PRAKTEK PENGASUHAN KEINDONESIAAN DALAM PERKEMBANGAN KARAKTER ANAK OLEH ORANG TUA YANG EFEKTIF Ririn Ambarini FPBS, Universitas PGRI Semarang
[email protected] Abstrak Keterlibatan masyarakat dan orang tua yang secara bersama sama menciptakan inisiatif karakter akan memperdalam dan memperluas dukungan untuk Pendidikan Karakter. Ini adalah upaya yang disengaja dan proaktif untuk mempromosikan iklim sekolah yang positif yang dapat meningkatkan prestasi siswa dengan meningkatkan kehadiran di sekolah dan mengurangi konflik di kelas, dan yang mendorong keterlibatan masyarakat dan komitmen seumur hidup untuk membantu orang lain. Orang tua perlu informasi dan didorong untuk menjadi model yang berperan positif serta mengambil peran aktif dalam pengembangan karakter anak mereka. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang delapan praktek pengasuhan keindonesiaan yang dapat memberi perbedaan positif dalam pengembangan karakter anak: (1) orang tua yang efektif mencintai anak-anak mereka dengan menyediakan lingkungan yang stabil dan aman, (2) Orang tua yang efektif menumbuhkan sikap saling menghormati, (3) orang tua yang efektif mengajari dengan contoh, (4) orangtua yang efektif mengajari secara langsung dengan nasihat dan penjelasan, (5) orang tua yang efektif menggunakan pertanyaan untuk mengembangkan pemikiran moral, (6) orang tua yang efektif memberikan anak-anak tanggung jawab yang nyata, (7) orang tua yang efektif adalah otoritatif, dan (8) Orang tua yang efektif mendorong perkembangan spiritual anak. Kata Kunci: Orang Tua, Efektif, Praktek Pengasuhan Keindonesiaan, Perkembangan Karakter.
PENDAHULUAN Orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak selain faktor genenik dan lingkungan pergaulan teman sebaya. Dalam hal ini keturunan dan teman sepermainan anak mempunyai peran dan juga bagian dalam perkembangan anak akan tetapi yang paling mempunyai peran dalam perkembangan anak adalah orang tua dan juga sekolah sebagai
masyarakat kedua dimana anak menghabiskan waktu dan pembelajaran dan pengalaman diluar rumah (Norman, 1996; Lickona, 1998). Orang tua mempunyai peran yang sangat besar dalam proses perkembangan anak. Banyak penelitian tentang tumbuh kembang anak yang mengungkap bahwa orang tua yang efektif mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak-anak mereka terumama perkembangan karakter mereka. Selanjutnya, sekolah yang bagus adalah sekolah yang juga merupakan keluarga yang bagus bagi anak-anak. Jika pendidikan di rumah berhasil dengan baik untuk memupuk perkembangan karakter anak, maka pendidikan di sekolah juga akan berhasil dengan baik pula. Dengan demikian, jika kita ingin berharap untuk mengembangkan praktek-praktek implikasi pendidikan karakter yang efektif di sekolah, maka kita harus melihat dengan hati-hati seberapa efektif para orangtua sudah melakukan pendidikan karakter di rumah (Santrock, 2002). Paradigma pola pengasuhan keindonesian dalam perkembangan karakter anak oleh orang tua yang efektif yang mampu mengamalkan ke lima sila dari pancasila ke dalam delapan poin praktek pola asuh keindonesiaan. Karena pada hakikatnya, pancasila bukan hanya merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun ideologi Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istitdat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai paradigma pola pengasuhan keIndonesian ini memuat sila Ketuhanan yang Maha Esa, sila Kemanuasiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanan dalam Permusyawaratan Perwakilan, sila keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. PEMBAHASAN Berikut adalah delapan praktek pola asuh anak keindonesiaan yang dapat memberikan perbedaan positif terhadap perkembangan karakter anak yang bisa dilakukan oleh orang tua yang efektif yang haruslah mempresentasikan nilai-nilai keIndonesiaan itu sendiri. Dan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia melahirkan nilai-nilainya dalam pola pengasuhan keindonesiaan yang tercermin dalam kelima silanya. 1. Orang tua yang efektif mencintai anak-anak mereka dan menyediakan lingkungan yang aman dan stabil bagi mereka. Dalam tahap perkembangan apapun, moralitas selalu dibangun dengan pondasi cinta. Banyak penelitian yang memberikan pernyataan bahwa hubungan orang tua dan anak yang responsif, saling peduli, dan hangat secara positif diasosiasikan dengan perkembangan moral anak yang positif juga. Sebaliknya, tidak adanya cinta dari orang tua terhadap anak-anak mereka maka bisa diprediksi
