yang ada melalui perubahan yang rasional dan bersifat evolusioner. Kedua adalah
kesederhanaan. Pondok Modern Gontor mendidik para
santrinya untuk hidup dengan kesederhanaan. Sikap sederhana berarti menjalani pola hidup wajar dan tidak berlebihan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin atau melarat. Justru dalam jiwa kesederhanaan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Kesederhanaan tidak berarti miskin dan tidak berarti mendidik untuk menjadi miskin, bahkan sebaliknya, kesederhanaan memungkinkan santri untuk hidup jujur, bersih, qanaah, dan sehat secara jasmani dan rohani. Di balik kesederhanaan itulah terdapat kekuatan, tekad, ketabahan, keuletan, dan rasa prihatin terhadap penderitaan. Allah berfirman: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Q.S. Al-Furqon [25]: 67.106 Rasulullah Saw. Bersabda: Makanlah, minumlah, dan kenakanlah pakaian dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak kikir. (HR. Ahmad). Tujuan pendidikan kesederhanaan di Pondok Modern Gontor telah mencakup karakter pendidikan liberal di antaranya mengajarkan kepada santri tentang nilainilai kemanusiaan seperti kebenaran moral (karakter) dan kebenaran intelektual (kebijaksanaan). Juga mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki 106
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an..., 365.
64
65
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia. Tujuan pendidikan ketiga adalah tidak berpartai. Pondok Modern Darussalam Gontor adalah lembaga pendidikan murni yang tidak berafiliasi kepada partai politik ataupun organisasi kemasyarakatan apapun. Sehingga para pemuda yang berasal dari latar belakang organisasi apapun dapat menjadi santri Pondok Modern Gontor dan menuntut ilmu di dalamnya. Bahkan putra-putri dari para tokoh organisasi besar di Indonesia banyak yang menjadi santri Pondok Modern Gontor. K.H. Ahmad Sahal, salah satu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor menegaskan, “Meskipun semua santri dan guru di Pondok ini adalah anak orang Muhammadiyah, Pondok ini tidak akan berubah menjadi Muhammadiyah. Dan meskipun semua santri dan guru di Pondok ini adalah anak orang Nahdhatul Ulama, Pondok ini tidak akan pernah berubah menjadi Nahdhatul Ulama.” Dengan semboyan “Pondok Modern Gontor di atas dan untuk semua golongan,” lembaga ini mendidik santrinya untuk menjadi perekat ummat yang berpikiran bebas. Dan dengan terbebasnya Pondok Modern Gontor dari muatan politis dan kepentingan golongan maka jiwa keikhlasan dalam belajar dan mengajar dapat mengakar pada jiwa para santri dan guru. Dengan demikian, setelah anak tamat dari pendidikan Pondok Modern Gontor, mereka bebas dalam memilih faham aliran, tanpa mengurangi prinsipnya sebagai seorang mukmin. Faktanya, pada saat ini banyak di antara alumni Pondok 65
66
Modern Gontor yang menjadi pengurus dan atau tokoh-tokoh partai politik atau pun organisasi kemasyarakatan besar di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah K.H. Hasyim Muzadi yang pernah diberi amanat untuk menjadi Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama, Dr. Hidayat Nur Wahid pernah menjadi Presiden Partai Keadilan dan Sejahtera dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Dr. Din Syamsuddin sebagai Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Ketua Majelis Ulama Indonesia. Tujuan pendidikan tidak berpartai juga mencakup karakter pendidikan liberal yaitu menanamkan sistem demokrasi. Tujuan pendidikan tidak berpartai ini juga menegaskan bahwa pendidikan adalah
a-politik dan “excellence” merupakan
target utama pendidikan. Karakter pendidikan liberal lainnya yaitu menghasilkan warga negara yang dapat melaksanakan kebebasan politik mereka secara bertanggung jawab. Tujuan pendidikan keempat adalah menuntut ilmu karena Allah. Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki prinsip bahwa pendidikan adalah sarana untuk ibadah thalabul ilmi, bukann sarana untuk memperoleh ijazah sehingga dapat menjadi pegawai. Hal ini tercermin dalam langkah Pondok Modern untuk mendidik santrinya dengan pendidikan berbasis kecakapan mental. Pondok Modern Gontor berkeyakinan bahwa dengan menanamkan mental skill yang kuat, maka para santrinya memiliki jiwa kemandirian yang tinggi.
66
67
Dengan demikian, Pondok Modern Gontor mendidik santrinya untuk lebih mencintai ilmu. Karena menuntut ilmu merupakan bentuk ibadah kepada Allah. Allah Swt berfirman dalam Al-Quran: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama. Q.S. Al-Fathir [35]: 28.107 Dalam ayat lain, Allah Swt menjanjikan kedudukan yang tinggi bagi mereka yang memiliki ilmu. FirmanNya: Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Q.S. Al Mujadilah [58]: 11.108 Allah Swt. Juga berfirman; Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Q.S. Az-Zumar [39]: 9.109 Dengan demikian, sebagaimana berulang kali ditekankan oleh K.H. Imam Zarkasyi selaku pendiri Pondok Modern Gontor, kegiatan pendidikan yang dilaksanakan bukanlah ditujukan untuk mencetak pegawai, tetapi untuk menciptakan para ilmuan yang dapat bergerak di berbagai bidang. Dari tujuan pendidikan ke-lima ini tampak beberapa karakter pendidikan liberal yaitu menekankan manusia menjadi sebuah subyek yang dapat menentukan garis kehidupannya sendiri. Mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak 107
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: Syaamil Al-Quran, 2009,
108
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an.... 543. Departemen Agama RI, Al-Qur‟an....459.
437. 109
67
68
mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berpandangan dan berwawasan luas dan terbuka. Mengembangkan orang terpelajar untuk dapat menggunakan waktu luang mereka dengan baik. Di dalam tujuan pendidikan tersebut juga terdapat program jangka panjang pondok dalam rangka mengembangkan dan memajukan Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor. Maka dirumuskanlah Panca Jangka yang merupakan program kerja pondok dalam memberikan arah dan panduan untuk mewujudkan upaya pengembangan dan pemajuan tersebut. Adapun Panca Jangka110 itu meliputi bidang-bidang berikut : pendidikan dan pengajaran, kaderisasi, pergedungan, khizanatullah (perluasan wakaf) dan kesejahteraan keluarga Pondok.. Pertama, adalah pendidikan dan pengajaran. Maksud jangka ini adalah berusaha secara maksimal untuk meningkatkan dan menyempurnakan pendidikan dan pengajaran di Pondok Modern Darussalam Gontor. Usaha ini tercatat dalam sejarah perjalanan Pondok ini yang dimulai dengan mendirikan Tarbiyatul Athfal pada tahun 1926. Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1936, didirikan Kulliyatul Mu‟allimin Al-Islamiyah, setingkat dengan Sekolah Menengah (Tsanawiyah dan Aliyah). Pada tanggal 17 November tahun 1963 didirikanlah Perguruan Tinggi yang bernama Institut Pendidikan Darussalam (IPD)111 kemudian berganti nama : Institut Studi Islam Darussalam (ISID) dan sekarang menjadi Universitas Islam
110
Tim Penyusun, Serba Serbi Pondok Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo: Staf Sekretariat Pondok Modern Gontor, Edisi ke-V, 1997,36-46. 111 Tim Redaksi, UNIDA.... 2.
68
69
Darussalam (UNIDA) sebagaimana yang dicita-citakan pendiri pondok yang tertulis dalam Piagam Penyerahan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.112 Menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan serta pemahaman yang lebih tinggi dan optimal. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang kemudian dapat memiliki implikasi terhadap siswa agar dapat memiliki pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya melalui kegiatan pembelajarannya. Apa yang
dilihat, didengar, dialami dan dirasakan santri di lingkungan
pondok pesantren, itulah yang mendidik mereka. Dan itulah pendidikan bagi mereka. Kegiatan dari bangun tidur hingga tidur lagi yang meliputi kegiatan di asrama, pembelajaran di kelas, berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan OPPM113 akan mempengaruhi pola pikir para santri. Dengan pola pikir yang terbentuk, akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Itulah proses pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Adapun karakter pendidikan liberal yang tampak pada panca jangka pertama ini adalah mencanamgkan program wajib belajar. Juga mengajarkan kebiasaan112
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, 263. 113 OPPM adalah Organisasi Pelajar Pondok Modern yaitu wadah organisasi santri. Di sekolah umum (SMP/SMA) biasa disebut dengan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah).
69
70
kebiasaan, gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk meneruskan mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup. Mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berpandangan dan berwawasan luas dan terbuka. Kedua, kaderisasi. Sejarah timbul dan tenggelamnya suatu usaha terutama hidup dan matinya pondok pesantren di tanah air, memberikan pelajaran kepada para pendiri Pondok tentang pentingnya perhatian terhadap kaderisasi. Sudah banyak riwayat tentang pondok-pondok yang maju dan terkenal pada suatu ketika, tetapi kemudian menjadi mundur dan bahkan mati setelah pendiri atau kyai pondok itu meninggal dunia. Di antara faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran ataupun matinya pondok-pondok tersebut adalah tidak adanya program kaderisasi yang baik. Bercermin pada kenyataan ini, Pondok Modern Darussalam Gontor memberikan perhatian terhadap upaya menyiapkan kader yang akan melanjutkan cita-cita pondok. Adapun karakter yang muncul dalam panca jangka kedua yaitu menekankan manusia menjadi sebuah subyek yang dapat menentukan garis kehidupannya sendiri. Ketiga,
pergedungan.
Jangka ini memberikan perhatian kepada upaya
penyediaan prasarana dan sarana pendidikan dan pengajaran yang layak bagi para 70
71
santri. Saat ini di pondok modern Gontor pusat (putra) tersedia sebuah lapangan sepak bola, empat lapangan basket, GOR, masjid jami‟ Darussalam, aula pertemuan, dan puluhan gedung asrama, perkantoran dan sekolah. Adapun karakter yang muncul dalam panca jangka ketiga yaitu reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru serta memoderenkan sarana dan prasarana sekolah. Keempat, khizanatullah. Di antara syarat terpenting bagi sebuah lembaga pendidikan agar tetap bertahan hidup dan berkembang adalah memiliki sumber dana sendiri. Sebuah lembaga pendidikan yang hanya menggantungkan hidupnya kepada bantuan pihak lain yang belum tentu didapat tentu tidak dapat terjamin keberlangsungan hidupnya. Bahkan hidupnya akan seperti ilalang di atas batu, “Hidup enggan, mati tak hendak”. Di antara usaha yang telah dilakukan untuk memenuhi maksud ini adalah membentuk suatu badan khusus yang mengurusi dana dan kekayaan pondok bernama Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Badan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM).
114
Yayasan ini mengurusi dan mengembangkan harta wakaf milik
pondok.
114
Pondok Modern Gontor telah menjadi wakaf Islam secara formal pada tahun 1958. Sebagai nadhir adalah Badan Wakaf beranggotakan 15 orang alumni yang dianggap terpercaya untuk meneruskan perjuangan Trimurti.
71
72
Karakter pendidikan liberal yang tampak dalam panca jangka ke-empat sama dengan panca jangka ke-tiga yaitu
reformasi pendidikan dengan membangun
kelas dan fasilitas baru serta memoderenkan sarana dan prasarana sekolah. Kelima,
kesejahteraan
memberdayakan
kehidupan
keluarga para
pondok. keluarga
Jangka.ini yang
siap
bertujuan untuk membantu
dan
bertanggungjawab terhadap hidup dan matinya Pondok secara langsung, sehingga mereka tidak menggantungkan penghidupannya kepada Pondok. Mereka itu hendaknya dapat memberi penghidupan kepada Pondok. Sesuai dengan semboyan : “Hidupilah Pondok dan jangan menggantungkan hidup kepada Pondok”. Adapun karakter yang muncul dalam panca jangka ke-lima yaitu menekankan manusia menjadi sebuah subyek yang dapat menentukan garis kehidupannya sendiri dan mengajarkan masalah etika, kreativitas dan need for achievement sebagai penentu perubahan sosial. c) Sistem Pendidikan Pondok Modern Gontor Sistem pendidikan di Pondok Modern Gontor berbeda dengan madrasah dan pesantren pada umumnya. Lembaga formal Pondok Modern Gontor bernama KMI (Kulliyatul Mu‟allimin al-Islamiyyah), dengan kurikulum KMI yang mengadopsi kurikulum tingkat dasar dan menengah di Mesir, kurikulum kemenag dan kemendiknas. Tidak ada lembaga madrasah (MTs maupun MA) namun juga tidak ada ujian paket atau persamaan. Ijazah KMI disamakan dengan SMA, MA atau
72
73
yang sederajat bahkan mendapatkan muadalah untuk bisa masuk kuliah di negaranegara Timur Tengah. Adapun kegiatan ekstrakurikuler di Pondok Modern Gontor dikoordinir oleh organisasi siswa intra sekolah yang bernama OPPM (Organisasi Pelajar Pondok Modern) dan KGP (Koordinator Gerakan Pramuka) yang khusus menangani kegiatan pramuka. Di Pondok Modern Gontor juga terdapat lembaga bimbingan kesiswaan yang bernama Pengasuhan Santri. Sedangkan OPPM dan KGP secara struktural berada di bawah lembaga Pengasuhan Santri. Secara garis besar sistem pendidikannya dibagi menjadi tiga; pendidikan formal di KMI, organisasi santri OPPM dan KGP, serta Pengasuhan Santri. Pertama, Kulliyatul Mu‟allimin al- Islamiyah (KMI). Kulliyatul Mu‟allimin al-Islamiyyah (KMI) adalah Sekolah Pendidikan Guru Islam, hampir sama dengan Sekolah Noormal Islam, di Padang Panjang, di mana K.H. Imam Zarkasyi pernah belajar dan menjabat direktur di sekolah tersebut. Model ini kemudian dipadukan ke dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Pelajaran agama dan umum diberikan secara seimbang dalam jangka 4-6 tahun.115
a. Pembelajaran di KMI
115
http://wardun.tripod.com, diakses tanggal 1 Mei 2015
73
74
Masa belajar di Kulliyatul Mu‟allimin al- Islamiyah (KMI) yaitu enam tahun untuk program reguler dan empat tahun untuk program intensif. Siswa yang duduk di kelas satu reguler bisa berumur 12 tahun (minimal berijazah SD) hingga tak terbatas. Artinya seseorang yang berusia 25 tahun pun boleh dan mau belajar di KMI kelas satu. Adapun kelas intensif diperuntukkan bagi siswa minimal berijazah SMP atau MTs dan maksimal tak terbatas dengan jenjang belajar kelas I intensif, kelas III intensif, kelas V dan kelas VI. Bahkan beberapa siswa yang sudah sarjana pun ikut belajar di kelas satu baik reguler maupun intensif. Siswa kelas reguler dan intensif akan bertemu dan bercampur kelak kemudian di kelas VVI. Rombongan belajar (kelas) di KMI diseleksi berdasarkan prestasi akademik. Para santri yang berprestasi (memiliki nilai yang bagus) akan menduduki kelas B atau C. Semakin buruk prestasinya, semakin rendah abjad kelasnya. Kelas H/I/J/K dan seterusnya bisa dipastikan prestasi akademiknya semakin buruk. Pada saat ini di KMI terdapat tujuh bagian yakni Bagian Proses Belajar Mengajar (PBM), Bagian Pembinaan Karir Guru, Bagian Penelitian dan Pengembangan Kurikulum, Bagian Sarana dan Prasarana, Bagian Perpustakaan, Bagian Laboratorium dan Bagian Tata Usaha. Masing-masing bagian beranggotakan para guru senior dengan dibantu beberapa staf KMI. 116
116
Tim Redaksi, Wardun,Warta ..., 4.
74
75
Yang menarik dari KMI ini adalah bagian Litbang Kurikulum dan Bagian Laboratorium KMI. KMI Gontor selama ini tidak menggunakan kurikulum diknas maupun kemenag, tetapi menggunakan kurikulum yang dibuat sendiri oleh bagian Litbang kurikulum KMI. Adapun Bagian Laboratorium KMI dibentuk sejak dibangunnya fasilitas laboratorium eksakta. Fungsinya ialah memaksimalkan pemanfaatan laboratorium tersebut dengan mendirikan exact club, sehingga dapat melakukan penelitian, eksperimen dan study tour eksakta. Agenda yang sudah dilaksanakan antara lain Laboratorium Science Expo yang meliputi stan fisika, biologi, kimia dan komputer. b.
Kegiatan Rutinitas KMI Kegiatan rutin harian diantaranya adalah tabkir, yaitu pengawasan terhadap
disiplin masuk kelas siswa di pagi hari oleh staf KMI dan supervisi pembelajaran di kelas mulai pukul 07.00-12.15. Kegiatan mingguan KMI adalah supervisi setiap hari Kamis yang biasa disebut dengan istilah Kamisan, yaitu pertemuan guru-guru dengan Pimpinan Pondok dan Direktur KMI. Tujuannya adalah menyamakan persepsi dalam berkhidmah kepada pondok. Materi utamanya adalah pidato Pimpinan
Pondok
tentang
internalisasi
dan
aktualisasi
nilai-nilai
kepondokmoderrnan dan keislaman. Kemudian Direktur KMI menyampaikan laporan/supervisi pembelajaran selama sepekan berjalan. Sedangkan agenda ulangan semester sejak berdirinya KMI sampai sekarang tidak pernah berubah jadwalnya. Ulangan akhir semester gasal terdiri dari ujian 75
76
syafahi dan tahriry (diistilahkan dengan ujian pertengahan tahun) kelas I-V selalu dilaksanakan pada pertengahan bulan Shafar dan berakhir tanggal 8 Rabiul Awwal.117 Dan ujian akhir semester genap (ujian akhir tahun) kelas I-V selalu diadakan pada akhir bulan Rajab dan berakhir tanggal 19 Sya‟ban, karena mereka harus pulang berlibur tanggal 20 Sya‟ban – 10 Syawwal. Karakter pendidikan liberal yang ditemukan dalam proses pembelajaran dan kegiatan rutin KMI ini mencakup nilai-nilai kemanusiaan seperti kebenaran moral (karakter) dan kebenaran intelektual (kebijaksanaan), pemapanan tujuan-tujuan behavioral dalam kegiatan belajar serta mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan,
gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup. Membentuk kelas unggulan, reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan sarana dan prasarana sekolah, menyehatkan rasio murid-guru, meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan dan mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, ketrampilan yang bersifat bebas, berwawasan luas dan terbuka, menggunakan waktu luang dengan baik dan mendorong munculnya kemanusiaan yang sama di antara sesama. c. Kurikulum KMI 117
Liburan pertengahan tahun selama 10 hari dan pada hari peringatan maulid nabi, para santri mesti sudah berada di rumah.
76
77
Kurikulum yang diberlakukan di lembaga KMI bukan kurikulum pendidikan nasional maupun kurikulum kementerian agama. Kurikulum KMI mengadopsi kurikulum tingkat dasar dan menengah di Mesir, kurikulum kemenag dan kemendiknas. Mata pelajaran agama (al ulum al-diniyyah) dan mata pelajaran umum (al ulum al-aqliyyah) diberikan secara seimbang. Semua mata pelajaran tersebut dipelajari di KMI dengan sistem bilingual. Seluruh rangkaian mata pelajaran bahasa Inggris diterangkan menggunakan bahasa Inggris dan seluruh mata pelajaran agama diterangkan dengan menggunakan bahasa arab. Bahkan para santri diwajibkan memiliki kamus Inggris Advance Oxford dan kamus Arab al-Munjid. Di kelas 5 KMI, diperkenalkan perbandingan madzhab (Bidayatul Mujtahid Ibnu Rusyd), perbandingan agama (al-adyan) dan sebagainya yang membuat santri berpandangan luas dan tidak terjerumus fanatisme dengan golongan tertentu (berpikiran bebas). Lembaga KMI merupakan representasi pendidikan liberal dalam bidang kurikulum sebagaimana ditegaskan Mortimer J. Adler dan Steven M. Cahn, bahwa kurikulum pendidikan liberal mengacu kepada kurikulum liberal arts yaitu, para peserta didik diwajibkan mempelajari semua dasar ilmu sejarah, sosial, sastra, tata bahasa arab dan inggris (nahwu,shorof,grammar), mantiq (logika), berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, geometri dan sebagainya.
