Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR BAGI ANAK-ANAK NELAYAN DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH (Kajian Terhadap Problem dan Alternatif Solusinya) Titik Susiatik Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] Abstrak Pendidikan dasar merupakan salah satu konstitusional yang harus disediakan oleh negara. Sebagai hak bagi warga negara, maka hal itu merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya. Dalam konteks otonomi daerah, penyelenggaraan pendidikan dasar secara operasional dikelola oleh Pemerintah Daerah dan didukung oleh Pemerintah Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potret pemenuhan atas pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan di Kabupaten Tegal. Ada tiga fokus masalah yang dijadikan obyek penelitian ini, yakni: faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi pendidikan dasar anak-anak nelayan, kebijakan pemerintah daerah dalam pemenuhan hak-hak atas pendidikan dasar di Kabupaten Tegal, serta implementasinya di lapangan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis dekriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam mengikuti pendidikan dasar adalah ekonomi, lingkungan dan budaya. Faktor-faktor ini masih terkait dengan penelitian-penelitia sebelumnya, yang menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut sampai saat ini masih belum berubah. Dalam aspek kebijakan, pemerintah daerah belum memiliki kebijakan afirmasi terhadap persoalan pendidikan anak-anak nelayan. Kebijakan yang ada difokuskan untuk menanggulangi persoalan drop-out siswa de jenjang pendidikan dasar secara umum. Namun, pada tahun 2014 ini Pemerintah Kabupaten Tegal telah mendesain program pendidikan inklusi bagi anak-anak yang drop-out sekolah, termasuk anak-anak nelayan. Sejalan dengan program tersebut maka relaisasi kebijakan ini akan di jalankan beriringan dengan program bantuan dari Kementerian Kelauatan dan Perikanan RI, yakni berupa Sekolah Lapang yang bersifat flexibel dna mengikuti ritme aktivitas anak-anak nelayan. Kata Kunci : Hak atas Pendidikan Dasar, Nelayan, Tegal, Afirmasi.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nelayan merupakan salah satu masyarakat marginal yang seringkali tersisih dari akomodasi kebijakan pemerintah. Problem yang dihadapi masyarakat nelayan sangatlah kompleks, mulai dari yang bermuara pada minimnya penghasilan mereka. Seperti halnya masyarakat petani dan buruh (proletar), masyarakat nelayan pun tercekik jerat kemiskinan yang menyerupai lingkaran setan (Wahyono, dkk., 2001:iv). Gambaran kemiskinan para nelayan tersebut salah satunya bisa dilihat dari kondisi desa-desa nelayan yang dalam perkembangannya sangat lamban. Biasanya, posisi geografis desa nelayan terisolasi dan fasilitas pembangunan yang ada kurang memadai. Karena kondisi desa yang demikian, maka dinamika sosial dan ekonomi masyarakat nelayan juga terbatas dan kurang memiliki kemampuan atau keberdayaan dalam mengelola potensi-potensi sumber daya alam yang dimiliki. Faktor utama yang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
65
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
mengakibatkan
kondisi
tersebut
adalah
kurangnya
keberpihakan
kebijakan
pembangunan pemerintah (daerah) terhadap kawasan dan masyarakat nelayan (Kusnadi, 2002:11). Sebagai hak fundamental (HAM) dalam konsepsi hak ekonomi sosial dan budaya, maka setiap pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Dalam konteks itu, persoalan mendesak yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Tengah adalah tingginya jumlah penduduk miskin, yaitu sebesar 6.667.200 orang (20,49 %) pada tahun 2007. Pada Tahun 2003 jumlah penduduk miskin sebanyak 6.980.000 orang (21,78 %). Dengan demikian, selama 5 tahun jumlah penduduk miskin hanya berkurang 112.800 orang atau 1,29 % (Dinas ESDM Jateng, 2011; Aries, 2011).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apa saja faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar?; 2) Bagaimanakah produk hukum lokal yang digunakan oleh Pemerintah terwujudnya
pendidikan
dasar
bagi
anak-anak
Daerah dalam mendukung
nelayan?;
3)
Bagaimanakah
pelaksanaan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah dalam memenuhi hak atas pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan?.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai peta persoalan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan dalam mendukung/tidak mendukung anak-anak mereka meraih pendidikan dasar. Adapun tujuan berikutnya dari penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai produk hukum dan kebijakan lokal baik di tingkat provinsi maupun di pemerintah kabupaten/kota. II. KAJIAN PUSTAKA A. Hukum HAM Internasional Dalam Pasal 12 UU HAM No. 39 Tahun 1999, telah diatur mengenai hak pendidikan, yang berbunyi : "Setiap
orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusiayang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
66
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
manusia." Ketentuan UU HAM mempertegas untuk memperoleh pendidikan maupun mencerdaskan dirinya. Artinya tidak hanya pendidikan semata, namun fasilitas untuk meningkatkan kecerdasan juga harus terpenuhi. Penanggungjawab utama untuk memenuhi hak-hak itu adalah Pemerintah.