terkait erat dengan perkembangan anak yang bermasalah. Magid dan McKelvey (1987) menyatakan bahwa salah satu penyebab utama dari perilaku kekerasan dan anti sosial anak-anak maupun remaja adalah anak yang kekurangan kasih sayang, lingkungan yang aman sejak balita dan berakibat pada kegagalan mereka untuk mengembangkan kesadaran dan perilaku sosial mereka. Kenapa cinta orang tua sangat berperan sangat penting bagi perkembangan karakter anak? Cinta membangun ikatan emosi antara orang tua dan anak. Kita akan sangat terpengaruh oleh orang-orag yang secara emosional kita terikat dengan mereka. Dan nilai-nilai akan tersampaikan dengan sangat baik baik di rumah maupun di sekolah melalui hubungan yang penuh dengan rasa peduli dan juga kehangatan. Cinta orang tua juga mempunyai pengaruh yang sangat vital dalam membentuk harga diri anak yang sehat karena anak-anak yang mempunyai harga diri yang tinggi akan lebih mudah berteman dan lebih baik dalam membuat keputusan. Orang tua yang bagaimanakah yang dimiliki oleh anak-anak yang mempunyai harga diri yang tinggi? Orang tua yang mampu menunjukkan banyak rasa cinta dan apresiasi kepada anak-anaknya mampu membangun anak-anak dengan harga diri yang tinggi, dan sebaliknya orang tua yang terlalu kritis terhadap anak-anak mereka dan memperlakukan mereka sebagai beban hanya akan membentuk pribadi anak dengan harga diri yang rendah. Cinta juga membantu anak-anak untuk melindungi mereka dari kegiatan yang bisa merusak diri mereka sendiri seperti kegiatan seksual sampai dengan obat-obat terlarang dan penggunaan alkohol sampai dengan kekerasaan dan bunuh diri. Ada dua hal yang membentengi mereka dari kegiatan negatif tersebut. Yang pertama adalah keterlibatan keluarga, kedekatan perasaan dengan orangtua, perasaan dicintai. Yang kedua adalah keterlibatan sekolah, kedekatan perasaan dengan orang-orang disekolah karena sekolah yang baik adalah sekolah yang seperti keluarga di rumah (Lickona, 1998). Dan yang terakhir, cinta sebagai hal yang paling mendasar yang dibutuhkan oleh anak-anak akan memberikan lingkungan yang aman dan stabil bagi mereka untuk berkembang. Anak-anak membutuhkan dunia yang dengan regulasi yang sesuai dengan usia dan kebutuhan mereka. Menurut Peck and Havighurts (1960) kondisi-kondisi kehidupan yang tidak stabil seperti kurangnya regulasi di rumah, perilaku orang tua yang tidak konsisten, perubahan-perubahan yang sering dalam kesepakatan pengasuhan anak, dan jadwal kerja orang tua yang tidak bisa diprediksi terkait dengan karakter kedewasaan anak yang rendah. Sedangkan menurut Pitkanen-Pulkkinen, faktor-faktor tersebut yang ditambah satu lagi faktor perceraian orang tua mempunyai keterkaitan yang sangat tinggi dengan sifat keagresifan dan kegelisahan anak serta perilaku anti sosial anak. Tidak bisa dipungkuri bahwa perceraian, ketidakhadiran ayah dalam kehidupan
anak adalah penyebab utama dari penurunan kesejahteraan anak dalam kehidupan dimasyarakat. Semua faktor tersebut adlah panggilan bagi kita semua sebagai orang tua untuk menyadari dan memberikan cinta dan lingkungan yang aman dan stabil bagi anak-anak kita. Keluarga yang stabil dan penuh cinta dalah aset perkembangan yang paling fundamental yang bisa kita berikan kepada anak-anak kita. Implementasi dari pola pengasuhan yang pertama kaitannya dengan penjiwaan sila kedua Pancasila yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradap melahirkan hak asasi manusia dimana Orang tua yang efektif memberikan hak atas cinta dan lingkungan yang stabil kepada anak-anak mereka. 2. Orang tua yang efektif memupuk rasa saling menghargai. Salah satu pelajaran oral yang paling penting yang diajarkan oleh orang tua kita adalah bahwa moralitas adalah rasa saling dimana kita harus memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan dengan baik oleh mereka. Rasa saling menghargai akan muncul dan akan menjadi sangat penting dalam masa dewasa anak-anak dimana anak remaja cenderung menerima otoritas dari orang tua mereka ketika mereka menganggap bahwa otoritas tersebut diberikan demi kesejahteraan mereka. Akan tetapi para remaja akan menolak otoritas orang tua ketika mereka mengganggap bahwa otoritas tersebut berdasarkan keinginan orangtua untuk mendominasi atau mengekploitasi mereka (Search Institute, 2008). Dalam berbagai tahap perkembangan anak, konflik memberikan banyak manfaat berupa kesempatan akan sebuah pembelajaran tentang rasa saling menghargai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mengatasi konflik dalam keluarga adalah dengan ‘pendekatan perlakuan adil’ yang terdiri dari 3 bagian: (1) usaha untuk mencapai rasa saling memahami; (2) mencapai solusi yang disepakati bersama; dan (3) mengadakan pertemuan lanjutan untuk mengevaluasi seberapa efektif solusi yang dijalankan. Sebagai contoh, seorang ibu single parent dari anak yang berusia 7 tahun yang bernama Philip dan Ben yang berusia 5 tahun menerapkan ‘pendekatan perlakuan adil’ untuk mengatasi konflik yang memicu kekecewaan di rumah mereka yaitu: anak-anak memotong pembicaraan ibu mereka yang sedang menelpon. Ibu mereka mengawali dengan mengatakan: “ dalam pertemuan perlakuan adil kita bertiga akan bekerja sama untuk mengatasi masalah di rumah kita yaitu bahwa sangat mengecewakan saya ketika kalian bertindak diluar kendali ketika ibu sedang menelpon dan ibu tidak bisa melakukan percakapan dengan baik. Bagaimana perasaan kalian tentang hal tersebut?