77
78
Selain kegiatan tersebut di atas, terdapat puluhan kegiatan lain yang memuat karakter pendidikan liberal, di antaranya; fathul kutub, kasyfu al-Mu‟jam (alMunjid), praktik manasik haji, insya‟ usbu‟i, cerdas cermat dan lain sebagainya. Kedua, organisasi santri yaitu OPPM dan KGP. Seluruh kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan harian di Pondok Modern Gontor di luar jam pembelajaran KMI, dilaksanakan, diawasi dan dikoordinir oleh Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) yang dijalankan oleh santri kelas lima atau kelas enam selaku pengurus. OPPM inilah motor penggerak aktifitas dan disiplin pondok. Selain OPPM, juga terdapat Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) yang secara khusus menangani kegiatan pramuka di Pondok Modern Gontor. Kegiatan pramuka wajib diikuti oleh seluruh santri kelas I sampai kelas V yang rutin dilaksanakan setiap hari Kamis sore. 1. Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) sebagai organisasi intra sekolah untuk siswa Kulliyatu-l-Mu‟allimin Al-Islamiyah (KMI) adalah wadah pembinaan dan penampung kreativitas santri dalam latihan berorganisasi. OPPM yang didirikan pada tanggal 6 Juli 1967 sebagai sarana pendidikan karakter santri juga dimaksudkan sebagai sarana agar santri siap memimpin dan mau dipimpin serta mencetak kader pemimpin umat yang kompeten dalam mengatur organisasi. Organisasi ini menggerakkan aktivitas santri di luar kelas, baik ko-kurikuler maupun ekstrakurikuler; di asrama maupun di luar asrama. 78
79
Keberadaan OPPM tidak terpisahkan dari kehidupan santri sehari-hari, sebab OPPM mengurus dan menggerakkan seluruh aktivitas santri sehingga para santri dapat belajar mengurus diri sendiri secara mandiri dan bertanggung jawab. Layaknya
organisasi
pemerintah,
organisasi
OPPM
memiliki
21
departemen/bagian yang mengurusi semua bidang kehidupan di pondok dengan 383 pengurus.118 Selain itu, OPPM juga membawahi beberapa organisasi, antara lain: organisasi asrama (19 asrama), organisasi konsulat/daerah (36 konsulat), serta sejumlah kursus kesenian, keolahragaan, kebahasaan, ketrampilan dan lain-lain. Bertindak sebagai pembimbing adalah staf Pengasuhan Santri. a. Musyawarah Kerja (Muker) OPPM Merupakan agenda rutin tahunan yang diikuti oleh pengurus OPPM beserta seluruh Kelas 5 adalah Musyawarah Kerja (Muker) yang diadakan setiap awal bulan Ramadhan untuk mengevaluasi kinerja pengurus OPPM dan membuat program kerja untuk satu tahun kedepan. Acara ini semacam “sidang parlemen“ bagi kepengurusan OPPM dalam rangka merancang program kerja selama setahun mendatang serta evaluasi hasil usaha dan kegiatan tiap-tiap bagian OPPM beberapa bulan sebelumnya. Sebagaimana musyawarah kerja pada umumnya, Muker OPPM juga dibagi menjadi tiga bagian: Sidang Pleno, Sidang Komisi dan Sidang Paripurna. Terlibat aktif dalam acara tersebut seluruh siswa
118
Tim Penyusun, Buku Panduan Musyawarah Kerja OPPM Darussalam Gontor, Ponorogo: Sekretariat OPPM, 2014, 198-211.
79
80
kelas lima dan seluruh pengurus OPPM. Muker OPPM berlangsung sejak awal bulan hingga pertengahan bulan Ramadhan. Muker OPPM merupakan sarana pelatihan bagi para santri untuk belajar menjadi anggota dewan legislatif dan eksekutif yang jujur, siap dikritik dengan kritik yang objektif dan membangun. Dalam pelaksanaan muker, mereka dibimbing oleh dewan guru yang sekaligus berperan sebagai nara sumber dan pengarah (steering comittee) agar orientasi peserta menjadi jelas dan terarah. b. Laporan Pertanggungjawaban dan Serah Terima Jabatan Masa bakti/kerja pengurus OPPM adalah satu tahun. Setelah itu tongkat estafet kepengurusan diserahterimakan kepada pengurus baru. Hal ini dikarenakan mengikuti slogan dan tradisi pondok, yakni: “Patah tumbuh hilang berganti.
Sebelum
patah
sudah
tumbuh,
sebelum
hilang
sudah
berganti;” dan “Mau dipimpin, siap memimpin.” Sebagai sarana pendidikan, serah terima amanat pengurus tersebut diadakan secara seremonial dan resmi di depan Pimpinan Pondok, para guru, dan seluruh siswa KMI sebagai anggota OPPM. Sebelum dilakukan serah terima, masing-masing bagian pengurus lama melaporkan hasil kegiatan yang telah dikerjakan selama periode kepengurusan masing-masing di hadapan seluruh santri dan Pimpinan Pondok beserta ketuaketua lembaga dan bapak-bapak guru. Materi laporan mencakup banyak hal,
80
81
seperti personalia, inventaris, hasil usaha, program dan hambatannya, serta laporan keuangan. Tidak semua departemen dalam OPPM memiliki hasil usaha yang bersifat profit. Ada yang sanggup meraup keuntungan ratusan juta hingga milyaran (Bagian Toko Koperasi Pelajar, Bagian Koperasi Dapur, Koperasi Warung Pelajar), ada yang hanya untung kurang lebih Rp 10 juta (Bagian Foto Copy dan Bagian Fotografi), bahkan sebagian besar justru tidak bisa menghasilkan keuntungan sama sekali. Bagian-bagian tersebut memang ditujukan hanya untuk pelayanan saja, seperti Bagian Penerima Tamu, Bagian Pengajaran, Bagian Kesenian, Bagian Olahraga, dan lain sebagainya. Suatu hal yang sangat menakjubkan, bahwa siswa yang rata-rata berusia 20 tahunan itu harus mempertanggungjawabkan peredaran uang yang cukup besar di seluruh bagian OPPM hingga mencapai Rp 10 milyar. Seluruhnya dilaporkan secara detail pada Laporan Pertanggungjawaban di hadapan Pimpinan Pondok, bapak guru, dan seluruh santri sesuai dengan prinsip manajemen terbuka (open management) yang dianut Pondok Modern Darussalam Gontor. Di sela-sela Laporan Pertanggungjawaban, Pimpinan Pondok selalu memberikan evaluasi jika ada beberapa pelajaran penting dalam berorganisasi yang perlu diketahui oleh santri karena fungsi Laporan Pertanggungjawaban OPPM bagi Pondok Modern Gontor adalah pendidikan. Mengingat pentingnya acara tersebut, pondok meliburkan pembelajaran KMI selama 3 hari. Sebab 81
82
momen ini sama pentingnya dengan pembelajaran di kelas sebagaimana Pondok mengajarkan bahwa apa yang dilihat, didengar, dialami dan dirasakan adalah pendidikan. Acara pergantian pengurus OPPM ini biasanya dilaksanakan pada bulan Jumadil Ula karena kelas VI akan menghadapi ujian akhir, amaliyah tadris (micro teaching) dan kelulusan pada bulan Ramadhan. c. Kursus Pelatihan dan perlombaan OPPM
memiliki 21 departemen yang terdiri dari Ketua, Sekretaris,
Bendahara dan 18 departemen yaitu Keamanan, Pengajaran, Ta‟mir masjid, Penerangan,
Penggerak
Bahasa,
Kesehatan,
Olahraga,
Perpustakaan,
Penerimaan Tamu, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Koperasi Warung Pelajar, Kesenian, Ketrampilan, Binatu, Fotografi, Fotokopi dan Bersih Lingkungan. Selain Muker dan pergantian pengurus, OPPM juga memiliki ratusan agenda lain yang dikelola oleh masing-masing departemen di mana sangat bermanfaat bagi pembentukan pola pikir santri. Misalnya pembagian madu dan susu untuk santri, art and handycraft show and sport show, penataran manajemen dan keorganisasian, public speaking contest, english and arabic drama contest, Gontor olympiad dan lain sebagainya.. Namun yang paling menarik dari ratusan agenda tiap departemen tersebut adalah even Gontor Cup dan Public Speaking Contest. Gontor Cup adalah pertandingan di bidang olahraga yang dikelola oleh bagian olahraga. Even ini 82
83
melibatkan puluhan grup olahraga terdiri dari grup sepak bola, bola volly, basket, tenis meja, badminton, sepak takraw, futsal, senam, panco dan sebagainya. Layaknya Pekan Olahraga Nasional maupun SEA GAMES, masing-masing klub berebut untuk menjadi juara. Dan kesemuanya itu berlangsung tanpa mengganggu proses pembelajaran dan kegiatan harian pondok. Semuanya berlangsung dengan menggunakan bahasa Arab atau Inggris. Bagitu juga dengan Public Speaking Contest. Seleksi dimulai dari club masing-masing, terus ke level beikutnya hingga empat kali seleksi. Kedua even tersebut dibidani oleh kelas V dan VI. Sedangkan para ustadz bertindak hanya sebagai dewan juri pada tingkat final. Karakter pendidikan liberal yang tampak dalam Organisasi Pelajar Pondok Modern beserta seluruh agendanya mencakup masalah etika, kreativitas dan need for achievment. Karakter ini muncul pada kegiatan berupa kursus ketrampilan yang menanamkan kreatifitas. Menanamkan
kebiasaan-kebiasaan, gagasan-
gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk meneruskan mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup. Hal ini terlihat dalam kiprah kepengurusan para santri kelas V-VI yang terlibat dalam kepengurusan OPPM. Bercirikan dialog, mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berwawasan luas dan terbuka. Melaksanakan kebebasan politik secara bertanggung jawab, dapat menggunakan waktu luang 83
84
dengan baik dan mendorong munculnya kemanusiaan yang sama di antara sesama. Karakter ini sangat menonjol pada acara Muker dan laporan pertanggungjawaban. 2. Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) adalah wujud riil sarana pendidikan karakter santri Pondok Modern Darussalam Gontor. Cikal bakalnya adalah terbentuknya Kepanduan "Bintang Islam" oleh K.H. Ahmad Sahal dengan agenda latihan antara lain : ketrampilan kepramukaan, latihan seni, penjelajahan, pertanian, peternakan, kepemimpinan dan lain sebagainya. Sekarang, kegiatan kepramukaan di Pondok Modern Gontor ditangani oleh Koordinator Gugus Depan 15089 Pondok Modern Gontor di bawah bimbingan dan pengawasan Majelis Pembimbing Koordinator Harian (Mabikori). Berikut ini gambaran kegiatan rutin tahunan yang diagendakan KGP. a. Rapat Kerja Koordinator (RAKORD) Sebagai bukti bahwa Gerakan Pramuka di Pondok Modern Gontor merupakan wadah pendidikan berorganisasi bagi para santri, diselenggarakan Rapat Kerja Koordinator (Rakord) dengan agendan membahas program kerja Koordinator Pramuka untuk kurun waktu satu tahun mendatang. Kegiatan ini diikuti oleh semua siswa kelas V baik sebagai pengurus KGP maupun pembantu pembina. Rapat yang biasanya berlangsung pada bulan Ramadhan ini terdiri dari tiga persidangan: Sidang Pleno, Sidang Komisi dan Sidang
84
85
Paripurna di bawah bimbingan Mabikori, Mabigus dan staf pengasuhan santri yang masing-masing bertindak selaku steering committee. b. Musyawarah Gugus Depan (MUGUS) Dalam rangka mengevaluasi program lama dan menyusun program baru sekaligus mengesahkannya, setiap Gudep mengadakan Musyawarah Gugus Depan (Mugus) sekali setahun. Musyawarah yang diselenggarakan dalam rangka pergantian Pembina Gugus Depan (Bindep) ini, diikuti oleh seluruh pembantu pembina, andika laksana II, pemimpin sangga, pemimpin regu dan Mabigus. Dalam acara mugus ini Bindep lama membacakan laporan pertanggungjawaban dilanjutkan dengan serah terima amanat, pembahasan program kerja baru untuk masa satu tahun yang akan datang beserta pengesahannya. c. Kursus dan Pelatihan Dalam upaya meningkatkan kualitas pembina dan peserta didik gerakan pramuka di Pondok Modern Gontor, diselenggarakan berbagai kursus antara lain; Pertama, yaitu Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar disebut juga Kursus Mahir Dasar (KMD) yang bekerjasama dengan Kwartir Cabang Ponorogo. Kursus ini biasanya berlangsung selama 7 hari; 4 hari di dalam kampus dan tiga hari di bumi perkemahan. Kedua, Masa Pengembangan dan Pemantapan (MPP) sebagai kelanjutan KMD dengan terjun langsung di Gudep masing-masing. MPP ini berlangsung 85
86
selama 6 bulan dan merupakan syarat mengikuti jenjang kursus yang lebih tinggi yaitu Kursus Mahir Lanjutan (KML). Ketiga, untuk meningkatkan kualitas pembina, menumbuhkan kepercayaan diri, memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam mengasuh peserta didik dan membentuk tenaga pramuka mahir tingkat lanjutan maka Gudep 15089 bekerjasama dengan Kwartir Cabang Kabupaten Ponorogo mengadakan Kursus Mahir Lanjutan (KML). Kursus ini adalah lanjutan dari KMD. Keempat, Marching Band yang selalu tampil dalam berbagai acara penting pondok, seperti : Penyambutan tamu, Khutbatul Arsy, Pembukaan dan Penutupan Porseni, Peringatan HUT Kemerdekaan RI, dan lain-lain. Kelima, Search and Rescue (SAR). Gudep 15089 mengadakan latihan Search And Rescue (SAR) di Pangkalan Udara (Lanud) Iswahyudi Maospati, tepatnya di Markas Besar PASKHAS. Latihan ini bertujuan menyalurkan minat dan bakat anggota Gudep 15089. Latihan yang diasuh langsung oleh personil PASKHAS TNI AU ini meliputi penggemblengan fisik, mental dan ketrampilan tolong-menolong dalam kecelakaan yang meliputi; Ilmu Medan Peta dan Kompas (IMPK), P3K, Parking Master, Ketrampilan naik turun tebing, dan lain-lain. d. Kegiatan lain Dalam rangka memeriahkan acara Pekan Perkenalan/Khutbatul Arsy di Pondok Modern Darussalam Gontor maka diselenggarakan Lomba Perkemahan 86
87
Pramuka Penegak dan Penggalang (LP3). Acara ini diikuti Gudep 15089 Pondok Modern Gontor dan beberapa regu dan sangga dari Pondok Cabang dan Pesantren Alumni. Kegiatan ini di samping bertujuan mempererat tali silaturrahim antara santri Pondok Modern Gontor dan Pondok-pondok alumni juga bertujuan mengenalkan kepada santri baru tentang kegiatan kepramukaan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Selain LP3 ada agenda Perkajum. Untuk mengenalkan kegiatan kepramukaan Pondok Modern Gontor dan media dakwah kepada masyarakat, Koordinator Gerakan Pramuka secara rutin mengadakan acara Perkemahan Kamis Jum'at (Perkajum) di luar kampus. Selain itu, KGP juga mengirim Kontingen ke Jambore Nasional dan Internasional, berpartisipasi dalam LP3 Regional IX Jawa Timur, mengikuti Pelatihan Pengembangan Kepemimpinan, latihan panjat tebing dan berbagai kegiatan lain yang sangat bermanfaat bagi santri dan masyarakat. Karakter pendidikan liberal yang muncul dalam Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) yang padat dengan kegiatan tersebut sangat beragam, yaitu mencakup masalah etika, kreativitas dan need for achievment. Juga menanamkkan kebiasaan-kebiasaan, gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup. Hal ini terlihat di dalam kegiatan Gudep yang membawahi 15 regu besar dan berbagai macam kursus dan pelatihan yang diselenggarakan KGP. 87
88
Bercirikan dialog, mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas dan berwawasan luas
terbuka.
Melaksanakan kebebasan politik secara bertanggung jawab, dapat menggunakan waktu luang dengan baik dan mendorong munculnya kemanusiaan yang sama di antara sesama. Karakter ini muncul pada acara Rakord dan Mugus. Ketiga, pengasuhan santri119 adalah lembaga yang mengatur pola disiplin serta tatanan kehidupan santri dan pondok secara menyeluruh. Lembaga ini ditangani langsung oleh pengasuh Pondok dan di dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh staf pengasuhan santri. Tugas lembaga ini sangat luas yaitu mencakup kehidupan santri di luar jam sekolah. Tugas Pengasuhan Santri adalah memberikan bimbingan, pengajaran dan pengembangan kepada para santri yakni aktivitas ekstra kurikuler yang meliputi keorganisasian, kepramukaan, bahasa, disiplin, olahraga, ketrampilan, kesenian, akhlak dan ibadah. Termasuk dalam pengawasan lembaga ini adalah kegiatan santri yang meliputi seluruh kegiatan yang dikelola oleh Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) dan Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) serta santri mahasiswa di tingkat perguruan tinggi yang kegiatannya dikelola oleh Dewan Mahasiswa (DEMA).
119
Di lembaga sekolah SMP/MTs/SMA/MA dikenal dengan istilah BP (Bagian Penyuluhan) dan BK (Bagian Konseling)
88
89
Bagi Pondok Modern Gontor, pendidikan bukan hanya di dalam kelas saja, melainkan pengawasan terhadap kehidupan santri selama 24 jam penuh di pondok. Itulah sarana yang tepat dan strategis untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan Islami yang mengacu kepada nilai dan filsafat hidup pondok yang tertuang dalam panca jiwa; keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwwah Islamiyah dan jiwa kebebasan. Alatnya adalah disiplin. Dalam menegakkan disiplin santri, pondok lebih menekankan pada pendekatan kesadaran dan tindakan preventif dengan meminimalkan hukuman fisik. a. Kegiatan Rutin Lembaga
Pengasuhan
Santri
berfungsi
sebagai Guidance
and
Counseling, yakni membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi santri melalui bapak-bapak guru wali kelas dan para pembimbing. Adapun kegiatan Pengasuhan Santri antara lain sebagai berikut: kegiatan harian yaitu mengontrol jalannya disiplin santri, melaksanakan ujian imamah dan tajaddud untuk siswa kelas VI, memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi santri akhir dan kelas V, mengadakan kontrol terhadap fasilitas dan sarana santri dan mengontrol jalannya pelajaran sore.
b. Kegiatan Tengah Tahunan Adapun kegiatan tangah tahunan diantaranya; membentuk panitia penjemputan santri pada akhir masa liburan yang bertugas menyambut 89
90
kedatangan para santri di terminal bis Ponorogo dan stasiun kereta api Madiun. Mengadakan pengecatan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan di pondok bekerja sama dengan bagian pelaksana pembangunan, menulis raport mental pada tiap semester, membimbing kepanitiaan bulan Ramadhan dan kepanitiaan bulan Syawwal dengan segala kegiatannya, seperti penerimaan siswa baru, penjemputan santri lama, pembagian rayon/asrama bagi siswa lama, pelayanan tamu dengan mendirikan kafe yang dikelola oleh santri kelas enam dan memaksimalkan sistem keamanan dengan mendirikan tenda-tenda jaga di tempat-tempat strategis. c. Kegiatan Tahunan Sedangkan kegiatan tahunan yang dikelola Pengasuhan Santri adalah membimbing kepanitiaan pekan perkenalan Khutbatul Arsy120 seperti; pengajaran lagu Hymne “Oh Pondokku”, Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI), apel Tahunan Pondok Modern, kuliah umum Khutbatul „Arsy, Jambore dan Raimuna antar pondok alumni, festival lagu dan poetry reading, pentas Aneka Ria Nusantara dan Demonstrasi Bahasa.121 Laporan Panitia Bulan Syawwal dan serah terima jabatan dari Panitia Bulan Syawwal ke OPPM,
120
Masa Oreintasi Siswa (MOS) diistilahkan dengan Pekan Perkenalan dan Khutbatul Arsy di Pondok Modern Gontor. 121 Menampilkan aneka ragam budaya nasional dan internasional.
90
91
pentas drama arena siswa Kelas V, pentas seni Sidasa Band dan Mahadasa Band (pop dan dangdut)122 dan pentas Panggung Gembira siswa kelas VI.123 Pengasuhan Santri juga membentuk panitia kurban untuk membagikan dagingnya kepada masyarakat sekitar, desa binaan, pekerja, simpatisan, santri dan guru KMI. Mengadakan Peringatan Tahun Baru Hijriah, melaksanakan puasa Asyura‟ bersama segenap keluarga besar Pondok dan melaksanakan upacara peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Adapun karakter pendidikan liberal yang tampak di dalam rangkaian kegiatan yang dikelola dan dimotori bagian pengasuhan santri, dalam hal ini kegiatan kepanitiaan bulan Syawwal dan khutbatul arsy dengan seluruh agendanya, adalah menanamkan nilai-nilai kemanusiaan seperti kebenaran moral (karakter) dan kebenaran intelektual (kebijaksanaan) serta mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan,
gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk mendidik diri sendiri. Para santri dididik untuk beertanggung jawab dengan segala kejujuran, kerja keras dan penuh disiplin. Sedangkan di dalam kegiatan rutin harian yang berkenaan dengan kedisiplinan, ibadah dan kesopanan sangat erat dengan mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan 122
yang bersifat bebas,
Sidasa band ditampilkan oleh siswa kelas III intensif dan kelas IV, sedangkan Mahadasa Band ditampilkan oleh para ustadz dengan lagu pop, rock dan dangdut. 123 Panggung Gembira adalah acara puncak kesenian yang paling ramai dan megah. Biaya penyelenggaraan ditanggung siswa kelas VI hingga mencapai ratusan juta rupiah.