B. Hukum Nasional Pengaturan tentang hak atas pendidikan di Indonesia terdapat dalam berbagai jenjang regulasi, dari UUD 1945 hingga beberapa produk legislasi turunannya. Sebagai contoh, Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Pasal 6 ayat (1) dinyatakan: (1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Ayat (2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya Pasal 7 menyatakan: (1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Ayat (2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”.
C. Indikator Pemenuhan Hak Penulisan indikator pemenuhan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak atas pendidikan sangat penting terutama untuk menjelaskan kewajiban pemenuhan hak asasi manusia dan untuk mendiskusikan bagaimana ketentuan tentang hak-hak di atas data dioperasionalkan. Catarina Tomasevsky Pelapor Khusus PBB sebagaimana dikutip oleh Asbjorn (2001:531) menyatakan bahwa indikator ini diperlukan untuk menerjemahkan hukum hak asasi manusia ke dalam bahasa pemenuhan kuantitatif sebagai patokan realisasi hak-hak tersebut. D. Teori Kebijakan Publik Menurut Silalahi (1998:8), kebijakan merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan atau campur tangan. Dengan demikian, menurut Widodo (1983:17), maka kebijakan dalam politik ekonomi dapat digolongkan ke dalam dua, yaitu: (1). Kebijakan distribusi yang bermaksud untuk: (a). meningkatkan distribusi pendapatan; (b). memperbaiki keseimbangan bargaining power antar kelompok; (c). memeratakan
kesempatan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
antar
individu
(termasuk
mengurangi
akibat
dari 67
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
kesempatan dengan meningkatkan atau memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, jaminan kesehatan, jaminan ekonomi di hari tua dan sebagainya. (2). Kebijakan pengaturan, terutama berhubungan dengan atauran-aturan permainan yang menjamin adanya persaingan yang sehat dan adil, seperti upah minimum, antitrust law, dan sebagainya.
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan pertimbangan bahwa pendekatan tersebut menyediakan beberapa perangkat yang fleksibel bagi pengumpulan dan analisa data (Riduwan, 2004; Sugiyono, 2004). B. Data Penelitian dan Pengumpulannya Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data lapangan berupa hasil wawancara dengan aktor-aktor kunci, baik dari pihak pemerintah daerah yang relevan (kepala dinas pendidikan), kalangan masyarakat sipil (aktivis LSM, akademisi), maupun masyarakat sebagai sasaran utama kebijakan pemerintah daerah. Adapun data sekunder berasal dari hasil penelitian kepustakaan, berbagai produk hukum dan kebijakan pemerintah daerah terkait dengan upaya pemenuhan hak atas pendidikan dasar (Moleong, 2002; Alsa, 2004).