Pertama kali kedua anak tersebut kuatir kalau ibu mereka akan melaporkan kelakuan mereka kepada ayah mereka. But ibu merke meyakinkan bahwa sangatlah penting bagi mereka bertiga untuk mencapai kesepakatan yang adil bagi setiap orang dan memahami perasaan mereka terkait dengan permasalahan mereka. Akhirnya ada alasan-alasan penyebab timbulnya permasalahan tersebut. Philip tidak menyukai ibunya yang banyak menghabiskan waktunya dirumah hanya untuk telpon orang lain dan itu membuatnya marah sekali. Ben mengatakan bahwa ibunya berjanji akan bermain dengan mereka akan tetapi ibu mereka sudah tidak punya waktu lagi karena sudah habis untuk menelpon orang lain. Dia menginginkan waktu ibunya yang tidak banyak di rumah hanya untuk mereka. Akhirnya diperoleh kesepakatan yang disetujui bersama yaitu: 1. Jika ibu sudah berjanji untuk melakukan kegiatan dengan anak-anak, maka jika ada orang yang menelpn maka ibu akan bilang sibuk dan akan menelpon kembali nanti. 2. Anak-anak akan membuat daftar kegiatan yang bisa dilakukan ketika ibu sedang berbicara di telpon. 3. Ibu akan memperpendek percakapan di telpon. 4. Jika ibu akan berbicara agak lama di telpon akan ada pemberitahuan dan anak-anak akan memahami situasi tersebut. (Lickona, 1998) Pada saat diadakan pertemuan lanjutan untuk membahas solusi dari permasalahan mereka, masing-masing anggota keluarga sudah sepakat menyetujui solusi yang sudah ditetapkan bersama. Dalam hal ini, pendekatan ini meningkatkan perkembangan moral anak dalam tiga cara: (1) menghargai mereka yaitu dengan mendengarkan perasaan mereka; (2) mengajari mereka bagaimana menjadi orang lain atau berada dalam posisi mereka; dan (3) melatih mereka menjadi pengambil keputusan dalam keluarga yang berbagi tanggungjawab dalam mengatasi problem keluarga. Lebih lanjut, dalam penelitiannya Stanley (1980) mengatakan bahwa dalam penerapan pendekatan ‘perlakuan adil’ ini dalam mengatasi segala konflik para anak remaja akan membuat mereka tidak hanya berorientasi kepada diri mereka sendiri akan tetapi juga lebih peduli kepada orang lain. Implementasi dari pola pengasuhan yang kedua kaitannya dengan penjiwaan sila keempat Pancasila yaitu sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan melahirkan penjunjungan yang tinggi terhadap nilai-nilai demokrasi dimana Orang tua yang efektif memberikan pengajaran kepada anak-anak mereka bagaimana menghargai orang lain serta menghargai tiap-tiap kemampuan individu dengan tidak memarginalkan salah satunya.