91
92
berwawasan luas dan terbuka serta mendidik agar dapat menggunakan waktu luang dengan baik dan mendorong munculnya kemanusiaan yang sama di antara sesama. 3. Peran Pengasuh Pondok Dalam Praktik Pendidikan Liberal di Pondok Modern Gontor K.H. Dr. Abdullah Syukri, M.A. lahir di Gontor pada tanggal 19 September 1942. Dia adalah putra pertama dari K.H. Imam Zarkasyi salah seorang Trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Menamatkan Sekolah Dasar di desa Gontor pada tahun 1954. Setelah menamatkan Kulliyatu-l-Mu'allimin Al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Darussalam Gontor pada tahun 1960 melanjutkan studi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga mendapatkan gelar Sarjana Muda tahun 1965. Adapun gelar Lc. didapat dari Al Azhar University Kairo Mesir pada tahun 1976. Kemudian melanjutkan studi di lembaga yang sama hingga meraih gelar MA ada tahun 1978. Dan mendapat gelar Doctor Honoris Causa pada 2005 dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah ayahnya, K.H. Imam Zarkasyi wafat pada tahun 1985, dia meneruskan perjuangan
dan
kepemimpinan
Pondok
Modern
Gontor.
Di
bawah
kepemimpinannya, jumlah santri dan pondok cabang meningkat dengan pesat. Pertama beliau menjadi pengasuh/pimpinan Pondok Modern Gontor, jumlah santrinya kurang lebih 3000 orang. Hingga saat ini luas tanah wakaf pondok secara keseluruhan mencapai 700-an hektar dengan jumlah santriwan dan 92
93
santriwati (pusat dan cabang) mencapai 21.300 orang yang tersebar di seluruh nusantara. Dia selalu menekankan kepaada santri Pondok Modern Gontor jiwa perjuangan, sehingga terjadi keseimbangan dalam memperebutkan hak dan kewajiban. Sebab kalau manusia hanya memperebutkan hak saja, mereka termasuk orang tamak yang tidak mengerti kepentingan perjuangan. Yang paling parah, ketika perjuangan itu justru dijadikannya sebagai alat untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri. Padahal Allah Swt. telah berfirman: in tanshurullah yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum. Kalau kita memenangkan Allah, maka Allah akan memenangkan kita bahkan senantiasa menguatkannya. Harta akan dikuatkan, kesehatan dikuatkan, tubuh dikuatkan dan ilmu juga akan dikuatkan. “Jadi, manusia akan dikuatkan dengan catatan in tanshurullah. Tetapi kalau yang dilakukannya itu yanshuru nafsahu wa yanshuru qabilatahu wa ailatahu, manusia-manusia model seperti ini tidak berbuat untuk Allah, dan Allah pasti tahu apa yang mereka niatkan,” tuturnya menjelaskan. “Maka dalam mengarungi lautan ilmu, lautan perjuangan, lautan pengalaman dan lautan hati kita sendiri, kita harus benar-benar memperbaiki dan menguatkan niat,” tandasnya. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi tidak hanya berjuang dengan ucapan dan tindakannya saja, melainkan juga melalui tulisan. Banyak sekali karya tulis yang sudah ditelorkannya. Di antaranya adalah; 93
94
a) Pokok-Pokok Pikiran untuk Perubahan Pendidikan Nasional. b) Refleksi dan Rekonstruksi Pendidikan Islam: Model Pendidikan Pesantren Ala Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. c) Menggali Sumber Keuangan Madrasah : Strategi dan Teknik. d) Pengelolaan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. e) Pengelolaan Pendidikan dan Pengajaran di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. f) Pola Pendidikan Pesantren Sebuah Alternatif. g) Strategi dan Pola Manajemen Pendidikan Pesantren. h) Optimalisasi Peran Sektor Pendidikan dalam Pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia. i) Etika Bisnis dalam Islam dan Relevansinya Bagi Aktivitas Bisnis di Dunia Pendidikan Pesantren: Studi Kasus Pondok Modern Darussalam Gontor. j) Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Modern Gontor. k) Optimalisasi Peran Sektor Pendidikan dalam Pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia: Pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor. l) Pendidikan Pesantren di Era Modern. m) Peran Agama dan Budaya Islam dalam Mendorong Perkembangan Iptek. Dan masih banyak buku maupun artikel yang ditulisnya. Selain menulis buku, banyak pengalaman berorganisasi K.H. Abbbdullah Syukri yang patut dicontoh oleh para santrinya, antara lain; 94
95
a) Pengurus HMI Cabang Ciputat – Jakarta (1964). b) Pengurus HPPI (Pelajar Islam) Cairo (1971). c) Pengurus PPI Den Hag – Belanda (1975). d) Pimpinan Pondok Modern Gontor (1985 – sekarang). e) Ketua Majlis Ulama Indonesia Kab. Ponorogo. f) Ketua Badan Silaturrahmi Pondok Pesantren Jawa Timur (1999 – sekarang). g) Ketua Forum Silaturrahmi Umat Islam Ponorogo (1999 – sekarang). h) Ketua MP3A Depag (Majlis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (1999 – sekarang). i) Dewan Penasehat MUI Pusat. Dilihat dari prestasinya memimpin pesantren, pengalamannya berorganisasi dan karya tulisnya, bisa diambil kesimpulan bahwa K.H. Dr. Abdullah Syukri, M.A. adalah seorang ulama dan cendekiawan yang penuh dengan visi dan misi luhur, berwawasan luas dan terbuka. Pandangannya jauh ke depan dan mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan zaman dengan nilai-nilai dan spirit agama Islam. Karakter pendidikan liberal yang bisa ditemukan dalam peran K.H. Dr. Abdullah Syukri, M.A. adalah; meningkatkan harkat dan martabat manusia lewat penggunaan dan penyempurnaan nalarnya karena manusia adalah makhluk rasional, bermoral dan memiliki kerohanian dan menekankan manusia menjadi sebuah
subyek
yang
dapat
menentukan 95
garis
kehidupannya
sendiri.
96
Mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berpandangan dan berwawasan luas dan terbuka. Mengembangkan orang terpelajar untuk dapat menggunakan waktu luang mereka dengan baik, apakah mereka berniat untuk menjadi ilmuwan atau tidak, mendorong munculnya kemanusiaan yang sama di antara sesama dan melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada melalui perubahan yang rasional dan bersifat evolusioner. B. Pendidikan Liberal di Pesantren Salaf API Tegalrejo Magelang Sesuai dengan namanya, Pesantren Salaf API Tegalrejo adalah jenis pesantren salaf yang murni mengajarkan Pendidikan Agama Islam. Namun seiring perkembangan zaman serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan umum banyak pesantren yang menyediakan materi pendidikan umum dalam pesantren. Termasuk diantaranya pesantren API Tegalrejo. Mengiringi laju globalisasi dunia, para pengasuh API Tegaltejo berinisiatif mendirikan sekolah kejuruan dan lembaga pelatihan kewirausahaan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung dan mendidik para santri maupun alumni pesantren agar mandiri secara ekonomi. Kedua lembaga yang dimaksud adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Syubbanul Wathon dan Pesantren Entrepreneur (PARTNER). 1. Gambaran Umum Pesantren Salaf API Tegalrejo Magelang 96
97
Asrama Perguruan
Islam
(API)
Tegalrejo didirikan
pada
tanggal
15 September 1944 oleh K.H. Chudlori seorang ulama yang juga berasal dari desa Tegalrejo. Dia adalah menantu K.H. Dalhar pengasuh Pesantren Darussalam Watucongol Muntilan Magelang. K.H. Chudlori mendirikan Pondok Pesantren di Tegalrejo pada awalnya tanpa memberikan nama sebagaimana layaknya Pondok Pesantren yang lain. Setelah berkali-kali mendapatkan saran dan usulan dari rekan seperjuangannya, pada tahun 1947 ditetapkanlah nama Asrama Perguruan Islam (API). Pada tahun 1977 K.H. Chudhori wafat, kemudian kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh kedua putranya yaitu K.H. Abdurrohman Chudlori dan K.H. Achmad Muhammad Chudlori. Setelah keduanya wafat, kepemimpinan pesantren API Tegalrejo sekarang dilanjutkan oleh adik-adiknya yaitu K.H. Mudrikh Chodlori dan K.H. Abdurrohman Yusuf Chudlori beserta saudara-saudaranya. Pada saat ini terdapat satu asrama pesantren salaf putra dengan jumlah santri 4800 orang, dua asrama pesantren salaf putri 2300 orang dan sekolah formal SMP, SMK dan SMA Syubbanul Wathan dengan sistem boarding school 1500 orang. Pesantren salaf putra dan putri tersebut terletak di satu tempat yaitu desa Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. Sedangkan SMP, SMA dan SMK Syubbanul Wathon letaknya terpisah dari lingkungan asrama pesantren salaf API Tegalrejo. Visi Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo : a) Berupaya mewujudkan manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlaqul karimah. 97
98
b) Berupaya mewujudkan manusia muslim yang mengetahui, mengamalkan dan menyebarluskan ajaran agama Islam ala Ahlussunnah wal jamaah. Misi Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang: 1) Sebagai benteng dari pengaruh budaya barat yang dapat merusak moral bangsa. 2) Mencetak figur seorang yang dapat dijadikan sebagai uswatun chasanah (teladan) oleh masyarakat luas. 2. Praktik Pendidikan Liberal di Pesantren Salaf API Tegalrejo Adapun pesantren salaf API Tegalrejo Magelang tidak memunculkan karakter maupun tujuan pendidikan liberal, karena seluruh kegiatan, kurikulum, visi dan misi pesantren berorientasi ke agama Islam. Hal ini sesuai dengan tujuan pendirian pesantren tersebut yaitu pertama, untuk menyiapkan generasi muslim yang bertaqwa, memiliki ketrampilan, kemandirian dan akhlaqul karimah agar dapat menghayati tugas dan peranannya menurut agama Islam Ala Thoriqoti Ahlussunah Wal Jamaah, serta menegakkan agama Allah dan mengajarkan kepada orang lain atau paling tidak dapat mengamalkan ajaran Islam. Kedua, mencetak kader-kader ulama yang mempunyai kedalaman agama serta gigih dan ulet berjuang menegakkan agama Allah tanpa mengharapkan imbalan jasa yang bersifat duniawi. Muassis atau pendiri pesantren mengharapkan agar para santrinya kelak menjadi guru ngaji atau kyai di kampung masing-masing, bahkan dalam surat wasiatnya tertulis agar tidak menjadi pegawai negeri/PNS.
98
99
Program pendidikan yang diselenggarakan di pesantren salaf API Tegalrejo sejak dahulu menggunakan sistem klasikal. Kurikulum yang dipakai dari kelas 1 sampai kelas terakhir secara berjenjang mempelajari khusus ilmu agama yaitu itu fikih, aqidah, akhlaq, tasawuf dan ilmu alat (nahwu dan sharaf) yang semuanya dengan kitab berbahasa Arab. Kelas 1 s/d 8 di pesantren salaf API Tegalrejo, oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama kitab yang dipelajari. Seperti tingkat I dikenal Jurumiyah Jawan, Tingkat II dengan nama Jurumiyah, tingkat III dengan nama Fathul Qorib, tingkat IV dengan Alfiyah, tingkat V dengan Fathul Wahab, tingkat VI dengan al-Mahalli, tingkat VII dengan Shohih Bukhori dan tingkat VIII dengan Ihya „Ulumuddin.124 Namun seiring dengan globalisasi, di mana seseorang tidak bisa menghindar dari tuntutan zaman, maka para pengasuh berinisiatif mendirikan sekolah kejuruan dan lembaga pelatihan kewirausahaan di luar kampus pesantren salaf API Tegaltejo untuk menampung dan mendidik para santri dan alumni pesantren agar mandiri secara ekonomi. Kedua lembaga yang dimaksud adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Syubbanul Wathon Tegalrejo Magelang dan Pesantren Entrepreneur (PARTNER) yang bertempat di Meteseh Tempuran Magelang.
124
Nur Faijah, Pengaruh Qiyam al-lail Terhadap Kecerdasan Spiritual Santri Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo Magelang, Skripsi Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, 2009, 77-79.
99
100
a. Sekolah Menengah Kejuruan Syubbanul Wathon Tegalrejo Kebutuhan masyarakat saat ini adalah hadirnya lembaga formal unggulan yang mencetak teknokrat yang handal dan dapat membekali anak didik dengan nilai-nilai keislaman. Generasi muda saat ini membutuhkan beragam ilmu untuk dapat membawa kemajuan bangsa dan agama yaitu ilmu umum, ilmu agama dan juga ketrampilan. Karena hal tersebut Pesantren Salaf API Tegalrejo melihat pentingnya kehadiran sebuah lembaga formal yang unggul dalam pengetahuan umum dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kelimuan pesantren. SMK Syubbanul Wathon hadir sebagai sebuah lembaga pendidikan alternatif yang diharapkan dapat mencetak kader bangsa yang intelektual, mempunyai skill yang mapan dan menjunjung tinggi akhlaqul karimah. Semua diramu dengan pemikiran matang yang sesuai kebutuhan dan kemampuan siswa. Pada tahun 2007 melalui kerja keras para pengasuh Pesantren Salaf API Tegalrejo dan Pengurus Yayasan Syubbanul Wathon Tegalrejo dengan dukungan penuh masyarakat, lahirlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Syubbanul Wathon Tegalrejo yang resmi mulai membuka pendaftaran pada Juli 2007. Tujuan didirikan sekolah ini adalah agar santri mampu menguasai teknologi informasi sebagai bagian dari perkembangan global. Karena keilmuan pesantren dan pengetahuan umum mutlak diperlukan untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Pemetaan dan pemisahan antara keilmuan pesantren dan pengetahuan umum
100
101
dalam kehidupan saat ini hanya akan menjadikan kebuntuan pengembangan keilmuan Islam. “One Stop Education” adalah slogan SMK Syubbanul Watan di mana para santri akan mendapatkan pengetahuan umum, skill sebagai modal berkarya, dan keilmuan pesantren yang menjadi dasar dalam memahami nilai-nilai Islam. Dengan visi “Unggul dalam mutu dan memiliki keteguhan iman serta akhlaqul karimah” serta misi “Mampu menguasai teknologi informasi sebagai bagian dari perkembangan global” dan “Mempertahankan nilai-nilai luhur pesantren dalam rangka meneguhkan iman dan akhlakul karimah serta menanamkan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara” SMK Syubbanul Wathan membuka program unggulan; Teknik Komputer Jaringan, Multimedia dan Tata Busana.125 SMK Syubbanul Wathon (SW) pesantren Tegalrejo menjadi sekolah rujukan seluruh Indonesia karena perkembangan siswa dan prestasi di bidang akademiknya. Keunggulan sekolah kejuruan ini terletak pada model dan tradisi pesantren yang menghidupinya. Dari sekitar 12.000 SMK seluruh Indonesia, SMK Syubbanul Wathon termasuk di antara 180 SMK yang berstatus rujukan sebagaimana ditegaskan oleh Direktur Pembinaan SMK SW M Mustaghfirin pada
125
http://www.smksw.sch.id/profil-sekolah, diakes Selasa, 23 Juni 2015.