C. Teknik Analisis Data Untuk menguji akurasi data, maka peneliti akan melakukan pengujian data melalui validitas natural history, yaitu data disebut valid secara natural history apabila orang lain dapat menerima hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Proses ini dilakukan melalui verifikasi dalam wujud diskusi terbatas antara peneliti dengan partisipan dan kolega dalam kegiatan diskusi laporan penelitian (Alsa, 2004). Keseluruhan proses penelitian dan pengumpulan data tersebut disajikan secara skematis dalam desain diagram berikut ini.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
68
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Cakupan Survei Lapagan (Lokasi Sample )
Keterpenuhan Hak Atas Pendidikan Menggunakan 4 Parameter Ketersediaan (Availability) Keterjangkauan (Accessibility) Keberterimaan (Acceptability) Kebersesuaian (Adaptability)
Survei Lapagan (Data Primer dan Sekunder)
Data Primer - Kondisi Sekolah di lokasi sample - Jumlah anak usia sekolah - Jumlah anak putus sekolah - Potret kemiskinan - Sarana dan Prasarana pendukung
Pengolahan dan Analisis Data (Primer dan Sekunder)
Kompilasi dan Tabulasi Data
Data Sekunder: - BPS - Dokumen kebijakan dan hukum - Anggaran APBD untuk pendidikan - Teks book dan Jurnal Ilmiah
■
Analisis Umum Gambaran kondisi eksisting keterpenuhan hak atas pendidikan (dassein dan dassollen)
■
Analisis explanation building Kausalitas kesenjangan dassein dan dassollen dalam pemenuhan hak atas pendidikan di Kota Semarang Elaborasi Laporan Penelitian
POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DI JAWA TENGAH DAN PENGUATAN KEBIJAKAN
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Pendidikan Dasar di Kabupaten Tegal 1. Usia Anak-Anak Pendidikan Dasar Tabel 1. Jumlah Anak Usia Sekolah (Pendidikan Dasar) di Kabupaten Tegal Kecamatan -1 010. Margasari 020. Bumijawa 030. Bojong 040. Balapulang 050. Pagerbarang 060. Lebaksiu 070. Jatinegara 080. Kedungbanteng 090. Pangkah 100. Slawi 110. Dukuhwaru 120. Adiwerna 130. Dukuhturi 140. Talang 150. Tarub 160. Kramat MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
Kelompok Usia Sekolah 12 13 - 15 16 – 18 -2 -3 -4 11.533 5.297 7.553 8.489 5.496 6.67 5.754 4.041 4.881 9.898 4.394 6.487 5.658 3.552 4.144 7.835 5.398 6.645 6.742 3.166 4.272 4.663 2.365 3.175 12.04 5.475 7.841 6.646 4.185 5.498 8.222 3.461 4.637 9.516 8.516 9.437 10.765 5.208 7.012 11.448 5.249 7.664 8.942 4.533 6.059 8.146 7.646 8.232
Jumlah -5 24.383 20.655 14.676 20.779 13.354 19.878 14.18 10.203 25.356 16.329 16.32 27.469 22.985 24.361 19.534 24.024 69
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Kelompok Usia Sekolah Jumlah 12 13 - 15 16 – 18 170. Suradadi 9.411 4.774 6.411 20.596 180. Warureja 7.452 3.527 4.764 15.743 2012 153.16 86.283 111.382 350.825 2011 155.287 108.72 87.516 351.523 2010 180.506 102.721 90.797 374.024 Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Kab. Tegal 2013, (Online). Kecamatan
2. Jumlah Sekolah TK-SMA di Kabupaten Tegal
Kecamatan
Tabel 2. Kondisi Sekolah TK-SMA di Kabupaten Tegal TK SD SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 37 46 2 4 6 1 5 25 50 5 2 1 1 11 31 3 1 1 2 24 51 1 3 4 1 2 19 34 3 1 27 39 2 2 9 11 34 1 2 5 3
-1 010. Margasari 020. Bumijawa 030. Bojong 040. Balapulang 050. Pagerbarang 060. Lebaksiu 070. Jatinegara 080. 20 23 2 1 Kedungbanteng 090. Pangkah 42 55 3 4 1 100. Slawi 1 49 37 5 4 3 5 110. Dukuhwaru 23 33 2 3 120. Adiwerna 42 54 3 6 2 2 130. Dukuhturi 37 37 3 2 4 1 140. Talang 31 43 2 4 3 150. Tarub 1 37 41 3 3 160. Kramat 58 45 3 3 2 1 170. Suradadi 26 32 2 2 180. Warureja 19 30 4 1 2 2012 2 538 715 20 57 48 17 2011 2 246 729 16 45 41 18 2010 2 246 739 16 45 41 17 Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Kab.Tegal, 2014 (online).