3. Orang tua yang efektif mengajari dengan contoh. Bagaimanakah orang tua mempengaruhi perkembangan moral anak? Jawabannya adalah dengan contoh yang baik. Mengajari dengan contoh termasuk didalamnya adalah bagaimana kita memperlakukan anak-anak kita, bagaimana kita memperlakukan satu sama lain sebagai pasangan suami istri dimana anakanak akan mempunyai kesempatan tak terhitung mengamati tingkah laku kita sebagai orang tua mereka. Ketika kita bertengkar dengan suami atau istri kita, apakah kita bertengkar secara sehat? Apakah kita memperbaiki hubungan pasca pertengkaran dengan segera? Contoh yang kita berikan kepada anak-anak kita juga termasuk pembicaraan kita tentang orang lain diluar keluarga yaitu kerabat, teman, dan orang asing. Intinya, contoh yang kita berikan dalam keseharian dalam keluarga adalah bagaimana kita menjalani dan mengarahkan kehidupan kita dengan baik (Yusuf, 2000). Jika kita menghargai kekuatan dari contoh yang kita ajarkan dalam kehidupan di keluarga kita pada anak-anak, maka kita juga sekaligus akan mampu mengurangi contoh-contoh buruk yang terpapar pada anak-anak kita. Televisi bagi anak-anak adalah sumber yang paling mudah dikenali dari nilai-nilai moral yang buruk: makian dan umpatan, kekerasan, perilaku seksual, dan materialisme. Kekerasan dalam televisi mempunyai efek penyebab dari perilaku agresif pada anak-anak dan orang dewasa (Lickona, 1998). Orang tua yang inging menjadi guru moral utama bagi anak-anak mereka sebaiknya berlatih untuk mengontrol lebih dekat apa yang anak-anak liat di depan televisi, mematikan televisi pada saat waktu makan, dan membatasi tontonan televisi anak-anak tidak lebih dari satu program setiap harinya. Implementasi dari pola pengasuhan yang ketiga kaitannya dengan penjiwaan sila kelima Pancasila yaitu sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia melahirkan sistem keadilan sebagai paradigma pola pengasuhan di Indonesia. Dalam hal ini, Orang tua yang efektif memberikan pengajaran tentang moral dan karakter dengan contoh dimana orang tua tidak hanya meminta dan menuntut anak-anak mereka untuk berkarakter dan bermoral baik kalau orang tua mereka sendiri tidak bisa mencontohkan bagaimana moral dan karakter yang baik itu dalam kehidupan sehari-hari. 4. Orang tua yang efektif mengajari secara langsung, dengan nasehat dan penjelasan. Kita perlu mempraktekkan apa yang kita nasehatkan dengan memberikan contoh yang baik tetapi kita juga perlu menasehatkan apa yang kita praktikkan. Pengajaran langsung adalah penting. Pengajaran secara langsung sering kali melibatkan penjelasan bagaimana beberapa hal adalah benar dan beberapa hal yang lain adalah salah. Kenapa memanggil orang dengan memberikan label nama
pada mereka salah? Karena panggilan nama label tersebut menyakitkan; rasa sakit itu didala hati dimana kalian tidak bisa melihatnya akan tetapi hal tersebut adalah nyata. Kenapa berbohong itu salah? Karena kebohongan menghancurkan kepercayaan, dan kepercayaan adalah dasar dari hubungan apapun. Kenapa mencontek itu salah? Karena mencontek adalah sebuah kebohongan yang membohongi orang lain dan hal tersebut tidaklah adil bagi semua orang yang tidak mencontek. Kenapa mencuri itu salah? Karena ada seseorang dibalik barang tersebut, dan mencuri berarti merusak hak dari pemilik barang tersebut (Lickona, 1998). Orang tua yang efektif banyak menerapkan pola pengasuhan anak dengan metode pengajaran secara langsung dengan contoh. Keluarga yang mengkomunikasikan sistem kepercayaan yang kuat mampu lebih baik membuat anak-anak mereka terhindar dari perbuatan destruktif seperti penggunaan obatobat terlarang. Anak-anak yang sudah beranjak dewasa yang orang tuanya selalu mendiskusikan perbuatan-perbuatan anaknya yang keliru dan memberikan standard moral yang jelas kepada mereka mampu melawan godaan dalam pergaulan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik dibanding dengan remaja yang orang tuanya tidak pernah mengkomunikasikan perilakuperilaku anak-anak mereka. Beberapa hal terpenting dalam pengajaran secara langsung adalah berlangsungnya momen-momen pengajaran dimana anak-anak melakukan perilaku yang tidak benar atau salah dan ada koreksi moral terhadap tindakan tersebut. Tindakan orang tua yang secara jelas dan konsisten mengkoreksi perilaku tidak benar dari anak-anak membutuhkan kewaspadaan dan tanggungjawab