101
102
peluncuran bel sekolah otomatis di SMK Syubbanul Wathon 126 hasil kreatifitas para siswa SMK Syubbanul Wathon Tegalrejo Magelang. SMK dengan model pesantren sudah banyak berdiri, tapi SMK Syubbanul Wathon memiliki karakter unik. Para pengasuh dan pengelolanya mampu mengadopsi antara kurikulum pesantren dan kurikulum SMK. Dalam mendidik anak, tidak ada pemisahan antara moral spiritual dan pendidikan keahlian. Berbagai keahlian yang dipelajari dari sekolah yang dilandasi dengan keilmuan Islam dalam pesantren akan menjadi campuran kurikulum yang pas dan cocok untuk saat ini. Saat ini siswa di SMK Syubbanul Wathon sudah mencapai 1000 orang dan sudah stabil selama bertahun-tahun. SMK Syubbanul Wathon terus meningkatkan mutu pendidikannya dan mencetak generasi berakhlaqul karimah dan memilki keahlian untuk masa depan mereka seiring dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat terhadap SMK pesantren tersebut. Pengasuh SMK berbasis pesantren Syubbanul Wathon Tegalrejo K.H. Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) mengatakan, perjuangan mendirikan SMK Syubbanul Wathon adalah warisan dari almarhum K.H. Abdurrahman Chudlori. Bahkan Gus Yusuf berharap SMK Syubbanul Wathon ke depan tidak menolak calon siswa lagi. 1) Uji Kompetensi Keahlian (UKK)
126
http://www.smksw.sch.id/berita-terbaru/launching-bel-otomatis-sekolah-bos-smksyubbanul-wathon.html, diakses 20 Agustus 2015
102
103
Uji Kompetensi Keahlian pada SMK merupakan bagian Ujian Nasional yang menjadi indikator ketercapaian standar kompetensi lulusan, sedangkan bagi stakeholder akan dijadikan sebagai informasi atas kompetensi yang dimiliki para calon tenaga kerja. Selain itu, uji kompetensi merupakan evaluasi hasil belajar siswa dan guru dalam melaksanakan pembelajaran di sebuah sekolah. Uji Kompetensi Keahlian dilaksanakan sebelum pelaksanaan Ujian Nasional. Ujian Nasional bagi peserta didik SMK diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 59 Tahun 2011 tentang
Kriteria Kelulusan Peserta Didik
dari
Satuan Pendidikan
dan
Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional. Di SMK Syubbanul Wathon, Uji Kompetensi Keahlian Multimedia dilaksanakan mulai tanggal 10-15 februari 2015. Asesor atau tim pengujinya adalah dua orang penguji dari SMK N 1 Magelang, hal ini dikarenakan program studi Multimedia masih menginduk di sekolah tersebut. Dalam pelaksanaannya, ujian kompetensi kali ini diikuti oleh sebanyak anak yang ada dalam satu kelas. Melalui ujian kompetensi ini, siswa diharapkan mampu untuk membuat sebuah iklan layanan masyarakat yang layak untuk dipublikasikan. Dengan adanya uji kompetensi yang diadakan setiap tahun, diharapkan mampu memberikan keyakinan kepada setiap siswa untuk bisa terjun di dunia kerja setelah lulus. 2) Bel Otomatis Sekolahku (BOSku)
103
104
Perkembangan dunia pada era globalisasi menuntut manusia untuk terus bisa berpikir maju. Persaingan dunia industri yang semakin meluas membuat manusia harus berpikir panjang untuk tetap bisa bertahan di pasar dunia. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah perkembangan dunia pendidikan. Dewasa ini, dunia pendidikan dituntut untuk bisa menghasilkan output yang baik demi pembangunan negara yang maksimal. Sedangkan faktor penting dalam dunia pendidikan salah satunya adalah faktor kedisiplinan. Kedisiplinan sangat penting dalam membentuk karakter anak bangsa, maka sekolah sebagai salah satu sarana pendidikan bagi masyarakat harus menerapkan budaya kedisiplinan bagi guru, karyawan, serta para siswanya. Berangkat dari hal inilah SMK Syubbanul Wathon bekerja sama dengan Teknologi Negeri Indonesia memproduksi Bel Otomatis Sekolahku (Bosku) dan Bel Otomatis Madrasah (Bismad).127 Atas dukungan dari Kepala Disdikpora Kabupaten Magelang, Drs. Eko Triyono, SMK Syubbanul Wathon terus berusaha untuk memberikan yang terbaik, salah satunya dengan adanya bel otomatis sekolah. Alat tersebut bekerja secara otomatis dengan system komputerisasi yang dapat membantu memberikan peringatan pergantian jam pelajaran. Bosku dilengkapi dengan 396 jadwal pelajaran dengan 8 tipe jadwal yang dapat dihapus dan disetting ulang. Dengan memori yang bersifat volatile, di mana jadwal 127
http://www.smksw.sch.id/berita-terbaru/launching-bel-otomatis-sekolah-bos-smksyubbanul-wathon.html, diakses 20 Agustus 2015
104
105
pelajaran yang sudah disetting tidak akan hilang meski alat ini dimatikan. Selain itu, perangkat bosku menggunakan menu berbahasa Indonesia, sehingga tidak memerlukan instalasi khusus dan mudah digunakan. Pada tanggal 14 Februari 2015, bertepatan dengan pembinaan tenaga pendidik untuk sekolah berbasis pesantren, diadakanlah launching Bel Otomatis Sekolah produksi SMK Syubbanul Wathon yang diresmikan langsung oleh Direktur Utama SMK Kementrian Pendidikan Indonesia K.H. Mustaghfirin Amin, M.BA. 3) Pembinaan Tenaga Pendidik SMK Syubbanul Wathon Merupakan suatu kehormatan tersendiri bagi Yayasan Syubbanul Wathon, dalam usianya yang relatif muda SMK Syubbanul Wathon Tegalrejo Magelang mendapat kunjungan dari Dirut SMK Kementerian Pendidikan Indonesia, K.H. Mustaghfirin Amin, M.BA yang bertujuan untuk melakukan pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan Sekolah Berbasis Pesantren (SBP). Kunci kemajuan SMK menurut Mustaghfirin terletak pada siswanya. Jika dari tahun ke tahun semakin banyak siswa yang mendaftar, maka hal ini menunjukkan bahwa SMK Syubbanul Wathon telah memberikan gaung yang positif kepada masyarakat. Selain didukung dari sisi siswanya, maka ada satu hal penting yang harus diperhatikan, yakni kualitas guru pembimbing yang harus ditingkatkan. Jika pada umumnya, sekolah dikatakan bermutu apabila telah melengkapi tiga syarat utama, yaitu proses pembelajaran, kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran, serta kecukupan guru, maka untuk sekolah berbasis pesantren tidak akan bisa berjalan 105
106
hanya dengan tiga syarat tersebut. Ada satu hal penting yang justru harus diperhatikan, yaitu akulturasi pesantren, di mana tidak bisa dibedakan lagi mana pelajaran umum dan mana pelajaran pesantren. Adapun cara-cara untuk bisa menjalankan akulturasi pesantren, yang pertama adalah blanded atau pencampuran dalam hal penjadwalan agama dan umum. Maka SMK diharapkan agar mampu menciptakan metode pembelajaran yang siswanya tidak bisa lagi membedakan antara pelajaran pesantren dan pelajaran umum. Hal ini dikarenakan kedua pelajaran tersebut telah menyatu. Sebagai contoh, jika pada sekolah umum merakit komputer hanya akan menghasilkan sebuah PC yang siap pakai, maka pada metode pembelajaran SMK berbasis pesantren, siswa tidak hanya berpikir seperti itu saja. Siswa akan merasa bahwa dalam prosesnya, merakit komputer akan berbuah pahala, karena jika telah menjadi sebuah PC yang utuh akan bisa bermanfaat untuk orang lain. Yang kedua, penghayatan guru pembimbing sebagai santri. Tidak dipungkiri bahwa para pembimbing yang ada di SMK Syubbanul Wathon pasti memiliki background yang berbeda-beda. Ada yang lulusan pondok pesantren murni, ada pula yang baru mengenal pondok pesantren setelah berada di SMK Syubbanul Wathon. Idealnya, guru-guru yang ada di SMK Syubbanul Wathon mampu menghayati dirinya sebagai santri juga. Karena pada akhirnya, gerakan hidupnya akan bernafaskan santri. Sehingga akan bisa menjadi uswatun khasanah bagi para peserta didik. 106
107
Yang ketiga, regenerasi. Berbekal dari poin kedua di atas, untuk bisa menjalankan proses pembelajaran yang baik, maka dari sisi pembimbingnya dapat mengambil dari alumni-alumni SMK sendiri. Hal ini dilakukan dengan alasan jika mengambil tenaga pendidik dari luar dengan kultur yang berbeda, kenapa tidak mengambil dari alumni sendiri yang sudah mengetahui jalannya kehidupan yang ada di pesantren. Pada tahun ini, SMK Syubbanul Wathon telah melaksanakan program tersebut. Sebanyak 32 alumni disekolahkan lagi untuk bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, agar kelak mampu untuk menjadi tenaga pendidik yang sekaligus menjadi uswatun khasanah sesuai yang dijabarkan oleh Dirut SMK tersebut. Yang keempat, teaching factory. Adanya pabrik yang dimiliki sebuah SMK diharapkan mampu untuk mengembangkan keterampilan sebagai kecakapan hidup, professional dan produktif. Ada sebuah harapan besar dari SMK berbasis pesantren yaitu diharapkan agar pesantren mampu untuk menjabarkan ajaran Rasulullah SAW, yaitu rahmatan lil „alamin. Dari sini tampak bahwa SMK Syubbanul Wathan adalah program sekolah unggulan dengan gagasan “link and match” dalam aspek pendidikan yaitu pendidikan harus memiliki kaitan dan relevansi dengan dunia industri dan teknologi informasi seperti saat ini. Para siswa SMK Syubbanul Wathan wajib tinggal di asrama dengan sistem Islamic boarding school (pesantren) sehingga mereka berusaha mengembangan potensi untuk memiliki kekuatan spiritual 107
108
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berpandangan dan berwawasan luas dan terbuka. Di lembaga formal ini tampak beberapa karakter pendidikan liberal yang muncul, antara lain; berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan, membentuk sekolah unggulan serta gagasan “link and match” dalam aspek pendidikan yaitu pendidikan harus memiliki kaitan dan relevansi dengan dunia industri. Juga reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan sarana dan prasarana sekolah dan menyehatkan rasio murid-guru. Meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan serta mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berwawasan luas dan terbuka. b. Pesantren Entrepreneur (PARTNER) K.H. M Yusuf Chudlori adalah salah satu pengasuh pondok pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang. Ia mewarisi karakter dua orang kakaknya; negarawan seperti almarhum K.H. Abdurrohman dan budayawan seperti almarhum K.H. Ahmad Muhammad. Jiwa entrepreneurship dari muassis pesantren K.H. Chudlori juga mengalir ke dalam jiwa K.H.Yusuf Chudlori. Menurut Gus Yusuf, wirausaha (entrepreneur) adalah sesuatu yang tersembunyi dan jarang dieksplorasi oleh ulama-ulama bersarung di pelosok-pelosok. 108
109
Sebuah pemahaman yang keliru, jika wirausaha –yang sekarang diistilahkan dengan entrepreneur– jauh dari dunia pesantren. Pesantren dianggap sebagai tempat yang steril dari dunia. Anggapan ini bukan hanya muncul di benak awam, namun juga justru muncul dari dalam pesantren sendiri. Padahal sejarah telah membuktikan bahwa berdirinya jam‟iyah pesantren (NU) berawal dari kesadaran para saudagar muslim di wilayah Jombang Jawa Timur. Para saudagar muslim waktu itu melihat bahwa keterpurukan umat akibat para ilmuwan agama menjauhkan diri dari urusan dunia, padahal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya belum tercukupi. Sedangkan masyarakat awam, menjadi tidak tertarik belajar ilmu agama karena belajar agama identik dengan hidup zuhud yang disalahartikan sebagai hidup miskin. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi pemerintah Belanda waktu itu. Para saudagar resah, karena pada akhirnya jika dibiarkan, orang-orang yang tidak mengerti ilmu agama itulah yang akan menguasai perdagangan. Maka pada saat itulah para saudagar membentuk wadah yang bernama Nahdlatut Tujjar, kebangkitan para saudagar. Nahdlatut Tujjar bergerak simultan dengan kekuatan ekonominya mendorong organisasi Taswirul Afkar yang membidangi ilmu dan budaya, serta Nahdlatul Wathon di bidang pendidikan. Organisasi-organisasi inilah yang kemudian menjadi besar bersama Nahdlatul Ulama. Secara tidak langsung bisa dikatakan bahwa berdirinya Nahdlatul Ulama / kebangkitan para ulama diawali oleh kebangkitan para saudagar. Yang menjadi 109
110
pokok persoalan, ketika kebangkitan para ulama sudah menjadi organisasi terbesar di dunia, ke mana para saudagar? Berawal dari pemikiran untuk memberdayakan kaum sarungan (santri) untuk mandiri secara financial, Gus Yusuf merintis beberapa unit usaha. Antara lain, BMT, Stasiun Radio Fast FM, Toko ritel, rumah makan bahkan sebelumnya sempat memiliki sebuah agen advertising. Dia melakukan itu hanya ingin memberi contoh kepada santri-santri Tegalrejo bahwa, santri bisa mempunyai cita-cita menjadi apa saja.128 Semangat ini sebenarnya telah dirintis oleh pendiri Pesantren API Tegalrejo, K.H. Chudlori bin Ichsan. Selain mendidik santri-santri kepercayaannya untuk mengelola tanah dan kebunnya, dia juga pernah memiliki peternakan sapi perah di pesantren. Dari sapi-sapi tersebut, santri dapat mengkonsumsi susu hangat setiap paginya. Pada masa itu (tahun 60-an) santri minum susu setiap pagi adalah hal yang luar biasa. Beberapa pokok pemikiran K.H. Chudlori sepertinya memang sengaja dituliskan di dinding-dinding pesantren, semacam prasasti. Di antaranya adalah terdapat pada dinding gedung pondok putri di mana tertera tulisan dalam huruf arab dan latin, prasasti ini bertuliskan: “Assholahul ma‟iisyah min Sholahudin, wa sholahuddin min sholahul ma‟iisyah”. Yang artinya oleh K.H. Chudlori disertakan di bawahnya dengan bahasa Indonesia, “Kebaikan ekonomi ada dalam kebaikan agama dan kebaikan agama ada dalam kebaikan ekonomi”. Bahkan di barisan 128
http://partnerindonesia.com/?p=102, diakses Selasa, 23 Juni 2015.
110
111
paling bawah tulisan itu tertera GEDUNG PERSATUAN PENYALUR EKONOMI. Tulisan yang telah berusia setengah abad itu begitu menggambarkan kekuatan visi ekonomi K.H. Chudlori yang sepertinya tidak lazim di zamannya, namun dirasakan kefaktualannya di masa kini. Pada bulan Agustus 2010, pengasuh Pesantren Salaf Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo K.H. Yusuf Chudlori mendirikan PARTNER, Pesantren Entrepreneur yang didukung rektor Universitas Tidar Magelang Prof. DR. Cahyo Yusuf dan para praktisi pengusaha seperti Mbah Mo Murlidi, pak Sukam Purwadi, Kirmawan Wijaya, Wiwik Rusfendi, Among Kurnia Ebo, Wiwied Usman dan Catur Denny Firmanto.129 Pesantren Entrepreneur adalah sebagai pemberdaya santri untuk kebangkitan ekonomi umat. Berangkat dari ajaran agama sholahulma‟isyah min sholahi al-din wa sholahu al-din min sholah al-ma‟isyah, (Kebaikan ekonomi ada dalam kebaikan agama dan Kebaikan agama ada dalam kebaikan ekonomi) pesantren salaf API berkomitmen untuk menciptakan pengusaha baru yang berasal dari kalangan santri melalui Pesantren Enterpreneur. Pesantren Entrepreneur menjadi media untuk memperkenalkan entrepreneur kepada pesantren dan memperkenalkan pesantren kepada pelaku entrepreneur. Partner diperuntukkan bagi santri akhir atau yang sudah lulus dan terbuka untuk santri dari pondok mana pun. Sistem pendidikan di Partner adalah dengan pelatihan wirausaha dan magang di tempat-tempat usaha. Berbagai macam
129
Hasil wawancara dengan Catur Denny Firmanto.
111
112
pelatihan seperti KPK (Komisi Pelatihan Kuliner) dan FPI (Front Pelatihan Internet) diberikan kepada para peserta Pesantren Entrepreur yang bertempat di Meteseh Tempuran Magelang. Materi training KPK di antaranya adalah Teknik Memasak, Manajemen Harga dan Manajemen Resto. Sedangkan FPI memberikan pelatihan internet marketing untuk mensweeping omset penjualan melalui internet. Dalam pelatihan tersebut akan diajarkan trik-trik bagaimana menjual barang secara cepat dan laris di internet melalui berbagai media seperti facebook, Twitter, Website, dan media internet gratisan yang lain.130 Lembaga PARTNER ini merupakan representasi
salah satu karakter
pendidikan liberal sebagaimana ditegaskan Mansour Faqih yaitu munculnya berbagai model pendidikan dan pelatihan dalam berbagai bentuk dan pendekatannya, di antaranya dengan model pelatihan wirausaha seperti AMT (Achievement Motivation Training) dan sejenisnya termasuk PARTNER. Juga dengan munculnya berbagai bentuk pelatihan manajemen dan kewiraswastaan untuk menumbuhkan kelas pengusaha baru. Senada dengan Mansour, Henry Giroux dan Aronowitz berpendapat bahwa pendekatan andragogi seperti, training manajemen,
kewiraswastaan,
AMT,
dan
berbagai
pelatihan
community
development adalah salah satu bentuk praktik pendidikan liberal. Hal ini diperkuat dengan pandangan Steven M. Cahn131 bahwa salah satu bentuk pendidikan liberal
130
http://partnerindonesia.com/?p=102, diakses Selasa, 23 Juni 2015. Cahn berpendapat bahwa sebelum mendapat pendidikan kejuruan, seseorang harus mempelajari berbagai ilmu pengetahuan sebagaimana tercakup dalam kurikulum liberal arts. 131
112
113
adalah pendidikan kejuruan yang berorientasi sosial dan perspektif intelektual agar berhasil dalam suatu bidang pekerjaan sebagaimana yang dipraktekkan di pesantren enterpreneur. 1) KPK ( Komisi Pelatihan Kuliner) Sejak krisis moneter tahun 1998, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) justru tumbuh dan muncul begitu pesat. Bisnis UKM saat ini mewakili lebih dari 90 persen bisnis di Indonesia dan memberikan kontribusi sebesar 57 % pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sumbangan bisnis kuliner dalam pertumbuhan UKM sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan dari tumbuhnya bisnis-bisnis kuliner yang sangat pesat. Kuliner adalah bisnis yang berbasis pada kebutuhan dasar manusia. Sehingga walaupun diterpa krisis, bisnis ini memiliki daya tahan yang tinggi. Namun demikian, para pelaku bisnis kuliner harus menerapkan strategi yang tepat untuk bertahan. Karena jika tidak, walaupun kuliner adalah bisnis yang relatif dibutuhkan namun tidak sedikit yang gulung tikar. Di sisi lain, kuliner juga berbanding lurus dengan kemampuan memasak dan mengolah masakan tersebut. Karena kualitas produk selalu disandingkan dengan rasa dan harga. Banyak orang yang sangat pandai memasak namun tidak tahu bagaimana memulai untuk bisnis kuliner. Kalaupun kemudian terjun di dunia bisnis kuliner, tidak semua bisa bertahan. Hal ini disebabkan kuliner membutuhkan teknik dan strategi dalam mengelolanya. 113
114
Rasa yang enak belum tentu disukai oleh pelanggan jika harganya mahal. Sedangkan makanan murah, tidak selalu mendatangkan pelanggan jika rasa dan penyajian tidak memadai. Bahkan memenuhi selera rasa dan harga terjangkau pun juga tidak menjamin usaha kuliner bisa berkembang tanpa strategi marketing yang tepat. Marketing bukan sekedar soal promosi, tetapi juga meliputi penawaran dan pelayanan. Kunci inilah yang sering dilupakan oleh para pelaku usaha kuliner, sehingga bisnisnya tidak bertahan lama. Rahasia Bisnis Kuliner terletak pada tiga kunci suksesnya; yaitu teknik memasak enak dengan mudah, teknik mengelola harga produk dan strategi marketing. Merespon fenomena kuliner tersebut, Partner (Pesantren Entrepreneur) membentuk KPK; Komisi Pelatihan Kuliner. KPK Partner bertugas untuk melatih anak-anak muda khususnya santri agar mampu mandiri. Peserta yang diikutsertakan KPK akan dilatih keterampilan di bidang kuliner dari A s/d Z. Mulai cara mengolah makanan hingga mengelola laba dari makanan tersebut. Mulai dari makanan resto, kedai, angkringan sampai makanan oleh-oleh. Semua dibahas mulai dari produksi hingga pengelolaan bisnisnya. Pelatihan ini didesain dengan 75% berupa praktikum dan dibimbing oleh praktisi kuliner yang memiliki resto. Selain itu untuk memacu adrenalin peserta, 50% pelatihan didesain dengan kompetisi. Dan di akhir kompetisi ini akan memperebutkan hadian sebuah booth (gerobag) dengan perlengkapannya. Aksi
114
115
KPK angkatan pertama diselenggarakan pada tanggal 29 November 2013 selama 10 hari. Dalam pelatihan ini pola pikir para santri diarahkan pada mind set baru bahwa yang terpenting di dalam wirausaha bukanlah punya modal dahulu, melainkan penanaman mental sebagai pengusaha. Selama masa pelatihan, para santri digembleng secara mental oleh masing-masing mentor agar mendapat penyegaran dalam cara berpikir mereka. Ditanamkan kepada mereka bahwa modal utama dalam berwirausaha itu tidak banyak, hanya butuh nyali. Nyali adalah keberanian untuk mendobrak diri mengatasi segala macam blocking mental yang membelenggu untuk maju. Di dalam pelatihan kuliner tersebut diterapkan kurikulum KPK, tiga kunci rahasia kuliner yaitu teknik memasak, manajemen harga dan manajemen resto. KPK mengadakan pemeriksaan terhadap tersangka Komisi Pelatihan Kuliner. Pemeriksaan bersifat tertutup dan rahasia. Pemeriksaan ini dilakukan secara berkelompok. Para “saksi” akan diundang pada pemeriksaan di hari-hari yang akan segera diumumkan. Para “tersangka” akan diperiksa mengenai olah makanan NASI, yaitu ; mengoptimalkan rasa berbagai macam nasi, nasi goreng jawa, nasi goreng resto, nasi bakar, ayam pentul dan sambel terasi ( sambel masak dan mentah).
115
116
Mereka harus mempertanggungjawabkan materi yang telah disampaikan. Kemudian akan dipilih satu kelompok untuk ditingkatkan menjadi “terdakwa” Juara Hari Ini (JHI) atau pada hari yang ditentukan. 2) FPI (Front Pelatihan Internet) Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat cepat dari waktu ke waktu. Semua lini kehidupan sudah tidak bisa lepas dari teknologi. Sikap dinamis dalam menyikapi perkembangan teknologi sangat dibutuhkan dewasa ini, karena tanpa disadari teknologi telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin sarat dengan arus teknologi dan informasi, menumbuhkan pemikiran di kalangan para pengasuh pesantren API Tegalrejo untuk mengikuti laju era digitalisasi tersebut. Maka pada tahun 2010, PARTNER mulai mengadakan pelatihan multimedia yang diharapkan para santri mampu mengikuti dan menjawab tantangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada aqidah dan syari‟at Islam sebagaimana Pesantren API Tegalrejo. Pelatihan tersebut bernama Front Pelatihan Internet (FPI). FPI diberikan kepada para peserta Pesantren Entrepreur yang bertempat di Meteseh Tempuran Magelang. FPI memberikan pelatihan internet marketing untuk mensweeping omset penjualan melalui internet. Dalam pelatihan tersebut akan diajarkan trik-trik bagaimana menjual barang secara cepat dan laris di
116
117
internet melalui berbagai media seperti facebook, Twitter, Website, dan media internet gratisan yang lain.132 Di dalam PARTNER yang dikembangkan oleh Gus Yusuf (training KPK dan FPI) ini sarat dengan karakter pendidikan liberal antara lain; berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan. Gagasan “link and match” dalam aspek pendidikan yaitu pendidikan harus memiliki kaitan dan relevansi dengan dunia industri, membangun etika, kreativitas dan need for achievement. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan, gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup. Reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan sarana dan prasarana sekolah serta meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan. Dengan sistem Islamic Boarding School maka para siswa berusaha mengembangkan potensi untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas, berpandangan dan berwawasan luas dan terbuka. 3. Peran K.H. Abdurrahman Yusuf Chudlori dalam Pendidikan Liberal K.H. M Yusuf Chudlori adalah salah satu pengasuh pondok pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang. Ia mewarisi karakter dua orang kakaknya; negarawan seperti almarhum K.H. Abdurrohman dan budayawan
132
http://partnerindonesia.com/?p=102, diakses Selasa, 23 Juni 2015.