1 3 9 5 5 6 5 4 3 4 1 68 61 49
3. Jumlah Guru Pendidikan Dasar Tabel 3. Jumlah Guru Dalam Satuan Pendidikan di Kabupaten Tegal Kecamatan -1 010. Margasari 020. Bumijawa 030. Bojong 040. Balapulang
TK SD SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 131 499 19 122 106 28 105 95 534 112 33 40 15 29 319 70 14 36 33 81 459 101 57 49 52
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
70
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Kecamatan
TK SD SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 66 371 141 34 98 411 80 30 188 28 391 11 54 62 35
050. Pagerbarang 060. Lebaksiu 070. Jatinegara 080. 83 284 67 16 Kedungbanteng 090. Pangkah 150 393 123 35 100. Slawi 17 230 405 38 171 46 110. Dukuhwaru 113 404 75 43 120. Adiwerna 207 412 260 29 130. Dukuhturi 146 409 31 73 63 140. Talang 130 465 17 128 54 150. Tarub 9 129 442 36 77 160. Kramat 238 497 34 103 40 170. Suradadi 101 292 59 15 180. Warureja 86 311 123 19 2011/2012 26 2.141 7.298 150 1.898 739 2010/2011 13 550 6.123 109 1.503 682 2009/2010 12 527 6.176 103 1.497 653 Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga, Kab. Tegal 2013 (Online).
-
11
54 306 44 181 60 51 74 957 809 809
78 252 121 135 68 136 108 70 102 27 1.536 1.089 1.089
B. Partisipasi Anak-Anak Nelayan Dalam Pendidikan Dasar Program pendidikan dasar merupakan pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara. Hal ini merupakan hak konstitusional setiap warga untuk mendapatkannya. Bagi pemerintah baik pusat maupun daerah, di satu sisi merupakan kewajiban konstotusional yang harus disediakan. Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan: “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (SD/MIdan SMP/MTs). Namun bisa juga bagi warga yang masih berumur 6 tahun untuk mengikuti program wajib belajar (Bab VII Pasal 34 ayat (1)). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
71
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Dalam kaitan itu, di Kabupaten Tegal, pada Pasal 12 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan ketentuan serupa, yakni kewajiban penyelenggaraan pendidikan dasar menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Salah satu wujud tanggungjawab dari Pemerintah Daerah tersebut adalah menyediakan dana dari APBD sesuai dengan kemampuan (Pasal 7 (d)). Dalam konteks partisipasi anak-anak nelayan dalam pendidikan dasar, kecenderungannya masih rendah yang ditandai dengan minimnya anak-anak nelayan tersebut dalam menyelesaikan pendidikan dasarnya. Sebagai sample, di Kecamatan Suradadi sebagai basis nelayan di Kabupaten Tegal angka putus Sekolah Dasar anakanak nelayan di daerah tersebut mencapai 29.9% dari total peserta aktif yang mencapai 967 siwa (Dinasdikpora Kabpaten Tegal, 2014). Rincian data tersebut secara detail pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Perbandingan Jumlah Siswa SD Aktif dan Putus Sekolah dari Keluarga Nelayan di Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal No. Desa Siswa Aktif Drop Out Persentase 