yang besar. Akan tetapi hal itu berbuah baik karena seberapa serius orang tua peduli akan pelanggaran moral yang dilakukan oleh anak-anak akan mempengaruhi seberapa serius anak-anak akan belajar tentang moralitas. Orang tua harus pandai memberikan reaksi terhadap perilaku anak dengan menunjukkan kombinasi antara penjelasan moral dan kepedulian emosional. Pesan terpenting untuk anak-anak remaja terkait permasalahan moralitas adalah ‘ sangatlah penting untuk berperilaku yang baik, akan tetapi apabila kalian melakukan kesalahan, luruskanlah’. Gairah moral adalah guru yang sangat penting dan merupakan bagian dari intruksi moral yang harus diterapkan secara langsung yang perlu dilakukan oleh orang tua yang efektif. Implementasi dari pola pengasuhan yang keempat kaitannya dengan penjiwaan sila kedua Pancasila yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradap melahirkan hak asasi manusia dimana Orang tua yang efektif mengajari secara langsung dengan nasehat dan penjelasan. Orang tua mampu memberikan tauladan kepada anak-anaknya sehingga anak-anak mereka memperoleh hak perlindungan
hidup yang baik dan juga bermoral sehingga ketika anak anak terjun ke dalam kehidupan masyarakat dan negara tidak tersesat ataupun salah jalan. 5. Orang tua yang efektif mengembangkan pertanyaan untuk mengembangkan pemikiran moral Sangatlah penting untuk memberi pelajaran tentang moral kepada anakanak secara langsung, akan tetapi adalah juga sangat penting untuk menggunakan pertanyaan yang dapat membuat anak-anak berhenti sejenak untuk merenung dan berpikir serta mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka. Orang tua yang efektif akan membantu anak-anak mereka untuk mengembangkan kemampuan bagaimana menyelami perspektif orang lain, memikirkan segala konsekuensi atas tindakan dan perilaku mereka, dan menerapkan peraturan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi. Pertanyaanpertanyaan seperti: “kenapa saya kecewa denganmu?”, “Bagaimana kamu bisa membantu dalam situasi ini?”. “Apa yang akan saudaramu rasakan jika kamu memperlakukan dia seperti itu?”, “Kesepakatan apakah yang telah kita buat?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membantu anak-anak yang pada akhirnya akan bertanya pada diri mereka sendiri apakah yang mereka lakukan sudah benar dan apakah konsekuensi dari perilaku mereka yang tidak benar (Dedi, 2005). Pertanyaan adalah salah satu bagian dari pola pendisiplinan yang dengan kata lain juga disebut sebagai ‘induksi’ atau prabawa yang terkait dengan kedewasaan moral pada anak-anak. Implementasi dari pola pengasuhan yang kelima kaitannya dengan penjiwaan sila kedua Pancasila yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradap melahirkan hak asasi manusia dimana Orang tua yang efektif mengembangkan pertanyaan untuk mengembangkan pemikiran moral. Setiap tindakan ada konsekuensinya, dalam hal ini orang tua perlu pencontohan kepada anak-anak mereka bahwa setiap tindakan ada akibatnya baik maupun buruk baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, kita harus berpikir sebelum bertindak, apakah tindakan tersebut akan merugikan diri sendiri atau orang lain.
6. Orang tua yang efektif memberikan anak-anak tanggung jawab yang nyata Mengajari anak tanggung jawab adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan oleh orang tua manapun namun hal itu sangat penting untuk dilakukan mengingat pentingnya bagi seseorang untuk memiliki sifat dan sikap tanggung jawab dalam menjalani kehidupannya. Mengingat pentingnya sifat tanggung jawab pada diri seseorang, maka sifat tersebut akan lebih baik jika ditanamkan pada diri seseorang sejak ia masih dalam usia dini. Dengan begitu, sifat tanggung