117
118
seperti almarhum K.H. Ahmad Muhammad. Jiwa entrepreneurship dari muassis pesantren K.H. Chudlori juga mengalir ke dalam jiwa K.H.Yusuf Chudlori. Menurutnya, wirausaha (entrepreneur) adalah sesuatu yang tersembunyi dan jarang dieksplorasi oleh ulama-ulama bersarung di pelosok-pelosok. Di tengah-tengah masyarakat, dia lebih dikenal dengan sebutan khas kaum pesantren, yakni Gus Yusuf. Sebutan ini didasarkan pada latar belakang dia yang merupakan salah satu putra almarhum K.H Chudlori (w.1977) pendiri (muassis) Ponpes Asrama Perguruan Islam Tegalrejo Magelang. Gus Yusuf yang lahir di Magelang pada 9 Juli 1973 ini sangat terkenal sebagai kiai muda yang dekat dengan berbagai kalangan. Selain menyukai musik, dia juga tidak asing dengan para pegiat kebudayaan, sastra dan kesenian yang lain. Hal ini dikarenakan selain dia mengasuh pesantren dan memberikan hikmah-hikmah keagamaan kepada masyarakat di berbagai majlis ta‟lim, dia juga meluangkan waktu mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk perjuangan sosial-kemasyarakatan. Diantara perjuangan sosial-kemasyarakatan yang digeluti oleh dia adalah mengelola komunitas kesenian-kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Magelang, penasehat organisasi Komunitas Gerakan Anti Narkoba dan Zat Adiktif (KOMGANAZ) Kabupaten Magelang, mengelola radio komunitas Fast-FM yang menyiarkan program-program populis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, mulai dari kajian keagamaan, mujahadah, berita-berita aktual, konsultasi kesehatan, bincang bisnis, infotainment, dan lain sebagainya. 118
119
Meskipun Gus Yusuf berlatar belakang pendidikan pesantren tapi dia sangat dekat dengan para aktifis muda dan aktifis mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan formal. Kedekatan ini dapat terjalin karena Gus Yusuf adalah kiai yang terbuka (egaliter) untuk berdiskusi dengan kalangan aktifis muda sebagai upaya mengurai problematika yang selalu berkembang seiring dengan lajunya zaman. 133 Aktifitas Gus Yusuf dengan kalangan muda dan mahasiswa diantaranya dapat dilihat dari seringnya dia terlibat dalam forum-forum diskusi kaum muda NU Jawa Tengah, bahkan dia adalah salah satu penggagas dari forum-forum diskusi di kalangan kaum muda NU tersebut. Dalam jumlah yang tidak terhitung, dia juga sering menjadi narasumber seminar, talk show, dan bentuk diskusi lainnya mulai dari tingkat lokal, nasional sampai tingkat internasional, terutama dalam forumforum diskusi yang mengangkat tema seputar pluralisme, toleransi antar umat beragama, kebudayaan, tasawuf, dan peneguhan nilai-nilai kebangsaan. Berawal dari pemikiran untuk memberdayakan kaum sarungan (santri) untuk mandiri secara finansial, Gus Yusuf merintis beberapa unit usaha. Antara lain, BMT, Stasiun Radio Fast FM, Toko ritel, rumah makan bahkan sebelumnya sempat memiliki sebuah agen advertising. Dia melakukan itu hanya ingin memberi contoh kepada santri-santri Tegalrejo bahwa, santri bisa mempunyai cita-cita menjadi apa saja.
133
http://pphmbulu.blogspot.com/2013/03, diakses 25 April 2015.
119
120
Pada bulan Agustus 2010, K.H. Yusuf Chudlori mendirikan PARTNER, Pesantren Entrepreneur yang didukung rektor Universitas Tidar Magelang Prof. DR. Cahyo Yusuf dan para praktisi pengusaha. Berangkat dari ajaran agama sholahul-ma‟isyah min sholahi al-din wa sholahu al-din min sholah al-ma‟isyah, (Kebaikan ekonomi ada dalam kebaikan agama dan kebaikan agama ada dalam kebaikan ekonomi) dia berkomitmen untuk menciptakan pengusaha baru yang berasal dari kalangan santri melalui Pesantren Enterpreneur. Pesantren Entrepreneur menjadi media untuk memperkenalkan entrepreneur kepada pesantren dan memperkenalkan pesantren kepada pelaku entrepreneur. Seperti yang diungkapkan Mansour Faqih, Henry Giroux dan Aronowitz bahwa training manajemen, entrepreneurship, AMT, dan berbagai pelatihan community development adalah salah satu bentuk praktik pendidikan liberal. Hal ini diperkuat dengan pandangan Steven M. Cahn134 bahwa salah satu bentuk pendidikan liberal adalah pendidikan kejuruan yang berorientasi sosial dan perspektif intelektual agar berhasil dalam suatu bidang pekerjaan sebagaimana yang dipraktekkan di pesantren enterpreneur. Karakter pendidikan liberal yang ditemukan dalam peran K.H. Yusuf Chudlori selaku pengasuh pesantren Salaf API Tegalrejo antara lain; mengembangkan pendidikan dengan bentuk Non formal Education yang diimplementasikan dalam berbagai bentuk proyek pengembangan masyarakat dan 134
Cahn berpendapat bahwa sebelum mendapat pendidikan kejuruan, seseorang harus mempelajari berbagai ilmu pengetahuan sebagaimana tercakup dalam kurikulum liberal arts.
120
121
pelatihan manajemen dan kewiraswastaan seperti AMT (Achievement Motivation Training) dan sejenisnya, menekankan manusia menjadi sebuah subyek yang dapat menentukan garis kehidupannya sendiri dan membangkitkan kreativitas dan need for achievement sebagai penentu perubahan sosial.
121
122
BAB IV PRAKTIK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI PONDOK PESANTREN
A. Pendidikan Multikultural di Pondok Modern Gontor Praktik pendidikan multikultural di Pondok Modern Darussalam Gontor secara garis besar dapat diidentifikasi ke dalam tiga hal, yaitu: visi misi, tujuan pendidikan dan sistem pendidikan Pondok Modern Gontor. Proses pembelajaran dan pendidikan di Pondok Modern Gontor meliputi apa yang dilihat, didengar, dialami dan dirasakan santri di lingkungan pondok pesantren, itulah yang mendidik mereka. Kegiatan dari bangun tidur hingga tidur lagi yang meliputi kegiatan di asrama, pembelajaran di kelas, berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan intra sekolah akan mempengaruhi pola pikir para santri yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Itulah proses pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Karena pada dasarnya pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan 135 untuk mencapai pengetahuan serta pemahaman yang lebih tinggi dan optimal.
135
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, 263.
122
123
1.Visi dan Misi Pondok Modern Gontor dalam Perspektif Multikultural Pendidikan
Pondok
Modern
Darussalam
Gontor
menekankan
pada
pembentukan pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor.136 Pertama, berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh pondok kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan; dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman motto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada. Kedua, berbadan sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam pendidikan di pondok. Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh seluruh santri sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Ketiga, berpengetahuan luas. Para santri di Pondok dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh
136
Motto pendidikan tersebut banyak tertulis dan terpampang di gedung/asrama pondok.
123
124
terlepas dari berbudi tinggi, sehingga seseorang akan mengetahui untuk apa ia belajar serta mengetahui prinsip untuk apa ia manambah ilmu. Keempat, berpikiran bebas bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Kebebasan dimaksud adalah tidak boleh menghilangkan prinsip, terutama prinsip sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi petunjuk Ilahi (hidayatullah). Motto ini ditanamkan sesudah santri memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas. Dari keempat motto Pondok Modern Gontor tersebut, yang memunculkan nilai multikulturalisme adalah motto ketiga, berpengetahuan luas. Berpengetahuan luas bisa dicapai dengan berbagai macam cara, diantaranya dengan banyak bergaul dengan orang-orang dari berbagai suku dan bangsa. Pondok Modern Gontor adalah pesantren internasional. Para santrinya datang dari seluruh suku dan bangsa Indonesia, Asia, Afrika dan Amerika. Mereka hidup bersama dan dapat saling bertukar pengalaman dan pikiran. Demikian juga dengan para ustadznya. Mereka adalah lulusan dari berbagai macam universitas internasional di Asia, Eropa, Afrika, Australia dan Amerika sehingga mampu menanamkan sikap berwawasan luas dan terbuka dalam berpikir. Nilai multikulturalisme yang tampak dalam motto berpengetahuan luas ini adalah semangat hidup bersama (living together) dan sikap tebuka dalam berpikir.
124
125
Selain itu, seluruh kehidupan di Pondok Modern Darussalam Gontor juga didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Panca Jiwa Pondok. Panca Jiwa adalah lima nilai yang mendasari kehidupan Pondok Modern Gontor, 137 yaitu jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa berdikari, jiwa ukhuwwah Islamiah dan jiwa bebas. Panca jiwa
Pondok Modern Gontor yang dimaksud adalah; pertama,
keikhlasan yang berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapan pun. Kedua, kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat.138 Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilainilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Di balik kesederhanaan akan terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan dari sinilah muncul dan tumbuh mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan .
137
Tim Redaksi, Diktat Khutbatul Iftitah Pekan Perkenalan Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo: Darussalam Press, tt. 11-14. 138 Tim Penyusun, Serba Serbi Pondok .... 3.
125
126
Ketiga, berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan pesantren kepada para santrinya. Pondok pesantren adalah sebagai lembaga pendidikan harus sanggup berdikari sehingga tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain. Inilah zelp berdruiping systeem (sama-sama memberikan iuran dan sama-sama memakai).139 Akan tetapi pondok tidak bersifat kaku, sehingga menolak orangorang yang hendak membantu. Semua pekerjaan yang ada di dalam pondok dikerjakan oleh kyai, guru dan para santrinya sendiri. Keempat, ukhuwwah islamiah. Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah islamiah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Santri dari berbagai macam suku, ras dan status sosial hidup dan bersahabat dengan harmonis. Anak orang kaya, miskin, pejabat, petani dan anak orang tidak mampu berbaur menjadi satu. Mereka hidup bersama saling membantu, menolong, bercengkerama dan menasehati dengan semangat kekeluargaan dan keharmonisan. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat kemudian hari. Kelima,
bebas. Yaitu bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam
menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup dan bahkan bebas dari 139
Tim Penyusun, Serba Serbi Pondok .... 4.
126
127
berbagai pengaruh negatif dari luar dan masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Panca jiwa pertama dan kedua yaitu jiwa keikhlasan dan kesederhanaan tidak memunculkan nilai multikulturalisme, demikian juga panca jiwa kelima yaitu jiwa bebas. Panca jiwa ketiga yaitu berdikari memuat nilai-nilai multikulturalisme yang mencakup kehidupan bersama (living together) dan menghilangkan perbedaan status sosial. Para santri dididik untuk hidup bersama, saling toleransi, tidak dibedakan status sosial maupun ekonomi mereka dan semua santri dari suku apapun mendapat perlakuan yang sama dan sederajat. Sama-sama memberikan iuran dan sama-sama memakai untuk hidup dan belajar bersama di pondok. Sedangkan panca jiwa keempat yaitu ukhuwwah islamiyah memuat nilai-nilai multikulturalisme yang mencakup kehidupan bersama (living together) dan kesederajatan
(equality atau
egalitarianism).
Para
santri
dididik
untuk
mengembangkan seluruh potensi manusia yang meliputi potensi sosial, moral, ekonomi, kesopanan dan budaya. Menghargai pluralitas, heterogenitas serta menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis dan suku. Pondok Modern Gontor dapat dikatakan miniatur Indonesia, karena santri Pondok Modern Gontor berasal dari seluruh penjuru tanah air Indonesia, dari Sabang Aceh hingga Papua, bahkan banyak yang berasal dari luar negeri.
127
128
2.
Tujuan
Pendidikan
Pondok
Modern
Gontor
dalam
Perspektif
Multikultural Visi dan misi yang termuat di dalam motto dan panca jiwa pondok di atas, selanjutnya dijadikan dasar untuk merumuskan tujuan pendidikan. Adapun tujuan pendidikan Pondok Modern Gontor adalah: pendidikan kemasyarakatan, kesederhanaan, tidak berpartai dan menuntut ilmu karena Allah. Tujuan pendidikan Pondok Modern Gontor pertama adalah pendidikan kemasyarakatan. Berlandaskan semboyan, “Muslim yang berbaur dengan orang lain dan bersabar dalam menghadapi mereka, lebih baik daripada muslim yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak bersabar atas penderitaan mereka,” Pondok Modern Gontor menjadi laboratorium kehidupan bagi santri-santrinya. Berbagai macam hal yang akan dihadapi santri di masyarakat, dikenalkan kepada mereka sejak dini di pondok. Penugasan adalah salah satu metode pendidikan di Pondok Modern Gontor. Santri tidak hanya diberi ilmu, tetapi juga diberi ladang untuk mengaplikasikannya dengan bimbingan dan pengawasan ketat dari para guru. Bentuk penugasan dan pendidikan kemasyarakatan tersebut tercermin dengan dibentuknya dua organisasi pelajar intern, yaitu; Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) dan Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) Pondok Modern Gontor. Para santri ditempa dalam dua organisasi tersebut dengan sikap disiplin, tanggungjawab, semangat pengabdian dan kebersamaan. Mereka juga dilatih 128
129
berorganisasi sehingga mampu menjadi pemimpin yang membawa masyarakat ke arah kemajuan. Kedua adalah
kesederhanaan. Pondok Modern Gontor mendidik para
santrinya untuk hidup dengan kesederhanaan. Sikap sederhana berarti menjalani pola hidup wajar dan tidak berlebihan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin atau melarat. Justru dalam jiwa kesederhanaan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Kesederhanaan memungkinkan santri untuk hidup jujur, bersih, qanaah, dan sehat secara jasmani dan rohani. Allah berfirman: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Q.S. Al-Furqon [25]: 67.140 Rasulullah Saw. Bersabda: Makanlah, minumlah, dan kenakanlah pakaian dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak kikir. (HR. Ahmad). Tujuan pendidikan ketiga adalah tidak berpartai. Pondok Modern Darussalam Gontor adalah lembaga pendidikan murni yang tidak berafiliasi kepada partai politik ataupun organisasi kemasyarakatan apapun. Sehingga para pemuda yang berasal dari latar belakang organisasi apapun dapat menjadi santri Pondok Modern Gontor dan menuntut ilmu di dalamnya. Bahkan putra-putri dari para tokoh organisasi besar di Indonesia banyak yang menjadi santri Pondok Modern Gontor.
140
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an..., 365.
129
130
K.H. Ahmad Sahal, salah satu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor menegaskan, “Meskipun semua santri dan guru di pondok ini adalah anak orang Muhammadiyah, pondok ini tidak akan berubah menjadi Muhammadiyah. Dan meskipun semua santri dan guru di pondok ini adalah anak orang Nahdhatul Ulama, pondok ini tidak akan pernah berubah menjadi Nahdhatul Ulama.” Dengan semboyan “ Pondok Modern Gontor di atas dan untuk semua golongan,” lembaga ini mendidik santrinya untuk menjadi perekat ummat. Tujuan pendidikan keempat adalah menuntut ilmu karena Allah. Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki prinsip bahwa pendidikan adalah sarana untuk ibadah thalabul ilmi, bukan sarana untuk memperoleh ijazah sehingga dapat menjadi pegawai. Hal ini tercermin dalam langkah Pondok Modern untuk mendidik santrinya dengan pendidikan berbasis kecakapan mental. Pondok Modern Gontor berkeyakinan bahwa dengan menanamkan mental skill yang kuat, maka para santrinya memiliki jiwa kemandirian yang tinggi. Menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap muslim meskipun harus ke Cina. Dari ajaran ini, para santri termotivasi untuk belajar ke seluruh penjuru dunia setelah mereka menyelesaikan pendidikan di Pondok Modern Gontor. Sejak duduk di kelas V/VI KMI, mereka sudah rajin mencari informasi tentang belajar/kuliah di seluruh penjuru dunia tanpa memandang ras, etnis bahkan agama negara yang akan dituju demi mencari ilmu karena Allah. Karena pada dasarnya, semua ilmu adalah dari dan milik Allah SWT semata. Allah Swt berfirman dalam Al-Quran: 130
131
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Q.S. Az-Zumar [39]: 9.141 Jika dilihat dari tujuan pendidikan yang pertama yaitu pendidikan kemasyarakatan, maka Pondok Modern Gontor dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai multikulturalisme. Melalui kegiatan dan kepengurusan di OPPM dan KGP para santri dididik untuk hidup bersama, saling toleransi, tidak dibedakan status sosial maupun ekonomi mereka dan semua santri dari suku apapun mendapat perlakuan yang sama dan sederajat. Mereka tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia. Para santri dididik untuk mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya. Menghargai pluralitas, heterogenitas dan menghargai serta menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis dan suku. Tujuan pendidikan keikhlasan dan kesederhanaan tidak memunculkan nilai multikulturalisme. Sedangkan tujuan keempat yaitu menuntut ilmu karena Allah memunculkan nilai multikulturalisme, antara lain; menghilangkan batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia. Mengembangkan seluruh potensi manusia yang meliputi potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya. Living together dengan menghargai pluralitas, heterogenitas dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. 141
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an....459.
131
132
3. Sistem Pendidikan Pondok Modern
Gontor
dalam Perspektif
Multikultural Sistem pendidikan di Pondok Modern Gontor berbeda dengan madrasah dan pesantren pada umumnya. Tidak ada lembaga madrasah (MTs maupun MA) namun juga tidak ada ujian paket atau pun persamaan. Pendidikan formalnya bernama KMI (Kulliyatul Mu‟allimin al-Islamiyyah) dengan masa belajar enam tahun untuk program reguler dan empat tahun untuk program intensif. Siswa kelas reguler dan intensif akan bertemu dan bercampur kelak kemudian di kelas V-VI. Adapun kegiatan ekstrakurikuler di Pondok Modern Gontor dikoordinir oleh organisasi siswa intra sekolah yang bernama OPPM (Organisasi Pelajar Pondok Modern) dan KGP (Koordinator Gerakan Pramuka) yang khusus menangani kegiatan pramuka. Di Pondok Modern Gontor juga terdapat lembaga bimbingan kesiswaan yang bernama Pengasuhan Santri. Sedangkan OPPM dan KGP secara struktural berada di bawah lembaga Pengasuhan Santri. a. Pembelajaran di Kulliyatul Muallimin al-Islamiyah Kegiatan belajar mengajar KMI dimulai jam 07.00-12.15. Siswa kelas reguler dan kelas intensif, besar-kecil, tua-muda, Jawa-non Jawa, WNI-WNA semua diperlakukan sama di dalam proses pembelajaran tanpa diskriminasi. Siswa yang duduk di kelas satu reguler bisa berumur 12 tahun (minimal berijazah SD) hingga tak terbatas. Artinya seseorang yang berusia 25 tahun pun boleh dan mau belajar di KMI kelas satu reguler. Adapun kelas intensif diperuntukkan bagi siswa 132
133
minimal berijazah SMP atau MTs dan maksimal tak terbatas dengan jenjang belajar kelas I intensif, kelas III intensif, kelas V dan kelas VI. Di kelas reguler program 6 tahun misalnya, akan didapati seorang peserta didik berumur 12 tahun hingga 25 tahun berbaur jadi satu. Beberapa siswa yang sudah sarjana pun ikut belajar di kelas satu baik reguler maupun intensif. Begitu juga dengan status keluarga peserta didik dan suku masing-masing. Anak seorang gubernur duduk berdampingan dengan anak petani, anak suku Jawa Solo/ Yogyakarta duduk berdampingan dengan anak suku Batak atau Madura. Di dalam kelas, para peserta didik wajib meninggalkan status sosial, umur dan asal suku mereka masing-masing.142 Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan M. Ainul Yaqin, bahwa pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan kultural yang ada pada diri siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, sosial, ras, kemampuan dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Tujuannnya untuk melatih dan membangun karakter siswa agar bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.143 Nilai-nilai multikulturalisme yang ditemukan dalam kegiatan belajar dan mengajar di KMI antara lain mencakup kehidupan bersama (living together),
142
Hasil wawancara dengan Dr. H. Nur Hadi Ihsan, MIRKH. direktur KMI periode tahun
2004-2014. 143
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, 25.
133
134
kesederajatan (equality atau egalitarianism) dan menghilangkan perbedaan status sosial. Anti diskriminasi etnik, menghargai perbedaan kemampuan, menghargai perbedaan umur dan perbedaan etnis. Menghargai pluralitas, heterogenitas dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis dan suku. b. Kegiatan OPPM dan KGP Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) adalah wadah pembinaan dan penampung kreativitas santri dalam latihan berorganisasi. OPPM berfungsi sebagai sarana pendidikan agar santri siap memimpin dan mau dipimpin serta mencetak kader pemimpin umat yang kompeten dalam mengatur organisasi. Organisasi ini menggerakkan aktivitas santri di luar kelas, baik ko-kurikuler maupun ekstrakurikuler; di asrama maupun di luar asrama. Layaknya organisasi pemerintah, organisasi OPPM memiliki 21 departemen / bagian yang mengurusi semua bidang kehidupan di pondok dengan 383 pengurus yang mencakup seluruh daerah asal santri.144 Setiap konsulat/asal daerah santri mempunyai wakil untuk menjadi pengurus OPPM. Selain itu, OPPM juga membawahi beberapa organisasi, antara lain: organisasi asrama (19 asrama), organisasi konsulat/daerah (36 konsulat), serta sejumlah kursus kesenian, keolahragaan, kebahasaan, ketrampilan dan lain-lain. Di antara peraturan yang dibuat OPPM adalah tidak diperbolehkannya “tajammu‟” (berkumpul) sesama suku melebihi dua orang. Jika terdapat tajammu‟ 144
Tim Penyusun, Buku Panduan Musyawarah Kerja OPPM Darussalam Gontor, Ponorogo: Sekretariat OPPM, 2014, 198-211.