1 Karangwuluh 144 24 16,6% 2 Gembongdadi 123 45 36,5% 3 Karangmulya 15 3 20% 4 Harjasari 12 8 66,6% 5 Kertasasri 76 11 14,4% 6 Jatimulya 87 20 22,9% 7 Jatibogor 45 12 26,6% 8 Sidoharjo 30 21 70% 9 Purwahamba 178 78 43,8% 10 Suradadi 234 56 23,9% 11 Bojongsana 23 12 52% Jumlah 967 290 29,9% Sumber: Dinas Pemdidikan, Pemudan dan Olah raga, Kabupaten Tegal, 2014. Data di atas menunjukkan bahwa perbandingan antara siswa SD yang aktif dengan yang putus sekolah dari keluarga anak-anak nelayan, selama kurun waktu 2013 di Kecamatan Suradadi secara umum berada dikisaran 50% ke bawah. Siswa putus sekolah terbesar berada di Desa Sidoharjo yang mencapai 70% (21 dari 30 siswa, disusul Harjasari yang mencapai 66,6% (8 dari 12 siswa), kemudian di Ibu Kota Kecamatan Suradadi yang mencapai 52% (12 dari 23 siswa), dan terbesar keempat berada di Desa Purwahamba yang mencapai 43% (78 dari 178 siswa). Sebaliknya, angka putus sekolah terkecil berada di Desa Kertasari dan Karngwuluh yang masingmasing mencapai 14,4% dan 16,6%. Berdasarkan data lapangan dari wawancara dengan sejumlah responden menyebutkan bahwa yang menjadi alasan terbesar yang menyebabkan partisipasi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
72
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
anak-anak nelayan putus sekolah adalah alasan ekonomi, lingkungan dan budaya sebagaimana dirinci sebagai berikut: Tabel 5. Penyebab Partisipasi Pendidikan Dasar Anak-Anak Nelayan Rendah No
Alasan Putus Sekolah
1
Ekonomi
2
Lingkungan
3
Budaya/Pandangan
Faktor Penyebab 1. Ketiadaan biaya untuk sekolah, alokasi penghasilan diprioritaskan untuk kebutuhan sehari-hari. 2. Bantuan Pemerintah melalui BOS hanya meringankan, dan cukup berpengaruh terhadap penurunan angka putus sekolah dari anak-anak nelayan. 3. Jumlah anak-anak nelayan rata-rata dalam satu keluarga 3-5 orang, sehingga dianggap cukup berat untuk membiaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari. 1. Anak-anak nelayan tidak mendapat perhatian orang tua dengan baik 2. Umumnya mereka lebih suka membantu orang tuanya melaut daripada sekolah 1. Pandangan terkuat muncul dari anakanak sendiri yang meyakini bahwa pendidikan tinggi tidak bermanfaat, toh akhirnya akan kembali melaut seperti orang tuanya. 2. Umumnya mereka putus sekolah pada masa kelas 5-6 SD untuk melaut. 3. Faktor lingkungan sekolah yang cenderung tidak mendukung atau bullying, seperti: anak-anak nelayan identik dengan selalu berseragam bekas, tas bekas, buku bekas dan sepatu bekas.
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2013. Data pada Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa secara empiris kondisi nelayan di Desa Suradadi tersebut masih berada pada garis kemiskinan dan budaya “tradisional” yang memandang bahwa profesi anak tidak akan jauh dari orang tuanya, dalam hal ini menjadi nelayan. Selain itu, faktor profesi nelayan dna menjadi nelayan itu sendiri memiliki karakteristik yang khas dengan pola pandangan hidup yang yang khas juga.
C. Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dasar Sebagaimana telah dideskripsikan pada bagian sebelumnya, bahwa trend pelaksanaan pendidikan dasar di Kabupaten Tegal setiap tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Misalnya saja pada tahun 2008-2009 capaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dapat digambarkan sebagai berikut ini. 1. Jumlah anak usia 13-15 tahun yang belum mendapatkan layanan pendidikan pada tahun 2003/2004 masih cukup tinggi, yaitu sekitar 2,78 juta. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
73
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
2. Angka putus sekolah SD/MI rata-rata nasional pada tahun 2002/2003 sebesar 2,97 %. Untuk tingkat SMP/MTs, angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 3,54 %. 3. Angka mengulang kelas juga masih cukup tinggi . Pada tahun 2002/2003 jumlah siswa yang mengulang kelas di SD/MI sebanyak 841.662 anak, sedangkan di SMP/MTs sebanyak 86.422 anak. 4. Mutu pendidikan dasar masih cukup rendah, yang ditunjukkan oleh antara lain belum idealnya rasio siswa guru (khususnya di daerah terpencil), rasio siswa-kelas, rasio kelas-ruang kelas, rasio laboratorium-sekolah, dan tingkat kelayakan guru serta kondisi gedung sekolah. Di samping itu, proses pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah yang kurang melatih anak untuk berfikir kritis, kreatif, dan inovatif. Meskipun pelaksaaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, khususnya pada empat tahun pertama sejak dicanangkan dapat dikatakan berhasil tetapi terdapat sejumlah masalah, di samping masalah krisis ekonomi, yang harus mendapat perhatian di masa yang akan datang. Selain
sekolah
lapang, menurut Sjarief, pihaknya
juga meningkatkan
kemampuan sekolah-sekolah formal kelautan dan perikanan dengan muatan lokal sesuai dengan lokasi. Kalau di Tegal, muatan lokal akan terkait dengan perikanan tangkap mulai dari hulu sampai dengan hilir. Di Boyolali, konsentrasinya budidaya lele. Nantinya, mereka yang sudah lulus bisa menjadi wiraswasta bidang perikanan dan kelautan. Hingga ini, KKP memiliki 9 Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), 3 Akademi Usaha Perikanan dan 1 Sekolah Tinggi Usaha Perikanan. Sementara, Kemendikbud memiliki 167 Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan. Selain itu, ada 28 universitas negeri yang memiliki fakultas maupun jurusan perikanan.
V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terdapat tiga faktor utama yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar, yakni: faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Pada faktor ekonomi, kebanyak keluarga nelayan berada digaris kemiskinan dengan tingkat penghasilan melaut yang tidak menentu. Pada umumnya, penghasilan nelayan melaut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari itu saja, sehingga tak jarang mereka meminjam tetangganya untuk menutup kebutuhan hidupnya tersebut, termasuk keperluan sekolah anak-anak mereka. Kondisi ini MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
74
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
diperparah lagi dengan kenyataan bahwa rata-rata keluarga nelayan di Kabupaten Tegal memiliki anak antara 3-5 orang, sehingga beban pengeluaran keluarga menjadi lebih besar. Pada faktor budaya, terdapat keyakinan dalam diri anak-anak nelayan sendiri bahwa sekolah tinggi tidak akan bisa merubah kehidupan mereka. Anak-anak nelayan meyakini bahwa setinggi apapun sekolah pada akhirnya akan kembali lagi ke asal keluarga, yakni meneruskan profesi keluarga sebagai nelayan. Kondisi ini diperkuat oleh rendahnya motivasi dari keluarga dalam mendorong anak-anak mereka dalam melanjutkan sekolah. Faktor lainnya yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan bersekolah adalah faktor lingkunga. Pada umumnya anak-anak nelayan lebih mengutamakan membantu orang tuanya dibandingkan bersekolah. Kondisi ini diperparah lagi oleh sikap-sikap bullying dari teman-teman mereka di sekolah, yang sering mengolokngolok mereka secara fisik, semisal berseragam bekas, tas bekas, sepatu bekas, dan buku bekas. Kedua, pada tataran kebijakan hukum, Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal bisa dikatakan miskin regulasi dalam pendidikan dasar. Hanya terdapat Perda Penyelenggaraan Pendidikan yang bersifat pengaturan (regeeling). Perda ini hanya mengatur proses pendidikan yang ada di daerah tersebut secara makro. Padahal, untuk memutus mata rantai ketertinggalan pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan diperlukan kebijakan afirmasi, sehingga berbagai faktor yang menghambat partisipasi anak-anak nelayan dalam mengenyam pendidikan dasar sebagaimana diuraikan di atas bisa dengan cepat dilakukan. Kondisi ini sedikit teratasi dengan adanya paket kebijakan afirmasi yang datang dari kementerian kelautan dan perikanan dengan program sekolah lapangnya—yang bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kurikulum paket A di kementerian pendidikan. Pada level kementerian pendidikan sendiri, program afirmasi yang ada bersifat umum, yakni BOS (Biaya Operasional Sekolah). Diakui oleh keluarga nelayan, program tersebut cukup membantu mengurangi biaya pendidikan anak-anak nelayan. Namun, secara faktual dana BOS tersebut dikelola pihak sekolah dan secara operasional juga banyak diperuntukkan untuk programprogram sekolah. Ketiga, dengan miskinnya regulasi dalam pendidikan dasar di Kabupaten Tegal, maka secara otomatis konsentrasi kebijakan pendidikan di daerah tersebut diorientasikan untuk mengurangi angka putus sekolah anak-anak dan meningkatkan partisipasi pendidikan dasar. Kebijakan khusus untuk anak-anak nelayan dilaksanakan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
75
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
melalui kerjasama dengan pihak kementerian kelautan dan perikanan dalam program sekolah lapang. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil beberapa hal sebagai rekomendasi. Pertama, persoalan budaya yang tertanam kuat dalam diri anak-anak nelayan yang memandang bahwa sekolah tinggi kurang bermanfaat, perlu dikikis melalui kegiatan penyuluhan secara interaktif, sehingga bisa membuka wawasan bagi anak-anak nelayan dan keluarganya untuk bisa melanjutkan sekolah. Kedua, kebijakan afirmasi perlu dibuat baik dalam bentuk peraturan tertulis maupun program-program nyata dalam meningkatkan partisipasi anak-anak nelayan dalam mengikuti pendidikan dasar, sehingga mereka tidak putus sekolah di tengah jalan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
2.
Konvensi Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant Economi, Social and Cultural Right). Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966, dan terbuka untuk penandatangan, ratifikasi, dan aksesi
3.
Konvensi Hak Anak 1989
4.
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965
5.
Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
6.
Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945
7.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
8.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
9.
Pendidikan Anak Nelayan Mampu Memutus Rantai Kemiskinan
10. http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=41426-Pendidikan-AnakNelayan-Mampu-Memutus-Rantai-Kemiskinan
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, S. dkk., 2009. Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Otonomi Daerah, PusHAM UII, Yogyakarta.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
76
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Alsa, A. 2004, Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, Pilot Studi Perumusan Indikator Kemiskinan di Jawa Tengah, 2003. Darmaningtyas, 2007, Pemenuhan Hak-Hak Atas Pendidikan, Makalah dipresentasikan dalam Seminar “Mendorong Regulasi Pro Poor Bidang Pendidikan di Kabupaten Wonosobo,” yang diselenggarakan INDIPT bersama TAF Jakarta dan Pemkab Wonosobo, di Pendopo Pemkab Wonosobo, 9 Agustus 2007. Ifdhal Kasim, 2006, Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Hak Atas Kesehatan: Catatan ELSAM, Makalah Disampaikan pada Lokakarya yang diselenggarakan oleh PUSHAM UII, Yogyakarta, Hotel Jogja Plaza, 25 Januari. ILRC. 2012. Melindungi Hak-Hak Anak: Kompilasi Peraturan dan Kebijakan terkait Anak Berhadapan dengan Hukum, Jakarta: ILRC. Kusnadi, 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Alam, LKiS, Yogyakarta. Masrukhi, Tommi Yuniawan, Noorochmat Isdaryanto, 2009. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun, Penyebaran Sekolah, Angka Partisipasi Kasar di Kabupaten Tegal. (Manuskrip Artikel Penelitian-LP2M UNNES). Moleong, Lexy J., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Rosdakarya, Bandung. Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Penerbit Alfabet, Bandung. Wahyono, A. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan, Media Pressindo bekerjasama dengan Yayasan Adikarya Ikapi dan Ford Foundation, Yogyakarta, 2001.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
77