jawab tersebut akan lebih tertanam dalam diri orang itu sehingga dalam kehidupannya di masa depan, ia tidak akan merugikan orang lain dengan sifat dan sikapnya yang tidak bertanggung jawab (Dedi, 2005). Untuk dapat mengajari anak tanggung jawab secara lebih efektif dan efisien kepada anak, kita dapat melakukan beberapa cara. Cara yang pertama adalah dengan memberi pengertian pada anak apa itu sebenarnya tanggung jawab. Tanggung jawab adalah sikap di mana kita harus bersedia menerima akibat dari apa yang telah kita perbuat. Selain itu, tanggung jawab juga merupakan sikap di mana kita harus konsekuen dengan apa yang telah dipercayakan pada kita. Kita dapat menyampaikan pengertian-pengertian tersebut dengan bahasa yang sekiranya dimengerti oleh anak-anak kita.Selain itu, pengertian-pengertian tersebut akan lebih mudah dipahami okeh anak-anak kita jika disertai dengan contoh atau praktik langsung. Kemudian, kita juga perlu membedakan antara tanggung jawab yang seharusnya kita lakukan dengan tanggung jawab anak kita. Batas-batas dan aturan aturannya pun harus jelas dan tegas agar anak lebih mudah di arahkan. Akan terasa lebih rumit memang saat kita mengajak anak kita untuk ikut serta menyelesaikan masalah yang telah ia perbuat dan tidak melulu membantunya untuk menyelesaikan masalah tersebut secara keseluruhan. Namun, dengan ketelatenan dan kesabaran yang penuh, hal itu akan memberikan hasil yang positif bagi anak-anak kita. Kita dapat memberi anak kita kepuasan tersendiri karena ia telah mampu mengatasi masalahnya sendiri dengan cara yang lebih bertanggung jawab (Furqon, 2010). Langkah yang terakhir adalah dengan cara mengulang pembelajaran yang telah mereka alami agar mereka lebih paham dan juga selalu membiasakan langkah-langkah sebelumnya. Dengan begitu, rasa tanggung jawab akan lebih mudah melekat dalam diri anak-anak kita sehingga dalam kehidupannya di masa depan, rasa tanggung jawab akan selalu mendasari segala tingkah lakunya. Itulah pentingnya mengajari anak tanggung jawab. Dalam pembelajaran moral sudahlah sangat jelas bahwa anak menjadi bertanggungjawab apabila mereka diserahi tanggungjawab. Kita akan belajar peduli dengan melakukan tindakan-tindakan kepedulian. Anak akan mengembangkan karakter berdasarkan apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang diajarkan kepada mereka secara berulang-ulang untuk dikerjakan. Oleh karena itu pola asuh karakter harus memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan kebiasaan untuk membantu.
Implementasi dari pola pengasuhan yang keenam kaitannya dengan penjiwaan sila keempat Pancasila yaitu sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan melahirkan penjunjungan yang tinggi terhadap nilai-nilai demokrasi serta penghargaan atas kemampuan tiap-tiap individu untuk selalu mendukung dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh anak dalam proses dan tujuan pola pengasuhan. Oleh karena itu Orang tua yang efektif memberikan tanggungjawab yang nyata kepada anak-anak mereka. Tanggungjawab untuk mengembangkan kemampuan mereka, tanggungjawab untuk mengetahui dan menimbang segala tindakan beserta konsekuensinya. 7. Orang tua yang efektif adalah otoritatif Dalam pola asuh ini, orang tua memberi kebebasan yang disertai bimbingan kepada anak. Orang tua banyak memberi masukan-masukan dan arahan terhadap apa yang dilakukan oleh anak. Orang tua bersifat obyektif, perhatian dan kontrol terhadap perilaku anak. Dalam banyak hal orang tua sering berdialog dan berembuk dengan anak tentang berbagai keputusan. Menjawab pertanyaan amak dengan bijak dan terbuka. Orangtua cenderung menganggap sederajat hak dan kewajiban anak dibanding dirinya. Pola asuh ini menempatkan musyawarah sebagai pilar dalam memecahkan berbagai persoalan anak, mendukung dengan penuh kesadaran, dan berkomunikasi dengan baik (Stewart & Koch, 1983). Pola otoritatif mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh welas asih kepada anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang konstruktif. Anak yang terbiasa dengan pola asuh otoritatif akan membawa dampak menguntungkan. Di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi, baik dengan teman-teman dan orang dewasa. Anak lebih kreatif, komunikasi lancar, tidak rendah diri, dan berjiwa besar. Penerapan pola otoritatif berdampak positif terhadap perkembangan anak kelak, karena anak senantiasa dilatih untuk mengambil keputusan dan siap menerima segala konsekuensi dari keputusan yang diambil. Dengan demikian potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal, karena anak melakukan segala aktivitas sesuai dengan kehendak dan potensinya. Sementara