134
135
yang terdiri dari tiga siswa dari satu suku, maka siswa tersebut dianggap telah melanggar disiplin pondok. Dengan peraturan ini diharapkan para santri saling berbaur, saling kenal dan saling menghargai suku lain. 145 Dari OPPM (Organisasi Pelajar Pondok Modern) ini, muncul nilai multikulturalisme yang mencakup kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau egalitarianism), anti diskriminasi etnik, menghargai perbedaan kemampuan, menghargai perbedaan umur, hidup dalam perbedaaan dan saling menghargai. Adapun Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) adalah wujud riil sarana pendidikan karakter santri Pondok Modern Darussalam Gontor. Saat ini kegiatan kepramukaan di Pondok Modern Gontor ditangani oleh Koordinator Gugus Depan 15089 Pondok Modern Gontor di bawah bimbingan dan pengawasan Majelis Pembimbing Koordinator Harian (Mabikori) dengan agenda kegiatan rutin mingguan, bulanan dan tahunan. Kegiatan rutin KGP adalah mengadakan latihan pramuka setiap hari Kamis sore. Di antara agenda latihan adalah para anggota pramuka diperkenalkan dan diajarkan berbagai lagu atau nyanyian daerah dari suku Sabang (Aceh) hingga Papua. Tidak hanya lagu daerah, berbagai jenis tari dan permainan daerah nusantara juga diperkenalkan dan diperagakan pada setiap latihan pramuka.
146
Dimensi multikultural yang dapat ditemukan di KGP (Koordinator Gerakan Pramuka) dari kegiatan kepramukaan yang dilaksanakan pada setiap hari Kamis 145 146
Tim Redaksi, Diktat Khutbatul Iftitah..., 48-49. Hasil wawancara dengan Catur Deni Firemanto alumnus PMDG tahun 2003.
135
136
sore ini antara lain membiasakan living together, menghargai perbedaan etnis dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis dan suku. c. Pengasuhan Santri Pengasuhan santri adalah lembaga yang mengatur pola disiplin serta tatanan kehidupan santri dan pondok secara menyeluruh. Lembaga ini ditangani langsung oleh pengasuh pondok dan di dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh staf pengasuhan santri. Tugas lembaga ini sangat luas yaitu mencakup kehidupan santri di luar jam sekolah seperti memberikan bimbingan, pengajaran dan pengembangan kepada para santri berupa kegiatan ekstra kurikuler yang meliputi keorganisasian, kepramukaan, bahasa, disiplin, olahraga, ketrampilan, kesenian, akhlak dan ibadah. Di dalam membimbing masalah ibadah mahdhoh, Pengasuhan Santri memberikan kelenturan dan toleransi kepada para santri. Sebagaimana diketahui pada umumnya bahwa praktik ibadah di Indonesia diwarnai oleh dua aliran atau madzhab besar yaitu NU dan Muhammadiyah. Akan tetapi di Pondok Modern Gontor akan ditemukan praktik keduanya, misalnya; pertama, sholat shubuh. Pelaksanaan sholat shubuh berjamaah di masjid hanya diikuti oleh santri kelas V dan VI KMI, sementara santri yang lain melaksanakan sholat shubuh berjamaah di kamar masing-masing. Ketika melaksanakan sholat shubuh berjamaah, kadang membaca doa qunut dan kadangkala tanpa bacaan doa qunut, tergantung imamnya. Kalau imam sholat dari keluarga Muhammadiyah, maka bisa dipastikan 136
137
pelaksanannya tanpa doa qunut, sebaliknya kalau imamnya dari latar belakang NU, maka sholat shubuhnya dipastikan dengan qunut. Namun demikian, di Pondok Modern Gontor pernah terjadi pelaksanaan qunut nazilah dalam lima kali sholat fardlu selama sebulan penuh ketika memperjuangkan undang-undang pendidikan di Jakarta. Kedua, bacaan pujian sebelum sholat dan wirid setelah sholat fardlu : sebagaimana lazimnya amalan
ibadah di kalangan NU, di Pondok Gontor juga
dilaksanakan pujian sebelum sholat, yaitu dengan bacaan syair Abu Nawas (ilahi lastu lilfirdausi ahlan....). Begitu juga dengan bacaan wirid setelah sholat. Mereka selalu membaca wirid dan doa secara jahr dan bersama-sama. Ketiga, pelaksanaan sholat Jum‟at di pondok Gontor dilakukan dengan cara adzan dua kali sebagaimana di masjid-masjid NU. Sedangkan khutbah Jum‟at dilaksanakan dengan memakai bahasa Arab atau bahasa Inggris. Keempat, pelaksanaan sholat tarawih di Pondok Modern Gontor dilakukan sebanyak sebelas rakaat sebagaimana pelaksanaan sholat tarawih di kalangan Muhammadiyah. Akan tetapi pelaksanaan tersebut juga dipandu dengan seorang bilal yang membaca sholawat dengan lagu merdu dan suara yang nyaring setelah salam setiap dua rakaat. Agenda pengasuhan santri yang bersifat tahunan adalah mengkoordinir acara pekan perkenalan pada setiap awal tahun ajaran baru yang padat kegiatan. Sebagai contoh ; karnaval budaya nusantara (plus luar negeri) dengan pakaian adat dari 137
138
suku Aceh hingga Papua selalu dilaksanakan pada acara apel tahunan bersamaan dengan acara pekan perkenalan. Karnaval budaya nusantara tersebut biasanya juga diiringi dengan musik khas daerah masing-masing.147 Acara terkait dengan agenda pekan perkenalan yang juga dimotori pengasuhan santri diantaranya; pertama Demonstrasi Bahasa yaitu pidato bahasa daerah dan luar negeri yang ditampilkan secara bergiliran. Kedua Aneka Ria Nusantara yakni orientasi dan demonstrasi kesenian daerah seluruh nusantara yang juga ditampilkan secara bergiliran.148 Nilai multikulturalisme yang terdapat di dalam praktik ibadah sehari-hari di pondok yaitu sikap saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual
respect)
dan
hidup
dalam
perbedaan.
Sedangkan
nilai-nilai
multikulturalisme yang muncul dalam agenda pekan perkenalan di Pondok Modern Darussalam Gontor yaitu mencakup kesederajatan (equality atau egalitarianism), menghargai perbedaan kemampuan, menghargai perbedaan umur dan hidup dalam perbedaaan. Saling menghargai (mutual respect), sikap apresiatif dan interdependensi, keberagaman inklusif, menghargai keragaman bahasa dan keterampilan sosial (social action). 4. Peran K.H. Dr. Abdullah Syukri, M.A. dalam Pendidikan Multikultural K.H. Dr. Abdullah Syukri, M.A. lahir di Gontor pada tanggal 19 September 1942. Dia adalah putra pertama dari K.H. Imam Zarkasyi salah seorang Trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Menamatkan Sekolah Dasar di desa 147 148
Hasil wawancara dengan ustadz Althof Sufeida. Tim Redaksi, Wardun....,15.
138
139
Gontor pada tahun 1954. Setelah menamatkan Kulliyatu-l-Mu'allimin Al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Darussalam Gontor pada tahun 1960 melanjutkan studi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga mendapatkan gelar Sarjana Muda tahun 1965. Adapun gelar Lc. didapat dari Al Azhar University Kairo Mesir pada tahun 1976. Kemudian melanjutkan studi di lembaga yang sama hingga meraih gelar MA ada tahun 1978. Dan mendapat gelar Doctor Honoris Causa pada 2005 dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi tidak hanya berjuang dengan mengasuh santri di pondok, melainkan juga melalui tulisan. Banyak sekali karya tulis yang sudah ditelorkannya. Di antaranya adalah; 1. Pokok-Pokok Pikiran untuk Perubahan Pendidikan Nasional 2. Refleksi dan Rekonstruksi Pendidikan Islam: Model Pendidikan Pesantren Ala Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 3. Menggali Sumber Keuangan Madrasah : Strategi dan Teknik 4. Pengelolaan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 5. Pengelolaan Pendidikan dan Pengajaran di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 6. Pola Pendidikan Pesantren Sebuah Alternatif 7. Strategi dan Pola Manajemen Pendidikan Pesantren 8. Optimalisasi Peran Sektor Pendidikan dalam Pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia 139
140
9. Etika Bisnis dalam Islam dan Relevansinya Bagi Aktivitas Bisnis di Dunia Pendidikan Pesantren: Studi Kasus Pondok Modern Darussalam Gontor 10. Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Modern Gontor 11. Optimalisasi Peran Sektor Pendidikan dalam Pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia: Pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor 12. Pendidikan Pesantren di Era Modern 13. Peran Agama dan Budaya Islam dalam Mendorong Perkembangan Iptek Dan masih banyak buku maupun artikel yang ditulisnya. Selain menulis buku, banyak pengalaman berorganisasi K.H. Abbbdullah Syukri yang patut dicontoh oleh para santrinya, antara lain; 1. Pengurus HMI Cabang Ciputat – Jakarta (1964) 2. Pengurus HPPI (Pelajar Islam) Cairo (1971) 3. Pengurus PPI Den Hag – Belanda (1975) 4. Pimpinan Pondok Modern Gontor (1985 – sekarang) 5. Ketua Majlis Ulama Indonesia Kab. Ponorogo. 6. Ketua Badan Silaturrahmi Pondok Pesantren Jawa Timur (1999 – sekarang) 7. Ketua Forum Silaturrahmi Umat Islam Ponorogo (1999 – sekarang) 8. Ketua MP3A Depag (Majlis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (1999 – sekarang) 9. Dewan Penasehat MUI Pusat.
140
141
Selain mengasuh santri, menulis buku dan aktif berorganisasi, dia juga sering mengadakan perjalanan keluar negeri dalam rangka belajar, mengisi seminar, kunjungan kerja, maupun menghadiri undangan dari negara-negara di Afrika, Eropa
maupun
Amerika.
Diantaranya;
tour
ke
Belgia–Jerman–Perancis,
International Visit Program ke Amerika Serikat, London, Seminar Bahasa Arab di Brunei Darussalam, Comparative Study ke Pakistan, Study Tour ke Thailand bersama 20 guru Gontor, Aligarh University India, Kunjungan ke Malaysia, Universitas Antar Bangsa (IIU), negara-negara OKI dan masih banyak lagi yang lainnya. Nilai-nilai multikulturalisme yang ditemukan dalam K.H. Dr.Abdullah Syukri, M.A. selaku pengasuh pesantren Pondok Modern Gontor antara lain; kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau egalitarianism), sikap tebuka dalam berpikir, keterampilan sosial (social action), mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya, menghargai pluralitas dan heterogenitas, menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. B. Pendidikan Multikultural di Pesantren Salaf API Tegalrejo Umumnya, pesantren adalah sebuah lembaga yang memagari dirinya dari unsur-unsur abangan karena pesantren selalu identik dengan keislaman.
Para
santri dengan gaya hidup, perilaku, sistem, nilai dan pandangan hidup yang berbeda dengan masyarakat awam agama, memandang dirinya terpisah dari kaum 141
142
abangan. Namun, pesantren API Tegalrejo seolah-olah mendobrak kecenderungan umum tersebut dan membalikkan anggapan tentang pesantren yang menolak kesenian tradisional. Pesantren API Tegalrejo justru memeriahkan acara khataman /akhirussanah dengan ritual yang dalam pandangan umum tidak mencirikan, bahkan bertentangan dengan ajaran Islam. Sejak didirikannya Pawiyatan Bubaya Adat tahun 1974, khataman di Tegalrejo selalu menghadirkan kesenian tradisional. Praktik pendidikan multikultural di Pesantren Salaf API Tegalrejo dapat diidentifikasi dalam dua hal, yaitu: kegiatan ekstrakurikuler dan peran K.H. Yusuf Chudlori sebagai pengasuh pesantren. 1. Kegiatan Akhir Tahun Pesantren API Tegalrejo Adapun rangkaian kegiatan akhir tahun ajaran di pesantren API Tegalrejo meliputi; a. Khataman Haflah Akhirussanah Khataman bagi orang Islam, khususnya kalangan pesantren memang merupakan momen yang sangat bermakna, semacam ritus peralihan yang sangat penting. Khataman merupakan ujung dari sebuah proses panjang dalam menamatkan pembacaan Al-Quran (baik bi an-nadzar alias menyimak ataupun bi al-ghaib alias menghafal). Mengingat arti penting khataman tersebut, pada umumnya kaum muslim ingin membuatnya berkesan dengan mengadakan perayaan.
142
143
Bagi kalangan pesantren sendiri, khataman adalah sebuah even yang amat penting. Semangat, energi, ketekunan, dan kerja keras yang telah dijalani baik oleh sang Kiai maupun santri selama satu tahun memuncak pada satu momen rutin tahunan yang dinamakan khataman. Dengan khataman itu mereka menyajikan kepada publik hasil capaian yang telah mereka peroleh selama satu tahun. Selain sebagai wahana sosialisasi, khataman juga merupakan wujud pertanggungjawaban dari pesantren kepada publik, khususnya para wali santri. Khataman adalah simbol bagi para santri yang sudah selesai dalam belajar. Biasanya acara ini dilaksanakan setiap setahun sekali dengan acara pengajian agama yang meriah. Akan tetapi berbeda dengan acara khataman di pesantren API Tegalrejo. Di sana
acara khataman biasanya dilaksanakan sepuluh hari dan
dimeriahkan dengan pasar malam dan pertunjukan berbagai kesenian adat budaya serta diakhiri dengan pengajian akbar. Pada umumnya, pesantren adalah sebuah lembaga yang memagari dirinya dari unsur-unsur dengan meminjam istilah kontroversial Geertz, abangan. Para santri dengan gaya hidup, perilaku, sistem, nilai dan pandangan hidup yang berbeda dengan masyarakat awam agama, memandang dirinya terpisah dari kaum abangan.149 Tidak heran jika kesenian tradisional yang umumnya lebih banyak dijalani orang-orang abangan itu jarang bersentuhan dengan masyarakat pesantren.
149
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa,Depok: Komunitas Bambu, 2014, 255-260.
143
144
Akan tetapi pesantren API Tegalrejo justru memeriahkan acara khataman dengan ritual yang dalam pandangan umum tidak mencirikan, bahkan bertentangan dengan ajaran Islam. Terlebih API Tegalrejo adalah pesantren salaf, sebuah tipe pesantren yang sangat kokoh memegang tradisi dengan peraturan yang sangat ketat tanpa mencampurkannya dengan model pendidikan modern. Pada kenyataannya acara khataman di Pesantren API Tegalrejo justru memasukkan berbagai budaya Indonesia sebagai event dari khataman tersebut.150 Pandangan stigmatik pesantren terhadap kesenian tradisional banyak ditemukan pada doktrin kitab-kitab kuning yang biasa menjadi rujukan kalangan pesantren. Doktrin tentang haramnya alatul malahi (alat-alat musik) di kitab Sulam al-Taufiq misalnya, begitu kuat menguasai pemahaman orang-orang kalangan pesantren, sehingga mereka terutama kalangan salaf, tidak bisa menerima masuknya musik ke pesantren. Alat-alat tersebut diharamkan karena melalaikan manusia dari Sang Pencipta. Selain itu, perilaku kemaksiatan yang menghiasi acara-acara kesenian (semisal joget, mabuk, membuka aurat, ndadi atau lepasnya kesadaran orang karena dirasuki roh halus) juga turut memberikan andil dalam proses stigmatisasi kalangan pesantren terhadap kesenian. Banyak di antara para pelaku seni tradisional tersebut juga merupakan orangorang yang relatif jauh dari ritual agama Islam, dan karenanya dipandang jauh dari Islam. Selain itu, orang-orang ini juga dianggap sering melakukan praktik-praktik 150
http://www.desantara.or.id/2013/06, diakses 26 April 2015.
144
145
yang membawa manusia ke arah syirik atau menyekutukan Tuhan, sebuah dosa besar yang tidak diampuni. Praktik-praktik tersebut misalnya kepercayaan terhadap para danyang (roh halus yang biasanya menempati benda tertentu seperi batu dan pohon) dan kesediaan untuk memberikan sesaji bagi mereka pada momen-momen tertentu, misalnya ketika hendak panen atau tandur (mulai masa tanam), termasuk ketika hendak memainkan kesenian tradisional. Sebagaimana umumnya orang bergaul, kalangan pesantren cenderung untuk menjauhi orang lain yang tidak senada dan sepaham. Kalangan santri yang merasa dekat dengan agama merasa tidak sepantasnya bergaul dengan kaum kesenian tradisional yang jauh dari agama. Menurut almarhum K.H. Ahmad Muhammad, atau biasa disapa dengan Gus Muh, Islam ditempatkan berdampingan dengan tradisi masyarakat setempat. Hal ini membedakan dengan pemahaman tokoh Islam mainstream yang melihat tradisi Jawa sebagai sesuatu yang rendah di bawah Islam, dan pada akhirnya harus dipisahkan dari praktik ke-Islaman. Strategi di atas (memasukkan kesenian tradisional) memiliki “nilai lebih” di masyarakat yaitu berupa kepemimpinan merakyat sekaligus merawat dan menguatkan aset dari kebudayaan lokal di Jawa Tengah. Akhirnya banyak pelaku kesenian tradisional yang menjadikan Gus Muh sebagai pemimpin karena dirinya mampu menjembatani kemajemukan masyarakat lintas golongan bahkan lintas agama melalui kegiatan seni dan agama.151
151
http://m.nu.or.id/, diakses 27 April 2015
145
146
Mereka yang selama ini jauh dari acara keagamaan bisa mendekat tanpa canggung keluar masuk pesantren dan mengikuti acara keagamaan. Sedangkan para santri tidak kehilangan akar budaya aslinya karena setiap hari diasah dengan pendidikan keagamaan. Pentas kesenian dan pengajian berlangsung di satu lokasi yang bergandengan memang tampak janggal. Terlebih bagi mereka yang selalu menganggap kesenian dan pengajian adalah dunia yang tidak terjembatani. Namun di Tegalrejo, pengajian dan pentas kesenian di satu lokasi yang berdekatan sudah berlangsung puluhan tahun. Al Islaamu laa ya‟tii liyuhaddima maa kaana alaihi al insaan min tsaqofiyyatin wa adabiyatin, (agama Islam tidak datang untuk menghapus kebudayaan dan peradaban) akan tetapi sebaggai penyeimbang antara syariat Allah dan adat masyarakat. Ibarat gelas berisi air najis, maka jangan dibuang gelasnya, namun cukup airnya yang dibuang lalu gelasnya dicuci. Maka adat masyarakat yang sesuai dengan spirit agama dipertahankan dan yang tidak sesuai, maka diluruskan bukan untuk dijauhi.152 Itulah yang selalu terjadi pada setiap acara akhirussanah (khataman) di Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. Selain pengajian umum sebagaimana biasa diadakan pesantren lain, Ponpes API Tegalrejo juga menyelenggarakan pagelaran kesenian yang diberi tajuk Pawiyatan Budaya Adat (PBA) untuk memeriahkan acara khataman. Menurut alm. K.H. Ahmad Muhammad (tokoh kunci di balik berdiri dan bertahannya PBA), banyak
152
Hasil wawancara dengan ustadz Ali Mustofa
146
147
sekali pihak yang menentang PBA pada awalnya, bahkan ada yang menuduhnya telah keluar dari jalan Islam.Tantangan semacam itu tidak hanya datang dari kalangan yang selama ini dianggap sebagai Islam modernis, tetapi juga dari kalangan Islam tradisionalis sendiri. Variasi nilai multikulturalisme banyak ditemukan dalam even akhirussanah di Pesantren Salaf API Tegalrejo yang mencakup; kehidupan bersama (living together),
kesederajatan
(equality
atau
egalitarianism),
menghilangkan
ketidakadilan dan perbedaan status sosial, menghargai perbedaan kemampuan, menghargai perbedaan umur, hidup dalam perbedaaan, sikap saling percaya (mutual trust), sikap saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual respect), sikap apresiatif, menghargai keberagaman inklusif dan keterampilan sosial (social action). Menghargai pluralitas dan heterogenitas, serta menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. b. Pawiyatan Budaya Adat (PBA) Pesantren API Tegalrejo Pawiyatan Budaya Adat (PBA) adalah rangkaian kagiatan budaya dalam rangka untuk memeriahkan acara khataman akhirussanah di Pesantren API Tegalrejo Magelang. PBA berdiri sejak tahun 1974 dan selalu ikut andil dalam memeriahkan acara khataman akhirussanah di pesantren API Tegalrejo Magelang. Pesantren API Tegalrejo identik dengan PBA dan PBA menjadi ikon khataman akhirussanah di pesantren API Tegalrejo.
147
148
Pada umumnya pesantren zaman dulu selalu didirikan oleh keturunan kiai. Tetapi Pesantren API Tegalrejo didirikan oleh seorang priyayi Jawa yang membuat pesantren ini menjadi salah satu di antara pesantren terbesar di Jawa Tengah. Latar belakang Kiai Chudlori (muassis API Tegalrejo) adalah berasal dari keluarga priyayi Jawa. Kiai Chudlori nyempal dari keluarga, karena hanya dia yang nyantri sementara saudara lainnya bersekolah untuk kemudian menjadi pegawai negeri. Dengan latar belakang keluarga seperti itu dia bisa memahami kultur Jawa, dan dia sadar bahwa beliau hidup di tanah Jawa.153 Selain latar belakang individual seperti itu, pesantren ini didirikan di tengah-tengah masyarakat penganut kejawen. Pesantren ini memainkan peran yang sangat berarti dalam proses santrinisasi daerah sekitarnya. Dan untuk menjalankan peran tersebut, pesantren API Tegalrejo berusaha untuk
menerima budaya lokal
daripada menentangnya. Jauh sebelum ada fetival tahunan itu, Pesantren Tegalrejo memang telah dikenal sebagai pesantren yang dekat dengan kesenian. Pendiri pesantren ini, yakni K.H. Chudlori yang akrab disapa Kiai Chudlori dikisahkan, bahwa suatu hari Kiai Chudlori didatangi perwakilan masyarakat di daerah Tegalrejo yang sedang berselisih berebut uang kas desa yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Satu kelompok menghendaki uang itu digunakan untuk memperbaiki masjid, sementara kelompok lain menghendaki agar uang tersebut digunakan untuk membeli 153
http://thepenguinus.blogdetik.com/2013/05/16. diakses 29 April 2015
148
149
gamelan. Karena perselisihan di antara keduanya tidak terselesaikan, mereka pun memutuskan untuk membawa persoalan tersebut ke Kiai Chudlori. Di luar dugaan, Kiai Chudlori justru menganjurkan agar uang tersebut digunakan untuk membeli gamelan. Alasannya, yang penting masyarakat bisa rukun dan guyub. Kalau masyarakat sudah rukun dan guyub, nanti masjid pasti akan berdiri dengan sendirinya. Maka setelah masyarakat tersebut rukun dan guyub, mereka mengadakan iuran untuk membangun masjid. Barangkali semacam inilah apa yang dimaksudkan dengan cultural broker oleh Clifford Geertz.154 Bagi masyarakat Jawa yang bukan kalangan santri, kiai merupakan sosok penting di masyarakat yang menjadi rujukan setiap kali mereka menghadapi persoalan, baik persoalan individu maupun persoalan kolektif. Dalam hal ini Kiai Chudlori berperan sebagai pengadilan yang keputusannya mengikat dan harus ditaati oleh kedua belah pihak. Dari sanalah muncul benang merah antara kesenian dan pondok. Orang-orang kesenian merasa terayomi oleh Kiai Chudlori. Mereka mendekat, lalu muncullah partisipasi mereka untuk pesantren, khususnya ketika khataman. Sesuai dengan kemampuan mereka, peran serta mereka adalah bermain pentas kethoprak, jathilan, dan sebagainya. Almarhum K.H. Ahmad Muhammad155 adalah sosok kunci dalam penyelenggaraan PBA. Dia adalah putra kedua Kiai Chudlori yang mendirikan
154
Clifford Geertz, Agama Jawa ..., 287. Hasil observasi, rumah alm. Gus Muh penuh dengan hiasan-hiasan: patung buto, wayang, gunungan, topeng buto, dan lain-lain. 155
149
150
PBA. Dia juga memiliki kebiasaan unik, yakni jika diundang ceramah di suatu desa biasanya dia meminta tanggapan jathilan. Setelah pelaksanaan festival tahun 1979, banyak permintaan kepada K.H. Ahmad Muhammad dari desa-desa kejawen agar beliau memberikan pengajian di desa mereka. Bahkan masyarakat beberapa desa memintanya untuk membantu mendirikan masjid di desa mereka. Karena pengaruh positif semacam itu, suara-suara yang menentang metode dakwah K.H. Ahmad Muhammad di kalangan para kiai mulai menghilang.156 Sejak itu, khataman di Pesantren Tegalrejo dikenal luas bukan saja sebagai acara keagamaan, tapi juga sebagai festival berbagai macam pertunjukkan kesenian rakyat Jawa. Mengenai kesenian tradisional ini beliau menjelaskan: “Masih banyak orang yang heran mengapa saya mengundang begitu banyak rombongan jatilan untuk acara khataman. Ya, saya harus mengakui bahwa saya adalah kiai jatilan. Tapi silahkan, lihat dalam kitab ini (Beliau menunjuk sebuah kitab berbahasa Arab Al-Hakim karangan Ibn „Atha‟illah). Maksiat yang akhirnya menyebabkan orang-orang menjadi taat jauh lebih baik dari taat yang dibarengi dengan kesombongan dan menyebabkan seorang takabur. Bagi manusia, takabur merupakan sifat yang buruk, tetapi bagi Tuhan yang Maha tak terbatas, kesombongan merupakan salah satu sifat-Nya. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali pernah berharap bahwa hanya kita yang sekarang menjalankan salat lima waktu dalam sehari ditakdirkan masuk surga. Mereka yang sekarang sedang bermain jatilan pun mungkin juga ditakdirkan masuk surga, dan kita mungkin dilemparkan ke dalam neraka, karena penuh dengan ketakaburan. Saya ingin mengatakan kepada saudara mengenai persoalan ini. Jauh lebih baik mereka menggunakan uang untuk jatilan daripada untuk taruhan. Selain itu, jika mereka bermain di halaman pesantren, siapa tahu hati mereka akan lebih dekat dengan pesantren? Tahukah saudara sekalian, bahwa kebanyakan pemain jatilan yang saya undang beberapa tahun yang lalu sekarang menjadi santri? Oleh karena itu, jangan sekali-kali mengecam orang
156
http://m.nu.or.id/, diakses 27 April 2015.
150
151
lain, tetapi bedoalah kepada Allah. Semoga saudara-saudara kita suatu hari kelak menjadi Muslim yang baik.”157 Biasanya almarhum berpesan kepada para pemain jatilan, “Bermainlah jatilan sesuka kamu, tapi janganlah kamu melupakan salat!” Kenyataan ini menunjukkan betapa harmonisnya hubungan antara Pesantren Tegalrejo dengan masyarakat sekitar. Dan kehidupan seperti ini memperlihatkan contoh yang jelas, betapa kelirunya memandang kebudayaan santri sebagai sesuatu yang selalu bertentangan dengan kebudayaan Jawa asli sebagaimana penelitian Geertz. Kesenian rakyat Jawa semacam ini tidak lazim dalam rangka perayaan di pesantren sebagaimana dikemukakan oleh Geertz bahwa kesenian dikaitkan dengan kelompok abangan.158 Namun, di pesantren API Tegalrejo, pesantrenlah yang dianggap sebagai pelindung kebudayaan rakyat Jawa. Oleh karena itu, bagi desa-desa di sekitar Tegalrejo sudah menjadi kebiasaan masyarakatnya, yaitu belajar bermain jatilan di halaman musholla setelah menjalankan shalat dzuhur berjama‟ah. Hingga saat ini acara Pawiyatan Budaya Adat di pesantren API Tegalrejo diteruskan oleh kedua putra almarhum yaitu H. Asyfaq Ubayyu Azji dan H. Asbiq Fasyarizaz. Sebagai sebuah perhelatan yang
sangat besar, merupakan fakta menarik
bahwa acara PBA ini tidak didukung oleh sponsor manapun. Sebagai gambaran, pentas kesenian yang berlangsung selama sepuluh hari tersebut diikuti oleh kurang
157 158
http://esscocom.blogspot.com/2012/12/essalavi-country.html, diakses 30 April 2015 Clifford Geertz, Agama Jawa ...., 417-423.
151
152
lebih 200 komunitas seniman. Mengambil beberapa tempat sebagai titik keramaian, seperti halaman rumah almarhum Gus Muh dan lapangan, pentas seni berlangsung terus-menerus. Malam terakhir sebelum pengajian, dilangsungkan karnaval yang diikuti 150 kelompok kesenian. Menurut Ali Mustofa, keseluruhan acara tersebut didanai oleh keluarga kiai hingga mencapai miliaran rupiah. Tidak ada satupun pendanaan dari pihak luar, baik dari pesantren, wali santri,maupun sponsor. Selain kesenian tradisional, pesantren API Tegalrejo juga menyelenggarakan pentas musik modern. Adapun yang bertanggung jawab dalam penyelenggaran kesenian modern adalah K.H. Abdurrahman Yusuf Chudlori. Grup band nasional yang pernah dihadirkan dalam rangka akhirussanah pesantren API Tegalrejo di antaranya Jikustik, Gigi, Sheila on 7 dan lain-lain. Pada perayaan haflah akhirussanah bulan Mei 2015 lalu, beliau menghadirkan grup band d‟Masiv. Adapun nilai-nilai multikulturalisme yang muncul dalam Pawiyatan Budaya Adat (PBA) yaitu kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau egalitarianism), menghargai perbedaan kemampuan, perbedaan umur serta hidup dalam perbedaaan. Menumbuhkan sikap saling percaya (mutual trust), sikap saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual respect), sikap apresiatif dan interdependensi. Menghargai keberagaman inklusif, pluralitas, heterogenitas, keterampilan sosial (social action) dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis dan suku. 152
153
2. Peran
K.H.
Abdurrahman
Yusuf
Chudlori
dalam
Pendidikan
Multikultural Di tengah-tengah masyarakat, dia lebih dikenal dengan sebutan khas kaum pesantren, yakni Gus Yusuf. Sebutan ini didasarkan pada latar belakang dia yang merupakan salah satu putra almarhum K.H Chudlori (w.1977), pendiri (muasis) Ponpes Asrama Perguruan Islam Tegalrejo Magelang. Gus Yusuf yang lahir di Magelang pada 9 Juli 1973 ini sangat terkenal sebagai kiai muda yang dekat dengan berbagai kalangan. Selain menyukai musik, dia juga tidak asing dengan para pegiat kebudayaan, sastra dan kesenian yang lain. Hal ini dikarenakan selain beliau mengasuh pesantren dan memberikan hikmah-hikmah keagamaan kepada masyarakat di berbagai majlis ta‟lim, dia juga meluangkan waktu mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk perjuangan sosial-kemasyarakatan. Diantara perjuangan sosial-kemasyarakatan yang digeluti oleh dia adalah mengelola komunitas kesenian-kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Magelang, penasehat organisasi Komunitas Gerakan Anti Narkoba dan Zat Adiktif (KOMGANAZ) Kabupaten Magelang, mengelola radio komunitas Fast-FM yang menyiarkan program-program populis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, mulai dari kajian keagamaan, mujahadah, berita-berita aktual, konsultasi kesehatan, bincang bisnis, infotainment, dan lain sebagainya. Meskipun Gus Yusuf berlatar belakang pendidikan pesantren tapi dia sangat dekat dengan para aktifis muda dan aktifis mahasiswa yang berlatar belakang 153
154
pendidikan formal. Kedekatan ini dapat terjalin karena Gus Yusuf adalah kiai yang terbuka (egaliter) untuk berdiskusi dengan kalangan aktifis muda sebagai upaya mengurai problematika yang selalu berkembang seiring dengan lajunya zaman.159 Aktifitas Gus Yusuf dengan kalangan muda dan mahasiswa diantaranya dapat dilihat dari seringnya dia terlibat dalam forum-forum diskusi kaum muda NU Jawa Tengah, bahkan dia adalah salah satu penggagas dari forum-forum diskusi di kalangan kaum muda NU tersebut. Dalam jumlah yang tidak terhitung, dia juga sering menjadi narasumber seminar, talk show, dan bentuk diskusi lainnya mulai dari tingkat lokal, nasional sampai tingkat internasional, terutama dalam forumforum diskusi yang mengangkat tema seputar pluralisme, toleransi antar umat beragama, kebudayaan, tasawuf, dan peneguhan nilai-nilai kebangsaan. Selain itu, dia juga sangat menyukai pada persoalan kebudayaan. Kedekatannya dengan kalangan budayawan seperti Gus Mus, Cak Nun, Romo Kirjito, Tanto Mendut, Slamet Gundono dan banyak lagi yang lain merupakan bukti dari kecintaannya terhadap dunia kebudayaan. Kecintaannya dengan dunia kebudayaan tersebut juga menjadi pilihan metode dakwah keagamaan dia, yakni berdakwah dengan pendekatan ala Sunan Kalijaga. Menurut Gus Yusuf, budaya ibarat wadah, terserah mau diisi apa. Contohnya halal bihalal adalah budaya melayu (Indonesia, Malaysia). Budaya halal bihalal tidak terdapat di negeri arab. Pelaksanaan halal bihalal kalau hanya untuk pamer 159
http://pphmbulu.blogspot.com/2013/03, diakses 25 April 2015.
154
155
status- yang miskin duduk di barisan belakang, dan yang kaya duduk di depanmaka halal bihalal menjadi fasid, bukan menjadi ibadah silaturahim.160 Nilai-nilai multikulturalisme yang ditemukan dalam peran K.H. Yusuf Chudlori selaku pengasuh pesantren Salaf API Tegalrejo antara lain; kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau egalitarianism), sensitif gender, kritis terhadap ketidakadilan dan perbedaan status sosial, sikap anti diskriminasi etnik, menghargai perbedaan kemampuan, menghargai perbedaan umur, hidup dalam perbedaaan, sikap saling percaya (mutual trust), sikap saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual respect), sikap tebuka dalam berpikir, sikap apresiatif dan interdependensi, Resolusi konflik, rekonsiliasi nirkekerasan, keberagaman inklusif, menghargai keragaman bahasa, keterampilan sosial (social action), mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya, menghargai pluralitas dan heterogenitas, menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama.
160
Hasil wawancara dengan K.H. Abdurrohman Yusuf Chudlori.
155
156
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN Pertama, pendidikan liberal adalah pendidikan demokrasi yang mengharuskan setiap warga mengetahui nilai-nilai kemanusiaan, pengembangan masyarakat dengan pelatihan manajemen dan kewiraswastaan, membentuk gagasan sekolah unggulan, gagasan link and match, gerakan pemapanan behavioral dalam kegiatan belajar, memisahkan pendidikan dari politik, menyesuaikan pendidikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan. Reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru, memoderenkan sarana dan prasarana sekolah, menyehatkan rasio murid-guru dan meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan. Menjadikan etika, kreativitas dan need for achievment adalah sebagai penentu perubahan sosial, mengajarkan kebiasaankebiasaan, gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang diperlukan untuk meneruskan mendidik diri sendiri serta mengharuskan belajar seumur hidup, bercirikan dialog dan mengajarkan materi kurikulum liberal arts. Pendidikan liberal di Pondok Modern Darussalam Gontor mencakup pemberdayaan peserta didik dengan pengetahuan dan wawasan yang luas, mengajarkan kebenaran moral dan kebenaran intelektual serta mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, 156
157
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas dan terbuka. Kurikulum pendidikan liberal diajarkan di KMI Gontor yang mencakup semua dasar ilmu sejarah, sosial, sastra, tata bahasa arab dan inggris, mantiq, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, geometri dan sebagainya. Pendidikan liberal di pesantren API Tegalrejo terdapat di dalam SMK Syubbanul Wathon dan PARTNER (Pesantren Entrepeneur) Tegalrejo. Pendidikan liberal tersebut mencakup penyesuaian pendidikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan, membentuk sekolah unggulan dan implementasi konsep link and match. Mendidik siswa untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru serta memoderenkan sarana dan prasarana sekolah. Kedua pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau egalitarianism), sensitif gender, kritis terhadap ketidakadilan dan perbedaan status sosial, sikap anti deskriminasi etnik, menghargai perbedaan kemampuan, menghargai perbedaan umur dan hidup dalam perbedaaan. Menumbuhkan sikap saling percaya (mutual trust), sikap saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual respect), sikap tebuka dalam berpikir, sikap apresiatif dan interdependensi. Resolusi konflik, resolusi nirkekerasan, keberagaman inklusif, menghargai
157
158
keragaman bahasa, keterampilan sosial (social action), menghargai pluralitas dan heterogenitas serta menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. Pendidikan multikultural di Pondok Modern Gontor adalah mencakup kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau egalitarianism) dan menghilangkan perbedaan status sosial dengan saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual respect) dan hidup dalam perbedaan. Anti diskriminasi etnik, menghargai perbedaan kemampuan, perbedaan umur, perbedaan etnis serta menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis dan suku. Pendidikan multikultural di Pesantren Salaf API Tegalrejo mencakup kehidupan bersama (living together), kesederajatan (equality atau egalitarianism) dan menghilangkan perbedaan status sosial. Anti diskriminasi etnik, menghargai perbedaan kemampuan, perbedaan umur dan perbedaan etnis. Resolusi konflik, resolusi nirkekerasan, menghargai pluralitas, heterogenitas, keberagaman inklusif, menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama serta keterampilan sosial (social action). Ketiga, K.H. Abdullah Syukri, M.A. sebagai pengasuh pondok mempunyai peranan penting dalam praktik pendidikan liberal dan multikultural di Pondok Modern Gontor. Demikian juga K.H. Yusuf Chudlori sebagai pengasuh Pesantren API Tegalrejo juga sangat berperan di dalam praktik pendidikan liberal dan multikultural di pesantren API Tegalrejo.
158
159
PENDIDIKAN LIBERAL DI PONDOK PESANTREN Konsep
Pendidikan Liberal
Pendidikan Liberal
Pendidikan Liberal
Pondok Modern Gontor
Pondok API Tegalrejo
1.Pendidikan demokrasi yang mengharuskan setiap warga mengetahui nilai-nilai kemanusiaan.
1.Memberdayakan peserta didik dengan pengetahuan dan wawasan yang luas
1.Menyesuaian dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan
2.Mengajarkan kebenaran moral dan kebenaran intelektual
2.Membentuk sekolah unggulan
2.Pengembangan masyarakat dengan pelatihan manajemen dan kewiraswastaan. 3.Membentuk gagasan sekolah unggulan dan link and match. 4.Meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan. 5.Gerakan pemapanan behavioral dalam kegiatan belajar. 6. Memisahkan pendidikan dari politik. 7.Menyesuaikan pendidikan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan.
3.Mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang bersifat bebas dan terbuka. 4.Kurikulum yang diajarkan mencakup semua dasar ilmu sejarah, sosial, sastra, tata bahasa arab dan inggris, mantiq, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, geometri dan sebagainya.
8.Reformasi pendidikan dengan membangun kelas/fasilitas baru. 9.Memoderenkan sarana prasarana sekolah
dan
10.Menyehatkan rasio muridguru 11.Menjadikan etika, kreativitas dan need for achievment sebagai penentu perubahan sosial 12.Mengajarkan kebiasaan, gagasan dan teknik untuk mendidik diri sendiri dan belajar seumur hidup 13. Bercirikan dialog dan mengajarkan materi kurikulum liberal arts.
159
3.Implementasi konsep link and match 4.Mendidik siswa untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia 5.Reformasi pendidikan dengan membangun kelas dan fasilitas baru serta memoderenkan sarana dan prasarana sekolah.
160
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI PONDOK PESANTREN Konsep
Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural
Pondok Modern Gontor
Pondok API Tegalrejo
1.Pendidikan tentang kehidupan
1.Kehidupan bersama (living
1.Kehidupan bersama (living
bersama dan kesederajatan
together) dengan kesederajatan
together), dengan kesederajatan
2.Kritis terhadap ketidakadilan
(equality atau egalitarianism )
(equality atau egalitarianism)
dan perbedaan status sosial
2.Menghilangkan
2.Menghilangkan
3.Sikap anti deskriminasi etnik,
status sosial
status sosial.
4.Menghargai
perbedaan
3. Menghargai perbedaan ke-
3.Menghargai
kemampuan, perbedaan umur
mampuan, perbedaan umur dan
mampuan, perbedaan umur dan
dan hidup dalam perbedaaan.
perbedaan etnis
perbedaan etnis.
5.Menumbuhkan sikap saling
4.Hidup dalam perbedaan dan
4.Resolusi konflik dan resolusi
percaya,
anti diskriminasi etnik
nirkekerasan
saling
pengertian,
perbedaan
perbedaan
ke-
saling menghargai
5.Saling
(mutual
5.Menghargai pluralitas, hetero-
6.Sikap terbuka dalam berpikir,
understanding), saling meng-
genitas, keberagaman inklusif
apresiatif dan interdependensi.
hargai (mutual respect) dan
6.Menjunjung tinggi keragaman
7.Resolusi konflik dan resolusi
saling percaya (mutual trust)
budaya, etnis dan agama
nirkekerasan
6.Menjunjung tinggi keragaman
7.Keterampilan sosial (social
8.Keberagaman inklusif, meng-
budaya, etnis dan suku.
action).
hargai keragaman bahasa dan
7.Keterampilan sosial (social
8.Menghargai pluralitas dan
keterampilan sosial.
action)
heterogenitas
9.Menghargai
pluralitas
pengertian
perbedaan
dan
heterogenitas 10.Menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. 11. Sensitif gender
160
161
B. SARAN Konsep pendidikan liberal dan pendidikan multikultural agar dikaji ulang oleh para pendidik kalangan pesantren agar tidak salah faham dan berprasangka buruk terhadap pengertian pendidikan liberal dan multikultural. Dengan demikian praktik keduanya bisa dilaksanakan demi terwujudnya generasi muslim yang berwawasan luas, inklusif dan egaliter untuk bisa bekerja sama dengan sesama.