orangtua memberikan kontrol dan bimbingan manakala anak melakukan hal-hal negatif yang dapat merusak kepribadian anak. Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatip akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain. Implementasi dari pola pengasuhan yang ketujuh kaitannya dengan penjiwaan sila ketiga Pancasila yaitu sila Persatuan Indonesia melahirkan rasa persatuan untuk hidup dalam perbedaan pendapat dalam kehidupan keluarga dengan berbagai macam latar belakang alasan yang berbeda dalam setiap keputusan yang diambil dan implikasi dari sebuah tindakan. Dalam hal ini dimana Orang tua yang efektif memberikan hak kebebasan untuk mengambil keputusan yang terbaik sesuai dengan kemampuan anak. 8. Orang tua yang efektif mendorong perkembangan spiritual anak Kecerdasan spiritual menurut Zohar dan Marshall (2002), adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna disbanding dengan yang lain. Zohar dan Marshall (2002) memperjelas bahwa SQ adalah landasan yang diperlukan untuk mengfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Kecerdasan spiritual dibutuhkan oleh setiap individu dalam menjalani kehidupan, termasuk anak-anak dan remaja. Kecerdasan spritual merupakan inti yang dapat menggerakan kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual Kecerdasan spiritual merepresentasikan motif dasar individu dalam pencarian makna sebagai makhluk. Stephen Covey (2004: 53) mengungkapkan bahwa “Spiritual Intelligence is the central and most fundamental of all the intelligence because it becomes the source of guidance of the other three. Spiritual intelligence represents our drive for meaning and connection with infinite”. Pendapat tersebut menegaskan bahwa kecerdasan spiritual merupakan jembatan yang menghubungkan, menyeimbangkan perkembangan dimensi-dimensi kecerdasan lain yang secara fitrah telah diberikan oleh Yang Maha Pencipta. Oleh karena itu,
setiap individu, termasuk para siswa sekolah dasar perlu mengembangkan dan meningkatkan kualitas kecerdasan spiritual sebagai salah satu kecakapan hidup yang harus dimiliki. Perkembangan kecerdasan spiritual akan erat kaitannya dengan perkembangan spiritual, perkembangan penghayatan keagamaan, dan perkembangan keyakinan, serta berbagai aspek perkembangan lainnya. Hal ini senada dengan penjelasan Abin Syamsuddin (2007: 105-110) yang menyatakan bahwa perkembangan perilaku keagamaan dalam satu paket dengan perkembangan perilaku sosial dan moralitas. Bahkan, dijelaskan bahwa perkembangan penghayatan keagamaan sejalan dengan perkembangan moralitas dan erat kaitannya dengan perkembangan intelektual, emosional, dan volisional (konatif). Hal ini dimungkinkan karena secara potensial (fitriah) manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) dan makhluk beragama. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari batin atau jiwa seseorang yang selalu berpikir positif sehingga mampu tumbuh menjadi manusia seutuhnya. Mengembangkan kecerdasan spiritual anak perlu dilakukan sejak dini. Tujuannya adalah agar anak bisa menjadi orang yang memiliki kepekaan batin dan jiwa terhadap diri sendiri maupun orang lain. Dengan mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak, anak akan lebih mampu mengenali siapa dirinya, kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya serta mampu menutupi kekurangan dan mengasah serta memaksimalkan kelebihan yang dimilikinya menuju pribadi yang sukses dimasa depan. Mengembangkan kecerdasan spiritual anak akan mempengaruhi perkembangan anak menuju kedewasaanya sehingga anak mampu tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya. Mengembangkan kecerdasan spiritual anak memberikan banyak manfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak memiliki beberapa manfaat, diantaranya: melatih anak untuk lebih mengenal diri sendiri sehingga mampu memaksimalkan kelebihan yang dimilikinya, melatih kepekaan batin dan jiwa anak terhadap lingkungan sekitar, melatih kemampuan berpikir anak untuk berpikir dari sudut pandang yang lebih luas, membuka pikiran dan wawasan anak, melatih anak untuk selalu bersikap bijaksana, melatih anak agar memiliki rasa empati, simpati dan belas kasih terhadap orang lain, semua makhluk ciptaan Tuhan maupun alam semesta, melatih anak menjadi pribadi yang berkarakter, dan melatih anak menjadi orang yang selalu bijaksana dalam bertindak (Tamim, 2009) Mengembangkan kecerdasan spiritual anak dapat Anda lakukan dengan memberikan contoh pada anak tentang perilaku-perilaku yang mencerminkan kecerdasan spiritual dalam kegiatan sehari-hari seperti mengajarkan anak untuk selalu menghormati orang lain, mengajarkan anak untuk selalu berbagi dengan orang lain dan lain sebagainya.