C. KATA PENUTUP Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, serta kerja keras dari penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis
yang
berjudul
“PRAKTIK
PENDIDIKAN
LIBERAL
DAN
MULTIKULTURAL DI PONDOK PESANTREN (STUDI KASUS DI PONDOK MODERN GONTOR
DAN PESANTREN SALAF
API
TEGALREJO)” ini. Semua ini tidak lain hanyalah karunia dan hidayah dari Allah Swt semata. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis selalu menekankan kesederhanaan dalam bahasa yang digunakan maupun cara berfikir dalam menganalisanya. Namun, mengingat kemampuan penulis yang terbatas maka bila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan, penggunaan bahasa maupun analisisnya penulis mohon maaf.
Selanjutnya, penulis mengharapkan bimbingan, kritik, dan saran yang membangun dari pembaca. Akhirnya ijinkan penulis mengucapkan terima kasih 161
162
yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan moril maupun materiil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Teriring doa, semoga tesis ini dapat bermanfaat, khususnya bagi diri penulis dan pembaca pada umumnya.
Dan akhir kata dengan ikhlas penulis mempersembahkan tesis ini untuk almamater tercinta yaitu IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Salatiga mudahmudahan bermanfaat Amiin…
162
163
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi.
Ideologi
Pendidikan
Islam,
Paradigma
Humanisme
Teosentris.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Aly, Abdullah. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta. Disertasi UIN Yogya tahun 2009. Aly, Abdullah. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan I, 2011. Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undangundang SisDiknas. Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003. Azra, Azyumardi. “Surau di Tengah Krisis Pesantren dalam Perspektif Masyarakat” dalam M. Dawam Rahardjo, (ed), Pergulatan Dunia Pesantren : Membangun Dari Bawa. Jakarta: P3M, 1985. Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Erlangga, 2005. Banks, James A. Teaching Strategies for Sosial Studies: Inquary, Valuing, and Decision Making. Addison-Wesley Publishing Company: 1977. Cahn, Steven M. Pendidikan Liberal Berbasis Sekolah. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002. Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil Al-Quran, 2009. Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur‟an Depag RI, 1983. 163
164
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3S, 1983. Faijah, Nur. Pengaruh Qiyam al-lail Terhadap Kecerdasan Spiritual Santri Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo Magelang. Skripsi Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, 2009. Fakih, Mansour. Kata Pengantar dalam O‟Neill, William F. Ideologi-ideologi Pendidikan. cet. kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Freire, Paulo dkk. Menggugat Pendidikan. Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, cet. IV, 2003. Geertz, Clifford. Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa. Depok: Komunitas Bambu, 2014. H.S., Mastuki dan M. Ishom El-Saha. Intelektualisme Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka, 2006. Haedar, Amin. Panorama Pesantren Dalam Cakrawala Modern. Jakarta: Diva Pustaka, 2004. http://esscocom.blogspot.com/2012/12/essalavi-country.html, diakses 30 April 2015. http://m.nu.or.id/, diakses 27 April 2015. http://m.nu.or.id/, diakses 27 April 2015. http://partnerindonesia.com/?p=102, diakses Selasa, 23 Juni 2015. http://pphmbulu.blogspot.com/2013/03, diakses 25 April 2015. http://thepenguinus.blogdetik.com/2013/05/16. diakses 29 April 2015. http://wardun.tripod.com, diakses tanggal 1 Mei 2015. http://www.desantara.or.id/2013/06, diakses 26 April 2015. http://www.ditext.com/adler/wle.html, diakses tanggal 23 April 2015. 164
165
http://www.salaf.id.ai/sejarah-pondok-pesantren-salaf-tegalrejo. http://www.smksw.sch.id/profil-sekolah, diakes Selasa, 23 Juni 2015. http:\ideologi\epistemologi-rasionalisme-rene,htm, diakses tanggal 23 April 2015 Junaidi, Mahfud dan Rikza Chamami. “Toward Liberal Islamic Education”, Jurnal Edukasi. Volume I, Th.X (Desember 2002). Jurnal Edukasi. Pendidikan Islam Liberal, Volume I, Th.X/Desember/2002. Karel A. Steenbrink. Pesantren, Madrasah Sekolah: Pendidikan Dalam Kurun Waktu Modern. Jakarta: LP3ES, 1994. Kurzman, Charles. ”Liberal Islam: Prospects and Challenges”, MERIA Journal, Vol. 2 No. 2, (Maret) 1998. Kurzman, Charles. Liberal Islam: A Source-Book. New York: Oxford University Press, Islamic Liberal, 1988. Madjid, Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina, 1997. Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. VI, 2013. Marzuki. Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan Multikultural Pesantren Salaf, [Experiment/Research],http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/2641/lumbungpustaka /, 2010. Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: Inis, 1994. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Muarif. Liberalisasi Pendidikan Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa. cet. 1, Jakarta: Pinus Book Publisher, 2008. Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. 165
166
Muhdhor, Atabik Ali Ahmad Zuhdi. Kamus Bahasa Arab Kontemporer. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003. Nafis, Muhammad Muntahibun. ”Pesantren dan Pluralisme: Upaya Modernisasi Pendidikan Pesantren Menuju Masyarakat Madani”, Insania,Volume 13, Nomor 2 (Mei-Ags 2008). Nasution, S. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Nawawi, Hamdan. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995. O‟Neill, William F,. Ideologi-ideologi Pendidikan. cet. kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Prasodjo, Sudjono. Profil Pesantren. Jakarta: LP3S, 1982. Rahman, Arif. Politik Ideology Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang mediatama, 2009. Rizal, Ahmad Syamsu.”Pendidikan Nilai Secara Active-Learning Dalam Tradisi Pondok Pesantren”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta‟lim, Volume 10, Nomor 1 (2012). Rizal, Ahmad Syamsu.”Transformasi Corak Edukasi Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, Dari Pola Tradisi Ke Pola Modern”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta‟lim, Volume 9, Nomor 2 (2011). Rosidi, Ajip. Kiai Hamam Dja`far dan Pondok Pabelan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2008. Sarjono, dkk. Panduan Penulisan Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004. Solichin, Mohammad Muchlis. ”Modernisasi Pendidikan Pesantren”, Tadrîs, Volume 6, Nomor 1 (Juni 2011). 166
167
Soyomukti, Nurani. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, Neo-Liberal, MarxisSosialis, Postmodern. Yogyakarta: Ar-Ruz Media, Cetakan I, 2010. Sudrajat, dan M. Subana. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia, 2001. Sugiharto, Bambang. Humanisme dan Humaniora. Yogyakarta: Jalasutra, 2008. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. cet. IX, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013. Sulaiman, Tasirun. Wisdom of Gontor. Bandung: Mizania, Cetakan I,2009. Suparlan, Parsudi. “Menuju Masyarakat Multikultural”, Jurnal Antropologi Indonesia, Juli 2002. Suparta, Mundzier dan Amin Haedari (editor). Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Depag, 2003. Ta‟rifin, Ahmad dkk. ”Formalisasi dan Transformasi Pendidikan Pesantren”, Jurnal Penelitian, P3M STAIN Pekalongan, Volume 5, Nomor 2 (Nopember 2008). Tilaar, H.A.R,. Multikulturalisme, Tantangan Global Masa Depan. Jakarta: Grasindo, 2004. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. cet. kedua, edisi ke-III, Jakarta : Balai Pustaka, 2005. Tim Penyusun. Buku Panduan Musyawarah Kerja OPPM Darussalam Gontor. Ponorogo: Sekretariat OPPM, 2014. Tim Penyusun. Diktat, Bekal Dai Ramadhan. Tegalrejo: Pesantren API Tegalrejo, 2015. 167
168
Tim Redaksi. Diktat Khutbatul Iftitah Pekan Perkenalan Pondok Modern Darussalam Gontor. Ponorogo: Darussalam Press, tt. Tim Redaksi. Serba-serbi Singkat Tentang Pondok Modern Darussalam Gontor. Untuk Pekan Perkenalan Tingkat Dua. Ponorogo: Darussalam Press, 1997. Tim Redaksi. UNIDA, University of Darussalam. Ponorogo: Darussalam Press, 2014. Tim Redaksi. WARDUN GONTOR. Ponorogo: Darussalam Press, Vol. 67, Sya‟ban 1435 H. Tim Redaksi. Wardun,Warta Dunia Pondok Modern Darussalam Gontor. Ponorogo: Darussalam Press, 2014. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya Yogyakarta: Media Wacana, 2003. W.A., Smith. The Meaning of the Conscientacao: The Goal of Paulo Freire‟s Pedagogy. Amherst: Center for International Education, UMASS, 1976. Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pilar Media, 2005. Ziemek, Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. terj. oleh Butche B. Soendjojo. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1986.
168
169
169
170
170
171
171
172
Pimpinan pondok melepas kontingen Jambore Internasional ke Malaysia
Kontingen Jambore Internasional
172
173
Kegiatan Pramuka di Pondok Modern Gontor
Acara PERKAJUM Perkemahan Kamis Jumat di desa binaan
173
174
Apel Tahunan pada acara Pekan Perkenalan / Khutbatul Arsy
174
175
Inspeksi pimpinan pondok pada Acara Apel Tahunan
Slogan yang tertera di salah satu gedung sekolah di Pondok Modern Gontor
175
176
Pimpinan Pondok memberi pengarahan di Laporan Pertanggungjawaban
Laporan Pertanggungjawaban di Pondok Modern Gontor
176
177
Sumpah jabatan dan pelantikan Pengurus baru OPPM
Suasana Musyawarah Kerja OPPM
177
178
Lomba senam antar rayon di Pondok Modern Gontor
Training jurnalistik di Pondok Modern Gontor
178
179
Kompetisi olah raga di Gontor Olympiad
Hari Raya Qurban di Pondok Modern Gontor
179
180
Panggung Gembira kelas VI Pondok Modern Gontor
180
181
Acara Demontrasi Bahasa dan Poetry Reading di Pondok Modern Gontor
Seni Reog Ponorogo dalam Pentas Aneka Ria Nusantara
181
182
Sidasa band ditampilkan siswa kelas IV dan III Intensif
Marching Band Pondok Modern Gontor
182
183
PORSENI di Pondok Modern Gontor
Gedung Olah Raga GOR Pondok Modern Gontor
183
184
Kunjungan Prof. Dr. Faris Kaya, Ketua Dewan Eksekutif Istanbul Foundation for Science and Culture
Kunjungan Prof. Dr. Abdul Jalil Salim, Rektor Universitas Zaituna Tunisia
184
185
Kunjungan mufti Rusia, As-Syaikh Rushan Hazrat Abbyasof
Kunjungan ketua Palang Merah Internasional, Frederic Fournier (kedua dari kanan)
185
186
Kunjungan Taufiq Ismail ke Pondok Modern Gontor
Kunjungan Dr. Shintani Naoyuki dari Jepang
186
187
Pentas Seni Rakyat di depan rumah alm. K.H. Ahmad Muhammad API Tegalrejo
187
188
188
189
Pentas seni di belakang rumah alm.K.H. Ahmad Muhammad
Persiapan pentas wayang di depan rumah alm. K.H. Ahmad Muhammad
189
190
K.H. Yusuf Chudlori besarta para pengasuh pesantren API Tegalrejo
K.H. Yusuf Chudlori bersama Gus Mus
190
191
Gus Yusuf siaran di radio FAST FM miliknya
Ceramah Gus Yusuf di radio FAST FM dibukukan
191
192
Konser musik modern di acara akhirussanah Pesantren API Tegalrejo
Konser d‟massive di acara akhirussanah Pesantren API Tegalrejo
192
193
SMK Syubbanul Wathon Tegalrejo
193
194
Siswa SMK Syubbanul Wathon Tegalrejo
Siswa SMK Syubbanul Wathon Tegalrejo
194
195
Komisi Pelatihan Kuliner (KPK) Pesantren Entrepeneur
195
196
196
197
Kegiatan Santri Pondok Modern Gontor
A. Jadwal kegiatan sehari-hari 04.00-05.00
: Sholat subuh berjamaah, membaca al-Qur‟an
05.00-05.30
: Penyampaian kosa kata Arab dan Inggris
05.30-07.00
: MCK, sarapan
07.00-12.00
: Masuk kelas (sekolah)
12.00-12.30
: Sholat dzuhur berjama‟ah
12.30-14.00
: Makan siang, istirahat
14.00-15.00
: Pelajaran sore (tambahan)
15.00-15.30
: Sholat ashar berjamaah
15.30-16.00
: Membaca al-Qur‟an
16.00-17.00
: Olah raga/istirahat, MCK
17.00-17.30
: Mandi (sudah tidak boleh berolah raga)
17.30-18.00
: Membaca al-Qur‟an di masjid
18.00-18.45
: Sholat magrib berjamaah, Taujih/ membaca al-Qur‟an
18.45-19.30
: Makan malam
19.30-20.00
: Sholat isya‟ berjamaah
20.00-21.30
: Belajar malam (perwalian)
21.30-22.00
: Istirahat
22.00-04.00
: Wajib tidur kecuali piket malam 197
198
B. Kegiatan ekstrakurikuler a. Jam‟iyyatu-l-Qurra„ dan Tahfidz Al-Quran b. Diskusi dan Kajian ilmiah c. Pelatihan Organisasi d. Gerakan Pramuka, termasuk di dalamnya Marching Band e. Program peningkatan Bahasa, diantaranya; 1) Penyampaian kosa kata Bahasa Arab dan Inggris setiap pagi. 2) Percakapan berbahasa Arab (muhadatsah) maupun Inggris (conversation ) dua kali sepekan, pada hari Selasa dan Jumat. 3) Perlombaan pidato, drama dan cerdas cermat dalam bahasa Arab dan Inggris. f. Public Speaking dengan menggunakan tiga bahasa, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris. g. Perkemahan, diadakan setiap pekan secara bergiliran, berlokasi di desa-desa binaan Pondok Modern Gontor.161 h. Kursus-Kursus Ketrampilan dan kesenian, di antaranya: 1) Kursus Kaligrafi 2) Kursus Melukis 3) Kursus Mengetik 4) Kursus Komputer 161
Di Pondok Modern Gontor diistilahkan dengan PERKAJUM (Perkemahan Kamis Jumat) karena hari liburnya adalah hari Jumat bukan Ahad.
198
199
5) Kursus Elektronika 6) Kursus Membuat Sirup and Roti 7) Dan kursus lain-liannya i. Olahraga, meliputi : 1) Lari pagi 2) Sepak bola (terdapat lima klub) 3) Bola basket (terdapat empat klub) 4) Bola takraw 5) Tenis meja (terdapat lima klub) 6) Bulu tangkis (terdapat empat klub) 7) Bola voli (terdapat empat klub) 8) Bela diri 9) Senam 10) Futsal (terdapat empat klub) j. Penerbitan buletin dan majalah dinding k. Pementasan Seni, ditampilkan oleh kelas lima dan kelas enam dalam rangka pekan perkenalan.
199
200
Kegiatan santri Pesantren API Tegalrejo Magelang
A. Jadwal Kegiatan Harian Santri 04.00-05.00 : Bangun tidur, persiapan shalat subuh, shalat sunnah qobliyah subuh 05.00-05.15
: Shalat subuh
05.15-06.30
: Belajar wajib
06.30-11.00
: Aktifitas ngaji162
11.00-13.00
: Istirahat sebentar (tidur qolilan)
13.00-13.45
: Persiapan shalat dzuhur
13.45-14.00
: Jama‟ah shalat dzuhur
14.00-16.00
: Aktifitas ngaji
16.00-16.30
: Persiapan jamaah ashar
16.30-16.45
: Jamaah Ashar
16.45-17.30
: Otonomi kamar (kegiatan kamar) Musyawarah dari senior sedang yunior mengulang pelajaranyang telah dikaji, apabila ada sisa waktu atau jam kosong digunakan jalan-jalan di lingkup pondok sampai batas yang telah ditentukan
17.00-18.30
: Persiapan jama‟ah magrib dan mujahaddah magrib
18.30-18.45
: Shalat Magrib jamaah
18.45-19.20
: Mujahaddah
162
Belajar di kelas di Pesantren Salaf API Tegalrejo diistilahkan dengan “ngaji”
200
201
19.20-19.35
: Shalat Isya‟ Jamaah
19.35-20.00
: Persiapan ngaji jam 8 malam
20.00-23.00
: Aktifitas ngaji malam
23.00-23.30
: Istirahat
23.30-24.00
: Persiapan mujahadah malam ( qiyam al-lail)
24.00-01.00
: Qiyamul lail dengan mujahaddah malam dan shalat malam (tahajjud dan hajat dua rakaat, dan lain-lain).
01.00-04.00
: Istirahat (tidur malam)
B. Kegiatan ekstrakurikuler Pesantren API Tegalrejo 1) Setiap bulan Ramadlan mengirimkan santri seniornya (akhir) ke daerah-daerah yang membutuhkan dai/muballigh antara lain
Wonogiri, Gunungkidul,
Banjarnegara, Sragen dan Banyumas. 2) Menyelenggarakan Bahtsul Masail, yakni pembahasan masalah-masalah aktual. 3) Jam‟iyyatul Quro, yaitu membaca al-Quran secara bersama-sama. 4) Muhadloroh yaitu latihan berkhotbah/pidato. 5) Pertemuan mutakhorijin (alumni) diselenggarakan setiap 35 hari, yaitu pada hari Ahad Kliwon. Acara ini lebih dikenal sebagai acara Selapanan 6) Ziarah Jawa dan Madura bagi santri tingkat akhir
201
202
Jadwal Pentas PBA ke-41 Tahun 2015 Pesantren API Tegalrejo
01. Jumat malam Sabtu, 22 Mei 2015 a. Wayang Kulit Ki Dalang Dasman Hadi diiringi campursari b. Kethoprak Ngesti Budoyo Magelang 02. Sabtu malam Ahad, 23 Mei 2015 a. Wayang Kulit Ki Dalang Slamet Sunyoto b. Kethoprak Margo Budoyo Magelang 03. Ahad malam Senin, 24 Mei 2015 a. Wayang Kulit Ki Dalang Wisnu Sugito Putro b. Kethoprak Manggolo Suko Wiworo 04. Senin malam Selasa, 25 Mei 2015 a. Wayang Kulit Ki Dalang Muhyat b. Kethoprak FKKS Sleman 05. Selasa malam Rabu, 26 Mei 2015 a. Wayang Kulit Ki Dalang Jumbuh Siswanto b. Kethoprak Pamong Budoyo Yogyakarta 06. Rabu malam Kamis, 27 Mei 2015 a. Wayang Kulit Ki Dalang Abu Karsono b. Kethoprak Dwi Aji Mandala Magelang 202
203
07. Kamis pagi, 28 Mei 2015 a. Pentas Seni Jathilan b. Atraksi Seni Sorengan 08. Kamis malam Jumat, 28 Mei 2015 a. Wayang Kulit Ki Dalang Kembar Bayu Sugati Putra diiringi campursari dan lawak Rabies cs. dan artis-artis DIY b. Kethoprak Merbabu Budoyo Magelang 09. Jumat pagi, 29 Mei 2015 a. Tari Topeng ireng, Angklung Banyumasan dan segala jenis kesenian b. Pentas seni budaya adat menampilkan 150 grup seni 10. Jumat malam Sabtu, 29 Mei 2015 a. Karnaval PBA dengan iringan 150 kesenian daerah b. Kethoprak Sabdo Budoyo Aji Temanggung 11. Sabtu pagi, 30 Mei 2015 a. Penutupan pengajian umum seniman oleh K.H. Ridlwan Sururi b. Pentas seni PBA 12. Sabtu malam Ahad, 30 Mei 2015 a. Kethoprak PS Bayu dengan iringan lawak Rabies cs. b. Pengajian Akbar Haflah Attasyakur Lil Ikhtitam ke-72
203
204
BIOGRAFI PENULIS
Nama :
Imamul Huda, S.Pd.I
Tempat Tanggal Lahir :
Ponorogo, 26 April 1970
Pekerjaan :
Guru
Tempat Mengajar:
MA/MTs Assalaam Temanggung
Alamat :
Lingkungan Harjosari RT 01 RW 07 Bawen Semarang Jawa Tengah
Pendidikan :
1. S1 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, lulus tahun 2013 2. Pasca Sarjana IAIN Salatiga lulus tahun 2015
Keluarga :
Istri
: Nur Cholifah
Anak : Xena Raida Zamzam Omar Sahid Panji Fatahillah Mursyid
204