Implementasi dari pola pengasuhan yang terakhir kaitannya dengan penjiwaan sila pertama Pancasila yaitu sila Ketuhanan yang Maha Esa yang artinya bahwa pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua yang efektif mengedepankan nilai-nilai agama dalam segala bentuk perilaku dan tujuan. Mengesakan Tuhan dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. KESIMPULAN Pola asuh anak yang keindonesiaan adalah pola asuh yang ada di Indonesia haruslah mempresentasikan nilai-nilai keindonesiaan itu sendiri. Dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia melahirkan nilai-nilainya dalam pola pengasuhan keindonesiaan yang tertuang dalam ke lima sila Pancasila. Sebagai orang tua yang baik kita harus mengedepankan dan menanamkan sejak dini agama dan moral yang baik pada anak agar kedepannya dapat menjadi orang yang saleh dan memiliki sikap dan perilaku yang baik dan agamis. Anak yang shaleh akan selalu mendoakan orangtua yang telah melahirkan dan membesarkannya walaupun orangtuanya telah meninggal dunia. Kedisiplinan tetap harus diutamakan dalam membimbing anak sejak mulai kecil hingga dewasa agar anak dapat mandiri dan dihormati serta diharga masyarakat. Hal-hal kecil seperti bangun tidur tepat waktu, membantu pekerjaan rumah tangga orangtua, belajar dengan rajin, merupakan salah satu bentuk pengajaran kedisiplinan dan tanggungjawab pada anak. Menjadi orang yang efektif adalah penting sehingga kita bisa menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita dan orangtua yang pantas diteladani anak dengan mencontohkan hal-hal positif dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai anak dipaksa melakukan hal baik yang orangtuanya tidak mau melakukannya. Anak nantinya akan menghormati dan menghargai orang tuanya sehingga setelah dewasa akan menyayangi orangtua dan anggota keluarga yang lain (Rohmad, 1999). Komunikasi adalah salah satu hal yang tak kalah pentingnya dalam pengasuhan anak yang harus dilakukan secara terbuka dan menyenangkan dengan batasan-batasan tertentu agar anak terbiasa terbuka pada orangtua ketika ada hal yang ingin disampaikan atau hal yang mengganggu pikirannya. Jika marah sebaiknya orangtua menggunakan ungkapan yang baik dan tidak langsung yang dapat dipahami anak agar anak tidak lantas menjadi tertutup dan menganggap orangtua tidak menyenangkan. Hindari tindakan negatif pada anak seperti memarahi anak tanpa sebab, menyuruh anak seenaknya seperti pembantu tanpa batas, menjatuhkan mental anak, merokok, malas beribadah, menbodoh-bodohi anak, sering berbohong pada anak, membawa pulang stres dari kantor, memberi
makan dari uang haram pada anak, enggan mengurus anak, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA Dedi Supriyadi. 2005. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Furqon Hidayatullah. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Yuma Pustaka: Surakarta. Hurlock, EB. 1978. Perkembangan Anak (terjemahan). Erlangga: Jakarta. H. Norman Wirght.1996. Menjadi Orang Tua yang Bijak (terjemahan). Andi Offset: Yogyakarta Hood, Ralph W., C. Hill, Peter., Spilka, Bernard. (2009). The psychology of religion : an empirical approach . 4th edition. New York: Guilford Publications, Inc. Lickona, Tom. 1998. Do Parents Make A Difference in Children’s Character Development?. Center for the 4th & 5th Rs Suny Cortland. Fourth Annual Fall Character Education Seminar November 20, 1998. Magid, K. & McKelvey, C. A. (1987) High risk: Children without a conscience. New York: Basic Books. Peck, R. F., & Havighurst, R. J. (1960). The psychology of character development. New York: Wiley & Sons. Rohmad Wahab. 1999. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Depdikbud Santrock, J. W. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 1: Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Search Institute. (2008). Seeking Common Ground in Understanding Spiritual Development: A Preliminary Theoretical Framework. Online. Tersedia di :http://www.search-institute.org/csd/major-projects/definition-update Stanley, S. (1980). The family as moral educator. In R. Mosher (Ed.), Moral education. New York: Praeger. Stewart & Koch. 1983. Chidren Development Throught Adolescence. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Tamim, Daris (2009). Program bimbingan dan konseling Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual Anak sekolah dasar. Tesis. Bandung : SPs Universitas Pendidikan Indonesia (tidak diterbitkan).
Tips Mendidik Anak Rasa Tanggung Jawab untuk Bekal Kehidupannya Kelak Bidanku.com http://bidanku.com/tips-mendidik-anak-rasa-tanggungjawab-untuk-bekal-kehidupannya-kelak#ixzz3zemznAgg Yasin Musthofa.2007. EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam. Sketsa: Yogyakarta Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Zohar, D.& Marshall, I. (2002), SQ. Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Penerbit Mizan.
Nomor : 001/SemNas/I/2016 Perihal : Pengumuman seleksi abstrak & undangan Presentasi. Lamp : 1 berkas
Semarang, 15 Januari 2016
Kepada Yth. Ibu. Ririn Ambarini Universitas PGRI Semarang Dengan hormat, Bersama ini Panitia Seminar Nasional KeIndonesiaan I tahun 2016 menyampaikan bahwa abstrak Saudara yang berjudul: “Praktek Pengasuhan Orang Tua Yang Efektif Dalam Perkembangab Karakter Anak” diterima untuk dapat dilengkapi ke dalam makalah lengkap. Makalah lengkap akan dipresentasikan tanggal 17 Februari 2016 pada Seminar Nasional KeIndonesiaan I tahun 2016 dan diterbitkan ke dalam Proceeding cetak serta online. Makalah lengkap selambatlambatnya dikirimkan kepada Panitia pada tanggal 10 Februari 2016 melalui email:
[email protected] Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.